Upload
ajshdhaejy
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Energi merupakan komponen penting untuk menunjang
aktivitas dan usaha produktif maupun dalam menghasilkan
barang dan jasa. Sumber energi dapat berasal dari energi
fosil, energi matahari, air, angin atau energi dari
sumber daya hayati (bioenergi). Kelangkaan bahan bakar
minyak sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Persediaan
minyak bumi di dunia makin lama makin menipis dan
harganya makin melonjak. Seiring dengan perkembangan
teknologi, kebutuhan akan sumber energi makin meningkat,
terutama dari minyak bumi. Untuk itu, sumber energi
selain minyak bumi sangat diperlukan salah satunya adalah
bioenergi.
Bionergi merupakan sumber energi (bahan bakar) yang
dihasilkan oleh sumber daya hayati seperti tumbuh-
tumbuhan, minyak nabati, dan limbah peternakan dan
pertanian. Jenis energi yang dihasilkan berupa energi
dalam bentuk gas (biogas), cair (biofuel), atau padat
(biomass). Energi tersebut selanjutnya dapat digunakan
untuk menghasilkan panas (kalor), gerak (mekanik), dan
listrik tergantung pada alat yang digunakan dan kebutuhan
dari pengguna. Dengan kekayaan dan keragaman sumber daya
hayati yang ada di Indonesia, pemanfaatan bioenergi
merupakan pilhan yang tepat dalam rangka penyediaan
energi yang terbarukan, murah, dan ramah lingkungan.
Salah satu sumber energi terbarukan yang berasal
dari sumber daya alam hayati adalah biogas. Biogas adalah
gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan
organik oleh mikroorganisme pada kondisi yang relatif
kurang oksigen (anaerob). Sumber bahan baku untuk
menghasilkan biogas yang utama adalah kotoran ternak
sapi, kerbau, babi, kuda dan unggas, dapat juga berasal
dari sampah organik. Namun sampai saat ini pemanfaatan
limbah kotoran ternak sebagai sumber bahan bakar dalam
bentuk biogas ataupun bioarang sangat kurang karena
teknologi dan produk tersebut merupakan hal yang baru di
masyarakat. Padahal biogas merupakan sumber energi
alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan, dapat
dibakar seperti gas elpiji (LPG) dan dapat dugunakan
sebagai sumber energi penggerak generator listrik.
Prospek pengembangan teknologi biogas ini sangat
besar terutama di daerah pedesaan dimana sebagian
besarnya masyarakat bekerja dibidang peternakan dan
pertanian. Pada umunya masyarakat yang berprofesi sebagai
petani mempunyai hewan ternak seperti unggas, kambing,
sapi, kerbau, dll. Selama ini limbah kotoran ternak hanya
dimanfaatkan sebagai pupuk itupun kurang optimal. Limbah
kotoran ternak yang menumpuk menimbulkan efek pencemaran
seperti pencemaran terhadap air tanah, pencemaran
terhadap udara, dan memicu timbulnya efek rumah kaca.
Untuk itu dikembangkan teknologi baru untuk memanfaatkan
dan menaikkan nilai keekonomisan dari limbah tersebut
salah satunya dengan jalan memanfaatkannya sebagai bahan
baku pembuatan biogas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengolah limbah kotoran ternak menjadi
biogas?
2. Bagaimana kualitas dari bahan bakar yang dihasilkan
dibanding dengan bahan bakar fosil yang ada?
C. Tujuan
1. Menghasilkan sumber energi (bahan bakar) yang
terbarukan, murah dan ramah lingkungan.
2. Mengurangi pencemaran akibat limbah kotoran ternak.
3. Mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumber
energi tak terbarukan seperti minyak bumi.
D. Manfaat
1. Mengurangi pengeluaran masyarakat untuk membeli bahan
bakar.
2. Menambah pendapatan masyarakat.
3. Mengurangi dampak buruk penggunaan bahan bakar minyak
bumi terhadap lingkungan.
4. Meningkatkan kebersihan dan sanitasi lingkungan.
BAB II
BPT
A. Sumber Energi Terbarukan
Secara umum sumber energi dapat dibedakan menjadi
dua yaitu sumber energi terbarukan dan sumber energi tak
terbarukan. Sumber energi tak terbarukan merupakan yang
sifatnya habis sekali pakai dan tidak dapat terbentuka
lagi atau berkelanjutan. Misalnya gas alam, minyak bumi,
dan batu bara. Sedangkan sumber energi terbarukan
merupakan sumber energi yang dapat dengan cepat diisi
oleh alam dalam proses yang berkelanjutan. Dengan kata
lain sumber energi yang tidak akan habis jika
dimanfaatkan dengan benar. Misalnya sinar matahari,
angin, bioenergi, panas bumi, dll.
Saat ini pemanfaatan sumber energi terbarukan
(renewal energy) mulai dikembangkan. Hal ini terjadi
karena kenaikan harga minyak bumi dan gas bumi dan juga
berkurangnya cadangan minyak bumi dan gas. Salah satu
sumber energi terbarukan yang mulai dikembangkan di
Indonesia yaitu biogas. Biogas merupakan sumber renewal
energy yang mampu menyumbangkan andil dalam usaha
memenuhi kebutuhan bahan bakar. Bahan baku sumber energi
ini merupakan bahan nonfossil, umumnya adalah limbah atau
kotoran ternak yang produksinya tergantung atas
ketersediaan rumput dan rumput akan selalu tersedia,
karena dapat tumbuh kembali setiap saat selama dipelihara
dengan baik. Sebagai pembanding yaitu gas alam yang tidak
diperhitungkan sebagai renewal energy, gas alam berasal
dari fosil yang pembentukannya memerlukan waktu jutaan
tahun.
Alasan lain yang timbul akhir-akhir ini akan perlunya
pemanfaatan sumber energi alternatif tersebut yaitu [2]
(a) perlunya menurunkan emisi CO2 sesuai dengan protokol
Kyoto,
(b) kenyataan bahwa produksi bahan bakar minyak dunia
telah mencapai titik puncaknya sementara kebutuhan energi
meningkat dengan pesat,
(c) dimulainya konflik politik dan militer yang dipicu oleh
perebutan sumber minyak bumi.
2.2 Biogas
Biogas [1] adalah gas mudah terbakar (flammable) yang
dihasilkan oleh proses fermentasi bahan-bahan organik oleh
bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi
kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa
diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya
bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan
urine (air kencing) hewan ternak cocok untuk sistem biogas
sederhana. Di daerah yang banyak industri pemrosesan makaan
antara lain tahu, tempe, ikan, pindang atau brem bisa
menyatukan saluran limbahnya ke dalam sistem biogas,
sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan
di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri
tersebut diatas berasal dari bahan organik yang homogen.
Bahan bakar biogas tidak menghasilkan asap merupakan suatu
pengganti yang unggul untuk menggantikan bahan bakar minyak
atau gas alam. Gas ini dihasilkan dalam proses yang disebut
pencernaan anaerob, merupakan gas campuran metan (CH4) ,
karbondioksida (CO2), dan sejumlah kecil nitrogen, amonia,
sulfur dioksida, hidrogen sulfida, dan hidrogen. Secara
alami, gas ini terbentuk pada limbah pembuangan air,
tumpukan sampah, dasar danau atau rawa. Mamalia termasuk
manusia menghasilkan biogas dalam sistem pencernaannya,
bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk
proses mencerna selulosa. Biomassa yang mengandung kadar air
yang tinggi seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan
pangan cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan biogas.
Limbah peternakan merupakan salah satu sumber bahan yang
dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas, sementara
perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan
menimbulkan masalah bagi lingkungan karena menumpuknya
limbah peternakan. Polutan yang dihasilkan dari dekomposisi
kotoran ternak yaitu BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD
(Chemichal Oxygen Demand), bakteri patogen, polusi air,
debu, dan polusi bau. Di banyak negara berkembang kotoran
ternak, limbah pertanian, dan kayu bakar digunakan sebagai
bahan bakar. Hal inilah yang menjadi perhatian karena emisi
metan dan karbondioksida yang menyebabkan efek rumah kaca
dan mempengaruhi perubahan iklim global.
Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerob
juga memberikan beberapa keuntungan yaitu menurunkan nilai
COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat,
dan nitrogen organik. Bakteri caliform dan patogen lainnya,
telur insek, parasit, bau juga dihilangkan atau menurun. Di
daerah pedesaan yang tidak terjangkau listrik, penggunaan
biogas memungkinkan untuk belajar dan melakukan kegiatan
komunitas di malam hari. Kesetaraan biogas dengan sumber
energi lain dapat dilihat pada tabel berikut.
Beberapa alasan lain mengapa biogas dapat dimanfaatkan
sebagai energi alternatif dan semakin mendapat perhatian
yaitu :
(a) harga bahan bakar yang terus meningkat,
(b) dalam rangka usaha untuk memperoleh bahan bakar lain
yang dapat diperbarui,
(c) dapat diproduksi dalam skala kecil di tempat yang tidak
terjangkau listrik atau energi lainnya,
(d) dapat diproduksi dalam kontruksi yang sederhana.
2.3 Proses Pencernaan Anaerob
Proses pencernaan anaerob, yang merupakan dasar dari reaktor
biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas
bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi
tanpa udara[2]. Bakteri ini secara alami terdapat dalam
limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran
binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Proses
anaerob dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang
luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi
yang terbatas.
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu[2] :
(a) Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-
bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik
kompleks menjadi sederhana, perubahan bentuk strukutur
polimer menjadi monomer;
(b) Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula
sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi
bahan makanan bakteri asam. Produk akhir dari perombakan
gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat,
format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas
karbondioksida, hidrogen dan amonia.
(c) Metanogenik, pada tahp ini terjadi proses pembentukan
gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam
proses ini, yaitu untuk mereduksi sulfat dan komponen sulfur
lainnya menjadi hidrogen sulfida.
Untuk lebih jelasnya proses pembentukan biogas dapat dilihat
pada diagram alir di bawah ini :
Gambar 2.1 Diagram alur proses fermentasi anaerobik
Bakteri yang berperan dalam proses pencernaan anaerobik
yaitu bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi
gula dan asam amino, bakteri fementatif yang mengubah gula
dan asam amino menjadi asam organik, bakteri asidogenik
merubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan
asam asetat, dan bakteri metanogenik yang menghasilkan gas
metan dari asam asetat, hidrogen, dan karbondioksida.
Bakteri metanogenik akan menghasilkan biogas yang bagus
(kandungan gas metan tinggi) pada suhu 25o-30o C. Di dalam
digester biogas terdapat dua jenis bakteri yang sangat
berperan yaitu bakteri asidogenik dan bakteri metanogenik.
Kedua bakteri ini harus dipertahankan jumlahnya seimbang.
Bakteri-bakteri inilah yang merubah bahan organik menjadi
gas metan dan gas lainnya dalam siklus hidupnya.
Kandungan gas metan dalam biogas yang dihasilkan tergantung
pada jenis bahan baku yang dipakai. Sebagai contoh komposisi
biogas dapat dilihat pada tabel 2.2.
Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas
bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri
metanogenik terhadap bakteri asam yang menyebabkan
lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang
selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri
metanogenik. Kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan
anaerobik yaitu sekitar pH 6,8 sampai 8, laju pencernaan
akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.
Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan
beberapa elemen sesuai dengan kebutuhan organisme hidup
seperti sumber makanan dan kondisi lingkungan yang optimum.
Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih
cepat dibanding nitrogen. Hubungan antara jumlah karbon dan
nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen (C/N),
rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20 - 30.
Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan
cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon
akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya
jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi
dalam bentuk amonia (NH 4) yang dapat meningkatkan pH. Jika
pH lebih tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh negatif
pada populasi bakteri metanogen. Kotoran ternak sapi
mempunyai rasio C/N sekitar 24. Hijauan seperti jerami atau
serbuk gergaji mengandung persentase karbon yang jauh lebih
tinggi, dan bahan dapat dicampur untuk mendapatkan rasio C/N
yang diinginkan. Rasio C/N beberapa bahan yang umum
digunakan sebagai bahan baku biogas disajikan pada tabel
2.3.
Slurry kotoran sapi mengadung 1,8 - 2,4% nitrogen, 1,0 -
1,2% fosfor (P205), 0,6 - 0,8% potassium (K 20), dan 50 -
75% bahan organik. Kandungan solid yang paling baik untuk
proses anaerobik yaitu sekitar 8%. Untuk limbah kotoran sapi
segar dibutuhkan pengenceran 1 : 1 dengan air. Teknologi
pencernaan anaerob bila digunakan dalam sistem perencanaan
yang matang, tidak hanya mencegah polusi tetapi juga
menyediakan energi berkelanjutan, pupuk dan rekoveri nutrien
tanah. Untuk itu proses ini dapat mengubah limbah dari suatu
masalah menjadi suatu yang menguntungkan.
2.4 Teknologi Digester
Saat ini berbagai bahan dan jenis peralatan biogas telah
banyak dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan
karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran
ternak. Secara umum terdapat dua teknologi yang digunakan
untuk memperoleh biogas. Pertama, proses yang sangat umum
yaitu fermentasi kotoran ternak menggunakan digester yang
didesain khusus dalam kondisi anaerob. Kedua, teknologi yang
baru dikembangkan yaitu dengan menangkap langsung gas metan
dari lokasi tumpukan sampah tanpa harus membuat digester
khusus. Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan
biogas ditampilkan pada gambar berikut.
Gambar 2.2 Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan
biogas
Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]
Beberapa keuntungan kenapa digester anaerobik lebih banyak
digunakan antara lain :
1. Keuntungan pengolahan limbah
(a) Digester anaerobik merupakan proses pengolahan limbah
yang alami
(b) Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan
proses kompos aerobik ataupun penumpukan sampah
(c) Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang
(d) Memperkecil rembesan polutan
2. Keuntungan energi
(a) Proses produksi energi bersih
(b) Memperoleh bahan bakar berkualitas tinggi dan dapat
diperbaharui
(c) Biogas dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan
3. Keuntungan lingkungan .
(a) Menurunkan emisi gas metan dan karbondioksida secara
signifikan
(b) Menghilangkan bau
(c) Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk yang kaya
nutrisi
(d) Memaksimalkan proses daur ulang
(e) Menghilangkan bakteri coliform sampai 99% sehingga
memperkecil kontaminasi sumber air
4. Keuntungan ekonomi
Lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau
dari siklus ulang proses
Bagian utama dari proses produksi biogas yaitu tangki
tertutup yang disebut digester. Desain digester bermacam-
macam sesuai dengan jenis bahan baku yang digunakan,
temperatur yang dipakai dan bahan konstruksi. Digester dapat
terbuat dari cor beton, baja, bata atau plastik dan
bentuknya dapat berupa seperti silo, bak, kolam dan dapat
diletakkan di bawah tanah. Sedangkan untuk ukurannya
bervariasi dari 4-35 m3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat
dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi, 7 ekor babi
atau 500 ekor unggas.
Gambar 2.3 Beberapa macam digester
Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]
Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung
plastik atau digunakan langsung pada kompor untuk memasak,
menggerakan generator listrik, patromas biogas, penghangat
ruang/kotak penetasan telur dll.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan Pemanfaatan
Biogas Kotoran Ternak
Untuk memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas, diperlukan
beberapa syarat yang terkait dengan aspek teknis,
infrastruktur, manajemen dan sumber daya manusia. Bila
faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran
ternak menjadi biogas sebagai penyediaan energi dipedesaan
dapat berjalan dengan optimal.
Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi
pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas yaitu : (Dede
Sulaeman, 2009)
1. Ketersediaan ternak
Jenis, jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat
menjadi potensi bagi pengembangan biogas. Hal ini karena
biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran ternak.Kotoran
ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari
ternak ruminansia dan non ruminansia seperti sapi potong,
sapi perah dan babi; serta unggas.
Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya.
Untuk menjalankan biogas skala individual atau rumah tangga
diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi, atau 7 ekor
babi, atau 500 ekor ayam.
2. Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar
pemilihan jenis dan kapasitas biogas yang dapat digunakan.
Saat ini biogas kapasitas rumah tangga terkecil dapat
dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor
sapi atau 7 ekor babi atau 500 ekor ayam. Bila ternak yang
dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dipilihkan
biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber
atau semen) atau beberapa biogas skala rumah tangga.
3. Pola Pemeliharaan Ternak
Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat
berfungsi optimal. Kotoran ternak lebih mudah didapatkan
bila ternak dipelihara dengan cara dikandangkan dibandingkan
dengan cara digembalakan.
4. Ketersediaan Lahan
Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang
yang luasannya bergantung pada jenis dan kapasitas biogas.
Lahan yang dibutuhkan untuk membangun biogas skala terkecil
(skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m). Sedangkan skala
komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).
5. Tenaga Kerja
Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang
berasal dari peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting
mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila pengisian
kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta
dilakukan perawatan peralatannya.
Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak
optimalnya biogas disebabkan karena: pertama, tidak adanya
tenaga kerja yang menangani unit tersebut; kedua,
peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan
pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain
memelihara ternak.
6. Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi
padat cair kotoran ternak yang sesuai untuk menghasilkan
biogas, frekuensi pemasukan kotoran, dan pengangkutan atau
pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor. Bahan baku (raw
material) reaktor biogas adalah kotoran ternak yang
komposisi padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 3. Pada
peternakan sapi perah komposisi padat cair kotoran ternak
biasanya telah sesuai, namun pada peternakan sapi potong
perlu penambahan air agar komposisinya menjadi sesuai.
Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap
hari atau setiap 2 hari sekali tergantung dari jumlah
kotoran yang tersedia dan sarana penunjang yang dimiliki.
Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan
cara diangkut atau melalui saluran.
7. Kebutuhan Energi
Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik
akan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai energi.
Dengan demikian, kebutuhan peternak akan energi dari sumber
biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini
mengingat, bila energi lain berupa listrik, minyak tanah
atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan cukup di
lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari biogas
tidak menarik untuk dimanfaatkan. Bila energi dari sumber
lain tersedia, peternak dapat diarahkan untuk mengolah
kotoran ternaknya menjadi kompos atau kompos cacing
(kascing).
8. Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)
Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat
dimanfaatkan untuk memasak, menyalakan petromak, menjalankan
generator listrik, mesin penghangat telur/ungas dll. Selain
itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses
sanitasi sapi perah.
Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara
kandang ternak, reaktor biogas dan rumah peternak tidak
telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau instalasi
penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi
biogas dilakukan di rumah peternak baik untuk memasak dan
keperluan lainnya.
9. Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk
memanfaatkannya menjadi pupuk cair atau pupuk padat
(kompos). Pengeolahannya relatif sederhana yaitu untuk pupuk
cair dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator
agar unsur haranya dapat lebih baik, sedangkan untuk membuat
pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi kandungan
airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk
yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual
kepada kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan
pandapatan bagi peternak.
10. Sarana Pendukung
Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari
saluran air/drainase, air dan peralatan kerja. Sarana ini
dapat mempermudah operasional dan perawatan instalasi
biogas. Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan
kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas sehingga
kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air digunakan
untuk membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk
membuat komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai.
Sedangkan peralatan kerja digunakan untuk
mempermudah/meringankan pekerjaan/perawatan instalasi
biogas.
Selain sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku
untuk, menjalankan instalasi biogas dan merawatnya serta
memanfaatkan energi biogas menjadi modal utama dalam
pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Tanpa adanya
kemauan peternak untuk secara aktif mengoptimalkan biogas,
maka faktor-faktor lain tidak akan cukum membantu dalam
optimalisasi pemanfaatan biogas.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Studi Literatur dan Survei Lokasi
Studi literatur bertujuan untuk mempelajari proses
pembuatan biogas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Studi literatur dilakukan dengan mempelajari dari berbagai
sumber yang berhubungan dengan pengolahan biogas seperti
buku, majalah, internet dan sumber-sumber relevan lainnya.
Survei lokasi bertujuan untuk menentukan tipe digester
yang digunakan dan ketersediaan bahan baku. Dengan adanya
survei lokasi ini nantinya diharapkan mampu menghasilkan
biogas yang optimal. Sehingga hasil yang diharapkan dapat
tercapai.
3.2 Membangun Instalasi Biogas
Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester
yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan
bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling
banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana
pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap
hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak
yamg dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan. Lahan
yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester
diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali,
batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa
prolon.
Gambar 3.1 Tipe digester yang digunakan
Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]
Gambar 3.2 Unit pengolahan biogas
Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang
sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan kedalam
digester. Disamping digester harus dibangun juga penampung
sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya dapat
dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk
organik cair.
Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai dilakukan
proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai
berikut:
1. Mencampur kotoran ternak dengan air sampai terbentuk
lumpur dengan perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara.
Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan kedalam digester
2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang
pemasukan. Pada pengisian pertama kran gas yang ada diatas
digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara yang
ada didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama
ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak
sampai digester penuh.
3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran)
sebanyak 1 liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan
(RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0
m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi
proses fermentasi.
4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1
sampai ke-8 karena yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan
pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru terbentuk gas metan
(CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2
27% maka biogas akan menyala.
5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk
menyalakan api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai
hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi biogas