Upload
its
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Konsep Pengembangan Wilayah Tertinggal di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Serawak (Malaysia)
TUGAS PERENCANAAN WILAYAH KELAS AJurusan Perencaaan Wilayah dan KotaInstitut teknologi sepuluh nopember | surabaya
Anggota Kelompok:Aldio Yudha Trisandi NRP. 3612100030Kartika Dwi Ratna Sari NRP. 3613100005Ayu Nur Rohmawati NRP. 3613100015Wiratama Adi Nugraha NRP. 3613100028Muhammad Brian Adam NRP. 3613100042
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan kasih sayangnya berupa nikmat jasmani dan rohani tim penulis dapat menyelesaikan
tugas berjudul “Konsep Pengembangan Wilayah Tertinggal di Wilayah Perbatasan
Kalimantan Barat-Serawak (Malaysia)”. Tugas ini merupakan bagian dari tugas dari mata
kuliah perencanaan wilayah yang akan melatih mahasiswa dalam melakukan
pengembangan wilayah.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tersusun dengan peran serta dari berbagai pihak.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg.
2. Ema Umilia, ST., MT.
yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan makalah ini.
Tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak tersebut, laporan ini tidak akan selesai dengan baik.
Laporan ini masih jauh dari tahap sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun
merupakan hal yang sangat dinanti. Semoga kedepannya laporan ini dapat bermanfaat, baik
bagi tim penulis yang menempuh studi di jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, maupun
bagi pembaca laporan ini.
Surabaya, Mei
2016
Tim
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................3
1.2 Tujuan.............................................................................................................................5
1.3 Sistematika Penulisan....................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................7
2.1 Kajian Kebijakan.............................................................................................................7
2.2 Kajian Literatur.............................................................................................................12
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI....................................................................19
3.1 Kabupaten Sambas......................................................................................................19
3.2 Kabupaten Sintang.......................................................................................................23
3.3 Kabupaten Kapuas Hulu...............................................................................................26
3.4 Kabupaten Bengkayang...............................................................................................28
BAB VI HASIL ANALISIS DAN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH.............................32
4.1 Analisis Potensi Masalah..............................................................................................32
4.2 Analisis SWOT.............................................................................................................34
4.3 Arahan Pengembangan................................................................................................39
BAB V PENUTUP..................................................................................................................46
5.1 Kesimpulan...................................................................................................................46
5.2 Saran............................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................47
3
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Matriks SWOT Kabupaten tertinggal di kawasan perbatasan Kalimantan Barat. 35
Tabel 4. 2 Matriks hasil analisis SWOT Kabupaten Tertinggal di kawasan perbatasan
Kalimantan Barat....................................................................................................................37
Tabel 4. 3 Stakeholder dalam Pembanguanan Wilayah Tertinggal di Perbatasan Provinsi
Kalimantan Barat-Malaysia....................................................................................................40
Tabel 4. 4 Program Perencanaan Pembanguanan Wilayah Tertinggal di Perbatasan
Provinsi Kalimantan Barat-Malaysia......................................................................................41
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangMenurut Akil (2003), pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian
upaya mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan
dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional,
meningkatkan keserasian antar kawasan, serta keterpaduan antar sektor pembangunan
4
melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang
berkelanjutan dalam wadah NKRI. Dengan adanya pengembangan wilayah ini diharapkan
dapat memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan
menjaga suatu kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang terbagi menjadi beberapa wilayah
dimana pengembangan wilayah untuk setiap daerahnya memiliki perbedaan dan terjadi
kesenjangan antar wilayahnya terutama untuk wilayah perbatasan. Pengembangan kota-
kota pada kawasan perbatasan negara yang merupakan beranda depan negara (frontier
region) pada saat ini masih jauh dari harapan. Ketertinggalan, keterisolasian dan
keterbatasan aksesibilitas, serta keterbatasan pelayanan merupakan kondisi yang tipikal
terjadi (Akil, 2003). Indonesia memiliki beberapa wilayah perbatasan dengan negara-negara
tetangga, baik berupa daratan maupun lautan (pulau-pulau terluar).
Daerah-daerah di Indonesia yang memiliki perbatasan dengan negara-negara lain
meliputi Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi
Sulawesi Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan Provinsi Papua. Wilayah-wilayah
tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sangat vital dan strategis, baik dalam sudut
pandang pertahanan keamanan, maupun dalam sudut pandang ekonomi, sosial, dan
budaya. Masing-masing wilayah perbatasan tersebut memiliki karakter sosial budaya dan
ekonomi yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Terutama untuk wilayah perbatasan Kalimantan, potensi sumberdaya alam yang
berasal dari pintu-pintu masuk (border gates) di wilayah tersebut sampai saat ini belum
terkelola dengan baik sehingga cenderung belum memberikan kesejahteraan ekonomi yang
memadai bagi masyarakat di ilayah perbatasan. Berbeda dengan wilayah perbatasan di
daerah lain yang relatif belum bermasalah, wilayah perbatasan di Kalimantan telah
mengalami eksploitasi sumberdaya alam yang tidak terkendali dan adanya kesenjangan
kesejahteraan sosial dan ekonomi antara masyarakat di bagian Indonesia dan masyarakat
Serawak. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memunculkan persoalan-persoalan bilateral,
persoalan ketertiban serta keamanan dalam negeri yang mengarah kepada terancamnya
kedaulatan negara NKRI.
Oleh karena itu, diperlukan konsep pengembangan wilayah yang tepat untuk wilayah
perbatasan guna mengoptimalkan potensi sumberdaya setempat untuk menghindari
ketimpangan sosial-ekonomi. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kondisi
wilayah perbatasan Kalimantan sehingga dapat dirumuskan konsep pengembangan wilayah
yang sesuai dengan mengoptimalisasikan pengelolaan sumberdaya ekonomi, penataan,
penertiban, dan pengamanan wilayah perbatasan. Selain itu, pemanfaatan keunggulan
5
komparatif dan keunggulan kompetitif yang memadai mutlak dilakukan sebagai dukungan
untuk memantapkan ketertiban sosial dan pertahanan keamanan wilayah perbatasan.
1.2 TujuanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami kondisi wilayah
perbatasan sehingga dapat dirumuskan konsep pengembangan wilayah yang tepat sebagai
bentuk rekomendasi untuk mengatasi permasalahan pada wilayah perbatasan, khususnya
untuk wilayah perbatasan Kalimantan.
1.3 Sistematika PenulisanBAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang penelitian, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan dari makalah
tugas besar perencanaan wilayah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi kajian dari literatur dan kebijakan yang terkait dengan permasalahan
yang akan diangkat pada penelitian ini.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kondisi eksisting dari kondisi wilayah studi yang
akan menjadi objek penelitian.
BAB IV HASIL ANALISIS DAN ARAHAN PENGEMBANGAN
Pada bab ini akan dijelaskan analisis dari kondisi wilayah studi penelitian beserta arahan
pengembangan untuk wilayah penelitian.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran atas penelitian ini untuk wilayah studi.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian KebijakanDalam kajian kebijakan ini akan dibahas mengenai kebijakan-kebijakan
yang berkaitan dengan pengembangan wilayah padaa wilayah perbatasan, baik
kebijakan secara nasional maupun kebijakan daerah khususnya untuk wilayah
Kalimantan yang berbatasan dengan Serawak.
2.1.1 Undang-Undang No. 43 Tahun 2008
Dalam UU No. 43 Tahun 2008 tentang wilayah Negara menjelaskan
bahwa kawasan perbatasan merupakan bagian dari Wilayah Negara yang
terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain,
dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di
kecamatan. Dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan,
Pemerintah berwenang:
a. menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara
dan Kawasan Perbatasan
b. mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai penetapan
Batas Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan hukum internasional
c. membangun atau membuat tanda Batas Wilayah Negara
d. melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan kepulauan serta
unsur geografis lainnya
e. memberikan izin kepada penerbangan internasional untuk melintasi
wilayah udara teritorial pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan
7
f. memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi
laut teritorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan
g. melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang diperlukan untuk
mencegah pelanggaran dan menghukum pelanggar peraturan
perundang-undangan di bidang bea cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di
dalam Wilayah Negara atau laut teritorial;
h. menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh penerbangan
internasional untuk pertahanan dan keamanan
i. membuat dan memperbarui peta Wilayah Negara dan menyampaikannya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya setiap 5 (lima)
tahun sekali
j. menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keamanan Wilayah Negara serta
Kawasan Perbatasan.
Sedangkan dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan
Perbatasan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang:
a. melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya
dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan
b. menjaga dan memelihara tanda batas
c. melakukan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan di
Kawasan Perbatasan di wilayahnya
d. melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-pemerintah daerah
dan/atau antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga.
Selanjutnya untuk mengelola Batas Wilayah Negara dan mengelola
Kawasan Perbatasan pada tingkat pusat dan daerah, Pemerintah dan
pemerintah daerah membentuk Badan Pengelola nasional dan Badan Pengelola
daerah. Badan Pengelola tersebut bertugas:
a. menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan
b. menetapkan rencana kebutuhan anggaran
8
c. mengoordinasikan pelaksanaan
d. melaksanakan evaluasi dan pengawasan.
Selain itu, dalam UU No 43 Tahun 2008 tersebut juga mengatur
pengelolaan Wilayah Negara yang dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan,
keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Pendekatan
kesejahteraan dalam arti upaya-upaya pengelolaan Wilayah Negara hendaknya
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraaan
masyarakat yang tinggal di Kawasan Perbatasan. Pendekatan keamanan dalam
arti pengelolaan Wilayah Negara untuk menjamin keutuhan wilayah dan
kedaulatan negara serta perlindungan segenap bangsa. Sedangkan pendekatan
kelestarian lingkungan dalam arti pembangunan Kawasan Perbatasan yang
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan yang merupakan wujud dari
pembangunan yang berkelanjutan. Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah
menjadi sangat penting terkait dengan pelaksanaan fungsifungsi pemerintahan
sesuai dengan prinsip otonomi daerah dalam mengelola pembangunan Kawasan
Perbatasan.
2.1.2 Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2010
Seperti yang telah diamanatkan dalam UU No. 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara bahwa dalam mengelola wilayah perbatasan telah dibentuk
Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Dalam Perpres No. 12 Tahun 2010
tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan telah diatur mengenai
kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi Badan Nasional Pengelola
Perbatasan. BNPP dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dengan tugasnya yaitu
menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana
kebutuhan anggaran, mengoordinasikan pelaksanaan, serta melaksanakan
evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan
Kawasan Perbatasan.
Adapun dalam melaksanakan tugasnya BNPP terdiri dari:
a. Sekretaris BNPP
b. Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara
9
c. Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan
d. Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan.
Selain itu, dalam Perpres No. 12 tahun 2012 tentang BNPP
mengamanatkan bahwa pelaksana teknis pembangunan Batas Wilayah Negara
dan Kawasan Perbatasan dilakukan oleh kementerian, lembaga pemerintah non
kementerian, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai
dengan tugas dan fungsinya berdasarkan rencana induk dan rencana aksi
pembangunan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan yang ditetapkan
oleh BNPP, dimana Rencana Induk dan Rencana Aksi tersebut harus disusun
berdasarkan Rencana Tata Ruang di Kawasan Perbatasan.
2.1.3 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara Di Kalimantan
Berdasarkan Perpres No. 31 Tahun 2015 dijelaskan bahwa kawasan
perbatasan Negara di Kalimantan yang selanjutnya disebut Kawasan Perbatasan
Negara adalah Kawasan Strategis Nasional yang berada di bagian dari Wilayah
Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia di
Kalimantan dengan Negara Malaysia, dalam hal batas wilayah negara di darat
kawasan perbatasan berada di kecamatan. Adapun kawasan perbatasan di darat
yang termasuk dalam wilayah Kalimantan Barat meliputi:
a. Kecamatan Paloh dan Kecamatan Sajingan Besar di Kabupaten Sambas
b. Kecamatan Jagoi Babang dan Kecamatan Siding di Kabupaten
Bengkayang
c. Kecamatan Entikong dan Kecamatan Sekayam di Kabupaten Sanggau
d. Kecamatan Ketungau Hulu dan Kecamatan Ketungau Tengah di
Kabupaten Sintang
e. Kecamatan Puring Kecana, Kecamatan Badau, Kecamatan Batang
Lupar, Kecamatan Embaloh Hulu, Kecamatan Putussibau Utara, dan
Kecamatan Putussibau Selatan di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi
Kalimantan Barat.
10
Selain itu, dalam Perpres No. 31 Tahun 2015 ini juga diatur mengenai
Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara yang berfungsi sebagai
pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara;
b. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan
Perbatasan Negara;
c. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antar wilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor di Kawasan
Perbatasan Negara;
d. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kawasan
Perbatasan Negara;
e. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Kawasan
Perbatasan Negara;
f. pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara; dan
g. perwujudan keterpaduan rencana pengembangan Kawasan Perbatasan
Negara dengan kawasan sekitarnya.
Adapun kebijakan penataan ruang Kawasan Perbatasan Negara terdiri
dari:
1. Kebijakan untuk mewujudkan keutuhan wilayah negara di perbatasan
dengan menegakkan kedaulatan negara dan menjaga pertahanan dan
keamanan negara pada Kawasan Perbatasan Negara meliputi:
a. peningkatan upaya penegakan kedaulatan negara di Kawasan
Perbatasan Negara;
b. peningkatan upaya pengamanan melalui penerapan sabuk
pengamanan perbatasan negara; dan
11
c. pemertahanan eksistensi PPKT yang meliputi Pulau Sebatik dan
Pulau Gosong Makassar sebagai titik-titik garis pangkal kepulauan
Indonesia.
2. Kebijakan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi Kawasan
Perbatasan Negara yang mandiri meliputi:
a. pengembangan prasarana dan sarana Kawasan Perbatasan Negara
secara sinergis; dan
b. pengembangan ekonomi Kawasan Perbatasan Negara yang
dilakukan secara sinergis dengan kawasan pengembangan ekonomi
dalam sistem klaster.
3. Kebijakan untuk mewujudkan kawasan berfungsi lindung sebagai paru-
paru dunia dan perlindungan berupa perwujudan fungsi perlindungan
keanekaragaman hayati yang dilakukan dengan penyelarasan kegiatan
pengelolaan Kawasan Lindung dengan Kawasan Budi Daya.
2.1.4 RPJMD Kalimantan Barat Tahun 2013-2018
Berdasarkan RPJMD Kalimantan Barat Tahun 2013-2018, salah satu
masalah pembangunan yang menjadi kelemahan Kalimantan Barat sampai saat
ini adalah infrastruktur yang masih terbatas sehingga mengakibatkan
pengelolaan status daerah tertinggal dan persoalan perbatasan antar Negara
masih belum optimal. Oleh karen itu, salah satu kebijakan pengembangan
Kalimantan Barat terkait dengan daerah tertinggal adalah meningkatkan
ketersediaan sarana dan prasarana dasar perdesaan, termasuk peningkatan
aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan, dan prasarana
pendukung kegiatan ekonomi desa. Selain itu, juga terdapat program-program
pembangunan meliputi:
a. Program Peningkatan Sosial Ekonomi Masyarakat Wialayah Perbatsan
dan Daerah Tertinggal.
b. Program Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan
dan Daerah Tertinggal.
12
2.2 Kajian Literatur2.2.1 Konsep Dasar Pengembangan Wilayah
Berdasarkan Undang – Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, Pasal 1 disebutkan definisi wilayah dalam tata ruang adalah ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Selain itu, menurut Bintarto dan Hadisumarno (1982) mengemukakan bahwa
secara umum wilayah dapat diartikan sebagi permukaan bumi yang dapat
dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah sekitarnya. Adapun wilayah dapat
dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:
a. Wilayah Homogen
Wilayah homogen merupakan wilayah yang dipandang dari satu aspek/
kriteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Wilayah homogen
dibatasi berdasarkan keseragamannya secara internal (internal uniformity)
dengan sifat-sifat dan ciri-ciri kehomogenannya sebagai berikut:
Kondisi ekonomi: wilayah maju, wilayah tertinggal, wilayah miskin
Kondisi geografi: wilayah pegunungan, wilayah kepulauan, wilayah
tandus, wilayah pesisir
Kondisi sosial-budaya: wilayah tapal kuda, wilayah mataraman
b. Wilayah Nodal
Wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti)
dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat
dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan
transportasi. Batas wilayah nodal ditentukan sejauh mana pengaruh dari suatu
pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan
ekonomi lainnya.
c. Wilayah Administratif
13
Wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi
pemerintahan atau politik, seperti propinsi, kabupaten, kecamatan,
desa/kelurahan, dan RT/RW.
d. Wilayah Fungsional
Wilayah yang dibentuk dengan memperhatikan koherensi atau kesatuan
keputusan-keputusan yang bersifat ekonomis atau ekologis.
2.2.2 Karakteristik Wilayah Perbatasan
Soegijoko (1994) memberi batasan wilayah perbatasan merupakan
wilayah khusus karena perbatasan dengan wilayah negara tetangga, sehingga
penanganan pembangunannya memerlukan kekhususan. Pada umumnya
daerah perbatasan nasional merupakan bagian wilayah yang terpencil dan
rendah aksesibilitasnya oleh moda transportasi umum, terbelakang dan masih
belum berkembang secara mantap, kritis dan rawan dalam ketertiban dan
keamanan.
Daerah perbatasan pada dasarnya termasuk dalam kategori daerah
rawan, tetapi bersifat strategis. Bila dibadingkan dengan keadaan wilayah negara
tetangga yang berbatasan, tampak adanya kesenjangan sosial ekonomi dan
sosial budaya. Gejala seperti ini mudah menimbulkan kerawanan, karena
penduduk kawasan perbatasan cenderung berorientasi ke kawasan negara
tetangga untuk pemenuhan berbagai kepentingan mereka. Apabila tidak
diwaspadai dan dibina sejak dini, kerawanan itu dapat tumbuh menjadi ancaman
terhadap berbagai aspek kepentingan nasional terlebih bila dikaitkan dengan
adanya potensi sumber daya alam yang besar di kawasan perbatasan dan
sekitarnya.
Menurut Soegijoko (1994) terdapat tiga aspek pokok yang mendasari
karakteristik daerah perbatasan, yaitu sosial ekonomi, pertahanan – keamanan
dan politis.
Aspek sosial ekonomi ditunjukan oleh karakteristik daerah kurang
berkembang yang antara lain disebabkan:
14
a. Lokasinya terpencil/terisolasi dengan tingkat aksesibilitas rendah,
sehingga tingkat mobilitas kehidupan dan gerak langkah
masyarkatpun menjadi rendah.
b. Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan akibat keterbatasan
fasilitas serta kurang memadainya jumlah tenaga pendidik dan tenaga
medis.
c. Tingkat kesejahteraan rendah, ditandai dengan banyaknya jumlah
penduduk miskin dan desa tertinggal, akibat terbatasnya pelayanan
dan kesempatan.
d. Informasi tentang pemerintah dan pembangunan sangat langka
karena keterpencilan lokasinya, sehingga sulit dijangkau siaran media
informasi nasional, sebaliknya malah mudah menjangkau siaran dari
negara tetangga.
Aspek hankam ditunjukan oleh karakter luas wilayah dan pola sebaran
penduduk yang tidak merata, akibatnya rentang kendali pemerintahan,
pembinaan dan pengawasan teritorial sulit dilaksanakan secara mantap
dan efisien.
Aspek politis ditunjukkan oleh karakter kehidupan sosial ekonomi yang
cenderung lebih berorientasi ke negara tetangga. Kondisi ini rawan,
sebab pada gilirannya orientasi sosial ekonomi itu dapat saja bergeser ke
politik. Selain itu dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa
Indonesia.
2.2.3 Karakteristik Daerah Tertinggal
Berdasarkan Peraturan Presiden No 131 Tahun 2015 tentang Penetapan
Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019, daerah tertinggal merupakan daerah
kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan
dengan daerah lain dalam skala nasional. Suatu daerah ditetapkan sebagai
Daerah Tertinggal berdasarkan kriteria:
a. Perekonomian masyarakat, dapat dilihat dari kondisi ekonomi
masyarakatnya apakah tergolong miskin atau pra-sejahtera.
15
b. Sumber daya manusia, merupakan indikator yang dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan masyarakatnya.
c. Sarana dan prasarana, ditinjau dari aspek infrastruktur yang terdapat di
wilayah meliputi air bersih, jaringan listrik, dan lain-lain.
d. Kemampuan keuangan daerah, hal ini ditinjau dari kemampuan daerah
tersebut secara finansial untuk memenuhi kebutuhan daerahnya.
e. Aksesibiltas, merupakan aspek penting karena aksesibilitas memeberikan
kemudahan bagi pergerakan barang dan oran sehingga dapat memacu
pertumbuhan ekonomi.
f. Karakteristik daerah, ditinjau dari kondisi geografis suatu wilayah yang
dapat menjadi potensi wilayah atau bahkan permasalahan pada wilayah
tersebut.
2.2.4 Contoh Penerapan Model Pengembangan Wilayah Perbatasan
Pegembangan wilayah perbatasan pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi dan perdagangan
antara kedua negara yang akan memberikan dampak bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat dan peningkatan pendapatan negara
melalui kegiatan ekspor dan impor. Adapun contoh model atau konsep
pengembangan wilayah perbatasan adalah sebagai berikut.
2.2.3.1 Pengembangan Wilayah melalui Security Aprroach
Pendekatan Keamanan (Security Approach) memandang kawasan
perbatasan sebagai kawasan yang bersebelahan langsung dengan negara lain.
Selain itu wilayah perairan perbatasan memiliki peranan vital bagi perekonomian
banyak bangsa karena menjadi lintasan perdagangan dunia sekaligus di
dalamnya menyimpan sumberdaya alam yang sangat besar. Usaha
mengamankan dan melindungi berarti mewujudkkan kondisi perairan yurisdiksi
nasional yang terkendali dan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kepentingan nasional. Pendekatan Keamanan (Security Approach) pada wilayah
perbatasan dapat diwujudkan dalam konsep safety belt.
16
Konsep safety belt digunakan untuk mendesain konsep pembangunan
atau pegeloaan wilayah perbatasan antar negara secara sinergis dan terintegrasi
dengantujuan mampu menyelengarakan antar pembangunan ekonomi
peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat dengan kepentingan pertahanan
keamanan. Konsep safety belt kawasan perbatasan disebut juga dengan sabuk
pengaman kawasan perbatasan. Kawasan sabuk pengamanan akan
memberikan rasa aman pada masyarakat perbatasan juga peningkatan kualitas
hidupnya melalui tersediana sarana dan prasarana perbatasan seperti tersedinya
sarana pendidikan, sarana kesehatan dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya.
Safety belt di perbatasan merupakan lini-lini wilayaah yang disusun secara
berlapis dan sejajar dengan garis perbatasan, dengan lebar yang bervariasi
disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik geografi dan sosial masing-masing
wilayah perbatasan.
Adapun menurut Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan
Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2014, pembagian lini tersebut sebagai berikut:
a. Lapis (ring) terluar sebagai zona penyangga (buffer zone) yang menjadi
pembatas antara “kota” pertahanan dengan kawasan luar. Pada dasarnya
zona penyangga ini dapat berupa green belt hutan kecil sungai yang
mengelilinginya.
b. Lapis kedua ini berupa zona pendukung yaitu zona prasarana dansarana
pemukiman berupa kompleks hunian militer yang dilengkapidengan
fasilitas umum dan sosial.
c. Lapis inti/pusat sebagai zona pusat pangkalan militer.
d. Terdapat gerbang (gate) yang menghubungkan lapis inti dengan lapis
lainnya dengan penjagaan yang ketat.
2.2.3.2 Pengembangan Wilayah melalui Prosperity Aprroach
Pengembangan wilayah di perbatasan erat kaitannya dengan
pertumbuhan ekonomi wilayah, dilihat dari sudut pandang ekonomi,
perkembangan wilayah terkait dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, yang
dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat. Sedangkan
untuk melihat pendapatan wilayah, dapat digambarkan dengan Produk Domestik
17
Regional Bruto (PDRB), sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan wilayah
tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi wilayah.
Perubahan paradigma perbatasan dari konsep security menuju konsep
prosperity berimbas pada sisi pertumbuhan ekonomi di kawasan perbatasan.
Interaksi yang terjadi mengakibatkan berkembangnya aktivitas dan kegiatan
perekonomian masyarakat di perbatasan. Adapun konsep dalam pengembangan
wilayah yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan konsep
agropolitan, teori basis, penembangan wilayah yang mepertimbangkan daya
dukung dan daya tampung, serta melalui keunggulan komparatif dan kompetitif.
Namun baik dengan security approach maupun prosperity approach yang
terpenting adalah pengembangan wilayah perbatasan yang dapat meningkatkan
taraf hidup masyarakat baik dengan perbaikan dan peningkatan infrastruktur
maupun peningkatan kualitas SDM.
18
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
3.1 Kabupaten Sambas3.1.1 Geografis
Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km2 atau 639.570 ha
(4,36% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah
Kabupaten yang terletak pada bagian pantai barat paling utara dari wilayah
propinsi Kalimantan Barat. Luas wilayah laut 12 mil dari darat : 1.467,84 km².
Panjang pantai : 198,76 km dengan karakteristik sebagian besar adalah
pantai berpasir membentang dari Semelagi hingga Tanjung Datok (Paloh).
Panjang pantai tiap kecamatan menurut Lapan (2003) yaitu : Kecamatan
Selakau (13,51 km), Kecamatan Pemangkat (20,49 km), Kecamatan Jawai
(42,53 km), Kecamatan Teluk Keramat (19,67 km), Kecamatan Paloh (102,56
km).
Dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Sambas terletak diantara 1’23”
Lintang utara dan 108’39” Bujur Timur. Dengan batas administratif :
•Sebelah Utara berbatasan dengan : Malaysia Timur (Sarawak) dan Laut Natuna
•Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kabupaten Bengkayang dan Kota
Singkawang
•Sebelah Timur Berbatasan dengan : Kabupaten Bengkayang dan Serawak
•Sebelah Barat Berbatasan dengan : Laut Natuna
Wilayah administratif Sambas meliputi 19 (Tahun 2008) Kecamatan yaitu
kecamatan Sambas, kecamatan Sebawi , kecamatan Tebas, kecamatan
Semparuk, kecamatan Pemangkat, kecamatan Salatiga, kecamatan Selakau,
kecamatan Selakau Timur, kecamatan Tekarang, kecamatan Jawai, kecamatan
Jawai Selatan, kecamatan Sajad, kecamatan Sejangkung, kecamatan Paloh,
kecamatan Teluk Keramat, kecamatan Tangaran, kecamatan Subah, dan
kecamatan Sajingan Besar dengan desa keseluruhan berjumlah 184 desa.
19
Kabupaten Sambas memiliki 19 kecamatan Kecamatan terluas adalah
Kecamatan Sajingan Besar dengan luas 1.391,20 Km2 atau 21,75% dari luas
Kabupaten Sambas sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Tekarang
dengan luas 83,16 Km2 atau 1,30% dari luas Kabupaten Sambas.
3.1.2 Ekonomi
Secara sektoral semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif.
Pertumbuhan tertinggi secara berturut-turut di alami oleh sektor pertambangan
dan galian 16,07 persen, sektor bangunan 11,40 persen dan sektor listrik, gas
dan air bersih 7,50 persen. Meskipun ketiga sektor tersebut tumbuh cukup tinggi,
namun karena kontribusinya yang relatif kecil maka belum cukup mendorong laju
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sambas.
Sektor-sektor yang mengalami peranan yang cukup besar terhadap
perekonomian Kabupaten Sambas yaitu sektor pertanian; sektor perdagangan,
hotel dan restoran; dan sektor industri pengolahan, pertumbuhannya masing-
masing sebesar 4,49 persen, 7,02 persen dan 6,67 persen. Meskipun demikian,
ketiga sektor tersebut masih menjadi penggerak utama perekonomian daerah.
Periode 2007 – 2011, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sambas yang
ditunjukkan oleh PDRB ADHK 2000, masih berada dibawah pertumbuhan
ekonomi Provinsi Kalimantan Barat. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Sambas selama lima tahun terakhir sekitar 5,59 persen pertahun.Pertumbuhan
terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 5,38 persen sedangkan tertinggi
pada tahun 2010 sebesar 5,88 persen.
Untuk lebih meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan sekaligus
mewujudkan pemerataan pendapatan, perlu adanya peningkatan mutu sumber
daya manusianya yang diikuti pengendalian jumlah penduduk serta peningkatan
infrastruktur. Keterpaduan antara program pemerintah denganperan swasta dan
masyarakat perlu diperhatikan guna menyelaraskan langkah dalam menggali
sektor-sektor potensial yang sekaligus memiliki potensi besar dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi.
20
3.1.3 Demografi
Berdasarkan data BPS hasil proyeksi Penduduk Sementara Provinsi
Kalimantan Barat Jumlah penduduk Kabupaten Sambas tahun 2011 sebanyak
501.149 orang diproyeksikan bertambah sebesar 5.029 orang dari tahun 2010..
Total penduduk laki-laki sebanyak 247.083 orang, sedangkan penduduk
perempuan sebanyak 254.066 orang.
Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dengan
rincian total kelompok umur 0-9 tahun sebanyak 58.467 orang (urutan pertama
terbesar), total kelompok umur 0-4 tahun sebanyak 57.301 orang (urutan kedua
terbesar) , total kelompok umur 10-14 sebanyak 52.607 orang (urutan ketiga
terbesar)
3.1.4 Infrastruktur
Jalan
Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pengairan Energi
Dan Sumber Daya Mineral sampai dengan bulan Juli 2013 total panjang jalan
berdasarkan status pengawasan dan kondisi jalan masih sama dengan tahun
2011 yaitu sebesar 1.587,761 Km, yang terdiri dari panjang jalan nasional 94,502
Km, Jalan Propinsi 74,300 Km, Jalan Kabupaten 696,633 Km dan Jalan Desa
722,326 Km.
Angkutan
Jumlah angkutan pedalaman/transport air, pada tahun 2012, mengalami
penurunan 13 armada, yakni dari 619 armada menjadi 424 mada. Arus
penumpang kapal laut juga mengalami penurunan, begitu pula kunjungan kapal
dipelabuhan juga mengalami penurunan.
Listrik
Pada tahun 2011 Tenaga yang dibangkitkan oleh PLN meningkat sebesar
75.744.537 KWh atau 55% dari tahun 2010, terbesar pada bulan Nopember
12.766.824 KWh, bulan Agustus 12.741.187 KWh dan bulan Juli 11.850.232
KWh, Tenaga yang terjual oleh PLN meningkat sebesar 61.985.301 KWh atau
21
50% dari tahun 2010 terbesar pada bulan September 11.268.214 KWh dan
bulan Maret 10.673.685 KWh, sedangkan Pemakaian oleh PLN mengalami
penurunan sebesar 587.782 KWh atau 26% dari tahun 2010 yang terbesar pada
bulan Agustus 29.129 KWh dan Hilang pada transmisi mengalami peningkatan
sebesar 7.207.495 KWh atau 47% terbesar pada bulan Nopember 2.390.112
KWh.
Pendidikan
Angka Partisipasi Kasar (APK) pada semua jenjang pendidikan
menunjukkan peningkatan, kecuali SD/MI. APK PAUD masih tergolong sangat
rendah, baru mencapai angka 3,17%. APK SD/MI meskipun menurun namun
capaiannya masih melebihi 100 persen. Tahun 2007, APK SD/MI sebesar
133,35% kemudian berkurang 8,8% menjadi 124,53% pada tahun 2010. Capaian
APK SD/MI melebihi 100 persen dapat dimaknai meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan disertai sukses program Kejar Paket A.
APK SMP/MTs pada periode yang sama menunjukkan peningkatan.
Capaian APK SMP/MTs tahun 2007 adalah 78,70% dan tiga tahun berikutnya
bertambah sebesar 16,96% menjadi 95,66%. APK SMA/MA/SMK pada periode
yang sama meningkat cukup besar (sekitar 30%) yakni dari 30,70% pada tahun
2007 menjadi 61,50% tahun 2010. Capaian APK di semua jenjang pendidikan
sudah tergolong baik, dan ini mengindikasikan adanya pembangunan pendidikan
yang semakin merata ke semua daerah.
Pembangunan pendidikan yang semakin merata juga tampak dari
capaian Angka Partisipasi Murni (APM) yang meningkat setiap tahunnya dalam
periode 2007-2010. Capaian APM SD/MI meningkat dari 96,01% (2007) menjadi
99,61% (2010). APM SMP/MTs meningkat dari 55,10% (2007) menjadi 81,95%
(2010). Demikian juga capaian APM SMA/SMK/MA meningkat dari 21,94% tahun
2007 menjadi 45,47% tahun 2010. Meskipun meningkat, capaian ini masih
tergolong rendah, khususnya pada jenjang SMA.
Paralel dengan peningkatan APK dan APM, angka putus sekolah (APS)
semua jenjang pendidikan menunjukkan kecenderungan menurun. Tahun 2007,
APS SD/MI menurun dari 1,08% (2007) menjadi 0,75% (2010). APS SMP/MTs
22
berkurang dari 2,51% menjadi 1,51%. APS SMA/SMK/MA juga berkurang dari
2,51% menjadi 1,51%.
Angka kelulusan siswa pada jenjang pendidikan SD/MI relatif konstan setiap
tahunnya dikisaran 99,0–99,9 persen. Angka kelulusan SMP/MTs menunjukkan
penurunan dari 95,21% tahun 2007 menjadi 92,97% tahun 2010, sedangkan
angka kelulusan SMA/SMK/MA mengalami peningkatan dari 95,0% menjadi
97,68% pada periode yang sama.
Pengajar di semua jenjang pendidikan, sebagian besar (65,0%)
berpendidikan di bawah S-1 dan lebih banyak terdapat pada jenjang pendidikan
SD/MI. Sedangkan yang berpendidikan S-1 baru mencapai 35,0%. Dalam rangka
mendukung peningkatan kualitas pendidikan, telah diupayakan peningkatan
kualitas pendidikan melalui pelaksanaan program kualifikasi dan sertifikasi guru
sesuai dengan amanat Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen. Terkait dengan sertifikasi, dari 7.081 guru yang ada, ternyata hingga
saat ini, yang bersertifikat baru sekitar 9 %.
3.2 Kabupaten SintangKabupaten Sintang merupakan salah satu daerah bagian timur di Provinsi
Kalimantan Barat yang dilalui oleh garis Khatulistiwa dengan Ibu kotanya
Sintang, terletak di antara 1o05’ Lintang Utara dan 0o46’ Lintang Selatan serta
110o50’ Bujur Timur dan 113o20’ Bujur Timur. Secara geografis batas
administrasi Kabupaten Sintang berbatasan dengan wilayah Kabupaten, Propinsi
dan Negara Lain, yaitu :
Utara: berbatasan dengan Serawak, Negara Malaysia, dan
Kabupaten Kapuas Hulu.
Selatan: berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan
Kabupaten Melawi, serta Kabupaten Ketapang.
Timur: berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan
Kabupaten Kapuas Hulu.
Barat: berbatasan dengan Kabupaten Melawi, Sanggau dan
Sekadau.
23
Kabupaten Sintang dilalui oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Kapuas
dan Sungai Melawi, serta dua sungai sedang, yaitu S. Ketungau anak dari S.
Kapuas dan S. Kayan anak dari S. Melawi. Berdasarkan pembagian wilayah
Daerah Aliran Sungai (DAS),
3.2.1 Demografi
Penduduk Kabupaten Sintang pada tahun 2011 berjumlah 371.322 jiwa
atau rata-rata jumlah penduduk per desa/kelurahan sebanyak 1.296 jiwa, atau 17
jiwa setiap km2. Data dan jumlah kepadatan penduduk untuk setiap Kecamatan
dapat dilihat pada Tabel : 2.3 dan 2.4.
Sebaran penduduk di setiap Kecamatan tidak merata, jumlah penduduk
terbanyak berada di Kecamatan Sintang (Ibu Kota Kabupaten) yaitu sebanyak
61.521 jiwa (16,57 %), dan jumlah penduduk paling sedikit berada di Kecamatan
Binjai Hulu yaitu sebanyak 11.550 jiwa (3,11 %). Lima Kecamatan terbanyak
penduduknya berturut-turut adalah : Sintang, Sepauk, Sei Tebelian, Dedai,
Ketungau Tengah. Secara keseluruhan Jumlah penduduk laki-laki lebih besar
dari jumlah penduduk perempuan dengan angka pebandingan (sex ratio) rata-
rata sebesar 107 dan kondisi
Laju pertumbuhan pendudk Kabupaten Sintang selama kurun waktu
2010–2011 rata-rata 1,80 %, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan
laju pertumbuhan penduduk pada tahun sebelumnya (2000 – 2010) yang
besarnya rata-rata 1,61 % per tahun. Laju pertumbuhan penduduk terbesar ada
di Kecamatan Sintang yaitu sebesar 3,55 %, kemudian disusul Kecamatan
Sepauk sebesar 1,79 % dan Kecamatan Sei Tebelian sebesar 1,39 %.
3.2.2 Keuangan dan Perekonomian Daerah
Pada tahun 2011 total realisasi penerimaan daerah Kabupaten Sintang
sebesar Rp. 848.857 milyar, sedangkan total realisasi Belanja Daerah sebesar
Rp. 794.733 milyar yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung 52,65 persen,
Belanja Langsung 47,35 persen. Jika dibandingkan dengan tahun anggaran
sebelumnya, realisasi penerimaan daerah mengalami peningkatan sebesar 17,34
persen, sedangkan belanja daerah juga mengalami peningkatan sebesar 12,81
persen.
24
Sumber penerimaan daerah yang terbesar diperoleh dari Dana
Perimbangan (Bagi Hasil Pajak. Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam,
DAU dan DAK) sebesar 81,17 persen, kemudian dari Lain-lain pendapatan Asli
Daerah yang Sah (Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak dari Provinsi, Dana
Penyesuaian dan Otonomi Khusus serta Bantuan Keuangan dari Provinsi)
sebesar 12,51 persen dan sisanya sekitar 6,32 persen adalah dari Pendapatan
Asli Daerah ( Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan
Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang
sah).
3.2.3 Pendidikan
Salah satu factor yang mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap
perkembangan dan kemajuan daerah adalah pendidikan. Sedangkan
keberhasilan proses pendidikan diantaranya ditentukan oleh ketersediaan sarana
dan prasarana serta pengajar yang memadai.
Pada Tahun 2011 jumlah prasarana SD di Kabupaten Sintang sebanyak
389 sekolah, jumlah tersebut tidak mengalami perubahan jika dibandingkan
dengan tahun 2010. Dari 389 sekolah tersebut 96,66 prosen merupakan SD
Negeri dan sisanya 3,34 prosen merupakan SD swasta. Prasarana SLTP pada
Tahun 2011 jumlahnya mengalami peningkatan dibandingkan Tahun 2010 yaitu
dari 90 sekolah menjadi 91 sekolah yang terdiri dari 72 SLTP Negeri dan 19
SLTP Swasta.
Jumlah siswa SD pada Tahun 2011 sebanyak 61.496 siswa mengalami
peningkatan sebesar 2,20 prosen, sedangkan jumlah guru SD sebanyak 3.265
orang dan tidak mengalami penambahan jika dibandingkan Tahun 2010. Hal ini
menunjukan bahwa ratio murid terhadap guru mencapai 18,83 yang artinya
bahwa setiap guru mempunyai beban mendidik rata-rata sebanyak 19 murid.
Pada tingkat SLTP, jumlah siswa pada Tahun 2011/2012 sebanyak
16.432 siswa, sedangkan jumlah guru sebanyak 1.113 orang, sehingga ratio
murid terhadap guru sebesar 14,76.
Untuk pendidikan tingkat SLTA, jumlah prasarana sekolah mengalami
peningkatan sebesar 5,12 prosen yaitu dari 39 sekolah pada Tahun 2010
25
menjadi 41 sekolah pada Tahun 2011. Sedangkan jumlah murid sebanyak
10.559 siswa, mengalami peningkatan sebesar 18,08 prosen jika dibandingkan
Tahun 2010 sebanyak 8.942 siswa. Dan jumlah guru pada Tahun 2011
sebanyak 712 orang sehingga ratio murid terhadap guru sebesar 14,83.
Kabupaten Sintang termasuk dalam katagori Kabupaten tertinggal, dan
menempati urutan ketujuh dari 10 Kabupaten tertinggal yang ada di Kalimantan
Barat. Proporsi penduduk miskin di Kabupaten Sintang berdasarkandata BPS
Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010, berjumlah 46.900 jiwa atau 12,86 % dari
total 364.759 jumlah penduduknya. Dimana tingkat kemiskinan di Kabupaten
Sintang berada diurutan kelima dari 10 Kabupaten tertinggal di Kalimantan Barat.
Dari pengukuran yang dibuat BPS Provinsi berdasarkan hasil SUSENAS
2010, perkembangan jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Sintang pada
periode 2004 – 2010 menunjukan penurunan, yaitu pada tahun 2005 jumlah
rumah tangga miskin sebanyak 33.620 KK dan menjadi 31.446 KK di Tahun
2009. Sedangkan Kecamatan yang memiliki KK miskin terbanyak adalah
Kecamatan Serawai, Kayan Hulu, Sepauk, Kayan Hilir, Sei Tebelian.
3.3 Kabupaten Kapuas Hulu3.3.1 Kondisi Geografis
Letak Geografis Kabupaten Kapuas Hulu GARIS BUJUR GARIS
LINTANG 1110 31’ 38’ BT 0 0 4’ 37’ LU 1140 12’ 5’ BT 1 0 35’ 21’ LU. Kabupaten
Kapuas Hulu merupakan kabupaten terluas kedua (setelah Kabupaten
Ketapang) di Kalimantan Barat. Luas Kabupaten Kapuas Hulu seluruhnya adalah
31.162 km2, setara dengan 20,33% dari luas Kalimantan Barat secara
keseluruhan yang mencapai 146.807 km2. Dari 23 kecamatan yang ada pada
akhir tahun 2012, Kecamatan Putussibau Utara, Putussibau Selatan dan
Embaloh Hulu merupakan tiga kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar
dengan luas masing-masing 4.521,86 km2, 6.352,33 km2 dan 3.560,00 km2 atau
setara dengan 14,51% , 20,38% dan 11,42% dari luas Kabupaten Kapuas Hulu.
Sedangkan Kecamatan Pengkadan dan Puring Kencana merupakan 2
26
kecamatan dengan luas wilayah terkecil dimana luas masing-masing wilayah
kecamatan tersebut kurang dari 500 km2 atau kurang dari 1,5% luas.
Secara administrasi batas-batas wilayah Kabupaten Kapuas Hulu adalah
sebagai berikut:
a. Sebelah Utara wilayah ini berbatasan dengan Negara Bagian Sarawak
(Malaysia Timur);
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur;
c. Sebelah Barat dengan Kabupaten Kabupaten Sintang;
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sintang dan Provinsi
Kalimantan Tengah.
3.3.2 Demografi
Berdasarkan akumulasi data pada masing-masing kecamatan di
Kabupaten Kapuas Hulu, diperoleh jumlah penduduk Kabupaten Kapuas Hulu
per 31 Oktober 2012 sebanyak 252.328 jiwa terdiri dari 126.031 jiwa lakilaki dan
126.297 jiwa perempuan serta jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 72.981
KK, tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Kapuas Hulu adalah sebesar 8,10
, artinya setiap 1 km2 di Kabupaten Kapuas Hulu terdapat sekitar 8 jiwa
penduduk. Kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk paling tinggi
adalah Kecamatan Hulu Gurung yaitu sebesar 31,07 artinya setiap 1 km2 di
Kecamatan Hulu Gurung terdapat sekitar 31 jiwa penduduk, sedangkan
kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk paling rendah adalah
Kecamatan Embaloh Hulu yaitu sebesar 1,60 artinya setiap 1 km2 di Kecamatan
Embaloh Hulu terdapat sekitar 2 jiwa penduduk.
3.3.3 Pendidikan
Komposisi penduduk menurut pendidikan dapat didasarkan pada tingkat
atau jenjang pendidikan yang telah ditamatkan, mulai dari tingkat SD, SLTP,
27
SLTA, hingga Perguruan Tinggi. Pengelompokkan penduduk menurut pendidikan
ini berguna untuk menentukan besarnya tingkat pendidikan penduduk, atau
dikenal dengan istilah angka partisipasi sekolah. Angka partisipasi sekolah
merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia
sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk
terutama usia muda. Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan
seperti pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan perubahan jumlah murid
yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah. Sehingga, naiknya persentase
jumlah murid tidak dapat diartikan sebagai semakin meningkatnya partisipasi
sekolah. Kenaikan tersebut dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya
jumlah penduduk usia sekolah yang tidak diimbangi dengan ditambahnya
infrastruktur sekolah serta peningkatan akses masuk sekolah, sehingga
partisipasi sekolah seharusnya tidak berubah atau malah semakin rendah.
3.4 Kabupaten Bengkayang3.4.1 Geografis
Kabupaten Bengkayang adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Kalimantan Barat. Ibu kota kabupaten terletak di Bengkayang. Sebelumnya
tergabung dalam kesatuan wilayah Kabupaten Sambas, yang kemudian
dimekarkan menjadi 3 daerah otonom, yakni Kabupaten Sambas, Kabupaten
Bengkayang, dan Kota Singkawang. Terletak di bagian utara Kalimantan Barat,
Kabupaten ini di sebelah utara berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia
Timur.
Secara geografis, Kabupaten Bengkayang terletak di 00 33’00’’ Lintang
Utara sampai 1030’00’’ Lintang utara dan 108039’00’’ Bujur Timur sampai
110010’00’’ Bujur Timur.
Secara administratif wilayah Kabupaten Bengkayang berbatasan
dengan :
• Sebelah Utara : Serawak-Malaysia Timur Kabupaten Sambas
• Sebelah Selatan : Kabupaten Pontianak
• Sebelah Barat : Laut Natuna dan Kota Singkawang
28
• Sebelah Timur : Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Landak
Luas Wilayah Kabupaten Bengkayang sebesar kurang lebih 53.963.000
Ha atau 3,68% dari luas Wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Luas wilayah laut
Kabupaten Bengkayang sejauh 12 mil laut adalah 102.672 Ha dan luas wilayah
laut sejauh 4 mil laut adalah 18.400 Ha. Panjang garis pantai Kabupaten
Bengkayang dari Sungai Duri sampai ke Tanjung Gondol adalah sepanjang
kurang lebih 68,5 km dan perbatasan Negara sepanjang 76,564 km.
Wilayah Kabupaten Bengkayang semula terdiri dari 9 Kecamatan. Pasca
dimekarkannya Kota Singkawang pada tahun 2001 serta pada saat penetapan
RTRW Kabupaten Bengkayang Tahun 2001-2010 (yang akan direvisi), telah
terjadi beberapa tambahan kecamatan baru hasil pemekaran, sehingga saat ini
terdiri dari 17 kecamatan, yang terbentuk dari 2 kelurahan dan 122 desa.
3.4.2 Demografi
Berdasarkan data BPS Jumlah penduduk wilayah Kabupaten
Bengkayang mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk
Kabupaten Bengkayang pada tahun 2013 adalah sebesar 224.407 jiwa yang
tersebar di 17 kecamatan.
Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk
dengan luas wilayah. Kepadatan kotor adalah perbandingan antara jumlah
penduduk dengan luas keseluruhan. Jumlah penduduk pada tahun 2013 sebesar
224.407 jiwa dengan luas wilayah 5.396,30 Km2 sehingga pada tahun
2013 kepadatan kotor di wilayah perencanaan sebesar 42 jiwa/Km2.
Jika jumlah penduduk dirinci menurut kecamatan maka jumlah penduduk
yang paling besar berada di Kecamatan Bengkayang sedangkan jumlah
penduduk yang paling sedikit berada di Kecamatan Suti Semarang. Namun
demikian, dilihat dari sisi kepadatan penduduknya, Kecamatan Sungai Raya
memiliki tingkat kepadatan paling tinggi, yaitu sebesar 245 jiwa per kilometer
persegi sedangkan Kecamatan Siding memiliki tingkat kepadatan paling rendah,
yaitu sebesar 11 jiwa per kilometer persegi.
3.4.3 Ekonomi
29
Selama 5 tahun terakhir Pendapatan Daerah meningkat rata-rata
9,77%, Pendapatan Asli Daerah meningkat rata-rata 18,84%, Dana Perimbangan
meningkat rata-rata 9,48% dan lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
meningkat rata-rata 35,87%. selama 5 tahun terakhir Belanja meningkat rata-
rata 4,87%, Belanja Tidak Langsung meningkat rata-rata 7,49% dan Belanja
Langsung meningkat rata-rata 3,61%.
3.4.4 Pendidikan
Pada tahun 2011, terdapat 245 SD, 6 MI, 65 SLTP, 6 MTs, 21 SLTA, 3
Aliyah, dan 5 SMK di Kabupa-ten Bengkayang. Pada tahun 2010, Sejumlah TK
yang ada menampung 1.124 siswa dan 65 tenaga pengajar. Berdasarkan data
tersebut, dapat diketahui bahwa rasio guru dan murid untuk tingkat pendidikan
TK pada tahun 2010 adalah sebesar 17. Artinya bahwa satu orang guru masih
harus mengawasi 17 siswa. Rasio murid dan guru TK ini dapat menggambarkan
ketersediaan tenaga pengajar terhadap sejumlah murid tertentu. Jika rasio murid
terhadap guru kecil atau jumlah murid yang diawasi oleh seorang guru sedikit
maka diharapkan dapat berakibat baik terhadap murid yang ada karena
perkembangan siswa akan lebih dapat diperhatikan.
Jumlah gedung sekolah SD yang ada di Kabupaten Bengkayang pada
tahun 2011 sebanyak 245 bangunan (241 SD negeri dan 4 SD swasta), jumlah
gedung MI sebanyak 6 bangunan (semuanya swasta), gedung SLTP sebanyak
65 bangunan (52 SLTP negeri dan 13 SLTP swasta), dan gedung MTs
sebanyak 6 bangunan (semuanya swasta)
3.4.5 Lingkungan dan Permukiman
Secara umum persentase kemiskinan Kabupaten Bengkayang
mengalami penurunan namun garis kemiskinan terjadi peningkatan pada tahun
2008 sebesar 146825 (Rp/Kap/Bulan) hingga pada tahun 2012 mencapai
239006 (Rp/Kap/Bulan) . Sedangkan jumlah pen duduk miskin pada tahun 2008
sebesar 21100 jiwa mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi 14900 jiwa.
Persentase kemiskinan di Kabupaten Bengkayang dari tahun 2008 sebesar
9,41% mengalami penurunan di tahun 2012 menjadi 6,74%.
30
Jumlah rumah tangga miskin menurut hasil pendataan Program
Perlindungan Sosial (PP:S) Tahun 2011 dari BPS, jumlah rumah tangga miskin di
Kabupaten Bengkayang berjumlah 18.837 Rumah Tangga. Jumlah Rumah
Tangga miskin terbanyak terdapat di Kecamatan Monterado dengan 2.282
rumah tangga.
BAB VIHASIL ANALISIS DAN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH
Tahapan analisis merupakan salah satu tahapan penting di dalam
merencakan sebuah wilayah. Hal tersebut dikarenakan, dengan melakukan
analisis akan didapatkan kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi yang bisa
sasaran dan bisa diimplementasikan secara nyata pada daerah yang telah
direncanakan untuk mengembangkan daerah tersebut.
4.1 Analisis Potensi MasalahUntuk dapat menganalisis kebijakan dan strategi yang tepat untuk
diimplentasikan pada sebuah kawasan, maka perlu adanya tinjauan terhadap
potensi dan masalah yang ada pada kawasan tersebut. Hal tersebut bertujuan
untuk menghasilkan sebuah perencanaan yang komprehensif dan tepat sasaran
sehingga diharapakan akan mampu mengembangkan potensi yang ada dan
menyelesaikan permasalah yang ada.
Berdasarkan hasil tinjauan kebijakan (RPJPD Kalimantan Barat 2007-
2027 dan RPJMD Kalimantan Barat 2013-2018) serta tinjauan terhadap data-
data sekunder lain yang meliputi Kabupaten Sambas dalam Angka 2015,
Kabupaten Bengkayang dalam Angka 2015, Kabupaten Sintang dalam Angka
2014 dan Kabupaten Kapuas Hulu dalam Angka 2015 serta PDRB
Kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Barat maka didapatkan potensi dan
masalah yang ada pada Kabupaten tertinggal di kawasan perbatasan Kalimantan
Barat-Malaysia meliputi:
Potensi
31
1. Berdasarkan RPJPD Kalimantan barat, tata guna lahan di daerah
tertinggal di Kalimantan Barat sangat memungkinkan untuk budidaya
perkebunan. Secara umum karakteristik dan potensi kabupaten-
kabupaten tertinggal di daerah diperbatasan Kalimantan Barat dengan
Sarawak adalah:
a. Kabupaten Sambas dan Bengkayang bila dibandingkan dengan
kabupaten lain relatif lebih maju dalam sektor tanaman pangan,
perkebunan rakyat, peternakan, perikanan, dan perdagangan.
b. Kabupaten Bengkayang memiliki potensi pada subsektor tanaman
pangan, perkebunan rakyat, peternakan, perikanan, dan
perdagangan.
c. Kabupaten Sintang memiliki potensi kehutanan dan pertambangan
yang cukup dominan, demikian pula sektor perkebunan dan tanaman
pangan.
d. Kabupaten Kapuas Hulu hampir memiliki potensi dan karakteristik
yang sama dengan Kabupaten Sintang kecuali untuk sektor perikanan
air tawar. Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu terdiri atas 5 (lima)
kecamatan yang berada di sepanjang wilayah lintas utara.
Kecamatan-kecamatan tersebut terdiri dari Kecamatan Puring
Kencana, Empanang, Badau, Batang Lupar, dan Embaloh Hulu.
2. Jaringan air bersih telah menjangkau beberapa daerah di kabupaten-
kabupaten tertinggal di Kalimantan Selatan
3. Jaringan jalan beraspal mulai dibangun untuk mempermudah aksesibilitas
kabupaten-kabupaten tertinggal di Kalimanatan Barat
4. Jaringan listrik telah menjangkau beberapa daerah di kabupaten-
kabupaten tertinggal di Kalimantan Barat
5. Adanya Program peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana dasar
perdesaan, termasuk peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan
pusat-pusat pertumbuhan , dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi
desa; (RPJMD Kalimantan Barat)
32
6. Adanya Program Peningkatan Keberdayaan Ekonomi dan Sosial Budaya
Masyarakat Perbatasan dan daerah tertinggal (RPJMD Kalimantan Barat)
7. Adanya Program Peningkatan Sosial Ekonomi Masyarakat Wialayah
Perbatasan dan Daerah Tertinggal (RPJMD Kalimantan Barat)
8. Adanya Program Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan
Perbatasan dan Daerah tertinggal (RPJMD Kalimantan Barat)
Masalah
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal, termasuk
yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil, antara lain:
1. Terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal
dengan wilayah yang relatif lebih maju
2. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh
pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli
daerah (PAD) secara langsung
3. Belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah-
wilayah tersebut.
4. Belum terwujudnya prinsip pembangunan yang terintegrasi, terpadu dan
serasi dalam rangka memperkecil disparitas ketimpangan wilayah antara
daerah, disparitas ekonomi, disparitas pendapatan masyarakat,
pemanfaatan ruang dan pengelolaan pertanahan. Serta belum
terealisasinya keserasian pemanfaatan ruang dan belum maksimalnya
peningkatan pengembangan wilayah pesisir, wilayah tertinggal,
perbatasan serta pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh.
5. Letak geografis yang sulit dijangkau atau terisolir
6. Kepadatan penduduk relatif rendah
7. Memiliki potensi sumber daya alam namun belum dikelola secara optimal
8. Minimnya ketersediaan akses prasarana perhubungan, transportasi,
komunikasi, listrik, dan air bersih (RPJMD)
33
9. masih tingginya angka kemiskinan di kabupaten-kabupaten tertinggal di
perbatasan Kalimantan Barat (Sambas 9,9% ; Bengkayang 8.01 % ;
Sintang 10.09% ; Kapuas Hulu 11,11%)
10. Tingkat pengangguran terbuka pada kawasan tertinggal di Kalimantan
Barat mencapai 4 %
11. Sekitar 65% penduduk pada kabupaten tertinggal di Perbatasan
Kalimantan Barat memiliki tingkat pendidikan rendah (tidak/belum
bersekolah, tidak/belum tamat SD, SD) dan tingkat keterampilan yang
sederhana
12. PDRB pada 4 Kabupaten tertinggal di wilayah perbatasan Kalimantan
Barat – Malaysia mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2014
13. Daerah rawan konflik karena merupakan daerah perbatasan
14. Adanya daya tarik yang besar (kelengkapan infrastruktur dan kemudahan
aksesibilitas) dari Malaysia yang membuat kemungkinan masyarakat
daerah perbatasan untuk pindah dari wilayah Indonesia semakin besar
4.2 Analisis SWOTSetelah menganalisis potensi dan masalah yang ada pada kabupaten-
kabupaten tertinggal di perbatasana Kalimantan Barat-Malaysia, tahap
selanjutnya adalah mengidentifikasi potensi mana yang termasuk ke dalam
kekuatan daerah dan mana yang termasuk peluang daerah, serta
mengidentifikasi masalah mana yang termasuk kedalam kelemahan daerah dan
daerah mana yang termasuk kedalam tantangan daerah. Berikut ini telah
diidentifikasikan potensi dan masalah pada kawasan studi ke dalam matriks
SWOT.
Tabel 4. 1 Matriks SWOT Kabupaten tertinggal di kawasan perbatasan Kalimantan Barat
Strength Weakness
1. Kabupaten Sambas memiliki 1. Terbatasnya akses transportasi
34
potensi pada subsektor tanaman
pangan, perkebunan rakyat,
peternakan, perikanan, dan
perdagangan. (S1)
2. Kabupaten Bengkayang memiliki
potensi pada subsektor tanaman
pangan, perkebunan rakyat,
peternakan, perikanan, dan
perdagangan. (S2)
3. Kabupaten Sintang memiliki potensi
kehutanan, pertambangan yang
cukup dominan, sektor perkebunan,
tanaman pangan, dan sektor
perikanan air tawar (S3)
4. Kabupaten Kapuas hulu memiliki
potensi kehutanan, sektor
perkebunan, tanaman pangan (S4)
5. Jaringan air bersih telah masuk dan
menjangkau beberapa daerah di
kabupaten-kabupaten tertinggal di
Kalimantan Selatan (S5)
6. Jaringan jalan beraspal mulai
dibangun untuk mempermudah
aksesibilitas kabupaten-kabupaten
tertinggal di Kalimanatan Barat (S6)
7. Jaringan listrik telah menjangkau
beberapa daerah di kabupaten-
kabupaten tertinggal di Kalimantan
Barat (S7)
yang menghubungkan wilayah
tertinggal dengan wilayah yang
relatif lebih maju (W1)
2. Belum diprioritaskannya
pembangunan di wilayah tertinggal
oleh pemerintah daerah karena
dianggap tidak menghasilkan
pendapatan asli daerah (PAD)
secara langsung (W2)
3. Belum optimalnya dukungan sektor
terkait untuk pengembangan
wilayah-wilayah tersebut. (W3)
4. Belum terwujudnya prinsip
pembangunan yang terintegrasi,
terpadu dan serasi dalam rangka
memperkecil disparitas
ketimpangan wilayah antara daerah,
disparitas ekonomi, disparitas
pendapatan masyarakat (W4)
5. Letak geografis yang sulit dijangkau
atau terisolir (W5)
6. Kepadatan penduduk relatif rendah
(W6)
7. Memiliki potensi sumber daya alam
namun belum dikelola secara
optimal (W7)
8. Minimnya ketersediaan akses
prasarana perhubungan,
transportasi, komunikasi, listrik, dan
air bersih (W8)
9. Masih tingginya angka kemiskinan
di kabupaten-kabupaten tertinggal
di perbatasan kalimantan barat
35
(sambas 9,9% ; bengkayang 8.01 %
; sintang 10.09% ; kapuas hulu
11,11%) (W9)
10. Tingkat pengangguran terbuka pada
kawasan tertinggal di kalimantan
barat mencapai 4 % (W10)
11. Sekitar 65% penduduk pada
kabupaten tertinggal di perbatasan
kalimantan barat memiliki tingkat
pendidikan rendah (tidak/belum
bersekolah, tidak/belum tamat sd,
sd) dan tingkat ketrampilan rendah
(W11)
12. PDRB pada 4 kabupaten tertinggal
di wilayah perbatasan kalimantan
barat – malaysia mengalami
pertumbuhan negatif pada tahun
2014 (W12)
Opportunity Threath
1. Adanya program peningkatkan
ketersediaan sarana dan prasarana
dasar perdesaan, termasuk
peningkatan aksesibilitas daerah
tertinggal dengan pusat-pusat
pertumbuhan , dan prasarana
pendukung kegiatan ekonomi desa;
yang termuat pada RPJPD Kalimantan
Barat 2007-2027 (O1)
2. Adanya program peningkatan
keberdayaan ekonomi dan sosial
budaya masyarakat perbatasan dan
daerah tertinggal yang termuat pada
RPJMD Kalimantan Barat 2013 -2018
1. Daerah rawan konflik karena
merupakan daerah perbatasan (T1)
2. Adanya daya tarik yang besar
(kelengkapan infrastruktur dan
kemudahan aksesibilitas) dari Malaysia
yang membuat kemungkinan
masyarakat daerah perbatasan untuk
pindah dari wilayah Indonesia semakin
besar (T2)
36
(O2)
3. Adanya program pengembangan
prasarana dan sarana kawasan
perbatasan dan daerah tertinggal yang
termuat pada RPJMD Kalimantan Barat
2013 -2018 (O4)
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Dari matriks diatas diketahui bahwa terdapat lebih banyak weakness
dibandingkan dengan strength yang ada pada kawasan perencanaan, hal ini
menunjukkan masih banyaknya permasalahan yang perlu untuk diselesaikan
pada daerah-daerah tertinggal tersebut terlebih lagi daerah-daerah tersebut
terletak pada kawasan perbatasan sehingga seharusnya perlu mendapatkan
perhatian dan prioritas lebih karena penduduk di daerah tersebut jauh lebih
rawan berganti kewarganegaraan jika pemerintahannya tidak mampu mengelola
dan mengembangangkan daerah tersebut dengan baik.
Tabel 4. 2 Matriks hasil analisis SWOT Kabupaten Tertinggal di kawasan perbatasan Kalimantan Barat
Opportunity Threath
Strength 1. Pengembangan Kabupaten Sambas
dengan konsep agropolitan karena
menyesuaikan potensi perekonomian pada
sektor pertanian khususnya subsektor
tanaman pangan, perkebunan rakyat,
peternakan, perikanan, di Kabupaten
Sambas dengan didukung program
pengembangan ekonomi dan sosial serta
percepatan pembangunan sarana dan
prasarana penunjang (S1, O1, O2, O3)
2. Pengembangan Kabupaten Bengkayang
dengan konsep agropolitan karena
menyesuaikan potensi perekonomian pada
sektor pertanian khususnya subsektor
tanaman pangan, perkebunan rakyat,
1. Pengembangan daerah
perbatasan dengan pendekatan
community based development
untuk mencegah koflik (S1, S2,
S3, S4, T1)
2. Kebijakan percepatan
pembangunana infrastruktur (air
bersih, listrik dan jalan) untuk
menunjang percepatan
pembangunan ekonomi pada
daerah-daerah tertinggal
tersebut (S5, S6, S7, T2)
37
peternakan, perikanan, di Kabupaten
Bengkayang dengan didukung program
pengembangan ekonomi dan sosial serta
percepatan pembangunan sarana dan
prasarana penunjang dan bantuan (S2, O1,
O2, O3)
3. Pengembangan Kabupaten Sintang dengan
konsep agropolitan karena menyesuaikan
potensi perekonomian pada sektor
pertanian khususnya pada sub sektor
kehutanan, sektor perkebunan, tanaman
pangan, dan sektor perikanan air tawar
serta pengembangan sektor pertambangan
di Kabupaten Sintang dengan didukung
program pengembangan ekonomi dan
sosial serta percepatan pembangunan
sarana dan prasarana penunjang (S3, O1,
O2, O3)
4. Pengembangan Kabupaten Kapuas Hulu
dengan konsep agropolitan karena
menyesuaikan potensi perekonomian pada
sektor pertanian khususnya kehutanan,
sektor perkebunan, tanaman pangan di
Kabupaten Kapuas Hulu dengan didukung
program pengembangan ekonomi dan
sosial serta percepatan pembangunan
sarana dan prasarana penunjang (S4, O1,
O2, O3)
5. Kebijakan percepatan pembangunana
infrastruktur (air bersih, listrik dan jalan)
untuk menunjang percepatan pembangunan
ekonomi pada daerah-daerah tertinggal
tersebut (S5, S6, S7, O1, O3)
Weakness 1. Kebijakan percepatan pembangunan
infrastruktur (air bersih, listrik dan jalan)
1. Percepatan pembangunan
ekonomi berkeadilan bagi
38
untuk menunjang percepatan pembangunan
ekonomi pada daerah-daerah tertinggal
tersebut (W1, W5, W8, O1, O3)
2. Kebijakan percepatan pembangunan SDM
melalaui pelatihan dan pendidikan sehingga
SDM disana mampu mengelola SDA yang
ada dan mengembangkan perekonomian di
daerahnya (W7, W10. W11, O2)
3. Kebijakan percepatan pembangunan
ekonomi yang terintegrasi, dengan
peningkatan kerjasama antar stakeholder
terkait (masyarakat, pemerintah, swasta )
(W2, W3, W4, W9, W10, W12, O2)
4. Peningkatan peluang usaha dan
kesempatan kerja serta peningkatan
produktifitas kerja penduduk.(W10, O2)
penduduk daerah tertinggal
melalui pengembangan SDM
dan pengolahan SDA (W9,
W12, T1)
2. Percepatan pembangunan
infrastruktur untuk kemudahan
aksesibilitas menuju daerah
tertinggal di Kalimantan Barat
(W5, W7, W8,T2)
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Dari hasil analisis SWOT diatas dapat disimpulkan terdapat 4 hal yang
perlu diperhatikan untuk mengembangkan dan membangun kabupaten tertinggal
di perbatasan Kalimantan Barat – Malaysia yaitu, pembangunan sumber daya
manusia, pembangunan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan peluang
usaha. Kebijakan untuk percepatan pembangunan kabupaten tertinggal di
perbatasan Kalimantan Barat – Malaysia meliputi:
1. Kebijakan percepatan pembangunan SDM melalaui pelatihan dan
pendidikan sehingga SDM disana mampu mengelola SDA yang ada dan
mengembangkan perekonomian di daerahnya
2. Kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur (air bersih, listrik dan
jalan) untuk menunjang percepatan pembangunan ekonomi pada daerah-
daerah tertinggal tersebut dan memudahkan aksesibilitas menuju
kabupaten-kabupaten tersebut
3. Percepatan pembangunan ekonomi berkeadilan dan terintegrasi berbasis
agropolitan bagi penduduk daerah tertinggal melalui pengembangan SDM
39
dan pengolahan SDA dan peningkatan kerjasama antar stakeholder
terkait (masyarakat, pemerintah, swasta )
4. Peningkatan peluang usaha dan kesempatan kerja serta peningkatan
produktifitas kerja penduduk
4.3 Arahan PengembanganArahan pengembangan untuk wilayah tertinggal di perbatasan Kalimantan
Barat dengan Malaysia menyesuaikan dengan arahan kebijakan hasil analisis
SWOT yang sudah dilakukan. Pendekatan pengembangan wilayah tertinggal di
perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia ini dilakukan dalam dua arah,
yaitu security approach dan prosperity approach. Dua hal ini menyesuikan
dengan karakteristik wilayah tertinggal di perbatasan Kalimantan Barat dengan
Malaysia.
Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu stakeholder mana saja yang
terlibat dalam pembagunan wilayah tertinggal di perbatasan Kalimantan Barat
dengan Malaysia. Berikut ini adalah stakeholder yang terlibat dalam
pembangunan wilayah tertinggal di perbatasan Kalimantan Barat dengan
Malaysia.
Tabel 4. 3 Stakeholder dalam Pembanguanan Wilayah Tertinggal di Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat-Malaysia
Pengembangan Berbasis Security Approach Pengembangan Berbasis Prosperity Approach
1. Pemerintah Pusat (Khususnya Kemenhan dan
Kemensos)
1. Pemerintah Daerah
2. Badan Nasional Pengelola Perbatasan 2. Swasta
3. Tentara Nasional Indonesia 3. Pemerintah Pusat
4. Masyarakat Setempat 4. Masyarakat Setempat
Sumber: Hasil Analisis, 2016
40
Setelah mengetahui stakeholder yang terlibat, maka disusun startegi
untuk program perencanaan untuk pembagunan wilayah tertinggal di perbatasan
Kalimantan Barat dengan Malaysia. Program perencanaan ini akan dibagi dalam
dua perspektif, yaitu perspektif security approach dan prosperity approach.
Berikut ini adalah startegi dari program perencanaan pembagunan wilayah
tertinggal di perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia.
Startegi Pengembangan berbasis Security Approach
• Memugar pos perbatasan serta memaksimalkan kawasan sekitar pos
sebagai kawasan startegis keamanan dan ekonomi.
• Memaksimalkan pertahanan di wilayah perbatasan untuk menyiapkan
segala kemungkinan tidakan pertahanan.
Startegi Pengembangan berbasis Prosperity Approach
• Pelatihan Sumber Daya Manusia yang mampu membangun ekonomi
mandiri yang bersaing dengan negara tetangga.
• Pengolahan Sumber Daya Alam yang mengedepankan kelestarian
lingkungan pada sektor Pertanian
• Pengembangan Kawasan perbatasan dengan pendekatan Argopolitan.
• Membentuk Kelembagaan yang khusus mengelola wilayah perbatasan.
• Percepatan pembangunan infrastruktur esensial untuk masyarakat di
daerah perbatasan.
Berikut ini adalah program perencanaan pembagunan wilayah tertinggal
di perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia.
Tabel 4. 4 Program Perencanaan Pembanguanan Wilayah Tertinggal di Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat-Malaysia
No. Startegi Program Lokasi Pihak yang
Terlibat
Sumber Dana
Pendekatan Security Approach
41
No. Startegi Program Lokasi Pihak yang
Terlibat
Sumber Dana
1. Memugar pos
perbatasan serta
memaksimalkan
kawasan sekitar
pos sebagai
kawasan startegis
keamanan dan
ekonomi.
Perbaikan pos
perbatasan
Entikong,
Kalimantan Barat
serta pos
perbatasan
lainnya
Semua
daerah
tertinggal di
Kalimantan
Barat
Dirjen
Keimigrasian
Kementrian
Luar Negeri
Pemerintah
Pusat
Pemerintah
Provinsi
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
APBD
Provinsi
Membangun
pasar di dekat
pos perbatasan
Pemerintah
Daerah
Pemerintah
Provinsi
Kementrian
Desa, Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
APBD
Provinsi
2. Memaksimalkan
pertahanan di
wilayah
perbatasan untuk
menyiapkan
segala
kemungkinan
Membangun pos
militer di
perbatasan
Pemerintah
Pusat
TNI
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
42
No. Startegi Program Lokasi Pihak yang
Terlibat
Sumber Dana
tindakan
pertahanan.
Memaksimalkan
tenaga
pengamanan dari
masyrakat.
Pemerintah
Kabupaten
Masyarakat
setempat
APBD
Kabupaten
Dana
swadaya
Masyarakat
Pendekatan Propserity Approach
1. Pelatihan Sumber
Daya Manusia
yang mampu
membangun
ekonomi mandiri
yang bersaing
dengan negara
tetangga.
Pelatihan
kegiatan usaha
kecil menengah
berbasis kearifan
lokal.
Semua
daerah
tertinggal di
Kalimantan
Barat
Pemerintah
Daerah
Kementrian
Desa, Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
APBD
Provinsi
APBD
Daerah
Pembangunan
sekolah dari SD
hingga SMA di
seluruh wilayah
perbatasan.
Pemerintah
Daerah
Pemerintah
Provinsi
Kementrian
Pendidikan
Nasional
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
APBD
Provinsi
APBD
Daerah
43
No. Startegi Program Lokasi Pihak yang
Terlibat
Sumber Dana
2. Pengolahan
Sumber Daya
Alam yang
mengedepankan
kelestarian
lingkungan pada
sektor Pertanian
Penetapan
kawasan
pertanian kering
atau/dan
pertanian basah
(menyesuaikan
kondisi daerah)
Pemerintah
Daerah
Kementrian
Desa, Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
APBD
Provinsi
APBD
Daerah
Bantuan
pertanian berupa
insentif harga
pupuk dan
tanaman
pertanian
Pemerintah
Daerah
Kementrian
Desa, Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
APBD
Provinsi
APBD
Daerah
Sosialisasi
masyarakat akan
pentingnya
menjaga
kelestarian
lingkungan
Pemerintah
Daerah
Kementrian
Desa, Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
Kementrian
Hutan dan
Lingkungan
Hidup
Badan
Nasional
APBN
APBD
Provinsi
APBD
Daerah
44
No. Startegi Program Lokasi Pihak yang
Terlibat
Sumber Dana
Pengelola
Perbatasan
3. Pengembangan
Kawasan
perbatasan
dengan
pendekatan
Argopolitan
Membangun
pasar yang
menjual hasil
kegiatan ekonomi
masyarakat
perbatasan
Pemerintah
Daerah
Pemerintah
Provinsi
Kementrian
Desa, Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
APBD
Provinsi
APBD
Daerah
Swasta
Pengembangan
fasilitas
pengelolaan hasil
pertanian
masyarakat
perbatasan
Pemerintah
Daerah
Pemerintah
Provinsi
Kementrian
Desa, Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
APBD
Provinsi
APBD
Daerah
Swasta
4. Membentuk
Kelembagaan
yang khusus
mengelola wilayah
perbatasan.
Membentuk
Badan
kepemenrintahan
yang khusus
mengelola
kawasan
perbatasan di
Pemerintah
Daerah
Pemerintah
Provinsi
Badan
Nasional
Pengelola
APBN
APBD
Provinsi
APBD
Daerah
45
No. Startegi Program Lokasi Pihak yang
Terlibat
Sumber Dana
Kalimantan Barat Perbatasan
5. Percepatan
pembangunan
infrastruktur
esensial untuk
masyarakat di
daerah
perbatasan.
Peningkatan dan
Pembangunan
jalan yang merata
baik secara
kuantitas dan
kualitas di seluruh
wilayah
perbatasan
Kalimantan Barat
Pemerintah
Daerah
Pemerintah
Provinsi
Kementrian
Desa, Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
APBD
Provinsi
APBD
Daerah
Swasta
Pengembangan
Sarana dan
Prasarana
Esensial bagi
masayrakat
kawasan
perbatasan
(jaringan listrik,
sumur, fasilitas
pendidikan, dan
fasilitas
kesehatan)
Pemerintah
Daerah
Pemerintah
Provinsi
Kementrian
Desa, Daerah
Tertinggal
dan
Transmigrasi
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
APBN
APBD
Provinsi
APBD
Daerah
Swasta
Sumber: Hasil Analisis, 2016
46
BAB VPENUTUP
5.1 KesimpulanKesimpulan yang bisa dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
• Pengembangan Wilayah tertinggal di perbatasan pada dasarnya memiliki
pendekatan yang berbeda dengan pengembangan wilayah pada
umumnya.
• Pengembangan wilayah di perbatasan mengedepankan pendekatan dari
segi security dan prosperity.
• Pengembangan wilayah tertinggal di perbatasan memerlukan perhatian
dari semua stakeholder agar bisa terwujudnya kawasan perbatasan yang
maju dan madniri
5.2 SaranDalam melakukan perencanaan pembagunan wilayah tertinggal di
perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia, memerlukan perhatian khusus
dari semua stakeholder yang ada, dikarenakan wilayah perbatasan merupakan
etalase dari isi semua Indonesia. Diharapkan stakeholder terkait memberikan
perhatian khusus pada wilayah perbatasan agar bisa memiliki nilai tambah dan
emnjadi wilayah startegis nasional bagi Indonesia secara keseluruhan.
47
DAFTAR PUSTAKAAkil, Sjarifuddin. Tinjauan Teoritis dan Praktis Pengembangan Wilayah dan
Penataan Ruang di Indonesia. Kuliah Terbuka Program Magister KAPET:
Universitas Hasanuddin, Makassar. 2003.
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola
Perbatasan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2015 Tentang Rencana
Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara Di Kalimantan
Soegijoko. 1994. Percepatan Pembangunan Daerah Perbatasan. Pemaparan di
Depan Komisi Hankam DPA-RI, Jakarta. SAPPK-ITB.
Undang – Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
Rani, Faisyal dan Desriani. Strategi Pertahanan Wilayah Pulau Terluar Indonesia
Terhadap Malaysia (Kasus Pulau Jemur Di Provinsi Riau). Fakultas Ilmu sosial
Dan Ilmu Politik Universitas Riau, Pekanbaru.
Kurniadi, Dendy. 2009. Strategi Pengembangan Wilayah
Perbatasanantarnegara: Memacu Pertumbuhan Ekonomientikong Kabupaten
48
Sanggauprovinsi Kalimantan Barat. Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota.
Universitas Diponegoro, Semarang.
http://www.bappeda.kalbarprov.go.id/index.php/component/content/category/19-
perbatasan
http://sambas.go.id/profile-daerah/pemerintahan/kondisi-umum
http://terigassambas.blogspot.co.id/
http://www.sintang.go.id/file/f338cd341b2c8a3fbeb55b4a43b2532e.pdf
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/
kab.bengkayang/Bab%202%20Gambaran%20Umum%20Wilayah.pdf
49