Upload
ipb
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Merkuri merupakan unsur yang mempunyai nomor atom yaitu 80, serta
mempunyai massa molekul relatif yaitu 200,59. Merkuri mempunyai simbol
kimia yaitu Hg, singkatan yang berasal dari bahasa Yunani yaitu hydragyrum
(artinya cairan perak). Bentuk fisik dan kimianya sangat menguntungkan karena
merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair tempertaur kamar (25 oC),
titik bekunya paling rendah (-39 oC) mempunyai kecendrungan menguap lebih
besar, mudah bercampur dengan lgam-logam menjadi logam campuran
(amalgam/alloi), juga dapat mengalirkan arus listrik sebagai konduktor baik
tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik rendah (Alfian 2006).
Keberadaannya di alam dengan konsentrasi yang relatif rendah yaitu sekitar 1
mg/L. Kegiatan beberapa industri dan penggunaan pestisida berbahan aktif
merkuri menyebabkan konsentrasi merkuri meningkat (Madigan et al. 2003)
Menurut Fahruddin (2010), merkuri dan senyawa merkuri memiliki
toksisitas sangat tinggi, karena sangat reaktif dan merupakan molekul-molekul
aktif secara biologi, sehingga menyebabkan kehidupan makhluk hidup terganggu.
Merkuri juga cepat tersebar luas jika telah masuk ke lingkungan karena
mobilitasnya sangat tinggi dan dapat terkonsentrasi melalui rantai makanan.
Senyawa merkuri dalam bentuk Hg(II) dapat terikat pada residu sistein
protein manusia sehingga protein akan kehilangan aktivitasnya. Selain Hg(II),
senyawa merkuri yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah senyawa
merkuri organik, khususnya metil merkuri dan fenil merkuri. Senyawa ini sangat
reaktif dan mempunyai mobilitas tinggi dibandingkan Hg(0) dan Hg(II), juga
dapat menyerang saraf manusia melalui peredaran darah (Rasmussen et al. 2008
dalam Fatimawati et al. 2011).
Merkuri masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa
jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Merkuri
yang masuk dalam tubuh organisme air tidak dapat dicerna, dan merkuri dapat
larut dalam lemak. Logam yang larut dalam lemak mampu untuk melakukan
penetrasi pada membran sel, sehingga akhirnya ion-ion logam merkuri akan
2
menumpuk (terakumulasi) di dalam sel dan organ-organ lain. Akumulasi tertinggi
biasanya dalam organ detoksikasi (hati) dan organ ekskresi (ginjal) (Palar 2004).
Salah satu usaha untuk detoksifikasi merkuri dapat dilakukan dengan
menggunakan mikroorganisme resisten merkuri seperti bakteri resisten merkuri.
Detoksifikasi merkuri oleh bakteri resisten merkuri terjadi karena bakteri resisten
merkuri memiliki gen resisten merkuri, operon mer (Silver & Phung 1998, dalam
dalam Fatimawati et al. 2011). Struktur operon mer berbeda untuk setiap jenis
bakteri. Ada beberapa bakteri yang memiliki selain gen merA, juga gen merB
maka bakteri tersebut disebut bakteri resisten merkuri spectrum luas. Protein
MerA mempunyai fungsi mereduksikan ion merkuri yang toksik menjadi logam
merkuri Hg(O) yang kurang toksik dan mudah menguap pada suhu kamar,
sedangkan protein MerB mempunyai fungsi mengkatalisis pemutusan ikatan
merkuri-karbon sehingga dihasilkan senyawa organik dan ion Hg(II) (Barkay
2003, dalam Fatimawati et al. 2011).
Bakteri pereduksi merkuri merupakan salah satu mikroorganisme yang bisa
digunakan pada metode bioremediasi karena mampu mereduksi merkuri dari
senyawa toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik sebagai
prasyarat utama (Rondonuwu et al. 2012). Kegiatan mengisolasi, menyeleksi,
mengidentifikasi, dan menguji bakteri pendetoksifikasi merkuri di rhizosfer
beberapa tanaman dirasa perlu untuk dilakukan karena diharapkan dari kegitan
tersebut bisa mendapatkan bakteri pereduksi merkuri yang bisa menjadi masukan
dalam usaha bioremediasi lahan yang tercemar merkuri.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengisolasi, menyeleksi,
mengidentifikasi, dan menguji bakteri pendetoksifikasi merkuri di rhizosfer
beberapa tanaman.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Rhizosfer
Istilah rhizosfer diperkenalkan pada tahun 1904 oleh Hiltner, seorang
ilmuwan Jerman untuk menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi oleh
perakaran tanaman (Gambar 1). Rhizosfer dicirikan oleh lebih banyaknya
kegiatan mikrobiologis dibandingkan kegiatan di dalam tanah yang jauh dari
perakaran tanaman (Rao 1994 dalam Prasetyawati 2009)
Gambar 1 Rhizosfer suatu tanaman (Prasetyawati 2009)
Prasetyawati (2009) menyatakan bahwa bakteri tanah banyak dijumpai di
daerah Rhizosfer. Banyak bakteri tanah yang telah diteliti, berperan sebagai
agensia hayati, berperan sebagai penambat N, pereduksi logam-logam berat,
senyawa-senyawa beracun dan lain sebagainya. Beberapa bakteri tanah ada yang
bersifat patogen terhadap tanaman, hewan dan manusia.
Populasi mikroba dalam Rhizosfer selain mempengaruhi pertumbuhan
tanaman, juga dapat meningkatkan kemampuan tanaman dalam absorbsi logam
berat pada tanah tercemar. Menurut Salt et al. (1995, dalam Prasetyawati 2009)
ada dua upaya untuk meningkatkan kemampuan tanaman dalam mengabsorbsi
logam berat pada tanah tercemar.
4
Pertama dengan menambahkan agen penghelat sintesis ke dalam tanah
(misalnya EDTA, HEDRA). Penilaian ini telah dicoba oleh Huang et al (1996,
dalam Prasetyawati 2009), yang menemukan bahwa EDTA dapat membantu
penyerapan logam berat oleh tanaman. Cara ke dua adalah dengan memanfaatkan
mikroba tanah penghuni daerah perakaran (rhizobakteri).
Keberadaan Merkuri di Alam
Logam merkuri atau air raksa mempunyai nama kimia hydragyrum yang
berarti perak cair, logam merkuri dilambangkan dengan Hg. Pada tabel periodika
unsur-unsur kimia menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai bobot atom
(200,59). Logam ini dihasilkan dari bijih sinabar. HgS yang mengandung unsur
merkuri antara 0,1%-4% (Palar 2004).
Secara umum logam merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. berwujud cair pada suhu kamar (25 oC) dengan titik beku paling rendah sekitar
39 oC
2. masih berwujud cair pada suhu 3960C. pada temperatur 3960C ini telah terjadi
pemuaian secara menyeluruh.
3. merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan
logam-logam yang lain.
4. tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri
sebagai logam yang sangat baik untuk mengantarkan daya listrik.
5. dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang
disebut juga dengan amalgam.
6. merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup, baik itu
dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan.
Pada dasarnya, merkuri/raksa (Hg) adalah unsur logam yang sangat penting
dalam teknologi di abad saat ini. Merkuri adalah unsur yang mempunyai nomor
atom yaitu 80, serta mempunyai massa molekul relatif yaitu 200,59. Merkuri
mempunyai simbol kimia yaitu Hg, singkatan yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu hydragyrum (artinya cairan perak). Bentuk fisik dan kimianya sangat
menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair
tempertaur kamar (25 oC), titik bekunya paling rendah (-39 oC) mempunyai
5
kecendrungan menguap lebih besar, mudah bercampur dengan lgam-logam
menjadi logam campuran (amalgam/alloi), juga dapat mengalirkan arus listrik
sebagai konduktor baik tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik
rendah (Alfian 2006).
Merkuri di alam ditemukan dalam 3 bentuk, yaitu: metalik merkuri (Hgo),
mekurius merkuri (Hg) dan merkurik merkuri (Hg2+). Senyawa merkuri
mempunyai karakteristik dapat merusak membran dan menonaktifkan enzim
periplasma dan sitoplasma dalam sel. Metil-merkuri juga merupakan bentuk yang
sangat toksik terhadap organisma hidup. Tidak seperti metil-merkuri, HgCl2
merupakan merkuri yang relatif kurang toksik pada membran. (Benoit et al. 2001
dalam Imamuddin 2010).
Menurut Praseyawati (2009), merkuri di alam dapat ditemukan dalam tiga
bentuk, yaitu logam merkuri (Hgo), merkuro/merkuri anorganik (Hg22+ /Hg2+) dan
bentuk organik (R-Hg+, RHgR). Hasil pengujian toksisitas diketahui bahwa
merkuri organik khususnya metil merkuri (CH3Hg) lebih toksik dibanding bentuk
merkuri yang lain (Hgo, Hg+, Hg2+) Merkuri di alam mengalami siklus tertentu
(Gambar 2).
Logam Merkuri di tanah bisa berubah menjadi merkuri anorganik dan
merkuri organik oleh aktifitas mikrobia fotosintetis. Logam merkuri mudah
menguap, dan bisa kembali ke bumi melalui hujan asam. Merkuri organik dan
anorganik dapat masuk ke lingkungan perairan dan terakumulasi dalam tubuh
biota air melalui rantai makanan. Di dasar perairan, adanya sulfur dapat merubah
merkuri menjadi HgS, selanjutnya melalui aktifitas mikrobia pengguna sulfur
akan diubah menjadi metil merkuri (Barkay 2001 dalam Praseyawati 2009).
6
Gambar 2 Siklus merkuri di alam (Barkay 2001, dalam Praseyawati 2009)
Bahaya Utama terhadap Kesehatan
1. Merkuri elemental (Hg)
a. Inhalasi, paling sering menyebabkan keracunan
b. Tertelan ternyata tidak menyebabkan efek toksik karena absorpsinya yang
rendah kecuali jika ada fistula atau penyakit inflamasi gastrointestinal atau
jika merkuri tersimpan untuk waktu lama di saluran gastrointestinal.
c. Intravena dapat menyebabkan emboli paru.
Bentuk merkuri ini mudah melalui sawar otak dan plasenta karena bersifat
larut dalam lemak. Di otak ia akan berakumulasi di korteks cerebrum dan
cerebellum dimana ia akan teroksidasi menjadi bentuk merkurik (Hg++) ion
merkurik ini akan berikatan dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein
seluler sehingga menggangu fungsi enzim dan transport sel. Pemanasan logam
merkuri membentuk uap merkuri oksida yang bersifat korosif pada kulit, selaput
mukosa mata, mulut, dan saluran pernafasan (Kimsman 2011).
2. Merkuri inorganik
Merkuri inorganik sering diabsorpsi melalui gastrointestinal, paru-paru dan
kulit. Pemaparan akut dan kadar tinggi dapat menyebabkan gagal ginjal
sedangkan pada pemaparan kronis dengan dosis rendah dapat menyebabkan
proteinuri, sindroma nefrotik dan nefropati yang berhubungan dengan gangguan
imunologis (Kimsman 2011).
7
3. Merkuri organik:
Merkuri organik, terutama bentuk rantai pendek alkil (metil merkuri) dapat
menimbulkan degenerasi neuron di korteks cerebri dan cerebellum dan
mengakibatkan parestesi distal, ataksia, disartria, tuli dan penyempitan lapang
pandang. Metil merkuri mudah pula melalui plasenta dan berakumulasi dalam
fetus yang mengakibatkan kematian dalam kandungan dan cerebral palsy
(Kimsman 2011).
Ambang Batas Merkuri
Dari beberapa kasus akibat merkuri, dilaporka telah melebihi ambang batas
yang ditetapkan, antara lain oleh Food and Drug Administration (FDA). FDA
menetapkan batas kandungan maksimum merkuri di air yaitu 0,005 ppm dan
makanan yaitu 0,5 ppm. World Health Organisation (WHO) menetapkan batasan
maksimum yang lebih rendah untuk air, yaitu 0,0001 ppm. Jepang, Swiss, dan
Swedia menetapkan ambang batas 1 ppm produk laut yang boleh dikonsumsi,
sedangkan pemerintah Jerman dan AS menetapkan 0,5 ppm. Pemerintah
Indonesia memberi batas melalui Baku Mutu Ambient dan Limbah yang
ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan
KEK-02/MENKLH/1/1998. Baku mutu air untuk golongan A dan B memiliki
kandungan maksimum merkuri yang dianjurkan sebesar 0,0005 ppm dan
maksimum yang diperbolehkan sebesar 0,0001 ppm. Kadar maksimum yang
diperbolehkan pada air golongan C yaitu sebesar 0,002 ppm, sedangkan golongan
D sebesar 0,005 ppm. Baku mutu air limbah kandungan merkuri yang didizinkan
untuk air golongan 1 sebesar 0,001 ppm, golongan II sebesar 0,002 PPM,
golongan III sebesar 0,005 ppm dan golongan 1V sebesar 0,001 ppm (Faruddin
2010).
Detoksifikasi Bakteri oleh Bakteri
Mikrobia terutama bakteri mampu menyesuaikan diri pada lingkungan yang
tercemar logam, sehingga menjadi resisten. Mekanisme resistensi mikrobia dapat
dilakukan melalui cara-cara, sebagai berikut :
8
1. Biotransformasi (melalui oksidasi – reduksi)
2. Biopresipitasi (ion logam dipresipitasi pada permukaan sel melalui mekanisme
mikrobial seperti efflux kation atau mengubah pH)
3. Biosorpsi (menggunakan biomass mikrobia alami atau rekombinan untuk
adsorpsi ion metal) (Hughes & Poole 1989 dalam Praseyawati 2009).
Mekanisme detoksifikasi logam berat oleh mikrobia berlangsung sangat
komplek yang meliputi presipitasi dan kristalisasi logam berat yang terjadi pada
bagian ekstraseluler dan intraseluler mikrobia (Gadd 2000 dalam Praseyawati
2009). Perombakan senyawa merkuri organik menjadi merkuri anorganik secara
enzimatis ditunjukkan pada Gambar 3.
RHg+ Hg2+ RH
organomerkuri liase
Hg2+ Hgo (gas)merkuri reduktase
Gambar 3 Perombakan senyawa merkuri organik menjadi merkuri anorganik secara enzimatis (Praseyawati 2009)
Sistem detoksifikasi merkuri oleh sel bakteri yang paling umum adalah
sistem terinduksi (“inducible system”) yang melibatkan dua macam enzim yaitu
merkuri reduktase dan organomerkuri liase serta satu sistem pengangkutan Hg2+.
Ketiganya dikode oleh gen-gen yang terdapat pada plasmid dan transposon.
Merkuri reduktase merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap reduksi
Hg2+ menjadi Hgo. Enzim sitoplasmik ini telah dipelajari dalam plasmid dari
Pseudomonas sp., E. coli dan S. aureus; sebagai kofaktor adalah NADPH ataupun
NADH. Enzim ini spesifik untuk merkuri dan mengandung residu sistein yang
aktif melakukan reduksi oksidasi pada sisi aktifnya (Rinderle et al. dalam Hughes
& Poole 1989 dalam Praseyawati 2009 ). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
enzim ini adalah flavoprotein dan mempunyai satu FAD.(William dan Silver
dalam Hughes dan Poole 1989 dalam Praseyawati 2009).
Praseyawati (2009) menyatakan bahwa merkuri reduktase juga dapat
mereduksi Hg2+ menjadi Hgo yang kemungkinan melibatkan pemindahan elektron
9
dari NADH ke FAD, kemudian ke sisi aktif disulfida dan pada akhirnya ke Hg 2+
yang terkhelat. Model mekanisme ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Model mekanisme aktivitas merkuri reduktase dalam mereduksi Hg2+
menjadi Hgo (Williams dan Silver dalam Hughes dan Poole 1989 dalam Praseyawati 2009).
Enzim lain yang bekerja dalam sistem detoksifikasi merkuri adalah
organomerkuri liase, tetapi aktivitas enzim ini belum diketahui. Mekanisme
resistensi dalam sistem detoksifikasi merkuri juga melibatkan sistem.
Kemampuan untuk tetap bertahan hidup dan berkembangbiak pada habitat yang
mengandung logam sangat tergantung pada kemampuan adaptasi secara genetik
maupun fisiologis (Gadd 2000 dalam Praseyawati 2009 ). Mekanisme resistensi
terhadap logam biasanya ditentukan oleh gen yang berada pada plasmid,
transposon 21 dan kromosom (Barkay, 1992; Hughes & Poole 1989 dalam
Praseyawati 2009). Selanjutnya dikatakan juga oleh Hughes & Poole (1989,
dalam Praseyawati 2009) bahwa, pengikatan logam pada permukaan sel bakteri
terjadi pada sisi anionik dinding sel, khususnya (1) kelompok phosphodiester pada
asam eikhoat; (2) kelompok karboksil pada peptidoglikan; (3) kelompok gula
hidroksil pada polimer dinding sel; (4) kelompok amida pada rantai peptida.
Sebagian besar bakteri menghasilkan polisakarida ekstraseluler yang mempunyai
10
muatan anionik dan berfungsi sebagai biosorben untuk kation logam (Gadd 1990
dalam Praseyawati 2009).
Bioakumulasi intraselluler biasanya terjadi memalui pengikatan pada
permukaan sel dan ditransport melintas membran ke bagian dalam sel. Transport
intraselular diikuti dengan akumulasi logam pada bagian dalam sel, sehingga
dapat menghasilkan detoksifikasi (Hughes & Poole 1989 dalam Praseyawati
2009). Bioakumulasi intraselular terjadi karena adanya makromolekul berupa
peptida pengikat logam (metal-binding peptida) seperti metallothioneins (MTs)
dan fitokhelatin. Keduanya merupakan molekul yang digunakan oleh sel untuk
mengimobilisasi ion logam karena adanya sisi pengikat dengan afinitas yang
tinggi (high affinity binding sites) (Bae et al. 2001 dalam Praseyawati 2009)
11
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan dari bulan Maret – Juni 2014. Pengambilan sampel
tanah dilakukan pada 10 titik lokasi di sekitar perkebunan dan hutan sekunder di
Cikabayan, Instititut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga, Bogor (Gambar 65.
Praktikum di laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan
Lingkungan, Dramaga, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri dari: 10 sampel tanah dari sekitar perakaran
tanaman, tanaman tembakau, ikan kecil, aquades steril, etanol 95% atau alkohol
97%, NaCl fisiologis 0,85%, medium Luria Bertani (LB), nutrient agar (NA),
nutrient broth (NB), sodium hypochlorid 1,5%; reagen pewarnaan gram; larutan
glukosa 1%; larutan sukrosa 1%; larutan H2O2 3%, minyak imersi, kapas,
alumunium foil, dan tissue.
Alat yang digunakan terdiri dari: autoclave, bor tanah, thermohigrometer,
shaker, cawan petri steril, jarum ose, tabung durham, batang pengaduk,
erlenmeyer, pembakar spiritus; laminar air flow (LAF), inkubator, hot plate,
spatula, oven, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas beker, vortex, timbangan
digital, pipet tetes, mikroskop, kaca objek, kaca penutup, botol semprot, dan
baki/baskom.
Metode
Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Tanah
Pengukuran fisik dilakukan terhadap tanah, yaitu suhu udara dan
kelembaban udara menggunakan termohigrometer.
12
Gambar 5 Sepuluh titik pengambilan sampel tanah di sekitar rhizosfer beberapa tanaman: a). kelapa sawit; b). kopi; c). kayu manis; d). jagung kecil; e). singkong; f). jagung besar; g). ketapang; h). pinus; i). Karet; j). keladi
13
Isolasi
Larutan HgCl2 disiapkan dengan konsentrasi 75 ppm dan 100 ppm. Medium
cair (LB) dalam jumlah yang mencukupi dimasukkan ke dalam cawan petri,
kemudian seri percobaan dibuat dengan HgCl2 konsentrasi 75 ppm dan 100 ppm
dalam medium (LB). Suspensi tanah diinokulasikan ke dalam medium yang
mengandung HgCl2 dan di amati. Cawan petri yang memiliki konsentrasi HgCl2
dan tertinggi dimana mikrob nampak tumbuh dipilih. Suspensi di goreskan ke
medium (LB) padat yang mengandung HgCl2 dan dimurnikan.
Identifikasi/Karakterisasi
Langkah-langkah identifikasi bakteri, sebagai berikut:
a. Pengamatan ciri morfologi koloni (Cappucino & Sherman 1987 dalam Mulya
2008)
Koloni yang tumbuh pada media cawan diamati bentuk, warna, elevasi, tepian,
serta jenis pertumbuhan bakteri pada NA miring dan NB.
1) Pertumbuhan pada media miring
Ciri-ciri koloni diperoleh dengan menggoreskan jarum inokulum tegak dan
lurus (Gambar 6). Ciri-ciri koloni berdasarkan bentuknya adalah sebagai
berikut:
Gambar 6 Pertumbuhan koloni pada permukaan agar miring (Tim Lab. Mikrob 2008)
2) Pertumbuhan pada media agar tegak
Ciri-ciri koloni bakteri pada pertumbuhan agar tegak (Gambar 7) adalah
sebagai berikut:
echinulate filiform effuse beaded spreading plumose rhizoid
14
Gambar 7 Pertumbuhan koloni bakteri pada media agar tegak (Tim Lab Mikrob 2008)
3) Pertumbuhan pada cawan petri
Ciri-ciri yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
Ukuran
Margin
Bentuk
filiform echinulate papilliate beaded villose plumose arborescent
15
Elevasi
Permukaan
Permukaan koloni terdiri atas: halus mengkilap, kasar, berkerut
dan kering seperti bubuk.
Pigmentasi
Mikroorganisme kromogenik sering memproduksi pigmen
intraseluler. Beberapa jenis lain memproduksi pigmen ekstraseluler
yang dapat terlarut dalam media.
Karakteristik optik
Karakteristik optik diamati berdasarkan jumah cahaya yang
melewati koloni, yaitu: opaque (tidak tembus cahaya), translucent
(dapat ditembus cahaya sebagian), transparant (bening).
b. Pewarnaan gram (Pelczar & Chan 2006)
Satu ose isolat bakteri berumur 24 jam diambil dari biakan agar miring dan
diletakkan pada kaca objek secara aseptik, lalu difiksasi dengan melewatkan
kaca objek di atas api. Kaca objek yang berisi isolat kemudian ditetesi dengan
kristal violet selama 30 detik. Setelah itu kaca objek dibilas dengan akuades.
Kaca objek kemudian ditetesi dengan grams iodine, lalu didiamkan selama 1
menit dan dibilas kembali dengan akuades. Kaca objek diteteskan alkohol 70%
sampai apusan tampak bersih dari kristal violet dan dibilas dengan akuades.
Lalu kaca objek ditetesi dengan safranin, didiamkan selama 45 detik, dibilas
kembali dengan akuades dan dikeringkan. Kaca objek diamati di bawah
mikroskop dengan bantuan minyak imersi.
c. Pengamatan ciri fisiologis (Cappuccino & Sherman 1983; Collins & Lyne 1985
dalam Nofiani & Gusrizal 2004; Sunatmo 2009)
16
1) Uji motilitas
Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam media agar tegak NA dengan
metode tusuk, kemudian diinkubasi pada suhu 37 оC selama 24-48 jam.
Hasil inkubasi diamati adanya perluasan pada area tusukan, hal tersebut
mengindikasikan bahwa bakteri tersebut bersifat motil
2) Uji fermentasi gula (glukosa dan sukrosa)
Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam media NA yang telah ditambah
glukosa dan sukrosa yang dibuat dengan 5 ulangan untuk masing-masing
bakteri. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 оC selama 24-48 jam. Indikasi
pembentukan asam laktat positif apabila terjadi perubahan media dari hijau
kebiruan menjadi kuning tanpa pembentukan gas pada tabung durham. Uji
bersifat fermentasi asam campuran, apabila warna media berubah menjadi
kuning dan diikuti dengan pembentukan gas pada tabung Durham. Uji
bersifat fermentasi alkohol, apabila warna media tidak berubah dan hanya
terbentuk gas pada tabung Durham.
3) Uji katalase
Isolat bakteri digores ke gelas objek, kemudian ditetesi H2O2 3% pada
permukaan gelas objek. Uji positif ditandai adanya gelembung gas di
sekeliling pertumbuhan bakteri.
Uji kebutuhan oksigen
Isolat bakteri inokulasikan ke dalam media NA semi solid steril di dalam
tabung reaksi dan di inkubasi selama 24 jam. Pertumbuhan bakteri ditunjukan
dengan adanya kekeruhan pada media di dalam tabung reaksi (baik di permukaan
tabung, di tengah media, di dasar tabung maupun tersebar di dalam media).
Pengaruh tekanan osmotik terhadap bakteri
Ke dalam masing-masing cawan diisikan media NA dengan konsentrasi
NaCl 0,5, 3, 5 dan 15%, lalu diinokulasikan suspensi bakteri dengan streak
kontinyu. Untuk kontrol masing-masing biakan digunakan media yang tidak
ditambahi NaCl, kemudian diinkubasikan selama 48 jam dan diamati
pertumbuhannya.
17
Uji Patogenitas
Isolat bakteri 1 ose diinokulasikan pada erlenmeyer ± 20 mL media LB,
kemudian di shaker ± 1 hari, hingga bakteri tumbuh di dalam media. Tembakau
yang sudah siap, kemudian disuntikkan di bawah daun tersebut ± 1 mL dengan
suntikan steril, kemudian amati selama 24-48 jam. Daun tanaman yang
mengalami bercak-bercak berwarna kuning hingga nekrosis mengindikasikan
bahwa isolat bakteri mempunyai sifaf patogen terhadap tanaman.
Bioassay
Isolat bakteri 1 ose diinokulasikan pada erlenmeyer ± 20 mL media LB,
kemudian di shaker ± 1 hari, hingga bakteri tumbuh di dalam media. Larutan
HgCl2 1 ppm sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam gelas plastik dan
ditambahkan ± 1 mL isolat bakteri ke dalam gelas tersebut, kemudian ikan kecil
dimasukkan ke dalam gelas berisi HgCl2 dan berisi isolat bakteri, lalu diamati.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sepuluh sampel tanah diambil dari pukul 11.00 – 12.15 wib di sekitar
perakaran tanaman berbeda-beda. Suhu udara berkisar dari 32 oC – 43 oC,
sementara kelembaban udara berkisar dari 59% - 76%. Suhu tertinggi yaitu pada
pukul 11.50 wib di sekitar perakaran tanaman Ketapang (Tabel 1). Hasil isolat
terpilih dari skrining dengan Hg 75 ppm dan 100 ppm berjumlah 7 isolat (Gambar
8). Hasil identifikasi morfologi, fisiologis, biokomia, kebutuhan oksigen,
pengaruh osmoralitas dan pewaarnaan Gram ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 1 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada beberapa lokasi sampel tanaman
TS Waktu (wib) SU (oC) K U (%) Keterangan
1 11.00 33 79 Kelapa sawit2 11.13 32 76 Kopi3 11.25 32 73 Kayu manis4 11.32 41 59 Jagung kecil5 11.40 42 61 Singkong6 11.50 43 59 Jagung besar7 11.58 37 60 Ketapang8 12.04 33 68 Pinus9 12.10 32 70 Karet
10 12.15 32 73 KeladiKeterangan: TS= titik sampel; SU= suhu udara; KU= kelembaban udara
Gambar 8 Hasil isolat dari skrining Hg 75 ppm dan 100 ppm
19
Tabel 2 Hasil pengamatan makroskopis, mikroskopis, dan uji fisiologis dan biokimia kebutuhan oksigen, pengaruh osmolaritas dan pewarnaan Gram, ketujuh isolat bakteri
Karakteristik Isoalat Bakteri
PTRF2B PTF3H KOC2HE BOC2HEPertumbuhan pada agar miring Spreading Spreading Spreading SpreadingPertumbuhan pada media cawan
a. Ukuran T,K,S,B B K,S K
b. Pigmentasi Putih Putih Pink Putih fr. Biru
c. Karakteristik optik Translucent Translucent Opaque Opaqued. Bentuk Rhizoid Felamentus Sirkular Sirkulare. Elevasi Flat Flat Convex Convexf. Permukaan Berkerut Halus Halus Halusg. Margin Felamentus Felamentus Entire Entire
Sifat Gram Positif Positif Positif Positif Bentuk sel Coccus Coccus Coccus CoccusUji Biokimia
a. Motilitas + - + +b. Katalase + + + +c. Glukosa - - - -d. Sukrosa - - - -
Kebutuhan oksigen Aerob Aerob Aerob Aerob Pengaruh tekanan osmotik
a. 0,5% - - - -b. 3% - - - -c. 5% - - - -d. 15% - - - -
KarakteristikIsoalat Bakteri
GOC2HE POC2HE KTRF2BPertumbuhan pada agar miring Effuse Spreading SpreadingPertumbuhan pada media cawan
a. Ukuran K T,K,S Sb. Pigmentasi Kuning Putih Pink c. Karakteristik optik Opaque Opaque Translucentd. Bentuk Sirkular Sirkular Rhizoide. Elevasi Convex Convex Flatf. Permukaan Halus Halus Berkerutg. Margin Entire Entire Felamentus
Sifat Gram Positif Positif Positif Bentuk sel Coccus, basil Coccus BasilUji Biokimia
a. Motilitas + - +b. Katalase + + +c. Glukosa - - -d. Sukrosa - - -
Kebutuhan oksigen Aerob Aerob AerobPengaruh tekanan osmotik
a. 0,5% - - -b. 3% - - -c. 5% - - -d. 15% - - -
Keterangan: T= titik; K= kecil; S= sedang; B= besar
20
Jumlah isolat bakteri pada konsentrasi Hg 75% (509 individu) lebih tinggi
daripada jumlah isolat bakteri pada konsentrasi Hg 100% (285 individu). Isolat
yang memili persentase tertinggi, baik pada konsentrasi Hg 75% maupun 100%
yaitu isolat dengan kode PTRF2B (Tabel 3). Semua isolat bakteri menunjukkan
hasil negatif pada uji patogenitas (Tabel 4). Uji bioassay menggunakan organisme
uji yaitu ikan mas (Cyprinus carpio Linn). Ikan mas mempunyai waktu yang lama
untuk bertahan hidup ketika media diinokulasi dengan isolat dengan kode
BOC2HE, GOC2HE, PTRF2B dan KTRF2B baik pada saat 0 inkubasi (Gambar
9) maupun pada saat 6 hari inkubasi (Gambar 10).
Tabel 3 Jumlah dan persentase skrining bakteri pada konsentrasi 75 ppm dan 100 ppm
No IsolatKonsentrasi Hg (ppm)75 100
Jumlah % Jumlah %1 PTRF2B 492,00 96,66 254,00 89,12
2 PTF3H 5,00 0,98 2,00 0,70
3 KOC2HE 2,00 0,39 5,00 1,75
4 BOC2HE 0,00 0,00 1,00 0,35
5 GOC2HE 0,00 0,00 1,00 0,35
6 POC2HE 9,00 1,77 22,00 7,72
7 KTRF2B 1,00 0,20 0,00 0,00
Total 509,00 100,00 285,00 100,00
Tabel 4 Hasil uji patogenitas terhadap tujuh isolat bakteri
No Isolat Hasil uji patogenitas
1 PTRF2B Negatif
2 PTF3H Negatif
3 KOC2HE Negatif
4 BOC2HE Negatif
5 GOC2HE Negatif
6 POC2HE Negatif
7 KTRF2B Negatif
21
Gambar 9 Uji bioassay terhadap tujuh isolat bakteri pada 0 hari inkubasi
Gambar 10 Uji bioassay terhadap tujuh isolat bakteri pada 6 hari setelah sinkubasi
Pembahasan
1. Isolasi
22
Bakteri diisolasi dari rhizosfer sepuluh tanaman yang berbeda. Hal ini
diduga kerena keragaman bakteri di sekitar rhizosfer lebih tinggi dibandingkan di
luar rhizosfer, karena banyak eksudat akar yang bisa dimanfaatkan sebagai nutrisi
bagi bakteri. Pada saat isolasi bakteri, ditambahkan HgCl2 dengan konsentrasi 75
ppm dan 100 ppm ke dalam media LB. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
isolat bakteri yang resisten terhadap konsentrasi Hg yang tinggi. Hal yang serupa
dilakukan oleh Sulastri (2002), yaitu menyeleksi isolat pereduksi merkuri di
dalam media LB yang mengandung HgCl2 dengan konsentrasi tinggi, yaitu 50
ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, 500 ppm dan 100 ppm kemudian
diinkubasi selama 3 hari. Isolat-isolat yang mampu tumbuh pada konsentrasi
HgCl2 tertinggi merupakan isolat unggul dan diduga memiliki enzim merkuri
reduktase. Praseyawati (2009) menyatakan bahwa merkuri reduktase juga dapat
mereduksi Hg2+ menjadi Hgo yang kemungkinan melibatkan pemindahan elektron
dari NADH ke FAD, kemudian ke sisi aktif disulfida dan pada akhirnya ke Hg 2+
yang terkhelat. Tapan et al.1992 dan Shazie et al (2002, dalam Imamuddin 2010)
menyatakan bahwa bakteri yang tahan terhadap logam berat adalah bakteri yang
telah lama beradaptasi terhadap lingkungan yang tercemar logam berat. Kondisi
lingkungan dan sumber isolar diduga juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri,
dimana suhu udara berkisar dari 32 oC – 43 oC, sementara kelembaban udara
berkisar dari 59% - 76% pada saat pengambilan sambel
Resistensi ketujuh isolat tersebut diduga berbeda-beda terhadap merkuri.
Canstein et al. (2002 Ayu tahun tidak diketahu) menyatakan bahwa isolat bakteri
resisten merkuri yang dapat tumbuh pada media yamg mengandung merkuri dapat
dikatakan bahwa bakteri tersebut memiliki tingkat ketahanan merkuri yang tinggi.
Resistensi setiap kultur bakteri yang diperoleh terhadap merkuri anorganik
berbeda. Smith et al. (1998, Ayu tahun tidak diketahui) menyatakan bahwa
perbedaan resistensi berhubungan dengan mekanisme respon populasi bakteri
terhadap merkuri. Ada tiga mekanisme respon terhadap stres merkuri. Pertama,
dengan cara menghambat metabolisme sel sehingga pertumbuhan sel lambat atau
sel mati. Kedua, menginduksi sistem operon resisten merkuri untuk bekerja
sehingga sel tetap hidup dalam kondisi stres. Ketiga, adanya plasmid yang
mengandung gen resisten merkuri yang masuk ke dalam sel. Bakteri resisten
merkuri memiliki proses detoksifikasi terhadap merkuri.
23
Proses detoksifikasi merkuri secara umum terdiri dari dua tahap. Tahap
pertama, senyawa organomerkuri didegradasi melalui pemecahan secara kaalis
ikatan C-Hg oleh organomerkuri liase, yang merupakan produk dari merB. Pada
tahap kedua, ion merkuri hasil dari tahap pertama direduksi secara enzimatis
dengan menggunakan enzim merkuri reduktase (hasil merA) dan mengonsumsi
NADPH. Hasil akhir berupa logam merkuri (Gambar 11)
Gambar 11 Proses detoksifikasi merkuri pada bakteri resisten merkuri (Gadd 1990 dalam Sulastri 2002)
Jumlah isolat bakteri pada media LB yang mengandung HgCl2 75 ppm lebih
tinggi dibandingan jumlah isolat bakteri pada media LB yang mengandung HgCl2
100 ppm. Hal tersebut membuktikan bahwa konsentrasi HgCl2 yang tinggi
mengahambat pertumbuhan bakteri atau bersifat lebih toksik. Sifat toksisitas
HgCl2 tersebut menyebabkan beberapa bakteri terbunuh dan hanya tujuh isolat
bakteri yang mampu bertahan hidup. Tujuh isolat bakteri tersebut diduga
mempunyai kemampuan adaptasi, meliputi adaptasi genetis dan adaptasi
fisiologis.
2. Identifikasi
24
Identifikasi bakteri pengguna HgCl2 dilakukan melalui tahap karakterisasi
berbagai sifat biokimia dan kenampakan morfologi koloni dan sel, pewarnaan
Gram, kebutuhan oksigen dan pengaruh osmoralitas. Isolat yang dominan tumbuh.
Sebagian besar koloni bakteri PTRF2B pada medium yang mengandung HgCl2
tampak lebih kasar dan tepi agak berkerut. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri
berusaha untuk dapat hidup pada kondisi stress lingkungan yang toksik. Aktivitas
terhadap stress lingkungan tersebut menyebabkan permukaan koloni menjadi
lebih kasar dan agak berkerut.
Bedasarkan hasil pengamatan makroskopis, mikroskopis, dan uji fisiologis
dan biokimia kebutuhan oksigen, pengaruh osmolaritas dan pewarnaan Gram,
ketujuh isolat bakteri pada Tabel 2 serta mengacu pada Bergey’s Manual of
Determinative Bacteriology, diduga bahwa di antara isolat-isolat tersebut
termasuk ke dalam genus bakteri Bacillus dan Pseudomonas. Hasil yang senada
diungkapkan oleh Prasetyawati (2009), dengan karakterisik morfologi dan
pengujian biokimia yang sama dengan hasil pengamatan pada praktikum. Brock
dan Madigan (1991, dalam Ijong & Dien 2011) juga melaporkan bahwa salah satu
bakteri yang dapat melakukan reduksi terhadap ion-ion Hg adalah Pseudomonas
sp.
Uji biokimia yang pertama kali dilakukan adalah uji motilitas. Sebagian
besar isolat adalah motil, kecuali isolat dengan kode PTF3H dan POC2HE. Hal ini
diamati dengan adanya perluasan pada area tusukan yang mengindikasikan bahwa
bakteri tersebut bersifat motil. Sifat motilitas suatu bakteri diduga terkait dengan
ketersedian oksigen. Hasil semua isolat menunjukkan bakteri termasuk golongan
aerob (membutuhkan oksigen) sehingga membuat bakteri bergerak mencari
sumber oksigen yang ada, namun pada kedua isolat di atas ada yang tidak motil,
meskipun tergolong bakteri aerob. Faktor ketelitan dan kontaminan diduga
menjadi penyebab hal tersebut bisa terjadi. Uji biokimia selanjutnya adalah uji
katalase.
Uji katalase bertujuan untuk mengetahui apakah suatu organisme memiliki
enzim katalase atau tidak. Metode yang digunakan adalah dengan mengambil
sedikit dari kultur biakan bakteri kemudian mensuspensikannya dengan larutan
H2O2 kemudian mengamatinya selama kurang lebih 5 menit apakah terjadi
gelembung gas. Dalam literatur disebutkan bahwa enzim katalase dapat
25
menguraikan hidrogen peroksida (Gambar 12) yang bersifat racun bagi sel dan
menghasilkan gas oksigen dan air sesuai reaksi (Pelczar dan Chan 2006). Selama
respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif), mikroorganisme menghasilkan
hidrogen peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida yang sangat
beracun. Senyawa ini dalam jumlah besar akan menyebabkan kematian pada
mikroorganisme. Senyawa ini dihasilkan oleh mikroorganisme aerobik, fakultatif
aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi aerobik. Senyawa
ini dihasilkan oleh mikroorganisme aerobik, fakultatif aerob maupun
mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi aerobik. Superoksida dismutase
adalah enzim yang bertanggung jawab untuk penguraian khususnya superoksida
pada organisme aerob yang bersifat katalase negatif (Tim Labor Mikrobiologi
2008).
Gambar 12 Proses katalase dalam penguraian hidrogen peroksida (Tim Labor Mikrobiologi 2008)
Sebagian besar isolat termasuk bakteri aerob dan pada pengujian katalase
menunjukkan hasil yang positif. Hal ini senada dengan pernyataan di atas bahwa
mikrob aerobik memiliki enzim katalase yang dapat menguraikan hidrogen
peroksida. Uji biokimia terakhir yaitu uji fermmentasi karbohidrat (glukosa dan
sukrosa).
Organisme dapat menggunakan karbohidrat tergantung enzim yang dimiliki.
Beberapa organisme dapat memfermentasi gula seperti glukosa secara anerobik
atau aerobik, sedangkan yang bersifat anaerobik fakultatif dapat menggunakan
lintasan aerobik dan anaerobik. Pada fermentasi, substrat seperti karbohidrat
26
(glukosa dan sukrosa) dan alkohol akan mengalami disimilasi anaerobik dengan
menghasilkan asam organik (asam laktat, format, asetat) yang diikuti gas hidrogen
atau CO2. Mikrob anaerob fakultatif biasanya pelaku fermentasi karbohidrat.
Degradasi fermentasi dalam lingkungan anaerobik berlangsung dalam tabung
reaksi berisi tabung durham dengan posisi terbalik untuk menyimpan gas
(Sunatmo 2009). Hal ini sesuai sesuai dengan hasil pengamatan pada isolat bakteri
aerob yang tidak mampu memfermentasi glukosa dan sukrosa. Pewarnaam Gram
dilakukan setelah uji biokimia.
Menurut Pelczar dan Chan (2006) pewarnaan Gram bertujuan untuk
membedakan sel bakteri ke dalam dua kelompok, yaitu Gram positif dan Gram
negatif sehingga mempunyai arti penting dalam klasifikasi dan diferensiasi
mikroorganisme. Reaksi tersebut didasarkan atas perbedaan komposisi kimiawi
dinding sel. Sel Gram positif mempunyai dinding dengan lapisan peptidoglikan
yang tebal, sedangkan Gram negatif lebih tipis dan diliputi lapisan membran luar
yang tersusun oleh lipid. Pada saat sel diberi larutan kristal violet, bakteri Gram
positif dan Gram negatif akan berwarna ungu, lalu ketika diberikan larutan
yodium, kedua sel bakteri tersebut masih berwarna ungu, kemudian ketika
diberikan larutan alkohol maka sel bakteri Gram positif akan tetap ungu, namun
sel bakteri Gram negatif akan tidak berwarna, dan ketika diberikan safranin, maka
sel bakteri Gram positif akan tetap berwarna ungu, sedangkan bakteri Gram
negatif akan berwarna merah.
Semua isolat bakteri hasil pengamatan menunjukkan hasil yang sama yaitu
Gram positif dengan bentuk sel coccus dan basil. Menurut Bagdanova (1998,
dalam Sulastri 2002), bakteri resisten merkuri terdistribusi secara luas di alam
yang terdiri dari bakteri Gram positif dan Gram negatif. Prasetyawati (2009)
melaporkan bahwa bakteri resisten merkuri yang diisolasi dari rhizosfer tanaman
tergolong bakteri Gram positif dengan bentuk sel yaitu coccus dan basil.
Uji Patogenitas
Salah satu uji yang dapat dilakukan untuk mengetahui kualitas pupuk hayati,
yaitu dengan uji patogenitas. Uji patogenitas pupuk hayati dilakukan terhadap
tanaman tembakau yang dikenal sangat sensitif terhadap penyakit tanaman.
Biakan bakteri 107 disuntikkan ke bagian bawah daun tembakau (stomata) dengan
27
menggunakan syringe tanpa jarum. Jika setelah 24 jam terjadi nekrosis, artinya
patogenitas positif (Permentan (2009).
Hasil pengujian reaksi hipersensitifitas menunjukkan bahwa semua isolat
yang diuji tidak mampu menimbulkan bercak nekrosis pada daun tembakau. Ini
berarti bahwa isolat-isolat tersebut bukan merupakan patogen tumbuhan.
3. Bioassay
Bioassay adalah suatu uji dengan menggunakan organisme akuatik untuk
mendeteksi atau mengukur akibat dari satu atau lebih bahan-bahan, faktor-faktor
lingkungan secara tersendiri atau bersama terhadap organisme akuatik (Wardoyo,
1982, dalam Mirdat et al. 2013; Sriyani & Salam 2008). Organisme uji yang
digunakan pada uji bioassay adalah ikan mas. Menurut dalam Soemirat (2003,
dalam Husni & Esmralda Tahun tidak diketahui), organisme yang biasa digunakan
dalam uji toksisitas yang mewakili setiap tingkat trofis dalam piramida rantai
makanan. Ikan mas (C. carpio) termasuk organisme trofis tingkat 4 pada tingkat
rantai makanan.
Penaksiran efek toksikologis dari beberapa polutan kimia dalam lingkungan
dapat diuji dengan menggunakan species yang mewakili lingkungan yang ada di
perairan tersebut. Species yang diuji harus dipilih atas dasar kesamaan biokemis
dan fisiologis dari species dimana hasil percobaan digunakan (Soemirat 2003
dalam Husni & Esmralda Tahun tidak diketahui)). Kriteria organisme yang cocok
untuk digunakan sebagai uji hayati tergantung dari beberapa faktor organisme
harus sensitif terhadap material beracun dan perubahan lingkungan,
penyebarannya luas dan mudah didapat dalam jumlah yang banyak; · mempunyai
arti ekonomi, rekreasi dan kepentingan ekologi baik secara daerah maupun
nasional; mudah dipelihara dalam laboratorium; dan mempunyai kondisi yang
baik, bebas dari penyakit dan parasit,·dan sesuai untuk kepentingan uji hayati
(American Public Health Associaton 1976 dalam Husni & Esmralda (tahun tidak
diketahui). Ikan mas diduga memeliki karakteristik organisme yang cocok untuk
digunakan sebagai uji hayati.
Pengamatan terhadap tingkah laku Ikan mas selama percobaan
memperlihatkan kepanikan ketika terkontaminasi oleh larutan HgCl2, dimana pada
jam berikutnya hewan uji tampak mulai lemas. Hal tersebut diawali dengan ikan
mas mulai bergerak cepat tidak teratur saat, lalu lebih memilih tempat bergerak di
28
bawah permukaan air. Lama kelamaan, ikan berenang miring, insang ikan banyak
mengeluarkan lendir, lemas dan akhirnya mati.
Insang ikan banyak mengeluarkan lendir sebagai respon penyaringan
masuknya racun ke dalam tubuh. Lendir yang terlalu banyak dapat menghambat
ma-suknya oksigen ke dalam tubuh, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Racun yang masuk ke dalam tubuh hewan uji akan terakumulasi di dalam ginjal.
Kematian hewan uji dapat disebabkan karena keterbatasan ginjal untuk
menganulir bahan pencemar. Menurut Elrifadah (2011), faktor lingkungan yang
cukup berpengaruh terhadap mortalitas hewan uji adalah konsentrasi limbah,
perubahan suhu, pH, dissolved oxygen (DO), salinitas dan alkalinitas
Secara klinis hewan yang terkontaminasi racun memperlihatkan gejala
stress bila dibandingkan dengan kontrol, ditandai dengan menurunnya gerakan
kurang stabil, dan cenderung berada di dasar. Hal ini diduga sebagai suatu cara
untuk memperkecil proses biokimia dalam tubuh yang teracuni, sehingga efek
lethal yang terjadi lebih lambat (Rochmansyah et al. 1998 dalam Rudiyanti &
Ekasari (2009). Menurut Palar (2004), keberadaan dari suatu toksikan akan dapat
mempengaruhi kerja dari enzim-enzim fisiologis tubuh.
Elrifadah (2011) menunjukkan hasil yang sama pada hasil pengamatan.
Proses kematian ikan mas yang dipaparkan dalam larutan limbah sasirangan dari
sisa pencelupan diawali dengan gerak operkulum yang sangat cepat. Gerakan
operkulum ini mencapai 125 kali per menit, sedangkan pada kondisi normal hanya
60-75. kali per menit. Gerakan sirip-sirip juga sangat cepat, terutama sirip ekor
dan sirip dada dan mulutnya sering disembulkan ke permukaan. Selanjutnya
seluruh tubuh ikan uji banyak mengeluarkan lendir dan keseimbangan mulai
terganggu. Seiring dengan makin melemahnya gerak operkulum (sekitar 20-25
kali per menit) ikan mas mulai hilang keseimbangan, ditandai dengan posisi tubuh
miring atau terbalik. Gejala ini segera diakhiri dengan kematian hewan uji dengan
mulut terbuka.
Akumulasi logam pada ikan diawali dengan proses pengambilan (uptake)
melalui insang dan kemudian terserap ke dalam seluruh jaringan tubuh dan
tersimpan/tersekap di dalam. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses ‘uptake’
Hg dan jumlah yang akan terakumulasi, di antaranya adalah: kecepatan
metabolisme, ukuran dan jenis, alkalinitas dan pH. Selain itu, proses demetilasi,
29
suhu, tingkat kontaminasi, waktu, sumber dan bentuk Hg, serta tingkat kehidupan
organisme sangat mempengaruhi proses ‘uptake’ (Sorensen 1991 dalam Lasut
2009). Transport Hg di dalam jaringan tubuh ikan terjadi dimana logam tersebut
diangkut oleh darah dalam bentuk terikat dengan protein. Merkuri metil berikatan
dengan protein hemoglobin dalam sel darah merah ikan (Heath 1987 dalam Lasut
2009)
Empat isolat dengan kode BOC2HE, GOC2HE, PTRF2B dan KTRF2B
mempuyai mortalitas lebih lama di dalam 100 mL kandungan HgCl2 1 ppm, baik
pada saat isolat diinkubasi pada 0 hari maupun 6 hari. (Madigan et al. 2003)
keberadaan merkuri di alam dengan konsentrasi yang relatif rendah yaitu sekitar 1
ppm. Oleh karena itu, konsentrasi HgCl2 yang digunakan dalam praktikum ini
adalah 1 ppm agar kondisinya sama dengan konsenrasi merkuri di alam. Brock &
Madigan (1991, dalam Ijong & Dien 2011) juga menyatakan bahwa kemampuan
mereduksi atau mengoksidasi ion-ion logam termasuk ion-ion merkuri sangat
bervariasi tergantung dari spesies bakteri, bahkan hasil penelitian Ijong (2004,
dalam Ijong & Dien 2011) dan Ijong (2006, dalam Ijong & Dien 2011) terhadap
isolat Thiobacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang diisolasi dari area reklamasi
pantai Manado mendapatkan hasil bervariasi.
SIMPULAN
30
Hasil praktikum di atas menyimpulkan bahwa
1. Hasil isolasi bakteri pereduksi merkuri dari rhizosfer berbegai tanaman
memperlihatkan 7 isolat, yaitu PTRF2B, POC2HE, PTF3H, KTRF2B,
KOC2HE, BOC2HE, GOC2HE memiliki kemampuan mereduksi merkuri
2. Hasil karakterisasi menunjukkan semua isolat memiliki kesamaan ciri
mikroskopik tergolong bakteri Gram Positif dan berbentuk coccus dan basil
dan diduga bahwa di antara isolat-isolat tersebut termasuk ke dalam genus
bakteri Bacillus dan Pseudomonas. Namun, untuk memperoleh hasil
identifikasi yang akurat dan teliti perlu diadakan identifikasi molekuler 16s
RNA.
3. Empat isolat dengan kode BOC2HE, GOC2HE, PTRF2B dan KTRF2B
mempuyai mortalitas lebih lama di dalam 100 mL kandungan HgCl2 1 ppm,
baik pada saat isolat diinkubasi pada 0 hari maupun 6 hari. Kemampuan
mereduksi atau mengoksidasi ion-ion logam termasuk ion-ion merkuri sangat
bervariasi tergantung dari spesies bakteri. Faktor lingkungan yang cukup
berpengaruh terhadap mortalitas hewan uji adalah konsentrasi limbah,
perubahan suhu, pH, dissolved oxygen (DO), salinitas dan alkalinitas
DAFTAR PUSTAKA
31
Alfian. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya Bagi Kesehatan Manusia dan Lingkungan. Medan: Universitas Sumaetra Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/708/1/08E00123.pdf [20 Juni 2014]
Ayu RD. Tahun tidak diketahui. Isolasi dan Uji Resistensi Antibiotik Bakteri Resistensi Merkuri (Hg) dari Kawasan Pantai Losari Makassar. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4005/ISOLASI%20DAN%20UJI%20RESISTENSI%20ANTIBIOTIK%20BAKTERI%20RESISTENSI%20MERKURI%20%28Hg%29%20DARI%20KAWASAN%20PANTAI%20LOSARI%20MAKASSAR.pdf?sequence=1 [20 Juni 2014]
Elrifadah, Mangalik A, Chairuddin Gt, Halang B. 2011. Penentuan Tingkat Toleransi Ikan Mas (Cyprinus carpio L) terhadap Limbah Cair Industri Sasirangan. EnviroScienteae. [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 7: 138-149. Tersedia pada: http://eprintpasca.unlam.ac.id/920/1/Elrifadah_Es%207.3.pdf
Fahruddin. 2010. Bioteknologi Lingkungan. Bandung: Alfabeta
Fatimawati, Badaruddin F, Yusuf I. 2011. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Resisten Merkuri dari Muara Sungai Sario yang Dapat Digunakan untuk Detoksifikasi Limbah Merkuri. [Internet]. Jurnal Ilmiah Sains [diunduh 2014 Maret 07];11(2): 282-288. Tersedia pada: http://ejournal.unsrat.ac.id
Husni H, Esmralda MT. Tahun tidak diketahui. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Lin) -(Studi Kasus: Limbah Cair Industri Tahu “SUPER”, Padang). http://repository.unand.ac.id/17022/1/Uji_Toksisitas_Akut_Limbah_Cair_Industri_Tahu.pdf [20 Juni 2014]
Ijong HG, Dien HA. 2011. Karakteristik Bakteri Pereduksi Merkuri (Escherichia coli) Diisolasi dari Perairan Pantai Teluk Manado. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 7(3): 103-108. Tersedia pada: http://ejournal.unsrat.ac.id
Imamuddin H. 2010. Pola Pertumbuhan dan Toksisitas Bakteri Resisten HgCl2
Ochrobactrum sp. S79 dari Cikotok, Banten. Ekosains [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 2(2): 26-32. Tersedia pada: http://eprints.uns.ac.id/1492/1/4-8-1-SM.pdf
Kimsman. 2011. Merkuri dan Dampaknya terhadap Kesehatan Manusia. http://kimsman1sbw.files.wordpress.com/2011/07/merkesman4.pdf. [20 Juni 2014]
Lasut MT. 2009. Proses Bioakumulasi dan Biotransfer Merkuri (Hg) pada Organisme Perairan di dalam Wadah Terkontrol. Jurnal Matematika dan Sains [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 14(3): 89-95. Tersedia pada: http://journal.fmipa.itb.ac.id
32
Madigan MI, Martinko JM, Parker J. 2003. Biology of Microorganisme. United Stated of America: Pearson Education, Inc
Mirdat, Patadungan YS, Isrun. 2013. Status Logam Berat Merkuri (Hg) dalam Tanah Pada Kawasan Pengolahan Tambang Emas di Kelurahan Poboya, Kota Palu. Agrotekbis [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 1(2):127-134. Tersedia pada: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=111538&val=5153&title=Status%20Logam%20Berat%20Merkuri%20%28Hg%29%20Dalam%20Tanah%20Pada%20Kawasan%20Pengolahan%20Tambang%20Emas%20Di%20%20Kelurahan%20Poboya,%20Kota%20Palu
Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi logam berat. Jakarta: Rineka Cipta.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI – Press.
Permentan. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah
Tim Lab Mikrob. 2008. Panduan Praktikum Mikrobiologi Dasar. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman
Prasetyawati ET. 2009. Bakteri Rhizosfer Sebagai Pereduksi Merkuri dan Agensia Hayati. Surabaya (ID): UPN Press
Rondonuwu SB, Santosa DA, Suprihatin, Lay BW. 2012. Uji Aktivitas Bakteri Pereduksi Merkuri Asal Pesk Talawan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Forum Pascasarjana. 35(3): 167-177
Rudiyaanti S, Ekasari AD. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Saintek Perikanan [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 20]; 5(1): 49-54. Tersedia pada: http://ejournal.undip.ac.id
Sriyani N, Salam AK. 2008. Penggunaan Metode Bioassay untuk Mendeteksi Pergerakan Herbisida Pascatumbuh Paraquat dan 2,4-D dalam Tanah. J. Tanah Trop. [Internet]. [diunduh pada 20 Juni 2014]; 13(3): 199-208. Tersedia pada: http://journal.unila.ac.id/index.php/tropicalsoil/article/viewFile/60/pdf
Sulastri. 2002. Uji Aktivitas Merkuri Reduktase Bakteri dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah [Tesis]. Bogor: Institut Petanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7891/2002sul.pdf?sequence=4. [20 Juni 2014]
34
Lampiran 1 Kegiatan praktikum
Gambar 13 Kegiatan praktikum di Laboratorium Bioteknologi Tanah. a). penimbangan sampel tanah; b). memasukkan 1 gram tanah ke garam NaCl fisiologis; c). menghomogenkan tanah dalam larutan fisiologis; d). Hasil pengenceran bertingkat; e). Pengambilan 1 mL sampel tanah; f). memasukkan media LB ke cawan petri; g). Hasil pembuatan larutan Hg 75 ppm dan 100 ppm; h). pemipetan 0,1 ml masing masing konsentrasi Hg ke dalam cawan petri berisi media LB; i). Purifikasi bakteri; j). pengamatan morfologi; k). persiapan uji glukosa; l). Pewarnaan Gram
35
Lampiran 2 Kegiatan uji patogenitas dan uji bioassay
Gambar 14 Uji patogenitas dan uji bioassay. a). isolat bakteri; b). pengambilan isolat dengan suntikan; c) penyuntikan terhadap daun tembakau; d). Hasil uji patogenitas terhdap tembakau; e). uji isolat bakteri pada 0 hari inkubasi terhadap ikan; f). uji isolat bakteri pada 6 har inkubasi terhadap ikan
Lampiran 3 Sepuluh sampel tanah
a b
c d
e f
36
Gambar 15 Hasil pengambilan sepuluh sampel tanah. a). tanah pada kantong plastik dari lapangan; b). tanah yang sudah ditimbang 1 gram
Lampira 4 Isolat bakteri pada agar miring
Gambar 16 Pertumbuhan tujuh isolat bakteri pada agar miring
Lampiran 5a Hasil pengamatan morfologi bakteri
Tabel 5 Hasil pengamatan morfologi bakteri pada konsentrasi 75 ppm
a
b
37
Ukuran Pgmn Kar. Optik Bentuk Elevasi Prmkaan Margin KodeI 1 2 Besar Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTF3H
2 4 Kecil= 1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BBesar=3 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
II 1 1 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B2 38 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
Sedang=7 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=30 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
III 1 44 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=9 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=29 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BTitik=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 25 Besar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=11 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=6 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BTitik=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
IV 1 4 Besar=2 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTF3HSedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 200 Sedang=8 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=15 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BTitik=177 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
V 1 2 Besar Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HE
2 9 Kecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HEBesar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil2=5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
VI 1 75 Sedang=9 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=56 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BTitik=10 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 3 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=15 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
VII 1 36 Besar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=15 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=17 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 7 Besar=3 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
VIII 1 10 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BBesar=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTF3HSedang=5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 23 Besar=5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=8 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BTitik=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE
IX 1 7 Kecil1=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HEKecil2=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HEBesar=5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 8 Kecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HETitik=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BBesar=5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
X 1 2 Kecil=2 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE2 9 Besar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
Sedang1=1 Pink Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous KTRF2BSedang2=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=3 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE
Jumlah 509
TS JK Pengamatan MorfologiUl
Keterangan: TS= titik sampel; UL= ulangan; JK= jumlah koloni; Pgmn= pigmentasi; Kar.optik= karakterist ik optik
Lampiran 5b Hasil pengamatan morfologi bakteri
38
Tabel 6 Hasil pengamatan morfologi bakteri pada konsentrasi 100 ppm
Ukuran Pigmentasi Kar. O ptik Bentuk Elevasi Pmkaan Margin KodeI 1 6 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
Kecil=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HEKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HESedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 4 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HEKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE
II 1 8 Besar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BBesar=1 Putih Translucent Irreguler Convex Halus Entire POC2HEKecil=1 Putih fr. biru Opaque Circular Convex Halus Entire BOC2HEKecil=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HETitik=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE
2 9 Besar=3 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HEKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HESedang = 5 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
III 1 7 Besar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
IV 1 4 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE
2 23 Besar=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTRF2BBesar=4 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=18 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
V 1 49 Besar=10 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=9 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HEKecil=29 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 43 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=10 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=31 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
VI 1 67 Besar=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTF3HSedang=6 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=4 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTRF2BTitik=8 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=48 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 3 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
VII 1 10 Sedang=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HESedang=9 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 9 Besar=2 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTRF2BKecil=5 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE
VIII 1 4 Sedang=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HEKecil=1 Kuning Opaque Circular Convex Halus Entire GOC2HE
2 5 Besar=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=3 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HETitik=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE
IX 1 28 Besar=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTRF2BSedang=3 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BSedang=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HETitik=9 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2BKecil=14 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B
2 2 Besar=1 Putih Translucent Felamentous Flat Halus Felamentous PTF3HSedang=1 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE
X 1 1 Sedang=1 Putih Translucent Rhizoid Flat Berkerut Felamentous PTRF2B2 3 Kecil=1 Pink Opaque Circular Convex Halus Entire KOC2HE
Kecil=2 Putih Opaque Circular Convex Halus Entire POC2HE
285
Pengamatan Morfologi
Jumlah
TK UL JK
Keterangan: TS= t itik sampel; UL= ulangan; JK= jumlah koloni; Pgmn= pigmentasi; Kar.optik= karakteristik optik
Lampiran 6a Uji fisiologis dan biokimia
39
Gambar 17 Uji fermentasi karbohidrat: a). glukosa; b). sukrosa ulangan 1; c). sukrosa ulangan 2
Lampiran 6b Uji fisiologis dan biokimia
a
b
c
40
Gambar 18 Hasil pengamatan uji katalase terhadap tujuh isolat bakteri
Lampiran 6c Uji fisiologis dan biokimia
42
Gambar 20 Hasil pengamatan pewarnaan Gram terhadap tiga isolat bakteri
Lampiran 7b Hasil pewarnaan Gram
KOC2HE (400 X) PTF3H (400 X)
BOC2HE (1000 X)
43
Gambar 21 Hasil pengamatan pewarnaan Gram terhadap empat isolat bakteri
Lampiran 8 Pengaruh tekanan osmotik
PTRF2B (1000 X)PTRF2B (1000 X)
KTRF2B (1000 X)GOC2HE (1000 X)
44
Gambar 22 Hasil pengamatan pengaruh tekanan osmotik terhadap tujuh isolat bakteri
Lampiran 9 Kebutuhan oksigen
PTRF2B PTF3H
BOC2HE GOC2HE
KTRF2B POCHE
KOC2HE
45
Gambar 23 Hasil pengamatan uji kebutuhan oksigen terhadap tujuh isolat bakteri
Lampiran 10 Jadwal kegiatan praktikum di Lboratorium
46
Tabel 7 Jadwal kegiatan praktikum kelompok dua
No Tanggal Kegiatan Keterangan
1 19 Maret Pengambilan 10 sampel tanah Baik
2 21 Maret Pembuatan dan persiapan NaCl fisiologis ke dalam 70 tabung reaksi Baik
Sterilisasi cawan petri sebanyak 40 buah Baik
3 24 Maret Sterilisasi tabung reaksi berisi NaCl fisiologis sebanyak 70 tabung Baik
Pembuatan media LB sebanyal 600 Ml Baik
Isolasi bakteri dari 10 sampel tanah Baik
4 07 April Pembuatan media LB sebanyal 600 Ml Baik
Sterilisasi cawan petri sebanyak 40 buah Baik
5 08 April Karakterisasi morfologi isolat bakteri Baik
Purifikasi Baik
6 11 April Pembuatan media LB sebanyal 1500 Ml Baik
Persiapan media untuk uji fisiologis dan biokimia Baik
7 12 April Uji fisiologis dan biokimia bakteri 1 Baik
8 16 April Pengamatan uji fisiologis dan biokimia 1 Baik
9 21 April Uji fisiologis dan biokimia bakteri 2 Baik
Pengamatan uji fisiologis dan biokimia 2 Baik
10 22 April Uji Bioassay 1 Baik
11 06 Juni Kultur bakteri untuk uji patotenitas Baik
12 07 Juni Kultur bakteri untuk uji bioassay Baik