Upload
ricaangelina2ymail
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH FARMAKOLOGI MOLEKULER
“ANTIEMETIK”
Disusun oleh :
Irenne Agustina Tanto (G1F014071)
Alifah Itmi Mushoffa (G1F014073)
Gasti Giopenra Benarqi (G1F014075)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
B. Pengertian.................................................................................................. 3
C. Mekanisme Mual, Muntah dan Antiemetik............................................... 3
D. Obat Antiemetik dan Sifat Obat Golongan Antagonis Serotonin............. 6
BAB III PENUTUP
E. Kesimpulan................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11
LAMPIRAN..........................................................................................................12
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mual dan muntah pada pasien kanker dapat merupakan gejala dari
penyakit kanker atau efek samping dari pengobatan kanker. Mual muntah
dapat mempengaruhi status nutrisi, asupan makanan dan pada akhirnya
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien (Ballatori and Roila, 2003).
Mual muntah akibat kemoterapi (MMK) merupakan efek samping yang
paling ditakuti oleh pasien kanker baik yang mendapat kemoterapi ataupun
radioterapi (Schnell, 2003). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
antiemetik yang tidak efektif dalam mencegah mual muntah. Efikasi
antiemetik dalam mencegah mual muntah berkisar sekitar 70%-80% pada
pasien yang medapat kemoterapi dengan emetogenik berat (Wit dkk,
2005).
Salah satu hal yang berpengaruh terhadap respon obat adalah
variasi individu dalam biotransformasi obat. Polimorfisme gen yang
berperan serta dalam biotransformasi obat merupakan prediktor dalam
efektivitas terapi antiemetik selain faktor risiko jenis kelamin, usia dan
emetogenik dari obat sitotoksik (Kaiser dkk, 2004).
2
BAB II
ISI
B. Pengertian Mual, Muntah dan Antiemetik
Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk muntah atau
gejala yang dirasakan ditenggorokan dan di daerah sekitar lambung yang
menandakan kepada seseorang bahwa ia akan segera muntah. Muntah
diartikan sebagai pengeluaran isi lambung melalui mulut, yang seringkali
membutuhkan dorongan yang sangat kuat (Sukandar, 2008).
Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam
penatalaksanaan mual dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan
cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari dua
cara, yaitu secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap stimulus
yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya muntah, atau secara
sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat
muntah. Anti emetik yang bekerja secara lokal dapat berupa anastid,
anastesi lokal, adsorben, obat pelindung yang melapisi mukosa GI, atau
obat yang mencegah distensi dan menstimulasi pereganan saluran GI.
Agen ini sering kali digunakan untuk mengatasi mual yang
ringan(Mutschler,1991).
C. Mekanisme Mual, Muntah dan Antiemetik
Dalam penanganan kemoterapi menggunakan obat-obat yang
bersifat sitotoksik. Obat sitotoksik dapat menimbulkan mual muntah
melalui beberapa mekanisme, yaitu:1] pusat muntah, 2] chemoreceptor
trigger zone (CTZ), 3] syaraf aferen vagus yang berasal dari
gastrointestinal menuju area postrema. CTZ. CTZ sangat sensitif terhadap
stimulus kimia dan merupakan target utama dari antiemetik. Obat
sitotoksik akan mengaktifkan syaraf aferen vagus dan menghasilkan input
sensori yang akan mengaktifkan otot perut, diafragma, lambung dan
3
esophagus untuk menimbulkan muntah. Mekanisme dari obat sitotoksik
dalam menimbulkan muntah (Rubenstein dkk, 2006). Gastrointestinal
Obat sitotoksik Pelepasan serotonin dari sel enterokromafin 5-HT3, SP CTZ 5-HT3, D2, SP, M VAP
Pusat Muntah
Kortisol
Emesis
5-HT3: 5 Hidrokstriptamin, D2 : dopamin, SP : Substansi P, H : Histamin, M : Muskarinik, CTZ : chemoreceptor trigger zone, VAP :vagal afferent pathway.AR 5-HT3 : Antagonis reseptor 5 HT3Jalur muntah : Mekanisme aksi obat :
Bagan diatas menunjukkan mekanisme terjadinya rangsang muntah
hingga terjadi muntah. Proses ini diawali dengan adanya rangsang muntah
pada gastrointestinal yang dapat melepaskan serotonin dari sel
enterokromatin. Serotonin ini kemudian akan diterima oleh CTZ. Dari CTZ,
serotonin akan dikirim ke pusat muntah. Dipusat muntah inilah terjadi
mekanisme obat antagonis reseptor 5-HT3. Serotonin yang datang ke pusat
muntah akan menempel di reseptor 5-HT3. Kemudian terjadi pembukaan
kanal hingga akhirnya terjadi emesis. Peran obat 5-HT3 yaitu bersifat
antagonis terhadap penempelan serotonin pada reseptornya.
Neurotransmiter yang berperan dalam mual muntah adalah
dopamine, serotonin dan senyawa P. Reseptor dopamine, serotonin dan
senyawa P terletak di dorsal vagus, area postrema dan gastrointestinal.
Antiemetik yang digunakan dalam terapi MMK adalah antagonis reseptor 5
4
AR 5-HT3 , antagonist NK1Antagonis histamin,
antagonis dopamin, antagonis kanabioid, antagonis NK1
Benzodiazepin
HT3 (AR5HT3), antagonis dopamine dan antagonis neurokinin. AR5HT3
terikat secara selektif dan kompetitif memblok AR5HT3, sehingga dapat
mencegah input sensori ke pusat muntah dan CTZ. Aktivitas antiemetik
dari AR5HT3 dapat tercapai dengan menghambat reseptor 5HT3A dan
5HT3B baik yang terletak di sentral maupun perifer. Obat yang termasuk
golongan AR5HT3 adalah ondansetron, dolasetron, granisetron, dan
palanosetron (Lohr, 2008;Wit dkk, 2005).
Reseptor 5-HT merupakan reseptor yang sangat kompleks, karena
memiliki sedikitnya 14 subtipe reseptor. Uniknya, dari empat belas subtipe
tersebut, hanya satu yang terkait dengan kanal ion (reseptor ionotropik)
yaitu reseptor 5-HT3, sedangkan sisanya adalah metabotropik. Reseptor 5-
HT3 mulanya dijumpai pada saraf otonom, saraf sensorik, dan saraf enterik
yang ada di saluran pencernaan. Selanjutnya reseptor ini juga dijumpai di
SSP seperti spinal cord, korteks, hippokampus, dan di ujung saraf dan
berperan mengatur pelepasan neurotransmitter, termasuk serotonin.
Reseptor 5-HT3 terikat dengan kanal ion yang tidak selektif. Aktivasinya
oleh serotonin menyebabkan kanal kation membuka dan memicu arus
depolarisasi yang cepat dan singkat sebagai akibat dari pergerakan ion K+
dan Na+ kanal (Ikawati, 2008).
Pengikatan agonis pada serotonin menyebabkan perubahan
konformasi dan aktivasi reseptor 5-HT3. Hal ini menyebabkan gerakan ion
bermuatan positif dari celah sinaptik ke dalam sitoplasma. Pengikatan
antagonis di situs pengikatan serotonin mencegah aktivasi dan depolarisasi
sel terhambat. Sehingga rangsang muntah tidak akan dilanjutkan ke pusat
muntah (Gambar 2) (Ikawati, 2008).
5
Gambar 2. Mekanisme kerja dari antagonis reseptor 5-HT3 (Katzung,
2001).
Gambar 3. Obat golongan antagonis reseptor 5-HT3 akan menempati
reseptor 5-HT3 sehingga dapat mencegah muntah (Ikawati, 2008).
Antagonis reseptor 5-HT3 sering digunakan bersama dengan
steroid glukokortikoid seperti dexamethasone pada induksi mual dan
muntah akibat kemoterapi. Penggunaan bersama antagonis reseptor NK1,
secara signifikan meningkatkan efektivitas antagonis 5-HT3 secara akut
atau kronik pada induksi mual dan muntah akibat kemoterapi. Dalam
sebuah studi meta analisis, antagonis reseptor 5-HT3 dinyatakan efektif
dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi payudara (Singhal, et al,
2012).
6
GranisetronOndansetronDolasetronPalonosetron
D. Obat Antiemetik dan Sifat Obat Golongan Antagonis Serotonin
a. Obat Antiemetik
1. Ondansetron
Nama Branded Generik Produsen
Frazon Ferron
Narfoz Pharos
Kliran Bernofarm
Ondarin Yarindo Farmatama
Ondavell Novell Pharma
Trovensis Sanbe
Vomceran Kalbe Pharma
Vometraz Dexa Medica
Vometron Mahakam Medika Farma
(Anonim, 2012)
2. Granisetron
Nama Branded Generik Produsen
Gramet Pharos
Granon Dexa Medica
Kytril Roche
(Anonim, 2012)
3. Palonesetron
Nama Branded Generik Produsen
Paloxi Kalbe Farma
(Anonim, 2012)
7
Palonosetron menunjukkan profil farmakologi yang unik jika
dibandingkan dengan antagonis reseptor 5-HT3 lainnya. Dalam upaya
untuk menentukan apakah ada perbedaan dalam farmakologi molekuler
palonosetron dengan antagonis reseptor 5-HT3 yang lain dapat dibantu
dengan penjelasan hasil klinis palonosetron ini, serangkaian percobaan
paralel dilakukan dengan menggunakan palonosetron dan dua lainnya
yang paling banyak digunakan 5-HT3 receptor antagonist yaitu
ondansetron dan granisetron. Dalam eksperimen terpisah, kesetimbangan
tes diagnostik diskriminasi efek diferensial dari palonosetron pada [3H] –
ligand jelas menunjukkan bahwa ikatan palonosetron adalah antagonis
reseptor alosterik sedangkan granisetron dan ondansetron adalah antagonis
reseptor kompetitif. Satu penjelasan yang mungkin untuk temuan ini
adalah bahwa palonosetron bisa memicu internalisasi reseptor 5-HT3.
Internalisasi receptor akan menyebabkan berkurangnya populasi reseptor
di permukaan sel dan mengakibatkan penghambatan persisten fungsi
reseptor (Rojas, 2014).
Internalisasi reseptor palonosetron-dipicu diperkirakan akan
mempengaruhi proses sel termasuk reseptor sinyal dan crosstalk. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa palonosetron bisa menghambat crosstalk
reseptor 5-HT3 / NK1 baik in vitro dan in vivo. Palonosetron tidak
mengikat reseptor NK1 langsung tetapi menghambat respon SP melalui
penghambatan reseptor sinyal crosstalk (Rojas, 2014).
Ilustrasi 5HT3 / NK1 Receptor Crosstalk-Palonosetron
Tidak mengikat reseptor NK1 langsung, tetapi
masih bisa menghambat respon SP melalui
penghambatan reseptor crosstalk sinyal.
8
Interaksi alosterik palonosetron dan kooperatititas positif
internalisasi memicu reseptor mengakibatkan penghambatan persisten
fungsi reseptor 5-HT3 serta penghambatan 5-HT3 / reseptor NK1 sinyal
crosstalk. Interaksi molekul ini menyebabkan akhirnya penghambatan
yang berbeda dari respon SP selama emesis baik yang akut maupun yang
tertunda yang tidak diamati dengan ondansetron atau granisetron.
Palonosetron menunjukkan keberhasilan dalam mencegah emesis baik
yang akut maupun yang tertunda (Rojas, 2014).
b. Sifat Obat Golongan Antagonis Serotonin
Obat Kimia Alam Antagonis
Reseptor
Waktu
Paruh
Dosis
Ondansetron Carbazole
derivatif
Antagonis
resptor 5-
HT3 dan
antagonis
lemah 5-HT4
3,9 jam 0,15 mg/
kg
Granisetron Indazole Antagonis
reseptor 5-
HT3
9-11,6 jam 10 mg/ kg
Dolasetron Indole Antagonis
reseptor 5-
HT3
7-9 jam 0,6-3 mg/
kg
Palonosetron Isoquinolone Antagonis
reseptor 5-
HT3
40 jam 0,25 mg x
1 dosis
(Goodman and Gilman, 2011)
9
BAB III
PENUTUP
E. Kesimpulan
Antagonis reseptor 5-HT3 bekerja dengan cara berikatan dengan
reseptor 5-HT3 mencegah aktivasi dan depolarisasi sel terhambat, sehingga
rangsang muntah tidak akan dilanjutkan ke pusat muntah. Contoh obat
golongan antagonis reseptor 5-HT3 antara lain ondansetron, granisetron,
dolasetron, dan palonostreon.
Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk muntah atau
gejala yang dirasakan ditenggorokan dan di daerah sekitar lambung yang
menandakan kepada seseorang bahwa ia akan segera muntah. Muntah
diartikan sebagai pengeluaran isi lambung melalui mulut, yang seringkali
membutuhkan dorongan yang sangat kuat.
Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam
penatalaksanaan mual dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan
cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari dua
cara, yaitu secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap stimulus
yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya muntah, atau secara
10
sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat
muntah
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012, MIMS Indonesia Edisi 12, PT. Medicata Indonesia, Jakarta.
Balatori, E , Roila F. 2003. Impact of Nausea and Vomitting on Quality of
Life in Cancer Patients during Chemotherapy. Health Qual Life
Out ;1 :46; p 1-11.
Goodman and Gilman, 2011, Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Ikawati, Z. 2008. Pengantar Farmakologi Molekuler. UGM Press :
Yogyakarta.
Katzung, B. G. 2001. Basic and Clinical Pharmacology 8th edition. The
McGraw Hill Companies : San Fransisco.
Kaiser R, Sezer O, Papies A, Bauer S, Schelenz C, Tremblay PB, Possinger K,
Roots I, Brockmoller J. 2002. Patient-tailored anti-emetic treatment
with 5-Hydroxytryptamine type 3 receptor antagonists according to
cytochrome P-450 2D6 genotypes. Clin Oncol ; 20:12: 2805-11
Lohr L. 2008. Chemotherapy-Induced Nausea Vomiting. Cancer J; 14;85-93
Mutschler,E. 1991. Dinamika Obat, Edisi 5. ITB : Bandung
11
Rojas, C., Raje, M., Tsukamoto, T., Slusher, B. S. 2014. Molecular
mechanisms of 5-HT3 and NK1 receptor antagonists in prevention of
emesis. European Journal of Pharmacology. 722: 26–37
Rubenstein EB, Slusher BS, Rojas C, Navari RM. 2006. New approaches to
chemotherapy induced nausea and vomiting: From neurology to
clinical investigations. Cancer J ;12: 341-347
Schnell FM. 2003. Chemotherapy induced nausea and vomiting : the
importance of acute emetic control. The Oncologist ; 8:187-198
Singhal AK, Kannan S, and Gota VS. 2012. 5HT3 Antagonists for Prophylaxis
of Postoperative Nausea and Vomiting in Breast Surgery: a Meta-
analysis. J Postgrad Med, 58:23-31.
Sukandar,E.Y dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFILinn L : Jakarta
Wit R, Aapro M, Blower PR. 2005. Is there a pharmacological basis for
differences in 5-HT3-receptor antagonist efficacy in refractory
patients. Cancer Chemother Pharmacol ;6: 231–38
LAMPIRAN
Hasil Diskusi
1. Bagaimana mekanisme obat SSRI? (Dendy , G1F014047)
2. Bagaimana cara penyakit vestibular dapat menyebabkan muntah? (Mega,
G1F014029)
3. Bagaimana bisa terjadi muntah dengan adanya ion Na+ yang masuk ke
reseptor serotonin? (Nilta, G1F014009)
Jawaban Diskusi
1. SSRI menyebabkan peningkatan serotonin ekstraseluler yang pada
awalnya mengaktivasi autoreseptor, suatu aktivitas yang menghambat
pelepaan serotonin dan menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar
sebelumnya. Akan tetapi, dengan terapi kronis, autoreseptor inhibisi
mendesensitisasi dan selanjutnya terdapat penigkatan yang menetap pada
pelepasan serotonin otak depan yang menyebabkan efek terapeutik.
12
2. Labirin membangkitkan input yang kontinu ke batang otak. Setiap proses
patologis yang mengubah keseimbangan tonus ini bias menyebabkan
pusing hingga ketidak mampuan untuk berdiri atau berjalan. Gejala
utamanya adalah vertigo, yang merupakan perasaan salah akan gerakan
berputar, berhubungan dengan overaktivitas simpatis, mual dan muntah.
3. Rangsang Na yang masuk melewati reseptor serotonin kemudian akan di
teruskan menuju pusat rangsang mual kemudian menyebabkan rangsang
muntah ke pusat muntah.
13