142
ISLAMIC PARENTING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Kasus SD Putra Pertiwi Pondok Cabe) Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) Oleh: Badriyatul Khoiriyah NIM. 15311503 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1440 H/2019 M

15311503.pdf - repository iiq

Embed Size (px)

Citation preview

ISLAMIC PARENTING DALAM PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(Studi Kasus SD Putra Pertiwi Pondok Cabe)

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

Oleh:

Badriyatul Khoiriyah

NIM. 15311503

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1440 H/2019 M

ISLAMIC PARENTING DALAM PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(Studi Kasus SD Putra Pertiwi Pondok Cabe)

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

Oleh:

Badriyatul Khoiriyah

NIM. 15311503

Pembimbing:

Dr. Esi Hairani, M. Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1440 H/2019 M

iii

MOTTO

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.” (Q.S: Adz-Dzariyat: 56)

Jangan pernah lelah untuk belajar (membaca dan menulis) serta

mengamalkan ilmu yang didapat meskipun itu hanya satu huruf.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang

Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia

mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S: Al-„Alaq: 1-

5)

.

iv

بسم اهلل الرحمن الرحيم KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah

memberikan hidayah, karunia dan nikmat-Nya yang tak terhingga sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yakni berupa skripsi. Shalawat

dan salam semoga tetap tercurahkan kepada khotim Al-Anbiya’ baginda kita

Nabi Muhammad Saw. yang senantiasa kita harapkan syafa’atnya pada hari

kiamat kelak.

Dengan izin Allah Swt serta berkat bantuan, dorongan dan nasihat

dari semua pihak, penulis telah menyelesaikan skripsi ini guna meraih gelar

sarjana pada Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, dengan

judul “Islamic Parenting Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

di SD Putra Pertiwi Pondok Cabe”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak

hambatan dan rintangan yang penulis hadapi. Dengan keberhasilan yang telah

dicapai, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada

pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi yang sangat berjasa bagi

penulis, terutama kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA. Rektor IIQ Jakarta dan

kepada para wakil Rektor serta segenap civitas akademika IIQ Jakarta.

2. Ibu Dr. Esi Hairani, M. Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah IIQ Jakarta dan

sebagai pembimbing skripsi penulis, yang telah banyak meluangkan

waktunya dalam membimbing dan selalu memberikan arahan kepada

penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Reksiana, MA. Pd. Ketua Prodi Pendidikan Agama Islam yang telah

mengarahkan dan membekali penulis dengan berbagai ilmu pendidikan,

dan segenap jajaran dosen pengajar Prodi Pendidikan Agama Islam yang

v

tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang telah membuka cakrawala

pengetahuan berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak KH. Ahmad Fathoni, Lc, MA. Pengasuh Pesantren Takhassus IIQ

Jakarta, Ibu Ruaedah, MA. Direktris PETA IIQ Jakarta dan Bapak Abdul

Rasyid Masykur, MA. Ketua Lembaga Bahasa IIQ Jakarta.

5. Para instruktur tahfizh Ibu Dra. Hj. Hurul’ien, Kakak Nur Afriani

Hasanah, SH, MA. dan Ibu Dra. Azizah Burhan, MA. yang tidak pernah

lelah untuk membimbing, memberi nasihat dan memotivasi penulis

dalam menghafal Al-Qur`an serta menjaganya.

6. Staf Fakultas Tarbiyah Ibu Wasmini dan Ibu Yuyun Siti Zaenab, S. Pd.

yang telah banyak membantu kelancaran akademik penulis.

7. Kepala dan staf perpustakaan IIQ Jakarta, yang telah banyak membantu

penulis dalam mencari dan memperoleh buku dan kitab referensi.

8. Kedua orang tua tercinta, ayahanda H. M. Amin Afandi, Ibunda Hj.

Dewi Masyrifah dan adinda tersayang M. Fajrul Falah, serta keluarga

besar Bani Nur Salim, Bani Sholeh yang tak henti-hentinya mendoakan,

memberikan motivasi dan dukungan baik moril maupun materil kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu Tiwuk Kusparyanti, S.Pd. Kepala Sekolah dan jajaran guru SD Putra

Pertiwi Pondok Cabe yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

penelitian di SD Putra Pertiwi.

10. Guru-guru penulis di yayasan Darul Ulum Gedongan, di pondok

pesantren Al-Fathimiyyah Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang wa bil

khusus Romo KH. Abdul Nashir Fattah dan Ibu nyai Hj. Ummu Salma

Husein yang senantiasa mendoakan dan mengajarkan banyak ilmu

sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini. Guru-guru Madrasah

Mu’allimin Mu’allimat Bahrul Ulum serta muassis Bahrul Ulum Tambak

Beras Jombang.

vi

11. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2015 especially Tarbiyah

A, Kelas Tahfizh Bu Azizah, keluarga Jam’iyyah Mudarasah Al-Qur`an,

BPH JMQ 17/18 (Nabil, Putri, Nafi’, Ilman, Aziz), keluarga Himabi,

keluarga LBI 2015, keluarga Senat Mahasiswa IIQ 2018, Partner BPH

SEMA Istiqomah dan Muthia serta keluarga BKKBM IIQ Jakarta tahun

2018 yang telah memberi warna selalu saling support satu sama lain

dalam suka maupun duka untuk berjuang bersama-sama dan Faqih Esye

yang telah memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Dengan rasa hormat dan terima kasih kepada seluruh pihak atas

segala bantuan, dukungan serta doanya, semoga Allah Swt. membalas segala

kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis. Âmîn. Akhir kata,

penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Ciputat, 5 Agustus 2019

Penulis,

Badriyatul Khoiriyah

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... i

LEMBAR PERNYATAAN PENULIS ......................................................... ii

MOTTO .......................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................. vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... ix

ABSTRAK ..................................................................................................... xii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah ..................................................................... 5

2. Pembatasan Masalah ..................................................................... 5

3. Perumusan Masalah ...................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

E. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 8

F. Metodologi Penelitian ....................................................................... 12

G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 13

BAB II: ISLAMIC PARENTING DAN PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SECARA UMUM

A. Islamic Parenting

1. Pengertian Islamic Parenting ....................................................... 14

2. Hak-hak Anak dalam Pendidikan Agama Islam .......................... 21

3. Pola Asuh yang Dianjurkan Rasulullah SAW. ............................. 34

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pembelajaran ............................................................. 41

2. Pengertian Pendidikan Agama Islam ........................................... 42

3. Pengertian Shalat dan Al-Qur`an serta Keutamaannya ................ 44

viii

BAB III: METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 55

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ......................................................... 55

C. Sumber Data Penelitian ...................................................................... 57

D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 58

E. Teknik Analisis Data .......................................................................... 63

F. Uji Keabsahan Data ............................................................................ 64

BAB IV: HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum tentang SD Putra Pertiwi

1. Sejarah Berdirinya SD Putra Pertiwi ............................................ 67

2. Visi, Misi dan Tujuan SD Putra Pertiwi ....................................... 68

3. Identitas Sekolah .......................................................................... 71

4. Tenaga Pendidik dan Kependidikan ............................................. 72

5. Data Peserta Didik ........................................................................ 73

6. Sarana dan Prasarana .................................................................... 74

7. Kurikulum Pendidikan ................................................................. 75

B. Deskripsi Analisis Data ...................................................................... 77

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 92

B. Saran-saran ......................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 94

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DATA DIRI PENULIS

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

1. Konsonan

No. Arab Latin No. Arab Latin

th ط a 16 أ 1

zh ظ b 17 ب 2

„ ع t 18 ت 3

gh غ ts 19 ث 4

f ف j 20 ج 5

q ق h 21 ح 6

k ك kh 22 خ 7

l ل d 23 د 8

m م dz 24 ذ 9

n ن r 25 ر 10

w و z 26 ز 11

h ه s 27 س 12

` ء sy 28 ش 13

y ي sh 29 ص 14

dh ض 15

ix

10

x

2. Vokal

Vokal Tungal Vokal Panjang Vokal Rangkap

Fathah : a آ : â ي .... : ai

Kasrah : i ي : î و ..... : au

Dhammah : u و : û

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah

ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

al-Madinah : املدينة al-Baqarah : البقرة

b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan

dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

as-Sayyidah : السيدة ar-rajul : الرجل

ad-Dârimî : الدارمي asy-syams : الشمس

4. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ــ),

sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini

berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di

akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti

oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:

Âmannâ billâhi : آمنا بالل

اء آمن السفه : Âmana as-Sufahâ`u

Inna al-ladzîna : إن الذي ن

wa ar-rukka`i : والركع

x

5. Ta Marbûthah (ة)

Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata

sifat (na‟at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.

Contoh:

ف ئدة al-Af’idah : ال

لمية امعة ال س .al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah : ال

Sedangkan ta marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-

washal) dengan kata benda (isim), maka dialihaksarakan menjadi

huruf “t”. Contoh:

الناصبة Âmilatun Nâshibah : عاملة

.al-Âyat al-Kubrâ : اآليت الكبرى

6. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi

apabila telah dialihaksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan Yang

Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti: penulisan awal

kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.

Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,

seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan

lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,

maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri, bukan kata

sandangnya. Contoh: „Alî Hasan al-„Âridh, al-„Asqallânî, al-Farmawî

dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Alqur`an dan nama-

nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur`an, Al-

Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.

xii

ABSTRAK

Nama : Badriyatul Khoiriyah

NIM : 15311503

Fakultas/Prodi: Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam Institut Ilmu Al-Qur`an

(IIQ) Jakarta.

Judul : Islamic Parenting dalam Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah membahas tentang

bagaimana islamic parenting dalam pembelajaran pendidikan agama Islam

dengan latar belakang permasalahan perhatian dari orang tua terhadap hak-

hak anak dalam pendidikan agama Islam terutama dalam membimbing shalat

dan membaca Al-Qur`an yang baik dan benar sesuai dengan tajwidnya, guna

dapat menjadi anak yang saleh dan salihah. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pola asuh Islami yang diterapkan oleh orang tua dalam

pendidikan agama Islam terutama dalam hal shalat dan membaca Al-Qur`an.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan

metode deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Data

penelitian yang terkumpul dianalisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mendidik anak, orang tua

merupakan dasar yang paling berpengaruh terhadap perilaku anak. Banyak

orang tua yang tidak hanya mempercayakan pendidikan anaknya kepada

lembaga atau yayasan secara penuh. Melainkan adanya sinergi yang baik

antara lembaga pendidikan dan orang tua dalam pendidikan Islam pada anak.

Kata Kunci: Islamic Parenting, Pendidikan Agama Islam

xiii

ABSTRACT

Name : Badriyatul Khoiriyah

NIM : 15311503

Faculty : Faculty of Tarbiyah Islamic Religious Education Study Program

Institute of Al-Qur`an (IIQ) Jakarta

Title :Islamic Parenting in Learning Islamic Religious Education

The problem examined in this study is to discuss about how Islamic parenting

in the learning of Islamic religious education with the background of the

problem of attention from parents to children's rights in Islamic religious

education, especially in guiding prayer and reading the Qur'an which is good

and right according with tajwidnya, in order to become a pious and pious

child. This study aims to determine Islamic parenting patterns applied by

parents in Islamic religious education, especially in terms of prayer and

reading the Qur'an.

This research uses a qualitative approach using descriptive analysis method.

Data collection techniques used in this study used observation, interviews

and documentation. The research data collected was analyzed.

Research result to show that in educating children, parents are the most

influential basis for children's behavior. Many parents who not only entrust

their children's education to institutions or foundations in full. But there is a

good synergy between educational institutions and parents in Islamic

education in children.

Keywords: Islamic Parenting, islamic education

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu hak dan kewajiban bagi setiap anak untuk mendapatkan

pendidikan guna mendapatkan ilmu pengetahuan yang luas, setinggi-

tingginya dan tidak terbatas. Pada dasarnya pendidikan dimulai dari

ketika anak masih berada di dalam kandungan ibunya, yakni dengan

mengajaknya melakukan hal-hal positif ketika dalam kandungan

maka akan lahirlah seorang anak yang diharapkan oleh kedua orang

tuanya.

Orang tua selalu ingin anaknya menjadi lebih baik dari

mereka, akan tetapi tidak lupa juga seorang anak merupakan cerminan

dari kedua orang tuanya. Oleh karena itu jika anak diminta untuk

menjadi lebih baik dari orang tuanya tanpa ada contoh perilaku

ataupun perkataan yang baik maka keinginan tersebut akan tidak

sesuai dengan yang diharapkan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam

Q.S: At-Tahrîm ayat 6:

. . .

“Wahai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka. . .”

Ayat tersebut menjelaskan tentang pendidikan keluarga

merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak.

Anak adalah amanah dari Allah Swt. yang dititipkan kepada orang

yang dipercaya dapat menjaga dan membimbingnya. Dengan demikian

orang tua yang telah dianugerahi seorang anak harus menjaga dan

memelihara keluarganya dari hal-hal yang dilarang oleh agama.

2

Belajar agama Islam terutama dalam bidang Al-Qur`an pada

anak yang juga didukung oleh orang tua akan membuahkan hasil yang

maksimal dan memuaskan serta dapat mencetak generasi milenial

yang unggul dalam Tafaqquh Fiddîn. Terlebih bagi seorang ibu karena

“Al-ummu madrasatul ûla” yang artinya seorang ibu merupakan

sekolah (pendidik) pertama bagi anak-anaknya.

“Tujuan Pendidikan agama Islam bukanlah semat-mata untuk

memenuhi kebutuhan intelektual saja, melainkan segi penghayatan

juga pengalaman serta pengaplikasiannya dalam kehidupan dan

sekaligus menjadi pegangan hidup”.1 Pendidikan agama Islam yang

berkualitas sangat diperlukan untuk membentuk peserta didik menjadi

pribadi yang cerdas, aktif dan berakhlak mulia.

“Agama merupakan masalah yang abstrak, tetapi pengaruhnya

akan tampak dalam kehidupan yang konkret. Agama dalam

kehidupan sosial mempunyai fungsi sebagai sosialisai individu, yang

berarti bahwa agama bagi seorang anak akan mengantarkannya

menjadi dewasa”.2

Agama sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, baik

bagi orang tua maupun anak-anak. Bagi orang tua agama merupakan

pondasi dan tata aturan keimanan yang wajib ditaati dengan

menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. dan

meninggalkan apa yang dilarang-Nya serta menjadi pedoman untuk

bersosialisi dengan sesama. Agama bagi anak-anak merupakan bibit

terbaik yang diperlukan dalam pembinaan kepribadian dengan

melihat contoh perilaku dari orang tuanya. Oleh karena itu diperlukan

1

Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2014), Cet. Ke-2, h. 20 2 Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, Cet. ke-2,…,

h. 21

3

adanya program penunjang peserta didik dalam hal belajar pendidikan

agama Islam, baik dipraktikkan di rumah maupun di sekolah. Setiap

orang tua pasti menginginkan anaknya sukses dalam hal apapun.

“Belajar dalam pandangan psikologis merupakan proses

perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi

dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup”.3 Belajar

ilmu pengetahuan dan agama saling berkaitan satu sama lain, belajar

ilmu pengetahuan tanpa melibatkan agama akan menjadi kosong dan

sebaliknya menjalankan agama tanpa ilmu akan menjadi tidak

sempurna. Sebagaimana Firman Allah Swt., dalam Q.S Al-Mujadalah

ayat 11:

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:

"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya

Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:

"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan

orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi

ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa

yang kamu kerjakan.”

Allah Swt. pasti akan meninggikan derajat orang-orang yang

beriman dan orang-orang yang memiliki atau menuntut ilmu. Dengan

demikian di sinilah peran dari orang tua dibutuhkan untuk

membimbing dan mengantarkan anak-anaknya menjadi anak yang

mendapatkan ilmu pengetahuan serta mendapatkan pendalaman

3 Donni Juni Priansa, Pengembangan Strategi dan Model Pembelajaran,

(Bandung: Pustaka Setia, 2017), h. 38

4

keagamaannya. Beberapa aspek pendidikan agama Islam yang harus

diperhatikan oleh orang tua adalah aspek fisik, akal, akhlak dan

sosial.

Suatu tantangan bagi orang tua untuk mendidik anaknya

sesuai dengan zamannya, zaman sekarang berbeda dengan zaman

lampau, yang mana di era digital ini, dalam dunia pendidikan agama

Islam sedikit tergeser dengan munculnya berbagai alat canggih yang

juga dapat menjadi hambatan peserta didik untuk mengembangkan

potensi yang dimilikinya.

Kesempatan peserta didik dalam belajar agama Islam

khususnya Al-Qur`an dapat berkurang dengan hadirnya smartphone

yang akan mempengaruhinya, karena mereka telah masuk pada

dunianya sendiri dan susah untuk mengenal sekitarnya. Namun,

begitu juga tidak sedikit orang tua yang tidak membatasi kegiatan

anak-anaknya, sehingga media sosial lebih menarik di kalangan

dewasa maupun anak-anak dibandingkan dengan belajar pendidikan

agama Islam dengan perhatian dan bimbingan dari orang tuanya

sendiri dikarenakan faktor lain, dengan demikian pembelajaran anak

dalam agama Islam khusunya Al-Qur`an dapat menurun.

Kemampuan membaca Al-Qur`an yang sesuai dengan

tajwidnya dapat dicapai salah satunya dengan cara membiasakan dan

melatih diri untuk membacanya setiap hari, dengan istiqamah

membaca Al-Qur`an maka lisan juga akan dengan mudahnya

melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur`an.

Pola asuh orang tua yang terlalu membebaskan anaknya dalam

arti kurang memperhatikan kegiatan yang dilakukan anaknya akan

mempengaruhi belajar pada anak, dalam hal belajar shalat, membaca

Al-Qur`an dan sebagainya sangat dibutuhkan dukungan dari orang

5

tua, bahkan ikut serta dalam membimbing anaknya untuk belajar

membaca Al-Qur`an. Tidak cukup bagi orang tua yang hanya

menyerahkan kepada sekolah atau yayasan untuk mengajar dan

mendidik anaknya.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan

di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Islamic Parenting dalam Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di SD Putra Pertiwi Pondok Cabe”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan yang disajikan pada latar belakang

masalah di atas, maka ditemukan identifikasi permasalahan penilitian

sebagai berikut:

1. Hak anak terhadap pembelajaran pendidikan agama Islam.

2. Terbatasnya waktu dalam membimbing belajar Al-Qur`an yang

baik dan benar oleh guru PAI di sekolah.

3. Gadget lebih menarik dari pada belajar pendidikan agama Islam.

4. Perhatian dari orang tua dalam membimbing shalat dan membaca

Al-Qur`an yang baik dan benar sesuai dengan tajwidnya.

5. Faktor pergaulan yang mendukung semangat belajar agama Islam

di lingkungan sekitarnya.

6. Guru agama yang kompeten dalam membimbing siswa belajar

agama dan membaca Al-Qur`an yang baik dan benar.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas,

maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Hak anak terhadap pembelajaran pendidikan agama Islam.

2. Perhatian dari orang tua dalam membimbing shalat dan membaca

Al-Qur`an yang baik dan benar sesuai dengan tajwidnya.

6

3. Terbatasnya waktu dalam membimbing belajar Al-Qur`an yang

baik dan benar oleh guru PAI di sekolah.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas,

maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu Bagaimana pola asuh

orang tua Islami dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

terutama dalam shalat dan membaca Al-Qur`an di SD Putra Pertiwi

Pondok Cabe?

E. Tujuan Penelitian

Dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka

tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui

Islamic Parenting dalam pembelajaran pendidikan agama Islam

terutama dalam shalat dan membaca Al-Qur`an di SD Putra Pertiwi

Pondok Cabe.

F. Manfaat Penilitian

Adapun manfaat dari penelitian adalah:

1. Teoritis

Secara teoritis proposal ini adalah agar orang tua dapat

menggunakan pola asuh yang diajarkan oleh Islam untuk

mendidik dan membimbing anak dalam pembelajaran pendidikan

agama Islam, khususnya dalam hal shalat dan membaca Al-

Qur’an.

2. Praktis

a. Bagi Orang Tua

1) Agar orang tua sadar akan pentingnya perhatian dan

dukungan untuk anaknya dalam membimbing shalat dan

belajar Al-Qur’an yang baik dan benar.

7

2) Agar orang tua dapat memotivasi anaknya dalam belajar

pendidikan agama Islam.

b. Bagi Guru

1) Agar guru terampil dalam menggunakan metode belajar

pendidikan agama Islam.

2) Agar guru dapat menambah kualitas bacaan siswa, baik

dalam shalat maupun membaca Al-Qur`an.

c. Bagi Siswa

1) Agar siswa dapat meningkatkan shalatnya dan belajar

dalam membaca Al-Qur’an.

2) Agar siswa mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

d. Bagi Sekolah

1) Meningkatkan kualitas pada pencapaian sistem sekolah.

2) Meningkatkan prestasi sekolah terutama dalam membaca

dan memahami Al-Qur’an bagi muslim.

e. Bagi Peneliti

1) Menambah wawasan tentang pola asuh orang tua dalam

pembelajaran pendidikan agama Islam.

2) Mendapat pengetahuan tentang hal-hal yang perlu

dievaluasi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam

khususnya dalam membaca Al-Qur`an.

G. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dimaksud untuk memberikan informasi yang

relevan dengan tema penelitian yang akan dilakukan oleh penyusun.

Beberapa penelitian yang juga membahas mengenai pola asuh orang

tua perspektif Islam dalam pembelajaran pendidikan agama Islam

antara lain:

8

1. Triana Indriya Sari, mahasiswa jurusan program studi

Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan di

Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2015. Dengan judul

“Hubungan Gaya Pengasuhan Orang Tua Tipe Enabling

dengan Kemandirian Anak”.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara gaya pengasuhan orang tua tipe enabling

dengan kemandirian anak usia 5-6 tahun.

Persamaan: Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang

memiliki persamaan yaitu sama-sama meneliti tentang

pengasuhan orang tua.

Perbedaan: Penelitian terdahulu menggunakan pendekatan

kuantitatif karena mencari korelasi antara gaya pengasuhan tipe

enabling dengan kemandirian anak, berbeda dengan penelitian

sekarang yang menggunakan pendekatan kualitatif karena

penelitian ini bersifat studi kasus.

2. Muhammad Ali Muttaqin, mahasiswa jurusan Pendidikan

Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di

UIN Walisongo Semarang, tahun 2015. Dengan judul

“Parenting Sebagai Pilar Utama Pendidikan Anak Dalam

Perspektif Pendidikan Islam”.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam mendidik anak,

orang tua merupakan dasar yang paling berpengaruh terhadap

keberhasilan perkembangan anak. Namun pada saat sekarang

banyak orang tua yang tidak menyadari betapa pentingnya peran

orang tua dalam pembentukan kepribadian anak-anaknya.

Persamaan: Penelitian terdahulu ini mempunyai persamaan

dengan penelitian sekarang yakni sama membahas tentang pola

9

asuh orang tua dalam prespektif Islam dengan pendekatan

kualitatif.

Perbedaan: Perbedaannya penelitian terdahulu membahas

tentang parenting sebagai pilar utama pendidikan anak, orang

tua berperan penting dalam keberhasilan perkembangan dan

pembentukan kepribadian anak. Sedangkan penelitian yang

sekarang yaitu membahas tentang islamic parenting dalam

pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak, yakni tentang

pola asuh orang tua dalam pembelajaran anak dengan

membimbing shalat dan membaca Al-Qur`an dengan baik dan

benar.

3. Lilis Setiyaningsih, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama

Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung tahun 2015. Dengan

judul “Pengembangan Minat Belajar Baca Al-Qur’an Siswa

di SDN 1 Bandung Tulungagung”.

Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan

guru pendidikan agama Islam dalam mengajarkan Al-Qur’an

secara tartil melalui pembiasaan sebagai kegiatan rutin siswa

membaca Al-Qur’an di sekolah, memberikan point dalam daftar

nilai sebagai penilaian dari kegiatan mengajar Al-Qur’an,

memberikan penghargaan bagi siswa yang aktif dan berprestasi

dalam belajar Al-Qur’an, mengadakan kompetisi hari besar

Islam agar bisa memikat anak menjadi gemar mempelajari Al-

Qur’an. Adapun dalam melakukan upaya tersebut, guru

menghadapi beberapa faktor pendukung di antaranya adalah

keaktifan peserta didik dalam pembelajaran atau adanya minat

10

dari anak didik dan adanya peran aktif dari guru yang

mendorong semangat anak untuk rajin belajar.

Persamaan: Penelitian ini mempunyai persamaan dengan

penelitian sekarang yaitu sama membahas tentang

pengembangan belajar membaca Al-Qur`an pada siswa sekolah

dasar, penelitian ini sama-sama menggunakan pendekatan

kualitatif.

Perbedaan: Perbedaan penelitian yang terdahulu yaitu

membahas tentang upaya yang dilakukan guru pendidikan

agama Islam dalam mengajarkan Al-Qur’an secara tartil melalui

pembiasaan sebagai kegiatan rutin siswa membaca Al-Qur’an di

sekolah. Sedangkan penelitian yang sekarang adalah membahas

tentang pola asuh orang tua dalam pembelajaran pendidikan

agama Islam khususnya dalam hal shalat dan membaca Al-

Qur`an.

4. Mohamad Sholikin, mahasiswa jurusan kependidikan Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, tahun 2016. Dengan judul “Parenting Sebagai

Pilar Utama Pendidikan Anak Dalam Prespektif Pendidikan

Islam”.

Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa anak merupakan

amanah yang dititipkan oleh Allah kepada orang tua, sehingga

orang tua wajib menjaga dan mendidik anak sebagai bentuk

amanah kepada Allah. Dengan cara yang baik dan sesuai

dengan tujuan pendidikan Islam yakni menanamkan takwa dan

akhlak dalam rangka membentuk manusia yang berkepribadian

dan berbudi pekerti luhur.

11

Persamaan: Penelitian ini mempunyai persamaan dengan

penelitian sekarang yaitu sama membahas tentang pola asuh

orang tua dalam prespektif Islam dengan pendekatan kualitatif.

Perbedaan: Perbedaannya dengan penelitian terdahulu yakni

membahas tentang parenting sebagai pilar utama pendidikan

anak, urgensi parenting dalam pendidikan anak dan konsep

parenting dalam perspektif pendidikan Islam. Sedangkan

penelitian yang sekarang yaitu membahas tentang islamic

parenting dalam pembelajaran Al-Qur`an pada anak, yakni

tentang pola asuh orang tua dalam pembelajaran pendidikan

agama Islam, yakni dengan membimbing belajar membaca Al-

Qur`an dengan baik dan benar.

5. Winda Rizka Adriesta, mahasiswa jurusan Manajemen Dakwah

Fakultas Dakwah dan Komunikasi di Universitas Islam Negeri

Ar-Raniry Banda Aceh tahun 2016. Dengan judul “Peran

Orang Tua dalam Membina Pengajian Al-Qur`an dalam

Rumah Tangga Untuk Anak Usia Dini di Kecamatan

Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan”.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa orang tua sangat

berperan dalam memberikan pembinaan terhadap anak di usia

dini di dalam rumah tangga. Peran orang tua dalam membina

pengajian Al-Qur`an dalam rumah tangga telah memberikan

kontribusi serta motivasi terhadap anak untuk membina dan

membimbingnya agar bisa melatih dirinya untuk bisa membaca

Al-Qur`an. Adapun kendala orang tua dalam membina

pengajian Al-Qur`an yaitu terdapatnya pada diri anak, perilaku

orang tua terlalu keras, banyak aturan serta keadaan ekonomi,

keadaan lingkungan dan pergaulan yang bebas. Untuk

12

mengatasi anak dalam pembinaan Al-Qur`an adalah memberi

waktu luang untuk membimbing anak.

Persamaan: Penelitian ini mempunyai persamaan dengan

penelitian sekarang yaitu sama membahas tentang pentingnya

orang tua dalam membimbing belajar Al-Qur`an untuk anak dan

dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Perbedaan: Penelitian terdahulu membahas tentang peran

orang tua dalam membina pengajian Al-Qur`an pada anak usia

dini yang telah memberikan kontribusi serta motivasi terhadap

anak untuk membina dan membimbingnya agar bisa melatih

dirinya untuk bisa membaca Al-Qur`an. Sedangkan penelitian

yang sekarang yaitu membahas tentang islamic parenting yakni

pola asuh orang tua Islam dalam pembelajaran pendidikan

agama Islam terutama dalam shalat dan membaca Al-Qur`an

pada anak. Bentuk pola asuh orang tua dalam membimbing

pembelajaran pendidikan agama Islam hingga mendapatkan

hasil yang maksimal.

H. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan

kualitatif, yakni studi kasus. Penelitian ini menggunakan teknik

pengumpulan data dengan cara wawancara yang menggunakan

pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya, observasi dan

dokumentasi.

I. Sistematika Penulisan

Mengenai sistematika dan teknis penulisan proposal skripsi

ini, secara umum penulis mengacu pada buku pedoman penulisan

proposal dan skripsi yang diterbitkan oleh LPPI IIQ Jakarta tahun

13

2017. Adapun sistematikanya dibagi dalam lima bab dan setiap bab

terdiri dari sub bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN yang mencakup latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN TEORI yang mencakup tentang landasan teori

pengertian islamic parenting, hak-hak anak dalam pendidikan agama

Islam, pola asuh yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw. dan pengertian

pembelajaran, pengertian pendidikan agama Islam, pengertian shalat,

Al-Qur`an serta keutamaannya .

BAB III METODE PENELITIAN yang berisikan tempat dan waktu

penelitian, jenis dan pendekatan penelitian, sumber data penelitian,

teknik pengumpulan data, teknis analisis data dan uji keabsahan data.

BAB IV HASIL PENELITIAN yang berisikan gambaran umum

tentang SD Putra Pertiwi meliputi sejarah berdirinya SD Putra

Pertiwi, visi, misi dan tujuan, identitas sekolah, tenaga pendidik dan

kependidikan, data peserta didik, sarana dan prasarana, kurikulum

pendidikan serta deskripsi analisis data hasil penelitian.

BAB V PENUTUP meliputi kesimpulan dan saran-saran.

.

14

OUTLINE

Kata Pengantar

Pernyataan Penulis

Lembar Pengesahan

Motto

Daftar Isi

Abstrak

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Identifikasi Masalah

C. Pembatasan Masalah

D. Perumusan Masalah

E. Tujuan Penelitian

F. Manfaat Penelitian

G. Metode Penelitian

H. Tinjauan Pustaka

I. Sistematika Penulisan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pola Asuh Islami (Islamic Parenting)

B. Pengertian Minat Belajar Pendidikan Agama Islam

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

15

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian

C. Sumber Data Penelitian

D. Teknik Pengumpulan Data

E. Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Obyek Penelitian

1. Letak Geografis SD Putra Pertiwi

2. Sejarah dan Perkembangan

3. Visi dan Misi

4. Keadaan Guru, Peserta Didik dan Orang tua

B. Deskripsi Data

1. Cara pola asuh orang tua dalam meningkatkan minat

belajar pendidikan Agama Islam

2. Peserta didik yang minat belajar pendidikan Agama

Islam

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

LAMPIRAN-LAMPIRAN

16

DAFTAR PUSTAKA

Almaududy, Rois. Dari Rasulullah Untuk Pendidik, Solo: Tinta Medina,

2018.

Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2014.

Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali

Pers, 2014.

Muhammad, Ahsin Sakho. Keberkahan Al-Qur`an, Jakarta: PT. Qaf Media

Kreativa, 2017.

Priansa, Donni Juni. Pengembangan Strategi dan Model Pembelajaran,

Bandung: Pustaka Setia, 2017.

Yuniar, Hani Fatma. A Life Islamic Parenting, Klaten: Caesar Media Pustaka,

2018.

17

14

BAB II

ISLAMIC PARENTING DAN PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SECARA UMUM

A. Islamic Parenting (Pola Pengasuhan Islami)

1. Pengertian Islamic Parenting

Islam merupakan ajaran yang sangat memperhatikan anak

dan perkembangannya. Secara umum yang dimaksud dengan

“pola asuh adalah cara-cara orang tua mengasuh anaknya untuk

menolong dan membimbing supaya anak hidup mandiri”.1

Dalam kaitannya, pola asuh orang tua dalam perspektif

Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. yakni

sebagai kedua orang tua merupakan teladan yang baik bagi anak,

mempunyai pengaruh yang besar terhadap kejiwaan anak.

Apabila kedua orang tua mempunyai kedisiplinan untuk

bertakwa kepada Allah dan mengikuti jalan Allah Swt, maka

anak akan ikut tumbuh pula dalam ketaatan dan kepatuhan

kepada Allah Swt. karena mencontoh kedua orang tuanya.2

Pola asuh juga dapat didefinisikan sebagai “pola interaksi antara

anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan fisik (seperti

makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti

rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-

norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras

dengan lingkungannya.”3

Adapun menurut Rahmat Rosyadi

1 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak

Usia Dini, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 25 2 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi,

(Surakarta: Pustaka Arafah, 2017), h. 56 3 Abdullah Idi dan Safarina, Etika pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2016), Cet-2, h. 125

15

“pola asuh yang tepat dari orang tua kepada anaknya dan

memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak mempunyai

hubungan yang sangat kuat terhadap pembentukan karakter anak

ketika ia dewasa.” 4

Dari beberapa definisi di atas maka dapat penulis

simpulkan bahwa pola asuh orang tua Islami adalah pola

interaksi, metode atau cara yang dipilih untuk mendidik,

membimbing, mengarahkan secara optimal dan mendisiplinkan

kedewasaan anak berdasarkan Al-Qur`an dan Hadis sehingga

membentuk pribadi anak menjadi anak yang sholih dan sholihah.

Oleh karena itu jika anak-anak dapat tumbuh dalam ketaatan

kepada Allah Swt. dan menyeru kepada agama-Nya, maka akan

terjadi pertemuan di antara mereka kelak di surga yang kekal.

Sedangkan arti orang tua menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah ayah dan atau ibu seorang anak, baik melalui

hubungan biologis maupun sosial. Umumnya orang tua memiliki

peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak.5

Menurut Zakiah Daradjat yang dikutip oleh Abdullah Idi, “orang

tua merupakan pusat kehidupan rohani anak dan sebagai

penyebab berkenalnya dengan alam luar, maka setiap reaksi

emosi anak dan pemikirannya kelak, terpengaruh oleh sikapnya

terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu.”6

Perhatian Islam terhadap pendidikan anak dapat dilihat

dari firman Allah Swt. sebagai berikut:

4 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak

Usia Dini,…, h. 23 5 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-V,

2016 6 Abdullah Idi dan Safarina, Etika pendidikan, Cet. ke-2,…, h. 147

16

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah

manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,

keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang

diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkan.”

Ayat tersebut dengan tegas memerintahkan kepada orang-

orang yang beriman bukan hanya menjaga dirinya saja

dari siksa api neraka, atau bencana kehidupan di dunia dan

di akhirat, melainkan juga menjaga keluarganya dari

siksaan api neraka. Cara menjaga diri sendiri dan keluarga

dari api neraka ini antara lain dilakukan dengan cara

mendidiknya, yakni membentuk sikap dan perilaku

dengan nilai-nilai ajaran agama secara luas, yang tampak

dalam ucapannya selalu benar, sikapnya selalu jujur,

perilakunya selalu menjalankan ajaran agama, mematuhi

berbagai peraturan dan perundangan yang ditetapkan

pemerintah.7

Termasuk pula dalam kegiatan menjaga diri dari api

neraka ini adalah menjauhkan diri dan keluarga dari makanan,

minumam, pakaian dan segala sesuatu yang diharamkan agama

dan dilarang oleh peraturan yakni menjauhkan diri dari perbuatan

dosa dan maksiat. Dengan menjauhi perbuatan tersebut maka

diharapkan manusia akan terhindar dari hal-hal yang

membahayakan dirinya, baik di dunia maupun di akhirat nanti.8

7 Abuddin Nata, Psikologi Pendidikan Islam, (Depok: PT Raja Grafindo

Persada, 2018), h. 199 8 Abuddin Nata, Psikologi Pendidikan Islam,…, h. 200

17

Dalam Islam, “orang tua atau keluarga merupakan

institusi sosial terpenting dalam membentuk generasi dan

keturunan yang baik. Orang tua dalam keluarga selanjutnya

memiliki peranan strategis dalam membentuk anak yang baik dan

jauh dari keburukan.”9 Menurut Ahmad Tafsir, orang tua adalah

orang yang menjadi anutan anaknya. Setiap anak mula-mula

mengagumi kedua orang tuanya. Semua tingkah orang tuanya

ditiru oleh anak itu. Karena itu, keteladanan dan pembiasaan

sangat diperlukan. Orang tua adalah pendidik utama dan pertama

dalam hal penanaman keimanan bagi anaknya. Disebut utama,

karena besar sekali pengaruhnya. Disebut pendidik pertama,

karena merekalah yang pertama mendidik anaknya.10

Seorang ayah di samping memiliki kewajiban untuk

mencari nafkah bagi keluarganya, dia juga berkewajiban

untuk mencari tambahan ilmu bagi dirinya, karena dengan

ilmu-ilmu tersebut dia akan dapat membimbing dan

mendidik diri sendiri dan keluarganya menjadi lebih baik.

Demikian juga halnya seorang ibu, di samping memiliki

kewajiban dalam pemeliharaan keluarga, dia pun tetap

memiliki kewajiban untuk mencari ilmu. Hal tersebut

penting karena ibulah yang selalu dekat dengan anak-

anaknya. Dalam sabda Nabi Saw, „Surga berada di bawah

telapak kaki ibu‟ tersirat makna bahwa kebaikan-kebaikan

seorang ibu mencerminkan kebaikan-kebaikan anaknya,

dan ketaatan anak kepada ibunya dapat menimbulkan

kebaikan untuk dirinya.11

Keluarga mempunyai peran terdepan dan strategis dalam

pembentukan kepribadian, watak dasar atau karakter anak. Islam

memposisikan keluarga sebagai lembaga pendidikan dasar atau

9 Abdullah Idi dan Safarina, Etika pendidikan,…, h. 138

10Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Dalam Keluarga, (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2017), h. 6 11

Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam,

(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 98

18

pertama dan utama. Begitu besarnya pengaruh keluarga dalam

pendidikan anak, sehingga Rasulullah Saw., menghubungkannya

dengan nilai-nilai akidah:

كل عن أب ىري رة رضي اهلل عنو قال : قال النب صلى اهلل عليو وسلم رانو أو ي سانو )رواه مولود ي ولد على الفطرة فأب واه ي هودانو أو ي نص ج

12 (لبخاريا„Dari Abu Hurairah ra berkata: Nabi Saw bersabda

Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan tanggung

jawab kedua orang tuanyalah yang bakal menjadikannya Yahudi,

Nasrani atau Majusi‟. (HR. Bukhari)

Dari hadis tersebut dikatakan bahwa pola asuh orang tua

dalam mendidik anaknya sangatlah strategis. Kultur yang

terbangun dalam keluarga memberi warna dalam keyakinan

seorang anak.13

Anak merupakan anugerah dari Allah Swt., di

mana kehadirannya merupakan tanggung jawab setiap orang tua

untuk mendidik dengan baik. Untuk menciptakan masa depan

yang lebih baik salah satunya caranya adalah dengan

menciptakan anak-anak atau generasi muda sebagai aktor dan

pionir masa depan.14

Tatkala anak itu ada di dalam kandungan ibunya,

penanaman keimanan perlu terus dilakukan seperti sering

membaca atau memperdengarkan lantunan ayat-ayat Al-

Qur`an. Hasil penelitian psikologi menjelaskan bahwa

apa-apa yang dialami ibu hamil akan mempengaruhi bayi

yang dikandungnya. Apabila ibunya mendapatkan

pendidikan keimanan, maka anak yang dikandungnya juga

akan memperoleh pendidikan keimanan. Nabi

12

Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja‟fai, Shahîh

Bukhâri, (Damaskus: Dar Thuqa An-Najat, 1422 H), Juz 2, h. 100, No. Hadis 1385. 13

Saiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam

Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), h. 262 14

Abdullah Idi dan Safarina, Etika pendidikan,…, h. 122

19

mengajarkan bahwa pendidikan keimanan itu pada

dasarnya dilakukan oleh orang tuanya. Caranya melalui

keteladanan dan pembiasaan di rumah.15

Al-Ghazali dalam hal ini mengungkapkan bahwa orang

tua memiliki tanggung jawab terdepan dalam pendidikan anak.

Anak dipandang sebagai suatu tabula rasa (kertas putih), di mana

orang tua bertanggung jawab mengembangkannya, baik bertalian

perkembangan bahasa, tradisi kultur, dan keyakinan moral dan

praktiknya. Orang tualah yang berperan dalam mengembangkan

karakter yang baik dalam kehidupan anak-anaknya kemudian

hari.16

Kedua orang tua harus dihormati dan dipatuhi kecuali

kalau mereka mengajak kepada kemusyrikan yang memerosotkan

harkat dan martabat manusia. Juga diajarkan bagaimana

seharusnya bersikap terhadap orang lain, menghargai mereka

dengan rendah hati dan sopan. Tidak berlaku congkak, yang

penting ditekankan bahwa ketaatan mutlak hanya kepada Tuhan

saja dan dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan baik dan

bermanfaat bagi sesama.17

Keharusan berbuat baik kepada orang tua disertai

penjelasan susah-payahnya orang tua mengurus anak, mulai dari

mengandung sampai menyapih selama dua tahun. Keharusan

berbuat baik kepada orang tua juga dibatasi oleh aturan-aturan

Allah Swt. dan dalam kondisi yang paling pahit, jika orang yang

paling berjasa dalam hidup mengajak untuk tidak taat kepada

15

Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Dalam Keluarga,…, h. 5 16

Abdullah Idi dan Safarina, Etika pendidikan,…, h. 128-129 17

Djohan Effendi, Pesan-pesan Al-Qur`an, (Jakarta: PT Serambi Ilmu

Semesta, 2012), h. 199

20

Allah, maka ajakan tersebut harus ditolak, dengan catatan tetap

menjaga hubungan baik.18

Kualitas orang tua, ayah dan ibu berpengaruh sekali

terhadap anaknya, karena dari diri merekalah pertama-tama si

anak belajar mengenal lingkungan masyarakatnya. Orang tua

yang jauh dari anak-anaknya menyebabkan anak mencari

perhatian kepada pihak lain secara sembarangan. Akibatnya,

mereka akan dengan mudah menerima pengaruh yang tidak

mendidik dari lingkungan pergaulannya.19

Ruang lingkup pendidikan keluarga adalah pendidikan

seluruh individu yang menjadi anggota keluarga. Keluarga

memberikan pengaruh terhadap apa yang terjadi di dalamnya.

Terutama bagi seorang ibu, pendidikan seorang ibu kepada

anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan.

Baik buruknya pendidikan ibu terhadap anaknya akan

berpengaruh besar terhadap perkembangan watak anak di

kemudian hari. Seorang ayah juga memegang peranan penting

dalam mendidik anaknya, yaitu sebagai sumber kekuasaan dalam

keluarga, memberi nafkah dan pelindung bagi seluruh anggota

keluarganya.

Dengan demikian pola asuh orang tua sangat penting

terhadap kualitas anak dalam mendidik dan membimbingnya

sesuai dengan ajaran agama Islam. Seperti mencontohkan

perilaku yang baik, mengajak shalat berjamaah dan membimbing

membaca Al-Qur`an.

18

Nurwadjah Ahmad dan Roni Nugraha, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,

(Bandung: Penerbit Marja, 2018), h. 168 19

Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif

Islam,…, h. 98

21

2. Hak-hak Anak dalam Pendidikan Agama Islam

Pola asuh dalam pendidikan anak sejatinya

memperhatikan hak-hak anak dalam menyelenggarakan

pendidikan. Dalam Al-Qur`an memiliki beberapa hak yang wajib

dipenuhi orang tua, meliputi:

a. Hak untuk beriman kepada Allah Swt.

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada

anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya: „Wahai

anakku! janganlah kamu mempersekutukan Allah.

Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-

benar kezaliman yang besar.” (Q.S: Luqman:13)

Ayat ini menjelaskan larangan sekaligus mengandung

pengajaran tentang wujud dan keesaan Allah. Bahkan redaksi

pesannya berbentuk larangan, jangan mempersekutukan

Allah untuk menekan perlunya meninggalkan sesuatu yang

buruk sebelum melaksanakan yang baik.20

Dengan demikian pengajaran tentang mengesakan

Allah Swt. adalah sesuatu yang harus diterima oleh anak dari

orang tua sebagai lindungan terdekat anak. Setiap anak

terlahir membawa fitrah tauhid, namun aktualisasinya butuh

lingkungan yang mendukung agar fitrah tersebut berkembang

dengan baik. Pendidikan yang mengabaikan stimulan

terhadap fitrah tauhid merupakan bentuk penghianatan

terhadap amanah yang Allah Swt. berikan padanya, karena

20

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008),

h. 127

22

anak adalah amanah Allah Swt. yang memiliki visi

kehidupan penghambaan diri dan menjadi khalifah Allah

Swt. di bumi.

b. Hak untuk mengetahui aturan Allah. Firman Allah Swt;

“Wahai anakku! dirikanlah shalat dan suruhlah

(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka)

dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa

yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu

termasuk perkara yang penting.” (Q.S: Luqman:17)

Nasihat Luqman di atas menyangkut hal-hal yang

berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah

shalat, serta amal-amal kebajikan yang mencerminkan amr

ma‟ruf nahi munkar.21

Shalat dalam Islam mempunyai kedudukan yang

sangat penting, sehingga Rasulullah Saw menyatakan bahwa

shalat adalah tiang agama Islam, sebagaimana sabda

Rasulullah Saw;

عن معاذ بن جبل، قال: كنت مع النب صلى اللو عليو وسلم ف ال أخبك برأس األمر كلو وعموده، وذروة سنامو؟ ث قال: أ ,سفر

، وعموده رأس األمر اإلسالم ق لت: ب لى يا رسول اهلل، قال: الة، وذروة سنامو اجلهاد 22 )رواه الرتمذي( الص

21

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,..., h. 127 22

Muhammad bin Isa bin Sawrah bin Musa bin Ad-Dhahâk At-Tirmidzî,

Al-Jâmi‟ Al-Kabîr Sunan At-Tirmidzî, (Beirut: Dar Al-Gharb Al-Islami, 1998), Juz

4, h. 308, No. Hadis 2616

23

"Dari Muadz bin Jabal berkata: ketika saya

bepergian bersama Nabi Saw. kemudian Nabi Saw.

bersabda: Maukah kalian aku beritahukan pokok dari segala

perkara, tiangnya dan puncaknya? Aku menjawab: mau ya

Rasulullah Saw. Pokok perkara adalah Islam, tiangnya

adalah shalat dan puncaknya adalah jihad.” (HR. Tirmidzi)

Hadis tersebut merupakan suatu rujukan bahwa tegak

dan tidaknya agama Islam pada diri seorang muslim

tergantung pada keistiqamahan seorang diri dalam

melaksanakan shalatnya. Shalat tidak hanya dimaknai

sebatas kewajiban, tetapi ruh shalat harus bisa memberikan

warna yang sangat positif pada perilaku seorang hamba yang

terpancar pada kesungguhan untuk selalu menaati perintah

Allah Swt. dan menjahui larangan-Nya.

Pembinaan shalat pada anak bertahap mulai dari

perintah melaksanakan shalat, anak mulai dikenalkan adanya

kewajiban dalam melaksanakan shalat, baik itu syarat sah

shalat maupun rukun-rukun shalat serta larangan-

larangannya, membiasakan anak menghadiri shalat jum‟at,

membawa anak ikut ke masjid dan mengikat hati anak

kepada masjid.23

Dengan adanya upaya seperti di atas maka semakin

besar harapan masyarakat pada zaman ini untuk dapat

melihat lahirnya sebuah generasi baru yang cemerlang,

generasi yang di dalamnya terdapat orang-orang yang telah

23

Khanif Maksum, “Konsep Dasar Pembinaan Kesadaran Beragama dalam

Dunia Pendidikan Anak”, dalam Jurnal Literasi, Vol. III, No. 1 Juni 2012

24

mengabdikan diri sepenuhnya untuk berjalan di atas

kebenaran.24

Sesuatu yang sejatinya diajarkan pada anak setelah

ketauhidan yaitu aturan-aturan Allah Swt. dalam kehidupan.

Pemahaman aturan Allah Swt. pada anak dibutuhkan ketika

anak memenuhi kebutuhan hidupnya dan dorongan-dorongan

nalurinya. Anak yang tidak memiliki pemahaman agama

tentu saja dia tidak bisa memenuhi hal tersebut dengan

pemahaman agama. Mereka akan memenuhinya dengan

naluri yang ia miliki.25

c. Hak mendapatkan kasih sayang

Kata bunayya adalah patron yang menggambarkan

kemungilan. Asalnya adalah ibny, dan kata ibn memiliki

makna anak laki-laki. Dari sini kita dapat berkata bahwa

pemenuhan hak pada anak hendaknya didasari oleh rasa

kasih sayang, menyenangkan dan menggembirakan terhadap

anak.26

Rasulullah Saw pun memberikan teladan dalam

pemenuhan hak terhadap anak. Rasulullah Saw memenuhi

hak anak dengan penuh sayang. Sebagaimana sabda

Rasulullah Saw:

24

Khanif Maksum, “Konsep Dasar Pembinaan Kesadaran Beragama dalam

Dunia Pendidikan Anak”, dalam Jurnal Literasi, Vol. III, No. 1 Juni 2012 25

Nurul Hikmah, Bait Qur`any, (Tangerang Selatan: Bait Qur`any Press,

2015), h. 54 26

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,…, h. 127

25

لى اهلل عليو وسلمقال : قال رسول اهلل صبيو عن أب ق تادة عن أ ها فأسع بكاء الصب الة وأنا أريد أن أطول في إن ألقوم إل الص

و فأتوز كراىية 27 )رواه البخارى( أن أشق على أم

“Dari Abi Qatadah dari ayahnya berkata: Rasulullah

Saw bersabda: Sesungguhnya bila aku sedang shalat dan

bermaksud memperpanjangnya, lalu kudengar suara

tangisan anak, maka terpaksa aku mempercepat shalatku

karena aku menyadari bahwa ibunya pasti terganggu oleh

tangisan anaknya.” (HR. Bukhari)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa memberikan kasih

sayang pada anak adalah sesuatu yang sangat penting,

bahkan dalam shalat pun Rasulullah Saw. menunjukkan rasa

kasih sayang kepada anak. Anak memiliki hak mendapatkan

kasih sayang, maknanya bahwa pengembangan potensi anak

sejatinya sesuai dengan teori perkembangan.28

d. Hak anak mendapatkan cinta yang berkualitas.

Sejatinya memberikan rasa sayang pada anak adalah

sayang yang berkualitas, yaitu rasa sayang yang dapat

menghantarkan anak menjadi orang yang membahagiakan

dan menjadi pemimpin, tetapi bila cinta yang orang tua

berikan adalah cinta yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. cinta yang

hanya membuat anak bahagia sesaat, cinta yang berupa

materi semata, maka suatu saat anak yang mestinya menjadi

27

Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari Al-Ja‟fai, Shahîh

Bukhâri, (Lebanon: Dar Al-Ilm, t.t), Juz 1, h. 296, No Hadis 830 28

Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 55

26

qurrata a‟yun, malah menjadi auladan „aduwwan.29

Sebagaimana hadis Nabi:

عن أم أين قالت: أن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم أوصى ب عض طولك وال ت رفع عصاك أىل ب يتو ف قال : وأنفق على أىلك من

هم و 30 )رواه أمحد( ل ج أخفهم ف اهلل عز و عن “Dari Umi Aiman berkata: sesungguhnya Rasulullah

Saw menasehati sebagian anggota keluarganya, bersabda:

„Berikanlah anak-anakmu nafkah dari kemampuanmu ;

jangan kamu angkat tongkatmu untuk mendidik mereka dan

tanamkanlah dalam diri mereka rasa takut kepada Allah

Azza Wajalla”. (HR. Ahmad)

Hadis di atas menjelaskan bahwa anak tidak hanya

diberi perhatian dan disayang tetapi anak juga diajarkan

untuk hidup sesuai dengan aturan Allah Swt. Bukan berarti

sayang terhadap anak membuat anak bebas untuk berbuat

sesuai dengan keinginannya tanpa batas.31

Di balik kecintaan dan kasih sayang orang tua kepada

anaknya, Nabi Saw. tidak menginginkan adanya sikap

memanjakan secara berlebihan dan memperturutkan semua

keinginan anak. Dengan demikian sang anak nanti akan

berbuat sesukanya dan memenuhi semua keinginannya.

Orang tua seperti ini sama dengan melakukan tindak

kejahatan yang besar terhadap anak.32

29

Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 59 30

Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad Adz-Dzuhli Asy-Syaibani,

Musnad Ahmad, (Qahirah: Maktabah Ibn Taimiyah, 1994), h. 632, No. Hadis 479 31

Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 60 32

Jamal abd al-Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasul,

(Bandung: Ibs, 2005), h. 188

27

e. Hak mendapatkan pendidikan agama Islam

Anak memiliki hak mendapatkan pendidikan yang

berorientasi pada hak-hak anak yang telah ditetapkan oleh

Allah Swt, ini diisyaratkan dengan kata bunayya dalam surah

Luqman ayat 13-19 yang bergandengan dengan kalimat

perintah, hal ini menunjukkan bahwa Islam memandang

pemenuhan hak-hak anak oleh orang tua, hendaknya tetap

berorientasi pada hak-hak anak yang telah ditetapkan oleh

Allah Swt. kendati harus berorientasi pada diri anak.33

Menurut Djohan Effendi, surah Luqman ini

mengingatkan bahwa seorang beriman tidak boleh

bersikap pasif dan egois. Tidak sekadar memikirkan

kepentingan dirinya sendiri saja. Hidup seseorang

tidak lepas dari hidup orang lain. Karena manusia

juga harus memikirkan orang lain dan bersikap aktif

mengajak orang sekitarnya untuk berbuat baik dan

mencegah mereka dari perbuatan buruk. Namun

perbuatan ini bukan tanpa tantangan dan karena itu

seperti diingatkan oleh Luqman kepada puteranya, dia

harus sabar menghadapi tantangan yang dihadapinya

bahkan akibat buruk yang menimpanya. Sebaliknya

kalau dia berhasil dalam menjalankan tugas mulianya

seorang mukmin tidak boleh lupa daratan dan mabuk

kemenangan, bersikap besar kepala dan

menyombongkan diri.34

Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili pokok-pokok

ajaran yang terkandung dalam surah Luqman tersebut terdiri

dari:

pertama, keimanan kepada Allah Swt. para Nabi dan

hari kiamat. Terkait dengan keimanan kepada Allah

Swt. dijelaskan pula kekuasaan Allah Swt. meliputi

apa yang ada di langit dan di bumi, perputaran malam

33

Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 60 34

Djohan Effendi, Pesan-pesan Al-Qur`an,…, h. 199-200

28

dengan siang dan lima masalah gaib yang

pengetahuan akan hal tersebut hanyalah milik Allah

Swt. Kedua, kisah Luqman meruapakan potret orang

tua dalam mendidik anaknya dengan ajaran

keimanan. Dengan pendidikan persuasif, Luqman

dianggap sebagai profil pendidik bijaksana, sehingga

Allah Swt. mengabadikannya dalam Al-Qur`an

dengan tujuan agar menjadi ibrah atau pelajaran bagi

pembacanya. Ketiga, karakteristik manusia

pembangkang terhadap perintah-Nya, hingga pada

akhirnya mereka tidak mau mendengarkan Al-

Qur`an.35

Menurut Nurul Hikmah dalam bukunya Bait Qur`ani

ayat tersebut menjelaskan hak-hak anak yang wajib dipenuhi

orang tua yaitu: hak untuk beriman kepada Allah Swt. hak

untuk dibiasakan beribadah, hak untuk dibiasakan dan

diberikan keteladanan tentang akhlak, yaitu akhlak kepada

orang tua, guru, saudara dan teman-temannya, hak

mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup dari orang tua,

dan hak mendapatkan pembelajaran tentang hukum-hukum

Allah Swt.36

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ayat ini

mengindikasikan adanya penanaman rasa menghargai atau

syukur kepada sesama manusia, meskipun syukur kepada

manusia dibatasi norma-norma Ilahi yang tidak boleh

dilanggar. Tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan

anaknya yaitu, memberi dukungan/motivasi dengan rasa

kasih sayang yang menjiwai hubungan orang tua dengan

35

Nurwadjah Ahmad dan Roni Nugraha, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,…,

h. 155 36

Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 63

29

anak. Kasih sayang tersebut akan mendorong sikap dan

tindakan seorang anak menjadi terarah dengan baik.

f. Hak mendapatkan rasa aman dari tindak kekerasan fisik

maupun psikis

Anak memiliki hak mendapatkan rasa aman dari

tindak kekerasan fisik maupun psikis.37

Kekerasan yang

berupa pukulan terhadap anak tidak diperbolehkan oleh

Rasulullah Saw. Sebagaimana Aisyah RA menceritakan;

ت ما ضرب رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم شيئا قال عن عائشة )رواه اىد ف سبيل اهلل وال خدما إال أن ي قط بيده وال امرأة

38 مسلم(“Dari Aisyah berkata: Rasulullah Saw tidak pernah

memukul dengan tangannya, baik terhadap istri maupun

pelayannya, kecuali bila berjihad di jalan Allah.” (HR.

Muslim)

Sementara memukul anak yang meninggalkan shalat

ketika sudah berumur sepuluh tahun merupakan acuan agar

anak-anak terbiasa melakukan shalat sejak kecil dan tidak

meninggalkannya ketika sudah baligh, sebagaimana sabda

Rasulullah Saw:

ه، قال: قال رسول اللو عن عمرو بن شعيب، عن أبيو، عن جد, ىم أب ناء سبع بالصالة و مروا أوالدكم : صلى اهلل عليو وسلم سني

37

Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 63 38

Muslim bin Al-Hajaj Al Qusyairy An-Naisaburi, Shahih Muslim,

(Beirut: Dar Ihya‟ At-Turast Al-„Araby, t.t), Juz 4, h. 1814, No. Hadis 2328

30

ضاجع

ن هم ف امل ها وىم أب ناء عشر, وف رق وا ب ي )رواه واضرب وىم علي 39 (أبو داود

“Dari Amr bin Syu‟aib, dari ayahnya, dari kakeknya

berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Perintahkan anak-anak

kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun,

dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun, dan pisahkan

tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa perintah untuk

mengajarkan shalat kepada anak pada saat anak berusia tujuh

tahun, dan apabila telah mencapai umur sepuluh tahun, anak

tidak mau melaksanakan shalat maka dianjurkan untuk

memukul. Dengan syarat, memukul dengan pukulan yang

tidak melukai, menghindari memukul wajah dan hendaknya

pukulan tidak lebih dari sepuluh kali.40

Batasan memukul

pada anak yakni pukulan yang tidak sampai melukai atau

memukul dalam keadaan marah dan menghindari memukul

wajah.

Tujuan memukul tersebut hanya untuk pelajaran,

sehingga anak akan terbiasa melakukan shalat. Ketika anak

telah berusia 7 tahun mulai diajarkan shalat dengan tanpa

paksaan untuk tertib gerakan dan bacaannya, maka anak akan

terlebih dulu mencintai ibadah shalat dan melaksanakannya

step by step. Begitu juga dilatih dengan berpuasa di bulan

Ramadan dan dilatih untuk melakukan kebaikan seperti

membaca Al-Qur`an.

39

Abu Dawud bin Sulaiman Al-Asy‟ats bin Ishaq bin Basyir bin Syaddad

bin „Amr Al-Azdiy, Sunan Abu Dawûd, (Beirut: Maktabah Al-„Ashriyah, t.t), Juz 1,

h. 133, No. Hadis 495 40

Abuddin Nata, Psikologi Pendidikan Islam,…, h. 202

31

Banyak orang tua memercayakan seratus persen pendidikan

agama bagi anaknya ke sekolah, karena di sekolah ada

pendidikan agama dan ada guru agama. Orang tua agaknya

merasa bahwa upaya itu telah mencukupi. Sebagian orang tua

menambah pendidikan agama Islam bagi anaknya dengan cara

menitipkan anaknya ke pesantren sungguhan, pesantren kilat

atau mendatangkan guru agama ke rumah. Dengan cara

tersebut, mereka mengira bahwa anak-anak mereka akan

menjadi orang yang beriman dan bertakwa. Tindakan orang

tua seperti itu merupakan tindakan yang benar. Tetapi itu

ternyata belum mencukupi karena inti agama adalah iman,

iman itu di dalam hati. Nabi Saw mengajarkan bahwa

keberimanan itu perlu ditanamkan dan penanaman iman itu

harus dimulai sejak dini.41

Setiap dampak dari kelalaian orang tua terhadap anak-anaknya

dalam memenuhi hak-hak Allah Swt sehingga mereka pun menyia-

nyiakan hak-hak tersebut dan tidak mengindahkan ilmu yang

bermanfaat dan amal sholih yang telah Allah Swt. wajibkan kepada

mereka, maka orang tua seperti ini akan terhalang untuk mendapatkan

manfaat dari anak-anaknya. Begitu pula anak-anaknya, mereka pun

akan terhalang untuk mendapatkan kebaikan dan manfaat dari orang

tuanya.42

Pola Asuh dalam fungsi agama dengan cara mengenalkan

kegiatan keagaman dan membiasakan anak beribadah sesuai

perkembangan usianya misalnya orang tua melatih dan memberi

contoh agar anak mampu membaca Al-Qur`an dan bacaan dalam

shalat.43

Mendidik merupakan bagian dari pola asuh, pola asuh

menurut Syekh Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy dalam bukunya

41

Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Dalam Keluarga,…, h. 3-4 42

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Hanya Untukmu Anakku, (Jakarta: Pustaka

Imam Syafi‟i, 2019), h. 444-446 43

Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak

Usia Dini,…, h. 28-29

32

Tarbiyatul Aulad fî Al-Islâm menjelaskan pola yang dapat

diimplementasikan dalam mendidik, yaitu:

a. Memperlakukan dengan pola keteladanan

Keteladanan dalam pendidikan adalah cara yang paling

efektif dan berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak,

membentuk mental dan sosialnya. Hal itu dikarenakan pendidik

adalah panutan atau idola dalam pandangan anak dan contoh yang

baik di mata anak. Anak akan mengikuti tingkah laku

pendidiknya, meniru akhlaknya. Bahkan, sebuah bentuk perkataan

dan perbuatan pendidik akan terpatri dalam diri anak dan menjadi

bagian dari persepsinya.44

b. Memperlakukan dengan pola kebiasaan

„Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah‟ dari sini,

tibalah saatnya pembiasaan, pendiktean dan pendisiplinan

mengambil perannya dalam pertumbuhan anak dan menguatkan

tauhid yang murni, akhlak yang mulia, jiwa yang agung dan etika

syariat yang lurus.45

Ibnu Qayyim mengatakan bahwa seorang anak sangat

membutuhkan perhatian ekstra dalam masa perkembangan

akhlaknya. Ia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan

pembiasaan diri dari orang yang mendidiknya pada waktu kecil,

seperti dalam hal temperamental, kemarahan, kekerasan watak,

tergesa-gesa, gemar mengikuti hawa nafsu, lemah ingatan, dan

44

Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy, Pendidikan Anak Dalam Islam,

(Depok: Fathan Prima Media, 2016), h. 603 45

Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy, Pendidikan Anak Dalam Islam,…,

h. 625

33

kerasukan, sehingga sangat sulit baginya untuk menghilangkan

sifat-sifat tersebut ketika ia sudah dewasa.46

c. Memperlakukan dengan pola nasihat

Metode pendidikan yang efektif dalam membentuk

keimanan anak, akhlak, mental dan sosialnya adalah metode

mendidik dengan nasihat. Hal ini disebabkan nasihat memiliki

pengaruh yang sangat besar untuk membuat anak mengerti

hakikat sesuatu dan memberinya kesadaran tentang prinsip-prinsip

Islam. Sehingga tidak heran jika Al-Qur`an menggunakan manhaj

ini untuk mengajak bicara kepada setiap jiwa.47

Sebagaimana

seperti nasihat yang diberikan oleh Luqman kepada anaknya yang

telah dipaparkan sebelumnya.

d. Memperlakukan dengan pola pengawasaan

Metode pendidikan dengan perhatian atau pengawasan

adalah mengikuti perkembangan anak dan mengawasinya dalam

pembentukan akidah, akhlak, mental dan sosialnya, begitu juga

dengan terus mengecek keadaannya dalam pendidikan fisik dan

intelektualnya. Mendidik dengan cara ini dianggap sebagai salah

satu dari asas yang kuat dalam membentuk manusia yang

seimbang, yaitu memberikan semua haknya sesuai dengan

porsinya masing-masing untuk membangun fondasi Islam yang

kokoh.48

Seorang anak juga hendaknya dijauhkan dari hal-hal yang

berlebihan, baik dalam hal makanan, pembicaraan, tidur atau

istirahat, maupun pergaulan dengan sesama. Karena di dalam hal-

46

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Hanya Untukmu Anakku,…, h. 442 47

Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy, Pendidikan Anak Dalam Islam,…,

h. 639 48

Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy, Pendidikan Anak Dalam Islam,…,

h. 667

34

hal yang berlebihan itulah terdapat kerugian dan dengannya pula

seorang hamba akan kehilangan kebahagiaan dan kebaikan di

dunia dan di akhirat.

Demikian pula, dia benar-benar harus dijauhkan dari

bahaya syahwat yang berkaitan dengan perut dan kemaluan.

Karena, dengan membiarkannya melakukan hal itu, berarti telah

menjerumuskannya pada bahaya yang akan membinasakannya.

e. Memperlakukan dengan pola hukuman

Metode pendidikan dengan hukuman yaitu mencakup

hukum-hukum syariat Islam dengan prinsip-prinsip holistik yang

mengandung perkara-perkara penting yang tidak mungkin

manusia hidup tanpanya. Para ulama ijtihad dan ushul fiqh

merangkumnya ke dalam lima perkara yang dinamakan Alkulliyat

Al-Khams, yaitu: menjaga agama, jiwa, kehormatan, akal dan

harta. Mereka mengatakan bahwa hukum dan prinsip yang

terdapat di dalam Islam bertujuan untuk menjaga lima hal yang

primer tersebut. Hukuman-hukuman ini dalam syari‟at disebut

dengan had dan ta‟zîr.49

Mendidik dengan hukuman ini menjadi pilihan terakhir

ketika anak benar-benar melakukan kesalahan, dengan kata lain

menghukum secara tidak kasar dan yang membuat anak sadar

akan kesalahan yang telah dilakukannya serta menjamin untuk

tidak mengulanginya kembali.

Betapa penuh hikmah Rasulullah Saw mendidik para sahabat.

Beliau mendidik sesuai dengan kaidah right man on the right place,

orang yang tepat berada di tempat yang tepat. Dengan demikian,

49

Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy, Pendidikan Anak Dalam Islam,…,

h. 685

35

masing-masing orang memberi kontribusi sesuai dengan

kecenderungan minat dan bakatnya.50

3. Pola Asuh yang dianjurkan Rasulullah Saw.

Pola asuh dalam Islam yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw.

dapat dilakukan dengan melalui 4 pilar, yaitu:

a) Mendikte anak dengan kalimat tauhid.

b) Mencintai Allah Swt. dan merasa diawasi oleh-Nya, memohon

pertolongan kepada-Nya serta beriman kepada qadha‟ dan qadar.

c) Mencintai Nabi Saw. dan keluarga beliau.

d) Mengajarkan Al-Qur‟an kepada anak.51

Pilar pertama, mendikte anak dengan kalimat tauhid.

يانكم عن ابن عباس عن تحوا على صب النب صلى اهلل عليو وسلم قال: إف ن وىم عند الموت ال الو إال اهلل )رواه أول كلمة بال الو إال اهلل, و لق

52احلاكم(Dari ibnu `Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ajarkanlah

kalimat pertama kepada anak-anak kalian laa ilaha ilallah, dan

talqinlah ketika akan meninggal dengan kalimat laa ilaha ilallah.”

(HR. Hakim)

Ibnul Qayyim mengatakan dalam kitab Ahkam Al-Maulud

mengatakan “jika anak-anak sudah menginjak usia bicara, maka

latihlah mereka dengan kalimat la ilaha illallah Muhammadur

Rasulullah. Usahakanlah agar hal yang pertama kali terdengar di

telinga mereka adalah pengenalan Allah Swt. dan pengesaan-Nya,

50

Rois Almaududy, Dari Rasulullah Untuk Pendidik, (Solo: Tinta Medina,

2018), h. 55 51

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama

Nabi,…, h. 111 52

Abu Abdillah Al-Hakim Muhammad bin Abdillah bin Nu‟aim bin Al-

Hakim An-Naisaburi, Al-Mustadrak „Ala As-Shahihain, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-

„ilmiyah, 1990), Juz 1, h. 43

36

disertai penegasan bahwa Dia berada di atas Arsy-Nya, melihat dan

mendengar mereka dan dia bersama mereka di mana pun mereka

berada”.53

Dengan mendikte kalimat tauhid dan mengajarkannya untuk

selalu mengucap kalimat tauhîd, tahmîd, tahlîl dan sebagainya sejak

dini, maka jiwa rohani anak akan selalu mengingat Allah Swt dan

Rasul-Nya di mana pun dan kapan pun mereka berada.

Pilar kedua, mencintai Allah dan merasa diawasi oleh-Nya, memohon

pertolongan kepada-Nya.

Menanamkan kecintaan kepada Allah Swt. dengan selalu

menjaga hak-hak Allah Swt. menumbuhkan fitrah keimanan sejak

dini, maka kecintaan kepada Allah pun akan menjadi yang

utama.54

Untuk itu menanamkan kecintaan kepada Allah Swt,

memohon pertolongan-Nya, merasa selalu diawasi oleh-Nya serta

beriman kepada qadha‟ dan qadar ini merupakan cara yang pernah

dilakukan oleh Rasulullah Saw dan bukan kreasi seorang pun, maka

seorang anak akan bisa menghadapi masa kanak-kanaknya sekarang

dan juga masa depannya sebagai orang tua.

Dalam menanamkan cinta kepada Allah Swt, orang tua harus

menanamkan rasa bahwa apapun yang kita lakukan diawasi oleh

Allah, untuk itu anak dilatih supaya selalu shalat berjamaah, mengaji

dan berdoa hanya kepada Allah.

Pilar ketiga, mencintai Nabi dan keluarga beliau.

Hal pertama yang dapat dilakukan untuk dapat menanamkan

kecintaan kepada Nabi Saw adalah menceritakan kisah-kisah beliau

53

Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-

kanak, (Jakarta: AMZAH, 2007), h. 13 54

Hani Fatma Yuniar, A Lifetime Islamic Parenting, (Klaten: Caesar

Media Pustaka, 2018), h. 42

37

atau yang kita kenal dengan sirah nabawiyah, menceritakan

kemuliaan akhlak Nabi dengan bahasa yang mudah dipahami anak-

anak agar tumbuh rasa kagum dan cinta untuk meneladani akhlak

Rasulullah Saw. dan tidak lupa untuk mengajarkan anak untuk

bershalawat kepada Rasulullah Saw. Firman Allah dalam Al-Qur`an

Surah Al-Ahzab ayat 21.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah Saw. itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang menghendaki (rahmat)

Allah dan (kedatangan) hari akhir dan yang banyak mengingat

Allah”. (Q.S. Al-Ahzab: 21)

Pendidikan Islam menuntut anak kecil maupun orang dewasa

agar meneladani Rasulullah Saw. karena beliau merupakan teladan

baik yang sempurna dan tidak akan tergantikan. Cara menanamkan

kecintaan terhadap Nabi Muhammad Saw kepada anak adalah

mencintai apa yang dicintai Nabi, selalu menghafal hadis-hadis Nabi,

dan mengajarkan sirah Nabi dan pengaruhnya kepada mereka.55

Oleh karena itu anak akan siap meneladani akhlak Rasulullah

Saw setelah belajar dan mengetahui sirah nabawiyah yang telah

diajarkan oleh orang tua atau gurunya.

Pilar keempat, mengajarkan Al-Qur`an kepada anak.

Di antara pendidikan yang diberikan pada anak, pendidikan

paling mulia yang dapat diberikan orang tua adalah pendidikan Al-

Qur`an, karena Al-Qur`an merupakan lambang agama Islam yang

55

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama

Nabi,…, h. 121

38

paling asasi dan hakiki. Dengan memberikan pendidikan Al-Qur`an

pada anak, orang tua akan mendapatkan keberkahan dari kemuliaan

Kitab Suci itu. Memberikan Pendidikan Al-Qur`an pada anak

termasuk bagian dari menjunjung tinggi supremasi nilai-nilai

spiritualisme Islam.56

Rasulullah Saw memiliki misi mengajarkan Kitab suci Al-

Qur`an, menyeru dan mendorong orang tua agar tidak lupa mendidik

anak-anaknya membaca Al-Qur`an bila mereka telah cukup umur.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Ibnu An-

Najjar dari Ali karramallahu wajhahu bahwasannya Rasulullah Saw

bersabda:

ب وا أوالدكم : قال صلى اهلل عليو وسلم وجهو أن النب م اهلل عن علي كر أدرواه ( .وقراءة القرآنل ب يتو ا كم وحب نبي : حب على ثالث خصال

57 (وابن النجار الطبان“Dari Ali karramallahu wajhahu Sesungguhnya Nabi Saw.

bersabda: Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara: mencintai

Nabimu, mencintai keluarga Nabi dan membaca Al-Qur`an.” (HR.

Thabrani dan Ibnu Najjar)

Mengajarkan Al-Qur`an pada anak merupakan kewajiban bagi

orang tua. Pendidikan Al-Qur`an sudah seharusnya diajarkan kepada

anak-anak sedini mungkin, karena pendidikan yang diberikan pada

masa kecil akan sangat berpengaruh dan lebih membekas dari pada

56

Ahmad Syarifuddin, Mendidik anak membaca, menulis dan mencintai Al-

Qur`an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 67 57

Muhammad bin Ahmad Abdul As-Salam Khadhr Al-Syaqîrî Al-

Huwaimidî, Sunan wa Al-Mubtadi‟at Al-Muta‟alliqah bi Al-Adzkâr wa As-

Shalawat, (Dar Al-Fikr, t.t), Juz 1, h. 282

39

pendidikan yang diberikan setelah dewasa. Namun, hal pertama yang

harus kita tumbuhkan adalah menanamkan cinta pada Al-Qur`an.58

Imam Al-Bukhori meriwayatkan dalam kitab At-Târikhul

Kabîr bahwa sesungguhnya Nabi Saw. bersabda:

علم القرأن من ت عن النب صلى اهلل عليو وسلم: أب ىري رة رضي اهلل عنوعن 59 البخاري( )رواهلطو اهلل بلحمو ودمو خ ن الس وىو فت

“Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw: Barang siapa yang

mempelajari Al-Qur`an di usia muda, maka Allah akan menyatukan

Al-Qur`an dengan darah dagingnya” (HR. Bukhari)

Menanamkan kecintaan pada Al-Qur`an dapat dilakukan

dengan cara menyampaikan keutamaan-keutamaan mempelajari Al-

Qur`an. Karena Allah Swt telah menyiapkan pahala yang besar bagi

orang yang membacanya.60

Rasulullah Saw bersabda:

عت عن أيوب بن موسى، قا د بن كعب القرظي ي قول: س عت مم ل: سق رأ عبد اهلل بن مسعود، ي قول: قال رسول اهلل صلى اللو عليو وسلم: من

أقول ا م حر،، ، واحلسنة بعشر أمثالا، ال حرفا من كتاب اهلل ف لو بو حسنة 61 )رواه الرتمذى( ولكن ألف حر، والم حر، وميم حر،

“Dari Ayyub bin Musa berkata: Saya mendengar Muhammad

bin Ka‟ab Al-Kuradziy berkata: saya mendengar Abdillah bin Mas‟ud

berkata, Rasulullah Saw. bersabda Barang siapa yang membaca satu

huruf dari Al-Qur`an, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan

58

Hani Fatma Yuniar, A Lifetime Islamic Parenting, (Klaten: Caesar

Media Pustaka, 2018), h. 49-50 59

Abu Abdillah Ismail bin Ibrahim Al-Ja‟fai Al-Bukhari, At-Târikh Al-

Kabîr,( Mesir: Al-Faruq Al-Hadistiyyah, t.t), Juz 1, h. 364, No Hadis 1799 60

Hani Fatma Yuniar, A Lifetime Islamic Parenting,…, h. 50 61

Muhammad bin Isa bin Sawrah bin Musa bin Ad-Dhahâk At-Tirmidzî,

Al-Jâmi‟ Al-Kabîr Sunan At-Tirmidzî, (Beirut: Dar Al-Gharb Al-Islamiy, 1998), Juz

5, h. 25, No. Hadis 2910

40

tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya

dan aku tidak mengatakan „Aliif-Laam-Miim‟ satu huruf akan tetapi

Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

Orang tua juga dapat menyampaikan keutamaan terbesar dari

membaca Al-Qur`an, yakni sebagai pemberi syafa‟at pada hari kiamat.

عت رسول اهلل ص ي قول: لى اهلل عليو وسلمعن أب أمامة الباىلي قال سر عا ألصحابو اق 62 )رواه مسلم( ءوا القرأن فإنو يأت ي وم القيامة شفي

“Dari Abi Umamah Al-Bahiliy berkata: saya mendengar

Rasulullah Saw. bersabda: Bacalah Al-Qur`an karena sesungguhnya

dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat kepada

orang yang membacanya.” (HR. Muslim) Dengan menanamkan kecintaan anak terhadap Al-Qur`an sejak

dini, maka kecintaan itu akan bersemi pada masa dewasanya kelak,

mengalahkan kecintaan anak terhadap hal yang lain, karena masa

kanak-kanak itu adalah masa pembentukan watak yang utama.63

Orang tua juga harus menjadi teladan bagi anaknya. Bagaimana

mungkin anak berakrab-akrab dengan Al-Qur`an, sedangkan orang

tuanya tidak mencontohkan demikian. Maka menciptakan waktu

khusus untuk mempelajari dan mentadabburi Al-Qur`an akan menjadi

jalan alternatif untuk keistiqamahan dalam membaca Al-Qur`an.64

Seyogyanya setiap orang tua mengajarkan Al-Qur`an kepada

putra putrinya sejak kecil. Tujuannya mengarahkan mereka

kepada keyakinan bahwa Allah Swt adalah Rabb mereka dan

bahwa ini merupakan firman-Nya, sehingga ruh Al-Qur`an

bisa berhembus dalam jiwa mereka, serta cahayanya bersinar

dalam pemikiran dan intelektualitas mereka. Dengan demikian

62

Muslim bin Al-Hajaj Al-Qusyairy An-Naisabury, Shahîh Muslim,

(Beirut: Dar Ihya‟ At-Turasts Al-„Araby, t.t), Juz 1, h. 553, No. Hadis 804 63

Ahmad Syarifuddin, Mendidik anak membaca, menulis dan mencintai

Al-Qur`an,…, h. 61-62 64

Hani Fatma Yuniar, A Lifetime Islamic Parenting,…, h. 51

41

mereka akan menerima aqidah Al-Qur`an sejak kecil

kemudian tumbuh dan berkembang di atas kecintaan kepada

Allah Swt dan Rasul-Nya dan mempunyai keterkaitan erat

dengannya. Selanjutnya mereka akan melaksanakan perintah-

perintah Al-Qur`an dan menjauhi larangan-larangannya,

berakhlakkan Al-Qur`an dan berjalan di atas manhaj Al-

Qur`an.65

Dalam kitab Tilawatul Qur‟an Al-Majid karya Syaikh

Abdullah Sirajuddin, Imam Suyuthi mengatakan bahwa “mengajarkan

Al-Qur‟an kepada anak-anak merupakan salah satu di antara pilar-

pilar Islam, sehingga mereka bisa tumbuh di atas fithrah. Begitu juga

cahaya hikmah akan terlebih dahulu masuk ke dalam hati mereka

sebelum dikuasai oleh hawa nafsu dan dinodai oleh kemaksiatan dan

kesesatan”.66

Sementara Ibnu Khaldun menegaskan hal ini bahwa

kedua orang tua mengajarkan Al-Qur`an adalah termasuk syi‟ar

agama. Setiap pemeluk Islam menjalankannya di seluruh negeri. Agar

dapat meresap dalam hati keimanan dan akidah yang murni

disebabkan ayat-ayat Al-Qur`an dan matan-matan hadis. Al-Qur`an

menjadi dasar pendidikan yang terbangun di atasnya segala

kemampuan yang datang.

Demikian juga yang dikatakan oleh Ibnu Sina dalam kitab As-

Siyasah pada bab seseorang menyiasati anaknya, apabila seorang

anak sudah siap menerima pendidikan, maka mulailah mengajarinya

Al-Qur`an, dituliskan untuknya huruf-huruf hija‟iyah dan diajari

masalah-masalah agama.

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pembelajaran

65

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama

Nabi,…, h. 60 66

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama

Nabi,…, h. 147-148

42

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar adalah

usaha untuk memperoleh pengetahuan. Sedangkan pembelajaran

adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk

hidup belajar.67

Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang

peranan yang vital. Mengajar adalah proses membimbing

kegiatan belajar, bahwa kegiatan mengajar hanya bermakna

apabila terjadi kegiatan belajar murid.

Menurut Oemar Hamalik, belajar adalah modifikasi atau

memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian

ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan

suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan

tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.68

Sedangkan

pembelajaran adalah kegiatan di mana guru melakukan peranan-

peranan tertentu agar siswa dapat belajar untuk mencapai tujuan

pendidikan yang diharapkan.69

Menurut Bambang Warsita, pembelajaran adalah suatu

sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta

didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun

sedemikian rupa untuk membantu proses belajar peserta didik

yang bersifat internal.70

Dapat dikatakan bahwa pembelajaran

merupakan proses untuk membimbing kegiatan belajar peserta

didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

67

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-V,

2016 68

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2011), Cet-13, h. 27 69

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar,…, h. 201 70

Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 266

43

2. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam sebagai upaya mendidikkan

agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi

way of life (pandangan dan sikap hidup) peserta didik. Pendidikan

agama Islam juga merupakan upaya sadar untuk mentaati

ketentuan Allah Swt. sebagai pedoman dan dasar para peserta

didik agara berpengetahuan keagamaan dan handal dalam

menjalankan ketentuan-ketentuan Allah secara keseluruhan.71

Sesuai peraturan pemerintah No. 55 tahun 2007 bab I

pasal 1, bahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang

memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian,

dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran

agamanya serta pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang

mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan

yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama

dan atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran

agamanya.

Adapun pendidikan agama Islam menurut Zakiyah

Darajat adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta

didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara

menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat

mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan

hidup.72

Pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk

71

Aidil Saputra, “Aplikasi Metode Contextual Teaching Learning (CTL)

dalam Pembelajaran PAI”, dalam Jurnal AT-Ta`dib, Vol. 6 No. 1 April 2014, h. 17 72

Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Akasara,

2008), Cet.VII, h. 87

44

kepribadian sebagai khalifah Allah Swt. di bumi dan

mempersiapkan jalan menuju tujuan akhir yaitu hari kiamat

dengan beriman kepada Allah Swt. tunduk dan patuh kepada-

Nya.

Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan

agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh

pendidik kepada peserta didik guna berperilaku sesuai dengan

nilai-nilai ajaran agama Islam dan menguasai materi agama Islam

sehingga menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan menjadi

insan kâmil. Adapun pendidikan agama Islam akan lebih

tertanam dan efektif jika didukung dengan pola asuh dari orang

tua, khususnya dalam hal shalat dan membaca Al-Qur`an.

3. Pengertian Shalat dan Al-Qur`an serta Keutamaannya.

Secara etimologi, shalat berarti doa. Inilah yang makna

asal dari kata shalat. sedangkan secara terminologi, shalat adalah

amaliah ibadah kepada Allah yang terdiri atas perbuatan dan

bacaan tertentu, diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri

dengan salam.73

Yang dimaksud dengan bacaan tertentu di sini adalah

takbîr, ayat-ayat Al-Qur`an, tasbîh, doa dan sebagainya.

Sementara itu perbuatan dalam shalat terdiri atas berdiri tegak,

ruku‟, sujud, duduk dan sebagainya.74

Shalat merupakan ibadah

yang wajib dilaksanakan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki

oleh syari‟at. Rasulullah Saw bersabda:

73

Abdullah Ath Thayyar, Ash-Shalatu; Ensiklopedia Shalat, (Jakarta:

Maghfirah Pustaka, 2007), h. 14 74

Abdullah Ath Thayyar, Ash-Shalatu; Ensiklopedia Shalat ,…, h. 15

45

عن مالك بن احلويرث رضي اهلل عنو قال : قال رسول اهلل صلى اهلل 75 )رواه البخارى( صلوا كما رأي تمون أصليعليو وسلم :

“Dari Malik Bin Al Huwairits ra. berkata:Rasulullah

Saw. bersabda: Dirikanlah shalat sebagaimana kalian melihatku

shalat”. (HR. Bukhâri)

Shalat adalah ibadah yang merealisasikan makna

penyerahan diri kepada Allah semata, memberikan pelajaran

tentang hakikat keimanan, mengantarkan orang beriman menuju

kehidupan yang mulia di dunia dan di akhirat.76

Oleh sebab itu,

setiap muslim harus mempelajari seluk-beluk seputar shalat,

sehingga dia akan mampu mendirikannya secara benar.

Sedangkan makna Al-Qur`an dilihat dari segi bahasa

merupakan bentuk masdar dari kata قراءة وقرأنا -يقرأ -قرأ yang

berarti membaca atau yang dibaca. “Qara‟a mempunyai arti

mengumpulkan dan menghimpun, qira‟ah berarti menghimpun

huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu

ucapan yang tersusun rapih.”77

Kemudian mendapat tambahan Al

sehingga menunjukkan sebuah nama (Isim).

Rasulullah Saw menerima wahyu pertama kali, yakni

turunlah Q.S Al-`Alaq ayat 1-5 yang menunjukkan perintah untuk

membaca.

75

Al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Marâm,

(Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah), No. Hadis 346 76

Abdullah Ath Thayyar, Ash-Shalatu; Ensiklopedia Shalat,…, h. 8 77

Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, (Jakarta: PT Pustaka

Litera AntarNusa, 2015), Cet. ke-18, h. 15

46

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang

menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal

darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang maha pemurah, yang

mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar

kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S: Al-„Alaq:1-

5)

Kata Iqra` adalah bentuk `amr dari kata قرأ yang berarti

perintah untuk membaca atau “bacalah”. Kata ini sedemikian

pentingnya sehingga diulang dua kali dalam rangkaian wahyu

yang pertama.78

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia membaca adalah

melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan

melisankan atau hanya di dalam hati.79

Membaca juga merupakan

kegiatan fisik dan mental, melalui membaca informasi dan

pengetahuan yang berguna bagi kehidupan dapat diperoleh. Inilah

motivasi pokok yang dapat mendorong tumbuh dan kembang,

maka kebiasaan membaca pun akan berkembang.80

Dengan

membaca seseorang dapat merangsang otaknya untuk berpikir

78

M Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu

dalam Kehidupan Masyarakat,(Bandung: Mizan, 1992), h. 467 79

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-V,

2016 80

Anna Yulia, Cara Menumbuhkan Minat Baca Anak, (Jakarta: PT Elex

Media Komputindo, 2005), h. 4

47

kreatif dan sistematis, memperluas dan memperkaya wawasan

serta membentuk kepribadian yang unggul dan kompetitif.81

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa membaca

adalah suatu kegiatan melihat dan memahami isi dari sebuah

tulisan untuk memperoleh pengetahuan sehingga melatih otaknya

untuk terus berpikir kritis serta memperluas wawasannya.

Adapun arti Al-Qur`an secara terminologi adalah kalam

Allah Swt. yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi

Muhammad Saw. yang lafazhnya dapat melemahkan (mukjizat),

kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta

membacanya merupakan ibadah.82

Dalam Tafsir Al-Munir, Al-

Qur`an didefinisikan sebagai firman Allah Swt. yang mukjizat,

yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dalam bahasa

Arab, yang tertulis dalam mushaf, yang bacaannya terhitung

sebagai ibadah, yang diriwayatkan secara mutawatir, yang

dimulai dengan surah Al-Fâtihah dan diakhiri dengan surah An-

Nâs.83

Menurut Manna Khalil Al-Qattan, Al-Qur`an adalah kitab

Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan

membacanya memperoleh ibadah.84

Menurut Abu Syahbah,

dalam buku Rosihon Anwar yang berjudul „Ulum Al-Qur`an‟

“Al-Qur`an adalah kitab Allah Swt. yang diturunkan baik lafazh

maupun maknanya kepada Nabi Muhammad Saw. secara

mutawatir, dengan penuh kepastian dan keyakinan akan

81

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar,

(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 200 82

Umar Sulaiman Al-Asyqar, Fiqih Islam: Sejarah Pembentukan dan

perkembangannya, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2001), h. 65 83

Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 5 84

Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, Cet. ke-18,…, h. 17

48

kesesuaiannya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.

yang ditulis pada mushaf mulai dari surat Al-Fâtihah sampai surat

akhir An-Nâs”.85

Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa Al-Qur`an

merupakan Kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad Saw dengan perantara malaikat jibril secara

mutawatir dan terbagi menjadi beberapa surat, yakni surat Al-

Fatihah sampai dengan surat An-Nas serta membacanya dinilai

sebagai ibadah.

Keutamaan belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya86

telah

dikemukakan dalam hadis Nabi dari Utsman RA dari Nabi Saw

bersabda:

ركم اللو عنو، عن النب صلى اهلل عليو وسلم قال:عن عثمان رضي خي 87 البخاري( )رواه من ت علم القرآن وعلمو

“Dari Utsman ra. dari Nabi Saw. bersabda: Sebaik-baik

kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya”

(HR. Bukhari)

Al-Qur`an memiliki pengaruh yang besar dalam jiwa

manusia secara umum, menggetarkannya, menariknya dan

membunyikannya. Semakin bersih jiwa manusia, maka semakin

besar pula pengaruh Qur`an padanya.88

Di antara pengaruh Al-Qur`an dalam jiwa anak ketika ia

menyelaminya, baik membaca maupun menghafal serta menelaah

85

Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur`an, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h.33 86

Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam

Al-Kamil, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2017), h. 393 87

Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari Al-Ja‟fai, Shahih

Bukhari, (Lebanon: Dar Thuqa An-Najat,1422 H), Juz 6, h. 192, No Hadis 5027 88

Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 5

49

yakni anak akan sanggup menyelesaikan berbagai permasalahan.

Perilakunya akan tertata rapi, reaksi keteguhannya akan menjadi

lebih tenang dan daya hafalnya menjadi lebih luas.

Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya pada awal periode

Islam disebut Sayyid Quthub sebagai “Generasi Qur‟ani”. Mereka

merupakan generasi terbaik Islam yang pernah hadir di tengah umat

manusia. Generasi inilah menurut Quthub yang ditunjuk oleh firman

Allah Swt:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan umat manusia,

menyuruh kepada kebaikan, mencegah dari yang mungkar dan

beriman kepada Allah Swt”. (QS. Ali Imran[3]: 110)

Generasi terbaik Islam seperti di atas, menurut Quthub, belum

pernah lahir kembali, sampai masa kita sekarang. Padahal lanjutnya,

Al-Qur`an masih di tangan kita, tetap utuh seperti dahulu. Begitu pula

dengan hadis yang terkodifikasi dengan baik. Dalam buku Ilyas Ismail

mengutip dari kitab Ma‟alim Fi Al-Thariq, “Sayyid Quthub memberi

penjelasan bahwa generasi Qur`ani dapat hadir atau dihadirkan

kembali apabila kaum muslimin memiliki tiga sikap mental dan

perilaku seperti yang dahulu dimiliki Nabi Saw dan kaum muslimin

pada awal periode Islam”.89

Pertama, umat Islam harus mencintai Al-Qur`an dan

menjadikannya sebagai satu-satunya sumber nilai dalam kehidupan.

Ini berarti Al-Qur`an harus tertanam dalam hati dan pikiran mereka,

89

Ilyas Ismail, Pilar-pilar Takwa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2009), h. 301

50

serta menjadi ruh dalam setiap napas kehidupan sehingga Al-Qur`an

tidak menjadi benda mati, tetapi benar-benar terwujud dalam realitas

kehidupan.

Kedua, umat Islam harus memiliki tingkat kepatuhan yang

tinggi terhadap perintah-perintah Allah Swt. dalam Al-Qur`an. Di sini

Al-Qur`an dipelajari tidak hanya untuk menambah pengetahuan,

tetapi untuk dilaksanakan dan harus melebur dalam jiwa raga kaum

muslim dan menyatu dalam kehidupan mereka.

Ketiga, umat Islam harus bersedia menanggalkan masa lalu

mereka sebelum Islam. Dengan Islam seseorang harus memulai hidup

baru, dengan ajaran dan tata nilai baru, dan dengan pergaulan dan

persaudaraan yang baru dengan melepaskan semua ajaran dan warisan

leluhur yang sesat dan bertentangan dengan ajaran Islam.90

Dengan demikian Generasi Qur`ani itu tidak akan pernah lahir

tanpa rasa cinta yang mendalam terhadap Al-Qur`an. Generasi

Qur`ani hanya dapat hadir di tengah masyarakat yang memang

bersedia untuk membumikan Al-Qur`an dan menjadikan Al-Qur‟an

sebagai imam serta akhlak mereka. Usaha membangun generasi

Qur`ani ini tentu saja harus dimulai dari diri dan keluarga kita sendiri,

sebelum melangkah pada lingkungan dan masyarakat yang lebih luas.

Menurut Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyah Al-

Aulad pertama harus disadari oleh kedua orang tua, bahwa kesalehan

generasi akhir umat itu ditentukan oleh komitmen mereka untuk

menyamai kesalehan generasi pertama Islam. Dan mengingat

kesalehan dan kejayaan generasi pertama umat itu diraih dengan

membaca, mengamalkan dan mempraktikkan Al-Qur`an, serta dengan

menjadikan Islam sebagai paradigma pemikiran, perilaku dan aksi,

90

Ilyas Ismail, Pilar-pilar Takwa,…, h. 300-302

51

maka generasi akhir umat pun tidak akan mencapai tingkat kesalehan

dan kemuliaan kecuali ketika anak-anak mereka dididik untuk

memahami dan menghafalkan Al-Qur`an, membaca dan

menafsirkannya, serta menjadikannya sebagai paradigma perilaku dan

hukum dalam rangka membangun generasi Qur`ani yang beriman,

saleh dan bertakwa.91

Berangkat dari hal itu, sudah seyogianya bagi orang

tua untuk bergiat mengajarkan Al-Qur`an pada anak-anak

mereka, baik laki-laki maupun perempuan sejak dini.

Tujuannya adalah agar mereka dapat melangkah pada

keyakinan bahwa Allah Swt adalah Tuhan mereka dan Al-

Qur`an ini adalah kalam-Nya. Sehingga ruh Al-Qur`an

mengalir di dalam hati mereka, cahayanya memancar di dalam

pikiran, pemahaman dan indra mereka.92

Menurut Muhammad

Nur Suwaid dalam kitab Manhaj At-Tarbiyah An-Nabawiyyah

Pengajaran Al-Qur`an sejak dini juga dimaksudkan agar anak-

anak dapat menerima doktrin-doktrin Al-Qur`an sejak kecil,

sehingga mereka pun tumbuh dewasa dengan kecintaan

kepada Al-Qur`an, komitmen memeganginya, konsistensi

melakukan perintah-perintahnya dan menjauhi semua

larangannya, berperilaku sesuai dengan etika-etikanya dan

berjalan di atas jalan yang dihamparkannya.93

Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengajar mereka di

rumah sendiri atau menyekolahkan mereka di taman pendidikan Al-

Qur`an jika orang tua tidak mempunyai kemampuan yang cukup

tentang Al-Qur`an.

Dalam mengajarkan Al-Qur`an, ada beberapa metode yang

dapat dipraktikkan, diantaranya:

1. Metode Iqra‟

2. Metode Qiraati

91 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah Al-Aulad, t,t, Juz II, h. 228

92 Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-

kanak,…, h. 13 93

Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-

kanak,…, h. 14

52

3. Metode Baghdadi

4. Metode Yanbu‟a

Satu hal yang baik kiranya jika orang tua memberikan satu

mushaf kepada masing-masing anak untuk diajak membaca setelah

atau sebelum shalat, di awali dengan orang tua kemudian setelah itu ia

bisa meminta anak-anaknya satu per satu untuk duduk di sampingnya

dan membaca bagian-bagian Al-Qur`an yang mudah. Baik juga jika

sekiranya orang tua memberikan mereka kesempatan yang sesuai

untuk menanyakan beberapa makna Al-Qur`an kemudian memberikan

penjelasan yang sederhana dan singkat. Hal itu perlu dilakukan agar

makna-makna Al-Qur`an dapat membuka mata hati dan pikiran

mereka. Di sisi lain, orang tua tidak boleh mengira bahwa anak-anak

tidak berhak mendapatkan penjelasan hanya karena usia mereka yang

masih kecil, oleh karena itu anak akan mendapatkan banyak hal dari

berbagai penjelasan tersebut.94

Kedua orang tua juga sebaiknya memotivasi anaknya dan

menjelaskan kepadanya bahwa kemampuan membaca Al-Qur`an akan

semakin meningkat jika ia sering membacanya, dan orang tua dapat

pula menerangkan pahala yang akan dia peroleh dari Allah Swt.

Orang tua wajib mendorong anak-anak untuk mencoba menghafalkan

surah-surah pendek yang mudah, menggerakkan mereka,

membangunkan semangatnya dan mengisi jiwa mereka dengan hal

tersebut sambil menyebutkan beberapa contoh teladan anak-anak

penghafal Al-Qur`an, terutama dalam konteks zaman sekarang dan di

lingkungan sekitarnya.

94

Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-

kanak,…, h. 16

53

Menurut Khalid Ahmad Syantut dalam kitab Daur Al-Bait

bahwa pengaruh menghafalkan surah-surah pendek oleh anak-anak

tidak keliatan seketika itu juga, namun ia akan menancapkan sifat-

sifat keimanan yang terpuji yang akan selalu menyertainya sepanjang

hidup.95

Menurut Muhammad Az-Zain dalam kitab Wajibat Al-Aba`

bahwa ketika hati anak-anak telah terikat dengan Al-Qur`an dan

membuka kedua matanya pada ayat-ayatnya maka dia tidak akan

melihat dasar yang diyakininya selain dasar-dasar Al-Qur`an. Ia pun

tidak mengenal sumber hukum yang diambil selain sumber Al-

Qur`an. Tidak mengenal penyejuk untuk ruhnya dan obat untuk

dirinya kecuali mengkhusyukkan diri dengan ayat-ayat Al-Qur`an.

Jika sudah demikian maka seorang ayah berarti telah sampai pada

tujuan yang diharapkan dalam membentuk anak secara spiritual dan

mempersiapkannya dengan modal keimanan dan moralitas.96

Orang tua juga perlu menjelaskan beberapa etika orang yang

mempelajari dan menghafal Al-Qur`an kepada anak-anak, yaitu

sebagai berikut:

1. Niat mempelajari Al-Qur`an adalah karena Allah Swt. dan

berwudhu sebelum menyentuh mushaf.

2. Khusyu`, merenungkan makna-makna ayat yang dibaca, dan

membayangkan dirinya bahwa dia sedang bermunajat kepada

Allah Swt. dan berbicara dengan-Nya.

3. Tartîl (membaca dengan jelas dan bagus) sambil memperindah

suara ketika membaca Al-Qur`an.

4. Ketika membaca ayat tasbîh sebaiknya ia ikut tasbîh

(subhânallah). Ketika membaca ayat yang berisi tentang doa dan

95

Khalil Ahmad Syantut, Daur Al-Bait, h. 89 96

Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-

kanak,…, h. 17

54

istighfar, maka ia sebaiknya ia ikut berdoa dan beristighfar.

Ketika membaca ayat anjuran dan harapan, sebaiknya ia meminta.

Ketika membaca ayat ancaman dan yang menakut-nakuti, ia

sebaiknya memohon perlindungan. Hal itu dapat dilakukan

dengan lisan maupun cukup di dalam hati.

5. Menangis ketika membaca Al-Qur`an. Jika tidak bisa maka

diusahakan untuk berusaha menangis, karena itu adalah sifat dan

karakter hamba-hamba yang saleh.97

Dengan memperhatikan etika-etika dalam mempelajari Al-

Qur`an diharapkan agar seseorang yang membaca Al-Qur`an

senantiasa mendapatkan pahala, keberkahan serta syafaatnya Al-

Qur`an.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa pola asuh orang tua Islami merupakan pola interaksi antara

anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan fisik (seperti makan,

minum dan lain sebagainya) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa

aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma

agama Islam dan norma-norma yang berlaku pada masyarakat sekitar.

Setiap orang tua seyogianya mengajarkan shalat dan membaca Al-

Qur`an kepada putera-puterinya sejak dini, agar jiwa rohaninya

dibekali dengan nilai-nilai spiritualisme Islam dan berakhlakkan Al-

Qur`an.

Pola asuh yang dianjurkan dalam agama Islam telah banyak

dipaparkan dalam Al-Qur`an dan Hadis, yang berikutnya dapat

disimpulkan bahwa pola asuh orang tua dalam pendidikan anak

meliputi:

97

Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-

kanak,…, h. 18

55

1. Menanamkan keimanan (tauhid) sejak dini

2. Menanamkan kecintaan kepada Rasul Allah dan keluarganya

3. Mengajarkan norma-norma yang berlaku baik dalam agama Islam

maupun dalam peraturan dan perundangan

4. Mengajarkan Al-Qur`an sejak dini

5. Mendidik dengan keteladanan, kebiasaan, nasihat, perhatian atau

pengawasan serta hukuman yang mendidik.

Orang tua juga seyogianya memenuhi hak-hak anak yang

dapat mempengaruhi pendidikannya. Beberapa faktor yang menjadi

penunjang belajar pendidikan agama Islam, seperti motivasi,

keluarga, teman dan masyarakat, khususnya dalam hal salat dan

membaca Al-Qur`an.

56

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam penyusunan skripsi tentang pola asuh orang tua Islami

ini, penulis melakukan kegiatan penelitian secara langsung di SD

Putra Pertiwi yang berlokasi di Jalan Pondok Cabe Raya No. 57,

Pondok Cabe Ilir, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten.

Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret sampai dengan bulan

April 2019.

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. “Metode penelitian pada dasarnya merupakan

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan

tertentu.”1

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif. Menurut Zainal Arifin penelitian kualitatif adalah

suatu proses penelitian yang dilakukan secara wajar dan natural sesuai

dengan kondisi objektif di lapangan tanpa adanya manipulasi, serta

jenis data yang dikumpulkan terutama data kualitatif.2

Sementara menurut Sugiyono dalam bukunya Metode

Penelitian Pendidikan mendefinisikan metode penelitian kualitatif

adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

postpotivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) di mana peneliti adalah

sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan

1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D, (Bandung:

Alfabeta, 2016), h. 2 2Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2014), h. 140

57

secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan

trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan

hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada

generalisasi.3 Penelitian kualitatif dapat digunakan untuk menjawab

permasalahan yang memerlukan pemahaman secara mendalam dalam

konteks waktu dan situasi yang bersangkutan.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian studi

kasus dengan metode deskriptif analisis. “Penelitian deskriptif

merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan atau

menginterpretasi objek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.”4

Menurut Zainal Arifin, penelitian deskriptif adalah penelitian yang

digunakan untuk mendeskripsikan dan menjawab persoalan-persoalan

suatu fenomena atau peristiwa yang terjadi saat ini, baik tentang

fenomena dalam variabel tunggal maupun korelasi dan atau

perbandingan berbagai variabel.5

Menurut Suharsono, tujuan penelitian deskriptif adalah

memberikan informasi kepada peneliti sebuah riwayat atau gambaran

detail tentang aspek-aspek yang relevan dengan fenomena mengenai

perhatian dari perspektif seseorang, organisasi, orientasi industri atau

lainnya.6

Dari penjelasan pendekatan dan jenis penelitian tersebut,

menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan ini tergolong

penelitian deskriptif, maka yang ingin digali adalah tentang pola asuh

3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 15

4Sukardi, Metode Penelitian Kompetensi dan Praktek, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2003), h. 92 5 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan,…, h. 54

66 Puguh Suharsono, Metode Kuantitatif Untuk Bisnis: Pendekatan Filosofi

dan Praktis, (Jakarta: PT. Imdeks, 2009), h. 8

58

orang tua dalam pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak SD

Putra Pertiwi, khususnya dalam hal shalat dan membaca Al-Qur`an.

C. Sumber Data Penelitian

Data merupakan sumber yang paling penting untuk

menyingkap suatu permasalahan yang ada dan untuk menjawab

masalah penelitian. Dalam penelitian ini, data-data yang diperlukan

yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah “data yang bersumber dari informan yang

mengetahui secara jelas dan rinci mengenai masalah yang

diteliti. Sedangkan informan adalah orang yang dimanfaatkan

untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi yang

dijadikan obyek penelitian.”7

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini

yaitu orang-orang yang dianggap berpengaruh terhadap pola

asuh orang tua Islami dalam pembelajaran pendidikan agama

Islam. Sumber data dari penelitian ini adalah berpusat pada

wali murid yang memiliki anak berprestasi dalam hal

pendidikan agama Islam khususnya dalam shalat dan

membaca Al-Qur`an. Kemudian didukung dengan guru

pendidikan agama Islam yang berkompeten.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang berasal dari sumber kedua

atau dari instansi seperti dokumen. Dalam pengertian lain data

7 Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2008), h. 3

59

sekunder memiliki pengertian “data yang tersusun dalam

bentuk dokumen-dokumen.”8

Adapun data sekunder yang didapatkan dari penelitian ini dari

arsip-arsip yang ada di SD Putra Pertiwi, profil sekolah serta hasil

penelitian sebelumnya jika sekolah tersebut pernah diteliti. Dengan

begitu penulis dapat memperkuat data yang diperoleh ketika dalam

proses penelitian, selain itu dapat dijadikan perbandingan data yang

telah diperoleh penulis.

Dengan demikian, sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu: data yang diperoleh dari

manusia secara langsung dengan bertatap muka dan melalui

wawancara serta data yang diperoleh dari dokumen-dokumen seperti

catatan, arsip, foto kegiatan dan lain sebagainya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis meneliti aspek yang berkaitan

dengan pola asuh orang tua kepada anaknya, khususnya dalam hal

agama. Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data yang

digunakan penulis yaitu:

1. Observasi

Observasi disebut juga pengamatan. Observasi dalam

penelitian kualitatif merupakan pengamatan langsung terhadap objek,

situasi, konteks dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data

penelitian. Beberapa informasi yang dapat diperoleh dari hasil

observasi antara lain; ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek,

perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan. Penulis

melakukan pengumpulan data dengan memilih metode observasi

8

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo,

1998), h. 85

60

bertujuan untuk menyajikan gambaran realistis perilaku atau kejadian,

untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku

manusia, dan untuk evaluasi.9

Penulis melakukan observasi pada saat penulis melaksanakan

PPKT di sekolah tersebut, mengamati secara langsung lingkungan

sekolah dan segala sesuatu yang ada di sekolah sehingga memperoleh

data sekunder.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di

SD Putra Pertiwi Pondok Cabe, tentang Islamic Parenting (pola asuh

Islam) yang dilakukan para orang tua, penulis menemukan beberapa

orang tua yang bagus pola asuhnya dan beberapa yang kurang bagus

pola asuhnya, maka penulis memilih orang tua yang menerapkan pola

asuh Islami dan bagus pola asuhnya. Penulis juga mengamati hasil

belajar atau praktiknya siswa-siswi. SD Putra Pertiwi merupakan

salah satu sekolah umum yang berupaya meningkatkan kualitas

pendidikan agama, yakni dengan menerapkan aturan-aturan sesuai

agamanya di sekolah, tidak sedikit peserta didik yang beragama Islam

shalatnya rajin, bacaan Al-Qur`annya fasih. Namun, terbatasnya

waktu untuk mengajarkan pendidikan agama Islam yang baik dan

benar di sekolah membuat para guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

ingin menambah program dengan tahsin Al-Qur`an. Senyatanya

program tersebut belum terealisasi, yang terlaksana hanya privat bagi

peserta didik yang ingin memperdalam PAI khususnya Al-Qur`an,

dikarenakan padatnya jadwal sekolah.

9 Erwin Widiasworo, Mahir Penelitian Pendidikan Modern, (Yogyakarta:

Araska, 2018), h. 147-148

61

2. Wawancara

Dalam konteks penelitian, wawancara dapat diartikan

sebagai kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam

tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian.

Wawancara merupakan teknik yang dilakukan dengan jalan

mengadakan komunikasi dengan sumber data melalui dialog

secara lisan. “Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan

data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk

menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam.”10

Adapun yang perlu dipersiapkan dalam wawancara adalah

pertanyaan yang sesuai dengan data yang ingin diperoleh, hal ini

dilakukan supaya tidak terjadi penyimpangan terhadap data yang

ingin diperoleh. Penulis juga harus memahami informan yang

akan diwawancari supaya penggunaan bahasa yang digunakan

sesuai dan dapat dipahami oleh informan.

Menurut Sugiyono wawancara yang sering digunakan

dalam penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu: wawancara

terstruktur, wawancara tak terstruktur dan wawancara semi

struktur. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan wawancara

tak terstruktur atau wawancara mendalam untuk memperoleh data

yang diperlukan, yaitu dengan mengadakan pertemuan dengan

beberapa informan yang akan digali datanya tentang pola asuh

orang tua dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD

Putra Pertiwi. Khususnya yang berkaitan dengan shalat dan

membaca Al-Qur`an.

10

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 317

62

Wawancara dilakukan terhadap orang tua siswa terkait

Islamic Parenting dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.

Begitu juga wawancara dilakukan kepada guru pendidikan

Agama Islam. Data dari guru PAI ini digunakan sebagai

pembanding untuk menemukan kesesuaian.

Dari kajian teori yang telah dipaparkan di bab II tersebut

maka diambil kesimpulan kisi-kisi indikator, Adapun draft

wawancara sesuai dengan tabel berikut:

Tabel 3.1

Kisi-kisi Indikator Islamic Parenting dalam Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam

No. Kisi-kisi Indikator

1.

Cara menanamkan

keimanan (tauhid)

sejak dini

Pola asuh yang diterapkan kepada

anak agar kelak menjadi anak yang

saleh/salihah

Mengenalkan atau mengajarkan

akidah kepada anak sejak kecil

2.

Cara menanamkan

cinta kepada Rasul

dan keluarganya

Membiasakan supaya anak selalu

bershalawat kepada Nabi dan

keluarganya

Mencontoh Rasulullah untuk jadikan

teladan atau uswah hasanah

3.

Cara mengajarkan

nilai-nilai yang

berlaku baik dalam

agama Islam

Melatih anak supaya selalu

berperilaku baik kapan pun dan di

mana pun mereka berada

Mengawasi semua aktivitas anak dari

bangun tidur hingga tidur lagi

Pola asuh orang tua dapat

63

mempengaruhi perilaku anak

4. Cara mengajarkan Al-

Qur`an sejak dini

Mulai mengajarkan shalat dan

membaca Al-Qur`an kepada anak

sejak kecil

Menggunakan metode khusus dalam

membimbing anak belajar membaca

Al-Qur`an

5.

Mendidik dengan

keteladanan,

kebiasaan, nasihat,

perhatian atau

pengawasan serta

hukuman

Menggunakan pola asuh Islam dalam

mendidik anak, khususnya dalam hal

shalat dan membaca Al-Qur`an

Melatih anak supaya mau

mendengarkan nasihat dari orang tua

Membiasakan anak supaya disiplin

dan punya rasa tanggung jawab,

kemandirian serta mengikuti aturan

orang tua

Memenuhi hak-hak anak dalam

pendidikan Islam

1. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Berbagai dokumen yang dapat dijadikan sebagai sumber data antara

lain surat-surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cinderamata,

jurnal kegiatan dan sebagainya.

Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih

dapat dipercaya kalau didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di

masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat atau

64

autobiografi. Begitu juga apabila hasil penelitian didukung oleh foto-

foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada.11

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi yaitu

pengambilan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang

dimiliki sekolah tersebut. Teknik dokumentasi ini merupakan teknik

pendukung dari data yang diperoleh dengan wawancara.

E. Teknik Analisis Data

Pada penelitian kualitatif, data yang telah diperoleh dari

beberapa sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data

yang bermacam-macam (triangulasi). Adapun menurut Nasution yang

dikutip oleh Sugiyono adalah, “analisis telah mulai sejak merumuskan

dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan

berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.”12

Analisis data pada penelitian ini terdiri dari analisis sebelum

terjun di lapangan dan analisis selama di lapangan13

, yaitu:

1. Analisis data yang dilakukan sebelum di lapangan, dilakukan

pada studi pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan

untuk menentukan fokus penelitian.

2. Analisis data selama di lapangan sebaiknya terus dilakukan

hingga semua data terkumpul dengan teknik analisis model

interaktif. Adapun analisis data dilakukan secara bersama-sama

dengan proses pengumpulan data dengan alur tahapan menurut

Miles dan Faisal sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Data yang telah diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau

data yang terperinci. Reduksi data merupakan proses

11

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 329 12

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 333 13

Erwin Widiasworo, Mahir Penelitian Pendidikan Moder,…, h. 156

65

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada

hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang

data-data yang tidak diperlukan.

b. Penyajian Data

Setelah proses reduksi data selesai, langkah berikutnya adalah

melakukan penyajian data. Penyajian data pada penelitian ini

adalah dalam bentuk uraian singkat, hubungan antar kategori

dan teks naratif.

c. Penyimpulan dan Verifikasi

Setelah proses reduksi data dan penyajian data telah

dilakukan secara sistematis, selanjutnya peneliti melakukan

penarikan kesimpulan sementara. Ketika ditemukan bukti-

bukti baru yang lebih valid dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, dengan

demikian kesimpulan yang diambil merupakan kesimpulan

yang kredibel.14

F. Uji Keabsahan Data

Penerapan keabsahan data (trustworthiness) data diperlukan

teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas

sejumlah kriteria tertentu. Ada kriteria yang digunakan, yaitu derajat

kepercayaan (credibility).15

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil

penelitian kualitatif dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Perpanjang Pengamatan

Perpanjang pengamatan berarti peneliti kembali ke

lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan

14

Erwin Widiasworo, Mahir Penelitian Pendidikan Modern,…, h. 157-159 15

Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif,…, h. 270

66

sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.16

Perpanjang pengamatan dilakukan untuk menggali informasi

yang lebih mendalam agar data diperoleh sesuai dengan yang

peneliti inginkan. Dengan melakukan perpanjangan pengamatan,

maka responden akan merasa lebih akrab dan terbuka sehingga

akan memberikan informasi yang mendalam.

2. Peningkatan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan

secara lebih cermat dan berkesinambungan terhadap faktor-faktor

yang menonjol kemudian ia menelaah. Dengan cara tersebut

maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam

secara pasti dan sistematis.17

Melalui teknik ini pasti juga mengadakan pengamatan

dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-

faktor yang menonjol, kemudian menelaahnya secara rinci

sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal

tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah

dipahami dengan biasa.

3. Triangulasi

Triangulasi merupakan usaha mengecek kebenaran data

atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut

pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak

mungkin bias (simpangan) yang terjadi pada saat pengumpulan

dan analisis data.18

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dari

sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama untuk

16

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 270 17

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 272 18

Erwin Widiasworo, Mahir Penelitian Pendidikan Modern,…, h. 155

67

mendapatkan data. Tujuan dari triangulasi ini adalah untuk

meningkatkan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah

ditemukan dan data yang akan diperoleh akan lebih konsisten,

tuntas dan pasti.

56

68

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum tentang SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

1. Sejarah Berdirinya SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

Berawal dari adanya rasa tanggung jawab moral dan

kesadaran betapa pentingnya pendidikan bagi generasi saat ini,

maka dari itu Yayasan Pendidikan Putra Pertiwi tergerak untuk

membantu menyukseskan dan menuntaskan program wajib belajar

yang telah digariskan oleh pemerintah demi tercapainya tujuan

pendidikan Nasional.

Oleh karena itu pada tahun 1998 dirintislah berdirinya

Kelompok Bermain Taman Kanak-Kanak Putra Pertiwi. Kemudian

2002 disusul dengan dibukanya Sekolah Dasar Putra Pertiwi.

Selanjutnya pada tahun 2007 dibangun pula Sekolah Menengah

Pertama Putra Pertiwi yang mulai melaksanakan program

pendidikannya pada tahun pelajaran 2007/2008.

Yayasan Pendidikan Putra Pertiwi didirikan dengan akte

notaris Kgs Zainal Arifin, S.H di Jakarta No. 22 pada tanggal 24

Juli tahun 1997 dan akte notaris Kgs Zainal Arifin S.H No. 5 pada

tanggal 26 November 2001 mengenai risalah rapat badan pendiri

Yayasan Pendidikan Putra Pertiwi.

Dengan tekad yang kuat untuk memberikan kontribusi pada

dunia pendidikan di Indonesia, maka yayasan pendidikan

membuka sekolah dengan visi “Membangun intelektualitas dan

kreativitas siswa agar berwawasan luas, menguasai teknologi dan

mempunyai kesadaran sosial serta memiliki landasan iman dan

takwa kepada Tuhan YME”.

69

Dengan menyelenggarakan pendidikan yang

berkesinambungan dengan menyediakan fasilitas yg baik untuk

menunjang proses pembelajaran. Pada saat itu TK Putra Pertiwi

merupakan satu-satunya Taman Kanak-Kanak di daerah pondok

cabe dengan fasilitas yang menggunakan sistem yang modern,

dimana anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan

intelektualitas, kreativitas dan mandiri.

Melihat kebutuhan untuk memenuhi tuntutan masyarakat

sekitar terhadap ketersediaan institusi pendidikan menengah

kejuruan khususnya untuk meluluskan tenaga yang siap secara

softskill tingkat pemula dan tenaga kerja muda siap kerja maka

tahun 2016 Yayasan pendidikan Putra mendirikan Sekolah

Menengah Kejuruan yang terdiri dari lima jurusan yakni, Akutansi,

Administrasi Perkantoran, Tata Boga, Perhotelan dan Multimedia.

Mengemban misi pendidikan merupakan kebanggaan dan

kehormatan kami jika kami bisa memberi kontribusi pada Negara

Indonesia yang tercinta ini dalam membantu mendidik dan

membawa generasi penerus bangsa menuju cita-cita perjuangan

yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyiapkan generasi

penerus menjadi unjung tombak menuju Indonesia maju dan

sejahtera.

2. Visi, Misi, dan Tujuan SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

a. Visi SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

Berdasarkan keputusan bersama dengan pihak-pihak terkait

(stakeholders) dalam musyawarah maka visi SD Putra Pertiwi

mengacu kepada tuntutan pembangunan Daerah Kota Tangerang

Selatan yaitu “Optimalisasi Layanan Pendidikan, Dalam Rangka

70

Terwujudnya Kota Tangerang Selatan Sebagai Kota yang Cerdas,

Modern, dan Religius.

Adapun Visi Sekolah Putra Pertiwi adalah: “Siswa

berkualitas dalam IMTAQ dan IPTEK di lingkungan yang ASRI

(Aman, Sehat, Rapi, dan Indah)”.

b. Misi SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

1) Membekali siswa dalam bidang pengetahuan, sikap, dan

keterampilan sesuai dengan kompetensi dasar yang telah

ditetapkan.

2) Membekali siswa dalam IMTAQ dengan kegiatan keagamaan

sesuai dengan yang dianut siswa.

3) Meningkatkan toleransi umat beragama dengan menyediakan

sarana yaitu organisasi keagamaan sesuai agama yang dianut

oleh peserta didik.

4) Mengembangkan minat siswa terhadap IPTEK dengan

membentuk Computer, Science, English Club.

5) Mengembangkan bakat dan minat siswa melalui Bina Prestasi

dan kegiatan Ekstrakurikuler.

6) Menanamkan sikap disiplin, percaya diri, peduli lingkungan

dan alam sekitar.

7) Meningkatkan K7 (Kebersihan, Kerapian, Keindahan,

Keamanan, Kekeluargaan, Kerindangan dan Kesehatan) oleh

seluruh warga sekolah.

8) Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk

menciptakan lingkungan yang hijau dan aman, contoh:

Tabulampot, Pembuatan Taman.

Dalam rangka mewujudkan misi tersebut, sekolah berusaha

menerapkan peraturan yang ketat sesuai dengan kedudukan masing-

71

masing dan menjalin komunikasi yang baik untuk menjamin

hubungan kerja yang harmonis.

c. Tujuan SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

Tujuan Umum Sekolah Dasar Putra Pertiwi adalah:

1) Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak

mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti

pendidikan lebih lanjut.

2) Mempersiapkan siswa agar dapat menjadi siswa yang mandiri,

kreatif, berintelektual tinggi, berwawasan luas, mampu

menguasai teknologi informasi, menguasai bahasa Inggris

dengan aktif berdasarkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa sehingga dapat menjadi generasi penerus bangsa

yang berbudi luhur.

Tujuan Khusus Sekolah Dasar Putra Pertiwi adalah:

1) Meningkatkan kualitas kinerja guru dengan memberikan

pelatihan minimal empat kali dalam satu bulan.

2) Meningkatkan prestasi akademik siswa, prestasi guru, dan

prestasi karyawan sekolah.

3) Membekali siswa dengan dengan dasar-dasar pengetahuan,

kemampuan, keterampilan, dan budi pekerti untuk melanjutkan

pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.

4) Melengkapi sarana prasarana sekolah.

5) Meningkatkan akses layanan pendidikan.

6) Meningkatkan kualitas pembelajaran.

7) Menyediakan fasilitas pelayanan yang memadai.

8) Menumbuhkembangkan toleransi antar umat beragama.

9) Melaksanakan pembagian tugas secara proporsional dan

profesional.

72

10) Melaksanakan kurikulum 2013 (Kurtilas).

3. Identitas Sekolah

a. Nama Sekolah : SD Putra Pertiwi

b. NPSN : 20604674

c. NSS : 102020417057

d. Alamat Sekolah : Jl. Pondok Cabe Raya No. 57, kecamatan

Pamulang, kota Tangerang Selatan 15418

e. Telepon : 021-7422307

f. Status Sekolah : Swasta

g. Tahun Pendirian : 2002

h. Luas Tanah : 940 m²

i. Luas Bangunan : +1600 m²

j. Status Tanah : Bersertifikat

k. Status Bangunan : Milik Sendiri

l. Nomor Sertifikat Tanah : 494 dan No. 1221

m. Status Terakreditasi : A

n. Kurikulum : 2013

4. Pendidik dan Tenaga Kependidikan SD Putra Pertiwi Pondok

Cabe

Tabel 4.1

Struktur Organisasi SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

73

Tabel 4.2

Daftar Guru SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

No. Nama Jabatan

1 Tiwuk Kusparyanti, S.Pd. Kepala Sekolah

2 Novalinda, S.Pd. I Beautiful

3 Novi Amelia, S.Pd. I (Pendamping)

4 Nina Marlina, S.Pd. I Prosperous

5 Linda, S.Pd. I (Pendamping)

6 Windi Hastuti, S. Pd. II Airy

7 Ridha Nurcahyani amalia, S.Pd. II (Pendamping)

8 Evelin M.Manurung, S.Pd. II Comfort

9 Diah Luchfiani, A.Md. II (Pendamping)

10 Fitri Agustianingsih, S.Pd. III Neat

11 Bahrudin , S. Pd. M.Pd. III Green

12 Etty Misawati, SH. IV Leafy

13 Yuni Kurniawati, S.Pd. IV Clean

14 Yusuf, SS. V Fresh

15 Taufik Ma‟ruf, S.Pd. VI Cool

16 Ranny Indriyani, S.Pd. VI Shady

17 Citra Sari, S. Ag. Guru Agama Islam

18 Drs. A.A Gede Raka Mas Guru Agama Hindu

19 Sukirno,S.Ag. Guru Agama Budha

20 Jelita Woba, S.Th. Guru Agama Kristen

21 Suparto Simanjuntak, S.Pd.K. Guru Penjas dan Agama

Kristen

22 Nurhayati, S.Pd. Guru Bahasa Inggris

23 Andika Dhanesywara, SE. Guru IPA (kls 4-6)

24 Rokim, SSI. Guru Komputer (1-6)

25 Irfan Wirardhy, S.Pd. Guru Sport

26 Tri Handari, S.Pd. Guru Tari

27 Bambang, S.Pd. Guru Lukis

Tabel 4.3

Daftar Tenaga Kependidikan SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

No. Nama Jabatan

1 Eni Suharyanti Kepala Tata Usaha

2 Uyis Fitriani Tata Usaha

74

3 Yeni Karmila Tata Usaha

4 Tristiana Pustakawan

5 Tivia Pustakawan

6 Herman Karyawan 1

7 Sifa Karyawan 2

8 Anto Karyawan 3

9 Suwono Karyawan 4

10 Wardoyo Satpam 1

11 Sanusi Satpam 2

12 Amin Satpam 3

13 Heri Satpam 4

14 Rudi Supir 1

15 Suheri Supir 2

5. Data Peserta Didik di SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

Peserta didik di SD Putra Pertiwi Pondok Cabe Tahun Ajaran

2018/2019 berjumlah 315 orang terdiri dari kelas I sampai VI. Adapun

rinciannya sebagai berikut:

Tabel 4.4

Daftar Jumlah Peserta Didik SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

No. Kelas

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-Laki Perempuan

1 I 21 24 45

2 II 24 26 50

3 III 37 33 70

4 IV 20 25 45

5 V 39 23 62

6 VI 23 20 43

Jumlah 164 151 315

6. Sarana Prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di SD Putra Pertiwi disusun dalam

tabel di bawah ini:

75

Tabel 4.5

Daftar Sarana Prasarana SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

No. Nama Alat Jumlah

1 AC 27

2 Area Parkir 1

3 Dapur 1

4 Dispenser 8

5 Gudang 2

6 Headset 24

7 Komputer 28

8 Kursi Library 17

9 Kursi Manajemen 1

10 Kursi Murid 229

11 Kursi Tata Usaha 10

12 Lapangan Multi Fungsi 1

13 Lemari 25

14 Lemari Library 4

15 Lemari Manajemen 1

16 Lemari Tata Usaha 5

17 Loker Murid 16

18 Mading 2

19 Meja Dan Kursi Guru 31

20 Meja Dan Kursi Lab Bahasa 24 set

21 Meja Library 6

22 Meja Manajemen 1

23 Meja Murid 70

24 Meja Pingpong 1

25 Meja Tata Usaha 1

26 Meja Tata Usaha 6

27 Mobil Antar Jemput 2

28 Musholla 1

29 Pos Satpam 1

30 Rak Display Buku Library 8

31 Rak Sepatu 16

32 Ring Basket 2

33 Ruang Agama 1

34 Ruang Aula 1

35 Ruang Direktur 1

36 Ruang Guru 3

37 Ruang IT 1

76

38 Ruang Kantin 2

39 Ruang Kelas 10

40 Ruang Kepala Sekolah 1

41 Ruang Lab Bahasa 1

42 Ruang Lab Komputer 1

43 Ruang Library 1

44 Ruang Manajemen 1

45 Ruang Penjaga Sekolah 2

46 Ruang Tata Usaha 1

47 Ruang UKS 1

48 Sofa 5 set

49 Televisi 2

50 Toilet 10

7. Kurikulum Pendidikan di SD Putra Pertiwi Pondok Cabe

Seluruh kelas SD Putra Pertiwi Pondok Cabe sudah

menggunakan kurikulum 2013 dari kelas 1 sampai 6. Memuat program-

program pendidikan dan pembelajaran yang dikelompokkan pada

bidang-bidang berikut :

a. Pelajaran agama meliputi:

1) Pendidikan Agama Islam

2) Pendidikan Agama Kristen

3) Pendidikan Agama Hindu

4) Pendidikan Agama Budha

b. Pelajaran umum meliputi:

1) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2) Bahasa Indonesia

3) Matematika

4) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes)

5) Pendidikan Kewarganegaraan

6) Seni Budaya

c. Materi lokal, meliputi:

1) Baca Tulis Al-Qur‟an (BTQ)

77

2) Komputer

3) Bahasa Inggris.

d. Pembiasaan, meliputi:

1) Shalat Dhuha Berjamaah

2) Shalat Dzuhur Berjamaah

e. Kegiatan Ekstrakulikuler, meliputi:

Ekstrakulikuler wajib SD Putra Pertiwi adalah:

1) Menari

2) Gambar

3) Pianika

Ekstrakulikuler tidak wajib di SD Putra Pertiwi adalah:

1) Silat

2) Bola

3) Musik

4) Science Club

5) English Club

Wajib diikuti oleh seluruh kelas 1-6. Jadwal ekskul wajib untuk anak

kelas 1-3 dilaksanakan di hari Kamis pukul 13.00 WIB, dan untuk

anak kelas 4-6 dilaksanakan pada hari Jumat pukul 13.00 WIB.

B. Deskripsi Analisis Data

Pola asuh orang tua Islami merupakan pola interaksi antara

anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan fisik seperti makan,

minum dan lain sebagainya, kebutuhan psikologis seperti rasa aman,

kasih sayang dan lain sebagainya, serta sosialisasi norma-norma

agama Islam dan norma-norma yang berlaku pada masyarakat sekitar.

Berdasarkan kisi-kisi indikator wawancara penulis, yaitu:

No. Kisi-kisi Indikator

1. Menanamkan Pola asuh yang diterapkan kepada

78

keimanan (tauhid)

sejak dini

anak agar kelak menjadi anak yang

saleh/salihah

Mengenalkan atau mengajarkan

akidah kepada anak sejak kecil

2.

Menanamkan cinta

kepada Rasul dan

keluarganya

Membiasakan supaya anak selalu

bershalawat kepada Nabi dan

keluarganya

Mencontoh Rasulullah untuk jadikan

teladan atau uswah hasanah

3.

Mengajarkan nilai-

nilai yang berlaku

baik dalam agama

Islam

Melatih anak supaya selalu

berperilaku baik kapan pun dan di

mana pun mereka berada

Mengawasi semua aktivitas anak dari

bangun tidur hingga tidur lagi

Pola asuh orang tua dapat

mempengaruhi perilaku anak

4. Mengajarkan Al-

Qur`an sejak dini

Mulai mengajarkan shalat dan

membaca Al-Qur`an kepada anak

sejak kecil

Menggunakan metode khusus dalam

membimbing anak belajar membaca

Al-Qur`an

5.

Mendidik dengan

keteladanan,

kebiasaan, nasihat,

perhatian atau

pengawasan serta

hukuman

Menggunakan pola asuh Islam dalam

mendidik anak, khususnya dalam hal

shalat dan membaca Al-Qur`an

Melatih anak supaya mau

mendengarkan nasihat dari orang tua

Membiasakan anak supaya disiplin

79

dan punya rasa tanggung jawab,

kemandirian serta mengikuti aturan

orang tua

Memenuhi hak-hak anak dalam

pendidikan Islam

Dari draft wawancara tersebut, adapun hasil penelitian di lapangan

adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan kisi-kisi yang pertama, menanamkan keimanan

(tauhid) sejak dini, yaitu:

Penulis melakukan wawancara dengan bapak Rokhim,

wali murid dari Alma, siswi kelas III SD Putra Pertiwi Pondok

Cabe mengatakan bahwa “dengan cara mengenalkan Allah dan

Rasul-Nya sejak kecil, mengajarkan nilai-nilai yang terkandung

dalam Al-Qur`an, kami juga mempunyai waktu khusus untuk

belajar agama sehingga bisa istiqamah dan tertanam dalam diri

anak-anak”. Orang tua yang mempunyai strategi unik seperti

beliau akan dengan mudah menarik anak-anaknya untuk

semangat belajar.

Penulis juga melakukan wawancara dengan bapak Yusuf,

wali murid dari Alfath siswa kelas VI mengatakan bahwa “kita

sebagai orang tua punya tanggung jawab besar atas keimanan

anak kita, jadi itu yang membuat kita membekali mereka dengan

ilmu-ilmu agama dengan harapan nanti ketika ia dewasa dapat

memfilter tantangan-tantangan yang akan terjadi di masyarakat

dan perlu kita antisipasi seperti itu, seperti shalatnya, Qur`annya

dan lainnya”. Memotivasi adalah suatu kegiatan yang sudah

menjadi kewajiban bagi orang tua kepada anaknya, motivasi yang

80

bagus sudah terbukti dapat membentuk pribadi yang baik

akhlaknya.

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan ibu

Munipah, wali murid dari Ghifary siswa kelas II mengatakan

bahwa “cara menanamkan keimanan sejak anak masih kecil,

saya membiasakan anak-anak untuk selalu berdzikir, kita tuntun

untuk selalu mengingat Allah, ketika sudah masuk sekolah ini

biasanya setelah salat jamaah di mushalla tidak langsung pergi,

tetapi berdzikir dulu”. Mengajarkan keimanan kepada anak

sesuai dengan teori Ibnu Al-Qayyim untuk selalu mengingat

Allah Swt. di mana pun dan kapan pun.

Terakhir peneliti melakukan wawancara dengan bapak

Bahruddin, wali murid dari Adi siswa kelas V mengatakan bahwa

“menanamkan keimanan pada anak dari mulai dia kecil dengan

cara pendekatan untuk tidak bosan selalu mengingatkan,

menasehati, memotivasi supaya anak dapat mempunyai rasa

tanggung jawab atas kewajibannya sebagai muslim baik shalat,

puasa, ngaji dan lain sebaginya sehingga menjadi pribadi yang

lebih baik.”

Dari informasi yang dipaparkan tersebut, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua

kepada anak agar kelak menjadi anak-anak yang saleh/salihah

yaitu dengan cara pendekatan untuk selalu mengingatkan,

menasehati, memotivasi. Terutama dalam hal keimanan, ketika

anak baru dilahirkan yang kita kenalkan pertama kali adalah siapa

Tuhannya dan siapa Nabi-Nya. Dengan demikian anak akan

merekam apa yang didengarnya pertama kali ketika ia lahir di

dunia dan keimanannya tertanam sejak lahir, ia mengenal Allah

81

Swt. dan terus belajar mencintai Allah Swt. supaya terbiasa

beribadah hanya karena Allah Swt. semata.

Sesuai dengan teori Al-Ghazali bahwa dalam hal ini

mengungkapkan orang tua memiliki tanggung jawab terdepan

dalam pendidikan anak. Anak dipandang sebagai suatu tabula

rasa (kertas putih), di mana orang tua bertanggung jawab

mengembangkannya, orang tua menjadi peran utama dalam

pendidikan agama Islam bagi anak, maka dalam hal menanamkan

keimanan sejak dini orang tualah yang membimbing dan

membiasakan melakukan hal-hal positif. Diajarkan untuk

memahami sifat-sifat Allah Swt. selalu bersyukur dengan apa

yang kita miliki dan mengaitkan semua kebaikan dengan Allah

Swt. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kebiasaan yang

dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk dari keluarga yakni

sejak dari anak bangun tidur hingga akan tidur kembali yang

mereka contoh adalah pendidikan yang diterapkan oleh

keluarganya.

Mengenalkan dan mengajarkan akidah kepada anak sejak

kecil sangat besar pengaruhnya dalam diri anak. Anak yang tidak

dikenalkan dan diajarkan akidah sejak kecil cenderung lebih

agresif. Di zaman sekarang, anak kalau dikerasin bukan menjadi

penurut melainkan membantah perintah orang tua. Oleh sebab itu,

untuk mengajarkan akidah yang kuat perlu pendekatan dari hati

ke hati mengenalkan secara bertahap apa yang dibutuhkan untuk

pondasi jiwa rohani anak, dengan disertai do’a insya Allah iman

dan akhlak akan menjadi baik.

2. Bedasarkan kisi-kisi wawancara kedua, menanamkan cinta

kepada Rasul dan keluarganya, yaitu:

82

Bapak Rokhim mengatakan bahwa “kami biasa memberi

contoh aktivitas sehari-hari kemudian dikaitkan dengan sunnah-

sunnah Nabi, melantunkan shalawat biasanya malam jum’at dari

situ insya Allah anak akan tumbuh menjadi anak yang selalu

merindukan baginda Rasul.”

Bapak Yusuf mengatakan bahwa “dengan cara kita

memberi contoh dulu ke anak-anak seperti shalawatan bareng

nanti lama-lama anak akan ngikutin dan hafal banyak shalawat,

dari situlah anak akan mulai banyak bertanya siapa Nabi

Muhammad dan lain sebagainya, dan dari situlah kita kasih

pengertian”.

Ibu Munipah mengatakan bahwa “saya ceritain kisah-

kisah Nabi Muhammad dan Nabi-nabi lainnya”

Bapak Bahruddin mengatakan bahwa “anak akan tumbuh

dengan mempunyai rasa cinta kepada Allah Rasul-Nya itu dari

apa yang dilakukan orang tuanya juga, jadi bagaimana orang

tua meneladaninya, apa sudah sesuai dengan ajaran Allah dan

Rasulullah dan menceritakan bahwa betapa mulianya beliau ”.

Maka dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa menanamkan cinta kepada Rasul dan keluarganya dapat

dilakukan dengan cara menceritakan sirah nabawiyah,

mengenalkan 25 Nabi beserta sifat-sifat mulianya secara bertahap

kepada anak serta membiasakan supaya anak selalu bershalawat

kepada Nabi dan keluarganya dengan harapan selalu mendapat

ridho Allah Swt. dan mendapat syafa’at Rasulullah Saw.

Menceritakan betapa mulianya Rasulullah Saw. yang sudah

dijamin surga oleh Allah tetapi setiap harinya selalu beristigfar

kepada Allah Swt. betapa cintanya Rasul kepada umatnya

83

Cara lainnya untuk menanamkan cinta kepada Rasul dan

keluarganya yakni dengan mencontoh Rasulullah Saw. untuk

dijadikan sebagai suri teladan atau uswatun hasanah dalam

kehidupan sehari-hari kita. Mengajarkan makan, minum, tidur,

mandi dan lain sebagainya seperti yang dicontohkan oleh

Rasulullah Saw. begitu juga dengan menceritakan dampak yang

akan diperoleh ketika menjalankan sunah-sunahnya. Dengan

senantiasa menceritakan kisah-kisah teladan Rasul, kita harapkan

anak-anak kita kelak akan tumbuh menjadi sosok yang mampu

menerapkan sifat-sifat mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah

Saw.

3. Berdasarkan kisi-kisi yang ketiga, mengajarkan nilai-nilai yang

berlaku dalam agama Islam, yaitu:

Bapak Rokhim mengatakan “mengajarkan aturan Allah

kepada anak dengan membudayakan membaca sejak kecil,

melatih kejujuran, disiplin, sopan santun, menasehati secara

tidak langsung dengan mencontohkan, tidak ada suara keras di

rumah misalnya, dengan harapan agar kami tidak salah untuk

mengantar anak-anak menuju ridho Allah dan menjemput masa

depan cemerlangnya”.

Bapak Yusuf mengatakan “awalnya kita motivasi untuk

masuk pesantren, jadi harapan kita sebagai orang tua sebelum

masuk pesantren paling tidak kita sudah membekalinya ilmu

agama meskipun itu masih dasar, karena itu salah satu modal

masuk pesantren sehingga ketika sudah masuk pesantren tidak

kaget dengan aturan di sana”.

Ibu Munipah mengatakan “saya mengajaran perintah-

perintah Allah sejak kecil dengan kemudian menyekolahkan

84

untuk mendapat pendidikan yang layak dan menitipkan anak ke

pesantren untuk ngaji, supaya anak tau apa saja kewajiban yang

harus dijalankan”.

Bapak Bahruddin mengatakan “dengan cara

membiasakan shalat jama’ah 5 waktu, ngaji, mencontohkan

perilaku yang baik, bersikap jujur, sopan santun, menghormati

orang lain dan sebagainya”

Maka dari penjelasan para wali murid tersebut dapat

ditarik benang merah yaitu bahwa mengajarkan nilai-nilai yang

berlaku dalam agama Islam dapat dilakukan dengan melatih anak

supaya selalu berperilaku baik, sopan santun kepada siapa pun,

kapan pun dan di mana pun mereka berada. Orang tua lah yang

menentukan kemanakah anak akan diarahkan, akankah anak

diarahkan ke jalan Allah dengan berpedoman pada Al-Qur`an dan

Hadis ataukah sebaliknya anak akan diarahkan ke jalan yang

tidak seharusnya.

Sesuai dengan teori Ibnu Qayyim bahwa pola Asuh dalam

fungsi agama dengan cara mengenalkan kegiatan keagaman dan

membiasakan anak beribadah sesuai perkembangan usianya. Pada

dasarnya setiap orang tua yang mempunyai seorang anak pasti

mendambakan anaknya menjadi anak yang saleh/salihah, sukses

dan berhasil dalam hal apapun. Anak akan menjadi penerus

orang tuanya, maka pada hakikatnya tidak ada orang tua yang

menginginkan anak-anaknya menderita, kekurangan dan tidak

sejahtera hidupnya. Oleh sebab itu, banyak orang tua yang

dengan jerih payahnya, demi masa depan anak-anaknya berusaha

melakukan yang terbaik sehingga menjadi orang yang sukses di

dunia maupun di akhirat.

85

Mengawasi dan memperhatikan segala aktivitas anak

mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Membiasakan saat

bangun tidur membaca doa, memulai semua aktivitas dengan

basmalah, membiasakan merapikan tempat tidur dan bersiap

untuk salat subuh berjamaah, dengan lembut dan tanpa paksaan.

Dari hal kecil tersebut, maka akan timbul rasa cinta dari anak

yang tidak akan ia tinggalkan ketika sudah dewasa nanti.

Pola asuh orang tua dapat mempengaruhi perilaku anak,

mengasuh anak adalah membentuk kebiasaan untuk menanamkan

jiwa rohani yang muthmainnah, yang bertujuan membentuk

pribadi supaya memiliki aqidah yang kuat, akhlak yang baik dan

ibadah yang benar. Menjadi orang tua pengasih dan penyanyang

bukanlah hal yang mudah, masih butuh banyak belajar dalam

mendidik dan membimbing anak-anak supaya mereka menjadi

anak yang saleh dan salihah.

Karakter anak juga bermacam-macam, ada yang jika

dinasehati mendengarkan dan mengikutinya, ada yang jika

dinasehati malah mengalihkan pembicaraan bahkan ada yang

tidak mau dinasehati. Oleh karena itu, orang tua lah yang

menentukan bagaimana keterampilan dalam bersikap dan dalam

berbicara menggunakan kata yang baik atau qaulan karîman

bukan malah menjadi orang tua yang hanya memerintah,

meremehkan, membanding-bandingkan bahkan menyalahkan

anak, karena apa yang dilakukan oleh orang tua akan dicontoh

oleh anak, maka demi menghindari contoh yang tidak baik, lebih

baik selalu mengarahkan dan membimbing anak kepada hal-hal

yang positif. Juga tidak memaksakan dan tidak membatasi apa

yang menjadi cita-cita anak, orang tua memotivasi dan

86

mendukung keinginan anak selagi itu tidak bertentangan dengan

nilai-nilai ajaran Islam.

Pola pengasuhan tersebut dinilai sudah efektif dalam

mendidik dan membimbing anaknya untuk belajar agama, seperti

membiasakan salat berjamaah setiap 5 waktu, berpuasa sunnah

senin dan kamis, membaca Al-Qur`an setiap hari serta

berperilaku sopan kepada siapa pun.

4. Berdasarkan kisi-kisi keempat, mengajarkan Al-Qur`an sejak

dini, yaitu:

Bapak Rokhim mengatakan “dari kecil mereka punya

jadwal belajar agama itu dengan bundanya, biasanya yang rutin

habis maghrib dari ngaji sampai pelajaran yang lain juga, jadi

setelah maghrib mereka tidak keluar rumah tetapi fokus untuk

belajar”

Bapak Yusuf mengatakan “ngaji mengajarkan sendiri,

pakai metode iqra`, awalnya di TPA tetapi kita lebih seringnya

memang di rumah. Kalau di rumah untuk tahapan-tahapan awal

iqra` itu sama ibunya, tetapi ketika sudah ngaji ke al-Qur`an dan

hafalan itu sama saya”.

Ibu Munipah mengatakan “mulai belajar Al-Qur`an

sebelum TK, sebelumnya saya yang ngajarin sendiri dari umur 3

tahun menggunakan metode iqra’ dan kemudian masuk ke TPQ

Nur Medina, belajar mengaji kemauan sendiri, tidak ada paksaan

dari orang tua”.

Bapak Bahruddin mengatakan “Mulai belajar ngaji dari

TK dengan mamahnya, baru kelas 2 mulai ngaji dengan kakak

ipar saya di TPQ nya, ngajinya setiap setelah maghrib, kalau

sore ngaji di rumah.”

87

Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik intinya

yaitu mengajarkan Al-Qur`an kepada anak sejak dini dapat

diterapkan oleh orang tua dengan mengajarkan sejak mulai bayi

yakni ketika bayi, ibunya atau orang tuanya sering mengaji di sisi

anaknya, sehingga setiap hari anaknya selalu mendengarkan

lantunan ayat Al-Qur`an dan ketika sudah balita, anak dapat

dibimbing langsung oleh orang tuanya sendiri dengan mudah,

karena pada hakikatnya prinsip orang tua adalah anak harus bisa

belajar Al Fâtihah dari orang tuanya sendiri, karena Al Fâtihah

adalah termasuk syarat sahnya salat sehingga anak belajar salat

juga dari orang tuanya sendiri. Mengingat salat adalah kewajiban

bagi umat muslim yang menjadi pondasi agama. Oleh sebab itu,

orang tua yang memperhatikan aktivitas anak, mulai dari salat,

belajar, mengaji dan lain-lain.

Sesuai dengan teori juga seorang ibu, di samping

memiliki kewajiban dalam pemeliharaan keluarga, dia pun tetap

memiliki kewajiban untuk mencari ilmu karena ibulah yang

selalu dekat dengan anak-anaknya. Dalam pepatah Arab

dikatakan bahwa „Surga berada di bawah telapak kaki ibu‟

tersirat makna bahwa kebaikan-kebaikan seorang ibu

mencerminkan kebaikan-kebaikan anaknya, dan ketaatan anak

kepada ibunya dapat menimbulkan kebaikan untuk dirinya. Sejak

kecil anak sudah bisa membaca Al-Qur`an meskipun belum

sempurna, secara bertahap terus diajarkan dan dibimbing, maka

dengan berjalannya waktu akan menjadi lebih baik, sehingga

dalam jiwa anak akan tumbuh cinta terhadap Al-Qur`an.

Membiasakan setelah selesai salat subuh anak dibimbing untuk

selalu membaca Al-Qur`an, karena waktu subuh adalah waktu di

88

mana otak masih bekerja dengan baik. Oleh karena itu, meskipun

dengan waktu yang sebentar diusahakan untuk selalu membaca

Al-Qur`an dengan harapan anak-anak menjadi anak ahlul Qur`an

dan berakhlak Qur`ani.

Orang tua dapat menggunakan metode khusus dalam

membimbing anak belajar membaca Al-Qur`an. Pada umumnya

bagi pemula pelajar Al-Qur`an menggunakan metode Iqra‟, tetapi

sebenarnya ada banyak metode yang dapat diterapkan untuk

belajar Al-Qur`an di antaranya: metode Baghdadi, metode

Qiraati, metode Yanbu‟a dan lain-lain. Siswa-siswi SD Putra

Pertiwi mayoritas belajar mengaji bersama orang tuanya dari

sebelum mereka masuk SD selanjutnya ada sebagian yang lanjut

belajar di TPQ dan ada yang masih dibimbing dengan orang

tuanya, ada juga yang belajar dengan guru privat nya.

5. Berdasarkan kisi-kisi kelima, mendidik dengan keteladanan,

kebiasaan, nasihat, perhatian atau pengawasan serta hukuman,

yaitu:

Bapak Rokhim mengatakan bahwa ”mendidik anak tidak

lepas dari kebiasaan yang kami lakukan untuk latihan disiplin, ya

kami selalu nasihatin juga semua dalam pengawasan kami,

alhamdulillah kami bisa ngontrol anak-anak untuk tidak main

gadget, dengan iming-iming kalau mau gadget cita-citanya harus

tercapai dulu jadi hafizh Qur`an”.

Bapak Yusuf mengatakan bahwa “kita didik anak-anak

supaya dapat menjadi penerus dan pewaris ilmu para guru dan

orang tuanya sehingga menjadi anak yang berbakti kepada orang

tuanya. Karena posisi kita kan menjadi teladan bagi anak-anak

89

kita, ngasih pengertian kepada anak akan pentingnya ilmu dan

agama”.

Ibu Munipah mengatakan bahwa “mendidik anak itu

susah-susah gampang, kadang kita merasa enjoy senang kadang

juga kita merasa lelah, jenuh dan sebagainya tapi saya selalu

berusaha memberikan yang terbaik, membatasi hp itu pasti saya

kontrol terus jangan sampai kecanduan”.

Bapak Bahruddin mengatakan bahwa “mendidik anak itu

harus tau karakternya dulu karena setiap anak berbeda dan tidak

bisa disamakan cara mendidiknya. Dari mulai mencontohkan

cara memperbanyak pahala, tanggung jawab, kemandirian.

Untuk pengawasan, saya kasih hp tujuannya untuk komunikasi

dengan saya, jadi bisa ngontrol”.

Dari paparan di atas maka dapat diambil petikan hikmah

bahwa mendidik merupakan memelihara, melatih dan

mengayomi anak sebagai penerus dan pewaris ilmu para guru

beserta orang tuanya. Peserta didik adalah obyek yang akan

dididik sehingga menjadi pribadi insan kamil. Menggunakan pola

asuh Islam dalam mendidik anak, khususnya dalam salat dan

membaca Al-Qur`an yaitu dengan membiasakan membaca Al-

Qur`an setiap hari, mencontohkan salat berjamaah di rumah,

masjid atau mushalla, berperilaku sopan santun dan lain

sebagainya.

Melatih anak supaya mau mendengarkan nasihat dari

orang tua dimulai dari keteladan yang kita ciptakan seterampil

mungkin sehingga menjadi pembiasaan secara otomatis pada

anak dan selanjutnya dilatih untuk selalu mendengarkan dan

90

mencerna nasihat yang diberikan, baik oleh orang tua, guru

maupun temannya.

Membiasakan anak supaya disiplin dan punya rasa

tanggung jawab, kemandirian, dan sosial tidak kalah penting.

Anak dilatih untuk disiplin waktu dengan membuat jadwal

aktivitas sehari-hari untuk dirinya sendiri, sehingga itu yang

dijadikan pegangan supaya belajar disiplin. Mempunyai rasa

tanggung jawab perlu ditumbuhkan dengan cara melatih anak

untuk menjaga dan memelihara apa yang dimilikinya. Contohnya

dikaruniai agama Islam, untuk menumbuhkan rasa memiliki pada

Islam tentu dengan menjaga shalatnya, menjalankan perintah

Allah Swt. menjahui larangan-Nya, mengikuti sunnah-sunnah

Nabi dan lain-lain. Kemandirian pada anak dapat tumbuh dari

dorongan diri sendiri sesuai dengan kewajibannya dalam

kehidupan sehari-hari. Sosial anak tidak kalah penting, anak

dapat bersosialisasi dengan baik bersama temannya, maka

pengaruh lingkungannya semakin baik dan sebaliknya jika anak

tidak dapat bersosialisasi dengan baik maka pengaruh

lingkungannya kurang baik.

Upaya orang tua dalam memenuhi hak-hak anak dalam

pendidikan Islam yaitu berusaha memenuhi apa yang dibutuhkan

oleh anak dalam hal pendidikan Islam, tidak ada tuntutan untuk

harus menjadi apa ketika dewasa nanti, orang tua hanya

mendukung dan mendampingi tetapi tetap dengan batasan-

batasan tertentu. Orang tua pasti ingin yang terbaik untuk

anaknya, tidak lelah untuk selalu mendoakan, menasihati,

mengawasi. Jika anak melakukan kesalahan maka yang pertama

dilakukan orang tua adalah menasihati selanjutnya adalah

91

mengurangi hal-hal yang disukainya. Apapun hasil belajar anak

harus tetap diapresiasi untuk memacu agar anak lebih semangat

dalam belajar, melakukan salat berjama‟ah dengan semangat

tanpa disuruh, tanpa adanya paksaan dari siapa pun, mengaji

dengan senang hati karena merasa butuh dengan Al-Qur`an,

mereka berlomba-lomba untuk memperbanyak pahala.

Penulis juga melakukan wawancara dengan guru

pendidikan agama Islam terkait pola asuh orang tua Islam yang

diterapkan kepada anaknya, bapak H. Bahruddin, S. Ag. M. Pd.

menyatakan bahwa “siswa SD Putra Pertiwi beberapa di

antaranya ada yang telah menguasai materi pendidikan agama

Islam beserta praktiknya dalam kehidupan sehari-hari kira-kira

80%, dan alhamdulillah berdampak positif sering ada yang

berhijrah dari yang awalnya tidak memakai hijab jadi memakai

dan bahkan mengajak orang tuanya berhijrah, akan tetapi ada

juga siswa yang hanya menguasai materi agama Islam saja dan

pada praktiknya masih ada yang kurang rasa tanggung jawab

dengan kewajibannya tetapi sedikit yang begitu”.

Dengan demikian SD Putra Pertiwi merupakan sekolah

umum yang di dalamnya menerapkan sikap toleransi beragama,

menjalin komunikasi dengan baik kepada seluruh komite, serta

menanamkan pendidikan yang taat beragama. Siswa-siswi

diharapkan memiliki perilaku yang sopan, bersikap jujur dan

saling menghargai satu sama lain, meskipun SD Putra Pertiwi

merupakan sekolah umum, tetapi tidak menghalangi mereka

untuk terus berkarya dan berprestasi dalam rangka ikut

menebarkan ajaran-ajaran Islam melalui dakwah. Pihak sekolah

juga mengupayakan agar siswa-siswi di SD putra pertiwi ketika

92

sudah kelas VI atau akan lulus dari SD shalatnya sudah disiplin,

sudah bisa membaca Al-Qur`an, berperilaku baik karena itu

sebagai modal untuk hidup menjadi baik dan akan berlaku

seumur hidup. Oleh karena itu pihak sekolah juga berharap

kepada para wali murid untuk tidak hanya menyekolahkan saja

tetapi juga turut ikut membimbing anak-anak, demi tercapainya

tujuan pendidikan agama Islam.

93

93

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dan penjelasan yang telah

dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

bahwa pola asuh orang tua yang dianjurkan dalam agama Islam telah

banyak dipaparkan dalam Al-Qur`an dan Hadis untuk menjadi

pedoman dalam mendidik anak, yang berikutnya dapat disimpulkan

bahwa pola asuh orang tua dalam pendidikan Islam anak meliputi:

menanamkan keimanan (tauhid) sejak dini, menanamkan kecintaan

kepada Rasulullah Saw. dan keluarganya, mengajarkan norma-norma

yang berlaku baik dalam agama Islam maupun dalam peraturan dan

perundangan, mengajarkan Al-Qur`an sejak dini dan mendidik

dengan keteladanan, kebiasaan, nasihat, perhatian atau pengawasan

serta hukuman yang mendidik.

Orang tua juga berusaha memenuhi hak-hak anak yang dapat

mempengaruhi pendidikan agama Islam. Seperti hak untuk mendapat

pengetahuan terkait ibadah, akidah dan akhlak, hak untuk

mendapatkan kasih sayang, hak untuk mengetahui nilai-nilai ajaran

Islam dan lain sebagainya. Beberapa faktor yang menjadi penunjang

belajar pendidikan agama Islam, seperti motivasi, keluarga, teman

dan masyarakat, khususnya dalam hal salat dan membaca Al-Qur`an.

Peran orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan

anaknya, bagaimana orang tua mendidik, merawat, memperhatikan

anak akan menjadi tolok ukur pada perilaku anak. Pendidikan

keluarga adalah pendidikan pertama dan utama bagi anak, karena

karakter dan perilaku anak ditentukan pada lingkungan keluarganya.

94

Memiliki anak yang saleh dan salihah adalah harapan semua

orang tua, Orang tua dapat menanamkan aqidah, akhlak, membaca

dan memahami kitab suci Al-Qur`an sejak kecil serta menjalankan

sunnah-sunnah Rasul yang harus kita teladani sebagi pedoman hidup

kita..

Pendidikan agama Islam yang didapatkan anak di sekolah

belum cukup untuk membentengi diri anak, oleh sebab itu orang tua

juga harus membimbingnya ketika di rumah, mengawasi semua

aktivitas anak mulai dari bangun tidur hingga mau tidur lagi.

B. Saran-saran

Adapun saran-saran demi terciptanya pola asuh yang

dianjurkan oleh agama Islam, maka penulis menyarankan sebagai

berikut:

1. Sebagai orang tua seharusnya tidak melakukan hal-hal yang tidak

seharusnya dilakukan pada anak serta tidak membatasi kemauan

anak karena itu berpengaruh pada belajarnya.

2. Orang tua tidak seharusnya membanding-bandingkan anak,

karena sesungguhnya setiap anak mempunyai karakter yang

berbeda yang tidak dapat disamakan dan memperlakukannya pun

harus menyesuaikan si anak.

3. Untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, hendaknya orang tua

sadar akan kewajibannya untuk mendidik anak, mengarahkan dan

membimbing anak sesuai dengan fitrahnya dan tidak

menyerahkan pendidikan bagi anak sepenuhnya pada suatu

lembaga atau yayasan.

95

DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Rahman, Jamal, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasul, Bandung:

Ibs, 2005.

Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar, Jakarta:

PT Rineka Cipta, 2010.

Ahmad, Nurwadjah dan Nugraha, Roni, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,

Bandung: Penerbit Marja, 2018.

Anwar, Rosihon, Ulum Al-Qur`an, Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Arifin, Zainal, Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2014.

Asqalani, Al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar, Bulughul Marâm, Jakarta: Dar

Al-Kutub Al-Islamiyah.

Asyqar, Umar Sulaiman, Fiqih Islam: Sejarah Pembentukan dan

perkembangannya, Jakarta: Akademika Pressindo, 2001.

Athiyah Ath-Thuri, Hannan, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-

kanak, Jakarta: AMZAH, 2007.

Azdiy, Abu Dawud bin Sulaiman Al-Asy‟ats bin Ishaq bin Basyir bin

Syaddad bin „Amr, Sunan Abu Dawûd, Beirut: Maktabah Al-

„Ashriyah, t.t.

Bukhari, Abu Abdillah Ismail bin Ibrahim Al-Ja‟fai, At-Târikh Al-Kabîr,

Mesir: Al-Faruq Al-Hadistiyyah, t.t.

Darajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Akasara, 2008.

Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, Jakarta: Almahira,

2015.

Djamarah, Syaiful Bahri, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam

Keluarga, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014.

Effendi, Djohan, Pesan-pesan Al-Qur`an, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,

2012.

96

Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.

Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali

Pers, 2014.

Hikmah, Nurul, Bait Qur`any, Tangerang Selatan: Bait Qur`any Press, 2015.

Huwaimidî, Muhammad bin Ahmad Abdul As-Salam Khadhr Al-Syaqîrî,

Sunan wa Al-Mubtadi’at Al-Muta’alliqah bi Al-Adzkâr wa As-

Shalawat, Dar Al-Fikr, t.t.

Idi, Abdullah dan Safarina, Etika pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2016.

Ismail, Ilyas, Pilar-pilar Takwa, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009.

Ja‟fai,Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Shahîh Bukhâri,

Lebanon: Dar Al-Ilm, t.t.

Jauziyyah, Ibnu Qayyim, Hanya Untukmu Anakku, Jakarta: Pustaka Imam

Syafi‟i, 2019.

Juraisy, Muhammad Makki Nashr, Pendidikan Anak Dalam Islam, Depok:

Fathan Prima Media, 2016.

Maksum, Khanif, “Konsep Dasar Pembinaan Kesadaran Beragama dalam

Dunia Pendidikan Anak”, dalam Jurnal Literasi, Vol. III, No. 1 Juni

2012.

Maududy, Rois, Dari Rasulullah Untuk Pendidik, Solo: Tinta Medina, 2018.

Moelong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2008.

Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting, Yogyakarta: DIVA Press, 2009.

Naisaburi, Muslim bin Al-Hajaj Al Qusyairy, Shahih Muslim, Beirut: Dar

Ihya‟ At-Turast Al-„Araby, t.t.

Nata, Abuddin, Psikologi Pendidikan Islam, Depok: PT Raja Grafindo

Persada, 2018.

97

Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, Jakarta: PT Pustaka Litera

Antar Nusa, 2015.

Rosyadi, Rahmat, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak

Usia Dini, Jakarta: Rajawali Press, 2013.

Saputra, Aidil, “Aplikasi Metode Contextual Teaching Learning (CTL)

dalam Pembelajaran PAI”, dalam Jurnal AT-Ta`dib, Vol. 6 No. 1

April 2014.

Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008.

Shihab, Quraisy, Membumikan Al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D, Bandung:

Alfabeta, 2016.

Suharsono, Puguh, Metode Kuantitatif Untuk Bisnis: Pendekatan Filosofi dan

Praktis, Jakarta: PT. Imdeks, 2009.

Sukardi, Metode Penelitian Kompetensi dan Praktek, Jakarta: Bumi Aksara,

2003.

Suralaga, Fadhilah, dkk, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam,

Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo, 1998.

Suwaid, Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Nabi,

Surakarta: Pustaka Arafah, 2017.

Syaibani, Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad Adz-Dzuhli, Musnad

Ahmad, Qahirah: Maktabah Ibn Taimiyah, 1994.

Syarifuddin, Ahmad, Mendidik anak membaca, menulis dan mencintai Al-

Qur`an, Jakarta: Gema Insani Press, 2004.

Tafsir, Ahmad, Pendidikan Agama Dalam Keluarga, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2017.

Takdir Ilahi, Mohammad, Quantum Parenting, Yogyakarta: Kata Hati, 2013.

98

Thayyar, Abdullah, Ash-Shalatu; Ensiklopedia Shalat, (Jakarta: Maghfirah

Pustaka, 2007

Tirmidzî, Muhammad bin Isa bin Sawrah bin Musa bin Ad-Dhahâk, Al-Jâmi’

Al-Kabîr Sunan At-Tirmidzî, Beirut: Dar Al-Gharb Al-Islami, 1998.

Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, Ensiklopedi Islam Al-

Kamil, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2017.

Warsita, Bambang, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya,

Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Widiasworo, Erwin, Mahir Penelitian Pendidikan Modern, Yogyakarta:

Araska, 2018.

Yulia, Anna, Cara Menumbuhkan Minat Baca Anak, Jakarta: PT Elex Media

Komputindo, 2005.

Yuniar, Hani Fatma, A Lifetime Islamic Parenting, Klaten: Caesar Media

Pustaka, 2018.

Nama : Munipah

Wali dari : Ghifary Kelas II

Hari/Tgl : Selasa, 30 April 2019

1. Bagaimana pola asuh yang ibu terapkan dalam mendidik anak

dalam pendidikan Islam?

Setelah sekolah main sebentar setelah itu ngaji sorenya jam 4,

memang anaknya kepengen bisa ngaji. Kalo sholat masih agak susah,

suka ada bolongnya tapi kalo ngaji senang dan semangat meskipun di

TPQ nya dia termasuk rendah karena masih banyak yang ngajinya

lebih bagus dan hafalannya banyak.

2. Apakah ibu sudah merasa memenuhi hak-hak anak dalam

pendidikan Islam?

Hak-hak anak berusaha untuk dipenuhi dengan mendidiknya,

menyekolahkan dan mengajikan ke pesanren.

3. Bagaimana cara ibu dalam mengawasi atau membatasi kegiatan

anak-anak?

Kalau larangan-larangan itu pasti ada seperti lingkungan dia bergaul

dengan temannya orang tua harus tau dan kenal siapa saja yang

berinteraksi dengan anaknya.

4. Apakah anak ibu dipegangi handphone atau gadget?

Iya main game kadang-kadang, tetapi tetep orang tua memberi

batasan gadget kepada anak kurang lebih satu jam cukup. Setelah

maghrib dia belajar. Tapi kalau ada PR, kalau tidak ada PR ya dia

tidak mau. Hukuman tidak pernah.

5. Kapan anak mulai belajar shalat dan membaca Al-Qur`an? Sejak

umur berapa?

Mulai belajar Al-Qur`an sebelum TK, sebelumnya saya yang ngajarin

sendiri dari umur 4 tahun menggunakan metode iqra’ dan kemudian

masuk ke TPQ Nur Medina. Belajar mengaji kemauan sendiri, tidak

ada paksaan dari orang tua.

6. Bagaimana pola asuh yang diterapkan cukup efektif dalam

membimbing pendidikan Islam anak-anak?

Menurut saya cukup, karena komunikasi antar orang tua dan sekolah

terjalin dengan baik, fungsinya untuk memantau perkembangan anak-

anak dan agar lebih mudah jika ada informasi dari pihak sekolah.

Selain itu, pihak sekolah rutin mengadakan kumpul bersama orang tua

untuk sharing, jadi tidak terlalu khawatir.

TTD

Munipah

Nama : Rokhim

Wali dari : Alma kelas III

Hari/Tgl : Selasa, 30 April 2019

1. Bagaimana pola asuh yang bapak terapkan dalam mendidik anak

dalam pendidikan Islam?

Sebenarnya peran terbesarnya sih di bundanya, saya hanya

memotivasi saja, saya nanya kalo udah gede nanti cita-citanya

mau jadi apa? Karena cita-cita itu kan harus dipersiapkan dari

sekarang bukan nanti-nanti.

Mereka punya jadwal belajar agama itu dengan bundanya,

biasanya yang rutin habis maghrib dari ngaji sampai pelajaran

yang lain juga, jadi setelah maghrib mereka tidak keluar rumah

tetapi fokus untuk belajar.

2. Bagaimana cara bapak/ibu dalam mengawasi atau membatasi

kegiatan anak-anak?

Sebenarnya tidak ada batasan dan tuntutan untuk cita-cita anak,

selama ini saya hanya mendampingi dan mendukung saja.

3. Kesulitan atau kendala apa yang pernah dialami bapak dalam

pengasuhan anak secara Islam?

Pernah menolak ajakan orang tua untuk belajar ngaji dan lain-lain,

tetapi tetep aturan di rumah kalau setelah maghrib tidak boleh

keluar rumah, jadi biasanya kalau lagi males ngaji atau belajar

lainnya larinya ke hal yang dia sukai seperti ngerjain matematika,

jadi tetep terkontrol dari setelah maghrib tv itu harus mati, baru

bisa nyala kalau mereka sudah siap semuanya belajar buat besok

sekolah sudah dan sebagainya sudah baru boleh nyalain tv.

4. Apakah anak bapak dipegangi handphone/gadget?

Tidak dipegangi HP, kita bilangnya kalau ingin pemberian HP

dari kami ya harus jadi hafizh Qur`an dulu, karena memang itu

cita-cita dia, tetapi kalau tidak mau hp dari kami ya silahkan beli

sendiri.

5. Kapan anak mulai belajar shalat dan membaca Al-Qur`an? Sejak

umur berapa?

Mengajarkan sejak mulai bayi sudah dibimbing dari orang tua

sendiri, tidak ikut TPQ sampe sekarang tetep kami bimbing

sendiri di rumah, karena prinsip kami adalah anak harus bisa

belajar al-fatihah dari orang tuanya sendiri

6. Apakah bapak/ibu sudah merasa memenuhi hak-hak anak dalam

pendidikan Islam?

Kalau hak-hak dalam arti luas sih saya rasa masih jauh, tetapi

kalau hak-hak yang mereka butuhkan saat ini insya Allah kami

berusaha penuhi.

7. Apa solusinya jika anak tidak mengikuti ucapan orang tua/tidak

nurut?

Hukuman itu ada ketika mereka membuat masalah dengan orang

lain, contohnya Alma mengganggu kakak/adek/temannya, maka

hukumannya adalah mengurangi kesenangannya seperti tidak

boleh bersepeda selama 3 hari.

8. Apakah menurut bapak pola asuh yang telah dilakukan cukup

efektif dalam membimbing pendidikan Islam?

Kalau dari TK masih ngikutin bundanya, sudah bisa baca Qur`an

tapi belum sempurna. Nah awal-awal SD itu mereka sudah

membuat jadwal sendiri contoh, sehari mengahafal satu ayat atau

membaca satu halaman. Uniknya ketika liburan mereka

menambah hafalan, bisa setiap selesai shalat mereka membaca

Qur`an dan kadang memasang target sendiri sehari satu juz pernah

dan itu pun di luar keinginan kami, maksudnya kami tidak

menyuruh.

9. Apakah bapak menggunakan metode khusus dalam membimbing

anak belajar membaca Al-Qur`an?

Metodenya, karena bundanya pengajar tahfizh di sekolah, jadi

menggunakan metode yang di sekolah sana, tapi sudah beberapa

kali ganti, artinya Adib dan Alma pun tidak menggunakan metode

yang sama, karena karakter anak berbeda. Adib memakai metode

usmany, Alma memakai metode iqra’. Sebenarnya sama tapi

penerapan ke anak tidak bisa sama antara satu dengan lainnya.

TTD

Rokhim

Nama : Yusuf

Wali dari : Alfath kelas VI

Hari/Tgl : Selasa, 30 April 2019

1. Apakah bapak menggunakan metode khusus dalam

membimbing anak belajar membaca Al-Qur`an?

Ngaji mengajarkan sendiri, memakai metode iqra`, awalnya di

TPA tetapi kita lebih seringnya memang di rumah. Kalau di

rumah untuk tahapan-tahapan awal iqra` itu sama ibunya,

tetapi ketika sudah ngaji ke Al-Qur`an dan hafalan itu sama

saya.

2. Bagaimana pola asuh yang ibu/bapak gunakan dalam

mendidik anak dalam pendidikan Islam?

Motivasi dia seperti itu karena memang basic dari orang

tuanya, saya dan istri alhamdulillah alumni pesantren, jadi

sudah sama-sama merasakan bagaimana kehidupan di

pesantren kemudian apa yang kita hadapi nanti di masa depan

sehingga kita membekali mereka itu dengan ilmu-ilmu agama

dengan harapan nanti ketika ia dewasa dapat memfilter

tantangan-tantangan yang akan terjadi di masyarakat dan itu

perlu kita antisipasi seperti itu, shalatnya, Qur`annya dan lain-

lain.

3. Apakah anak bapak dipegangi handphone/gadget?

Megang hp, tapi untuk penggunaan hp itu kita batasi

waktunya. Ketika kita memberikan hp harus ada target khusus

atau feedback di situ manfaat dari hp. Contoh: kamu boleh

main hp durasinya berapa tapi harus ada yang disetorkan. Kita

punya target hafalan dari surat an-Naba` misalnya, tapi itu

banyak kan ayatnya jadi tidak mungkin kalau langsung

semuanya, jadi boleh main hp tapi harus setor 10 ayat dan

seterusnya. 10 ayat itu minimal, tapi kita kasih waktu

misalkan dalam 2 hari hafal 10 ayat setelah itu muroja’ah.

Motivasi menghafal Alfath alhamdulillah besar juga, karena

awalnya kita motivasi untuk masuk pesantren, jadi harapan

kita sebagai orang tua sebelum masuk pesantren paling tidak

harapannya 2 juz yaitu juz 29 dan 30, tapi berhubung kemaren

benturan waktu ujian-ujian maka kita cuma satu juz, sama juz

29 hanya beberapa surat saja yang sudah ia hafal. Hafalannya

cukup cepat, meskipun hanya mendengarkan. Sambil main

sambil mendengarkan murattal dia bisa sambil nonton tv pun

juga bisa masuk. Waktu setoran maghrib sama subuh, wajib

ngaji setelah itu hafalan sama kita.

4. Kapan anak mulai belajar shalat dan membaca Al-Qur`an?

Sejak umur berapa?

Kalo belajar ngaji dari kecil tapi untuk menghafalnya dari

mulai kelas 4 dari an-Naba’, tapi untuk surat-surat pendek

yang dari an-Nâs itu dari kecil (TK)

5. Bagaimana solusi ketika anak tidak nurut dengan ucapan

orang tua?

Kalo anak sekarang sih sering seperti itu, dengan berbagai

alasan, mungkin ada yang belum hafal dan lain sebagainya.

Kadang-kadang kita kasih pengertian aja, motivasi kemudian

cerita-cerita tentang keutamaan hafizhul Qur`an seperti apa.

Dan saya bangga kita dia ada tugas komputer membuat power

point tentang cita-citanya apa, di situ ada beberapa slide, salah

satunya menjadi hafizh Qur`an serta dapat membawa orang

tuanya ke dalam surga. Itu kita ingatkan ketika dia mulai agak

jenuh, susah dan sebagainya.

6. Kesulitan atau kendala apa yang pernah dialami bapak dalam

pengasuhan Islam?

Kendalanya di adik-adiknya, waktu yang tidak bersamaan.

Contoh ketika kita meminta Alfath ngaji atau setoran tapi

adiknya mau nonton tv atau pegang hp sehingga dia tergoda

dan terganggu. Kita juga mendidik anak-anak masih fleksibel,

tidak ada aturan jam segini harus begini atau lainnya tetapi

tetap selalu dibawah pengawasan kita.

TTD

Yusuf

Nama : Bahruddin

Wali dari : Adi kelas V

Hari/Tgl : Selasa, 30 April 2019

1. Bagaimana pola asuh yang bapak gunakan dalam mendidik

anak terkait pendidikan Islam?

Pola asuh dengan cara pendekatan untuk tidak bosan-bosan

selalu mengingatkan, menasehati, memotivasi. Zaman

sekarang anak kalau dikerasin bukan jadi penurut malah

tambah membantah perintah orang tua dan lebih agresif.

Kalau memakai pendekatan secara dari hati ke hati, dengan

do’a juga insya Allah secara akhlak akan baik. Tapi tetep

mengikuti alurnya anak, jangan sampai kita membatasi

keinginan anak, kalau kita kekang dan batasi yang ada dia

berontak biasanya. Harapannya dia punya sikap kemandirian,

tanggung jawab, sosial, dengan siapapun saling menghormati,

saling menghargai.

2. Apa solusinya jika anak tidak nurut dengan ucapan orang tua?

Adi kalau dinasehati nurut alhamdulillah tetapi tetap

mengikuti alurnya dia, kemauannya harus kita turutin, seperti

dia ingin bermain ya kita silahkan asalkan dengan batasan

waktu yang sudah kita tentukan, misalnya setelah pulang

sekolah main 20 menit setelah itu pulang, shalat ashar dan

siap-siap ngaji sore tanpa diperintah. Kalau tepat setelah 20

menit dia pulang berarti dia sudah ada rasa tanggung jawab,

dan alhamdulillah sejauh ini dia menepatinya terus. Adi lebih

deket dengan mamahnya, jadi takut sama saya karena saya

tegas dalam mendidik anak, kalo sama mamahnya biasanya

bebas, leluasa karena dengan pendekatan naluri ibu tidak bisa

dikerasin.

3. Kesulitan atau kendala apa yang pernah dialami bapak dalam

pengasuhan Islam?

Sejauh ini saya kira tidak ada, alhamdulillah lingkungan

pergaulannya baik, dia malah berpengaruh, buat teman-

temannya, artinya Adi yang dijadikan patokan untuk dicontoh

sama teman-temannya, misalkan shalat jama’ah di musholla,

belajar kelompok, belajar mengaji dan lain-lain. Bisa

mengajak yang positif. Karena sudah terbiasa di rumah saya

terapkan seperti itu ada rasa tanggung jawab ketika waktunya

shalat ya shalat, ketika waktunya ngaji ya ngaji. Kalau shalat

kita dibiasakan di musholla berjamaah.

Pernah disuruh belajar menolak, terus kita nasehatin, kita

tanya kenapa tidak mau? Trus dia memberikan alasan dan kita

tanggapi, misalnya alasannya capek pengen istirahat ya

monggo istirahat aja. Padahal saya mau mempraktekkan rasa

tanggung jawabnya ada atau tidak.

4. Kapan anak mulai belajar shalat dan membaca Al-Qur`an?

Sejak umur berapa?

Mulai belajar ngaji dari TK dengan mamahnya, baru kelas 2

mulai ngaji dengan kakak ipar saya di TPQ nya, ngajinya

setelah maghrib. Kalau keinginan untuk menghafal dia

kurang, belum ada minat, dia lebih ke psikomotorik atau

prakteknya. Semangatnya berbeda dengan adik dan kakaknya.

Setiap anak pasti berbeda. Kalo dia sudah merasa capek, lelah

ngajinya seringnya abis maghrib sampe isya`, setelah isya’

baru belajar untuk persiapan sekolah besok.

5. Apakah ibu/bapak menggunakan metode khusus dalam

membimbing anak belajar membaca Al-Qur`an?

Metode ngaji iqra`, sekarang sudah al-Qur`an juz 3.

6. Apakah anak bapak dipegangi handphone/gadget?

HP dia megang, karena terpengaruh dengan temannya,

sosmed, game. Tapi saya batasin biasanya 30 menit untuk HP

alhamdulillah dia nurut, saya tidak mau sampe berlarut-larut

main hp maka mempengaruhi yg lainnya juga. HP milik

sendiri gunanya untuk komunikasi dengan orang tua, karena

saya sama istri kebetulan sibuk.

TTD

Bahruddin

Nama : H. Bahruddin, S. Ag. M. Pd.

Jabatan : Guru PAI

Hari/Tgl : Senin, 29 April 2019

1. Bagaimana dampak pembelajaran pendidikan agama Islam di

sekolah? Apakah dipraktikkan juga di rumahnya?

Pembelajaran agama berdampak positif alhamdulillah di

rumah mereka mempraktekannya, tetapi masih ada beberapa

anak yang bingung karena faktor orang tua dan keluarganya

yang kurang terbiasa dalam beribadah, sehingga anak menjadi

males dan sebagainya. Tetapi saya tekankan ketika pelajaran

agama mereka mempraktikannya di rumah bahkan ada yang

mengajak orang tuanya, ada juga yang cuek kepada orang

tuanya, tapi insya Allah 80% alhamdulillah menerapkannya.

Ketika waktu sholat berjama’ah ya jama’ah, waktu ngaji ya

ngaji.

2. Metode apakah yang bapak gunakan sehingga dapat

memotivasi siswa untuk taat dalam beragama?

Pada saat pembelajaran saya menceritakan penyebab dan

akibat jika umat muslim tidak melakukan sholat, atau

melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Allah Swt.

lainnya. Maka dampaknya begini begitu. Itu sangat

berpengaruh sekali kepada anak-anak, jadi ngasih contoh

konkret, cerita berhikmah misalkan untuk sholat 5 waktu

dampaknya seperti ini jika dikerjakan dan akibatnya seperti ini

jika ditinggalkan. Kebanyakan mereka merasa ketakutan terus

bilang ke orang tua untuk menerapkannya, bahkan ada

beberapa yang berhijrah yang tadinya tidak memakai hijab,

orang tuanya memakai hijab ya karena dari anaknya yang

mengajak karena sudah mendapat pelajaran dari sekolah apa

dampaknya di akhirat nanti jika kita tidak menutup aurat.

3. Bagaimana cara bapak menjalin komunikasi dengan orang

tua sehingga dapat memantau perkembangan siswa di luar

sekolah?

Memantau kedisiplinan anak, ketika pembagian raport, kita

komunikasi dengan orang tua masalah sholat dan lain-lain,

kadang juga kita komunikasi di grup orang tua untuk menilai

keaktifan mereka di rumah, banyak orang tua yang sibuk tapi

orang tua merasa bangga karena selalu mengajak beribadah,

jadi orang tua yang ngikutin jejak anaknya. Itu dari curhatan

para orang tua. Pelajaran dari sekolah disampaikan di rumah

dan itu sangat berpengaruh ke keluarganya. Kita menekankan

karakter anak supaya punya rasa tanggung jawab menjalankan

sholat 5 waktu dan menutup aurat, bertahap lah.

4. Bagaimana terkait sanksi bagi siswa yang melakukan

pelanggaran misalnya tidak ikut jamaah, atau lainnya?

Sanksi yang tidak disiplin atau yang tidak sholat jamaah

dhuhur di musholla maka tulis sambung arab dan menghafal

surat-surat pendek serta nilai praktek dalam pelajaran agama

dikurangin.

5. Bagaimana peraturan handpone di sekolah?

Hp di sekolah tidak boleh, tapi kalau dibawa untuk

menghubungi orang tua tidak apa-apa asal ketika

pembelajaran tidak digunakan, kalau digunakan maka disita.

6. Apakah bapak menggunakan metode khusus untuk baca tulis

Al-Qur`an?

BTQ tidak ada metode khusus hanya memakai buku yang dari

diknas, sebenarnya bisa menerapkan metode lainnya cuma

waktunya yang terbatas. Tidak ada ekskul khusus agama juga

jadi secara umum. Tapi anak-anak disini kebanyakan ngajinya

privat di rumah atau TPQ karena saya tekankan jangan sampai

nanti ketika sudah di kelas 6 belum bisa membaca al-Qur`an.

Karena itu penting.

7. Apakah ada ekskul khusus agama? Bagaimana cara melatih

siswa yang berprestasi dalam pendidikan Islam?

Tidak ada, karena kita sekolah umum. Siswa yang berprestasi

seperti da’i dan hafalan surat pendek karena ada bakat dan ada

kemauan. Insya Allah setelah ini setiap selesai shalat jamaah

dhuhur akan ada yang kultum. Dijadwal setiap anak dapat

paling hanya 5-7 menit dengan bergilir dan materi bebas,

dibagi perkelas untuk kelas 4, 5 dan 6.

8. Apa kendala yang pernah bapak alami dalam pembelajaran

pendidikan Islam?

Kendala pada pelajaran agama adalah waktunya yang kurang,

harusnya ada tadarus dan lain-lain sebelum belajar. Toleransi

tinggi di sini. Semua agama pasti ada kegiatan masing-masing

dengan tidak lepas dari guru agamanya masing-masing. Kita

punya prinsip biarpun lulusan dari sekolah umum tapi tidak

meninggalkan karakter yang baik pula. Bahkan guru-gurunya

ada belajar khusus guru setiap seminggu sekali namanya

Birois (Bina Rohani Islam) setelah shalat jum’at biasanya.

Belajarnya tahsin, fiqih, hadis, al Qur`an ada santunan juga.

9. Adakah siswa yang bermasalah dalam pendidikan agama

Islam?

Anak-anak yang bermasalah dari faktor keluarga, orang tua,

biasanya yang broken home, biasanya suka cari-cari kasih

sayang ke orang lain karena kurang perhatian dari orang tua

maka diekspresikannya di sekolah, ke temannya atau ke

gurunya. Sebab dirumah tidak punya teman, tetangga

kehidupan masing-masing dan jarang ketemu dengan orang

tua. Di rumah sama pembantunya. Di sini rata-rata orang tua

muda jadi sibuk, anak-anaknya yang di sini rata-rata anak

pertama/kedua jadi kurang perhatian ke anak. Jadi lebih

dipercayakan ke pembantu biasanya.

TTD

H. Bahruddin, S. Ag., M. Pd.

Gedung Putra Pertiwi Pondok Cabe

Wawancara dengan Wali Murid

Ruang Laboratorium Komputer dan Perpustakaan

Shalat Dhuha Berjama’ah dan Suasana Kegiatan Belajar Mengajar

DATA DIRI PENULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Badriyatul Khoiriyah

Tempat/Tgl Lahir : Sidoarjo, 12 Juli 1995

Alamat asal : Jl. K. Nawawi No. 34 Rt. 05 Rw. 01 Gang.V

Gedongan, Wadung Asri, Waru Sidoarjo

Jenjang Pendidikan : A. Pendidikan Formal

TK Muslimat Gedongan Waru Sidoarjo

MI Darul Ulum Gedongan Waru Sidoarjo

Madrasah Program Khusus Lil Mu’allimin

Mu’allimat “Bahrul Ulum” Tambak Beras

Jombang

Madrasah Mu’allimin Mu’allimat 6 Tahun

“Bahrul Ulum” Tambak Beras Jombang

IIQ Jakarta

B. Pendidikan Non Formal

Pondok Pesantren Al-Fathimiyyah Bahrul

Ulum Tambak Beras Jombang

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk

digunakan sebagaimana mestinya.

Penulis

Badriyatul Khoiriyah

15311503