Upload
uofaunsada
View
620
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS
TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM
MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN
TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA
EFEK INDONESIA PERIODE 2010 – 2014)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akademika dan Melengkapi
Sebagian Dari Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Oleh:
IBRAHIEM SYAM BUDI
2011420023
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA
2015
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
NIM : 2011420023, Judul Skripsi : ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN
SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM
MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN
TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2010 – 2014).
Jumlah Hal : xii + 72 Hal,
Kata Kunci : Lukuiditas, Solvabilitas, Current Ratio,Quick Ratio, Cash Ratio,
Debt to Equity Ratio,Debt to Total Asset Ratio, Long Term Debt to Equity Ratio.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja likuiditas dan solvabilitas
pada perusahaan jasa telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan
melakukan analisis rasio keuangan
Data yang digunakan oleh penulis adalah data sekunder dari 5 dari
perusahaan yang dijadikan sampel. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
dan komparatif atas hasilperhitungan dari rasio likuiditas dan solvabilitas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat likuiditas dan solvabilitas
perusahaan telekomunikasi di Indonesia masih kurang baik mengingat rasionya
dibawah rata – rata industri. Perusahaan yang kinerjanya paling bak adalah PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Daftar Acuan : (2001-2014)
Jakarta, 18 Agustus 2015
Ibrahiem Syam Budi
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul: Analisis Likuiditas dan Solvabilitas Untuk
Mengukur Kemampuan Pemenuhan Kewajiban (Studi Kasus Perusahaan
Telekomunikasi yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia Periode 2010 – 2014).
Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai derajat
Sarjana Strata I Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini mendapat banyak
bantuan, bimbingan, saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, saudara – saudara penulis yang selama proses
skripsi ini telah memberikan banyak dukungan.
2. Bapak Sukardi Hardjo Sentono, SE, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Unoversitas Darma Persada.
3. Bapak Ahmad Basid Hasibuan SE, M.Si selaku ketua jurusan Program Studi
Akuntansi Universitas Darma Persada
4. Bapak Jombrik, SE, MM selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan saran, bimbingan, nasihat, dan pengarahan dengan penuh
kesabaran.
5. Ibu Dra. Sri Ari Wahyuningsih, MM selaku dosen wali yang telah
membimbing dan memberi nasihat selama proses perkuliahan penulis.
vii
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Darma
Persada yang telah mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan selama proses
perkuliahan.
7. Pihak – pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang dapat digunakan
untuk penyempurnaaan karya ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi yang membacanya.
Jakarta, 18 Agustus 2015
Penulis
Ibrahiem Syam Budi
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL SKRIPSI......................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... iv
ABSTRAK................................................................................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................. vi
DAFTAR ISI............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 4
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian.............................................. 5
1.3.1 Tujuan Penelitian....................................................... 5
1.3.2 Kegunaan Penelitian.................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Laporan Keuangan................................................. 6
2.2 Tujuan Laporan Keuangan....................................................... 6
2.3 Pemakai Laporan Keuangan..................................................... 7
2.4 Komponen Laporan Keuangan................................................. 9
2.5 Analisis Laporan Keuangan..................................................... 17
2.5.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan.................... 17
2.5.2 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan...... 17
2.5.3 Tujuan Analisis Laporan Keuangan.......................... 20
2.5.4 Prosedur Analisis Laporan Keuangan....................... 21
2.6 Likuiditas.................................................................................. 22
ix
2.6.1 Pengertian Likuiditas.............................................. 22
2.6.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas..................... 23
2.6.3 Faktor – faktor yang Menentukan Likuiditas.......... 24
2.6.4 Rasio Likuiditas....................................................... 25
2.7 Solvabilitas............................................................................. 28
2.7.1 Pengertian Solvabilitas............................................ 28
2.7.2 Tujuan dan Manfaat Rasio...................................... 29
2.7.3 Rasio Solvabilitas.................................................... 29
2.8 Kreditur.................................................................................. 32
2.8.1 Pengertian Kreditur................................................. 32
2.8.2 Kepentingan Kreditur............................................. 32
2.8.3 Penilaian Kredit...................................................... 33
2.9 Kerangka Berpikir.................................................................. 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian.................................................................... 39
3.2 Sumber dan Jenis Data yang Digunakan................................ 39
3.3 Populasi dan Sampel............................................................... 39
3.4 Pengumpulan Data.................................................................. 40
3.5 Metode Analisis Data.............................................................. 41
3.6 Definisi Variabel Operasional................................................. 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian..................................................... 43
4.2 Analisis Data.......................................................................... 42
4.2.1 Perhitungan Likuiditas............................................ 44
4.2.2 Perhitungan Solvabilitas......................................... 57
4.2.3 Rata – rata Likuiditas.............................................. 66
4.2.4 Rata – rata Solvabilitas............................................ 69
4.3 Interpretasi Hasil Analisis Rasio Likuiditas........................... 72
x
4.4 Interpretasi Hasil Analisis Rasio Solvabilitas........................ 75
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan................................................................................. 78
5.2 Saran....................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
TABEL 3.1 Prosedur Pemilihan Sampel Perusahaan Jasa Telekomunikasi
TABEL 4.1 Sampel Penelitian
TABEL 4.2 Current Ratio Periode 2010 – 2014
TABEL 4.3 Quick Ratio Periode 2010 – 2014
TABEL 4.4 Cash Ratio Periode 2010 – 2014
TABEL 4.5 Debt to Equity Ratio Periode 2010 – 2014
TABEL 4.6 Total Debt to Total Assets Ratio Periode 2010 – 2014
TABEL 4.7 Long Term Debt to Equity Ratio Periode 2010 – 2014
TABEL 4.8 Rata – rata Current Ratio
TABEL 4.9 Rata – rata Quick Ratio
TABEL 4.10 Rata – rata Cash Ratio
TABEL 4.11 Rata – rata Debt to Equity Ratio
TABEL 4.12 Rata – rata Total Debt to Total Assets Ratio
TABEL 4.13 Rata – rata Long Term Debt to Equity Ratio
TABEL 4.14 Rata – rata Kinerja Likuiditas Tahun 2010 – 2014
TABEL 4.15 Rata – rata Kinerja Solvabilitas Tahun 2010 – 2014
xii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 4.1 Current Ratio Periode 2010 – 2014
GAMBAR 4.2 Quick Ratio Periode 2010 – 2014
GAMBAR 4.3 Cash Ratio Periode 2010 – 2014
GAMBAR 4.4 Debt to Equity Ratio Periode 2010 – 2014
GAMBAR 4.5 Total Debt to Total Assets Ratio Periode 2010 – 2014
GAMBAR 4.6 Long Term Debt to Equity Ratio Periode 2010 – 2014
GAMBAR 4.7 Rata – rata Current Ratio
GAMBAR 4.8 Rata – rata Quick Ratio
GAMBAR 4.9 Rata – rata Cash Ratio
GAMBAR 4.10 Rata – rata Debt to Equity Ratio
GAMBAR 4.11 Rata – rata Total Debt to Total Assets Ratio
GAMBAR 4.12 Rata – rata Long Term Debt to Equity Ratio
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa interaksi
dengan manusia yang lainnya, dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya secara
normal manusia akan butuh bantuan dari orang lain. Oleh sebab itu manusia harus
membutuhkan komunikasi antara satu dengan yang lain. Pada jaman dulu dimana
populasi manusia relatif kecil, komunikasi antar sesama dapat dilakukan secara
langsung, akan tetapi setelah populasi manusia bertambah besar sebagian dari
mereka mulai menyebar untuk membentuk kelompok baru seperti desa, kampung,
pulau bahkan negara. Komunikasi antar desa, kampung, pulau bahkan negara yang
relatif berjauhan tidak lagi dapat dilakukan secara langsung, sehingga timbul
inisiatif menggunakan alat bantu komunikasi tradisional. Alat bantu komunikasi
selanjutnya berkembang dengan sangat pesat hingga saat ini dan akan terus
berkembang seiring berjalannya waktu.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Telekomunikasi berasal dari
gabungan dua suku kata, yaitu “tele” yang berarti far off atau Jauh dan
“communicate” yang berarti to share atau komunikasi jadi telekomunikasi bisa
diartikan sebagai komunikasi jarak jauh. Pada saat sekarang ini di Indonesia pun
telekomunikasi hampir tidak bisa dijauhkan dalam kehidupan sehari – hari seperti
telepon, pesan singkat dan internet. Banyak perusahaan berlomba – lomba untuk
memberikan jasa telekomunikasi yang terbaik. Dengan bertambahnya perusahaan
2
telekomunikasi ini, maka akan meningkatkan persaingan dalam dunia
telekomunikasi untuk merebut hati para pelanggan agar menggunakan jasa mereka
sehingga setiap perusahaan perlu meningkatkan efisiensi dan efektivitas untuk
menjaga kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang.
Dalam suatu perusahaan kita telah mengetahui bahwa Akuntansi
mempunyai fungsi untuk mencatat transaksi – transaksi yang terjadi didalam
perusahaan. Sebelum transaksi dicatat ke dalam proses pencatatan, maka transaksi
tersebut perlu diklasifikasikan, diikhtisarkan, dan disajikan dalam laporan – laporan
yang disebut dengan laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses pencatatan akuntansi
yang memberikan informasi tentang posisi keuangan suatu perusahaan. Laporan
keuangan juga merupakan ringkasan dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan
yang terjadi selama satu periode akuntansi.
Pada dasarnya tujuan utama perusahaan adalah untuk mendapatkan
keuntungan sebesar – besarnya dan memaksimalkan kemakmuran para pemegang
saham melalui strategi – strategi yang telah dibuat oleh manajemen untuk mencapai
target yang diinginkan. Agar tujuan tersebut tercapai dan untuk mengetahui
kinerjanya, perusahaan harus menyajikan laporan keuangan dalam satu periode
tertentu. Laporan keuangan tersebut bertujuan untuk menilai kinerja keuangan
perusahaan dan untuk acuan bagi pihak manajemen dalam mengambil keputusan.
Dalam pengambilan suatu keputusan, pihak manajemen membutuhkan
informasi yang bertujuan untuk memperkirakan apa yang mungkin akan terjadi di
masa yang akan datang. Semua komponen yang terdapat di dalam laporan keuangan
3
pada dasarnya merupakan suatu sarana informasi yang diperlukan untuk
pertanggung jawaban manajemen dan juga untuk bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan keuangan. Akan tetapi dari sebagian besar informasi yang
terdapat dalam laporan keuangan ada beberapa yang menjadi perhatian utama para
investor sebagai dasar untuk acuan dalam pengambilan keputusan mereka adalah
informasi mengenai laba dan arus kas.
Untuk mempermudah dalam menganalisis laporan keuangan, metode yang
akan digunakan dalam menganalisis likuiditas dan solvabilitas tersebut adalah
analisis laporan keuangan komparatif. Komparatif di sini bersifat membandingkan
hasil dari rasio likuiditas dan solvabilitas dari tahun ke tahun, yang dilakukan
dengan menelaah rasio likuiditas dan rasio solvabilitas dari periode ke periode.
Informasi tentang tingkat likuiditas dan solvabilitas suatu perusahaan akan
sangat bermanfaat bagi pihak – pihak yang memakai laporan keuangan sebagai
acuan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban -
kewajibannya. Investor memerlukan informasi kinerja perusahaan sebagai evaluasi
yang lebih baik terhadap keputusan ekonomi yang akan diambil (Hakivent dan
Murtanto, 2000).
Pihak – pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun
perkembangan perusahaan antara lain adalah para investor (penanam modal). Para
investor berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan dalam rangka
penentuan kebijakan penanaman modalnya, apakah perusahaan mempunyai
prospek yang cukup baik dan akan memperoleh keuntungan yang cukup baik
(Munawir, 2001).
4
Kelompok perusahaan yang tergolong dalam jasa telekomunikasi yang telah
go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) dipilih sebagai kelompok perusahaan yang
akan diteliti tingkat likuiditasnya karena telekomunikasi saat ini sangat dibutuhkan
oleh masyarakat. Hampir setiap orang di Indonesia membutuhkan komunikasi, oleh
sebab itu penulis akan meneliti tentang tingkat likuiditas dan solvabilitas
perusahaan telekomunikasi dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan.
Pada penelitian ini penulis mengumpulkan laporan posisi keuangan atau
biasa disebut neraca dari lima perusahaan jasa telekomunikasi selama lima tahun
terakhir kemudian diolah dan dijadikan laporan dalam bentuk komparatif, serta
merekapitulasi saldo kas akhir tahun dari kelima perusahaan jasa telekomunikasi
tersebut. Setelah itu dilakukan pengukuran tingkat likuiditas dan solvabilitas kelima
perusahaan jasa telekomunikasi menggunakan rasio – rasio yang ada. Setelah
tingkat likuiditas dan solvabilitas kelima perusahaan jasa telekomunikasi diperoleh,
kemudian penulis akan menghubungkan hasil dari analisis. Dari hasil tersebut dapat
ditarik kesimpulan dari tingkat likuiditas dan solvabilitas.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis bermaksud untuk
melakukan analisis dengan judul Analisis Kinerja Likuiditas dan Solvabilitas
Terhadap Keputusan Kreditur Dalam Memberikan Pinjaman (Studi Kasus
Perusahaan Telekomunikasi Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia
Periode 2010 – 2014).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang muncul dirumuskan
sebagai berikut:
5
1. Bagaimana likuiditas perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI.
2. Bagaimana solvabilitas perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI.
3. Bagaimana perbandingan tingkat likuiditas dan solvabilitas pada
perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI Terhadap Keputusan
Kreditur
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis tingkat likuiditas pada perusahaan telekomunikasi yang
terdaftar di BEI.
2. Untuk menganalisis tingkat solvabilitas pada perusahaan telekomunikasi
yang terdaftar di BEI.
3. Untuk menganalisis perbandingan likuiditas dan solvabilitas perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar di BEI.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
1. Bagi penulis merupakan kesempatan untuk menerapkan teori yang di dapat
di bangku kuliah dalam kehidupan perusahaan yang sesungguhnya.
2. Bagi pembaca diharapkan dapat berguna sebagai bahan pembanding dan
masukan dalam mengadakan penelitian yang lebih lanjut dibidang
akuntansi.
3. Bagi pihak lain diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan
dalam mengambil sebuah keputusan untuk keuangan.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Laporan Keuangan
Hasil akhir dari proses pencatatan akuntansi disebut dengan laporan
keuangan, jadi laporan keuangan merupakan suatu ringkasan transaksi yang
dilakukan dari perusahaan yang terjadi selama satu periode akuntansi atau satu
tahun buku.
Menurut Hanafi dan Halim, dalam buku Analisis Laporan Keuangan
(2002:63), Laporan Keuangan adalah laporan yang diharapkan bisa memberi
informasi mengenai perusahaan, dan digabungkan dengan informasi yang lain,
seperti industri, kondisi ekonomi, bisa memberikan gambaran yang lebih baik
mengenai prospek dan risiko perusahaan.
Sedangkan menurut Harahap, dalam buku Analisa Kritis Atas Laporan
Keuangan (2006:105), “laporan keuangan adalah laporan yang menggambarkan
kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka
waktu tertentu”.
Menurut Adrian dan Shin dalam jurnal yang berjudul Liquidity Ana
Financial Contagion (2008,42) “laporan keuangan merupakan ringkasan transaksi
yang digunakan sebagai alat untuk menginformasikan kondisi keuangan yang
terjadi selama satu periode akuntansi atau satu tahun buku dari suatu organisasi atau
perusahaan”.
2.2 Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:3), tujuan laporan keuangan
adalah “menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi”. Sedangkan menurut Fahmi
7
(2011:28), tujuan utama dari laporan keuangan adalah “memberikan informasi
keuangan yang mencakup perubahan dari unsur-unsur laporan keuangan yang
ditujukan kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam menilai kinerja
keuangan terhadap perusahaan di samping pihak manajemen perusahaan”.
Para pemakai laporan akan menggunakannya untuk meramalkan,
membandingkan, dan menilai dampak keuangan yang timbul dari keputusan
ekonomis yang diambilnya. Informasi mengenai dampak keuangan yang timbul
tadi sangat berguna bagi pemakai untuk meramalkan, membandingkan dan menilai
keuangan. Seandainya nilai uang tidak stabil, maka hal ini akan dijelaskan dalam
laporan keuangan. Laporan keuangan akan lebih bermanfaat apabila yang
dilaporkan tidak saja aspek-aspek kuantitatif, tetapi mencakup penjelasan -
penjelasan lainnya yang dirasakan perlu. Dan informasi ini harus faktual dan dapat
diukur secara objektif.
2.3 Pemakai Laporan Keuangan
Menurut Prastowo dan Juliaty (2005;4-5) pemakai laporan keuangan antara
lain meliputi:
1. Investor
Para investor (dan penasehatnya) berkepentingan terhadap risiko yang
melekat dan hasil pengembangan dari investasi yang dilakukannya. Investor
ini membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus
membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Selain itu, mereka juga
tertarik pada informasi yang memungkinkan melakukan penilaian terhadap
kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.
8
2. Kreditor (pemberi pinjaman)
Para kreditor tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan
mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar
pada saat jatuh tempo
3. Pemasok dan kreditor usaha lainnya
Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang
akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditur usaha berkepentingan pada
perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek dibanding kreditor.
4. Sharehoolder’s (para pemegang saham)
Para pemegang saham berkepentingan dengan informasi mengenai
kemajuan perusahaan, pembagian keuntungan yang akan diperoleh dan
penanaman modal untuk business plan selanjutnya.
5. Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan
hidup perusahaan, terutama jika mereka terlibat dalam perjanjian jangka
panjang dengan atau bergantung pada perusahaan.
6. Pemerintah
Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya
berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan oleh karenanya
berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Selain itu, mereka juga
membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan
9
kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan
nasional dan statistik lainnya.
7. Karyawan
Karyawan dan kelompok – kelompok yang mewakilinya tertarik pada
informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga
tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka melakukan penilaian
atas kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun
dan kesempatan kerja.
8. Masyarakat
Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara, seperti
pemberian kontribusi pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang
yang dipekerjakan dan perlindungan kepada para penanam modal domestik.
Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan
informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran
perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
2.4 Komponen Laporan Keuangan
Laporan keuangan atau yang biasa disebut dengan Financial Statement
berisikan informasi tentang prestasi perusahaan dimasa lampau dan dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menetapkan kebijakan dimasa yang akan datang
atau di periode yang akan datang. Seperti yang telah di jelaskan diatas, bahwa
laporan keuangan merupakan ringkasan dari data transaksi keuangan perusahaan.
Laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007,12), meliputi:
10
1. Neraca
2. Laporan laba rugi
3. Laporan perubahan ekuitas
4. Laporan arus kas
5. Catatan atas laporan keuangan
Kelima komponen dari laporan keuangan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang menunjukkan tentang aktiva,
kewajiban dan modal dari suatu perusahaan pada periode tertentu. Adapun
pengertian neraca menurut para ahli dapat dilihart melalui beberapa
pendapat, antara lain:
Menurut Hanafi dan Halim, dalam buku Analisis Laporan Keuangan
(2002:63), Neraca adalah laporan yang meringkas posisi keuangan suatu
perusahaan pada tanggal tertentu. Neraca menampilkan sumber daya
ekonomis (asset), kewajiban ekonomis (hutang), modal saham, dan
hubungan antar item tersebut.
Sedangkan menurut Harahap, dalam buku Analisa Kritis Atas
Laporan Keuangan (2006:107), Laporan Neraca, yang disebut juga dengan
laporan posisi keuangan perusahaan, adalah laporan yang menggambarkan
posisi aktiva, kewajiban dan modal pada saat tertentu.
Menurut Hermanto dan Agung (2015,11) untuk menggambarkan
posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu, neraca mempunyai tiga
unsur keuangan, yaitu aktiva, kewajiban dan ekuitas. Ketiga unsur tersebut
dapat di subklasifikasikan sebagai berikut:
11
a. Aktiva, merupakan sumber daya yang dikuasai perusahaan dapat di
subklasifikasikan menjadi 5 unsur, yaitu:
1) Aktiva lancar, yaitu yang manfaat ekonominya diharapkan akan
diperoleh dalam waktu kurang dari satu tahun. Misalnya kas,
surat berharga, persediaan, piutang. Aktiva lancar merupakan
sumber dana dalam melunasi kewajiban jangka pendek. Maka
dari itu Aktiva lancar harus dipertimbangkan dalam mengukur
tingkat likuiditas suatu perusahaan.
2) Investasi jangka panjang, yaitu penanaman modal yang biasanya
dilakukan dengan tujuan memperoleh penghasilan tetap atau
untuk menguasai perusahaan lain. Misalnya investasi saham,
investasi obligasi.
3) Aktiva tetap, yaitu aktiva yang memiliki substansi (wujud) fisik,
digunakan dalam operasi normal perusahaan dan tidak
dimaksudkan untuk dijual, serta memberikan manfaat ekonomi
lebih dari satu tahun. Misalnya tanah, gedung, kendaraan dan
mesin.
4) Aktiva yang tidak berwujud, yaitu aktiva yang tidak mempunyai
substansi fisik dan biasanya berupa hak atau hak istimewa yang
memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan untuk jangka
waktu lebih dari satu tahun. Misalnya hak cipta, Merck dagang
dan lisensi.
12
5) Aktiva lain – lain, yaitu aktiva yang tidak dapat dimasukkan ke
dalam salah satu dari empat subklasifikasi tersebut, misalnya
beban ditangguhkan, piutang kepada direksi, deposito, pinjaman
karyawan.
b. Kewajiban, yang merupakan hutang perusahaan masa kini dapat
disubklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Kewajiban lancar, yaitu kewajiban yang penyelesaiannya
diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya
perusahaan yang memiliki manfaat ekonomi dalam jangka kurang
dari satu tahun. Misalnya hutang dagang, hutang wesel, hutang
gaji dan upah, hutang pajak, hutang biaya atau beban lainnya yang
belum dibayar
2) Kewajiban jangka panjang, yaitu kewajiban yang
penyelesaiannya diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari
sumber daya perusahaan (yang memiliki manfaat ekonomi)
dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Misalnya hutang
obligasi, hutang bank.
3) Kewajiban lain – lain, yaitu kewajiban yang tidak dapat
dikategorikan ke dalam salah satu subklasifikasi kewajiban
tersebut, misalnya hutang kepada direksi, hutang kepada
pemegang saham.
13
c. Ekuitas, yaitu merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan
yang merupakan selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada.
Ekuitas dapat dibagi menjadi dua, yaitu
1) Ekuitas yang berasal dari setoran para pemilik, misalnya modal
saham (termasuk sio saham bila ada), dan
2) Ekuitas yang berasal dari hasil operasi, yaitu laba yang tidak
dibagikan kepada para pemilik, misalnya dalam bentuk dividen,
(ditahan).
2. Laporan Laba Rugi
bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada
suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan
beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih.
Untuk dapat menggambarkan informasi mengenai potensi (kemampuan)
perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, laporan laba
rugi mempunyai dua unsur, yaitu penghasilan dan beban, yang dijelaskan
sebagai berikut:
a. Penghasilan (income) yang diartikan sebagai kenaikan manfaat
ekonomi dalam bentuk pemasukan atau peningkatan aktiva atau
penurunan kewajiban perusahaan selama periode tertentu dapat
disubklasifikasikan meliputi:
1) Pendapatan (revenures), yaitu penghasilan yang timbul dalam
pelaksanaan aktivitas yang biasa dan yang dikenal dengan
sebutan yang berbeda, misalnya penjualan barang dagang,
14
penghasilan jasa, pendapatan bunga, pendapatan dividen, royalti
dan sewa.
2) Keuntungan (gains), yaitu pos lain yang memenuhi definisi
penghasilan dan mungkin timbul atau tidak timbul dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang rutin misalnya pos yang
timbul dalam pengalihan aktiva lancar, revaluasi sekuritas,
kenaikan jumlah aktiva jangka panjang.
b. Beban (expense) diartikan sebagai penurunan manfaat ekonomi
dalam bentuk arus keluar, penurunan aktiva, atau kewajiban (yang
menyebabkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian
kepada pemilik) perusahaan selama periode tertentu.
3. Laporan Arus Kas
Yaitu bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang
dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan aliran masuk
dan keluar uang (kas) perusahaan yang diklasifikasikan menjadi 3 aktivitas
operasi, investasi dan pembiayaan.
Laporan arus kas merupakan gambaran dari mana uang kas
diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan
arus kas merupakan ringkasan dari penerimaan dan pengeluaran kas
perusahaan selama periode tertentu
15
4. Laporan Perubahan Ekuitas
Yaitu salah satu bagian laporan keuangan yang menunjukan
perubahan ekuitas pemilik selama satu periode. Laporan perubahan ekuitas
terdiri dari saldo awal modal pada neraca saldo setelah disesuaikan di
tambah laba bersih atau dikurang rugi selama satu periode dan dikurangi
dengan pengambilan prive.
Perusahaan harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai
komponen laporan keuangan yang menunjukkan:
a. Rugi atau laba bersih periode yang bersangkutan.
b. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta
jumlahnya yang berdasarkan SAK terkait diakui secara langsung
dalam ekuitas.
c. Pengaruh akumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan
perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam
SAK terkait.
d. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik
e. Saldo akumulasi rugi dan laba pada awal dan akhir periode serta
perubahannya
f. Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing – masing jenis model
saham, agio, dan cadangan pada awal dan akhir periode yang
menungkapkan secara terpisah setiap perubahannya.
16
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Yaitu catatan tambahan dan informasi yang ditambahkan ke akhir
laporan keuangan untuk memberikan tambahan informasi kepada pembaca
dengan informasi lebih lanjut. Catatan atas Laporan Keuangan membantu
menjelaskan perhitungan item tertentu dalam laporan keuangan serta
memberikan penilaian yang lebih komprehensif dari kondisi keuangan
perusahaan. Catatan atas Laporan Keuangan dapat mencakup informasi
tentang hutang , kelangsungan usaha , piutang, kewajiban kontinjensi , atau
informasi kontekstual untuk menjelaskan angka-angka keuangan (misalnya
untuk menunjukkan gugatan).
Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis.
Setiap pos dalam neraca, laporan laba – rugi dan laporan arus kas harus
berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan
keuangan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:
a. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan
kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa
dan transaksi yang penting.
b. Informasi yang diwajibkan dalam SAK tetap tidak disajikan
dineraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan
ekuitas.
c. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan
tetap diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
17
2.5 Analisis Laporan Keuangan
2.5.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Ada beberapa pengertian analisis laporan keuangan yang dikemukakan oleh
para ahli, antara lain.
Menurut Harahap (2007;190) mengemukakan bahwa “analisis laporan
keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang
bersifat signifikan yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara
data kuantitatif maupun data nun kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui
kondisi keuangan lebih dalam yang angan penting dalam proses menghasilkan
keputusan yang tepat”.
Sedangkan menurut Prastowo dan Juliaty (2005,52) menjelaskan bahwa
“analisis laporan keuangan merupakan suatu proses untuk membedah laporan
keuangan ke dalam unsur – unsurnya, menelaah masing – masing unsur tersebut,
dan menelaah hubungan di antara unsur – unsur tersebut, dengan tujuan untuk
memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan
itu sendiri”.
Menurut Plantin, Shapra dan Shin (2008;365) analisis laporan keuangan
merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk memahami hubungan –
hubungan yang terdapat dalam laporan keuangan.
2.5.2 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan
Menurut Prastowo dan Juliaty (2005,54), secara umum metode analisis
laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Metode analisis horizontal (dinamis) adalah metode analisis yang
dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan untuk
beberapa tahun (periode), sehingga dapat diketahui perkembangan dan
kecenderungannya. Disebut metode horizontal karena analisis ini
membandingkan pos yang sama untuk periode yang berbeda. Disebut
18
metode analisis dinamis karena metode ini bergerak dari tahun ke tahun
(periode)
2. Metode analisis vertikal (statis) adalah metode analisis yang dilakukan
dengan cara menganalisis laporan keuangan pada tahun (periode)
tertentu, yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dengan pos
yang lainnya pada laporan keuangan yang sama untuk tahun (periode)
yang sama. Karena membandingkan antara pos yang satu dengan yang
lainnya pada laporan keuangan yang sama, maka disebut metode
vertikal. Disebut metode statis karena metode ini membandingkan pos
– pos laporan keuangan pada tahun (periode) yang sama.
Menurut Hermanto dan Agung (2015;1.66) ada beberapa teknik yang dapat
digunakan dalam analisa laporan keuangan, antara lain:
1. Analisis perbandingan laporan keuangan (komparatif), adalah teknik
analisa perbandingan dari laporan keuangan selama beberapa periode
yang mengkaji perkembangan dalam rentabilitas,efektivitas/ intensitas
penggunaan modal, likuiditas /posisi keuangan jangka pendek,
solvabilitas/ posisi keuangan jangka panjang. Sehingga hasil kajian
merupakan analisa dinamis atau analisa horizontal.
2. Analisa trend, adalah teknik analisa perbandingan dari laporan
keuangan selama beberapa periode yang menggunakan tahun awal
sebagai tahun dasar dimana semua pos – pos yang ada dalam laporan
keuangan tahun dasar dinyatakan dengan angka 100, sehingga pos – pos
yang sama ditahun setelah tahun dasar diamati dalam rasio terhadap
19
tahun dasarnya. Jadi trend yang dimaksud adalah menunjukan
hubungan antara masing – masing pos suatu tahun dengan pos yang
sama pada tahun dasar.
3. Analisa rasio, merupakan teknik yang membandingkan pos – pos yang
berlainan dalam adu laporan keuangan. Perbandingan ini dilakukan atas
pos – pos yang mempunyai hubungan satu sama lainnya. Berbeda
dengan analisa komparatif dan analisa trend, analisa ini memberikan
informasi mengenai keadaan posisi keuangan pada suatu periode.
4. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, merupakan suatu analisis
untuk mengetahui sumber – sumber serta penggunaan modal kerja atau
untuk mengetahui sebab – sebab berubahnya modal kerja dalam periode
tertentu.
5. Analisis sumber dan penggunaan kas, merupakan suatu analisis untuk
mengetahui sebab – sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk
mengetahui sumber – sumber serta penggunaan uang kas selama
periode tertentu.
6. Analisa break event, biasa disebut sebagai hubungan antara besarnya
jumlah investasi dan volume yang ditargetkan untuk mencapai
profitabilitas. Analisa break avent atau disebut analisa titik impas
merupakan sarana untuk menentukan titik dimana perusahaan tidak
mengalami keuntungan ataupun kerugian dalam mencapai usahanya.
7. Analisa laba kotor, merupakan salah satu metode yang bermanfaat yang
dapat digunakan oleh manajemen dalam rangka meningkatkan operasi
20
pusat laba dan pusat investasi analisa yang mendalam terhadap
perubahan – perubahan penjualan, biaya dan laba kotor menimbulkan
suatu pengertian yang menyeluruh mengenai langkah – langkah yang
diperlukan agar operasi perusahaan tidak terlalu menyimpang dari
harapan – harapan yang dianggarkan.
8. Analisis persentase perkomponen (Common Size) merupakan suatu
metode analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing –
masing aktiva terhadap total aktivanya.
2.5.3 Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Menurut Kasmir (2011:68), tujuan dari analisis laporan keuangan adalah:
1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode
tertentu, baik aset, kewajiban, ekuitas, maupun hasil usaha yang telah
dicapai untuk beberapa periode.
2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi
kekurangan perusahaan.
3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.
4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu
dilakukan ke depan berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat
ini.
5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu
penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.
6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis
tentang hasil yang mereka capai.
21
Menurut Hermanto dan Agung (2015,59) tujuan analisa laporan keuangan
adalah “untuk mengambil keputusan perencanaan dan kontrol guna menjamin
tercapainya tujuan perusahaan dalam mencapai rentabilitas yang memuaskan dan
dapat menjamin posisi keuangan yang sehat”. Analisis laporan keuangan yang
dilakukan dimaksudkan untuk menambah informasi dalam suatu laporan keuangan.
Sedangkan menurut Munawir (2010:31), “tujuan analisis laporan keuangan
merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan
dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan yang
bersangkutan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-pihak yang
berkepentingan apabila data tersebut diperbandingkan untuk dua periode atau lebih,
dan dianalisa lebih lanjut sehingga akan dapat diperoleh data yang akan dapat
mendukung keputusan yang akan diambil”.
2.5.4 Prosedur Analisis Laporan Keuangan
Menurut Prastowo dan Juliaty (2005,53) ada beberapa langkah dalam
menganalisis laporan keuangan, antara lain adalah:
1. Memahami latar belakang data keuangan perusahaan
Pemahaman latar belakang data keuangan perusahaan yang dianalisis
mencakup pemahaman tentang bidang usaha yang diterjuni oleh
perusahaan akan kebijakan akuntansi yang dianut dan diterapkan oleh
perusahaan tersebut. Memahami latar belakang data keuangan
perusahaan yang akan dianalisis merupakan langkah yang perlu
dilakukan sebelum menganalisis laporan keuangan perusahaan tersebut.
2. Memahami kondisi – kondisi yang berpengaruh pada perusahaan,
Selain latar belakang keuangan perusahaan, kondisi – kondisi yang
mempunyai pengaruh terhadap perusahaan perlu juga untuk dipahami.
22
Kondisi – kondisi yang perlu dipahami mencakup informasi mengenai
trend (kecenderungan) industri dimana perusahaan beroperasi.
3. Mempelajari dan mereview laporan keuangan
Kedua langkah pertama akan memberikan gambaran mengenai
karakteristik (profil) perusahaan. Sebelum berbagai teknik analisis
laporan keuangan diaplikasikan, perlu dilakukan review terhadap laporan
keuangan secara menyeluruh. Apabila dipandang perlu, dapat menyusun
kembali laporan keuangan perusahaan yang dianalisis. Tujuan langkah
ini adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah cukup jelas
menggambarkan data keuangan yang relevan dan sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku.
4. Menganalisis laporan keuangan
Setelah memahami profil perusahaan dan mereview analisis laporan
keuangan, maka dengan menggunakan berbagai metode dan teknik
analisis yang ada dapat menganalisis laporan keuangan dan
menginterprestasikan hasil analisis tersebut.
2.6 Likuiditas
2.6.1 Pengertian likuiditas
Beberapa pengertian likuiditas menurut beberapa ahli ekonomi adalah
sebagai berikut:
Menurut Munawir (2007;31) “Likuiditas adalah menunjukkan kemampuan
suata perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera
dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada
23
saat ditagih”. Sedangkan menurut Sofyan (2006;301) berpendapat “Likuiditas
adalah menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban
jangka pendek”. Sementara menurut Sugiarso (2006;114) mengemukakan bahwa
“Likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban keuangan jangka pendek”. Sedangkan menurut Sutrisno (2009;215)
menyebutkan bahwa “likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi”.
Sedangkan menurut Brunnermeier dan Pederson (2007;153) bahwa
likuiditas adalah tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendek yang harus di penuhi. Perusahaan dapat dikatakan dapat memenuhi
kewajiban tepat pada waktunya apabila aktiva lancar pada perusahaan lebih besar
daripada hutang lancar.
Perusahaan yang dapat memenuhi kewajiban tepat pada waktunya berarti
perusahaan tersebut dalam kondisi likuid. Sebaliknya apabila perusahaan tidak
dapat memenuhi kewajiban tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam
kondisi likuid.
Terdapat dua faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam mengukur
tingkat likuiditas suatu perusahaan, dua faktor tersebut antara lain aktiva lancar dan
kewajiban jangka pendek.
2.6.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas
Menurut Kasmir (2008,132), secara umum ada beberapa tujuan dan manfaat
rasio likuiditas, yaitu
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau hutang
jangka panjang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya,
24
kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar
sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban
yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun,
dibandingkan dengan total aktiva lancar.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan. Dalam hal
ini aktiva lancar dikurangi persediaan yang dianggap likuiditasnya lebih
rendah.
4. untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
hutang.
5. untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu
dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
6. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dan masing – masing
komponen yang ada di aktiva lancar dan hutang lancar.
7. menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya,
dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
2.6.3 Faktor – faktor yang Menentukan Likuiditas
Menurut Simorangkir (2000:152), secara umum, faktor-faktor yang
mempengaruhi posisi likuiditas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Besarnya investasi pada harta tetap dibandingkan dengan seluruh data
jangka panjang,
25
pemakaian dana untuk pembelian harta tetap adalah salah satu sebab utama
dari keadaan tidak likuid. Jikalau makin banyak dana perusahaan yang
dipergunakan untuk harta tetap. Oleh sebab itu rasio likuiditas menurun.
Kemerosotan tersebut hanya dapat dicegah dengan menambah jangka
panjang untuk menutup kebutuhan harta tetap yang meningkat
2. Volume kegiatan perusahaan,
Peningkatan volume kegiatan perusahaan akan menambah kebutuhan dana
untuk membiayai harta lancar. Sebagian dari kebutuhan tersebut dipenuhi
dengan meningkatkan hutang – hutang, tetapi jika hal – hal lain tetap,
investasi dana jangka panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan
modal kerja sangat diperlukan agar rasio dapat dipertahankan.
3. Pengendalian harta lancar
Apabila pengendalian yang kurang baik terhadap besarnya investasi dalam
persediaan dan piutang menyebabkan adanya investasi yang melebihi
daripada yang seharusnya, maka sekali lagi rasio akan turun dengan tajam,
kecuali apabila disediakan lebih banyak dana jangka panjang.
Kesimpulannya ialah bahwa perbaikan dalam pengendalian investasi
semacam ini akan dapat memperbaiki rasio likuiditas
2.6.4 Rasio Likuiditas
Menurut Harahap (2009:301) “Rasio likuiditas merupakan rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya”.
Sedangkan menurut Martono dan Harjito (2002;53) mendefinisikan rasio likuiditas
sebagai berikut:
26
“Rasio likuiditas (liquidity ratio) yaitu rasio yang menunjukkan hubungan
antara kas perusahaan dan aktiva lancar lainnya dengan hutang lancar. Rasio
likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban – kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi atau kewajiban
jangka pendek”.
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa rasio likuiditas adalah
rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam
melunasi kewajiban jangka pendek. Rasio likuiditas dihitung dengan menggunakan
aktiva lancar dan kewajiban lancar. Rasio likuiditas yang umum digunakan adalah:
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Menurut Astuti (2004;31) mengemukakan bahwa “Rasio lancar
dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Rasio
lancar menunjukkan besarnya kewajiban lancar yang ditutup dengan aktiva
yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek”.
Sedangkan menurut Hermanda dan Agung (2012,6.106) “Rasio lancar
adalah hasil pembagian antara jumlah aktiva lancar dibagi dengan hutang
lancar yang artinya tingkat keamanan bagi kreditor jangka pendek”.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rasio lancar
menutupi semua kewajiban – kewajiban lancar. Perbandingan aktiva lancar
dengan hutang lancar adalah 1 : 1 yang artinya 100%. Jadi, apabila
perusahaan dalam keadaan likuid maka aktiva lancar dapat menutupi semua
hutang. Semakin besar aktiva lancar suatu perusahaan maka semakin tinggi
tingkat kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka
pendeknya.
27
Rasio lancar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
2. Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acit Test Ratio)
Menurut Munawir (2002),
“Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan
persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif lama untuk
direalisir menjadi uang kas dan menganggap bahwa piutang segera dapat
direalisir sebagai uang kas,walaupun kenyataannya mungkin persediaan
lebih likuid daripada piutang”.
Apabila menggunakan rasio ini maka dapat dikatakan bahwa jika
suatu perusahaan mempunyai nilai quick ratio sebesar kurang dari 100%
atau 1:1, hal ini dianggap kurang baik tingkat likuiditasnya (Fahmi
2011:62).
Menurut Hermanda dan Agung (2012,6.107)
“Rasio cepat (Quick Ratio atau Acit Test Ratio) dihitung dengan
mengeluarkan pos – pos aktiva lancar yang tidak likuid atau yang cukup
lama prosesnya bila dijadikan kas, atau hanya pos yang lancar saja yang
akan digunakan. Antara lain terdiri dari kas, wesel tagih dan piutang dagang.
Rasio cepat menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid
dalam menutupi hutang lancar”.
Rasio cepat dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 − 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
3. Rasio Kas (Cash Ratio)
Menurut Hermanto dan Agung dalam buku Analisa Laporan
Keuangan (2012,6.108) “Rasio Kas (Cash Ratio) merupakan rasio yang
paling likuid Siantar rasio – rasio yang ada, sebab rasio ini hanya
28
memperbandingkan pos – pos lancar yang terdapat dalam aktiva lancar yaitu
cash on hand, cash in bank dan wesel, yang dibandingkan dengan jumlah
hutang lancar”. “Rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan posisi kas
yang dapat menutupi hutang lancar dengan kata lain cash ratio merupakan
rasio yang menggambarkan kemampuan kas yang dimiliki dalam
manajemen kewajiban lancar tahun yang bersangkutan (Muchlisin Riadi
2012,12)”.
Rasio Kas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑜𝑟 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑡
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
2.7 Solvabilitas
2.7.1 Pengertian Solvabilitas
Beberapa pengertian likuiditas menurut beberapa ahli ekonomi adalah
sebagai berikut:
Menurut Sugiarso (2006:115), mendefinisikan Solvabilitas adalah
“kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya, baik utang jangka
pendek maupun utang jangka panjang”. Sedangkan menurut Munawir (2007:32),
mendefinisikan Solvabilitas yaitu ‘menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasikan,
baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang”. Selanjutnya
menurut Sutrisno (2009:15), mendefinisikan Solvabilitas adalah “kemampuan
perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi”.
29
Sedangkan menurut Harahap (2010) “Solvabilitas menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya”.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Solvabilitas adalah
kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya. Solvabilitas
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh utang yang ada
dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya.
2.7.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Solvabilitas
Menurut Kasmir (2008,153), secara umum ada beberapa tujuan dan manfaat
rasio likuiditas, yaitu:
1. Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak
lainnya (kreditor).
2. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap
dengan modal.
3. Untuk melihat seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang.
4. Untuk menilai seberapa besar pengaruh hutang perusahaan terhadap
pengelolaan aktiva
5. Untuk menilai dan mengukur berapa bagiandari setiap rupiah modal sendiri
yang dijadikan jaminan hutang jangka panjang.
2.7.3 Rasio Solvabilitas
Menurut Kasmir (2008;150), rasio solvabilitas merupakan “rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.
Artinya, berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan
dengan aktivanya”. Sedangkan menurut Weygant, Kieso, dan Kimmel (2008;406)
30
rasio solvabilitas (solvency ratio) adalah “ alat untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk bertahan selama periode waktu yang panjang”. Selanjutnya
menurut Prastowo (2011:88) rasio solvabilitas merupakan “rasio yang
menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
panjangnya”.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa rasio solvabilitas adalah rasio
yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam melunasi
kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas yang umum digunakan adalah:
1. Rasio Total Hutang Terhadap Total Aset (Total Debt to Total Assets
Ratio)
Menurut Kasmir (2008:156), total debt to total asset ratio
“merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan
antara total utang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa, seberapa
besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva”.
Sedangkan menurut Sawir (2005;13), total debt to total assets ratio adalah
“rasio yang memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan
seluruh kekayaan yang dimiliki”.
Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang
jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan
berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang. Ratio
Rasio Total Hutang Terhadap Total Aset dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
31
Total Debt do Total Assets=𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
2. Rasio Total Hutang Terhadap Ekuitas (Total Debt to Equity Ratio)
Menurut Sawir (2005:13), total debt to equity ratio adalah “rasio
yang menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan
tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya”. Sedangkan menurut
Kasmir (2008:157), total debt to equity ratio merupakan “rasio yang
digunakan untuk menghitung nilai utang dengan ekuitas”.
Rasio ini merupakan Perbandingan antara hutang – hutang dan
ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal
sendiri, untuk memenuhi seluruh kewajibanya. Rasio Total Hutang
Terhadap Ekuitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
3. Rasio Total Hutang Jangka Panjang Terhadap Ekuitas (Long Term
Debt to Equity Ratio)
Menurut Kasmir (2008:159) long term debt to equity ratio adalah
perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuan
pengukuran rasio ini adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap
rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan
caramembandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri
yang disediakan oleh perusahaan. Rasio total hutang jangka panjang
terhadap ekuitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
32
𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡
𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
2.8 Kreditur
2.8.1 Pengertian Kreditur
Kreditur adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah)
yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau layanan
jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian) dimana
diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang
nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut sebagai peminjam atau yang
berhutang.
2.8.2 Kepentingan Kreditur
Menurut Hermanto dan Agung (2005,9) kreditur berkepentingan untuk:
1. Melihat apakah uang yang dipinjamkan cukup terjamin
2. Apakah operasi perusahaan memberikan hasil yang memungkinkan
perusahaan untuk membayar kembali pinjaman beserta bunganya tepat
pada waktunya.
3. Bagi para kreditor analisa laporan keuangan adalah hal yang sangat penting
guna mengetahui gambaran tentang usaha perusahaan. Kepentingan kreditur
baru adalah mengetahui sejauh mana perusahaan sudah dibiayai oleh modal
dari luar, sebagai jaminan apakah kekayaan yang dimiliki masih mencukupi
dan kredit yang diharapkan masih layak atau tidak jika dipenuhi permintaan
perusahaan. Bagi kreditur lama laporan keuangan sebagai alat mengontrol
kegiatan perusahaan terhadap dana yang telah diberikan betul – betul
33
digunakan untuk kepentingan usaha sebenarnya atau telah ada terjadi
penyimpangan.
2.8.3 Penilaian Kredit
Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, maka bank harus merasa yakin
bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut
diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Kriteria
penilaian kredit yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang
benar-benar menguntungkan dilakukan dengan analisis 5C dan 7P (Kasmir, 2008).
Penilaian kredit dengan metode analisis 5C, yaitu:
1. Character
Sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit harus dapat
dipercaya yang tercermin dari latar belakang nasabah baik latar belakang
yang bersikap pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup
atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan sosial
standingnya. Character merupakan ukuran untuk menilai kemauan nasabah
membayar kreditnya. Menurut Dendawijaya (2005) informasi mengenai
calon debitur dapat diperoleh dengan cara bekerjasama dengan kalangan
perbankan maupun kalangan bisnis lainnya. Informasi dari kalangan
perbankan diperoleh melalui surat menyurat atau koresponden antar bank
yang dikenal dengan bank informasi, termasuk permohonan resmi kepada
Bank Indonesia (BI) untuk memperoleh informasi tentang calon debitur,
baik mengenai pribadinya maupun perusahaan atau bisnis yang dimiliki.
2. Capacity
Untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit yang
dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta
34
kemampuannya mencari laba. Sehingga akan terlihat kemampuannya dalam
mengembalikan kredit yang disalurkan.
3. Capital
Penggunaan modal yang efektif dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca
dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi
likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Capital adalah untuk
mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap
usaha yang akan dibiayai oleh bank.
4. Collateral
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik
maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang
diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi
suatu masalah, jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat
mungkin.
5. Condition
Kondisi ekonomi pada masa sekarang dan yang akan datang harus dinilai
sesuai dengan sektor masing-masing. Prospek usaha dari sektor yang
dijalankan oleh nasabah juga harus dinilai. Penilaian prospek bidang usaha
yang dibiayai hendaknya memiliki prospek yang baik, sehingga
kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
Penilaian kredit dengan metode analisis 7P sebagai berikut:
35
1. Personality
Personality (kepribadian) adalah sifat dan perilaku yang dimiliki calon
debitur yang mengajukan permohonan kredit bersangkutan, dipergunakan
sebagai bahan pertimbangan pemberian kredit. Jika kepribadiannya baik
maka kredit dapat diberikan. Sebaliknya apabila kepribadiannya jelek maka
kredit tidak dapat diberikan. Alasannya adalah karena kepribadian yang baik
akan berusaha membayar pinjamannya sedangkan kepribdian yang jelek
akan sulit membayar pinjamannya. Kepribadian calon nasabah ini dapat
diketahui dengan mengumpulkan informasi tentang keturunan, pekerjaan,
pendidikan, dan pergaulannya. menilai nasabah dari segi kepribadiannya
atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga
mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam
menghadapi suatu masalah.
2. Party
Mengklasifikasikan nasabah dalam klasifikasi tertentu atau golongan-
golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga
nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan
fasilitas yang berbeda dari bank.
3. Purpose
Purpose (tujuan) adalah tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitur,
apakah untuk kegiatan konsumtif atau sebagai modal kerja. Tujuan kredit
ini akan menjadi hal yang menentukan apakah permohonan calon debitur
disetujui atau ditolak. Apabila kredit digunakan sebgai kegiatan konsumtif
36
maka kredit tidak dapat diberikan, tetapi jika digunakan sebagai modal kerja
(produktif) maka kredit dapat diberikan. Jadi, analisis kredit harus
mengetahui secara pasti tujuan dan penggunaan kredit yang akan diberikan
sehingga dapat dipertimbangkan.
4. Prospect
Untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan dan
mempunyai prospek atau sebaliknya. Prospect adalah prospek perusahaan
dimasa datang,apakah akan menguntungkan (baik) atau merugikan (jelek).
Jika prospek terlihat baik maka kredit dapat diberikan, sebaliknya jika jelek
akan ditolak. Oleh karena itu analisis kredit harus mampu mengestimasi
masa depan perusahaan calon debitur agar pengembalian kredit menjadi
lancar.
5. Payment
Payment (pembayaran) adalah mengetahui bagaimana pembayaran kembali
kredit yang diberikan hal ini dapat diketahui jika analisis kredit
memperhitungkan kelancaran penjualan dan pendapatan calon debitur
sehingga dapat memperkirakan kemampuannya untuk membayar kembali
kredit tersebtu sesuai dengan perjanjian.
6. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau
akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan
diperolehnya.
37
7. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan
mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang
2.9 Kerangka Berpikir
Perusahaan
Telekomunikasi
Laporan Keuangan
Periode 2010 - 2014
Neraca
Perhitungan
Likuiditas
Perhitungan
Solvabilitas
Rasio
Lancar
Rasio
Cepat
Rasio
Kas
Analisis
Kesimpulan
dan Saran
BEI
TDTA TDE LTDE
Laba/
Rugi
Arus
Kas
Perubahan
Ekuitas
Catatan atas
Laporan Keuangan
38
Dalam penelitian ini peneliti memilih perusahaan jasa sektor infrastruktur,
utilitas dan transportasi subsektor telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) sebagai objek penelitian. Dari perusahaan tersebut kemudian
penulis mengambil laporan keuangan sebagai sumber data dari penelitian ini. Akan
tetapi tidak semua komponen yang ada dilaporan keuangan akan digunakan dalam
penelitian ini, oleh sebab itu penulis hanya mengambil laporan posisi keuangan
(neraca) yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas dan solvabilitas. Dalam
mengukur tingkat likuiditas dan solvabilitas penulis menggunakan rasio – rasio.
Kemudian penulis menganalisis hasil dari perhitungan rasio – rasio tersebut.
Setelah dilakukan analisis maka dapat ditarik kesimpulan apakah tingkat likuiditas
dan solvabilitas perusahaan tersebut baik atau buruk.
Untuk melihat tingkat likuiditas perusahaan kita dapat mengetahuinya
dengan melakukan analisis rasio likuiditas dengan menggunakan rasio lancar, rasio
cepat dan rasio kas. Sedangkan untuk melihat tingkat solvabilitas perusahaan kita
dapat mengetahuinya dengan melakukan analisis rasio solvabilitas dengan
menggunakan rasio total hutang terhadap total aset, rasio total hutang terhadap
ekuitas, rasio total hutang jangka panjang terhadap ekuitas. Dari hasil analisis
tersebut nantinya kita dapat mengetahui tinggi atau rendahnya likuiditas dan
solvabilitas perusahaan.
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan jasa telekomunikasi yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam kata lain ialah perusahaan telekomunikasi
yang telah go public periode 2010 – 2014.
3.2 Sumber dan Jenis Data yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data – data yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan,
buku, majalah, jurnal, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini
untuk menunjang kerangka teori. Sedangkan sumber data laporan keuangan
diperoleh dari www.idx.co.id.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau
subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang akan
diteliti dalam penelitian ini adalah perusahaan jasa telekomunikasi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010 – 2014 yaitu sebanyak 6 perusahaan.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut
prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Sampel yang dipakai
40
peneliti dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 perusahaan. Adapun kriteria yang
digunakan untuk memilih sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
4. Perusahaan jasa Telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) selama periode 2010 – 2014 dan memiliki data keuangan lengkap
berdasarkan penelitian ini. Perusahaan yang tidak memiliki data keuangan
lengkap selama periode 2010 – 2014 sebanyak 1 perusahaan, sehingga tidak
sesuai dengan kriteria penelitian.
5. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan tahunan periode 2010 –
2014 yang telah diaudit dan dipublikasikan melalui www.idx.co.id.
Tabel 3.1
Prosedur Pemilihan Sampel Perusahaan Jasa Telekomunikasi
No Keterangan Jumlah
1 Jumlah perusahaan jasa telekomunikasi
yang terdaftar di BEI sampai dengan 2014
6
2 Perusahaan jasa telekomunikasi yang data
lapotan keuangannya kurang dari 5 tahun
1
3 Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel
6 – 1
5
3.4 Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan tingkat likuiditas dan
solvabilitas maka penulis akan menggunkan teknik metode tinjauan pustaka.
Penelitian ini juga berguna sebagai pedoman teoritis serta untuk mendukung dan
41
menganalisis data, yaitu dengan cara mempelajari data – data yang relevan dengan
topik yang sedang diteliti.
3.5 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode yang penulis gunakan adalah metode
deskriptif Komparatif. Pada laporan posisi keuangan diambil beberapa akun yang
digunakan sebagai data untuk mengukur tingkat likuiditas dan solvabilitas sehingga
dapat mempermudah dalam melakukan analisis. Hasil perhitungan rasio likuiditas
yang terdiri dari rasio cepat, rasio lancer dan rasio kas, dan rasio solvabilitas yang
terdiri dari rasio total hutang terhadap total aset, rasio total hutang terhadap ekuitas,
rasio total hutang jangka panjang terhadap ekuitas kemudian dihitung hasil rata –
rata rasio sebagai tolak ukur tinggi atau tidaknya tingkat likuiditas dan solvabilitas
perusahaan telekomunikasi di Indonesia.
Dalam penelitian ini, rasio – rasio likuiditas yang digunakan adalah:
6. Rasio Lancar
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
7. Rasio Cepat
𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 − 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
8. Rasio Kas
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑜𝑟 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑡
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
42
Sedangkan rasio solvabilitas yang digunakan adalah:
9. Rasio Total Hutang Terhadap Total Aset (Total Debt to Total Assets Ratio)
Total Debt do Total Assets=𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
10. Rasio Total Hutang Terhadap Ekuitas (Total Debt to Equity Ratio)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
11. Rasio Total Hutang Jangka Panjang Terhadap Ekuitas (Long Term Debt to
Equity Ratio)
𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡
𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
Selanjutnya dari hasil perhitungan rasio tersebut dilakukan perbandingan.
3.6 Definisi Variabel Operasional
1. Likuiditas
Merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Alat ukur yang digunakan adalah rasio lancar, rasio cepat dan rasio kas.
2. Solvabilitas
Merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
panjangnya. Alat ukur yang digunakan adalah rasio total hutang terhadap total aset,
rasio total hutang terhadap ekuitas, rasio total hutang jangka panjang terhadap
ekuitas.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa
telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah objek yang
digunakan sebanyak 5 perusahaan.
Berikut daftar perusahaan yang dijadikan sampel tersebut:
Tabel 4. 1: Sampel Penelitian
No Kode Saham Nama Perusahaan
1 BTEL Bakrie Telecom Tbk
2 EXCL XL Axiata Tbk
3 FREN Smartfren Telecom Tbk
4 ISAT Indosat Tbk
5 TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk
Sumber: www.idx.co.id
4.2 Analisis Data
Sesuai dengan analisis dan metode penelitian yang peneliti gunakan maka
data yang akan digunakan adalah laporan keuangan yang berupa laporan posisi
keuangan yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi di Indonesia. Hingga saat
ini terdapat lima perusahaan yang bergerak dibidang jasa telekomunikasi ini, yaitu
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., PT XL Axiata Tbk., PT Smartfren Telecom
44
Tbk,. PT Indosat Tbk., dan PT Bakrie Telecom Tbk. Laporan keuangan yang
digunakan adalah laporan kelima perusahaan tersebut dari tahun 2010 – 2015.
Adapun pembahasan dalam penelitian ini mencakup rasio keuangan dalam
menilai kemampuan pemenuhan kewajiban perusahaan dengan menentukan tingkat
likuiditas dan solvabilitas menggunakan metode komparatif dengan
membandingkan hasil perhitungan dari rasio keuangan dengan standar rata-rata
industri.
Rasio keuangan yang digunakan adalah adalah Current Ratio, cash ratio ,
quick ratio , Debt to total Assets Ratio, Debt to equity ratio , Long term debt to
equity ratio . perhitungan rasio – rasio tersebut menggunakan laporan posisi
keuangan selama 5 tahun mulai dari 2010 – 2014.
4.2.1 Perhitungan Likuiditas
4.2.1.1 Perhitungan Current Ratio
Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan
hutang lancar. Rasio ini menggambarkan sejauh mana perusahaan mampu
memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
Perhitungan Current Ratio salah satu perusahaan yaitu TLKM untuk
Current Ratio tahun 2010, perhitungannya adalah :
18.731
20.473= 0,91
Selanjutnya untuk perusahaan yang lain dihitung dengan cara yang
sama. Berikut adalah tabel hasil perhitungannya :
45
Tabel 4.2: Current Ratio periode 2010 – 2014
Tahun
Current Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar
Industri
2010 0,82 0,49 0,22 0,52 0,91 2
2011 0,32 0,39 0,26 0,55 0,96 2
2012 0,27 0,42 0,28 0,75 1,16 2
2013 0,09 0,74 0,36 0,53 1,16 2
2014 0,03 0,86 0,31 0,41 1,06 2
Sumber : data diolah dari laporan keuangan
Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 perusahaan yang
memiliki current ratio tertinggi adalah TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk)
dengan perolehan angka sebesar 0,91, sedangkan perusahaan yang memiliki current
ratio terandah adalah FREN (Smartfren Telecom Tbk) dengan perolehan angka
hanya sebesar 0,22.
Sebagaimana tabel 4.2, TLKM memiliki current ratio tertinggi
dibandingkan perusahaan lain yang sejenis pada tahun 2010 yaitu 0,91 yang dapat
diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp
0,91,-. Hal ini dikarenakan Perbandingan aset lancar dengan hutang lancar tidak
terlalu signifikan. Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki
oleh TLKM dalam keadaan tidak likuid, karena terlalu besarnya investasi pada aset
tetap.
Sedangkan FREN pada tahun 2010 memiliki current ratio terendah
dibandingkan perusahaan lain yang sejenis yaitu 0,22 yang dapat diartikan pada
setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,22,-. Hal ini
46
dikarenakan besarnya hutang lancar perusahaan yang tidak dapat diimbangi dengan
besarnya aktiva lancar, sehingga pada tahun 2010 perusahaan mengalami kerugian.
Jika dilihat pada tahun 2011 perusahaan yang memiliki current ratio
tertinggi masih berada pada TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan
perolehan sebesar 0,96. Sedangkan perusahaan dengan current ratio terendah masih
berada pada FREN sebesar 0,26.
Sebagaimana tabel 4.2 dapat dilihat TLKM mengalami peningkatan current
ratio menjadi 0,96 yang dimana tahun sebelumnya perusahaan hanya memperoleh
current ratio sebesar 0,91 yang dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar
dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,96,-. Hal ini dikarenakan meningkatnya
aktiva lancar yang dapat mengimbangi peningkatan kewajiban lancar. Terjadinya
peningkatan kas dan piutang usaha yang cukup signifikan dan aset tersedia untuk
dijual yang berdampak terhadap peningkatan aset lancar. Sedangkan pada sisi
hutang lancar terjadinya peningkatan yang cukup signifikan pada utang usaha pihak
ketiga, hutang pajak dan beban yang harus dibayar berdampak kepada peningkatan
hutang lancar. Akan tetapi, peningkatan aktiva lancar TLKM pada tahun 2011 dapat
mengimbangi peningkatan kewajiban lancarnya sehingga terjadinya peningkatan
tingkat likuiditas. Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki
oleh TLKM di tahun 2011 masih berada dibawah standar industri.
Pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.2, FREN mengalami peningkatan
current ratio pada tahun 2011 menjadi 0,26 yang sebelumnya hanya 0,22 pada
tahun 2010 yang dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh
47
aktiva lancar sebesar Rp 0,26,-. Hal ini dikarenakan meningkatnya aktiva lancar
yang dapat mengimbangi peningkatan kewajiban lancar, akan tetapi pada tahun
2011 tingkat current ratio FREN masih yang terendah dibandingkan perusahaan
lain yang sejenis. Terjadinya peningkatan kas, piutang, pajak dibayar dimuka dan
aset lancar lain – lain yang cukup signifikan berdampak terhadap peningkatan
aktiva lancar. Sedangkan pada sisi hutang lancar terjadinya peningkatan yang cukup
signifikan pada utang usaha, utang lain – lain, biaya yang masih harus dibayar dan
hutang pinjaman. Peningkatan aktiva lancar FREN pada tahun 2011 dapat
mengimbangi peningkatan kewajiban lancar, sehingga terjadinya peningkatan
tingkat likuiditas. Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki
oleh FREN di tahun 2011 masih berada dibawah standar industri.
Jika dilihat pada tahun 2012 perusahaan yang memiliki current ratio
tertinggi masih berada pada TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan
perolehan sebesar 1,16. Sedangkan perusahaan dengan current ratio terendah
adalah BTEL sebesar 0,27.
Sebagaimana tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2012 TLKM
mengalami peningkatan current ratio menjadi 1,16 yang dimana pada tahun
sebelumnya perusahaan hanya memperoleh current ratio sebesar 0,96 yang dapat
diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp
1,16,-. Hal ini dikarenakan meningkatnya aktiva lancar yang dapat mengimbangi
peningkatan kewajiban lancar. Terjadinya peningkatan kas dan aset keuangan
lancar lainnya yang cukup signifikan berdampak terhadap peningkatan aset lancar.
Sedangkan pada sisi hutang lancar terjadinya peningkatan yang cukup signifikan
48
pada utang pajak dan beban yang harus dibayar berdampak kepada peningkatan
hutang lancar. Akan tetapi, peningkatan aktiva lancar TLKM pada tahun 2012 dapat
mengimbangi peningkatan kewajiban lancarnya sehingga terjadinya peningkatan
tingkat likuiditas. Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki
oleh TLKM di tahun 2012 masih berada dibawah standar industri.
Sedangkan BTEL yang dapat dilihat pada tabel 4.2, mengalami penurunan
current ratio pada tahun 2012 menjadi 0,27 yang sebelumnya dari 0,32 pada tahun
2011 yang dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva
lancar sebesar Rp 0,27,-. Hal ini dikarenakan menurunnya aktiva lancar yang tidak
dapat mengimbangi penurunan kewajiban lancar. Terjadinya penurunan yang
cukup signifikan pada investasi jangka pendek dan pajak dibayar dimuka yang
berdampak pada penurunan aset lancar. Dari sisi hutang lancar walaupun terjadi
peningkatan pada utang pajak, utang lain – lain dan beban masih harus dibayar,
akan tetapi terjadi penurunan yang cukup signifikan pada utang usaha dan utang
utang obligasi, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan hutang lancar. Akan
tetapi, penurunan aktiva lancar BTEL pada tahun 2012 tidak dapat mengimbangi
penurunan kewajiban lancarnya sehingga terjadinya penurunan tingkat likuiditas.
Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki oleh BTEL di tahun
2012 masih berada dibawah standar industri.
Jika dilihat pada tahun 2013 perusahaan yang memiliki current ratio
tertinggi masih berada pada TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan
perolehan sebesar 1,16. Sedangkan perusahaan dengan current ratio terendah masih
berada pada BTEL sebesar 0,09.
49
Sebagaimana tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 TLKM
mengalami peningkatan current ratio menjadi 1,16 yang dimana pada tahun
sebelumnya perusahaan memperoleh current ratio sebesar 1,16 yang dapat
diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp
1,16,-. Hal ini dikarenakan meningkatnya aktiva lancar yang dapat mengimbangi
peningkatan kewajiban lancar. Terjadinya peningkatan kas, piutang dan pajak
dibayar dimuka yang cukup signifikan dan aset tersedia untuk dijual yang
berdampak terhadap peningkatan aktiva lancar. Sedangkan pada sisi hutang lancar
terjadinya peningkatan yang cukup signifikan pada utang usaha, utang bank dan
utang lain - lain berdampak kepada peningkatan hutang lancar. Akan tetapi,
peningkatan aktiva lancar TLKM pada tahun 2013 dapat mengimbangi peningkatan
kewajiban lancarnya sehingga terjadinya peningkatan tingkat likuiditas. Pada
teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki oleh TLKM di tahun 2013
masih berada dibawah standar industri.
Sedangkan BTEL sebagaimana dilihat pada tabel 4.2, mengalami penurunan
current ratio pada tahun 2013 menjadi 0,09 yang sebelumnya dari 0,27 pada tahun
2012 yang dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva
lancar sebesar Rp 0,09,-. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan hutang lancar
dan penurunan aktiva lancar yang sangat signifikan. Penurunan kas dan bank pada
tahun 2013 berdampak pada penurunan aktiva lancar, akan tetapi disisi lain terjadi
peningkatan aktiva tetap. Dapat diartikan bahwa perusahaan menggunakan dana
untuk pembelian aktiva tetap. Disisi hutang lancar, terjadinya peningkatan utang
lebih kurang dua kali lipat dari tahun sebelumnya dan meningkatnya pinjaman bank
50
serta terdapatnya kewajiban jangka panjang yang jatuh tempo pada waktu setahun
mengakibatkan peningkatan utang lancar yang cukup signifikan. Pada teorinya
berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki oleh BTEL di tahun 2013 masih
berada dibawah standar industri.
Jika dilihat pada tahun 2014 perusahaan yang memiliki current ratio
tertinggi masih berada pada TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan
perolehan sebesar 1,06. Sedangkan perusahaan dengan current ratio terendah masih
berada pada BTEL sebesar 0,03. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan
telekomunikasi dengan current ratio tertinggi selama lima tahun terakhir adalah
TLKM.
Sebagaimana tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 2010 sampai dengan 2013
current ratio TLKM terus mengalami peningkatan, akan tetapi pada tahun 2014
current ratio nya mengalami penurunan dari 1,16 pada tahun 2013 menjadi 1,06
pada tahun 2014. Hal ini dikarenakan peningkatan kewajiban lancar yang
disebabkan karena meningkatanya utang bank lebih besar dari peningkatan aktiva
lancar. Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki oleh TLKM
selama lima tahun terakhir masih berada dibawah standar industri.
Sedangkan BTEL sebagaimana dilihat pada tabel 4.2 current ratio nya terus
mengalami penurunan selama lima tahun terakhir. Hal ini dikarenakan terus
meningkatnya hutang lancar selama lima tahun terakhir kecuali tahun 2012.
Sedangkan disisi aktiva lancar terus terjadinya penurunan selama lima tahun
terakhir, bahkan pada tahun 2013 dan 2014 ekuitas perusahaan mengalami defisit
51
dikarenakan selama 4 tahun terakhir dari tahun 2011 sampai dengan 2014
perusahaan mengalami kerugian berturut – turut.
Berikut ini dapat dilihat pergerakan tingkat likuiditas menggunakan current
ratio:
Gambar 4.1 : Current Ratio periode 2010 - 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.1.2 Perhitungan Quick Ratio
Quick ratio menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban – kewajiban yang segera harus dibayar dengan aktiva lancar yang lebih
likuid.
Salah satu perhitungan Quick Ratio yaitu perusahaan BTEL untuk Quick
Ratio tahun 2012 adalah:
769 − 9
2.874= 0,26
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
2010 2011 2012 2013 2014
Current Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri
52
Untuk perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama. Berikut
adalah tabel hasil perhitungannya.
Tabel 4.3 :Quick Ratio periode 2010 sampai dengan 2014
Tahun
Quick Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Rata - rata Industri
2010 0,80 0,47 0,11 0,51 0,89 1,5
2011 0,31 0,38 0,20 0,54 0,92 1,5
2012 0,26 0,41 0,17 0,75 1,14 1,5
2013 0,09 0,73 0,30 0,53 1,15 1,5
2014 0,02 0,86 0,25 0,40 1,05 1,5
Sumber : data diolah dari laporan keuangan
Dari tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa dari tahun selama lima tahun
berturut – turut mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 TLKM memiliki
quick ratio tertinggi dibandingkan perusahaan lain yang sejenis. Hal ini
dikarenakan TLKM melakukan efisiensi aset lancar yang lebih likuid dibandingkan
dengan lima perusahaan lainnya. Walaupun pada tahun 2014 TLKM mengalami
penurunan quick ratio, akan tetapi TLKM masih memiliki quick ratio tertinggi.
Peningkatan aset lancar yang paling likuid dapat mengimbangi peningkatan
kewajiban lancarnya terkecuali tahun 2014. Hal ini yang menyebabkan terus
meningkatnya quick ratio TLKM selama 2010 sampai dengan 2013. Sedangkan
pada tahun 2014 peningkatan aset lancar yang tidak terlalu besar tidak dapat
mengimbangi peningkatan kewajiban lancar. Penurunan persediaan penurunan
persediaan akhir tahun pada TLKM merupakan langkah yang efisien untuk
meningkatkan quick ratio. Sebab dengan penurunan persediaan menandakan
perusahaan melakukan penjualan dengan lebih efektif yang mengakibatkan
bertambahnya kas atau piutang yang merupakan salah satu penentu tingkat quick
53
ratio. Dari hasil analisis quick ratio TLKM tahun 2010,2011,2012,2013 dan 2014
masing – masing 0,89 kali, 0,92 kali, 1,14 kali, 1,15 kali dan 1,05 kali. Dapat
diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp
0,89,- ditahun 2010, Rp 0,92,- ditahun 2011, Rp 1,14,- ditahun 2012, Rp 1,15,-
ditahun 2013 dan Rp 1,05,- ditahun 2014.
Sebagaimana dilihat pada tabel 4.3, pada tahun 2010 sampai dengan 2013
FREN memiliki quick ratio terendah dibandingkan dengan lima perusahaan sejenis
lainnya. Hal ini dikarenakan peningkatan aktiva lancar tidak dapat mengimbangi
peningkatan kewajiban lancar. Sedangkan pada tahun 2013 dan 2014 FREN tidak
lagi menjadi perusahaan dengan quick ratio terendah, karena BTEL mengalami
kemerosotan quick ratio yang sangat signifikan yaitu dari 0,26 pada tahun 2012
menjadi 0,09 di tahun 2013. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan kewajiban
lancar yang cukup tinggi yaitu Rp 2.874,- pada tahun 2012 menjadi Rp 5.210,- pada
tahun 2013. Pada sisi aktiva lancar FREN mengalami penurunan dari Rp 769,- pada
2012 menjadi Rp 466,- ditahun 2013 dan terus mengalami penurunan lagi pada
tahun 2014 menjadi Rp 150,-. Selama 5 tahun terakhir BTEL mengalami penurunan
quick ratio secara terus menerus. Hal ini dikarenakan terus menurunnya aktiva
lancar disisi lain juga terjadi peningkatan kewajiban lancar kecuali tahun 2012.
Selama lima tahun terakhir FREN dan BTEL berada dibawh standar industri.
Dari hasil analisis quick ratio FREN pada tabel 4.2 tahun
2010,2011,2012,2013 dan 2014 masing – masing 0,11 kali, 0,20 kali, 0,17 kali,
0,30 kali dan 0,25 kali. Dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin
oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,11,- ditahun 2010, Rp 0,20,- ditahun 2011, Rp 0,17,-
54
ditahun 2012, Rp 0,30,- ditahun 2013 dan Rp 0,25,- ditahun 2014. Sedangkan hasil
analisis quick ratio BTEL tahun 2010,2011,2012,2013 dan 2014 masing – masing
0,80 kali, 0,31 kali, 0,26 kali, 0,09 kali dan 0,02 kali. Dapat diartikan pada setiap
Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,80,- ditahun 2010, Rp
0,31,- ditahun 2011, Rp 0,26,- ditahun 2012, Rp 0,09,- ditahun 2013 dan Rp 0,02,-
ditahun 2014.
Berikut ini dapat dilihat pergerakan tingkat likuiditas menggunakan current
ratio:
Gambar 4.2 : Current Ratio periode 2010 - 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.1.3 Perhitungan Cash Ratio
Cash Ratio merupakan perbandingan antara kas dengan hutang lancar.
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk
membayar utang.
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
2010 2011 2012 2013 2014
Quick Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri
55
Perhitungan salah satu Cash Ratio perusahaan yaitu BTEL untuk Cash
Ratio tahun 2011. Perhitungannya adalah :
162
2.956= 0,05
Untuk perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama. Berikut
adalah tabel hasil perhitungannya.
Tabel 4.4 :Cash Ratio periode 2010 sampai dengan 2014
Tahun
Cash Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Rata - rata
Industri
2010 0,19 0,08 0,01 0,17 0,45 0,50
2011 0,05 0,11 0,07 0,19 0,43 0,50
2012 0,09 0,09 0,05 0,35 0,54 0,50
2013 0,01 0,17 0,17 0,17 0,52 0,50
2014 0,00 0,45 0,11 0,16 0,56 0,50
Sumber : data diolah dari laporan keuangan
Dari tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa selama lima tahun berturut – turut
mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 TLKM memiliki cash ratio
tertinggi dibandingkan perusahaan lain yang sejenis. Pada tahun 2010 dan 2011
cash ratio TLKM berada dibawah rata – rata industri, bila ditinjau dari cas ratio
kondisi ini kurang baik karena untuk membayar kewajiban jangka pendek masih
memerlukan waktu untuk menjual sebagian dari aktiva lancar lainnya seperti
penjualan persediaan secara tunai dan penagihan piutang yang dapat menambah
saldo kas perusahaan. sedangkan pada tahun 2012 TLKM mengalami peningkatan
cash ratio dari 0,43 pada tahun 2011 menjadi 0,54 di tahun 2012, hal ini
menandakan perusahaan cukup efisien dalam mengendalikan penjualan dan piutang
56
sehingga kondisi kas membaik dan kondisi cas ratio perusahaan berada di atas
standar industri. akan tetapi pada tahun 2013 perusahaan cas ratio perusahaan
mengalami penurunan menjadi 0,52 hal ini dikarenakan peningkatan kewajiban
lancar yang tidak dapat diimbangi dengan peningkatan kas, akan tetapi kondisi ini
masih dikatakan baik mengingat cas ratio nya diatas rata – rata industri. pada tahun
2014 cash ratio TLKM kembali mengalami peningkatan menjadi 0,56.
dikarenakan persentase peningkatan kas lebih besar dibandingkan peningkatan
kewajiban lancar. Dari hasil analisis cash ratio TLKM tahun
2010,2011,2012,2013 dan 2014 masing – masing 0,45 kali, 0,43 kali, 0,54 kali,
0,52 kali dan 0,56 kali. Dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin
oleh kas sebesar Rp 0,45,- ditahun 2010, Rp 0,43,- ditahun 2011, Rp 0,54,- ditahun
2012, Rp 0,52,- ditahun 2013 dan Rp 0,56,- ditahun 2014.
Sebagaimana dilihat pada tabel 4.4, pada tahun 2010 dan 2012 FREN
memiliki cash ratio terendah dibandingkan dengan lima perusahaan sejenis lainnya.
Hal ini dikarenakan saldo kas yang sangat kecil dibandingkan dengan kewajiban
lancar perusahaan. Hal ini menandakan bahwa FREN kurang efisien dalam
mengendalikan kas. Aktiva lancar perusahaan cenderung berasal dari saldo bukan
kas seperti piutang dan persediaan. Sedangkan pada tahun 2011, 2013 dan 2014
sebagaimana tabel 4.4 dapat dilihat bahwa BTEL memiliki cash ratio terendah
dibandingkan dengan lima perusahaan sejenis lainnya. Aktiva lancar perusahaan
cenderung berasal dari saldo bukan kas seperti piutang dan persediaan sehingga
perusahaan memiliki kas yang sangat rendah. Sedangkan dari sisi kewajiban lancar
57
terdapat biaya yang masih harus dibayar yang sangat tinggi sehingga kas tidak dapat
menutupi kewajiban lancar perusahaan yang cukup tinggi.
Berikut ini dapat dilihat kenaikan dan penurunan tingkat likuiditas
menggunakan Cash Ratio ratio:
Gambar 4.3 : Cash Ratio periode 2010 – 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.2 Perhitungan Solvabilitas
4.2.2.1 Perhitungan Debt to Equity Ratio
Debt to equity ratio ini mengukur persentase total dana yang disediakan
oleh para kreditur dengan Modal yang dimiliki perusahaan. Dengan kata lain, rasio
ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal yang dijadikan jaminan utang.
Perhitungan salah satu Debt to Equity Ratio yaitu perusahaan BTEL untuk
periode 2011 adalah:
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
2010 2011 2012 2013 2014
Cash Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri
58
7.844
4.369= 1,80
Untuk perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama. Berikut
adalah tabel hasil perhitungannya.
Tabel 4.5 : Debt to Equity Ratio periode 2010 - 2014
Tahun Debt to Equity Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Rata - rata Industri
2010 1,38 1,33 -38,68 1,94 0,98 0,80
2011 1,80 1,28 2,76 1,77 0,69 0,80
2012 4,53 1,31 1,88 1,85 0,66 0,80
2013 -10,07 1,63 4,20 2,30 0,65 0,80
2014 -2,96 3,56 3,48 2,75 0,64 0,80
Sumber : data diolah dari laporan keuangan
Dari tabel 4.5 datas dapat dilihat bahwa selama lima tahun berturut – turut
mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 TLKM memiliki debt to equity
ratio terendah dibandingkan perusahaan lain yang sejenis. Bagi Kreditor, semakin
besar debt to equity ratio akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin
besar risi yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan.
Walaupun selama lima tahun TLKM memiliki debt to equity ratio terendah jika
dibandingkan lima perusahaan sejenis lainnya, akan tetapi pada tahun 2010 debt to
equity ratio TLKM dianggap kurang baik karena berada diatas rata – rata industri.
Hal ini dikarenakan besarnya ekuitas hampir diimbangi oleh besarnya total hutang.
Akan tetapi pada tahun 2012 sampai dengan 2014 debt to equity ratio TLKM dalam
kondisi baik karena berada dibawah rata – rata industri. Hal ini dikarenakan
peningkatan ekuitas yang dapat mengimbangi peningkatan total hutang. Selama 5
tahun terakhir debt to equity ratio mengalami perbaikan dari tahun ke tahun, Pada
59
tahun 2010 rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar
0,98, 0,69 ditahun 2011, 0,66 ditahun 2012, 0,65 ditahun 2013 dan 0,64 ditahun
2014.
Sebagaimana dilihat pada tabel 4.5, pada tahun 2010 dan 2011 FREN
memiliki debt to equity ratio tertinggi dibandingkan dengan lima perusahaan
sejenis lainnya. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 ekuitas perusahaan mengalami
defisit dikarenakan kerugian tahun berjalan. Akan tetapi pada tahun 2011 FREN
menambahkan modal disetor sehingga ekuitas bertambah. Penambahan modal
disetor ini membuat debt to equity ratio perusahaan membaik dari tahun
sebelumnya walaupun secara umum kondisi ini masih kurang baik karena masih
diatas rata – rata industri. Pada tahun 2010 debt to equity ratio menunjukkan bahwa
perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar -38,68 dan 2,76 ditahun 2011. Jika
dibandingkan dengan standar industri kondisi perusahaan dalam kondisi kurang
baik karena debt to equity ratio berada diatas rata – rata industri . Sedangkan pada
tahun 2012 sampai dengan 2014 debt to equity ratio terendah berada pada BTEL
dikarenakan perusahaan terus mengalami kerugian sehingga mengurangi ekuitas
nya hingga defisit. Kerugian ini disebabkan karena lebih besar beban yang
ditanggung oleh perusahaan dibandingkan pendapatan nya. Kondisi perusahaan
kurang baik mengingat rasio nya diatas rata – rata industri.
Berikut ini dapat dilihat kenaikan dan penurunan tingkat solvabilitas
menggunakan Debt to equity ratio :
60
Gambar 4.4 : Debt to equity ratio periode 2010 – 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.2.2 Perhitungan Total Debt to Total Assets Ratio
Total debt to total assets ratio merupakan perbandingan antara total hutang
dengan total aktiva. Rasio ini digunakan untuk menggambarkan seberapa besar
hutang perusahaan yang dibiayai oleh aktiva atau seberapa besar utang perusahaan
berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
Perhitungan salah satu Total debt to total assets ratio yaitu perusahaan
BTEL untuk periode 2011 adalah :
7.844
12.213= 0,64
Untuk perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama. Berikut
adalah tabel hasil perhitungannya.
-45,00
-40,00
-35,00
-30,00
-25,00
-20,00
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
2010 2011 2012 2013 2014
Debt to Equity Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri
61
Tabel 4.6 : Total Debt to Total Assets Ratio periode 2010 - 2014
Tahun
Total Debt to Total Assets Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Rata - rata
Industri
2010 0,58 0,57 1,03 0,65 0,43 0,35
2011 0,64 0,56 0,73 0,64 0,41 0,35
2012 0,82 0,57 0,65 0,65 0,40 0,35
2013 1,11 0,62 0,81 0,70 0,39 0,35
2014 1,51 0,78 0,78 0,73 0,39 0,35
Sumber : data diolah dari laporan keuangan
Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa selama lima tahun berturut – turut
mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 TLKM memiliki Total Debt to
Total Assets Ratio terendah dibandingkan perusahaan lain yang sejenis. Apabila
rasio nya tinggi dapat diartikan bahwa pendanaan dengan hutang semakin banyak,
maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman dana
karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi hutang – hutangnya
dengan aktiva yang dimilikinya. Walaupun selama lima tahun TLKM memiliki
Total Debt to Total Assets Ratio terendah jika dibandingkan dengan lima
perusahaan sejenis lainnya dan mengalami penurunan rasio setiap tahunnya, akan
tetapi Total Debt to Total Assets Ratio TLKM dianggap kurang baik karena berada
diatas rata – rata industri yaitu 0,35, sehingga akan sulit bagi perusahaan untuk
memperoleh pinjaman. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan hampir
separuhnya dibiayai oleh hutang. Apabila perusahaan ingin menambah hutangnya
maka perusahaan terlebih dahulu harus menambah ekuitasnya, karena secara
teoritis apabila perusahaan dilikuidasi maka perusahaan masih mampu menutupi
semua hutangnya dengan total aktiva yang dimiliki. , Pada tahun 2010 rasio ini
62
menunjukkan bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar 0,43, 0,41 ditahun
2011, 0,40 ditahun 2012, 0,39 ditahun 2013 dan 0,39 ditahun 2014.
Sebagaimana dilihat pada tabel 4.6, pada tahun 2010 dan 2011 FREN
memiliki Total Debt to Total Assets Ratio tertinggi dibandingkan dengan lima
perusahaan sejenis lainnya. Hal ini dikarenakan banyaknya hutang pada tahun 2010
melebihi total aset, sedangkan pada tahun 2011 mengalami peningkatan total aset
sehingga rasionya menurun. Dapat diartikan pada tahun 2010 bahwa FREN
seluruhnya dibiayai oleh hutang, sedangkan pada tahun 2011 hampir seluruhnya
dibiayai oleh hutang. Ditahun 2012, 2013 dan 2014 BTEL memiliki Total Debt to
Total Assets Ratio tertinggi dibandingkan lima perusahaan lain yang sejenis. Hal
ini dikarenakan terjadinya peningkatan total hutang selama lima tahun terakhir
kecuali pada tahun 2012, sedangkan disisi lain terjadinya penurunan aktiva selama
lima tahun terakhir kecuali tahun 2013. Dapat diartikan bahwa setiap tahunnya
Kondisi perusahaan semakin kurang baik karena pada tahun 2012 hampir
seperuhnya perusahaan dibiayai oleh hutang dan terus meningkat hingga tahun
2014 dimana erusahaan seluruhnya dibiayai oleh hutang. Selama lima tahun
terakhir Total Debt to Total Assets Ratio BTEL dianggap kurang baik karena berada
diatas rata – rata industri yaitu 0,35. Pada tahun 2012 rasio ini menunjukkan bahwa
perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar 0,82, 1,11 ditahun 2013, 1,51 ditahun
2014.
Berikut ini dapat dilihat kenaikan dan penurunan tingkat solvabilitas
menggunakan Total debt to total assets ratio :
63
Gambar 4.5 : Total debt to total assets ratio periode 2010 – 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.2.3 Perhitungan Long term Debt to Equity Ratio
Long term debt to equity ratio merupakan perbandingan antara utang jangka
panjang dengan ekuitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur berapa bagian dari
setiap modal sendiri yang dijadikan sebagai jaminan utang jangka panjang dengan
cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal.
Perhitungan salah satu Long term debt to equity ratio yaitu perusahaan
BTEL untuk periode 2011 adalah :
4.889
4.369= 1,12
Untuk perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama. Berikut
adalah tabel hasil perhitungannya.
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
2010 2011 2012 2013 2014
: Total Debt to Total Assets Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri
64
Tabel 4.7 : Long term debt to equity ratio periode 2010 sampai dengan 2014
Tahun Long term debt to equity ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Rata - rata industri
2010 1,04 0,94 -21,24 1,27 0,51 0,50
2011 1,12 0,64 1,81 1,14 0,33 0,50
2012 2,77 0,74 1,27 1,28 0,30 0,50
2013 -4,89 1,11 2,39 1,48 0,29 0,50
2014 -1,42 2,46 1,84 1,26 0,27 0,50
Sumber : data diolah dari laporan keuangan
Dari tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa selama lima tahun berturut – turut
mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 TLKM memiliki long term debt
to equity ratio terendah dibandingkan perusahaan lain yang sejenis. Walaupun
selama lima tahun TLKM memiliki long term debt to equity ratio terendah jika
dibandingkan lima perusahaan sejenis lainnya, akan tetapi pada tahun 2010 long
term debt to equity ratio TLKM dianggap kurang baik karena berada diatas rata –
rata industri. Hal ini dikarenakan besarnya ekuitas hampir diimbangi oleh besarnya
total hutang. Akan tetapi pada tahun 2012 sampai dengan 2014 long term debt to
equity ratio TLKM dalam kondisi baik karena berada dibawah rata – rata industri.
Hal ini dikarenakan peningkatan ekuitas yang dapat mengimbangi peningkatan
hutang jangka panjang. Selama 5 tahun terakhir long term debt to equity ratio
mengalami perbaikan dari tahun ke tahun, Pada tahun 2010 rasio ini menunjukkan
bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar 0,51, 0,33 ditahun 2011, 0,30
ditahun 2012, 0,29 ditahun 2013 dan 0,27 ditahun 2014.
Sebagaimana dilihat pada tabel 4.5, pada tahun 2010 dan 2011 FREN
memiliki long term debt to equity ratio tertinggi dibandingkan dengan lima
65
perusahaan sejenis lainnya. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 ekuitas
perusahaan mengalami defisit dikarenakan kerugian tahun berjalan. Akan tetapi
pada tahun 2011 FREN menambahkan modal disetor sehingga ekuitas bertambah.
Penambahan modal disetor ini membuat long term debt to equity ratio perusahaan
membaik dari tahun sebelumnya walaupun secara umum kondisi ini masih kurang
baik karena masih diatas rata – rata industri. Pada tahun 2010 long term debt to
equity ratio menunjukkan bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar -21,24
dan 1,81 ditahun 2011. Jika dibandingkan dengan standar industri kondisi
perusahaan dalam kondisi kurang baik karena long term debt to equity ratio berada
diatas rata – rata industri. Sedangkan pada tahun 2012 sampai dengan 2014 long
term debt to equity ratio terendah berada pada BTEL dikarenakan perusahaan terus
mengalami kerugian sehingga mengurangi ekuitas nya hingga defisit. Kerugian ini
disebabkan karena lebih besar beban yang ditanggung oleh perusahaan
dibandingkan pendapatannya. Kondisi perusahaan kurang baik mengingat rasio nya
diatas rata – rata industri.
Berikut ini dapat dilihat kenaikan dan penurunan tingkat solvabilitas
menggunakan long term debt to equity ratio :
66
Gambar 4.6 : long term debt to equity ratio periode 2010 – 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.3 Rata – rata Likuiditas
4.2.3.1 Rata – rata Current Ratio
Dalam analisa ini, dari hasil perhitungan rasio likuiditas dan solvabilitas
akan dihitung nilai rata-rata industrinya selama 5 tahun dari periode 2010 sampai
dengan 2014 untuk mengetahui perusahaan yang kinerja keuangannya paling baik
dibanding perusahaan sejenis lainnya dalam 5 periode tersebut.
Berikut adalah table perbandingan rasio likuiditas :
Tabel 4.8 : Rata – rata current ratio
Tahun Current Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
2010 0,82 0,49 0,22 0,52 0,91
2011 0,32 0,39 0,26 0,55 0,96
2012 0,27 0,42 0,28 0,75 1,16
2013 0,09 0,74 0,36 0,53 1,16
2014 0,03 0,86 0,31 0,41 1,06
Rata - rata 0,30 0,58 0,29 0,55 1,05
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
-25,00
-20,00
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
2010 2011 2012 2013 2014
Long Term Debt to Equity Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri
67
Dari tabel 4.8 diatas, perusahaan yang memiliki rata – rata current ratio
yang paling tinggi dalam lima periode adalah TLKM dengan nilai 1,05 kemudian
disusul dengan EXCL dengan nilai 0,58, ISAT dengan nilai 0,55, BTEL dengan
nilai 0,30 dan FREN dengan nilai 0,29.
Gambar 4.7 : Current Ratio periode 2010 – 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.3.2 Rata – rata Quick Ratio
Tabel 4.9 : Rata – rata Quick ratio
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
Dari tabel 4.8 diatas, perusahaan yang memiliki rata – rata Quick ratio yang
paling tinggi dalam lima periode adalah TLKM dengan nilai 1,03 kemudian disusul
0,30
0,58
0,29
0,55
1,05
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
Rata -rata Current Ratio
Tahun Quick Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
2010 0,80 0,47 0,11 0,51 0,89
2011 0,31 0,38 0,20 0,54 0,92
2012 0,26 0,41 0,17 0,75 1,14
2013 0,09 0,73 0,30 0,53 1,15
2014 0,02 0,86 0,25 0,40 1,05
Rata - rata 0,30 0,57 0,20 0,55 1,03
68
dengan EXCL dengan nilai 0,57, ISAT dengan nilai 0,55, BTEL dengan nilai 0,30
dan FREN dengan nilai 0,20.
Gambar 4.8 : Quick Ratio periode 2010 – 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.3.3 Rata – rata Cash Ratio
Tabel 4.10 : Rata – rata Cash ratio
Tahun Cash Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
2010 0,19 0,08 0,01 0,17 0,45
2011 0,05 0,11 0,07 0,19 0,43
2012 0,09 0,09 0,05 0,35 0,54
2013 0,01 0,17 0,17 0,17 0,52
2014 0,00 0,45 0,11 0,16 0,56
Rata - rata 0,07 0,18 0,08 0,21 0,50
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
Dari tabel 4.8 diatas, perusahaan yang memiliki rata – rata Cash ratio yang
paling tinggi dalam lima periode adalah TLKM dengan nilai 0,50 kemudian disusul
0,30
0,57
0,20
0,55
1,03
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
Rata - rata Quick Ratio
69
dengan ISAT dengan nilai 0,21, EXCL dengan nilai 0,18, FREN dengan nilai 0,08
dan BTEL dengan nilai 0,07.
Gambar 4.9 : Cash Ratio periode 2010 – 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.4 Rata – rata Solvabilitas
4.2.4.1 Rata – rata Debt to Equity Ratio
Tabel 4.11 : Rata – rata Debt to Equity Ratio
Tahun Debt to Equity Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
2010 1,38 1,33 -38,68 1,94 0,98
2011 1,80 1,28 2,76 1,77 0,69
2012 4,53 1,31 1,88 1,85 0,66
2013 -10,07 1,63 4,20 2,30 0,65
2014 -2,96 3,56 3,48 2,75 0,64
Rata - rata -1,07 1,82 -5,27 2,12 0,72
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
0,07
0,18
0,08
0,21
0,50
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
Rata - rata Cash Ratio
70
Dari tabel 4.11 diatas, perusahaan yang memiliki rata – rata Debt to Equity
Ratio paling rendah adalah TLKM dengan nilai 0,72 kemudian disusul dengan
EXCL dengan nilai 1,82, ISAT dengan nilai 2,12, BTEL dengan nilai -1,07 dan
FREN dengan nilai -5,27.
Gambar 4.10 : Debt to Equity Ratio periode 2010 – 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.4.2 Rata – rata Total Debt to Total Assets Ratio
Tabel 4.12 : Rata – rata Total Debt to Total Assets Ratio
Tahun Total Debt to Total Assets Ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
2010 0,58 0,57 1,03 0,65 0,43
2011 0,64 0,56 0,73 0,64 0,41
2012 0,82 0,57 0,65 0,65 0,40
2013 1,11 0,62 0,81 0,70 0,39
2014 1,51 0,78 0,78 0,73 0,39
Rata - rata 0,93 0,62 0,80 0,67 0,40
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
-1,07
1,82
-5,27
2,12
0,72
-6,00
-5,00
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
Rata - rata Debt to Equity Ratio
71
Dari tabel 4.12 diatas, perusahaan yang memiliki Total Debt to Total Assets
Ratio paling rendah adalah TLKM dengan nilai 0,40 kemudian disusul oleh EXCL
dengan nilai 0,62, ISAT dengan nilai 0,67, FREN dengan nilai 0,80 dan BTEL
dengan nilai 0,93.
Gambar 4.11 : Total Debt to Total Assets Ratio periode 2010 – 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.2.4.3 Rata – rata Long Term Debt to Equity Ratio
Tabel 4.13 : Rata – rata Long Term Debt to Equity Ratio
Tahun Long term debt to equity ratio
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
2010 1,04 0,94 -21,24 1,27 0,51
2011 1,12 0,64 1,81 1,14 0,33
2012 2,77 0,74 1,27 1,28 0,30
2013 -4,89 1,11 2,39 1,48 0,29
2014 -1,42 2,46 1,84 1,26 0,27
Rata - rata -0,28 1,18 -2,79 1,29 0,34
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
0,93
0,62
0,80
0,67
0,40
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
Rata - rata Total Debt to Total Assets Ratio
72
Dari tabel 4.13 diatas, perusahaan yang memiliki nilai rata – rata Long term
debt to equity ratio paling rendah adalah TLKM dengan nilai 0,34 keudian disusul
EXCL dengan nilai 1,18, ISAT dengan nilai 1,29, BTEL dengan nilai -0,28, FREN
dengan nilai -2,79.
Gambar 4.12 : Long Term Debt to Equity Ratio periode 2010 – 2014
Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan
4.3 Interpretasi Hasil Analisis Rasio Likuiditas
Dari hasil analisis current ratio, quick ratio, dan cash ratio selama 5 tahun
terakhir akan dibuat rangkuman rata – rata kinerja likuiditas selama lima tahun. Hal
ini bertujuan untuk melihat perusahaan mana yang tingkat kinerja likuiditas nya
teretinggi dan perusahaan mana yang tingkat likuiditasnya terendah selama lima
tahun terakhir berdasarkan rasio yang digunakan. Berikut ini adalah rangkuman dari
dari kelima perusahaan menggunakan menggunakan analisis rasio likuiditas.
-0,28
1,18
-2,79
1,29
0,34
-3,00
-2,50
-2,00
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
BTEL EXCL FREN ISAT TLKM
Rata - rata Long term debt to equity ratio
73
Tabel 4.14: Rata - rata Kinerja Likuiditas Tahun 2010 – 2014
Perusahaan Current Ratio Quick Ratio Cash Ratio
BTEL 0,30 0,30 0,07
EXCL 0,58 0,57 0,18
FREN 0,29 0,20 0,08
ISAT 0,55 0,55 0,21
TLKM 1,05 1,03 0,50
Sumber: Data diolah
Dari tabel 4.14 dapat dilihat bahwa rata – rata current ratio, quick ratio dan
cas ratio tertinggi adalah TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan nilai
1,05, 1,03, dan 0,50. Walaupun berada pada posisi tertinggi akan tetapi secara
teoritis current ratio dan quick ratio hasilnya kurang baik karena dibawah standar
industri mengingat perbandingan aset lancar dengan kewajiban lancarnya tidak
terlalu jauh. Akan tetapi rata – rata cash ratio perusahaan dalam kondisi baik karena
hasilnya sama dengan standar industri. Sedangkan rata – rata current ratio dan
quick ratio terendah adalah FREN (Smartfren Telecom Tbk) dengan nilai 0,29 dan
0,20. Tinggi nya kewajiban lancar mengakibatkan aset lancar tidak dapat menutupi
kewajiban lancarnya.
Jika mengacu pada standar industri, tingkat likuiditas perusahaan jasa
telekomunikasi ini tergolong rendah dikarenakan hanya ada beberapa rasio yang
berada diatas atau sama dengan rata – rata industri. Hal ini disebabkan karena
perusahaan terus menambah aset tetapnya sehingga mengurangi aset lancar bila
dibeli secara tunai atau menambah kewajiban jika dibeli secara kredit.
mengingat telekomunikasi di Indonesia masih dalam tahap perkembangan
sehingga perusahaan membutuhkan tambahan aset tetap untuk menunjang
74
peningkatan fitur, fasilitas, dan kualitas jasanya. Penambahan BTS ke berbagai
daerah di Indonesia merupakan salah satu upaya perusahaan untuk meningkatkan
dan memperluas kualitas jaringan. Hingga saat ini belum semua daerah di Indonesia
mendapatkan layanan jasa telekomunikasi ini dengan baik, hal ini yang membuat
perusahaan terus menambah jumlah BTS guna memperluas jaringan.
Belakangan ini perusahaan jasa telekomunikasi berlomba – lomba untuk
mengadakan jaringan 4G LTE. Hal ini juga merupakan upaya perusahaan untuk
meningkatkan fitur dari jasanya. Peningkatan fitur ini memerlukan biaya yang
cukup besar, sehingga perusahaan harus mengeluarkan dana atau menambah hutang
untuk peningkatan fitur tersebut.
Dari sisi lain mengingat telekomunikasi ini menggunakan teknologi tingkat
tinggi dengan sistem canggih membuat beberapa orang berupaya untuk meretasnya
untuk mendapatkan jasa telekomunikasi ini dengan gratis. Walaupun menggunakan
teknologi tinggi dengan keamanan yang kuat bukan berarti semuanya aman. Para
peretas ini atau bisa dibilang hacker dan phreaker mempunyai slogan no system si
safe “tidak ada sistem yang benar – benar aman”. walaupun perusahaan berupaya
memperbaiki sistemnya, akan tetapi celah bagi para pembobol ini masih tetap ada.
Hal ini yang membuat perusahaan merugi, seharusnya jasa telekomunikasi yang
disalahgunakan oleh para pembobol ini masuk ke pendapatan dari konsumen. Ini
salah satu yang menyebabkan rendahnya aktiva lancar perusahaan.
Selain itu bila dilihat pada tabel 4.14, dua perusahaan terendah adalah
perusahaan yang berada pada jaringan CDMA. Di Indonesia jaringan ini masih
75
sangat sedikit. Pangsa pasar CDMA masih jauh dibawah tiga perusahaan lainnya
yang berada di jaringan GSM. Hal ini yang mengakibatkan kinerja likuiditas
perusahaan lebih rendah dibanding tiga perusahaan kompetitor yang bergerak di
bidang GSM.
Dari kelima perusahaan Telekomunikasi di Indonesia yang peneliti gunakan
sebagai sampel, tingkat likuiditas yang paling tinggi selama lima tahun berturut –
turut adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Apabila dilihat dari cash ratio
dimana rata – ratanya sama dengan standar industri para calon kreditur akan lebih
memilih meminjamkan dana kepada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Sebab, kas perusahaan cukup tinggi
selama lima tahun berturut – turut. Hal ini membuat para calon kreditur percaya
terhadap kemampuan perusahaan dalam mengembalikan modal yang dipinjam.
4.4 Interpretasi Hasil Analisis Rasio Solvabilitas
Dari hasil analisis debt to equity ratio, total debt to total assets ratio, dan
long term debt to equity ratio selama 5 tahun terakhir akan dibuat rangkuman rata
– rata kinerja solvabilitas selama lima tahun. Hal ini bertujuan untuk melihat
perusahaan mana yang tingkat kinerja solvabilitasnya tertinggi dan perusahaan
mana yang tingkat solvabilitasnya terendah selama lima tahun terakhir berdasarkan
rasio yang digunakan. Berikut ini adalah rangkuman dari dari kelima perusahaan
menggunakan menggunakan analisis rasio solvabilitas.
76
Tabel 4.15: Rata - rata Kinerja Solvabilitas Tahun 2010 – 2014
Perusahaan DER DtA LTDtER
BTEL -1,07 0,93 -0,28
EXCL 1,82 0,62 1,18
FREN -5,27 0,8 -2,79
ISAT 2,12 0,67 1,29
TLKM 0,72 0,4 0,34
Sumber: Data diolah
Dari tabel 4.14 dapat dilihat bahwa rata – rata debt to equity ratio, total debt
to total assets ratio, dan long term debt to equity ratio terendah adalah TLKM
(Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan nilai 0,72, 0,4, dan 0,34. Walaupun berada
pada posisi terendah akan tetapi secara teoritis total debt to total assets ratio dalam
kondisi kurang baik, karena berada diatas standar industri mengingat perusahaan
hampir setengahnya dibiayai oleh hutang. Akan tetapi, rata – rata debt to equity
ratio dan long term debt to equity ratio perusahaan dalam kondisi baik karena
hasilnya dibawah standar industri. Sedangkan rata – debt to equity ratio dan long
term debt to equity ratio tertinggi adalah FREN (Smartfren Telecom Tbk) dengan
nilai -5,27 dan -2,79. dan total debt to total assets ratio tertinggi adalah BTEL
dengan nilai 0,93. Tingginya hutang diartikan bahwa perusahaan lebih banyak
dibiayai oleh hutang daripada ekuitas. Pada BTEL dan FREN yang memiliki rasio
minus dikarenakan ekuitas perusahaan dalam kondisi defisit. Hal ini disebabkan
oleh kerugian yang terjadi secara terus menerus hingga mengakibatkan ekuitas
menjadi defisit.
Dari kelima perusahaan Telekomunikasi di Indonesia yang peneliti gunakan
sebagai sampel, tingkat solvabilitas yang paling rendah selama lima tahun berturut
77
– turut adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Hal ini menandakan perusahaan
lebih efisien menggunakan aset atau ekuitas yang dimiliki sehingga bisa
meminimalisir adanya hutang. PT Telekomunikasi Indonesia merupakan
perusahaan yang disukai oleh kreditur dibandingkan dengan 4 perusahaan
telekomunikasi yang lainnya, dikarenakan kemampuan perusahaan dalam
pelunasan kewajibannya cukup tinggi, bahkan apabila dilikuidasi perusahaan masih
mampu membayar hutang – hutangnya.
78
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian analisis likuiditas dan solvabilitas perusahaan jasa
telekomunikasi selama kurun waktu 5 (lima) tahun, yaitu dari tahun 2010 – 2014
dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Setelah dilakukan analisis rasio likuiditas dapat diketahui bahwa kelima
perusahaan jasa telekomunikasi selama kurun waktu tersebut yaitu dari
tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 yang dalam keadaan likuid yaitu
hanya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Akan tetapi, walaupun dalam
keadaan likuid kondisi perusahaan masih kurang baik mengingat rasionya
dibawah standar industri. Tingkat likuiditas yang dimiliki oleh kelima
perusahaan jasa telekomunikasi dinilai sangat rendah. Hal ini terlihat dari
hasil perhitungan rasio likuiditas masing – masing perusahaan, ini berarti
tidak semua perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendek nya.
2. Berdasarkan hasil dari perhitungan rasio solvabilitas, perusahaan yang
dibiayai oleh hutang paling kecil adalah TLKM jika dibandingkan dengan
perusahaan sejenis lainnya. Secara keseluruhan kelima perusahaan
telekomunikasi hampir separuhnya dibiayai oleh hutang, mengingat
tingginya tingkat solvabilitas.
3. Berdasarkan analisis rasio likuiditas dan solvabilitas, perusahaan yang
memiliki tingkat likuiditas dan solvabilitas paling baik Diantara lima
79
perusahaan sejenis lainnya adalah TLKM. Hal ini menandakan bahwa
kreditur lebih cenderung meminjamkan dana nya kepada TLKM
dibandingkan dengan 4 perusahaan sejenis lainnya.
5.2 Saran
1. Perusahaan yang memiliki nilai rata – rata rasio likuiditas yang rendah
sebaiknya mengevaluasi kembali kinerja alat likuid nya seperti aset lancar
dan hutang lancar. Karena apabila tidak segera diperbaiki maka akan
merugikan perusahaan dan akan mengurangi tingkat kepercayaan kreditur
dan investor.
2. Jika perusahaan separuhnya dibiayai hampir separuhnya oleh hutang, maka
perusahaan harus mengurangi hutangnya. Dan apabila perusahaan
bermaksud untuk menambah hutang, perusahaan terlebih dahulu harus
menambah ekuitasnya. Karena, apabila perusahaan dilikuidasi maka
perusahaan masih mampu menutupu semua hutangnya dengan aktiva yang
dimiliki.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, M. Mamduh dan Abdul Halim, 2002, Analisis Laporan Keuanga, UPP
AMP YKPN, Yogyakarta.
Hermanto, dan Agung. 2013, Analisis Laporan Keuangan, Grafindo, Jakarta
IAI, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Penerbit Salemba Empat:
Jakarta.
Kasmir, 2008, Analisis Laporan Keuangan, Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Munawir,S., 2002, Analisis Informasi Keuangan, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Prastowo, Juliaty, 2005, Analisis Laporan Keuangan: Konsep dan Aplikasi,UPP
STIM YKPN
Prihadi, Toto, 2010. Analisis Laporan Keuangan, Penerbit PPM, Jakarta.
Syafri Harahap, Sofyan, 2008. Analisa Kritis atas Laporan Keuangan, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Sawir, Agnes, 2009. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan keauangan
Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Warsono. 2003. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jilid Pertama. Edisi Ketiga.
Malang: Bayumedia Publishing.
www.idx.co.id.
1
LAMPIRAN
1. Aset Lancar
Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014
BTEL Rp 1.436 Rp 948 Rp 769 Rp 466 Rp 150
EXCL Rp 2.228 Rp 3.387 Rp 3.659 Rp 5.844 Rp 13.310
FREN Rp 447 Rp 795 Rp 853 Rp 2.014 Rp 2.023
ISAT Rp 6.159 Rp 6.579 Rp 8.309 Rp 7.169 Rp 8.592
TLKM Rp 18.731 Rp 21.258 Rp 27.973 Rp 33.075 Rp 33.762
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan
2. Kewajiban Lancar
Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014
BTEL Rp 1.760 Rp 2.956 Rp 2.874 Rp 5.210 Rp 5.949
EXCL Rp 4.563 Rp 8.728 Rp 8.740 Rp 7.931 Rp 15.398
FREN Rp 2.075 Rp 3.100 Rp 3.031 Rp 5.540 Rp 6.522
ISAT Rp 11.947 Rp 11.952 Rp 11.016 Rp 13.494 Rp 21.148
TLKM Rp 20.473 Rp 22.189 Rp 24.107 Rp 28.437 Rp 31.786
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan
3. Persediaan
Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014
BTEL Rp 28 Rp 17 Rp 9 Rp 10 Rp 10
EXCL Rp 61 Rp 66 Rp 50 Rp 49 Rp 77
FREN Rp 216 Rp 187 Rp 351 Rp 344 Rp 419
ISAT Rp 106 Rp 76 Rp 53 Rp 36 Rp 49
TLKM Rp 516 Rp 758 Rp 579 Rp 509 Rp 474
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan
4. Kas
Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014
BTEL Rp 334 Rp 162 Rp 260 Rp 43 Rp 16
EXCL Rp 366 Rp 998 Rp 792 Rp 1.318 Rp 6.951
FREN Rp 21 Rp 227 Rp 141 Rp 915 Rp 722
ISAT Rp 2.075 Rp 2.224 Rp 3.817 Rp 2.234 Rp 3.480
TLKM Rp 9.120 Rp 9.634 Rp 13.118 Rp 14.696 Rp 17.672
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan
2
5. Total Hutang
Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014
BTEL Rp 7.158 Rp 7.844 Rp 7.414 Rp 10.140 Rp 11.467
EXCL Rp 15.536 Rp 17.478 Rp 20.086 Rp 24.977 Rp 49.746
FREN Rp 4.603 Rp 9.028 Rp 9.355 Rp 12.817 Rp 13.797
ISAT Rp 34.582 Rp 33.356 Rp 35.830 Rp 38.003 Rp 39.059
TLKM Rp 43.344 Rp 42.073 Rp 44.391 Rp 50.527 Rp 54.770
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan
6. Ekuitas
Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014
BTEL Rp 5.195 Rp 4.369 Rp 1.638 Rp (1.007) Rp (3.879)
EXCL Rp 11.715 Rp 13.692 Rp 15.370 Rp 15.300 Rp 13.961
FREN Rp (119) Rp 3.269 Rp 4.984 Rp 3.050 Rp 3.962
ISAT Rp 17.851 Rp 18.816 Rp 19.395 Rp 16.518 Rp 14.196
TLKM Rp 44.419 Rp 60.981 Rp 66.978 Rp 77.424 Rp 86.123
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan
7. Hutang Jangka Panjang
Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014
BTEL Rp 5.399 Rp 4.889 Rp 4.540 Rp 4.926 Rp 5.518
EXCL Rp 10.973 Rp 8.750 Rp 11.346 Rp 17.046 Rp 34.348
FREN Rp 2.528 Rp 5.928 Rp 6.325 Rp 7.277 Rp 7.275
ISAT Rp 22.635 Rp 21.404 Rp 24.814 Rp 24.509 Rp 17.911
TLKM Rp 22.871 Rp 19.884 Rp 20.284 Rp 22.090 Rp 22.984
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan
8. Total Aktiva
Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014
BTEL Rp 12.353 Rp 12.213 Rp 9.052 Rp 9.128 Rp 7.589
EXCL Rp 27.251 Rp 31.171 Rp 35.456 Rp 40.278 Rp 63.706
FREN Rp 4.484 Rp 12.297 Rp 14.340 Rp 15.867 Rp 17.759
ISAT Rp 52.818 Rp 52.172 Rp 55.225 Rp 54.521 Rp 53.255
TLKM Rp 99.758 Rp 103.054 Rp 111.369 Rp 127.951 Rp 140.895
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan