7
NABIRE – Yunus Yeimo, seorang mahasiswa Teknik Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, beberapa waktu lalu telah melakukan riset yang berkaitan dengan asitektur tradisional (vernakular). Hasil penelitian atau riset tersebut diberi judul ”Studi Tipologi dan Kearifan Arsitektur Tradisional Suku Mee di Papua”. Keinginan melakukan riset tersebut, kata Yunus, dilatarbelakangi oleh nilai-nilai luhur yang terkandung dalam arsitektur tradisional itu sendiri. Arsitektur tradisional adalah suatu kebudayaan yang bertumbuh dan berkembang bersama dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu suku atau bangsa. “Dalam arsitektur tradisional Suku Mee, terkandung secara terpadu wujud ideologi orang Mee bahwa seorang laki-laki yang telah menikah, dan tidak punya rumah itu sama hal dengan tidak memiliki segala sesuatu. Intinya, arsitektur tradisional merupakan cermin budaya leluhur,” tuturnya. Sekedar diketahui, suku Mee berasal dari Kabupaten Paniai, di kawasan Pegunungan Tengah Papua. Suku ini, dari hasil penelitian yang ada, termasuk suku terbesar, setelah suku Dani. Kemudian disusul suku Biak, suku Sentani (Jayapura) dan Ayamaru (Sorong). Setelah dimekarkan tahun 1997, sebagian orang Mee bergabung dengan Kabupaten Nabire. Ada pula yang urban ke Kabupaten Timika, Wamena, Biak, Sorong , Jayapura, Merauke dan beberapa kabupaten lain yang ada di Tanah Papua. Dengan penelitian tersebut, Yunus mencoba mengangkat vernakular dalam kaitannya dengan nilai-nilai hakiki adat dan budaya Orang Mee. “Selain itu, saya mencoba membuka cakrawala berpikir, terutama betapa pentingnya wawasan kebudayaan, khususnya dunia pendidikan di tanah Papua dalam mata kuliah Sejarah Arsitektur bagi perguruan tinggi, juga pelajaran muatan lokal untuk sekolah menengah, khususnya bagi generasi suku Mee di Tanah Papua,” tandasnya. Riset tersebut berisi latar belakang, tujuan dan manfaat, gambaran umum kabupaten Paniai, metode penelitian, tipologi bangunan tradisional yang meliputi arsitektur rumah tradisional,

Asal usul suku mee

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Asal usul suku mee

NABIRE – Yunus Yeimo, seorang mahasiswa Teknik Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, beberapa waktu lalu telah melakukan riset yang berkaitan dengan asitektur tradisional (vernakular). Hasil penelitian atau riset tersebut diberi judul ”Studi Tipologi dan Kearifan Arsitektur Tradisional Suku Mee di Papua”.

Keinginan melakukan riset tersebut, kata Yunus, dilatarbelakangi oleh nilai-nilai luhur yang terkandung dalam arsitektur tradisional itu sendiri. Arsitektur tradisional adalah suatu kebudayaan yang bertumbuh dan berkembang bersama dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu suku atau bangsa.

“Dalam arsitektur tradisional Suku Mee, terkandung secara terpadu wujud ideologi orang Mee bahwa seorang laki-laki yang telah menikah, dan tidak punya rumah itu sama hal dengan tidak memiliki segala sesuatu. Intinya, arsitektur tradisional merupakan cermin budaya leluhur,” tuturnya.

Sekedar diketahui, suku Mee berasal dari Kabupaten Paniai, di kawasan Pegunungan Tengah Papua. Suku ini, dari hasil penelitian yang ada, termasuk suku terbesar, setelah suku Dani. Kemudian disusul suku Biak, suku Sentani (Jayapura) dan Ayamaru (Sorong). Setelah dimekarkan tahun 1997, sebagian orang Mee bergabung dengan Kabupaten Nabire. Ada pula yang urban ke Kabupaten Timika, Wamena, Biak, Sorong , Jayapura, Merauke dan beberapa kabupaten lain yang ada di Tanah Papua.

Dengan penelitian tersebut, Yunus mencoba mengangkat vernakular dalam kaitannya dengan nilai-nilai hakiki adat dan budaya Orang Mee. “Selain itu, saya mencoba membuka cakrawala berpikir, terutama betapa pentingnya wawasan kebudayaan, khususnya dunia pendidikan di tanah Papua dalam mata kuliah Sejarah Arsitektur bagi perguruan tinggi, juga pelajaran muatan lokal untuk sekolah menengah, khususnya bagi generasi suku Mee di Tanah Papua,” tandasnya.

Riset tersebut berisi latar belakang, tujuan dan manfaat, gambaran umum kabupaten Paniai, metode penelitian, tipologi bangunan tradisional yang meliputi arsitektur rumah tradisional, arsitektur pagar tradisional, dan arsitektur jembatan tradisional.

Disebutkannya, tipologi bangunan tradisional itu terdiri dari tiga bagian Sebagai berikut.. 1. Pertama, tipologi arsitektur rumah tradisional, diantaranya Yameewa (rumah tinggal laki-

laki), Yagamowa (rumah tinggal perempuan), Tii-daa bega owa (rumah honai), Yuwowa (rumah pesta adat), Dabaawa (rumah pondok), Ekinawa (kandang babi), dan Bedo owa (kandang ayam).

2. Kedua, Tipologi arsitektur pagar tradisional, diantaranya Wee eda (pagar yang ditanam secara vertikal), Petu eda (pagar yang ditanam secara horizontal), dan Tegee eda (pagar tiang).

3. Ketiga, tipologi arsitektur jembatan tradisional, yakni Goo koto (jembatan gantung), Koma koto (jembatan model perahu), Tegee koto (jembatan tiang), dan Piyauti koto (jembatan darurat).

Page 2: Asal usul suku mee

Menurut Yunus, hasil studi survei itu dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kapan dan di mana arsitektur tradisional suku Mee berada, dan sedang menuju kemana jati diri dan identitas budaya suku Mee.

“Tujuan penelitian ini juga sebagai salah satu upaya mendokumentasikan dan mempublikasikan arsitektur tradisional suku Mee yang telah dan saat ini ada. Tapi kemungkinan suatu kelak akan terabaikan, sehingga ada baiknya didokumentasikan saat ini,” tutur Yeimo.

Menariknya, hasil penelitian tersebut sempat diikutkan pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XX di Universitas Lampung, 17-22 Juli 2007 lalu.

“Setelah saya melakukan presentasi di kampus dan di beberapa tempat, maka banyak pihak yang tertarik terhadap hasil penelitian studi survey itu,” kata Yunus Yeimo.

Yunus saat ini berniat melakukan penelitian lebih lanjut, agar hasil risetnya benar-benar terdokumentasi secara monumental. Hanya saja terkendala dana. Oleh sebab itu, dirinya sangat berharap bantuan dari semua pihak agar mendukung kegiatan penelitiannya.

Asal Usul-usul Suku Mee dan Moni

HAK ULAYAT MILIK MARGA, BUKAN MILIK SUKU DAN NEGARA BERDASARKAN SEJARAH ADAT ASAL USUL MARGA PAPUA BARAT DI SEKITAR AREAL KONSESI PT. FREEPORT INDONESIA, PAPUA BARAT

PANDANGAN UMUM

Menurut asal suku bangsanya, suku Mee dan Suku Moni berasal dari "PUPU PAPA" Bagian Timur Pegunungan Tengah Papua Barat. Bukti asal-usul sejarah adat per Marga Papua Barat, yang menghuni di sekitar areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura kurang lebih 150 (seratus lima puluh) Marga, baik itu dari Suku Amungme, suku Moni maupun suku Mee.

Ada kurang lebih 22 (Duapuluh Dua) marga dari gabungan suku (Amungme, Moni dan Mee) yang menghuni di WASE atau disebut BANTI Tembagapura seperti: Marga Wamuni,

Page 3: Asal usul suku mee

Natkime, Jamang, Jupinii/Pakage, Beanal/Dogopia, Bukaleng, Omabak, Omaleng, Janampa/Nakapa, Magal, Jangkup/Jawejagani, Abugau, Uwamang, Diwitau, Dimpau, Metegau, Bonmang, Jundang, Magai/Yogi, Kedepa/Kogopa/Kobepa, Metang, Awalak dan lain-lain yang menghuni di bagian Selatan terdekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon.

Ada kurang lebih 47 (empat puluh tujuh) marga dari suku Moni seperti: Belau, Sondegau, Bagubau, Zagani, Wandagau, Ugimpa, Tipagau, Kobogau, Duwitau, Dimpau, Hanau, Zani, Zoani, Selegani, Bilampani, Abugau, Mbuligau, Sinipa, Gayamopa, Mayani, Tigau, Zanampani, Hogazau, Mazau, Puzau, Sujau, Agimbau, Nagapa, Somou, Japugau, Hagimuni, Maizeni, Hagisimizau, Zonggonau, Kayampa, Widigipa, Ematapa, Holombau, Muzizau, Emani, Nulini, Tapani, Nambagani, Naeyagau, Waeyapa, Bagau, dan Miagoni yang menghuni di bagian Utara terdekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat. Sedangkan 47 (empat puluh tujuh) Marga dari suku Mee (Ekagi) terdiri dari: Kedepa, Kogopa, Kobepa, Nakapa, Tenouye, Bunai, Kadepa, Yatipai, Nawipa, Kogii, Gobay, Degei, Yogi, Muyapa, Dogopia, Yeimo, Kudiai, Nabelau, Umitaapa, Muniipa, Wageepa, Yumai, Yobee, Kogaa, Magay, Tobay, Edowai, Uti, Dawaapa, Adii, Pigai, Anoka Kayame, Yukei, Mote, Ogetai, Tatogo, Boma, Pigome, Koto, Apoga, Madai, Tebay, Obaipaa, Tekege, Takimai, dan Youw yang menghuni di bagian Barat dekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat.

Ada kurang lebih 43 (empat puluh tiga) marga lain yang menghuni di bagian Barat jauh dari Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat, yakni: Giay, Agapa, Pekey, Do, Pakage, Tagi, Tibakoto, Dukoto, Kedeikoto, Dogomo, Pinibo, Waine, Wakei, Petege, Makai, Anouw, Kegiye, Kegouw, Dimi, Butu, Tigi, Auwe, Kegaakoto, Ukago, Iyowau, Ikomouw, Gane, Bukegaa, Wogee, Mekei, Deba, Dumapaa, Boga, Pugiye, Kuwayo, Kamo, Tameyai, Nokuwo, Iyoupaa, Giyaipaa, Kotouki, dan Bobii.

Mereka (kurang lebih 150 marga) seperti tersebut diatas menuju ke wilayah Paniai menjadi pemilik wilayah adat dan hak ulayat di lembah Yabo, Aga, Degeuwo, Bogo, Uwodege, Eka, Weya, Yawei, Pugo, Daka/Dama, Duma/Dogomo, Yewa, Boma, Aroanop, Banti dan lain-lain melalui 3 (Tiga) Pintu Utama, yakni Kelompok Marga Wodaapa langsung lewat Pintu Barat Punggung Grasberg-Wanagon, Kelompok Marga Yupi/Maki menuju Paniai melalui Pintu Utara Grasberg-Wanagon, dan Kelompok Marga Madouw menuju Paniai melalui Pintu Selatan Grasberg-Wanagon.

Ada marga yang keluar langsung dari gunung terkaya yang satu ini (PUYA PIGU/GRASBERG), ada marga yang datang dari kampung lain dan menetap di Wase dan ada marga lain yang langsung saja melewati di sekitar gunung tersebut. Mereka semua punya kepentingan tuntutan yang sama kehadapan Pemerintah dan PT. Freeport Indonesia yaitu untuk mendapatkan SAHAM PT. FREEPORT.

Masyarakat Adat Agadide telah melakukan UPACARA ADAT KESELAMATAN DAERAH KERAMAT di Togogei, 29-30 Juli 1999, Desa Yabomaida untuk menyampaikan aspirasinya kepada NKRI melalui Pemerintah Daerah Paniai, Mimika dan PT. Freeport Indonesia.

Page 4: Asal usul suku mee

Berdasarkan Rekomendasi Gubernur Provinsi Papua No.: 593/1288/SET 3 Maret 2003 di Jayapura tentang Pengurusan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di sekitar areal konsesi PT. FI, maka aspirasi tersebut yang berisi: BANTUAN FREEPORT DIBAGI 3 (TIGA) SUKU MELALUI 4 (EMPAT) PINTU ini telah diusulkan kepada pimpinan PT.FI melalui Pemda Mimika, Paniai dan Gubernur Provinsi Papua di Jayapura.

Gunung Grasberg-Danau Wanagon adalah DAERAH KERAMAT BERSAMA SUKU AMUNGME (TIMUR), SUKU MONI (UTARA dari PUYAPIGU:UGIMPA-HOMEYO), SUKU MONI (SELATAN dari PUYA PIGU:WASE-MILE 50-DUMADA-BOUWO-KALI YAWEI) DAN SUKU MEE (BARAT dari PUYA PIGU-MINABUA:DEGEUWODIDE-AGADIDE-YABODIDE-EKADIDE-WEYADIDE) berdasarkan sejarah adat yang berlaku di sekitar areal konsesi PTFI di Tembagapura. Proposal Bantuan Dana Sosialisasi Program Empat Pintu telah diajukan kepada Bupati Mimika dengan No. Agenda: 1438 12-11-2003 di Timika dengan tembusannya disampaikan kepada Bupati dan Ketua DPRD Paniai di Enarotali, Ketua DPRD Mimika di Timika, KA. BPN Provinsi Papua di Jayapura, Ka Badan KESBANG Provinsi Papua di Jayapura, KABAWASDA Provinsi Papua di Jayapura dan CDD/CLO PT. FI untuk memfasilitasi Pengurusan Hak Ulayat yang diajukan oleh masyarakat adat yang menghuni di sekitar areal konsesi PTFI di Tembagapura, Papua Barat.

Salah satu diantaranya adalah TUNTUTAN HAK ULAYAT MARGA WAMUNI di Wase. Batas wilayah kesatuan hidup Suku Amungme, Suku Moni dan Suku Mee di sekitar areal konsesi PT.FI terdekat adalah antara Mile 50-Wase (Desa Wase/Banti), Timika (Mimika Pantai-Mimika Kaki Gunung), Aroanop-Duma/Dogomo, Dama/Daka, Bouwo, Yaweidide Timur, Ogiyaidimida, Siriwo, Maniwo, Kaitakaida, Tomosiga, Gunung Gergaji, Ugimpa, Stinga, Hoya kembali ke Timika, Mile 50-Wase (Desa Wase/Banti) wilayah adatnya adalah MILIK MARGA, bukan MILIK SUKU DAN NEGARA.

Pemerintah NKRI, Pimpinan PT. Freeport McMoRan Copper & Gold Inc., dan PT. Freeport Indonesia masih belum memberikan SAHAM bagi Marga Wamuni sebagai pemilik Hak Ulayat WASE di Tembagapura. Pihak Amerika, Indonesia dan Suku Amungme-Kamoro sudah makan dari hasil produksi tembaga & emas di Tembagapura. Tetapi Marga Wamuni dari Wase suku Moni Selatan Grasberg-Wanagon masih belum merasakan hasil sedikitpun juga. Oleh karena itu, tingkat marga segera diberikan SAHAM sebagai tanda pengakuan dan penghargaan terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia dari pihak Pemerintah NKRI dan PT.FI sebagai Negara-negara yang mempromosikan Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi.

SAHAM tingkat Marga segera diberikan kepada Marga Wamuni dan Marga-Marga lain di sekitar areal konsesi PT.FI di Tembagapura selain Suku dan Negara yang sudah disepakati dalam MoU melalui LEMASA dan LEMASKO di Amerika Serikat tahun 2000 yang lalu. Karena pada mulanya, yang menemukan dan memberikan nama lembah, gunung, kali, rawa, jenis-jenis flora dan fauna di dalam wilayah kesatuan hidup per marga di sekitar areal konsesi PT.FI adalah MARGA itu sendiri sesuai hukum adat secara tidak tertulis yang berlaku di Papua Barat.

YLSM sudah lama berdidi di tengah masyarakat, pegunungan tengah papua ini sudah di bakar oleh seglintir kelompak yang mencari kepentingan sendiri, maka itu kami harus merlihat akar permasalah yang mereka buat oleh beberapa orang ini apa itu mereka bakar itu secara tidak

Page 5: Asal usul suku mee

sengaja atau secara sengaja di dorong oleh orang ketiga, oleh sebab itu mari kita mencari dan memantau permasalahan itu.

YLSM adalah salah satu pusat informasih dari seluruh lapisan masyarakat paniai maupun masyarakat pegunungan tengah di rpopinsi papua, dan kami sampaikan nama-nama pelaku yang sementara ini kami terima sebagai berikut:

1. yulian nawipa2. .habel nawipa3. yulianus yogi4. tentara kedapa

Sementara kami masih mencaria nama-nama pelaku lain jadi kami bisa tambah, bukan cuma 4 pelaku ini. Terima kasih!