47
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Merkuri merupakan unsur yang mempunyai nomor atom yaitu 80, serta mempunyai massa molekul relatif yaitu 200,59. Merkuri mempunyai simbol kimia yaitu Hg, singkatan yang berasal dari bahasa Yunani yaitu hydragyrum (artinya cairan perak). Bentuk fisik dan kimianya sangat menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair tempertaur kamar (25 o C), titik bekunya paling rendah (-39 o C) mempunyai kecendrungan menguap lebih besar, mudah bercampur dengan lgam-logam menjadi logam campuran (amalgam/alloi), juga dapat mengalirkan arus listrik sebagai konduktor baik tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik rendah (Alfian 2006). Keberadaannya di alam dengan konsentrasi yang relatif rendah yaitu sekitar 1 mg/L. Kegiatan beberapa industri dan penggunaan pestisida berbahan aktif merkuri menyebabkan konsentrasi merkuri meningkat (Madigan et al. 2003) Menurut Fahruddin (2010), merkuri dan senyawa merkuri memiliki toksisitas sangat tinggi, karena sangat reaktif dan merupakan molekul-molekul aktif secara biologi, sehingga menyebabkan kehidupan makhluk hidup terganggu. Merkuri juga cepat tersebar luas jika telah masuk ke lingkungan karena mobilitasnya sangat tinggi dan dapat terkonsentrasi melalui rantai makanan. Senyawa merkuri dalam bentuk Hg(II) dapat terikat pada residu sistein protein manusia sehingga protein akan kehilangan aktivitasnya. Selain Hg(II), senyawa merkuri yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah senyawa merkuri organik, khususnya metil merkuri dan fenil merkuri. Senyawa ini sangat reaktif dan mempunyai mobilitas tinggi dibandingkan Hg(0) dan Hg(II), juga dapat menyerang saraf manusia melalui peredaran darah (Rasmussen et al. 2008 dalam Fatimawati et al. 2011). Merkuri masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Merkuri yang masuk dalam tubuh organisme air tidak dapat dicerna, dan merkuri dapat larut dalam lemak. Logam yang larut dalam lemak mampu untuk melakukan penetrasi pada membran sel, sehingga akhirnya ion-ion logam merkuri akan

Heavy Metal Bioremediation

  • Upload
    ipb

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Merkuri merupakan unsur yang mempunyai nomor atom yaitu 80, serta

mempunyai massa molekul relatif yaitu 200,59. Merkuri mempunyai simbol

kimia yaitu Hg, singkatan yang berasal dari bahasa Yunani yaitu hydragyrum

(artinya cairan perak). Bentuk fisik dan kimianya sangat menguntungkan karena

merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair tempertaur kamar (25 oC),

titik bekunya paling rendah (-39 oC) mempunyai kecendrungan menguap lebih

besar, mudah bercampur dengan lgam-logam menjadi logam campuran

(amalgam/alloi), juga dapat mengalirkan arus listrik sebagai konduktor baik

tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik rendah (Alfian 2006).

Keberadaannya di alam dengan konsentrasi yang relatif rendah yaitu sekitar 1

mg/L. Kegiatan beberapa industri dan penggunaan pestisida berbahan aktif

merkuri menyebabkan konsentrasi merkuri meningkat (Madigan et al. 2003)

Menurut Fahruddin (2010), merkuri dan senyawa merkuri memiliki

toksisitas sangat tinggi, karena sangat reaktif dan merupakan molekul-molekul

aktif secara biologi, sehingga menyebabkan kehidupan makhluk hidup terganggu.

Merkuri juga cepat tersebar luas jika telah masuk ke lingkungan karena

mobilitasnya sangat tinggi dan dapat terkonsentrasi melalui rantai makanan.

Senyawa merkuri dalam bentuk Hg(II) dapat terikat pada residu sistein

protein manusia sehingga protein akan kehilangan aktivitasnya. Selain Hg(II),

senyawa merkuri yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah senyawa

merkuri organik, khususnya metil merkuri dan fenil merkuri. Senyawa ini sangat

reaktif dan mempunyai mobilitas tinggi dibandingkan Hg(0) dan Hg(II), juga

dapat menyerang saraf manusia melalui peredaran darah (Rasmussen et al. 2008

dalam Fatimawati et al. 2011).

Merkuri masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa

jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Merkuri

yang masuk dalam tubuh organisme air tidak dapat dicerna, dan merkuri dapat

larut dalam lemak. Logam yang larut dalam lemak mampu untuk melakukan

penetrasi pada membran sel, sehingga akhirnya ion-ion logam merkuri akan

2

menumpuk (terakumulasi) di dalam sel dan organ-organ lain. Akumulasi tertinggi

biasanya dalam organ detoksikasi (hati) dan organ ekskresi (ginjal) (Palar 2004).

Salah satu usaha untuk detoksifikasi merkuri dapat dilakukan dengan

menggunakan mikroorganisme resisten merkuri seperti bakteri resisten merkuri.

Detoksifikasi merkuri oleh bakteri resisten merkuri terjadi karena bakteri resisten

merkuri memiliki gen resisten merkuri, operon mer (Silver & Phung 1998, dalam

dalam Fatimawati et al. 2011). Struktur operon mer berbeda untuk setiap jenis

bakteri. Ada beberapa bakteri yang memiliki selain gen merA, juga gen merB

maka bakteri tersebut disebut bakteri resisten merkuri spectrum luas. Protein

MerA mempunyai fungsi mereduksikan ion merkuri yang toksik menjadi logam

merkuri Hg(O) yang kurang toksik dan mudah menguap pada suhu kamar,

sedangkan protein MerB mempunyai fungsi mengkatalisis pemutusan ikatan

merkuri-karbon sehingga dihasilkan senyawa organik dan ion Hg(II) (Barkay

2003, dalam Fatimawati et al. 2011).

Bakteri pereduksi merkuri merupakan salah satu mikroorganisme yang bisa

digunakan pada metode bioremediasi karena mampu mereduksi merkuri dari

senyawa toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik sebagai

prasyarat utama (Rondonuwu et al. 2012). Kegiatan mengisolasi, menyeleksi,

mengidentifikasi, dan menguji bakteri pendetoksifikasi merkuri di rhizosfer

beberapa tanaman dirasa perlu untuk dilakukan karena diharapkan dari kegitan

tersebut bisa mendapatkan bakteri pereduksi merkuri yang bisa menjadi masukan

dalam usaha bioremediasi lahan yang tercemar merkuri.

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mengisolasi, menyeleksi,

mengidentifikasi, dan menguji bakteri pendetoksifikasi merkuri di rhizosfer

beberapa tanaman.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Rhizosfer

Istilah rhizosfer diperkenalkan pada tahun 1904 oleh Hiltner, seorang

ilmuwan Jerman untuk menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi oleh

perakaran tanaman (Gambar 1). Rhizosfer dicirikan oleh lebih banyaknya

kegiatan mikrobiologis dibandingkan kegiatan di dalam tanah yang jauh dari

perakaran tanaman (Rao 1994 dalam Prasetyawati 2009)

Gambar 1 Rhizosfer suatu tanaman (Prasetyawati 2009)

Prasetyawati (2009) menyatakan bahwa bakteri tanah banyak dijumpai di

daerah Rhizosfer. Banyak bakteri tanah yang telah diteliti, berperan sebagai

agensia hayati, berperan sebagai penambat N, pereduksi logam-logam berat,

senyawa-senyawa beracun dan lain sebagainya. Beberapa bakteri tanah ada yang

bersifat patogen terhadap tanaman, hewan dan manusia.

Populasi mikroba dalam Rhizosfer selain mempengaruhi pertumbuhan

tanaman, juga dapat meningkatkan kemampuan tanaman dalam absorbsi logam

berat pada tanah tercemar. Menurut Salt et al. (1995, dalam Prasetyawati 2009)

ada dua upaya untuk meningkatkan kemampuan tanaman dalam mengabsorbsi

logam berat pada tanah tercemar.

4

Pertama dengan menambahkan agen penghelat sintesis ke dalam tanah

(misalnya EDTA, HEDRA). Penilaian ini telah dicoba oleh Huang et al (1996,

dalam Prasetyawati 2009), yang menemukan bahwa EDTA dapat membantu

penyerapan logam berat oleh tanaman. Cara ke dua adalah dengan memanfaatkan

mikroba tanah penghuni daerah perakaran (rhizobakteri).

Keberadaan Merkuri di Alam

Logam merkuri atau air raksa mempunyai nama kimia hydragyrum yang

berarti perak cair, logam merkuri dilambangkan dengan Hg. Pada tabel periodika

unsur-unsur kimia menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai bobot atom

(200,59). Logam ini dihasilkan dari bijih sinabar. HgS yang mengandung unsur

merkuri antara 0,1%-4% (Palar 2004).

Secara umum logam merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. berwujud cair pada suhu kamar (25 oC) dengan titik beku paling rendah sekitar

39 oC

2. masih berwujud cair pada suhu 3960C. pada temperatur 3960C ini telah terjadi

pemuaian secara menyeluruh.

3. merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan

logam-logam yang lain.

4. tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri

sebagai logam yang sangat baik untuk mengantarkan daya listrik.

5. dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang

disebut juga dengan amalgam.

6. merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup, baik itu

dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan.

Pada dasarnya, merkuri/raksa (Hg) adalah unsur logam yang sangat penting

dalam teknologi di abad saat ini. Merkuri adalah unsur yang mempunyai nomor

atom yaitu 80, serta mempunyai massa molekul relatif yaitu 200,59. Merkuri

mempunyai simbol kimia yaitu Hg, singkatan yang berasal dari bahasa Yunani

yaitu hydragyrum (artinya cairan perak). Bentuk fisik dan kimianya sangat

menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair

tempertaur kamar (25 oC), titik bekunya paling rendah (-39 oC) mempunyai

5

kecendrungan menguap lebih besar, mudah bercampur dengan lgam-logam

menjadi logam campuran (amalgam/alloi), juga dapat mengalirkan arus listrik

sebagai konduktor baik tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik

rendah (Alfian 2006).

Merkuri di alam ditemukan dalam 3 bentuk, yaitu: metalik merkuri (Hgo),

mekurius merkuri (Hg) dan merkurik merkuri (Hg2+). Senyawa merkuri

mempunyai karakteristik dapat merusak membran dan menonaktifkan enzim

periplasma dan sitoplasma dalam sel. Metil-merkuri juga merupakan bentuk yang

sangat toksik terhadap organisma hidup. Tidak seperti metil-merkuri, HgCl2

merupakan merkuri yang relatif kurang toksik pada membran. (Benoit et al. 2001

dalam Imamuddin 2010).

Menurut Praseyawati (2009), merkuri di alam dapat ditemukan dalam tiga

bentuk, yaitu logam merkuri (Hgo), merkuro/merkuri anorganik (Hg22+ /Hg2+) dan

bentuk organik (R-Hg+, RHgR). Hasil pengujian toksisitas diketahui bahwa

merkuri organik khususnya metil merkuri (CH3Hg) lebih toksik dibanding bentuk

merkuri yang lain (Hgo, Hg+, Hg2+) Merkuri di alam mengalami siklus tertentu

(Gambar 2).

Logam Merkuri di tanah bisa berubah menjadi merkuri anorganik dan

merkuri organik oleh aktifitas mikrobia fotosintetis. Logam merkuri mudah

menguap, dan bisa kembali ke bumi melalui hujan asam. Merkuri organik dan

anorganik dapat masuk ke lingkungan perairan dan terakumulasi dalam tubuh

biota air melalui rantai makanan. Di dasar perairan, adanya sulfur dapat merubah

merkuri menjadi HgS, selanjutnya melalui aktifitas mikrobia pengguna sulfur

akan diubah menjadi metil merkuri (Barkay 2001 dalam Praseyawati 2009).

6

Gambar 2 Siklus merkuri di alam (Barkay 2001, dalam Praseyawati 2009)

Bahaya Utama terhadap Kesehatan

1. Merkuri elemental (Hg)

a. Inhalasi, paling sering menyebabkan keracunan

b. Tertelan ternyata tidak menyebabkan efek toksik karena absorpsinya yang

rendah kecuali jika ada fistula atau penyakit inflamasi gastrointestinal atau

jika merkuri tersimpan untuk waktu lama di saluran gastrointestinal.

c. Intravena dapat menyebabkan emboli paru.

Bentuk merkuri ini mudah melalui sawar otak dan plasenta karena bersifat

larut dalam lemak. Di otak ia akan berakumulasi di korteks cerebrum dan

cerebellum dimana ia akan teroksidasi menjadi bentuk merkurik (Hg++) ion

merkurik ini akan berikatan dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein

seluler sehingga menggangu fungsi enzim dan transport sel. Pemanasan logam

merkuri membentuk uap merkuri oksida yang bersifat korosif pada kulit, selaput

mukosa mata, mulut, dan saluran pernafasan (Kimsman 2011).

2. Merkuri inorganik

Merkuri inorganik sering diabsorpsi melalui gastrointestinal, paru-paru dan

kulit. Pemaparan akut dan kadar tinggi dapat menyebabkan gagal ginjal

sedangkan pada pemaparan kronis dengan dosis rendah dapat menyebabkan

proteinuri, sindroma nefrotik dan nefropati yang berhubungan dengan gangguan

imunologis (Kimsman 2011).

7

3. Merkuri organik:

Merkuri organik, terutama bentuk rantai pendek alkil (metil merkuri) dapat

menimbulkan degenerasi neuron di korteks cerebri dan cerebellum dan

mengakibatkan parestesi distal, ataksia, disartria, tuli dan penyempitan lapang

pandang. Metil merkuri mudah pula melalui plasenta dan berakumulasi dalam

fetus yang mengakibatkan kematian dalam kandungan dan cerebral palsy

(Kimsman 2011).

Ambang Batas Merkuri

Dari beberapa kasus akibat merkuri, dilaporka telah melebihi ambang batas

yang ditetapkan, antara lain oleh Food and Drug Administration (FDA). FDA

menetapkan batas kandungan maksimum merkuri di air yaitu 0,005 ppm dan

makanan yaitu 0,5 ppm. World Health Organisation (WHO) menetapkan batasan

maksimum yang lebih rendah untuk air, yaitu 0,0001 ppm. Jepang, Swiss, dan

Swedia menetapkan ambang batas 1 ppm produk laut yang boleh dikonsumsi,

sedangkan pemerintah Jerman dan AS menetapkan 0,5 ppm. Pemerintah

Indonesia memberi batas melalui Baku Mutu Ambient dan Limbah yang

ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan

KEK-02/MENKLH/1/1998. Baku mutu air untuk golongan A dan B memiliki

kandungan maksimum merkuri yang dianjurkan sebesar 0,0005 ppm dan

maksimum yang diperbolehkan sebesar 0,0001 ppm. Kadar maksimum yang

diperbolehkan pada air golongan C yaitu sebesar 0,002 ppm, sedangkan golongan

D sebesar 0,005 ppm. Baku mutu air limbah kandungan merkuri yang didizinkan

untuk air golongan 1 sebesar 0,001 ppm, golongan II sebesar 0,002 PPM,

golongan III sebesar 0,005 ppm dan golongan 1V sebesar 0,001 ppm (Faruddin

2010).

Detoksifikasi Bakteri oleh Bakteri

Mikrobia terutama bakteri mampu menyesuaikan diri pada lingkungan yang

tercemar logam, sehingga menjadi resisten. Mekanisme resistensi mikrobia dapat

dilakukan melalui cara-cara, sebagai berikut :

8

1. Biotransformasi (melalui oksidasi – reduksi)

2. Biopresipitasi (ion logam dipresipitasi pada permukaan sel melalui mekanisme

mikrobial seperti efflux kation atau mengubah pH)

3. Biosorpsi (menggunakan biomass mikrobia alami atau rekombinan untuk

adsorpsi ion metal) (Hughes & Poole 1989 dalam Praseyawati 2009).

Mekanisme detoksifikasi logam berat oleh mikrobia berlangsung sangat

komplek yang meliputi presipitasi dan kristalisasi logam berat yang terjadi pada

bagian ekstraseluler dan intraseluler mikrobia (Gadd 2000 dalam Praseyawati

2009). Perombakan senyawa merkuri organik menjadi merkuri anorganik secara

enzimatis ditunjukkan pada Gambar 3.

RHg+ Hg2+ RH

organomerkuri liase

Hg2+ Hgo (gas)merkuri reduktase

Gambar 3 Perombakan senyawa merkuri organik menjadi merkuri anorganik secara enzimatis (Praseyawati 2009)

Sistem detoksifikasi merkuri oleh sel bakteri yang paling umum adalah

sistem terinduksi (“inducible system”) yang melibatkan dua macam enzim yaitu

merkuri reduktase dan organomerkuri liase serta satu sistem pengangkutan Hg2+.

Ketiganya dikode oleh gen-gen yang terdapat pada plasmid dan transposon.

Merkuri reduktase merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap reduksi

Hg2+ menjadi Hgo. Enzim sitoplasmik ini telah dipelajari dalam plasmid dari

Pseudomonas sp., E. coli dan S. aureus; sebagai kofaktor adalah NADPH ataupun

NADH. Enzim ini spesifik untuk merkuri dan mengandung residu sistein yang

aktif melakukan reduksi oksidasi pada sisi aktifnya (Rinderle et al. dalam Hughes

& Poole 1989 dalam Praseyawati 2009 ). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa

enzim ini adalah flavoprotein dan mempunyai satu FAD.(William dan Silver

dalam Hughes dan Poole 1989 dalam Praseyawati 2009).

Praseyawati (2009) menyatakan bahwa merkuri reduktase juga dapat

mereduksi Hg2+ menjadi Hgo yang kemungkinan melibatkan pemindahan elektron

9

dari NADH ke FAD, kemudian ke sisi aktif disulfida dan pada akhirnya ke Hg 2+

yang terkhelat. Model mekanisme ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Model mekanisme aktivitas merkuri reduktase dalam mereduksi Hg2+

menjadi Hgo (Williams dan Silver dalam Hughes dan Poole 1989 dalam Praseyawati 2009).

Enzim lain yang bekerja dalam sistem detoksifikasi merkuri adalah

organomerkuri liase, tetapi aktivitas enzim ini belum diketahui. Mekanisme

resistensi dalam sistem detoksifikasi merkuri juga melibatkan sistem.

Kemampuan untuk tetap bertahan hidup dan berkembangbiak pada habitat yang

mengandung logam sangat tergantung pada kemampuan adaptasi secara genetik

maupun fisiologis (Gadd 2000 dalam Praseyawati 2009 ). Mekanisme resistensi

terhadap logam biasanya ditentukan oleh gen yang berada pada plasmid,

transposon 21 dan kromosom (Barkay, 1992; Hughes & Poole 1989 dalam

Praseyawati 2009). Selanjutnya dikatakan juga oleh Hughes & Poole (1989,

dalam Praseyawati 2009) bahwa, pengikatan logam pada permukaan sel bakteri

terjadi pada sisi anionik dinding sel, khususnya (1) kelompok phosphodiester pada

asam eikhoat; (2) kelompok karboksil pada peptidoglikan; (3) kelompok gula

hidroksil pada polimer dinding sel; (4) kelompok amida pada rantai peptida.

Sebagian besar bakteri menghasilkan polisakarida ekstraseluler yang mempunyai

10

muatan anionik dan berfungsi sebagai biosorben untuk kation logam (Gadd 1990

dalam Praseyawati 2009).

Bioakumulasi intraselluler biasanya terjadi memalui pengikatan pada

permukaan sel dan ditransport melintas membran ke bagian dalam sel. Transport

intraselular diikuti dengan akumulasi logam pada bagian dalam sel, sehingga

dapat menghasilkan detoksifikasi (Hughes & Poole 1989 dalam Praseyawati

2009). Bioakumulasi intraselular terjadi karena adanya makromolekul berupa

peptida pengikat logam (metal-binding peptida) seperti metallothioneins (MTs)

dan fitokhelatin. Keduanya merupakan molekul yang digunakan oleh sel untuk

mengimobilisasi ion logam karena adanya sisi pengikat dengan afinitas yang

tinggi (high affinity binding sites) (Bae et al. 2001 dalam Praseyawati 2009)

11

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan dari bulan Maret – Juni 2014. Pengambilan sampel

tanah dilakukan pada 10 titik lokasi di sekitar perkebunan dan hutan sekunder di

Cikabayan, Instititut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga, Bogor (Gambar 65.

Praktikum di laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan

Lingkungan, Dramaga, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari: 10 sampel tanah dari sekitar perakaran

tanaman, tanaman tembakau, ikan kecil, aquades steril, etanol 95% atau alkohol

97%, NaCl fisiologis 0,85%, medium Luria Bertani (LB), nutrient agar (NA),

nutrient broth (NB), sodium hypochlorid 1,5%; reagen pewarnaan gram; larutan

glukosa 1%; larutan sukrosa 1%; larutan H2O2 3%, minyak imersi, kapas,

alumunium foil, dan tissue.

Alat yang digunakan terdiri dari: autoclave, bor tanah, thermohigrometer,

shaker, cawan petri steril, jarum ose, tabung durham, batang pengaduk,

erlenmeyer, pembakar spiritus; laminar air flow (LAF), inkubator, hot plate,

spatula, oven, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas beker, vortex, timbangan

digital, pipet tetes, mikroskop, kaca objek, kaca penutup, botol semprot, dan

baki/baskom.

Metode

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Tanah

Pengukuran fisik dilakukan terhadap tanah, yaitu suhu udara dan

kelembaban udara menggunakan termohigrometer.

12

Gambar 5 Sepuluh titik pengambilan sampel tanah di sekitar rhizosfer beberapa tanaman: a). kelapa sawit; b). kopi; c). kayu manis; d). jagung kecil; e). singkong; f). jagung besar; g). ketapang; h). pinus; i). Karet; j). keladi

13

Isolasi

Larutan HgCl2 disiapkan dengan konsentrasi 75 ppm dan 100 ppm. Medium

cair (LB) dalam jumlah yang mencukupi dimasukkan ke dalam cawan petri,

kemudian seri percobaan dibuat dengan HgCl2 konsentrasi 75 ppm dan 100 ppm

dalam medium (LB). Suspensi tanah diinokulasikan ke dalam medium yang

mengandung HgCl2 dan di amati. Cawan petri yang memiliki konsentrasi HgCl2

dan tertinggi dimana mikrob nampak tumbuh dipilih. Suspensi di goreskan ke

medium (LB) padat yang mengandung HgCl2 dan dimurnikan.

Identifikasi/Karakterisasi

Langkah-langkah identifikasi bakteri, sebagai berikut:

a. Pengamatan ciri morfologi koloni (Cappucino & Sherman 1987 dalam Mulya

2008)

Koloni yang tumbuh pada media cawan diamati bentuk, warna, elevasi, tepian,

serta jenis pertumbuhan bakteri pada NA miring dan NB.

1) Pertumbuhan pada media miring

Ciri-ciri koloni diperoleh dengan menggoreskan jarum inokulum tegak dan

lurus (Gambar 6). Ciri-ciri koloni berdasarkan bentuknya adalah sebagai

berikut:

Gambar 6 Pertumbuhan koloni pada permukaan agar miring (Tim Lab. Mikrob 2008)

2) Pertumbuhan pada media agar tegak

Ciri-ciri koloni bakteri pada pertumbuhan agar tegak (Gambar 7) adalah

sebagai berikut:

echinulate filiform effuse beaded spreading plumose rhizoid

14

Gambar 7 Pertumbuhan koloni bakteri pada media agar tegak (Tim Lab Mikrob 2008)

3) Pertumbuhan pada cawan petri

Ciri-ciri yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

Ukuran

Margin

Bentuk

filiform echinulate papilliate beaded villose plumose arborescent

15

Elevasi

Permukaan

Permukaan koloni terdiri atas: halus mengkilap, kasar, berkerut

dan kering seperti bubuk.

Pigmentasi

Mikroorganisme kromogenik sering memproduksi pigmen

intraseluler. Beberapa jenis lain memproduksi pigmen ekstraseluler

yang dapat terlarut dalam media.

Karakteristik optik

Karakteristik optik diamati berdasarkan jumah cahaya yang

melewati koloni, yaitu: opaque (tidak tembus cahaya), translucent

(dapat ditembus cahaya sebagian), transparant (bening).

b. Pewarnaan gram (Pelczar & Chan 2006)

Satu ose isolat bakteri berumur 24 jam diambil dari biakan agar miring dan

diletakkan pada kaca objek secara aseptik, lalu difiksasi dengan melewatkan

kaca objek di atas api. Kaca objek yang berisi isolat kemudian ditetesi dengan

kristal violet selama 30 detik. Setelah itu kaca objek dibilas dengan akuades.

Kaca objek kemudian ditetesi dengan grams iodine, lalu didiamkan selama 1

menit dan dibilas kembali dengan akuades. Kaca objek diteteskan alkohol 70%

sampai apusan tampak bersih dari kristal violet dan dibilas dengan akuades.

Lalu kaca objek ditetesi dengan safranin, didiamkan selama 45 detik, dibilas

kembali dengan akuades dan dikeringkan. Kaca objek diamati di bawah

mikroskop dengan bantuan minyak imersi.

c. Pengamatan ciri fisiologis (Cappuccino & Sherman 1983; Collins & Lyne 1985

dalam Nofiani & Gusrizal 2004; Sunatmo 2009)

16

1) Uji motilitas

Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam media agar tegak NA dengan

metode tusuk, kemudian diinkubasi pada suhu 37 оC selama 24-48 jam.

Hasil inkubasi diamati adanya perluasan pada area tusukan, hal tersebut

mengindikasikan bahwa bakteri tersebut bersifat motil

2) Uji fermentasi gula (glukosa dan sukrosa)

Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam media NA yang telah ditambah

glukosa dan sukrosa yang dibuat dengan 5 ulangan untuk masing-masing

bakteri. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 оC selama 24-48 jam. Indikasi

pembentukan asam laktat positif apabila terjadi perubahan media dari hijau

kebiruan menjadi kuning tanpa pembentukan gas pada tabung durham. Uji

bersifat fermentasi asam campuran, apabila warna media berubah menjadi

kuning dan diikuti dengan pembentukan gas pada tabung Durham. Uji

bersifat fermentasi alkohol, apabila warna media tidak berubah dan hanya

terbentuk gas pada tabung Durham.

3) Uji katalase

Isolat bakteri digores ke gelas objek, kemudian ditetesi H2O2 3% pada

permukaan gelas objek. Uji positif ditandai adanya gelembung gas di

sekeliling pertumbuhan bakteri.

Uji kebutuhan oksigen

Isolat bakteri inokulasikan ke dalam media NA semi solid steril di dalam

tabung reaksi dan di inkubasi selama 24 jam. Pertumbuhan bakteri ditunjukan

dengan adanya kekeruhan pada media di dalam tabung reaksi (baik di permukaan

tabung, di tengah media, di dasar tabung maupun tersebar di dalam media).

Pengaruh tekanan osmotik terhadap bakteri

Ke dalam masing-masing cawan diisikan media NA dengan konsentrasi

NaCl 0,5, 3, 5 dan 15%, lalu diinokulasikan suspensi bakteri dengan streak

kontinyu. Untuk kontrol masing-masing biakan digunakan media yang tidak

ditambahi NaCl, kemudian diinkubasikan selama 48 jam dan diamati

pertumbuhannya.

17

Uji Patogenitas

Isolat bakteri 1 ose diinokulasikan pada erlenmeyer ± 20 mL media LB,

kemudian di shaker ± 1 hari, hingga bakteri tumbuh di dalam media. Tembakau

yang sudah siap, kemudian disuntikkan di bawah daun tersebut ± 1 mL dengan

suntikan steril, kemudian amati selama 24-48 jam. Daun tanaman yang

mengalami bercak-bercak berwarna kuning hingga nekrosis mengindikasikan

bahwa isolat bakteri mempunyai sifaf patogen terhadap tanaman.

Bioassay

Isolat bakteri 1 ose diinokulasikan pada erlenmeyer ± 20 mL media LB,

kemudian di shaker ± 1 hari, hingga bakteri tumbuh di dalam media. Larutan

HgCl2 1 ppm sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam gelas plastik dan

ditambahkan ± 1 mL isolat bakteri ke dalam gelas tersebut, kemudian ikan kecil

dimasukkan ke dalam gelas berisi HgCl2 dan berisi isolat bakteri, lalu diamati.

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sepuluh sampel tanah diambil dari pukul 11.00 – 12.15 wib di sekitar

perakaran tanaman berbeda-beda. Suhu udara berkisar dari 32 oC – 43 oC,

sementara kelembaban udara berkisar dari 59% - 76%. Suhu tertinggi yaitu pada

pukul 11.50 wib di sekitar perakaran tanaman Ketapang (Tabel 1). Hasil isolat

terpilih dari skrining dengan Hg 75 ppm dan 100 ppm berjumlah 7 isolat (Gambar

8). Hasil identifikasi morfologi, fisiologis, biokomia, kebutuhan oksigen,

pengaruh osmoralitas dan pewaarnaan Gram ditunjukkan oleh Tabel 2.

Tabel 1 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada beberapa lokasi sampel tanaman

TS Waktu (wib) SU (oC) K U (%) Keterangan

1 11.00 33 79 Kelapa sawit2 11.13 32 76 Kopi3 11.25 32 73 Kayu manis4 11.32 41 59 Jagung kecil5 11.40 42 61 Singkong6 11.50 43 59 Jagung besar7 11.58 37 60 Ketapang8 12.04 33 68 Pinus9 12.10 32 70 Karet

10 12.15 32 73 KeladiKeterangan: TS= titik sampel; SU= suhu udara; KU= kelembaban udara

Gambar 8 Hasil isolat dari skrining Hg 75 ppm dan 100 ppm

19

Tabel 2 Hasil pengamatan makroskopis, mikroskopis, dan uji fisiologis dan biokimia kebutuhan oksigen, pengaruh osmolaritas dan pewarnaan Gram, ketujuh isolat bakteri

Karakteristik Isoalat Bakteri

PTRF2B PTF3H KOC2HE BOC2HEPertumbuhan pada agar miring Spreading Spreading Spreading SpreadingPertumbuhan pada media cawan

a.  Ukuran T,K,S,B B K,S K

b.  Pigmentasi Putih Putih Pink Putih fr. Biru

c.  Karakteristik optik Translucent Translucent Opaque Opaqued.  Bentuk Rhizoid Felamentus Sirkular Sirkulare.  Elevasi Flat Flat Convex Convexf.   Permukaan Berkerut Halus Halus Halusg.  Margin Felamentus Felamentus Entire Entire

Sifat Gram Positif Positif Positif Positif Bentuk sel Coccus Coccus Coccus CoccusUji Biokimia

a.  Motilitas + - + +b.  Katalase + + + +c.  Glukosa - - - -d. Sukrosa - - - -

Kebutuhan oksigen Aerob Aerob Aerob Aerob Pengaruh tekanan osmotik

a.  0,5% - - - -b.  3% - - - -c.  5% - - - -d.  15% - - - -

KarakteristikIsoalat Bakteri

GOC2HE POC2HE KTRF2BPertumbuhan pada agar miring Effuse Spreading SpreadingPertumbuhan pada media cawan

a.  Ukuran K T,K,S Sb.  Pigmentasi Kuning Putih Pink c.  Karakteristik optik Opaque Opaque Translucentd.  Bentuk Sirkular Sirkular Rhizoide.  Elevasi Convex Convex Flatf.   Permukaan Halus Halus Berkerutg.  Margin Entire Entire Felamentus

Sifat Gram Positif Positif Positif Bentuk sel Coccus, basil Coccus BasilUji Biokimia

a.  Motilitas + - +b.  Katalase + + +c.  Glukosa - - -d. Sukrosa - - -

Kebutuhan oksigen Aerob Aerob AerobPengaruh tekanan osmotik

a.  0,5% - - -b.  3% - - -c.  5% - - -d.  15% - - -

Keterangan: T= titik; K= kecil; S= sedang; B= besar

20

Jumlah isolat bakteri pada konsentrasi Hg 75% (509 individu) lebih tinggi

daripada jumlah isolat bakteri pada konsentrasi Hg 100% (285 individu). Isolat

yang memili persentase tertinggi, baik pada konsentrasi Hg 75% maupun 100%

yaitu isolat dengan kode PTRF2B (Tabel 3). Semua isolat bakteri menunjukkan

hasil negatif pada uji patogenitas (Tabel 4). Uji bioassay menggunakan organisme

uji yaitu ikan mas (Cyprinus carpio Linn). Ikan mas mempunyai waktu yang lama

untuk bertahan hidup ketika media diinokulasi dengan isolat dengan kode

BOC2HE, GOC2HE, PTRF2B dan KTRF2B baik pada saat 0 inkubasi (Gambar

9) maupun pada saat 6 hari inkubasi (Gambar 10).

Tabel 3 Jumlah dan persentase skrining bakteri pada konsentrasi 75 ppm dan 100 ppm

No IsolatKonsentrasi Hg (ppm)75 100

Jumlah % Jumlah %1 PTRF2B 492,00 96,66 254,00 89,12

2 PTF3H 5,00 0,98 2,00 0,70

3 KOC2HE 2,00 0,39 5,00 1,75

4 BOC2HE 0,00 0,00 1,00 0,35

5 GOC2HE 0,00 0,00 1,00 0,35

6 POC2HE 9,00 1,77 22,00 7,72

7 KTRF2B 1,00 0,20 0,00 0,00

  Total 509,00 100,00 285,00 100,00

Tabel 4 Hasil uji patogenitas terhadap tujuh isolat bakteri

No Isolat Hasil uji patogenitas

1 PTRF2B Negatif

2 PTF3H Negatif

3 KOC2HE Negatif

4 BOC2HE Negatif

5 GOC2HE Negatif

6 POC2HE Negatif

7 KTRF2B Negatif

21

Gambar 9 Uji bioassay terhadap tujuh isolat bakteri pada 0 hari inkubasi

Gambar 10 Uji bioassay terhadap tujuh isolat bakteri pada 6 hari setelah sinkubasi

Pembahasan

1. Isolasi

22

Bakteri diisolasi dari rhizosfer sepuluh tanaman yang berbeda. Hal ini

diduga kerena keragaman bakteri di sekitar rhizosfer lebih tinggi dibandingkan di

luar rhizosfer, karena banyak eksudat akar yang bisa dimanfaatkan sebagai nutrisi

bagi bakteri. Pada saat isolasi bakteri, ditambahkan HgCl2 dengan konsentrasi 75

ppm dan 100 ppm ke dalam media LB. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan

isolat bakteri yang resisten terhadap konsentrasi Hg yang tinggi. Hal yang serupa

dilakukan oleh Sulastri (2002), yaitu menyeleksi isolat pereduksi merkuri di

dalam media LB yang mengandung HgCl2 dengan konsentrasi tinggi, yaitu 50

ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, 500 ppm dan 100 ppm kemudian

diinkubasi selama 3 hari. Isolat-isolat yang mampu tumbuh pada konsentrasi

HgCl2 tertinggi merupakan isolat unggul dan diduga memiliki enzim merkuri

reduktase. Praseyawati (2009) menyatakan bahwa merkuri reduktase juga dapat

mereduksi Hg2+ menjadi Hgo yang kemungkinan melibatkan pemindahan elektron

dari NADH ke FAD, kemudian ke sisi aktif disulfida dan pada akhirnya ke Hg 2+

yang terkhelat. Tapan et al.1992 dan Shazie et al (2002, dalam Imamuddin 2010)

menyatakan bahwa bakteri yang tahan terhadap logam berat adalah bakteri yang

telah lama beradaptasi terhadap lingkungan yang tercemar logam berat. Kondisi

lingkungan dan sumber isolar diduga juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri,

dimana suhu udara berkisar dari 32 oC – 43 oC, sementara kelembaban udara

berkisar dari 59% - 76% pada saat pengambilan sambel

Resistensi ketujuh isolat tersebut diduga berbeda-beda terhadap merkuri.

Canstein et al. (2002 Ayu tahun tidak diketahu) menyatakan bahwa isolat bakteri

resisten merkuri yang dapat tumbuh pada media yamg mengandung merkuri dapat

dikatakan bahwa bakteri tersebut memiliki tingkat ketahanan merkuri yang tinggi.

Resistensi setiap kultur bakteri yang diperoleh terhadap merkuri anorganik

berbeda. Smith et al. (1998, Ayu tahun tidak diketahui) menyatakan bahwa

perbedaan resistensi berhubungan dengan mekanisme respon populasi bakteri

terhadap merkuri. Ada tiga mekanisme respon terhadap stres merkuri. Pertama,

dengan cara menghambat metabolisme sel sehingga pertumbuhan sel lambat atau

sel mati. Kedua, menginduksi sistem operon resisten merkuri untuk bekerja

sehingga sel tetap hidup dalam kondisi stres. Ketiga, adanya plasmid yang

mengandung gen resisten merkuri yang masuk ke dalam sel. Bakteri resisten

merkuri memiliki proses detoksifikasi terhadap merkuri.

23

Proses detoksifikasi merkuri secara umum terdiri dari dua tahap. Tahap

pertama, senyawa organomerkuri didegradasi melalui pemecahan secara kaalis

ikatan C-Hg oleh organomerkuri liase, yang merupakan produk dari merB. Pada

tahap kedua, ion merkuri hasil dari tahap pertama direduksi secara enzimatis

dengan menggunakan enzim merkuri reduktase (hasil merA) dan mengonsumsi

NADPH. Hasil akhir berupa logam merkuri (Gambar 11)

Gambar 11 Proses detoksifikasi merkuri pada bakteri resisten merkuri (Gadd 1990 dalam Sulastri 2002)

Jumlah isolat bakteri pada media LB yang mengandung HgCl2 75 ppm lebih

tinggi dibandingan jumlah isolat bakteri pada media LB yang mengandung HgCl2

100 ppm. Hal tersebut membuktikan bahwa konsentrasi HgCl2 yang tinggi

mengahambat pertumbuhan bakteri atau bersifat lebih toksik. Sifat toksisitas

HgCl2 tersebut menyebabkan beberapa bakteri terbunuh dan hanya tujuh isolat

bakteri yang mampu bertahan hidup. Tujuh isolat bakteri tersebut diduga

mempunyai kemampuan adaptasi, meliputi adaptasi genetis dan adaptasi

fisiologis.

2. Identifikasi

24

Identifikasi bakteri pengguna HgCl2 dilakukan melalui tahap karakterisasi

berbagai sifat biokimia dan kenampakan morfologi koloni dan sel, pewarnaan

Gram, kebutuhan oksigen dan pengaruh osmoralitas. Isolat yang dominan tumbuh.

Sebagian besar koloni bakteri PTRF2B pada medium yang mengandung HgCl2

tampak lebih kasar dan tepi agak berkerut. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri

berusaha untuk dapat hidup pada kondisi stress lingkungan yang toksik. Aktivitas

terhadap stress lingkungan tersebut menyebabkan permukaan koloni menjadi

lebih kasar dan agak berkerut.

Bedasarkan hasil pengamatan makroskopis, mikroskopis, dan uji fisiologis

dan biokimia kebutuhan oksigen, pengaruh osmolaritas dan pewarnaan Gram,

ketujuh isolat bakteri pada Tabel 2 serta mengacu pada Bergey’s Manual of

Determinative Bacteriology, diduga bahwa di antara isolat-isolat tersebut

termasuk ke dalam genus bakteri Bacillus dan Pseudomonas. Hasil yang senada

diungkapkan oleh Prasetyawati (2009), dengan karakterisik morfologi dan

pengujian biokimia yang sama dengan hasil pengamatan pada praktikum. Brock

dan Madigan (1991, dalam Ijong & Dien 2011) juga melaporkan bahwa salah satu

bakteri yang dapat melakukan reduksi terhadap ion-ion Hg adalah Pseudomonas

sp.

Uji biokimia yang pertama kali dilakukan adalah uji motilitas. Sebagian

besar isolat adalah motil, kecuali isolat dengan kode PTF3H dan POC2HE. Hal ini

diamati dengan adanya perluasan pada area tusukan yang mengindikasikan bahwa

bakteri tersebut bersifat motil. Sifat motilitas suatu bakteri diduga terkait dengan

ketersedian oksigen. Hasil semua isolat menunjukkan bakteri termasuk golongan

aerob (membutuhkan oksigen) sehingga membuat bakteri bergerak mencari

sumber oksigen yang ada, namun pada kedua isolat di atas ada yang tidak motil,

meskipun tergolong bakteri aerob. Faktor ketelitan dan kontaminan diduga

menjadi penyebab hal tersebut bisa terjadi. Uji biokimia selanjutnya adalah uji

katalase.

Uji katalase bertujuan untuk mengetahui apakah suatu organisme memiliki

enzim katalase atau tidak. Metode yang digunakan adalah dengan mengambil

sedikit dari kultur biakan bakteri kemudian mensuspensikannya dengan larutan

H2O2 kemudian mengamatinya selama kurang lebih 5 menit apakah terjadi

gelembung gas. Dalam literatur disebutkan bahwa enzim katalase dapat

25

menguraikan hidrogen peroksida (Gambar 12) yang bersifat racun bagi sel dan

menghasilkan gas oksigen  dan air sesuai reaksi (Pelczar dan Chan 2006). Selama

respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif), mikroorganisme menghasilkan

hidrogen peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida yang sangat

beracun. Senyawa ini dalam jumlah besar akan menyebabkan kematian pada

mikroorganisme. Senyawa ini dihasilkan oleh mikroorganisme aerobik, fakultatif

aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi aerobik. Senyawa

ini dihasilkan oleh mikroorganisme aerobik, fakultatif aerob maupun

mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi aerobik. Superoksida dismutase

adalah enzim yang bertanggung jawab untuk penguraian khususnya superoksida

pada organisme aerob yang bersifat katalase negatif (Tim Labor Mikrobiologi

2008).

Gambar 12 Proses katalase dalam penguraian hidrogen peroksida (Tim Labor Mikrobiologi 2008)

Sebagian besar isolat termasuk bakteri aerob dan pada pengujian katalase

menunjukkan hasil yang positif. Hal ini senada dengan pernyataan di atas bahwa

mikrob aerobik memiliki enzim katalase yang dapat menguraikan hidrogen

peroksida. Uji biokimia terakhir yaitu uji fermmentasi karbohidrat (glukosa dan

sukrosa).

Organisme dapat menggunakan karbohidrat tergantung enzim yang dimiliki.

Beberapa organisme dapat memfermentasi gula seperti glukosa secara anerobik

atau aerobik, sedangkan yang bersifat anaerobik fakultatif dapat menggunakan

lintasan aerobik dan anaerobik. Pada fermentasi, substrat seperti karbohidrat

26

(glukosa dan sukrosa) dan alkohol akan mengalami disimilasi anaerobik dengan

menghasilkan asam organik (asam laktat, format, asetat) yang diikuti gas hidrogen

atau CO2. Mikrob anaerob fakultatif biasanya pelaku fermentasi karbohidrat.

Degradasi fermentasi dalam lingkungan anaerobik berlangsung dalam tabung

reaksi berisi tabung durham dengan posisi terbalik untuk menyimpan gas

(Sunatmo 2009). Hal ini sesuai sesuai dengan hasil pengamatan pada isolat bakteri

aerob yang tidak mampu memfermentasi glukosa dan sukrosa. Pewarnaam Gram

dilakukan setelah uji biokimia.

Menurut Pelczar dan Chan (2006) pewarnaan Gram bertujuan untuk

membedakan sel bakteri ke dalam dua kelompok, yaitu Gram positif dan Gram

negatif sehingga mempunyai arti penting dalam klasifikasi dan diferensiasi

mikroorganisme. Reaksi tersebut didasarkan atas perbedaan komposisi kimiawi

dinding sel. Sel Gram positif mempunyai dinding dengan lapisan peptidoglikan

yang tebal, sedangkan Gram negatif lebih tipis dan diliputi lapisan membran luar

yang tersusun oleh lipid. Pada saat sel diberi larutan kristal violet, bakteri Gram

positif dan Gram negatif akan berwarna ungu, lalu ketika diberikan larutan

yodium, kedua sel bakteri tersebut masih berwarna ungu, kemudian ketika

diberikan larutan alkohol maka sel bakteri Gram positif akan tetap ungu, namun

sel bakteri Gram negatif akan tidak berwarna, dan ketika diberikan safranin, maka

sel bakteri Gram positif akan tetap berwarna ungu, sedangkan bakteri Gram

negatif akan berwarna merah.

Semua isolat bakteri hasil pengamatan menunjukkan hasil yang sama yaitu

Gram positif dengan bentuk sel coccus dan basil. Menurut Bagdanova (1998,

dalam Sulastri 2002), bakteri resisten merkuri terdistribusi secara luas di alam

yang terdiri dari bakteri Gram positif dan Gram negatif. Prasetyawati (2009)

melaporkan bahwa bakteri resisten merkuri yang diisolasi dari rhizosfer tanaman

tergolong bakteri Gram positif dengan bentuk sel yaitu coccus dan basil.

Uji Patogenitas

Salah satu uji yang dapat dilakukan untuk mengetahui kualitas pupuk hayati,

yaitu dengan uji patogenitas. Uji patogenitas pupuk hayati dilakukan terhadap

tanaman tembakau yang dikenal sangat sensitif terhadap penyakit tanaman.

Biakan bakteri 107 disuntikkan ke bagian bawah daun tembakau (stomata) dengan

27

menggunakan syringe tanpa jarum. Jika setelah 24 jam terjadi nekrosis, artinya

patogenitas positif (Permentan (2009).

Hasil pengujian reaksi hipersensitifitas menunjukkan bahwa semua isolat

yang diuji tidak mampu menimbulkan bercak nekrosis pada daun tembakau. Ini

berarti bahwa isolat-isolat tersebut bukan merupakan patogen tumbuhan.

3. Bioassay

Bioassay adalah suatu uji dengan menggunakan organisme akuatik untuk

mendeteksi atau mengukur akibat dari satu atau lebih bahan-bahan, faktor-faktor

lingkungan secara tersendiri atau bersama terhadap organisme akuatik (Wardoyo,

1982, dalam Mirdat et al. 2013; Sriyani & Salam 2008). Organisme uji yang

digunakan pada uji bioassay adalah ikan mas. Menurut dalam Soemirat (2003,

dalam Husni & Esmralda Tahun tidak diketahui), organisme yang biasa digunakan

dalam uji toksisitas yang mewakili setiap tingkat trofis dalam piramida rantai

makanan. Ikan mas (C. carpio) termasuk organisme trofis tingkat 4 pada tingkat

rantai makanan.

Penaksiran efek toksikologis dari beberapa polutan kimia dalam lingkungan

dapat diuji dengan menggunakan species yang mewakili lingkungan yang ada di

perairan tersebut. Species yang diuji harus dipilih atas dasar kesamaan biokemis

dan fisiologis dari species dimana hasil percobaan digunakan (Soemirat 2003

dalam Husni & Esmralda Tahun tidak diketahui)). Kriteria organisme yang cocok

untuk digunakan sebagai uji hayati tergantung dari beberapa faktor organisme

harus sensitif terhadap material beracun dan perubahan lingkungan,

penyebarannya luas dan mudah didapat dalam jumlah yang banyak; · mempunyai

arti ekonomi, rekreasi dan kepentingan ekologi baik secara daerah maupun

nasional; mudah dipelihara dalam laboratorium; dan mempunyai kondisi yang

baik, bebas dari penyakit dan parasit,·dan sesuai untuk kepentingan uji hayati

(American Public Health Associaton 1976 dalam Husni & Esmralda (tahun tidak

diketahui). Ikan mas diduga memeliki karakteristik organisme yang cocok untuk

digunakan sebagai uji hayati.

Pengamatan terhadap tingkah laku Ikan mas selama percobaan

memperlihatkan kepanikan ketika terkontaminasi oleh larutan HgCl2, dimana pada

jam berikutnya hewan uji tampak mulai lemas. Hal tersebut diawali dengan ikan

mas mulai bergerak cepat tidak teratur saat, lalu lebih memilih tempat bergerak di

28

bawah permukaan air. Lama kelamaan, ikan berenang miring, insang ikan banyak

mengeluarkan lendir, lemas dan akhirnya mati.

Insang ikan banyak mengeluarkan lendir sebagai respon penyaringan

masuknya racun ke dalam tubuh. Lendir yang terlalu banyak dapat menghambat

ma-suknya oksigen ke dalam tubuh, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Racun yang masuk ke dalam tubuh hewan uji akan terakumulasi di dalam ginjal.

Kematian hewan uji dapat disebabkan karena keterbatasan ginjal untuk

menganulir bahan pencemar. Menurut Elrifadah (2011), faktor lingkungan yang

cukup berpengaruh terhadap mortalitas hewan uji adalah konsentrasi limbah,

perubahan suhu, pH, dissolved oxygen (DO), salinitas dan alkalinitas

Secara klinis hewan yang terkontaminasi racun memperlihatkan gejala

stress bila dibandingkan dengan kontrol, ditandai dengan menurunnya gerakan

kurang stabil, dan cenderung berada di dasar. Hal ini diduga sebagai suatu cara

untuk memperkecil proses biokimia dalam tubuh yang teracuni, sehingga efek

lethal yang terjadi lebih lambat (Rochmansyah et al. 1998 dalam Rudiyanti &

Ekasari (2009). Menurut Palar (2004), keberadaan dari suatu toksikan akan dapat

mempengaruhi kerja dari enzim-enzim fisiologis tubuh.

Elrifadah (2011) menunjukkan hasil yang sama pada hasil pengamatan.

Proses kematian ikan mas yang dipaparkan dalam larutan limbah sasirangan dari

sisa pencelupan diawali dengan gerak operkulum yang sangat cepat. Gerakan

operkulum ini mencapai 125 kali per menit, sedangkan pada kondisi normal hanya

60-75. kali per menit. Gerakan sirip-sirip juga sangat cepat, terutama sirip ekor

dan sirip dada dan mulutnya sering disembulkan ke permukaan. Selanjutnya

seluruh tubuh ikan uji banyak mengeluarkan lendir dan keseimbangan mulai

terganggu. Seiring dengan makin melemahnya gerak operkulum (sekitar 20-25

kali per menit) ikan mas mulai hilang keseimbangan, ditandai dengan posisi tubuh

miring atau terbalik. Gejala ini segera diakhiri dengan kematian hewan uji dengan

mulut terbuka.

Akumulasi logam pada ikan diawali dengan proses pengambilan (uptake)

melalui insang dan kemudian terserap ke dalam seluruh jaringan tubuh dan

tersimpan/tersekap di dalam. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses ‘uptake’

Hg dan jumlah yang akan terakumulasi, di antaranya adalah: kecepatan

metabolisme, ukuran dan jenis, alkalinitas dan pH. Selain itu, proses demetilasi,

29

suhu, tingkat kontaminasi, waktu, sumber dan bentuk Hg, serta tingkat kehidupan

organisme sangat mempengaruhi proses ‘uptake’ (Sorensen 1991 dalam Lasut

2009). Transport Hg di dalam jaringan tubuh ikan terjadi dimana logam tersebut

diangkut oleh darah dalam bentuk terikat dengan protein. Merkuri metil berikatan

dengan protein hemoglobin dalam sel darah merah ikan (Heath 1987 dalam Lasut

2009)

Empat isolat dengan kode BOC2HE, GOC2HE, PTRF2B dan KTRF2B

mempuyai mortalitas lebih lama di dalam 100 mL kandungan HgCl2 1 ppm, baik

pada saat isolat diinkubasi pada 0 hari maupun 6 hari. (Madigan et al. 2003)

keberadaan merkuri di alam dengan konsentrasi yang relatif rendah yaitu sekitar 1

ppm. Oleh karena itu, konsentrasi HgCl2 yang digunakan dalam praktikum ini

adalah 1 ppm agar kondisinya sama dengan konsenrasi merkuri di alam. Brock &

Madigan (1991, dalam Ijong & Dien 2011) juga menyatakan bahwa kemampuan

mereduksi atau mengoksidasi ion-ion logam termasuk ion-ion merkuri sangat

bervariasi tergantung dari spesies bakteri, bahkan hasil penelitian Ijong (2004,

dalam Ijong & Dien 2011) dan Ijong (2006, dalam Ijong & Dien 2011) terhadap

isolat Thiobacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang diisolasi dari area reklamasi

pantai Manado mendapatkan hasil bervariasi.

SIMPULAN

30

Hasil praktikum di atas menyimpulkan bahwa

1. Hasil isolasi bakteri pereduksi merkuri dari rhizosfer berbegai tanaman

memperlihatkan 7 isolat, yaitu PTRF2B, POC2HE, PTF3H, KTRF2B,

KOC2HE, BOC2HE, GOC2HE memiliki kemampuan mereduksi merkuri

2. Hasil karakterisasi menunjukkan semua isolat memiliki kesamaan ciri

mikroskopik tergolong bakteri Gram Positif dan berbentuk coccus dan basil

dan diduga bahwa di antara isolat-isolat tersebut termasuk ke dalam genus

bakteri Bacillus dan Pseudomonas. Namun, untuk memperoleh hasil

identifikasi yang akurat dan teliti perlu diadakan identifikasi molekuler 16s

RNA.

3. Empat isolat dengan kode BOC2HE, GOC2HE, PTRF2B dan KTRF2B

mempuyai mortalitas lebih lama di dalam 100 mL kandungan HgCl2 1 ppm,

baik pada saat isolat diinkubasi pada 0 hari maupun 6 hari. Kemampuan

mereduksi atau mengoksidasi ion-ion logam termasuk ion-ion merkuri sangat

bervariasi tergantung dari spesies bakteri. Faktor lingkungan yang cukup

berpengaruh terhadap mortalitas hewan uji adalah konsentrasi limbah,

perubahan suhu, pH, dissolved oxygen (DO), salinitas dan alkalinitas

DAFTAR PUSTAKA

31

Alfian. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya Bagi Kesehatan Manusia dan Lingkungan. Medan: Universitas Sumaetra Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/708/1/08E00123.pdf [20 Juni 2014]

Ayu RD. Tahun tidak diketahui. Isolasi dan Uji Resistensi Antibiotik Bakteri Resistensi Merkuri (Hg) dari Kawasan Pantai Losari Makassar. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4005/ISOLASI%20DAN%20UJI%20RESISTENSI%20ANTIBIOTIK%20BAKTERI%20RESISTENSI%20MERKURI%20%28Hg%29%20DARI%20KAWASAN%20PANTAI%20LOSARI%20MAKASSAR.pdf?sequence=1 [20 Juni 2014]

Elrifadah, Mangalik A, Chairuddin Gt, Halang B. 2011. Penentuan Tingkat Toleransi Ikan Mas (Cyprinus carpio L) terhadap Limbah Cair Industri Sasirangan. EnviroScienteae. [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 7: 138-149. Tersedia pada: http://eprintpasca.unlam.ac.id/920/1/Elrifadah_Es%207.3.pdf

Fahruddin. 2010. Bioteknologi Lingkungan. Bandung: Alfabeta

Fatimawati, Badaruddin F, Yusuf I. 2011. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Resisten Merkuri dari Muara Sungai Sario yang Dapat Digunakan untuk Detoksifikasi Limbah Merkuri. [Internet]. Jurnal Ilmiah Sains [diunduh 2014 Maret 07];11(2): 282-288. Tersedia pada: http://ejournal.unsrat.ac.id

Husni H, Esmralda MT. Tahun tidak diketahui. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Lin) -(Studi Kasus: Limbah Cair Industri Tahu “SUPER”, Padang). http://repository.unand.ac.id/17022/1/Uji_Toksisitas_Akut_Limbah_Cair_Industri_Tahu.pdf [20 Juni 2014]

Ijong HG, Dien HA. 2011. Karakteristik Bakteri Pereduksi Merkuri (Escherichia coli) Diisolasi dari Perairan Pantai Teluk Manado. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 7(3): 103-108. Tersedia pada: http://ejournal.unsrat.ac.id

Imamuddin H. 2010. Pola Pertumbuhan dan Toksisitas Bakteri Resisten HgCl2

Ochrobactrum sp. S79 dari Cikotok, Banten. Ekosains [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 2(2): 26-32. Tersedia pada: http://eprints.uns.ac.id/1492/1/4-8-1-SM.pdf

Kimsman. 2011. Merkuri dan Dampaknya terhadap Kesehatan Manusia. http://kimsman1sbw.files.wordpress.com/2011/07/merkesman4.pdf. [20 Juni 2014]

Lasut MT. 2009. Proses Bioakumulasi dan Biotransfer Merkuri (Hg) pada Organisme Perairan di dalam Wadah Terkontrol. Jurnal Matematika dan Sains [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 14(3): 89-95. Tersedia pada: http://journal.fmipa.itb.ac.id

32

Madigan MI, Martinko JM, Parker J. 2003. Biology of Microorganisme. United Stated of America: Pearson Education, Inc

Mirdat, Patadungan YS, Isrun. 2013. Status Logam Berat Merkuri (Hg) dalam Tanah Pada Kawasan Pengolahan Tambang Emas di Kelurahan Poboya, Kota Palu. Agrotekbis [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 1(2):127-134. Tersedia pada: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=111538&val=5153&title=Status%20Logam%20Berat%20Merkuri%20%28Hg%29%20Dalam%20Tanah%20Pada%20Kawasan%20Pengolahan%20Tambang%20Emas%20Di%20%20Kelurahan%20Poboya,%20Kota%20Palu

Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi logam berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Pelczar MJ, Chan ECS. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI – Press.

Permentan. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah

Tim Lab Mikrob. 2008. Panduan Praktikum Mikrobiologi Dasar. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman

Prasetyawati ET. 2009. Bakteri Rhizosfer Sebagai Pereduksi Merkuri dan Agensia Hayati. Surabaya (ID): UPN Press

Rondonuwu SB, Santosa DA, Suprihatin, Lay BW. 2012. Uji Aktivitas Bakteri Pereduksi Merkuri Asal Pesk Talawan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Forum Pascasarjana. 35(3): 167-177

Rudiyaanti S, Ekasari AD. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Saintek Perikanan [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 5(1): 49-54. Tersedia pada: http://ejournal.undip.ac.id

Sriyani N, Salam AK. 2008. Penggunaan Metode Bioassay untuk Mendeteksi Pergerakan Herbisida Pascatumbuh Paraquat dan 2,4-D dalam Tanah. J. Tanah Trop. [Internet]. [diunduh pada 20 Juni 2014]; 13(3): 199-208. Tersedia pada: http://journal.unila.ac.id/index.php/tropicalsoil/article/viewFile/60/pdf

Sulastri. 2002. Uji Aktivitas Merkuri Reduktase Bakteri dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah [Tesis]. Bogor: Institut Petanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7891/2002sul.pdf?sequence=4. [20 Juni 2014]

33

LAMPIRAN

34

Lampiran 1 Kegiatan praktikum

Gambar 13 Kegiatan praktikum di Laboratorium Bioteknologi Tanah. a). penimbangan sampel tanah; b). memasukkan 1 gram tanah ke garam NaCl fisiologis; c). menghomogenkan tanah dalam larutan fisiologis; d). Hasil pengenceran bertingkat; e). Pengambilan 1 mL sampel tanah; f). memasukkan media LB ke cawan petri; g). Hasil pembuatan larutan Hg 75 ppm dan 100 ppm; h). pemipetan 0,1 ml masing masing konsentrasi Hg ke dalam cawan petri berisi media LB; i). Purifikasi bakteri; j). pengamatan morfologi; k). persiapan uji glukosa; l). Pewarnaan Gram

35

Lampiran 2 Kegiatan uji patogenitas dan uji bioassay

Gambar 14 Uji patogenitas dan uji bioassay. a). isolat bakteri; b). pengambilan isolat dengan suntikan; c) penyuntikan terhadap daun tembakau; d). Hasil uji patogenitas terhdap tembakau; e). uji isolat bakteri pada 0 hari inkubasi terhadap ikan; f). uji isolat bakteri pada 6 har inkubasi terhadap ikan

Lampiran 3 Sepuluh sampel tanah

a b

c d

e f

36

Gambar 15 Hasil pengambilan sepuluh sampel tanah. a). tanah pada kantong plastik dari lapangan; b). tanah yang sudah ditimbang 1 gram

Lampira 4 Isolat bakteri pada agar miring

Gambar 16 Pertumbuhan tujuh isolat bakteri pada agar miring

Lampiran 5a Hasil pengamatan morfologi bakteri

Tabel 5 Hasil pengamatan morfologi bakteri pada konsentrasi 75 ppm

a

b

37

Ukuran Pgmn Kar. Optik Bentuk Elevasi Prmkaan Margin KodeI 1 2 Besar Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTF3H

2 4 Kecil= 1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BBesar=3 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

II 1 1 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B2 38 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

Sedang=7 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=30 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

III 1 44 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=9 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=29 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BTitik=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 25 Besar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=11 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=6 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BTitik=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

IV 1 4 Besar=2 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTF3HSedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 200 Sedang=8 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=15 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BTitik=177 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

V 1 2 Besar Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HE

2 9 Kecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HEBesar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil2=5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

VI 1 75 Sedang=9 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=56 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BTitik=10 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 3 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=15 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

VII 1 36 Besar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=15 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=17 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 7 Besar=3 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

VIII 1 10 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BBesar=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTF3HSedang=5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 23 Besar=5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=8 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BTitik=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE

IX 1 7 Kecil1=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HEKecil2=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HEBesar=5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 8 Kecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HETitik=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BBesar=5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

X 1 2 Kecil=2 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE2 9 Besar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

Sedang1=1 Pink Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous KTRF2BSedang2=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=3 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE

Jumlah 509

TS JK Pengamatan MorfologiUl

Keterangan: TS= titik sampel; UL= ulangan; JK= jumlah koloni; Pgmn= pigmentasi; Kar.optik= karakterist ik optik

Lampiran 5b Hasil pengamatan morfologi bakteri

38

Tabel 6 Hasil pengamatan morfologi bakteri pada konsentrasi 100 ppm

Ukuran Pigmentasi Kar. O ptik Bentuk Elevasi Pmkaan Margin KodeI 1 6 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

Kecil=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HEKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HESedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 4 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HEKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE

II 1 8 Besar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BBesar=1 Putih Translucent Irreguler Convex Halus Entire POC2HEKecil=1 Putih fr. biru Opaque Circular Convex Halus Entire BOC2HEKecil=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HETitik=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE

2 9 Besar=3 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HEKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HESedang = 5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

III 1 7 Besar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

IV 1 4 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE

2 23 Besar=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTRF2BBesar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=18 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

V 1 49 Besar=10 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=9 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HEKecil=29 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 43 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=10 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=31 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

VI 1 67 Besar=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTF3HSedang=6 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=4 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTRF2BTitik=8 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=48 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 3 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

VII 1 10 Sedang=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HESedang=9 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 9 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTRF2BKecil=5 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE

VIII 1 4 Sedang=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HEKecil=1 Kuning Opaque Circular Convex Halus Entire GOC2HE

2 5 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=3 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HETitik=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE

IX 1 28 Besar=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTRF2BSedang=3 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HETitik=9 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=14 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B

2 2 Besar=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTF3HSedang=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE

X 1 1 Sedang=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B2 3 Kecil=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HE

Kecil=2 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE

285

Pengamatan Morfologi

Jumlah

TK UL JK

Keterangan: TS= t itik sampel; UL= ulangan; JK= jumlah koloni; Pgmn= pigmentasi; Kar.optik= karakteristik optik

Lampiran 6a Uji fisiologis dan biokimia

39

Gambar 17 Uji fermentasi karbohidrat: a). glukosa; b). sukrosa ulangan 1; c). sukrosa ulangan 2

Lampiran 6b Uji fisiologis dan biokimia

a

b

c

40

Gambar 18 Hasil pengamatan uji katalase terhadap tujuh isolat bakteri

Lampiran 6c Uji fisiologis dan biokimia

41

Gambar 19 Uji motilitas terhadap tujuh isolat bakteri

Lampiran 7a Hasil pewarnaan Gram

42

Gambar 20 Hasil pengamatan pewarnaan Gram terhadap tiga isolat bakteri

Lampiran 7b Hasil pewarnaan Gram

KOC2HE (400 X) PTF3H (400 X)

BOC2HE (1000 X)

43

Gambar 21 Hasil pengamatan pewarnaan Gram terhadap empat isolat bakteri

Lampiran 8 Pengaruh tekanan osmotik

PTRF2B (1000 X)PTRF2B (1000 X)

KTRF2B (1000 X)GOC2HE (1000 X)

44

Gambar 22 Hasil pengamatan pengaruh tekanan osmotik terhadap tujuh isolat bakteri

Lampiran 9 Kebutuhan oksigen

PTRF2B PTF3H

BOC2HE GOC2HE

KTRF2B POCHE

KOC2HE

45

Gambar 23 Hasil pengamatan uji kebutuhan oksigen terhadap tujuh isolat bakteri

Lampiran 10 Jadwal kegiatan praktikum di Lboratorium

46

Tabel 7 Jadwal kegiatan praktikum kelompok dua

No Tanggal Kegiatan Keterangan

1 19 Maret Pengambilan 10 sampel tanah Baik

2 21 Maret Pembuatan dan persiapan NaCl fisiologis ke dalam 70 tabung reaksi Baik

Sterilisasi cawan petri sebanyak 40 buah Baik

3 24 Maret Sterilisasi tabung reaksi berisi NaCl fisiologis sebanyak 70 tabung Baik

Pembuatan media LB sebanyal 600 Ml Baik

Isolasi bakteri dari 10 sampel tanah Baik

4 07 April Pembuatan media LB sebanyal 600 Ml Baik

Sterilisasi cawan petri sebanyak 40 buah Baik

5 08 April Karakterisasi morfologi isolat bakteri Baik

Purifikasi Baik

6 11 April Pembuatan media LB sebanyal 1500 Ml Baik

Persiapan media untuk uji fisiologis dan biokimia Baik

7 12 April Uji fisiologis dan biokimia bakteri 1 Baik

8 16 April Pengamatan uji fisiologis dan biokimia 1 Baik

9 21 April Uji fisiologis dan biokimia bakteri 2 Baik

Pengamatan uji fisiologis dan biokimia 2 Baik

10 22 April Uji Bioassay 1 Baik

11 06 Juni Kultur bakteri untuk uji patotenitas Baik

12 07 Juni Kultur bakteri untuk uji bioassay Baik

47

13 09 Juni Uji patogenitas terhadap tembakau Baik

14 10 Juni Uji Bioassay 2 Baik

15 12 Juni Pengamatan uji patogenitas Baik

16 13 Juni Uji bioassay 3 Baik