120
KONSEP AJARAN AGAMA ISLAM DI DALAM KEPERCAYAAN SUNDA WIWITAN MASYARAKAT DESA KANEKES, KECAMATAN LEUWI DAMAR, LEBAK, BANTENOleh: Abdurrahman NIM. 109015000028 JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

konsep ajaran agama islam di dalam kepercayaan sunda

Embed Size (px)

Citation preview

“KONSEP AJARAN AGAMA ISLAM DI DALAM

KEPERCAYAAN SUNDA WIWITAN MASYARAKAT DESA

KANEKES, KECAMATAN LEUWI DAMAR, LEBAK, BANTEN”

Oleh:

Abdurrahman

NIM. 109015000028

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

i

ABSTRAK

Abdurrahman, Konsep Ajaran Agama Islam di Dalam Kepercayaan

Sunda Wiwitan Masyarakat Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar,

Lebak, Banten, Skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi-Antropologi,

Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kanekes merupakan sebuah desa yang termasuk dalam wilayah administrasi

Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten. Sampai saat ini di Desa Kanekes

tinggal dan menetap sebuah kelompok masyarakat adat yang hidup dengan

kearifan lokal yang sangat kuat, kelompok masyarakat ini dikenal dengan nama

Suku Baduy. Masyarakat Suku Baduy merupakan masyarakat adat yang meyakini

aliran kepercayaan lokal mereka yang dikenal dengan nama Sunda Wiwitan.

Sebagai sebuah sistem religi, Sunda Wiwitan memiliki unsur-unsur yang

diharuskan ada pada setiap sistem religi, yaitu emosi keagamaan, sistem

kepercayaan, sistem upacara keagamaan, dan kelompok keagamaan. Berdasarkan

berbagai sumber informasi dan sejarah dikatakan bahwa Sunda Wiwitan sangat

memiliki hubungan dengan agama Islam. Hal ini diakui pula oleh masyarakat

Suku Baduy sebagai penganut Sunda Wiwitan itu sendiri, bahwa memang Sunda

Wiwitan dan Islam memiliki hubungan sejarah. Menurut mereka Sunda Wiwitan

dan Islam diciptakan oleh tuhan yang sama, namun pada zaman nabi yang

berbeda. Jika Islam merupakan ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW,

maka Sunda Wiwitan diyakini sebagai ajaran yang dibawa oleh nabi Adam AS

yang merupakan nenek moyang manusia yang diciptakan jauh sebelum nabi

Muhammad SAW lahir.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Teknik pengumpulan datanya antara lain, wawancara, observasi, dan

dokumentasi. Kemudian teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa antara Sunda Wiwitan dan Islam

memiliki beberapa kesamaan pada unsur-unsur sistem religi yang ada di antara

keduanya. Beberapa kesamaan di antara keduanya ada di dalam emosi

keagamaannya, sistem kepercayaannya, dan sistem upacara keagamaannya.

Kecuali di dalam kelompok keagamaan yang tidak ada kesamaan di antara Sunda

Wiwitan dan Islam.

Kata kunci : Sunda Wiwitan, Islam, Suku Baduy, Desa Kanekes.

ii

ABSTRACT

Abdurrahman, The Concept of The Teachings of The Islamic Religion

In The Belief of Sunda Wiwitan Kanekes Village Community, District of

Leuwi Damar, Lebak, Banten, Thesis of Sociology-Anthropology Education,

Department of Social Sciences, The Faculty of Tarbiyah and Teacher

Training, The Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Baduy is a village in the administrative District of Leuwi Damar, Lebak,

Banten. Until recently in the village of Baduy live and settle a group of

indigenous people who live with a very strong local wisdom, this community

group known as the Baduy. Baduy community are indigenous people who are

convinced of their local trust flow known as the Sunda Wiwitan. As a religious

system, Sunda Wiwitan has elements that are required in every religious system,

namely religious emotion, belief system, systems of religious ceremonies, and

religious groups. Based on various sources of information and the history it says

that Sunda Wiwitan very close ties with the Islamic religion. It is also recognized

by the public as Baduy Sunda Wiwitan itself, that indeed Sunda Wiwitan and

Islam have a historical connection. According to their Islamic and Sunda Wiwitan

was created by the same God, but at the time of the Prophet and different. If Islam

is the teachings brought by Prophet Muhammad, then believed to be Sunda

Wiwitan teachings brought by Prophet Adam who is ancestor of human beings

that were created long before the Prophet Muhammad was born.

The methods used in this research is descriptive qualitative. Among other

data gathering techniques, interview, observation, and documentation. Later data

analysis techniques used in this research is the reduction of the data, the

presentation of the data, and draw conclusions.

From the result of the study found that between the Sunda Wiwitan and

Islam have some common ground on elements of existing religious system in

between. Some of the similarities between the two are in their religious belief

systems, emotions, its religious rited and system. Except in religious groups that

have nothing in common between the Sunda Wiwitan and Islam.

Keywords : Sunda Wiwitan, Islam, Baduy, Kanekes Village.

iii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas

limpahan nikmat dan karunia-Nya, proses penulisan skripsi yang berjudul

“Konsep Ajaran Agama Islam Di Dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan Masyarakat

Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten” ini bisa selesai.

Shalawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan untuk Baginda Nabi Besar

Muhammad SAW, atas jasa besarnya yang telah membimbing kita dari zaman

gelap gulita menuju zaman yang terang benderang.

Penyelesaian skripsi ini tentu tidak akan pernah tercapai tanpa adanya

bimbingan, bantuan, serta dorongan dari berbagai pihak yang dengan senang hati

memberi hal-hal positif dalam proses penulisan ini. Tidak ada kata lain yang

pantas diucapkan, selain terima kasih kepada semua pihak atas bimbingan,

bantuan, serta dorongannya. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Nurlena Rifa’I MA. Ph. D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Iwan Purwanto, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima

kasih atas bimbingan, pengarahan, serta motivasinya kepada penulis selama

masa perkuliahan, jasamu abadi.

4. Drs. H. Syaripulloh, M. Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih

atas segala saran dan kritik yang membangun, serta segala solusi yang

diberikan kepada penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini, jasamu

abadi.

iv

5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPS, yang telah dengan sabar dan ikhlas

memberikan begitu banyak pengetahuan, sehingga bertambah pula

pemahaman penulis selama masa perkuliahan.

6. Masyarakat Suku baduy (Bapak Sawardi dan keluarga, Bapak Alim, Bapak

Jastrib, Bapak Marjuk, Bapak Asmin, dan Bapak Dainah). Terima kasih atas

keterbukaannya menerima penulis untuk sebentar masuk dalam kehidupan

kalian yang “tertutup”, atas keramahan yang walaupun terlihat kaku, justru

menjadi keunikan tersendiri bagi penulis selama beberapa waktu mencoba

ikut menjadi salah satu bagian masyarakat Suku Baduy, dan atas

pengetahuan tentang alam dan lingkungan yang menunjukkan kemajuan

pemikiran dengan balutan kearifan lokal yang sangat terasa kental, tidak

akan berubah kekaguman dan semakin bertambah kecintaan penulis kepada

kalian.

7. Kedua orang tua tercinta (Asmawi dan Suhaenah). Beribu bahkan berjuta

kali mengucapkan terima kasih pun tidak bisa mengganti begitu banyak

pengorbanan yang telah dan sedang dilakukan demi melihat anak-anaknya

kelak menjadi manusia-manusia yang berguna. Abi dan Umi, terima kasih

atas limpahan kasih sayang, ribuan do’a, dukungan moril dan materil, serta

banyaknya nasihat kepada penulis yang terkadang justru tidak didengar,

mohon maaf atas segala khilaf anak kalian yang belum bisa mewujudkan

semua harapan kalian.

8. Adik-adik tersayang (Nurazizah dan Neneng Syukria Fatimah). Terima

kasih atas suasana yang diberikan, sehingga emosi sebagai keluarga bisa

terus terjaga dan semoga akan selalu terjaga, aamiin.

9. Kawan-kawan Empat Sembilan Siswa Pecinta Alam (ESSISPAL). Terima

kasih atas pengalaman masa SMA yang sangat luar biasa, di ESSISPAL

penulis mulai menemukan karakter serta membangun pondasi menjadi

pribadi, jasamu abadi.

10. Kawan-kawan angkatan 23 ESSISPAL (Cipta, Gigin, Arif). Terima kasih

atas pertemanan, pengorbanan, kerja sama, dan kekompakan yang pernah

ada, kalian guru-guru terbaik bagi penulis, jasamu abadi.

v

11. Kawan-kawan Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan

Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Batutah (KMPLHK RANITA). Terima

kasih atas soft skill yang telah banyak diberikan sehingga kemampuan

penulis semakin terasah, atas pengalaman yang serba pertama penulis

rasakan (terjun ke bencana, terjun ke operasi SAR, keliling pulau di

Indonesia), maaf atas segala kekurangan yang penulis berikan karena tidak

maksimalnya penulis dalam menjalankan tugas, jasamu abadi.

12. Kawan-kawan angkatan 22 KMPLHK RANITA (Karpes, Bogang, Takare,

Bloso, Genjer, Tarim, Bronto, Glutak, Langu, Dojeng, Toyog, Pilang, Boles,

Layor, Blana, Potasa, Siyem, Waren). Terima kasih atas pertemanan,

pengorbanan, kerja sama, dan kekompakan yang pernah ada, kalian guru-

guru terbaik penulis, jasamu abadi.

13. Kawan-kawan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Angga, Didik, Irul,

Ridwan, Mahbub, Yuli, Tenjo, Fahri, Asep, Gilang, Umam, Bang Uceng,

Bang Qori, Bang Dziki, Bang Gunawan, Bang Yusri, bang Muhammad,

Bang Irpan, dan kawan-kawan lain). Terima kasih atas wawasan

kebangsaan, pengetahuan tentang ideologi, serta pengetahuan tentang politik

yang tidak akan pernah penulis dapatkan di bangku perkuliahan, jasamu

abadi.

14. Angga, Iqbal, dan Umar. Terima kasih atas waktu yang telah direlakan

untuk mendampingi penulis menjelajahi keeksotisan Suku Baduy yang luar

biasa, jasamu abadi.

15. Kawan-kawan penulis (Yusuf, Mubin, Feri, Iqbal, Didik, Fahri, Furqon,

Bayu, Imam, Akbar, Wahyu Dj, Aisyah, Lita, Aini, Desi, Indah, Ella, dan

kawan-kawan lain). Terima kasih atas saran dan kritik membangun yang

selalu menjadi pecut penyemangat penulis.

16. Semua kawan-kawan seperjuangan jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial Konsentrasi Sosiologi-Antropologi kelas C, serta semua pihak yang

tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu namun tidak mengurangi rasa

terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan.

vi

Akhir kata, penulis harus meminta maaf sebesar-besarnya atas segala

kekurangan dan ketidaksempurnaan yang pasti ada dalam skripsi ini. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dengan harapan

akan selalu ada perbaikan di dalam tulisan-tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini

bisa lebih bermanfaat tentu khususnya bagi penulis dan semoga umumnya bagi

pembaca sekalian sebagai koleksi tambahan dalam khazanah ilmu pengetahuan di

Indonesia bahkan dunia.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Jakarta, 1 Desember 2014

Penulis

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

ABSTRAK ..................................................................................................... i

ABSTRACT ................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian ..................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah.............................................................................. 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah ................................................................................... 6

2. Rumusan Masalah ................................................................................. 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6

2. Manfaat Penelitian ................................................................................ 7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kebudayaan

1. Pengertian Kebudayaan ........................................................................ 8

2. Wujud Kebudayaan .............................................................................. 9

3. Unsur Kebudayaan Universal ............................................................. 11

4. Akulturasi dan Asimilasi .................................................................... 13

5. Konsep Kebudayaan ........................................................................... 15

a. Kenisbian Kebudayaan .............................................................. 15

b. Etnosentrisme ............................................................................ 17

c. Kebudayaan Selalu Berubah ..................................................... 18

B. Agama (Religi)

1. Pengertian Agama ............................................................................... 19

2. Beberapa Asal Mula Religi ................................................................. 21

viii

3. Unsur-Unsur Dasar Religi .................................................................. 27

C. Islam

1. Pengertian Islam ................................................................................. 30

2. Rukun-Rukun Agama Islam ............................................................... 31

a. Rukun Islam .............................................................................. 31

b. Rukun Iman ............................................................................... 33

c. Rukun Ihsan............................................................................... 35

D. Penelitian yang Relevan ..................................................................... 36

E. Kerangka Berpikir .............................................................................. 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 42

B. Latar Penelitian ................................................................................... 42

C. Metode Penelitian ............................................................................... 43

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data .............................................................................. 43

a. Observasi ................................................................................... 44

b. Wawancara ................................................................................ 44

c. Dokumentasi.............................................................................. 45

2. Pengolahan Data ................................................................................. 45

a. Reduksi Data ............................................................................. 45

b. Penyajian Data........................................................................... 46

c. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi ............................................. 46

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................................. 46

BAB IV PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik dan Sosial Daerah Penelitian

1. Letak dan Luas Daerah Penelitian ...................................................... 49

2. Batas Wilayah Administratif .............................................................. 49

3. Batas Alam.......................................................................................... 50

4. Kondisi Demografi ............................................................................. 50

B. Sunda Wiwitan.................................................................................... 51

1. Emosi Keagamaan .............................................................................. 53

ix

2. Sistem Kepercayaan............................................................................ 54

3. Sistem Upacara Keagamaan ............................................................... 57

a. Kawalu ...................................................................................... 57

b. Ngalaksa .................................................................................... 58

c. Seba ........................................................................................... 59

d. Pernikahan ................................................................................. 59

e. Khitan ........................................................................................ 60

f. Mengurus Jenazah ..................................................................... 61

4. Kelompok Keagamaan........................................................................ 62

a. Orang Baduy Dalam .................................................................. 63

b. Orang Baduy Luar ..................................................................... 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 66

B. Saran ................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 69

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Populasi Desa Kanekes, 1888 – 2009 ....................................... 50

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi

Lampiran 2 Pedoman Observasi Lapangan

Lampiran 3 Hasil Observasi Lapangan

Lampiran 4 Pedoman Wawancara

Lampiran 5 Hasil Wawancara

Lampiran 6 Peraturan Desa Kanekes Tentang Saba Budaya dan Perlindungan

Masyarakat Adat Tatar Kanekes (Baduy)

Lampiran 8 Surat Izin Saba Budaya Baduy

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Berdasarkan sudut pandang kebahasaan – bahasa Indonesia pada

umumnya – “agama” dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa

sansekerta yang artinya tidak kacau, agama diambil dari dua akar suku kata

yaitu a yang berarti “tidak” dan gama yang berarti “kacau”1. Agama

dipercaya sebagai seperangkat pedoman yang mengatur segala bentuk

perilaku manusia di dalam segala aspek kehidupannya, agar tidak terjadi

kekacauan seperti yang telah dijelaskan di awal.

Jika ditinjau dari definisinya, maka keberadaan agama menjadi salah

satu unsur vital bagi kehidupan manusia. Pada hakikatnya setiap manusia

memiliki agama yang dijadikan pedoman bagi kehidupannya, yang di dalam

Antropologi disebut dengan sistem religi. Dari penjelasan di atas maka

dapat dikatakan bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang tidak memiliki

agama.

Nurcholis Madjid di dalam salah satu tulisannya menjelaskan tentang

Ateisme yang oleh sebagian besar masyarakat dipahami sebagai paham yang

tidak beragama, beliau memahami Ateisme tidak demikian. Ateisme oleh

Nurcholis Madjid dipahami hanya sebatas sebuah paham yang menolak

konsep tuhan menurut agama formal, namun Ateisme di dalam

pemahamannya juga merupakan sebuah agama dengan konsep Politeisme.

Apakah manusia bisa menjadi ateis, tidak percaya sama sekali

akan adanya yang Mahakuasa? Pertanyaan yang barangkali terasa

berlebihan, karena kita telah terbiasa berpikir bahwa Ateisme terdapat

di banyak sekali kalangan manusia, khususnya kalangan kaum

komunis. Bagi kita, kaum komunis adalah dengan sendirinya ateis, tak

ayal lagi.

Tapi cobalah kita renungkan fakta ini: Di pinggiran kota

Pyongyang, Korea Utara, di atas sebuah bukit, berdiri tegak patung

1 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 13

2

patung raksasa Kim Il Sung. Patung itu dibuat begitu rupa, sehingga

seolah-olah tangan Kim hendak menggapai langit, atau bersikap

seperti mau “memberkati” ibu kota Korea Utara. Salah satu

pemandangan harian ialah rombongan demi rombongan anak-anak

sekolah Korea Utara datang “menziarahi” patung itu, kemudian secara

bersama membaca dengan “khyusuk” kalimat-kalimat pujian kepada

Kim Il Sung. Bahkan konon, di negeri yang agaknya produksi

pangannya kurang menggembirakan itu, patung Kim dengan

tangannya yang menjarah langit itu, dipercayai mampu mengubah

pelangi menjadi beras!

Gejala apakah semua itu? Tidak lain ialah gejala keagamaan.

Atau, dalam ungkapan yang lebih meliputi, gejala pemujaan

(devotion). Anak-anak Korea Utara itu sebenarnya memuja pemimpin

mereka, Kim Il Sung. Tetapi gejala itu tidak hanya monopoli anakn-

anak kecil yang tidak berdosa. Patung Kim ada dimana-mana, begitu

pula poster-poster yang memampangkan potret pemimpin besar itu

mendominasi pemandangan Korea Utara bahkan konon pegawai pos

di sana tidak berani mencap perangko yang menggambarkan Kim,

seperti ketakutan kualat.

Dan gejala pemujaan pemimpin, tidak hanya khas Korea Utara,

pemandangan harian di lapangan Merah Moskow, Uni Soviet (dulu,

era Komunisme, BMR), misalnya, ialah deretan panjang orang antre

untuk berziarah ke mausoleum Lenin, dengan sikap yang jelas-jelas

bersifat “devotional” seakan meminta berkah kepada sang pemimpin

yang jenazahnya terbaring di balik kaca tebal itu. Stalin pernah

diperlakukan seperti tuhan, demikian pula Mao Ze Dong (Mao Tse

Tung) di RRC, dan seterusnya, dan sebagainya.

Melihat itu semua, kesimpulan yang boleh dikatakan pasti ialah

bahwa orang-orang komunis itu ternyata tidak berhasil menjadi benar-

benar ateis. Kalau ateis tidak memeluk agama formal yang ada seperti

Yahudi, Kristen, Islam, Buddhisme, Konfusianisme, dan lain-lain,

maka barangkali memang benar orang-orang komunis itu ateis. Tapi

kalau ateis berarti bebas dari segala bentuk pemujaan, maka orang-

orang komunis adalah kelompok pemuja yang paling fanatic dan tidak

rasional. Mereka memang tidak akan mengakui bahwa mereka

memandang para pemimpin mereka sebagai “tuhan-tuhan”. Tapi sikap

mereka jelas menunjukkan hal itu. Sebenarnya mereka telah

terjerembab ke dalam lembah Politeisme yang justru sangat

membelenggu dan merampas kebebasan mereka2.

Di dalam tulisan Nurcholis Madjid di atas sangat jelas

menggambarkan kehidupan keagamaan oleh kelompok-kelompok yang

2 Budhy Munawar-Rahman, Islam dan Pluralisme Nurcholis Madjid, (Jakarta: Pusat Studi Islam

dan Kenegaraan Universitas Paramadina, 2007), hal. 103

3

menyatakan diri sebagai penganut Ateisme. Manusia yang menyatakan

dirinya tidak beragama pun tanpa disadari telah melaksanakan ritual-ritual

“keagamaan”, maka tidak dapat dipungkiri bahwa agama memang pasti

dimiliki oleh setiap manusia disadari atau tidak disadari dan diakui atau

tidak diakui.

Antropologi menyebut agama sebagai sebuah sistem religi.

Antropologi merupakan ilmu pengetahuan yang juga memandang sistem

religi sebagai sesuatu yang pasti dimiliki oleh setiap manusia, di dalamnya

sistem religi termasuk salah satu unsur dari kebudayaan.

Di dalam Antropologi, sistem religi adalah salah satu dari tujuh unsur

kebudayaan universal, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial,

sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup,

kesenian, dan sistem religi itu sendiri3. Unsur kebudayaan universal adalah

unsur yang pasti ada di seluruh kebudayaan di dunia, mulai dari kebudayaan

yang sangat sederhana sampai dengan kebudayaan yang sangat rumit sekali

pun pasti memiliki tujuh unsur kebudayaan universal tersebut4. Itu berarti

sistem religi pasti ada di setiap kebudayaan yang ada di dunia, dan juga ada

dan tidak terlepas dari kebudayaan-kebudayaan yang tersebar di Indonesia

sebagai salah satu bagian dari kebudayaan yang ada di dunia.

Namun, sistem religi yang ada di Indonesia bukan hanya ada satu,

dua, atau tiga saja. Indonesia memiliki ratusan kelompok suku, dan

kelompok-kelompok suku yang tersebar di seluruh bumi nusantara memiliki

sistem religinya masing-masing yang telah dimiliki selama turun-temurun

jauh sebelum Indonesia merdeka bahkan lebih jauh lagi sebelum itu. Pada

zaman terdahulu sistem religi yang dipercaya dianut oleh nenek moyang

orang-orang Indonesia adalah Animisme (aliran kepercayaan dan

penyembahan terhadap roh-roh nenek moyang) dan Dinamisme (aliran

kepercayaan dan penyembahan terhadap benda-benda yang dianggap

3 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: PT Gramedia, 1990),

hal. 2 4 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi 2009, (Jakarta: Rineka Cipta,

2009), hal. 165

4

mempunyai kekuatan supranatural) yang sangat tidak asing didengar sampai

saat ini. Animisme dan Dinamisme adalah sebuah generalisasi bagi sistem

religi nenek moyang Indonesia pada zaman terdahulu, akan tetapi sub unsur-

unsur dari religi yang ada pada setiap kebudayaan di Indonesia tentu saja

berbeda dan memiliki ciri khas masing-masing pada setiap kelompoknya.

Seiring perjalanan waktu berbagai sistem religi asing datang dari luar

dan masuk ke Indonesia yang dimulai sejak zaman masehi, kemudian

melahirkan interaksi-interaksi antara sistem religi asing dengan sistem religi

lokal yang pada akhirnya melahirkan asimilasi dan atau akulturasi antara

keduanya. Sistem religi seperti Hindu dan Buddha yang berasal dari India,

Islam yang berasal dari Arab, dan Kristen yang dibawa oleh para Missionary

secara bertahap masuk ke Indonesia dan mulai menyebarkan paham

keagamaannya dari abad kedua sampai pada zaman penjajahan kolonial

Belanda dengan caranya masing-masing5. ada yang menyebarkan ajaran

agamanya dengan cara halus dan penuh toleransi kepada masyarakat lokal

Indonesia, dan ada pula yang menyebarkan ajaran agamanya dengan cara

kasar dan memaksa kepada masyarakat lokal Indonesia.

Sistem religi nenek moyang yaitu Animisme dan Dinamisme secara

bertahap mulai berinteraksi dengan sistem-sistem religi asing yang datang

dari luar. Interaksi sistem religi lokal dengan sistem religi asing melahirkan

proses asimilasi dan atau akulturasi budaya di Indonesia. Asimilasi dan atau

akulturasi antara sistem religi lokal dengan sistem religi asing yang terjadi

akhirnya melahirkan sistem-sistem religi baru di Indonesia. Banyak sistem

religi kelompok-kelompok suku di Indonesia yang saat ini ada merupakan

hasil dari asimilasi dan atau akulturasi budaya antara budaya lokal dengan

budaya asing yang berhubungan dengan sistem religi. Salah satu contoh

terjadinya proses interaksi antara sistem religi lokal dengan sistem religi

asing saat ini ada pada kelompok suku masyarakat di Desa Kanekes,

5 H. Arif HM dan Saeful Bahri (ed.), Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia (2), (Jakarta:

Balai Peneliti dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009), hal. 7

5

Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten yang merupakan hasil akulturasi

budaya.

Masyarakat di Desa Kanekes adalah salah satu contoh kelompok

masyarakat yang memiliki kebudayaan hasil dari akulturasi budaya lokal

dengan budaya asing, masyarakat di desa ini akrab dikenal dengan sebutan

Suku Baduy. Dalam tulisannya, Djajadiningrat menjelaskan bahwa Suku

Baduy pada dasarnya adalah masyarakat penganut kepercayaan Animisme,

namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, kepercayaan

Animisme mereka sedikit banyak dipengaruhi oleh agama Hindu dan juga

Islam6. Masyarakat Suku Baduy menyebut agama atau kepercayaan mereka

tersebut dengan nama “Sunda Wiwitan”.

Suku Baduy dikenal karena komitmen dan kemampuannya menjaga,

melestarikan, serta menjunjung tinggi tradisi yang diwariskan dari para

pendahulunya sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

salah satu tradisi yang masih dipegang teguh sebagai pedoman hidup adalah

kepercayaan Sunda Wiwitan yang telah dijelaskan sebelumnya, proses

interaksi antara sistem religi Islam dan sistem religi lokal Sunda Wiwitan

merupakan fenomena sosial yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.

Dengan latar belakang tersebut penulis bermaksud mengadakan

penelitian yang berjudul “Konsep ajaran agama Islam di dalam

kepercayaan Sunda Wiwitan masyarakat Desa Kanekes, Kecamatan

Leuwi Damar, Lebak, Banten”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

a. Adanya proses interaksi antara budaya lokal dengan budaya asing

yang masuk ke Indonesia.

6 Toto Sucipto, Julianus Limbeng, Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy di Desa Kanekes

Provinsi Banten, (Departemen Kebudayaan dan pariwisata Direktorat Jendral Nilai Budaya Seni

dan Film Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2007), hal. 58

6

b. Proses interaksi yang terjadi melahirkan akulturasi dan atau asimilasi

yang melahirkan sebuah kebudayaan baru terutama dalam agama atau

sistem religi di Indonesia.

c. Salah satu proses akulturasi terjadi pada masyarakat Desa Kanekes

antara agama Islam dan agama Hindu dengan animisme yang dianut

masyarakat lokal di sana.

d. Kepercayaan yang dianut masyarakat Desa Kanekes bernama Sunda

Wiwitan.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah

a. Pelaksanaan penelitian kepercayaan Sunda Wiwitan difokuskan pada

masyarakat Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi

Damar, Lebak, Banten.

b. Permasalahan terbatas pada akulturasi yang terjadi antara kepercayaan

Islam dengan kepercayaan Animisme yang ada pada masyarakat

Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak,

Banten.

2. Rumusan Masalah

Bagaimana konsep ajaran agama Islam di dalam kepercayaan Sunda

Wiwitan masyarakat Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak,

Banten?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep ajaran agama

Islam di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan.

7

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Sebagai sumbangan pemikiran tambahan bagi perkembangan

ilmu pengetahuan, terutama bagi perkembangan Sosiologi dan

Antropologi, khususnya kajian mengenai sistem religi.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Penulis:

Sebagai media pembelajaran bagi penulis dalam

melakukan kegiatan-kegiatan penelitian berikutnya, serta

sebagai media penguatan pemahaman baik dalam tataran teori

dan tataran implementasi di kehidupan.

4. Bagi Pemerintah:

Sebagai referensi tambahan untuk membuat kebijakan-

kebijakan yang berkaitan dengan pembahasan pada penelitian

kali ini.

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kebudayaan

1. Pengertian Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat, kata “kebudayaan” berasal dari kata

sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”

atau “akal”, dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang

bersangkutan dengan akal”1. Maksudnya adalah bahwa segala hal yang

berasal dari proses berpikir (akal) manusia merupakan bagian dari

kebudayaan, proses berpikir manusia bisa diartikan dengan proses belajar,

jadi hal apapun yang diperoleh manusia dari proses belajar itu adalah

merupakan sebuah kebudayaan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh ilmu

Antropologi, ilmu Antropologi mendefinisikan kebudayaan dengan

“keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan

belajar”2.

Banyak masyarakat umum memahami kebudayaan dengan

pemahaman yang sempit. Masyarakat umumnya memahami kebudayaan

hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan keindahan, dan

warisan zaman terdahulu saja, seperti: seni tari, seni rupa, warisan

bangunan-bangunan bersejarah seperti candi-candi, masjid-masjid kuno,

situs-situs purbakala, dan lain sebagainya. Padahal kebudayaan lebih luas

pemahamannya daripada hal-hal tersebut, ilmu Antropologi dan

Koentjaraningrat telah menjelaskan mengenai apa itu kebudayaan. Pada

dasarnya pemahaman umum yang berkembang di masyarakat mengenai

kebudayaan itu benar, hal-hal yang tadi disebutkan memang merupakan

bagian dari kebudayaan, tetapi kebudayaan bukan hanya itu, yang dimaksud

1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1980), hal. 195

2 Ibid., hal. 193

9

kebudayaan adalah segala hal dari sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya

manusia yang diperoleh dengan proses belajar.

Hampir seluruh tindakan yang dilakukan manusia diperoleh dengan

proses belajar baik formal maupun non-formal sejak manusia dilahirkan,

hanya tindakan refleks yang merupakan naluri manusia yang didapat tanpa

belajar, bahkan sifat alami yang dibawa manusia sejak lahir pun dirubah

menjadi sebuah tindakan yang harus dilakukan dengan proses belajar,

seperti cara makan dan minum yang bisa dilakukan tanpa belajar

dimodifikasi oleh manusia menjadi makan dan minum dengan cara-cara

yang rumit, begitupun dengan berjalan dimodifikasi oleh manusia dengan

berbagai macam gaya, dan sifat alami lainnya yang pada dasarnya bisa

dilakukan oleh manusia tanpa belajar sekalipun.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

pengertian kebudayaan yang menjadi pemahaman umum di masyarakat

merupakan salah satu bagian dari pengertian kebudayaan yang sebenarnya,

karena kebudayaan mempunyai pengertian yang lebih luas dibanding yang

dipahami masyarakat pada umumnya. Segala sistem gagasan (ide), tindakan

(perilaku), dan hasil karya manusia yang diperoleh dari proses belajar lah

yang merupakan pengertian kebudayaan secara menyeluruh.

2. Wujud Kebudayaan

Talcot Parsons dan A. L. Kroeber pernah membedakan secara tajam

wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari

wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan dan aktifitas manusia yang

berpola. Berdasarkan hal tersebut Koentjaraningrat membagi kebudayaan

menjadi tiga wujud, yaitu:

a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,

nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.

b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan

berpola dari manusia dalam masyarakat.

10

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia3.

Wujud pertama adalah wujud abstrak dari kebudayaan, karena wujud

ini tidak bisa dilihat atau diraba oleh panca indera, ide atau gagasan adalah

sebuah benda abstrak yang hanya ada di pikiran manusia. Ide atau gagasan

merupakan cikal bakal atau proses awal terlahirnya kebudayaan,

kebudayaan terlahir dari ide atau gagasan yang tercipta dan disepakati

bersama di dalam sebuah masyarakat, ide atau gagasan yang tercipta

merupakan hasil dari proses adaptasi dan belajar dari lingkungan dimana

masyarakat tersebut tinggal. Tahap selanjutnya ketika ide atau gagasan

tersebut telah disepakati bersama maka hal tersebut akan menjadi semacam

sistem sosial yang akan dipegang oleh masyarakat dalam menjalani

kehidupannya sehari-hari.

Wujud kedua kebudayaan merupakan tindak lanjut dari wujud

pertamanya. Ide atau gagasan yang telah disepakat bersama dijadikan

sebuah sistem sosial yang akan mengatur segala tindakan seluruh anggota

masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya. Maka wujud kedua dari

kebudayaan adalah segala tindakan dengan pola teratur seluruh anggota

masyarakat yang telah diatur di dalam sebuah sistem sosial yang terlahir

dari ide atau gagasan yang telah disepakati oleh mereka sendiri. Berbeda

dengan wujud pertama, pola tindakan manusia adalah sebuah hal yang bisa

ditangkap oleh panca indera manusia dan bukan merupakan suatu hal yang

bersifat abstrak.

Wujud ketiga dari kebudayaan adalah benda-benda hasil dari tindakan

atau aktifitas masyarakat yang berjalan sehari-harinya. Wujud ketiga dari

kebudayaan adalah hal berbentuk benda-benda konkret yang diciptakan oleh

masyarakat, seperti: komputer, pensil, kertas, baju, celana, lemari, gitar,

masjid, gereja, dan masih banyak lagi benda-benda yang telah diciptakan

oleh masyarakat yang dibuat untuk membantunya menjalani aktifitas sehari-

hari.

3 Ibid., hal. 200

11

Ketiga wujud kebudayaan tersebut adalah tiga bentuk yang pada

dasarnya saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Ide atau gagasan

pikiran yang lahir dan disepakati oleh masyarakat selanjutnya akan menjadi

sebuah pegangan hidup yang akan dan harus ditaati oleh masyarakat itu

sendiri, segala tindakan atau perilaku anggota masyarakat telah diatur dan

ditentukan di dalam sistem sosial mereka yang berasal dari ide atau gagasan

yang mereka ciptakan sendiri, selanjutnya segala tindakan atau aktifitas

masyarakat yang ada tentu saja akan melahirkan berbagai macam benda-

benda yang dibuat untuk menunjang segala tindakan atau aktifitas mereka,

atau hanya sekedar hasil yang telah diciptakan dari tindakan atau aktifitas

tersebut. Kemudian benda-benda yang telah tercipta seiring dengan

perjalanan waktu nantinya akan mempengaruhi cara berpikir dari anggota

masyarakat yang hidup di sekitarnya.

3. Unsur-Unsur Kebudayaan Universal

Dunia ini dihuni oleh milyaran manusia yang setiap pribadinya hidup

di dalam kelompok-kelompok masyarakat yang berbudaya, mungkin ada

ribuan atau bahkan lebih kebudayaan yang ada di dunia mulai dari

kebudayaan yang sederhana sampai dengan kebudayaan yang kompleks.

Setiap kebudayaan yang ada di dunia pasti memiliki unsur-unsur budayanya

masing-masing yang terintegrasi menjadi kebudayaan tersebut, banyak atau

sedikit unsur budaya tergantung dari sederhana atau kompleks

kebudayaannya. Tetapi dari banyaknya unsur yang ada pada kebudayaan-

kebudayaan di dunia, dapat ditarik menjadi kelompok-kelompok besar

unsur-unsur kebudayaan yang bersifat menyeluruh atau universal.

Di dalam bukunya “Pengantar Ilmu Antropologi” Koentjaraningrat

membagi unsur-unsur kebudayaan secara universal menjadi tujuh butir.

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maksud dari unsur

kebudayaan universal adalah bahwa dari sekian banyak kebudayaan di

dunia dengan berbagai macam unsur budayanya dapat diklasifikasikan

menjadi tujuh unsur besar, tujuh unsur ini adalah unsur-unsur yang pasti ada

12

di setiap kebudayaan yang ada di dunia, baik kebudayaan yang sangat

sederhana sampai dengan kebudayaan yang sangat kompleks.

Koentjaraningrat berpendapat bahwa tujuh unsur kebudayaan

universal tersebut, yaitu:

a. Sistem Religi

b. Organisasi Sosial

c. Sistem Pengetahuan

d. Bahasa

e. Kesenian

f. Sistem Mata Pencaharian Hidup

g. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi4

Ketujuh unsur inilah yang dianggap secara umum ada menyeluruh di

setiap kebudayaan di dunia. Di dalam tataran implementasi, unsur-unsur ini

kemudian menjelma ke dalam wujud-wujud kebudayaan di masyarakat,

menjelma ke dalam ide-ide dan gagasan kebudayaan masyarakat, menjelma

ke dalam tindakan dan sistem sosial masyarakat, dan menjelma ke dalam

hasil-hasil kebudayaan masyarakat. Setiap unsur yang ada selalu menjelma

ke dalam tiga wujud tersebut, dari bahasa sampai dengan kesenian setiap

masing-masing unsur akan menjelma ke dalam ide, tindakan, dan

kebudayaan fisik di dalam setiap kebudayaan.

Koentjaraningrat menjelaskan di dalam bukunya “Pengantar Ilmu

Antropologi” mengenai unsur-unsur universal yang menjelma ke dalam tiga

wujud kebudayaan.

Sistem ekonomi misalnya mempunyai wujudnya sebagai

konsep-konsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat-istiadat yang

berhubungan dengan ekonomi, tetapi mempunyai juga wujudnya yang

berupa tindakan-tindakan dan interaksi yang berpola antara produsen,

tengkulak, pedagang, ahli transport, pengecer dengan konsumen, dan

kecuali itu dalam sistem ekonomi terdapat juga unsur-unsurnya yang

berupa peralatan, komoditi, dan benda-benda ekonomi. Demikian juga

sistem religi misalnya mempunyai wujudnya sebagai sistem

keyakinan, dan gagasan-gagasan tentang tuhan, dewa-dewa, roh-roh

4 Ibid., hal. 217

13

halus, neraka, surga, dan sebagainya, tetapi mempunyai juga

wujudnya yang berupa upacara-upacara, baik yang bersifat musiman

maupun kadangkala, dan kecuali itu setiap sistem religi juga

mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda

religius. Contoh lain adalah unsur universal kesenian yang dapat

berwujud gagasan-gagasan, ciptaan-ciptaan pikiran, ceritera-ceritera,

dan syair yang indah. Namun, kesenian juga dapat berwujud tindakan-

tindakan interaksi berpola antara seniman pencipta, seniman

penyelenggara, sponsor kesenian, pendengar, penonton, dan

konsumen hasil kesenian, tetapi kecuali itu semua kesenian juga

berupa benda-benda indah, candi, kain tenun yang indah, benda-benda

kerajinan, dan sebagainya5.

4. Akulturasi dan Asimilasi

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang akan selalu dinamis

bergerak dan berubah seiring dengan berjalannya waktu. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, tiga wujud kebudayaan akan selalu berotasi dari ide

yang diimplementasi menjadi tindakan, tindakan yang akan melahirkan hasil

kebudayaan, dan hasil-hasil kebudayaan yang nantinya akan mempengaruhi

proses berpikir masyarakatnya dalam melahirkan ide berikutnya, dan akan

seperti itu seterusnya.

Di dalam kehidupan, interaksi sosial adalah sebuah hal yang tidak bisa

dipungkiri. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri

tanpa pertolongan manusia lain, interaksi sosial akan terjadi baik di antara

individu di sebuah kelompok masyarakat, antara individu dengan kelompok

masyarakat lain, dan antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok

masyarakat lainnya. Interaksi sosial juga menjadi salah satu unsur penyebab

manusia selalu dinamis bergerak dan berubah, dia mempunyai peran besar

bagi perkembangan kehidupan manusia dari waktu ke waktu.

Interaksi sosial terjadi di dalam dan atau di antara kelompok

masyarakat, seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa setiap masyarakat

yang ada memiliki kebudayaan masing-masing. Adanya interaksi yang

terjadi di dalam dan atau di antara kelompok masyarakat tentunya juga akan

melahirkan interaksi antara kebudayaan yang dimiliki oleh masing-masing

5 Ibid., hal. 218

14

kelompok masyarakat tersebut, proses interaksi antara kebudayaan-

kebudayaan ini tentunya akan melahirkan dampak setelahnya. Di dalam

Ilmu Antropologi ada dua istilah yang bisa menggambarkan hasil dari

proses interaksi yang terjadi antar kebudayaan, yaitu akulturasi dan

asimilasi.

a. Akulturasi

“Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu

kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu

dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing

dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan

asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan

sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan

itu sendiri”6.

Artinya ada interaksi yang terjadi antara kebudayaan lokal

sebuah masyarakat dengan kebudayaan asing yang masuk di dalam

masyarakat tersebut, interaksi yang terjadi menyebabkan adanya

unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk diserap dan diterima oleh

masyarakat lokal ke dalam kebudayaan mereka, tetapi unsur-unsur

kebudayaan asing tersebut tidak menghilangkan ke-khas-an

kebudayaan lokal, dengan sedemikian rupa masyarakat mengolah

unsur-unsur kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan lokalnya.

b. Asimilasi

“Asimilasi adalah sebuah proses yang terjadi apabila ada

golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang

berbeda-beda, saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu

yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi

masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya

masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan

campuran”7.

Artinya ada interaksi yang terjadi antar beberapa kelompok

masyarakat yang berarti juga interaksi antar masing-masing

6 Ibid., hal. 262

7 Ibid., hal. 269

15

kebudayaannya. Interaksi yang terjadi dengan waktu yang relatif lama

pada akhirnya nanti akan melahirkan sebuah kebudayaan baru diantara

kelompok-kelompok masyarakat tersebut dan menghilangkan unsur-

unsur bawaan dari kebudayaan awal sebelum adanya interaksi di

antara mereka.

5. Konsep Kebudayaan

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa kebudayaan adalah seluruh ide,

tindakan, dan hasil karya yang diperoleh manusia dengan belajar, proses

belajar dilakukan manusia selama hidupnya sebagai anggota di dalam

kelompok masyarakat. Kebudayaan merupakan sebuah konsep yang lahir di

tengah kelompok masyarakat dan merupakan hasil proses belajar dari

manusia-manusia anggota sebuah kelompok masyarakat dan disepakati

oleh kelompok masyarakatnya, yang berarti setiap kebudayaan adalah sama

dengan jati diri setiap kelompok masyarakat yang diwakilinya. Setiap

kelompok masyarakat pasti memiliki perbedaan dengan kelompok

masyarakat lainnya, walaupun ada kemiripan yang terlihat tetapi pada

hakikatnya pasti ada pembeda yang mencirikan setiap kelompok masyarakat

yang secara umum mungkin memiliki kesamaan budaya.

Namun, kebanyakan masyarakat umum masih belum memahami

konsep dari kebudayaan ini, sebuah konsep bahwa memang pasti ada

perbedaan di antara kelompok-kelompok masyarakat dengan kebudayaan-

kebudayaannya. Masih banyak suatu kelompok masyarakat menilai

kebudayaan kelompok masyarakat lain dari sudut pandang kebudayaannya.

Ada beberapa pemahaman yang perlu diketahui agar bisa memahami sebuah

konsep dari kebudayaan.

a. Kenisbian Kebudayaan

Bagi kebanyakan masyarakat umum yang belum memahami

konsep dari kebudayaan sering mencoba memandang dan menilai

kebudayaan lain di luar kebudayaan kelompok masyarakatnya, dan

penilaian itu biasanya berujung pada dua hal, yaitu penilaian positif

16

dan penilaian negatif. Pada dasarnya penilaian tersebut merupakan

penilaian yang berdasar pada subyektifitas masyarakatnya, padahal

seharusnya dalam memandang kebudayaan lain di luar kebudayaan

kita diperlukan penilaian yang obyektif.

Menilai kebudayaan A baik atau kebudayaan B tidak baik

sebenarnya tidak bisa dilakukan, karena kita bukanlah pelaku di

dalamnya, kita tidak hidup di daerah mereka, kita tidak tahu kondisi

kehidupan mereka, kita tidak memahami maksud dan tujuan dari

kebudayaan A atau kebudayaan B melakukan hal-hal yang kita

anggap baik atau tidak baik.

Ada sebuah tulisan menarik yang menggambarkan seorang

peneliti yang mencoba menggambarkan salah satu kegiatan kelompok

masyarakat.

Saya dengar bahwa pada ritual ini segumpal kecil bulu

kewan beserta bubuk-bubuk gaib tertentu dimasukkan ke dalam

mulut, lalu gumpalan bulu ini digerakkan menurut serangkaian

gerak-gerak yang sangat formal. Selain daripada melakukan

ritual mulut sehari-hari, orang-orang juga mengunjungi seorang

dukun mulut sakti sekali atau dua kali setahun. Dukun-dukun ini

mempunyai satu perangkat alat-alat menakutkan, terdiri dari

bermacam-macam bor besar, penggeret, alat pemeriksa

dalamnya luka, alat penusuk yang tajam. Pemakaian alat-alat ini

dalam mantra-mantra mengusir setan-setan penyakit mulut,

membawakan siksaan ritual yang luar biasa untuk si klien.

Dukun gigi membuka mulut klien – dan dengan memakai alat-

alat tersebut di atas, memperbesar tiap lobang yang disebabkan

pembusukan gigi. Alat-alat gaib dimasukkan ke dalam lobang-

lobang ini. Jika tidak ada lobang-lobang di gigi, sebagian besar

dari satu macam gigi atau lebih dilobangi sehingga bahan-bahan

gaib itu dapat dimasukkan. Dalam pandangan kliennya, maksud

tujuan perbuatan-perbuatan ini adalah untuk menghentikan

pembusukan dan untuk menarik kawan-kawan. Jelaslah bahwa

ritual ini sangat sakti dan tradisional, karena penduduk tiap

tahun kembali kepada dukun mulut yang sakti itu, walaupun

gigi-gigi mereka terus membusuk8.

8 T. O. Ihromi (ed.), Pokok-Pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2006), hal. 15

17

Padahal sang peneliti hanya menggambarkan sebuah kegiatan

sehari-hari yang dianggap biasa, yaitu membersihkan dan merawat

gigi serta mulut, tetapi dia menggambarkan kegiatan tersebut sebagai

ritual yang dianggap aneh dan tidak biasa serta bersifat gaib.

Kenisbian kebudayaan adalah sebuah pemahaman bahwa cara

untuk memandang sebuah kelompok masyarakat dengan

kebudayaannya merupakan hal yang relatif, kita perlu meninjau

pemikiran dan kebiasaan sebuah kelompok masyarakat yang pada

akhirnya menciptakan sebuah kebudayaan mereka itu, bagi seorang

peneliti Antropologi sangat dilarang untuk menggambarkan sebuah

kebudayaan berdasarkan sudut pandang dirinya, dia harus bisa

memposisikan diri sebagai anggota kelompok masyarakat tersebut

sebelum menggambarkan kebudayaan mereka. Tidak ada kebudayaan

yang lebih baik dari kebudayaan lainnya, kebudayaan sebuah

kelompok masyarakat tercipta sesuai dengan tingkat pemikiran dan

kondisi tempat hidupnya.

b. Etnosentrisme

Ketika “bermain” di ranah kebudayaan tentu saja ada beberapa

hal yang harus dihindari, seperti yang sudah dijelaskan pada poin

sebelumnya bahwa sampai saat ini umumnya masyarakat yang masih

belum memahami konsep dari kebudayaan, banyak yang mencoba

memandang dan menilai kebudayaan lain di luar kebudayaannya.

Penilaian tadi pasti akan berujung pada dua hal antara penilaian positif

dan atau penilaian negatif, penilaian positif mungkin timbul karena

merasa di dalam kebudayaan yang dinilai memiliki unsur-unsur yang

dapat diterima oleh pemikiran dan pemahaman si penilai, begitupun

sebaliknya penilaian negatif mungkin timbul karena merasa di dalam

kebudayaan yang dinilai memiliki unsur-unsur yang tidak bisa

diterima oleh pemikiran dan pemahaman si penilai.

18

Tetapi, pada dasarnya hal tersebut tidaklah boleh dilakukan

ketika kita sedang “bermain” di ranah kebudayaan. Sikap menilai

kebudayaan lain dari sudut pandang pemahaman kebudayaan sendiri

adalah sebuah sikap etnosentris, apalagi penilaian tersebut sampai

memberi dampak terhadap kelompok masyarakat yang memiliki

kebudayaan tersebut, mungkin sebuah hinaan, ejekan, atau bahkan

terkucilkan. Di dalam kenisbian sebuah kebudayaan dijelaskan bahwa

ada hal-hal yang tidak bisa diambil kesimpulannya dengan hanya

melihat kulit luar dari sebuah kebudayaan, si “penilai” harus masuk

lebih dalam untuk mengetahui motif dan alasan sebuah kebudayaan

dianut dan dilestarikan.

Sikap etnosentris hanya akan menghambat dan mengurangi

sebuah kualitas penggambaran sebuah kebudayaan, seorang peniliti

Antropologi harus bisa menjadi sosok netral untuk bisa

menggambarkan sebuah kebudayaan, karena sikap subyektif hanya

akan merubah deskripsi sebuah kebudayaan dengan apa yang ada pada

kenyataan di lapangan. Masyarakat umum pun harus sudah mulai

menghilangkan sikap etnosentris, karena sikap tersebut hanya akan

menciptakan disintergrasi dan bahkan bisa menimbulkan konflik.

c. Kebudayaan Selalu berubah

Ada sebuah siklus dan koneksi antara tiga wujud kebudayaan

yang ada, yaitu: ide atau gagasan, tindakan atau sistem sosial, dan

kebudayaan fisik atau artefak. Siklus ini akan selalu berputar dan

selalu terulang, dengan sebuah konsekuensi akan berubahnya suatu

kebudayaan dari masa ke masa. Kebudayaan bukanlah sebuah benda

statis, dia akan terus berubah dan berkembang mengikuti

perkembangan kelompok masyarakatnya.

Gambaran sederhana sebuah siklus dan koneksi antar tiga wujud

kebudayaan adalah ketika ide atau gagasan yang tercipta disepakati

oleh kelompok masyarakat, maka ide atau gagasan tersebut akan

19

menjadi sebuah acuan bagi anggota-anggota kelompok masyarakat

dalam bertindak dan berprilaku yang diimplementasikan di dalam

bentuk sistem sosial berupa norma-norma dan aturan-aturan, ketika

aktifitas anggota sebuah kelompok masyarakat bertindak dan

berprilaku sesuai dengan sistem sosial yang ada, maka segala aktifitas

tersebut pada akhirnya akan melahirkan sebuah hasil berupa benda-

benda yang bersifat fisik. Ketika siklus pertama telah berjalan tentu

tidak akan berhenti disitu, selanjutnya benda-benda fisik hasil

kebudayaan yang dihasilkan tadi nantinya akan mempengaruhi pola

pikir anggota-anggota kelompok masyarakat, yang kemudian akan

melahirkan sistem sosial yang baru, dan akan melahirkan juga benda-

benda fisik hasil dari aktifitas anggota-anggota masyarakatnya.

B. Agama (Religi)

1. Pengertian Agama

Tidak ada sebuah definisi baku yang dapat menjelaskan apa

pengertian dari agama, bahkan setiap tokoh yang dianggap memahami

agama pun memiliki perbedaan dalam menjelaskan pengertiannya, tentu itu

adalah hal yang wajar-wajar saja, karena memang manusia mempunyai pola

pikir yang berbeda-beda. Setiap orang bisa saja menggambarkan satu sisi

mengenai agama, dan orang lain menjelaskan agama dari sisi yang berbeda,

layaknya orang buta yang mencoba menggambarkan gajah, ada yang

berkata gajah itu bentuknya panjang, gajah itu bentuknya lebar dan tipis,

dan lain sebagainya, tetapi ketika disatukan dari berbagai sisi pengertiannya

pasti dapat ditarik sebuah generalisasi mengenai definisi sebuah agama.

Ada beberapa tokoh Antropologi yang telah mendefinisikan

pengertian dari agama, dan tentu dari pendapat-pendapat mereka terdapat

perbedaan-perbedaan, antara lain:

a. Radcliffe-Brown (1881-1995)

Radcliffe-Brown dilahirkan dan dibesarkan di Inggris. Ia belajar

filsafat yang banyak membahas psikologi eksperimental dan ekonomi

20

di Trinity College dengan guru yang ahli psikologi, etnologi, dan

filsafat. Kemudian ia belajar antropologi. Untuk menulis disertasi, ia

meneliti masyarakat Negrito di kepulauan Andaman, sebelah utara

pulau Sumatera. Tahun 1910 ia meneliti lagi suku bangsa Kariera di

Australia Barat yang difokuskan kepada totem suku tersebut.

Penelitian ini dilakukan setelah ia tertarik kepada sosiologi positifistik

Durkheim dan kawan-kawan.

Radcliffe-Brown mengemukakan definisi, “agama adalah

ekspresi dalam satu atau lain bentuk tentang kesadaran terhadap

ketergantungan kepada suatu kekuatan di luar diri kita yang dapat

dinamakan dengan kekuatan spiritual atau moral”9.

b. Clifford Geertz (lahir 1926)

Ahli antropologi berkebangsaan Amerika ini dikenal banyak

mengetahui tentang Islam di Indonesia. Ia dan kawan-kawannya

mengadakan penelitian di Mojokuto, nama samara dari kota Pare

dekat Kediri antara tahun 1952-1954. Kemudian meneliti agama di

Bali. Tahun 1964, 1965, sampai 1967 meneliti Islam di Marokko dan

di Afrika. Dari penelitian terakhir ini terbit pula bukunya Islam

Observed (1965) yang mengungkap perbandingan Islam di Jawa

dengan Islam di Marokko.

Menurut Clifford Geertz yang dimaksud agama sebagai sistem

budaya, yaitu:

“(1) sebuah sistem simbol yang berlaku untuk (2)

menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, yang

meresap, dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan (3)

merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum

eksistensi dan (4) membungkus konsep-konsep ini dengan

semacam pancaran faktualitas, sehingga (5) suasana hati dan

motivasi-motivasi itu tampak khas dan realistik”10

.

9 Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama,

(Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006), hal. 127 10

Ibid., hal. 142

21

Sedangkan pengertian agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), yaitu: “sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan

peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang

berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta

lingkungannya”11

.

2. Teori-Teori Asal Mula Religi (Agama)

Asal mula agama adalah ketika manusia mulai mempercayai adanya

kekuatan di luar dirinya. Ada beberapa tokoh yang telah mengeluarkan

teori-teorinya mengenai bagaimana agama mulai muncul di antara manusia.

Beberapa teori tersebut, yaitu:

a. Teori Jiwa

Teori ini pertama kali diungkapkan oleh seorang sarjana

antropologi Inggris bernama E. B. Tylor di dalam bukunya yang

berjudul Primitive Culture: Researches Into the Development of

Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art and Custom (1873).

Menurut Tylor, asal mula religi adalah kesadaran manusia akan faham

jiwa, kesadaran akan faham itu disebabkan karena dua hal, ialah:

a. Perbedaan yang tampak kepada manusia antara hal-hal yang

hidup dan hal-hal yang mati. Suatu mahluk pada suatu saat

bergerak-gerak, artinya hidup; tetapi tidak lama kemudian

mahluk tadi tidak bergerak lagi, artinya mati. Demikian manusia

lambat laun mulai sadar bahwa gerak dalam alam itu, atau hidup

itu, disebabkan oleh suatu hal yang ada di samping tubuh-

jasmani, dan kekuatan itulah yang disebut jiwa.

b. Peristiwa mimpi, dalam mimpinya manusia melihat dirinya di

tempat-tempat lain daripada tempat tidurnya. Demikianlah

manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada

11

http://id.wikipedia.org/wiki/Agama (Diakses pada tanggal 12 September 2013)

22

di tempat tidur, dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke

lain tempat. Bagian itulah disebut jiwa.

Sifat abstrak dari jiwa tadi menimbulkan keyakinan diantara

manusia bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh jasmani.

Pada waktu hidup, jiwa masih tersangkut pada tubuh jasmani, dan

hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur dan waktu

manusia jatuh pingsan. Karena pada suatu saat serupa itu kekuatan

hidup pergi melayang, maka tubuh berada di dalam keadaan yang

lemah. Tetapi kata Tylor, walaupun melayang, hubungan jiwa dengan

jasmani pada saat-saat seperti tidur atau pingsan, tetap ada. Hanya

pada waktu seorang mahluk manusia mati jiwa melayang terlepas, dan

terputuslah hubungan dengan tubuh jasmani untuk selama-lamanya.

Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh Tylor

tidak disebut soul atau jiwa lagi, tetapi disebut spirit atau mahluk

halus.

Pada tingkat tertua di dalam evolusi religinya manusia percaya

mahluk-mahluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat

tinggal manusia. Mahluk-mahluk halus tadi, yang tinggal dekat

sekeliling tempat tinggal manusia, yang bertubuh halus sehingga tidak

dapat tertangkap panca indera, yang mampu berbuat hal-hal yang

tidak dapat diperbuat manusia, mendapat suatu tempat yang amat

penting di dalam kehidupan manusia sehingga menjadi obyek

daripada penghormatan dan penyembahannya, dengan berbagai

upacara berupa do‟a, sajian, atau korban. Religi serupa itulah yang

disebut oleh Tylor dengan aminisme.

Pada tingkat kedua di dalam evolusi religi manusia percaya

bahwa gerak alam hidup itu juga disebabkan oleh adanya jiwa yang

ada di belakang peristiwa dan gejala alam itu, semuanya disebabkan

oleh jiwa alam. Kemudian jiwa alam tadi itu dipersonifikasikan,

dianggap oleh manusia seperti mahluk-mahluk dengan suatu pribadi,

23

dengan kemauan dan pikiran. Mahluk-mahluk halus yang ada di

belakang gerak alam serupa itu disebut dewa-dewa alam.

Pada tingkat ketiga di dalam evolusi religi, bersama-sama

dengan timbulnya susunan kenegaraan di dalam masyarakat manusia,

timbul pula kepercayaan bahwa alam dewa-dewa itu juga hidup di

dalam suatu susunan kenegaraan, serupa dengan di dalam dunia

mahluk manusia. Demikian ada pula suatu susunan pangkat dewa-

dewa mulai dari raja dewa sebagai yang tertinggi, sampai dengan pada

dewa-dewa yang terendah. Suatu susunan serupa itu lambat laun akan

menimbulkan suatu kesadaran bahwa semua dewa itu pada

hakekatnya hanya merupakan penjelmaan saja dari satu dewa tertinggi

itu. Akibat dari kepercayaan itu adalah berkembangnya kepercayaan

kepada satu Tuhan yang Esa, dan timbulnya agama-agama

monotheisme12

.

b. Teori Batas Akal

Teori ini dicetuskan oleh sarjana besar J. G. Frazer, dan

diuraikan olehnya dalam jilid I dari bukunya yang terdiri dari 12 jilid

berjudul The Golden Bough. A Study in Magic and Religion (1890).

Menurut Frazer, manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengan

akal dan sistem pengetahuannya; tetapi akal dan sistem pengetahuan

itu ada batasnya. Makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas

akal itu; tetapi dalam banyak kebudayaan batas akal manusia masih

amat sempit. Soal-soal hidup yang tidak dapat dipecahkan dengan akal

dipecahkannya dengan magic, ialah ilmu gaib. Magic menurut Frazer

adalah segala perbuatan manusia (termasuk abstraksi-abstraksi dari

perbuatan) untuk mencapai suatu maksud melalui kekuatan-kekuatan

yang ada dalam alam, serta seluruh kompleks anggapan yang ada di

belakangnya. Pada mulanya kata Frazer, manusia hanya

12

Rusmin Tumanggor (Ed.), Antropologi Agama Tanpa Ekonomi, (Silabus Perkuliahan Jurusan

Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), hal. 229

24

mempergunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal hidupnya yang

ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Religi waktu

itu belum ada di dalam kebudayaan manusia. Lambat laun terbukti

bahwa banyak daripada perbuatan magic-nya itu tidak ada hasilnya

juga, maka mulailah ia percaya bahwa alam itu didiami oleh mahluk-

mahluk halus yang lebih berkuasa daripadanya, maka mulailah ia

mencari hubungan dengan mahluk-mahluk halus yang mendiami alam

itu. Demikianlah timbul religi13

.

c. Teori Masa Krisis dalam Hidup Individu

Pandangan ini berasal dari sarjana-sarjana seperti M. Crawley

dalam bukunya Tree of Life (1905), dan diuraikan secara luas oleh A.

Van Gennep dalam bukunya yang terkenal, Rites de Passage (1909).

Menurut mereka, dalam jangka waktu hidupnya manusia mengalami

banyak krisis yang menjadi obyek perhatiannya, dan yang sering amat

menakutinya. Krisis-krisis itu yang terutama berupa bencana-bencana

sakit dan maut, tidak dapat dikuasainya dengan segala kepandaian,

kekuasaan, atau kekayaan harta benda yang mungkun dimilikinya.

Dalam jangka waktu hidup manusia, ada berbagai masa dimana

kemungkinan adanya sakit dan maut itu besar sekali, yaitu misalnya

pada saat kanak-kanak, masa peralihan dari usia pemuda ke dewasa,

masa hamil, masa kelahiran, dan akhirnya maut. Dalam hal

mengahdapi krisis serupa itu manusia butuh melakukan perbuatan

untuk memperteguh imannya dan menguatkan dirinya. Perbuatan-

perbuatan serupa itu, yang berupa upacara-upacara pada masa-masa

krisis tadi itulah merupakan pangkal dari religi dan bentuk-bentuk

religi yang tertua14

.

13

Ibid., hal. 230 14

Ibid., hal. 232

25

d. Teori Sentimen Kemasyarakatan

Teori ini adalah sebuah teori yang berasal dari seorang sarjana

ilmu filsafat dan sosiologi bangsa Perancis bernama E. Durkheim, dan

diuraikan olehnya dalam bukunya Les Formes Elementaires de la Vie

Religieuse (1912). Teori ini berpusat kepada beberapa pengertian

dasar, ialah:

a. Makhluk manusia dalam kala ia baru timbul di muka bumi,

mengambangkan aktivitet religi itu tidak karena ia mempunyai

di dalam alam pikirannya bayangan-bayangan abstrak tentang

jiwa, ialah suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak

di dalam alam, tetapi karena suatu getaran jiwa, suatu emosi

keagamaan, yang timbul di dalam jiwa manusia dahulu, karena

pengaruh suatu rasa sentimen kemasyarakatan.

b. Sentimen kemasyarakatan itu dalam batin manusia dahulu

berupa suatu kompleks perasaan yang mengandung rasa terikat,

rasa bakti, rasa cinta, dan sebagainya, terhadap masyarakatnya

sendiri, yang merupakan seluruh alam dunia dimanapun ia

hidup.

c. Sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi

keagamaan, yang sebaliknya merupakan pangkal daripada

segala kelakuan keagamaan manusia itu, tentu tidak selalu

berkobar-kobar dalam alam batinnya. Apabila tidak dipelihara,

maka sentimen kemasyarakatan itu menjadi lemah dan laten,

sehingga perlu dikobrakan kembali. Salah satu cara untuk

mengorbankan kembali sentiment kemasyarakatan dalah dengan

mengadakan suatu kontraksi masyarakat, artinya dengan

mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan

raksasa.

d. Emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentiment

kemasyarakatan, membutuhkan suatu obyek tujuan. Sifat apakah

yang menyebabkan barang sesuatu hal itu menjadi obyek

26

daripada emosi keagamaan bukan terutama sifat luar biasanya,

bukan pula sifat anehnya, bukan sifat megahnya, bukan sifat

ajaibnya, melainkan tekanan anggapan umum dalam

masyarakat. Obyek itu karena salah sesuatu peristiwa kebetulan

di dalam sejarah daripada kehidupan sesuatu masyarakat di

dalam waktu yang lampau menarik perhatian banyak orang di

dalam masyarakat. Obyek yang menjadi tujuan emosi

keagamaan itu juga mempunyai obyek yang bersifat keramat,

bersifat sacre, berlawanan dengan obyek lain yang tidak

mendapat nilai keagamaan itu, ialah obyek yang tak-keramat,

yang profane.

e. Obyek keramat sebenarnya tidak lain daripada suatu lambing

masyarakat. pada suku-suku bangsa asli benua Australia

misalnya, obyek keramat, pusat tujuan daripada sentiment-

sentimen kemasyarakatan, sering berupa sejenis binatang,

tumbuh-tumbuhan, tetapi sering juga obyek keramat itu berupa

benda. Oleh para sarjana obyek keramat itu disebut totem (jenis

binatang atau lain obyek) mengonkretkan prinsip totem yang ada

di belakangnya, dan prinsip totem itu adalah suatu kelompok

tertentu di dalam masyarakat, berupa clan atau lain.

Pengertian-pengertian dasar yang merupakan inti daripada tiap

religi, sedangkan ketiga pengertian lainnya, ialah kontraksi

masyarakat, kesadaran akan obyek keramat berlawanan dengan obyek

tak-keramat, dan totem sebagai lambing masyarakat, bermaksud

memelihara kehidupan daripada inti. Kontraksi masyaraka, obyek

keramat, dan totem akan menjelmakan(a) upacara, (b) kepercayaan,

dan (c) mitologi. Ketiga unsur tersebut terakhir ini menentukan bentuk

lahir daripada suatu religi di dalam sesuatu masyarakat yang

tertentu15

.

15

Ibid., hal. 232

27

3. Unsur-Unsur Dasar Religi (Agama)

Dari banyaknya agama yang tersebar di setiap kebudayaan di seluruh

dunia, secara kasat mata pasti memiliki perbedaan-perbedaan mencolok dan

ke-khas-annya masing-masing. Namun, di dalam setiap sistem religi yang

ada itu ternyata memiliki beberapa unsur religi pokok yang pasti ada pada

setiap sistem religi di dunia, yaitu:

a. Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia

menjalankan kelakuan agama.

Emosi keagamaan adalah suatu getaran jiwa yang pada suatu

ketika pernah menghinggapi seorang manusia dalam jangka waktu

hidupnya, walaupun getaran itu mungkin hanya berlangsung beberapa

detik saja untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah

yang mendorong orang berlaku serba religi. Intinya emosi keagamaan

yang ada di belakang tiap kelakuan serba religi itu, menyebabkan sifat

keramat dari kelakuan itu, menyebabkan bahwa kelakuan serba religi

itu mempunyai nilai keramat16

.

b. Sistem kepercayaan atau bayang-bayang manusia tentang bentuk

dunia, alam gaib, maut, dan sebagainya.

Setiap manusia sadar akan adanya suatu alam dunia yang tak

tampak, yang ada di luar batas pancainderanya dan di luar batas

akalnya. Menurut kepercayaan manusia dalam banyak kebudayaan di

dunia, dunia gaib didiami oleh berbagai mahluk dan kekuatan yang

tidak dapat dikuasai oleh manusia dengan cara-cara biasa, dan yang

oleh karena itu pada dasarnya ditakuti oleh manusia. Mahluk dan

kekuatan yang menduduki dunia gaib itu adalah:

1). dewa-dewa yang baik maupun jahat.

2). mahluk-mahluk halus lainnya seperti ruh-ruh leluhur, ruh-ruh

lainnya yang baik maupun yang jahat.

16

Ibid., hal. 238

28

3). kekuatan sakti yang bisa berguna maupun yang bisa

menyebabkan bencana.

Sistem kepercayaan dalam suatu religi itu mengandung bayang-

bayang orang akan wujudnya dunia gaib, ialah tentang wujud dewa-

dewa (theogoni), mahluk-mahluk halus, kekuatan sakti, tentang

apakah yang terjadi dengan manusia sesudah mati, tentang wujud

dunia akhirat, dan seringkali tentang terjadinya dan wujud bumi dan

alam semesta (kosmogoni dan kosmologi). Pada agama-agama besar

seperti Islam, Hindu, Buddha, Jaina, Katholik, Kristen, dan Yahudi,

kadang-kadang ada juga pelukisan tentang sifat-sifat tuhan dalam

kitab-kitab daripada agama-agama tersebut. Hal itu termasuk juga ke

dalam sistem kepercayaan dari agama-agama tersebut. Sistem

kepercayaan itu bisa berupa konsepsi tentang faham-faham yang

terintegrasi ke dalam dongeng-dongeng dan aturan-aturan. Dongeng-

dongeng dan aturan-aturan ini biasanya dianggap keramat, dan

merupakan kesusasteraan suci dalam suatu religi17

.

c. Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan

dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan tersebut.

Dunia gaib bisa dihadapi manusia dengan berbagai macam

perasaan, ialah cinta, hormat, bakti, tetapi juga takut, ngeri, dan

sebagainya. Atau dengan suatu campuran dari berbagai macam

perasaan tadi. Perasaan-perasaan tadi mendorong manusia untuk

melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan

dengan dunia gaib, yang disebut kelakuan keagamaan. Kecuali itu di

dalam hal melakukan kelakuan-kelakuan keagamaan itu, manusia

selalu dihinggapi suatu emosi keagamaan. Kelakuan keagamaan yang

dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku disebut upacara

keagamaan. Tiap upacara keagamaan dapat terbagi ke dalam empat

komponen, ialah:

17

Ibid., hal. 240

29

a. Tempat upacara,

b. Saat upacara,

c. Benda-benda dan alat upacara,

d. Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara18

.

d. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang

mengonsepkan dan mengaktifkan religi beserta sistem upacara-

upacara keagamaannya.

Kelompok keagamaan adalah kesatuan kemasyarakatan yang

mengonsepsikan dan mengaktifkan suatu religi beserta sistem upacara

keagamaannya. Walaupun ada agama-agama besar yang telah

memberi tempat penting kepada aktivitet serta upacara-upacara

keagamaan yang berpusat kepada individu seperti agama protestan,

methodisme, dan beberapa gerakan mistik, tetapi pada hampir semua

agama besar (termasuk pula protestan dan methodisme), dan semua

sistem religi di dunia, unsur kelompok keagamaan itu merupakan

unsur pokok dalam kehidupannya.

Adapun kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang menjadi pusat

dari aktivitet religi dalam kenyataan kehidupan sosial itu bisa berupa

empat tipe, yaitu: (1) keluarga inti atau lain kelompok kekerabatan

yang kecil, (2) kelompok-kelompok kekerabatan unilineal yang lebih

besar seperti klen, (3) kesatuan-kesatuan hidup setempat atau

komuniti, dan (4) kesatuan-kesatuan sosial dengan orientasi yang

khas19

.

18

Ibid., hal.252 19

Ibid., hal. 268

30

C. Islam

1. Pengertian Islam

a. Dari Segi Bahasa

Kata Islam memiliki arti, (1) berserah diri, menundukkan diri,

atau taat sepenuh hati, dan (2) masuk ke dalam salam, yakni selamat

sejahtera, damai, hubungan yang harmonis, atau keadaan tanpa noda

dan cela20

.

b. Dari Segi Istilah

“Islam” adalah agama Allah SWT yang berdasarkan: Tauhid,

Syari’at, dan Akhlak; yang sudah dibawa dan diajarkan oleh Adam,

sejak dia masuk ke bumi (Al-Baqarah 31)21

.

Sedangkan agama Islam memiliki beberapa definisi, seperti

yang dijelaskan oleh beberapa ulama di bawah ini22

:

1). Syekh Mahmud Syaltut. Islam adalah agama Allah SWT yang

diperintahkan untuk mengajarkan pokok-pokok dan peraturan-

peraturannya kepada Nabi Muhammad SAW dan menugaskan

untuk menyampaikan agama itu kepada seluruh manusia, lalu

mmengajak mereka untuk memeluknya.

2). A. Gaffar Ismail. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh

Muhammad SAW berisi kelengkapan dar pelajaran-pelajaran

meliputi (a) kepercayaan; (b) seremoni-peribadahan; (c) tata

tertib kehidupan pribadi; (d) tata tertib pergaulan hidup; (e)

peraturan tuhan; bangunan budi pekerti yang utama, dan

menjelaskan rahasia penghidupan yang kedua (akhirat).

20

Harun Nasution, Satria Effendi Zein, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan,

1992), hal. 445 21

Abujamin Rohan, Ensiklopedi Lintas Agama, (Jakarta: Emerald, 2009), hal. 335 22

Endang Saefuddin Anshari, Wawasan islam: Pokok – Pokok Pikiran Tentang Paradigma dan

Sistem islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hal. 40

31

2. Rukun-Rukun Agama Islam

a. Rukun Islam

Rukun Islam ada lima dan itu merupakan pilar-pilarnya.

Rasulullah menjelaskan rukun Islam di dalam salah satu hadits yang

artinya, “Islam itu dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada

tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah,

menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan, dan berhaji

ke Baitullah”23

.

1). Dua Kalimat Syahadat

Rukun pertama dari kelima rukun islam ialah dua kalimat

syahadat. Untuk sahnya Islam, tidak bisa tidak, seseorang harus

mengucapkannya secara urut dan disertai dengan memahami

maknanya24

.

Lafadz atau kalimat syahadat diucapkan dengan bahasa

Arab bagi setiap orang yang mau menganut agama Islam.

Lafadz syahadat memiliki arti, “aku bersaksi tiada tuhan selain

Allah dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah”.

2). Shalat

Rukun kedua dari kelima rukun Islam adalah mendirikan

shalat, pengertian mendirikan shalat adalah melaksanakannya

secara kontinu sesuai dengan waktu-waktunya yang telah

ditetapkan dan dengan memenuhi syarat serta rukunnya25

.

Shalat yang diwajibkan dan harus dilaksanakan disebut

dengan „shalat farhdu‟ yang terdiri dari shalat di lima waktu,

yaitu: shubuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya‟.

23

Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun

Ihsan Secara terpadu, (Bandung: Al-Bayan, 1998), hal. 28 24

Ibid., hal. 28 25

Ibid., hal. 41

32

3). Zakat

Rukun Islam yang ketiga adalah membayar zakat kepada

fakir-miskin dan kelompok-kelompok lain yang berhak

menerimanya, Allah SWT menyebutkan (kewajiban) membayar

zakat bersama-sama dengan shalat di lebih dari satu tempat di

dalam kitab suci-Nya, zakat ada dua macam: zakat mal (zakat

harta) dan zakat badan (fitrah), yang pertama diwajibkan atas

harta tertentu, yaitu, emas dan perak, unta, sapi, kambing, hasil

pertanian tanaman yang dapat dijadikan makanan pokok, kurma,

zabib (kismis), dan laba perdagangan26

.

4). Puasa

Rukun Islam yang keempat adalah puasa di bulan

Ramadhan, bulan yang paling mulia, puasa diwajibkan oleh

Allah SWT kepada orang yang sanggup melaksanakannya dan

disunnahkan pada malam-malamnya melaksanakan qiyamul

lail27

.

Puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan

puasa (makan, minum, dll) dari terbit fajar hingga terbenamnya

matahari disertai dengan niat.

5). Haji

Rukun Islam yang kelima adalah haji ke Baitullah Al-

Haram, haji merupakan kewajiban yang ditetapkan atas setiap

muslim, mukalaf, merdeka, dan sanggup menunaikannya, satu

kali sepanjang umur28

.

Haji diwajibkan bagi mereka yang sanggup

menunaikannya, hal ini dikarenakan ibadah haji merupakan

26

Ibid., hal. 95 27

Ibid., hal. 99 28

Ibid., hal. 103

33

kegiatan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit dan juga

ketahanan fisik yang baik.

b. Rukun Iman

Iman ialah membenarkan secara sungguh-sungguh segala

sesuatu yang diketahui sebagai berita yang dibawa oleh Nabi

Muhammad SAW, dari sisi Allah SWT juga dikatakan sebagai at-

tashdiq bil-qalbi (membenarkan dengan hati), al-iqrar bil-lisan

(pengakuan dengan ucapan), dan al-amal bil-arkan (mengamalkan

dengan anggota tubuh)29

.

1). Iman Kepada Allah

Yang dimaksud dengan iman kepada Allah ialah

membenarkan adanya Allah SWT dengan cara meyakini dan

mengetahui bahwa Allah SWT wajib ada-Nya karena Zat-Nya

sendiri (Wajib Al-Wujud li Dzatihi), Tunggal dan Esa, Raja

Yang Mahakuasa, Yang Hidup dan Berdiri Sendiri, Yang Qadim

dan Azali untuk selamanya30

.

2). Iman Kepada Malaikat

Yang dimaksud dengan iman kepada para malaikat ialah

meyakini bahwa para malaikat adalah hamba-hamba Allah yang

dimuliakan, malaikat adalah makhluk halus yang bersifat

cahaya, yang dapat menampakkan diri dengan berbagai bentuk

yang berbeda-beda, tetapi tidak bisa diberi sifat laki-laki atau

perempuan31

.

Malaikat mempunyai jumlah yang hanya diketahi oleh

Allah SWT sebagai penciptanya, namun ada sepuluh malaikat

yang wajib diketahui secara rinci oleh pemeluk agama Islam,

29

Ibid., hal. 113 30

Ibid., hal. 113 31

Ibid., hal. 114

34

yaitu: Jibril, Mikail, Israfil, „Izrail, Munkar, Nakir, Raqib, „Atid,

Ridwan, dan Malik.

3). Iman Kepada Kitab-Kitab

Yang dimaksud iman kepada kitab-kitab Allah ialah

meyakini bahwa kitab-kitab tersebut datang dari sisi Allah, yang

diturunkan kepada sebagian Rasul-Nya, dan bahwasanya kitab-

kitab itu merupakan firman Allah yang qadim, dan segala yang

termuat di dalam merupakan kebenaran32

.

Ada empat kitab yang harus diketahui secara rinci oleh

pemeluk agama Islam, yaitu: Taurat yang diturunkan kepada

Nabi Musa, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa, Zabur yang

diturunkan kepada Nabi Daud, dan Al-Qur‟an yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad.

4). Iman Kepada Para Rasul

Yang dimaksud dengan iman kepada para rasul-rasul

Allah ialah meyakini bahwa Allah SWT mengutus rasul-rasul

kepada manusia untuk memberi petunjuk kepada mereka dan

menyempurnakan kehidupan mereka di dunia dan di akhirat33

.

Ada dua puluh lima nabi yang harus diketahui secara rinci

oleh pemeluk agama islam, yaitu: Adam, Idris, Nuh, Hud,

Shaleh, Ibrahim, Luth, Isma‟il, Ishaq, Ya‟qub, Yusuf, Ayyub,

Syu‟aib, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Yunus, Zakaria, Yahya,

Isa, Ilyas, Alyasa‟, Dzulkifli, dan Muhammad.

5). Iman Kepada Hari Akhir

Hari akhir ialah hari kiamat, termasuk kebangkitan (al-

ba‟ts), yaitu keluarnya manusia dari kubur mereka dalam

32

Ibid., hal. 115 33

Ibid., hal. 116

35

keadaan hidup, sesudah jasad mereka dikembalikan dengan

seluruh bagiannya seperti yang dahulu ada di dunia34

.

6). Iman Kepada Takdir

Yang dimaksud dengan iman kepada takdir ialah meyakini

bahwa Allah SWT telah menentukan kebaikan dan keburukan

sejak azali, sebelum manusia diciptakan35

.

c. Rukun Ihsan

Rukun agama yang ketiga adalah ihsan, yakni melaksanakan

ibadah dalam bentuknya yang diperintahkan Allah, antara lain

khusyuk, runduk, ikhlas, dan menghadirkan kalbu, yang juga tercakup

di dalam ihsan adalah menghadirkan keagungan dan kebesaran Allah

SWT, merasa dilihat oleh Allah, baik ketika diam maupun bergerak,

seperti yang diisyaratkan oleh hadits terdahulu, sabda Nabi SAW,

yang artinya, “Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan

engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka Dia

pasti melihatmu”36

.

Rukun-rukun yang telah dijelaskan tadi merupakan landasan

dari agama Islam secara umum, namun dari ketiga rukun tadi masih

dijabarkan secara luas dan detail, penjabaran rukun-rukun agama

Islam berisi segala aturan yang digunakan sebagai petunjuk bagi

seluruh pemeluk agama Islam di dalam berhubungan antara manusia

dengan tuhan, sesama manusia, dan manusia dengan lingkungan,

seperti: pernikahan, bersuci, warisan, jual-beli, menjaga lingkungan,

dan lain sebagainya.

34

Ibid., hal. 117 35

Ibid., hal. 119 36

Ibid., hal. 121

36

D. Penelitian yang Relevan

1. Skripsi Raden Dimas Anugrah Dwi Satria, “Komunikasi Antarbudaya

Masyarakat Adat Baduy Luar Dengan Masyarakat Luar Adat Baduy

di Banten”, 2012.

a. Pola komunikasi yang terjadi antara masyarakat Baduy Dalam

dan Luar sangatlah baik dan teratur karena mereka betul-betul

menaati peraturan adat yang telah dibuat orang para leluhur

mereka. Hubungan komunikasi yang terjalin antara masyarakat

Baduy secara keseluruhan dengan masyarakat luar baduy yang

berada di sekitar perkampungan Baduy terjalin baik, dan juga

dengan para wisatawan yang berkunjung ke Baduy juga terjalin

baik, karena di antara mereka terjadinya interaksi komunikasi

yang cukup aktif. Komunikasi yang terjalin dengan pemerintah

daerah pun terjalin dengan sangat baik. Pola komunikasi yang

digunakan masih bersifat konvensional. Model-model

komunikasi kontemporer yang mengadopsi bentuk-bentuk

pemberdayaan sosial (social empowerment) dengan berbagai

variannya belum banyak dikembangkan. Faktor keterbatasan

sumber daya di bidang ilmu teknologi, ilmu komunikasi dan

pendidikan lainnya serta minimnya dukungan bagi

perkembangan komunikasi menjadi salah satu faktor demi

terjaganya peraturan adat istiadat leluhur. Meskipun demikian

patut diakui kontribusi komunikasi yang telah berlangsung

dalam menginisiasi perubahan sosial masyarakat Baduy dalam

berbagai bidang, khususnya bidang sosial, budaya, ekonomi,

pendididikan dan hubungan komunikasi. Dan pada akhirnya

komunikasi antarbudaya ini antara masyarakat Baduy dengan

masyarakat luar Baduy ini memberikan perubahan untuk mereka

yang melakukan komunikasi ini.

2. Dalam acara ritual adat kegamaan masyarakat Baduy pola

komunikasi mereka lebih berinteraksi dengan alam, karena

37

mereka beranggapan bahwa alam semesta dihuni oleh para

leluhur adat mereka dan Sang Pencipta (Gusti Allah). Jadi

komunikasi peribadahan mereka hanyalah kepercayaan

kepercayaan nenek moyang mereka. Jadi mereka dalam acara

ritual tidak terlalu adanya perbuahan. Karena memang

komunikasi ritual ini mereka lakukan sudah dari turun temurun

jadi walaupun adanya komunikasi antar mereka tidak menjadi

sebuah acuan untuk masyarakat melakukan perubahan peraturan

adat Baduy itu sendiri.

2. Jurnal Raden Cecep Eka Permana, Isman Pratama Nasution, dan

Jajang Gunawijaya, “Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada

Masyarakat Baduy”, 2011.

Hampir setiap masyarakat memiliki kearifan lokal yang khas

sebagai strategi adaptasi terhadap lingkungan. Dengan kearifan

tersebut suatu masyarakat dapat bertahan dan berhasil menjalani

kehidupannya dengan baik. Strategi untuk keberhasilan dalam

kehidupan suatu masyarakat itu tidak terlepas dari kepercayaan dan

adatistiadat yang diajarkan dan dipraktikkan secara turuntemurun dari

generasi ke generasi. Pada masyarakat Baduy yang hingga saat ini

hidup dan menjalani kehidupannya secara bersahaja, tetap memegang

kuat kepercayaan dan adat-istiadatnya dengan penuh kearifan. Salah

satu kearifan lokal masyarakat Baduy itu adalah berkaitan dengan

pencegahan terjadinya bencana (mitigasi bencana). Masyarakat Baduy

melalui kearifan lokalnya terbukti mampu melakukan pencegahan

(mitigasi) bencana, baik dalam tradisi perladangannya, bangunan-

bangunan tradisionalnya, maupun dalam kaitannya dengan hutan dan

air.

3. Skripsi Diki Sanjaya, “Pandangan Masyarakat Baduy Tentang

Lingkungan Hidup”, 2010.

38

Kearifan yang dimiliki oleh orang Kanekes baik kearifan

lingkungan, kearifan sosial, maupun kemasyarakatan. Salah satu

ajaran yang berbunyi, “Buyut teu menang dirobah, lonjor teu menang

dipotong, pondok teu menang disambung” artinya masyarakat

Kanekes senantiasa dituntut untuk setia kepada ketetapan yang telah

diajarkan kepada karuhun dan tidak semena-mena memperlakukan

lingkungannya dengan merubah-rubah yang telah ada. Panjang tak

boleh dipotong, pendek tak boleh disambung, mengartikan bahwa apa

yang telah diberikan dan digariskan oleh Nu Ngersakeun itu harus

diterima dengan lapang dada sesuai dengan takdirnya.

Masyarakat Kanekes dilarang untuk mengubah sesuatu pun yang

telah dianugerahkan oleh Nu Ngersakeun, sehingga perubahan yang

terjadi senantiasa berjalan dengan alami. Hal demikianlah yang

membuat mereka menolak benda-benda yang didatangkan dari

peradaban di luar mereka, seperti penggunaan barang-barang plastik

sebagai alat rumah tangga, pemakaian detergen untuk mencuci

peralatan rumah tangga, karena hal tersebut akan mengotori dan

mencemarkan sungai dan tanah mereka, padahal banyak terdapat mata

air disana yang kualitas dan kuantitasnya harus senantiasa terjaga,

karena walau bagaimanapun kahidupan mereka senantiasa bergantung

pada unsur-unsur alami tersebut.

Dalam pertanian kearifan yang mereka lakukan di antaranya

adalah penggunaan pupuk kimia (anorganik), pemakaian cangkul,

yang diyakini mengurangi kesuburan tanah, merubah jalan air,

penggarapan huma (narawas, nyacar, nukuh, dan ngaduruk) misalnya

dengan tidak menebang dan membakar pohon keras (hanya rumput,

ilalang, dan perdu) dan sebagainya. Sikap tersebut membuat mereka

terhindar dari eksploitasi terhadap alam, sehingga tanah Kanekes akan

selalu terjaga kelestariannya.

39

4. Skripsi Didik Hariyanto, “Implementasi Kepercayaan Sunda Wiwitan

Sebagai Falsafah Dalam Kehidupan Masyarakat Cigugur”, 2013.

Cigugur merupakan sebuah kelurahan di Kuningan, Jawa Barat.

Di dalam kehidupan masyarakat Cigugur terdapat aliran kepercayaan

Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan merupakan suatu aliran kepercayaan

masyarakat sunda yang masih mengukuhi, mempercayai, dan

mengamalkan keyakinan ajaran spiritual kesundaan.

Keunikan dalam masyarakat Cigugur adalah dengan sangat

dekatnya perbedaan keyakinan tersebut, tetapi masyarakat Cigugur

dapat hidup rukun berdampingan. Sebagai contohnya dalam aktifitas,

jika ada warga yang ingin membangun rumah atau merenovasi rumah,

masyarakat Cigugur saling bergotong royong dan bekerja sama dalam

membantu pembangunan rumah tersebut dengan mengesampingkan

perbedaan agama. Selain itu dalam aspek keagamaan masyarakat

Cigugur saling menghormati antar pemeluk agama, sebagai contoh

jika masyarakat pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan merayakan hari

besar keagamaan, dalam ini adalah Seren taun. Maka masyarakat

Cigugur yang memiliki kepercayaan selain Sunda Wiwitan akan turut

serta membantu dan mensukseskan acara tersebut.

Hal tersebut merupakan bentuk kerukunan antar umat beragama

yang diwujudkan oleh masyarakat Cigugur. Kerukunan tersebut

terjadi karena masyarakat Cigugur percaya Sunda Wiwitan merupakan

adat atau kepercayaan dari leluhur, sehingga masyarakat Cigugur

menghormati kepercayaan Sunda Wiwitan, dari menghormati tersebut

kemudian terciptalah interaksi yang positif di dalam masyarakat

Cigugur.

Selain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam

menciptakan kerukunan, Sunda Wiwitan berkontribusi dalam

memberikan pandangan bagi masyarakat Cigugur dalam memaknai

pendidikan. Masyarakat Cigugur percaya adanya pendidikan sebelum

dan pasca lahir dimana pandangan tersebut berasal dari budaya Sunda

40

Wiwitan. Pendidikan sebelum lahir dalam masyarakat Cigugur

dimulai jauh sebelum calon anak itu lahir, pendidikan sebelum lahir

menuntut seorang bapak dan ibu dalam menjaga perilaku di kehidupan

sehari-hari karena perilaku calon bapak dan ibu tersebut dapat

mempengaruhi perilaku dan keadaan anaknya kelak.

Jadi, Sunda Wiwitan merupakan faktor yang paling berpengaruh

dalam menciptakan kerukunan dan berkontribusi dalam memberikan

pandangan mengenai pendidikan sebelum lahir pada masyarakat

Cigugur, sehingga Sunda Wiwitan menjadi sebuah falsafah yang

dijalankan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari baik secara

langsung maupun secara tidak langsung.

E. Kerangka Berpikir

Sebagai salah satu unsur kebudayaan universal, sistem religi pasti ada

pada setiap kebudayaan di dunia. Tidak ada kelompok masyarakat

dimanapun yang tidak memiliki sistem religi. Walaupun secara teknis setiap

sistem religi yang ada memiliki perbedaan, tetapi dari setiap sistem religi

yang dianut oleh kelompok-kelompok masyarakat itu bisa ditarik persamaan

ke dalam garis-garis besarnya, yaitu emosi keagamaan, sistem kepercayaan,

sistem upacara keagamaan, dan kelompok keagamaan. Setiap sistem religi

pasti memiliki keempat unsur religi tersebut. Secara umum, sistem religi

terbentuk untuk memberi pedoman serta aturan hidup bagi manusia dengan

doktrin-doktrin rohaninya.

Seperti halnya kelompok masyarakat yang ada di dunia, masyarakat

Suku Baduy sebagai salam satunya juga memiliki sistem religi yang dianut.

Mereka meyakini sistem religinya dengan nama Sunda Wiwitan, yang

merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang mereka. Sunda

Wiwitan adalah salah satu dari ratusan agama minoritas yang tumbuh dan

berkembang bersama dengan agama-agama besar di dunia, antara lain

Kristen, Islam, Hindu, dan Buddha. Seiring berjalannya waktu dan

berkembangnya zaman sistem-sistem religi tersebut saling berinterksi dan

41

ada beberapa dari sistem-sistem religi tadi berakulturasi dan atau

berasimilasi antara satu sama lain.

Fenomena ini terjadi juga pada Sunda Wiwitan, yang di dalam

ajarannya terdapat beberapa kesamaan dengan Islam. Ada beberapa teori

yang memang menjelaskan sejarah munculnya masyarakat Suku baduy dan

Sunda Wiwitan juga menyinggung soal Islam di dalam teorinya tersebut.

Sedangkan dari berbagai literatur tentang Sunda Wiwitan banyak yang

menjelaskan adanya persamaan antara kedua sistem religi tersebut, yaitu

Sunda Wiwitan dan Islam.

42

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian akan dilakukan di Desa Kanekes, Kecamatan

Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten.

Waktu kegiatan penelitian akan dilakukan selama enam hari dalam

dua bulan, yaitu pada bulan Mei dan Juli 2014 dengan waktu kunjungan

selama tiga hari sebanyak dua kali kunjungan.

B. Latar Penelitian

Desa Kanekes terletak tepat di kaki Pegunungan Kendeng, berjarak

sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung, dan berjarak sekitar 172 km sebelah

barat dari Provinsi DKI Jakarta. Secara administratif Desa Kanekes berada

di bawah Kecamatan Leuwi Damar dan Kabupaten Lebak yang berada di

Provinsi Banten.

Masyarakat di Desa Kanekes sangat dikenal dengan masyarakat yang

mampu menjaga dan melestarikan kearifan lokal yang diwarisi turun

temurun dari nenek moyang mereka. Dikenal dengan nama Suku Baduy,

mereka menjadi salah satu contoh bagi masyarakat seluruh Indonesia di

dalam hal menjaga kelangsungan tradisi warisan nenek moyang. Salah satu

tradisi warisan yang masih dijaga dan diamalkan sampai saat ini adalah

ajaran-ajaran di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan, sebuah kepercayaan

Suku Baduy yang termasuk ke dalam Animisme (aliran kepercayaan dan

penyembahan terhadap roh-roh nenek moyang). Sunda Wiwitan merupakan

kepercayaan yang terbentuk dari hasil Akulturasi antara Kepercayaan

Animisme dengan agama Hindu dan Islam pada masa lalu.

Aspek yang diteliti adalah konsep-konsep ajaran agama Islam dari

segi sistem kepercayaan dan ritual keagamaan yang ada di dalam

Kepercayaan Sunda Wiwitan.

43

Untuk melengkapi data hasil penelitian dan untuk mendukung

kevalidan data hasil penelitian, tokoh-tokoh yang diteliti adalah kepala desa

di Desa Kanekes, tokoh adat Baduy Dalam, masyarakat Baduy Dalam, dan

Masyarakat Baduy Luar.

C. Metode Penelitian

Di dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode

penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian

yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai

lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument

kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),

analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna daripada generalisasi1.

Jenis penelitian yang digunakan kali ini adalah penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang terbatas pada usaha

mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana

adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact finding),

hasil penelitian ditekankan pada memberikan gambaran secara obyektif

tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki2.

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Di dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada

natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik

pengumulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant

observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi3.

Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini

adalah:

1 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2012), hal. 1

2 H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 1991), hal. 31 3 Sugiyono, loc. cit., hal. 63

44

a. Observasi

Teknik observasi merupakan salah satu dari beberapa teknik

yang biasa digunakan di dalam penelitian kualitatif. Observasi adalah

metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan

secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau

mengamati individu atau kelompok secara langsung (Ngalim

Purwanto, 1985), metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati

secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti memperoleh

gambaran yang lebih luas tentang permasalahan yang diteliti4.

Di dalam penelitian ini tipe observasi yang digunakan adalah

tipe observasi partisipatif dalam hal ini adalah partisipatif moderat

(terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan

orang luar) dan observasi terus terang dan tersamar (peneliti terus

terang kepada sumber data bahwa sedang melakukan kegiatan

penelitian, tetapi dalam suatu waktu juga tidak terus terang atau

tersamar apabila ada data-data yang diteliti merupakan data rahasia)5.

b. Wawancara

Wawancara juga merupakan salah satu teknik di dalam

penelitian kualitatif yang digunakan pada penelitian ini. Wawancara

adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) sebagai pengaju / pemberi pertanyaan dan

yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas

pertanyaan itu6.

Di dalam penelitian ini tipe wawancara yang digunakan adalah

tipe wawancara semiterstruktur (semistructure interview), yaitu jenis

wawancara yang termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana

dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan

wawancara terstruktur, tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk

4 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 93

5 Sugiyono, op. cit., hal. 65-66

6 Basrowi dan Suwandi, , loc. cit., hal. 127

45

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang

diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya7.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan sebagai

sumber informasi untuk kebutuhan penelitian dibuat dengan dasar

teori empat unsur dasar religi dari Emile Durkheim, yang berguna

untuk mendapatkan gambaran sejelas-jelasnya tentang kepercayaan

Sunda Wiwitan, dan juga berdasar pada isu tentang pernah adanya

interaksi antara agama Islam dengan kepercayaan Sunda Wiwitan

pada masa silam.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,

dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang8. Maka dokumentasi merupakan suatu

teknik pengumpulan data dengan mencari dokumen-dokumen

pendukung yang berguna untuk memperkuat kredibilitas data dari

teknik observasi dan teknik wawancara.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan di dalam tiga tahap utama, model

pengolahan ini disebut juga sebagai model interaktif yang dikenalkan oleh

Huberman dan Miles, yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan,

pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan

transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di

lapangan.

7 Sugiyono, op. cit., hal. 73

8 Sugiyono, op. cit., hal. 82

46

Maka di dalam tahap ini data-data yang telah diperoleh akan

dipilih, dikategorikan, serta disedarhanakan agar tersusun menjadi

data-data yang tersusun rapi9.

b. Penyajian Data

Penyajian data dimaknai sebagai sekumpulan informasi tersusun

yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan10

.

Maka setelah data-data telah tersusun rapi akan dilanjutkan pada

penyajian data-data ke dalam bentuk kalimat-kalimat naratif.

c. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Penarikan kesimpulan / verifikasi dimaknai sebagai penarikan

arti data yang telah ditampilkan. Penarikan kesimpulan didasarkan

pada hasil dari data-data yang telah disajikan ke dalam bentuk

kalimat-kalimat naratif dan kemudian menarik benang merah yang ada

di dalam kalimat-kalimat tersebut11

.

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data

Di dalam pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data dapat

dilakukan dengan empat jenis pengujian, yaitu:

- Credibility (validitas internal)

- Transferability (validitas eksternal)

- Dependability (reliabilitas)

- Confirmability (obyektifitas)

Namun, di dalam penelitian ini hanya akan dilakukan dengan salah

satu jenis pengujian sebagai langkah pemeriksaan atau pengecekan

keabsahan data12

.

9 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta: Erlangga, 2009), hal. 150

10 Ibid., hal. 151

11 Ibid., hal. 151

12 Sugiyono, op. cit., hal. 120-121

47

Credibility (validitas internal)

Di dalam melakukan uji kredibilitas data penelitian ini dilakukan

beberapa tahap, yaitu: perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan di

dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus

negatif, dan member check.

a. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan adalah peneliti kembali ke lapangan

melakukan pengamatan ulang, dan melakukan wawancara ulang

dengan sumber data yang sudah pernah ditemui maupun yang baru

dengan harapan hubungan antara peneliti dan sumber data menjadi

akrab dan akhirnya tidak ada informasi yang disembunyikan.

b. Peningkatan Ketekunan

Peningkatan ketekunan dilakukan dengan harapan akan

terbentuk kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkan

secara pasti dan sistematis.

c. Triangulasi

Triangulasi di dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan

berbagai waktu.

Di dalam penelitian ini akan digunakan minimal dua triangulasi,

yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

d. Diskusi dengan Teman Sejawat

Diskusi dilakukan sebagai bentuk dari proses tukar pikiran

dengan teman sejawat yang diharapkan dapat mengoreksi dan

menambahkan segala kekurangan dari data yang telah diperoleh.

e. Analisis Kasus Negatif

48

Analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda

atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila

tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan,

berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.

f. Member Check

Proses member check adalah proses dimana data-data yang telah

diperoleh dari sumber data kemudian dicek kembali oleh sumber data,

apakah data-data yang diperoleh sudah sesuai dengan apa yang

diberikan oleh sumber data.

49

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik dan Sosial Daerah Penelitian

1. Letak, dan Luas Daerah Penelitian

Masyarakat Suku Baduy menetap di sebuah desa dengan nama

Kanekes. Desa Kanekes saat ini masuk di dalam wilayah administrasi

pemerintahan Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Secara geografis Desa Kanekes terletak pada koordinat 06o27’27”-

06o30’00” LS dan 108

o03’09”-106

o04’55” BT

1.

Desa Kanekes terletak 60 Km sebelah selatan Rangkasbitung, ibukota

Kabupaten Lebak dan dapat dicapai dengan mobil dan Jeep2. Letak persis

dari Desa Kanekes ada pada bagian utara kawasan Pegunungan Kendeng,

dengan ketinggian 400-600 m dpl (di atas permukaan laut), topografi

wilayah ini berbukit-bukit dengan ciri tanah vulkanik yang subur

bervegetasi rimbun3.

Hijau membentang belasan kilometer dari kampung Kaduketug Baduy

Luar di ujung utara hingga kampung Cikeusik Baduy Dalam di ujung

selatan, dengan total wilayahnya seluas 5.136,58 hektare, sesuai dengan

ukuran resmi yang dikeluarkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional)4.

2. Batas Wilayah Administratif

Desa Kanekes sebagai wilayah masyarakat Suku Baduy memiliki batas-

batas desa sebagai berikut:

a. Utara: Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwi Damar

Desa Cisimeut Kecamatan Leuwi Damar

Desa Nyagati Kecamatan Leuwi Damar

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes (Diakses pada tanggal 3 September 2014)

2 Lim Teck Ghee dan Alberto G. Gomes (ed.), Suku Asli dan Pembangunan di Asia Tenggara,

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993), hal. 142 3 Erwinantu, Saba Baduy: Sebuah Perjalanan Wisata Budaya Inspiratif, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2012), hal. 14 4 Ibid., hal. 14

50

b. Barat: Desa Parakan Beusi Kecamatan Bojongmanik

Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik

Desa Karang Nunggal Kecamatan Bojongmanik

c. Selatan: Cikate Kecamatan Cijaku

d. Timur: Karang Combong Kecamatan Muncang

Desa Cilebang Kecamatan Muncang

3. Batas Alam

a. Utara: Sungai Ciujung

b. Selatan: Sungai Cidikit

c. Barat: Sungai Cibarani

d. Timur: Sungai Cisimeut

4. Kondisi Demografi

Populasi Desa Kanekes, 1888-2009

Tahun Jumlah Desa* Populasi

1888 10 291

1889 26 1407

1928 35 1521**

1972 39 4575

1986 43 5000

2006 47 9741

2009 58 2948

*Termasuk desa-desa dangka

**Berdasarkan sensus tahun 1930 (14,3% dari kelompok-kelompok etnis

Indonesia)

Tabel 4.1

Tabel di atas memberi informasi mengenai proses awal data

kependudukan masyarakat Suku Baduy tercatat, yaitu mulai pada tahun

1888 hingga data kependudukan pada tahun 1986. Sedangkan data

51

kependudukan masyarakat Suku Baduy sampai dengan bulan Juni 2009

adalah 11.172 jiwa yang terdiri dari 2.948 kepala keluarga (kk) yang

tersebar di 58 kampung5.

B. Sunda Wiwitan

Sunda Wiwitan adalah nama dari beberapa kepercayaan lokal yang

ada di Indonesia. Sunda Wiwitan dianut di beberapa wilayah di Indonesia,

diantaranya di wilayah Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat dan di wilayah Desa Kanekes, Kecamatan

Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Khusus di wilayah Desa

Kanekes, kelompok masyarakat yang menganut Sunda Wiwitan banyak

dikenal dengan nama Suku Baduy. Namun, kesamaan nama kepercayaan

yang ada pada dua kelompok masyarakat tersebut tidak diikuti dengan

kesamaan ajaran yang ada di dalamnya.

Nama Sunda Wiwitan diyakini oleh penganutnya di Desa Kanekes

sebagai pengertian dari Sunda paling awal, pernyataan ini sama dengan apa

yang diutarakan oleh Ayah Mursyid selaku salah satu tokoh masyarakat

Suku Baduy, “Sunda Wiwitan adalah ajaran Sunda yang paling awal, jadi

Sunda Wiwitan itu adalah kepercayaan yang paling pertama ada di dunia”,

katanya6. jadi Sunda Wiwitan dipercaya oleh Suku Baduy merupakan

kepercayaan yang pertama lahir dan ada di muka bumi. Bagi pemeluknya

yang ada di Desa Kanekes (Suku Baduy), Sunda Wiwitan diyakini sebagai

kepercayaan yang hanya diturunkan untuk masyarakat Suku Baduy, karena

mereka meyakini bahwa kelompoknya adalah keturunan pertama dari

manusia pertama (nabi Adam), maka dari itu Sunda Wiwitan yang

merupakan kepercayaan pertama yang lahir dan ada di muka bumi hanya

dianut oleh orang-orang yang pertama lahir dan ada di muka bumi juga.

Berdasarkan kepercayaannya akan hal tersebut maka masyarakat Suku

5 http://gunggungsenoaji.wordpress.com/2010/08/30/masyarakat-baduy-hutan-dan-lingkungan

(Diakses pada tanggal 3 September 204) 6 Wawancara dengan Ayah Mursyid (40 tahun), Wakil Jaro Tangtu Kampung Cibeo, Kamis-15-

Mei-2014, Rumah Ayah Mursyid

52

Baduy melarang kelompok masyarakat lain untuk bisa masuk menjadi

pemeluk Sunda Wiwitan. Keyakinan ini diperkuat dengan pernyataan Ayah

Narwati sebagai salah satu anggota masyarakat Suku Baduy yang tinggal di

Kampung Cibeo dengan yakin menjelaskan, “Sunda Wiwitan hanya

dikhususkan bagi orang Baduy”7. Kelompok masyarakat lain di luar Suku

Baduy tidak bisa masuk menjadi pemeluk Sunda Wiwitan, tetapi

masyarakat Suku Baduy berhak dan boleh untuk melepas kepercayaannya

(Sunda Wiwitan) dengan syarat mereka yang melakukan hal tersebut juga

harus meninggalkan wilayah Desa Kanekes yang merupakan tanah adat dari

masyarakat Suku Baduy dan secara otomatis telah dianggap tidak lagi

menjadi bagian dari masyarakat Suku Baduy.

Banyak peneliti yang mengkategorikan Sunda Wiwitan sebagai

kepercayaan Animisme (aliran kepercayaan dan penyembahan terhadap roh-

roh nenek moyang), karena begitu kuat dan kentalnya penghormatan

masyarakat Suku Baduy terhadap nenek moyang yang telah hidup lebih

dahulu dari mereka sekarang. Masyarakat Suku Baduy meyakini bahwa

nenek moyang mereka yang telah meninggal masih ada sampai saat ini

menjaga dan mengawasi keturunan-keturunannya dalam bentuk ruh. Oleh

karena itu masyarakat Suku Baduy sangat menjaga perilaku sesuai dengan

apa-apa saja yang telah diwariskan dari nenek moyang agar tidak membuat

marah ruh-ruh mereka. Warisan yang diturunkan dari nenek moyang

masyarakat Suku Baduy adalah seperangkat aturan-aturan adat yang

diyakini sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Aturan-

aturan adat itu disampaikan dan dilestarikan secara turun-temurun melalui

lisan oleh setiap anggota masyarakat Suku Baduy dan masih sangat dijaga

sampai saat ini. Masyarakat Suku Baduy memberi istilah bagi seperangkat

aturan-aturan adat tersebut dengan nama pikukuh8.

7 Wawancara Dengan Ayah Narwati (41 tahun), Penduduk Kampung Cibeo, Jum’at-16-Mei-

2014, Halaman Depan Rumah Bapak Sawardi 8 Wawancara Dengan Bapak Sawardi (30 tahun), Penduduk Kampung Cibeo, Jum’at-16-Mei-

2014, Rumah Bapak Sawardi

53

Berangkat dari penghormatan dan kepatuhan masyarakat Suku Baduy

terhadap ruh-ruh nenek moyang ini maka Sunda Wiwitan yang merupakan

kepercayaan dari kelompok masyarakat ini terlihat sebagai kepercayaan

Animisme. Namun, berdasarkan ajaran-ajaran di dalam Sunda Wiwitan

dijelaskan bahwa Sunda Wiwitan adalah sebuah kepercayaan yang memiliki

konsep ketuhanan. Sunda Wiwitan memiliki sistem kepercayaan yang jelas,

sama dengan agama-agama lain. Masyarakat Suku Baduy mengakui adanya

tuhan, dan mereka menyembah-Nya. Sebagai sebuah sistem religi (agama),

Sunda Wiwitan memiliki unsur-unsur yang sama dengan agama-agama lain,

yaitu: emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem upacara keagamaan,

dan kelompok keagamaan.

Jaro Pamarentah Desa Kanekes menjelaskan bahwa Sunda Wiwitan

merupakan kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan, “Orang Baduy

percaya kepada tuhan “Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa”, orang

Baduy juga percaya kepada nabi Adam yang merupakan keturunan dari

Batara Patanjala yang merupakan salah satu dari Tujuh Batara keturunan

Batara Tunggal atau “Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa”, orang

Baduy juga percaya kepada aturan adat atau pikukuh yang telah turun

temurun diwariskan oleh nenek moyang, karena orang Baduy yakin bahwa

ruh-ruh nenek moyang masih ada dan selalu mengawasi setiap perbuatan,

ruh-ruh tersebut berkumpul di Sasaka Domas yang merupakan pusat dari

wilayah Baduy sekaligus menjadi kiblat orang Baduy”, katanya9.

1. Emosi Keagamaan

Emosi keagamaan masyarakat Suku Baduy lahir dari penghormatan

mereka terhadap nenek moyangnya yang telah meninggal dunia di masa

lalu. Masyarakat Suku Baduy memang telah dikenal sebagai sebuah suku

yang sangat menghormati nenek moyangnya. Bentuk kepatuhan terhadap

nenek moyang mereka adalah dengan mematuhi aturan-aturan adat dan

9 Wawancara Dengan Bapak Dainah (55 tahun), Jaro Pamarentah Desa Kanekes, Jum’at-16-

Mei-2014, Halaman Depan Rumah Bapak Dainah

54

nasehat-nasehat dari nenek moyang yang disebarkan melalui cerita-cerita

dari mulut ke mulut secara turun temurun hingga saat ini. Mereka meyakini

bahwa ruh-ruh nenek moyang yang telah meninggal dunia masih ada di

dunia dan selalu mengawasi setiap aktivitas yang dilakukan masyarakat

Suku Baduy setiap saat dan setiap waktu.

Ketaatan masyarakat Suku Baduy adalah sesuatu yang lahir dari

kesadaran dan bukan merupakan sesuatu yang dipaksakan. Bagi masyarakat

yang memiliki kesadaran dalam menghormati ruh-ruh nenek moyang maka

akan selalu setia dan secara sukarela menjalankan setiap ajaran dari Sunda

Wiwitan, namun bagi anggota masyarakat Suku Baduy yang tidak kuat

menjalankan segala bentuk ajaran Sunda Wiwitan, dengan bebas bisa

melepas Kepercayaan Sunda Wiwitan dan keluar dari keanggotaan sebagai

masyarakat Suku Baduy.

Emosi keagamaan ini telah mulai ditanam dari semenjak seorang

anggota masyarakat Suku Baduy lahir. Menurut ajaran Sunda Wiwitan

setiap bayi yang lahir dari masyarakat Suku Baduy maka secara otomatis

menjadi bagian dari mereka, dan setiap anggota masyarakat Suku Baduy

secara otomatis juga memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan, jadi Sunda

Wiwitan adalah sebuah kepercayaan yang diperoleh melalui keturunan,

tidak seperti agama-agama besar di dunia seperti Islam atau Kristen yang

jika mau memeluk kepercayaannya harus melalui beberapa ritual khusus.

Kesadaran akan penghormatan terhadap ruh-ruh nenek moyang telah

ditanamkan sejak dini, sehingga diharapkan lambat laun seiring

pertumbuhannya seorang anak akan dengan teguh memegang keyakinan

Sunda Wiwitan. Bentuk kesadaran inilah yang membuat keberadaan Suku

Baduy dan Sunda Wiwitan masih kuat dan terjaga sampai dengan hari ini.

2. Sistem Kepercayaan

Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan.

Masyarakat Suku Baduy sebagai penganutnya meyakini bahwa seluruh alam

semesta beserta seluruh isinya merupakan ciptaan dari Gusti Nu Maha Suci

55

Allah Maha Kuasa atau dengan nama lainnya yaitu Batara Tunggal. Dia

adalah tuhan yang diyakini dan disembah oleh seluruh penganut Sunda

Wiwitan yang ada di wilayah Desa Kanekes.

Menurut Masyarakat Suku Baduy, sejarah penciptaan kelompok

mereka berasal dari makhluk manusia yang diciptakan oleh Gusti Nu Maha

Suci Allah Maha Kuasa (Batara Tunggal) yang bernama Adam. Diyakini

oleh mereka bahwa Adam diciptakan dan diturunkan di tanah Desa

Kanekes, dia adalah seorang nabi yang merupakan manusia pertama yang

diciptakan tuhan di bumi dan diberi gelar Adam Tunggal. Setelah nabi

Adam diciptakan oleh Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa (Batara

Tunggal) dan menjalani kehidupan sebagai mahluk di bumi, nabi Adam

berkembang dan melahirkan keturunannya di daerah tersebut. Masyarakat

Suku Baduy percaya bahwa keturunan yang dilahirkan oleh nabi Adam

tersebut adalah merupakan nenek moyang mereka yang ada di Desa

Kanekes.

Berdasar dari sejarah tersebut mereka meyakini bahwa Suku Baduy

merupakan kelompok masyarakat pertama yang ada di bumi. Sedangkan

kelompok masyarakat lain yang berada di luar wilayah Desa Kanekes

dianggap sebagai saudara muda, karena mereka bukan keturunan dari nabi

Adam, melainkan keturunan dari nabi Muhammad yang diciptakan oleh

Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa (Batara Tunggal) setelah penciptaan

nabi Adam. Nabi Muhammad diciptakan dan hidup di luar wilayah Desa

Kanekes juga berkembang dan melahirkan keturunan yang ada sampai saat

ini. Karena masyarakat Suku Baduy merupakan keturunan nabi Adam, maka

mereka hanya mengamalkan ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi Adam,

mereka tidak mengamalkan ajaran-ajaran yang dibawa nabi Muhammad

yang diantaranya adalah sholat lima waktu.

Pemimpin agama dalam Sunda Wiwitan disebut “Puun”10

. Puun

terdiri dari tiga orang yang masing-masingnya tinggal di setiap kampung

10

Hasil Wawancara Dengan Masyarakat Suku Baduy, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar,

Lebak, Banten (15-16 Mei 2014)

56

yang ada di wilayah Baduy Dalam, ada Puun di Cikeusik, ada Puun di

Cibeo dan ada Puun di Cikertawana, setiap Puun memiliki tugas masing-

masing. Menurut kepercayaan masyarakat Suku Baduy Puun memiliki garis

keturunan dengan Batara Tunggal. Batara Tunggal dipercaya memiliki

keturunan yang disebut Tujuh Batara, yaitu: Batara Cikal, Batara Patanjala,

Batara Wirasawa, Batara Wishnu, Batara Brahmana, Batara Hyang Niskala,

dan Batara Mahadewa. Dari ketujuh Batara yang merupakan keturunan

Batara Tunggal, Batara Patanjala adalah yang memiliki garis keturunan

dengan Puun. Jadi Puun dipercaya sebagai manusia yang bisa menjadi

penghubung antara dunia atas dengan dunia bahwa, karena itu dia menjadi

pemimpin di dalam Sunda Wiwitan.

Di dalam Sunda Wiwitan, juga dipercaya sebuah tempat yang

dianggap sangat suci dan sangat terlarang, hanya orang-orang terpilih yang

bisa masuk ke wilayah tersebut. Daerah tersebut bernama hutan larangan,

tempat itu menjadi suci karena di dalamnya terdapat Sasaka Domas yang

dipercaya sebagai kiblat bagi seluruh penganut Sunda Wiwitan. Lokasi

Sasaka Domas berada di sebelah selatan dari lokasi tinggal masyarakat Suku

Baduy. Masyarakat Suku Baduy juga meyakini bahwa di Sasaka Domas

merupakan tempat berkumpulnya ruh-ruh nenek moyang yang telah lebih

dahulu meninggal dunia.

Keberadaan ruh nenek moyang juga merupakan sesuatu yang diyakini

dan dipercaya oleh masyarakat Suku Baduy. Mereka meyakini bahwa di

dalam menjalankan kehidupan sehari-hari ada hal-hal yang diperolehkan

dan ada juga hal-hal yang dilarang. Segala ketentuan itu mereka dapat

secara turun-temurun dari nenek moyang dan selalu dipegang teguh hingga

saat ini karena adanya keyakinan bahwa ruh nenek moyang mereka masih

ada di dunia dan selalu mengawasi segala bentuk perilaku di dalam

kehidupan sehari-hari.

57

3. Sistem Upacara Keagamaan

Sebagai sebuah sistem religi, Sunda Wiwitan tentu juga memiliki

upacara-upacara keagamaan sebagai suatu bentuk penyembahan terhadap

tuhan. Menurut masyarakat Suku Baduy, secara umum ibadah di dalam

ajaran Sunda Wiwitan dibagi ke dalam dua jenis. Pertama adalah ibadah

umum, ibadah umum diyakini oleh masyarakat Suku Baduy adalah ibadah

yang lebih mengarah kepada perilaku hidup sehari-hari sesuai dengan ajaran

Sunda Wiwitan, dan yang kedua adalah ibadah khusus, ibadah khusus

adalah ibadah yang untuk melakukannya hanya ada di waktu-waktu tertentu

yang telah ditetapkan, yaitu: Kawalu, Ngalaksa, dan Seba. Selain ibadah

umum dan ibadah khusus, ada ketentuan-ketentuan lain di dalam ajaran

Sunda Wiwitan yang mengatur cara hidup dan berinteraksi antar masyarakat

Suku Baduy, antara lain: tata cara menikah, tata cara khitan (sunat), tata cara

mengurus jenazah, tata cara mendo’akan jenazah, tata cara mendo’akan

perempuan yang sedang hamil, dan lain sebagainya.

a. Kawalu

Kawalu adalah salah satu bagian dari ibadah khusus bagi

masyarakat Suku Baduy. Di dalam penanggalan adat masyarakat Suku

Baduy, Kawalu dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Kasa,

Karo, dan Katiga. Jika dikonversi ke dalam penanggalan masehi maka

kegiatan Kawalu dilaksanakan pada sekitar akhir bulan Desember

sampai dengan bulan Maret11

.

Secara kronologis Kawalu terbagi menjadi tiga, yaitu bulan

Kawalu tembay (awal) di bulan Kasa, Kawalu tengah di bulan Karo,

dan Kawalu tutug (besar atau penutup) di bulan katiga12

. Kegiatan inti

dari Kawalu adalah berpuasa pada pada bulan Kawalu (Kasa, Karo,

Katiga) selama satu hari penuh tanpa sahur hingga terbenam matahari.

Berpuasa hanya dilaksanakan selama satu hari pada setiap bulannya,

11

Erwintantu, op. cit., hal. 42 12

Erwintantu, op. cit., hal. 42

58

jadi total puasa yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku Baduy

adalah tiga hari.

Selama Kawalu berlangsung wilayah terutama Baduy Dalam

tidak diperbolehkan didatangi oleh tamu dalam jumlah besar,

sedangkan untuk tamu yang datang secara perorangan masih bisa

diterima apabila ada salah satu dari orang Baduy Dalam yang dikenal.

b. Ngalaksa

Ngalaksa juga menjadi salah satu bagian dari ibadah khusus

bagi masyarakat Suku Baduy yang dilaksanakan pada setiap bulan

Katiga di dalam penanggalan adat masyarakat Suku Baduy. Ngalaksa

menjadi sebuah ibadah khusus yang juga dilaksanakan pada salah satu

bulan Kawalu, yaitu bulan Katiga. Kegiatan inti dari Ngalaksa adalah

pembuatan makanan yang diberi nama laksa, laksa merupakan

makanan yang harus dibuat pada pelaksanaan Ngalaksa. Laksa

merupakan makanan sejenis mie yang berbentuk pipih dan lebar yang

terbuat dari tepung beras. Ngalaksa dilaksanakan oleh seluruh

masyarakat Suku baduy dari wilayah Suku Baduy Dalam dan wilayah

Suku Baduy Luar. Mereka berkumpul di Kampung Cibeo yang

menjadi pusat dari pelaksanaan Ngalaksa.

Ibadah khusus Ngalaksa merupakan waktu dimana seluruh

masyarakat Suku Baduy berkumpul. Laksa yang telah dibuat

kemudian dibagikan secara menyeluruh tanpa terkecuali meskipun ada

yang masih bayi13

. Pelaksanaan Ngalaksa juga dimanfaatkan sebagai

kegiatan sensus bagi masyarakat Suku baduy, karena pada saat itu

semua dari mereka berkumpul di satu tempat dan satu waktu. Selain

membuat laksa, Ngalaksa juga dijadikan sebagai momen untuk

“ngasah diri” dan tutup tahun di dalam penanggalan adat masyarakat

Suku Baduy.

13

Erwinantu, op. cit., hal. 42

59

c. Seba

Ibadah khusus yang lain adalah Seba, yang dilaksanakan setelah

Kawalu dan Ngalaksa. Seba adalah ibadah khusus yang dilaksanakan

sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang diterima selama satu

tahun. Bentuk pelaksanaan Seba adalah dengan mengunjungi

pemerintah daerah untuk bersilaturahmi dan juga berkoordinasi. Di

dalam Seba masyarakat Suku Baduy pergi dengan rombongan besar

untuk bersilaturahmi dengan membawa berbagai macam hasil bumi

yang berasal dari tanah mereka.

Masyarakat Suku Baduy menganggap Seba sebagai sebuah hari

raya besar yang dilakukan setelah melaksanakan dua ibadah khusus

lainnya, yaitu Kawalu dan Ngalaksa. Pemerintah daerah yang menjadi

tujuan dari masyarakat Suku baduy untuk bersilaturahmi adalah

pemerintah Provinsi banten, kegiatan itu dimanfaatkan oleh mereka

sebagai sarana untuk berkoordinasi dan melaporkan situasi serta

perkembangan dari wilayah adat Suku Baduy.

Suku Baduy adalah sebuah komunitas adat yang segala bentuk

kegiatannya selalu diatur dan ditentukan oleh ketentuan kepercayaannya

yaitu Sunda Wiwitan. Selain ibadah umum dan ibadah khusus bagi

masyarakat Suku Baduy, ada beberapa kegiatan juga yang diatur dan

ditentukan berdasarkan ketentuan Sunda Wiwitan, antara lain:

a. Pernikahan

Pernikahan bagi masyarakat Suku Baduy juga merupakan

sesuatu yang disakralkan. Mereka sangat mematuhi ketentuan yang

mengatur bahwa setiap laki-laki hanya boleh menikahi satu

perempuan dan begitupun sebaliknya, dan menikah adalah sebuah

momen yang hanya dilakukan satu kali seumur hidup karena mereka

meyakini bahwa sebuah perceraian adalah sesuatu yang dilarang.

Sistem pernikahan dilakukan dengan cara perjodohan. Seorang

pemuda atau pemudi Suku Baduy tidak bisa memilih calon

60

pendamping menurut kehendaknya masing-masing, karena telah

ditentukan sebelumnya oleh orang tua mereka.

Sebelum melakukan pernikahan, kedua calon pengantin harus

melalui tiga tahap lamaran yang biasanya memakan waktu hingga satu

tahun. Lamanya proses lamaran dianggap sebagai ujian kesetiaan bagi

kedua calon pengantin. Lamaran pertama adalah saat dimana kedua

keluarga dari calon pengantin saling bertemu untuk melakukan

musyawarah yang membicarakan tentang segala kebutuhan untuk

pernikahan, contoh: tanggal pernikahan, dan lain sebagainya. Setelah

lamaran pertama maka selanjutnya adalah lamaran kedua yang di

dalamnya berisi acara saling tukar cincin oleh kedua calon pengantin.

Sedangkan lamaran ketiga adalah saat dimana calon pengantin dari

pihak laki-laki membawa seserahan berupa berbagai peralatan rumah

untuk diberikan kepada calon pengantin dari pihak perempuan, dan

kemudian dilanjutkan dengan pernikahan yang dipimpin langsung

oleh Puun. Di dalam ajaran Sunda Wiwitan, pernikahan masyarakat

Suku Baduy dilakukan dengan pembacaan “Syahadat Baduy” oleh

Puun. Syahadat Baduy adalah sebuah kalimat yang dirahasiakan oleh

masyarakat Suku Baduy, karena dianggap hanya boleh diucapkan

pada waktu-waktu tertentu saja. Namun, banyak versi yang beredar di

dunia maya mengenai teks Syahadat Baduy dengan versi yang

berbeda-beda.

b. Khitan

Khitan atau sunat adalah momen yang dipercaya merupakan

sebuah proses yang harus dilalui oleh setiap anak laki-laki dari

masyarakat Suku Baduy. Menurut mereka Khitan adalah sesuatu yang

wajib hukumnya bagi setiap anak laki-laki. Biasanya khitan dilakukan

ketika seorang anak masih berumur sepuluh tahun ke bawah.

Yang khas Baduy dari Khitan acara ini adalah dibangunnya

tempat khusus yaitu saung papajangan atau saung pesajen di halaman

61

kampung, ukurannya sekitar 4 meter x 4 meter dengan tinggi lantai

saung sekitar 1,5 meter, yang merupakan simbol dari harapan tinggi

bagi anak-anak agar kelak hidupnya mulia dan sejahtera14

.

c. Mengurus Jenazah

Berdasarkan ajaran Sunda Wiwitan, masyarakat Suku Baduy

memiliki tiga tahapan di dalam mengurus anggota kelompoknya yang

telah meninggal dunia. Tahap pertama adalah memandikan, yang

kemudian dilanjutkan dengan mengkafani, dan diakhiri dengan

memakamkan jenazah ke liang kubur.

Ketika anggota kelompoknya ada yang meninggal dunia maka

tugas pertama dari anggota kelompok yang masih hidup adalah

memandikan jenazah hingga bersih, setelah dimandikan jenazah

langsung dikafani dengan sehelai kain putih untuk laki-laki ataupun

perempuan, setelah selesai dimandikan dan dikafani maka jenazah

langsung dibawa ke liang kubur yang telah disiapkan. Tidak ada

tempat khusus yang menjadi pusat pemakaman bagi masyarakat Suku

Baduy, liang kubur disiapkan di lahan yang memang kebetulan sedang

kosong. Hal tersebut dilakukan karena tanah yang dijadikan kuburan,

di waktu yang akan datang juga akan dimanfaatkan sebagai lahan

berladang bagi keturunan-keturunan berikutnya.

Jenazah diletakkan dengan posisi kepala menghadap ke arah

barat, dan posisi badan menghadap ke arah selatan. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, bahwa arah selatan adalah arah yang dijadikan

kiblat/patokan bagi masyarakat Suku Baduy, karena di Selatan lah

letak dari hutan larangan yang di dalamnya terdapat Sasaka Domas,

tepat yang sangat disucikan.

Setelah selesai mengurus jenazah mulai dari memandikan

hingga menguburkan, maka pihak keluarga yang ditinggalkan

membuat acara tahlilan yang diadakan pada hari kematian, hari ketiga

14

Erwinantu, op. cit., hal. 44

62

setelah kematian, dan hari ketujuh setelah kematian. Setelah tahlilan

hari ketujuh selesai dilaksanakan, maka pihak keluarga tidak boleh

lagi melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan almarhum,

semisal mengunjungi makamnya untuk berziarah.

4. Kelompok Keagamaan

Sunda Wiwitan dianut oleh sekelompok masyarakat yang menamakan

dirinya Urang Kanekes. Urang Kanekes adalah sekelompok masyarakat

yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak,

Provinsi Banten, namun saat ini kelompok masyarakat tersebut banyak

dikenal dengan nama Suku Baduy. Nama Urang Kanekes berasal dari

daerah tempat dimana mereka tinggal yaitu Desa Kenekes, di desa tersebut

sebagian besar wilayahnya dihuni oleh Urang Kanekes, dan desa tersebut

juga merupakan tanah adat mereka. Sedangkan nama Baduy bersumber dari

adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari

wilayah tersebut.

Di dalam struktur masyarakatnya, Suku Baduy membagi kelompok

besarnya ke dalam dua kelompok kecil, yaitu Baduy Dalam dan Baduy

Luar. Orang Baduy Dalam terbagi di 3 kampung di dalam Desa Kanekes,

yaitu Kampung Cibeo, Kampung Cikeusik, dan Kampung Cikertawana,

selain dari ketiga kampung tersebut yang ada di Desa Kanekes merupakan

bagian dari Orang Baduy Luar.

Berdasarkan pendapat masyarakat Suku Baduy, pembagian menjadi

dua kelompok tersebut memang sudah ada sejak awal diciptakannya Suku

Baduy. Pembagian tersebut bertujuan sebagai peredam (buffer zone) arus

perkembangan zaman untuk masuk ke wilayah Baduy Dalam yang

merupakan tugas dari wilayah Baduy Luar.

Pembagian dua kelompok tersebut menjadikan adanya ciri yang

berbeda untuk menggambarkan setiap kelompoknya, ada perbedaan yang

bisa diamati dan dibedakan antara mana yang merupakan bagian dari

63

masyarakat yang tinggal di Baduy Dalam dan mana yang merupakan bagian

dari masyarakat yang tinggal di Baduy Luar.

a. Orang Baduy Dalam

Orang Baduy Dalam adalah bagian dari masyarakat Suku Baduy

yang tingga di Kampung Cibeo, Kampung Cikeusik, dan Kampung

Cikertawana yang merupakan wilayah dari Baduy Dalam. Orang-

orang yang ada di Baduy Dalam merupakan pemeran inti di dalam

ajaran Sunda Wiwitan, mereka percaya bahwa orang-orang Baduy

Dalam adalah pemegang tugas penting tersebut. Hal itu menyebabkan

siapa saja yang tinggal di wilayah Baduy Dalam diwajibkan untuk

menjalankan semua ajaran Sunda Wiwitan tanpa ada keringanan

ataupun pengecualian. Di wilayah Baduy Dalam adalah tempat

dimana setiap upacara kegamaan dilakukan. Ketika upacara

keagamaan dilakukan maka seluruh masyarakat Suku Baduy

berkumpul di tiga Kampung Baduy Dalam tersebut. Tetapi bagi

mereka yang tidak kuat dengan ketatnya aturan-aturan yang ada di

wilayah Baduy Dalam diperbolehkan untuk keluar dari Baduy Dalam

dan tinggal di wilayah Baduy Luar serta menjadi Orang Baduy Luar,

atau bahkan untuk keluar dari kesukuan Baduy.

Dari segi pakaian, Orang Baduy Dalam bisa dicirikan dengan

ikat kepala putih, baju lengan panjang berwarna putih atau hitam, dan

kain sarung pendek berwarna hitam dengan ikat pinggang dari bahan

kain. Karena dua warna tersebut memiliki arti tersendiri bagi

masyarakat Suku Baduy. Warna putih dan hitam dinilai sebagai dua

warna keseimbangan, dimana ada putih maka sudah tentu ada pula

hitam.

b. Orang Baduy Luar

Orang Baduy Luar adalah bagian dari masyarakat Suku baduy

yang tinggal di luar wilayah Baduy Dalam (Kampung Cibeo,

64

Kampung Cikeusik, dan kampung Cikertawana), semua kampung

yang ada di Desa Kanekes kecuali ketiga kampung tadi merupakan

bagian dari wilayah Baduy Luar. Menurut masyarakat Suku Baduy,

adanya wilayah Baduy Luar memiliki beberapa fungsi yang

berpengaruh terhadap wilayah Baduy Dalam. Setidaknya ada tiga

fungsi dari wilayah Baduy Luar menurut masyarakat Suku Baduy,

yang pertama adalah sebagai jalan penghubung bagi komunikasi

masyarakat Suku Baduy dengan masyarakat di luar Suku Baduy, jadi

Orang Baduy Luar memiliki tugas sebagai penghubung antara Orang

Baduy Dalam dengan dunia luar, baik itu masalah politik, sosial,

ekonomi, dan budaya. Kedua adalah sebagai wilayah peredam (buffer

zone) dari arus perkembangan zaman yang setiap saat membayangi

mereka, jadi berdasarkan aturan Suku Baduy, wilayah Baduy Luar

adalah wilayah yang diberi toleransi bagi arus perkembangan zaman.

Di wilayah Baduy Luar setiap pendatang yang bertamu atau

berkunjung masih diberi toleransi untuk menggunakan berbagai

peralatan dan perlengkapan berteknologi dan berbahan kimia, tetapi

setelah memasuki wilayah Baduy Dalam semua pengunjung mau tidak

mau harus mengikuti aturan main masyarakat Suku Baduy. Hal itulah

yang menyebabkan banyak dari Orang Baduy Luar terbawa dengan

gaya pengunjung yang berasal dari luar dengan segala peralatan dan

perlengkapan “modern”-nya, berdasar dari alasan tersebut maka

Orang Baduy Luar diberikan hak kelonggaran dalam menjalankan

aturan yang ada. Ketiga adalah sebagai rumah tahanan bagi Orang

Baduy Dalam yang melanggar aturan, jadi setiap kampung yang ada

di wilayah Baduy Dalam memiliki rumah tahanan masing-masing

yang berada di beberapa kampung di wilayah Baduy Luar, setiap

Orang Baduy Dalam yang melanggar akan dikurung dan diasingkan di

dalam sebuah tahanan berbentuk rumah selama 40 hari dan dilarang

untuk keluar, setelah masa hukuman selesai pelaku akan diberi pilihan

untuk kembali ke Baduy Dalam atau menjadi Orang Baduy Luar.

65

Dari segi pakaian, Orang Baduy Luar bisa dicirikan dengan ikat

kepala biru corak batik khusus Orang Baduy Luar, baju lengan

panjang berwarna hitam, dan celana pendek berwarna hitam. Bahkan

karena telah tersentuh perkembangan zaman banyak dari anak-anak

muda Baduy Luar telah menggunakan pakaian layaknya anak-anak

muda yang ada di luar Suku Baduy, dengan kaos-kaos bergambar,

celana jeans, dan rambut dengan gaya anak muda zaman sekarang

sehingga tidak bisa dibedakan.

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian tentang konsep ajaran agama Islam

di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan masyarakat Desa Kanekes yang

bertempat di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak,

Provinsi Banten, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata terdapat

beberapa kesamaan yang ditemukan antara konsep ajaran agama Islam

dengan konsep ajaran kepercayaan Sunda Wiwitan.

Dari sistem kepercayaan Sunda Wiwitan diketahui bahwa Gusti Nu

Maha Suci Allah Maha Kuasa atau dengan nama lain Batara Tunggal yang

diyakini oleh masyarakat Suku Baduy sebagai tuhan adalah sama dengan

tuhan yang diyakini oleh Islam yaitu Allah SWT. Di dalam sistem

kepercayaan Sunda Wiwitan, masyarakat Suku Baduy merupakan keturunan

dari manusia yang pertama yang diciptakan di bumi yaitu Adam, yang hidup

dan melahirkan keturunannya di Desa Kanekes. Sedangkan manusia-

manusia di luar Desa Kanekes diyakini sebagai keturunan dari manusia yang

diciptakan setelah Adam yaitu Muhammad. Di dalam sistem kepercayaan

Islam, nama-nama tersebut merupakan dua dari dua puluh lima orang yang

dianggap sebagai utusan Allah SWT atau yang dikenal sebagai nabi dan

rasul. Menurut Islam pun penciptaan Adam adalah yang paling awal dari

semua manusia lain, dan Muhammad diciptakan setelahnya dengan rentang

waktu yang sangat lama. Kesamaan lain di dalam sistem kepercayaan di

antara keduanya adalah penggunaan istilah “kiblat” sebagai kata yang

menunjukkan sebuah tempat atau benda yang menjadi pusat dari seluruh

dunia, namun keduanya memiliki kiblat yang berbeda satu dengan yang

lain. Jika Islam meyakini Ka’bah yang berada di Mekkah sebagai kiblatnya,

maka Sunda Wiwitan meyakini Sasaka Domas yang berada di hutan

larangan Desa Kanekes sebagai kiblatnya.

67

Di dalam sistem upacara keagamaan juga ditemukan beberapa

kesamaan di antara Sunda Wiwitan dan Islam. Salah satu persamaan dari

keduanya adalah kegiatan puasa yang ada di masing-masing kepercayaan.

Walaupun Sunda Wiwitan dan Islam memiliki kegiatan yang sama, tetapi

secara teknis puasa yang dilaksanakan memiliki perbedaan antara satu dan

lain. Persamaan lain juga ditemukan setelah kegiatan puasa selesai, jika di

dalam Islam terutama Islam Indonesia Idul Fitri atau lebaran adalah kegiatan

meriah yang selalu dirayakan setelah puasa, maka di dalam Sunda Wiwitan

ada kegiatan Seba sebagai hari raya bagi Masyarakat Suku baduy setelah

puasa Kawalu.

Selain Kawalu dan Seba, masih ada beberapa kesamaan lain di dalam

sistem upacara keagamaan antara Sunda Wiwitan dan Islam, yaitu di dalam

Khitan dan mengurus jenazah. Khitan merupakan hal yang diwajibkan bagi

setiap anak, ini merupakan keyakinan yang ada di dalam Sunda Wiwitan

dan Islam. Setiap orang harus di-khitan, ajaran Sunda Wiwitan mewajibkan

Khitan bagi anak-anak sebelum mereka mencapai umur 10 tahun, sedangkan

Islam mewajibkan Khitan namun tidak ada patokan umur, melainkan

sebelum seorang anak memasuki akhil baliq ketika mereka telah diwajibkan

dan dibebankan untuk menjalankan ibadah sendiri. Kesamaan lain antara

Sunda Wiwitan dan Islam juga ada pada kegiatan mengurus jenazah, di

dalam Sunda Wiwitan mengurus jenazah merupakan kewajiban bagi yang

masih hidup, kewajibannya yaitu memandikan, mengkafani, dan

menguburkan, sedangkan di dalam Islam kewajiban bagi yang masih hidup

di dalam mengurus jenazah adalah memandikan mengkafani, menshalatkan,

dan mengubur. Walaupun ada beberapa tahapan yang sama, namun secara

teknis keduanya memiliki tata cara yang berbeda. Di dalam mengkafani,

Sunda Wiwitan menggunakan satu lembar kain putih bagi laki-laki maupun

perempuan, sedangkan Islam memiliki perbedaan jumlah penggunaan kain

putih antara laki-laki dan perempuan. Di dalam mengubur, Sunda Wiwitan

posisi badan jenazah diletakkan menghadap ke selatan (Sasaka Domas) dan

68

kepala menghadap ke barat, sedangkan Islam posisi meletakkan badan

jenazah menghadap ke arah barat (Ka’bah) dan kepala menghadap ke utara.

“Sunda Wiwitan dan Islam pada dasarnya memang merupakan

saudara antara satu dan lainnya, Sunda Wiwitan merupakan saudara tua

karena lahir lebih awal dan Islam merupakan saudara muda karena lahir

setelah Sunda Wiwitan”, Ayah Mursyid.

B. Saran

1. Sebagai agama lokal dan minoritas, sudah seharusnya Sunda Wiwitan

diberikan perlindungan serta pengakuan dari negara sesuai dengan apa

yang telah diatur oleh undang-undang.

2. Penguatan basis dengan bantuan pemerintah diperlukan sebagai

dinding pertahanan melawan arus globalisasi yang bukan tidak

mungkin lambat laun akan menggerogoti eksistensi masyarakat Suku

Baduy dan Sunda Wiwitan sebagai salah satu lambang kebudayaan

asli indonesia.

3. peran masyarakat di luar Suku Baduy juga sangat diperlukan demi

menjaga kelestarian budaya. Banyakanya masyarakat yang datang

berkunjung ke Desa Kanekes membuat interaksi selalu terjadi antara

Suku Baduy dan masyarakat luar, bukan tidak mungkin dampak dari

interaksi memberikan hal-hal negatif selain tentu juga hal-hal

positifnya.

69

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin. Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi

Agama. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006.

Anshari, Endang Saefuddin. Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran Tentang

Paradigma dan Sistem Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2004.

Basrowi, dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,

2008.

Erwinantu. Saba Baduy: Sebuah Perjalanan Wisata Baduy Inspiratif. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2012.

Ghee, Lim Teck., dan Alberto G. Gomes (ed.). Suku Asli dan Pembangunan Di

Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993.

HM, Arif., dan Saeful Bahri (ed.). Harmonisasi Agama dan Budaya Di Indonesia

(2). Jakarta: Balai Peneliti dan Pengembangan Agaman Jakarta, 2009.

http://gunggungsenoaji.wordpress.com/2010/08/30/masyarakat-baduy-hutan-dan-

lingkungan (Diakses pada tanggal 3 September 2014).

http://id.wikipedia.org/wiki/Agama (Diakses pada tanggal 12 September 2013).

http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes (Diakses pada tanggal 3 September

2014).

Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga, 2009.

Ihromi, T. O. (ed.). Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2006.

Jauhari, Imam B. Teori Sosial “Proses Islamisasi Dalam Sistem Ilmu

Pengetahuan”. Jakarta: Pustaka Belajar, 2012.

Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1980.

-----. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia, 1990.

-----. Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi 2009. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

-----. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2010.

70

-----. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-

Press), 1987.

Marzali, Amri. Antropologi & Pembangunan Di Indonesia. Jakarta: Kencana,

2009.

Munawar-Rahman, Budhy. Islam dan Pluralisme Nurcholis Madjid. Jakarta:

Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina, 2007.

Nasution, Harun., dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.

Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

University, Press, 1991.

Nottingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat “Suatu Pengantar Sosiologi

Agama”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Rohan, Abujamin. Ensiklopedi Lintas Agama. Jakarta: Emerald, 2009.

Sucipto, Toto., dan Julianus Limbeng. Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy Di

Desa kanekes Provinsi Banten. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film Direktorat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2007.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta, 2012.

Tumanggor, Rusmin (Ed.). Antropologi Agama Tanpa Ekonomi. Silabus

Perkuliahan Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Asry, Yusuf (Ed.). Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara “Melalui

Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama

Pusat dan Daerah Di Provinsi Maluku Utara, Papua, dan Maluku”.

Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2010.

Zain, Habib. Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan Secara

Terpadu. Bandung: Al-Bayan, 1998.

DOKUMEl\TASI

Gambar I

Wawancara dengan

Jaro Dainah

Gambar 3

Perjalanan menuju

Kampung Cibeo

Gambar 5

Perempuan Baduy menenun kain

khas Baduy

PEDOMAN OBSERVASI

Tanggal observasi :

No. Aspek yang diamati Ya Tidak Keterangan

I Warga Kampung Cibeo masih menjalankan

ajaran Kepercayaan Sunda Wiwitan.

2. Keberadaan tokoh adat yang memimpin warga

Kampung Cibeo dalam menjalankan ajaran

Kepercayaan Sunda Wiwitan.

3. Tokoh adat yang memimpin perneluk

Kepercayaan Sunda Wiwitan disebut Puun.

4. Larangan menggunakan segala bentuk barang

elektronik di kawasan Kampung Cibeo.

5. Larangan menggunakan segala bentuk barang

berbahan kimia di kawasan Kampung Cibeo.

6. Warga laki-laki di Kampung Cibeo

menggunakan ikat kepala putih.

7. Warga Kampung Cibeo menggunakan pakaian

berwarna hitam dan putih serta tidak boleh

dijahit mesin.

8. Warga Kampung Cibeo menjalankan ibadah

sholat wajib 5 waktu.

9. Al-Qur'an sebagai kitab suci Kepercayaan

Sunda Wiwitan.

10. Kelompok pengajian atau majlis ta'lim bagi

warga Kampung Cibeo.

1l Masjid dan atau Musholla sebagai tempat

ibadah sholat warga Kampung Cibeo.

PEDOMAN OBSERVASI

Tanggal observasi : 15 Mei 2014

No. Aspek yang diamati Ya Tidak Keterangan

I Warga Kampung Cibeo masih menjalankan

ajaran Kepercayaan Sunda Wiwitan.

2. Keberadaan tokoh adat yang memimpin warga

Kampung Cibeo dalam menjalankan ajaran

Kepercayaan Sunda Wiwitan.aJ. Tokoh adat yang memimpin pemeluk

Kepercayaan Sunda Wiwitan disebut Puun.

4. Larangan menggunakan segala bentuk barang

elektronik di kawasan Kampung Cibeo.

5. Larangan menggunakan segala bentuk barang

berbahan kimia di kawasan Kampung Cibeo.

6. Warga laki-laki di Kampung Cibeo

menggunakan ikat kepala putih.

7. Warga Kampung Cibeo menggunakan pakaian

berwarna hitam dan putih serta tidak boleh

dijahit mesin.

8. Warga Kampung Cibeo menjalankan ibadah

sholat wajib 5 waktu.

9. Al-Qur'an sebagai kitab suci Kepercayaan

SundaWiwitan.

10. Kelompok pengajian atau majlis ta'lim bagi

warga KampungCibeo.

11. Masjid dan atau Musholla sebagai tempat

ibadah sholat warga Kampung Cibeo.

PEDOMAN WAWANCARA

r' Tanggal wawancara :

./ Indentitas narasumber

./ Nama

./ Umur

r' Jenis kelamin

{ Pekerjaan

1. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?

2. -Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda

Wiwitan?

3. Bagaimana cara seseorang unfuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?

4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep

ketuhanan?

5. Bagaimana sistern kepercayaan yang ada di dalam Sunda Wiwitan?

6. Apa saja ritual keagamaan yangada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau

fokus kepada ibadah kelompok?

8. Apakah ada perbedahn dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antaramasyarakat di

, Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?

9. Apakah setiap desa di Baduy Dalam memiliki tugas dan peran khusus di dalam Kepercayaan

Sunda Wiwitan?

10. Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran

kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?

11. Apakah Kepercayaan Islam merniliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

12. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?

NARASUMBER:

Bapak Alim (Ayah Mursyid),40 tahun.

Wakil Jaro Tangtu Kampung Cibeo (Baduy Dalam).

Tanggal wawancara: 15 Mei 2014

HASIL WAWANCARA:

1. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?

Sunda Wiwitan adalah ajaran Sunda yang paling awal, jadi Sunda Wiwitan itu adalah

kepercayaanyang paling pertama ada di dunia.

2. Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda

Wiwitan?

Tidak bisa, Sunda Wiwitan sdalah kepercayaan yang hanya boleh dianut oleh orang Baduy.

3. Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Setiap orang Baduy yang melahirkan anak, maka secara otomatis analmya menganut Sunda

Wiwitan, tidak ada ritual khusus atau pengucapan syahadat seperti yang dalam Islam.

4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep

ketuhanan?

Sunda Wiwitan memiliki konsep ketuhanan, tuhan orang Baduy disebut "Gusti Nu Maha Suci

Allah Maha Kuasa", sebenarnya tuhan orqng Baduy sama saja dengan Islam, Kristen, dan

agama lain, hanya nama yang membedakan tetapi sebenarnya sama.

5. Bagaimana sistem kepercayaan yangada di dalam Sunda Wiwitan?

Selain "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa" sebagai tuhan orang Baduy atau yang juga

biasa disebut Batara Tunggal, orang Baduy juga percaya lalau Batara Tunggal memiliki

keturunan yang disebut Tujuh Batara, yaitu: Batara Cikal, Batara Patanjala, Batara

Wirasawa, Batara Wishnu, Batara Brahmana, Batara Hyang Nisknla, dan Batara

Mahadewa, dari Tujuh Batara tersebut, Batara Patanjala memiliki keturunan yang sekarang

lrami kenal dengan nama "Puun", dia lah yang menjadi ketua adat atau pimpinan di dalam

Sunda Wiwitan, karena dia bisa berhubungan dengan dunia atas dan dunia bawah. Batara

Tunggal juga dipercaya menciptakan manusia yang pertama itu di tanah Baduy, manusia

pertama itu bernama Adam yang diyakini menjadi cikal bakal nenek moyang orang Baduy

dan juga merupakan nabi yang dipercaya, selain percaya kepada Batara Tunggal dan Adsw

orang Baduy juga Wreary bahwo ruh-ruh nenefr moyang masih ofu dan *refigawsi segala

6.

7.

perbuatan di sini, makanya orang baduy harus taat kepada pikukah agar tidak membuat

marah ruh-ruh nenek moyang.

Apa saja ritual keagamaan yangada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Kawaluh, ngalaksa, dan seba.

Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau

fokus kepada ibadah kelompok?

Ibadah dalam Sunda Wiwitan dibagi menjadi dua, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus,

ibadah umum lebih ke arah perilaku hidup sehari-hari, dan ibadah khusus seperti yang telah

dijelaskan tadi yaitu kawaluh, ngalaksa, dan seba.

Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di

Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?

Kalau dari kepercayaan tidak ada, orang Baduy Dalam dan Baduy Luar memiliki aturan

yang sama, yang membedakan hanya dari segi pakaian dan pelalcsanaan aturan, untuk orang

Baduy Luar diberi kelonggaran dalam menjalankan aturan.

Berdasarkan sejarah, pernahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran

kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?

Tidakpernah.

Apakah Kepercayaan Islam merniliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Sunda Wiwitan lebih awal adanya daripada Islam, jadi tidak ada pengaruh Islam di dalam

Sunda Wiwitan-

Apakatr ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Ada beberapa persamaan antara Sunda Wiwitan dengan Islam, karena memang Sunda

Wiwitan dengan Islam itu bisa dibilang saudara, Sunda Wiwitan saudara tua dan Islam

saudara muda, contohnya: kami percaya tuhan Allah, malaiknt-malaikat, dan nabi-nabi, tata

cara mengurus orang meninggal juga sama (dimandikan, dikafani, dan dikubur), ada tahlilan

pada hari H, H+i, dan H+7 setelah kematian, ada 7 bulanan orang yang sedang hamil,

kewajiban khitan bagi anak-anak Baduy (dikhitan pada umur l0 tahun ke bawah), orang

Baduy juga punya kiblat yaitu ke arah selatan tempat Sasalw Domas, kalau Islam ke arah

barat tempat Ka'bah, tetapi kami tidak sholat karena perintah sholat ada pada masa Nabi

Muhammad, knrena kami adalah keturunan Nabi Adam maka kami tidak diwajibkan untuk

sholat.

8.

9.

10.

11.

NARASUMBER:

Bapak Jastrib (Ayah Narwati), 41 tahun.

Warga BaduyDalam.

Tanggal wawancara : 16 Mei 201 4

HASIL WAWANCARA:

l. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?

Sunda Wiwitan adalah Sunda paling awal.

2. Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda

Wiwitan?

Tidak bisa, Sunda Wiwitan hanya dikhususkan bagi orang Baduy.

3. Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Sejak orang Baduy baru lahir sudah menganut Sunda Wiwitan, tidak ada upacara-upacara

khusus.

4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang merniliki konsep

kehrhanan?

Iya, Sunda Wiwitan memiliki tuhan yang disebut "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa".

5. Bagaimana sistem kepercayaan yangada di dalam Sunda Wiwitan?

Sunda Wiwitan itu percaya tuhan, percaya kalau tuhan itu yang mengatur segala kehidupan

orang Baduy, orang'Baduy juga patuh terhadap aturan adat yang diwariskan nenek moyang,

karena orang Baduy percaya ruh-ruh nenekmoyang sampai saat ini masih selalu mengawasi.

6. Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Kawaluh, ngalal<sa, dan seba.

7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau

fokus kepada ibadah kelompok?

Dalam Sunda Wiwitan dibagi dua ibadah, ada ibadah umum yaitu ibadah yang mengatur

perilaku hidup sehari-hari, dan ibadah khusus yaitu kawaluh, ngalaksa, dan seba.

&. Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di

Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?

Tidak ada, yang beda, hanya dari segi pakaian saja, dan pelalaanaan aturan di luar lebih

longgar daipada di dalam.

9. Berdasarkan sejarah, perndrkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran

kepercayaannya di Desa Kanekes, klrususnya Kampung Cibeo?

Tidak pemah, tetapi kalau dahpah-dalarah ada, biasanya satu minggu sekali ada yang masuk

lre Baduy Dalam dan berdala,vah.

10. Apakah Kepercalaan Islam memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda WiwifanJ',

Tidak ada.

11. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Ada persamaan antara Sunda Wiwitan dengan Islam, seperti tuhan orang Ba&ty dan"Islam

satna, ada juga puasa yang lcalau di Sunda Wiwitan disebut kawaluh, ada tahlilan orang yang

telah meninggal, dan ada juga kewajiban khitan.

NARASUMBER:

Bapak Sawardi, 30 tahun.

Warga Baduy Dalam.

Tanggal wawancara: 16 l|i{ei 2014

HASIL WAWANCARA:

l. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?

Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang dianut orang Baduy, yang artinya Sunda paling

awal.

2. Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda

Wiwitan?

Tidak bisa, Sunda Wiwitan adalah kepercayaan khusus untuk orang Baduy.

3. Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Tidak ada caranya, sejak lahir orang Baduy sudah menganut Sunda Wiwitan, jadi tidak ada

upacara adatnya.

4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep

ketuhanan?

Iya, orang Baduy percaya adanya tuhan yang mengatur dunia dan seisinya, orang Baduy

menyebutnya "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa".

5. Bagaimana sistsm kepercayaan yangada di dalam Sunda Wiwitan?

Tuhannya "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa", ordng Baduy percaya kepada Adam

sebagai nabi dan nenek moyang, Adam dipercaya menjadi manusia yang pertama kali

diciptakan oleh "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa", selain percaya kepada mereka

orang Baduy juga percaya kepada nenek moyang yang telah meninggal, bahwa merekn masih

selalu mengawasi orang Baduy agar selalu menjaga perilaku sesuai aturan adat atau pilatlruh

yang telah turun temurun diwariskan oleh nenekmoyang.

6. Apa saja ritual keagamaanyangada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Kawaluh, ngalaksa, dan seba.

7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau

fokus kepada ibadah kelompok?

.. t

Dalam Sunda wiwitan ada dua ibadah, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum

mengatur perilalu hidup sehari-hari, dan ibadah khusus adalah kawaluh, ngalal<sa, dan

seba.

8. Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di

Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?

Tidak ada bedanya, yang beda hanya pakaian dan kelonggaran bagi orang Baduy Luar

dalam menjalankan aturan adat.

9. Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran

kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?

Biasanya ada yang masuk dan berdahnah di Baduy Dalam tetapi secara perorangan, tidak

pernah bersama-sama dalam satu rombongan.

10. Apakah Kepercayaan Islam memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Tidak ada pengaruhnya.

11. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Sunda Wiwitan dan Islam punya beberapa persamadn, seperti orang Baduy percaya kepada

Allah, Malaikat-malaikat, dan Nabi-nabi, dan juga ada beberapa ritual adat yang hampir

sama dengan Islam, seperti puasa kawaluh, tahlilan, khitan, dan cara mengurus jenazah.

NARASUMBER:

Bapak Marjuk, 60 tahun.

Warga Baduy Luar.

Tanggal wawancara: 16 Mei 2014

HASIL WAWANCARA:

l. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?

Sunda Wiwitan itu adalah kepercayaannya orang Baduy.

2. Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Keperc ayaan Sunda

Wiwitan?

Tidak bisa, karena Sunda Wiwitan hanya bisa dianut oleh orang Baduy.

3. Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Sejak lahir orang Baduy sudah menganut Sunda Wiwitan dari orang tuanya, jadi tidak perlu

ada ritual adqt atau semlcdmnya.

4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep

ketuhanan?

Iya, Sunda Wiwitan percaya terhadap tuhan.

5. Bagaimana sistem kepercayaan yangadadi dalam Sunda Wiwitan?

Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang sangat menghormati leluhur, orang Baduy harus

mau menjalankan aturan adat yang telah diwariskan dari nenek rnoydng, walaupun orang

Baduy Luar diberi kelonggaran soal menjatankan aturan adat, orang Baduy juga percaya

nabi yang diberi nama Adam ciptaan tuhan, dial ah yang merupakan cikal bakal lahirnya

orang Baduy, orang. Baduy juga taat pada pemimpin adat yang disebut "Puun", karena dia

adalah orang yang bisa berkomunikasi dengan dua alam, "Puun" dipercaya merupaknn

keturunan dari Batara Tunggal.

6. Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Kawaluh, ngalaksa, dan seba.

7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau

fokus kepada ibadah kelompok?

Ibadah dalam Sunda Wiwitan ada dua, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum

mengatur perilaku hidup sehari-hari, dan ibadah khusus adalah ibadah kawaluh, ngalafu,

daA&fu,

8. Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di

Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?

Tidak ada perbedaan antara orang Baduy Dalam dan orang Baduy Luar untuk pelaksanaan

kepercayaan Sunda Wiwitan, hanya di Baduy Luar lebih dibebaskan.

9. Berdasarkan sejarah, pernahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan,,,ajaran

kepercayaanny.a di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?

Tidak ada sejarahnya Islam menyeborkan ajarannya di Baduy, yang ada hanya dahnah-

dakwah dari warga di luar Baduy.

10. Apakah Kepercayaan Islarn memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Tidak, Islam tidakpunya pengaruh dalam Sunda Wiwitan.

11. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Persamaan ada pada kepercayaan orang Baduy dan Islam yang sama-soma percaya Allah,

Malailcat, dan Nabi, juga ada persamaan dalam ritual-ritUal seperti kawaluh yang biasa

disebut orang Islam dengan puasa, ada tahlilan orang meninggal pada hari H. H+3; dan

H*7,cara mengurus jenazahnya pun sama.

NARASUMBER:

Bapak Asmin, 35 tahun.

Warga Baduy Luar.

Tanggal wawancara: 16 }v4ei 2014

.l\'

HASIL WAWANCARA:

1. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?

Sunda lYiwitan adalah kepercayaan Sunda yang pertoma dan lahir paling awal.

2. Apakatr orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda

Wiwitan?

Tidak bisa, yang bisa menganut Sunda Wiwitan hanya orang Baduy.

3. Bagaimana cara seseorang untuk merneluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Sejak lahir orang Baduy sudah menganut Sunda Wiwitan, itu diturunkan dari orang tua yang

sudah menganut Sunda Wiwitan sebelumnya.

4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep

ketuhanan?

Iya, dalam Sunda Wiwitan dipercaya adanya tuhan sebagai pengatur dunia, dan orang Baduy

ditugas kan s ebagai peny eimbang kes elaras an dunia.

5. Bagaimana sistem kepercayaan yang ada di dalam Sunda Wiwitan?

Yang disebut tuhan'oleh orang Baduy adalah Batara Tunggal, yang merupaknn pencipta

segala apa yang ada di alam semesta, Batara Tunggal memilihi keturunan Tujuh Batara yang

salah satunya memiliki garis keturunan dengan "Puun", "Puun" adalah ketua dari orang

Baduy, orang Badqt juga sangat taat kepada pikukuh atau aturan adat yang diwariskan

turun temurun.

6. Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Kawaluh, ngalaksa, dan seba.

7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau

fokus kepada ibadah kelompok?

Dalam Sunda Wiwitan ada dua ibadah, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum

itu lebih mengatur perilaku sehari-hari, dan ibadah khusus itu ibadah-ibadah tertentu seperti

kawaluh, ngalaksa, dan seba.

8. Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di

Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?

Tidak ada.

9. Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran

kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo? , ,. ..,,

Islam tidak pernah menyebarkan ajarannya di Baduy, tetapi sekarang ini banyak yang sering

rnasuk untuk berdakwah mengajak menganut Islam.

10. Apakah Kepercayaan Islam merniliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitanl .

Tid& ada pengaruhnya.

I l. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Ada beberapa persamaan, antara lain tuhannya sama-sama Allah, sama-sama percaya

tnalailrat, sama-sarna percaya nabi, ada puasa dan khitan, serta tahlilan dan syularan juga.

NARASUMBER:

Bapak Dainah, 55 tahun.

Jaro Pamarentah.

Tanggal wawancara: 16 Mei 2Ol4

HASIL WAWANCARA:

1. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?

Sunda Wiwitan itu adalah kepercayaan yang dianut orang Baduy, yang artinya Sunda yang

paling awal.

2. Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda

Wiwitan?

Tidak bisa, orang luar tidak bisa masuk jadi warga Baduy, tidak mungkin orang modern mau

hidup seperti orang Baduy, yang ada sebaliknya, bary1ak warga Bafury yang keluar dari

Baduy karena tidak kuat.

3. Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Sejak lahir warga Baduy telah menganut Sunda Wiwitan, tidak ada ritual seperti membaca

kalimat syahadat kalau dalam Islam, syahadat dibaca ketika upacara pernikahan.

4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep

ketuhanan?

Iya, Sunda Wiwitan percaya akan adanya tuhan "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa".

5. Bagaimana sistem kepercayaan yang ada di datam Sunda Wiwitan?

Orang Baduy percaya kepada tuhan "Gusti lrfu Maha Suci Allah Maha Kuasa", orang Baduy

juga percaya kepada nabi Adam yang merupaknn keturunan dari Batara Patanjala yang

merupaknn salah satu dari Tujuh Batara Keturunan Batara Tunggal atau "Gusti Nu Maha

Suci Allah Maha Kuasa", orang Baduy juga percaya kepada aturan adat atau pilulafi yang

telah turun temurun diwarisknn oleh nenek moyang, karena orang Baduy yakin bahwa ruh-

ruh nenek moyang masih ada dan selalu mengawasi setiap perbuatan, ruh-ruh tersebut

berlatmpul di Sasaka Domas yang merupakan pusat dari wilayah Baduy sekaligus menjadi

kiblat orang Baduy.

6. Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Ritual yang ada dalam Sunda Wiwitan itu seperti knwaluh, ngalaksa, dan seba.

' 7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yangfokus kepada ibadah pribadi atau

fokus.kepada ibadah kelompok?

Dalam Sunda Wiwitan ada dua ibadah, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum

adalah ibadah dari segi perilaku sehari-hari, dan ibadah khusus adalah ibadah yang

memiliki waktu-wahu tertentu, yaitu kawaluh, ngalaksa, dan seba.

8. Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan arfiaramasyarakat di

Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?

Tidak ada perbedaan, yang membedakan Baduy Luar dengan Baduy Dalam hanya pakaian,

yaitu ikat kepala, baju dan bawahan, kalau Boduy Dalam menggunaknn kain, sedangkan

Baduy Luar menggunakan celana.

g. Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan 'ajaran

kepercayaannya di Desa Kanekeg khususnya Kampung Cibeo?

_ Tidak pernah, tetapi kalau dakwah-dakwah perorangan sering, mengajak untuk masuk Islam,

, 'i .-'. : tetapi itu semua kembali ke keyakinan masing-masing.

10. Apakah Kepercayaan Islam memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?

' Tidak ada, Sunda Wiwitan dan Islam adalah dua kepercayaan yang berbeda, tetapi memiliki

persomaan, karena memang berasal dari sumber yang sama.

11. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?

Ada persamaan antdra Sunda Wiwitan dengan Islam, tuhan ordng Baduy dan Islam sama-

sama Allah, orang Baduy percaya malaikat, dan nabi, dalam Sunda Wiwitan ada puasa,

zakal, dan khitan, ada tahlitan, dan syularan kelahiran.

I

I

Il1

i

j

,I

, Tentang,,:

SABA BUDAYA DAN PERLINDUNGANMASYARAKAT ADAT,TATAB Xr*=XeS { dADUY}

ll Dengan,meeg:hel,{iilp ridho&ng:Maha Kuasa, ;iPeh e ri n tah De$a d-h Eih oag a,fiaatifii,la$$arakat Kan ekes

Menimbang : t - ,1,$*q}y,3__.!l-d..aslgra. y--,l;$RpBgRi*llgs$grakat adat yans terikat

lHak,tutdsk pada, ketehtuan::$aq

*r*ra* atdtehaksud, didapat satudi lingkungan Tatar

Mengingat Undang"u-addng, Nornor, 5 Tahuni,.-1'g6c.terl ! Peraturan Dasar Pokok-pokokAgraria (Lefitl?i$ NeSdia l[ahua.',.}$6o Nomor 104, Tambahan LembaranNegara Nomor 2043);

Undang-undang Nomor 9 Tahun '1990 tentang Kepariwisataan (LembaranNegara Tahun 1 990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427);

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (LembaranNegara Tahun 1 997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran NegaraTahun 1 999 Nomor 1 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);

Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten(Lembaran Negara Nomor 182 tambahan Lembaran Negara Nomor 4010 tahun2000);

UndangFundang Nomor 34 tahun 2OOO tentang Pajak Daerah dan Retribusidaerah (Lembaran Negara tahun 2000 Nomor 246 tambahan Lembaran NegaraNomor 4048);

Undang-undang Nomor, 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (LembaranNegara tahun 2004 Nomor 32 tambahan Lembaran Negara Nomor 4377)

Undang undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lernbaran Negara Nomor 1 25 tahun 2004);

Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antaraPemerintah Pusat dan Daerah;

Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah (LembaranNegara Tahun 2001 nomor 1 1 8, tambahan Lembaran Negara Nomor 41 38);

Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah(Lembaran Negara Tahun 2001 nomor 119, tambahan Lembaran NegaraNomor 4139h

1.

e.

f.

k.

1.

l. Peraluran Daerah Kabupaten Lebak nomor 1 5 tahun | 989 dan Nomor 33 tahun'1996 tentang Retribusi Masuk Kawasan Baduy;

m. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak nomor 13 tahun 1990 tentang Pembinaandan Pengembangan Lembaga Adat Masyarakal Baduy di Kabupaten DaerahTK ll L@ir,,...:r::::::::::::=,,::::i:ii:::::::+i.,::.:ii::::::::::::::.

n. Peratq$n Daerah Kabupaten Lebak Nomor 30 Tahun 2001 tentang RencanaStrap*bis Kabupaten Lebak Tahun 2000-2005\Lembaran Daerah Kabupaten

*[.Oat Tahun 2001 Nomor 63 Seri D);

o. $Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 31 Tahr$ 2001 lentang RencanaTata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten LebakTahun 2001 Nomor 66eri C); ;.

Peraturan Daed #abupateiit Lebak Nomor 3t tahun 2001 tentangPerlindungan das Hak Ulayat'Masyarakat Baduy (Lembaran DaerahKabupaten LebqK,N or 65 seri! tahun,2001);

q. # Peraturan Daerah iabupaten Lebak Nomor 4 tahun 2o}z tentang

ffi Pembentukagr OrgatEqsi dan Tata Kerla Perangkat Paerah Kabupaten Lebak

$ {Lembaran Dr"H Ka"bupaten Lebak Nomor 8 seri D fahun 2002);

r. $ Surat Keputus#i Bupati f-eoai Uo*oi: 590/kep.233/H ukll}ol tentangF Penetapan E_at&i Oatas Detail Hak Ulayqt Masyarakat Adat Baduy di Desa

Kanekes (Sffi#[xan t-euwlOamar xabuPiten Leo'ak tertanggal 15 Juli 2002;

s. -Pp. ffin.-_O--a9tahha$uflAl'ffieb6.-61ffipr,,,S 2003tentang Perubahan'aIffiPeranrran DAUrah* K$ffilfoaterir ffibak Norffi2g tahun 2000 tentangPemerintahan,.Desa (Lenibffih Daer# KabupatdifiLebak Nomor seri D

200.*)ii

ftrAuran ddiiirafr fabupat6gg.{ebab.tkrmor 2 ta[un 2004 tentang Tata Caradffi Ieknik Penyusiunan.rPffi raffi ffiah dan fene rbitan Lembaran D ae rah(Leil*baran Daarah Rabupgffi{}eballiryun 2004 nomor 4 seri D);

i -.*--r-:;----.ii. I :v. Suiat Kefrrtusan CainatPenunjukan Penanggur

::::ll::..ilil:

.li;r liirl$ r

.i &+i I ii. l

Itob iN$Ejb$$N$6;#$s$$$ltbebtdp. ,l30e5,,tanggal 16 Februari

lw.:Ei$t::9ul!* Peningkatan PAD

vi :==S6fat Kbdi$t$$dn..CE'nlEi-.:t€ffii&mar..{r1 mOir..'556.4/305.kecr(ll/2005 tentang'- peniiniuts A::l,,Peaen0gr+I:tgewab,rr@ngelola, yek Wisata Budaya Baduy

xecamat6$1[p,"ufd4Iat.5,: pate,n:L@qt tahggal 31 Desember 2005;

w. Surat Keputusarl'€Crnat=, 'Nomor :556.41305.Kec/Xll/2005 tertanggal3'l Desember 2005 tentang Pelimpahan wewenang pengelolaan pengunjung(saba) budaya Baduy dari pihak Pemerintah Kecamatan Leuwidamar kepadaPemerintah Desa Kanekes.

Memperhatikan : tisulan dan saran Baris Kolot Adat Tatar Kanekes dalam musyawarah adat tanggal30 Juni 2007.

Dengan persetujuan

MAJELIS PEBMUSYAWARATAN ADAT

MEMUTUSKANMenetapkan : PEBATURAN DESA DAN LEMBAGA ADAT MASYABAKAT KANEKES TENTANG

SABA BUDAYA DAN PEBLINDUNGAN MASYAHAKAT ADAT TATAR KANEKES(BADUY)

BAB I

PENGERTIAN UMUM

Peristilahan

Pasal 1

Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan ;

(1) Areal Larangan adalah kawasan tanah ulayat di Desa Kanekes (Baduy) yang dilarang untukdikunjungi dan dimanfaatkan sebagaimana telah ditetapkan oleh ketentuan adat

(2t Babakan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kampung baru yang terpisah dengan

2.

(3)

t4)

(5)

{6)

(7)

(B)

kampung induk sebagaimana telah ditetapkan oleh ketentuan adat.

Baduy adalah sebutan bagi masyarakat adat Kanekes yang dikenal masyarakat luas untukmenunjuk berbagai unsur yang terdapat di Tatar Kanekes.

Baduy Dalam ataupun Tangtu Tilu, adalah sebutan bagi masyarakat adat dan berbagai hal lainterkait dengan Desa Kan-e1res*l(Ang,,,b=.e=.!,,q,ggi-s=iJi,.&*t(n&!gUng ,Cikeusik, Cibeo dan Cikartawana,sebagaimana telah ditetap,,kan oleh ketentuan adat. ?i

Baduy Luar adalah sebuian untuk penduduk desa Kanekes yanf4endiami perkampungan di luarTantu Tilu, sebagaimana telah ditetapkan melalui ketentuan adat. "'<q-,*t*Bale adalah rum$ panggung yang berfungsi sebagai tempat musyawarSr adat, sebagaimana telahditetapkan oleh k$entuan adat. ,,, .:

$

Baresan adalah kLbmpok perangkat adat yang diperbantukan pada tot6h adat sebagai pengawal

keamanan dan k$ertiban, sebagaimanatelah dit pkan oleh ketentuan adat.

Cendera mata aSlah pernik atau-::**erlal, dan atau l iSm terlentu yarlg memiliki nilai simbolisasi ,

dan terikat secar$langsung dengan keberadaan Masyaiirt<at Xanekes se.ita memiiiki nilai ekonomis

Dangka adalah areal y"ng "** apministratif berada di luar wilayah Desa Kanekes, yang pada

umumnya pendu(uknya masih memiliki keterikatan kekerabatan dan kosmik dengan warga serta

Dibuatalaudengin sebutan larl. Ngetdm, adalah memanen paOl yang sudah menguning.

(e)

(10)

(11)

(12\

(13)

(14)

(1s)

(1 6)

::\$: : il l-::::::::::::::::=

$rhe 'ffinam.ffiqA..ierS=lsi bercocok tanam yang

:: :::i:i:1:t:::t :t I ::::::::::l

Hak lllayat adalah*aw$r.44pgaa,.*.aAg1fienuiuffikum ad$ dipunyai oieh masyarakat hukum adattertentu atas wilayaiir.te1.tliffiirr P,"S,Fffi**iiO!$Jin0ffiL6o!,ftF,.35$ warJalYa.untuk mensambiltertentu atas wilayah terteirtu yang merupmanfaat dari surpber daya afam, asuk risebut, bagi kelangsungan hidup

batiniah turun temurun dan tidak

E*?* warganya untuk mengambilt€tdbbut,.baoi kefahqsunqan hidup

(18) Jaro Pamarentah adalah perEn$ltgfi,3,$ yary,berIgL1,g9-i::B..Oun"' pelaksana pemerintahan DesaKanekes, sebagaimana telah diletd'iik'8fr:::ii$lffiiii(eGiiluan adat dan dikukuhkan melalui SuratKeputusan Bupati Lebak.

(19) Jaro Tangtu adalah perangkat adat yang berfungsi sebagai wakil Puun yang berkenaan denganurusan luar.

(20) Jaro Tujuh, adalah para pengatur adat yang ada di Panamping, bertugas untuk menangani masalahkeamanan di seluruh wilayah Panamping.

(21) Kawalu, adalah upacara syukuran / selamatan dari hasil huma Serang. Dilakukan dalam waktu tiga

-."t"

(22) Kolenjer adalah kalender atau sislem penaggalan yang dipergunakan masyarakat adat Kanekesdan berlaku secara turun temurun.

(23) Kokolotan / Kokolof, adalah para sesepuh kampung Panafiping.

(24) Leu[ adalah tempat persediaan i pengawetan padi hasil huma yang dimiliki keluarga rnasyarakatadat Kanekes.

(24) Masyarakat Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Kanekes KedamatanLeuwidamar Kabupaten Lebak yang mempunyai ciri kebudayaan dan adat istiadat yang berbedadengan masyarakat disekitarnya;

(25) Masyarakat Luar Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di luar dan atau disekitar DesaKanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak;

(26) Nebas atau Nuaran Kakayon adalah menebangi pepohonan dan semak belukar yang terdapat dilahan garapan.

(27) Ngaduruk adalah suatu kegiatan proses pembersihan huma dengan membakar sampah organiksecara terukur dan lerawasi.

(28) Ngangkut adalah proses pengangkutan hasil panen ke rumah masing-masing untuk dikeringkandan disimpan di leuit.

5-

(2e)

(30)

(31)

(32)

(33)

(34)

(3s)

(37)

(38)

(3s)

(40)

(41)

Ngaseuk adalah proses penanaman benih yang dilakukan dengan membuat lubang dengan jarakterlentu diareal huma dengan menggunakan sebuah tongkat kayu yang runcing.

Ngored adalah membersihkan rumput di sekitar tanaman padi.

Kalanjakan - Kapundayan adalah upacara adat tasyakuran atas hasil panen.

Panamping ataupun Kaluaran, adalah'areal wilayah yahffiraOa di luar Tangtu Tilu

[,::r,i:3flJil',1:.6*lr:tll[in!!fn'ni'"n vano oisertakatuq;] penseroia sebasai tanda

..,:,!Pemandu adalah$iang atau seseorang yang memiliki ijin untuk melaku(Sn pemanduan dalam sababudaya Baduyi K$nekes.

Penggunaan Laifun adalah setiap upaya yang dilakukan baik oleh i.perorangan maupun olehkelompok orangTfierlenlu/badan yang berkaitan*ngan pengusahaafl lahan bagi peruntukkanpertanian, perkebunan, dan pemanlSalan hasil aladiilainnya. li

Perlindungan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah danmasyarakat dalqm melindungi-:tatanan m yar,akat.=, Baduy dari upaya-upaya yang

mengganggulmer..i{rsak yang b€. -sEl$ari ar masEakdBa&y; .^

Porter adalah &xaryal teBga bant$an yang- diffidia*an oleh flrangkat desa Kanekes.SebagaimanaditdrtapkanolehjaroPamaientahDesaKanekes

(42) Seba Tahun aOaldh,iiffi8hia. iiKabupaten Pandeg|a ;= P..llHBt+E

(43)

(44)

(45)

(46)

(47),

(46)

(4e)

(50)

daerah (Kabupaten Lebak,dlrftr Keresidenan rBanten)

Tangtu Kadu Kuiang adalah'is#rlah iep0,dibeulxan feffi$*n0nuni Kampung Cikartawana.

Ta ngt u T i I u adalah keselu ru han sisteff tidat dli tsadUy Oalam

Urang Tangtu adalah sebutan bagi masyarakat Baduy Dalam

Urang Panampingadalah sebutan bagi masyarakat Baduy Luar

BAB II

W I LAYAHWilayah RJministratif

Pasal 2

Tatar Kanekes adalah Kesaluan wilayah administratif Desa Kanekes sebagaimana diatur dalamPeraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak UlayatMasyarakat Baduy

Secara Administratif Tatar kenekes merupakan wilayah khusus yang didalamnya memuat aturan adatdan aturan administrasi pemerintahan desa pada umumnya

Tatar Kanekes merupakan wilayah setingkat desa dalam tata administrasi Kabupaten Lebak dengansebaran dan nama kampung sebagai berikut:

1. Kaduketug 1

2. Kaduketug 23. Cipondok4. Kadukaso5. Cihulu6. Marengo7. Balingbing

(1)

(2\

(3)

4:

'T=r't

F,ii

II

8. GajebohL Cigula10. Kadujangkung11. Karahkal12. Kadugede13. Kaduketer I14. Kaduketer215. Cicatang I16. Cicatang 217. Cikopeng18. Cibongkok *+i':'19. Sorokokod $20. Ciwaringin $2'1. Cibitung $22. Batara &

?1 llvg:in"&24. Cisaban 1 3

25. Cisaban 226.27. Kadukohak28.29. Kaneungai' 30. Cicakalmui31. Cicakal T32. Cipaler 1

33. Cipaler 234. Cicakal35. Babakan36. Cicakal37. Cipiil Lebak

TonggohCin*gsi

cisaou

38.39.40.41.42.43.44.45.46.

Ciqagu 2 s-:iBabakan Eurih

47. Cijanar8. Cibeo49. Cikeusik50. Cikafiawana51. Ciranji52. Cikulingseng53. Cicangkudu5,4. Cibagelut55. Cisadane56. Batubeuah57. Cibogo58. Pamoean

PosiSi Astronomispasal B

Secara Astronomis, Tatar Kanekes berada pada posisi; ,

6" 27':27" Lintang Selatan (LS) sampai dengan

6'30':oo" Lintang Selatan (LS)

108'3':9" Bujur Timur (BQ sampai dengan

106" 4':55" Bujur Timur (BT)

Batas Wilayah Administratif

Pasal 4

Desa Kanekes sebagrai wilayah Masyarakat Baduy yang memilikl batas-batas Desa sebagai berikut:

5:

a. Utara

b. Barat

c. Selatan

d. Timur

'I . Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwidamar.

2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar.

3. Desa Nyagati Kecamatan Leuwidamar.

l.DesaPardkaffi qgi,6g.g.44g=.4tan.fuiq1919tri9,,,,,,,*

2. Desa Kebopdau Kecamatan Bojongmanik. \3. Desal<y,Srg Nunggal Kecamalan Bojongmanik. h.1. Cik€e Kecamatan Cijaku; :: :.

=.

,. X"r$O Combong Kecamauin Uuncaru. *

2. Des* Cilebang Kecama l!iluncang*F.:r=== i

Batas AlffiPasal 5

:BiJuy yang diukur

:dengan Keputusan

Masyarakat adat Kanekes mempergunakan sistem penanggalan dan orientasi waktu berdasarkan

peredaran bulan (lunar), sebagaimana diyakini dan digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Sebagaimana

diatur dan ditetapkan oleh aturan adat.

,:,:i

Kalender Adat

Pasal I

Masyarakat Kanekes mempergunakan Kolenjer sebagai instl'nment penanggalan dan penentuan tarikh

dalam berbagai kepentingan, sebagaimana diatur dan diyakini berdasarkan aturan adat.

Waktu Larangan

Pasal 9

Tidak seluruh waktu dalam pananggalan dimaksud, masyarakat Kanekes dapat dikuniungi, sebagaimana

diatur oleh ketentuan adat.

BAB IVTUJUAN DAN ALUR

Tujuan

6:

--_

r-

Pasal 10

(1) Tiaptiap kunlungan ke Tatar Kanekes diatur dan dikelola secara sistematis melalui aturan dan

f ungsionalisasi perangkat desa.

Tujuan Kunjungan disampai{e-"--aeia''td'itU)iB'aanltau diketahqi oleh Jaro Pamarentah, dan atau

perangkat adat yang *;!Sr", mandat. ,.\(2)

(3)

(1)

(2)

.sfl' '.,,q

Alur kunjungan meliputi lintasan perjalanan yang diatur berdasarkan kete&an adat.

# ii:

BentLk KunjUngan

$ .:rli ,riiPasal lit}i =

Bentuk-bentuk kunj{:ingan ke Tatar KAnekes diatur dan ditelola secara sisl,ematis melalui aturan dan_1

f-unosionalisas''"'B:n"t^.0^'',-,u,,,:,;.:=,;,,,,,,. i.s

='=' .$Bentukkunjungan$bagaimanatilih&ud,diantarang;=',,tat =:-

a. Penelitian, dan 4au kegiatan.$iijac-B,,sebagai-nr.a-na dinyatakan atau termaktub dalam surat

rekomendasi dari

:]Ji:iii'. _' ::i::::::::i:r::::::::j :;:::'

(1)-.

seCara:.aiatematis melalui aturan dan

(2) Alur kunjungan sebagaimana dimaksud, diSusdii"d-iiOdfi tata urutan sebagai berikut;

a. Pintu masuk dan keluar melalui Kaduketug dan diketahui oleh perangkat desa.

b. Melalui alur sebagaimana ditetapkan oleh perangkat desa;

b.1. Alur dua; Kaduketug-Dangdang-Kaduketer-Kiara Lawang; (kawasan tangtu) Cibeo. Alur

b.2. Alur satu; Kaduketug-Balingbing-Maren$o'Gaigboh; (kawasan tangtu) Leuwibuled-Cipaler-

Cipiit-Cijengkol-Cikadu-Cikartawana-Cibeo, dan alur,pulang sebaliknya dan atau alur satu.

Pintu masuk

Pasal 13

Untuk masuk kewilayah Tatar Kanekes, hanya diperbolehkan melalui Kampung Kaduketug.

Pengunjung yang masuk melalui jalur selain Kampung Kaduketug, dinyatakan sebagai pengunjung

illegal.

Larangan

Pasal 14

(1)

(2|

7:

(1) Untuk meniaga keutuhan sosial budaya dan kelestarian lingkungan hidup Tatar Kanekes,

diberlakukan beberapa larangan kegiatan

(2) Bentuk-bentuk larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut :

'=,, , ,i': , -.=u-t*i6;==

1, ..t,,,,-'::: : : :: : :::: : ::::: :::::::::

Pasal 16,, ;ie*'

(1) Pengunjung mendapat izin masuk/ pas setelah melakukan pelaporan kedatangan.

(2) Bentuk pas dikategorikan sesuai dengan bentuk dan tujuan kunjungan.

(3) Pengunjung yang telah melalui prosedur sebagai mana ditetapkan dalam pasal 11 ayat (2) akan

diberikan Pas Kunjungan yang berlaku selama berada dalam wilayah Tatar Kanekes..::l

(4) Pas diberikan oleh perangkat desa pada saat pelaporan kedatangan

. BAB VI

JUMLAH PENGUNJUNG DAN PENGELOMPOKAN

Jumlah Pengunjung

Pasal 17

Jumlah pengunjung dibatasi berdasarkan kelipatan jumlah setara 40 (empat puluh) orang, dan

diberlakukan kelipatan dalam pengelompokan.

Pengelbmpokan dilakukan bersama perangkat desa pada saat pelaporan kedatangan

Pengelompokan

Pasal 18

(1)

(2\

8:

(1)

s\

,tlI

{tE

(1) Untuk menertibkan pengunjung serta memperhatikan daya dukung lingkungan, pemberangkatan

Untuk mempemudah pengawasan dan kepuasan pengunjung, maka atas pengunjung rombongan,

akan diadakan pengelompokan sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1).

Setiap kelompok akan didampingi,o,leh..qgpl6ng,p.,Am6lgxl16;tukmpngantar ketempat tujuan di Tatar

Kanekes. ,l '',

Setiap Kelompok akan dibekali tanda Pas Pengunjung yang berlainanr

,,{x

,,, '- HlntervaEPembe-*gkatan $

,, ,,,,:,:.,:. p"t", 1S', , ,.= =:

t!,'t.t

rh

$ranOkat

desa pada saat

W

(2)

(3)

(1)

(2)

Perlengkapan

Pasal 21

Perlengkapan pengunlung diatur dan dikelola melalui ketentuan desa dan pengawasan dilakukan oleh

perangkat desa.

Jenis-jenis perlengkapan yang termasuk dilarang dipergunakan diwilayah tangtu, akan diberitahukan

oleh perangkat desa pada saat pelaporan kedatahgan.

BAB VIII

PEMANDUAN DAN PEKARYA (PORTER)

Pemanduan

Pasal 22

Pemanduan pengunjung di Tatar Kanekes disusun dan dikelola berdasarkan ketentuan sebagaimana

diatur melalui ketentuan desa.

Flekomendasi dan sertifikasi dilakukan oleh Dinas lnformasi Komunikasi budaya dan Pariwisata

Kabupaten Lebak.

(1)

(2|

9:

t-

(3) Pemeriksaan rekomendasi dan sertifikasi dilakukan oleh perangkat desa sebagaimana ketentuan

yang berlaku.

Pekarya (portefl

=' Pasal 23 lu.

Pekarya (porte0 bdlpul'A dibawa pengunjung maupun yang disediakaq oleh perangakat desa harus

sesuai dengan keteiifiran yang berlaku. 2:.: n :.

fr

Pemeriksaan/ penlpdiaan pekarya (porte, dilakuffin oleh perangkat {9sa pada saat pelaporan

kedatangan +i

(1)

(2\

P,EnOelolffi:r ,,..,.

itiliPasg!,,,,:€4:,.,,,

l\.#-;iij:ri.i:f i,,4,:,iif,€

kelestarian sumber daya

mendukung peningkatan

Pasal 25

Untuk kelangsungan pengelolaan, Jaro Pamarentah dapat mengeluarkan kelentuan teperinci lainnya

dengan persetujuan Musyawarah Adat. :.,

Pasal: 26

Dalam keadaan tertentu, dan sangat diperlukan dalam rangka mempertahankan dan atau memulihkan

harmoni dan kelestarian manusia dan lingkungan di Tatar Kanekes, Jaro Pamarentah dapat menghentikan

kegiatan tertentu dan atau menutup Tatar Kanekes'terhadap semua kunjungan atas persetu,juan

Musyawarah Adat.

Struktur Perangkat Pengelola

Pasal 27

(1) Struktur Perangkat Pengelola disusun dan diatur oleh Jaro Pamarentah atas perselujuan lembaga

adat.

(2) Perangkat Pengelola bertanggung jawab kepada Jaro Pamarentah.

10:

r-

(3) Personal Pengelola memiliki kewenangan

Keputusan Jaro Pamarentah.

masa bakti 'l (satu) tahun dan diatur melalui Surat

issEili\\'\\\s..d'

;rrux$$ft$r r}(ur*rxuw

RETRIBUSI; Tata Cara ".q,.

fl" Pasat 28 \t

Retribusi diatur dalam iata cara sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan daerahI -

,, i :,,,,,,,, =i ... L

Kabupaten Lebak

Femungu-tafi

Pasal 29,

Besaran Retribusi ait""&k#$t 6 Hlt ffiffi"* "Kabupaten Lebak dan disampaikan oleh perarqkat

sesuai dengan ketentuan Van$ bf{.1,!,,! :,1,.:l .t 'i iiii , , ,. ,

.,,:. til::, :, ,,: ,,.14i4+' '

(2) Sanksi yang diberlakukan berdasarkan kepritijSdh /d'ng merujuk kepada ketentuan adatdan atau

peraluran perundangan yang berlaku.

(3) Bentuk sanksi dapat berupa

a. Teguran oleh Jaro Pamarentah dan atau perangkat desa lainnya yang diberi mandaU

b. Denda sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku;

c. Pengusiran oleh perangkal adat

d. Peradilan adat;

e. Pengusiran oleh Jaro Pamarentah yangselanjutnya diserahkan kepada aparat kepolisian Sektor

Leuwidamar.

BAB XII

KETENTUAN TAMBAHAN

Perbaikan dan penafsiran

Pasal 32

Dalam rangka menghindari perselisihan dan kesimpangsiuran pengeloaan Saba Budaya Kanekes dari

kepentingan perorangan serla sebagai wujud pengakuan hak Masyarakat Adat, maka segala sesuatu yang

belum memiliki kejelasan dan atau terjadi perbedaan penafsiran, akan diatur kemudian dengan ketentuan

yang sederajat secara parsial dan merupakan bagian yangtak terpisahkan dengan Peraturan Desa ini.

11 :

FI

rIl,

KETENTUAN PENUTUPnlt "+^

#*"'l Pasal 33 \t*

Peraturan Desa (perdes!:ini mulai berlaku sejak tanggal (iundangkan. Agar seti& orang mengetahuinya,.. :: #memerintahkan penguQangan Peraluran Dgfi.a ini @rgan penempatann$ dalam Lembaran Desa

Kanekes. ,ji $

,, =*,*|,=

ir,,,s,iil'...:i.i:,ir ' 'ra , ,,r,

N*u>ri::::i,:.***\R"A,B*#*L***,*.u

,|lj W,a 'fi.$a ffi * nno PAMARENTAH/

,t1.r,l*ssffif-lls{ll]|]$nliylffiin; .NKEPALADESAKANEKES,

DAINAH

= '1vlii; ': 1, ff -.

: - ;1

,,# !+.:.; :.::..:..::..::.:..:....- $ Disahkan di Kaduketugt

:ffi, r:/i;l :..:t; ;..j....= s"y 'w,, i;;; "-

;

Diundangkan di Kaduketugpada tanggal, l5 Juli 2oo7SEKRETARIS DESA KANEKES,

H.SAFIN

u:

PENJELASANPERATURAN DESA KANEKES

lzt,id Nomor 01 Tahun 2007 \fi 'TentaBg =

IIVIISVANNXAT AtsAT TATAH]]]KANEKES (BADUY)

UMUM ;i

dalam segalamengakui keberadaansemua tingkatan dan

menjatani interaksi pd$ilif dengin_ ma.qya-r,efAl-l?-ffia;,p-g$EE#E:qg6!ffi{h dqhm upaya perlindunsan,kebutuhan aturan-aturan spesifik menjadi dangat mendasar. Termasuk Peraturan Desa yang mengatursistem kunjungan dalam istjtan Sa5i.'B*. i tEak,iaja merup-akan pagar penjamin, akan tetapi lebih dariitu diharapkan menjadi pendorong dinamikw#*.i?{ll;$ang;p.r*ertabat dan menjunjung tinggi nilai manusia

dan kemanusiaan.

Penjelasan pasal demi pasal

Pasal 1

Cukup jetas

Pasal 2

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jetas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Sistem Wnanggalan merupakan proses kreatit masyarakat Kanekes sebagai upaya meniaga orientasi,

dimana seluruh sistem dan perikelakukan hidup merupakan peribadatan dari tatalitas hidup. Sistempenanggalan menggunakan alat bantu yang disebut kolenjer, dimana sistem Wrhitungan tanggal dan

kepada ketentuan adaleksistensinya

lndonesia dalamke waktu. Eksistensi yang

yang memiliki asas

i masyarakatlainnya,

Kanekes.

13:

bulan berdasarkan pola rotasi bulan (ekliplunar). Segala aktivitas hidup diberi makna dan penerjemahansebagai upaya menjaga harmoni dan kearifan lakal.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Pemberitahuan/pubtikasi. laingan waktu kunju ngan akan d ilakukan oteh JaroPemberitahuan/publikas(,;tdiangan waktu kunjungan akan dilakukan oteh Jaro pqnarentah kepada semuapihak yang dianggap be$epentingan. Termasuk pelaporan kepada camat Leuv@amar dan instansi teknislainnia diinakai kabuoaten ., :;. ,\I ai n ny a d it in g k at kab u patb n

Pasal l0

(3) Cukup jelas

Pasal 1 1

(1) Cukup jelas.

lii

1i.f ,,,,=,,,,,,,,,,=.,.

(2) Basi kunjunsan yans\Wiliffir$rrJir iP {ie.#fiaa5perang kat aday 6ssq.#Apat tt:l*ttabe#]i m4*sld,

penelitian sehinggaimengisi surat

pernyataan di atas keitas,tui*Abiei,aeuiillff:tw @p6 I (satu) hardco py I apo ran pe n e I iti ai::

Pasal 12 :i::: .1,

(1) Cukup jelas:

(2) Alur

Pasal 13

(1) Cukup jetas

(2) Cukup jelas.

Pasal 14

(1) Cukup jelas.

(2) Yang dimaksud dengan benda etektronik adalah ; Kamera baik kamera konvensional, digitat maupunkamera dari telepon selular serta, alat perekam suara dan gambar (audio dan video) berupa taperecorder, celular audio video recorder, i-Podcorder dengan behagai variasinya, DV/CD-cam audio videorecorder dan turunan perlengkapan teknologi audio video yang bersifat mobile lainnya.

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16 '.' ;1''

(1) Bentuk Pas Kunjungan berwujud Kartu yang memitiki tanda pengesahan oleh Jaro Pamarentah danmemiliki perbedaan warna. Warna kartu pas merupakan tanda batas lingkup dan tujuan kunjungan.Warna putih merupakan warna yang memiliki kisaran tujuan kunjungan terluas dan terlama sesuaidengan ketentuan. Sedangkan warna kuning mencakup kunjungan selama-lamanya 2 (dua) hari,Sedangkan warna merah merupakan kartu pas dengan kisaran waktu dan lingkup kunjungan terbatas.

(2) Cukup jelas

(3) Cukup jelas

(4) Cukup jelas

Pasal 17

(1) Pembatasan jumlah serta interuat kelompok dilakukan demi menjaga daya dukung budaya danekosistem yang ada, serta memudahkan dalam mekanisme pengawasan oleh perangkat desa ataupetugas yang ditunjuk oleh jaro Pamarentah.

(2) Pemeberitahuan tujuan kunjungan aaiian Xeierrngrn yang tercantum datai"surat pengantar mauponsurat rekomendasi dari lembaga, instansi pengunjung, dan atau keterangan yang tercantum pada bukutamu di kantor Desa Kanekes ,:.

14:

.dlsl'

-i,

: l. -

(2) Cukup jelas

l' ,,: - -PaSal 20. ,, 1i.,,,:;;:.;;;1 . ,

(2) Cukup jelas

Pasal 18

(1) Cukupjelas

(2) Cukup jelas

(3) Cukup jelas

( 1 ) Perbekalan berupa'inakanan da$",;fi inumai,'denganatau bahan kemasan lainnya yangtidak bisa teruraim e n j ad i t a n g g u n gj *,t ab p i m p i n ar,li! e N: ln p& r o m bo rKampungKaduketdgditempal@lat1;d,ite.n1.a.kgfi

(2) Cukup Jelas

Pasal 21

(1) CukupJelas

(2) Cukup jela" i,i

lu

aluminium foil dankembali dan

kembali ke pintu masukat desa.

!t:

?emandu lndonesiaKabupaten

(2)

(3)

:.t' i*,.#f\}drrlitislkatdhl kualitas pemanduan di

nr?.W Kanekesl Baduv'

i,'Pasal 23

{l) Tenaga perbantuan baik yang berasal dari dalam maupun luar Desa Kanekes, yang ditunjukberdasarkan keputusan Jaro Pamarentah.

(2) Cukup jelas

Pasal 24

(t) Pengelolaan Saba Budaya Kanekes diupayakan sebagai bagian perwujudan kelestarian sumber dayahayati dan keseimbangan ekosistem di Tatar Kan*es, sehingga dapat mendukung peningkatanke sej ahte raan masyarakat

(2) Cukup jelas

(3) Jaro Pamarentah memilih dan atau menuniuk personalia perangkat Saba Budaya Kanekes, baik yangberasal dari perangkat adat atau dari masyarakat lainnya berdasarkan keahlian khusus.

(4) Jaro Pamarcntah melaporkan pengelolaan kepadi Baris Kolot secara periodik sekurang-kurangnyasatu kali dalam satu tahun dalam kalender masyarakat Kanekes dan diatur oteh permusyawaratanAdat

Pasal 25

Bentuk peeluran pelengkap ataupun peraturan pelaksanaan, bba berbentuk Peraturan Jaro Pamarentahatau Keputusan Jaro Pamarentah.

Pasal 26

Dalam keadaan tertentu (force majeur), dan sangat diperlukan dalam rangka (mempertahankan) dan atau(memulihkan harmoni dan kelestarian) manusia dan lingkungan di Tatar Kanekes, Jaro Pemerintah dapatmenghentikan kegiatan tertentu dan atau menutup Tatar Kanekes terhadap semua kunjungan ataspe rsetuj u an m u sy awarah ad at

15:

Pasal 27

(1) Struktur Perangkat Pengelala disusun dan diatur oleh Jaro Pamarentah atas persetujuan lembaga adat.

(2) Cukup jelas

(3) Cukup ielas

Pasal 28

Cukup ietas $

Pasal 29 1,:.

Cukup jelas

Pasal 30 i

dilakukan olehdengan dihadiri oleh

dengan ketentuan yang

(2) Cukup Jelas

B adat yang

yang diiatuhkanat as p e t a n g a*.+€;T.atJ,E q!,i t&tlw,,fl,fr ffib ag i m as y ar akafAd dl tW el<ea$4]Wk

't::.rld. Peradi\an adat diIaksanakaa1*hleM teri$-faqlQriggairan

kewajiban-kewajibankeitentuan adat yang berlaku.

tindakan yangd i ku al if ikas i kan sebag ai adat yang akibatnya disampingm el ah i rkan kew aji ban - kewaj i ba n Kanekes untuk memulihkannya, jugaaktivitas-aktivitas lainnya baik bersifat phisik maupun psykhis guna mengembalikan harmoni yangterganggu tersebut sesuai dengan ketentuan adatyang berlaku

e. Tindakan pengusiran oleh Jaro Pamarentah yang selaniutnya diserahkan kepada aparatkepolisian Sektor Leuwidamar, merupakan sanksi atas perbuatan baik langsung ataupun tidaklangsung, perbuatannya ataupun akibawa yang dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana dalamhukum positif Republik lndonesia.

Pasal 32

Cuiup jetas '::::::"

Pasal 33 :'

Cukup jelas

Tambahan Lembaran Desa Nomor:

t6:

Besaran retribusi merup'bkan besaranyangdit*tukan oleh sistAm tarif/ retribus'l:yang berlaku diKabupaten Lebak, seba$aimana dinyatMdaa,,lerpamiifrg Fffiniit$nOar Xetetltuan tarif di Kantor Desa

Kanekes. *

- ,g

Pasal 31 '"1 ..

,a,

!j:,

17:

ffi"."

C

ii----'-'--'--''ii'''-

KWITANSI IZIN SABA BUDAYA BADUY(ISBB)

/Ds-Itun/2001/ISBEV I nat'-ttl Nomor :

ry ?r'9?

!tN'r . Ab&nratanaerftl Tetahterima&ri

Uutuk pcmbayaran : IZfN SABA BIJDAYA BADUY,DI DESA KAIIEI(ESrumhh peserta : ...... ..*{.. ..' ..'.Orang

Yang mengeluerkm PerizinanPengelola sabcbudaYa

.., \r- ,

Berdasarkan

sNom or: /Ds-Ikr/?001/ISBB/ f l20l

surat

tr4*1.; d--g;; iii i-e-f-'p*" C";r** i e"*.yl menge!*erka$ surat ;zin Sa* B.:day* kepada Name Sekolah Tersebut di

atas dengaa tujuan lebih dekat dengan masyarakat adat Baduy

An&mlv*sNamaNomorNimJumlah..ll. orangPenanggung Jawab

AIamal. Bcrdc$rka[ surat trfupu$s*n Disporabudpar Kab.Lebak No 556.4/04&Dirporabudpar/2011'tcntang

penuajukan penauggungiaw_ab pengelole wiseta:Budayr B*duy' niCuy ti"t*"gg.t O[Febuari 2011.periL*l pctimpahan serrcntng urtuk mengelola !#itati Baduy.

AI'APTIN ATTTBAN.ATAfrAN II{ASYARAKAT ADAT EADA Y

Melapor Kepad* Kcpela Desa Kenekes.Mcagisi tuku trmu y$gtelrh di sedi*km.Meaihargai serto me*gf,rrm*ti adat istiedat e*cyarak*t Baduy eelama ada di wilayah Bad*y.fidak membawa radio tapgserta tidak membunyikarya selama berada di wilayah Baduy'

Tidak membawa gitar atau memaittkanya selema di wilayah Baduy'

Tidxk x6erbrwa alet p*uge.ms su*rn uutuk di vileyah( Baduy dalam Cibeo Cikeusik Cik*rt*wana datr hutan

Iinduug)Tidak membawa senapat angina atau sejenisnya

Tidak membuang sampan semkangan {Tenrtama dari bahan kaleng atau pelastik iTidak aembuang santph dan sejenisnya ke zungai.

TIDAX.MEMBUANG PUIIITUNG ROKO VANG NTASIH MENYAT-A-

Tidak menebang pohoon sembarangan dan lidak msrcabut sryanjang jalar yarg di lalui daan merussak.

parr pengurjirg #tar?*g mcmastki h*tan l*rang*r i Hutan Lindtt46 dan Httan Trttpa* )?idak-membawa dan nn*-rgkoms-r;*si minuman yarrg meraabokfiri'

Tidak membawa atau me.Jgkomsunsi obat-obattelarang seperti ( Narkoba Shbu'shbu dan lain-lain.

Tidak melanggar Norma susila.

MENGTNAP_U XENW YENITA DAN PRTA HARAS TERPISATI TERXECUALI SUAMI ISTRI.

Tidak meuggunakan Saburr0dol Salrmpo jika mandi di zungai( Khuzus di Baduy Dalam ) -BAG7 onAryc xuur fiirfir ( BarA baeNe ntaaNesu )DILARANG MEMAsaw BADUY DAr-./thr

DI frADIJy DAIaIt[ *r.raRAtic ( MEMATRET MEMBaAT REIUMA ywlo MEifiaUAT rrIRI DAi'i St]i4RA)

IADA BrI-AN xAVALa MENaiwT nENANGGAi':4N BADaY SEL/IMA 3 $aLAIBADUY DAIAM TERTWUP

Untut para penelitian harus membawa Surat Keterangan penetitimg dari masing-masing Lembaga {XAMPAS)Meme*.ahi Ferailirafi U*de*g-tedaag y-ar:3 berlaku di liidsrcsia'Menjap Statititas Xeamans4ketentrama4k6e*ibm umum dan kebersihan.

Melaftsanakan qiaradp€rictah agsma secara teatib dan tidak menycolok.

Ketent,gn tersebut di atas hanya sebagiar kecil dari penturar adat masyarakat Baduy,untuk lebihjelas bisa ditanyakan

kepada pemukaadat f"fasyaraket Badu,'daa aparat Desa Kanekes ( Baduy )MELAPTOR KETAIIA KE?ALA D-ESA KANE(ES SEBELUhf, DAN SESUDAE MELAKSAF{AKAN

I(EGIATAN.Menghcrm*i adat irtirdat masyarakat Btduy dan sekitarnya'

Demikian Surat Izin ir:i dibuat dan dipagurakan sebagaimana mestinya.

Pe*gelola saba bud*ya

effiffiQr<L'=gd

SAINf,AN

.-*