Upload
khangminh22
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISLAMIC PARENTING DALAM PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(Studi Kasus SD Putra Pertiwi Pondok Cabe)
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh:
Badriyatul Khoiriyah
NIM. 15311503
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1440 H/2019 M
ISLAMIC PARENTING DALAM PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(Studi Kasus SD Putra Pertiwi Pondok Cabe)
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh:
Badriyatul Khoiriyah
NIM. 15311503
Pembimbing:
Dr. Esi Hairani, M. Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1440 H/2019 M
iii
MOTTO
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” (Q.S: Adz-Dzariyat: 56)
Jangan pernah lelah untuk belajar (membaca dan menulis) serta
mengamalkan ilmu yang didapat meskipun itu hanya satu huruf.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S: Al-„Alaq: 1-
5)
.
iv
بسم اهلل الرحمن الرحيم KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah
memberikan hidayah, karunia dan nikmat-Nya yang tak terhingga sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yakni berupa skripsi. Shalawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada khotim Al-Anbiya’ baginda kita
Nabi Muhammad Saw. yang senantiasa kita harapkan syafa’atnya pada hari
kiamat kelak.
Dengan izin Allah Swt serta berkat bantuan, dorongan dan nasihat
dari semua pihak, penulis telah menyelesaikan skripsi ini guna meraih gelar
sarjana pada Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, dengan
judul “Islamic Parenting Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di SD Putra Pertiwi Pondok Cabe”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak
hambatan dan rintangan yang penulis hadapi. Dengan keberhasilan yang telah
dicapai, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada
pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi yang sangat berjasa bagi
penulis, terutama kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA. Rektor IIQ Jakarta dan
kepada para wakil Rektor serta segenap civitas akademika IIQ Jakarta.
2. Ibu Dr. Esi Hairani, M. Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah IIQ Jakarta dan
sebagai pembimbing skripsi penulis, yang telah banyak meluangkan
waktunya dalam membimbing dan selalu memberikan arahan kepada
penulis demi kesempurnaan skripsi ini.
3. Ibu Reksiana, MA. Pd. Ketua Prodi Pendidikan Agama Islam yang telah
mengarahkan dan membekali penulis dengan berbagai ilmu pendidikan,
dan segenap jajaran dosen pengajar Prodi Pendidikan Agama Islam yang
v
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang telah membuka cakrawala
pengetahuan berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak KH. Ahmad Fathoni, Lc, MA. Pengasuh Pesantren Takhassus IIQ
Jakarta, Ibu Ruaedah, MA. Direktris PETA IIQ Jakarta dan Bapak Abdul
Rasyid Masykur, MA. Ketua Lembaga Bahasa IIQ Jakarta.
5. Para instruktur tahfizh Ibu Dra. Hj. Hurul’ien, Kakak Nur Afriani
Hasanah, SH, MA. dan Ibu Dra. Azizah Burhan, MA. yang tidak pernah
lelah untuk membimbing, memberi nasihat dan memotivasi penulis
dalam menghafal Al-Qur`an serta menjaganya.
6. Staf Fakultas Tarbiyah Ibu Wasmini dan Ibu Yuyun Siti Zaenab, S. Pd.
yang telah banyak membantu kelancaran akademik penulis.
7. Kepala dan staf perpustakaan IIQ Jakarta, yang telah banyak membantu
penulis dalam mencari dan memperoleh buku dan kitab referensi.
8. Kedua orang tua tercinta, ayahanda H. M. Amin Afandi, Ibunda Hj.
Dewi Masyrifah dan adinda tersayang M. Fajrul Falah, serta keluarga
besar Bani Nur Salim, Bani Sholeh yang tak henti-hentinya mendoakan,
memberikan motivasi dan dukungan baik moril maupun materil kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Ibu Tiwuk Kusparyanti, S.Pd. Kepala Sekolah dan jajaran guru SD Putra
Pertiwi Pondok Cabe yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
penelitian di SD Putra Pertiwi.
10. Guru-guru penulis di yayasan Darul Ulum Gedongan, di pondok
pesantren Al-Fathimiyyah Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang wa bil
khusus Romo KH. Abdul Nashir Fattah dan Ibu nyai Hj. Ummu Salma
Husein yang senantiasa mendoakan dan mengajarkan banyak ilmu
sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini. Guru-guru Madrasah
Mu’allimin Mu’allimat Bahrul Ulum serta muassis Bahrul Ulum Tambak
Beras Jombang.
vi
11. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2015 especially Tarbiyah
A, Kelas Tahfizh Bu Azizah, keluarga Jam’iyyah Mudarasah Al-Qur`an,
BPH JMQ 17/18 (Nabil, Putri, Nafi’, Ilman, Aziz), keluarga Himabi,
keluarga LBI 2015, keluarga Senat Mahasiswa IIQ 2018, Partner BPH
SEMA Istiqomah dan Muthia serta keluarga BKKBM IIQ Jakarta tahun
2018 yang telah memberi warna selalu saling support satu sama lain
dalam suka maupun duka untuk berjuang bersama-sama dan Faqih Esye
yang telah memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Dengan rasa hormat dan terima kasih kepada seluruh pihak atas
segala bantuan, dukungan serta doanya, semoga Allah Swt. membalas segala
kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis. Âmîn. Akhir kata,
penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Ciputat, 5 Agustus 2019
Penulis,
Badriyatul Khoiriyah
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... i
LEMBAR PERNYATAAN PENULIS ......................................................... ii
MOTTO .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... ix
ABSTRAK ..................................................................................................... xii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah ..................................................................... 5
2. Pembatasan Masalah ..................................................................... 5
3. Perumusan Masalah ...................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 8
F. Metodologi Penelitian ....................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 13
BAB II: ISLAMIC PARENTING DAN PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SECARA UMUM
A. Islamic Parenting
1. Pengertian Islamic Parenting ....................................................... 14
2. Hak-hak Anak dalam Pendidikan Agama Islam .......................... 21
3. Pola Asuh yang Dianjurkan Rasulullah SAW. ............................. 34
B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pembelajaran ............................................................. 41
2. Pengertian Pendidikan Agama Islam ........................................... 42
3. Pengertian Shalat dan Al-Qur`an serta Keutamaannya ................ 44
viii
BAB III: METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 55
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ......................................................... 55
C. Sumber Data Penelitian ...................................................................... 57
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 58
E. Teknik Analisis Data .......................................................................... 63
F. Uji Keabsahan Data ............................................................................ 64
BAB IV: HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum tentang SD Putra Pertiwi
1. Sejarah Berdirinya SD Putra Pertiwi ............................................ 67
2. Visi, Misi dan Tujuan SD Putra Pertiwi ....................................... 68
3. Identitas Sekolah .......................................................................... 71
4. Tenaga Pendidik dan Kependidikan ............................................. 72
5. Data Peserta Didik ........................................................................ 73
6. Sarana dan Prasarana .................................................................... 74
7. Kurikulum Pendidikan ................................................................. 75
B. Deskripsi Analisis Data ...................................................................... 77
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 92
B. Saran-saran ......................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 94
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DATA DIRI PENULIS
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
1. Konsonan
No. Arab Latin No. Arab Latin
th ط a 16 أ 1
zh ظ b 17 ب 2
„ ع t 18 ت 3
gh غ ts 19 ث 4
f ف j 20 ج 5
q ق h 21 ح 6
k ك kh 22 خ 7
l ل d 23 د 8
m م dz 24 ذ 9
n ن r 25 ر 10
w و z 26 ز 11
h ه s 27 س 12
` ء sy 28 ش 13
y ي sh 29 ص 14
dh ض 15
x
2. Vokal
Vokal Tungal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah : a آ : â ي .... : ai
Kasrah : i ي : î و ..... : au
Dhammah : u و : û
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
al-Madinah : املدينة al-Baqarah : البقرة
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan
dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
as-Sayyidah : السيدة ar-rajul : الرجل
ad-Dârimî : الدارمي asy-syams : الشمس
4. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ــ),
sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini
berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di
akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:
Âmannâ billâhi : آمنا بالل
اء آمن السفه : Âmana as-Sufahâ`u
Inna al-ladzîna : إن الذي ن
wa ar-rukka`i : والركع
x
5. Ta Marbûthah (ة)
Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na‟at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh:
ف ئدة al-Af’idah : ال
لمية امعة ال س .al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah : ال
Sedangkan ta marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (isim), maka dialihaksarakan menjadi
huruf “t”. Contoh:
الناصبة Âmilatun Nâshibah : عاملة
.al-Âyat al-Kubrâ : اآليت الكبرى
6. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi
apabila telah dialihaksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti: penulisan awal
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.
Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,
seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan
lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,
maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri, bukan kata
sandangnya. Contoh: „Alî Hasan al-„Âridh, al-„Asqallânî, al-Farmawî
dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Alqur`an dan nama-
nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur`an, Al-
Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.
xii
ABSTRAK
Nama : Badriyatul Khoiriyah
NIM : 15311503
Fakultas/Prodi: Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam Institut Ilmu Al-Qur`an
(IIQ) Jakarta.
Judul : Islamic Parenting dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah membahas tentang
bagaimana islamic parenting dalam pembelajaran pendidikan agama Islam
dengan latar belakang permasalahan perhatian dari orang tua terhadap hak-
hak anak dalam pendidikan agama Islam terutama dalam membimbing shalat
dan membaca Al-Qur`an yang baik dan benar sesuai dengan tajwidnya, guna
dapat menjadi anak yang saleh dan salihah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pola asuh Islami yang diterapkan oleh orang tua dalam
pendidikan agama Islam terutama dalam hal shalat dan membaca Al-Qur`an.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan
metode deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Data
penelitian yang terkumpul dianalisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mendidik anak, orang tua
merupakan dasar yang paling berpengaruh terhadap perilaku anak. Banyak
orang tua yang tidak hanya mempercayakan pendidikan anaknya kepada
lembaga atau yayasan secara penuh. Melainkan adanya sinergi yang baik
antara lembaga pendidikan dan orang tua dalam pendidikan Islam pada anak.
Kata Kunci: Islamic Parenting, Pendidikan Agama Islam
xiii
ABSTRACT
Name : Badriyatul Khoiriyah
NIM : 15311503
Faculty : Faculty of Tarbiyah Islamic Religious Education Study Program
Institute of Al-Qur`an (IIQ) Jakarta
Title :Islamic Parenting in Learning Islamic Religious Education
The problem examined in this study is to discuss about how Islamic parenting
in the learning of Islamic religious education with the background of the
problem of attention from parents to children's rights in Islamic religious
education, especially in guiding prayer and reading the Qur'an which is good
and right according with tajwidnya, in order to become a pious and pious
child. This study aims to determine Islamic parenting patterns applied by
parents in Islamic religious education, especially in terms of prayer and
reading the Qur'an.
This research uses a qualitative approach using descriptive analysis method.
Data collection techniques used in this study used observation, interviews
and documentation. The research data collected was analyzed.
Research result to show that in educating children, parents are the most
influential basis for children's behavior. Many parents who not only entrust
their children's education to institutions or foundations in full. But there is a
good synergy between educational institutions and parents in Islamic
education in children.
Keywords: Islamic Parenting, islamic education
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suatu hak dan kewajiban bagi setiap anak untuk mendapatkan
pendidikan guna mendapatkan ilmu pengetahuan yang luas, setinggi-
tingginya dan tidak terbatas. Pada dasarnya pendidikan dimulai dari
ketika anak masih berada di dalam kandungan ibunya, yakni dengan
mengajaknya melakukan hal-hal positif ketika dalam kandungan
maka akan lahirlah seorang anak yang diharapkan oleh kedua orang
tuanya.
Orang tua selalu ingin anaknya menjadi lebih baik dari
mereka, akan tetapi tidak lupa juga seorang anak merupakan cerminan
dari kedua orang tuanya. Oleh karena itu jika anak diminta untuk
menjadi lebih baik dari orang tuanya tanpa ada contoh perilaku
ataupun perkataan yang baik maka keinginan tersebut akan tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam
Q.S: At-Tahrîm ayat 6:
. . .
“Wahai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka. . .”
Ayat tersebut menjelaskan tentang pendidikan keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak.
Anak adalah amanah dari Allah Swt. yang dititipkan kepada orang
yang dipercaya dapat menjaga dan membimbingnya. Dengan demikian
orang tua yang telah dianugerahi seorang anak harus menjaga dan
memelihara keluarganya dari hal-hal yang dilarang oleh agama.
2
Belajar agama Islam terutama dalam bidang Al-Qur`an pada
anak yang juga didukung oleh orang tua akan membuahkan hasil yang
maksimal dan memuaskan serta dapat mencetak generasi milenial
yang unggul dalam Tafaqquh Fiddîn. Terlebih bagi seorang ibu karena
“Al-ummu madrasatul ûla” yang artinya seorang ibu merupakan
sekolah (pendidik) pertama bagi anak-anaknya.
“Tujuan Pendidikan agama Islam bukanlah semat-mata untuk
memenuhi kebutuhan intelektual saja, melainkan segi penghayatan
juga pengalaman serta pengaplikasiannya dalam kehidupan dan
sekaligus menjadi pegangan hidup”.1 Pendidikan agama Islam yang
berkualitas sangat diperlukan untuk membentuk peserta didik menjadi
pribadi yang cerdas, aktif dan berakhlak mulia.
“Agama merupakan masalah yang abstrak, tetapi pengaruhnya
akan tampak dalam kehidupan yang konkret. Agama dalam
kehidupan sosial mempunyai fungsi sebagai sosialisai individu, yang
berarti bahwa agama bagi seorang anak akan mengantarkannya
menjadi dewasa”.2
Agama sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, baik
bagi orang tua maupun anak-anak. Bagi orang tua agama merupakan
pondasi dan tata aturan keimanan yang wajib ditaati dengan
menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. dan
meninggalkan apa yang dilarang-Nya serta menjadi pedoman untuk
bersosialisi dengan sesama. Agama bagi anak-anak merupakan bibit
terbaik yang diperlukan dalam pembinaan kepribadian dengan
melihat contoh perilaku dari orang tuanya. Oleh karena itu diperlukan
1
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2014), Cet. Ke-2, h. 20 2 Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, Cet. ke-2,…,
h. 21
3
adanya program penunjang peserta didik dalam hal belajar pendidikan
agama Islam, baik dipraktikkan di rumah maupun di sekolah. Setiap
orang tua pasti menginginkan anaknya sukses dalam hal apapun.
“Belajar dalam pandangan psikologis merupakan proses
perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup”.3 Belajar
ilmu pengetahuan dan agama saling berkaitan satu sama lain, belajar
ilmu pengetahuan tanpa melibatkan agama akan menjadi kosong dan
sebaliknya menjalankan agama tanpa ilmu akan menjadi tidak
sempurna. Sebagaimana Firman Allah Swt., dalam Q.S Al-Mujadalah
ayat 11:
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Allah Swt. pasti akan meninggikan derajat orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang memiliki atau menuntut ilmu. Dengan
demikian di sinilah peran dari orang tua dibutuhkan untuk
membimbing dan mengantarkan anak-anaknya menjadi anak yang
mendapatkan ilmu pengetahuan serta mendapatkan pendalaman
3 Donni Juni Priansa, Pengembangan Strategi dan Model Pembelajaran,
(Bandung: Pustaka Setia, 2017), h. 38
4
keagamaannya. Beberapa aspek pendidikan agama Islam yang harus
diperhatikan oleh orang tua adalah aspek fisik, akal, akhlak dan
sosial.
Suatu tantangan bagi orang tua untuk mendidik anaknya
sesuai dengan zamannya, zaman sekarang berbeda dengan zaman
lampau, yang mana di era digital ini, dalam dunia pendidikan agama
Islam sedikit tergeser dengan munculnya berbagai alat canggih yang
juga dapat menjadi hambatan peserta didik untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya.
Kesempatan peserta didik dalam belajar agama Islam
khususnya Al-Qur`an dapat berkurang dengan hadirnya smartphone
yang akan mempengaruhinya, karena mereka telah masuk pada
dunianya sendiri dan susah untuk mengenal sekitarnya. Namun,
begitu juga tidak sedikit orang tua yang tidak membatasi kegiatan
anak-anaknya, sehingga media sosial lebih menarik di kalangan
dewasa maupun anak-anak dibandingkan dengan belajar pendidikan
agama Islam dengan perhatian dan bimbingan dari orang tuanya
sendiri dikarenakan faktor lain, dengan demikian pembelajaran anak
dalam agama Islam khusunya Al-Qur`an dapat menurun.
Kemampuan membaca Al-Qur`an yang sesuai dengan
tajwidnya dapat dicapai salah satunya dengan cara membiasakan dan
melatih diri untuk membacanya setiap hari, dengan istiqamah
membaca Al-Qur`an maka lisan juga akan dengan mudahnya
melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur`an.
Pola asuh orang tua yang terlalu membebaskan anaknya dalam
arti kurang memperhatikan kegiatan yang dilakukan anaknya akan
mempengaruhi belajar pada anak, dalam hal belajar shalat, membaca
Al-Qur`an dan sebagainya sangat dibutuhkan dukungan dari orang
5
tua, bahkan ikut serta dalam membimbing anaknya untuk belajar
membaca Al-Qur`an. Tidak cukup bagi orang tua yang hanya
menyerahkan kepada sekolah atau yayasan untuk mengajar dan
mendidik anaknya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Islamic Parenting dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SD Putra Pertiwi Pondok Cabe”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang disajikan pada latar belakang
masalah di atas, maka ditemukan identifikasi permasalahan penilitian
sebagai berikut:
1. Hak anak terhadap pembelajaran pendidikan agama Islam.
2. Terbatasnya waktu dalam membimbing belajar Al-Qur`an yang
baik dan benar oleh guru PAI di sekolah.
3. Gadget lebih menarik dari pada belajar pendidikan agama Islam.
4. Perhatian dari orang tua dalam membimbing shalat dan membaca
Al-Qur`an yang baik dan benar sesuai dengan tajwidnya.
5. Faktor pergaulan yang mendukung semangat belajar agama Islam
di lingkungan sekitarnya.
6. Guru agama yang kompeten dalam membimbing siswa belajar
agama dan membaca Al-Qur`an yang baik dan benar.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas,
maka penelitian ini dibatasi pada:
1. Hak anak terhadap pembelajaran pendidikan agama Islam.
2. Perhatian dari orang tua dalam membimbing shalat dan membaca
Al-Qur`an yang baik dan benar sesuai dengan tajwidnya.
6
3. Terbatasnya waktu dalam membimbing belajar Al-Qur`an yang
baik dan benar oleh guru PAI di sekolah.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas,
maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu Bagaimana pola asuh
orang tua Islami dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
terutama dalam shalat dan membaca Al-Qur`an di SD Putra Pertiwi
Pondok Cabe?
E. Tujuan Penelitian
Dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui
Islamic Parenting dalam pembelajaran pendidikan agama Islam
terutama dalam shalat dan membaca Al-Qur`an di SD Putra Pertiwi
Pondok Cabe.
F. Manfaat Penilitian
Adapun manfaat dari penelitian adalah:
1. Teoritis
Secara teoritis proposal ini adalah agar orang tua dapat
menggunakan pola asuh yang diajarkan oleh Islam untuk
mendidik dan membimbing anak dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam, khususnya dalam hal shalat dan membaca Al-
Qur’an.
2. Praktis
a. Bagi Orang Tua
1) Agar orang tua sadar akan pentingnya perhatian dan
dukungan untuk anaknya dalam membimbing shalat dan
belajar Al-Qur’an yang baik dan benar.
7
2) Agar orang tua dapat memotivasi anaknya dalam belajar
pendidikan agama Islam.
b. Bagi Guru
1) Agar guru terampil dalam menggunakan metode belajar
pendidikan agama Islam.
2) Agar guru dapat menambah kualitas bacaan siswa, baik
dalam shalat maupun membaca Al-Qur`an.
c. Bagi Siswa
1) Agar siswa dapat meningkatkan shalatnya dan belajar
dalam membaca Al-Qur’an.
2) Agar siswa mendapatkan hasil belajar yang maksimal.
d. Bagi Sekolah
1) Meningkatkan kualitas pada pencapaian sistem sekolah.
2) Meningkatkan prestasi sekolah terutama dalam membaca
dan memahami Al-Qur’an bagi muslim.
e. Bagi Peneliti
1) Menambah wawasan tentang pola asuh orang tua dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam.
2) Mendapat pengetahuan tentang hal-hal yang perlu
dievaluasi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam
khususnya dalam membaca Al-Qur`an.
G. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dimaksud untuk memberikan informasi yang
relevan dengan tema penelitian yang akan dilakukan oleh penyusun.
Beberapa penelitian yang juga membahas mengenai pola asuh orang
tua perspektif Islam dalam pembelajaran pendidikan agama Islam
antara lain:
8
1. Triana Indriya Sari, mahasiswa jurusan program studi
Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan di
Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2015. Dengan judul
“Hubungan Gaya Pengasuhan Orang Tua Tipe Enabling
dengan Kemandirian Anak”.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara gaya pengasuhan orang tua tipe enabling
dengan kemandirian anak usia 5-6 tahun.
Persamaan: Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
memiliki persamaan yaitu sama-sama meneliti tentang
pengasuhan orang tua.
Perbedaan: Penelitian terdahulu menggunakan pendekatan
kuantitatif karena mencari korelasi antara gaya pengasuhan tipe
enabling dengan kemandirian anak, berbeda dengan penelitian
sekarang yang menggunakan pendekatan kualitatif karena
penelitian ini bersifat studi kasus.
2. Muhammad Ali Muttaqin, mahasiswa jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di
UIN Walisongo Semarang, tahun 2015. Dengan judul
“Parenting Sebagai Pilar Utama Pendidikan Anak Dalam
Perspektif Pendidikan Islam”.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam mendidik anak,
orang tua merupakan dasar yang paling berpengaruh terhadap
keberhasilan perkembangan anak. Namun pada saat sekarang
banyak orang tua yang tidak menyadari betapa pentingnya peran
orang tua dalam pembentukan kepribadian anak-anaknya.
Persamaan: Penelitian terdahulu ini mempunyai persamaan
dengan penelitian sekarang yakni sama membahas tentang pola
9
asuh orang tua dalam prespektif Islam dengan pendekatan
kualitatif.
Perbedaan: Perbedaannya penelitian terdahulu membahas
tentang parenting sebagai pilar utama pendidikan anak, orang
tua berperan penting dalam keberhasilan perkembangan dan
pembentukan kepribadian anak. Sedangkan penelitian yang
sekarang yaitu membahas tentang islamic parenting dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak, yakni tentang
pola asuh orang tua dalam pembelajaran anak dengan
membimbing shalat dan membaca Al-Qur`an dengan baik dan
benar.
3. Lilis Setiyaningsih, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung tahun 2015. Dengan
judul “Pengembangan Minat Belajar Baca Al-Qur’an Siswa
di SDN 1 Bandung Tulungagung”.
Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan
guru pendidikan agama Islam dalam mengajarkan Al-Qur’an
secara tartil melalui pembiasaan sebagai kegiatan rutin siswa
membaca Al-Qur’an di sekolah, memberikan point dalam daftar
nilai sebagai penilaian dari kegiatan mengajar Al-Qur’an,
memberikan penghargaan bagi siswa yang aktif dan berprestasi
dalam belajar Al-Qur’an, mengadakan kompetisi hari besar
Islam agar bisa memikat anak menjadi gemar mempelajari Al-
Qur’an. Adapun dalam melakukan upaya tersebut, guru
menghadapi beberapa faktor pendukung di antaranya adalah
keaktifan peserta didik dalam pembelajaran atau adanya minat
10
dari anak didik dan adanya peran aktif dari guru yang
mendorong semangat anak untuk rajin belajar.
Persamaan: Penelitian ini mempunyai persamaan dengan
penelitian sekarang yaitu sama membahas tentang
pengembangan belajar membaca Al-Qur`an pada siswa sekolah
dasar, penelitian ini sama-sama menggunakan pendekatan
kualitatif.
Perbedaan: Perbedaan penelitian yang terdahulu yaitu
membahas tentang upaya yang dilakukan guru pendidikan
agama Islam dalam mengajarkan Al-Qur’an secara tartil melalui
pembiasaan sebagai kegiatan rutin siswa membaca Al-Qur’an di
sekolah. Sedangkan penelitian yang sekarang adalah membahas
tentang pola asuh orang tua dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam khususnya dalam hal shalat dan membaca Al-
Qur`an.
4. Mohamad Sholikin, mahasiswa jurusan kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, tahun 2016. Dengan judul “Parenting Sebagai
Pilar Utama Pendidikan Anak Dalam Prespektif Pendidikan
Islam”.
Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa anak merupakan
amanah yang dititipkan oleh Allah kepada orang tua, sehingga
orang tua wajib menjaga dan mendidik anak sebagai bentuk
amanah kepada Allah. Dengan cara yang baik dan sesuai
dengan tujuan pendidikan Islam yakni menanamkan takwa dan
akhlak dalam rangka membentuk manusia yang berkepribadian
dan berbudi pekerti luhur.
11
Persamaan: Penelitian ini mempunyai persamaan dengan
penelitian sekarang yaitu sama membahas tentang pola asuh
orang tua dalam prespektif Islam dengan pendekatan kualitatif.
Perbedaan: Perbedaannya dengan penelitian terdahulu yakni
membahas tentang parenting sebagai pilar utama pendidikan
anak, urgensi parenting dalam pendidikan anak dan konsep
parenting dalam perspektif pendidikan Islam. Sedangkan
penelitian yang sekarang yaitu membahas tentang islamic
parenting dalam pembelajaran Al-Qur`an pada anak, yakni
tentang pola asuh orang tua dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam, yakni dengan membimbing belajar membaca Al-
Qur`an dengan baik dan benar.
5. Winda Rizka Adriesta, mahasiswa jurusan Manajemen Dakwah
Fakultas Dakwah dan Komunikasi di Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry Banda Aceh tahun 2016. Dengan judul “Peran
Orang Tua dalam Membina Pengajian Al-Qur`an dalam
Rumah Tangga Untuk Anak Usia Dini di Kecamatan
Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan”.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa orang tua sangat
berperan dalam memberikan pembinaan terhadap anak di usia
dini di dalam rumah tangga. Peran orang tua dalam membina
pengajian Al-Qur`an dalam rumah tangga telah memberikan
kontribusi serta motivasi terhadap anak untuk membina dan
membimbingnya agar bisa melatih dirinya untuk bisa membaca
Al-Qur`an. Adapun kendala orang tua dalam membina
pengajian Al-Qur`an yaitu terdapatnya pada diri anak, perilaku
orang tua terlalu keras, banyak aturan serta keadaan ekonomi,
keadaan lingkungan dan pergaulan yang bebas. Untuk
12
mengatasi anak dalam pembinaan Al-Qur`an adalah memberi
waktu luang untuk membimbing anak.
Persamaan: Penelitian ini mempunyai persamaan dengan
penelitian sekarang yaitu sama membahas tentang pentingnya
orang tua dalam membimbing belajar Al-Qur`an untuk anak dan
dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Perbedaan: Penelitian terdahulu membahas tentang peran
orang tua dalam membina pengajian Al-Qur`an pada anak usia
dini yang telah memberikan kontribusi serta motivasi terhadap
anak untuk membina dan membimbingnya agar bisa melatih
dirinya untuk bisa membaca Al-Qur`an. Sedangkan penelitian
yang sekarang yaitu membahas tentang islamic parenting yakni
pola asuh orang tua Islam dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam terutama dalam shalat dan membaca Al-Qur`an
pada anak. Bentuk pola asuh orang tua dalam membimbing
pembelajaran pendidikan agama Islam hingga mendapatkan
hasil yang maksimal.
H. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan
kualitatif, yakni studi kasus. Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data dengan cara wawancara yang menggunakan
pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya, observasi dan
dokumentasi.
I. Sistematika Penulisan
Mengenai sistematika dan teknis penulisan proposal skripsi
ini, secara umum penulis mengacu pada buku pedoman penulisan
proposal dan skripsi yang diterbitkan oleh LPPI IIQ Jakarta tahun
13
2017. Adapun sistematikanya dibagi dalam lima bab dan setiap bab
terdiri dari sub bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN yang mencakup latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI yang mencakup tentang landasan teori
pengertian islamic parenting, hak-hak anak dalam pendidikan agama
Islam, pola asuh yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw. dan pengertian
pembelajaran, pengertian pendidikan agama Islam, pengertian shalat,
Al-Qur`an serta keutamaannya .
BAB III METODE PENELITIAN yang berisikan tempat dan waktu
penelitian, jenis dan pendekatan penelitian, sumber data penelitian,
teknik pengumpulan data, teknis analisis data dan uji keabsahan data.
BAB IV HASIL PENELITIAN yang berisikan gambaran umum
tentang SD Putra Pertiwi meliputi sejarah berdirinya SD Putra
Pertiwi, visi, misi dan tujuan, identitas sekolah, tenaga pendidik dan
kependidikan, data peserta didik, sarana dan prasarana, kurikulum
pendidikan serta deskripsi analisis data hasil penelitian.
BAB V PENUTUP meliputi kesimpulan dan saran-saran.
.
14
OUTLINE
Kata Pengantar
Pernyataan Penulis
Lembar Pengesahan
Motto
Daftar Isi
Abstrak
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
G. Metode Penelitian
H. Tinjauan Pustaka
I. Sistematika Penulisan
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Pola Asuh Islami (Islamic Parenting)
B. Pengertian Minat Belajar Pendidikan Agama Islam
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
15
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian
C. Sumber Data Penelitian
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Letak Geografis SD Putra Pertiwi
2. Sejarah dan Perkembangan
3. Visi dan Misi
4. Keadaan Guru, Peserta Didik dan Orang tua
B. Deskripsi Data
1. Cara pola asuh orang tua dalam meningkatkan minat
belajar pendidikan Agama Islam
2. Peserta didik yang minat belajar pendidikan Agama
Islam
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
LAMPIRAN-LAMPIRAN
16
DAFTAR PUSTAKA
Almaududy, Rois. Dari Rasulullah Untuk Pendidik, Solo: Tinta Medina,
2018.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2014.
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali
Pers, 2014.
Muhammad, Ahsin Sakho. Keberkahan Al-Qur`an, Jakarta: PT. Qaf Media
Kreativa, 2017.
Priansa, Donni Juni. Pengembangan Strategi dan Model Pembelajaran,
Bandung: Pustaka Setia, 2017.
Yuniar, Hani Fatma. A Life Islamic Parenting, Klaten: Caesar Media Pustaka,
2018.
14
BAB II
ISLAMIC PARENTING DAN PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SECARA UMUM
A. Islamic Parenting (Pola Pengasuhan Islami)
1. Pengertian Islamic Parenting
Islam merupakan ajaran yang sangat memperhatikan anak
dan perkembangannya. Secara umum yang dimaksud dengan
“pola asuh adalah cara-cara orang tua mengasuh anaknya untuk
menolong dan membimbing supaya anak hidup mandiri”.1
Dalam kaitannya, pola asuh orang tua dalam perspektif
Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. yakni
sebagai kedua orang tua merupakan teladan yang baik bagi anak,
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kejiwaan anak.
Apabila kedua orang tua mempunyai kedisiplinan untuk
bertakwa kepada Allah dan mengikuti jalan Allah Swt, maka
anak akan ikut tumbuh pula dalam ketaatan dan kepatuhan
kepada Allah Swt. karena mencontoh kedua orang tuanya.2
Pola asuh juga dapat didefinisikan sebagai “pola interaksi antara
anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan fisik (seperti
makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti
rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-
norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras
dengan lingkungannya.”3
Adapun menurut Rahmat Rosyadi
1 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak
Usia Dini, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 25 2 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi,
(Surakarta: Pustaka Arafah, 2017), h. 56 3 Abdullah Idi dan Safarina, Etika pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2016), Cet-2, h. 125
15
“pola asuh yang tepat dari orang tua kepada anaknya dan
memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak mempunyai
hubungan yang sangat kuat terhadap pembentukan karakter anak
ketika ia dewasa.” 4
Dari beberapa definisi di atas maka dapat penulis
simpulkan bahwa pola asuh orang tua Islami adalah pola
interaksi, metode atau cara yang dipilih untuk mendidik,
membimbing, mengarahkan secara optimal dan mendisiplinkan
kedewasaan anak berdasarkan Al-Qur`an dan Hadis sehingga
membentuk pribadi anak menjadi anak yang sholih dan sholihah.
Oleh karena itu jika anak-anak dapat tumbuh dalam ketaatan
kepada Allah Swt. dan menyeru kepada agama-Nya, maka akan
terjadi pertemuan di antara mereka kelak di surga yang kekal.
Sedangkan arti orang tua menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah ayah dan atau ibu seorang anak, baik melalui
hubungan biologis maupun sosial. Umumnya orang tua memiliki
peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak.5
Menurut Zakiah Daradjat yang dikutip oleh Abdullah Idi, “orang
tua merupakan pusat kehidupan rohani anak dan sebagai
penyebab berkenalnya dengan alam luar, maka setiap reaksi
emosi anak dan pemikirannya kelak, terpengaruh oleh sikapnya
terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu.”6
Perhatian Islam terhadap pendidikan anak dapat dilihat
dari firman Allah Swt. sebagai berikut:
4 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak
Usia Dini,…, h. 23 5 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-V,
2016 6 Abdullah Idi dan Safarina, Etika pendidikan, Cet. ke-2,…, h. 147
16
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.”
Ayat tersebut dengan tegas memerintahkan kepada orang-
orang yang beriman bukan hanya menjaga dirinya saja
dari siksa api neraka, atau bencana kehidupan di dunia dan
di akhirat, melainkan juga menjaga keluarganya dari
siksaan api neraka. Cara menjaga diri sendiri dan keluarga
dari api neraka ini antara lain dilakukan dengan cara
mendidiknya, yakni membentuk sikap dan perilaku
dengan nilai-nilai ajaran agama secara luas, yang tampak
dalam ucapannya selalu benar, sikapnya selalu jujur,
perilakunya selalu menjalankan ajaran agama, mematuhi
berbagai peraturan dan perundangan yang ditetapkan
pemerintah.7
Termasuk pula dalam kegiatan menjaga diri dari api
neraka ini adalah menjauhkan diri dan keluarga dari makanan,
minumam, pakaian dan segala sesuatu yang diharamkan agama
dan dilarang oleh peraturan yakni menjauhkan diri dari perbuatan
dosa dan maksiat. Dengan menjauhi perbuatan tersebut maka
diharapkan manusia akan terhindar dari hal-hal yang
membahayakan dirinya, baik di dunia maupun di akhirat nanti.8
7 Abuddin Nata, Psikologi Pendidikan Islam, (Depok: PT Raja Grafindo
Persada, 2018), h. 199 8 Abuddin Nata, Psikologi Pendidikan Islam,…, h. 200
17
Dalam Islam, “orang tua atau keluarga merupakan
institusi sosial terpenting dalam membentuk generasi dan
keturunan yang baik. Orang tua dalam keluarga selanjutnya
memiliki peranan strategis dalam membentuk anak yang baik dan
jauh dari keburukan.”9 Menurut Ahmad Tafsir, orang tua adalah
orang yang menjadi anutan anaknya. Setiap anak mula-mula
mengagumi kedua orang tuanya. Semua tingkah orang tuanya
ditiru oleh anak itu. Karena itu, keteladanan dan pembiasaan
sangat diperlukan. Orang tua adalah pendidik utama dan pertama
dalam hal penanaman keimanan bagi anaknya. Disebut utama,
karena besar sekali pengaruhnya. Disebut pendidik pertama,
karena merekalah yang pertama mendidik anaknya.10
Seorang ayah di samping memiliki kewajiban untuk
mencari nafkah bagi keluarganya, dia juga berkewajiban
untuk mencari tambahan ilmu bagi dirinya, karena dengan
ilmu-ilmu tersebut dia akan dapat membimbing dan
mendidik diri sendiri dan keluarganya menjadi lebih baik.
Demikian juga halnya seorang ibu, di samping memiliki
kewajiban dalam pemeliharaan keluarga, dia pun tetap
memiliki kewajiban untuk mencari ilmu. Hal tersebut
penting karena ibulah yang selalu dekat dengan anak-
anaknya. Dalam sabda Nabi Saw, „Surga berada di bawah
telapak kaki ibu‟ tersirat makna bahwa kebaikan-kebaikan
seorang ibu mencerminkan kebaikan-kebaikan anaknya,
dan ketaatan anak kepada ibunya dapat menimbulkan
kebaikan untuk dirinya.11
Keluarga mempunyai peran terdepan dan strategis dalam
pembentukan kepribadian, watak dasar atau karakter anak. Islam
memposisikan keluarga sebagai lembaga pendidikan dasar atau
9 Abdullah Idi dan Safarina, Etika pendidikan,…, h. 138
10Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Dalam Keluarga, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2017), h. 6 11
Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 98
18
pertama dan utama. Begitu besarnya pengaruh keluarga dalam
pendidikan anak, sehingga Rasulullah Saw., menghubungkannya
dengan nilai-nilai akidah:
كل عن أب ىري رة رضي اهلل عنو قال : قال النب صلى اهلل عليو وسلم رانو أو ي سانو )رواه مولود ي ولد على الفطرة فأب واه ي هودانو أو ي نص ج
12 (لبخاريا„Dari Abu Hurairah ra berkata: Nabi Saw bersabda
Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan tanggung
jawab kedua orang tuanyalah yang bakal menjadikannya Yahudi,
Nasrani atau Majusi‟. (HR. Bukhari)
Dari hadis tersebut dikatakan bahwa pola asuh orang tua
dalam mendidik anaknya sangatlah strategis. Kultur yang
terbangun dalam keluarga memberi warna dalam keyakinan
seorang anak.13
Anak merupakan anugerah dari Allah Swt., di
mana kehadirannya merupakan tanggung jawab setiap orang tua
untuk mendidik dengan baik. Untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik salah satunya caranya adalah dengan
menciptakan anak-anak atau generasi muda sebagai aktor dan
pionir masa depan.14
Tatkala anak itu ada di dalam kandungan ibunya,
penanaman keimanan perlu terus dilakukan seperti sering
membaca atau memperdengarkan lantunan ayat-ayat Al-
Qur`an. Hasil penelitian psikologi menjelaskan bahwa
apa-apa yang dialami ibu hamil akan mempengaruhi bayi
yang dikandungnya. Apabila ibunya mendapatkan
pendidikan keimanan, maka anak yang dikandungnya juga
akan memperoleh pendidikan keimanan. Nabi
12
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ja‟fai, Shahîh
Bukhâri, (Damaskus: Dar Thuqa An-Najat, 1422 H), Juz 2, h. 100, No. Hadis 1385. 13
Saiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam
Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), h. 262 14
Abdullah Idi dan Safarina, Etika pendidikan,…, h. 122
19
mengajarkan bahwa pendidikan keimanan itu pada
dasarnya dilakukan oleh orang tuanya. Caranya melalui
keteladanan dan pembiasaan di rumah.15
Al-Ghazali dalam hal ini mengungkapkan bahwa orang
tua memiliki tanggung jawab terdepan dalam pendidikan anak.
Anak dipandang sebagai suatu tabula rasa (kertas putih), di mana
orang tua bertanggung jawab mengembangkannya, baik bertalian
perkembangan bahasa, tradisi kultur, dan keyakinan moral dan
praktiknya. Orang tualah yang berperan dalam mengembangkan
karakter yang baik dalam kehidupan anak-anaknya kemudian
hari.16
Kedua orang tua harus dihormati dan dipatuhi kecuali
kalau mereka mengajak kepada kemusyrikan yang memerosotkan
harkat dan martabat manusia. Juga diajarkan bagaimana
seharusnya bersikap terhadap orang lain, menghargai mereka
dengan rendah hati dan sopan. Tidak berlaku congkak, yang
penting ditekankan bahwa ketaatan mutlak hanya kepada Tuhan
saja dan dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan baik dan
bermanfaat bagi sesama.17
Keharusan berbuat baik kepada orang tua disertai
penjelasan susah-payahnya orang tua mengurus anak, mulai dari
mengandung sampai menyapih selama dua tahun. Keharusan
berbuat baik kepada orang tua juga dibatasi oleh aturan-aturan
Allah Swt. dan dalam kondisi yang paling pahit, jika orang yang
paling berjasa dalam hidup mengajak untuk tidak taat kepada
15
Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Dalam Keluarga,…, h. 5 16
Abdullah Idi dan Safarina, Etika pendidikan,…, h. 128-129 17
Djohan Effendi, Pesan-pesan Al-Qur`an, (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2012), h. 199
20
Allah, maka ajakan tersebut harus ditolak, dengan catatan tetap
menjaga hubungan baik.18
Kualitas orang tua, ayah dan ibu berpengaruh sekali
terhadap anaknya, karena dari diri merekalah pertama-tama si
anak belajar mengenal lingkungan masyarakatnya. Orang tua
yang jauh dari anak-anaknya menyebabkan anak mencari
perhatian kepada pihak lain secara sembarangan. Akibatnya,
mereka akan dengan mudah menerima pengaruh yang tidak
mendidik dari lingkungan pergaulannya.19
Ruang lingkup pendidikan keluarga adalah pendidikan
seluruh individu yang menjadi anggota keluarga. Keluarga
memberikan pengaruh terhadap apa yang terjadi di dalamnya.
Terutama bagi seorang ibu, pendidikan seorang ibu kepada
anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan.
Baik buruknya pendidikan ibu terhadap anaknya akan
berpengaruh besar terhadap perkembangan watak anak di
kemudian hari. Seorang ayah juga memegang peranan penting
dalam mendidik anaknya, yaitu sebagai sumber kekuasaan dalam
keluarga, memberi nafkah dan pelindung bagi seluruh anggota
keluarganya.
Dengan demikian pola asuh orang tua sangat penting
terhadap kualitas anak dalam mendidik dan membimbingnya
sesuai dengan ajaran agama Islam. Seperti mencontohkan
perilaku yang baik, mengajak shalat berjamaah dan membimbing
membaca Al-Qur`an.
18
Nurwadjah Ahmad dan Roni Nugraha, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,
(Bandung: Penerbit Marja, 2018), h. 168 19
Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif
Islam,…, h. 98
21
2. Hak-hak Anak dalam Pendidikan Agama Islam
Pola asuh dalam pendidikan anak sejatinya
memperhatikan hak-hak anak dalam menyelenggarakan
pendidikan. Dalam Al-Qur`an memiliki beberapa hak yang wajib
dipenuhi orang tua, meliputi:
a. Hak untuk beriman kepada Allah Swt.
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya: „Wahai
anakku! janganlah kamu mempersekutukan Allah.
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-
benar kezaliman yang besar.” (Q.S: Luqman:13)
Ayat ini menjelaskan larangan sekaligus mengandung
pengajaran tentang wujud dan keesaan Allah. Bahkan redaksi
pesannya berbentuk larangan, jangan mempersekutukan
Allah untuk menekan perlunya meninggalkan sesuatu yang
buruk sebelum melaksanakan yang baik.20
Dengan demikian pengajaran tentang mengesakan
Allah Swt. adalah sesuatu yang harus diterima oleh anak dari
orang tua sebagai lindungan terdekat anak. Setiap anak
terlahir membawa fitrah tauhid, namun aktualisasinya butuh
lingkungan yang mendukung agar fitrah tersebut berkembang
dengan baik. Pendidikan yang mengabaikan stimulan
terhadap fitrah tauhid merupakan bentuk penghianatan
terhadap amanah yang Allah Swt. berikan padanya, karena
20
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008),
h. 127
22
anak adalah amanah Allah Swt. yang memiliki visi
kehidupan penghambaan diri dan menjadi khalifah Allah
Swt. di bumi.
b. Hak untuk mengetahui aturan Allah. Firman Allah Swt;
“Wahai anakku! dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka)
dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk perkara yang penting.” (Q.S: Luqman:17)
Nasihat Luqman di atas menyangkut hal-hal yang
berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah
shalat, serta amal-amal kebajikan yang mencerminkan amr
ma‟ruf nahi munkar.21
Shalat dalam Islam mempunyai kedudukan yang
sangat penting, sehingga Rasulullah Saw menyatakan bahwa
shalat adalah tiang agama Islam, sebagaimana sabda
Rasulullah Saw;
عن معاذ بن جبل، قال: كنت مع النب صلى اللو عليو وسلم ف ال أخبك برأس األمر كلو وعموده، وذروة سنامو؟ ث قال: أ ,سفر
، وعموده رأس األمر اإلسالم ق لت: ب لى يا رسول اهلل، قال: الة، وذروة سنامو اجلهاد 22 )رواه الرتمذي( الص
21
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,..., h. 127 22
Muhammad bin Isa bin Sawrah bin Musa bin Ad-Dhahâk At-Tirmidzî,
Al-Jâmi‟ Al-Kabîr Sunan At-Tirmidzî, (Beirut: Dar Al-Gharb Al-Islami, 1998), Juz
4, h. 308, No. Hadis 2616
23
"Dari Muadz bin Jabal berkata: ketika saya
bepergian bersama Nabi Saw. kemudian Nabi Saw.
bersabda: Maukah kalian aku beritahukan pokok dari segala
perkara, tiangnya dan puncaknya? Aku menjawab: mau ya
Rasulullah Saw. Pokok perkara adalah Islam, tiangnya
adalah shalat dan puncaknya adalah jihad.” (HR. Tirmidzi)
Hadis tersebut merupakan suatu rujukan bahwa tegak
dan tidaknya agama Islam pada diri seorang muslim
tergantung pada keistiqamahan seorang diri dalam
melaksanakan shalatnya. Shalat tidak hanya dimaknai
sebatas kewajiban, tetapi ruh shalat harus bisa memberikan
warna yang sangat positif pada perilaku seorang hamba yang
terpancar pada kesungguhan untuk selalu menaati perintah
Allah Swt. dan menjahui larangan-Nya.
Pembinaan shalat pada anak bertahap mulai dari
perintah melaksanakan shalat, anak mulai dikenalkan adanya
kewajiban dalam melaksanakan shalat, baik itu syarat sah
shalat maupun rukun-rukun shalat serta larangan-
larangannya, membiasakan anak menghadiri shalat jum‟at,
membawa anak ikut ke masjid dan mengikat hati anak
kepada masjid.23
Dengan adanya upaya seperti di atas maka semakin
besar harapan masyarakat pada zaman ini untuk dapat
melihat lahirnya sebuah generasi baru yang cemerlang,
generasi yang di dalamnya terdapat orang-orang yang telah
23
Khanif Maksum, “Konsep Dasar Pembinaan Kesadaran Beragama dalam
Dunia Pendidikan Anak”, dalam Jurnal Literasi, Vol. III, No. 1 Juni 2012
24
mengabdikan diri sepenuhnya untuk berjalan di atas
kebenaran.24
Sesuatu yang sejatinya diajarkan pada anak setelah
ketauhidan yaitu aturan-aturan Allah Swt. dalam kehidupan.
Pemahaman aturan Allah Swt. pada anak dibutuhkan ketika
anak memenuhi kebutuhan hidupnya dan dorongan-dorongan
nalurinya. Anak yang tidak memiliki pemahaman agama
tentu saja dia tidak bisa memenuhi hal tersebut dengan
pemahaman agama. Mereka akan memenuhinya dengan
naluri yang ia miliki.25
c. Hak mendapatkan kasih sayang
Kata bunayya adalah patron yang menggambarkan
kemungilan. Asalnya adalah ibny, dan kata ibn memiliki
makna anak laki-laki. Dari sini kita dapat berkata bahwa
pemenuhan hak pada anak hendaknya didasari oleh rasa
kasih sayang, menyenangkan dan menggembirakan terhadap
anak.26
Rasulullah Saw pun memberikan teladan dalam
pemenuhan hak terhadap anak. Rasulullah Saw memenuhi
hak anak dengan penuh sayang. Sebagaimana sabda
Rasulullah Saw:
24
Khanif Maksum, “Konsep Dasar Pembinaan Kesadaran Beragama dalam
Dunia Pendidikan Anak”, dalam Jurnal Literasi, Vol. III, No. 1 Juni 2012 25
Nurul Hikmah, Bait Qur`any, (Tangerang Selatan: Bait Qur`any Press,
2015), h. 54 26
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,…, h. 127
25
لى اهلل عليو وسلمقال : قال رسول اهلل صبيو عن أب ق تادة عن أ ها فأسع بكاء الصب الة وأنا أريد أن أطول في إن ألقوم إل الص
و فأتوز كراىية 27 )رواه البخارى( أن أشق على أم
“Dari Abi Qatadah dari ayahnya berkata: Rasulullah
Saw bersabda: Sesungguhnya bila aku sedang shalat dan
bermaksud memperpanjangnya, lalu kudengar suara
tangisan anak, maka terpaksa aku mempercepat shalatku
karena aku menyadari bahwa ibunya pasti terganggu oleh
tangisan anaknya.” (HR. Bukhari)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa memberikan kasih
sayang pada anak adalah sesuatu yang sangat penting,
bahkan dalam shalat pun Rasulullah Saw. menunjukkan rasa
kasih sayang kepada anak. Anak memiliki hak mendapatkan
kasih sayang, maknanya bahwa pengembangan potensi anak
sejatinya sesuai dengan teori perkembangan.28
d. Hak anak mendapatkan cinta yang berkualitas.
Sejatinya memberikan rasa sayang pada anak adalah
sayang yang berkualitas, yaitu rasa sayang yang dapat
menghantarkan anak menjadi orang yang membahagiakan
dan menjadi pemimpin, tetapi bila cinta yang orang tua
berikan adalah cinta yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. cinta yang
hanya membuat anak bahagia sesaat, cinta yang berupa
materi semata, maka suatu saat anak yang mestinya menjadi
27
Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari Al-Ja‟fai, Shahîh
Bukhâri, (Lebanon: Dar Al-Ilm, t.t), Juz 1, h. 296, No Hadis 830 28
Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 55
26
qurrata a‟yun, malah menjadi auladan „aduwwan.29
Sebagaimana hadis Nabi:
عن أم أين قالت: أن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم أوصى ب عض طولك وال ت رفع عصاك أىل ب يتو ف قال : وأنفق على أىلك من
هم و 30 )رواه أمحد( ل ج أخفهم ف اهلل عز و عن “Dari Umi Aiman berkata: sesungguhnya Rasulullah
Saw menasehati sebagian anggota keluarganya, bersabda:
„Berikanlah anak-anakmu nafkah dari kemampuanmu ;
jangan kamu angkat tongkatmu untuk mendidik mereka dan
tanamkanlah dalam diri mereka rasa takut kepada Allah
Azza Wajalla”. (HR. Ahmad)
Hadis di atas menjelaskan bahwa anak tidak hanya
diberi perhatian dan disayang tetapi anak juga diajarkan
untuk hidup sesuai dengan aturan Allah Swt. Bukan berarti
sayang terhadap anak membuat anak bebas untuk berbuat
sesuai dengan keinginannya tanpa batas.31
Di balik kecintaan dan kasih sayang orang tua kepada
anaknya, Nabi Saw. tidak menginginkan adanya sikap
memanjakan secara berlebihan dan memperturutkan semua
keinginan anak. Dengan demikian sang anak nanti akan
berbuat sesukanya dan memenuhi semua keinginannya.
Orang tua seperti ini sama dengan melakukan tindak
kejahatan yang besar terhadap anak.32
29
Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 59 30
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad Adz-Dzuhli Asy-Syaibani,
Musnad Ahmad, (Qahirah: Maktabah Ibn Taimiyah, 1994), h. 632, No. Hadis 479 31
Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 60 32
Jamal abd al-Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasul,
(Bandung: Ibs, 2005), h. 188
27
e. Hak mendapatkan pendidikan agama Islam
Anak memiliki hak mendapatkan pendidikan yang
berorientasi pada hak-hak anak yang telah ditetapkan oleh
Allah Swt, ini diisyaratkan dengan kata bunayya dalam surah
Luqman ayat 13-19 yang bergandengan dengan kalimat
perintah, hal ini menunjukkan bahwa Islam memandang
pemenuhan hak-hak anak oleh orang tua, hendaknya tetap
berorientasi pada hak-hak anak yang telah ditetapkan oleh
Allah Swt. kendati harus berorientasi pada diri anak.33
Menurut Djohan Effendi, surah Luqman ini
mengingatkan bahwa seorang beriman tidak boleh
bersikap pasif dan egois. Tidak sekadar memikirkan
kepentingan dirinya sendiri saja. Hidup seseorang
tidak lepas dari hidup orang lain. Karena manusia
juga harus memikirkan orang lain dan bersikap aktif
mengajak orang sekitarnya untuk berbuat baik dan
mencegah mereka dari perbuatan buruk. Namun
perbuatan ini bukan tanpa tantangan dan karena itu
seperti diingatkan oleh Luqman kepada puteranya, dia
harus sabar menghadapi tantangan yang dihadapinya
bahkan akibat buruk yang menimpanya. Sebaliknya
kalau dia berhasil dalam menjalankan tugas mulianya
seorang mukmin tidak boleh lupa daratan dan mabuk
kemenangan, bersikap besar kepala dan
menyombongkan diri.34
Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili pokok-pokok
ajaran yang terkandung dalam surah Luqman tersebut terdiri
dari:
pertama, keimanan kepada Allah Swt. para Nabi dan
hari kiamat. Terkait dengan keimanan kepada Allah
Swt. dijelaskan pula kekuasaan Allah Swt. meliputi
apa yang ada di langit dan di bumi, perputaran malam
33
Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 60 34
Djohan Effendi, Pesan-pesan Al-Qur`an,…, h. 199-200
28
dengan siang dan lima masalah gaib yang
pengetahuan akan hal tersebut hanyalah milik Allah
Swt. Kedua, kisah Luqman meruapakan potret orang
tua dalam mendidik anaknya dengan ajaran
keimanan. Dengan pendidikan persuasif, Luqman
dianggap sebagai profil pendidik bijaksana, sehingga
Allah Swt. mengabadikannya dalam Al-Qur`an
dengan tujuan agar menjadi ibrah atau pelajaran bagi
pembacanya. Ketiga, karakteristik manusia
pembangkang terhadap perintah-Nya, hingga pada
akhirnya mereka tidak mau mendengarkan Al-
Qur`an.35
Menurut Nurul Hikmah dalam bukunya Bait Qur`ani
ayat tersebut menjelaskan hak-hak anak yang wajib dipenuhi
orang tua yaitu: hak untuk beriman kepada Allah Swt. hak
untuk dibiasakan beribadah, hak untuk dibiasakan dan
diberikan keteladanan tentang akhlak, yaitu akhlak kepada
orang tua, guru, saudara dan teman-temannya, hak
mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup dari orang tua,
dan hak mendapatkan pembelajaran tentang hukum-hukum
Allah Swt.36
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ayat ini
mengindikasikan adanya penanaman rasa menghargai atau
syukur kepada sesama manusia, meskipun syukur kepada
manusia dibatasi norma-norma Ilahi yang tidak boleh
dilanggar. Tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan
anaknya yaitu, memberi dukungan/motivasi dengan rasa
kasih sayang yang menjiwai hubungan orang tua dengan
35
Nurwadjah Ahmad dan Roni Nugraha, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,…,
h. 155 36
Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 63
29
anak. Kasih sayang tersebut akan mendorong sikap dan
tindakan seorang anak menjadi terarah dengan baik.
f. Hak mendapatkan rasa aman dari tindak kekerasan fisik
maupun psikis
Anak memiliki hak mendapatkan rasa aman dari
tindak kekerasan fisik maupun psikis.37
Kekerasan yang
berupa pukulan terhadap anak tidak diperbolehkan oleh
Rasulullah Saw. Sebagaimana Aisyah RA menceritakan;
ت ما ضرب رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم شيئا قال عن عائشة )رواه اىد ف سبيل اهلل وال خدما إال أن ي قط بيده وال امرأة
38 مسلم(“Dari Aisyah berkata: Rasulullah Saw tidak pernah
memukul dengan tangannya, baik terhadap istri maupun
pelayannya, kecuali bila berjihad di jalan Allah.” (HR.
Muslim)
Sementara memukul anak yang meninggalkan shalat
ketika sudah berumur sepuluh tahun merupakan acuan agar
anak-anak terbiasa melakukan shalat sejak kecil dan tidak
meninggalkannya ketika sudah baligh, sebagaimana sabda
Rasulullah Saw:
ه، قال: قال رسول اللو عن عمرو بن شعيب، عن أبيو، عن جد, ىم أب ناء سبع بالصالة و مروا أوالدكم : صلى اهلل عليو وسلم سني
37
Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 63 38
Muslim bin Al-Hajaj Al Qusyairy An-Naisaburi, Shahih Muslim,
(Beirut: Dar Ihya‟ At-Turast Al-„Araby, t.t), Juz 4, h. 1814, No. Hadis 2328
30
ضاجع
ن هم ف امل ها وىم أب ناء عشر, وف رق وا ب ي )رواه واضرب وىم علي 39 (أبو داود
“Dari Amr bin Syu‟aib, dari ayahnya, dari kakeknya
berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Perintahkan anak-anak
kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun,
dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun, dan pisahkan
tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa perintah untuk
mengajarkan shalat kepada anak pada saat anak berusia tujuh
tahun, dan apabila telah mencapai umur sepuluh tahun, anak
tidak mau melaksanakan shalat maka dianjurkan untuk
memukul. Dengan syarat, memukul dengan pukulan yang
tidak melukai, menghindari memukul wajah dan hendaknya
pukulan tidak lebih dari sepuluh kali.40
Batasan memukul
pada anak yakni pukulan yang tidak sampai melukai atau
memukul dalam keadaan marah dan menghindari memukul
wajah.
Tujuan memukul tersebut hanya untuk pelajaran,
sehingga anak akan terbiasa melakukan shalat. Ketika anak
telah berusia 7 tahun mulai diajarkan shalat dengan tanpa
paksaan untuk tertib gerakan dan bacaannya, maka anak akan
terlebih dulu mencintai ibadah shalat dan melaksanakannya
step by step. Begitu juga dilatih dengan berpuasa di bulan
Ramadan dan dilatih untuk melakukan kebaikan seperti
membaca Al-Qur`an.
39
Abu Dawud bin Sulaiman Al-Asy‟ats bin Ishaq bin Basyir bin Syaddad
bin „Amr Al-Azdiy, Sunan Abu Dawûd, (Beirut: Maktabah Al-„Ashriyah, t.t), Juz 1,
h. 133, No. Hadis 495 40
Abuddin Nata, Psikologi Pendidikan Islam,…, h. 202
31
Banyak orang tua memercayakan seratus persen pendidikan
agama bagi anaknya ke sekolah, karena di sekolah ada
pendidikan agama dan ada guru agama. Orang tua agaknya
merasa bahwa upaya itu telah mencukupi. Sebagian orang tua
menambah pendidikan agama Islam bagi anaknya dengan cara
menitipkan anaknya ke pesantren sungguhan, pesantren kilat
atau mendatangkan guru agama ke rumah. Dengan cara
tersebut, mereka mengira bahwa anak-anak mereka akan
menjadi orang yang beriman dan bertakwa. Tindakan orang
tua seperti itu merupakan tindakan yang benar. Tetapi itu
ternyata belum mencukupi karena inti agama adalah iman,
iman itu di dalam hati. Nabi Saw mengajarkan bahwa
keberimanan itu perlu ditanamkan dan penanaman iman itu
harus dimulai sejak dini.41
Setiap dampak dari kelalaian orang tua terhadap anak-anaknya
dalam memenuhi hak-hak Allah Swt sehingga mereka pun menyia-
nyiakan hak-hak tersebut dan tidak mengindahkan ilmu yang
bermanfaat dan amal sholih yang telah Allah Swt. wajibkan kepada
mereka, maka orang tua seperti ini akan terhalang untuk mendapatkan
manfaat dari anak-anaknya. Begitu pula anak-anaknya, mereka pun
akan terhalang untuk mendapatkan kebaikan dan manfaat dari orang
tuanya.42
Pola Asuh dalam fungsi agama dengan cara mengenalkan
kegiatan keagaman dan membiasakan anak beribadah sesuai
perkembangan usianya misalnya orang tua melatih dan memberi
contoh agar anak mampu membaca Al-Qur`an dan bacaan dalam
shalat.43
Mendidik merupakan bagian dari pola asuh, pola asuh
menurut Syekh Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy dalam bukunya
41
Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Dalam Keluarga,…, h. 3-4 42
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Hanya Untukmu Anakku, (Jakarta: Pustaka
Imam Syafi‟i, 2019), h. 444-446 43
Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak
Usia Dini,…, h. 28-29
32
Tarbiyatul Aulad fî Al-Islâm menjelaskan pola yang dapat
diimplementasikan dalam mendidik, yaitu:
a. Memperlakukan dengan pola keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan adalah cara yang paling
efektif dan berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak,
membentuk mental dan sosialnya. Hal itu dikarenakan pendidik
adalah panutan atau idola dalam pandangan anak dan contoh yang
baik di mata anak. Anak akan mengikuti tingkah laku
pendidiknya, meniru akhlaknya. Bahkan, sebuah bentuk perkataan
dan perbuatan pendidik akan terpatri dalam diri anak dan menjadi
bagian dari persepsinya.44
b. Memperlakukan dengan pola kebiasaan
„Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah‟ dari sini,
tibalah saatnya pembiasaan, pendiktean dan pendisiplinan
mengambil perannya dalam pertumbuhan anak dan menguatkan
tauhid yang murni, akhlak yang mulia, jiwa yang agung dan etika
syariat yang lurus.45
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa seorang anak sangat
membutuhkan perhatian ekstra dalam masa perkembangan
akhlaknya. Ia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan
pembiasaan diri dari orang yang mendidiknya pada waktu kecil,
seperti dalam hal temperamental, kemarahan, kekerasan watak,
tergesa-gesa, gemar mengikuti hawa nafsu, lemah ingatan, dan
44
Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy, Pendidikan Anak Dalam Islam,
(Depok: Fathan Prima Media, 2016), h. 603 45
Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy, Pendidikan Anak Dalam Islam,…,
h. 625
33
kerasukan, sehingga sangat sulit baginya untuk menghilangkan
sifat-sifat tersebut ketika ia sudah dewasa.46
c. Memperlakukan dengan pola nasihat
Metode pendidikan yang efektif dalam membentuk
keimanan anak, akhlak, mental dan sosialnya adalah metode
mendidik dengan nasihat. Hal ini disebabkan nasihat memiliki
pengaruh yang sangat besar untuk membuat anak mengerti
hakikat sesuatu dan memberinya kesadaran tentang prinsip-prinsip
Islam. Sehingga tidak heran jika Al-Qur`an menggunakan manhaj
ini untuk mengajak bicara kepada setiap jiwa.47
Sebagaimana
seperti nasihat yang diberikan oleh Luqman kepada anaknya yang
telah dipaparkan sebelumnya.
d. Memperlakukan dengan pola pengawasaan
Metode pendidikan dengan perhatian atau pengawasan
adalah mengikuti perkembangan anak dan mengawasinya dalam
pembentukan akidah, akhlak, mental dan sosialnya, begitu juga
dengan terus mengecek keadaannya dalam pendidikan fisik dan
intelektualnya. Mendidik dengan cara ini dianggap sebagai salah
satu dari asas yang kuat dalam membentuk manusia yang
seimbang, yaitu memberikan semua haknya sesuai dengan
porsinya masing-masing untuk membangun fondasi Islam yang
kokoh.48
Seorang anak juga hendaknya dijauhkan dari hal-hal yang
berlebihan, baik dalam hal makanan, pembicaraan, tidur atau
istirahat, maupun pergaulan dengan sesama. Karena di dalam hal-
46
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Hanya Untukmu Anakku,…, h. 442 47
Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy, Pendidikan Anak Dalam Islam,…,
h. 639 48
Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy, Pendidikan Anak Dalam Islam,…,
h. 667
34
hal yang berlebihan itulah terdapat kerugian dan dengannya pula
seorang hamba akan kehilangan kebahagiaan dan kebaikan di
dunia dan di akhirat.
Demikian pula, dia benar-benar harus dijauhkan dari
bahaya syahwat yang berkaitan dengan perut dan kemaluan.
Karena, dengan membiarkannya melakukan hal itu, berarti telah
menjerumuskannya pada bahaya yang akan membinasakannya.
e. Memperlakukan dengan pola hukuman
Metode pendidikan dengan hukuman yaitu mencakup
hukum-hukum syariat Islam dengan prinsip-prinsip holistik yang
mengandung perkara-perkara penting yang tidak mungkin
manusia hidup tanpanya. Para ulama ijtihad dan ushul fiqh
merangkumnya ke dalam lima perkara yang dinamakan Alkulliyat
Al-Khams, yaitu: menjaga agama, jiwa, kehormatan, akal dan
harta. Mereka mengatakan bahwa hukum dan prinsip yang
terdapat di dalam Islam bertujuan untuk menjaga lima hal yang
primer tersebut. Hukuman-hukuman ini dalam syari‟at disebut
dengan had dan ta‟zîr.49
Mendidik dengan hukuman ini menjadi pilihan terakhir
ketika anak benar-benar melakukan kesalahan, dengan kata lain
menghukum secara tidak kasar dan yang membuat anak sadar
akan kesalahan yang telah dilakukannya serta menjamin untuk
tidak mengulanginya kembali.
Betapa penuh hikmah Rasulullah Saw mendidik para sahabat.
Beliau mendidik sesuai dengan kaidah right man on the right place,
orang yang tepat berada di tempat yang tepat. Dengan demikian,
49
Muhammad Makki Nashr Al-Juraisy, Pendidikan Anak Dalam Islam,…,
h. 685
35
masing-masing orang memberi kontribusi sesuai dengan
kecenderungan minat dan bakatnya.50
3. Pola Asuh yang dianjurkan Rasulullah Saw.
Pola asuh dalam Islam yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw.
dapat dilakukan dengan melalui 4 pilar, yaitu:
a) Mendikte anak dengan kalimat tauhid.
b) Mencintai Allah Swt. dan merasa diawasi oleh-Nya, memohon
pertolongan kepada-Nya serta beriman kepada qadha‟ dan qadar.
c) Mencintai Nabi Saw. dan keluarga beliau.
d) Mengajarkan Al-Qur‟an kepada anak.51
Pilar pertama, mendikte anak dengan kalimat tauhid.
يانكم عن ابن عباس عن تحوا على صب النب صلى اهلل عليو وسلم قال: إف ن وىم عند الموت ال الو إال اهلل )رواه أول كلمة بال الو إال اهلل, و لق
52احلاكم(Dari ibnu `Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ajarkanlah
kalimat pertama kepada anak-anak kalian laa ilaha ilallah, dan
talqinlah ketika akan meninggal dengan kalimat laa ilaha ilallah.”
(HR. Hakim)
Ibnul Qayyim mengatakan dalam kitab Ahkam Al-Maulud
mengatakan “jika anak-anak sudah menginjak usia bicara, maka
latihlah mereka dengan kalimat la ilaha illallah Muhammadur
Rasulullah. Usahakanlah agar hal yang pertama kali terdengar di
telinga mereka adalah pengenalan Allah Swt. dan pengesaan-Nya,
50
Rois Almaududy, Dari Rasulullah Untuk Pendidik, (Solo: Tinta Medina,
2018), h. 55 51
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama
Nabi,…, h. 111 52
Abu Abdillah Al-Hakim Muhammad bin Abdillah bin Nu‟aim bin Al-
Hakim An-Naisaburi, Al-Mustadrak „Ala As-Shahihain, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
„ilmiyah, 1990), Juz 1, h. 43
36
disertai penegasan bahwa Dia berada di atas Arsy-Nya, melihat dan
mendengar mereka dan dia bersama mereka di mana pun mereka
berada”.53
Dengan mendikte kalimat tauhid dan mengajarkannya untuk
selalu mengucap kalimat tauhîd, tahmîd, tahlîl dan sebagainya sejak
dini, maka jiwa rohani anak akan selalu mengingat Allah Swt dan
Rasul-Nya di mana pun dan kapan pun mereka berada.
Pilar kedua, mencintai Allah dan merasa diawasi oleh-Nya, memohon
pertolongan kepada-Nya.
Menanamkan kecintaan kepada Allah Swt. dengan selalu
menjaga hak-hak Allah Swt. menumbuhkan fitrah keimanan sejak
dini, maka kecintaan kepada Allah pun akan menjadi yang
utama.54
Untuk itu menanamkan kecintaan kepada Allah Swt,
memohon pertolongan-Nya, merasa selalu diawasi oleh-Nya serta
beriman kepada qadha‟ dan qadar ini merupakan cara yang pernah
dilakukan oleh Rasulullah Saw dan bukan kreasi seorang pun, maka
seorang anak akan bisa menghadapi masa kanak-kanaknya sekarang
dan juga masa depannya sebagai orang tua.
Dalam menanamkan cinta kepada Allah Swt, orang tua harus
menanamkan rasa bahwa apapun yang kita lakukan diawasi oleh
Allah, untuk itu anak dilatih supaya selalu shalat berjamaah, mengaji
dan berdoa hanya kepada Allah.
Pilar ketiga, mencintai Nabi dan keluarga beliau.
Hal pertama yang dapat dilakukan untuk dapat menanamkan
kecintaan kepada Nabi Saw adalah menceritakan kisah-kisah beliau
53
Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-
kanak, (Jakarta: AMZAH, 2007), h. 13 54
Hani Fatma Yuniar, A Lifetime Islamic Parenting, (Klaten: Caesar
Media Pustaka, 2018), h. 42
37
atau yang kita kenal dengan sirah nabawiyah, menceritakan
kemuliaan akhlak Nabi dengan bahasa yang mudah dipahami anak-
anak agar tumbuh rasa kagum dan cinta untuk meneladani akhlak
Rasulullah Saw. dan tidak lupa untuk mengajarkan anak untuk
bershalawat kepada Rasulullah Saw. Firman Allah dalam Al-Qur`an
Surah Al-Ahzab ayat 21.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah Saw. itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang menghendaki (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari akhir dan yang banyak mengingat
Allah”. (Q.S. Al-Ahzab: 21)
Pendidikan Islam menuntut anak kecil maupun orang dewasa
agar meneladani Rasulullah Saw. karena beliau merupakan teladan
baik yang sempurna dan tidak akan tergantikan. Cara menanamkan
kecintaan terhadap Nabi Muhammad Saw kepada anak adalah
mencintai apa yang dicintai Nabi, selalu menghafal hadis-hadis Nabi,
dan mengajarkan sirah Nabi dan pengaruhnya kepada mereka.55
Oleh karena itu anak akan siap meneladani akhlak Rasulullah
Saw setelah belajar dan mengetahui sirah nabawiyah yang telah
diajarkan oleh orang tua atau gurunya.
Pilar keempat, mengajarkan Al-Qur`an kepada anak.
Di antara pendidikan yang diberikan pada anak, pendidikan
paling mulia yang dapat diberikan orang tua adalah pendidikan Al-
Qur`an, karena Al-Qur`an merupakan lambang agama Islam yang
55
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama
Nabi,…, h. 121
38
paling asasi dan hakiki. Dengan memberikan pendidikan Al-Qur`an
pada anak, orang tua akan mendapatkan keberkahan dari kemuliaan
Kitab Suci itu. Memberikan Pendidikan Al-Qur`an pada anak
termasuk bagian dari menjunjung tinggi supremasi nilai-nilai
spiritualisme Islam.56
Rasulullah Saw memiliki misi mengajarkan Kitab suci Al-
Qur`an, menyeru dan mendorong orang tua agar tidak lupa mendidik
anak-anaknya membaca Al-Qur`an bila mereka telah cukup umur.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Ibnu An-
Najjar dari Ali karramallahu wajhahu bahwasannya Rasulullah Saw
bersabda:
ب وا أوالدكم : قال صلى اهلل عليو وسلم وجهو أن النب م اهلل عن علي كر أدرواه ( .وقراءة القرآنل ب يتو ا كم وحب نبي : حب على ثالث خصال
57 (وابن النجار الطبان“Dari Ali karramallahu wajhahu Sesungguhnya Nabi Saw.
bersabda: Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara: mencintai
Nabimu, mencintai keluarga Nabi dan membaca Al-Qur`an.” (HR.
Thabrani dan Ibnu Najjar)
Mengajarkan Al-Qur`an pada anak merupakan kewajiban bagi
orang tua. Pendidikan Al-Qur`an sudah seharusnya diajarkan kepada
anak-anak sedini mungkin, karena pendidikan yang diberikan pada
masa kecil akan sangat berpengaruh dan lebih membekas dari pada
56
Ahmad Syarifuddin, Mendidik anak membaca, menulis dan mencintai Al-
Qur`an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 67 57
Muhammad bin Ahmad Abdul As-Salam Khadhr Al-Syaqîrî Al-
Huwaimidî, Sunan wa Al-Mubtadi‟at Al-Muta‟alliqah bi Al-Adzkâr wa As-
Shalawat, (Dar Al-Fikr, t.t), Juz 1, h. 282
39
pendidikan yang diberikan setelah dewasa. Namun, hal pertama yang
harus kita tumbuhkan adalah menanamkan cinta pada Al-Qur`an.58
Imam Al-Bukhori meriwayatkan dalam kitab At-Târikhul
Kabîr bahwa sesungguhnya Nabi Saw. bersabda:
علم القرأن من ت عن النب صلى اهلل عليو وسلم: أب ىري رة رضي اهلل عنوعن 59 البخاري( )رواهلطو اهلل بلحمو ودمو خ ن الس وىو فت
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw: Barang siapa yang
mempelajari Al-Qur`an di usia muda, maka Allah akan menyatukan
Al-Qur`an dengan darah dagingnya” (HR. Bukhari)
Menanamkan kecintaan pada Al-Qur`an dapat dilakukan
dengan cara menyampaikan keutamaan-keutamaan mempelajari Al-
Qur`an. Karena Allah Swt telah menyiapkan pahala yang besar bagi
orang yang membacanya.60
Rasulullah Saw bersabda:
عت عن أيوب بن موسى، قا د بن كعب القرظي ي قول: س عت مم ل: سق رأ عبد اهلل بن مسعود، ي قول: قال رسول اهلل صلى اللو عليو وسلم: من
أقول ا م حر،، ، واحلسنة بعشر أمثالا، ال حرفا من كتاب اهلل ف لو بو حسنة 61 )رواه الرتمذى( ولكن ألف حر، والم حر، وميم حر،
“Dari Ayyub bin Musa berkata: Saya mendengar Muhammad
bin Ka‟ab Al-Kuradziy berkata: saya mendengar Abdillah bin Mas‟ud
berkata, Rasulullah Saw. bersabda Barang siapa yang membaca satu
huruf dari Al-Qur`an, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan
58
Hani Fatma Yuniar, A Lifetime Islamic Parenting, (Klaten: Caesar
Media Pustaka, 2018), h. 49-50 59
Abu Abdillah Ismail bin Ibrahim Al-Ja‟fai Al-Bukhari, At-Târikh Al-
Kabîr,( Mesir: Al-Faruq Al-Hadistiyyah, t.t), Juz 1, h. 364, No Hadis 1799 60
Hani Fatma Yuniar, A Lifetime Islamic Parenting,…, h. 50 61
Muhammad bin Isa bin Sawrah bin Musa bin Ad-Dhahâk At-Tirmidzî,
Al-Jâmi‟ Al-Kabîr Sunan At-Tirmidzî, (Beirut: Dar Al-Gharb Al-Islamiy, 1998), Juz
5, h. 25, No. Hadis 2910
40
tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya
dan aku tidak mengatakan „Aliif-Laam-Miim‟ satu huruf akan tetapi
Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Orang tua juga dapat menyampaikan keutamaan terbesar dari
membaca Al-Qur`an, yakni sebagai pemberi syafa‟at pada hari kiamat.
عت رسول اهلل ص ي قول: لى اهلل عليو وسلمعن أب أمامة الباىلي قال سر عا ألصحابو اق 62 )رواه مسلم( ءوا القرأن فإنو يأت ي وم القيامة شفي
“Dari Abi Umamah Al-Bahiliy berkata: saya mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: Bacalah Al-Qur`an karena sesungguhnya
dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat kepada
orang yang membacanya.” (HR. Muslim) Dengan menanamkan kecintaan anak terhadap Al-Qur`an sejak
dini, maka kecintaan itu akan bersemi pada masa dewasanya kelak,
mengalahkan kecintaan anak terhadap hal yang lain, karena masa
kanak-kanak itu adalah masa pembentukan watak yang utama.63
Orang tua juga harus menjadi teladan bagi anaknya. Bagaimana
mungkin anak berakrab-akrab dengan Al-Qur`an, sedangkan orang
tuanya tidak mencontohkan demikian. Maka menciptakan waktu
khusus untuk mempelajari dan mentadabburi Al-Qur`an akan menjadi
jalan alternatif untuk keistiqamahan dalam membaca Al-Qur`an.64
Seyogyanya setiap orang tua mengajarkan Al-Qur`an kepada
putra putrinya sejak kecil. Tujuannya mengarahkan mereka
kepada keyakinan bahwa Allah Swt adalah Rabb mereka dan
bahwa ini merupakan firman-Nya, sehingga ruh Al-Qur`an
bisa berhembus dalam jiwa mereka, serta cahayanya bersinar
dalam pemikiran dan intelektualitas mereka. Dengan demikian
62
Muslim bin Al-Hajaj Al-Qusyairy An-Naisabury, Shahîh Muslim,
(Beirut: Dar Ihya‟ At-Turasts Al-„Araby, t.t), Juz 1, h. 553, No. Hadis 804 63
Ahmad Syarifuddin, Mendidik anak membaca, menulis dan mencintai
Al-Qur`an,…, h. 61-62 64
Hani Fatma Yuniar, A Lifetime Islamic Parenting,…, h. 51
41
mereka akan menerima aqidah Al-Qur`an sejak kecil
kemudian tumbuh dan berkembang di atas kecintaan kepada
Allah Swt dan Rasul-Nya dan mempunyai keterkaitan erat
dengannya. Selanjutnya mereka akan melaksanakan perintah-
perintah Al-Qur`an dan menjauhi larangan-larangannya,
berakhlakkan Al-Qur`an dan berjalan di atas manhaj Al-
Qur`an.65
Dalam kitab Tilawatul Qur‟an Al-Majid karya Syaikh
Abdullah Sirajuddin, Imam Suyuthi mengatakan bahwa “mengajarkan
Al-Qur‟an kepada anak-anak merupakan salah satu di antara pilar-
pilar Islam, sehingga mereka bisa tumbuh di atas fithrah. Begitu juga
cahaya hikmah akan terlebih dahulu masuk ke dalam hati mereka
sebelum dikuasai oleh hawa nafsu dan dinodai oleh kemaksiatan dan
kesesatan”.66
Sementara Ibnu Khaldun menegaskan hal ini bahwa
kedua orang tua mengajarkan Al-Qur`an adalah termasuk syi‟ar
agama. Setiap pemeluk Islam menjalankannya di seluruh negeri. Agar
dapat meresap dalam hati keimanan dan akidah yang murni
disebabkan ayat-ayat Al-Qur`an dan matan-matan hadis. Al-Qur`an
menjadi dasar pendidikan yang terbangun di atasnya segala
kemampuan yang datang.
Demikian juga yang dikatakan oleh Ibnu Sina dalam kitab As-
Siyasah pada bab seseorang menyiasati anaknya, apabila seorang
anak sudah siap menerima pendidikan, maka mulailah mengajarinya
Al-Qur`an, dituliskan untuknya huruf-huruf hija‟iyah dan diajari
masalah-masalah agama.
B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pembelajaran
65
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama
Nabi,…, h. 60 66
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama
Nabi,…, h. 147-148
42
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar adalah
usaha untuk memperoleh pengetahuan. Sedangkan pembelajaran
adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk
hidup belajar.67
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang
peranan yang vital. Mengajar adalah proses membimbing
kegiatan belajar, bahwa kegiatan mengajar hanya bermakna
apabila terjadi kegiatan belajar murid.
Menurut Oemar Hamalik, belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian
ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan
suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan
tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.68
Sedangkan
pembelajaran adalah kegiatan di mana guru melakukan peranan-
peranan tertentu agar siswa dapat belajar untuk mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan.69
Menurut Bambang Warsita, pembelajaran adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta
didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun
sedemikian rupa untuk membantu proses belajar peserta didik
yang bersifat internal.70
Dapat dikatakan bahwa pembelajaran
merupakan proses untuk membimbing kegiatan belajar peserta
didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
67
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-V,
2016 68
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2011), Cet-13, h. 27 69
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar,…, h. 201 70
Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 266
43
2. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam sebagai upaya mendidikkan
agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi
way of life (pandangan dan sikap hidup) peserta didik. Pendidikan
agama Islam juga merupakan upaya sadar untuk mentaati
ketentuan Allah Swt. sebagai pedoman dan dasar para peserta
didik agara berpengetahuan keagamaan dan handal dalam
menjalankan ketentuan-ketentuan Allah secara keseluruhan.71
Sesuai peraturan pemerintah No. 55 tahun 2007 bab I
pasal 1, bahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian,
dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran
agamanya serta pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan
yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama
dan atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran
agamanya.
Adapun pendidikan agama Islam menurut Zakiyah
Darajat adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta
didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara
menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan
hidup.72
Pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk
71
Aidil Saputra, “Aplikasi Metode Contextual Teaching Learning (CTL)
dalam Pembelajaran PAI”, dalam Jurnal AT-Ta`dib, Vol. 6 No. 1 April 2014, h. 17 72
Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Akasara,
2008), Cet.VII, h. 87
44
kepribadian sebagai khalifah Allah Swt. di bumi dan
mempersiapkan jalan menuju tujuan akhir yaitu hari kiamat
dengan beriman kepada Allah Swt. tunduk dan patuh kepada-
Nya.
Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan
agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh
pendidik kepada peserta didik guna berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai ajaran agama Islam dan menguasai materi agama Islam
sehingga menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan menjadi
insan kâmil. Adapun pendidikan agama Islam akan lebih
tertanam dan efektif jika didukung dengan pola asuh dari orang
tua, khususnya dalam hal shalat dan membaca Al-Qur`an.
3. Pengertian Shalat dan Al-Qur`an serta Keutamaannya.
Secara etimologi, shalat berarti doa. Inilah yang makna
asal dari kata shalat. sedangkan secara terminologi, shalat adalah
amaliah ibadah kepada Allah yang terdiri atas perbuatan dan
bacaan tertentu, diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri
dengan salam.73
Yang dimaksud dengan bacaan tertentu di sini adalah
takbîr, ayat-ayat Al-Qur`an, tasbîh, doa dan sebagainya.
Sementara itu perbuatan dalam shalat terdiri atas berdiri tegak,
ruku‟, sujud, duduk dan sebagainya.74
Shalat merupakan ibadah
yang wajib dilaksanakan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki
oleh syari‟at. Rasulullah Saw bersabda:
73
Abdullah Ath Thayyar, Ash-Shalatu; Ensiklopedia Shalat, (Jakarta:
Maghfirah Pustaka, 2007), h. 14 74
Abdullah Ath Thayyar, Ash-Shalatu; Ensiklopedia Shalat ,…, h. 15
45
عن مالك بن احلويرث رضي اهلل عنو قال : قال رسول اهلل صلى اهلل 75 )رواه البخارى( صلوا كما رأي تمون أصليعليو وسلم :
“Dari Malik Bin Al Huwairits ra. berkata:Rasulullah
Saw. bersabda: Dirikanlah shalat sebagaimana kalian melihatku
shalat”. (HR. Bukhâri)
Shalat adalah ibadah yang merealisasikan makna
penyerahan diri kepada Allah semata, memberikan pelajaran
tentang hakikat keimanan, mengantarkan orang beriman menuju
kehidupan yang mulia di dunia dan di akhirat.76
Oleh sebab itu,
setiap muslim harus mempelajari seluk-beluk seputar shalat,
sehingga dia akan mampu mendirikannya secara benar.
Sedangkan makna Al-Qur`an dilihat dari segi bahasa
merupakan bentuk masdar dari kata قراءة وقرأنا -يقرأ -قرأ yang
berarti membaca atau yang dibaca. “Qara‟a mempunyai arti
mengumpulkan dan menghimpun, qira‟ah berarti menghimpun
huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu
ucapan yang tersusun rapih.”77
Kemudian mendapat tambahan Al
sehingga menunjukkan sebuah nama (Isim).
Rasulullah Saw menerima wahyu pertama kali, yakni
turunlah Q.S Al-`Alaq ayat 1-5 yang menunjukkan perintah untuk
membaca.
75
Al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Marâm,
(Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah), No. Hadis 346 76
Abdullah Ath Thayyar, Ash-Shalatu; Ensiklopedia Shalat,…, h. 8 77
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, (Jakarta: PT Pustaka
Litera AntarNusa, 2015), Cet. ke-18, h. 15
46
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang maha pemurah, yang
mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S: Al-„Alaq:1-
5)
Kata Iqra` adalah bentuk `amr dari kata قرأ yang berarti
perintah untuk membaca atau “bacalah”. Kata ini sedemikian
pentingnya sehingga diulang dua kali dalam rangkaian wahyu
yang pertama.78
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia membaca adalah
melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan
melisankan atau hanya di dalam hati.79
Membaca juga merupakan
kegiatan fisik dan mental, melalui membaca informasi dan
pengetahuan yang berguna bagi kehidupan dapat diperoleh. Inilah
motivasi pokok yang dapat mendorong tumbuh dan kembang,
maka kebiasaan membaca pun akan berkembang.80
Dengan
membaca seseorang dapat merangsang otaknya untuk berpikir
78
M Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat,(Bandung: Mizan, 1992), h. 467 79
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-V,
2016 80
Anna Yulia, Cara Menumbuhkan Minat Baca Anak, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2005), h. 4
47
kreatif dan sistematis, memperluas dan memperkaya wawasan
serta membentuk kepribadian yang unggul dan kompetitif.81
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa membaca
adalah suatu kegiatan melihat dan memahami isi dari sebuah
tulisan untuk memperoleh pengetahuan sehingga melatih otaknya
untuk terus berpikir kritis serta memperluas wawasannya.
Adapun arti Al-Qur`an secara terminologi adalah kalam
Allah Swt. yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. yang lafazhnya dapat melemahkan (mukjizat),
kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta
membacanya merupakan ibadah.82
Dalam Tafsir Al-Munir, Al-
Qur`an didefinisikan sebagai firman Allah Swt. yang mukjizat,
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dalam bahasa
Arab, yang tertulis dalam mushaf, yang bacaannya terhitung
sebagai ibadah, yang diriwayatkan secara mutawatir, yang
dimulai dengan surah Al-Fâtihah dan diakhiri dengan surah An-
Nâs.83
Menurut Manna Khalil Al-Qattan, Al-Qur`an adalah kitab
Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan
membacanya memperoleh ibadah.84
Menurut Abu Syahbah,
dalam buku Rosihon Anwar yang berjudul „Ulum Al-Qur`an‟
“Al-Qur`an adalah kitab Allah Swt. yang diturunkan baik lafazh
maupun maknanya kepada Nabi Muhammad Saw. secara
mutawatir, dengan penuh kepastian dan keyakinan akan
81
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 200 82
Umar Sulaiman Al-Asyqar, Fiqih Islam: Sejarah Pembentukan dan
perkembangannya, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2001), h. 65 83
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 5 84
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, Cet. ke-18,…, h. 17
48
kesesuaiannya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
yang ditulis pada mushaf mulai dari surat Al-Fâtihah sampai surat
akhir An-Nâs”.85
Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa Al-Qur`an
merupakan Kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw dengan perantara malaikat jibril secara
mutawatir dan terbagi menjadi beberapa surat, yakni surat Al-
Fatihah sampai dengan surat An-Nas serta membacanya dinilai
sebagai ibadah.
Keutamaan belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya86
telah
dikemukakan dalam hadis Nabi dari Utsman RA dari Nabi Saw
bersabda:
ركم اللو عنو، عن النب صلى اهلل عليو وسلم قال:عن عثمان رضي خي 87 البخاري( )رواه من ت علم القرآن وعلمو
“Dari Utsman ra. dari Nabi Saw. bersabda: Sebaik-baik
kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya”
(HR. Bukhari)
Al-Qur`an memiliki pengaruh yang besar dalam jiwa
manusia secara umum, menggetarkannya, menariknya dan
membunyikannya. Semakin bersih jiwa manusia, maka semakin
besar pula pengaruh Qur`an padanya.88
Di antara pengaruh Al-Qur`an dalam jiwa anak ketika ia
menyelaminya, baik membaca maupun menghafal serta menelaah
85
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur`an, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h.33 86
Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam
Al-Kamil, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2017), h. 393 87
Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari Al-Ja‟fai, Shahih
Bukhari, (Lebanon: Dar Thuqa An-Najat,1422 H), Juz 6, h. 192, No Hadis 5027 88
Nurul Hikmah, Bait Qur`any,…, h. 5
49
yakni anak akan sanggup menyelesaikan berbagai permasalahan.
Perilakunya akan tertata rapi, reaksi keteguhannya akan menjadi
lebih tenang dan daya hafalnya menjadi lebih luas.
Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya pada awal periode
Islam disebut Sayyid Quthub sebagai “Generasi Qur‟ani”. Mereka
merupakan generasi terbaik Islam yang pernah hadir di tengah umat
manusia. Generasi inilah menurut Quthub yang ditunjuk oleh firman
Allah Swt:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan umat manusia,
menyuruh kepada kebaikan, mencegah dari yang mungkar dan
beriman kepada Allah Swt”. (QS. Ali Imran[3]: 110)
Generasi terbaik Islam seperti di atas, menurut Quthub, belum
pernah lahir kembali, sampai masa kita sekarang. Padahal lanjutnya,
Al-Qur`an masih di tangan kita, tetap utuh seperti dahulu. Begitu pula
dengan hadis yang terkodifikasi dengan baik. Dalam buku Ilyas Ismail
mengutip dari kitab Ma‟alim Fi Al-Thariq, “Sayyid Quthub memberi
penjelasan bahwa generasi Qur`ani dapat hadir atau dihadirkan
kembali apabila kaum muslimin memiliki tiga sikap mental dan
perilaku seperti yang dahulu dimiliki Nabi Saw dan kaum muslimin
pada awal periode Islam”.89
Pertama, umat Islam harus mencintai Al-Qur`an dan
menjadikannya sebagai satu-satunya sumber nilai dalam kehidupan.
Ini berarti Al-Qur`an harus tertanam dalam hati dan pikiran mereka,
89
Ilyas Ismail, Pilar-pilar Takwa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2009), h. 301
50
serta menjadi ruh dalam setiap napas kehidupan sehingga Al-Qur`an
tidak menjadi benda mati, tetapi benar-benar terwujud dalam realitas
kehidupan.
Kedua, umat Islam harus memiliki tingkat kepatuhan yang
tinggi terhadap perintah-perintah Allah Swt. dalam Al-Qur`an. Di sini
Al-Qur`an dipelajari tidak hanya untuk menambah pengetahuan,
tetapi untuk dilaksanakan dan harus melebur dalam jiwa raga kaum
muslim dan menyatu dalam kehidupan mereka.
Ketiga, umat Islam harus bersedia menanggalkan masa lalu
mereka sebelum Islam. Dengan Islam seseorang harus memulai hidup
baru, dengan ajaran dan tata nilai baru, dan dengan pergaulan dan
persaudaraan yang baru dengan melepaskan semua ajaran dan warisan
leluhur yang sesat dan bertentangan dengan ajaran Islam.90
Dengan demikian Generasi Qur`ani itu tidak akan pernah lahir
tanpa rasa cinta yang mendalam terhadap Al-Qur`an. Generasi
Qur`ani hanya dapat hadir di tengah masyarakat yang memang
bersedia untuk membumikan Al-Qur`an dan menjadikan Al-Qur‟an
sebagai imam serta akhlak mereka. Usaha membangun generasi
Qur`ani ini tentu saja harus dimulai dari diri dan keluarga kita sendiri,
sebelum melangkah pada lingkungan dan masyarakat yang lebih luas.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyah Al-
Aulad pertama harus disadari oleh kedua orang tua, bahwa kesalehan
generasi akhir umat itu ditentukan oleh komitmen mereka untuk
menyamai kesalehan generasi pertama Islam. Dan mengingat
kesalehan dan kejayaan generasi pertama umat itu diraih dengan
membaca, mengamalkan dan mempraktikkan Al-Qur`an, serta dengan
menjadikan Islam sebagai paradigma pemikiran, perilaku dan aksi,
90
Ilyas Ismail, Pilar-pilar Takwa,…, h. 300-302
51
maka generasi akhir umat pun tidak akan mencapai tingkat kesalehan
dan kemuliaan kecuali ketika anak-anak mereka dididik untuk
memahami dan menghafalkan Al-Qur`an, membaca dan
menafsirkannya, serta menjadikannya sebagai paradigma perilaku dan
hukum dalam rangka membangun generasi Qur`ani yang beriman,
saleh dan bertakwa.91
Berangkat dari hal itu, sudah seyogianya bagi orang
tua untuk bergiat mengajarkan Al-Qur`an pada anak-anak
mereka, baik laki-laki maupun perempuan sejak dini.
Tujuannya adalah agar mereka dapat melangkah pada
keyakinan bahwa Allah Swt adalah Tuhan mereka dan Al-
Qur`an ini adalah kalam-Nya. Sehingga ruh Al-Qur`an
mengalir di dalam hati mereka, cahayanya memancar di dalam
pikiran, pemahaman dan indra mereka.92
Menurut Muhammad
Nur Suwaid dalam kitab Manhaj At-Tarbiyah An-Nabawiyyah
Pengajaran Al-Qur`an sejak dini juga dimaksudkan agar anak-
anak dapat menerima doktrin-doktrin Al-Qur`an sejak kecil,
sehingga mereka pun tumbuh dewasa dengan kecintaan
kepada Al-Qur`an, komitmen memeganginya, konsistensi
melakukan perintah-perintahnya dan menjauhi semua
larangannya, berperilaku sesuai dengan etika-etikanya dan
berjalan di atas jalan yang dihamparkannya.93
Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengajar mereka di
rumah sendiri atau menyekolahkan mereka di taman pendidikan Al-
Qur`an jika orang tua tidak mempunyai kemampuan yang cukup
tentang Al-Qur`an.
Dalam mengajarkan Al-Qur`an, ada beberapa metode yang
dapat dipraktikkan, diantaranya:
1. Metode Iqra‟
2. Metode Qiraati
91 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah Al-Aulad, t,t, Juz II, h. 228
92 Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-
kanak,…, h. 13 93
Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-
kanak,…, h. 14
52
3. Metode Baghdadi
4. Metode Yanbu‟a
Satu hal yang baik kiranya jika orang tua memberikan satu
mushaf kepada masing-masing anak untuk diajak membaca setelah
atau sebelum shalat, di awali dengan orang tua kemudian setelah itu ia
bisa meminta anak-anaknya satu per satu untuk duduk di sampingnya
dan membaca bagian-bagian Al-Qur`an yang mudah. Baik juga jika
sekiranya orang tua memberikan mereka kesempatan yang sesuai
untuk menanyakan beberapa makna Al-Qur`an kemudian memberikan
penjelasan yang sederhana dan singkat. Hal itu perlu dilakukan agar
makna-makna Al-Qur`an dapat membuka mata hati dan pikiran
mereka. Di sisi lain, orang tua tidak boleh mengira bahwa anak-anak
tidak berhak mendapatkan penjelasan hanya karena usia mereka yang
masih kecil, oleh karena itu anak akan mendapatkan banyak hal dari
berbagai penjelasan tersebut.94
Kedua orang tua juga sebaiknya memotivasi anaknya dan
menjelaskan kepadanya bahwa kemampuan membaca Al-Qur`an akan
semakin meningkat jika ia sering membacanya, dan orang tua dapat
pula menerangkan pahala yang akan dia peroleh dari Allah Swt.
Orang tua wajib mendorong anak-anak untuk mencoba menghafalkan
surah-surah pendek yang mudah, menggerakkan mereka,
membangunkan semangatnya dan mengisi jiwa mereka dengan hal
tersebut sambil menyebutkan beberapa contoh teladan anak-anak
penghafal Al-Qur`an, terutama dalam konteks zaman sekarang dan di
lingkungan sekitarnya.
94
Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-
kanak,…, h. 16
53
Menurut Khalid Ahmad Syantut dalam kitab Daur Al-Bait
bahwa pengaruh menghafalkan surah-surah pendek oleh anak-anak
tidak keliatan seketika itu juga, namun ia akan menancapkan sifat-
sifat keimanan yang terpuji yang akan selalu menyertainya sepanjang
hidup.95
Menurut Muhammad Az-Zain dalam kitab Wajibat Al-Aba`
bahwa ketika hati anak-anak telah terikat dengan Al-Qur`an dan
membuka kedua matanya pada ayat-ayatnya maka dia tidak akan
melihat dasar yang diyakininya selain dasar-dasar Al-Qur`an. Ia pun
tidak mengenal sumber hukum yang diambil selain sumber Al-
Qur`an. Tidak mengenal penyejuk untuk ruhnya dan obat untuk
dirinya kecuali mengkhusyukkan diri dengan ayat-ayat Al-Qur`an.
Jika sudah demikian maka seorang ayah berarti telah sampai pada
tujuan yang diharapkan dalam membentuk anak secara spiritual dan
mempersiapkannya dengan modal keimanan dan moralitas.96
Orang tua juga perlu menjelaskan beberapa etika orang yang
mempelajari dan menghafal Al-Qur`an kepada anak-anak, yaitu
sebagai berikut:
1. Niat mempelajari Al-Qur`an adalah karena Allah Swt. dan
berwudhu sebelum menyentuh mushaf.
2. Khusyu`, merenungkan makna-makna ayat yang dibaca, dan
membayangkan dirinya bahwa dia sedang bermunajat kepada
Allah Swt. dan berbicara dengan-Nya.
3. Tartîl (membaca dengan jelas dan bagus) sambil memperindah
suara ketika membaca Al-Qur`an.
4. Ketika membaca ayat tasbîh sebaiknya ia ikut tasbîh
(subhânallah). Ketika membaca ayat yang berisi tentang doa dan
95
Khalil Ahmad Syantut, Daur Al-Bait, h. 89 96
Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-
kanak,…, h. 17
54
istighfar, maka ia sebaiknya ia ikut berdoa dan beristighfar.
Ketika membaca ayat anjuran dan harapan, sebaiknya ia meminta.
Ketika membaca ayat ancaman dan yang menakut-nakuti, ia
sebaiknya memohon perlindungan. Hal itu dapat dilakukan
dengan lisan maupun cukup di dalam hati.
5. Menangis ketika membaca Al-Qur`an. Jika tidak bisa maka
diusahakan untuk berusaha menangis, karena itu adalah sifat dan
karakter hamba-hamba yang saleh.97
Dengan memperhatikan etika-etika dalam mempelajari Al-
Qur`an diharapkan agar seseorang yang membaca Al-Qur`an
senantiasa mendapatkan pahala, keberkahan serta syafaatnya Al-
Qur`an.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pola asuh orang tua Islami merupakan pola interaksi antara
anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan fisik (seperti makan,
minum dan lain sebagainya) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa
aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma
agama Islam dan norma-norma yang berlaku pada masyarakat sekitar.
Setiap orang tua seyogianya mengajarkan shalat dan membaca Al-
Qur`an kepada putera-puterinya sejak dini, agar jiwa rohaninya
dibekali dengan nilai-nilai spiritualisme Islam dan berakhlakkan Al-
Qur`an.
Pola asuh yang dianjurkan dalam agama Islam telah banyak
dipaparkan dalam Al-Qur`an dan Hadis, yang berikutnya dapat
disimpulkan bahwa pola asuh orang tua dalam pendidikan anak
meliputi:
97
Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-
kanak,…, h. 18
55
1. Menanamkan keimanan (tauhid) sejak dini
2. Menanamkan kecintaan kepada Rasul Allah dan keluarganya
3. Mengajarkan norma-norma yang berlaku baik dalam agama Islam
maupun dalam peraturan dan perundangan
4. Mengajarkan Al-Qur`an sejak dini
5. Mendidik dengan keteladanan, kebiasaan, nasihat, perhatian atau
pengawasan serta hukuman yang mendidik.
Orang tua juga seyogianya memenuhi hak-hak anak yang
dapat mempengaruhi pendidikannya. Beberapa faktor yang menjadi
penunjang belajar pendidikan agama Islam, seperti motivasi,
keluarga, teman dan masyarakat, khususnya dalam hal salat dan
membaca Al-Qur`an.
56
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam penyusunan skripsi tentang pola asuh orang tua Islami
ini, penulis melakukan kegiatan penelitian secara langsung di SD
Putra Pertiwi yang berlokasi di Jalan Pondok Cabe Raya No. 57,
Pondok Cabe Ilir, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret sampai dengan bulan
April 2019.
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. “Metode penelitian pada dasarnya merupakan
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu.”1
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif. Menurut Zainal Arifin penelitian kualitatif adalah
suatu proses penelitian yang dilakukan secara wajar dan natural sesuai
dengan kondisi objektif di lapangan tanpa adanya manipulasi, serta
jenis data yang dikumpulkan terutama data kualitatif.2
Sementara menurut Sugiyono dalam bukunya Metode
Penelitian Pendidikan mendefinisikan metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpotivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) di mana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan
1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2016), h. 2 2Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014), h. 140
57
secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan
trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.3 Penelitian kualitatif dapat digunakan untuk menjawab
permasalahan yang memerlukan pemahaman secara mendalam dalam
konteks waktu dan situasi yang bersangkutan.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian studi
kasus dengan metode deskriptif analisis. “Penelitian deskriptif
merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan atau
menginterpretasi objek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.”4
Menurut Zainal Arifin, penelitian deskriptif adalah penelitian yang
digunakan untuk mendeskripsikan dan menjawab persoalan-persoalan
suatu fenomena atau peristiwa yang terjadi saat ini, baik tentang
fenomena dalam variabel tunggal maupun korelasi dan atau
perbandingan berbagai variabel.5
Menurut Suharsono, tujuan penelitian deskriptif adalah
memberikan informasi kepada peneliti sebuah riwayat atau gambaran
detail tentang aspek-aspek yang relevan dengan fenomena mengenai
perhatian dari perspektif seseorang, organisasi, orientasi industri atau
lainnya.6
Dari penjelasan pendekatan dan jenis penelitian tersebut,
menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan ini tergolong
penelitian deskriptif, maka yang ingin digali adalah tentang pola asuh
3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 15
4Sukardi, Metode Penelitian Kompetensi dan Praktek, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2003), h. 92 5 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan,…, h. 54
66 Puguh Suharsono, Metode Kuantitatif Untuk Bisnis: Pendekatan Filosofi
dan Praktis, (Jakarta: PT. Imdeks, 2009), h. 8
58
orang tua dalam pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak SD
Putra Pertiwi, khususnya dalam hal shalat dan membaca Al-Qur`an.
C. Sumber Data Penelitian
Data merupakan sumber yang paling penting untuk
menyingkap suatu permasalahan yang ada dan untuk menjawab
masalah penelitian. Dalam penelitian ini, data-data yang diperlukan
yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah “data yang bersumber dari informan yang
mengetahui secara jelas dan rinci mengenai masalah yang
diteliti. Sedangkan informan adalah orang yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi yang
dijadikan obyek penelitian.”7
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini
yaitu orang-orang yang dianggap berpengaruh terhadap pola
asuh orang tua Islami dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam. Sumber data dari penelitian ini adalah berpusat pada
wali murid yang memiliki anak berprestasi dalam hal
pendidikan agama Islam khususnya dalam shalat dan
membaca Al-Qur`an. Kemudian didukung dengan guru
pendidikan agama Islam yang berkompeten.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang berasal dari sumber kedua
atau dari instansi seperti dokumen. Dalam pengertian lain data
7 Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 3
59
sekunder memiliki pengertian “data yang tersusun dalam
bentuk dokumen-dokumen.”8
Adapun data sekunder yang didapatkan dari penelitian ini dari
arsip-arsip yang ada di SD Putra Pertiwi, profil sekolah serta hasil
penelitian sebelumnya jika sekolah tersebut pernah diteliti. Dengan
begitu penulis dapat memperkuat data yang diperoleh ketika dalam
proses penelitian, selain itu dapat dijadikan perbandingan data yang
telah diperoleh penulis.
Dengan demikian, sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu: data yang diperoleh dari
manusia secara langsung dengan bertatap muka dan melalui
wawancara serta data yang diperoleh dari dokumen-dokumen seperti
catatan, arsip, foto kegiatan dan lain sebagainya.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis meneliti aspek yang berkaitan
dengan pola asuh orang tua kepada anaknya, khususnya dalam hal
agama. Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data yang
digunakan penulis yaitu:
1. Observasi
Observasi disebut juga pengamatan. Observasi dalam
penelitian kualitatif merupakan pengamatan langsung terhadap objek,
situasi, konteks dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data
penelitian. Beberapa informasi yang dapat diperoleh dari hasil
observasi antara lain; ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek,
perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan. Penulis
melakukan pengumpulan data dengan memilih metode observasi
8
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo,
1998), h. 85
60
bertujuan untuk menyajikan gambaran realistis perilaku atau kejadian,
untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku
manusia, dan untuk evaluasi.9
Penulis melakukan observasi pada saat penulis melaksanakan
PPKT di sekolah tersebut, mengamati secara langsung lingkungan
sekolah dan segala sesuatu yang ada di sekolah sehingga memperoleh
data sekunder.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di
SD Putra Pertiwi Pondok Cabe, tentang Islamic Parenting (pola asuh
Islam) yang dilakukan para orang tua, penulis menemukan beberapa
orang tua yang bagus pola asuhnya dan beberapa yang kurang bagus
pola asuhnya, maka penulis memilih orang tua yang menerapkan pola
asuh Islami dan bagus pola asuhnya. Penulis juga mengamati hasil
belajar atau praktiknya siswa-siswi. SD Putra Pertiwi merupakan
salah satu sekolah umum yang berupaya meningkatkan kualitas
pendidikan agama, yakni dengan menerapkan aturan-aturan sesuai
agamanya di sekolah, tidak sedikit peserta didik yang beragama Islam
shalatnya rajin, bacaan Al-Qur`annya fasih. Namun, terbatasnya
waktu untuk mengajarkan pendidikan agama Islam yang baik dan
benar di sekolah membuat para guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
ingin menambah program dengan tahsin Al-Qur`an. Senyatanya
program tersebut belum terealisasi, yang terlaksana hanya privat bagi
peserta didik yang ingin memperdalam PAI khususnya Al-Qur`an,
dikarenakan padatnya jadwal sekolah.
9 Erwin Widiasworo, Mahir Penelitian Pendidikan Modern, (Yogyakarta:
Araska, 2018), h. 147-148
61
2. Wawancara
Dalam konteks penelitian, wawancara dapat diartikan
sebagai kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam
tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian.
Wawancara merupakan teknik yang dilakukan dengan jalan
mengadakan komunikasi dengan sumber data melalui dialog
secara lisan. “Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan
data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam.”10
Adapun yang perlu dipersiapkan dalam wawancara adalah
pertanyaan yang sesuai dengan data yang ingin diperoleh, hal ini
dilakukan supaya tidak terjadi penyimpangan terhadap data yang
ingin diperoleh. Penulis juga harus memahami informan yang
akan diwawancari supaya penggunaan bahasa yang digunakan
sesuai dan dapat dipahami oleh informan.
Menurut Sugiyono wawancara yang sering digunakan
dalam penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu: wawancara
terstruktur, wawancara tak terstruktur dan wawancara semi
struktur. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan wawancara
tak terstruktur atau wawancara mendalam untuk memperoleh data
yang diperlukan, yaitu dengan mengadakan pertemuan dengan
beberapa informan yang akan digali datanya tentang pola asuh
orang tua dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD
Putra Pertiwi. Khususnya yang berkaitan dengan shalat dan
membaca Al-Qur`an.
10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 317
62
Wawancara dilakukan terhadap orang tua siswa terkait
Islamic Parenting dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.
Begitu juga wawancara dilakukan kepada guru pendidikan
Agama Islam. Data dari guru PAI ini digunakan sebagai
pembanding untuk menemukan kesesuaian.
Dari kajian teori yang telah dipaparkan di bab II tersebut
maka diambil kesimpulan kisi-kisi indikator, Adapun draft
wawancara sesuai dengan tabel berikut:
Tabel 3.1
Kisi-kisi Indikator Islamic Parenting dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
No. Kisi-kisi Indikator
1.
Cara menanamkan
keimanan (tauhid)
sejak dini
Pola asuh yang diterapkan kepada
anak agar kelak menjadi anak yang
saleh/salihah
Mengenalkan atau mengajarkan
akidah kepada anak sejak kecil
2.
Cara menanamkan
cinta kepada Rasul
dan keluarganya
Membiasakan supaya anak selalu
bershalawat kepada Nabi dan
keluarganya
Mencontoh Rasulullah untuk jadikan
teladan atau uswah hasanah
3.
Cara mengajarkan
nilai-nilai yang
berlaku baik dalam
agama Islam
Melatih anak supaya selalu
berperilaku baik kapan pun dan di
mana pun mereka berada
Mengawasi semua aktivitas anak dari
bangun tidur hingga tidur lagi
Pola asuh orang tua dapat
63
mempengaruhi perilaku anak
4. Cara mengajarkan Al-
Qur`an sejak dini
Mulai mengajarkan shalat dan
membaca Al-Qur`an kepada anak
sejak kecil
Menggunakan metode khusus dalam
membimbing anak belajar membaca
Al-Qur`an
5.
Mendidik dengan
keteladanan,
kebiasaan, nasihat,
perhatian atau
pengawasan serta
hukuman
Menggunakan pola asuh Islam dalam
mendidik anak, khususnya dalam hal
shalat dan membaca Al-Qur`an
Melatih anak supaya mau
mendengarkan nasihat dari orang tua
Membiasakan anak supaya disiplin
dan punya rasa tanggung jawab,
kemandirian serta mengikuti aturan
orang tua
Memenuhi hak-hak anak dalam
pendidikan Islam
1. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Berbagai dokumen yang dapat dijadikan sebagai sumber data antara
lain surat-surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cinderamata,
jurnal kegiatan dan sebagainya.
Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih
dapat dipercaya kalau didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di
masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat atau
64
autobiografi. Begitu juga apabila hasil penelitian didukung oleh foto-
foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada.11
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi yaitu
pengambilan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang
dimiliki sekolah tersebut. Teknik dokumentasi ini merupakan teknik
pendukung dari data yang diperoleh dengan wawancara.
E. Teknik Analisis Data
Pada penelitian kualitatif, data yang telah diperoleh dari
beberapa sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data
yang bermacam-macam (triangulasi). Adapun menurut Nasution yang
dikutip oleh Sugiyono adalah, “analisis telah mulai sejak merumuskan
dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.”12
Analisis data pada penelitian ini terdiri dari analisis sebelum
terjun di lapangan dan analisis selama di lapangan13
, yaitu:
1. Analisis data yang dilakukan sebelum di lapangan, dilakukan
pada studi pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan
untuk menentukan fokus penelitian.
2. Analisis data selama di lapangan sebaiknya terus dilakukan
hingga semua data terkumpul dengan teknik analisis model
interaktif. Adapun analisis data dilakukan secara bersama-sama
dengan proses pengumpulan data dengan alur tahapan menurut
Miles dan Faisal sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Data yang telah diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau
data yang terperinci. Reduksi data merupakan proses
11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 329 12
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 333 13
Erwin Widiasworo, Mahir Penelitian Pendidikan Moder,…, h. 156
65
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang
data-data yang tidak diperlukan.
b. Penyajian Data
Setelah proses reduksi data selesai, langkah berikutnya adalah
melakukan penyajian data. Penyajian data pada penelitian ini
adalah dalam bentuk uraian singkat, hubungan antar kategori
dan teks naratif.
c. Penyimpulan dan Verifikasi
Setelah proses reduksi data dan penyajian data telah
dilakukan secara sistematis, selanjutnya peneliti melakukan
penarikan kesimpulan sementara. Ketika ditemukan bukti-
bukti baru yang lebih valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, dengan
demikian kesimpulan yang diambil merupakan kesimpulan
yang kredibel.14
F. Uji Keabsahan Data
Penerapan keabsahan data (trustworthiness) data diperlukan
teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas
sejumlah kriteria tertentu. Ada kriteria yang digunakan, yaitu derajat
kepercayaan (credibility).15
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil
penelitian kualitatif dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Perpanjang Pengamatan
Perpanjang pengamatan berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan
14
Erwin Widiasworo, Mahir Penelitian Pendidikan Modern,…, h. 157-159 15
Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif,…, h. 270
66
sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.16
Perpanjang pengamatan dilakukan untuk menggali informasi
yang lebih mendalam agar data diperoleh sesuai dengan yang
peneliti inginkan. Dengan melakukan perpanjangan pengamatan,
maka responden akan merasa lebih akrab dan terbuka sehingga
akan memberikan informasi yang mendalam.
2. Peningkatan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan berkesinambungan terhadap faktor-faktor
yang menonjol kemudian ia menelaah. Dengan cara tersebut
maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam
secara pasti dan sistematis.17
Melalui teknik ini pasti juga mengadakan pengamatan
dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-
faktor yang menonjol, kemudian menelaahnya secara rinci
sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal
tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah
dipahami dengan biasa.
3. Triangulasi
Triangulasi merupakan usaha mengecek kebenaran data
atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut
pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak
mungkin bias (simpangan) yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis data.18
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dari
sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama untuk
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 270 17
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D,…, h. 272 18
Erwin Widiasworo, Mahir Penelitian Pendidikan Modern,…, h. 155
67
mendapatkan data. Tujuan dari triangulasi ini adalah untuk
meningkatkan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah
ditemukan dan data yang akan diperoleh akan lebih konsisten,
tuntas dan pasti.
68
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum tentang SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
1. Sejarah Berdirinya SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
Berawal dari adanya rasa tanggung jawab moral dan
kesadaran betapa pentingnya pendidikan bagi generasi saat ini,
maka dari itu Yayasan Pendidikan Putra Pertiwi tergerak untuk
membantu menyukseskan dan menuntaskan program wajib belajar
yang telah digariskan oleh pemerintah demi tercapainya tujuan
pendidikan Nasional.
Oleh karena itu pada tahun 1998 dirintislah berdirinya
Kelompok Bermain Taman Kanak-Kanak Putra Pertiwi. Kemudian
2002 disusul dengan dibukanya Sekolah Dasar Putra Pertiwi.
Selanjutnya pada tahun 2007 dibangun pula Sekolah Menengah
Pertama Putra Pertiwi yang mulai melaksanakan program
pendidikannya pada tahun pelajaran 2007/2008.
Yayasan Pendidikan Putra Pertiwi didirikan dengan akte
notaris Kgs Zainal Arifin, S.H di Jakarta No. 22 pada tanggal 24
Juli tahun 1997 dan akte notaris Kgs Zainal Arifin S.H No. 5 pada
tanggal 26 November 2001 mengenai risalah rapat badan pendiri
Yayasan Pendidikan Putra Pertiwi.
Dengan tekad yang kuat untuk memberikan kontribusi pada
dunia pendidikan di Indonesia, maka yayasan pendidikan
membuka sekolah dengan visi “Membangun intelektualitas dan
kreativitas siswa agar berwawasan luas, menguasai teknologi dan
mempunyai kesadaran sosial serta memiliki landasan iman dan
takwa kepada Tuhan YME”.
69
Dengan menyelenggarakan pendidikan yang
berkesinambungan dengan menyediakan fasilitas yg baik untuk
menunjang proses pembelajaran. Pada saat itu TK Putra Pertiwi
merupakan satu-satunya Taman Kanak-Kanak di daerah pondok
cabe dengan fasilitas yang menggunakan sistem yang modern,
dimana anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan
intelektualitas, kreativitas dan mandiri.
Melihat kebutuhan untuk memenuhi tuntutan masyarakat
sekitar terhadap ketersediaan institusi pendidikan menengah
kejuruan khususnya untuk meluluskan tenaga yang siap secara
softskill tingkat pemula dan tenaga kerja muda siap kerja maka
tahun 2016 Yayasan pendidikan Putra mendirikan Sekolah
Menengah Kejuruan yang terdiri dari lima jurusan yakni, Akutansi,
Administrasi Perkantoran, Tata Boga, Perhotelan dan Multimedia.
Mengemban misi pendidikan merupakan kebanggaan dan
kehormatan kami jika kami bisa memberi kontribusi pada Negara
Indonesia yang tercinta ini dalam membantu mendidik dan
membawa generasi penerus bangsa menuju cita-cita perjuangan
yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyiapkan generasi
penerus menjadi unjung tombak menuju Indonesia maju dan
sejahtera.
2. Visi, Misi, dan Tujuan SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
a. Visi SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
Berdasarkan keputusan bersama dengan pihak-pihak terkait
(stakeholders) dalam musyawarah maka visi SD Putra Pertiwi
mengacu kepada tuntutan pembangunan Daerah Kota Tangerang
Selatan yaitu “Optimalisasi Layanan Pendidikan, Dalam Rangka
70
Terwujudnya Kota Tangerang Selatan Sebagai Kota yang Cerdas,
Modern, dan Religius.
Adapun Visi Sekolah Putra Pertiwi adalah: “Siswa
berkualitas dalam IMTAQ dan IPTEK di lingkungan yang ASRI
(Aman, Sehat, Rapi, dan Indah)”.
b. Misi SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
1) Membekali siswa dalam bidang pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sesuai dengan kompetensi dasar yang telah
ditetapkan.
2) Membekali siswa dalam IMTAQ dengan kegiatan keagamaan
sesuai dengan yang dianut siswa.
3) Meningkatkan toleransi umat beragama dengan menyediakan
sarana yaitu organisasi keagamaan sesuai agama yang dianut
oleh peserta didik.
4) Mengembangkan minat siswa terhadap IPTEK dengan
membentuk Computer, Science, English Club.
5) Mengembangkan bakat dan minat siswa melalui Bina Prestasi
dan kegiatan Ekstrakurikuler.
6) Menanamkan sikap disiplin, percaya diri, peduli lingkungan
dan alam sekitar.
7) Meningkatkan K7 (Kebersihan, Kerapian, Keindahan,
Keamanan, Kekeluargaan, Kerindangan dan Kesehatan) oleh
seluruh warga sekolah.
8) Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk
menciptakan lingkungan yang hijau dan aman, contoh:
Tabulampot, Pembuatan Taman.
Dalam rangka mewujudkan misi tersebut, sekolah berusaha
menerapkan peraturan yang ketat sesuai dengan kedudukan masing-
71
masing dan menjalin komunikasi yang baik untuk menjamin
hubungan kerja yang harmonis.
c. Tujuan SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
Tujuan Umum Sekolah Dasar Putra Pertiwi adalah:
1) Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
2) Mempersiapkan siswa agar dapat menjadi siswa yang mandiri,
kreatif, berintelektual tinggi, berwawasan luas, mampu
menguasai teknologi informasi, menguasai bahasa Inggris
dengan aktif berdasarkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa sehingga dapat menjadi generasi penerus bangsa
yang berbudi luhur.
Tujuan Khusus Sekolah Dasar Putra Pertiwi adalah:
1) Meningkatkan kualitas kinerja guru dengan memberikan
pelatihan minimal empat kali dalam satu bulan.
2) Meningkatkan prestasi akademik siswa, prestasi guru, dan
prestasi karyawan sekolah.
3) Membekali siswa dengan dengan dasar-dasar pengetahuan,
kemampuan, keterampilan, dan budi pekerti untuk melanjutkan
pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
4) Melengkapi sarana prasarana sekolah.
5) Meningkatkan akses layanan pendidikan.
6) Meningkatkan kualitas pembelajaran.
7) Menyediakan fasilitas pelayanan yang memadai.
8) Menumbuhkembangkan toleransi antar umat beragama.
9) Melaksanakan pembagian tugas secara proporsional dan
profesional.
72
10) Melaksanakan kurikulum 2013 (Kurtilas).
3. Identitas Sekolah
a. Nama Sekolah : SD Putra Pertiwi
b. NPSN : 20604674
c. NSS : 102020417057
d. Alamat Sekolah : Jl. Pondok Cabe Raya No. 57, kecamatan
Pamulang, kota Tangerang Selatan 15418
e. Telepon : 021-7422307
f. Status Sekolah : Swasta
g. Tahun Pendirian : 2002
h. Luas Tanah : 940 m²
i. Luas Bangunan : +1600 m²
j. Status Tanah : Bersertifikat
k. Status Bangunan : Milik Sendiri
l. Nomor Sertifikat Tanah : 494 dan No. 1221
m. Status Terakreditasi : A
n. Kurikulum : 2013
4. Pendidik dan Tenaga Kependidikan SD Putra Pertiwi Pondok
Cabe
Tabel 4.1
Struktur Organisasi SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
73
Tabel 4.2
Daftar Guru SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
No. Nama Jabatan
1 Tiwuk Kusparyanti, S.Pd. Kepala Sekolah
2 Novalinda, S.Pd. I Beautiful
3 Novi Amelia, S.Pd. I (Pendamping)
4 Nina Marlina, S.Pd. I Prosperous
5 Linda, S.Pd. I (Pendamping)
6 Windi Hastuti, S. Pd. II Airy
7 Ridha Nurcahyani amalia, S.Pd. II (Pendamping)
8 Evelin M.Manurung, S.Pd. II Comfort
9 Diah Luchfiani, A.Md. II (Pendamping)
10 Fitri Agustianingsih, S.Pd. III Neat
11 Bahrudin , S. Pd. M.Pd. III Green
12 Etty Misawati, SH. IV Leafy
13 Yuni Kurniawati, S.Pd. IV Clean
14 Yusuf, SS. V Fresh
15 Taufik Ma‟ruf, S.Pd. VI Cool
16 Ranny Indriyani, S.Pd. VI Shady
17 Citra Sari, S. Ag. Guru Agama Islam
18 Drs. A.A Gede Raka Mas Guru Agama Hindu
19 Sukirno,S.Ag. Guru Agama Budha
20 Jelita Woba, S.Th. Guru Agama Kristen
21 Suparto Simanjuntak, S.Pd.K. Guru Penjas dan Agama
Kristen
22 Nurhayati, S.Pd. Guru Bahasa Inggris
23 Andika Dhanesywara, SE. Guru IPA (kls 4-6)
24 Rokim, SSI. Guru Komputer (1-6)
25 Irfan Wirardhy, S.Pd. Guru Sport
26 Tri Handari, S.Pd. Guru Tari
27 Bambang, S.Pd. Guru Lukis
Tabel 4.3
Daftar Tenaga Kependidikan SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
No. Nama Jabatan
1 Eni Suharyanti Kepala Tata Usaha
2 Uyis Fitriani Tata Usaha
74
3 Yeni Karmila Tata Usaha
4 Tristiana Pustakawan
5 Tivia Pustakawan
6 Herman Karyawan 1
7 Sifa Karyawan 2
8 Anto Karyawan 3
9 Suwono Karyawan 4
10 Wardoyo Satpam 1
11 Sanusi Satpam 2
12 Amin Satpam 3
13 Heri Satpam 4
14 Rudi Supir 1
15 Suheri Supir 2
5. Data Peserta Didik di SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
Peserta didik di SD Putra Pertiwi Pondok Cabe Tahun Ajaran
2018/2019 berjumlah 315 orang terdiri dari kelas I sampai VI. Adapun
rinciannya sebagai berikut:
Tabel 4.4
Daftar Jumlah Peserta Didik SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
No. Kelas
Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
1 I 21 24 45
2 II 24 26 50
3 III 37 33 70
4 IV 20 25 45
5 V 39 23 62
6 VI 23 20 43
Jumlah 164 151 315
6. Sarana Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di SD Putra Pertiwi disusun dalam
tabel di bawah ini:
75
Tabel 4.5
Daftar Sarana Prasarana SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
No. Nama Alat Jumlah
1 AC 27
2 Area Parkir 1
3 Dapur 1
4 Dispenser 8
5 Gudang 2
6 Headset 24
7 Komputer 28
8 Kursi Library 17
9 Kursi Manajemen 1
10 Kursi Murid 229
11 Kursi Tata Usaha 10
12 Lapangan Multi Fungsi 1
13 Lemari 25
14 Lemari Library 4
15 Lemari Manajemen 1
16 Lemari Tata Usaha 5
17 Loker Murid 16
18 Mading 2
19 Meja Dan Kursi Guru 31
20 Meja Dan Kursi Lab Bahasa 24 set
21 Meja Library 6
22 Meja Manajemen 1
23 Meja Murid 70
24 Meja Pingpong 1
25 Meja Tata Usaha 1
26 Meja Tata Usaha 6
27 Mobil Antar Jemput 2
28 Musholla 1
29 Pos Satpam 1
30 Rak Display Buku Library 8
31 Rak Sepatu 16
32 Ring Basket 2
33 Ruang Agama 1
34 Ruang Aula 1
35 Ruang Direktur 1
36 Ruang Guru 3
37 Ruang IT 1
76
38 Ruang Kantin 2
39 Ruang Kelas 10
40 Ruang Kepala Sekolah 1
41 Ruang Lab Bahasa 1
42 Ruang Lab Komputer 1
43 Ruang Library 1
44 Ruang Manajemen 1
45 Ruang Penjaga Sekolah 2
46 Ruang Tata Usaha 1
47 Ruang UKS 1
48 Sofa 5 set
49 Televisi 2
50 Toilet 10
7. Kurikulum Pendidikan di SD Putra Pertiwi Pondok Cabe
Seluruh kelas SD Putra Pertiwi Pondok Cabe sudah
menggunakan kurikulum 2013 dari kelas 1 sampai 6. Memuat program-
program pendidikan dan pembelajaran yang dikelompokkan pada
bidang-bidang berikut :
a. Pelajaran agama meliputi:
1) Pendidikan Agama Islam
2) Pendidikan Agama Kristen
3) Pendidikan Agama Hindu
4) Pendidikan Agama Budha
b. Pelajaran umum meliputi:
1) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2) Bahasa Indonesia
3) Matematika
4) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes)
5) Pendidikan Kewarganegaraan
6) Seni Budaya
c. Materi lokal, meliputi:
1) Baca Tulis Al-Qur‟an (BTQ)
77
2) Komputer
3) Bahasa Inggris.
d. Pembiasaan, meliputi:
1) Shalat Dhuha Berjamaah
2) Shalat Dzuhur Berjamaah
e. Kegiatan Ekstrakulikuler, meliputi:
Ekstrakulikuler wajib SD Putra Pertiwi adalah:
1) Menari
2) Gambar
3) Pianika
Ekstrakulikuler tidak wajib di SD Putra Pertiwi adalah:
1) Silat
2) Bola
3) Musik
4) Science Club
5) English Club
Wajib diikuti oleh seluruh kelas 1-6. Jadwal ekskul wajib untuk anak
kelas 1-3 dilaksanakan di hari Kamis pukul 13.00 WIB, dan untuk
anak kelas 4-6 dilaksanakan pada hari Jumat pukul 13.00 WIB.
B. Deskripsi Analisis Data
Pola asuh orang tua Islami merupakan pola interaksi antara
anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan fisik seperti makan,
minum dan lain sebagainya, kebutuhan psikologis seperti rasa aman,
kasih sayang dan lain sebagainya, serta sosialisasi norma-norma
agama Islam dan norma-norma yang berlaku pada masyarakat sekitar.
Berdasarkan kisi-kisi indikator wawancara penulis, yaitu:
No. Kisi-kisi Indikator
1. Menanamkan Pola asuh yang diterapkan kepada
78
keimanan (tauhid)
sejak dini
anak agar kelak menjadi anak yang
saleh/salihah
Mengenalkan atau mengajarkan
akidah kepada anak sejak kecil
2.
Menanamkan cinta
kepada Rasul dan
keluarganya
Membiasakan supaya anak selalu
bershalawat kepada Nabi dan
keluarganya
Mencontoh Rasulullah untuk jadikan
teladan atau uswah hasanah
3.
Mengajarkan nilai-
nilai yang berlaku
baik dalam agama
Islam
Melatih anak supaya selalu
berperilaku baik kapan pun dan di
mana pun mereka berada
Mengawasi semua aktivitas anak dari
bangun tidur hingga tidur lagi
Pola asuh orang tua dapat
mempengaruhi perilaku anak
4. Mengajarkan Al-
Qur`an sejak dini
Mulai mengajarkan shalat dan
membaca Al-Qur`an kepada anak
sejak kecil
Menggunakan metode khusus dalam
membimbing anak belajar membaca
Al-Qur`an
5.
Mendidik dengan
keteladanan,
kebiasaan, nasihat,
perhatian atau
pengawasan serta
hukuman
Menggunakan pola asuh Islam dalam
mendidik anak, khususnya dalam hal
shalat dan membaca Al-Qur`an
Melatih anak supaya mau
mendengarkan nasihat dari orang tua
Membiasakan anak supaya disiplin
79
dan punya rasa tanggung jawab,
kemandirian serta mengikuti aturan
orang tua
Memenuhi hak-hak anak dalam
pendidikan Islam
Dari draft wawancara tersebut, adapun hasil penelitian di lapangan
adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan kisi-kisi yang pertama, menanamkan keimanan
(tauhid) sejak dini, yaitu:
Penulis melakukan wawancara dengan bapak Rokhim,
wali murid dari Alma, siswi kelas III SD Putra Pertiwi Pondok
Cabe mengatakan bahwa “dengan cara mengenalkan Allah dan
Rasul-Nya sejak kecil, mengajarkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Al-Qur`an, kami juga mempunyai waktu khusus untuk
belajar agama sehingga bisa istiqamah dan tertanam dalam diri
anak-anak”. Orang tua yang mempunyai strategi unik seperti
beliau akan dengan mudah menarik anak-anaknya untuk
semangat belajar.
Penulis juga melakukan wawancara dengan bapak Yusuf,
wali murid dari Alfath siswa kelas VI mengatakan bahwa “kita
sebagai orang tua punya tanggung jawab besar atas keimanan
anak kita, jadi itu yang membuat kita membekali mereka dengan
ilmu-ilmu agama dengan harapan nanti ketika ia dewasa dapat
memfilter tantangan-tantangan yang akan terjadi di masyarakat
dan perlu kita antisipasi seperti itu, seperti shalatnya, Qur`annya
dan lainnya”. Memotivasi adalah suatu kegiatan yang sudah
menjadi kewajiban bagi orang tua kepada anaknya, motivasi yang
80
bagus sudah terbukti dapat membentuk pribadi yang baik
akhlaknya.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan ibu
Munipah, wali murid dari Ghifary siswa kelas II mengatakan
bahwa “cara menanamkan keimanan sejak anak masih kecil,
saya membiasakan anak-anak untuk selalu berdzikir, kita tuntun
untuk selalu mengingat Allah, ketika sudah masuk sekolah ini
biasanya setelah salat jamaah di mushalla tidak langsung pergi,
tetapi berdzikir dulu”. Mengajarkan keimanan kepada anak
sesuai dengan teori Ibnu Al-Qayyim untuk selalu mengingat
Allah Swt. di mana pun dan kapan pun.
Terakhir peneliti melakukan wawancara dengan bapak
Bahruddin, wali murid dari Adi siswa kelas V mengatakan bahwa
“menanamkan keimanan pada anak dari mulai dia kecil dengan
cara pendekatan untuk tidak bosan selalu mengingatkan,
menasehati, memotivasi supaya anak dapat mempunyai rasa
tanggung jawab atas kewajibannya sebagai muslim baik shalat,
puasa, ngaji dan lain sebaginya sehingga menjadi pribadi yang
lebih baik.”
Dari informasi yang dipaparkan tersebut, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua
kepada anak agar kelak menjadi anak-anak yang saleh/salihah
yaitu dengan cara pendekatan untuk selalu mengingatkan,
menasehati, memotivasi. Terutama dalam hal keimanan, ketika
anak baru dilahirkan yang kita kenalkan pertama kali adalah siapa
Tuhannya dan siapa Nabi-Nya. Dengan demikian anak akan
merekam apa yang didengarnya pertama kali ketika ia lahir di
dunia dan keimanannya tertanam sejak lahir, ia mengenal Allah
81
Swt. dan terus belajar mencintai Allah Swt. supaya terbiasa
beribadah hanya karena Allah Swt. semata.
Sesuai dengan teori Al-Ghazali bahwa dalam hal ini
mengungkapkan orang tua memiliki tanggung jawab terdepan
dalam pendidikan anak. Anak dipandang sebagai suatu tabula
rasa (kertas putih), di mana orang tua bertanggung jawab
mengembangkannya, orang tua menjadi peran utama dalam
pendidikan agama Islam bagi anak, maka dalam hal menanamkan
keimanan sejak dini orang tualah yang membimbing dan
membiasakan melakukan hal-hal positif. Diajarkan untuk
memahami sifat-sifat Allah Swt. selalu bersyukur dengan apa
yang kita miliki dan mengaitkan semua kebaikan dengan Allah
Swt. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kebiasaan yang
dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk dari keluarga yakni
sejak dari anak bangun tidur hingga akan tidur kembali yang
mereka contoh adalah pendidikan yang diterapkan oleh
keluarganya.
Mengenalkan dan mengajarkan akidah kepada anak sejak
kecil sangat besar pengaruhnya dalam diri anak. Anak yang tidak
dikenalkan dan diajarkan akidah sejak kecil cenderung lebih
agresif. Di zaman sekarang, anak kalau dikerasin bukan menjadi
penurut melainkan membantah perintah orang tua. Oleh sebab itu,
untuk mengajarkan akidah yang kuat perlu pendekatan dari hati
ke hati mengenalkan secara bertahap apa yang dibutuhkan untuk
pondasi jiwa rohani anak, dengan disertai do’a insya Allah iman
dan akhlak akan menjadi baik.
2. Bedasarkan kisi-kisi wawancara kedua, menanamkan cinta
kepada Rasul dan keluarganya, yaitu:
82
Bapak Rokhim mengatakan bahwa “kami biasa memberi
contoh aktivitas sehari-hari kemudian dikaitkan dengan sunnah-
sunnah Nabi, melantunkan shalawat biasanya malam jum’at dari
situ insya Allah anak akan tumbuh menjadi anak yang selalu
merindukan baginda Rasul.”
Bapak Yusuf mengatakan bahwa “dengan cara kita
memberi contoh dulu ke anak-anak seperti shalawatan bareng
nanti lama-lama anak akan ngikutin dan hafal banyak shalawat,
dari situlah anak akan mulai banyak bertanya siapa Nabi
Muhammad dan lain sebagainya, dan dari situlah kita kasih
pengertian”.
Ibu Munipah mengatakan bahwa “saya ceritain kisah-
kisah Nabi Muhammad dan Nabi-nabi lainnya”
Bapak Bahruddin mengatakan bahwa “anak akan tumbuh
dengan mempunyai rasa cinta kepada Allah Rasul-Nya itu dari
apa yang dilakukan orang tuanya juga, jadi bagaimana orang
tua meneladaninya, apa sudah sesuai dengan ajaran Allah dan
Rasulullah dan menceritakan bahwa betapa mulianya beliau ”.
Maka dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa menanamkan cinta kepada Rasul dan keluarganya dapat
dilakukan dengan cara menceritakan sirah nabawiyah,
mengenalkan 25 Nabi beserta sifat-sifat mulianya secara bertahap
kepada anak serta membiasakan supaya anak selalu bershalawat
kepada Nabi dan keluarganya dengan harapan selalu mendapat
ridho Allah Swt. dan mendapat syafa’at Rasulullah Saw.
Menceritakan betapa mulianya Rasulullah Saw. yang sudah
dijamin surga oleh Allah tetapi setiap harinya selalu beristigfar
kepada Allah Swt. betapa cintanya Rasul kepada umatnya
83
Cara lainnya untuk menanamkan cinta kepada Rasul dan
keluarganya yakni dengan mencontoh Rasulullah Saw. untuk
dijadikan sebagai suri teladan atau uswatun hasanah dalam
kehidupan sehari-hari kita. Mengajarkan makan, minum, tidur,
mandi dan lain sebagainya seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah Saw. begitu juga dengan menceritakan dampak yang
akan diperoleh ketika menjalankan sunah-sunahnya. Dengan
senantiasa menceritakan kisah-kisah teladan Rasul, kita harapkan
anak-anak kita kelak akan tumbuh menjadi sosok yang mampu
menerapkan sifat-sifat mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah
Saw.
3. Berdasarkan kisi-kisi yang ketiga, mengajarkan nilai-nilai yang
berlaku dalam agama Islam, yaitu:
Bapak Rokhim mengatakan “mengajarkan aturan Allah
kepada anak dengan membudayakan membaca sejak kecil,
melatih kejujuran, disiplin, sopan santun, menasehati secara
tidak langsung dengan mencontohkan, tidak ada suara keras di
rumah misalnya, dengan harapan agar kami tidak salah untuk
mengantar anak-anak menuju ridho Allah dan menjemput masa
depan cemerlangnya”.
Bapak Yusuf mengatakan “awalnya kita motivasi untuk
masuk pesantren, jadi harapan kita sebagai orang tua sebelum
masuk pesantren paling tidak kita sudah membekalinya ilmu
agama meskipun itu masih dasar, karena itu salah satu modal
masuk pesantren sehingga ketika sudah masuk pesantren tidak
kaget dengan aturan di sana”.
Ibu Munipah mengatakan “saya mengajaran perintah-
perintah Allah sejak kecil dengan kemudian menyekolahkan
84
untuk mendapat pendidikan yang layak dan menitipkan anak ke
pesantren untuk ngaji, supaya anak tau apa saja kewajiban yang
harus dijalankan”.
Bapak Bahruddin mengatakan “dengan cara
membiasakan shalat jama’ah 5 waktu, ngaji, mencontohkan
perilaku yang baik, bersikap jujur, sopan santun, menghormati
orang lain dan sebagainya”
Maka dari penjelasan para wali murid tersebut dapat
ditarik benang merah yaitu bahwa mengajarkan nilai-nilai yang
berlaku dalam agama Islam dapat dilakukan dengan melatih anak
supaya selalu berperilaku baik, sopan santun kepada siapa pun,
kapan pun dan di mana pun mereka berada. Orang tua lah yang
menentukan kemanakah anak akan diarahkan, akankah anak
diarahkan ke jalan Allah dengan berpedoman pada Al-Qur`an dan
Hadis ataukah sebaliknya anak akan diarahkan ke jalan yang
tidak seharusnya.
Sesuai dengan teori Ibnu Qayyim bahwa pola Asuh dalam
fungsi agama dengan cara mengenalkan kegiatan keagaman dan
membiasakan anak beribadah sesuai perkembangan usianya. Pada
dasarnya setiap orang tua yang mempunyai seorang anak pasti
mendambakan anaknya menjadi anak yang saleh/salihah, sukses
dan berhasil dalam hal apapun. Anak akan menjadi penerus
orang tuanya, maka pada hakikatnya tidak ada orang tua yang
menginginkan anak-anaknya menderita, kekurangan dan tidak
sejahtera hidupnya. Oleh sebab itu, banyak orang tua yang
dengan jerih payahnya, demi masa depan anak-anaknya berusaha
melakukan yang terbaik sehingga menjadi orang yang sukses di
dunia maupun di akhirat.
85
Mengawasi dan memperhatikan segala aktivitas anak
mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Membiasakan saat
bangun tidur membaca doa, memulai semua aktivitas dengan
basmalah, membiasakan merapikan tempat tidur dan bersiap
untuk salat subuh berjamaah, dengan lembut dan tanpa paksaan.
Dari hal kecil tersebut, maka akan timbul rasa cinta dari anak
yang tidak akan ia tinggalkan ketika sudah dewasa nanti.
Pola asuh orang tua dapat mempengaruhi perilaku anak,
mengasuh anak adalah membentuk kebiasaan untuk menanamkan
jiwa rohani yang muthmainnah, yang bertujuan membentuk
pribadi supaya memiliki aqidah yang kuat, akhlak yang baik dan
ibadah yang benar. Menjadi orang tua pengasih dan penyanyang
bukanlah hal yang mudah, masih butuh banyak belajar dalam
mendidik dan membimbing anak-anak supaya mereka menjadi
anak yang saleh dan salihah.
Karakter anak juga bermacam-macam, ada yang jika
dinasehati mendengarkan dan mengikutinya, ada yang jika
dinasehati malah mengalihkan pembicaraan bahkan ada yang
tidak mau dinasehati. Oleh karena itu, orang tua lah yang
menentukan bagaimana keterampilan dalam bersikap dan dalam
berbicara menggunakan kata yang baik atau qaulan karîman
bukan malah menjadi orang tua yang hanya memerintah,
meremehkan, membanding-bandingkan bahkan menyalahkan
anak, karena apa yang dilakukan oleh orang tua akan dicontoh
oleh anak, maka demi menghindari contoh yang tidak baik, lebih
baik selalu mengarahkan dan membimbing anak kepada hal-hal
yang positif. Juga tidak memaksakan dan tidak membatasi apa
yang menjadi cita-cita anak, orang tua memotivasi dan
86
mendukung keinginan anak selagi itu tidak bertentangan dengan
nilai-nilai ajaran Islam.
Pola pengasuhan tersebut dinilai sudah efektif dalam
mendidik dan membimbing anaknya untuk belajar agama, seperti
membiasakan salat berjamaah setiap 5 waktu, berpuasa sunnah
senin dan kamis, membaca Al-Qur`an setiap hari serta
berperilaku sopan kepada siapa pun.
4. Berdasarkan kisi-kisi keempat, mengajarkan Al-Qur`an sejak
dini, yaitu:
Bapak Rokhim mengatakan “dari kecil mereka punya
jadwal belajar agama itu dengan bundanya, biasanya yang rutin
habis maghrib dari ngaji sampai pelajaran yang lain juga, jadi
setelah maghrib mereka tidak keluar rumah tetapi fokus untuk
belajar”
Bapak Yusuf mengatakan “ngaji mengajarkan sendiri,
pakai metode iqra`, awalnya di TPA tetapi kita lebih seringnya
memang di rumah. Kalau di rumah untuk tahapan-tahapan awal
iqra` itu sama ibunya, tetapi ketika sudah ngaji ke al-Qur`an dan
hafalan itu sama saya”.
Ibu Munipah mengatakan “mulai belajar Al-Qur`an
sebelum TK, sebelumnya saya yang ngajarin sendiri dari umur 3
tahun menggunakan metode iqra’ dan kemudian masuk ke TPQ
Nur Medina, belajar mengaji kemauan sendiri, tidak ada paksaan
dari orang tua”.
Bapak Bahruddin mengatakan “Mulai belajar ngaji dari
TK dengan mamahnya, baru kelas 2 mulai ngaji dengan kakak
ipar saya di TPQ nya, ngajinya setiap setelah maghrib, kalau
sore ngaji di rumah.”
87
Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik intinya
yaitu mengajarkan Al-Qur`an kepada anak sejak dini dapat
diterapkan oleh orang tua dengan mengajarkan sejak mulai bayi
yakni ketika bayi, ibunya atau orang tuanya sering mengaji di sisi
anaknya, sehingga setiap hari anaknya selalu mendengarkan
lantunan ayat Al-Qur`an dan ketika sudah balita, anak dapat
dibimbing langsung oleh orang tuanya sendiri dengan mudah,
karena pada hakikatnya prinsip orang tua adalah anak harus bisa
belajar Al Fâtihah dari orang tuanya sendiri, karena Al Fâtihah
adalah termasuk syarat sahnya salat sehingga anak belajar salat
juga dari orang tuanya sendiri. Mengingat salat adalah kewajiban
bagi umat muslim yang menjadi pondasi agama. Oleh sebab itu,
orang tua yang memperhatikan aktivitas anak, mulai dari salat,
belajar, mengaji dan lain-lain.
Sesuai dengan teori juga seorang ibu, di samping
memiliki kewajiban dalam pemeliharaan keluarga, dia pun tetap
memiliki kewajiban untuk mencari ilmu karena ibulah yang
selalu dekat dengan anak-anaknya. Dalam pepatah Arab
dikatakan bahwa „Surga berada di bawah telapak kaki ibu‟
tersirat makna bahwa kebaikan-kebaikan seorang ibu
mencerminkan kebaikan-kebaikan anaknya, dan ketaatan anak
kepada ibunya dapat menimbulkan kebaikan untuk dirinya. Sejak
kecil anak sudah bisa membaca Al-Qur`an meskipun belum
sempurna, secara bertahap terus diajarkan dan dibimbing, maka
dengan berjalannya waktu akan menjadi lebih baik, sehingga
dalam jiwa anak akan tumbuh cinta terhadap Al-Qur`an.
Membiasakan setelah selesai salat subuh anak dibimbing untuk
selalu membaca Al-Qur`an, karena waktu subuh adalah waktu di
88
mana otak masih bekerja dengan baik. Oleh karena itu, meskipun
dengan waktu yang sebentar diusahakan untuk selalu membaca
Al-Qur`an dengan harapan anak-anak menjadi anak ahlul Qur`an
dan berakhlak Qur`ani.
Orang tua dapat menggunakan metode khusus dalam
membimbing anak belajar membaca Al-Qur`an. Pada umumnya
bagi pemula pelajar Al-Qur`an menggunakan metode Iqra‟, tetapi
sebenarnya ada banyak metode yang dapat diterapkan untuk
belajar Al-Qur`an di antaranya: metode Baghdadi, metode
Qiraati, metode Yanbu‟a dan lain-lain. Siswa-siswi SD Putra
Pertiwi mayoritas belajar mengaji bersama orang tuanya dari
sebelum mereka masuk SD selanjutnya ada sebagian yang lanjut
belajar di TPQ dan ada yang masih dibimbing dengan orang
tuanya, ada juga yang belajar dengan guru privat nya.
5. Berdasarkan kisi-kisi kelima, mendidik dengan keteladanan,
kebiasaan, nasihat, perhatian atau pengawasan serta hukuman,
yaitu:
Bapak Rokhim mengatakan bahwa ”mendidik anak tidak
lepas dari kebiasaan yang kami lakukan untuk latihan disiplin, ya
kami selalu nasihatin juga semua dalam pengawasan kami,
alhamdulillah kami bisa ngontrol anak-anak untuk tidak main
gadget, dengan iming-iming kalau mau gadget cita-citanya harus
tercapai dulu jadi hafizh Qur`an”.
Bapak Yusuf mengatakan bahwa “kita didik anak-anak
supaya dapat menjadi penerus dan pewaris ilmu para guru dan
orang tuanya sehingga menjadi anak yang berbakti kepada orang
tuanya. Karena posisi kita kan menjadi teladan bagi anak-anak
89
kita, ngasih pengertian kepada anak akan pentingnya ilmu dan
agama”.
Ibu Munipah mengatakan bahwa “mendidik anak itu
susah-susah gampang, kadang kita merasa enjoy senang kadang
juga kita merasa lelah, jenuh dan sebagainya tapi saya selalu
berusaha memberikan yang terbaik, membatasi hp itu pasti saya
kontrol terus jangan sampai kecanduan”.
Bapak Bahruddin mengatakan bahwa “mendidik anak itu
harus tau karakternya dulu karena setiap anak berbeda dan tidak
bisa disamakan cara mendidiknya. Dari mulai mencontohkan
cara memperbanyak pahala, tanggung jawab, kemandirian.
Untuk pengawasan, saya kasih hp tujuannya untuk komunikasi
dengan saya, jadi bisa ngontrol”.
Dari paparan di atas maka dapat diambil petikan hikmah
bahwa mendidik merupakan memelihara, melatih dan
mengayomi anak sebagai penerus dan pewaris ilmu para guru
beserta orang tuanya. Peserta didik adalah obyek yang akan
dididik sehingga menjadi pribadi insan kamil. Menggunakan pola
asuh Islam dalam mendidik anak, khususnya dalam salat dan
membaca Al-Qur`an yaitu dengan membiasakan membaca Al-
Qur`an setiap hari, mencontohkan salat berjamaah di rumah,
masjid atau mushalla, berperilaku sopan santun dan lain
sebagainya.
Melatih anak supaya mau mendengarkan nasihat dari
orang tua dimulai dari keteladan yang kita ciptakan seterampil
mungkin sehingga menjadi pembiasaan secara otomatis pada
anak dan selanjutnya dilatih untuk selalu mendengarkan dan
90
mencerna nasihat yang diberikan, baik oleh orang tua, guru
maupun temannya.
Membiasakan anak supaya disiplin dan punya rasa
tanggung jawab, kemandirian, dan sosial tidak kalah penting.
Anak dilatih untuk disiplin waktu dengan membuat jadwal
aktivitas sehari-hari untuk dirinya sendiri, sehingga itu yang
dijadikan pegangan supaya belajar disiplin. Mempunyai rasa
tanggung jawab perlu ditumbuhkan dengan cara melatih anak
untuk menjaga dan memelihara apa yang dimilikinya. Contohnya
dikaruniai agama Islam, untuk menumbuhkan rasa memiliki pada
Islam tentu dengan menjaga shalatnya, menjalankan perintah
Allah Swt. menjahui larangan-Nya, mengikuti sunnah-sunnah
Nabi dan lain-lain. Kemandirian pada anak dapat tumbuh dari
dorongan diri sendiri sesuai dengan kewajibannya dalam
kehidupan sehari-hari. Sosial anak tidak kalah penting, anak
dapat bersosialisasi dengan baik bersama temannya, maka
pengaruh lingkungannya semakin baik dan sebaliknya jika anak
tidak dapat bersosialisasi dengan baik maka pengaruh
lingkungannya kurang baik.
Upaya orang tua dalam memenuhi hak-hak anak dalam
pendidikan Islam yaitu berusaha memenuhi apa yang dibutuhkan
oleh anak dalam hal pendidikan Islam, tidak ada tuntutan untuk
harus menjadi apa ketika dewasa nanti, orang tua hanya
mendukung dan mendampingi tetapi tetap dengan batasan-
batasan tertentu. Orang tua pasti ingin yang terbaik untuk
anaknya, tidak lelah untuk selalu mendoakan, menasihati,
mengawasi. Jika anak melakukan kesalahan maka yang pertama
dilakukan orang tua adalah menasihati selanjutnya adalah
91
mengurangi hal-hal yang disukainya. Apapun hasil belajar anak
harus tetap diapresiasi untuk memacu agar anak lebih semangat
dalam belajar, melakukan salat berjama‟ah dengan semangat
tanpa disuruh, tanpa adanya paksaan dari siapa pun, mengaji
dengan senang hati karena merasa butuh dengan Al-Qur`an,
mereka berlomba-lomba untuk memperbanyak pahala.
Penulis juga melakukan wawancara dengan guru
pendidikan agama Islam terkait pola asuh orang tua Islam yang
diterapkan kepada anaknya, bapak H. Bahruddin, S. Ag. M. Pd.
menyatakan bahwa “siswa SD Putra Pertiwi beberapa di
antaranya ada yang telah menguasai materi pendidikan agama
Islam beserta praktiknya dalam kehidupan sehari-hari kira-kira
80%, dan alhamdulillah berdampak positif sering ada yang
berhijrah dari yang awalnya tidak memakai hijab jadi memakai
dan bahkan mengajak orang tuanya berhijrah, akan tetapi ada
juga siswa yang hanya menguasai materi agama Islam saja dan
pada praktiknya masih ada yang kurang rasa tanggung jawab
dengan kewajibannya tetapi sedikit yang begitu”.
Dengan demikian SD Putra Pertiwi merupakan sekolah
umum yang di dalamnya menerapkan sikap toleransi beragama,
menjalin komunikasi dengan baik kepada seluruh komite, serta
menanamkan pendidikan yang taat beragama. Siswa-siswi
diharapkan memiliki perilaku yang sopan, bersikap jujur dan
saling menghargai satu sama lain, meskipun SD Putra Pertiwi
merupakan sekolah umum, tetapi tidak menghalangi mereka
untuk terus berkarya dan berprestasi dalam rangka ikut
menebarkan ajaran-ajaran Islam melalui dakwah. Pihak sekolah
juga mengupayakan agar siswa-siswi di SD putra pertiwi ketika
92
sudah kelas VI atau akan lulus dari SD shalatnya sudah disiplin,
sudah bisa membaca Al-Qur`an, berperilaku baik karena itu
sebagai modal untuk hidup menjadi baik dan akan berlaku
seumur hidup. Oleh karena itu pihak sekolah juga berharap
kepada para wali murid untuk tidak hanya menyekolahkan saja
tetapi juga turut ikut membimbing anak-anak, demi tercapainya
tujuan pendidikan agama Islam.
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dan penjelasan yang telah
dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa pola asuh orang tua yang dianjurkan dalam agama Islam telah
banyak dipaparkan dalam Al-Qur`an dan Hadis untuk menjadi
pedoman dalam mendidik anak, yang berikutnya dapat disimpulkan
bahwa pola asuh orang tua dalam pendidikan Islam anak meliputi:
menanamkan keimanan (tauhid) sejak dini, menanamkan kecintaan
kepada Rasulullah Saw. dan keluarganya, mengajarkan norma-norma
yang berlaku baik dalam agama Islam maupun dalam peraturan dan
perundangan, mengajarkan Al-Qur`an sejak dini dan mendidik
dengan keteladanan, kebiasaan, nasihat, perhatian atau pengawasan
serta hukuman yang mendidik.
Orang tua juga berusaha memenuhi hak-hak anak yang dapat
mempengaruhi pendidikan agama Islam. Seperti hak untuk mendapat
pengetahuan terkait ibadah, akidah dan akhlak, hak untuk
mendapatkan kasih sayang, hak untuk mengetahui nilai-nilai ajaran
Islam dan lain sebagainya. Beberapa faktor yang menjadi penunjang
belajar pendidikan agama Islam, seperti motivasi, keluarga, teman
dan masyarakat, khususnya dalam hal salat dan membaca Al-Qur`an.
Peran orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan
anaknya, bagaimana orang tua mendidik, merawat, memperhatikan
anak akan menjadi tolok ukur pada perilaku anak. Pendidikan
keluarga adalah pendidikan pertama dan utama bagi anak, karena
karakter dan perilaku anak ditentukan pada lingkungan keluarganya.
94
Memiliki anak yang saleh dan salihah adalah harapan semua
orang tua, Orang tua dapat menanamkan aqidah, akhlak, membaca
dan memahami kitab suci Al-Qur`an sejak kecil serta menjalankan
sunnah-sunnah Rasul yang harus kita teladani sebagi pedoman hidup
kita..
Pendidikan agama Islam yang didapatkan anak di sekolah
belum cukup untuk membentengi diri anak, oleh sebab itu orang tua
juga harus membimbingnya ketika di rumah, mengawasi semua
aktivitas anak mulai dari bangun tidur hingga mau tidur lagi.
B. Saran-saran
Adapun saran-saran demi terciptanya pola asuh yang
dianjurkan oleh agama Islam, maka penulis menyarankan sebagai
berikut:
1. Sebagai orang tua seharusnya tidak melakukan hal-hal yang tidak
seharusnya dilakukan pada anak serta tidak membatasi kemauan
anak karena itu berpengaruh pada belajarnya.
2. Orang tua tidak seharusnya membanding-bandingkan anak,
karena sesungguhnya setiap anak mempunyai karakter yang
berbeda yang tidak dapat disamakan dan memperlakukannya pun
harus menyesuaikan si anak.
3. Untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, hendaknya orang tua
sadar akan kewajibannya untuk mendidik anak, mengarahkan dan
membimbing anak sesuai dengan fitrahnya dan tidak
menyerahkan pendidikan bagi anak sepenuhnya pada suatu
lembaga atau yayasan.
95
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Rahman, Jamal, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasul, Bandung:
Ibs, 2005.
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2010.
Ahmad, Nurwadjah dan Nugraha, Roni, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,
Bandung: Penerbit Marja, 2018.
Anwar, Rosihon, Ulum Al-Qur`an, Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Arifin, Zainal, Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014.
Asqalani, Al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar, Bulughul Marâm, Jakarta: Dar
Al-Kutub Al-Islamiyah.
Asyqar, Umar Sulaiman, Fiqih Islam: Sejarah Pembentukan dan
perkembangannya, Jakarta: Akademika Pressindo, 2001.
Athiyah Ath-Thuri, Hannan, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-
kanak, Jakarta: AMZAH, 2007.
Azdiy, Abu Dawud bin Sulaiman Al-Asy‟ats bin Ishaq bin Basyir bin
Syaddad bin „Amr, Sunan Abu Dawûd, Beirut: Maktabah Al-
„Ashriyah, t.t.
Bukhari, Abu Abdillah Ismail bin Ibrahim Al-Ja‟fai, At-Târikh Al-Kabîr,
Mesir: Al-Faruq Al-Hadistiyyah, t.t.
Darajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Akasara, 2008.
Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, Jakarta: Almahira,
2015.
Djamarah, Syaiful Bahri, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam
Keluarga, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014.
Effendi, Djohan, Pesan-pesan Al-Qur`an, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2012.
96
Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali
Pers, 2014.
Hikmah, Nurul, Bait Qur`any, Tangerang Selatan: Bait Qur`any Press, 2015.
Huwaimidî, Muhammad bin Ahmad Abdul As-Salam Khadhr Al-Syaqîrî,
Sunan wa Al-Mubtadi’at Al-Muta’alliqah bi Al-Adzkâr wa As-
Shalawat, Dar Al-Fikr, t.t.
Idi, Abdullah dan Safarina, Etika pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2016.
Ismail, Ilyas, Pilar-pilar Takwa, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009.
Ja‟fai,Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Shahîh Bukhâri,
Lebanon: Dar Al-Ilm, t.t.
Jauziyyah, Ibnu Qayyim, Hanya Untukmu Anakku, Jakarta: Pustaka Imam
Syafi‟i, 2019.
Juraisy, Muhammad Makki Nashr, Pendidikan Anak Dalam Islam, Depok:
Fathan Prima Media, 2016.
Maksum, Khanif, “Konsep Dasar Pembinaan Kesadaran Beragama dalam
Dunia Pendidikan Anak”, dalam Jurnal Literasi, Vol. III, No. 1 Juni
2012.
Maududy, Rois, Dari Rasulullah Untuk Pendidik, Solo: Tinta Medina, 2018.
Moelong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008.
Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting, Yogyakarta: DIVA Press, 2009.
Naisaburi, Muslim bin Al-Hajaj Al Qusyairy, Shahih Muslim, Beirut: Dar
Ihya‟ At-Turast Al-„Araby, t.t.
Nata, Abuddin, Psikologi Pendidikan Islam, Depok: PT Raja Grafindo
Persada, 2018.
97
Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, Jakarta: PT Pustaka Litera
Antar Nusa, 2015.
Rosyadi, Rahmat, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak
Usia Dini, Jakarta: Rajawali Press, 2013.
Saputra, Aidil, “Aplikasi Metode Contextual Teaching Learning (CTL)
dalam Pembelajaran PAI”, dalam Jurnal AT-Ta`dib, Vol. 6 No. 1
April 2014.
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008.
Shihab, Quraisy, Membumikan Al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2016.
Suharsono, Puguh, Metode Kuantitatif Untuk Bisnis: Pendekatan Filosofi dan
Praktis, Jakarta: PT. Imdeks, 2009.
Sukardi, Metode Penelitian Kompetensi dan Praktek, Jakarta: Bumi Aksara,
2003.
Suralaga, Fadhilah, dkk, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam,
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo, 1998.
Suwaid, Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Nabi,
Surakarta: Pustaka Arafah, 2017.
Syaibani, Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad Adz-Dzuhli, Musnad
Ahmad, Qahirah: Maktabah Ibn Taimiyah, 1994.
Syarifuddin, Ahmad, Mendidik anak membaca, menulis dan mencintai Al-
Qur`an, Jakarta: Gema Insani Press, 2004.
Tafsir, Ahmad, Pendidikan Agama Dalam Keluarga, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2017.
Takdir Ilahi, Mohammad, Quantum Parenting, Yogyakarta: Kata Hati, 2013.
98
Thayyar, Abdullah, Ash-Shalatu; Ensiklopedia Shalat, (Jakarta: Maghfirah
Pustaka, 2007
Tirmidzî, Muhammad bin Isa bin Sawrah bin Musa bin Ad-Dhahâk, Al-Jâmi’
Al-Kabîr Sunan At-Tirmidzî, Beirut: Dar Al-Gharb Al-Islami, 1998.
Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, Ensiklopedi Islam Al-
Kamil, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2017.
Warsita, Bambang, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya,
Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Widiasworo, Erwin, Mahir Penelitian Pendidikan Modern, Yogyakarta:
Araska, 2018.
Yulia, Anna, Cara Menumbuhkan Minat Baca Anak, Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2005.
Yuniar, Hani Fatma, A Lifetime Islamic Parenting, Klaten: Caesar Media
Pustaka, 2018.
Nama : Munipah
Wali dari : Ghifary Kelas II
Hari/Tgl : Selasa, 30 April 2019
1. Bagaimana pola asuh yang ibu terapkan dalam mendidik anak
dalam pendidikan Islam?
Setelah sekolah main sebentar setelah itu ngaji sorenya jam 4,
memang anaknya kepengen bisa ngaji. Kalo sholat masih agak susah,
suka ada bolongnya tapi kalo ngaji senang dan semangat meskipun di
TPQ nya dia termasuk rendah karena masih banyak yang ngajinya
lebih bagus dan hafalannya banyak.
2. Apakah ibu sudah merasa memenuhi hak-hak anak dalam
pendidikan Islam?
Hak-hak anak berusaha untuk dipenuhi dengan mendidiknya,
menyekolahkan dan mengajikan ke pesanren.
3. Bagaimana cara ibu dalam mengawasi atau membatasi kegiatan
anak-anak?
Kalau larangan-larangan itu pasti ada seperti lingkungan dia bergaul
dengan temannya orang tua harus tau dan kenal siapa saja yang
berinteraksi dengan anaknya.
4. Apakah anak ibu dipegangi handphone atau gadget?
Iya main game kadang-kadang, tetapi tetep orang tua memberi
batasan gadget kepada anak kurang lebih satu jam cukup. Setelah
maghrib dia belajar. Tapi kalau ada PR, kalau tidak ada PR ya dia
tidak mau. Hukuman tidak pernah.
5. Kapan anak mulai belajar shalat dan membaca Al-Qur`an? Sejak
umur berapa?
Mulai belajar Al-Qur`an sebelum TK, sebelumnya saya yang ngajarin
sendiri dari umur 4 tahun menggunakan metode iqra’ dan kemudian
masuk ke TPQ Nur Medina. Belajar mengaji kemauan sendiri, tidak
ada paksaan dari orang tua.
6. Bagaimana pola asuh yang diterapkan cukup efektif dalam
membimbing pendidikan Islam anak-anak?
Menurut saya cukup, karena komunikasi antar orang tua dan sekolah
terjalin dengan baik, fungsinya untuk memantau perkembangan anak-
anak dan agar lebih mudah jika ada informasi dari pihak sekolah.
Selain itu, pihak sekolah rutin mengadakan kumpul bersama orang tua
untuk sharing, jadi tidak terlalu khawatir.
TTD
Munipah
Nama : Rokhim
Wali dari : Alma kelas III
Hari/Tgl : Selasa, 30 April 2019
1. Bagaimana pola asuh yang bapak terapkan dalam mendidik anak
dalam pendidikan Islam?
Sebenarnya peran terbesarnya sih di bundanya, saya hanya
memotivasi saja, saya nanya kalo udah gede nanti cita-citanya
mau jadi apa? Karena cita-cita itu kan harus dipersiapkan dari
sekarang bukan nanti-nanti.
Mereka punya jadwal belajar agama itu dengan bundanya,
biasanya yang rutin habis maghrib dari ngaji sampai pelajaran
yang lain juga, jadi setelah maghrib mereka tidak keluar rumah
tetapi fokus untuk belajar.
2. Bagaimana cara bapak/ibu dalam mengawasi atau membatasi
kegiatan anak-anak?
Sebenarnya tidak ada batasan dan tuntutan untuk cita-cita anak,
selama ini saya hanya mendampingi dan mendukung saja.
3. Kesulitan atau kendala apa yang pernah dialami bapak dalam
pengasuhan anak secara Islam?
Pernah menolak ajakan orang tua untuk belajar ngaji dan lain-lain,
tetapi tetep aturan di rumah kalau setelah maghrib tidak boleh
keluar rumah, jadi biasanya kalau lagi males ngaji atau belajar
lainnya larinya ke hal yang dia sukai seperti ngerjain matematika,
jadi tetep terkontrol dari setelah maghrib tv itu harus mati, baru
bisa nyala kalau mereka sudah siap semuanya belajar buat besok
sekolah sudah dan sebagainya sudah baru boleh nyalain tv.
4. Apakah anak bapak dipegangi handphone/gadget?
Tidak dipegangi HP, kita bilangnya kalau ingin pemberian HP
dari kami ya harus jadi hafizh Qur`an dulu, karena memang itu
cita-cita dia, tetapi kalau tidak mau hp dari kami ya silahkan beli
sendiri.
5. Kapan anak mulai belajar shalat dan membaca Al-Qur`an? Sejak
umur berapa?
Mengajarkan sejak mulai bayi sudah dibimbing dari orang tua
sendiri, tidak ikut TPQ sampe sekarang tetep kami bimbing
sendiri di rumah, karena prinsip kami adalah anak harus bisa
belajar al-fatihah dari orang tuanya sendiri
6. Apakah bapak/ibu sudah merasa memenuhi hak-hak anak dalam
pendidikan Islam?
Kalau hak-hak dalam arti luas sih saya rasa masih jauh, tetapi
kalau hak-hak yang mereka butuhkan saat ini insya Allah kami
berusaha penuhi.
7. Apa solusinya jika anak tidak mengikuti ucapan orang tua/tidak
nurut?
Hukuman itu ada ketika mereka membuat masalah dengan orang
lain, contohnya Alma mengganggu kakak/adek/temannya, maka
hukumannya adalah mengurangi kesenangannya seperti tidak
boleh bersepeda selama 3 hari.
8. Apakah menurut bapak pola asuh yang telah dilakukan cukup
efektif dalam membimbing pendidikan Islam?
Kalau dari TK masih ngikutin bundanya, sudah bisa baca Qur`an
tapi belum sempurna. Nah awal-awal SD itu mereka sudah
membuat jadwal sendiri contoh, sehari mengahafal satu ayat atau
membaca satu halaman. Uniknya ketika liburan mereka
menambah hafalan, bisa setiap selesai shalat mereka membaca
Qur`an dan kadang memasang target sendiri sehari satu juz pernah
dan itu pun di luar keinginan kami, maksudnya kami tidak
menyuruh.
9. Apakah bapak menggunakan metode khusus dalam membimbing
anak belajar membaca Al-Qur`an?
Metodenya, karena bundanya pengajar tahfizh di sekolah, jadi
menggunakan metode yang di sekolah sana, tapi sudah beberapa
kali ganti, artinya Adib dan Alma pun tidak menggunakan metode
yang sama, karena karakter anak berbeda. Adib memakai metode
usmany, Alma memakai metode iqra’. Sebenarnya sama tapi
penerapan ke anak tidak bisa sama antara satu dengan lainnya.
TTD
Rokhim
Nama : Yusuf
Wali dari : Alfath kelas VI
Hari/Tgl : Selasa, 30 April 2019
1. Apakah bapak menggunakan metode khusus dalam
membimbing anak belajar membaca Al-Qur`an?
Ngaji mengajarkan sendiri, memakai metode iqra`, awalnya di
TPA tetapi kita lebih seringnya memang di rumah. Kalau di
rumah untuk tahapan-tahapan awal iqra` itu sama ibunya,
tetapi ketika sudah ngaji ke Al-Qur`an dan hafalan itu sama
saya.
2. Bagaimana pola asuh yang ibu/bapak gunakan dalam
mendidik anak dalam pendidikan Islam?
Motivasi dia seperti itu karena memang basic dari orang
tuanya, saya dan istri alhamdulillah alumni pesantren, jadi
sudah sama-sama merasakan bagaimana kehidupan di
pesantren kemudian apa yang kita hadapi nanti di masa depan
sehingga kita membekali mereka itu dengan ilmu-ilmu agama
dengan harapan nanti ketika ia dewasa dapat memfilter
tantangan-tantangan yang akan terjadi di masyarakat dan itu
perlu kita antisipasi seperti itu, shalatnya, Qur`annya dan lain-
lain.
3. Apakah anak bapak dipegangi handphone/gadget?
Megang hp, tapi untuk penggunaan hp itu kita batasi
waktunya. Ketika kita memberikan hp harus ada target khusus
atau feedback di situ manfaat dari hp. Contoh: kamu boleh
main hp durasinya berapa tapi harus ada yang disetorkan. Kita
punya target hafalan dari surat an-Naba` misalnya, tapi itu
banyak kan ayatnya jadi tidak mungkin kalau langsung
semuanya, jadi boleh main hp tapi harus setor 10 ayat dan
seterusnya. 10 ayat itu minimal, tapi kita kasih waktu
misalkan dalam 2 hari hafal 10 ayat setelah itu muroja’ah.
Motivasi menghafal Alfath alhamdulillah besar juga, karena
awalnya kita motivasi untuk masuk pesantren, jadi harapan
kita sebagai orang tua sebelum masuk pesantren paling tidak
harapannya 2 juz yaitu juz 29 dan 30, tapi berhubung kemaren
benturan waktu ujian-ujian maka kita cuma satu juz, sama juz
29 hanya beberapa surat saja yang sudah ia hafal. Hafalannya
cukup cepat, meskipun hanya mendengarkan. Sambil main
sambil mendengarkan murattal dia bisa sambil nonton tv pun
juga bisa masuk. Waktu setoran maghrib sama subuh, wajib
ngaji setelah itu hafalan sama kita.
4. Kapan anak mulai belajar shalat dan membaca Al-Qur`an?
Sejak umur berapa?
Kalo belajar ngaji dari kecil tapi untuk menghafalnya dari
mulai kelas 4 dari an-Naba’, tapi untuk surat-surat pendek
yang dari an-Nâs itu dari kecil (TK)
5. Bagaimana solusi ketika anak tidak nurut dengan ucapan
orang tua?
Kalo anak sekarang sih sering seperti itu, dengan berbagai
alasan, mungkin ada yang belum hafal dan lain sebagainya.
Kadang-kadang kita kasih pengertian aja, motivasi kemudian
cerita-cerita tentang keutamaan hafizhul Qur`an seperti apa.
Dan saya bangga kita dia ada tugas komputer membuat power
point tentang cita-citanya apa, di situ ada beberapa slide, salah
satunya menjadi hafizh Qur`an serta dapat membawa orang
tuanya ke dalam surga. Itu kita ingatkan ketika dia mulai agak
jenuh, susah dan sebagainya.
6. Kesulitan atau kendala apa yang pernah dialami bapak dalam
pengasuhan Islam?
Kendalanya di adik-adiknya, waktu yang tidak bersamaan.
Contoh ketika kita meminta Alfath ngaji atau setoran tapi
adiknya mau nonton tv atau pegang hp sehingga dia tergoda
dan terganggu. Kita juga mendidik anak-anak masih fleksibel,
tidak ada aturan jam segini harus begini atau lainnya tetapi
tetap selalu dibawah pengawasan kita.
TTD
Yusuf
Nama : Bahruddin
Wali dari : Adi kelas V
Hari/Tgl : Selasa, 30 April 2019
1. Bagaimana pola asuh yang bapak gunakan dalam mendidik
anak terkait pendidikan Islam?
Pola asuh dengan cara pendekatan untuk tidak bosan-bosan
selalu mengingatkan, menasehati, memotivasi. Zaman
sekarang anak kalau dikerasin bukan jadi penurut malah
tambah membantah perintah orang tua dan lebih agresif.
Kalau memakai pendekatan secara dari hati ke hati, dengan
do’a juga insya Allah secara akhlak akan baik. Tapi tetep
mengikuti alurnya anak, jangan sampai kita membatasi
keinginan anak, kalau kita kekang dan batasi yang ada dia
berontak biasanya. Harapannya dia punya sikap kemandirian,
tanggung jawab, sosial, dengan siapapun saling menghormati,
saling menghargai.
2. Apa solusinya jika anak tidak nurut dengan ucapan orang tua?
Adi kalau dinasehati nurut alhamdulillah tetapi tetap
mengikuti alurnya dia, kemauannya harus kita turutin, seperti
dia ingin bermain ya kita silahkan asalkan dengan batasan
waktu yang sudah kita tentukan, misalnya setelah pulang
sekolah main 20 menit setelah itu pulang, shalat ashar dan
siap-siap ngaji sore tanpa diperintah. Kalau tepat setelah 20
menit dia pulang berarti dia sudah ada rasa tanggung jawab,
dan alhamdulillah sejauh ini dia menepatinya terus. Adi lebih
deket dengan mamahnya, jadi takut sama saya karena saya
tegas dalam mendidik anak, kalo sama mamahnya biasanya
bebas, leluasa karena dengan pendekatan naluri ibu tidak bisa
dikerasin.
3. Kesulitan atau kendala apa yang pernah dialami bapak dalam
pengasuhan Islam?
Sejauh ini saya kira tidak ada, alhamdulillah lingkungan
pergaulannya baik, dia malah berpengaruh, buat teman-
temannya, artinya Adi yang dijadikan patokan untuk dicontoh
sama teman-temannya, misalkan shalat jama’ah di musholla,
belajar kelompok, belajar mengaji dan lain-lain. Bisa
mengajak yang positif. Karena sudah terbiasa di rumah saya
terapkan seperti itu ada rasa tanggung jawab ketika waktunya
shalat ya shalat, ketika waktunya ngaji ya ngaji. Kalau shalat
kita dibiasakan di musholla berjamaah.
Pernah disuruh belajar menolak, terus kita nasehatin, kita
tanya kenapa tidak mau? Trus dia memberikan alasan dan kita
tanggapi, misalnya alasannya capek pengen istirahat ya
monggo istirahat aja. Padahal saya mau mempraktekkan rasa
tanggung jawabnya ada atau tidak.
4. Kapan anak mulai belajar shalat dan membaca Al-Qur`an?
Sejak umur berapa?
Mulai belajar ngaji dari TK dengan mamahnya, baru kelas 2
mulai ngaji dengan kakak ipar saya di TPQ nya, ngajinya
setelah maghrib. Kalau keinginan untuk menghafal dia
kurang, belum ada minat, dia lebih ke psikomotorik atau
prakteknya. Semangatnya berbeda dengan adik dan kakaknya.
Setiap anak pasti berbeda. Kalo dia sudah merasa capek, lelah
ngajinya seringnya abis maghrib sampe isya`, setelah isya’
baru belajar untuk persiapan sekolah besok.
5. Apakah ibu/bapak menggunakan metode khusus dalam
membimbing anak belajar membaca Al-Qur`an?
Metode ngaji iqra`, sekarang sudah al-Qur`an juz 3.
6. Apakah anak bapak dipegangi handphone/gadget?
HP dia megang, karena terpengaruh dengan temannya,
sosmed, game. Tapi saya batasin biasanya 30 menit untuk HP
alhamdulillah dia nurut, saya tidak mau sampe berlarut-larut
main hp maka mempengaruhi yg lainnya juga. HP milik
sendiri gunanya untuk komunikasi dengan orang tua, karena
saya sama istri kebetulan sibuk.
TTD
Bahruddin
Nama : H. Bahruddin, S. Ag. M. Pd.
Jabatan : Guru PAI
Hari/Tgl : Senin, 29 April 2019
1. Bagaimana dampak pembelajaran pendidikan agama Islam di
sekolah? Apakah dipraktikkan juga di rumahnya?
Pembelajaran agama berdampak positif alhamdulillah di
rumah mereka mempraktekannya, tetapi masih ada beberapa
anak yang bingung karena faktor orang tua dan keluarganya
yang kurang terbiasa dalam beribadah, sehingga anak menjadi
males dan sebagainya. Tetapi saya tekankan ketika pelajaran
agama mereka mempraktikannya di rumah bahkan ada yang
mengajak orang tuanya, ada juga yang cuek kepada orang
tuanya, tapi insya Allah 80% alhamdulillah menerapkannya.
Ketika waktu sholat berjama’ah ya jama’ah, waktu ngaji ya
ngaji.
2. Metode apakah yang bapak gunakan sehingga dapat
memotivasi siswa untuk taat dalam beragama?
Pada saat pembelajaran saya menceritakan penyebab dan
akibat jika umat muslim tidak melakukan sholat, atau
melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Allah Swt.
lainnya. Maka dampaknya begini begitu. Itu sangat
berpengaruh sekali kepada anak-anak, jadi ngasih contoh
konkret, cerita berhikmah misalkan untuk sholat 5 waktu
dampaknya seperti ini jika dikerjakan dan akibatnya seperti ini
jika ditinggalkan. Kebanyakan mereka merasa ketakutan terus
bilang ke orang tua untuk menerapkannya, bahkan ada
beberapa yang berhijrah yang tadinya tidak memakai hijab,
orang tuanya memakai hijab ya karena dari anaknya yang
mengajak karena sudah mendapat pelajaran dari sekolah apa
dampaknya di akhirat nanti jika kita tidak menutup aurat.
3. Bagaimana cara bapak menjalin komunikasi dengan orang
tua sehingga dapat memantau perkembangan siswa di luar
sekolah?
Memantau kedisiplinan anak, ketika pembagian raport, kita
komunikasi dengan orang tua masalah sholat dan lain-lain,
kadang juga kita komunikasi di grup orang tua untuk menilai
keaktifan mereka di rumah, banyak orang tua yang sibuk tapi
orang tua merasa bangga karena selalu mengajak beribadah,
jadi orang tua yang ngikutin jejak anaknya. Itu dari curhatan
para orang tua. Pelajaran dari sekolah disampaikan di rumah
dan itu sangat berpengaruh ke keluarganya. Kita menekankan
karakter anak supaya punya rasa tanggung jawab menjalankan
sholat 5 waktu dan menutup aurat, bertahap lah.
4. Bagaimana terkait sanksi bagi siswa yang melakukan
pelanggaran misalnya tidak ikut jamaah, atau lainnya?
Sanksi yang tidak disiplin atau yang tidak sholat jamaah
dhuhur di musholla maka tulis sambung arab dan menghafal
surat-surat pendek serta nilai praktek dalam pelajaran agama
dikurangin.
5. Bagaimana peraturan handpone di sekolah?
Hp di sekolah tidak boleh, tapi kalau dibawa untuk
menghubungi orang tua tidak apa-apa asal ketika
pembelajaran tidak digunakan, kalau digunakan maka disita.
6. Apakah bapak menggunakan metode khusus untuk baca tulis
Al-Qur`an?
BTQ tidak ada metode khusus hanya memakai buku yang dari
diknas, sebenarnya bisa menerapkan metode lainnya cuma
waktunya yang terbatas. Tidak ada ekskul khusus agama juga
jadi secara umum. Tapi anak-anak disini kebanyakan ngajinya
privat di rumah atau TPQ karena saya tekankan jangan sampai
nanti ketika sudah di kelas 6 belum bisa membaca al-Qur`an.
Karena itu penting.
7. Apakah ada ekskul khusus agama? Bagaimana cara melatih
siswa yang berprestasi dalam pendidikan Islam?
Tidak ada, karena kita sekolah umum. Siswa yang berprestasi
seperti da’i dan hafalan surat pendek karena ada bakat dan ada
kemauan. Insya Allah setelah ini setiap selesai shalat jamaah
dhuhur akan ada yang kultum. Dijadwal setiap anak dapat
paling hanya 5-7 menit dengan bergilir dan materi bebas,
dibagi perkelas untuk kelas 4, 5 dan 6.
8. Apa kendala yang pernah bapak alami dalam pembelajaran
pendidikan Islam?
Kendala pada pelajaran agama adalah waktunya yang kurang,
harusnya ada tadarus dan lain-lain sebelum belajar. Toleransi
tinggi di sini. Semua agama pasti ada kegiatan masing-masing
dengan tidak lepas dari guru agamanya masing-masing. Kita
punya prinsip biarpun lulusan dari sekolah umum tapi tidak
meninggalkan karakter yang baik pula. Bahkan guru-gurunya
ada belajar khusus guru setiap seminggu sekali namanya
Birois (Bina Rohani Islam) setelah shalat jum’at biasanya.
Belajarnya tahsin, fiqih, hadis, al Qur`an ada santunan juga.
9. Adakah siswa yang bermasalah dalam pendidikan agama
Islam?
Anak-anak yang bermasalah dari faktor keluarga, orang tua,
biasanya yang broken home, biasanya suka cari-cari kasih
sayang ke orang lain karena kurang perhatian dari orang tua
maka diekspresikannya di sekolah, ke temannya atau ke
gurunya. Sebab dirumah tidak punya teman, tetangga
kehidupan masing-masing dan jarang ketemu dengan orang
tua. Di rumah sama pembantunya. Di sini rata-rata orang tua
muda jadi sibuk, anak-anaknya yang di sini rata-rata anak
pertama/kedua jadi kurang perhatian ke anak. Jadi lebih
dipercayakan ke pembantu biasanya.
TTD
H. Bahruddin, S. Ag., M. Pd.
Ruang Laboratorium Komputer dan Perpustakaan
Shalat Dhuha Berjama’ah dan Suasana Kegiatan Belajar Mengajar
DATA DIRI PENULIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Badriyatul Khoiriyah
Tempat/Tgl Lahir : Sidoarjo, 12 Juli 1995
Alamat asal : Jl. K. Nawawi No. 34 Rt. 05 Rw. 01 Gang.V
Gedongan, Wadung Asri, Waru Sidoarjo
Jenjang Pendidikan : A. Pendidikan Formal
TK Muslimat Gedongan Waru Sidoarjo
MI Darul Ulum Gedongan Waru Sidoarjo
Madrasah Program Khusus Lil Mu’allimin
Mu’allimat “Bahrul Ulum” Tambak Beras
Jombang
Madrasah Mu’allimin Mu’allimat 6 Tahun
“Bahrul Ulum” Tambak Beras Jombang
IIQ Jakarta
B. Pendidikan Non Formal
Pondok Pesantren Al-Fathimiyyah Bahrul
Ulum Tambak Beras Jombang
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk
digunakan sebagaimana mestinya.
Penulis
Badriyatul Khoiriyah
15311503