Upload
khangminh22
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“KONSEP AJARAN AGAMA ISLAM DI DALAM
KEPERCAYAAN SUNDA WIWITAN MASYARAKAT DESA
KANEKES, KECAMATAN LEUWI DAMAR, LEBAK, BANTEN”
Oleh:
Abdurrahman
NIM. 109015000028
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
i
ABSTRAK
Abdurrahman, Konsep Ajaran Agama Islam di Dalam Kepercayaan
Sunda Wiwitan Masyarakat Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar,
Lebak, Banten, Skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi-Antropologi,
Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kanekes merupakan sebuah desa yang termasuk dalam wilayah administrasi
Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten. Sampai saat ini di Desa Kanekes
tinggal dan menetap sebuah kelompok masyarakat adat yang hidup dengan
kearifan lokal yang sangat kuat, kelompok masyarakat ini dikenal dengan nama
Suku Baduy. Masyarakat Suku Baduy merupakan masyarakat adat yang meyakini
aliran kepercayaan lokal mereka yang dikenal dengan nama Sunda Wiwitan.
Sebagai sebuah sistem religi, Sunda Wiwitan memiliki unsur-unsur yang
diharuskan ada pada setiap sistem religi, yaitu emosi keagamaan, sistem
kepercayaan, sistem upacara keagamaan, dan kelompok keagamaan. Berdasarkan
berbagai sumber informasi dan sejarah dikatakan bahwa Sunda Wiwitan sangat
memiliki hubungan dengan agama Islam. Hal ini diakui pula oleh masyarakat
Suku Baduy sebagai penganut Sunda Wiwitan itu sendiri, bahwa memang Sunda
Wiwitan dan Islam memiliki hubungan sejarah. Menurut mereka Sunda Wiwitan
dan Islam diciptakan oleh tuhan yang sama, namun pada zaman nabi yang
berbeda. Jika Islam merupakan ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW,
maka Sunda Wiwitan diyakini sebagai ajaran yang dibawa oleh nabi Adam AS
yang merupakan nenek moyang manusia yang diciptakan jauh sebelum nabi
Muhammad SAW lahir.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Teknik pengumpulan datanya antara lain, wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Kemudian teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa antara Sunda Wiwitan dan Islam
memiliki beberapa kesamaan pada unsur-unsur sistem religi yang ada di antara
keduanya. Beberapa kesamaan di antara keduanya ada di dalam emosi
keagamaannya, sistem kepercayaannya, dan sistem upacara keagamaannya.
Kecuali di dalam kelompok keagamaan yang tidak ada kesamaan di antara Sunda
Wiwitan dan Islam.
Kata kunci : Sunda Wiwitan, Islam, Suku Baduy, Desa Kanekes.
ii
ABSTRACT
Abdurrahman, The Concept of The Teachings of The Islamic Religion
In The Belief of Sunda Wiwitan Kanekes Village Community, District of
Leuwi Damar, Lebak, Banten, Thesis of Sociology-Anthropology Education,
Department of Social Sciences, The Faculty of Tarbiyah and Teacher
Training, The Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Baduy is a village in the administrative District of Leuwi Damar, Lebak,
Banten. Until recently in the village of Baduy live and settle a group of
indigenous people who live with a very strong local wisdom, this community
group known as the Baduy. Baduy community are indigenous people who are
convinced of their local trust flow known as the Sunda Wiwitan. As a religious
system, Sunda Wiwitan has elements that are required in every religious system,
namely religious emotion, belief system, systems of religious ceremonies, and
religious groups. Based on various sources of information and the history it says
that Sunda Wiwitan very close ties with the Islamic religion. It is also recognized
by the public as Baduy Sunda Wiwitan itself, that indeed Sunda Wiwitan and
Islam have a historical connection. According to their Islamic and Sunda Wiwitan
was created by the same God, but at the time of the Prophet and different. If Islam
is the teachings brought by Prophet Muhammad, then believed to be Sunda
Wiwitan teachings brought by Prophet Adam who is ancestor of human beings
that were created long before the Prophet Muhammad was born.
The methods used in this research is descriptive qualitative. Among other
data gathering techniques, interview, observation, and documentation. Later data
analysis techniques used in this research is the reduction of the data, the
presentation of the data, and draw conclusions.
From the result of the study found that between the Sunda Wiwitan and
Islam have some common ground on elements of existing religious system in
between. Some of the similarities between the two are in their religious belief
systems, emotions, its religious rited and system. Except in religious groups that
have nothing in common between the Sunda Wiwitan and Islam.
Keywords : Sunda Wiwitan, Islam, Baduy, Kanekes Village.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
limpahan nikmat dan karunia-Nya, proses penulisan skripsi yang berjudul
“Konsep Ajaran Agama Islam Di Dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan Masyarakat
Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten” ini bisa selesai.
Shalawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan untuk Baginda Nabi Besar
Muhammad SAW, atas jasa besarnya yang telah membimbing kita dari zaman
gelap gulita menuju zaman yang terang benderang.
Penyelesaian skripsi ini tentu tidak akan pernah tercapai tanpa adanya
bimbingan, bantuan, serta dorongan dari berbagai pihak yang dengan senang hati
memberi hal-hal positif dalam proses penulisan ini. Tidak ada kata lain yang
pantas diucapkan, selain terima kasih kepada semua pihak atas bimbingan,
bantuan, serta dorongannya. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Nurlena Rifa’I MA. Ph. D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Iwan Purwanto, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima
kasih atas bimbingan, pengarahan, serta motivasinya kepada penulis selama
masa perkuliahan, jasamu abadi.
4. Drs. H. Syaripulloh, M. Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih
atas segala saran dan kritik yang membangun, serta segala solusi yang
diberikan kepada penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini, jasamu
abadi.
iv
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPS, yang telah dengan sabar dan ikhlas
memberikan begitu banyak pengetahuan, sehingga bertambah pula
pemahaman penulis selama masa perkuliahan.
6. Masyarakat Suku baduy (Bapak Sawardi dan keluarga, Bapak Alim, Bapak
Jastrib, Bapak Marjuk, Bapak Asmin, dan Bapak Dainah). Terima kasih atas
keterbukaannya menerima penulis untuk sebentar masuk dalam kehidupan
kalian yang “tertutup”, atas keramahan yang walaupun terlihat kaku, justru
menjadi keunikan tersendiri bagi penulis selama beberapa waktu mencoba
ikut menjadi salah satu bagian masyarakat Suku Baduy, dan atas
pengetahuan tentang alam dan lingkungan yang menunjukkan kemajuan
pemikiran dengan balutan kearifan lokal yang sangat terasa kental, tidak
akan berubah kekaguman dan semakin bertambah kecintaan penulis kepada
kalian.
7. Kedua orang tua tercinta (Asmawi dan Suhaenah). Beribu bahkan berjuta
kali mengucapkan terima kasih pun tidak bisa mengganti begitu banyak
pengorbanan yang telah dan sedang dilakukan demi melihat anak-anaknya
kelak menjadi manusia-manusia yang berguna. Abi dan Umi, terima kasih
atas limpahan kasih sayang, ribuan do’a, dukungan moril dan materil, serta
banyaknya nasihat kepada penulis yang terkadang justru tidak didengar,
mohon maaf atas segala khilaf anak kalian yang belum bisa mewujudkan
semua harapan kalian.
8. Adik-adik tersayang (Nurazizah dan Neneng Syukria Fatimah). Terima
kasih atas suasana yang diberikan, sehingga emosi sebagai keluarga bisa
terus terjaga dan semoga akan selalu terjaga, aamiin.
9. Kawan-kawan Empat Sembilan Siswa Pecinta Alam (ESSISPAL). Terima
kasih atas pengalaman masa SMA yang sangat luar biasa, di ESSISPAL
penulis mulai menemukan karakter serta membangun pondasi menjadi
pribadi, jasamu abadi.
10. Kawan-kawan angkatan 23 ESSISPAL (Cipta, Gigin, Arif). Terima kasih
atas pertemanan, pengorbanan, kerja sama, dan kekompakan yang pernah
ada, kalian guru-guru terbaik bagi penulis, jasamu abadi.
v
11. Kawan-kawan Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan
Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Batutah (KMPLHK RANITA). Terima
kasih atas soft skill yang telah banyak diberikan sehingga kemampuan
penulis semakin terasah, atas pengalaman yang serba pertama penulis
rasakan (terjun ke bencana, terjun ke operasi SAR, keliling pulau di
Indonesia), maaf atas segala kekurangan yang penulis berikan karena tidak
maksimalnya penulis dalam menjalankan tugas, jasamu abadi.
12. Kawan-kawan angkatan 22 KMPLHK RANITA (Karpes, Bogang, Takare,
Bloso, Genjer, Tarim, Bronto, Glutak, Langu, Dojeng, Toyog, Pilang, Boles,
Layor, Blana, Potasa, Siyem, Waren). Terima kasih atas pertemanan,
pengorbanan, kerja sama, dan kekompakan yang pernah ada, kalian guru-
guru terbaik penulis, jasamu abadi.
13. Kawan-kawan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Angga, Didik, Irul,
Ridwan, Mahbub, Yuli, Tenjo, Fahri, Asep, Gilang, Umam, Bang Uceng,
Bang Qori, Bang Dziki, Bang Gunawan, Bang Yusri, bang Muhammad,
Bang Irpan, dan kawan-kawan lain). Terima kasih atas wawasan
kebangsaan, pengetahuan tentang ideologi, serta pengetahuan tentang politik
yang tidak akan pernah penulis dapatkan di bangku perkuliahan, jasamu
abadi.
14. Angga, Iqbal, dan Umar. Terima kasih atas waktu yang telah direlakan
untuk mendampingi penulis menjelajahi keeksotisan Suku Baduy yang luar
biasa, jasamu abadi.
15. Kawan-kawan penulis (Yusuf, Mubin, Feri, Iqbal, Didik, Fahri, Furqon,
Bayu, Imam, Akbar, Wahyu Dj, Aisyah, Lita, Aini, Desi, Indah, Ella, dan
kawan-kawan lain). Terima kasih atas saran dan kritik membangun yang
selalu menjadi pecut penyemangat penulis.
16. Semua kawan-kawan seperjuangan jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Konsentrasi Sosiologi-Antropologi kelas C, serta semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu namun tidak mengurangi rasa
terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan.
vi
Akhir kata, penulis harus meminta maaf sebesar-besarnya atas segala
kekurangan dan ketidaksempurnaan yang pasti ada dalam skripsi ini. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dengan harapan
akan selalu ada perbaikan di dalam tulisan-tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini
bisa lebih bermanfaat tentu khususnya bagi penulis dan semoga umumnya bagi
pembaca sekalian sebagai koleksi tambahan dalam khazanah ilmu pengetahuan di
Indonesia bahkan dunia.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Jakarta, 1 Desember 2014
Penulis
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ..................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah.............................................................................. 5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah ................................................................................... 6
2. Rumusan Masalah ................................................................................. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
2. Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kebudayaan
1. Pengertian Kebudayaan ........................................................................ 8
2. Wujud Kebudayaan .............................................................................. 9
3. Unsur Kebudayaan Universal ............................................................. 11
4. Akulturasi dan Asimilasi .................................................................... 13
5. Konsep Kebudayaan ........................................................................... 15
a. Kenisbian Kebudayaan .............................................................. 15
b. Etnosentrisme ............................................................................ 17
c. Kebudayaan Selalu Berubah ..................................................... 18
B. Agama (Religi)
1. Pengertian Agama ............................................................................... 19
2. Beberapa Asal Mula Religi ................................................................. 21
viii
3. Unsur-Unsur Dasar Religi .................................................................. 27
C. Islam
1. Pengertian Islam ................................................................................. 30
2. Rukun-Rukun Agama Islam ............................................................... 31
a. Rukun Islam .............................................................................. 31
b. Rukun Iman ............................................................................... 33
c. Rukun Ihsan............................................................................... 35
D. Penelitian yang Relevan ..................................................................... 36
E. Kerangka Berpikir .............................................................................. 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 42
B. Latar Penelitian ................................................................................... 42
C. Metode Penelitian ............................................................................... 43
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data .............................................................................. 43
a. Observasi ................................................................................... 44
b. Wawancara ................................................................................ 44
c. Dokumentasi.............................................................................. 45
2. Pengolahan Data ................................................................................. 45
a. Reduksi Data ............................................................................. 45
b. Penyajian Data........................................................................... 46
c. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi ............................................. 46
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................................. 46
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kondisi Fisik dan Sosial Daerah Penelitian
1. Letak dan Luas Daerah Penelitian ...................................................... 49
2. Batas Wilayah Administratif .............................................................. 49
3. Batas Alam.......................................................................................... 50
4. Kondisi Demografi ............................................................................. 50
B. Sunda Wiwitan.................................................................................... 51
1. Emosi Keagamaan .............................................................................. 53
ix
2. Sistem Kepercayaan............................................................................ 54
3. Sistem Upacara Keagamaan ............................................................... 57
a. Kawalu ...................................................................................... 57
b. Ngalaksa .................................................................................... 58
c. Seba ........................................................................................... 59
d. Pernikahan ................................................................................. 59
e. Khitan ........................................................................................ 60
f. Mengurus Jenazah ..................................................................... 61
4. Kelompok Keagamaan........................................................................ 62
a. Orang Baduy Dalam .................................................................. 63
b. Orang Baduy Luar ..................................................................... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 66
B. Saran ................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 69
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Populasi Desa Kanekes, 1888 – 2009 ....................................... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi
Lampiran 2 Pedoman Observasi Lapangan
Lampiran 3 Hasil Observasi Lapangan
Lampiran 4 Pedoman Wawancara
Lampiran 5 Hasil Wawancara
Lampiran 6 Peraturan Desa Kanekes Tentang Saba Budaya dan Perlindungan
Masyarakat Adat Tatar Kanekes (Baduy)
Lampiran 8 Surat Izin Saba Budaya Baduy
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Berdasarkan sudut pandang kebahasaan – bahasa Indonesia pada
umumnya – “agama” dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa
sansekerta yang artinya tidak kacau, agama diambil dari dua akar suku kata
yaitu a yang berarti “tidak” dan gama yang berarti “kacau”1. Agama
dipercaya sebagai seperangkat pedoman yang mengatur segala bentuk
perilaku manusia di dalam segala aspek kehidupannya, agar tidak terjadi
kekacauan seperti yang telah dijelaskan di awal.
Jika ditinjau dari definisinya, maka keberadaan agama menjadi salah
satu unsur vital bagi kehidupan manusia. Pada hakikatnya setiap manusia
memiliki agama yang dijadikan pedoman bagi kehidupannya, yang di dalam
Antropologi disebut dengan sistem religi. Dari penjelasan di atas maka
dapat dikatakan bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang tidak memiliki
agama.
Nurcholis Madjid di dalam salah satu tulisannya menjelaskan tentang
Ateisme yang oleh sebagian besar masyarakat dipahami sebagai paham yang
tidak beragama, beliau memahami Ateisme tidak demikian. Ateisme oleh
Nurcholis Madjid dipahami hanya sebatas sebuah paham yang menolak
konsep tuhan menurut agama formal, namun Ateisme di dalam
pemahamannya juga merupakan sebuah agama dengan konsep Politeisme.
Apakah manusia bisa menjadi ateis, tidak percaya sama sekali
akan adanya yang Mahakuasa? Pertanyaan yang barangkali terasa
berlebihan, karena kita telah terbiasa berpikir bahwa Ateisme terdapat
di banyak sekali kalangan manusia, khususnya kalangan kaum
komunis. Bagi kita, kaum komunis adalah dengan sendirinya ateis, tak
ayal lagi.
Tapi cobalah kita renungkan fakta ini: Di pinggiran kota
Pyongyang, Korea Utara, di atas sebuah bukit, berdiri tegak patung
1 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 13
2
patung raksasa Kim Il Sung. Patung itu dibuat begitu rupa, sehingga
seolah-olah tangan Kim hendak menggapai langit, atau bersikap
seperti mau “memberkati” ibu kota Korea Utara. Salah satu
pemandangan harian ialah rombongan demi rombongan anak-anak
sekolah Korea Utara datang “menziarahi” patung itu, kemudian secara
bersama membaca dengan “khyusuk” kalimat-kalimat pujian kepada
Kim Il Sung. Bahkan konon, di negeri yang agaknya produksi
pangannya kurang menggembirakan itu, patung Kim dengan
tangannya yang menjarah langit itu, dipercayai mampu mengubah
pelangi menjadi beras!
Gejala apakah semua itu? Tidak lain ialah gejala keagamaan.
Atau, dalam ungkapan yang lebih meliputi, gejala pemujaan
(devotion). Anak-anak Korea Utara itu sebenarnya memuja pemimpin
mereka, Kim Il Sung. Tetapi gejala itu tidak hanya monopoli anakn-
anak kecil yang tidak berdosa. Patung Kim ada dimana-mana, begitu
pula poster-poster yang memampangkan potret pemimpin besar itu
mendominasi pemandangan Korea Utara bahkan konon pegawai pos
di sana tidak berani mencap perangko yang menggambarkan Kim,
seperti ketakutan kualat.
Dan gejala pemujaan pemimpin, tidak hanya khas Korea Utara,
pemandangan harian di lapangan Merah Moskow, Uni Soviet (dulu,
era Komunisme, BMR), misalnya, ialah deretan panjang orang antre
untuk berziarah ke mausoleum Lenin, dengan sikap yang jelas-jelas
bersifat “devotional” seakan meminta berkah kepada sang pemimpin
yang jenazahnya terbaring di balik kaca tebal itu. Stalin pernah
diperlakukan seperti tuhan, demikian pula Mao Ze Dong (Mao Tse
Tung) di RRC, dan seterusnya, dan sebagainya.
Melihat itu semua, kesimpulan yang boleh dikatakan pasti ialah
bahwa orang-orang komunis itu ternyata tidak berhasil menjadi benar-
benar ateis. Kalau ateis tidak memeluk agama formal yang ada seperti
Yahudi, Kristen, Islam, Buddhisme, Konfusianisme, dan lain-lain,
maka barangkali memang benar orang-orang komunis itu ateis. Tapi
kalau ateis berarti bebas dari segala bentuk pemujaan, maka orang-
orang komunis adalah kelompok pemuja yang paling fanatic dan tidak
rasional. Mereka memang tidak akan mengakui bahwa mereka
memandang para pemimpin mereka sebagai “tuhan-tuhan”. Tapi sikap
mereka jelas menunjukkan hal itu. Sebenarnya mereka telah
terjerembab ke dalam lembah Politeisme yang justru sangat
membelenggu dan merampas kebebasan mereka2.
Di dalam tulisan Nurcholis Madjid di atas sangat jelas
menggambarkan kehidupan keagamaan oleh kelompok-kelompok yang
2 Budhy Munawar-Rahman, Islam dan Pluralisme Nurcholis Madjid, (Jakarta: Pusat Studi Islam
dan Kenegaraan Universitas Paramadina, 2007), hal. 103
3
menyatakan diri sebagai penganut Ateisme. Manusia yang menyatakan
dirinya tidak beragama pun tanpa disadari telah melaksanakan ritual-ritual
“keagamaan”, maka tidak dapat dipungkiri bahwa agama memang pasti
dimiliki oleh setiap manusia disadari atau tidak disadari dan diakui atau
tidak diakui.
Antropologi menyebut agama sebagai sebuah sistem religi.
Antropologi merupakan ilmu pengetahuan yang juga memandang sistem
religi sebagai sesuatu yang pasti dimiliki oleh setiap manusia, di dalamnya
sistem religi termasuk salah satu unsur dari kebudayaan.
Di dalam Antropologi, sistem religi adalah salah satu dari tujuh unsur
kebudayaan universal, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial,
sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup,
kesenian, dan sistem religi itu sendiri3. Unsur kebudayaan universal adalah
unsur yang pasti ada di seluruh kebudayaan di dunia, mulai dari kebudayaan
yang sangat sederhana sampai dengan kebudayaan yang sangat rumit sekali
pun pasti memiliki tujuh unsur kebudayaan universal tersebut4. Itu berarti
sistem religi pasti ada di setiap kebudayaan yang ada di dunia, dan juga ada
dan tidak terlepas dari kebudayaan-kebudayaan yang tersebar di Indonesia
sebagai salah satu bagian dari kebudayaan yang ada di dunia.
Namun, sistem religi yang ada di Indonesia bukan hanya ada satu,
dua, atau tiga saja. Indonesia memiliki ratusan kelompok suku, dan
kelompok-kelompok suku yang tersebar di seluruh bumi nusantara memiliki
sistem religinya masing-masing yang telah dimiliki selama turun-temurun
jauh sebelum Indonesia merdeka bahkan lebih jauh lagi sebelum itu. Pada
zaman terdahulu sistem religi yang dipercaya dianut oleh nenek moyang
orang-orang Indonesia adalah Animisme (aliran kepercayaan dan
penyembahan terhadap roh-roh nenek moyang) dan Dinamisme (aliran
kepercayaan dan penyembahan terhadap benda-benda yang dianggap
3 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: PT Gramedia, 1990),
hal. 2 4 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi 2009, (Jakarta: Rineka Cipta,
2009), hal. 165
4
mempunyai kekuatan supranatural) yang sangat tidak asing didengar sampai
saat ini. Animisme dan Dinamisme adalah sebuah generalisasi bagi sistem
religi nenek moyang Indonesia pada zaman terdahulu, akan tetapi sub unsur-
unsur dari religi yang ada pada setiap kebudayaan di Indonesia tentu saja
berbeda dan memiliki ciri khas masing-masing pada setiap kelompoknya.
Seiring perjalanan waktu berbagai sistem religi asing datang dari luar
dan masuk ke Indonesia yang dimulai sejak zaman masehi, kemudian
melahirkan interaksi-interaksi antara sistem religi asing dengan sistem religi
lokal yang pada akhirnya melahirkan asimilasi dan atau akulturasi antara
keduanya. Sistem religi seperti Hindu dan Buddha yang berasal dari India,
Islam yang berasal dari Arab, dan Kristen yang dibawa oleh para Missionary
secara bertahap masuk ke Indonesia dan mulai menyebarkan paham
keagamaannya dari abad kedua sampai pada zaman penjajahan kolonial
Belanda dengan caranya masing-masing5. ada yang menyebarkan ajaran
agamanya dengan cara halus dan penuh toleransi kepada masyarakat lokal
Indonesia, dan ada pula yang menyebarkan ajaran agamanya dengan cara
kasar dan memaksa kepada masyarakat lokal Indonesia.
Sistem religi nenek moyang yaitu Animisme dan Dinamisme secara
bertahap mulai berinteraksi dengan sistem-sistem religi asing yang datang
dari luar. Interaksi sistem religi lokal dengan sistem religi asing melahirkan
proses asimilasi dan atau akulturasi budaya di Indonesia. Asimilasi dan atau
akulturasi antara sistem religi lokal dengan sistem religi asing yang terjadi
akhirnya melahirkan sistem-sistem religi baru di Indonesia. Banyak sistem
religi kelompok-kelompok suku di Indonesia yang saat ini ada merupakan
hasil dari asimilasi dan atau akulturasi budaya antara budaya lokal dengan
budaya asing yang berhubungan dengan sistem religi. Salah satu contoh
terjadinya proses interaksi antara sistem religi lokal dengan sistem religi
asing saat ini ada pada kelompok suku masyarakat di Desa Kanekes,
5 H. Arif HM dan Saeful Bahri (ed.), Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia (2), (Jakarta:
Balai Peneliti dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009), hal. 7
5
Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten yang merupakan hasil akulturasi
budaya.
Masyarakat di Desa Kanekes adalah salah satu contoh kelompok
masyarakat yang memiliki kebudayaan hasil dari akulturasi budaya lokal
dengan budaya asing, masyarakat di desa ini akrab dikenal dengan sebutan
Suku Baduy. Dalam tulisannya, Djajadiningrat menjelaskan bahwa Suku
Baduy pada dasarnya adalah masyarakat penganut kepercayaan Animisme,
namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, kepercayaan
Animisme mereka sedikit banyak dipengaruhi oleh agama Hindu dan juga
Islam6. Masyarakat Suku Baduy menyebut agama atau kepercayaan mereka
tersebut dengan nama “Sunda Wiwitan”.
Suku Baduy dikenal karena komitmen dan kemampuannya menjaga,
melestarikan, serta menjunjung tinggi tradisi yang diwariskan dari para
pendahulunya sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
salah satu tradisi yang masih dipegang teguh sebagai pedoman hidup adalah
kepercayaan Sunda Wiwitan yang telah dijelaskan sebelumnya, proses
interaksi antara sistem religi Islam dan sistem religi lokal Sunda Wiwitan
merupakan fenomena sosial yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Dengan latar belakang tersebut penulis bermaksud mengadakan
penelitian yang berjudul “Konsep ajaran agama Islam di dalam
kepercayaan Sunda Wiwitan masyarakat Desa Kanekes, Kecamatan
Leuwi Damar, Lebak, Banten”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
a. Adanya proses interaksi antara budaya lokal dengan budaya asing
yang masuk ke Indonesia.
6 Toto Sucipto, Julianus Limbeng, Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy di Desa Kanekes
Provinsi Banten, (Departemen Kebudayaan dan pariwisata Direktorat Jendral Nilai Budaya Seni
dan Film Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2007), hal. 58
6
b. Proses interaksi yang terjadi melahirkan akulturasi dan atau asimilasi
yang melahirkan sebuah kebudayaan baru terutama dalam agama atau
sistem religi di Indonesia.
c. Salah satu proses akulturasi terjadi pada masyarakat Desa Kanekes
antara agama Islam dan agama Hindu dengan animisme yang dianut
masyarakat lokal di sana.
d. Kepercayaan yang dianut masyarakat Desa Kanekes bernama Sunda
Wiwitan.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah
a. Pelaksanaan penelitian kepercayaan Sunda Wiwitan difokuskan pada
masyarakat Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi
Damar, Lebak, Banten.
b. Permasalahan terbatas pada akulturasi yang terjadi antara kepercayaan
Islam dengan kepercayaan Animisme yang ada pada masyarakat
Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak,
Banten.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep ajaran agama Islam di dalam kepercayaan Sunda
Wiwitan masyarakat Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak,
Banten?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep ajaran agama
Islam di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan.
7
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Sebagai sumbangan pemikiran tambahan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, terutama bagi perkembangan Sosiologi dan
Antropologi, khususnya kajian mengenai sistem religi.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis:
Sebagai media pembelajaran bagi penulis dalam
melakukan kegiatan-kegiatan penelitian berikutnya, serta
sebagai media penguatan pemahaman baik dalam tataran teori
dan tataran implementasi di kehidupan.
4. Bagi Pemerintah:
Sebagai referensi tambahan untuk membuat kebijakan-
kebijakan yang berkaitan dengan pembahasan pada penelitian
kali ini.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kebudayaan
1. Pengertian Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat, kata “kebudayaan” berasal dari kata
sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”
atau “akal”, dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang
bersangkutan dengan akal”1. Maksudnya adalah bahwa segala hal yang
berasal dari proses berpikir (akal) manusia merupakan bagian dari
kebudayaan, proses berpikir manusia bisa diartikan dengan proses belajar,
jadi hal apapun yang diperoleh manusia dari proses belajar itu adalah
merupakan sebuah kebudayaan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh ilmu
Antropologi, ilmu Antropologi mendefinisikan kebudayaan dengan
“keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan
belajar”2.
Banyak masyarakat umum memahami kebudayaan dengan
pemahaman yang sempit. Masyarakat umumnya memahami kebudayaan
hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan keindahan, dan
warisan zaman terdahulu saja, seperti: seni tari, seni rupa, warisan
bangunan-bangunan bersejarah seperti candi-candi, masjid-masjid kuno,
situs-situs purbakala, dan lain sebagainya. Padahal kebudayaan lebih luas
pemahamannya daripada hal-hal tersebut, ilmu Antropologi dan
Koentjaraningrat telah menjelaskan mengenai apa itu kebudayaan. Pada
dasarnya pemahaman umum yang berkembang di masyarakat mengenai
kebudayaan itu benar, hal-hal yang tadi disebutkan memang merupakan
bagian dari kebudayaan, tetapi kebudayaan bukan hanya itu, yang dimaksud
1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1980), hal. 195
2 Ibid., hal. 193
9
kebudayaan adalah segala hal dari sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia yang diperoleh dengan proses belajar.
Hampir seluruh tindakan yang dilakukan manusia diperoleh dengan
proses belajar baik formal maupun non-formal sejak manusia dilahirkan,
hanya tindakan refleks yang merupakan naluri manusia yang didapat tanpa
belajar, bahkan sifat alami yang dibawa manusia sejak lahir pun dirubah
menjadi sebuah tindakan yang harus dilakukan dengan proses belajar,
seperti cara makan dan minum yang bisa dilakukan tanpa belajar
dimodifikasi oleh manusia menjadi makan dan minum dengan cara-cara
yang rumit, begitupun dengan berjalan dimodifikasi oleh manusia dengan
berbagai macam gaya, dan sifat alami lainnya yang pada dasarnya bisa
dilakukan oleh manusia tanpa belajar sekalipun.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian kebudayaan yang menjadi pemahaman umum di masyarakat
merupakan salah satu bagian dari pengertian kebudayaan yang sebenarnya,
karena kebudayaan mempunyai pengertian yang lebih luas dibanding yang
dipahami masyarakat pada umumnya. Segala sistem gagasan (ide), tindakan
(perilaku), dan hasil karya manusia yang diperoleh dari proses belajar lah
yang merupakan pengertian kebudayaan secara menyeluruh.
2. Wujud Kebudayaan
Talcot Parsons dan A. L. Kroeber pernah membedakan secara tajam
wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari
wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan dan aktifitas manusia yang
berpola. Berdasarkan hal tersebut Koentjaraningrat membagi kebudayaan
menjadi tiga wujud, yaitu:
a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat.
10
c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia3.
Wujud pertama adalah wujud abstrak dari kebudayaan, karena wujud
ini tidak bisa dilihat atau diraba oleh panca indera, ide atau gagasan adalah
sebuah benda abstrak yang hanya ada di pikiran manusia. Ide atau gagasan
merupakan cikal bakal atau proses awal terlahirnya kebudayaan,
kebudayaan terlahir dari ide atau gagasan yang tercipta dan disepakati
bersama di dalam sebuah masyarakat, ide atau gagasan yang tercipta
merupakan hasil dari proses adaptasi dan belajar dari lingkungan dimana
masyarakat tersebut tinggal. Tahap selanjutnya ketika ide atau gagasan
tersebut telah disepakati bersama maka hal tersebut akan menjadi semacam
sistem sosial yang akan dipegang oleh masyarakat dalam menjalani
kehidupannya sehari-hari.
Wujud kedua kebudayaan merupakan tindak lanjut dari wujud
pertamanya. Ide atau gagasan yang telah disepakat bersama dijadikan
sebuah sistem sosial yang akan mengatur segala tindakan seluruh anggota
masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya. Maka wujud kedua dari
kebudayaan adalah segala tindakan dengan pola teratur seluruh anggota
masyarakat yang telah diatur di dalam sebuah sistem sosial yang terlahir
dari ide atau gagasan yang telah disepakati oleh mereka sendiri. Berbeda
dengan wujud pertama, pola tindakan manusia adalah sebuah hal yang bisa
ditangkap oleh panca indera manusia dan bukan merupakan suatu hal yang
bersifat abstrak.
Wujud ketiga dari kebudayaan adalah benda-benda hasil dari tindakan
atau aktifitas masyarakat yang berjalan sehari-harinya. Wujud ketiga dari
kebudayaan adalah hal berbentuk benda-benda konkret yang diciptakan oleh
masyarakat, seperti: komputer, pensil, kertas, baju, celana, lemari, gitar,
masjid, gereja, dan masih banyak lagi benda-benda yang telah diciptakan
oleh masyarakat yang dibuat untuk membantunya menjalani aktifitas sehari-
hari.
3 Ibid., hal. 200
11
Ketiga wujud kebudayaan tersebut adalah tiga bentuk yang pada
dasarnya saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Ide atau gagasan
pikiran yang lahir dan disepakati oleh masyarakat selanjutnya akan menjadi
sebuah pegangan hidup yang akan dan harus ditaati oleh masyarakat itu
sendiri, segala tindakan atau perilaku anggota masyarakat telah diatur dan
ditentukan di dalam sistem sosial mereka yang berasal dari ide atau gagasan
yang mereka ciptakan sendiri, selanjutnya segala tindakan atau aktifitas
masyarakat yang ada tentu saja akan melahirkan berbagai macam benda-
benda yang dibuat untuk menunjang segala tindakan atau aktifitas mereka,
atau hanya sekedar hasil yang telah diciptakan dari tindakan atau aktifitas
tersebut. Kemudian benda-benda yang telah tercipta seiring dengan
perjalanan waktu nantinya akan mempengaruhi cara berpikir dari anggota
masyarakat yang hidup di sekitarnya.
3. Unsur-Unsur Kebudayaan Universal
Dunia ini dihuni oleh milyaran manusia yang setiap pribadinya hidup
di dalam kelompok-kelompok masyarakat yang berbudaya, mungkin ada
ribuan atau bahkan lebih kebudayaan yang ada di dunia mulai dari
kebudayaan yang sederhana sampai dengan kebudayaan yang kompleks.
Setiap kebudayaan yang ada di dunia pasti memiliki unsur-unsur budayanya
masing-masing yang terintegrasi menjadi kebudayaan tersebut, banyak atau
sedikit unsur budaya tergantung dari sederhana atau kompleks
kebudayaannya. Tetapi dari banyaknya unsur yang ada pada kebudayaan-
kebudayaan di dunia, dapat ditarik menjadi kelompok-kelompok besar
unsur-unsur kebudayaan yang bersifat menyeluruh atau universal.
Di dalam bukunya “Pengantar Ilmu Antropologi” Koentjaraningrat
membagi unsur-unsur kebudayaan secara universal menjadi tujuh butir.
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maksud dari unsur
kebudayaan universal adalah bahwa dari sekian banyak kebudayaan di
dunia dengan berbagai macam unsur budayanya dapat diklasifikasikan
menjadi tujuh unsur besar, tujuh unsur ini adalah unsur-unsur yang pasti ada
12
di setiap kebudayaan yang ada di dunia, baik kebudayaan yang sangat
sederhana sampai dengan kebudayaan yang sangat kompleks.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa tujuh unsur kebudayaan
universal tersebut, yaitu:
a. Sistem Religi
b. Organisasi Sosial
c. Sistem Pengetahuan
d. Bahasa
e. Kesenian
f. Sistem Mata Pencaharian Hidup
g. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi4
Ketujuh unsur inilah yang dianggap secara umum ada menyeluruh di
setiap kebudayaan di dunia. Di dalam tataran implementasi, unsur-unsur ini
kemudian menjelma ke dalam wujud-wujud kebudayaan di masyarakat,
menjelma ke dalam ide-ide dan gagasan kebudayaan masyarakat, menjelma
ke dalam tindakan dan sistem sosial masyarakat, dan menjelma ke dalam
hasil-hasil kebudayaan masyarakat. Setiap unsur yang ada selalu menjelma
ke dalam tiga wujud tersebut, dari bahasa sampai dengan kesenian setiap
masing-masing unsur akan menjelma ke dalam ide, tindakan, dan
kebudayaan fisik di dalam setiap kebudayaan.
Koentjaraningrat menjelaskan di dalam bukunya “Pengantar Ilmu
Antropologi” mengenai unsur-unsur universal yang menjelma ke dalam tiga
wujud kebudayaan.
Sistem ekonomi misalnya mempunyai wujudnya sebagai
konsep-konsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat-istiadat yang
berhubungan dengan ekonomi, tetapi mempunyai juga wujudnya yang
berupa tindakan-tindakan dan interaksi yang berpola antara produsen,
tengkulak, pedagang, ahli transport, pengecer dengan konsumen, dan
kecuali itu dalam sistem ekonomi terdapat juga unsur-unsurnya yang
berupa peralatan, komoditi, dan benda-benda ekonomi. Demikian juga
sistem religi misalnya mempunyai wujudnya sebagai sistem
keyakinan, dan gagasan-gagasan tentang tuhan, dewa-dewa, roh-roh
4 Ibid., hal. 217
13
halus, neraka, surga, dan sebagainya, tetapi mempunyai juga
wujudnya yang berupa upacara-upacara, baik yang bersifat musiman
maupun kadangkala, dan kecuali itu setiap sistem religi juga
mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda
religius. Contoh lain adalah unsur universal kesenian yang dapat
berwujud gagasan-gagasan, ciptaan-ciptaan pikiran, ceritera-ceritera,
dan syair yang indah. Namun, kesenian juga dapat berwujud tindakan-
tindakan interaksi berpola antara seniman pencipta, seniman
penyelenggara, sponsor kesenian, pendengar, penonton, dan
konsumen hasil kesenian, tetapi kecuali itu semua kesenian juga
berupa benda-benda indah, candi, kain tenun yang indah, benda-benda
kerajinan, dan sebagainya5.
4. Akulturasi dan Asimilasi
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang akan selalu dinamis
bergerak dan berubah seiring dengan berjalannya waktu. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, tiga wujud kebudayaan akan selalu berotasi dari ide
yang diimplementasi menjadi tindakan, tindakan yang akan melahirkan hasil
kebudayaan, dan hasil-hasil kebudayaan yang nantinya akan mempengaruhi
proses berpikir masyarakatnya dalam melahirkan ide berikutnya, dan akan
seperti itu seterusnya.
Di dalam kehidupan, interaksi sosial adalah sebuah hal yang tidak bisa
dipungkiri. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri
tanpa pertolongan manusia lain, interaksi sosial akan terjadi baik di antara
individu di sebuah kelompok masyarakat, antara individu dengan kelompok
masyarakat lain, dan antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok
masyarakat lainnya. Interaksi sosial juga menjadi salah satu unsur penyebab
manusia selalu dinamis bergerak dan berubah, dia mempunyai peran besar
bagi perkembangan kehidupan manusia dari waktu ke waktu.
Interaksi sosial terjadi di dalam dan atau di antara kelompok
masyarakat, seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa setiap masyarakat
yang ada memiliki kebudayaan masing-masing. Adanya interaksi yang
terjadi di dalam dan atau di antara kelompok masyarakat tentunya juga akan
melahirkan interaksi antara kebudayaan yang dimiliki oleh masing-masing
5 Ibid., hal. 218
14
kelompok masyarakat tersebut, proses interaksi antara kebudayaan-
kebudayaan ini tentunya akan melahirkan dampak setelahnya. Di dalam
Ilmu Antropologi ada dua istilah yang bisa menggambarkan hasil dari
proses interaksi yang terjadi antar kebudayaan, yaitu akulturasi dan
asimilasi.
a. Akulturasi
“Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu
kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing
dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan
itu sendiri”6.
Artinya ada interaksi yang terjadi antara kebudayaan lokal
sebuah masyarakat dengan kebudayaan asing yang masuk di dalam
masyarakat tersebut, interaksi yang terjadi menyebabkan adanya
unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk diserap dan diterima oleh
masyarakat lokal ke dalam kebudayaan mereka, tetapi unsur-unsur
kebudayaan asing tersebut tidak menghilangkan ke-khas-an
kebudayaan lokal, dengan sedemikian rupa masyarakat mengolah
unsur-unsur kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan lokalnya.
b. Asimilasi
“Asimilasi adalah sebuah proses yang terjadi apabila ada
golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang
berbeda-beda, saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu
yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi
masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya
masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan
campuran”7.
Artinya ada interaksi yang terjadi antar beberapa kelompok
masyarakat yang berarti juga interaksi antar masing-masing
6 Ibid., hal. 262
7 Ibid., hal. 269
15
kebudayaannya. Interaksi yang terjadi dengan waktu yang relatif lama
pada akhirnya nanti akan melahirkan sebuah kebudayaan baru diantara
kelompok-kelompok masyarakat tersebut dan menghilangkan unsur-
unsur bawaan dari kebudayaan awal sebelum adanya interaksi di
antara mereka.
5. Konsep Kebudayaan
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa kebudayaan adalah seluruh ide,
tindakan, dan hasil karya yang diperoleh manusia dengan belajar, proses
belajar dilakukan manusia selama hidupnya sebagai anggota di dalam
kelompok masyarakat. Kebudayaan merupakan sebuah konsep yang lahir di
tengah kelompok masyarakat dan merupakan hasil proses belajar dari
manusia-manusia anggota sebuah kelompok masyarakat dan disepakati
oleh kelompok masyarakatnya, yang berarti setiap kebudayaan adalah sama
dengan jati diri setiap kelompok masyarakat yang diwakilinya. Setiap
kelompok masyarakat pasti memiliki perbedaan dengan kelompok
masyarakat lainnya, walaupun ada kemiripan yang terlihat tetapi pada
hakikatnya pasti ada pembeda yang mencirikan setiap kelompok masyarakat
yang secara umum mungkin memiliki kesamaan budaya.
Namun, kebanyakan masyarakat umum masih belum memahami
konsep dari kebudayaan ini, sebuah konsep bahwa memang pasti ada
perbedaan di antara kelompok-kelompok masyarakat dengan kebudayaan-
kebudayaannya. Masih banyak suatu kelompok masyarakat menilai
kebudayaan kelompok masyarakat lain dari sudut pandang kebudayaannya.
Ada beberapa pemahaman yang perlu diketahui agar bisa memahami sebuah
konsep dari kebudayaan.
a. Kenisbian Kebudayaan
Bagi kebanyakan masyarakat umum yang belum memahami
konsep dari kebudayaan sering mencoba memandang dan menilai
kebudayaan lain di luar kebudayaan kelompok masyarakatnya, dan
penilaian itu biasanya berujung pada dua hal, yaitu penilaian positif
16
dan penilaian negatif. Pada dasarnya penilaian tersebut merupakan
penilaian yang berdasar pada subyektifitas masyarakatnya, padahal
seharusnya dalam memandang kebudayaan lain di luar kebudayaan
kita diperlukan penilaian yang obyektif.
Menilai kebudayaan A baik atau kebudayaan B tidak baik
sebenarnya tidak bisa dilakukan, karena kita bukanlah pelaku di
dalamnya, kita tidak hidup di daerah mereka, kita tidak tahu kondisi
kehidupan mereka, kita tidak memahami maksud dan tujuan dari
kebudayaan A atau kebudayaan B melakukan hal-hal yang kita
anggap baik atau tidak baik.
Ada sebuah tulisan menarik yang menggambarkan seorang
peneliti yang mencoba menggambarkan salah satu kegiatan kelompok
masyarakat.
Saya dengar bahwa pada ritual ini segumpal kecil bulu
kewan beserta bubuk-bubuk gaib tertentu dimasukkan ke dalam
mulut, lalu gumpalan bulu ini digerakkan menurut serangkaian
gerak-gerak yang sangat formal. Selain daripada melakukan
ritual mulut sehari-hari, orang-orang juga mengunjungi seorang
dukun mulut sakti sekali atau dua kali setahun. Dukun-dukun ini
mempunyai satu perangkat alat-alat menakutkan, terdiri dari
bermacam-macam bor besar, penggeret, alat pemeriksa
dalamnya luka, alat penusuk yang tajam. Pemakaian alat-alat ini
dalam mantra-mantra mengusir setan-setan penyakit mulut,
membawakan siksaan ritual yang luar biasa untuk si klien.
Dukun gigi membuka mulut klien – dan dengan memakai alat-
alat tersebut di atas, memperbesar tiap lobang yang disebabkan
pembusukan gigi. Alat-alat gaib dimasukkan ke dalam lobang-
lobang ini. Jika tidak ada lobang-lobang di gigi, sebagian besar
dari satu macam gigi atau lebih dilobangi sehingga bahan-bahan
gaib itu dapat dimasukkan. Dalam pandangan kliennya, maksud
tujuan perbuatan-perbuatan ini adalah untuk menghentikan
pembusukan dan untuk menarik kawan-kawan. Jelaslah bahwa
ritual ini sangat sakti dan tradisional, karena penduduk tiap
tahun kembali kepada dukun mulut yang sakti itu, walaupun
gigi-gigi mereka terus membusuk8.
8 T. O. Ihromi (ed.), Pokok-Pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2006), hal. 15
17
Padahal sang peneliti hanya menggambarkan sebuah kegiatan
sehari-hari yang dianggap biasa, yaitu membersihkan dan merawat
gigi serta mulut, tetapi dia menggambarkan kegiatan tersebut sebagai
ritual yang dianggap aneh dan tidak biasa serta bersifat gaib.
Kenisbian kebudayaan adalah sebuah pemahaman bahwa cara
untuk memandang sebuah kelompok masyarakat dengan
kebudayaannya merupakan hal yang relatif, kita perlu meninjau
pemikiran dan kebiasaan sebuah kelompok masyarakat yang pada
akhirnya menciptakan sebuah kebudayaan mereka itu, bagi seorang
peneliti Antropologi sangat dilarang untuk menggambarkan sebuah
kebudayaan berdasarkan sudut pandang dirinya, dia harus bisa
memposisikan diri sebagai anggota kelompok masyarakat tersebut
sebelum menggambarkan kebudayaan mereka. Tidak ada kebudayaan
yang lebih baik dari kebudayaan lainnya, kebudayaan sebuah
kelompok masyarakat tercipta sesuai dengan tingkat pemikiran dan
kondisi tempat hidupnya.
b. Etnosentrisme
Ketika “bermain” di ranah kebudayaan tentu saja ada beberapa
hal yang harus dihindari, seperti yang sudah dijelaskan pada poin
sebelumnya bahwa sampai saat ini umumnya masyarakat yang masih
belum memahami konsep dari kebudayaan, banyak yang mencoba
memandang dan menilai kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
Penilaian tadi pasti akan berujung pada dua hal antara penilaian positif
dan atau penilaian negatif, penilaian positif mungkin timbul karena
merasa di dalam kebudayaan yang dinilai memiliki unsur-unsur yang
dapat diterima oleh pemikiran dan pemahaman si penilai, begitupun
sebaliknya penilaian negatif mungkin timbul karena merasa di dalam
kebudayaan yang dinilai memiliki unsur-unsur yang tidak bisa
diterima oleh pemikiran dan pemahaman si penilai.
18
Tetapi, pada dasarnya hal tersebut tidaklah boleh dilakukan
ketika kita sedang “bermain” di ranah kebudayaan. Sikap menilai
kebudayaan lain dari sudut pandang pemahaman kebudayaan sendiri
adalah sebuah sikap etnosentris, apalagi penilaian tersebut sampai
memberi dampak terhadap kelompok masyarakat yang memiliki
kebudayaan tersebut, mungkin sebuah hinaan, ejekan, atau bahkan
terkucilkan. Di dalam kenisbian sebuah kebudayaan dijelaskan bahwa
ada hal-hal yang tidak bisa diambil kesimpulannya dengan hanya
melihat kulit luar dari sebuah kebudayaan, si “penilai” harus masuk
lebih dalam untuk mengetahui motif dan alasan sebuah kebudayaan
dianut dan dilestarikan.
Sikap etnosentris hanya akan menghambat dan mengurangi
sebuah kualitas penggambaran sebuah kebudayaan, seorang peniliti
Antropologi harus bisa menjadi sosok netral untuk bisa
menggambarkan sebuah kebudayaan, karena sikap subyektif hanya
akan merubah deskripsi sebuah kebudayaan dengan apa yang ada pada
kenyataan di lapangan. Masyarakat umum pun harus sudah mulai
menghilangkan sikap etnosentris, karena sikap tersebut hanya akan
menciptakan disintergrasi dan bahkan bisa menimbulkan konflik.
c. Kebudayaan Selalu berubah
Ada sebuah siklus dan koneksi antara tiga wujud kebudayaan
yang ada, yaitu: ide atau gagasan, tindakan atau sistem sosial, dan
kebudayaan fisik atau artefak. Siklus ini akan selalu berputar dan
selalu terulang, dengan sebuah konsekuensi akan berubahnya suatu
kebudayaan dari masa ke masa. Kebudayaan bukanlah sebuah benda
statis, dia akan terus berubah dan berkembang mengikuti
perkembangan kelompok masyarakatnya.
Gambaran sederhana sebuah siklus dan koneksi antar tiga wujud
kebudayaan adalah ketika ide atau gagasan yang tercipta disepakati
oleh kelompok masyarakat, maka ide atau gagasan tersebut akan
19
menjadi sebuah acuan bagi anggota-anggota kelompok masyarakat
dalam bertindak dan berprilaku yang diimplementasikan di dalam
bentuk sistem sosial berupa norma-norma dan aturan-aturan, ketika
aktifitas anggota sebuah kelompok masyarakat bertindak dan
berprilaku sesuai dengan sistem sosial yang ada, maka segala aktifitas
tersebut pada akhirnya akan melahirkan sebuah hasil berupa benda-
benda yang bersifat fisik. Ketika siklus pertama telah berjalan tentu
tidak akan berhenti disitu, selanjutnya benda-benda fisik hasil
kebudayaan yang dihasilkan tadi nantinya akan mempengaruhi pola
pikir anggota-anggota kelompok masyarakat, yang kemudian akan
melahirkan sistem sosial yang baru, dan akan melahirkan juga benda-
benda fisik hasil dari aktifitas anggota-anggota masyarakatnya.
B. Agama (Religi)
1. Pengertian Agama
Tidak ada sebuah definisi baku yang dapat menjelaskan apa
pengertian dari agama, bahkan setiap tokoh yang dianggap memahami
agama pun memiliki perbedaan dalam menjelaskan pengertiannya, tentu itu
adalah hal yang wajar-wajar saja, karena memang manusia mempunyai pola
pikir yang berbeda-beda. Setiap orang bisa saja menggambarkan satu sisi
mengenai agama, dan orang lain menjelaskan agama dari sisi yang berbeda,
layaknya orang buta yang mencoba menggambarkan gajah, ada yang
berkata gajah itu bentuknya panjang, gajah itu bentuknya lebar dan tipis,
dan lain sebagainya, tetapi ketika disatukan dari berbagai sisi pengertiannya
pasti dapat ditarik sebuah generalisasi mengenai definisi sebuah agama.
Ada beberapa tokoh Antropologi yang telah mendefinisikan
pengertian dari agama, dan tentu dari pendapat-pendapat mereka terdapat
perbedaan-perbedaan, antara lain:
a. Radcliffe-Brown (1881-1995)
Radcliffe-Brown dilahirkan dan dibesarkan di Inggris. Ia belajar
filsafat yang banyak membahas psikologi eksperimental dan ekonomi
20
di Trinity College dengan guru yang ahli psikologi, etnologi, dan
filsafat. Kemudian ia belajar antropologi. Untuk menulis disertasi, ia
meneliti masyarakat Negrito di kepulauan Andaman, sebelah utara
pulau Sumatera. Tahun 1910 ia meneliti lagi suku bangsa Kariera di
Australia Barat yang difokuskan kepada totem suku tersebut.
Penelitian ini dilakukan setelah ia tertarik kepada sosiologi positifistik
Durkheim dan kawan-kawan.
Radcliffe-Brown mengemukakan definisi, “agama adalah
ekspresi dalam satu atau lain bentuk tentang kesadaran terhadap
ketergantungan kepada suatu kekuatan di luar diri kita yang dapat
dinamakan dengan kekuatan spiritual atau moral”9.
b. Clifford Geertz (lahir 1926)
Ahli antropologi berkebangsaan Amerika ini dikenal banyak
mengetahui tentang Islam di Indonesia. Ia dan kawan-kawannya
mengadakan penelitian di Mojokuto, nama samara dari kota Pare
dekat Kediri antara tahun 1952-1954. Kemudian meneliti agama di
Bali. Tahun 1964, 1965, sampai 1967 meneliti Islam di Marokko dan
di Afrika. Dari penelitian terakhir ini terbit pula bukunya Islam
Observed (1965) yang mengungkap perbandingan Islam di Jawa
dengan Islam di Marokko.
Menurut Clifford Geertz yang dimaksud agama sebagai sistem
budaya, yaitu:
“(1) sebuah sistem simbol yang berlaku untuk (2)
menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, yang
meresap, dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan (3)
merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum
eksistensi dan (4) membungkus konsep-konsep ini dengan
semacam pancaran faktualitas, sehingga (5) suasana hati dan
motivasi-motivasi itu tampak khas dan realistik”10
.
9 Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama,
(Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006), hal. 127 10
Ibid., hal. 142
21
Sedangkan pengertian agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), yaitu: “sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya”11
.
2. Teori-Teori Asal Mula Religi (Agama)
Asal mula agama adalah ketika manusia mulai mempercayai adanya
kekuatan di luar dirinya. Ada beberapa tokoh yang telah mengeluarkan
teori-teorinya mengenai bagaimana agama mulai muncul di antara manusia.
Beberapa teori tersebut, yaitu:
a. Teori Jiwa
Teori ini pertama kali diungkapkan oleh seorang sarjana
antropologi Inggris bernama E. B. Tylor di dalam bukunya yang
berjudul Primitive Culture: Researches Into the Development of
Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art and Custom (1873).
Menurut Tylor, asal mula religi adalah kesadaran manusia akan faham
jiwa, kesadaran akan faham itu disebabkan karena dua hal, ialah:
a. Perbedaan yang tampak kepada manusia antara hal-hal yang
hidup dan hal-hal yang mati. Suatu mahluk pada suatu saat
bergerak-gerak, artinya hidup; tetapi tidak lama kemudian
mahluk tadi tidak bergerak lagi, artinya mati. Demikian manusia
lambat laun mulai sadar bahwa gerak dalam alam itu, atau hidup
itu, disebabkan oleh suatu hal yang ada di samping tubuh-
jasmani, dan kekuatan itulah yang disebut jiwa.
b. Peristiwa mimpi, dalam mimpinya manusia melihat dirinya di
tempat-tempat lain daripada tempat tidurnya. Demikianlah
manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada
11
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama (Diakses pada tanggal 12 September 2013)
22
di tempat tidur, dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke
lain tempat. Bagian itulah disebut jiwa.
Sifat abstrak dari jiwa tadi menimbulkan keyakinan diantara
manusia bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh jasmani.
Pada waktu hidup, jiwa masih tersangkut pada tubuh jasmani, dan
hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur dan waktu
manusia jatuh pingsan. Karena pada suatu saat serupa itu kekuatan
hidup pergi melayang, maka tubuh berada di dalam keadaan yang
lemah. Tetapi kata Tylor, walaupun melayang, hubungan jiwa dengan
jasmani pada saat-saat seperti tidur atau pingsan, tetap ada. Hanya
pada waktu seorang mahluk manusia mati jiwa melayang terlepas, dan
terputuslah hubungan dengan tubuh jasmani untuk selama-lamanya.
Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh Tylor
tidak disebut soul atau jiwa lagi, tetapi disebut spirit atau mahluk
halus.
Pada tingkat tertua di dalam evolusi religinya manusia percaya
mahluk-mahluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat
tinggal manusia. Mahluk-mahluk halus tadi, yang tinggal dekat
sekeliling tempat tinggal manusia, yang bertubuh halus sehingga tidak
dapat tertangkap panca indera, yang mampu berbuat hal-hal yang
tidak dapat diperbuat manusia, mendapat suatu tempat yang amat
penting di dalam kehidupan manusia sehingga menjadi obyek
daripada penghormatan dan penyembahannya, dengan berbagai
upacara berupa do‟a, sajian, atau korban. Religi serupa itulah yang
disebut oleh Tylor dengan aminisme.
Pada tingkat kedua di dalam evolusi religi manusia percaya
bahwa gerak alam hidup itu juga disebabkan oleh adanya jiwa yang
ada di belakang peristiwa dan gejala alam itu, semuanya disebabkan
oleh jiwa alam. Kemudian jiwa alam tadi itu dipersonifikasikan,
dianggap oleh manusia seperti mahluk-mahluk dengan suatu pribadi,
23
dengan kemauan dan pikiran. Mahluk-mahluk halus yang ada di
belakang gerak alam serupa itu disebut dewa-dewa alam.
Pada tingkat ketiga di dalam evolusi religi, bersama-sama
dengan timbulnya susunan kenegaraan di dalam masyarakat manusia,
timbul pula kepercayaan bahwa alam dewa-dewa itu juga hidup di
dalam suatu susunan kenegaraan, serupa dengan di dalam dunia
mahluk manusia. Demikian ada pula suatu susunan pangkat dewa-
dewa mulai dari raja dewa sebagai yang tertinggi, sampai dengan pada
dewa-dewa yang terendah. Suatu susunan serupa itu lambat laun akan
menimbulkan suatu kesadaran bahwa semua dewa itu pada
hakekatnya hanya merupakan penjelmaan saja dari satu dewa tertinggi
itu. Akibat dari kepercayaan itu adalah berkembangnya kepercayaan
kepada satu Tuhan yang Esa, dan timbulnya agama-agama
monotheisme12
.
b. Teori Batas Akal
Teori ini dicetuskan oleh sarjana besar J. G. Frazer, dan
diuraikan olehnya dalam jilid I dari bukunya yang terdiri dari 12 jilid
berjudul The Golden Bough. A Study in Magic and Religion (1890).
Menurut Frazer, manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengan
akal dan sistem pengetahuannya; tetapi akal dan sistem pengetahuan
itu ada batasnya. Makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas
akal itu; tetapi dalam banyak kebudayaan batas akal manusia masih
amat sempit. Soal-soal hidup yang tidak dapat dipecahkan dengan akal
dipecahkannya dengan magic, ialah ilmu gaib. Magic menurut Frazer
adalah segala perbuatan manusia (termasuk abstraksi-abstraksi dari
perbuatan) untuk mencapai suatu maksud melalui kekuatan-kekuatan
yang ada dalam alam, serta seluruh kompleks anggapan yang ada di
belakangnya. Pada mulanya kata Frazer, manusia hanya
12
Rusmin Tumanggor (Ed.), Antropologi Agama Tanpa Ekonomi, (Silabus Perkuliahan Jurusan
Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), hal. 229
24
mempergunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal hidupnya yang
ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Religi waktu
itu belum ada di dalam kebudayaan manusia. Lambat laun terbukti
bahwa banyak daripada perbuatan magic-nya itu tidak ada hasilnya
juga, maka mulailah ia percaya bahwa alam itu didiami oleh mahluk-
mahluk halus yang lebih berkuasa daripadanya, maka mulailah ia
mencari hubungan dengan mahluk-mahluk halus yang mendiami alam
itu. Demikianlah timbul religi13
.
c. Teori Masa Krisis dalam Hidup Individu
Pandangan ini berasal dari sarjana-sarjana seperti M. Crawley
dalam bukunya Tree of Life (1905), dan diuraikan secara luas oleh A.
Van Gennep dalam bukunya yang terkenal, Rites de Passage (1909).
Menurut mereka, dalam jangka waktu hidupnya manusia mengalami
banyak krisis yang menjadi obyek perhatiannya, dan yang sering amat
menakutinya. Krisis-krisis itu yang terutama berupa bencana-bencana
sakit dan maut, tidak dapat dikuasainya dengan segala kepandaian,
kekuasaan, atau kekayaan harta benda yang mungkun dimilikinya.
Dalam jangka waktu hidup manusia, ada berbagai masa dimana
kemungkinan adanya sakit dan maut itu besar sekali, yaitu misalnya
pada saat kanak-kanak, masa peralihan dari usia pemuda ke dewasa,
masa hamil, masa kelahiran, dan akhirnya maut. Dalam hal
mengahdapi krisis serupa itu manusia butuh melakukan perbuatan
untuk memperteguh imannya dan menguatkan dirinya. Perbuatan-
perbuatan serupa itu, yang berupa upacara-upacara pada masa-masa
krisis tadi itulah merupakan pangkal dari religi dan bentuk-bentuk
religi yang tertua14
.
13
Ibid., hal. 230 14
Ibid., hal. 232
25
d. Teori Sentimen Kemasyarakatan
Teori ini adalah sebuah teori yang berasal dari seorang sarjana
ilmu filsafat dan sosiologi bangsa Perancis bernama E. Durkheim, dan
diuraikan olehnya dalam bukunya Les Formes Elementaires de la Vie
Religieuse (1912). Teori ini berpusat kepada beberapa pengertian
dasar, ialah:
a. Makhluk manusia dalam kala ia baru timbul di muka bumi,
mengambangkan aktivitet religi itu tidak karena ia mempunyai
di dalam alam pikirannya bayangan-bayangan abstrak tentang
jiwa, ialah suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak
di dalam alam, tetapi karena suatu getaran jiwa, suatu emosi
keagamaan, yang timbul di dalam jiwa manusia dahulu, karena
pengaruh suatu rasa sentimen kemasyarakatan.
b. Sentimen kemasyarakatan itu dalam batin manusia dahulu
berupa suatu kompleks perasaan yang mengandung rasa terikat,
rasa bakti, rasa cinta, dan sebagainya, terhadap masyarakatnya
sendiri, yang merupakan seluruh alam dunia dimanapun ia
hidup.
c. Sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi
keagamaan, yang sebaliknya merupakan pangkal daripada
segala kelakuan keagamaan manusia itu, tentu tidak selalu
berkobar-kobar dalam alam batinnya. Apabila tidak dipelihara,
maka sentimen kemasyarakatan itu menjadi lemah dan laten,
sehingga perlu dikobrakan kembali. Salah satu cara untuk
mengorbankan kembali sentiment kemasyarakatan dalah dengan
mengadakan suatu kontraksi masyarakat, artinya dengan
mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan
raksasa.
d. Emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentiment
kemasyarakatan, membutuhkan suatu obyek tujuan. Sifat apakah
yang menyebabkan barang sesuatu hal itu menjadi obyek
26
daripada emosi keagamaan bukan terutama sifat luar biasanya,
bukan pula sifat anehnya, bukan sifat megahnya, bukan sifat
ajaibnya, melainkan tekanan anggapan umum dalam
masyarakat. Obyek itu karena salah sesuatu peristiwa kebetulan
di dalam sejarah daripada kehidupan sesuatu masyarakat di
dalam waktu yang lampau menarik perhatian banyak orang di
dalam masyarakat. Obyek yang menjadi tujuan emosi
keagamaan itu juga mempunyai obyek yang bersifat keramat,
bersifat sacre, berlawanan dengan obyek lain yang tidak
mendapat nilai keagamaan itu, ialah obyek yang tak-keramat,
yang profane.
e. Obyek keramat sebenarnya tidak lain daripada suatu lambing
masyarakat. pada suku-suku bangsa asli benua Australia
misalnya, obyek keramat, pusat tujuan daripada sentiment-
sentimen kemasyarakatan, sering berupa sejenis binatang,
tumbuh-tumbuhan, tetapi sering juga obyek keramat itu berupa
benda. Oleh para sarjana obyek keramat itu disebut totem (jenis
binatang atau lain obyek) mengonkretkan prinsip totem yang ada
di belakangnya, dan prinsip totem itu adalah suatu kelompok
tertentu di dalam masyarakat, berupa clan atau lain.
Pengertian-pengertian dasar yang merupakan inti daripada tiap
religi, sedangkan ketiga pengertian lainnya, ialah kontraksi
masyarakat, kesadaran akan obyek keramat berlawanan dengan obyek
tak-keramat, dan totem sebagai lambing masyarakat, bermaksud
memelihara kehidupan daripada inti. Kontraksi masyaraka, obyek
keramat, dan totem akan menjelmakan(a) upacara, (b) kepercayaan,
dan (c) mitologi. Ketiga unsur tersebut terakhir ini menentukan bentuk
lahir daripada suatu religi di dalam sesuatu masyarakat yang
tertentu15
.
15
Ibid., hal. 232
27
3. Unsur-Unsur Dasar Religi (Agama)
Dari banyaknya agama yang tersebar di setiap kebudayaan di seluruh
dunia, secara kasat mata pasti memiliki perbedaan-perbedaan mencolok dan
ke-khas-annya masing-masing. Namun, di dalam setiap sistem religi yang
ada itu ternyata memiliki beberapa unsur religi pokok yang pasti ada pada
setiap sistem religi di dunia, yaitu:
a. Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia
menjalankan kelakuan agama.
Emosi keagamaan adalah suatu getaran jiwa yang pada suatu
ketika pernah menghinggapi seorang manusia dalam jangka waktu
hidupnya, walaupun getaran itu mungkin hanya berlangsung beberapa
detik saja untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah
yang mendorong orang berlaku serba religi. Intinya emosi keagamaan
yang ada di belakang tiap kelakuan serba religi itu, menyebabkan sifat
keramat dari kelakuan itu, menyebabkan bahwa kelakuan serba religi
itu mempunyai nilai keramat16
.
b. Sistem kepercayaan atau bayang-bayang manusia tentang bentuk
dunia, alam gaib, maut, dan sebagainya.
Setiap manusia sadar akan adanya suatu alam dunia yang tak
tampak, yang ada di luar batas pancainderanya dan di luar batas
akalnya. Menurut kepercayaan manusia dalam banyak kebudayaan di
dunia, dunia gaib didiami oleh berbagai mahluk dan kekuatan yang
tidak dapat dikuasai oleh manusia dengan cara-cara biasa, dan yang
oleh karena itu pada dasarnya ditakuti oleh manusia. Mahluk dan
kekuatan yang menduduki dunia gaib itu adalah:
1). dewa-dewa yang baik maupun jahat.
2). mahluk-mahluk halus lainnya seperti ruh-ruh leluhur, ruh-ruh
lainnya yang baik maupun yang jahat.
16
Ibid., hal. 238
28
3). kekuatan sakti yang bisa berguna maupun yang bisa
menyebabkan bencana.
Sistem kepercayaan dalam suatu religi itu mengandung bayang-
bayang orang akan wujudnya dunia gaib, ialah tentang wujud dewa-
dewa (theogoni), mahluk-mahluk halus, kekuatan sakti, tentang
apakah yang terjadi dengan manusia sesudah mati, tentang wujud
dunia akhirat, dan seringkali tentang terjadinya dan wujud bumi dan
alam semesta (kosmogoni dan kosmologi). Pada agama-agama besar
seperti Islam, Hindu, Buddha, Jaina, Katholik, Kristen, dan Yahudi,
kadang-kadang ada juga pelukisan tentang sifat-sifat tuhan dalam
kitab-kitab daripada agama-agama tersebut. Hal itu termasuk juga ke
dalam sistem kepercayaan dari agama-agama tersebut. Sistem
kepercayaan itu bisa berupa konsepsi tentang faham-faham yang
terintegrasi ke dalam dongeng-dongeng dan aturan-aturan. Dongeng-
dongeng dan aturan-aturan ini biasanya dianggap keramat, dan
merupakan kesusasteraan suci dalam suatu religi17
.
c. Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan
dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan tersebut.
Dunia gaib bisa dihadapi manusia dengan berbagai macam
perasaan, ialah cinta, hormat, bakti, tetapi juga takut, ngeri, dan
sebagainya. Atau dengan suatu campuran dari berbagai macam
perasaan tadi. Perasaan-perasaan tadi mendorong manusia untuk
melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan
dengan dunia gaib, yang disebut kelakuan keagamaan. Kecuali itu di
dalam hal melakukan kelakuan-kelakuan keagamaan itu, manusia
selalu dihinggapi suatu emosi keagamaan. Kelakuan keagamaan yang
dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku disebut upacara
keagamaan. Tiap upacara keagamaan dapat terbagi ke dalam empat
komponen, ialah:
17
Ibid., hal. 240
29
a. Tempat upacara,
b. Saat upacara,
c. Benda-benda dan alat upacara,
d. Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara18
.
d. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang
mengonsepkan dan mengaktifkan religi beserta sistem upacara-
upacara keagamaannya.
Kelompok keagamaan adalah kesatuan kemasyarakatan yang
mengonsepsikan dan mengaktifkan suatu religi beserta sistem upacara
keagamaannya. Walaupun ada agama-agama besar yang telah
memberi tempat penting kepada aktivitet serta upacara-upacara
keagamaan yang berpusat kepada individu seperti agama protestan,
methodisme, dan beberapa gerakan mistik, tetapi pada hampir semua
agama besar (termasuk pula protestan dan methodisme), dan semua
sistem religi di dunia, unsur kelompok keagamaan itu merupakan
unsur pokok dalam kehidupannya.
Adapun kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang menjadi pusat
dari aktivitet religi dalam kenyataan kehidupan sosial itu bisa berupa
empat tipe, yaitu: (1) keluarga inti atau lain kelompok kekerabatan
yang kecil, (2) kelompok-kelompok kekerabatan unilineal yang lebih
besar seperti klen, (3) kesatuan-kesatuan hidup setempat atau
komuniti, dan (4) kesatuan-kesatuan sosial dengan orientasi yang
khas19
.
18
Ibid., hal.252 19
Ibid., hal. 268
30
C. Islam
1. Pengertian Islam
a. Dari Segi Bahasa
Kata Islam memiliki arti, (1) berserah diri, menundukkan diri,
atau taat sepenuh hati, dan (2) masuk ke dalam salam, yakni selamat
sejahtera, damai, hubungan yang harmonis, atau keadaan tanpa noda
dan cela20
.
b. Dari Segi Istilah
“Islam” adalah agama Allah SWT yang berdasarkan: Tauhid,
Syari’at, dan Akhlak; yang sudah dibawa dan diajarkan oleh Adam,
sejak dia masuk ke bumi (Al-Baqarah 31)21
.
Sedangkan agama Islam memiliki beberapa definisi, seperti
yang dijelaskan oleh beberapa ulama di bawah ini22
:
1). Syekh Mahmud Syaltut. Islam adalah agama Allah SWT yang
diperintahkan untuk mengajarkan pokok-pokok dan peraturan-
peraturannya kepada Nabi Muhammad SAW dan menugaskan
untuk menyampaikan agama itu kepada seluruh manusia, lalu
mmengajak mereka untuk memeluknya.
2). A. Gaffar Ismail. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh
Muhammad SAW berisi kelengkapan dar pelajaran-pelajaran
meliputi (a) kepercayaan; (b) seremoni-peribadahan; (c) tata
tertib kehidupan pribadi; (d) tata tertib pergaulan hidup; (e)
peraturan tuhan; bangunan budi pekerti yang utama, dan
menjelaskan rahasia penghidupan yang kedua (akhirat).
20
Harun Nasution, Satria Effendi Zein, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan,
1992), hal. 445 21
Abujamin Rohan, Ensiklopedi Lintas Agama, (Jakarta: Emerald, 2009), hal. 335 22
Endang Saefuddin Anshari, Wawasan islam: Pokok – Pokok Pikiran Tentang Paradigma dan
Sistem islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hal. 40
31
2. Rukun-Rukun Agama Islam
a. Rukun Islam
Rukun Islam ada lima dan itu merupakan pilar-pilarnya.
Rasulullah menjelaskan rukun Islam di dalam salah satu hadits yang
artinya, “Islam itu dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada
tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah,
menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan, dan berhaji
ke Baitullah”23
.
1). Dua Kalimat Syahadat
Rukun pertama dari kelima rukun islam ialah dua kalimat
syahadat. Untuk sahnya Islam, tidak bisa tidak, seseorang harus
mengucapkannya secara urut dan disertai dengan memahami
maknanya24
.
Lafadz atau kalimat syahadat diucapkan dengan bahasa
Arab bagi setiap orang yang mau menganut agama Islam.
Lafadz syahadat memiliki arti, “aku bersaksi tiada tuhan selain
Allah dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah”.
2). Shalat
Rukun kedua dari kelima rukun Islam adalah mendirikan
shalat, pengertian mendirikan shalat adalah melaksanakannya
secara kontinu sesuai dengan waktu-waktunya yang telah
ditetapkan dan dengan memenuhi syarat serta rukunnya25
.
Shalat yang diwajibkan dan harus dilaksanakan disebut
dengan „shalat farhdu‟ yang terdiri dari shalat di lima waktu,
yaitu: shubuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya‟.
23
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun
Ihsan Secara terpadu, (Bandung: Al-Bayan, 1998), hal. 28 24
Ibid., hal. 28 25
Ibid., hal. 41
32
3). Zakat
Rukun Islam yang ketiga adalah membayar zakat kepada
fakir-miskin dan kelompok-kelompok lain yang berhak
menerimanya, Allah SWT menyebutkan (kewajiban) membayar
zakat bersama-sama dengan shalat di lebih dari satu tempat di
dalam kitab suci-Nya, zakat ada dua macam: zakat mal (zakat
harta) dan zakat badan (fitrah), yang pertama diwajibkan atas
harta tertentu, yaitu, emas dan perak, unta, sapi, kambing, hasil
pertanian tanaman yang dapat dijadikan makanan pokok, kurma,
zabib (kismis), dan laba perdagangan26
.
4). Puasa
Rukun Islam yang keempat adalah puasa di bulan
Ramadhan, bulan yang paling mulia, puasa diwajibkan oleh
Allah SWT kepada orang yang sanggup melaksanakannya dan
disunnahkan pada malam-malamnya melaksanakan qiyamul
lail27
.
Puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan
puasa (makan, minum, dll) dari terbit fajar hingga terbenamnya
matahari disertai dengan niat.
5). Haji
Rukun Islam yang kelima adalah haji ke Baitullah Al-
Haram, haji merupakan kewajiban yang ditetapkan atas setiap
muslim, mukalaf, merdeka, dan sanggup menunaikannya, satu
kali sepanjang umur28
.
Haji diwajibkan bagi mereka yang sanggup
menunaikannya, hal ini dikarenakan ibadah haji merupakan
26
Ibid., hal. 95 27
Ibid., hal. 99 28
Ibid., hal. 103
33
kegiatan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit dan juga
ketahanan fisik yang baik.
b. Rukun Iman
Iman ialah membenarkan secara sungguh-sungguh segala
sesuatu yang diketahui sebagai berita yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW, dari sisi Allah SWT juga dikatakan sebagai at-
tashdiq bil-qalbi (membenarkan dengan hati), al-iqrar bil-lisan
(pengakuan dengan ucapan), dan al-amal bil-arkan (mengamalkan
dengan anggota tubuh)29
.
1). Iman Kepada Allah
Yang dimaksud dengan iman kepada Allah ialah
membenarkan adanya Allah SWT dengan cara meyakini dan
mengetahui bahwa Allah SWT wajib ada-Nya karena Zat-Nya
sendiri (Wajib Al-Wujud li Dzatihi), Tunggal dan Esa, Raja
Yang Mahakuasa, Yang Hidup dan Berdiri Sendiri, Yang Qadim
dan Azali untuk selamanya30
.
2). Iman Kepada Malaikat
Yang dimaksud dengan iman kepada para malaikat ialah
meyakini bahwa para malaikat adalah hamba-hamba Allah yang
dimuliakan, malaikat adalah makhluk halus yang bersifat
cahaya, yang dapat menampakkan diri dengan berbagai bentuk
yang berbeda-beda, tetapi tidak bisa diberi sifat laki-laki atau
perempuan31
.
Malaikat mempunyai jumlah yang hanya diketahi oleh
Allah SWT sebagai penciptanya, namun ada sepuluh malaikat
yang wajib diketahui secara rinci oleh pemeluk agama Islam,
29
Ibid., hal. 113 30
Ibid., hal. 113 31
Ibid., hal. 114
34
yaitu: Jibril, Mikail, Israfil, „Izrail, Munkar, Nakir, Raqib, „Atid,
Ridwan, dan Malik.
3). Iman Kepada Kitab-Kitab
Yang dimaksud iman kepada kitab-kitab Allah ialah
meyakini bahwa kitab-kitab tersebut datang dari sisi Allah, yang
diturunkan kepada sebagian Rasul-Nya, dan bahwasanya kitab-
kitab itu merupakan firman Allah yang qadim, dan segala yang
termuat di dalam merupakan kebenaran32
.
Ada empat kitab yang harus diketahui secara rinci oleh
pemeluk agama Islam, yaitu: Taurat yang diturunkan kepada
Nabi Musa, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa, Zabur yang
diturunkan kepada Nabi Daud, dan Al-Qur‟an yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad.
4). Iman Kepada Para Rasul
Yang dimaksud dengan iman kepada para rasul-rasul
Allah ialah meyakini bahwa Allah SWT mengutus rasul-rasul
kepada manusia untuk memberi petunjuk kepada mereka dan
menyempurnakan kehidupan mereka di dunia dan di akhirat33
.
Ada dua puluh lima nabi yang harus diketahui secara rinci
oleh pemeluk agama islam, yaitu: Adam, Idris, Nuh, Hud,
Shaleh, Ibrahim, Luth, Isma‟il, Ishaq, Ya‟qub, Yusuf, Ayyub,
Syu‟aib, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Yunus, Zakaria, Yahya,
Isa, Ilyas, Alyasa‟, Dzulkifli, dan Muhammad.
5). Iman Kepada Hari Akhir
Hari akhir ialah hari kiamat, termasuk kebangkitan (al-
ba‟ts), yaitu keluarnya manusia dari kubur mereka dalam
32
Ibid., hal. 115 33
Ibid., hal. 116
35
keadaan hidup, sesudah jasad mereka dikembalikan dengan
seluruh bagiannya seperti yang dahulu ada di dunia34
.
6). Iman Kepada Takdir
Yang dimaksud dengan iman kepada takdir ialah meyakini
bahwa Allah SWT telah menentukan kebaikan dan keburukan
sejak azali, sebelum manusia diciptakan35
.
c. Rukun Ihsan
Rukun agama yang ketiga adalah ihsan, yakni melaksanakan
ibadah dalam bentuknya yang diperintahkan Allah, antara lain
khusyuk, runduk, ikhlas, dan menghadirkan kalbu, yang juga tercakup
di dalam ihsan adalah menghadirkan keagungan dan kebesaran Allah
SWT, merasa dilihat oleh Allah, baik ketika diam maupun bergerak,
seperti yang diisyaratkan oleh hadits terdahulu, sabda Nabi SAW,
yang artinya, “Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan
engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka Dia
pasti melihatmu”36
.
Rukun-rukun yang telah dijelaskan tadi merupakan landasan
dari agama Islam secara umum, namun dari ketiga rukun tadi masih
dijabarkan secara luas dan detail, penjabaran rukun-rukun agama
Islam berisi segala aturan yang digunakan sebagai petunjuk bagi
seluruh pemeluk agama Islam di dalam berhubungan antara manusia
dengan tuhan, sesama manusia, dan manusia dengan lingkungan,
seperti: pernikahan, bersuci, warisan, jual-beli, menjaga lingkungan,
dan lain sebagainya.
34
Ibid., hal. 117 35
Ibid., hal. 119 36
Ibid., hal. 121
36
D. Penelitian yang Relevan
1. Skripsi Raden Dimas Anugrah Dwi Satria, “Komunikasi Antarbudaya
Masyarakat Adat Baduy Luar Dengan Masyarakat Luar Adat Baduy
di Banten”, 2012.
a. Pola komunikasi yang terjadi antara masyarakat Baduy Dalam
dan Luar sangatlah baik dan teratur karena mereka betul-betul
menaati peraturan adat yang telah dibuat orang para leluhur
mereka. Hubungan komunikasi yang terjalin antara masyarakat
Baduy secara keseluruhan dengan masyarakat luar baduy yang
berada di sekitar perkampungan Baduy terjalin baik, dan juga
dengan para wisatawan yang berkunjung ke Baduy juga terjalin
baik, karena di antara mereka terjadinya interaksi komunikasi
yang cukup aktif. Komunikasi yang terjalin dengan pemerintah
daerah pun terjalin dengan sangat baik. Pola komunikasi yang
digunakan masih bersifat konvensional. Model-model
komunikasi kontemporer yang mengadopsi bentuk-bentuk
pemberdayaan sosial (social empowerment) dengan berbagai
variannya belum banyak dikembangkan. Faktor keterbatasan
sumber daya di bidang ilmu teknologi, ilmu komunikasi dan
pendidikan lainnya serta minimnya dukungan bagi
perkembangan komunikasi menjadi salah satu faktor demi
terjaganya peraturan adat istiadat leluhur. Meskipun demikian
patut diakui kontribusi komunikasi yang telah berlangsung
dalam menginisiasi perubahan sosial masyarakat Baduy dalam
berbagai bidang, khususnya bidang sosial, budaya, ekonomi,
pendididikan dan hubungan komunikasi. Dan pada akhirnya
komunikasi antarbudaya ini antara masyarakat Baduy dengan
masyarakat luar Baduy ini memberikan perubahan untuk mereka
yang melakukan komunikasi ini.
2. Dalam acara ritual adat kegamaan masyarakat Baduy pola
komunikasi mereka lebih berinteraksi dengan alam, karena
37
mereka beranggapan bahwa alam semesta dihuni oleh para
leluhur adat mereka dan Sang Pencipta (Gusti Allah). Jadi
komunikasi peribadahan mereka hanyalah kepercayaan
kepercayaan nenek moyang mereka. Jadi mereka dalam acara
ritual tidak terlalu adanya perbuahan. Karena memang
komunikasi ritual ini mereka lakukan sudah dari turun temurun
jadi walaupun adanya komunikasi antar mereka tidak menjadi
sebuah acuan untuk masyarakat melakukan perubahan peraturan
adat Baduy itu sendiri.
2. Jurnal Raden Cecep Eka Permana, Isman Pratama Nasution, dan
Jajang Gunawijaya, “Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada
Masyarakat Baduy”, 2011.
Hampir setiap masyarakat memiliki kearifan lokal yang khas
sebagai strategi adaptasi terhadap lingkungan. Dengan kearifan
tersebut suatu masyarakat dapat bertahan dan berhasil menjalani
kehidupannya dengan baik. Strategi untuk keberhasilan dalam
kehidupan suatu masyarakat itu tidak terlepas dari kepercayaan dan
adatistiadat yang diajarkan dan dipraktikkan secara turuntemurun dari
generasi ke generasi. Pada masyarakat Baduy yang hingga saat ini
hidup dan menjalani kehidupannya secara bersahaja, tetap memegang
kuat kepercayaan dan adat-istiadatnya dengan penuh kearifan. Salah
satu kearifan lokal masyarakat Baduy itu adalah berkaitan dengan
pencegahan terjadinya bencana (mitigasi bencana). Masyarakat Baduy
melalui kearifan lokalnya terbukti mampu melakukan pencegahan
(mitigasi) bencana, baik dalam tradisi perladangannya, bangunan-
bangunan tradisionalnya, maupun dalam kaitannya dengan hutan dan
air.
3. Skripsi Diki Sanjaya, “Pandangan Masyarakat Baduy Tentang
Lingkungan Hidup”, 2010.
38
Kearifan yang dimiliki oleh orang Kanekes baik kearifan
lingkungan, kearifan sosial, maupun kemasyarakatan. Salah satu
ajaran yang berbunyi, “Buyut teu menang dirobah, lonjor teu menang
dipotong, pondok teu menang disambung” artinya masyarakat
Kanekes senantiasa dituntut untuk setia kepada ketetapan yang telah
diajarkan kepada karuhun dan tidak semena-mena memperlakukan
lingkungannya dengan merubah-rubah yang telah ada. Panjang tak
boleh dipotong, pendek tak boleh disambung, mengartikan bahwa apa
yang telah diberikan dan digariskan oleh Nu Ngersakeun itu harus
diterima dengan lapang dada sesuai dengan takdirnya.
Masyarakat Kanekes dilarang untuk mengubah sesuatu pun yang
telah dianugerahkan oleh Nu Ngersakeun, sehingga perubahan yang
terjadi senantiasa berjalan dengan alami. Hal demikianlah yang
membuat mereka menolak benda-benda yang didatangkan dari
peradaban di luar mereka, seperti penggunaan barang-barang plastik
sebagai alat rumah tangga, pemakaian detergen untuk mencuci
peralatan rumah tangga, karena hal tersebut akan mengotori dan
mencemarkan sungai dan tanah mereka, padahal banyak terdapat mata
air disana yang kualitas dan kuantitasnya harus senantiasa terjaga,
karena walau bagaimanapun kahidupan mereka senantiasa bergantung
pada unsur-unsur alami tersebut.
Dalam pertanian kearifan yang mereka lakukan di antaranya
adalah penggunaan pupuk kimia (anorganik), pemakaian cangkul,
yang diyakini mengurangi kesuburan tanah, merubah jalan air,
penggarapan huma (narawas, nyacar, nukuh, dan ngaduruk) misalnya
dengan tidak menebang dan membakar pohon keras (hanya rumput,
ilalang, dan perdu) dan sebagainya. Sikap tersebut membuat mereka
terhindar dari eksploitasi terhadap alam, sehingga tanah Kanekes akan
selalu terjaga kelestariannya.
39
4. Skripsi Didik Hariyanto, “Implementasi Kepercayaan Sunda Wiwitan
Sebagai Falsafah Dalam Kehidupan Masyarakat Cigugur”, 2013.
Cigugur merupakan sebuah kelurahan di Kuningan, Jawa Barat.
Di dalam kehidupan masyarakat Cigugur terdapat aliran kepercayaan
Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan merupakan suatu aliran kepercayaan
masyarakat sunda yang masih mengukuhi, mempercayai, dan
mengamalkan keyakinan ajaran spiritual kesundaan.
Keunikan dalam masyarakat Cigugur adalah dengan sangat
dekatnya perbedaan keyakinan tersebut, tetapi masyarakat Cigugur
dapat hidup rukun berdampingan. Sebagai contohnya dalam aktifitas,
jika ada warga yang ingin membangun rumah atau merenovasi rumah,
masyarakat Cigugur saling bergotong royong dan bekerja sama dalam
membantu pembangunan rumah tersebut dengan mengesampingkan
perbedaan agama. Selain itu dalam aspek keagamaan masyarakat
Cigugur saling menghormati antar pemeluk agama, sebagai contoh
jika masyarakat pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan merayakan hari
besar keagamaan, dalam ini adalah Seren taun. Maka masyarakat
Cigugur yang memiliki kepercayaan selain Sunda Wiwitan akan turut
serta membantu dan mensukseskan acara tersebut.
Hal tersebut merupakan bentuk kerukunan antar umat beragama
yang diwujudkan oleh masyarakat Cigugur. Kerukunan tersebut
terjadi karena masyarakat Cigugur percaya Sunda Wiwitan merupakan
adat atau kepercayaan dari leluhur, sehingga masyarakat Cigugur
menghormati kepercayaan Sunda Wiwitan, dari menghormati tersebut
kemudian terciptalah interaksi yang positif di dalam masyarakat
Cigugur.
Selain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam
menciptakan kerukunan, Sunda Wiwitan berkontribusi dalam
memberikan pandangan bagi masyarakat Cigugur dalam memaknai
pendidikan. Masyarakat Cigugur percaya adanya pendidikan sebelum
dan pasca lahir dimana pandangan tersebut berasal dari budaya Sunda
40
Wiwitan. Pendidikan sebelum lahir dalam masyarakat Cigugur
dimulai jauh sebelum calon anak itu lahir, pendidikan sebelum lahir
menuntut seorang bapak dan ibu dalam menjaga perilaku di kehidupan
sehari-hari karena perilaku calon bapak dan ibu tersebut dapat
mempengaruhi perilaku dan keadaan anaknya kelak.
Jadi, Sunda Wiwitan merupakan faktor yang paling berpengaruh
dalam menciptakan kerukunan dan berkontribusi dalam memberikan
pandangan mengenai pendidikan sebelum lahir pada masyarakat
Cigugur, sehingga Sunda Wiwitan menjadi sebuah falsafah yang
dijalankan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
E. Kerangka Berpikir
Sebagai salah satu unsur kebudayaan universal, sistem religi pasti ada
pada setiap kebudayaan di dunia. Tidak ada kelompok masyarakat
dimanapun yang tidak memiliki sistem religi. Walaupun secara teknis setiap
sistem religi yang ada memiliki perbedaan, tetapi dari setiap sistem religi
yang dianut oleh kelompok-kelompok masyarakat itu bisa ditarik persamaan
ke dalam garis-garis besarnya, yaitu emosi keagamaan, sistem kepercayaan,
sistem upacara keagamaan, dan kelompok keagamaan. Setiap sistem religi
pasti memiliki keempat unsur religi tersebut. Secara umum, sistem religi
terbentuk untuk memberi pedoman serta aturan hidup bagi manusia dengan
doktrin-doktrin rohaninya.
Seperti halnya kelompok masyarakat yang ada di dunia, masyarakat
Suku Baduy sebagai salam satunya juga memiliki sistem religi yang dianut.
Mereka meyakini sistem religinya dengan nama Sunda Wiwitan, yang
merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang mereka. Sunda
Wiwitan adalah salah satu dari ratusan agama minoritas yang tumbuh dan
berkembang bersama dengan agama-agama besar di dunia, antara lain
Kristen, Islam, Hindu, dan Buddha. Seiring berjalannya waktu dan
berkembangnya zaman sistem-sistem religi tersebut saling berinterksi dan
41
ada beberapa dari sistem-sistem religi tadi berakulturasi dan atau
berasimilasi antara satu sama lain.
Fenomena ini terjadi juga pada Sunda Wiwitan, yang di dalam
ajarannya terdapat beberapa kesamaan dengan Islam. Ada beberapa teori
yang memang menjelaskan sejarah munculnya masyarakat Suku baduy dan
Sunda Wiwitan juga menyinggung soal Islam di dalam teorinya tersebut.
Sedangkan dari berbagai literatur tentang Sunda Wiwitan banyak yang
menjelaskan adanya persamaan antara kedua sistem religi tersebut, yaitu
Sunda Wiwitan dan Islam.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian akan dilakukan di Desa Kanekes, Kecamatan
Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten.
Waktu kegiatan penelitian akan dilakukan selama enam hari dalam
dua bulan, yaitu pada bulan Mei dan Juli 2014 dengan waktu kunjungan
selama tiga hari sebanyak dua kali kunjungan.
B. Latar Penelitian
Desa Kanekes terletak tepat di kaki Pegunungan Kendeng, berjarak
sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung, dan berjarak sekitar 172 km sebelah
barat dari Provinsi DKI Jakarta. Secara administratif Desa Kanekes berada
di bawah Kecamatan Leuwi Damar dan Kabupaten Lebak yang berada di
Provinsi Banten.
Masyarakat di Desa Kanekes sangat dikenal dengan masyarakat yang
mampu menjaga dan melestarikan kearifan lokal yang diwarisi turun
temurun dari nenek moyang mereka. Dikenal dengan nama Suku Baduy,
mereka menjadi salah satu contoh bagi masyarakat seluruh Indonesia di
dalam hal menjaga kelangsungan tradisi warisan nenek moyang. Salah satu
tradisi warisan yang masih dijaga dan diamalkan sampai saat ini adalah
ajaran-ajaran di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan, sebuah kepercayaan
Suku Baduy yang termasuk ke dalam Animisme (aliran kepercayaan dan
penyembahan terhadap roh-roh nenek moyang). Sunda Wiwitan merupakan
kepercayaan yang terbentuk dari hasil Akulturasi antara Kepercayaan
Animisme dengan agama Hindu dan Islam pada masa lalu.
Aspek yang diteliti adalah konsep-konsep ajaran agama Islam dari
segi sistem kepercayaan dan ritual keagamaan yang ada di dalam
Kepercayaan Sunda Wiwitan.
43
Untuk melengkapi data hasil penelitian dan untuk mendukung
kevalidan data hasil penelitian, tokoh-tokoh yang diteliti adalah kepala desa
di Desa Kanekes, tokoh adat Baduy Dalam, masyarakat Baduy Dalam, dan
Masyarakat Baduy Luar.
C. Metode Penelitian
Di dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi1.
Jenis penelitian yang digunakan kali ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang terbatas pada usaha
mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana
adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact finding),
hasil penelitian ditekankan pada memberikan gambaran secara obyektif
tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki2.
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Di dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada
natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik
pengumulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant
observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi3.
Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini
adalah:
1 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2012), hal. 1
2 H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1991), hal. 31 3 Sugiyono, loc. cit., hal. 63
44
a. Observasi
Teknik observasi merupakan salah satu dari beberapa teknik
yang biasa digunakan di dalam penelitian kualitatif. Observasi adalah
metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan
secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung (Ngalim
Purwanto, 1985), metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati
secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti memperoleh
gambaran yang lebih luas tentang permasalahan yang diteliti4.
Di dalam penelitian ini tipe observasi yang digunakan adalah
tipe observasi partisipatif dalam hal ini adalah partisipatif moderat
(terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan
orang luar) dan observasi terus terang dan tersamar (peneliti terus
terang kepada sumber data bahwa sedang melakukan kegiatan
penelitian, tetapi dalam suatu waktu juga tidak terus terang atau
tersamar apabila ada data-data yang diteliti merupakan data rahasia)5.
b. Wawancara
Wawancara juga merupakan salah satu teknik di dalam
penelitian kualitatif yang digunakan pada penelitian ini. Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) sebagai pengaju / pemberi pertanyaan dan
yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas
pertanyaan itu6.
Di dalam penelitian ini tipe wawancara yang digunakan adalah
tipe wawancara semiterstruktur (semistructure interview), yaitu jenis
wawancara yang termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana
dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan
wawancara terstruktur, tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk
4 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 93
5 Sugiyono, op. cit., hal. 65-66
6 Basrowi dan Suwandi, , loc. cit., hal. 127
45
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang
diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya7.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan sebagai
sumber informasi untuk kebutuhan penelitian dibuat dengan dasar
teori empat unsur dasar religi dari Emile Durkheim, yang berguna
untuk mendapatkan gambaran sejelas-jelasnya tentang kepercayaan
Sunda Wiwitan, dan juga berdasar pada isu tentang pernah adanya
interaksi antara agama Islam dengan kepercayaan Sunda Wiwitan
pada masa silam.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,
dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang8. Maka dokumentasi merupakan suatu
teknik pengumpulan data dengan mencari dokumen-dokumen
pendukung yang berguna untuk memperkuat kredibilitas data dari
teknik observasi dan teknik wawancara.
2. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan di dalam tiga tahap utama, model
pengolahan ini disebut juga sebagai model interaktif yang dikenalkan oleh
Huberman dan Miles, yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan.
7 Sugiyono, op. cit., hal. 73
8 Sugiyono, op. cit., hal. 82
46
Maka di dalam tahap ini data-data yang telah diperoleh akan
dipilih, dikategorikan, serta disedarhanakan agar tersusun menjadi
data-data yang tersusun rapi9.
b. Penyajian Data
Penyajian data dimaknai sebagai sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan10
.
Maka setelah data-data telah tersusun rapi akan dilanjutkan pada
penyajian data-data ke dalam bentuk kalimat-kalimat naratif.
c. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi
Penarikan kesimpulan / verifikasi dimaknai sebagai penarikan
arti data yang telah ditampilkan. Penarikan kesimpulan didasarkan
pada hasil dari data-data yang telah disajikan ke dalam bentuk
kalimat-kalimat naratif dan kemudian menarik benang merah yang ada
di dalam kalimat-kalimat tersebut11
.
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Di dalam pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data dapat
dilakukan dengan empat jenis pengujian, yaitu:
- Credibility (validitas internal)
- Transferability (validitas eksternal)
- Dependability (reliabilitas)
- Confirmability (obyektifitas)
Namun, di dalam penelitian ini hanya akan dilakukan dengan salah
satu jenis pengujian sebagai langkah pemeriksaan atau pengecekan
keabsahan data12
.
9 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta: Erlangga, 2009), hal. 150
10 Ibid., hal. 151
11 Ibid., hal. 151
12 Sugiyono, op. cit., hal. 120-121
47
Credibility (validitas internal)
Di dalam melakukan uji kredibilitas data penelitian ini dilakukan
beberapa tahap, yaitu: perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan di
dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus
negatif, dan member check.
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan adalah peneliti kembali ke lapangan
melakukan pengamatan ulang, dan melakukan wawancara ulang
dengan sumber data yang sudah pernah ditemui maupun yang baru
dengan harapan hubungan antara peneliti dan sumber data menjadi
akrab dan akhirnya tidak ada informasi yang disembunyikan.
b. Peningkatan Ketekunan
Peningkatan ketekunan dilakukan dengan harapan akan
terbentuk kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkan
secara pasti dan sistematis.
c. Triangulasi
Triangulasi di dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu.
Di dalam penelitian ini akan digunakan minimal dua triangulasi,
yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
d. Diskusi dengan Teman Sejawat
Diskusi dilakukan sebagai bentuk dari proses tukar pikiran
dengan teman sejawat yang diharapkan dapat mengoreksi dan
menambahkan segala kekurangan dari data yang telah diperoleh.
e. Analisis Kasus Negatif
48
Analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda
atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila
tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan,
berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.
f. Member Check
Proses member check adalah proses dimana data-data yang telah
diperoleh dari sumber data kemudian dicek kembali oleh sumber data,
apakah data-data yang diperoleh sudah sesuai dengan apa yang
diberikan oleh sumber data.
49
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kondisi Fisik dan Sosial Daerah Penelitian
1. Letak, dan Luas Daerah Penelitian
Masyarakat Suku Baduy menetap di sebuah desa dengan nama
Kanekes. Desa Kanekes saat ini masuk di dalam wilayah administrasi
pemerintahan Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Secara geografis Desa Kanekes terletak pada koordinat 06o27’27”-
06o30’00” LS dan 108
o03’09”-106
o04’55” BT
1.
Desa Kanekes terletak 60 Km sebelah selatan Rangkasbitung, ibukota
Kabupaten Lebak dan dapat dicapai dengan mobil dan Jeep2. Letak persis
dari Desa Kanekes ada pada bagian utara kawasan Pegunungan Kendeng,
dengan ketinggian 400-600 m dpl (di atas permukaan laut), topografi
wilayah ini berbukit-bukit dengan ciri tanah vulkanik yang subur
bervegetasi rimbun3.
Hijau membentang belasan kilometer dari kampung Kaduketug Baduy
Luar di ujung utara hingga kampung Cikeusik Baduy Dalam di ujung
selatan, dengan total wilayahnya seluas 5.136,58 hektare, sesuai dengan
ukuran resmi yang dikeluarkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional)4.
2. Batas Wilayah Administratif
Desa Kanekes sebagai wilayah masyarakat Suku Baduy memiliki batas-
batas desa sebagai berikut:
a. Utara: Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwi Damar
Desa Cisimeut Kecamatan Leuwi Damar
Desa Nyagati Kecamatan Leuwi Damar
1 http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes (Diakses pada tanggal 3 September 2014)
2 Lim Teck Ghee dan Alberto G. Gomes (ed.), Suku Asli dan Pembangunan di Asia Tenggara,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993), hal. 142 3 Erwinantu, Saba Baduy: Sebuah Perjalanan Wisata Budaya Inspiratif, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012), hal. 14 4 Ibid., hal. 14
50
b. Barat: Desa Parakan Beusi Kecamatan Bojongmanik
Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik
Desa Karang Nunggal Kecamatan Bojongmanik
c. Selatan: Cikate Kecamatan Cijaku
d. Timur: Karang Combong Kecamatan Muncang
Desa Cilebang Kecamatan Muncang
3. Batas Alam
a. Utara: Sungai Ciujung
b. Selatan: Sungai Cidikit
c. Barat: Sungai Cibarani
d. Timur: Sungai Cisimeut
4. Kondisi Demografi
Populasi Desa Kanekes, 1888-2009
Tahun Jumlah Desa* Populasi
1888 10 291
1889 26 1407
1928 35 1521**
1972 39 4575
1986 43 5000
2006 47 9741
2009 58 2948
*Termasuk desa-desa dangka
**Berdasarkan sensus tahun 1930 (14,3% dari kelompok-kelompok etnis
Indonesia)
Tabel 4.1
Tabel di atas memberi informasi mengenai proses awal data
kependudukan masyarakat Suku Baduy tercatat, yaitu mulai pada tahun
1888 hingga data kependudukan pada tahun 1986. Sedangkan data
51
kependudukan masyarakat Suku Baduy sampai dengan bulan Juni 2009
adalah 11.172 jiwa yang terdiri dari 2.948 kepala keluarga (kk) yang
tersebar di 58 kampung5.
B. Sunda Wiwitan
Sunda Wiwitan adalah nama dari beberapa kepercayaan lokal yang
ada di Indonesia. Sunda Wiwitan dianut di beberapa wilayah di Indonesia,
diantaranya di wilayah Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten
Kuningan, Provinsi Jawa Barat dan di wilayah Desa Kanekes, Kecamatan
Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Khusus di wilayah Desa
Kanekes, kelompok masyarakat yang menganut Sunda Wiwitan banyak
dikenal dengan nama Suku Baduy. Namun, kesamaan nama kepercayaan
yang ada pada dua kelompok masyarakat tersebut tidak diikuti dengan
kesamaan ajaran yang ada di dalamnya.
Nama Sunda Wiwitan diyakini oleh penganutnya di Desa Kanekes
sebagai pengertian dari Sunda paling awal, pernyataan ini sama dengan apa
yang diutarakan oleh Ayah Mursyid selaku salah satu tokoh masyarakat
Suku Baduy, “Sunda Wiwitan adalah ajaran Sunda yang paling awal, jadi
Sunda Wiwitan itu adalah kepercayaan yang paling pertama ada di dunia”,
katanya6. jadi Sunda Wiwitan dipercaya oleh Suku Baduy merupakan
kepercayaan yang pertama lahir dan ada di muka bumi. Bagi pemeluknya
yang ada di Desa Kanekes (Suku Baduy), Sunda Wiwitan diyakini sebagai
kepercayaan yang hanya diturunkan untuk masyarakat Suku Baduy, karena
mereka meyakini bahwa kelompoknya adalah keturunan pertama dari
manusia pertama (nabi Adam), maka dari itu Sunda Wiwitan yang
merupakan kepercayaan pertama yang lahir dan ada di muka bumi hanya
dianut oleh orang-orang yang pertama lahir dan ada di muka bumi juga.
Berdasarkan kepercayaannya akan hal tersebut maka masyarakat Suku
5 http://gunggungsenoaji.wordpress.com/2010/08/30/masyarakat-baduy-hutan-dan-lingkungan
(Diakses pada tanggal 3 September 204) 6 Wawancara dengan Ayah Mursyid (40 tahun), Wakil Jaro Tangtu Kampung Cibeo, Kamis-15-
Mei-2014, Rumah Ayah Mursyid
52
Baduy melarang kelompok masyarakat lain untuk bisa masuk menjadi
pemeluk Sunda Wiwitan. Keyakinan ini diperkuat dengan pernyataan Ayah
Narwati sebagai salah satu anggota masyarakat Suku Baduy yang tinggal di
Kampung Cibeo dengan yakin menjelaskan, “Sunda Wiwitan hanya
dikhususkan bagi orang Baduy”7. Kelompok masyarakat lain di luar Suku
Baduy tidak bisa masuk menjadi pemeluk Sunda Wiwitan, tetapi
masyarakat Suku Baduy berhak dan boleh untuk melepas kepercayaannya
(Sunda Wiwitan) dengan syarat mereka yang melakukan hal tersebut juga
harus meninggalkan wilayah Desa Kanekes yang merupakan tanah adat dari
masyarakat Suku Baduy dan secara otomatis telah dianggap tidak lagi
menjadi bagian dari masyarakat Suku Baduy.
Banyak peneliti yang mengkategorikan Sunda Wiwitan sebagai
kepercayaan Animisme (aliran kepercayaan dan penyembahan terhadap roh-
roh nenek moyang), karena begitu kuat dan kentalnya penghormatan
masyarakat Suku Baduy terhadap nenek moyang yang telah hidup lebih
dahulu dari mereka sekarang. Masyarakat Suku Baduy meyakini bahwa
nenek moyang mereka yang telah meninggal masih ada sampai saat ini
menjaga dan mengawasi keturunan-keturunannya dalam bentuk ruh. Oleh
karena itu masyarakat Suku Baduy sangat menjaga perilaku sesuai dengan
apa-apa saja yang telah diwariskan dari nenek moyang agar tidak membuat
marah ruh-ruh mereka. Warisan yang diturunkan dari nenek moyang
masyarakat Suku Baduy adalah seperangkat aturan-aturan adat yang
diyakini sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Aturan-
aturan adat itu disampaikan dan dilestarikan secara turun-temurun melalui
lisan oleh setiap anggota masyarakat Suku Baduy dan masih sangat dijaga
sampai saat ini. Masyarakat Suku Baduy memberi istilah bagi seperangkat
aturan-aturan adat tersebut dengan nama pikukuh8.
7 Wawancara Dengan Ayah Narwati (41 tahun), Penduduk Kampung Cibeo, Jum’at-16-Mei-
2014, Halaman Depan Rumah Bapak Sawardi 8 Wawancara Dengan Bapak Sawardi (30 tahun), Penduduk Kampung Cibeo, Jum’at-16-Mei-
2014, Rumah Bapak Sawardi
53
Berangkat dari penghormatan dan kepatuhan masyarakat Suku Baduy
terhadap ruh-ruh nenek moyang ini maka Sunda Wiwitan yang merupakan
kepercayaan dari kelompok masyarakat ini terlihat sebagai kepercayaan
Animisme. Namun, berdasarkan ajaran-ajaran di dalam Sunda Wiwitan
dijelaskan bahwa Sunda Wiwitan adalah sebuah kepercayaan yang memiliki
konsep ketuhanan. Sunda Wiwitan memiliki sistem kepercayaan yang jelas,
sama dengan agama-agama lain. Masyarakat Suku Baduy mengakui adanya
tuhan, dan mereka menyembah-Nya. Sebagai sebuah sistem religi (agama),
Sunda Wiwitan memiliki unsur-unsur yang sama dengan agama-agama lain,
yaitu: emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem upacara keagamaan,
dan kelompok keagamaan.
Jaro Pamarentah Desa Kanekes menjelaskan bahwa Sunda Wiwitan
merupakan kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan, “Orang Baduy
percaya kepada tuhan “Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa”, orang
Baduy juga percaya kepada nabi Adam yang merupakan keturunan dari
Batara Patanjala yang merupakan salah satu dari Tujuh Batara keturunan
Batara Tunggal atau “Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa”, orang
Baduy juga percaya kepada aturan adat atau pikukuh yang telah turun
temurun diwariskan oleh nenek moyang, karena orang Baduy yakin bahwa
ruh-ruh nenek moyang masih ada dan selalu mengawasi setiap perbuatan,
ruh-ruh tersebut berkumpul di Sasaka Domas yang merupakan pusat dari
wilayah Baduy sekaligus menjadi kiblat orang Baduy”, katanya9.
1. Emosi Keagamaan
Emosi keagamaan masyarakat Suku Baduy lahir dari penghormatan
mereka terhadap nenek moyangnya yang telah meninggal dunia di masa
lalu. Masyarakat Suku Baduy memang telah dikenal sebagai sebuah suku
yang sangat menghormati nenek moyangnya. Bentuk kepatuhan terhadap
nenek moyang mereka adalah dengan mematuhi aturan-aturan adat dan
9 Wawancara Dengan Bapak Dainah (55 tahun), Jaro Pamarentah Desa Kanekes, Jum’at-16-
Mei-2014, Halaman Depan Rumah Bapak Dainah
54
nasehat-nasehat dari nenek moyang yang disebarkan melalui cerita-cerita
dari mulut ke mulut secara turun temurun hingga saat ini. Mereka meyakini
bahwa ruh-ruh nenek moyang yang telah meninggal dunia masih ada di
dunia dan selalu mengawasi setiap aktivitas yang dilakukan masyarakat
Suku Baduy setiap saat dan setiap waktu.
Ketaatan masyarakat Suku Baduy adalah sesuatu yang lahir dari
kesadaran dan bukan merupakan sesuatu yang dipaksakan. Bagi masyarakat
yang memiliki kesadaran dalam menghormati ruh-ruh nenek moyang maka
akan selalu setia dan secara sukarela menjalankan setiap ajaran dari Sunda
Wiwitan, namun bagi anggota masyarakat Suku Baduy yang tidak kuat
menjalankan segala bentuk ajaran Sunda Wiwitan, dengan bebas bisa
melepas Kepercayaan Sunda Wiwitan dan keluar dari keanggotaan sebagai
masyarakat Suku Baduy.
Emosi keagamaan ini telah mulai ditanam dari semenjak seorang
anggota masyarakat Suku Baduy lahir. Menurut ajaran Sunda Wiwitan
setiap bayi yang lahir dari masyarakat Suku Baduy maka secara otomatis
menjadi bagian dari mereka, dan setiap anggota masyarakat Suku Baduy
secara otomatis juga memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan, jadi Sunda
Wiwitan adalah sebuah kepercayaan yang diperoleh melalui keturunan,
tidak seperti agama-agama besar di dunia seperti Islam atau Kristen yang
jika mau memeluk kepercayaannya harus melalui beberapa ritual khusus.
Kesadaran akan penghormatan terhadap ruh-ruh nenek moyang telah
ditanamkan sejak dini, sehingga diharapkan lambat laun seiring
pertumbuhannya seorang anak akan dengan teguh memegang keyakinan
Sunda Wiwitan. Bentuk kesadaran inilah yang membuat keberadaan Suku
Baduy dan Sunda Wiwitan masih kuat dan terjaga sampai dengan hari ini.
2. Sistem Kepercayaan
Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan.
Masyarakat Suku Baduy sebagai penganutnya meyakini bahwa seluruh alam
semesta beserta seluruh isinya merupakan ciptaan dari Gusti Nu Maha Suci
55
Allah Maha Kuasa atau dengan nama lainnya yaitu Batara Tunggal. Dia
adalah tuhan yang diyakini dan disembah oleh seluruh penganut Sunda
Wiwitan yang ada di wilayah Desa Kanekes.
Menurut Masyarakat Suku Baduy, sejarah penciptaan kelompok
mereka berasal dari makhluk manusia yang diciptakan oleh Gusti Nu Maha
Suci Allah Maha Kuasa (Batara Tunggal) yang bernama Adam. Diyakini
oleh mereka bahwa Adam diciptakan dan diturunkan di tanah Desa
Kanekes, dia adalah seorang nabi yang merupakan manusia pertama yang
diciptakan tuhan di bumi dan diberi gelar Adam Tunggal. Setelah nabi
Adam diciptakan oleh Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa (Batara
Tunggal) dan menjalani kehidupan sebagai mahluk di bumi, nabi Adam
berkembang dan melahirkan keturunannya di daerah tersebut. Masyarakat
Suku Baduy percaya bahwa keturunan yang dilahirkan oleh nabi Adam
tersebut adalah merupakan nenek moyang mereka yang ada di Desa
Kanekes.
Berdasar dari sejarah tersebut mereka meyakini bahwa Suku Baduy
merupakan kelompok masyarakat pertama yang ada di bumi. Sedangkan
kelompok masyarakat lain yang berada di luar wilayah Desa Kanekes
dianggap sebagai saudara muda, karena mereka bukan keturunan dari nabi
Adam, melainkan keturunan dari nabi Muhammad yang diciptakan oleh
Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa (Batara Tunggal) setelah penciptaan
nabi Adam. Nabi Muhammad diciptakan dan hidup di luar wilayah Desa
Kanekes juga berkembang dan melahirkan keturunan yang ada sampai saat
ini. Karena masyarakat Suku Baduy merupakan keturunan nabi Adam, maka
mereka hanya mengamalkan ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi Adam,
mereka tidak mengamalkan ajaran-ajaran yang dibawa nabi Muhammad
yang diantaranya adalah sholat lima waktu.
Pemimpin agama dalam Sunda Wiwitan disebut “Puun”10
. Puun
terdiri dari tiga orang yang masing-masingnya tinggal di setiap kampung
10
Hasil Wawancara Dengan Masyarakat Suku Baduy, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar,
Lebak, Banten (15-16 Mei 2014)
56
yang ada di wilayah Baduy Dalam, ada Puun di Cikeusik, ada Puun di
Cibeo dan ada Puun di Cikertawana, setiap Puun memiliki tugas masing-
masing. Menurut kepercayaan masyarakat Suku Baduy Puun memiliki garis
keturunan dengan Batara Tunggal. Batara Tunggal dipercaya memiliki
keturunan yang disebut Tujuh Batara, yaitu: Batara Cikal, Batara Patanjala,
Batara Wirasawa, Batara Wishnu, Batara Brahmana, Batara Hyang Niskala,
dan Batara Mahadewa. Dari ketujuh Batara yang merupakan keturunan
Batara Tunggal, Batara Patanjala adalah yang memiliki garis keturunan
dengan Puun. Jadi Puun dipercaya sebagai manusia yang bisa menjadi
penghubung antara dunia atas dengan dunia bahwa, karena itu dia menjadi
pemimpin di dalam Sunda Wiwitan.
Di dalam Sunda Wiwitan, juga dipercaya sebuah tempat yang
dianggap sangat suci dan sangat terlarang, hanya orang-orang terpilih yang
bisa masuk ke wilayah tersebut. Daerah tersebut bernama hutan larangan,
tempat itu menjadi suci karena di dalamnya terdapat Sasaka Domas yang
dipercaya sebagai kiblat bagi seluruh penganut Sunda Wiwitan. Lokasi
Sasaka Domas berada di sebelah selatan dari lokasi tinggal masyarakat Suku
Baduy. Masyarakat Suku Baduy juga meyakini bahwa di Sasaka Domas
merupakan tempat berkumpulnya ruh-ruh nenek moyang yang telah lebih
dahulu meninggal dunia.
Keberadaan ruh nenek moyang juga merupakan sesuatu yang diyakini
dan dipercaya oleh masyarakat Suku Baduy. Mereka meyakini bahwa di
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari ada hal-hal yang diperolehkan
dan ada juga hal-hal yang dilarang. Segala ketentuan itu mereka dapat
secara turun-temurun dari nenek moyang dan selalu dipegang teguh hingga
saat ini karena adanya keyakinan bahwa ruh nenek moyang mereka masih
ada di dunia dan selalu mengawasi segala bentuk perilaku di dalam
kehidupan sehari-hari.
57
3. Sistem Upacara Keagamaan
Sebagai sebuah sistem religi, Sunda Wiwitan tentu juga memiliki
upacara-upacara keagamaan sebagai suatu bentuk penyembahan terhadap
tuhan. Menurut masyarakat Suku Baduy, secara umum ibadah di dalam
ajaran Sunda Wiwitan dibagi ke dalam dua jenis. Pertama adalah ibadah
umum, ibadah umum diyakini oleh masyarakat Suku Baduy adalah ibadah
yang lebih mengarah kepada perilaku hidup sehari-hari sesuai dengan ajaran
Sunda Wiwitan, dan yang kedua adalah ibadah khusus, ibadah khusus
adalah ibadah yang untuk melakukannya hanya ada di waktu-waktu tertentu
yang telah ditetapkan, yaitu: Kawalu, Ngalaksa, dan Seba. Selain ibadah
umum dan ibadah khusus, ada ketentuan-ketentuan lain di dalam ajaran
Sunda Wiwitan yang mengatur cara hidup dan berinteraksi antar masyarakat
Suku Baduy, antara lain: tata cara menikah, tata cara khitan (sunat), tata cara
mengurus jenazah, tata cara mendo’akan jenazah, tata cara mendo’akan
perempuan yang sedang hamil, dan lain sebagainya.
a. Kawalu
Kawalu adalah salah satu bagian dari ibadah khusus bagi
masyarakat Suku Baduy. Di dalam penanggalan adat masyarakat Suku
Baduy, Kawalu dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Kasa,
Karo, dan Katiga. Jika dikonversi ke dalam penanggalan masehi maka
kegiatan Kawalu dilaksanakan pada sekitar akhir bulan Desember
sampai dengan bulan Maret11
.
Secara kronologis Kawalu terbagi menjadi tiga, yaitu bulan
Kawalu tembay (awal) di bulan Kasa, Kawalu tengah di bulan Karo,
dan Kawalu tutug (besar atau penutup) di bulan katiga12
. Kegiatan inti
dari Kawalu adalah berpuasa pada pada bulan Kawalu (Kasa, Karo,
Katiga) selama satu hari penuh tanpa sahur hingga terbenam matahari.
Berpuasa hanya dilaksanakan selama satu hari pada setiap bulannya,
11
Erwintantu, op. cit., hal. 42 12
Erwintantu, op. cit., hal. 42
58
jadi total puasa yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku Baduy
adalah tiga hari.
Selama Kawalu berlangsung wilayah terutama Baduy Dalam
tidak diperbolehkan didatangi oleh tamu dalam jumlah besar,
sedangkan untuk tamu yang datang secara perorangan masih bisa
diterima apabila ada salah satu dari orang Baduy Dalam yang dikenal.
b. Ngalaksa
Ngalaksa juga menjadi salah satu bagian dari ibadah khusus
bagi masyarakat Suku Baduy yang dilaksanakan pada setiap bulan
Katiga di dalam penanggalan adat masyarakat Suku Baduy. Ngalaksa
menjadi sebuah ibadah khusus yang juga dilaksanakan pada salah satu
bulan Kawalu, yaitu bulan Katiga. Kegiatan inti dari Ngalaksa adalah
pembuatan makanan yang diberi nama laksa, laksa merupakan
makanan yang harus dibuat pada pelaksanaan Ngalaksa. Laksa
merupakan makanan sejenis mie yang berbentuk pipih dan lebar yang
terbuat dari tepung beras. Ngalaksa dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat Suku baduy dari wilayah Suku Baduy Dalam dan wilayah
Suku Baduy Luar. Mereka berkumpul di Kampung Cibeo yang
menjadi pusat dari pelaksanaan Ngalaksa.
Ibadah khusus Ngalaksa merupakan waktu dimana seluruh
masyarakat Suku Baduy berkumpul. Laksa yang telah dibuat
kemudian dibagikan secara menyeluruh tanpa terkecuali meskipun ada
yang masih bayi13
. Pelaksanaan Ngalaksa juga dimanfaatkan sebagai
kegiatan sensus bagi masyarakat Suku baduy, karena pada saat itu
semua dari mereka berkumpul di satu tempat dan satu waktu. Selain
membuat laksa, Ngalaksa juga dijadikan sebagai momen untuk
“ngasah diri” dan tutup tahun di dalam penanggalan adat masyarakat
Suku Baduy.
13
Erwinantu, op. cit., hal. 42
59
c. Seba
Ibadah khusus yang lain adalah Seba, yang dilaksanakan setelah
Kawalu dan Ngalaksa. Seba adalah ibadah khusus yang dilaksanakan
sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang diterima selama satu
tahun. Bentuk pelaksanaan Seba adalah dengan mengunjungi
pemerintah daerah untuk bersilaturahmi dan juga berkoordinasi. Di
dalam Seba masyarakat Suku Baduy pergi dengan rombongan besar
untuk bersilaturahmi dengan membawa berbagai macam hasil bumi
yang berasal dari tanah mereka.
Masyarakat Suku Baduy menganggap Seba sebagai sebuah hari
raya besar yang dilakukan setelah melaksanakan dua ibadah khusus
lainnya, yaitu Kawalu dan Ngalaksa. Pemerintah daerah yang menjadi
tujuan dari masyarakat Suku baduy untuk bersilaturahmi adalah
pemerintah Provinsi banten, kegiatan itu dimanfaatkan oleh mereka
sebagai sarana untuk berkoordinasi dan melaporkan situasi serta
perkembangan dari wilayah adat Suku Baduy.
Suku Baduy adalah sebuah komunitas adat yang segala bentuk
kegiatannya selalu diatur dan ditentukan oleh ketentuan kepercayaannya
yaitu Sunda Wiwitan. Selain ibadah umum dan ibadah khusus bagi
masyarakat Suku Baduy, ada beberapa kegiatan juga yang diatur dan
ditentukan berdasarkan ketentuan Sunda Wiwitan, antara lain:
a. Pernikahan
Pernikahan bagi masyarakat Suku Baduy juga merupakan
sesuatu yang disakralkan. Mereka sangat mematuhi ketentuan yang
mengatur bahwa setiap laki-laki hanya boleh menikahi satu
perempuan dan begitupun sebaliknya, dan menikah adalah sebuah
momen yang hanya dilakukan satu kali seumur hidup karena mereka
meyakini bahwa sebuah perceraian adalah sesuatu yang dilarang.
Sistem pernikahan dilakukan dengan cara perjodohan. Seorang
pemuda atau pemudi Suku Baduy tidak bisa memilih calon
60
pendamping menurut kehendaknya masing-masing, karena telah
ditentukan sebelumnya oleh orang tua mereka.
Sebelum melakukan pernikahan, kedua calon pengantin harus
melalui tiga tahap lamaran yang biasanya memakan waktu hingga satu
tahun. Lamanya proses lamaran dianggap sebagai ujian kesetiaan bagi
kedua calon pengantin. Lamaran pertama adalah saat dimana kedua
keluarga dari calon pengantin saling bertemu untuk melakukan
musyawarah yang membicarakan tentang segala kebutuhan untuk
pernikahan, contoh: tanggal pernikahan, dan lain sebagainya. Setelah
lamaran pertama maka selanjutnya adalah lamaran kedua yang di
dalamnya berisi acara saling tukar cincin oleh kedua calon pengantin.
Sedangkan lamaran ketiga adalah saat dimana calon pengantin dari
pihak laki-laki membawa seserahan berupa berbagai peralatan rumah
untuk diberikan kepada calon pengantin dari pihak perempuan, dan
kemudian dilanjutkan dengan pernikahan yang dipimpin langsung
oleh Puun. Di dalam ajaran Sunda Wiwitan, pernikahan masyarakat
Suku Baduy dilakukan dengan pembacaan “Syahadat Baduy” oleh
Puun. Syahadat Baduy adalah sebuah kalimat yang dirahasiakan oleh
masyarakat Suku Baduy, karena dianggap hanya boleh diucapkan
pada waktu-waktu tertentu saja. Namun, banyak versi yang beredar di
dunia maya mengenai teks Syahadat Baduy dengan versi yang
berbeda-beda.
b. Khitan
Khitan atau sunat adalah momen yang dipercaya merupakan
sebuah proses yang harus dilalui oleh setiap anak laki-laki dari
masyarakat Suku Baduy. Menurut mereka Khitan adalah sesuatu yang
wajib hukumnya bagi setiap anak laki-laki. Biasanya khitan dilakukan
ketika seorang anak masih berumur sepuluh tahun ke bawah.
Yang khas Baduy dari Khitan acara ini adalah dibangunnya
tempat khusus yaitu saung papajangan atau saung pesajen di halaman
61
kampung, ukurannya sekitar 4 meter x 4 meter dengan tinggi lantai
saung sekitar 1,5 meter, yang merupakan simbol dari harapan tinggi
bagi anak-anak agar kelak hidupnya mulia dan sejahtera14
.
c. Mengurus Jenazah
Berdasarkan ajaran Sunda Wiwitan, masyarakat Suku Baduy
memiliki tiga tahapan di dalam mengurus anggota kelompoknya yang
telah meninggal dunia. Tahap pertama adalah memandikan, yang
kemudian dilanjutkan dengan mengkafani, dan diakhiri dengan
memakamkan jenazah ke liang kubur.
Ketika anggota kelompoknya ada yang meninggal dunia maka
tugas pertama dari anggota kelompok yang masih hidup adalah
memandikan jenazah hingga bersih, setelah dimandikan jenazah
langsung dikafani dengan sehelai kain putih untuk laki-laki ataupun
perempuan, setelah selesai dimandikan dan dikafani maka jenazah
langsung dibawa ke liang kubur yang telah disiapkan. Tidak ada
tempat khusus yang menjadi pusat pemakaman bagi masyarakat Suku
Baduy, liang kubur disiapkan di lahan yang memang kebetulan sedang
kosong. Hal tersebut dilakukan karena tanah yang dijadikan kuburan,
di waktu yang akan datang juga akan dimanfaatkan sebagai lahan
berladang bagi keturunan-keturunan berikutnya.
Jenazah diletakkan dengan posisi kepala menghadap ke arah
barat, dan posisi badan menghadap ke arah selatan. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa arah selatan adalah arah yang dijadikan
kiblat/patokan bagi masyarakat Suku Baduy, karena di Selatan lah
letak dari hutan larangan yang di dalamnya terdapat Sasaka Domas,
tepat yang sangat disucikan.
Setelah selesai mengurus jenazah mulai dari memandikan
hingga menguburkan, maka pihak keluarga yang ditinggalkan
membuat acara tahlilan yang diadakan pada hari kematian, hari ketiga
14
Erwinantu, op. cit., hal. 44
62
setelah kematian, dan hari ketujuh setelah kematian. Setelah tahlilan
hari ketujuh selesai dilaksanakan, maka pihak keluarga tidak boleh
lagi melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan almarhum,
semisal mengunjungi makamnya untuk berziarah.
4. Kelompok Keagamaan
Sunda Wiwitan dianut oleh sekelompok masyarakat yang menamakan
dirinya Urang Kanekes. Urang Kanekes adalah sekelompok masyarakat
yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten, namun saat ini kelompok masyarakat tersebut banyak
dikenal dengan nama Suku Baduy. Nama Urang Kanekes berasal dari
daerah tempat dimana mereka tinggal yaitu Desa Kenekes, di desa tersebut
sebagian besar wilayahnya dihuni oleh Urang Kanekes, dan desa tersebut
juga merupakan tanah adat mereka. Sedangkan nama Baduy bersumber dari
adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari
wilayah tersebut.
Di dalam struktur masyarakatnya, Suku Baduy membagi kelompok
besarnya ke dalam dua kelompok kecil, yaitu Baduy Dalam dan Baduy
Luar. Orang Baduy Dalam terbagi di 3 kampung di dalam Desa Kanekes,
yaitu Kampung Cibeo, Kampung Cikeusik, dan Kampung Cikertawana,
selain dari ketiga kampung tersebut yang ada di Desa Kanekes merupakan
bagian dari Orang Baduy Luar.
Berdasarkan pendapat masyarakat Suku Baduy, pembagian menjadi
dua kelompok tersebut memang sudah ada sejak awal diciptakannya Suku
Baduy. Pembagian tersebut bertujuan sebagai peredam (buffer zone) arus
perkembangan zaman untuk masuk ke wilayah Baduy Dalam yang
merupakan tugas dari wilayah Baduy Luar.
Pembagian dua kelompok tersebut menjadikan adanya ciri yang
berbeda untuk menggambarkan setiap kelompoknya, ada perbedaan yang
bisa diamati dan dibedakan antara mana yang merupakan bagian dari
63
masyarakat yang tinggal di Baduy Dalam dan mana yang merupakan bagian
dari masyarakat yang tinggal di Baduy Luar.
a. Orang Baduy Dalam
Orang Baduy Dalam adalah bagian dari masyarakat Suku Baduy
yang tingga di Kampung Cibeo, Kampung Cikeusik, dan Kampung
Cikertawana yang merupakan wilayah dari Baduy Dalam. Orang-
orang yang ada di Baduy Dalam merupakan pemeran inti di dalam
ajaran Sunda Wiwitan, mereka percaya bahwa orang-orang Baduy
Dalam adalah pemegang tugas penting tersebut. Hal itu menyebabkan
siapa saja yang tinggal di wilayah Baduy Dalam diwajibkan untuk
menjalankan semua ajaran Sunda Wiwitan tanpa ada keringanan
ataupun pengecualian. Di wilayah Baduy Dalam adalah tempat
dimana setiap upacara kegamaan dilakukan. Ketika upacara
keagamaan dilakukan maka seluruh masyarakat Suku Baduy
berkumpul di tiga Kampung Baduy Dalam tersebut. Tetapi bagi
mereka yang tidak kuat dengan ketatnya aturan-aturan yang ada di
wilayah Baduy Dalam diperbolehkan untuk keluar dari Baduy Dalam
dan tinggal di wilayah Baduy Luar serta menjadi Orang Baduy Luar,
atau bahkan untuk keluar dari kesukuan Baduy.
Dari segi pakaian, Orang Baduy Dalam bisa dicirikan dengan
ikat kepala putih, baju lengan panjang berwarna putih atau hitam, dan
kain sarung pendek berwarna hitam dengan ikat pinggang dari bahan
kain. Karena dua warna tersebut memiliki arti tersendiri bagi
masyarakat Suku Baduy. Warna putih dan hitam dinilai sebagai dua
warna keseimbangan, dimana ada putih maka sudah tentu ada pula
hitam.
b. Orang Baduy Luar
Orang Baduy Luar adalah bagian dari masyarakat Suku baduy
yang tinggal di luar wilayah Baduy Dalam (Kampung Cibeo,
64
Kampung Cikeusik, dan kampung Cikertawana), semua kampung
yang ada di Desa Kanekes kecuali ketiga kampung tadi merupakan
bagian dari wilayah Baduy Luar. Menurut masyarakat Suku Baduy,
adanya wilayah Baduy Luar memiliki beberapa fungsi yang
berpengaruh terhadap wilayah Baduy Dalam. Setidaknya ada tiga
fungsi dari wilayah Baduy Luar menurut masyarakat Suku Baduy,
yang pertama adalah sebagai jalan penghubung bagi komunikasi
masyarakat Suku Baduy dengan masyarakat di luar Suku Baduy, jadi
Orang Baduy Luar memiliki tugas sebagai penghubung antara Orang
Baduy Dalam dengan dunia luar, baik itu masalah politik, sosial,
ekonomi, dan budaya. Kedua adalah sebagai wilayah peredam (buffer
zone) dari arus perkembangan zaman yang setiap saat membayangi
mereka, jadi berdasarkan aturan Suku Baduy, wilayah Baduy Luar
adalah wilayah yang diberi toleransi bagi arus perkembangan zaman.
Di wilayah Baduy Luar setiap pendatang yang bertamu atau
berkunjung masih diberi toleransi untuk menggunakan berbagai
peralatan dan perlengkapan berteknologi dan berbahan kimia, tetapi
setelah memasuki wilayah Baduy Dalam semua pengunjung mau tidak
mau harus mengikuti aturan main masyarakat Suku Baduy. Hal itulah
yang menyebabkan banyak dari Orang Baduy Luar terbawa dengan
gaya pengunjung yang berasal dari luar dengan segala peralatan dan
perlengkapan “modern”-nya, berdasar dari alasan tersebut maka
Orang Baduy Luar diberikan hak kelonggaran dalam menjalankan
aturan yang ada. Ketiga adalah sebagai rumah tahanan bagi Orang
Baduy Dalam yang melanggar aturan, jadi setiap kampung yang ada
di wilayah Baduy Dalam memiliki rumah tahanan masing-masing
yang berada di beberapa kampung di wilayah Baduy Luar, setiap
Orang Baduy Dalam yang melanggar akan dikurung dan diasingkan di
dalam sebuah tahanan berbentuk rumah selama 40 hari dan dilarang
untuk keluar, setelah masa hukuman selesai pelaku akan diberi pilihan
untuk kembali ke Baduy Dalam atau menjadi Orang Baduy Luar.
65
Dari segi pakaian, Orang Baduy Luar bisa dicirikan dengan ikat
kepala biru corak batik khusus Orang Baduy Luar, baju lengan
panjang berwarna hitam, dan celana pendek berwarna hitam. Bahkan
karena telah tersentuh perkembangan zaman banyak dari anak-anak
muda Baduy Luar telah menggunakan pakaian layaknya anak-anak
muda yang ada di luar Suku Baduy, dengan kaos-kaos bergambar,
celana jeans, dan rambut dengan gaya anak muda zaman sekarang
sehingga tidak bisa dibedakan.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian tentang konsep ajaran agama Islam
di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan masyarakat Desa Kanekes yang
bertempat di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata terdapat
beberapa kesamaan yang ditemukan antara konsep ajaran agama Islam
dengan konsep ajaran kepercayaan Sunda Wiwitan.
Dari sistem kepercayaan Sunda Wiwitan diketahui bahwa Gusti Nu
Maha Suci Allah Maha Kuasa atau dengan nama lain Batara Tunggal yang
diyakini oleh masyarakat Suku Baduy sebagai tuhan adalah sama dengan
tuhan yang diyakini oleh Islam yaitu Allah SWT. Di dalam sistem
kepercayaan Sunda Wiwitan, masyarakat Suku Baduy merupakan keturunan
dari manusia yang pertama yang diciptakan di bumi yaitu Adam, yang hidup
dan melahirkan keturunannya di Desa Kanekes. Sedangkan manusia-
manusia di luar Desa Kanekes diyakini sebagai keturunan dari manusia yang
diciptakan setelah Adam yaitu Muhammad. Di dalam sistem kepercayaan
Islam, nama-nama tersebut merupakan dua dari dua puluh lima orang yang
dianggap sebagai utusan Allah SWT atau yang dikenal sebagai nabi dan
rasul. Menurut Islam pun penciptaan Adam adalah yang paling awal dari
semua manusia lain, dan Muhammad diciptakan setelahnya dengan rentang
waktu yang sangat lama. Kesamaan lain di dalam sistem kepercayaan di
antara keduanya adalah penggunaan istilah “kiblat” sebagai kata yang
menunjukkan sebuah tempat atau benda yang menjadi pusat dari seluruh
dunia, namun keduanya memiliki kiblat yang berbeda satu dengan yang
lain. Jika Islam meyakini Ka’bah yang berada di Mekkah sebagai kiblatnya,
maka Sunda Wiwitan meyakini Sasaka Domas yang berada di hutan
larangan Desa Kanekes sebagai kiblatnya.
67
Di dalam sistem upacara keagamaan juga ditemukan beberapa
kesamaan di antara Sunda Wiwitan dan Islam. Salah satu persamaan dari
keduanya adalah kegiatan puasa yang ada di masing-masing kepercayaan.
Walaupun Sunda Wiwitan dan Islam memiliki kegiatan yang sama, tetapi
secara teknis puasa yang dilaksanakan memiliki perbedaan antara satu dan
lain. Persamaan lain juga ditemukan setelah kegiatan puasa selesai, jika di
dalam Islam terutama Islam Indonesia Idul Fitri atau lebaran adalah kegiatan
meriah yang selalu dirayakan setelah puasa, maka di dalam Sunda Wiwitan
ada kegiatan Seba sebagai hari raya bagi Masyarakat Suku baduy setelah
puasa Kawalu.
Selain Kawalu dan Seba, masih ada beberapa kesamaan lain di dalam
sistem upacara keagamaan antara Sunda Wiwitan dan Islam, yaitu di dalam
Khitan dan mengurus jenazah. Khitan merupakan hal yang diwajibkan bagi
setiap anak, ini merupakan keyakinan yang ada di dalam Sunda Wiwitan
dan Islam. Setiap orang harus di-khitan, ajaran Sunda Wiwitan mewajibkan
Khitan bagi anak-anak sebelum mereka mencapai umur 10 tahun, sedangkan
Islam mewajibkan Khitan namun tidak ada patokan umur, melainkan
sebelum seorang anak memasuki akhil baliq ketika mereka telah diwajibkan
dan dibebankan untuk menjalankan ibadah sendiri. Kesamaan lain antara
Sunda Wiwitan dan Islam juga ada pada kegiatan mengurus jenazah, di
dalam Sunda Wiwitan mengurus jenazah merupakan kewajiban bagi yang
masih hidup, kewajibannya yaitu memandikan, mengkafani, dan
menguburkan, sedangkan di dalam Islam kewajiban bagi yang masih hidup
di dalam mengurus jenazah adalah memandikan mengkafani, menshalatkan,
dan mengubur. Walaupun ada beberapa tahapan yang sama, namun secara
teknis keduanya memiliki tata cara yang berbeda. Di dalam mengkafani,
Sunda Wiwitan menggunakan satu lembar kain putih bagi laki-laki maupun
perempuan, sedangkan Islam memiliki perbedaan jumlah penggunaan kain
putih antara laki-laki dan perempuan. Di dalam mengubur, Sunda Wiwitan
posisi badan jenazah diletakkan menghadap ke selatan (Sasaka Domas) dan
68
kepala menghadap ke barat, sedangkan Islam posisi meletakkan badan
jenazah menghadap ke arah barat (Ka’bah) dan kepala menghadap ke utara.
“Sunda Wiwitan dan Islam pada dasarnya memang merupakan
saudara antara satu dan lainnya, Sunda Wiwitan merupakan saudara tua
karena lahir lebih awal dan Islam merupakan saudara muda karena lahir
setelah Sunda Wiwitan”, Ayah Mursyid.
B. Saran
1. Sebagai agama lokal dan minoritas, sudah seharusnya Sunda Wiwitan
diberikan perlindungan serta pengakuan dari negara sesuai dengan apa
yang telah diatur oleh undang-undang.
2. Penguatan basis dengan bantuan pemerintah diperlukan sebagai
dinding pertahanan melawan arus globalisasi yang bukan tidak
mungkin lambat laun akan menggerogoti eksistensi masyarakat Suku
Baduy dan Sunda Wiwitan sebagai salah satu lambang kebudayaan
asli indonesia.
3. peran masyarakat di luar Suku Baduy juga sangat diperlukan demi
menjaga kelestarian budaya. Banyakanya masyarakat yang datang
berkunjung ke Desa Kanekes membuat interaksi selalu terjadi antara
Suku Baduy dan masyarakat luar, bukan tidak mungkin dampak dari
interaksi memberikan hal-hal negatif selain tentu juga hal-hal
positifnya.
69
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bustanuddin. Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi
Agama. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006.
Anshari, Endang Saefuddin. Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran Tentang
Paradigma dan Sistem Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2004.
Basrowi, dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,
2008.
Erwinantu. Saba Baduy: Sebuah Perjalanan Wisata Baduy Inspiratif. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Ghee, Lim Teck., dan Alberto G. Gomes (ed.). Suku Asli dan Pembangunan Di
Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993.
HM, Arif., dan Saeful Bahri (ed.). Harmonisasi Agama dan Budaya Di Indonesia
(2). Jakarta: Balai Peneliti dan Pengembangan Agaman Jakarta, 2009.
http://gunggungsenoaji.wordpress.com/2010/08/30/masyarakat-baduy-hutan-dan-
lingkungan (Diakses pada tanggal 3 September 2014).
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama (Diakses pada tanggal 12 September 2013).
http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes (Diakses pada tanggal 3 September
2014).
Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga, 2009.
Ihromi, T. O. (ed.). Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2006.
Jauhari, Imam B. Teori Sosial “Proses Islamisasi Dalam Sistem Ilmu
Pengetahuan”. Jakarta: Pustaka Belajar, 2012.
Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1980.
-----. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia, 1990.
-----. Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi 2009. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
-----. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2010.
70
-----. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press), 1987.
Marzali, Amri. Antropologi & Pembangunan Di Indonesia. Jakarta: Kencana,
2009.
Munawar-Rahman, Budhy. Islam dan Pluralisme Nurcholis Madjid. Jakarta:
Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina, 2007.
Nasution, Harun., dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University, Press, 1991.
Nottingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat “Suatu Pengantar Sosiologi
Agama”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Rohan, Abujamin. Ensiklopedi Lintas Agama. Jakarta: Emerald, 2009.
Sucipto, Toto., dan Julianus Limbeng. Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy Di
Desa kanekes Provinsi Banten. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film Direktorat Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2007.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta, 2012.
Tumanggor, Rusmin (Ed.). Antropologi Agama Tanpa Ekonomi. Silabus
Perkuliahan Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Asry, Yusuf (Ed.). Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara “Melalui
Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama
Pusat dan Daerah Di Provinsi Maluku Utara, Papua, dan Maluku”.
Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2010.
Zain, Habib. Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan Secara
Terpadu. Bandung: Al-Bayan, 1998.
DOKUMEl\TASI
Gambar I
Wawancara dengan
Jaro Dainah
Gambar 3
Perjalanan menuju
Kampung Cibeo
Gambar 5
Perempuan Baduy menenun kain
khas Baduy
PEDOMAN OBSERVASI
Tanggal observasi :
No. Aspek yang diamati Ya Tidak Keterangan
I Warga Kampung Cibeo masih menjalankan
ajaran Kepercayaan Sunda Wiwitan.
2. Keberadaan tokoh adat yang memimpin warga
Kampung Cibeo dalam menjalankan ajaran
Kepercayaan Sunda Wiwitan.
3. Tokoh adat yang memimpin perneluk
Kepercayaan Sunda Wiwitan disebut Puun.
4. Larangan menggunakan segala bentuk barang
elektronik di kawasan Kampung Cibeo.
5. Larangan menggunakan segala bentuk barang
berbahan kimia di kawasan Kampung Cibeo.
6. Warga laki-laki di Kampung Cibeo
menggunakan ikat kepala putih.
7. Warga Kampung Cibeo menggunakan pakaian
berwarna hitam dan putih serta tidak boleh
dijahit mesin.
8. Warga Kampung Cibeo menjalankan ibadah
sholat wajib 5 waktu.
9. Al-Qur'an sebagai kitab suci Kepercayaan
Sunda Wiwitan.
10. Kelompok pengajian atau majlis ta'lim bagi
warga Kampung Cibeo.
1l Masjid dan atau Musholla sebagai tempat
ibadah sholat warga Kampung Cibeo.
PEDOMAN OBSERVASI
Tanggal observasi : 15 Mei 2014
No. Aspek yang diamati Ya Tidak Keterangan
I Warga Kampung Cibeo masih menjalankan
ajaran Kepercayaan Sunda Wiwitan.
2. Keberadaan tokoh adat yang memimpin warga
Kampung Cibeo dalam menjalankan ajaran
Kepercayaan Sunda Wiwitan.aJ. Tokoh adat yang memimpin pemeluk
Kepercayaan Sunda Wiwitan disebut Puun.
4. Larangan menggunakan segala bentuk barang
elektronik di kawasan Kampung Cibeo.
5. Larangan menggunakan segala bentuk barang
berbahan kimia di kawasan Kampung Cibeo.
6. Warga laki-laki di Kampung Cibeo
menggunakan ikat kepala putih.
7. Warga Kampung Cibeo menggunakan pakaian
berwarna hitam dan putih serta tidak boleh
dijahit mesin.
8. Warga Kampung Cibeo menjalankan ibadah
sholat wajib 5 waktu.
9. Al-Qur'an sebagai kitab suci Kepercayaan
SundaWiwitan.
10. Kelompok pengajian atau majlis ta'lim bagi
warga KampungCibeo.
11. Masjid dan atau Musholla sebagai tempat
ibadah sholat warga Kampung Cibeo.
PEDOMAN WAWANCARA
r' Tanggal wawancara :
./ Indentitas narasumber
./ Nama
./ Umur
r' Jenis kelamin
{ Pekerjaan
1. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
2. -Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan?
3. Bagaimana cara seseorang unfuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?
4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep
ketuhanan?
5. Bagaimana sistern kepercayaan yang ada di dalam Sunda Wiwitan?
6. Apa saja ritual keagamaan yangada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau
fokus kepada ibadah kelompok?
8. Apakah ada perbedahn dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antaramasyarakat di
, Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
9. Apakah setiap desa di Baduy Dalam memiliki tugas dan peran khusus di dalam Kepercayaan
Sunda Wiwitan?
10. Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran
kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?
11. Apakah Kepercayaan Islam merniliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
12. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
NARASUMBER:
Bapak Alim (Ayah Mursyid),40 tahun.
Wakil Jaro Tangtu Kampung Cibeo (Baduy Dalam).
Tanggal wawancara: 15 Mei 2014
HASIL WAWANCARA:
1. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
Sunda Wiwitan adalah ajaran Sunda yang paling awal, jadi Sunda Wiwitan itu adalah
kepercayaanyang paling pertama ada di dunia.
2. Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan?
Tidak bisa, Sunda Wiwitan sdalah kepercayaan yang hanya boleh dianut oleh orang Baduy.
3. Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Setiap orang Baduy yang melahirkan anak, maka secara otomatis analmya menganut Sunda
Wiwitan, tidak ada ritual khusus atau pengucapan syahadat seperti yang dalam Islam.
4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep
ketuhanan?
Sunda Wiwitan memiliki konsep ketuhanan, tuhan orang Baduy disebut "Gusti Nu Maha Suci
Allah Maha Kuasa", sebenarnya tuhan orqng Baduy sama saja dengan Islam, Kristen, dan
agama lain, hanya nama yang membedakan tetapi sebenarnya sama.
5. Bagaimana sistem kepercayaan yangada di dalam Sunda Wiwitan?
Selain "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa" sebagai tuhan orang Baduy atau yang juga
biasa disebut Batara Tunggal, orang Baduy juga percaya lalau Batara Tunggal memiliki
keturunan yang disebut Tujuh Batara, yaitu: Batara Cikal, Batara Patanjala, Batara
Wirasawa, Batara Wishnu, Batara Brahmana, Batara Hyang Nisknla, dan Batara
Mahadewa, dari Tujuh Batara tersebut, Batara Patanjala memiliki keturunan yang sekarang
lrami kenal dengan nama "Puun", dia lah yang menjadi ketua adat atau pimpinan di dalam
Sunda Wiwitan, karena dia bisa berhubungan dengan dunia atas dan dunia bawah. Batara
Tunggal juga dipercaya menciptakan manusia yang pertama itu di tanah Baduy, manusia
pertama itu bernama Adam yang diyakini menjadi cikal bakal nenek moyang orang Baduy
dan juga merupakan nabi yang dipercaya, selain percaya kepada Batara Tunggal dan Adsw
orang Baduy juga Wreary bahwo ruh-ruh nenefr moyang masih ofu dan *refigawsi segala
6.
7.
perbuatan di sini, makanya orang baduy harus taat kepada pikukah agar tidak membuat
marah ruh-ruh nenek moyang.
Apa saja ritual keagamaan yangada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Kawaluh, ngalaksa, dan seba.
Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau
fokus kepada ibadah kelompok?
Ibadah dalam Sunda Wiwitan dibagi menjadi dua, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus,
ibadah umum lebih ke arah perilaku hidup sehari-hari, dan ibadah khusus seperti yang telah
dijelaskan tadi yaitu kawaluh, ngalaksa, dan seba.
Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di
Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Kalau dari kepercayaan tidak ada, orang Baduy Dalam dan Baduy Luar memiliki aturan
yang sama, yang membedakan hanya dari segi pakaian dan pelalcsanaan aturan, untuk orang
Baduy Luar diberi kelonggaran dalam menjalankan aturan.
Berdasarkan sejarah, pernahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran
kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?
Tidakpernah.
Apakah Kepercayaan Islam merniliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Sunda Wiwitan lebih awal adanya daripada Islam, jadi tidak ada pengaruh Islam di dalam
Sunda Wiwitan-
Apakatr ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Ada beberapa persamaan antara Sunda Wiwitan dengan Islam, karena memang Sunda
Wiwitan dengan Islam itu bisa dibilang saudara, Sunda Wiwitan saudara tua dan Islam
saudara muda, contohnya: kami percaya tuhan Allah, malaiknt-malaikat, dan nabi-nabi, tata
cara mengurus orang meninggal juga sama (dimandikan, dikafani, dan dikubur), ada tahlilan
pada hari H, H+i, dan H+7 setelah kematian, ada 7 bulanan orang yang sedang hamil,
kewajiban khitan bagi anak-anak Baduy (dikhitan pada umur l0 tahun ke bawah), orang
Baduy juga punya kiblat yaitu ke arah selatan tempat Sasalw Domas, kalau Islam ke arah
barat tempat Ka'bah, tetapi kami tidak sholat karena perintah sholat ada pada masa Nabi
Muhammad, knrena kami adalah keturunan Nabi Adam maka kami tidak diwajibkan untuk
sholat.
8.
9.
10.
11.
NARASUMBER:
Bapak Jastrib (Ayah Narwati), 41 tahun.
Warga BaduyDalam.
Tanggal wawancara : 16 Mei 201 4
HASIL WAWANCARA:
l. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
Sunda Wiwitan adalah Sunda paling awal.
2. Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan?
Tidak bisa, Sunda Wiwitan hanya dikhususkan bagi orang Baduy.
3. Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Sejak orang Baduy baru lahir sudah menganut Sunda Wiwitan, tidak ada upacara-upacara
khusus.
4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang merniliki konsep
kehrhanan?
Iya, Sunda Wiwitan memiliki tuhan yang disebut "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa".
5. Bagaimana sistem kepercayaan yangada di dalam Sunda Wiwitan?
Sunda Wiwitan itu percaya tuhan, percaya kalau tuhan itu yang mengatur segala kehidupan
orang Baduy, orang'Baduy juga patuh terhadap aturan adat yang diwariskan nenek moyang,
karena orang Baduy percaya ruh-ruh nenekmoyang sampai saat ini masih selalu mengawasi.
6. Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Kawaluh, ngalal<sa, dan seba.
7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau
fokus kepada ibadah kelompok?
Dalam Sunda Wiwitan dibagi dua ibadah, ada ibadah umum yaitu ibadah yang mengatur
perilaku hidup sehari-hari, dan ibadah khusus yaitu kawaluh, ngalaksa, dan seba.
&. Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di
Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Tidak ada, yang beda, hanya dari segi pakaian saja, dan pelalaanaan aturan di luar lebih
longgar daipada di dalam.
9. Berdasarkan sejarah, perndrkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran
kepercayaannya di Desa Kanekes, klrususnya Kampung Cibeo?
Tidak pemah, tetapi kalau dahpah-dalarah ada, biasanya satu minggu sekali ada yang masuk
lre Baduy Dalam dan berdala,vah.
10. Apakah Kepercalaan Islam memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda WiwifanJ',
Tidak ada.
11. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Ada persamaan antara Sunda Wiwitan dengan Islam, seperti tuhan orang Ba&ty dan"Islam
satna, ada juga puasa yang lcalau di Sunda Wiwitan disebut kawaluh, ada tahlilan orang yang
telah meninggal, dan ada juga kewajiban khitan.
NARASUMBER:
Bapak Sawardi, 30 tahun.
Warga Baduy Dalam.
Tanggal wawancara: 16 l|i{ei 2014
HASIL WAWANCARA:
l. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang dianut orang Baduy, yang artinya Sunda paling
awal.
2. Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan?
Tidak bisa, Sunda Wiwitan adalah kepercayaan khusus untuk orang Baduy.
3. Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Tidak ada caranya, sejak lahir orang Baduy sudah menganut Sunda Wiwitan, jadi tidak ada
upacara adatnya.
4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep
ketuhanan?
Iya, orang Baduy percaya adanya tuhan yang mengatur dunia dan seisinya, orang Baduy
menyebutnya "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa".
5. Bagaimana sistsm kepercayaan yangada di dalam Sunda Wiwitan?
Tuhannya "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa", ordng Baduy percaya kepada Adam
sebagai nabi dan nenek moyang, Adam dipercaya menjadi manusia yang pertama kali
diciptakan oleh "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa", selain percaya kepada mereka
orang Baduy juga percaya kepada nenek moyang yang telah meninggal, bahwa merekn masih
selalu mengawasi orang Baduy agar selalu menjaga perilaku sesuai aturan adat atau pilatlruh
yang telah turun temurun diwariskan oleh nenekmoyang.
6. Apa saja ritual keagamaanyangada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Kawaluh, ngalaksa, dan seba.
7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau
fokus kepada ibadah kelompok?
.. t
Dalam Sunda wiwitan ada dua ibadah, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum
mengatur perilalu hidup sehari-hari, dan ibadah khusus adalah kawaluh, ngalal<sa, dan
seba.
8. Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di
Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Tidak ada bedanya, yang beda hanya pakaian dan kelonggaran bagi orang Baduy Luar
dalam menjalankan aturan adat.
9. Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran
kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?
Biasanya ada yang masuk dan berdahnah di Baduy Dalam tetapi secara perorangan, tidak
pernah bersama-sama dalam satu rombongan.
10. Apakah Kepercayaan Islam memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Tidak ada pengaruhnya.
11. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Sunda Wiwitan dan Islam punya beberapa persamadn, seperti orang Baduy percaya kepada
Allah, Malaikat-malaikat, dan Nabi-nabi, dan juga ada beberapa ritual adat yang hampir
sama dengan Islam, seperti puasa kawaluh, tahlilan, khitan, dan cara mengurus jenazah.
NARASUMBER:
Bapak Marjuk, 60 tahun.
Warga Baduy Luar.
Tanggal wawancara: 16 Mei 2014
HASIL WAWANCARA:
l. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
Sunda Wiwitan itu adalah kepercayaannya orang Baduy.
2. Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Keperc ayaan Sunda
Wiwitan?
Tidak bisa, karena Sunda Wiwitan hanya bisa dianut oleh orang Baduy.
3. Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Sejak lahir orang Baduy sudah menganut Sunda Wiwitan dari orang tuanya, jadi tidak perlu
ada ritual adqt atau semlcdmnya.
4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep
ketuhanan?
Iya, Sunda Wiwitan percaya terhadap tuhan.
5. Bagaimana sistem kepercayaan yangadadi dalam Sunda Wiwitan?
Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang sangat menghormati leluhur, orang Baduy harus
mau menjalankan aturan adat yang telah diwariskan dari nenek rnoydng, walaupun orang
Baduy Luar diberi kelonggaran soal menjatankan aturan adat, orang Baduy juga percaya
nabi yang diberi nama Adam ciptaan tuhan, dial ah yang merupakan cikal bakal lahirnya
orang Baduy, orang. Baduy juga taat pada pemimpin adat yang disebut "Puun", karena dia
adalah orang yang bisa berkomunikasi dengan dua alam, "Puun" dipercaya merupaknn
keturunan dari Batara Tunggal.
6. Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Kawaluh, ngalaksa, dan seba.
7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau
fokus kepada ibadah kelompok?
Ibadah dalam Sunda Wiwitan ada dua, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum
mengatur perilaku hidup sehari-hari, dan ibadah khusus adalah ibadah kawaluh, ngalafu,
daA&fu,
8. Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di
Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Tidak ada perbedaan antara orang Baduy Dalam dan orang Baduy Luar untuk pelaksanaan
kepercayaan Sunda Wiwitan, hanya di Baduy Luar lebih dibebaskan.
9. Berdasarkan sejarah, pernahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan,,,ajaran
kepercayaanny.a di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?
Tidak ada sejarahnya Islam menyeborkan ajarannya di Baduy, yang ada hanya dahnah-
dakwah dari warga di luar Baduy.
10. Apakah Kepercayaan Islarn memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Tidak, Islam tidakpunya pengaruh dalam Sunda Wiwitan.
11. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Persamaan ada pada kepercayaan orang Baduy dan Islam yang sama-soma percaya Allah,
Malailcat, dan Nabi, juga ada persamaan dalam ritual-ritUal seperti kawaluh yang biasa
disebut orang Islam dengan puasa, ada tahlilan orang meninggal pada hari H. H+3; dan
H*7,cara mengurus jenazahnya pun sama.
NARASUMBER:
Bapak Asmin, 35 tahun.
Warga Baduy Luar.
Tanggal wawancara: 16 }v4ei 2014
.l\'
HASIL WAWANCARA:
1. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
Sunda lYiwitan adalah kepercayaan Sunda yang pertoma dan lahir paling awal.
2. Apakatr orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan?
Tidak bisa, yang bisa menganut Sunda Wiwitan hanya orang Baduy.
3. Bagaimana cara seseorang untuk merneluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Sejak lahir orang Baduy sudah menganut Sunda Wiwitan, itu diturunkan dari orang tua yang
sudah menganut Sunda Wiwitan sebelumnya.
4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep
ketuhanan?
Iya, dalam Sunda Wiwitan dipercaya adanya tuhan sebagai pengatur dunia, dan orang Baduy
ditugas kan s ebagai peny eimbang kes elaras an dunia.
5. Bagaimana sistem kepercayaan yang ada di dalam Sunda Wiwitan?
Yang disebut tuhan'oleh orang Baduy adalah Batara Tunggal, yang merupaknn pencipta
segala apa yang ada di alam semesta, Batara Tunggal memilihi keturunan Tujuh Batara yang
salah satunya memiliki garis keturunan dengan "Puun", "Puun" adalah ketua dari orang
Baduy, orang Badqt juga sangat taat kepada pikukuh atau aturan adat yang diwariskan
turun temurun.
6. Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Kawaluh, ngalaksa, dan seba.
7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau
fokus kepada ibadah kelompok?
Dalam Sunda Wiwitan ada dua ibadah, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum
itu lebih mengatur perilaku sehari-hari, dan ibadah khusus itu ibadah-ibadah tertentu seperti
kawaluh, ngalaksa, dan seba.
8. Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di
Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Tidak ada.
9. Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran
kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo? , ,. ..,,
Islam tidak pernah menyebarkan ajarannya di Baduy, tetapi sekarang ini banyak yang sering
rnasuk untuk berdakwah mengajak menganut Islam.
10. Apakah Kepercayaan Islam merniliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitanl .
Tid& ada pengaruhnya.
I l. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Ada beberapa persamaan, antara lain tuhannya sama-sama Allah, sama-sama percaya
tnalailrat, sama-sarna percaya nabi, ada puasa dan khitan, serta tahlilan dan syularan juga.
NARASUMBER:
Bapak Dainah, 55 tahun.
Jaro Pamarentah.
Tanggal wawancara: 16 Mei 2Ol4
HASIL WAWANCARA:
1. Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
Sunda Wiwitan itu adalah kepercayaan yang dianut orang Baduy, yang artinya Sunda yang
paling awal.
2. Apakah orang di luar masyarakat di Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan?
Tidak bisa, orang luar tidak bisa masuk jadi warga Baduy, tidak mungkin orang modern mau
hidup seperti orang Baduy, yang ada sebaliknya, bary1ak warga Bafury yang keluar dari
Baduy karena tidak kuat.
3. Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Sejak lahir warga Baduy telah menganut Sunda Wiwitan, tidak ada ritual seperti membaca
kalimat syahadat kalau dalam Islam, syahadat dibaca ketika upacara pernikahan.
4. Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep
ketuhanan?
Iya, Sunda Wiwitan percaya akan adanya tuhan "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa".
5. Bagaimana sistem kepercayaan yang ada di datam Sunda Wiwitan?
Orang Baduy percaya kepada tuhan "Gusti lrfu Maha Suci Allah Maha Kuasa", orang Baduy
juga percaya kepada nabi Adam yang merupaknn keturunan dari Batara Patanjala yang
merupaknn salah satu dari Tujuh Batara Keturunan Batara Tunggal atau "Gusti Nu Maha
Suci Allah Maha Kuasa", orang Baduy juga percaya kepada aturan adat atau pilulafi yang
telah turun temurun diwarisknn oleh nenek moyang, karena orang Baduy yakin bahwa ruh-
ruh nenek moyang masih ada dan selalu mengawasi setiap perbuatan, ruh-ruh tersebut
berlatmpul di Sasaka Domas yang merupakan pusat dari wilayah Baduy sekaligus menjadi
kiblat orang Baduy.
6. Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Ritual yang ada dalam Sunda Wiwitan itu seperti knwaluh, ngalaksa, dan seba.
' 7. Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yangfokus kepada ibadah pribadi atau
fokus.kepada ibadah kelompok?
Dalam Sunda Wiwitan ada dua ibadah, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum
adalah ibadah dari segi perilaku sehari-hari, dan ibadah khusus adalah ibadah yang
memiliki waktu-wahu tertentu, yaitu kawaluh, ngalaksa, dan seba.
8. Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan arfiaramasyarakat di
Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Tidak ada perbedaan, yang membedakan Baduy Luar dengan Baduy Dalam hanya pakaian,
yaitu ikat kepala, baju dan bawahan, kalau Boduy Dalam menggunaknn kain, sedangkan
Baduy Luar menggunakan celana.
g. Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan 'ajaran
kepercayaannya di Desa Kanekeg khususnya Kampung Cibeo?
_ Tidak pernah, tetapi kalau dakwah-dakwah perorangan sering, mengajak untuk masuk Islam,
, 'i .-'. : tetapi itu semua kembali ke keyakinan masing-masing.
10. Apakah Kepercayaan Islam memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
' Tidak ada, Sunda Wiwitan dan Islam adalah dua kepercayaan yang berbeda, tetapi memiliki
persomaan, karena memang berasal dari sumber yang sama.
11. Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Ada persamaan antdra Sunda Wiwitan dengan Islam, tuhan ordng Baduy dan Islam sama-
sama Allah, orang Baduy percaya malaikat, dan nabi, dalam Sunda Wiwitan ada puasa,
zakal, dan khitan, ada tahlitan, dan syularan kelahiran.
I
I
Il1
i
j
,I
, Tentang,,:
SABA BUDAYA DAN PERLINDUNGANMASYARAKAT ADAT,TATAB Xr*=XeS { dADUY}
ll Dengan,meeg:hel,{iilp ridho&ng:Maha Kuasa, ;iPeh e ri n tah De$a d-h Eih oag a,fiaatifii,la$$arakat Kan ekes
Menimbang : t - ,1,$*q}y,3__.!l-d..aslgra. y--,l;$RpBgRi*llgs$grakat adat yans terikat
lHak,tutdsk pada, ketehtuan::$aq
*r*ra* atdtehaksud, didapat satudi lingkungan Tatar
Mengingat Undang"u-addng, Nornor, 5 Tahuni,.-1'g6c.terl ! Peraturan Dasar Pokok-pokokAgraria (Lefitl?i$ NeSdia l[ahua.',.}$6o Nomor 104, Tambahan LembaranNegara Nomor 2043);
Undang-undang Nomor 9 Tahun '1990 tentang Kepariwisataan (LembaranNegara Tahun 1 990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427);
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (LembaranNegara Tahun 1 997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran NegaraTahun 1 999 Nomor 1 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);
Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten(Lembaran Negara Nomor 182 tambahan Lembaran Negara Nomor 4010 tahun2000);
UndangFundang Nomor 34 tahun 2OOO tentang Pajak Daerah dan Retribusidaerah (Lembaran Negara tahun 2000 Nomor 246 tambahan Lembaran NegaraNomor 4048);
Undang-undang Nomor, 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (LembaranNegara tahun 2004 Nomor 32 tambahan Lembaran Negara Nomor 4377)
Undang undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lernbaran Negara Nomor 1 25 tahun 2004);
Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antaraPemerintah Pusat dan Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah (LembaranNegara Tahun 2001 nomor 1 1 8, tambahan Lembaran Negara Nomor 41 38);
Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah(Lembaran Negara Tahun 2001 nomor 119, tambahan Lembaran NegaraNomor 4139h
1.
e.
f.
k.
1.
l. Peraluran Daerah Kabupaten Lebak nomor 1 5 tahun | 989 dan Nomor 33 tahun'1996 tentang Retribusi Masuk Kawasan Baduy;
m. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak nomor 13 tahun 1990 tentang Pembinaandan Pengembangan Lembaga Adat Masyarakal Baduy di Kabupaten DaerahTK ll L@ir,,...:r::::::::::::=,,::::i:ii:::::::+i.,::.:ii::::::::::::::.
n. Peratq$n Daerah Kabupaten Lebak Nomor 30 Tahun 2001 tentang RencanaStrap*bis Kabupaten Lebak Tahun 2000-2005\Lembaran Daerah Kabupaten
*[.Oat Tahun 2001 Nomor 63 Seri D);
o. $Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 31 Tahr$ 2001 lentang RencanaTata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten LebakTahun 2001 Nomor 66eri C); ;.
Peraturan Daed #abupateiit Lebak Nomor 3t tahun 2001 tentangPerlindungan das Hak Ulayat'Masyarakat Baduy (Lembaran DaerahKabupaten LebqK,N or 65 seri! tahun,2001);
q. # Peraturan Daerah iabupaten Lebak Nomor 4 tahun 2o}z tentang
ffi Pembentukagr OrgatEqsi dan Tata Kerla Perangkat Paerah Kabupaten Lebak
$ {Lembaran Dr"H Ka"bupaten Lebak Nomor 8 seri D fahun 2002);
r. $ Surat Keputus#i Bupati f-eoai Uo*oi: 590/kep.233/H ukll}ol tentangF Penetapan E_at&i Oatas Detail Hak Ulayqt Masyarakat Adat Baduy di Desa
Kanekes (Sffi#[xan t-euwlOamar xabuPiten Leo'ak tertanggal 15 Juli 2002;
s. -Pp. ffin.-_O--a9tahha$uflAl'ffieb6.-61ffipr,,,S 2003tentang Perubahan'aIffiPeranrran DAUrah* K$ffilfoaterir ffibak Norffi2g tahun 2000 tentangPemerintahan,.Desa (Lenibffih Daer# KabupatdifiLebak Nomor seri D
200.*)ii
ftrAuran ddiiirafr fabupat6gg.{ebab.tkrmor 2 ta[un 2004 tentang Tata Caradffi Ieknik Penyusiunan.rPffi raffi ffiah dan fene rbitan Lembaran D ae rah(Leil*baran Daarah Rabupgffi{}eballiryun 2004 nomor 4 seri D);
i -.*--r-:;----.ii. I :v. Suiat Kefrrtusan CainatPenunjukan Penanggur
::::ll::..ilil:
.li;r liirl$ r
.i &+i I ii. l
Itob iN$Ejb$$N$6;#$s$$$ltbebtdp. ,l30e5,,tanggal 16 Februari
lw.:Ei$t::9ul!* Peningkatan PAD
vi :==S6fat Kbdi$t$$dn..CE'nlEi-.:t€ffii&mar..{r1 mOir..'556.4/305.kecr(ll/2005 tentang'- peniiniuts A::l,,Peaen0gr+I:tgewab,rr@ngelola, yek Wisata Budaya Baduy
xecamat6$1[p,"ufd4Iat.5,: pate,n:L@qt tahggal 31 Desember 2005;
w. Surat Keputusarl'€Crnat=, 'Nomor :556.41305.Kec/Xll/2005 tertanggal3'l Desember 2005 tentang Pelimpahan wewenang pengelolaan pengunjung(saba) budaya Baduy dari pihak Pemerintah Kecamatan Leuwidamar kepadaPemerintah Desa Kanekes.
Memperhatikan : tisulan dan saran Baris Kolot Adat Tatar Kanekes dalam musyawarah adat tanggal30 Juni 2007.
Dengan persetujuan
MAJELIS PEBMUSYAWARATAN ADAT
MEMUTUSKANMenetapkan : PEBATURAN DESA DAN LEMBAGA ADAT MASYABAKAT KANEKES TENTANG
SABA BUDAYA DAN PEBLINDUNGAN MASYAHAKAT ADAT TATAR KANEKES(BADUY)
BAB I
PENGERTIAN UMUM
Peristilahan
Pasal 1
Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan ;
(1) Areal Larangan adalah kawasan tanah ulayat di Desa Kanekes (Baduy) yang dilarang untukdikunjungi dan dimanfaatkan sebagaimana telah ditetapkan oleh ketentuan adat
(2t Babakan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kampung baru yang terpisah dengan
2.
(3)
t4)
(5)
{6)
(7)
(B)
kampung induk sebagaimana telah ditetapkan oleh ketentuan adat.
Baduy adalah sebutan bagi masyarakat adat Kanekes yang dikenal masyarakat luas untukmenunjuk berbagai unsur yang terdapat di Tatar Kanekes.
Baduy Dalam ataupun Tangtu Tilu, adalah sebutan bagi masyarakat adat dan berbagai hal lainterkait dengan Desa Kan-e1res*l(Ang,,,b=.e=.!,,q,ggi-s=iJi,.&*t(n&!gUng ,Cikeusik, Cibeo dan Cikartawana,sebagaimana telah ditetap,,kan oleh ketentuan adat. ?i
Baduy Luar adalah sebuian untuk penduduk desa Kanekes yanf4endiami perkampungan di luarTantu Tilu, sebagaimana telah ditetapkan melalui ketentuan adat. "'<q-,*t*Bale adalah rum$ panggung yang berfungsi sebagai tempat musyawarSr adat, sebagaimana telahditetapkan oleh k$entuan adat. ,,, .:
$
Baresan adalah kLbmpok perangkat adat yang diperbantukan pada tot6h adat sebagai pengawal
keamanan dan k$ertiban, sebagaimanatelah dit pkan oleh ketentuan adat.
Cendera mata aSlah pernik atau-::**erlal, dan atau l iSm terlentu yarlg memiliki nilai simbolisasi ,
dan terikat secar$langsung dengan keberadaan Masyaiirt<at Xanekes se.ita memiiiki nilai ekonomis
Dangka adalah areal y"ng "** apministratif berada di luar wilayah Desa Kanekes, yang pada
umumnya pendu(uknya masih memiliki keterikatan kekerabatan dan kosmik dengan warga serta
Dibuatalaudengin sebutan larl. Ngetdm, adalah memanen paOl yang sudah menguning.
(e)
(10)
(11)
(12\
(13)
(14)
(1s)
(1 6)
::\$: : il l-::::::::::::::::=
$rhe 'ffinam.ffiqA..ierS=lsi bercocok tanam yang
:: :::i:i:1:t:::t :t I ::::::::::l
Hak lllayat adalah*aw$r.44pgaa,.*.aAg1fienuiuffikum ad$ dipunyai oieh masyarakat hukum adattertentu atas wilayaiir.te1.tliffiirr P,"S,Fffi**iiO!$Jin0ffiL6o!,ftF,.35$ warJalYa.untuk mensambiltertentu atas wilayah terteirtu yang merupmanfaat dari surpber daya afam, asuk risebut, bagi kelangsungan hidup
batiniah turun temurun dan tidak
E*?* warganya untuk mengambilt€tdbbut,.baoi kefahqsunqan hidup
(18) Jaro Pamarentah adalah perEn$ltgfi,3,$ yary,berIgL1,g9-i::B..Oun"' pelaksana pemerintahan DesaKanekes, sebagaimana telah diletd'iik'8fr:::ii$lffiiii(eGiiluan adat dan dikukuhkan melalui SuratKeputusan Bupati Lebak.
(19) Jaro Tangtu adalah perangkat adat yang berfungsi sebagai wakil Puun yang berkenaan denganurusan luar.
(20) Jaro Tujuh, adalah para pengatur adat yang ada di Panamping, bertugas untuk menangani masalahkeamanan di seluruh wilayah Panamping.
(21) Kawalu, adalah upacara syukuran / selamatan dari hasil huma Serang. Dilakukan dalam waktu tiga
-."t"
(22) Kolenjer adalah kalender atau sislem penaggalan yang dipergunakan masyarakat adat Kanekesdan berlaku secara turun temurun.
(23) Kokolotan / Kokolof, adalah para sesepuh kampung Panafiping.
(24) Leu[ adalah tempat persediaan i pengawetan padi hasil huma yang dimiliki keluarga rnasyarakatadat Kanekes.
(24) Masyarakat Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Kanekes KedamatanLeuwidamar Kabupaten Lebak yang mempunyai ciri kebudayaan dan adat istiadat yang berbedadengan masyarakat disekitarnya;
(25) Masyarakat Luar Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di luar dan atau disekitar DesaKanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak;
(26) Nebas atau Nuaran Kakayon adalah menebangi pepohonan dan semak belukar yang terdapat dilahan garapan.
(27) Ngaduruk adalah suatu kegiatan proses pembersihan huma dengan membakar sampah organiksecara terukur dan lerawasi.
(28) Ngangkut adalah proses pengangkutan hasil panen ke rumah masing-masing untuk dikeringkandan disimpan di leuit.
5-
(2e)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(3s)
(37)
(38)
(3s)
(40)
(41)
Ngaseuk adalah proses penanaman benih yang dilakukan dengan membuat lubang dengan jarakterlentu diareal huma dengan menggunakan sebuah tongkat kayu yang runcing.
Ngored adalah membersihkan rumput di sekitar tanaman padi.
Kalanjakan - Kapundayan adalah upacara adat tasyakuran atas hasil panen.
Panamping ataupun Kaluaran, adalah'areal wilayah yahffiraOa di luar Tangtu Tilu
[,::r,i:3flJil',1:.6*lr:tll[in!!fn'ni'"n vano oisertakatuq;] penseroia sebasai tanda
..,:,!Pemandu adalah$iang atau seseorang yang memiliki ijin untuk melaku(Sn pemanduan dalam sababudaya Baduyi K$nekes.
Penggunaan Laifun adalah setiap upaya yang dilakukan baik oleh i.perorangan maupun olehkelompok orangTfierlenlu/badan yang berkaitan*ngan pengusahaafl lahan bagi peruntukkanpertanian, perkebunan, dan pemanlSalan hasil aladiilainnya. li
Perlindungan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah danmasyarakat dalqm melindungi-:tatanan m yar,akat.=, Baduy dari upaya-upaya yang
mengganggulmer..i{rsak yang b€. -sEl$ari ar masEakdBa&y; .^
Porter adalah &xaryal teBga bant$an yang- diffidia*an oleh flrangkat desa Kanekes.SebagaimanaditdrtapkanolehjaroPamaientahDesaKanekes
(42) Seba Tahun aOaldh,iiffi8hia. iiKabupaten Pandeg|a ;= P..llHBt+E
(43)
(44)
(45)
(46)
(47),
(46)
(4e)
(50)
daerah (Kabupaten Lebak,dlrftr Keresidenan rBanten)
Tangtu Kadu Kuiang adalah'is#rlah iep0,dibeulxan feffi$*n0nuni Kampung Cikartawana.
Ta ngt u T i I u adalah keselu ru han sisteff tidat dli tsadUy Oalam
Urang Tangtu adalah sebutan bagi masyarakat Baduy Dalam
Urang Panampingadalah sebutan bagi masyarakat Baduy Luar
BAB II
W I LAYAHWilayah RJministratif
Pasal 2
Tatar Kanekes adalah Kesaluan wilayah administratif Desa Kanekes sebagaimana diatur dalamPeraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak UlayatMasyarakat Baduy
Secara Administratif Tatar kenekes merupakan wilayah khusus yang didalamnya memuat aturan adatdan aturan administrasi pemerintahan desa pada umumnya
Tatar Kanekes merupakan wilayah setingkat desa dalam tata administrasi Kabupaten Lebak dengansebaran dan nama kampung sebagai berikut:
1. Kaduketug 1
2. Kaduketug 23. Cipondok4. Kadukaso5. Cihulu6. Marengo7. Balingbing
(1)
(2\
(3)
4:
'T=r't
F,ii
II
8. GajebohL Cigula10. Kadujangkung11. Karahkal12. Kadugede13. Kaduketer I14. Kaduketer215. Cicatang I16. Cicatang 217. Cikopeng18. Cibongkok *+i':'19. Sorokokod $20. Ciwaringin $2'1. Cibitung $22. Batara &
?1 llvg:in"&24. Cisaban 1 3
25. Cisaban 226.27. Kadukohak28.29. Kaneungai' 30. Cicakalmui31. Cicakal T32. Cipaler 1
33. Cipaler 234. Cicakal35. Babakan36. Cicakal37. Cipiil Lebak
TonggohCin*gsi
cisaou
38.39.40.41.42.43.44.45.46.
Ciqagu 2 s-:iBabakan Eurih
47. Cijanar8. Cibeo49. Cikeusik50. Cikafiawana51. Ciranji52. Cikulingseng53. Cicangkudu5,4. Cibagelut55. Cisadane56. Batubeuah57. Cibogo58. Pamoean
PosiSi Astronomispasal B
Secara Astronomis, Tatar Kanekes berada pada posisi; ,
6" 27':27" Lintang Selatan (LS) sampai dengan
6'30':oo" Lintang Selatan (LS)
108'3':9" Bujur Timur (BQ sampai dengan
106" 4':55" Bujur Timur (BT)
Batas Wilayah Administratif
Pasal 4
Desa Kanekes sebagrai wilayah Masyarakat Baduy yang memilikl batas-batas Desa sebagai berikut:
5:
a. Utara
b. Barat
c. Selatan
d. Timur
'I . Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwidamar.
2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar.
3. Desa Nyagati Kecamatan Leuwidamar.
l.DesaPardkaffi qgi,6g.g.44g=.4tan.fuiq1919tri9,,,,,,,*
2. Desa Kebopdau Kecamatan Bojongmanik. \3. Desal<y,Srg Nunggal Kecamalan Bojongmanik. h.1. Cik€e Kecamatan Cijaku; :: :.
=.
,. X"r$O Combong Kecamauin Uuncaru. *
2. Des* Cilebang Kecama l!iluncang*F.:r=== i
Batas AlffiPasal 5
:BiJuy yang diukur
:dengan Keputusan
Masyarakat adat Kanekes mempergunakan sistem penanggalan dan orientasi waktu berdasarkan
peredaran bulan (lunar), sebagaimana diyakini dan digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Sebagaimana
diatur dan ditetapkan oleh aturan adat.
,:,:i
Kalender Adat
Pasal I
Masyarakat Kanekes mempergunakan Kolenjer sebagai instl'nment penanggalan dan penentuan tarikh
dalam berbagai kepentingan, sebagaimana diatur dan diyakini berdasarkan aturan adat.
Waktu Larangan
Pasal 9
Tidak seluruh waktu dalam pananggalan dimaksud, masyarakat Kanekes dapat dikuniungi, sebagaimana
diatur oleh ketentuan adat.
BAB IVTUJUAN DAN ALUR
Tujuan
6:
--_
r-
Pasal 10
(1) Tiaptiap kunlungan ke Tatar Kanekes diatur dan dikelola secara sistematis melalui aturan dan
f ungsionalisasi perangkat desa.
Tujuan Kunjungan disampai{e-"--aeia''td'itU)iB'aanltau diketahqi oleh Jaro Pamarentah, dan atau
perangkat adat yang *;!Sr", mandat. ,.\(2)
(3)
(1)
(2)
.sfl' '.,,q
Alur kunjungan meliputi lintasan perjalanan yang diatur berdasarkan kete&an adat.
# ii:
BentLk KunjUngan
$ .:rli ,riiPasal lit}i =
Bentuk-bentuk kunj{:ingan ke Tatar KAnekes diatur dan ditelola secara sisl,ematis melalui aturan dan_1
f-unosionalisas''"'B:n"t^.0^'',-,u,,,:,;.:=,;,,,,,,. i.s
='=' .$Bentukkunjungan$bagaimanatilih&ud,diantarang;=',,tat =:-
a. Penelitian, dan 4au kegiatan.$iijac-B,,sebagai-nr.a-na dinyatakan atau termaktub dalam surat
rekomendasi dari
:]Ji:iii'. _' ::i::::::::i:r::::::::j :;:::'
(1)-.
seCara:.aiatematis melalui aturan dan
(2) Alur kunjungan sebagaimana dimaksud, diSusdii"d-iiOdfi tata urutan sebagai berikut;
a. Pintu masuk dan keluar melalui Kaduketug dan diketahui oleh perangkat desa.
b. Melalui alur sebagaimana ditetapkan oleh perangkat desa;
b.1. Alur dua; Kaduketug-Dangdang-Kaduketer-Kiara Lawang; (kawasan tangtu) Cibeo. Alur
b.2. Alur satu; Kaduketug-Balingbing-Maren$o'Gaigboh; (kawasan tangtu) Leuwibuled-Cipaler-
Cipiit-Cijengkol-Cikadu-Cikartawana-Cibeo, dan alur,pulang sebaliknya dan atau alur satu.
Pintu masuk
Pasal 13
Untuk masuk kewilayah Tatar Kanekes, hanya diperbolehkan melalui Kampung Kaduketug.
Pengunjung yang masuk melalui jalur selain Kampung Kaduketug, dinyatakan sebagai pengunjung
illegal.
Larangan
Pasal 14
(1)
(2|
7:
(1) Untuk meniaga keutuhan sosial budaya dan kelestarian lingkungan hidup Tatar Kanekes,
diberlakukan beberapa larangan kegiatan
(2) Bentuk-bentuk larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut :
'=,, , ,i': , -.=u-t*i6;==
1, ..t,,,,-'::: : : :: : :::: : ::::: :::::::::
Pasal 16,, ;ie*'
(1) Pengunjung mendapat izin masuk/ pas setelah melakukan pelaporan kedatangan.
(2) Bentuk pas dikategorikan sesuai dengan bentuk dan tujuan kunjungan.
(3) Pengunjung yang telah melalui prosedur sebagai mana ditetapkan dalam pasal 11 ayat (2) akan
diberikan Pas Kunjungan yang berlaku selama berada dalam wilayah Tatar Kanekes..::l
(4) Pas diberikan oleh perangkat desa pada saat pelaporan kedatangan
. BAB VI
JUMLAH PENGUNJUNG DAN PENGELOMPOKAN
Jumlah Pengunjung
Pasal 17
Jumlah pengunjung dibatasi berdasarkan kelipatan jumlah setara 40 (empat puluh) orang, dan
diberlakukan kelipatan dalam pengelompokan.
Pengelbmpokan dilakukan bersama perangkat desa pada saat pelaporan kedatangan
Pengelompokan
Pasal 18
(1)
(2\
8:
(1)
s\
,tlI
{tE
(1) Untuk menertibkan pengunjung serta memperhatikan daya dukung lingkungan, pemberangkatan
Untuk mempemudah pengawasan dan kepuasan pengunjung, maka atas pengunjung rombongan,
akan diadakan pengelompokan sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1).
Setiap kelompok akan didampingi,o,leh..qgpl6ng,p.,Am6lgxl16;tukmpngantar ketempat tujuan di Tatar
Kanekes. ,l '',
Setiap Kelompok akan dibekali tanda Pas Pengunjung yang berlainanr
,,{x
,,, '- HlntervaEPembe-*gkatan $
,, ,,,,:,:.,:. p"t", 1S', , ,.= =:
t!,'t.t
rh
$ranOkat
desa pada saat
W
(2)
(3)
(1)
(2)
Perlengkapan
Pasal 21
Perlengkapan pengunlung diatur dan dikelola melalui ketentuan desa dan pengawasan dilakukan oleh
perangkat desa.
Jenis-jenis perlengkapan yang termasuk dilarang dipergunakan diwilayah tangtu, akan diberitahukan
oleh perangkat desa pada saat pelaporan kedatahgan.
BAB VIII
PEMANDUAN DAN PEKARYA (PORTER)
Pemanduan
Pasal 22
Pemanduan pengunjung di Tatar Kanekes disusun dan dikelola berdasarkan ketentuan sebagaimana
diatur melalui ketentuan desa.
Flekomendasi dan sertifikasi dilakukan oleh Dinas lnformasi Komunikasi budaya dan Pariwisata
Kabupaten Lebak.
(1)
(2|
9:
t-
(3) Pemeriksaan rekomendasi dan sertifikasi dilakukan oleh perangkat desa sebagaimana ketentuan
yang berlaku.
Pekarya (portefl
=' Pasal 23 lu.
Pekarya (porte0 bdlpul'A dibawa pengunjung maupun yang disediakaq oleh perangakat desa harus
sesuai dengan keteiifiran yang berlaku. 2:.: n :.
fr
Pemeriksaan/ penlpdiaan pekarya (porte, dilakuffin oleh perangkat {9sa pada saat pelaporan
kedatangan +i
(1)
(2\
P,EnOelolffi:r ,,..,.
itiliPasg!,,,,:€4:,.,,,
l\.#-;iij:ri.i:f i,,4,:,iif,€
kelestarian sumber daya
mendukung peningkatan
Pasal 25
Untuk kelangsungan pengelolaan, Jaro Pamarentah dapat mengeluarkan kelentuan teperinci lainnya
dengan persetujuan Musyawarah Adat. :.,
Pasal: 26
Dalam keadaan tertentu, dan sangat diperlukan dalam rangka mempertahankan dan atau memulihkan
harmoni dan kelestarian manusia dan lingkungan di Tatar Kanekes, Jaro Pamarentah dapat menghentikan
kegiatan tertentu dan atau menutup Tatar Kanekes'terhadap semua kunjungan atas persetu,juan
Musyawarah Adat.
Struktur Perangkat Pengelola
Pasal 27
(1) Struktur Perangkat Pengelola disusun dan diatur oleh Jaro Pamarentah atas perselujuan lembaga
adat.
(2) Perangkat Pengelola bertanggung jawab kepada Jaro Pamarentah.
10:
r-
(3) Personal Pengelola memiliki kewenangan
Keputusan Jaro Pamarentah.
masa bakti 'l (satu) tahun dan diatur melalui Surat
issEili\\'\\\s..d'
;rrux$$ft$r r}(ur*rxuw
RETRIBUSI; Tata Cara ".q,.
fl" Pasat 28 \t
Retribusi diatur dalam iata cara sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan daerahI -
,, i :,,,,,,,, =i ... L
Kabupaten Lebak
Femungu-tafi
Pasal 29,
Besaran Retribusi ait""&k#$t 6 Hlt ffiffi"* "Kabupaten Lebak dan disampaikan oleh perarqkat
sesuai dengan ketentuan Van$ bf{.1,!,,! :,1,.:l .t 'i iiii , , ,. ,
.,,:. til::, :, ,,: ,,.14i4+' '
(2) Sanksi yang diberlakukan berdasarkan kepritijSdh /d'ng merujuk kepada ketentuan adatdan atau
peraluran perundangan yang berlaku.
(3) Bentuk sanksi dapat berupa
a. Teguran oleh Jaro Pamarentah dan atau perangkat desa lainnya yang diberi mandaU
b. Denda sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku;
c. Pengusiran oleh perangkal adat
d. Peradilan adat;
e. Pengusiran oleh Jaro Pamarentah yangselanjutnya diserahkan kepada aparat kepolisian Sektor
Leuwidamar.
BAB XII
KETENTUAN TAMBAHAN
Perbaikan dan penafsiran
Pasal 32
Dalam rangka menghindari perselisihan dan kesimpangsiuran pengeloaan Saba Budaya Kanekes dari
kepentingan perorangan serla sebagai wujud pengakuan hak Masyarakat Adat, maka segala sesuatu yang
belum memiliki kejelasan dan atau terjadi perbedaan penafsiran, akan diatur kemudian dengan ketentuan
yang sederajat secara parsial dan merupakan bagian yangtak terpisahkan dengan Peraturan Desa ini.
11 :
FI
rIl,
KETENTUAN PENUTUPnlt "+^
#*"'l Pasal 33 \t*
Peraturan Desa (perdes!:ini mulai berlaku sejak tanggal (iundangkan. Agar seti& orang mengetahuinya,.. :: #memerintahkan penguQangan Peraluran Dgfi.a ini @rgan penempatann$ dalam Lembaran Desa
Kanekes. ,ji $
,, =*,*|,=
ir,,,s,iil'...:i.i:,ir ' 'ra , ,,r,
N*u>ri::::i,:.***\R"A,B*#*L***,*.u
,|lj W,a 'fi.$a ffi * nno PAMARENTAH/
,t1.r,l*ssffif-lls{ll]|]$nliylffiin; .NKEPALADESAKANEKES,
DAINAH
= '1vlii; ': 1, ff -.
: - ;1
,,# !+.:.; :.::..:..::..::.:..:....- $ Disahkan di Kaduketugt
:ffi, r:/i;l :..:t; ;..j....= s"y 'w,, i;;; "-
;
Diundangkan di Kaduketugpada tanggal, l5 Juli 2oo7SEKRETARIS DESA KANEKES,
H.SAFIN
u:
PENJELASANPERATURAN DESA KANEKES
lzt,id Nomor 01 Tahun 2007 \fi 'TentaBg =
IIVIISVANNXAT AtsAT TATAH]]]KANEKES (BADUY)
UMUM ;i
dalam segalamengakui keberadaansemua tingkatan dan
menjatani interaksi pd$ilif dengin_ ma.qya-r,efAl-l?-ffia;,p-g$EE#E:qg6!ffi{h dqhm upaya perlindunsan,kebutuhan aturan-aturan spesifik menjadi dangat mendasar. Termasuk Peraturan Desa yang mengatursistem kunjungan dalam istjtan Sa5i.'B*. i tEak,iaja merup-akan pagar penjamin, akan tetapi lebih dariitu diharapkan menjadi pendorong dinamikw#*.i?{ll;$ang;p.r*ertabat dan menjunjung tinggi nilai manusia
dan kemanusiaan.
Penjelasan pasal demi pasal
Pasal 1
Cukup jetas
Pasal 2
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jetas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Sistem Wnanggalan merupakan proses kreatit masyarakat Kanekes sebagai upaya meniaga orientasi,
dimana seluruh sistem dan perikelakukan hidup merupakan peribadatan dari tatalitas hidup. Sistempenanggalan menggunakan alat bantu yang disebut kolenjer, dimana sistem Wrhitungan tanggal dan
kepada ketentuan adaleksistensinya
lndonesia dalamke waktu. Eksistensi yang
yang memiliki asas
i masyarakatlainnya,
Kanekes.
13:
bulan berdasarkan pola rotasi bulan (ekliplunar). Segala aktivitas hidup diberi makna dan penerjemahansebagai upaya menjaga harmoni dan kearifan lakal.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Pemberitahuan/pubtikasi. laingan waktu kunju ngan akan d ilakukan oteh JaroPemberitahuan/publikas(,;tdiangan waktu kunjungan akan dilakukan oteh Jaro pqnarentah kepada semuapihak yang dianggap be$epentingan. Termasuk pelaporan kepada camat Leuv@amar dan instansi teknislainnia diinakai kabuoaten ., :;. ,\I ai n ny a d it in g k at kab u patb n
Pasal l0
(3) Cukup jelas
Pasal 1 1
(1) Cukup jelas.
lii
1i.f ,,,,=,,,,,,,,,,=.,.
(2) Basi kunjunsan yans\Wiliffir$rrJir iP {ie.#fiaa5perang kat aday 6ssq.#Apat tt:l*ttabe#]i m4*sld,
penelitian sehinggaimengisi surat
pernyataan di atas keitas,tui*Abiei,aeuiillff:tw @p6 I (satu) hardco py I apo ran pe n e I iti ai::
Pasal 12 :i::: .1,
(1) Cukup jelas:
(2) Alur
Pasal 13
(1) Cukup jetas
(2) Cukup jelas.
Pasal 14
(1) Cukup jelas.
(2) Yang dimaksud dengan benda etektronik adalah ; Kamera baik kamera konvensional, digitat maupunkamera dari telepon selular serta, alat perekam suara dan gambar (audio dan video) berupa taperecorder, celular audio video recorder, i-Podcorder dengan behagai variasinya, DV/CD-cam audio videorecorder dan turunan perlengkapan teknologi audio video yang bersifat mobile lainnya.
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16 '.' ;1''
(1) Bentuk Pas Kunjungan berwujud Kartu yang memitiki tanda pengesahan oleh Jaro Pamarentah danmemiliki perbedaan warna. Warna kartu pas merupakan tanda batas lingkup dan tujuan kunjungan.Warna putih merupakan warna yang memiliki kisaran tujuan kunjungan terluas dan terlama sesuaidengan ketentuan. Sedangkan warna kuning mencakup kunjungan selama-lamanya 2 (dua) hari,Sedangkan warna merah merupakan kartu pas dengan kisaran waktu dan lingkup kunjungan terbatas.
(2) Cukup jelas
(3) Cukup jelas
(4) Cukup jelas
Pasal 17
(1) Pembatasan jumlah serta interuat kelompok dilakukan demi menjaga daya dukung budaya danekosistem yang ada, serta memudahkan dalam mekanisme pengawasan oleh perangkat desa ataupetugas yang ditunjuk oleh jaro Pamarentah.
(2) Pemeberitahuan tujuan kunjungan aaiian Xeierrngrn yang tercantum datai"surat pengantar mauponsurat rekomendasi dari lembaga, instansi pengunjung, dan atau keterangan yang tercantum pada bukutamu di kantor Desa Kanekes ,:.
14:
.dlsl'
-i,
: l. -
(2) Cukup jelas
l' ,,: - -PaSal 20. ,, 1i.,,,:;;:.;;;1 . ,
(2) Cukup jelas
Pasal 18
(1) Cukupjelas
(2) Cukup jelas
(3) Cukup jelas
( 1 ) Perbekalan berupa'inakanan da$",;fi inumai,'denganatau bahan kemasan lainnya yangtidak bisa teruraim e n j ad i t a n g g u n gj *,t ab p i m p i n ar,li! e N: ln p& r o m bo rKampungKaduketdgditempal@lat1;d,ite.n1.a.kgfi
(2) Cukup Jelas
Pasal 21
(1) CukupJelas
(2) Cukup jela" i,i
lu
aluminium foil dankembali dan
kembali ke pintu masukat desa.
!t:
?emandu lndonesiaKabupaten
(2)
(3)
:.t' i*,.#f\}drrlitislkatdhl kualitas pemanduan di
nr?.W Kanekesl Baduv'
i,'Pasal 23
{l) Tenaga perbantuan baik yang berasal dari dalam maupun luar Desa Kanekes, yang ditunjukberdasarkan keputusan Jaro Pamarentah.
(2) Cukup jelas
Pasal 24
(t) Pengelolaan Saba Budaya Kanekes diupayakan sebagai bagian perwujudan kelestarian sumber dayahayati dan keseimbangan ekosistem di Tatar Kan*es, sehingga dapat mendukung peningkatanke sej ahte raan masyarakat
(2) Cukup jelas
(3) Jaro Pamarentah memilih dan atau menuniuk personalia perangkat Saba Budaya Kanekes, baik yangberasal dari perangkat adat atau dari masyarakat lainnya berdasarkan keahlian khusus.
(4) Jaro Pamarcntah melaporkan pengelolaan kepadi Baris Kolot secara periodik sekurang-kurangnyasatu kali dalam satu tahun dalam kalender masyarakat Kanekes dan diatur oteh permusyawaratanAdat
Pasal 25
Bentuk peeluran pelengkap ataupun peraturan pelaksanaan, bba berbentuk Peraturan Jaro Pamarentahatau Keputusan Jaro Pamarentah.
Pasal 26
Dalam keadaan tertentu (force majeur), dan sangat diperlukan dalam rangka (mempertahankan) dan atau(memulihkan harmoni dan kelestarian) manusia dan lingkungan di Tatar Kanekes, Jaro Pemerintah dapatmenghentikan kegiatan tertentu dan atau menutup Tatar Kanekes terhadap semua kunjungan ataspe rsetuj u an m u sy awarah ad at
15:
Pasal 27
(1) Struktur Perangkat Pengelala disusun dan diatur oleh Jaro Pamarentah atas persetujuan lembaga adat.
(2) Cukup jelas
(3) Cukup ielas
Pasal 28
Cukup ietas $
Pasal 29 1,:.
Cukup jelas
Pasal 30 i
dilakukan olehdengan dihadiri oleh
dengan ketentuan yang
(2) Cukup Jelas
B adat yang
yang diiatuhkanat as p e t a n g a*.+€;T.atJ,E q!,i t&tlw,,fl,fr ffib ag i m as y ar akafAd dl tW el<ea$4]Wk
't::.rld. Peradi\an adat diIaksanakaa1*hleM teri$-faqlQriggairan
kewajiban-kewajibankeitentuan adat yang berlaku.
tindakan yangd i ku al if ikas i kan sebag ai adat yang akibatnya disampingm el ah i rkan kew aji ban - kewaj i ba n Kanekes untuk memulihkannya, jugaaktivitas-aktivitas lainnya baik bersifat phisik maupun psykhis guna mengembalikan harmoni yangterganggu tersebut sesuai dengan ketentuan adatyang berlaku
e. Tindakan pengusiran oleh Jaro Pamarentah yang selaniutnya diserahkan kepada aparatkepolisian Sektor Leuwidamar, merupakan sanksi atas perbuatan baik langsung ataupun tidaklangsung, perbuatannya ataupun akibawa yang dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana dalamhukum positif Republik lndonesia.
Pasal 32
Cuiup jetas '::::::"
Pasal 33 :'
Cukup jelas
Tambahan Lembaran Desa Nomor:
t6:
Besaran retribusi merup'bkan besaranyangdit*tukan oleh sistAm tarif/ retribus'l:yang berlaku diKabupaten Lebak, seba$aimana dinyatMdaa,,lerpamiifrg Fffiniit$nOar Xetetltuan tarif di Kantor Desa
Kanekes. *
- ,g
Pasal 31 '"1 ..
,a,
ffi"."
C
ii----'-'--'--''ii'''-
KWITANSI IZIN SABA BUDAYA BADUY(ISBB)
/Ds-Itun/2001/ISBEV I nat'-ttl Nomor :
ry ?r'9?
!tN'r . Ab&nratanaerftl Tetahterima&ri
Uutuk pcmbayaran : IZfN SABA BIJDAYA BADUY,DI DESA KAIIEI(ESrumhh peserta : ...... ..*{.. ..' ..'.Orang
Yang mengeluerkm PerizinanPengelola sabcbudaYa
.., \r- ,
Berdasarkan
sNom or: /Ds-Ikr/?001/ISBB/ f l20l
surat
tr4*1.; d--g;; iii i-e-f-'p*" C";r** i e"*.yl menge!*erka$ surat ;zin Sa* B.:day* kepada Name Sekolah Tersebut di
atas dengaa tujuan lebih dekat dengan masyarakat adat Baduy
An&mlv*sNamaNomorNimJumlah..ll. orangPenanggung Jawab
AIamal. Bcrdc$rka[ surat trfupu$s*n Disporabudpar Kab.Lebak No 556.4/04&Dirporabudpar/2011'tcntang
penuajukan penauggungiaw_ab pengelole wiseta:Budayr B*duy' niCuy ti"t*"gg.t O[Febuari 2011.periL*l pctimpahan serrcntng urtuk mengelola !#itati Baduy.
AI'APTIN ATTTBAN.ATAfrAN II{ASYARAKAT ADAT EADA Y
Melapor Kepad* Kcpela Desa Kenekes.Mcagisi tuku trmu y$gtelrh di sedi*km.Meaihargai serto me*gf,rrm*ti adat istiedat e*cyarak*t Baduy eelama ada di wilayah Bad*y.fidak membawa radio tapgserta tidak membunyikarya selama berada di wilayah Baduy'
Tidak membawa gitar atau memaittkanya selema di wilayah Baduy'
Tidxk x6erbrwa alet p*uge.ms su*rn uutuk di vileyah( Baduy dalam Cibeo Cikeusik Cik*rt*wana datr hutan
Iinduug)Tidak membawa senapat angina atau sejenisnya
Tidak membuang sampan semkangan {Tenrtama dari bahan kaleng atau pelastik iTidak aembuang santph dan sejenisnya ke zungai.
TIDAX.MEMBUANG PUIIITUNG ROKO VANG NTASIH MENYAT-A-
Tidak menebang pohoon sembarangan dan lidak msrcabut sryanjang jalar yarg di lalui daan merussak.
parr pengurjirg #tar?*g mcmastki h*tan l*rang*r i Hutan Lindtt46 dan Httan Trttpa* )?idak-membawa dan nn*-rgkoms-r;*si minuman yarrg meraabokfiri'
Tidak membawa atau me.Jgkomsunsi obat-obattelarang seperti ( Narkoba Shbu'shbu dan lain-lain.
Tidak melanggar Norma susila.
MENGTNAP_U XENW YENITA DAN PRTA HARAS TERPISATI TERXECUALI SUAMI ISTRI.
Tidak meuggunakan Saburr0dol Salrmpo jika mandi di zungai( Khuzus di Baduy Dalam ) -BAG7 onAryc xuur fiirfir ( BarA baeNe ntaaNesu )DILARANG MEMAsaw BADUY DAr-./thr
DI frADIJy DAIaIt[ *r.raRAtic ( MEMATRET MEMBaAT REIUMA ywlo MEifiaUAT rrIRI DAi'i St]i4RA)
IADA BrI-AN xAVALa MENaiwT nENANGGAi':4N BADaY SEL/IMA 3 $aLAIBADUY DAIAM TERTWUP
Untut para penelitian harus membawa Surat Keterangan penetitimg dari masing-masing Lembaga {XAMPAS)Meme*.ahi Ferailirafi U*de*g-tedaag y-ar:3 berlaku di liidsrcsia'Menjap Statititas Xeamans4ketentrama4k6e*ibm umum dan kebersihan.
Melaftsanakan qiaradp€rictah agsma secara teatib dan tidak menycolok.
Ketent,gn tersebut di atas hanya sebagiar kecil dari penturar adat masyarakat Baduy,untuk lebihjelas bisa ditanyakan
kepada pemukaadat f"fasyaraket Badu,'daa aparat Desa Kanekes ( Baduy )MELAPTOR KETAIIA KE?ALA D-ESA KANE(ES SEBELUhf, DAN SESUDAE MELAKSAF{AKAN
I(EGIATAN.Menghcrm*i adat irtirdat masyarakat Btduy dan sekitarnya'
Demikian Surat Izin ir:i dibuat dan dipagurakan sebagaimana mestinya.
Pe*gelola saba bud*ya
effiffiQr<L'=gd
SAINf,AN
.-*