49
Konsep Pengembangan Wilayah Ternggal di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Serawak (Malaysia) TUGAS PERENCANAAN WILAYAH KELAS A Jurusan Perencaaan Wilayah dan Kota Instut teknologi sepuluh nopember | surabaya Anggota Kelompok: Aldio Yudha Trisandi NRP. 3612100030 Karka Dwi Ratna Sari NRP. 3613100005 Ayu Nur Rohmawa NRP. 3613100015 Wiratama Adi Nugraha NRP. 3613100028 Muhammad Brian Adam NRP. 3613100042

Konsep Pengembangan Wilayah Tertinggal di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Serawak (Malaysia)

  • Upload
    its

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Konsep Pengembangan Wilayah Tertinggal di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Serawak (Malaysia)

TUGAS PERENCANAAN WILAYAH KELAS AJurusan Perencaaan Wilayah dan KotaInstitut teknologi sepuluh nopember | surabaya

Anggota Kelompok:Aldio Yudha Trisandi NRP. 3612100030Kartika Dwi Ratna Sari NRP. 3613100005Ayu Nur Rohmawati NRP. 3613100015Wiratama Adi Nugraha NRP. 3613100028Muhammad Brian Adam NRP. 3613100042

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat

dan kasih sayangnya berupa nikmat jasmani dan rohani tim penulis dapat menyelesaikan

tugas berjudul “Konsep Pengembangan Wilayah Tertinggal di Wilayah Perbatasan

Kalimantan Barat-Serawak (Malaysia)”. Tugas ini merupakan bagian dari tugas dari mata

kuliah perencanaan wilayah yang akan melatih mahasiswa dalam melakukan

pengembangan wilayah.

Penulis menyadari bahwa laporan ini tersusun dengan peran serta dari berbagai pihak.

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg.

2. Ema Umilia, ST., MT.

yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan makalah ini.

Tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak tersebut, laporan ini tidak akan selesai dengan baik.

Laporan ini masih jauh dari tahap sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun

merupakan hal yang sangat dinanti. Semoga kedepannya laporan ini dapat bermanfaat, baik

bagi tim penulis yang menempuh studi di jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, maupun

bagi pembaca laporan ini.

Surabaya, Mei

2016

Tim

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

DAFTAR TABEL......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................3

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................3

1.2 Tujuan.............................................................................................................................5

1.3 Sistematika Penulisan....................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................7

2.1 Kajian Kebijakan.............................................................................................................7

2.2 Kajian Literatur.............................................................................................................12

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI....................................................................19

3.1 Kabupaten Sambas......................................................................................................19

3.2 Kabupaten Sintang.......................................................................................................23

3.3 Kabupaten Kapuas Hulu...............................................................................................26

3.4 Kabupaten Bengkayang...............................................................................................28

BAB VI HASIL ANALISIS DAN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH.............................32

4.1 Analisis Potensi Masalah..............................................................................................32

4.2 Analisis SWOT.............................................................................................................34

4.3 Arahan Pengembangan................................................................................................39

BAB V PENUTUP..................................................................................................................46

5.1 Kesimpulan...................................................................................................................46

5.2 Saran............................................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................47

3

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Matriks SWOT Kabupaten tertinggal di kawasan perbatasan Kalimantan Barat. 35

Tabel 4. 2 Matriks hasil analisis SWOT Kabupaten Tertinggal di kawasan perbatasan

Kalimantan Barat....................................................................................................................37

Tabel 4. 3 Stakeholder dalam Pembanguanan Wilayah Tertinggal di Perbatasan Provinsi

Kalimantan Barat-Malaysia....................................................................................................40

Tabel 4. 4 Program Perencanaan Pembanguanan Wilayah Tertinggal di Perbatasan

Provinsi Kalimantan Barat-Malaysia......................................................................................41

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMenurut Akil (2003), pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian

upaya mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan

dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional,

meningkatkan keserasian antar kawasan, serta keterpaduan antar sektor pembangunan

4

melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang

berkelanjutan dalam wadah NKRI. Dengan adanya pengembangan wilayah ini diharapkan

dapat memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan

menjaga suatu kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang terbagi menjadi beberapa wilayah

dimana pengembangan wilayah untuk setiap daerahnya memiliki perbedaan dan terjadi

kesenjangan antar wilayahnya terutama untuk wilayah perbatasan. Pengembangan kota-

kota pada kawasan perbatasan negara yang merupakan beranda depan negara (frontier

region) pada saat ini masih jauh dari harapan. Ketertinggalan, keterisolasian dan

keterbatasan aksesibilitas, serta keterbatasan pelayanan merupakan kondisi yang tipikal

terjadi (Akil, 2003). Indonesia memiliki beberapa wilayah perbatasan dengan negara-negara

tetangga, baik berupa daratan maupun lautan (pulau-pulau terluar).

Daerah-daerah di Indonesia yang memiliki perbatasan dengan negara-negara lain

meliputi Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi

Sulawesi Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan Provinsi Papua. Wilayah-wilayah

tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sangat vital dan strategis, baik dalam sudut

pandang pertahanan keamanan, maupun dalam sudut pandang ekonomi, sosial, dan

budaya. Masing-masing wilayah perbatasan tersebut memiliki karakter sosial budaya dan

ekonomi yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Terutama untuk wilayah perbatasan Kalimantan, potensi sumberdaya alam yang

berasal dari pintu-pintu masuk (border gates) di wilayah tersebut sampai saat ini belum

terkelola dengan baik sehingga cenderung belum memberikan kesejahteraan ekonomi yang

memadai bagi masyarakat di ilayah perbatasan. Berbeda dengan wilayah perbatasan di

daerah lain yang relatif belum bermasalah, wilayah perbatasan di Kalimantan telah

mengalami eksploitasi sumberdaya alam yang tidak terkendali dan adanya kesenjangan

kesejahteraan sosial dan ekonomi antara masyarakat di bagian Indonesia dan masyarakat

Serawak. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memunculkan persoalan-persoalan bilateral,

persoalan ketertiban serta keamanan dalam negeri yang mengarah kepada terancamnya

kedaulatan negara NKRI.

Oleh karena itu, diperlukan konsep pengembangan wilayah yang tepat untuk wilayah

perbatasan guna mengoptimalkan potensi sumberdaya setempat untuk menghindari

ketimpangan sosial-ekonomi. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kondisi

wilayah perbatasan Kalimantan sehingga dapat dirumuskan konsep pengembangan wilayah

yang sesuai dengan mengoptimalisasikan pengelolaan sumberdaya ekonomi, penataan,

penertiban, dan pengamanan wilayah perbatasan. Selain itu, pemanfaatan keunggulan

5

komparatif dan keunggulan kompetitif yang memadai mutlak dilakukan sebagai dukungan

untuk memantapkan ketertiban sosial dan pertahanan keamanan wilayah perbatasan.

1.2 TujuanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami kondisi wilayah

perbatasan sehingga dapat dirumuskan konsep pengembangan wilayah yang tepat sebagai

bentuk rekomendasi untuk mengatasi permasalahan pada wilayah perbatasan, khususnya

untuk wilayah perbatasan Kalimantan.

1.3 Sistematika PenulisanBAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang penelitian, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan dari makalah

tugas besar perencanaan wilayah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi kajian dari literatur dan kebijakan yang terkait dengan permasalahan

yang akan diangkat pada penelitian ini.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kondisi eksisting dari kondisi wilayah studi yang

akan menjadi objek penelitian.

BAB IV HASIL ANALISIS DAN ARAHAN PENGEMBANGAN

Pada bab ini akan dijelaskan analisis dari kondisi wilayah studi penelitian beserta arahan

pengembangan untuk wilayah penelitian.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran atas penelitian ini untuk wilayah studi.

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian KebijakanDalam kajian kebijakan ini akan dibahas mengenai kebijakan-kebijakan

yang berkaitan dengan pengembangan wilayah padaa wilayah perbatasan, baik

kebijakan secara nasional maupun kebijakan daerah khususnya untuk wilayah

Kalimantan yang berbatasan dengan Serawak.

2.1.1 Undang-Undang No. 43 Tahun 2008

Dalam UU No. 43 Tahun 2008 tentang wilayah Negara menjelaskan

bahwa kawasan perbatasan merupakan bagian dari Wilayah Negara yang

terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain,

dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di

kecamatan. Dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan,

Pemerintah berwenang:

a. menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara

dan Kawasan Perbatasan

b. mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai penetapan

Batas Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan hukum internasional

c. membangun atau membuat tanda Batas Wilayah Negara

d. melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan kepulauan serta

unsur geografis lainnya

e. memberikan izin kepada penerbangan internasional untuk melintasi

wilayah udara teritorial pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan

7

f. memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi

laut teritorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan

g. melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang diperlukan untuk

mencegah pelanggaran dan menghukum pelanggar peraturan

perundang-undangan di bidang bea cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di

dalam Wilayah Negara atau laut teritorial;

h. menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh penerbangan

internasional untuk pertahanan dan keamanan

i. membuat dan memperbarui peta Wilayah Negara dan menyampaikannya

kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya setiap 5 (lima)

tahun sekali

j. menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keamanan Wilayah Negara serta

Kawasan Perbatasan.

Sedangkan dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan

Perbatasan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang:

a. melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya

dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan

b. menjaga dan memelihara tanda batas

c. melakukan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan di

Kawasan Perbatasan di wilayahnya

d. melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-pemerintah daerah

dan/atau antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga.

Selanjutnya untuk mengelola Batas Wilayah Negara dan mengelola

Kawasan Perbatasan pada tingkat pusat dan daerah, Pemerintah dan

pemerintah daerah membentuk Badan Pengelola nasional dan Badan Pengelola

daerah. Badan Pengelola tersebut bertugas:

a. menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan

b. menetapkan rencana kebutuhan anggaran

8

c. mengoordinasikan pelaksanaan

d. melaksanakan evaluasi dan pengawasan.

Selain itu, dalam UU No 43 Tahun 2008 tersebut juga mengatur

pengelolaan Wilayah Negara yang dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan,

keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Pendekatan

kesejahteraan dalam arti upaya-upaya pengelolaan Wilayah Negara hendaknya

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraaan

masyarakat yang tinggal di Kawasan Perbatasan. Pendekatan keamanan dalam

arti pengelolaan Wilayah Negara untuk menjamin keutuhan wilayah dan

kedaulatan negara serta perlindungan segenap bangsa. Sedangkan pendekatan

kelestarian lingkungan dalam arti pembangunan Kawasan Perbatasan yang

memperhatikan aspek kelestarian lingkungan yang merupakan wujud dari

pembangunan yang berkelanjutan. Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah

menjadi sangat penting terkait dengan pelaksanaan fungsifungsi pemerintahan

sesuai dengan prinsip otonomi daerah dalam mengelola pembangunan Kawasan

Perbatasan.

2.1.2 Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2010

Seperti yang telah diamanatkan dalam UU No. 43 Tahun 2008 tentang

Wilayah Negara bahwa dalam mengelola wilayah perbatasan telah dibentuk

Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Dalam Perpres No. 12 Tahun 2010

tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan telah diatur mengenai

kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi Badan Nasional Pengelola

Perbatasan. BNPP dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di

bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dengan tugasnya yaitu

menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana

kebutuhan anggaran, mengoordinasikan pelaksanaan, serta melaksanakan

evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan

Kawasan Perbatasan.

Adapun dalam melaksanakan tugasnya BNPP terdiri dari:

a. Sekretaris BNPP

b. Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara

9

c. Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan

d. Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan.

Selain itu, dalam Perpres No. 12 tahun 2012 tentang BNPP

mengamanatkan bahwa pelaksana teknis pembangunan Batas Wilayah Negara

dan Kawasan Perbatasan dilakukan oleh kementerian, lembaga pemerintah non

kementerian, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai

dengan tugas dan fungsinya berdasarkan rencana induk dan rencana aksi

pembangunan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan yang ditetapkan

oleh BNPP, dimana Rencana Induk dan Rencana Aksi tersebut harus disusun

berdasarkan Rencana Tata Ruang di Kawasan Perbatasan.

2.1.3 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara Di Kalimantan

Berdasarkan Perpres No. 31 Tahun 2015 dijelaskan bahwa kawasan

perbatasan Negara di Kalimantan yang selanjutnya disebut Kawasan Perbatasan

Negara adalah Kawasan Strategis Nasional yang berada di bagian dari Wilayah

Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia di

Kalimantan dengan Negara Malaysia, dalam hal batas wilayah negara di darat

kawasan perbatasan berada di kecamatan. Adapun kawasan perbatasan di darat

yang termasuk dalam wilayah Kalimantan Barat meliputi:

a. Kecamatan Paloh dan Kecamatan Sajingan Besar di Kabupaten Sambas

b. Kecamatan Jagoi Babang dan Kecamatan Siding di Kabupaten

Bengkayang

c. Kecamatan Entikong dan Kecamatan Sekayam di Kabupaten Sanggau

d. Kecamatan Ketungau Hulu dan Kecamatan Ketungau Tengah di

Kabupaten Sintang

e. Kecamatan Puring Kecana, Kecamatan Badau, Kecamatan Batang

Lupar, Kecamatan Embaloh Hulu, Kecamatan Putussibau Utara, dan

Kecamatan Putussibau Selatan di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi

Kalimantan Barat.

10

Selain itu, dalam Perpres No. 31 Tahun 2015 ini juga diatur mengenai

Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara yang berfungsi sebagai

pedoman untuk:

a. penyusunan rencana pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara;

b. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan

Perbatasan Negara;

c. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan

antar wilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor di Kawasan

Perbatasan Negara;

d. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kawasan

Perbatasan Negara;

e. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Kawasan

Perbatasan Negara;

f. pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara; dan

g. perwujudan keterpaduan rencana pengembangan Kawasan Perbatasan

Negara dengan kawasan sekitarnya.

Adapun kebijakan penataan ruang Kawasan Perbatasan Negara terdiri

dari:

1. Kebijakan untuk mewujudkan keutuhan wilayah negara di perbatasan

dengan menegakkan kedaulatan negara dan menjaga pertahanan dan

keamanan negara pada Kawasan Perbatasan Negara meliputi:

a. peningkatan upaya penegakan kedaulatan negara di Kawasan

Perbatasan Negara;

b. peningkatan upaya pengamanan melalui penerapan sabuk

pengamanan perbatasan negara; dan

11

c. pemertahanan eksistensi PPKT yang meliputi Pulau Sebatik dan

Pulau Gosong Makassar sebagai titik-titik garis pangkal kepulauan

Indonesia.

2. Kebijakan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi Kawasan

Perbatasan Negara yang mandiri meliputi:

a. pengembangan prasarana dan sarana Kawasan Perbatasan Negara

secara sinergis; dan

b. pengembangan ekonomi Kawasan Perbatasan Negara yang

dilakukan secara sinergis dengan kawasan pengembangan ekonomi

dalam sistem klaster.

3. Kebijakan untuk mewujudkan kawasan berfungsi lindung sebagai paru-

paru dunia dan perlindungan berupa perwujudan fungsi perlindungan

keanekaragaman hayati yang dilakukan dengan penyelarasan kegiatan

pengelolaan Kawasan Lindung dengan Kawasan Budi Daya.

2.1.4 RPJMD Kalimantan Barat Tahun 2013-2018

Berdasarkan RPJMD Kalimantan Barat Tahun 2013-2018, salah satu

masalah pembangunan yang menjadi kelemahan Kalimantan Barat sampai saat

ini adalah infrastruktur yang masih terbatas sehingga mengakibatkan

pengelolaan status daerah tertinggal dan persoalan perbatasan antar Negara

masih belum optimal. Oleh karen itu, salah satu kebijakan pengembangan

Kalimantan Barat terkait dengan daerah tertinggal adalah meningkatkan

ketersediaan sarana dan prasarana dasar perdesaan, termasuk peningkatan

aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan, dan prasarana

pendukung kegiatan ekonomi desa. Selain itu, juga terdapat program-program

pembangunan meliputi:

a. Program Peningkatan Sosial Ekonomi Masyarakat Wialayah Perbatsan

dan Daerah Tertinggal.

b. Program Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan

dan Daerah Tertinggal.

12

2.2 Kajian Literatur2.2.1 Konsep Dasar Pengembangan Wilayah

Berdasarkan Undang – Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan

Ruang, Pasal 1 disebutkan definisi wilayah dalam tata ruang adalah ruang yang

merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan

sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

Selain itu, menurut Bintarto dan Hadisumarno (1982) mengemukakan bahwa

secara umum wilayah dapat diartikan sebagi permukaan bumi yang dapat

dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah sekitarnya. Adapun wilayah dapat

dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:

a. Wilayah Homogen

Wilayah homogen merupakan wilayah yang dipandang dari satu aspek/

kriteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Wilayah homogen

dibatasi berdasarkan keseragamannya secara internal (internal uniformity)

dengan sifat-sifat dan ciri-ciri kehomogenannya sebagai berikut:

Kondisi ekonomi: wilayah maju, wilayah tertinggal, wilayah miskin

Kondisi geografi: wilayah pegunungan, wilayah kepulauan, wilayah

tandus, wilayah pesisir

Kondisi sosial-budaya: wilayah tapal kuda, wilayah mataraman

b. Wilayah Nodal

Wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti)

dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat

dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan

transportasi. Batas wilayah nodal ditentukan sejauh mana pengaruh dari suatu

pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan

ekonomi lainnya.

c. Wilayah Administratif

13

Wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi

pemerintahan atau politik, seperti propinsi, kabupaten, kecamatan,

desa/kelurahan, dan RT/RW.

d. Wilayah Fungsional

Wilayah yang dibentuk dengan memperhatikan koherensi atau kesatuan

keputusan-keputusan yang bersifat ekonomis atau ekologis.

2.2.2 Karakteristik Wilayah Perbatasan

Soegijoko (1994) memberi batasan wilayah perbatasan merupakan

wilayah khusus karena perbatasan dengan wilayah negara tetangga, sehingga

penanganan pembangunannya memerlukan kekhususan. Pada umumnya

daerah perbatasan nasional merupakan bagian wilayah yang terpencil dan

rendah aksesibilitasnya oleh moda transportasi umum, terbelakang dan masih

belum berkembang secara mantap, kritis dan rawan dalam ketertiban dan

keamanan.

Daerah perbatasan pada dasarnya termasuk dalam kategori daerah

rawan, tetapi bersifat strategis. Bila dibadingkan dengan keadaan wilayah negara

tetangga yang berbatasan, tampak adanya kesenjangan sosial ekonomi dan

sosial budaya. Gejala seperti ini mudah menimbulkan kerawanan, karena

penduduk kawasan perbatasan cenderung berorientasi ke kawasan negara

tetangga untuk pemenuhan berbagai kepentingan mereka. Apabila tidak

diwaspadai dan dibina sejak dini, kerawanan itu dapat tumbuh menjadi ancaman

terhadap berbagai aspek kepentingan nasional terlebih bila dikaitkan dengan

adanya potensi sumber daya alam yang besar di kawasan perbatasan dan

sekitarnya.

Menurut Soegijoko (1994) terdapat tiga aspek pokok yang mendasari

karakteristik daerah perbatasan, yaitu sosial ekonomi, pertahanan – keamanan

dan politis.

Aspek sosial ekonomi ditunjukan oleh karakteristik daerah kurang

berkembang yang antara lain disebabkan:

14

a. Lokasinya terpencil/terisolasi dengan tingkat aksesibilitas rendah,

sehingga tingkat mobilitas kehidupan dan gerak langkah

masyarkatpun menjadi rendah.

b. Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan akibat keterbatasan

fasilitas serta kurang memadainya jumlah tenaga pendidik dan tenaga

medis.

c. Tingkat kesejahteraan rendah, ditandai dengan banyaknya jumlah

penduduk miskin dan desa tertinggal, akibat terbatasnya pelayanan

dan kesempatan.

d. Informasi tentang pemerintah dan pembangunan sangat langka

karena keterpencilan lokasinya, sehingga sulit dijangkau siaran media

informasi nasional, sebaliknya malah mudah menjangkau siaran dari

negara tetangga.

Aspek hankam ditunjukan oleh karakter luas wilayah dan pola sebaran

penduduk yang tidak merata, akibatnya rentang kendali pemerintahan,

pembinaan dan pengawasan teritorial sulit dilaksanakan secara mantap

dan efisien.

Aspek politis ditunjukkan oleh karakter kehidupan sosial ekonomi yang

cenderung lebih berorientasi ke negara tetangga. Kondisi ini rawan,

sebab pada gilirannya orientasi sosial ekonomi itu dapat saja bergeser ke

politik. Selain itu dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa

Indonesia.

2.2.3 Karakteristik Daerah Tertinggal

Berdasarkan Peraturan Presiden No 131 Tahun 2015 tentang Penetapan

Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019, daerah tertinggal merupakan daerah

kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan

dengan daerah lain dalam skala nasional. Suatu daerah ditetapkan sebagai

Daerah Tertinggal berdasarkan kriteria:

a. Perekonomian masyarakat, dapat dilihat dari kondisi ekonomi

masyarakatnya apakah tergolong miskin atau pra-sejahtera.

15

b. Sumber daya manusia, merupakan indikator yang dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan masyarakatnya.

c. Sarana dan prasarana, ditinjau dari aspek infrastruktur yang terdapat di

wilayah meliputi air bersih, jaringan listrik, dan lain-lain.

d. Kemampuan keuangan daerah, hal ini ditinjau dari kemampuan daerah

tersebut secara finansial untuk memenuhi kebutuhan daerahnya.

e. Aksesibiltas, merupakan aspek penting karena aksesibilitas memeberikan

kemudahan bagi pergerakan barang dan oran sehingga dapat memacu

pertumbuhan ekonomi.

f. Karakteristik daerah, ditinjau dari kondisi geografis suatu wilayah yang

dapat menjadi potensi wilayah atau bahkan permasalahan pada wilayah

tersebut.

2.2.4 Contoh Penerapan Model Pengembangan Wilayah Perbatasan

Pegembangan wilayah perbatasan pada dasarnya bertujuan untuk

menciptakan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi dan perdagangan

antara kedua negara yang akan memberikan dampak bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat setempat dan peningkatan pendapatan negara

melalui kegiatan ekspor dan impor. Adapun contoh model atau konsep

pengembangan wilayah perbatasan adalah sebagai berikut.

2.2.3.1 Pengembangan Wilayah melalui Security Aprroach

Pendekatan Keamanan (Security Approach) memandang kawasan

perbatasan sebagai kawasan yang bersebelahan langsung dengan negara lain.

Selain itu wilayah perairan perbatasan memiliki peranan vital bagi perekonomian

banyak bangsa karena menjadi lintasan perdagangan dunia sekaligus di

dalamnya menyimpan sumberdaya alam yang sangat besar. Usaha

mengamankan dan melindungi berarti mewujudkkan kondisi perairan yurisdiksi

nasional yang terkendali dan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi

kepentingan nasional. Pendekatan Keamanan (Security Approach) pada wilayah

perbatasan dapat diwujudkan dalam konsep safety belt.

16

Konsep safety belt digunakan untuk mendesain konsep pembangunan

atau pegeloaan wilayah perbatasan antar negara secara sinergis dan terintegrasi

dengantujuan mampu menyelengarakan antar pembangunan ekonomi

peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat dengan kepentingan pertahanan

keamanan. Konsep safety belt kawasan perbatasan disebut juga dengan sabuk

pengaman kawasan perbatasan. Kawasan sabuk pengamanan akan

memberikan rasa aman pada masyarakat perbatasan juga peningkatan kualitas

hidupnya melalui tersediana sarana dan prasarana perbatasan seperti tersedinya

sarana pendidikan, sarana kesehatan dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya.

Safety belt di perbatasan merupakan lini-lini wilayaah yang disusun secara

berlapis dan sejajar dengan garis perbatasan, dengan lebar yang bervariasi

disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik geografi dan sosial masing-masing

wilayah perbatasan.

Adapun menurut Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan

Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2014, pembagian lini tersebut sebagai berikut:

a. Lapis (ring) terluar sebagai zona penyangga (buffer zone) yang menjadi

pembatas antara “kota” pertahanan dengan kawasan luar. Pada dasarnya

zona penyangga ini dapat berupa green belt hutan kecil sungai yang

mengelilinginya.

b. Lapis kedua ini berupa zona pendukung yaitu zona prasarana dansarana

pemukiman berupa kompleks hunian militer yang dilengkapidengan

fasilitas umum dan sosial.

c. Lapis inti/pusat sebagai zona pusat pangkalan militer.

d. Terdapat gerbang (gate) yang menghubungkan lapis inti dengan lapis

lainnya dengan penjagaan yang ketat.

2.2.3.2 Pengembangan Wilayah melalui Prosperity Aprroach

Pengembangan wilayah di perbatasan erat kaitannya dengan

pertumbuhan ekonomi wilayah, dilihat dari sudut pandang ekonomi,

perkembangan wilayah terkait dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, yang

dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat. Sedangkan

untuk melihat pendapatan wilayah, dapat digambarkan dengan Produk Domestik

17

Regional Bruto (PDRB), sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan wilayah

tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi wilayah.

Perubahan paradigma perbatasan dari konsep security menuju konsep

prosperity berimbas pada sisi pertumbuhan ekonomi di kawasan perbatasan.

Interaksi yang terjadi mengakibatkan berkembangnya aktivitas dan kegiatan

perekonomian masyarakat di perbatasan. Adapun konsep dalam pengembangan

wilayah yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan konsep

agropolitan, teori basis, penembangan wilayah yang mepertimbangkan daya

dukung dan daya tampung, serta melalui keunggulan komparatif dan kompetitif.

Namun baik dengan security approach maupun prosperity approach yang

terpenting adalah pengembangan wilayah perbatasan yang dapat meningkatkan

taraf hidup masyarakat baik dengan perbaikan dan peningkatan infrastruktur

maupun peningkatan kualitas SDM.

18

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

3.1 Kabupaten Sambas3.1.1 Geografis 

Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km2 atau 639.570 ha

(4,36% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah

Kabupaten yang terletak pada bagian pantai barat paling utara dari wilayah

propinsi Kalimantan Barat. Luas wilayah laut 12 mil dari darat : 1.467,84 km².

Panjang pantai : 198,76 km dengan karakteristik sebagian besar adalah

pantai berpasir membentang dari Semelagi hingga Tanjung Datok (Paloh).

Panjang pantai tiap kecamatan menurut Lapan (2003) yaitu : Kecamatan

Selakau (13,51 km), Kecamatan Pemangkat (20,49 km), Kecamatan Jawai

(42,53 km), Kecamatan Teluk Keramat (19,67 km), Kecamatan Paloh (102,56

km).

Dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Sambas terletak diantara 1’23”

Lintang utara dan 108’39” Bujur Timur. Dengan batas administratif :

•Sebelah Utara berbatasan dengan : Malaysia Timur (Sarawak) dan Laut Natuna

•Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kabupaten Bengkayang dan Kota

Singkawang

•Sebelah Timur Berbatasan dengan : Kabupaten Bengkayang dan Serawak

•Sebelah Barat Berbatasan dengan : Laut Natuna

Wilayah administratif Sambas meliputi 19 (Tahun 2008) Kecamatan yaitu

kecamatan Sambas, kecamatan Sebawi , kecamatan Tebas, kecamatan

Semparuk, kecamatan Pemangkat, kecamatan Salatiga, kecamatan Selakau,

kecamatan Selakau Timur, kecamatan Tekarang, kecamatan Jawai, kecamatan

Jawai Selatan, kecamatan Sajad, kecamatan Sejangkung, kecamatan Paloh,

kecamatan Teluk Keramat, kecamatan Tangaran, kecamatan Subah, dan

kecamatan Sajingan Besar dengan desa keseluruhan berjumlah 184 desa.

19

Kabupaten Sambas memiliki 19 kecamatan  Kecamatan terluas adalah

Kecamatan Sajingan Besar dengan luas 1.391,20 Km2 atau 21,75% dari luas

Kabupaten Sambas sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Tekarang

dengan luas 83,16 Km2 atau 1,30% dari luas Kabupaten Sambas.

3.1.2 Ekonomi

Secara sektoral semua sektor ekonomi  mengalami pertumbuhan positif.

Pertumbuhan tertinggi secara berturut-turut di alami oleh sektor pertambangan

dan galian 16,07 persen, sektor bangunan 11,40 persen  dan sektor listrik, gas

dan air bersih 7,50 persen.  Meskipun ketiga sektor tersebut tumbuh cukup tinggi,

namun karena kontribusinya yang relatif kecil maka belum cukup mendorong laju

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sambas.

Sektor-sektor yang mengalami peranan yang cukup besar terhadap

perekonomian Kabupaten Sambas yaitu sektor pertanian; sektor perdagangan,

hotel dan restoran; dan sektor industri pengolahan, pertumbuhannya masing-

masing  sebesar  4,49 persen, 7,02 persen dan 6,67 persen. Meskipun demikian,

ketiga sektor tersebut  masih menjadi  penggerak utama perekonomian daerah.

Periode 2007 – 2011,  pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sambas yang

ditunjukkan oleh PDRB ADHK 2000, masih berada dibawah pertumbuhan

ekonomi Provinsi Kalimantan Barat.  Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Sambas selama lima tahun terakhir  sekitar  5,59 persen pertahun.Pertumbuhan

terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 5,38 persen sedangkan tertinggi

pada tahun 2010 sebesar 5,88 persen.

Untuk lebih meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan sekaligus

mewujudkan pemerataan pendapatan, perlu adanya peningkatan mutu sumber

daya manusianya yang diikuti pengendalian jumlah penduduk serta peningkatan

infrastruktur. Keterpaduan antara program pemerintah denganperan swasta dan

masyarakat perlu diperhatikan guna menyelaraskan langkah dalam menggali

sektor-sektor potensial yang sekaligus memiliki potensi besar dalam mendukung

pertumbuhan ekonomi.

20

3.1.3 Demografi

Berdasarkan data BPS hasil proyeksi Penduduk Sementara Provinsi

Kalimantan Barat  Jumlah penduduk Kabupaten Sambas tahun 2011 sebanyak

501.149 orang diproyeksikan bertambah sebesar 5.029 orang dari tahun 2010..

Total penduduk laki-laki sebanyak 247.083 orang, sedangkan penduduk

perempuan sebanyak 254.066 orang.

Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dengan

rincian  total kelompok umur 0-9 tahun sebanyak 58.467 orang (urutan pertama

terbesar), total kelompok umur 0-4 tahun sebanyak 57.301 orang (urutan kedua

terbesar) , total kelompok umur 10-14 sebanyak 52.607 orang (urutan ketiga

terbesar)

3.1.4 Infrastruktur

Jalan

Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pengairan Energi

Dan Sumber Daya Mineral sampai dengan bulan Juli 2013 total panjang jalan

berdasarkan status pengawasan dan kondisi jalan masih sama dengan tahun

2011 yaitu sebesar 1.587,761 Km, yang terdiri dari panjang jalan nasional 94,502

Km, Jalan Propinsi 74,300 Km, Jalan Kabupaten 696,633 Km dan Jalan Desa

722,326 Km.

Angkutan

Jumlah angkutan pedalaman/transport air, pada tahun 2012, mengalami

penurunan 13 armada, yakni dari 619 armada menjadi 424 mada. Arus

penumpang kapal laut juga mengalami penurunan, begitu pula kunjungan kapal

dipelabuhan juga mengalami penurunan.

Listrik

Pada tahun 2011 Tenaga yang dibangkitkan oleh PLN meningkat sebesar

75.744.537 KWh atau 55% dari tahun 2010, terbesar pada bulan Nopember

12.766.824 KWh, bulan Agustus 12.741.187 KWh dan bulan Juli 11.850.232

KWh, Tenaga yang terjual oleh  PLN meningkat sebesar 61.985.301 KWh atau

21

50% dari tahun 2010 terbesar pada bulan September 11.268.214 KWh  dan 

bulan Maret 10.673.685 KWh, sedangkan Pemakaian oleh PLN mengalami

penurunan sebesar 587.782 KWh atau 26% dari tahun 2010 yang terbesar pada

bulan Agustus 29.129 KWh  dan Hilang pada transmisi mengalami peningkatan

sebesar 7.207.495 KWh atau 47% terbesar pada bulan Nopember 2.390.112

KWh.

Pendidikan

Angka Partisipasi Kasar (APK) pada semua jenjang pendidikan

menunjukkan peningkatan, kecuali SD/MI. APK PAUD masih tergolong sangat

rendah, baru mencapai angka 3,17%. APK SD/MI meskipun menurun namun

capaiannya masih melebihi 100 persen. Tahun 2007, APK SD/MI sebesar

133,35% kemudian berkurang 8,8% menjadi 124,53% pada tahun 2010. Capaian

APK SD/MI melebihi 100 persen dapat dimaknai meningkatnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya pendidikan disertai sukses program Kejar Paket A.

APK SMP/MTs pada periode yang sama menunjukkan peningkatan.

Capaian APK SMP/MTs tahun 2007 adalah 78,70% dan tiga tahun berikutnya

bertambah sebesar 16,96% menjadi 95,66%. APK SMA/MA/SMK pada periode

yang sama meningkat cukup besar (sekitar 30%) yakni dari 30,70% pada tahun

2007 menjadi 61,50% tahun 2010. Capaian APK di semua jenjang pendidikan

sudah tergolong baik, dan ini mengindikasikan adanya pembangunan pendidikan

yang semakin merata ke semua daerah.

Pembangunan pendidikan yang semakin merata juga tampak dari

capaian Angka Partisipasi Murni (APM) yang meningkat setiap tahunnya dalam

periode 2007-2010. Capaian APM SD/MI meningkat dari 96,01% (2007) menjadi

99,61% (2010). APM SMP/MTs meningkat dari 55,10% (2007) menjadi 81,95%

(2010). Demikian juga capaian APM SMA/SMK/MA meningkat dari 21,94% tahun

2007 menjadi 45,47% tahun 2010. Meskipun meningkat, capaian ini masih

tergolong rendah, khususnya pada jenjang SMA.

Paralel dengan peningkatan APK dan APM, angka putus sekolah (APS)

semua jenjang pendidikan menunjukkan kecenderungan menurun. Tahun 2007,

APS SD/MI menurun dari 1,08% (2007) menjadi 0,75% (2010). APS SMP/MTs

22

berkurang dari 2,51% menjadi 1,51%. APS SMA/SMK/MA juga berkurang dari

2,51% menjadi 1,51%.

Angka kelulusan siswa pada jenjang pendidikan SD/MI relatif konstan setiap

tahunnya dikisaran 99,0–99,9 persen. Angka kelulusan SMP/MTs menunjukkan

penurunan dari 95,21% tahun 2007 menjadi 92,97% tahun 2010, sedangkan

angka kelulusan SMA/SMK/MA mengalami peningkatan dari 95,0% menjadi

97,68% pada periode yang sama.

Pengajar di semua jenjang pendidikan, sebagian besar (65,0%)

berpendidikan di bawah S-1 dan lebih banyak terdapat pada jenjang pendidikan

SD/MI. Sedangkan yang berpendidikan S-1 baru mencapai 35,0%. Dalam rangka

mendukung peningkatan kualitas pendidikan, telah diupayakan peningkatan

kualitas pendidikan melalui pelaksanaan program kualifikasi dan sertifikasi guru

sesuai dengan amanat Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru

dan Dosen. Terkait dengan sertifikasi, dari 7.081 guru yang ada, ternyata hingga

saat ini, yang bersertifikat baru sekitar 9 %.

3.2 Kabupaten SintangKabupaten Sintang merupakan salah satu daerah bagian timur di Provinsi

Kalimantan Barat yang dilalui oleh garis Khatulistiwa dengan Ibu kotanya

Sintang, terletak di antara 1o05’ Lintang Utara dan 0o46’ Lintang Selatan serta

110o50’ Bujur Timur dan 113o20’ Bujur Timur. Secara geografis batas

administrasi Kabupaten Sintang berbatasan dengan wilayah Kabupaten, Propinsi

dan Negara Lain, yaitu :

Utara: berbatasan dengan Serawak, Negara Malaysia, dan

Kabupaten Kapuas Hulu.

Selatan: berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan

Kabupaten Melawi, serta Kabupaten Ketapang.

Timur: berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan

Kabupaten Kapuas Hulu.

Barat: berbatasan dengan Kabupaten Melawi, Sanggau dan

Sekadau.

23

Kabupaten Sintang dilalui oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Kapuas

dan Sungai Melawi, serta dua sungai sedang, yaitu S. Ketungau anak dari S.

Kapuas dan S. Kayan anak dari S. Melawi. Berdasarkan pembagian wilayah

Daerah Aliran Sungai (DAS),

3.2.1 Demografi

Penduduk Kabupaten Sintang pada tahun 2011 berjumlah 371.322 jiwa

atau rata-rata jumlah penduduk per desa/kelurahan sebanyak 1.296 jiwa, atau 17

jiwa setiap km2. Data dan jumlah kepadatan penduduk untuk setiap Kecamatan

dapat dilihat pada Tabel : 2.3 dan 2.4.

Sebaran penduduk di setiap Kecamatan tidak merata, jumlah penduduk

terbanyak berada di Kecamatan Sintang (Ibu Kota Kabupaten) yaitu sebanyak

61.521 jiwa (16,57 %), dan jumlah penduduk paling sedikit berada di Kecamatan

Binjai Hulu yaitu sebanyak 11.550 jiwa (3,11 %). Lima Kecamatan terbanyak

penduduknya berturut-turut adalah : Sintang, Sepauk, Sei Tebelian, Dedai,

Ketungau Tengah. Secara keseluruhan Jumlah penduduk laki-laki lebih besar

dari jumlah penduduk perempuan dengan angka pebandingan (sex ratio) rata-

rata sebesar 107 dan kondisi

Laju pertumbuhan pendudk Kabupaten Sintang selama kurun waktu

2010–2011 rata-rata 1,80 %, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan

laju pertumbuhan penduduk pada tahun sebelumnya (2000 – 2010) yang

besarnya rata-rata 1,61 % per tahun. Laju pertumbuhan penduduk terbesar ada

di Kecamatan Sintang yaitu sebesar 3,55 %, kemudian disusul Kecamatan

Sepauk sebesar 1,79 % dan Kecamatan Sei Tebelian sebesar 1,39 %.

3.2.2 Keuangan dan Perekonomian Daerah

Pada tahun 2011 total realisasi penerimaan daerah Kabupaten Sintang

sebesar Rp. 848.857 milyar, sedangkan total realisasi Belanja Daerah sebesar

Rp. 794.733 milyar yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung 52,65 persen,

Belanja Langsung 47,35 persen. Jika dibandingkan dengan tahun anggaran

sebelumnya, realisasi penerimaan daerah mengalami peningkatan sebesar 17,34

persen, sedangkan belanja daerah juga mengalami peningkatan sebesar 12,81

persen.

24

Sumber penerimaan daerah yang terbesar diperoleh dari Dana

Perimbangan (Bagi Hasil Pajak. Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam,

DAU dan DAK) sebesar 81,17 persen, kemudian dari Lain-lain pendapatan Asli

Daerah yang Sah (Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak dari Provinsi, Dana

Penyesuaian dan Otonomi Khusus serta Bantuan Keuangan dari Provinsi)

sebesar 12,51 persen dan sisanya sekitar 6,32 persen adalah dari Pendapatan

Asli Daerah ( Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan

Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang

sah).

3.2.3 Pendidikan

Salah satu factor yang mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

perkembangan dan kemajuan daerah adalah pendidikan. Sedangkan

keberhasilan proses pendidikan diantaranya ditentukan oleh ketersediaan sarana

dan prasarana serta pengajar yang memadai.

Pada Tahun 2011 jumlah prasarana SD di Kabupaten Sintang sebanyak

389 sekolah, jumlah tersebut tidak mengalami perubahan jika dibandingkan

dengan tahun 2010. Dari 389 sekolah tersebut 96,66 prosen merupakan SD

Negeri dan sisanya 3,34 prosen merupakan SD swasta. Prasarana SLTP pada

Tahun 2011 jumlahnya mengalami peningkatan dibandingkan Tahun 2010 yaitu

dari 90 sekolah menjadi 91 sekolah yang terdiri dari 72 SLTP Negeri dan 19

SLTP Swasta.

Jumlah siswa SD pada Tahun 2011 sebanyak 61.496 siswa mengalami

peningkatan sebesar 2,20 prosen, sedangkan jumlah guru SD sebanyak 3.265

orang dan tidak mengalami penambahan jika dibandingkan Tahun 2010. Hal ini

menunjukan bahwa ratio murid terhadap guru mencapai 18,83 yang artinya

bahwa setiap guru mempunyai beban mendidik rata-rata sebanyak 19 murid.

Pada tingkat SLTP, jumlah siswa pada Tahun 2011/2012 sebanyak

16.432 siswa, sedangkan jumlah guru sebanyak 1.113 orang, sehingga ratio

murid terhadap guru sebesar 14,76.

Untuk pendidikan tingkat SLTA, jumlah prasarana sekolah mengalami

peningkatan sebesar 5,12 prosen yaitu dari 39 sekolah pada Tahun 2010

25

menjadi 41 sekolah pada Tahun 2011. Sedangkan jumlah murid sebanyak

10.559 siswa, mengalami peningkatan sebesar 18,08 prosen jika dibandingkan

Tahun 2010 sebanyak 8.942 siswa. Dan jumlah guru pada Tahun 2011

sebanyak 712 orang sehingga ratio murid terhadap guru sebesar 14,83.

Kabupaten Sintang termasuk dalam katagori Kabupaten tertinggal, dan

menempati urutan ketujuh dari 10 Kabupaten tertinggal yang ada di Kalimantan

Barat. Proporsi penduduk miskin di Kabupaten Sintang berdasarkandata BPS

Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010, berjumlah 46.900 jiwa atau 12,86 % dari

total 364.759 jumlah penduduknya. Dimana tingkat kemiskinan di Kabupaten

Sintang berada diurutan kelima dari 10 Kabupaten tertinggal di Kalimantan Barat.

Dari pengukuran yang dibuat BPS Provinsi berdasarkan hasil SUSENAS

2010, perkembangan jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Sintang pada

periode 2004 – 2010 menunjukan penurunan, yaitu pada tahun 2005 jumlah

rumah tangga miskin sebanyak 33.620 KK dan menjadi 31.446 KK di Tahun

2009. Sedangkan Kecamatan yang memiliki KK miskin terbanyak adalah

Kecamatan Serawai, Kayan Hulu, Sepauk, Kayan Hilir, Sei Tebelian.

3.3 Kabupaten Kapuas Hulu3.3.1 Kondisi Geografis

Letak Geografis Kabupaten Kapuas Hulu GARIS BUJUR GARIS

LINTANG 1110 31’ 38’ BT 0 0 4’ 37’ LU 1140 12’ 5’ BT 1 0 35’ 21’ LU. Kabupaten

Kapuas Hulu merupakan kabupaten terluas kedua (setelah Kabupaten

Ketapang) di Kalimantan Barat. Luas Kabupaten Kapuas Hulu seluruhnya adalah

31.162 km2, setara dengan 20,33% dari luas Kalimantan Barat secara

keseluruhan yang mencapai 146.807 km2. Dari 23 kecamatan yang ada pada

akhir tahun 2012, Kecamatan Putussibau Utara, Putussibau Selatan dan

Embaloh Hulu merupakan tiga kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar

dengan luas masing-masing 4.521,86 km2, 6.352,33 km2 dan 3.560,00 km2 atau

setara dengan 14,51% , 20,38% dan 11,42% dari luas Kabupaten Kapuas Hulu.

Sedangkan Kecamatan Pengkadan dan Puring Kencana merupakan 2

26

kecamatan dengan luas wilayah terkecil dimana luas masing-masing wilayah

kecamatan tersebut kurang dari 500 km2 atau kurang dari 1,5% luas.

Secara administrasi batas-batas wilayah Kabupaten Kapuas Hulu adalah

sebagai berikut:

a. Sebelah Utara wilayah ini berbatasan dengan Negara Bagian Sarawak

(Malaysia Timur);

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan

Kalimantan Timur;

c. Sebelah Barat dengan Kabupaten Kabupaten Sintang;

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sintang dan Provinsi

Kalimantan Tengah.

3.3.2 Demografi

Berdasarkan akumulasi data pada masing-masing kecamatan di

Kabupaten Kapuas Hulu, diperoleh jumlah penduduk Kabupaten Kapuas Hulu

per 31 Oktober 2012 sebanyak 252.328 jiwa terdiri dari 126.031 jiwa lakilaki dan

126.297 jiwa perempuan serta jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 72.981

KK, tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Kapuas Hulu adalah sebesar 8,10

, artinya setiap 1 km2 di Kabupaten Kapuas Hulu terdapat sekitar 8 jiwa

penduduk. Kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk paling tinggi

adalah Kecamatan Hulu Gurung yaitu sebesar 31,07 artinya setiap 1 km2 di

Kecamatan Hulu Gurung terdapat sekitar 31 jiwa penduduk, sedangkan

kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk paling rendah adalah

Kecamatan Embaloh Hulu yaitu sebesar 1,60 artinya setiap 1 km2 di Kecamatan

Embaloh Hulu terdapat sekitar 2 jiwa penduduk.

3.3.3 Pendidikan

Komposisi penduduk menurut pendidikan dapat didasarkan pada tingkat

atau jenjang pendidikan yang telah ditamatkan, mulai dari tingkat SD, SLTP,

27

SLTA, hingga Perguruan Tinggi. Pengelompokkan penduduk menurut pendidikan

ini berguna untuk menentukan besarnya tingkat pendidikan penduduk, atau

dikenal dengan istilah angka partisipasi sekolah. Angka partisipasi sekolah

merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia

sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk

terutama usia muda. Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan

seperti pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan perubahan jumlah murid

yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah. Sehingga, naiknya persentase

jumlah murid tidak dapat diartikan sebagai semakin meningkatnya partisipasi

sekolah. Kenaikan tersebut dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya

jumlah penduduk usia sekolah yang tidak diimbangi dengan ditambahnya

infrastruktur sekolah serta peningkatan akses masuk sekolah, sehingga

partisipasi sekolah seharusnya tidak berubah atau malah semakin rendah.

3.4 Kabupaten Bengkayang3.4.1 Geografis

Kabupaten Bengkayang adalah salah satu kabupaten di Provinsi

Kalimantan Barat. Ibu kota kabupaten terletak di Bengkayang. Sebelumnya

tergabung dalam kesatuan wilayah Kabupaten Sambas, yang kemudian

dimekarkan menjadi 3 daerah otonom, yakni Kabupaten Sambas, Kabupaten

Bengkayang, dan Kota Singkawang. Terletak di bagian utara Kalimantan Barat,

Kabupaten ini di sebelah utara berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia

Timur.

Secara geografis, Kabupaten Bengkayang terletak di 00 33’00’’ Lintang

Utara sampai 1030’00’’ Lintang utara dan 108039’00’’ Bujur Timur sampai

110010’00’’ Bujur Timur.

Secara administratif wilayah Kabupaten Bengkayang berbatasan

dengan :

• Sebelah Utara : Serawak-Malaysia Timur Kabupaten Sambas

• Sebelah Selatan : Kabupaten Pontianak

• Sebelah Barat : Laut Natuna dan Kota Singkawang

28

• Sebelah Timur : Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Landak

Luas Wilayah Kabupaten Bengkayang sebesar kurang lebih 53.963.000

Ha atau 3,68% dari luas Wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Luas wilayah laut

Kabupaten Bengkayang sejauh 12 mil laut adalah 102.672 Ha dan luas wilayah

laut sejauh 4 mil laut adalah 18.400 Ha. Panjang garis pantai Kabupaten

Bengkayang dari Sungai Duri sampai ke Tanjung Gondol adalah sepanjang

kurang lebih 68,5 km dan perbatasan Negara sepanjang 76,564 km.

Wilayah Kabupaten Bengkayang semula terdiri dari 9 Kecamatan. Pasca

dimekarkannya Kota Singkawang pada tahun 2001 serta pada saat penetapan

RTRW Kabupaten Bengkayang Tahun 2001-2010 (yang akan direvisi), telah

terjadi beberapa tambahan kecamatan baru hasil pemekaran, sehingga saat ini

terdiri dari 17 kecamatan, yang terbentuk dari 2 kelurahan dan 122 desa.

3.4.2 Demografi

Berdasarkan data BPS Jumlah penduduk wilayah Kabupaten

Bengkayang mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk

Kabupaten Bengkayang pada tahun 2013 adalah sebesar 224.407 jiwa yang

tersebar di 17 kecamatan.

Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk

dengan luas wilayah. Kepadatan kotor adalah perbandingan antara jumlah

penduduk dengan luas keseluruhan. Jumlah penduduk pada tahun 2013 sebesar

224.407 jiwa dengan luas wilayah 5.396,30 Km2 sehingga pada tahun

2013 kepadatan kotor di wilayah perencanaan sebesar 42 jiwa/Km2.

Jika jumlah penduduk dirinci menurut kecamatan maka jumlah penduduk

yang paling besar berada di Kecamatan Bengkayang sedangkan jumlah

penduduk yang paling sedikit berada di Kecamatan Suti Semarang. Namun

demikian, dilihat dari sisi kepadatan penduduknya, Kecamatan Sungai Raya

memiliki tingkat kepadatan paling tinggi, yaitu sebesar 245 jiwa per kilometer

persegi sedangkan Kecamatan Siding memiliki tingkat kepadatan paling rendah,

yaitu sebesar 11 jiwa per kilometer persegi.

3.4.3 Ekonomi

29

Selama 5 tahun terakhir Pendapatan Daerah meningkat rata-rata

9,77%, Pendapatan Asli Daerah meningkat rata-rata 18,84%, Dana Perimbangan

meningkat rata-rata 9,48% dan lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

meningkat rata-rata 35,87%. selama 5 tahun terakhir Belanja meningkat rata-

rata 4,87%, Belanja Tidak Langsung meningkat rata-rata 7,49% dan Belanja

Langsung meningkat rata-rata 3,61%.

3.4.4 Pendidikan

Pada tahun 2011, terdapat 245 SD, 6 MI, 65 SLTP, 6 MTs, 21 SLTA, 3

Aliyah, dan 5 SMK di Kabupa-ten Bengkayang. Pada tahun 2010, Sejumlah TK

yang ada menampung 1.124 siswa dan 65 tenaga pengajar. Berdasarkan data

tersebut, dapat diketahui bahwa rasio guru dan murid untuk tingkat pendidikan

TK pada tahun 2010 adalah sebesar 17. Artinya bahwa satu orang guru masih

harus mengawasi 17 siswa. Rasio murid dan guru TK ini dapat menggambarkan

ketersediaan tenaga pengajar terhadap sejumlah murid tertentu. Jika rasio murid

terhadap guru kecil atau jumlah murid yang diawasi oleh seorang guru sedikit

maka diharapkan dapat berakibat baik terhadap murid yang ada karena

perkembangan siswa akan lebih dapat diperhatikan.

Jumlah gedung sekolah SD yang ada di Kabupaten Bengkayang pada

tahun 2011 sebanyak 245 bangunan (241 SD negeri dan 4 SD swasta), jumlah

gedung MI sebanyak 6 bangunan (semuanya swasta), gedung SLTP sebanyak

65 bangunan (52 SLTP negeri dan 13 SLTP swasta), dan gedung MTs

sebanyak 6 bangunan (semuanya swasta)

3.4.5 Lingkungan dan Permukiman

Secara umum persentase kemiskinan Kabupaten Bengkayang

mengalami penurunan namun garis kemiskinan terjadi peningkatan pada tahun

2008 sebesar 146825 (Rp/Kap/Bulan) hingga pada tahun 2012 mencapai

239006 (Rp/Kap/Bulan) . Sedangkan jumlah pen duduk miskin pada tahun 2008

sebesar 21100 jiwa mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi 14900 jiwa.

Persentase kemiskinan di Kabupaten Bengkayang dari tahun 2008 sebesar

9,41% mengalami penurunan di tahun 2012 menjadi 6,74%.

30

Jumlah rumah tangga miskin menurut hasil pendataan Program

Perlindungan Sosial (PP:S) Tahun 2011 dari BPS, jumlah rumah tangga miskin di

Kabupaten Bengkayang berjumlah 18.837 Rumah Tangga. Jumlah Rumah

Tangga miskin terbanyak terdapat di Kecamatan Monterado dengan 2.282

rumah tangga.

BAB VIHASIL ANALISIS DAN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Tahapan analisis merupakan salah satu tahapan penting di dalam

merencakan sebuah wilayah. Hal tersebut dikarenakan, dengan melakukan

analisis akan didapatkan kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi yang bisa

sasaran dan bisa diimplementasikan secara nyata pada daerah yang telah

direncanakan untuk mengembangkan daerah tersebut.

4.1 Analisis Potensi MasalahUntuk dapat menganalisis kebijakan dan strategi yang tepat untuk

diimplentasikan pada sebuah kawasan, maka perlu adanya tinjauan terhadap

potensi dan masalah yang ada pada kawasan tersebut. Hal tersebut bertujuan

untuk menghasilkan sebuah perencanaan yang komprehensif dan tepat sasaran

sehingga diharapakan akan mampu mengembangkan potensi yang ada dan

menyelesaikan permasalah yang ada.

Berdasarkan hasil tinjauan kebijakan (RPJPD Kalimantan Barat 2007-

2027 dan RPJMD Kalimantan Barat 2013-2018) serta tinjauan terhadap data-

data sekunder lain yang meliputi Kabupaten Sambas dalam Angka 2015,

Kabupaten Bengkayang dalam Angka 2015, Kabupaten Sintang dalam Angka

2014 dan Kabupaten Kapuas Hulu dalam Angka 2015 serta PDRB

Kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Barat maka didapatkan potensi dan

masalah yang ada pada Kabupaten tertinggal di kawasan perbatasan Kalimantan

Barat-Malaysia meliputi:

Potensi

31

1. Berdasarkan RPJPD Kalimantan barat, tata guna lahan di daerah

tertinggal di Kalimantan Barat sangat memungkinkan untuk budidaya

perkebunan. Secara umum karakteristik dan potensi kabupaten-

kabupaten tertinggal di daerah diperbatasan Kalimantan Barat dengan

Sarawak adalah:

a. Kabupaten Sambas dan Bengkayang bila dibandingkan dengan

kabupaten lain relatif lebih maju dalam sektor tanaman pangan,

perkebunan rakyat, peternakan, perikanan, dan perdagangan.

b. Kabupaten Bengkayang memiliki potensi pada subsektor tanaman

pangan, perkebunan rakyat, peternakan, perikanan, dan

perdagangan.

c. Kabupaten Sintang memiliki potensi kehutanan dan pertambangan

yang cukup dominan, demikian pula sektor perkebunan dan tanaman

pangan.

d. Kabupaten Kapuas Hulu hampir memiliki potensi dan karakteristik

yang sama dengan Kabupaten Sintang kecuali untuk sektor perikanan

air tawar. Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu terdiri atas 5 (lima)

kecamatan yang berada di sepanjang wilayah lintas utara.

Kecamatan-kecamatan tersebut terdiri dari Kecamatan Puring

Kencana, Empanang, Badau, Batang Lupar, dan Embaloh Hulu.

2. Jaringan air bersih telah menjangkau beberapa daerah di kabupaten-

kabupaten tertinggal di Kalimantan Selatan

3. Jaringan jalan beraspal mulai dibangun untuk mempermudah aksesibilitas

kabupaten-kabupaten tertinggal di Kalimanatan Barat

4. Jaringan listrik telah menjangkau beberapa daerah di kabupaten-

kabupaten tertinggal di Kalimantan Barat

5. Adanya Program peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana dasar

perdesaan, termasuk peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan

pusat-pusat pertumbuhan , dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi

desa; (RPJMD Kalimantan Barat)

32

6. Adanya Program Peningkatan Keberdayaan Ekonomi dan Sosial Budaya

Masyarakat Perbatasan dan daerah tertinggal (RPJMD Kalimantan Barat)

7. Adanya Program Peningkatan Sosial Ekonomi Masyarakat Wialayah

Perbatasan dan Daerah Tertinggal (RPJMD Kalimantan Barat)

8. Adanya Program Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan

Perbatasan dan Daerah tertinggal (RPJMD Kalimantan Barat)

Masalah

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal, termasuk

yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil, antara lain:

1. Terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal

dengan wilayah yang relatif lebih maju

2. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh

pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli

daerah (PAD) secara langsung

3. Belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah-

wilayah tersebut.

4. Belum terwujudnya prinsip pembangunan yang terintegrasi, terpadu dan

serasi dalam rangka memperkecil disparitas ketimpangan wilayah antara

daerah, disparitas ekonomi, disparitas pendapatan masyarakat,

pemanfaatan ruang dan pengelolaan pertanahan. Serta belum

terealisasinya keserasian pemanfaatan ruang dan belum maksimalnya

peningkatan pengembangan wilayah pesisir, wilayah tertinggal,

perbatasan serta pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh.

5. Letak geografis yang sulit dijangkau atau terisolir

6. Kepadatan penduduk relatif rendah

7. Memiliki potensi sumber daya alam namun belum dikelola secara optimal

8. Minimnya ketersediaan akses prasarana perhubungan, transportasi,

komunikasi, listrik, dan air bersih (RPJMD)

33

9. masih tingginya angka kemiskinan di kabupaten-kabupaten tertinggal di

perbatasan Kalimantan Barat (Sambas 9,9% ; Bengkayang 8.01 % ;

Sintang 10.09% ; Kapuas Hulu 11,11%)

10. Tingkat pengangguran terbuka pada kawasan tertinggal di Kalimantan

Barat mencapai 4 %

11. Sekitar 65% penduduk pada kabupaten tertinggal di Perbatasan

Kalimantan Barat memiliki tingkat pendidikan rendah (tidak/belum

bersekolah, tidak/belum tamat SD, SD) dan tingkat keterampilan yang

sederhana

12. PDRB pada 4 Kabupaten tertinggal di wilayah perbatasan Kalimantan

Barat – Malaysia mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2014

13. Daerah rawan konflik karena merupakan daerah perbatasan

14. Adanya daya tarik yang besar (kelengkapan infrastruktur dan kemudahan

aksesibilitas) dari Malaysia yang membuat kemungkinan masyarakat

daerah perbatasan untuk pindah dari wilayah Indonesia semakin besar

4.2 Analisis SWOTSetelah menganalisis potensi dan masalah yang ada pada kabupaten-

kabupaten tertinggal di perbatasana Kalimantan Barat-Malaysia, tahap

selanjutnya adalah mengidentifikasi potensi mana yang termasuk ke dalam

kekuatan daerah dan mana yang termasuk peluang daerah, serta

mengidentifikasi masalah mana yang termasuk kedalam kelemahan daerah dan

daerah mana yang termasuk kedalam tantangan daerah. Berikut ini telah

diidentifikasikan potensi dan masalah pada kawasan studi ke dalam matriks

SWOT.

Tabel 4. 1 Matriks SWOT Kabupaten tertinggal di kawasan perbatasan Kalimantan Barat

Strength Weakness

1. Kabupaten Sambas memiliki 1. Terbatasnya akses transportasi

34

potensi pada subsektor tanaman

pangan, perkebunan rakyat,

peternakan, perikanan, dan

perdagangan. (S1)

2. Kabupaten Bengkayang memiliki

potensi pada subsektor tanaman

pangan, perkebunan rakyat,

peternakan, perikanan, dan

perdagangan. (S2)

3. Kabupaten Sintang memiliki potensi

kehutanan, pertambangan yang

cukup dominan, sektor perkebunan,

tanaman pangan, dan sektor

perikanan air tawar (S3)

4. Kabupaten Kapuas hulu memiliki

potensi kehutanan, sektor

perkebunan, tanaman pangan (S4)

5. Jaringan air bersih telah masuk dan

menjangkau beberapa daerah di

kabupaten-kabupaten tertinggal di

Kalimantan Selatan (S5)

6. Jaringan jalan beraspal mulai

dibangun untuk mempermudah

aksesibilitas kabupaten-kabupaten

tertinggal di Kalimanatan Barat (S6)

7. Jaringan listrik telah menjangkau

beberapa daerah di kabupaten-

kabupaten tertinggal di Kalimantan

Barat (S7)

yang menghubungkan wilayah

tertinggal dengan wilayah yang

relatif lebih maju (W1)

2. Belum diprioritaskannya

pembangunan di wilayah tertinggal

oleh pemerintah daerah karena

dianggap tidak menghasilkan

pendapatan asli daerah (PAD)

secara langsung (W2)

3. Belum optimalnya dukungan sektor

terkait untuk pengembangan

wilayah-wilayah tersebut. (W3)

4. Belum terwujudnya prinsip

pembangunan yang terintegrasi,

terpadu dan serasi dalam rangka

memperkecil disparitas

ketimpangan wilayah antara daerah,

disparitas ekonomi, disparitas

pendapatan masyarakat (W4)

5. Letak geografis yang sulit dijangkau

atau terisolir (W5)

6. Kepadatan penduduk relatif rendah

(W6)

7. Memiliki potensi sumber daya alam

namun belum dikelola secara

optimal (W7)

8. Minimnya ketersediaan akses

prasarana perhubungan,

transportasi, komunikasi, listrik, dan

air bersih (W8)

9. Masih tingginya angka kemiskinan

di kabupaten-kabupaten tertinggal

di perbatasan kalimantan barat

35

(sambas 9,9% ; bengkayang 8.01 %

; sintang 10.09% ; kapuas hulu

11,11%) (W9)

10. Tingkat pengangguran terbuka pada

kawasan tertinggal di kalimantan

barat mencapai 4 % (W10)

11. Sekitar 65% penduduk pada

kabupaten tertinggal di perbatasan

kalimantan barat memiliki tingkat

pendidikan rendah (tidak/belum

bersekolah, tidak/belum tamat sd,

sd) dan tingkat ketrampilan rendah

(W11)

12. PDRB pada 4 kabupaten tertinggal

di wilayah perbatasan kalimantan

barat – malaysia mengalami

pertumbuhan negatif pada tahun

2014 (W12)

Opportunity Threath

1. Adanya program peningkatkan

ketersediaan sarana dan prasarana

dasar perdesaan, termasuk

peningkatan aksesibilitas daerah

tertinggal dengan pusat-pusat

pertumbuhan , dan prasarana

pendukung kegiatan ekonomi desa;

yang termuat pada RPJPD Kalimantan

Barat 2007-2027 (O1)

2. Adanya program peningkatan

keberdayaan ekonomi dan sosial

budaya masyarakat perbatasan dan

daerah tertinggal yang termuat pada

RPJMD Kalimantan Barat 2013 -2018

1. Daerah rawan konflik karena

merupakan daerah perbatasan (T1)

2. Adanya daya tarik yang besar

(kelengkapan infrastruktur dan

kemudahan aksesibilitas) dari Malaysia

yang membuat kemungkinan

masyarakat daerah perbatasan untuk

pindah dari wilayah Indonesia semakin

besar (T2)

36

(O2)

3. Adanya program pengembangan

prasarana dan sarana kawasan

perbatasan dan daerah tertinggal yang

termuat pada RPJMD Kalimantan Barat

2013 -2018 (O4)

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Dari matriks diatas diketahui bahwa terdapat lebih banyak weakness

dibandingkan dengan strength yang ada pada kawasan perencanaan, hal ini

menunjukkan masih banyaknya permasalahan yang perlu untuk diselesaikan

pada daerah-daerah tertinggal tersebut terlebih lagi daerah-daerah tersebut

terletak pada kawasan perbatasan sehingga seharusnya perlu mendapatkan

perhatian dan prioritas lebih karena penduduk di daerah tersebut jauh lebih

rawan berganti kewarganegaraan jika pemerintahannya tidak mampu mengelola

dan mengembangangkan daerah tersebut dengan baik.

Tabel 4. 2 Matriks hasil analisis SWOT Kabupaten Tertinggal di kawasan perbatasan Kalimantan Barat

Opportunity Threath

Strength 1. Pengembangan Kabupaten Sambas

dengan konsep agropolitan karena

menyesuaikan potensi perekonomian pada

sektor pertanian khususnya subsektor

tanaman pangan, perkebunan rakyat,

peternakan, perikanan, di Kabupaten

Sambas dengan didukung program

pengembangan ekonomi dan sosial serta

percepatan pembangunan sarana dan

prasarana penunjang (S1, O1, O2, O3)

2. Pengembangan Kabupaten Bengkayang

dengan konsep agropolitan karena

menyesuaikan potensi perekonomian pada

sektor pertanian khususnya subsektor

tanaman pangan, perkebunan rakyat,

1. Pengembangan daerah

perbatasan dengan pendekatan

community based development

untuk mencegah koflik (S1, S2,

S3, S4, T1)

2. Kebijakan percepatan

pembangunana infrastruktur (air

bersih, listrik dan jalan) untuk

menunjang percepatan

pembangunan ekonomi pada

daerah-daerah tertinggal

tersebut (S5, S6, S7, T2)

37

peternakan, perikanan, di Kabupaten

Bengkayang dengan didukung program

pengembangan ekonomi dan sosial serta

percepatan pembangunan sarana dan

prasarana penunjang dan bantuan (S2, O1,

O2, O3)

3. Pengembangan Kabupaten Sintang dengan

konsep agropolitan karena menyesuaikan

potensi perekonomian pada sektor

pertanian khususnya pada sub sektor

kehutanan, sektor perkebunan, tanaman

pangan, dan sektor perikanan air tawar

serta pengembangan sektor pertambangan

di Kabupaten Sintang dengan didukung

program pengembangan ekonomi dan

sosial serta percepatan pembangunan

sarana dan prasarana penunjang (S3, O1,

O2, O3)

4. Pengembangan Kabupaten Kapuas Hulu

dengan konsep agropolitan karena

menyesuaikan potensi perekonomian pada

sektor pertanian khususnya kehutanan,

sektor perkebunan, tanaman pangan di

Kabupaten Kapuas Hulu dengan didukung

program pengembangan ekonomi dan

sosial serta percepatan pembangunan

sarana dan prasarana penunjang (S4, O1,

O2, O3)

5. Kebijakan percepatan pembangunana

infrastruktur (air bersih, listrik dan jalan)

untuk menunjang percepatan pembangunan

ekonomi pada daerah-daerah tertinggal

tersebut (S5, S6, S7, O1, O3)

Weakness 1. Kebijakan percepatan pembangunan

infrastruktur (air bersih, listrik dan jalan)

1. Percepatan pembangunan

ekonomi berkeadilan bagi

38

untuk menunjang percepatan pembangunan

ekonomi pada daerah-daerah tertinggal

tersebut (W1, W5, W8, O1, O3)

2. Kebijakan percepatan pembangunan SDM

melalaui pelatihan dan pendidikan sehingga

SDM disana mampu mengelola SDA yang

ada dan mengembangkan perekonomian di

daerahnya (W7, W10. W11, O2)

3. Kebijakan percepatan pembangunan

ekonomi yang terintegrasi, dengan

peningkatan kerjasama antar stakeholder

terkait (masyarakat, pemerintah, swasta )

(W2, W3, W4, W9, W10, W12, O2)

4. Peningkatan peluang usaha dan

kesempatan kerja serta peningkatan

produktifitas kerja penduduk.(W10, O2)

penduduk daerah tertinggal

melalui pengembangan SDM

dan pengolahan SDA (W9,

W12, T1)

2. Percepatan pembangunan

infrastruktur untuk kemudahan

aksesibilitas menuju daerah

tertinggal di Kalimantan Barat

(W5, W7, W8,T2)

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Dari hasil analisis SWOT diatas dapat disimpulkan terdapat 4 hal yang

perlu diperhatikan untuk mengembangkan dan membangun kabupaten tertinggal

di perbatasan Kalimantan Barat – Malaysia yaitu, pembangunan sumber daya

manusia, pembangunan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan peluang

usaha. Kebijakan untuk percepatan pembangunan kabupaten tertinggal di

perbatasan Kalimantan Barat – Malaysia meliputi:

1. Kebijakan percepatan pembangunan SDM melalaui pelatihan dan

pendidikan sehingga SDM disana mampu mengelola SDA yang ada dan

mengembangkan perekonomian di daerahnya

2. Kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur (air bersih, listrik dan

jalan) untuk menunjang percepatan pembangunan ekonomi pada daerah-

daerah tertinggal tersebut dan memudahkan aksesibilitas menuju

kabupaten-kabupaten tersebut

3. Percepatan pembangunan ekonomi berkeadilan dan terintegrasi berbasis

agropolitan bagi penduduk daerah tertinggal melalui pengembangan SDM

39

dan pengolahan SDA dan peningkatan kerjasama antar stakeholder

terkait (masyarakat, pemerintah, swasta )

4. Peningkatan peluang usaha dan kesempatan kerja serta peningkatan

produktifitas kerja penduduk

4.3 Arahan PengembanganArahan pengembangan untuk wilayah tertinggal di perbatasan Kalimantan

Barat dengan Malaysia menyesuaikan dengan arahan kebijakan hasil analisis

SWOT yang sudah dilakukan. Pendekatan pengembangan wilayah tertinggal di

perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia ini dilakukan dalam dua arah,

yaitu security approach dan prosperity approach. Dua hal ini menyesuikan

dengan karakteristik wilayah tertinggal di perbatasan Kalimantan Barat dengan

Malaysia.

Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu stakeholder mana saja yang

terlibat dalam pembagunan wilayah tertinggal di perbatasan Kalimantan Barat

dengan Malaysia. Berikut ini adalah stakeholder yang terlibat dalam

pembangunan wilayah tertinggal di perbatasan Kalimantan Barat dengan

Malaysia.

Tabel 4. 3 Stakeholder dalam Pembanguanan Wilayah Tertinggal di Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat-Malaysia

Pengembangan Berbasis Security Approach Pengembangan Berbasis Prosperity Approach

1. Pemerintah Pusat (Khususnya Kemenhan dan

Kemensos)

1. Pemerintah Daerah

2. Badan Nasional Pengelola Perbatasan 2. Swasta

3. Tentara Nasional Indonesia 3. Pemerintah Pusat

4. Masyarakat Setempat 4. Masyarakat Setempat

Sumber: Hasil Analisis, 2016

40

Setelah mengetahui stakeholder yang terlibat, maka disusun startegi

untuk program perencanaan untuk pembagunan wilayah tertinggal di perbatasan

Kalimantan Barat dengan Malaysia. Program perencanaan ini akan dibagi dalam

dua perspektif, yaitu perspektif security approach dan prosperity approach.

Berikut ini adalah startegi dari program perencanaan pembagunan wilayah

tertinggal di perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia.

Startegi Pengembangan berbasis Security Approach

• Memugar pos perbatasan serta memaksimalkan kawasan sekitar pos

sebagai kawasan startegis keamanan dan ekonomi.

• Memaksimalkan pertahanan di wilayah perbatasan untuk menyiapkan

segala kemungkinan tidakan pertahanan.

Startegi Pengembangan berbasis Prosperity Approach

• Pelatihan Sumber Daya Manusia yang mampu membangun ekonomi

mandiri yang bersaing dengan negara tetangga.

• Pengolahan Sumber Daya Alam yang mengedepankan kelestarian

lingkungan pada sektor Pertanian

• Pengembangan Kawasan perbatasan dengan pendekatan Argopolitan.

• Membentuk Kelembagaan yang khusus mengelola wilayah perbatasan.

• Percepatan pembangunan infrastruktur esensial untuk masyarakat di

daerah perbatasan.

Berikut ini adalah program perencanaan pembagunan wilayah tertinggal

di perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia.

Tabel 4. 4 Program Perencanaan Pembanguanan Wilayah Tertinggal di Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat-Malaysia

No. Startegi Program Lokasi Pihak yang

Terlibat

Sumber Dana

Pendekatan Security Approach

41

No. Startegi Program Lokasi Pihak yang

Terlibat

Sumber Dana

1. Memugar pos

perbatasan serta

memaksimalkan

kawasan sekitar

pos sebagai

kawasan startegis

keamanan dan

ekonomi.

Perbaikan pos

perbatasan

Entikong,

Kalimantan Barat

serta pos

perbatasan

lainnya

Semua

daerah

tertinggal di

Kalimantan

Barat

Dirjen

Keimigrasian

Kementrian

Luar Negeri

Pemerintah

Pusat

Pemerintah

Provinsi

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

APBD

Provinsi

Membangun

pasar di dekat

pos perbatasan

Pemerintah

Daerah

Pemerintah

Provinsi

Kementrian

Desa, Daerah

Tertinggal

dan

Transmigrasi

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

APBD

Provinsi

2. Memaksimalkan

pertahanan di

wilayah

perbatasan untuk

menyiapkan

segala

kemungkinan

Membangun pos

militer di

perbatasan

Pemerintah

Pusat

TNI

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

42

No. Startegi Program Lokasi Pihak yang

Terlibat

Sumber Dana

tindakan

pertahanan.

Memaksimalkan

tenaga

pengamanan dari

masyrakat.

Pemerintah

Kabupaten

Masyarakat

setempat

APBD

Kabupaten

Dana

swadaya

Masyarakat

Pendekatan Propserity Approach

1. Pelatihan Sumber

Daya Manusia

yang mampu

membangun

ekonomi mandiri

yang bersaing

dengan negara

tetangga.

Pelatihan

kegiatan usaha

kecil menengah

berbasis kearifan

lokal.

Semua

daerah

tertinggal di

Kalimantan

Barat

Pemerintah

Daerah

Kementrian

Desa, Daerah

Tertinggal

dan

Transmigrasi

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

APBD

Provinsi

APBD

Daerah

Pembangunan

sekolah dari SD

hingga SMA di

seluruh wilayah

perbatasan.

Pemerintah

Daerah

Pemerintah

Provinsi

Kementrian

Pendidikan

Nasional

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

APBD

Provinsi

APBD

Daerah

43

No. Startegi Program Lokasi Pihak yang

Terlibat

Sumber Dana

2. Pengolahan

Sumber Daya

Alam yang

mengedepankan

kelestarian

lingkungan pada

sektor Pertanian

Penetapan

kawasan

pertanian kering

atau/dan

pertanian basah

(menyesuaikan

kondisi daerah)

Pemerintah

Daerah

Kementrian

Desa, Daerah

Tertinggal

dan

Transmigrasi

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

APBD

Provinsi

APBD

Daerah

Bantuan

pertanian berupa

insentif harga

pupuk dan

tanaman

pertanian

Pemerintah

Daerah

Kementrian

Desa, Daerah

Tertinggal

dan

Transmigrasi

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

APBD

Provinsi

APBD

Daerah

Sosialisasi

masyarakat akan

pentingnya

menjaga

kelestarian

lingkungan

Pemerintah

Daerah

Kementrian

Desa, Daerah

Tertinggal

dan

Transmigrasi

Kementrian

Hutan dan

Lingkungan

Hidup

Badan

Nasional

APBN

APBD

Provinsi

APBD

Daerah

44

No. Startegi Program Lokasi Pihak yang

Terlibat

Sumber Dana

Pengelola

Perbatasan

3. Pengembangan

Kawasan

perbatasan

dengan

pendekatan

Argopolitan

Membangun

pasar yang

menjual hasil

kegiatan ekonomi

masyarakat

perbatasan

Pemerintah

Daerah

Pemerintah

Provinsi

Kementrian

Desa, Daerah

Tertinggal

dan

Transmigrasi

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

APBD

Provinsi

APBD

Daerah

Swasta

Pengembangan

fasilitas

pengelolaan hasil

pertanian

masyarakat

perbatasan

Pemerintah

Daerah

Pemerintah

Provinsi

Kementrian

Desa, Daerah

Tertinggal

dan

Transmigrasi

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

APBD

Provinsi

APBD

Daerah

Swasta

4. Membentuk

Kelembagaan

yang khusus

mengelola wilayah

perbatasan.

Membentuk

Badan

kepemenrintahan

yang khusus

mengelola

kawasan

perbatasan di

Pemerintah

Daerah

Pemerintah

Provinsi

Badan

Nasional

Pengelola

APBN

APBD

Provinsi

APBD

Daerah

45

No. Startegi Program Lokasi Pihak yang

Terlibat

Sumber Dana

Kalimantan Barat Perbatasan

5. Percepatan

pembangunan

infrastruktur

esensial untuk

masyarakat di

daerah

perbatasan.

Peningkatan dan

Pembangunan

jalan yang merata

baik secara

kuantitas dan

kualitas di seluruh

wilayah

perbatasan

Kalimantan Barat

Pemerintah

Daerah

Pemerintah

Provinsi

Kementrian

Desa, Daerah

Tertinggal

dan

Transmigrasi

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

APBD

Provinsi

APBD

Daerah

Swasta

Pengembangan

Sarana dan

Prasarana

Esensial bagi

masayrakat

kawasan

perbatasan

(jaringan listrik,

sumur, fasilitas

pendidikan, dan

fasilitas

kesehatan)

Pemerintah

Daerah

Pemerintah

Provinsi

Kementrian

Desa, Daerah

Tertinggal

dan

Transmigrasi

Badan

Nasional

Pengelola

Perbatasan

APBN

APBD

Provinsi

APBD

Daerah

Swasta

Sumber: Hasil Analisis, 2016

46

BAB VPENUTUP

5.1 KesimpulanKesimpulan yang bisa dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

• Pengembangan Wilayah tertinggal di perbatasan pada dasarnya memiliki

pendekatan yang berbeda dengan pengembangan wilayah pada

umumnya.

• Pengembangan wilayah di perbatasan mengedepankan pendekatan dari

segi security dan prosperity.

• Pengembangan wilayah tertinggal di perbatasan memerlukan perhatian

dari semua stakeholder agar bisa terwujudnya kawasan perbatasan yang

maju dan madniri

5.2 SaranDalam melakukan perencanaan pembagunan wilayah tertinggal di

perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia, memerlukan perhatian khusus

dari semua stakeholder yang ada, dikarenakan wilayah perbatasan merupakan

etalase dari isi semua Indonesia. Diharapkan stakeholder terkait memberikan

perhatian khusus pada wilayah perbatasan agar bisa memiliki nilai tambah dan

emnjadi wilayah startegis nasional bagi Indonesia secara keseluruhan.

47

DAFTAR PUSTAKAAkil, Sjarifuddin. Tinjauan Teoritis dan Praktis Pengembangan Wilayah dan

Penataan Ruang di Indonesia. Kuliah Terbuka Program Magister KAPET:

Universitas Hasanuddin, Makassar. 2003.

Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola

Perbatasan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2015 Tentang Rencana

Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara Di Kalimantan

Soegijoko. 1994. Percepatan Pembangunan Daerah Perbatasan. Pemaparan di

Depan Komisi Hankam DPA-RI, Jakarta. SAPPK-ITB.

Undang – Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara

Rani, Faisyal dan Desriani. Strategi Pertahanan Wilayah Pulau Terluar Indonesia

Terhadap Malaysia (Kasus Pulau Jemur Di Provinsi Riau). Fakultas Ilmu sosial

Dan Ilmu Politik Universitas Riau, Pekanbaru.

Kurniadi, Dendy. 2009. Strategi Pengembangan Wilayah

Perbatasanantarnegara: Memacu Pertumbuhan Ekonomientikong Kabupaten

48

Sanggauprovinsi Kalimantan Barat. Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota.

Universitas Diponegoro, Semarang.

http://www.bappeda.kalbarprov.go.id/index.php/component/content/category/19-

perbatasan

http://sambas.go.id/profile-daerah/pemerintahan/kondisi-umum

http://terigassambas.blogspot.co.id/

http://www.sintang.go.id/file/f338cd341b2c8a3fbeb55b4a43b2532e.pdf

http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/

kab.bengkayang/Bab%202%20Gambaran%20Umum%20Wilayah.pdf

49