22
KARAKTERISTIK GAMBARAN RONTGEN TORAKS KONVENSIONAL PADA PASIEN GAGAL JANTUNG Siska Desrina S 1 , 1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi 2 Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi Latar Belakang :Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular telah menjadi suatu epidemi global yang tidak membedakan pria maupun wanita, serta tidak mengenal batas geografis dan sosio-ekonomis.Angka kejadian gagal jantung diperkirakan meningkat di masa yang akan datang, akibat peningkatan jumlah populasi usia lanjut dan keberhasilan terapi Acute Myocardial Infarction (AMI). Metode :Penelitian ini berupa penelitian deskriptif. Responden sebanyak 34 orang, dimana sampel diambil secara consecutive samplingdi Instalasi Radiologi RSUD Raden Mattaher Periode Mei – Juni 2013.Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan program computer. Hasil :Responden yang mengalami gagal jantung dan melakukan rontgen toraks konvensional kategori lansia akhir dengan usia antara 56-65tahun mempunyai persentasi tertinggi yaitu 47.1%. Sedangkan kategori manula dengan usia>65tahun mempunyai persentasi sebesar 38.2% dan responden kategori lansia awal dengan usia 46-55 tahun mempunyai persentasi sebesar 14.7%.Responden berjenis kelamin laki-laki yang mengalami gagal jantung jumlahnya lebih tinggi dibandingkan responden berjenis kelamin perempuan.Responden yang mengalami gagal jantung mempunyai IMT overweight (61.8%) memiliki persentase

KARAKTERISTIK GAMBARAN RONTGEN TORAKS KONVENSIONAL PADA PASIEN GAGAL JANTUNG

Embed Size (px)

Citation preview

KARAKTERISTIK GAMBARAN RONTGEN TORAKS KONVENSIONALPADA PASIEN GAGAL JANTUNG

Siska Desrina S1,

1Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi2Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi

Latar Belakang :Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit

kardiovaskular telah menjadi suatu epidemi global yang tidak

membedakan pria maupun wanita, serta tidak mengenal batas

geografis dan sosio-ekonomis.Angka kejadian gagal jantung

diperkirakan meningkat di masa yang akan datang, akibat

peningkatan jumlah populasi usia lanjut dan keberhasilan

terapi Acute Myocardial Infarction (AMI).

Metode :Penelitian ini berupa penelitian deskriptif.

Responden sebanyak 34 orang, dimana sampel diambil secara

consecutive samplingdi Instalasi Radiologi RSUD Raden Mattaher

Periode Mei – Juni 2013.Data yang sudah dikumpulkan

dianalisis dengan menggunakan program computer.

Hasil :Responden yang mengalami gagal jantung dan melakukan

rontgen toraks konvensional kategori lansia akhir dengan usia

antara 56-65tahun mempunyai persentasi tertinggi yaitu 47.1%.

Sedangkan kategori manula dengan usia>65tahun mempunyai

persentasi sebesar 38.2% dan responden kategori lansia awal

dengan usia 46-55 tahun mempunyai persentasi sebesar

14.7%.Responden berjenis kelamin laki-laki yang mengalami

gagal jantung jumlahnya lebih tinggi dibandingkan responden

berjenis kelamin perempuan.Responden yang mengalami gagal

jantung mempunyai IMT overweight (61.8%) memiliki persentase

lebih tinggi daripada responden yang normoweight (32.2%).

Sementara tidak ada responden yang mempunyai IMT

underweight.Respondenyang memiliki faktor keturunan terhadap

penyakit jantung dalam keluarga mempunyai persentasi sebesar

44.1%.Sedangkan yang tidak memiliki faktor keturunan terhadap

penyakit jantung dalam keluarga mempunyai persentasi sebesar

55.9%.Gambaran kardiomegali, penebalan hilus dan peningkatan

bronkovaskular merupakan gambaran rontgen konvensional gagal

jantung yang dimiliki oleh semua responden penelitian.

Sementara gambaran lain seperti efusi pleurahanya dimiliki

oleh 9 responden (26.5%), gambaran bats wing hanya dimiliki

oleh 18 responden (52.9%),gambaran kerley B hanya dimiliki

oleh 22 responden (64.7%), dan gambaran lain seperti

kalsifikasi aorta, kerley A dan efusi perikardium hanya

dimiliki oleh 6 responden (17.6%).

Saran :Bagian Kesmas RSUD Raden Mattaher Jambi diharapkan

dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar dapat

lebih mengetahui faktor-faktor risiko dan pola hidup sehat

pada penderita gagal jantung. Diharapkan juga kepada pihak

Poliklinik dapat merujuk setiap pasien yang tergolong

kategori kelebihan berat badan atau obesitas ke bagian gizi

untuk mendapatkan informasi tentang risiko dan asupan gizi

yang baik bagi pasien tersebut.Masyarakat harus dapat lebih

mewaspadai gejala gagal jantung dan penelitian lebih lanjut

diharapkan dapat menggunakan rancanganpenelitian kasus

kontrol.

Kata kunci : Gagal jantung, gambaran rontgen toraks

konvensional gagal jantung

PENDAHULUAN

Konsep pelayanan

kesehatan primer tidak dapat

dilaksanakan dengan berhasil

tanpa dukungan pelayanan-

pelayanan diagnostik yang

memadai termasuk fasilitas

untuk radiologi diagnostik.

Oleh karena itu, salah satu

langkah yang dilakukan oleh

WHO adalah membuat “Sistem

Radiologi Dasar” untuk

memberikan cakupan radiologi

yang lebih memadai bagi

penduduk yang sekarang

kurang terlayani.1

Di Indonesia penggunaan

sinar Rontgen sudah cukup

lama.Menurut laporan, alat

rontgen sudah digunakan

sejak tahun 1898 oleh

tentara Kolonial Belanda

dalam perang di Aceh dan

Lombok. Orang Indonesia yang

telah menggunakan sinar

rontgen pada awalnya ialah

R.M. Notokworo yang lulus

dari Universitas Laiden,

Belanda, pada tahun 1912.2

Pada pembacaan foto

rontgen dada, pendekatan

secara sistematis adalah

penting, berdasarkan

penilaian pertama pada

anatomi dan selanjutnya

fisiologi. Jantung mudah

dibedakan dari paru-paru

karena jantung lebih

mengandung darah dengan

densitas air lebih besar

dibanding udara. Karena

darah melemahkan x-ray lebih

kuat dibanding udara,

jantung relatif tampak

berwarna putih dan paru-paru

relatif hitam.4

Perkembangan terkini

memperlihatkan, penyakit

kardiovaskular telah menjadi

suatu epidemi global yang

tidak membedakan pria maupun

wanita, serta tidak mengenal

batas geografis dan sosio-

ekonomis.Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO)

melaporkan satu dari tiga

orang di seluruh dunia pada

tahun 2001, meninggal karena

penyakit

kardiovaskular.Penyakit

kardiovaskuler menyebabkan

perubahan-perubahan yang

beragam dan kompleks dalam

gambaran foto rontgen dada,

salah satunya adalah gagal

jantung. Selain EKG

(Ekokardiografi) yang

merupakan pemeriksaan non-

invasif yang digunakan untuk

diagnosis suatu gagal

jantung, kita juga perlu

mengetahui bagaimana cara

diagnosis melalui gambaran

rontgen dada.

Dari tabel diatas

menunjukkan 10 penyakit

terbanyak dari data

kunjungan pasien rawat inap

di bangsal perawatan

penyakit jantung di RSUD

Raden Mattaher pada tahun

2012. Gagal jantung

merupakan penyakit ke-1

terbanyak berdasarkan

kunjungan pasien rawat inap

di bangsal perawatan

penyakit jantung pada tahun

2012.27

Angka kejadian gagal

jantung diperkirakan

meningkat di masa yang akan

datang, akibat peningkatan

jumlah populasi usia lanjut

dan keberhasilan terapi Acute

Myocardial Infarction (AMI) yang

meningkatkan survival individu

dengan gangguan fungsi

kardiak. 25

Data kohort dari studi

Framingham, mengidentifikasi

riwayat hipertensi pada

lebih dari 75% pasien dengan

gagal jantung, dimana

penyebab gagal jantung pada

46% laki-laki dan 27%

perempuan. Pada masyarakat

barat, hipertensi dan

penyakit jantung koroner

merupakan penyebab

tersering, sementara

penyakit katup jantung dan

defisiensi nutrisi di negara

berkembang.25

Dari 4,8 juta penduduk

Amerika, sekitar 400.000

penduduk yang terdiagnosa

terkena penyakit gagal

jantung kongestif per

tahunnya. 1,5% - 2% orang

dewasa di Amerika Serikat

menderita CHF (Congenital Heart

Disesase), terjadi 700.000

perawatan di rumah sakit per

tahun. Di Inggris, sekitar

100.000 pasien dirawat di

rumah sakit setiap tahun

untuk gagal jantung.,

merpresentasikan 5% dari

semua perawatan medis dan

menghabiskan lebih dari 1%

dana perawatan kesehatan

nasional. Di Indonesia,

sekitar 3-20 per 1000 orang

pada populasi mengalami

gagal jantung, dan

prevalensinya meningkat

seiring pertambahan usia

(100 per 1000 orang pada

usia di atas 65 tahun).7,16

Gagal jantung susah dikenali

secara klinis serta tidak

spesifik serta hanya sedikit

tanda-tanda klinis pada

tahap awal penyakit.Maka

dari itu pemeriksaan

penunjang seperti rontgen

sangat membantu untuk

menegakkan diagnosa.Gambaran

sinar rontgen yang menyokong

diagnosa dari gagal

jantungialah adanya

kardiomegali yang paling

sering dijumpai, penonjolan

vaskular pada lobus atas,

efusi pleura dan adanya

kongesti vena paru (garis

Kerley B) atau edema

paru.Beberapa gambaran di

atas itulah yang menjadi

karakteristik dari gambaran

rontgen toraks pasien gagal

jantung.6,7,9

Penelitian mengenai

karakteristik gambaran

rontgen toraks pada pasien

gagal jantung di RSUD Raden

Mattaher Jambi tersebut

belum pernah dilakukan. Dari

latar belakang ini penulis

akan melakukan penelitian

mengenai karakteristik

gambaran rontgen toraks pada

pasien gagal jantung di

Instalasi Radiologi RSUD

Raden Mattaher Jambi tahun

2013.18

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan

di Instalasi Radiologi RSUD

Raden Mattaher Jambi.Waktu

penelitian dilaksanakan pada

bulan Mei-Juni 2013.

Populasi pada penelitian

ini adalah semua pasien

gagal jantung yang melakukan

rontgen di Instalasi

Radiologi RSUD Raden

Mattaher.

Sampel penelitian adalah

sebagian pasien gagal

jantung yang melakukan

rontgen di Instalasi

Radiologi RSUD Raden

Mattaher Jambi pada bulan

Mei-Juni 2013.

Dalam penelitian ini

cara pengambilan sampelnya

secara consecutive

samplingdimana setiap pasien

yang memenuhi kriteria

penelitian dimasukkan dalam

penelitian.

Jenis dan metode

pengumpulan data yang

dilakukan dalam penelitian

ini berupa:

1. Data Primer

Data primer diperoleh

dari wawancara dengan

pasien atau keluarga

pasien yang melakukan

foto rontgen toraks di

Instalasi Radiologi RSUD

Raden Mattaher.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh

dari data-data yang ada

di Instalasi Radiologi

RSUD Raden Mattaher.Data

yang digunakan adalah

jumlah pasien yang telah

melakukan foto rontgen

toraks.

Data yang telah

terkumpul dianalisis dengan

menggunakan program

komputer.Analisis data

dilakukan terhadap tiap

variabel penelitian.

Analisis yang digunakan

dalam penelitian adalah

mendeskripsikan gagal

jantung secara radiologi

pada penderita yang akan

disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi,

tabulasi silang dan dalam

bentukhistogram.

Dalam melakukan

penelitian ini peneliti

terlebih dahulu meminta izin

kepada RSUD Raden Mattaher

untuk meminta persetujuan.

Kemudian melakukan

pengambilan data dengan

menggunakan lembar observasi

yang akan diisi berdasarkan

data dari pasien dengan

meminta persetujuan

penelitian (inform consent)

kepada responden. Kermudian

menjaga kerahasiaan nama

(anonymity) dan data

informasi yang diperoleh

dijamin kerahasiaannya

(confidentiality).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisitik responden

berdasarkan umur pada 34

orang responden adalah

sebagai berikut :

Tabel 1 Distribusi UmurResponden Gagal Jantung

KategoriUmur Umur

(tahun)

Jumlah

(orang)

Persentase (%)

Lansiaawal 46-55 5 14.7

Lansiaakhir 56-65 16 47.1

Manula >65 13 38.2Total 34 100

Gambar 1 DistribusiResponden Berdasarkan Jenis

Kelamin.

Gambar 2 DistribusiResponden Berdasarkan Indeks

Massa Tubuh.

Gambar 3 DistribusiResponden Berdasarkan Adanya

Faktor

Gambar 4 DistribusiResponden Berdasarkan

Gambaran Rontgen

Gambar 5 DistribusiResponden Berdasarkan

Gambaran RontgenKonvensional (Penebalan

Hilus).

Gambar 6 DistribusiResponden Berdasarkan

Gambaran RontgenKonvensional (Efusi Pleura).

Kategori Gambaran Rontgen konvensional CHF (Adanya

Kardiomegali)

61.8%38.2%

44.1%55.9%

Kategori Gambaran Rontgen Konvensional CHF (Adanya Penebalan Hilus)

Gambar 7 DistribusiResponden Berdasarkan

Gambaran RontgenKonvensional (Peningkatan

Bronkovaskular)

Gambar 8 DistribusiResponden Berdasarkan

Gambaran RontgenKonvensional (Bats Wing)

Gambar 9 DistribusiResponden Berdasarkan

Gambaran RontgenKonvensional (Kerley B)

Gambar 10 DistribusiResponden BerdasarkanGambaran Lain Rontgen

Konvensional

Berdasarkan hasil

pengumpulan data terhadap 34

orang responden diperoleh

data karakteristik responden

berdasarkan umur. Pada tabel

4.1 dapat diketahui bahwa

responden yang mengalami

gagal jantung dan melakukan

rontgen konvensional berusia

antara 40-49 (35%).

Kategori Gambaran Rontgen Konvensional CHF (Adanya Penebalan

Hilus)

52.9%47.1%

64.7%35.3%

82.4%17.6%

100%

Sementara responden berusia

50-59 mempunyai persentasi

sebesar 32.5%

Dari semua faktor resiko

terjadinya gagal jantung,

faktor ketuaan adalah yang

terpenting. Prevalensi dan

beratnya gagal jantung

semakin meningkat dengan

bertambahnya umur. Gagal

jantung tidak pernah

ditemukan pada anak, jarang

terjadi pada umur dibawah 40

tahun dan sering terjadi

pada umur diatas 60 tahun.

Penderita gagal jantung

meningkat pada usia lebih

dari 65 tahun baik secara

klinis maupun

radiologi.Menurut

penelitian lain, gagal

jantung jarang pada usia

di bawah 45 tahun, tapi

menanjak tajam padada

usia 75-84 tahun.31

Berdasarkan penelitian

yang dilakukan di Poliklinik

Penyakit Dalam RSU Kota

Tasikmalaya sesuai dengan

penelitian yang dilakukan

oleh Gyse’le S. Bleumink

dkk, dimana insiden kejadian

gagal jantung banyak

dijumpai pada usia lebih

dari 65 tahun. Hal ini

sejalan dengan teori yang

mengatakan bahwa risiko

terjadinya gagal jantung

bertambah bertambah seiring

bertambahnya umur. 30

Insidensi dan prevalensi

gagal jantung meningkat

sacara dramatis sesuai

dengan peningkatan umur.

Studi Framingham menunjukkan

peningkatan prevalensi gagal

jantung, mulai 0,8% untuk

orang berusia 50-59 tahun

hingga 2,3% untuk orang

dengan usia 60-69 tahun.

Gagal jantung dilaporkan

sebagai diagnosis utama pada

pasien di rumah sakit untuk

kelompok usia lebih dari 65

tahun pada tahun 1993. Dari

studi ini menunjukkan bahwa

hipertensi menjadi etiologi

yang paling umum dan salah

satufaktor risiko terkuat

untuk terjadinya gagal

jantung, terutamapada pasien

berusia antara 60-70 tahun.

Beberapa studi Inggris juga

menunjukkan adanya

peningkatan prevalensi gagal

jantung pada orang dengan

usia lebih tua.36

Dari hasil penelitian

terhadap 34 orang responden

yang menderita gagal jantung

dan melakukan foto rontgen

konvensional di Instalasi

RSUD Raden Mattaher Jambi

didapatkan jumlah responden

berjenis kelamin laki-laki

yang mengalami gagal

jantungsama dengan responden

perempuan (gambar 4.1).

Menurut Daniel Doddy

Darmawan Wea dalam

penelitiannya mengatakan

tidak terdapat perbedaan

bermakna antara jenis

kelamin dengan angka

kejadian gagal jantung.Sama

seperti penelitian yang

dilakukan di Poliklinik

Penyakit Dalam RSU Kota

Tasikmalaya yang menunjukkan

bahwa proporsi gagal jantung

hampir sama antara laki-laki

dan perempuan.

Sama seperti penelitian

yang dilakukan di RS

Kariyadi menunjukkan bahwa

penderita pria lebih banyak

daripada penderita wanita

yang mengalami gagal

jantung. Sama seperti sebuah

jurnal yang meneliti

sebanyak 137 pasien dengan

disfungsi ventrikel

kiridilibatkan dalam studi,

100 (73,0%) ditemukan pada

laki-laki dan 37 (27,0%)

adalah perempuan. Dari

survei registrasi di rumah

sakit di dapatkan angka

perawatan pasien yang

berhubungan dengan gagal

jantung sebesar 4,7% untuk

perempuan dan 5,1% untuk

laki-laki. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian ini

bahwa pasien yang berjenis

kelamin pria lebih banyak

mengalami gagal jantung

daripada wanita.30,32

Jika dikaitkan teori hal

ini disebabkan karena

perempuan juga memiliki

risiko terhadap gagal

jantung jika sudah mengalami

menopause yaitu rata-rata

umur lebih dari 50 tahun.

Penyebab utama gagal

jantung, cenderung memiliki

kualitas hidup lebih rendah

daripada pria, dalam hal ini

dikaitkan dengan aktifitas

fisik.30

Pada gambar 4.2 terlihat

bahwa sebagian besar

responden (61,8%) memiliki

IMT yang overweight. Sementara

responden yang mempunyai IMT

normoweight sekitar 38,2% dan

tidak ada responden

mempunyai IMT

underweight.Berat badan yang

berlebihan nyata berkaitan

dengan meningkatnya risiko

untuk terjadinya gagal

jantung pada wanita dan

laki-laki.

Sementara berdasarkan

hasil penelitian Melisa di

Poliklinik Penyakit Dalam

RSU Kota Tasikmalaya

menunjukkan bahwa proporsi

kejadian gagal jantung besar

pada responden yang tidak

obesitas yaitu 61,9% dan

responden yang mengalami

obesitas yaitu 37,5%.30

Suatu jurnal menyatakan

bahwa peningkatanIMT pada

penderita gagal jantung

dikaitkandengankematian yang

lebih rendah,

namunpengaruhnya kompleks

dantergantung padafungsi

sistolikventrikel kiri.Oleh

karena itu, pada

pasiendengandisfungsi

sistolikobesitaskemungkinan

menunjukkanpeningkatan

risiko terhadap gagal

jantung.Penelitian ini juga

menyatakan bahwaorang yang

berolahragakurang

dankelebihan berat badan

atau obesitas lebih mungkin

untuk terkena gagal

jantung.35

Ukuran international

untuk obesitasadalah IMT ≥30

kg/m2, sedangkan untuk

ukuranorang Asia obesitas

didefinisikan dengan nilai

IMT≥25 kg/m2.Obesitas

memiliki hubungan yang era

dengan tingginya kejadian

penyakit

kardiovaskular.Walaupun

obesitas merupakan faktor

risikopenyakit jantung

koroner, hal yang berbeda

ditemukanpada kasus gagal

jantung. Berdasarkan

beberapa studi,pasien gagal

jantung dengan Indeks Masa

Tubuh(IMT) yang lebih tinggi

memiliki prognosis yanglebih

baik dibandingkan mereka

dengan IMT yanglebih

rendah.2,4 Selain itu,

analisis dari beberapa

studioleh Oreopoulos et al

menyimpulkan bahwa IMT yang

lebih tinggi berhubungan

dengan prognosis yanglebih

baik pada pasien gagal

jantung. Hal inilah

yangdisebut paradox obesitas

(Obesity paradox).37

Studi lanjutan perlu

dilakukan

untukmendeskripsikan secara

terperinci hubungankomposisi

tubuh dengan prognosis gagal

jantung,mekanisme yang

mendasari fenomena

paradoksobesitas dan

strategi penentuan berat

badan optimalpada pasien

gagal jantung.37

Dari gambar terlihat

bahwa 44.1% responden yang

memiliki faktor keturunan

penyakit gagal jantung dalam

keluarga.Sedangkan 55.9%

responden tidak mempunyai

faktor keturunan dalam

keluarganya.

Hal ini tidak sejalan

berdasarkan hasil penelitian

Melisa di Poliklinik

Penyakit Dalam RSU Kota

Tasikmalaya menunjukkan

bahwa proporsi kejadian

gagal jantung paling besar

terjadi karena ada faktor

keturunan penyakit jantung

dalam keluarganya.Penelitian

menunjukkan bahwa jika

terdapat riwayat gangguan

jantung dalam keluarga,

keturunan mereka lebih

cenderung mengembangkan

problem yang serupa. 30

Faktor genetik

dipengaruhi juga oleh faktor

lingkungan dan metabolisme

pengaturan garam dan renin

membran sel. Terdapat

fenomena hubungan antara

riwayat keluarga dan kadar

kolestrol atau lemak yang

abnormal, diantaranya adalah

kolestrol yang amat tinggi

dalam satu keluarga atau

kadar LDL yang amat tinggi,

HDL terlalu rendah,

kombinasi lipid yang terlalu

tinggi, dan trigliserida

yang terlalu tinggi.35

Berdasarkan

karakteristik subyek

penelitian Isbianto Sutedjo

didapatkan kardiomegali

dengan proporsi subyek laki-

laki 31 (49,21%) dan

proporsi subyek wanita 32

(50,79%) dengan rerata CTR

59,47 ± 5,57%. Dari salah

satu jurnal

mengungkapkanbahwa dari foto

rontgen dada kardiomegali di

68% dari laki-laki dan

perempuan dan peningkatan

rasio kardiotoraks (>

50%)pada sekitar 40%

pasien.Gambaran radiologi

yang penting ditemukan efusi

pleura adalah penumpulan

sudut kostofrenikus pada

foto posteroanterior.30,33

Rontgen toraks

seringkali menunjukkan

kardiomegali (kardiotorasik

(CTR) >50%), terutama bila

gagal jantung sudah kronis.

Ukuran jantung yang normal

tidak menyingkirkan

diagnosis dan bisa

didapatkan pada gagal

jantung kiri akut, sesperti

yang terjadi pada infark

miokard, regurgitasi katup

akut, atau defek septum

ventrikel (VSD)

pascainfark.Kardiomegali

dapat disebabkan oleh

dilatasi ventrikel kiri atau

kanan, LVH, atau kadang oleh

efusi perikard.Derajat

kardiomegali tidak

berhubungan dengan fungsi

ventrikel kiri. 7

Gagal ventrikel kiri

mula-mula menyebabkan

distensi vena pulmonalis di

lobus bagian atas dan

konstriksi vena pulmonalis

di lobus bagian

bawah.Seiring dengan

peningkatan tekanan vena,

terjadi edem perihilis,

terlihat adanya pembuluh

darah hilus yang kurang

jelas terlihat dan perihilus

yang tampak opak.Efusi

pelura terjadi di sudut

kostofrenikus, dan terbentuk

garis sekat/septum di sudut

kontrofenikus. Berdasarkan

jurnal menyebutkan bahwa

efusi bilateralterlihat

pada87,5% pasien(7 dari8)

mengalamigagal jantung

kongestif.19,34

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil

penelitian yang telah

dilakukan di Instalasi

Radiologi RSUD Raden

Mattaher Jambi Periode Mei –

Juni 2013 dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut

:

1. Responden pada penelitian

ini yang mengalami gagal

jantung dan melakukan

rontgen toraks

konvensional kategori

lansia akhir dengan usia

antara 56-65tahun

mempunyai persentasi

tertinggi yaitu 47.1%.

Sedangkan kategori manula

dengan usia>65tahun

mempunyai persentasi

sebesar 38.2% dan

responden kategori lansia

awal dengan usia 46-55

tahun mempunyai

persentasi sebesar

14.7%.Berdasarkan

penelitian yang dilakukan

di Poliklinik Penyakit

Dalam RSU Kota

Tasikmalaya sesuai dengan

penelitian yang dilakukan

oleh Gyse’le S. Bleumink

dkk, dimana insiden

kejadian gagal jantung

banyak dijumpai pada usia

lebih dari 65 tahun.30

2. Responden berjenis

kelamin laki-laki yang

mengalami gagal jantung

jumlahnya lebih tinggi

dibandingkan responden

berjenis kelamin

perempuan.Sama seperti

penelitian yang dilakukan

di RS Kariyadi

menunjukkan bahwa

penderita pria lebih

banyak daripada penderita

wanita yang mengalami

gagal jantung.32

3. Responden penelitian yang

mengalami gagal jantung

mempunyai IMT overweight

(61.8%) memiliki

persentase lebih tinggi

daripada responden

penelitian yang

normoweight (32.2%).

Sementara tidak ada

responden yang mempunyai

IMT underweight.Sementara

berdasarkan hasil

penelitian Melisa di

Poliklinik Penyakit Dalam

RSU Kota Tasikmalaya

menunjukkan bahwa

proporsi kejadian gagal

jantung besar pada

responden yang tidak

obesitas yaitu 61,9% dan

responden yang mengalami

obesitas yaitu 37,5%.30

4. Responden pada penelitian

ini yang memiliki faktor

keturunan terhadap

penyakit jantung dalam

keluarga mempunyai

persentasi sebesar 44.1%.

Sedangkan yang tidak

memiliki faktor keturunan

terhadap penyakit jantung

dalam keluarga mempunyai

persentasi sebesar

55.9%.Hal ini tidak

sejalan dengan hasil

penelitian Melisa di

Poliklinik Penyakit Dalam

RSU Kota Tasikmalaya yang

menunjukkan bahwa

proporsi kejadian gagal

jantung paling besar

terjadi karena ada faktor

keturunan penyakit

jantung dalam

keluarganya. 30

5. Gambaran kardiomegali,

penebalan hilus dan

peningkatan

bronkovaskular merupakan

gambaran rontgen

konvensional gagal

jantung yang dimiliki

oleh semua responden

penelitian. Sementara

gambaran lain seperti

efusi pleurahanya

dimiliki oleh 9 responden

penelitian (26.5%),

gambaran bats wing hanya

dimiliki oleh 18

responden penelitian

(52.9%),gambaran kerley B

hanya dimiliki oleh 22

responden penelitian

(64.7%), dan gambaran

lain hanya dimiliki oleh

6 responden penelitian

(17.6%). Sedangkan

berdasarkan teori,

rontgen toraks seringkali

menunjukkan kardiomegali

dengan efusi pleura

bilateral, edema paru

berupa gambaran batwings

dan kerley B, serta

terkadang terdapat efusi

perikardium. 7,19

6. Bagian Kesmas RSUD Raden

Mattaher Jambi diharapkan

dapat memberikan

penyuluhan kepada

masyarakat agar dapat

lebih mengetahui faktor-

faktor risiko apa saja

yang bisa menyebabkan

terjadinya gagal jantung,

mengatur gaya hidupnya

seperti mengurangi rokok,

olahraga teratur dan pola

makan yang sehat dengan

konsumsi makanan tinggi

serat-rendah lemak.

7. Diharapkan kepada pihak

Poliklinik dapat merujuk

setiap pasien yang

tergolong kategori

kelebihan berat badan

atau obesitas ke bagian

gizi untuk mendapatkan

informasi tentang risiko

dari kelebihan berat

badan atau obesitas dan

asupan gizi yang baik

bagi pasien tersebut.

8. Penelitian ini dapat

dijadikan dasar untuk

penelitian lebih lanjut

mengenai penyakit gagal

jantung bagi mahasiswa

FKIK Unja.Disarankan bagi

penelitiuntuk meneliti

lebih lanjut dapat

menggunakan

rancanganpenelitian kasus

kontrol guna meningkatkan

validitas penelitian

danmengikutsertakan lebih

banyak responden atau

pasien agar dapat

mewakili semua penderita

gagal jantung.Responden

atau pasien yang

diikutsertakan

dalampenelitian sebaiknya

diseleksi sedemikian rupa

agar homogen dari segi

faktor-faktor resikonya.

9. Masyarakat harus dapat

lebih mewaspadai gejala

gagal jantung, bila

merasakan keluhan-keluhan

seperti sesak nafas,

batuk, pitting edema dan

sebagainya, sebaiknya

segera memeriksakan diri

dan meminta pengobatan

untuk mencegah

progresivitas penyakit

gagal jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartono L. Petunjuk

Membaca Foto Untuk Dokter

Umum. Cetakan IV.

Jakarta: EGC; 1995.

2. Rasad Sjahriar. Radiologi

Diagnostik. Edisi ke-2.

Jakarta: FKUI; 2009.

3. Troupin H. R. Radiologi

Diagnostik Dalam Klinik.

Edisi ke-3. Jakarta: EGC;

1989.

4. Sudoro, Aru . Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III. Edisi V. Jakarta :

FKUI; 2006.

5. Scanlon, Valerie C.

Jakarta : EGC.

6. Gleadle, Jonathan. At a

Glance : Anamnesis &

Pemeriksaan Fisik.

Jakarta : Erlangga. 2005.

7. H. Gray, Huon, D.

Dawkins, Keith, dkk.

Lecture Notes :

Kardiologi. Edisi 4.

Jakarta : Erlangga

Medical Series. 2003.

8. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid III Edisi IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. 2006.

9. Davey, Patrick. At Glance

Medicine. Jakarta :

Erlangga. 2002.

10. Becker , Simon, Bob

Flaws, dkk. The Treatment

of Cardiovascular

Diseases with Chinese

Medicine: A Textbook and

Clinical Manual.

11. Wibisono, M. Jusuf,

dkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Paru 2010.

Surabaya : Departemen

Ilmu Penyakit Paru FK

Unair-RSUD Dr. Soetomo.

2010.

12. Guyton AC, Hall JE dkk.

Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi 11.

Jakarta: EGC. 2008.

13. Muttaqin, Arif. Buku

Ajar Asuhan Keperawatan

dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta :

Salemba Medika.

14. Djojodibroto, Darmanto.

Respirologi. Jakarta :

EGC. 2009.

15. Underwood, J.C.E.

Patologi Umum dan

Sistematik Edisi 2.

Jakarta : EGC. 1999.

16. L. brashers, Valentina.

Aplikasi Klinis

Patofisiologi pemeriksaan

dan Manajemen. Edisi 2.

Jakarta : EGC. 2008.

17. Tambayong, Jan.

Patofisiologi untuk

Keperawatan. Jakarta :

EGC. 2000.

18. Data kunjungan pasien

rontgen di RSUD Raden

Mattaher bulan Oktober-

Desember 2012.

19. Corr, Peter. Mengenali

Pola Foto-Foto

Diagnostik. Jakarta :

EGC. 2011.

20. Kosasih, Alvin.

Susanto, Agus Dwi, dkk.

Diagnosis & Tatalaksana

Kegawatdaruratan Paru

dalam Praktek sehari-

hari. Jakarta : Sagung

Seto. 2008.

21. Oesman, I.N. Gagal

Jantung. Dalam buku ajar

kardiologi anak.

Jakarta : Binarupa

Aksara. 1994.

22. Ontoseno T. Gagal

Jantung Kongestif dan

Penatalaksanaannya pada

Anak. Simposium nasional

perinatologi dan

pediatric gawat darurat.

IDAI Kal-Sel.

Banjarmasin. 2005.

23. Kabo P, Karim S. Gagal

Jantung Kongestif.

Dalam : EKG dan

penanggulangan beberapa

penyakit jantung untuk

dokter umum. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI.1996

24. S. Snell, Richard.

Anatomi Klinik untuk

Mahasiswa Kedokteran.

Jakarta : EGC. 2006

25. Lip GYH,Gibbs CR,

Beevers DG. ABC of heart

failure. Etiology : BMJ

2000

26. Departemen Kesehatan

RI. Profil Kesehatan

Indonesia 2001: Menuju

Indonesia Sehat 2010.

Jakarta, 2002.

27. Data pasien rawat inap

di bangsal perawatan

jantung tahun 2012.

28. Notoatmodjo, Soekidjo.

Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta. 2005

29. Patel, Pradip R.

Lecture Notes Radiologi

Edisi Kedua. Jakarta :

Erlangga. 2006

30. Melisa Yutio. Faktor-

Faktor Risiko yang

Berhubungan dengan

Kejadian Gagal Jantung

pada Pasien Rawat Jalan

di RSU Tasikmalaya.

31. Mariyono, Harbanu H,

Anwar Santoso. Gagal

Jantung. 2008

32. Ardini, Desta Nur

Ewika. Perbedaan Etiologi

Gagal Jantung Kongestif

pada Usia Lanjut dengan

Usia Dewasa Dirumah Sakit

Dr. Kariadi. 2006

33. Jurnal : Heart failure

in patients seeking

medical help at

outpatients clinics. Part

I. General

characteristics. 2000

34. Jurnal : Kathmandu

University Medical

Journal (2009), Vol. 7,

No. 4, Issue 28, 438-444

35. Jurnal :Effect of

obesity and being

overweight on long-term

mortality in congestive

heart failure: influence

of left ventricular

systolic function. 2005

36. Yasmina D.K. Hubungan

Antara Riwayat Hipertensi

dengan Angka Mortalitas

Gagal Jantung Akut Selama

Perawatan di Lima RS di

Indonesia. FK UI. 2009

37. Jurnal Kardiologi

Indonesia. Alvin

Nursalim, Yoga Yuniadi.

Paradox Obesitas pada

Pasien Gagal Jantung.

2011.

38. Anwar, T. Bahari.

Faktor Risiko Penyakit

Jantung Koroner.

( htt p ://li b rary.usu.ac.i d / d own l oad

/fk/gizi-bahri4 . pdf ). FK USU.

2004