26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan komponen penting untuk menunjang aktivitas dan usaha produktif maupun dalam menghasilkan barang dan jasa. Sumber energi dapat berasal dari energi fosil, energi matahari, air, angin atau energi dari sumber daya hayati (bioenergi). Kelangkaan bahan bakar minyak sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Persediaan minyak bumi di dunia makin lama makin menipis dan harganya makin melonjak. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan sumber energi makin meningkat, terutama dari minyak bumi. Untuk itu, sumber energi selain minyak bumi sangat diperlukan salah satunya adalah bioenergi. Bionergi merupakan sumber energi (bahan bakar) yang dihasilkan oleh sumber daya hayati seperti tumbuh- tumbuhan, minyak nabati, dan limbah peternakan dan pertanian. Jenis energi yang dihasilkan berupa energi dalam bentuk gas (biogas), cair (biofuel), atau padat (biomass). Energi tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menghasilkan panas (kalor), gerak (mekanik), dan listrik tergantung pada alat yang digunakan dan kebutuhan

Httpblognyapakarilmu blogspot com201408makalah-tentang-biogas-lengkap

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Energi merupakan komponen penting untuk menunjang

aktivitas dan usaha produktif maupun dalam menghasilkan

barang dan jasa. Sumber energi dapat berasal dari energi

fosil, energi matahari, air, angin atau energi dari

sumber daya hayati (bioenergi). Kelangkaan bahan bakar

minyak sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Persediaan

minyak bumi di dunia makin lama makin menipis dan

harganya makin melonjak. Seiring dengan perkembangan

teknologi, kebutuhan akan sumber energi makin meningkat,

terutama dari minyak bumi. Untuk itu, sumber energi

selain minyak bumi sangat diperlukan salah satunya adalah

bioenergi.

Bionergi merupakan sumber energi (bahan bakar) yang

dihasilkan oleh sumber daya hayati seperti tumbuh-

tumbuhan, minyak nabati, dan limbah peternakan dan

pertanian. Jenis energi yang dihasilkan berupa energi

dalam bentuk gas (biogas), cair (biofuel), atau padat

(biomass). Energi tersebut selanjutnya dapat digunakan

untuk menghasilkan panas (kalor), gerak (mekanik), dan

listrik tergantung pada alat yang digunakan dan kebutuhan

dari pengguna. Dengan kekayaan dan keragaman sumber daya

hayati yang ada di Indonesia, pemanfaatan bioenergi

merupakan pilhan yang tepat dalam rangka penyediaan

energi yang terbarukan, murah, dan ramah lingkungan.

Salah satu sumber energi terbarukan yang berasal

dari sumber daya alam hayati adalah biogas. Biogas adalah

gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan

organik oleh mikroorganisme pada kondisi yang relatif

kurang oksigen (anaerob). Sumber bahan baku untuk

menghasilkan biogas yang utama adalah kotoran ternak

sapi, kerbau, babi, kuda dan unggas, dapat juga berasal

dari sampah organik. Namun sampai saat ini pemanfaatan

limbah kotoran ternak sebagai sumber bahan bakar dalam

bentuk biogas ataupun bioarang sangat kurang karena

teknologi dan produk tersebut merupakan hal yang baru di

masyarakat. Padahal biogas merupakan sumber energi

alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan, dapat

dibakar seperti gas elpiji (LPG) dan dapat dugunakan

sebagai sumber energi penggerak generator listrik.

Prospek pengembangan teknologi biogas ini sangat

besar terutama di daerah pedesaan dimana sebagian

besarnya masyarakat bekerja dibidang peternakan dan

pertanian. Pada umunya masyarakat yang berprofesi sebagai

petani mempunyai hewan ternak seperti unggas, kambing,

sapi, kerbau, dll. Selama ini limbah kotoran ternak hanya

dimanfaatkan sebagai pupuk itupun kurang optimal. Limbah

kotoran ternak yang menumpuk menimbulkan efek pencemaran

seperti pencemaran terhadap air tanah, pencemaran

terhadap udara, dan memicu timbulnya efek rumah kaca.

Untuk itu dikembangkan teknologi baru untuk memanfaatkan

dan menaikkan nilai keekonomisan dari limbah tersebut

salah satunya dengan jalan memanfaatkannya sebagai bahan

baku pembuatan biogas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mengolah limbah kotoran ternak menjadi

biogas?

2. Bagaimana kualitas dari bahan bakar yang dihasilkan

dibanding dengan bahan bakar fosil yang ada?

C. Tujuan

1. Menghasilkan sumber energi (bahan bakar) yang

terbarukan, murah dan ramah lingkungan.

2. Mengurangi pencemaran akibat limbah kotoran ternak.

3. Mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumber

energi tak terbarukan seperti minyak bumi.

D. Manfaat

1. Mengurangi pengeluaran masyarakat untuk membeli bahan

bakar.

2. Menambah pendapatan masyarakat.

3. Mengurangi dampak buruk penggunaan bahan bakar minyak

bumi terhadap lingkungan.

4. Meningkatkan kebersihan dan sanitasi lingkungan.

BAB II

BPT

A. Sumber Energi Terbarukan

Secara umum sumber energi dapat dibedakan menjadi

dua yaitu sumber energi terbarukan dan sumber energi tak

terbarukan. Sumber energi tak terbarukan merupakan yang

sifatnya habis sekali pakai dan tidak dapat terbentuka

lagi atau berkelanjutan. Misalnya gas alam, minyak bumi,

dan batu bara. Sedangkan sumber energi terbarukan

merupakan sumber energi yang dapat dengan cepat diisi

oleh alam dalam proses yang berkelanjutan. Dengan kata

lain sumber energi yang tidak akan habis jika

dimanfaatkan dengan benar. Misalnya sinar matahari,

angin, bioenergi, panas bumi, dll.

Saat ini pemanfaatan sumber energi terbarukan

(renewal energy) mulai dikembangkan. Hal ini terjadi

karena kenaikan harga minyak bumi dan gas bumi dan juga

berkurangnya cadangan minyak bumi dan gas. Salah satu

sumber energi terbarukan yang mulai dikembangkan di

Indonesia yaitu biogas. Biogas merupakan sumber renewal

energy yang mampu menyumbangkan andil dalam usaha

memenuhi kebutuhan bahan bakar. Bahan baku sumber energi

ini merupakan bahan nonfossil, umumnya adalah limbah atau

kotoran ternak yang produksinya tergantung atas

ketersediaan rumput dan rumput akan selalu tersedia,

karena dapat tumbuh kembali setiap saat selama dipelihara

dengan baik. Sebagai pembanding yaitu gas alam yang tidak

diperhitungkan sebagai renewal energy, gas alam berasal

dari fosil yang pembentukannya memerlukan waktu jutaan

tahun.

Alasan lain yang timbul akhir-akhir ini akan perlunya

pemanfaatan sumber energi alternatif tersebut yaitu [2]

(a) perlunya menurunkan emisi CO2 sesuai dengan protokol

Kyoto,

(b) kenyataan bahwa produksi bahan bakar minyak dunia

telah mencapai titik puncaknya sementara kebutuhan energi

meningkat dengan pesat,

(c) dimulainya konflik politik dan militer yang dipicu oleh

perebutan sumber minyak bumi.

2.2 Biogas

Biogas [1] adalah gas mudah terbakar (flammable) yang

dihasilkan oleh proses fermentasi bahan-bahan organik oleh

bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi

kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa

diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya

bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan

urine (air kencing) hewan ternak cocok untuk sistem biogas

sederhana. Di daerah yang banyak industri pemrosesan makaan

antara lain tahu, tempe, ikan, pindang atau brem bisa

menyatukan saluran limbahnya ke dalam sistem biogas,

sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan

di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri

tersebut diatas berasal dari bahan organik yang homogen.

Bahan bakar biogas tidak menghasilkan asap merupakan suatu

pengganti yang unggul untuk menggantikan bahan bakar minyak

atau gas alam. Gas ini dihasilkan dalam proses yang disebut

pencernaan anaerob, merupakan gas campuran metan (CH4) ,

karbondioksida (CO2), dan sejumlah kecil nitrogen, amonia,

sulfur dioksida, hidrogen sulfida, dan hidrogen. Secara

alami, gas ini terbentuk pada limbah pembuangan air,

tumpukan sampah, dasar danau atau rawa. Mamalia termasuk

manusia menghasilkan biogas dalam sistem pencernaannya,

bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk

proses mencerna selulosa. Biomassa yang mengandung kadar air

yang tinggi seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan

pangan cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan biogas.

Limbah peternakan merupakan salah satu sumber bahan yang

dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas, sementara

perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan

menimbulkan masalah bagi lingkungan karena menumpuknya

limbah peternakan. Polutan yang dihasilkan dari dekomposisi

kotoran ternak yaitu BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD

(Chemichal Oxygen Demand), bakteri patogen, polusi air,

debu, dan polusi bau. Di banyak negara berkembang kotoran

ternak, limbah pertanian, dan kayu bakar digunakan sebagai

bahan bakar. Hal inilah yang menjadi perhatian karena emisi

metan dan karbondioksida yang menyebabkan efek rumah kaca

dan mempengaruhi perubahan iklim global.

Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerob

juga memberikan beberapa keuntungan yaitu menurunkan nilai

COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat,

dan nitrogen organik. Bakteri caliform dan patogen lainnya,

telur insek, parasit, bau juga dihilangkan atau menurun. Di

daerah pedesaan yang tidak terjangkau listrik, penggunaan

biogas memungkinkan untuk belajar dan melakukan kegiatan

komunitas di malam hari. Kesetaraan biogas dengan sumber

energi lain dapat dilihat pada tabel berikut.

Beberapa alasan lain mengapa biogas dapat dimanfaatkan

sebagai energi alternatif dan semakin mendapat perhatian

yaitu :

(a) harga bahan bakar yang terus meningkat,

(b) dalam rangka usaha untuk memperoleh bahan bakar lain

yang dapat diperbarui,

(c) dapat diproduksi dalam skala kecil di tempat yang tidak

terjangkau listrik atau energi lainnya,

(d) dapat diproduksi dalam kontruksi yang sederhana.

2.3 Proses Pencernaan Anaerob

Proses pencernaan anaerob, yang merupakan dasar dari reaktor

biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas

bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi

tanpa udara[2]. Bakteri ini secara alami terdapat dalam

limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran

binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Proses

anaerob dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang

luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi

yang terbatas.

Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu[2] :

(a) Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-

bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik

kompleks menjadi sederhana, perubahan bentuk strukutur

polimer menjadi monomer;

(b) Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula

sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi

bahan makanan bakteri asam. Produk akhir dari perombakan

gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat,

format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas

karbondioksida, hidrogen dan amonia.

(c) Metanogenik, pada tahp ini terjadi proses pembentukan

gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam

proses ini, yaitu untuk mereduksi sulfat dan komponen sulfur

lainnya menjadi hidrogen sulfida.

Untuk lebih jelasnya proses pembentukan biogas dapat dilihat

pada diagram alir di bawah ini :

Gambar 2.1 Diagram alur proses fermentasi anaerobik

Bakteri yang berperan dalam proses pencernaan anaerobik

yaitu bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi

gula dan asam amino, bakteri fementatif yang mengubah gula

dan asam amino menjadi asam organik, bakteri asidogenik

merubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan

asam asetat, dan bakteri metanogenik yang menghasilkan gas

metan dari asam asetat, hidrogen, dan karbondioksida.

Bakteri metanogenik akan menghasilkan biogas yang bagus

(kandungan gas metan tinggi) pada suhu 25o-30o C. Di dalam

digester biogas terdapat dua jenis bakteri yang sangat

berperan yaitu bakteri asidogenik dan bakteri metanogenik.

Kedua bakteri ini harus dipertahankan jumlahnya seimbang.

Bakteri-bakteri inilah yang merubah bahan organik menjadi

gas metan dan gas lainnya dalam siklus hidupnya.

Kandungan gas metan dalam biogas yang dihasilkan tergantung

pada jenis bahan baku yang dipakai. Sebagai contoh komposisi

biogas dapat dilihat pada tabel 2.2.

Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas

bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri

metanogenik terhadap bakteri asam yang menyebabkan

lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang

selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri

metanogenik. Kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan

anaerobik yaitu sekitar pH 6,8 sampai 8, laju pencernaan

akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.

Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan

beberapa elemen sesuai dengan kebutuhan organisme hidup

seperti sumber makanan dan kondisi lingkungan yang optimum.

Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih

cepat dibanding nitrogen. Hubungan antara jumlah karbon dan

nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen (C/N),

rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20 - 30.

Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan

cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan

pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon

akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya

jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi

dalam bentuk amonia (NH 4) yang dapat meningkatkan pH. Jika

pH lebih tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh negatif

pada populasi bakteri metanogen. Kotoran ternak sapi

mempunyai rasio C/N sekitar 24. Hijauan seperti jerami atau

serbuk gergaji mengandung persentase karbon yang jauh lebih

tinggi, dan bahan dapat dicampur untuk mendapatkan rasio C/N

yang diinginkan. Rasio C/N beberapa bahan yang umum

digunakan sebagai bahan baku biogas disajikan pada tabel

2.3.

Slurry kotoran sapi mengadung 1,8 - 2,4% nitrogen, 1,0 -

1,2% fosfor (P205), 0,6 - 0,8% potassium (K 20), dan 50 -

75% bahan organik. Kandungan solid yang paling baik untuk

proses anaerobik yaitu sekitar 8%. Untuk limbah kotoran sapi

segar dibutuhkan pengenceran 1 : 1 dengan air. Teknologi

pencernaan anaerob bila digunakan dalam sistem perencanaan

yang matang, tidak hanya mencegah polusi tetapi juga

menyediakan energi berkelanjutan, pupuk dan rekoveri nutrien

tanah. Untuk itu proses ini dapat mengubah limbah dari suatu

masalah menjadi suatu yang menguntungkan.

2.4 Teknologi Digester

Saat ini berbagai bahan dan jenis peralatan biogas telah

banyak dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan

karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran

ternak. Secara umum terdapat dua teknologi yang digunakan

untuk memperoleh biogas. Pertama, proses yang sangat umum

yaitu fermentasi kotoran ternak menggunakan digester yang

didesain khusus dalam kondisi anaerob. Kedua, teknologi yang

baru dikembangkan yaitu dengan menangkap langsung gas metan

dari lokasi tumpukan sampah tanpa harus membuat digester

khusus. Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan

biogas ditampilkan pada gambar berikut.

Gambar 2.2 Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan

biogas

Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]

Beberapa keuntungan kenapa digester anaerobik lebih banyak

digunakan antara lain :

1. Keuntungan pengolahan limbah

(a) Digester anaerobik merupakan proses pengolahan limbah

yang alami

(b) Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan

proses kompos aerobik ataupun penumpukan sampah

(c) Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang

(d) Memperkecil rembesan polutan

2. Keuntungan energi

(a) Proses produksi energi bersih

(b) Memperoleh bahan bakar berkualitas tinggi dan dapat

diperbaharui

(c) Biogas dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan

3. Keuntungan lingkungan .

(a) Menurunkan emisi gas metan dan karbondioksida secara

signifikan

(b) Menghilangkan bau

(c) Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk yang kaya

nutrisi

(d) Memaksimalkan proses daur ulang

(e) Menghilangkan bakteri coliform sampai 99% sehingga

memperkecil kontaminasi sumber air

4. Keuntungan ekonomi

Lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau

dari siklus ulang proses

Bagian utama dari proses produksi biogas yaitu tangki

tertutup yang disebut digester. Desain digester bermacam-

macam sesuai dengan jenis bahan baku yang digunakan,

temperatur yang dipakai dan bahan konstruksi. Digester dapat

terbuat dari cor beton, baja, bata atau plastik dan

bentuknya dapat berupa seperti silo, bak, kolam dan dapat

diletakkan di bawah tanah. Sedangkan untuk ukurannya

bervariasi dari 4-35 m3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat

dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi, 7 ekor babi

atau 500 ekor unggas.

Gambar 2.3 Beberapa macam digester

Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]

Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung

plastik atau digunakan langsung pada kompor untuk memasak,

menggerakan generator listrik, patromas biogas, penghangat

ruang/kotak penetasan telur dll.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan Pemanfaatan

Biogas Kotoran Ternak

Untuk memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas, diperlukan

beberapa syarat yang terkait dengan aspek teknis,

infrastruktur, manajemen dan sumber daya manusia. Bila

faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran

ternak menjadi biogas sebagai penyediaan energi dipedesaan

dapat berjalan dengan optimal.

Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi

pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas yaitu : (Dede

Sulaeman, 2009)

1. Ketersediaan ternak

Jenis, jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat

menjadi potensi bagi pengembangan biogas. Hal ini karena

biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran ternak.Kotoran

ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari

ternak ruminansia dan non ruminansia seperti sapi potong,

sapi perah dan babi; serta unggas.

Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya.

Untuk menjalankan biogas skala individual atau rumah tangga

diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi, atau 7 ekor

babi, atau 500 ekor ayam.

2. Kepemilikan Ternak

Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar

pemilihan jenis dan kapasitas biogas yang dapat digunakan.

Saat ini biogas kapasitas rumah tangga terkecil dapat

dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor

sapi atau 7 ekor babi atau 500 ekor ayam. Bila ternak yang

dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dipilihkan

biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber

atau semen) atau beberapa biogas skala rumah tangga.

3. Pola Pemeliharaan Ternak

Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat

berfungsi optimal. Kotoran ternak lebih mudah didapatkan

bila ternak dipelihara dengan cara dikandangkan dibandingkan

dengan cara digembalakan.

4. Ketersediaan Lahan

Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang

yang luasannya bergantung pada jenis dan kapasitas biogas.

Lahan yang dibutuhkan untuk membangun biogas skala terkecil

(skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m). Sedangkan skala

komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).

5. Tenaga Kerja

Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang

berasal dari peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting

mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila pengisian

kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta

dilakukan perawatan peralatannya.

Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak

optimalnya biogas disebabkan karena: pertama, tidak adanya

tenaga kerja yang menangani unit tersebut; kedua,

peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan

pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain

memelihara ternak.

6. Manajemen Limbah/Kotoran

Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi

padat cair kotoran ternak yang sesuai untuk menghasilkan

biogas, frekuensi pemasukan kotoran, dan pengangkutan atau

pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor. Bahan baku (raw

material) reaktor biogas adalah kotoran ternak yang

komposisi padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 3. Pada

peternakan sapi perah komposisi padat cair kotoran ternak

biasanya telah sesuai, namun pada peternakan sapi potong

perlu penambahan air agar komposisinya menjadi sesuai.

Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap

hari atau setiap 2 hari sekali tergantung dari jumlah

kotoran yang tersedia dan sarana penunjang yang dimiliki.

Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan

cara diangkut atau melalui saluran.

7. Kebutuhan Energi

Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik

akan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai energi.

Dengan demikian, kebutuhan peternak akan energi dari sumber

biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini

mengingat, bila energi lain berupa listrik, minyak tanah

atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan cukup di

lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari biogas

tidak menarik untuk dimanfaatkan. Bila energi dari sumber

lain tersedia, peternak dapat diarahkan untuk mengolah

kotoran ternaknya menjadi kompos atau kompos cacing

(kascing).

8. Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)

Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat

dimanfaatkan untuk memasak, menyalakan petromak, menjalankan

generator listrik, mesin penghangat telur/ungas dll. Selain

itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses

sanitasi sapi perah.

Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara

kandang ternak, reaktor biogas dan rumah peternak tidak

telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau instalasi

penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi

biogas dilakukan di rumah peternak baik untuk memasak dan

keperluan lainnya.

9. Pengelolaan Hasil Samping Biogas

Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk

memanfaatkannya menjadi pupuk cair atau pupuk padat

(kompos). Pengeolahannya relatif sederhana yaitu untuk pupuk

cair dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator

agar unsur haranya dapat lebih baik, sedangkan untuk membuat

pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi kandungan

airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk

yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual

kepada kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan

pandapatan bagi peternak.

10. Sarana Pendukung

Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari

saluran air/drainase, air dan peralatan kerja. Sarana ini

dapat mempermudah operasional dan perawatan instalasi

biogas. Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan

kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas sehingga

kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air digunakan

untuk membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk

membuat komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai.

Sedangkan peralatan kerja digunakan untuk

mempermudah/meringankan pekerjaan/perawatan instalasi

biogas.

Selain sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku

untuk, menjalankan instalasi biogas dan merawatnya serta

memanfaatkan energi biogas menjadi modal utama dalam

pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Tanpa adanya

kemauan peternak untuk secara aktif mengoptimalkan biogas,

maka faktor-faktor lain tidak akan cukum membantu dalam

optimalisasi pemanfaatan biogas.

BAB III

METODOLOGI

3.1 Studi Literatur dan Survei Lokasi

Studi literatur bertujuan untuk mempelajari proses

pembuatan biogas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Studi literatur dilakukan dengan mempelajari dari berbagai

sumber yang berhubungan dengan pengolahan biogas seperti

buku, majalah, internet dan sumber-sumber relevan lainnya.

Survei lokasi bertujuan untuk menentukan tipe digester

yang digunakan dan ketersediaan bahan baku. Dengan adanya

survei lokasi ini nantinya diharapkan mampu menghasilkan

biogas yang optimal. Sehingga hasil yang diharapkan dapat

tercapai.

3.2 Membangun Instalasi Biogas

Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester

yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan

bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling

banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana

pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap

hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak

yamg dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan. Lahan

yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester

diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali,

batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa

prolon.

Gambar 3.1 Tipe digester yang digunakan

Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]

Gambar 3.2 Unit pengolahan biogas

Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang

sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan kedalam

digester. Disamping digester harus dibangun juga penampung

sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya dapat

dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk

organik cair.

Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai dilakukan

proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai

berikut:

1. Mencampur kotoran ternak dengan air sampai terbentuk

lumpur dengan perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara.

Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan kedalam digester

2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang

pemasukan. Pada pengisian pertama kran gas yang ada diatas

digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara yang

ada didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama

ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak

sampai digester penuh.

3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran)

sebanyak 1 liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan

(RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0

m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi

proses fermentasi.

4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1

sampai ke-8 karena yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan

pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru terbentuk gas metan

(CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2

27% maka biogas akan menyala.

5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk

menyalakan api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai

hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi biogas

yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau

kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur

kotoran ternak secara kontinu sehingga dihasilkan biogas

yang optimal.