94
i ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010 2014) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akademika dan Melengkapi Sebagian Dari Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Oleh: IBRAHIEM SYAM BUDI 2011420023 FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS DARMA PERSADA JAKARTA 2015

ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

i

ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS

TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM

MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN

TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA

EFEK INDONESIA PERIODE 2010 – 2014)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akademika dan Melengkapi

Sebagian Dari Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Oleh:

IBRAHIEM SYAM BUDI

2011420023

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI

UNIVERSITAS DARMA PERSADA

JAKARTA

2015

Page 2: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

ii

Page 3: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

iii

Page 4: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

iv

Page 5: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

v

ABSTRAK

NIM : 2011420023, Judul Skripsi : ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN

SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM

MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN

TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2010 – 2014).

Jumlah Hal : xii + 72 Hal,

Kata Kunci : Lukuiditas, Solvabilitas, Current Ratio,Quick Ratio, Cash Ratio,

Debt to Equity Ratio,Debt to Total Asset Ratio, Long Term Debt to Equity Ratio.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja likuiditas dan solvabilitas

pada perusahaan jasa telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan

melakukan analisis rasio keuangan

Data yang digunakan oleh penulis adalah data sekunder dari 5 dari

perusahaan yang dijadikan sampel. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

dan komparatif atas hasilperhitungan dari rasio likuiditas dan solvabilitas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat likuiditas dan solvabilitas

perusahaan telekomunikasi di Indonesia masih kurang baik mengingat rasionya

dibawah rata – rata industri. Perusahaan yang kinerjanya paling bak adalah PT

Telekomunikasi Indonesia Tbk.

Daftar Acuan : (2001-2014)

Jakarta, 18 Agustus 2015

Ibrahiem Syam Budi

Page 6: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul: Analisis Likuiditas dan Solvabilitas Untuk

Mengukur Kemampuan Pemenuhan Kewajiban (Studi Kasus Perusahaan

Telekomunikasi yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia Periode 2010 – 2014).

Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai derajat

Sarjana Strata I Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini mendapat banyak

bantuan, bimbingan, saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, saudara – saudara penulis yang selama proses

skripsi ini telah memberikan banyak dukungan.

2. Bapak Sukardi Hardjo Sentono, SE, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Unoversitas Darma Persada.

3. Bapak Ahmad Basid Hasibuan SE, M.Si selaku ketua jurusan Program Studi

Akuntansi Universitas Darma Persada

4. Bapak Jombrik, SE, MM selaku dosen pembimbing yang senantiasa

memberikan saran, bimbingan, nasihat, dan pengarahan dengan penuh

kesabaran.

5. Ibu Dra. Sri Ari Wahyuningsih, MM selaku dosen wali yang telah

membimbing dan memberi nasihat selama proses perkuliahan penulis.

Page 7: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

vii

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Darma

Persada yang telah mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan selama proses

perkuliahan.

7. Pihak – pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat

kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang dapat digunakan

untuk penyempurnaaan karya ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi yang membacanya.

Jakarta, 18 Agustus 2015

Penulis

Ibrahiem Syam Budi

Page 8: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL SKRIPSI......................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN......................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... iv

ABSTRAK................................................................................................... v

KATA PENGANTAR................................................................................. vi

DAFTAR ISI............................................................................................... viii

DAFTAR TABEL....................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 4

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian.............................................. 5

1.3.1 Tujuan Penelitian....................................................... 5

1.3.2 Kegunaan Penelitian.................................................. 5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Laporan Keuangan................................................. 6

2.2 Tujuan Laporan Keuangan....................................................... 6

2.3 Pemakai Laporan Keuangan..................................................... 7

2.4 Komponen Laporan Keuangan................................................. 9

2.5 Analisis Laporan Keuangan..................................................... 17

2.5.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan.................... 17

2.5.2 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan...... 17

2.5.3 Tujuan Analisis Laporan Keuangan.......................... 20

2.5.4 Prosedur Analisis Laporan Keuangan....................... 21

2.6 Likuiditas.................................................................................. 22

Page 9: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

ix

2.6.1 Pengertian Likuiditas.............................................. 22

2.6.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas..................... 23

2.6.3 Faktor – faktor yang Menentukan Likuiditas.......... 24

2.6.4 Rasio Likuiditas....................................................... 25

2.7 Solvabilitas............................................................................. 28

2.7.1 Pengertian Solvabilitas............................................ 28

2.7.2 Tujuan dan Manfaat Rasio...................................... 29

2.7.3 Rasio Solvabilitas.................................................... 29

2.8 Kreditur.................................................................................. 32

2.8.1 Pengertian Kreditur................................................. 32

2.8.2 Kepentingan Kreditur............................................. 32

2.8.3 Penilaian Kredit...................................................... 33

2.9 Kerangka Berpikir.................................................................. 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian.................................................................... 39

3.2 Sumber dan Jenis Data yang Digunakan................................ 39

3.3 Populasi dan Sampel............................................................... 39

3.4 Pengumpulan Data.................................................................. 40

3.5 Metode Analisis Data.............................................................. 41

3.6 Definisi Variabel Operasional................................................. 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian..................................................... 43

4.2 Analisis Data.......................................................................... 42

4.2.1 Perhitungan Likuiditas............................................ 44

4.2.2 Perhitungan Solvabilitas......................................... 57

4.2.3 Rata – rata Likuiditas.............................................. 66

4.2.4 Rata – rata Solvabilitas............................................ 69

4.3 Interpretasi Hasil Analisis Rasio Likuiditas........................... 72

Page 10: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

x

4.4 Interpretasi Hasil Analisis Rasio Solvabilitas........................ 75

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan................................................................................. 78

5.2 Saran....................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

xi

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Prosedur Pemilihan Sampel Perusahaan Jasa Telekomunikasi

TABEL 4.1 Sampel Penelitian

TABEL 4.2 Current Ratio Periode 2010 – 2014

TABEL 4.3 Quick Ratio Periode 2010 – 2014

TABEL 4.4 Cash Ratio Periode 2010 – 2014

TABEL 4.5 Debt to Equity Ratio Periode 2010 – 2014

TABEL 4.6 Total Debt to Total Assets Ratio Periode 2010 – 2014

TABEL 4.7 Long Term Debt to Equity Ratio Periode 2010 – 2014

TABEL 4.8 Rata – rata Current Ratio

TABEL 4.9 Rata – rata Quick Ratio

TABEL 4.10 Rata – rata Cash Ratio

TABEL 4.11 Rata – rata Debt to Equity Ratio

TABEL 4.12 Rata – rata Total Debt to Total Assets Ratio

TABEL 4.13 Rata – rata Long Term Debt to Equity Ratio

TABEL 4.14 Rata – rata Kinerja Likuiditas Tahun 2010 – 2014

TABEL 4.15 Rata – rata Kinerja Solvabilitas Tahun 2010 – 2014

Page 12: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

xii

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 4.1 Current Ratio Periode 2010 – 2014

GAMBAR 4.2 Quick Ratio Periode 2010 – 2014

GAMBAR 4.3 Cash Ratio Periode 2010 – 2014

GAMBAR 4.4 Debt to Equity Ratio Periode 2010 – 2014

GAMBAR 4.5 Total Debt to Total Assets Ratio Periode 2010 – 2014

GAMBAR 4.6 Long Term Debt to Equity Ratio Periode 2010 – 2014

GAMBAR 4.7 Rata – rata Current Ratio

GAMBAR 4.8 Rata – rata Quick Ratio

GAMBAR 4.9 Rata – rata Cash Ratio

GAMBAR 4.10 Rata – rata Debt to Equity Ratio

GAMBAR 4.11 Rata – rata Total Debt to Total Assets Ratio

GAMBAR 4.12 Rata – rata Long Term Debt to Equity Ratio

Page 13: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa interaksi

dengan manusia yang lainnya, dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya secara

normal manusia akan butuh bantuan dari orang lain. Oleh sebab itu manusia harus

membutuhkan komunikasi antara satu dengan yang lain. Pada jaman dulu dimana

populasi manusia relatif kecil, komunikasi antar sesama dapat dilakukan secara

langsung, akan tetapi setelah populasi manusia bertambah besar sebagian dari

mereka mulai menyebar untuk membentuk kelompok baru seperti desa, kampung,

pulau bahkan negara. Komunikasi antar desa, kampung, pulau bahkan negara yang

relatif berjauhan tidak lagi dapat dilakukan secara langsung, sehingga timbul

inisiatif menggunakan alat bantu komunikasi tradisional. Alat bantu komunikasi

selanjutnya berkembang dengan sangat pesat hingga saat ini dan akan terus

berkembang seiring berjalannya waktu.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Telekomunikasi berasal dari

gabungan dua suku kata, yaitu “tele” yang berarti far off atau Jauh dan

“communicate” yang berarti to share atau komunikasi jadi telekomunikasi bisa

diartikan sebagai komunikasi jarak jauh. Pada saat sekarang ini di Indonesia pun

telekomunikasi hampir tidak bisa dijauhkan dalam kehidupan sehari – hari seperti

telepon, pesan singkat dan internet. Banyak perusahaan berlomba – lomba untuk

memberikan jasa telekomunikasi yang terbaik. Dengan bertambahnya perusahaan

Page 14: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

2

telekomunikasi ini, maka akan meningkatkan persaingan dalam dunia

telekomunikasi untuk merebut hati para pelanggan agar menggunakan jasa mereka

sehingga setiap perusahaan perlu meningkatkan efisiensi dan efektivitas untuk

menjaga kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang.

Dalam suatu perusahaan kita telah mengetahui bahwa Akuntansi

mempunyai fungsi untuk mencatat transaksi – transaksi yang terjadi didalam

perusahaan. Sebelum transaksi dicatat ke dalam proses pencatatan, maka transaksi

tersebut perlu diklasifikasikan, diikhtisarkan, dan disajikan dalam laporan – laporan

yang disebut dengan laporan keuangan.

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses pencatatan akuntansi

yang memberikan informasi tentang posisi keuangan suatu perusahaan. Laporan

keuangan juga merupakan ringkasan dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan

yang terjadi selama satu periode akuntansi.

Pada dasarnya tujuan utama perusahaan adalah untuk mendapatkan

keuntungan sebesar – besarnya dan memaksimalkan kemakmuran para pemegang

saham melalui strategi – strategi yang telah dibuat oleh manajemen untuk mencapai

target yang diinginkan. Agar tujuan tersebut tercapai dan untuk mengetahui

kinerjanya, perusahaan harus menyajikan laporan keuangan dalam satu periode

tertentu. Laporan keuangan tersebut bertujuan untuk menilai kinerja keuangan

perusahaan dan untuk acuan bagi pihak manajemen dalam mengambil keputusan.

Dalam pengambilan suatu keputusan, pihak manajemen membutuhkan

informasi yang bertujuan untuk memperkirakan apa yang mungkin akan terjadi di

masa yang akan datang. Semua komponen yang terdapat di dalam laporan keuangan

Page 15: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

3

pada dasarnya merupakan suatu sarana informasi yang diperlukan untuk

pertanggung jawaban manajemen dan juga untuk bahan pertimbangan dalam

mengambil keputusan keuangan. Akan tetapi dari sebagian besar informasi yang

terdapat dalam laporan keuangan ada beberapa yang menjadi perhatian utama para

investor sebagai dasar untuk acuan dalam pengambilan keputusan mereka adalah

informasi mengenai laba dan arus kas.

Untuk mempermudah dalam menganalisis laporan keuangan, metode yang

akan digunakan dalam menganalisis likuiditas dan solvabilitas tersebut adalah

analisis laporan keuangan komparatif. Komparatif di sini bersifat membandingkan

hasil dari rasio likuiditas dan solvabilitas dari tahun ke tahun, yang dilakukan

dengan menelaah rasio likuiditas dan rasio solvabilitas dari periode ke periode.

Informasi tentang tingkat likuiditas dan solvabilitas suatu perusahaan akan

sangat bermanfaat bagi pihak – pihak yang memakai laporan keuangan sebagai

acuan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban -

kewajibannya. Investor memerlukan informasi kinerja perusahaan sebagai evaluasi

yang lebih baik terhadap keputusan ekonomi yang akan diambil (Hakivent dan

Murtanto, 2000).

Pihak – pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun

perkembangan perusahaan antara lain adalah para investor (penanam modal). Para

investor berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan dalam rangka

penentuan kebijakan penanaman modalnya, apakah perusahaan mempunyai

prospek yang cukup baik dan akan memperoleh keuntungan yang cukup baik

(Munawir, 2001).

Page 16: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

4

Kelompok perusahaan yang tergolong dalam jasa telekomunikasi yang telah

go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) dipilih sebagai kelompok perusahaan yang

akan diteliti tingkat likuiditasnya karena telekomunikasi saat ini sangat dibutuhkan

oleh masyarakat. Hampir setiap orang di Indonesia membutuhkan komunikasi, oleh

sebab itu penulis akan meneliti tentang tingkat likuiditas dan solvabilitas

perusahaan telekomunikasi dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan.

Pada penelitian ini penulis mengumpulkan laporan posisi keuangan atau

biasa disebut neraca dari lima perusahaan jasa telekomunikasi selama lima tahun

terakhir kemudian diolah dan dijadikan laporan dalam bentuk komparatif, serta

merekapitulasi saldo kas akhir tahun dari kelima perusahaan jasa telekomunikasi

tersebut. Setelah itu dilakukan pengukuran tingkat likuiditas dan solvabilitas kelima

perusahaan jasa telekomunikasi menggunakan rasio – rasio yang ada. Setelah

tingkat likuiditas dan solvabilitas kelima perusahaan jasa telekomunikasi diperoleh,

kemudian penulis akan menghubungkan hasil dari analisis. Dari hasil tersebut dapat

ditarik kesimpulan dari tingkat likuiditas dan solvabilitas.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis bermaksud untuk

melakukan analisis dengan judul Analisis Kinerja Likuiditas dan Solvabilitas

Terhadap Keputusan Kreditur Dalam Memberikan Pinjaman (Studi Kasus

Perusahaan Telekomunikasi Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia

Periode 2010 – 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang muncul dirumuskan

sebagai berikut:

Page 17: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

5

1. Bagaimana likuiditas perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI.

2. Bagaimana solvabilitas perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI.

3. Bagaimana perbandingan tingkat likuiditas dan solvabilitas pada

perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI Terhadap Keputusan

Kreditur

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis tingkat likuiditas pada perusahaan telekomunikasi yang

terdaftar di BEI.

2. Untuk menganalisis tingkat solvabilitas pada perusahaan telekomunikasi

yang terdaftar di BEI.

3. Untuk menganalisis perbandingan likuiditas dan solvabilitas perusahaan

telekomunikasi yang terdaftar di BEI.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis merupakan kesempatan untuk menerapkan teori yang di dapat

di bangku kuliah dalam kehidupan perusahaan yang sesungguhnya.

2. Bagi pembaca diharapkan dapat berguna sebagai bahan pembanding dan

masukan dalam mengadakan penelitian yang lebih lanjut dibidang

akuntansi.

3. Bagi pihak lain diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan

dalam mengambil sebuah keputusan untuk keuangan.

Page 18: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Laporan Keuangan

Hasil akhir dari proses pencatatan akuntansi disebut dengan laporan

keuangan, jadi laporan keuangan merupakan suatu ringkasan transaksi yang

dilakukan dari perusahaan yang terjadi selama satu periode akuntansi atau satu

tahun buku.

Menurut Hanafi dan Halim, dalam buku Analisis Laporan Keuangan

(2002:63), Laporan Keuangan adalah laporan yang diharapkan bisa memberi

informasi mengenai perusahaan, dan digabungkan dengan informasi yang lain,

seperti industri, kondisi ekonomi, bisa memberikan gambaran yang lebih baik

mengenai prospek dan risiko perusahaan.

Sedangkan menurut Harahap, dalam buku Analisa Kritis Atas Laporan

Keuangan (2006:105), “laporan keuangan adalah laporan yang menggambarkan

kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka

waktu tertentu”.

Menurut Adrian dan Shin dalam jurnal yang berjudul Liquidity Ana

Financial Contagion (2008,42) “laporan keuangan merupakan ringkasan transaksi

yang digunakan sebagai alat untuk menginformasikan kondisi keuangan yang

terjadi selama satu periode akuntansi atau satu tahun buku dari suatu organisasi atau

perusahaan”.

2.2 Tujuan Laporan Keuangan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:3), tujuan laporan keuangan

adalah “menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta

perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar

pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi”. Sedangkan menurut Fahmi

Page 19: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

7

(2011:28), tujuan utama dari laporan keuangan adalah “memberikan informasi

keuangan yang mencakup perubahan dari unsur-unsur laporan keuangan yang

ditujukan kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam menilai kinerja

keuangan terhadap perusahaan di samping pihak manajemen perusahaan”.

Para pemakai laporan akan menggunakannya untuk meramalkan,

membandingkan, dan menilai dampak keuangan yang timbul dari keputusan

ekonomis yang diambilnya. Informasi mengenai dampak keuangan yang timbul

tadi sangat berguna bagi pemakai untuk meramalkan, membandingkan dan menilai

keuangan. Seandainya nilai uang tidak stabil, maka hal ini akan dijelaskan dalam

laporan keuangan. Laporan keuangan akan lebih bermanfaat apabila yang

dilaporkan tidak saja aspek-aspek kuantitatif, tetapi mencakup penjelasan -

penjelasan lainnya yang dirasakan perlu. Dan informasi ini harus faktual dan dapat

diukur secara objektif.

2.3 Pemakai Laporan Keuangan

Menurut Prastowo dan Juliaty (2005;4-5) pemakai laporan keuangan antara

lain meliputi:

1. Investor

Para investor (dan penasehatnya) berkepentingan terhadap risiko yang

melekat dan hasil pengembangan dari investasi yang dilakukannya. Investor

ini membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus

membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Selain itu, mereka juga

tertarik pada informasi yang memungkinkan melakukan penilaian terhadap

kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.

Page 20: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

8

2. Kreditor (pemberi pinjaman)

Para kreditor tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan

mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar

pada saat jatuh tempo

3. Pemasok dan kreditor usaha lainnya

Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang

akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditur usaha berkepentingan pada

perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek dibanding kreditor.

4. Sharehoolder’s (para pemegang saham)

Para pemegang saham berkepentingan dengan informasi mengenai

kemajuan perusahaan, pembagian keuntungan yang akan diperoleh dan

penanaman modal untuk business plan selanjutnya.

5. Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan

hidup perusahaan, terutama jika mereka terlibat dalam perjanjian jangka

panjang dengan atau bergantung pada perusahaan.

6. Pemerintah

Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya

berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan oleh karenanya

berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Selain itu, mereka juga

membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan

Page 21: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

9

kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan

nasional dan statistik lainnya.

7. Karyawan

Karyawan dan kelompok – kelompok yang mewakilinya tertarik pada

informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga

tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka melakukan penilaian

atas kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun

dan kesempatan kerja.

8. Masyarakat

Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara, seperti

pemberian kontribusi pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang

yang dipekerjakan dan perlindungan kepada para penanam modal domestik.

Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan

informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran

perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.

2.4 Komponen Laporan Keuangan

Laporan keuangan atau yang biasa disebut dengan Financial Statement

berisikan informasi tentang prestasi perusahaan dimasa lampau dan dapat

digunakan sebagai petunjuk untuk menetapkan kebijakan dimasa yang akan datang

atau di periode yang akan datang. Seperti yang telah di jelaskan diatas, bahwa

laporan keuangan merupakan ringkasan dari data transaksi keuangan perusahaan.

Laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007,12), meliputi:

Page 22: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

10

1. Neraca

2. Laporan laba rugi

3. Laporan perubahan ekuitas

4. Laporan arus kas

5. Catatan atas laporan keuangan

Kelima komponen dari laporan keuangan tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Neraca

Neraca adalah laporan keuangan yang menunjukkan tentang aktiva,

kewajiban dan modal dari suatu perusahaan pada periode tertentu. Adapun

pengertian neraca menurut para ahli dapat dilihart melalui beberapa

pendapat, antara lain:

Menurut Hanafi dan Halim, dalam buku Analisis Laporan Keuangan

(2002:63), Neraca adalah laporan yang meringkas posisi keuangan suatu

perusahaan pada tanggal tertentu. Neraca menampilkan sumber daya

ekonomis (asset), kewajiban ekonomis (hutang), modal saham, dan

hubungan antar item tersebut.

Sedangkan menurut Harahap, dalam buku Analisa Kritis Atas

Laporan Keuangan (2006:107), Laporan Neraca, yang disebut juga dengan

laporan posisi keuangan perusahaan, adalah laporan yang menggambarkan

posisi aktiva, kewajiban dan modal pada saat tertentu.

Menurut Hermanto dan Agung (2015,11) untuk menggambarkan

posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu, neraca mempunyai tiga

unsur keuangan, yaitu aktiva, kewajiban dan ekuitas. Ketiga unsur tersebut

dapat di subklasifikasikan sebagai berikut:

Page 23: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

11

a. Aktiva, merupakan sumber daya yang dikuasai perusahaan dapat di

subklasifikasikan menjadi 5 unsur, yaitu:

1) Aktiva lancar, yaitu yang manfaat ekonominya diharapkan akan

diperoleh dalam waktu kurang dari satu tahun. Misalnya kas,

surat berharga, persediaan, piutang. Aktiva lancar merupakan

sumber dana dalam melunasi kewajiban jangka pendek. Maka

dari itu Aktiva lancar harus dipertimbangkan dalam mengukur

tingkat likuiditas suatu perusahaan.

2) Investasi jangka panjang, yaitu penanaman modal yang biasanya

dilakukan dengan tujuan memperoleh penghasilan tetap atau

untuk menguasai perusahaan lain. Misalnya investasi saham,

investasi obligasi.

3) Aktiva tetap, yaitu aktiva yang memiliki substansi (wujud) fisik,

digunakan dalam operasi normal perusahaan dan tidak

dimaksudkan untuk dijual, serta memberikan manfaat ekonomi

lebih dari satu tahun. Misalnya tanah, gedung, kendaraan dan

mesin.

4) Aktiva yang tidak berwujud, yaitu aktiva yang tidak mempunyai

substansi fisik dan biasanya berupa hak atau hak istimewa yang

memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan untuk jangka

waktu lebih dari satu tahun. Misalnya hak cipta, Merck dagang

dan lisensi.

Page 24: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

12

5) Aktiva lain – lain, yaitu aktiva yang tidak dapat dimasukkan ke

dalam salah satu dari empat subklasifikasi tersebut, misalnya

beban ditangguhkan, piutang kepada direksi, deposito, pinjaman

karyawan.

b. Kewajiban, yang merupakan hutang perusahaan masa kini dapat

disubklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu:

1) Kewajiban lancar, yaitu kewajiban yang penyelesaiannya

diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya

perusahaan yang memiliki manfaat ekonomi dalam jangka kurang

dari satu tahun. Misalnya hutang dagang, hutang wesel, hutang

gaji dan upah, hutang pajak, hutang biaya atau beban lainnya yang

belum dibayar

2) Kewajiban jangka panjang, yaitu kewajiban yang

penyelesaiannya diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari

sumber daya perusahaan (yang memiliki manfaat ekonomi)

dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Misalnya hutang

obligasi, hutang bank.

3) Kewajiban lain – lain, yaitu kewajiban yang tidak dapat

dikategorikan ke dalam salah satu subklasifikasi kewajiban

tersebut, misalnya hutang kepada direksi, hutang kepada

pemegang saham.

Page 25: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

13

c. Ekuitas, yaitu merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan

yang merupakan selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada.

Ekuitas dapat dibagi menjadi dua, yaitu

1) Ekuitas yang berasal dari setoran para pemilik, misalnya modal

saham (termasuk sio saham bila ada), dan

2) Ekuitas yang berasal dari hasil operasi, yaitu laba yang tidak

dibagikan kepada para pemilik, misalnya dalam bentuk dividen,

(ditahan).

2. Laporan Laba Rugi

bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada

suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan

beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih.

Untuk dapat menggambarkan informasi mengenai potensi (kemampuan)

perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, laporan laba

rugi mempunyai dua unsur, yaitu penghasilan dan beban, yang dijelaskan

sebagai berikut:

a. Penghasilan (income) yang diartikan sebagai kenaikan manfaat

ekonomi dalam bentuk pemasukan atau peningkatan aktiva atau

penurunan kewajiban perusahaan selama periode tertentu dapat

disubklasifikasikan meliputi:

1) Pendapatan (revenures), yaitu penghasilan yang timbul dalam

pelaksanaan aktivitas yang biasa dan yang dikenal dengan

sebutan yang berbeda, misalnya penjualan barang dagang,

Page 26: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

14

penghasilan jasa, pendapatan bunga, pendapatan dividen, royalti

dan sewa.

2) Keuntungan (gains), yaitu pos lain yang memenuhi definisi

penghasilan dan mungkin timbul atau tidak timbul dalam

pelaksanaan aktivitas perusahaan yang rutin misalnya pos yang

timbul dalam pengalihan aktiva lancar, revaluasi sekuritas,

kenaikan jumlah aktiva jangka panjang.

b. Beban (expense) diartikan sebagai penurunan manfaat ekonomi

dalam bentuk arus keluar, penurunan aktiva, atau kewajiban (yang

menyebabkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian

kepada pemilik) perusahaan selama periode tertentu.

3. Laporan Arus Kas

Yaitu bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang

dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan aliran masuk

dan keluar uang (kas) perusahaan yang diklasifikasikan menjadi 3 aktivitas

operasi, investasi dan pembiayaan.

Laporan arus kas merupakan gambaran dari mana uang kas

diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan

arus kas merupakan ringkasan dari penerimaan dan pengeluaran kas

perusahaan selama periode tertentu

Page 27: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

15

4. Laporan Perubahan Ekuitas

Yaitu salah satu bagian laporan keuangan yang menunjukan

perubahan ekuitas pemilik selama satu periode. Laporan perubahan ekuitas

terdiri dari saldo awal modal pada neraca saldo setelah disesuaikan di

tambah laba bersih atau dikurang rugi selama satu periode dan dikurangi

dengan pengambilan prive.

Perusahaan harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai

komponen laporan keuangan yang menunjukkan:

a. Rugi atau laba bersih periode yang bersangkutan.

b. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta

jumlahnya yang berdasarkan SAK terkait diakui secara langsung

dalam ekuitas.

c. Pengaruh akumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan

perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam

SAK terkait.

d. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik

e. Saldo akumulasi rugi dan laba pada awal dan akhir periode serta

perubahannya

f. Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing – masing jenis model

saham, agio, dan cadangan pada awal dan akhir periode yang

menungkapkan secara terpisah setiap perubahannya.

Page 28: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

16

5. Catatan Atas Laporan Keuangan

Yaitu catatan tambahan dan informasi yang ditambahkan ke akhir

laporan keuangan untuk memberikan tambahan informasi kepada pembaca

dengan informasi lebih lanjut. Catatan atas Laporan Keuangan membantu

menjelaskan perhitungan item tertentu dalam laporan keuangan serta

memberikan penilaian yang lebih komprehensif dari kondisi keuangan

perusahaan. Catatan atas Laporan Keuangan dapat mencakup informasi

tentang hutang , kelangsungan usaha , piutang, kewajiban kontinjensi , atau

informasi kontekstual untuk menjelaskan angka-angka keuangan (misalnya

untuk menunjukkan gugatan).

Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis.

Setiap pos dalam neraca, laporan laba – rugi dan laporan arus kas harus

berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan

keuangan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:

a. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan

kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa

dan transaksi yang penting.

b. Informasi yang diwajibkan dalam SAK tetap tidak disajikan

dineraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan

ekuitas.

c. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan

tetap diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.

Page 29: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

17

2.5 Analisis Laporan Keuangan

2.5.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Ada beberapa pengertian analisis laporan keuangan yang dikemukakan oleh

para ahli, antara lain.

Menurut Harahap (2007;190) mengemukakan bahwa “analisis laporan

keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang

bersifat signifikan yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara

data kuantitatif maupun data nun kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui

kondisi keuangan lebih dalam yang angan penting dalam proses menghasilkan

keputusan yang tepat”.

Sedangkan menurut Prastowo dan Juliaty (2005,52) menjelaskan bahwa

“analisis laporan keuangan merupakan suatu proses untuk membedah laporan

keuangan ke dalam unsur – unsurnya, menelaah masing – masing unsur tersebut,

dan menelaah hubungan di antara unsur – unsur tersebut, dengan tujuan untuk

memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan

itu sendiri”.

Menurut Plantin, Shapra dan Shin (2008;365) analisis laporan keuangan

merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk memahami hubungan –

hubungan yang terdapat dalam laporan keuangan.

2.5.2 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan

Menurut Prastowo dan Juliaty (2005,54), secara umum metode analisis

laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Metode analisis horizontal (dinamis) adalah metode analisis yang

dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan untuk

beberapa tahun (periode), sehingga dapat diketahui perkembangan dan

kecenderungannya. Disebut metode horizontal karena analisis ini

membandingkan pos yang sama untuk periode yang berbeda. Disebut

Page 30: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

18

metode analisis dinamis karena metode ini bergerak dari tahun ke tahun

(periode)

2. Metode analisis vertikal (statis) adalah metode analisis yang dilakukan

dengan cara menganalisis laporan keuangan pada tahun (periode)

tertentu, yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dengan pos

yang lainnya pada laporan keuangan yang sama untuk tahun (periode)

yang sama. Karena membandingkan antara pos yang satu dengan yang

lainnya pada laporan keuangan yang sama, maka disebut metode

vertikal. Disebut metode statis karena metode ini membandingkan pos

– pos laporan keuangan pada tahun (periode) yang sama.

Menurut Hermanto dan Agung (2015;1.66) ada beberapa teknik yang dapat

digunakan dalam analisa laporan keuangan, antara lain:

1. Analisis perbandingan laporan keuangan (komparatif), adalah teknik

analisa perbandingan dari laporan keuangan selama beberapa periode

yang mengkaji perkembangan dalam rentabilitas,efektivitas/ intensitas

penggunaan modal, likuiditas /posisi keuangan jangka pendek,

solvabilitas/ posisi keuangan jangka panjang. Sehingga hasil kajian

merupakan analisa dinamis atau analisa horizontal.

2. Analisa trend, adalah teknik analisa perbandingan dari laporan

keuangan selama beberapa periode yang menggunakan tahun awal

sebagai tahun dasar dimana semua pos – pos yang ada dalam laporan

keuangan tahun dasar dinyatakan dengan angka 100, sehingga pos – pos

yang sama ditahun setelah tahun dasar diamati dalam rasio terhadap

Page 31: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

19

tahun dasarnya. Jadi trend yang dimaksud adalah menunjukan

hubungan antara masing – masing pos suatu tahun dengan pos yang

sama pada tahun dasar.

3. Analisa rasio, merupakan teknik yang membandingkan pos – pos yang

berlainan dalam adu laporan keuangan. Perbandingan ini dilakukan atas

pos – pos yang mempunyai hubungan satu sama lainnya. Berbeda

dengan analisa komparatif dan analisa trend, analisa ini memberikan

informasi mengenai keadaan posisi keuangan pada suatu periode.

4. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, merupakan suatu analisis

untuk mengetahui sumber – sumber serta penggunaan modal kerja atau

untuk mengetahui sebab – sebab berubahnya modal kerja dalam periode

tertentu.

5. Analisis sumber dan penggunaan kas, merupakan suatu analisis untuk

mengetahui sebab – sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk

mengetahui sumber – sumber serta penggunaan uang kas selama

periode tertentu.

6. Analisa break event, biasa disebut sebagai hubungan antara besarnya

jumlah investasi dan volume yang ditargetkan untuk mencapai

profitabilitas. Analisa break avent atau disebut analisa titik impas

merupakan sarana untuk menentukan titik dimana perusahaan tidak

mengalami keuntungan ataupun kerugian dalam mencapai usahanya.

7. Analisa laba kotor, merupakan salah satu metode yang bermanfaat yang

dapat digunakan oleh manajemen dalam rangka meningkatkan operasi

Page 32: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

20

pusat laba dan pusat investasi analisa yang mendalam terhadap

perubahan – perubahan penjualan, biaya dan laba kotor menimbulkan

suatu pengertian yang menyeluruh mengenai langkah – langkah yang

diperlukan agar operasi perusahaan tidak terlalu menyimpang dari

harapan – harapan yang dianggarkan.

8. Analisis persentase perkomponen (Common Size) merupakan suatu

metode analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing –

masing aktiva terhadap total aktivanya.

2.5.3 Tujuan Analisis Laporan Keuangan

Menurut Kasmir (2011:68), tujuan dari analisis laporan keuangan adalah:

1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode

tertentu, baik aset, kewajiban, ekuitas, maupun hasil usaha yang telah

dicapai untuk beberapa periode.

2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi

kekurangan perusahaan.

3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.

4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu

dilakukan ke depan berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat

ini.

5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu

penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.

6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis

tentang hasil yang mereka capai.

Page 33: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

21

Menurut Hermanto dan Agung (2015,59) tujuan analisa laporan keuangan

adalah “untuk mengambil keputusan perencanaan dan kontrol guna menjamin

tercapainya tujuan perusahaan dalam mencapai rentabilitas yang memuaskan dan

dapat menjamin posisi keuangan yang sehat”. Analisis laporan keuangan yang

dilakukan dimaksudkan untuk menambah informasi dalam suatu laporan keuangan.

Sedangkan menurut Munawir (2010:31), “tujuan analisis laporan keuangan

merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan

dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan yang

bersangkutan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-pihak yang

berkepentingan apabila data tersebut diperbandingkan untuk dua periode atau lebih,

dan dianalisa lebih lanjut sehingga akan dapat diperoleh data yang akan dapat

mendukung keputusan yang akan diambil”.

2.5.4 Prosedur Analisis Laporan Keuangan

Menurut Prastowo dan Juliaty (2005,53) ada beberapa langkah dalam

menganalisis laporan keuangan, antara lain adalah:

1. Memahami latar belakang data keuangan perusahaan

Pemahaman latar belakang data keuangan perusahaan yang dianalisis

mencakup pemahaman tentang bidang usaha yang diterjuni oleh

perusahaan akan kebijakan akuntansi yang dianut dan diterapkan oleh

perusahaan tersebut. Memahami latar belakang data keuangan

perusahaan yang akan dianalisis merupakan langkah yang perlu

dilakukan sebelum menganalisis laporan keuangan perusahaan tersebut.

2. Memahami kondisi – kondisi yang berpengaruh pada perusahaan,

Selain latar belakang keuangan perusahaan, kondisi – kondisi yang

mempunyai pengaruh terhadap perusahaan perlu juga untuk dipahami.

Page 34: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

22

Kondisi – kondisi yang perlu dipahami mencakup informasi mengenai

trend (kecenderungan) industri dimana perusahaan beroperasi.

3. Mempelajari dan mereview laporan keuangan

Kedua langkah pertama akan memberikan gambaran mengenai

karakteristik (profil) perusahaan. Sebelum berbagai teknik analisis

laporan keuangan diaplikasikan, perlu dilakukan review terhadap laporan

keuangan secara menyeluruh. Apabila dipandang perlu, dapat menyusun

kembali laporan keuangan perusahaan yang dianalisis. Tujuan langkah

ini adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah cukup jelas

menggambarkan data keuangan yang relevan dan sesuai dengan standar

akuntansi yang berlaku.

4. Menganalisis laporan keuangan

Setelah memahami profil perusahaan dan mereview analisis laporan

keuangan, maka dengan menggunakan berbagai metode dan teknik

analisis yang ada dapat menganalisis laporan keuangan dan

menginterprestasikan hasil analisis tersebut.

2.6 Likuiditas

2.6.1 Pengertian likuiditas

Beberapa pengertian likuiditas menurut beberapa ahli ekonomi adalah

sebagai berikut:

Menurut Munawir (2007;31) “Likuiditas adalah menunjukkan kemampuan

suata perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera

dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada

Page 35: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

23

saat ditagih”. Sedangkan menurut Sofyan (2006;301) berpendapat “Likuiditas

adalah menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban

jangka pendek”. Sementara menurut Sugiarso (2006;114) mengemukakan bahwa

“Likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajiban keuangan jangka pendek”. Sedangkan menurut Sutrisno (2009;215)

menyebutkan bahwa “likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar

kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi”.

Sedangkan menurut Brunnermeier dan Pederson (2007;153) bahwa

likuiditas adalah tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban

jangka pendek yang harus di penuhi. Perusahaan dapat dikatakan dapat memenuhi

kewajiban tepat pada waktunya apabila aktiva lancar pada perusahaan lebih besar

daripada hutang lancar.

Perusahaan yang dapat memenuhi kewajiban tepat pada waktunya berarti

perusahaan tersebut dalam kondisi likuid. Sebaliknya apabila perusahaan tidak

dapat memenuhi kewajiban tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam

kondisi likuid.

Terdapat dua faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam mengukur

tingkat likuiditas suatu perusahaan, dua faktor tersebut antara lain aktiva lancar dan

kewajiban jangka pendek.

2.6.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas

Menurut Kasmir (2008,132), secara umum ada beberapa tujuan dan manfaat

rasio likuiditas, yaitu

1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau hutang

jangka panjang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya,

Page 36: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

24

kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar

sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).

2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka

pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban

yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun,

dibandingkan dengan total aktiva lancar.

3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka

pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan. Dalam hal

ini aktiva lancar dikurangi persediaan yang dianggap likuiditasnya lebih

rendah.

4. untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar

hutang.

5. untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu

dengan membandingkannya untuk beberapa periode.

6. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dan masing – masing

komponen yang ada di aktiva lancar dan hutang lancar.

7. menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya,

dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.

2.6.3 Faktor – faktor yang Menentukan Likuiditas

Menurut Simorangkir (2000:152), secara umum, faktor-faktor yang

mempengaruhi posisi likuiditas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Besarnya investasi pada harta tetap dibandingkan dengan seluruh data

jangka panjang,

Page 37: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

25

pemakaian dana untuk pembelian harta tetap adalah salah satu sebab utama

dari keadaan tidak likuid. Jikalau makin banyak dana perusahaan yang

dipergunakan untuk harta tetap. Oleh sebab itu rasio likuiditas menurun.

Kemerosotan tersebut hanya dapat dicegah dengan menambah jangka

panjang untuk menutup kebutuhan harta tetap yang meningkat

2. Volume kegiatan perusahaan,

Peningkatan volume kegiatan perusahaan akan menambah kebutuhan dana

untuk membiayai harta lancar. Sebagian dari kebutuhan tersebut dipenuhi

dengan meningkatkan hutang – hutang, tetapi jika hal – hal lain tetap,

investasi dana jangka panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan

modal kerja sangat diperlukan agar rasio dapat dipertahankan.

3. Pengendalian harta lancar

Apabila pengendalian yang kurang baik terhadap besarnya investasi dalam

persediaan dan piutang menyebabkan adanya investasi yang melebihi

daripada yang seharusnya, maka sekali lagi rasio akan turun dengan tajam,

kecuali apabila disediakan lebih banyak dana jangka panjang.

Kesimpulannya ialah bahwa perbaikan dalam pengendalian investasi

semacam ini akan dapat memperbaiki rasio likuiditas

2.6.4 Rasio Likuiditas

Menurut Harahap (2009:301) “Rasio likuiditas merupakan rasio yang

mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya”.

Sedangkan menurut Martono dan Harjito (2002;53) mendefinisikan rasio likuiditas

sebagai berikut:

Page 38: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

26

“Rasio likuiditas (liquidity ratio) yaitu rasio yang menunjukkan hubungan

antara kas perusahaan dan aktiva lancar lainnya dengan hutang lancar. Rasio

likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajiban – kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi atau kewajiban

jangka pendek”.

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa rasio likuiditas adalah

rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam

melunasi kewajiban jangka pendek. Rasio likuiditas dihitung dengan menggunakan

aktiva lancar dan kewajiban lancar. Rasio likuiditas yang umum digunakan adalah:

1. Rasio Lancar (Current Ratio)

Menurut Astuti (2004;31) mengemukakan bahwa “Rasio lancar

dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Rasio

lancar menunjukkan besarnya kewajiban lancar yang ditutup dengan aktiva

yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek”.

Sedangkan menurut Hermanda dan Agung (2012,6.106) “Rasio lancar

adalah hasil pembagian antara jumlah aktiva lancar dibagi dengan hutang

lancar yang artinya tingkat keamanan bagi kreditor jangka pendek”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rasio lancar

menutupi semua kewajiban – kewajiban lancar. Perbandingan aktiva lancar

dengan hutang lancar adalah 1 : 1 yang artinya 100%. Jadi, apabila

perusahaan dalam keadaan likuid maka aktiva lancar dapat menutupi semua

hutang. Semakin besar aktiva lancar suatu perusahaan maka semakin tinggi

tingkat kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka

pendeknya.

Page 39: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

27

Rasio lancar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

2. Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acit Test Ratio)

Menurut Munawir (2002),

“Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan

persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif lama untuk

direalisir menjadi uang kas dan menganggap bahwa piutang segera dapat

direalisir sebagai uang kas,walaupun kenyataannya mungkin persediaan

lebih likuid daripada piutang”.

Apabila menggunakan rasio ini maka dapat dikatakan bahwa jika

suatu perusahaan mempunyai nilai quick ratio sebesar kurang dari 100%

atau 1:1, hal ini dianggap kurang baik tingkat likuiditasnya (Fahmi

2011:62).

Menurut Hermanda dan Agung (2012,6.107)

“Rasio cepat (Quick Ratio atau Acit Test Ratio) dihitung dengan

mengeluarkan pos – pos aktiva lancar yang tidak likuid atau yang cukup

lama prosesnya bila dijadikan kas, atau hanya pos yang lancar saja yang

akan digunakan. Antara lain terdiri dari kas, wesel tagih dan piutang dagang.

Rasio cepat menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid

dalam menutupi hutang lancar”.

Rasio cepat dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 − 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

3. Rasio Kas (Cash Ratio)

Menurut Hermanto dan Agung dalam buku Analisa Laporan

Keuangan (2012,6.108) “Rasio Kas (Cash Ratio) merupakan rasio yang

paling likuid Siantar rasio – rasio yang ada, sebab rasio ini hanya

Page 40: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

28

memperbandingkan pos – pos lancar yang terdapat dalam aktiva lancar yaitu

cash on hand, cash in bank dan wesel, yang dibandingkan dengan jumlah

hutang lancar”. “Rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan posisi kas

yang dapat menutupi hutang lancar dengan kata lain cash ratio merupakan

rasio yang menggambarkan kemampuan kas yang dimiliki dalam

manajemen kewajiban lancar tahun yang bersangkutan (Muchlisin Riadi

2012,12)”.

Rasio Kas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑜𝑟 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑡

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

2.7 Solvabilitas

2.7.1 Pengertian Solvabilitas

Beberapa pengertian likuiditas menurut beberapa ahli ekonomi adalah

sebagai berikut:

Menurut Sugiarso (2006:115), mendefinisikan Solvabilitas adalah

“kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya, baik utang jangka

pendek maupun utang jangka panjang”. Sedangkan menurut Munawir (2007:32),

mendefinisikan Solvabilitas yaitu ‘menunjukkan kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasikan,

baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang”. Selanjutnya

menurut Sutrisno (2009:15), mendefinisikan Solvabilitas adalah “kemampuan

perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi”.

Page 41: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

29

Sedangkan menurut Harahap (2010) “Solvabilitas menggambarkan kemampuan

perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya”.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Solvabilitas adalah

kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya. Solvabilitas

menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh utang yang ada

dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya.

2.7.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Solvabilitas

Menurut Kasmir (2008,153), secara umum ada beberapa tujuan dan manfaat

rasio likuiditas, yaitu:

1. Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak

lainnya (kreditor).

2. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap

dengan modal.

3. Untuk melihat seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang.

4. Untuk menilai seberapa besar pengaruh hutang perusahaan terhadap

pengelolaan aktiva

5. Untuk menilai dan mengukur berapa bagiandari setiap rupiah modal sendiri

yang dijadikan jaminan hutang jangka panjang.

2.7.3 Rasio Solvabilitas

Menurut Kasmir (2008;150), rasio solvabilitas merupakan “rasio yang

digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.

Artinya, berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan

dengan aktivanya”. Sedangkan menurut Weygant, Kieso, dan Kimmel (2008;406)

Page 42: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

30

rasio solvabilitas (solvency ratio) adalah “ alat untuk mengukur kemampuan

perusahaan untuk bertahan selama periode waktu yang panjang”. Selanjutnya

menurut Prastowo (2011:88) rasio solvabilitas merupakan “rasio yang

menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

panjangnya”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa rasio solvabilitas adalah rasio

yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam melunasi

kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas yang umum digunakan adalah:

1. Rasio Total Hutang Terhadap Total Aset (Total Debt to Total Assets

Ratio)

Menurut Kasmir (2008:156), total debt to total asset ratio

“merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan

antara total utang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa, seberapa

besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva”.

Sedangkan menurut Sawir (2005;13), total debt to total assets ratio adalah

“rasio yang memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan

seluruh kekayaan yang dimiliki”.

Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang

jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan

berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang. Ratio

Rasio Total Hutang Terhadap Total Aset dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

Page 43: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

31

Total Debt do Total Assets=𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

2. Rasio Total Hutang Terhadap Ekuitas (Total Debt to Equity Ratio)

Menurut Sawir (2005:13), total debt to equity ratio adalah “rasio

yang menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan

perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan

tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya”. Sedangkan menurut

Kasmir (2008:157), total debt to equity ratio merupakan “rasio yang

digunakan untuk menghitung nilai utang dengan ekuitas”.

Rasio ini merupakan Perbandingan antara hutang – hutang dan

ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal

sendiri, untuk memenuhi seluruh kewajibanya. Rasio Total Hutang

Terhadap Ekuitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

3. Rasio Total Hutang Jangka Panjang Terhadap Ekuitas (Long Term

Debt to Equity Ratio)

Menurut Kasmir (2008:159) long term debt to equity ratio adalah

perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuan

pengukuran rasio ini adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap

rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan

caramembandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri

yang disediakan oleh perusahaan. Rasio total hutang jangka panjang

terhadap ekuitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Page 44: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

32

𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡

𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

2.8 Kreditur

2.8.1 Pengertian Kreditur

Kreditur adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah)

yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau layanan

jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian) dimana

diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang

nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut sebagai peminjam atau yang

berhutang.

2.8.2 Kepentingan Kreditur

Menurut Hermanto dan Agung (2005,9) kreditur berkepentingan untuk:

1. Melihat apakah uang yang dipinjamkan cukup terjamin

2. Apakah operasi perusahaan memberikan hasil yang memungkinkan

perusahaan untuk membayar kembali pinjaman beserta bunganya tepat

pada waktunya.

3. Bagi para kreditor analisa laporan keuangan adalah hal yang sangat penting

guna mengetahui gambaran tentang usaha perusahaan. Kepentingan kreditur

baru adalah mengetahui sejauh mana perusahaan sudah dibiayai oleh modal

dari luar, sebagai jaminan apakah kekayaan yang dimiliki masih mencukupi

dan kredit yang diharapkan masih layak atau tidak jika dipenuhi permintaan

perusahaan. Bagi kreditur lama laporan keuangan sebagai alat mengontrol

kegiatan perusahaan terhadap dana yang telah diberikan betul – betul

Page 45: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

33

digunakan untuk kepentingan usaha sebenarnya atau telah ada terjadi

penyimpangan.

2.8.3 Penilaian Kredit

Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, maka bank harus merasa yakin

bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut

diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Kriteria

penilaian kredit yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang

benar-benar menguntungkan dilakukan dengan analisis 5C dan 7P (Kasmir, 2008).

Penilaian kredit dengan metode analisis 5C, yaitu:

1. Character

Sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit harus dapat

dipercaya yang tercermin dari latar belakang nasabah baik latar belakang

yang bersikap pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup

atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan sosial

standingnya. Character merupakan ukuran untuk menilai kemauan nasabah

membayar kreditnya. Menurut Dendawijaya (2005) informasi mengenai

calon debitur dapat diperoleh dengan cara bekerjasama dengan kalangan

perbankan maupun kalangan bisnis lainnya. Informasi dari kalangan

perbankan diperoleh melalui surat menyurat atau koresponden antar bank

yang dikenal dengan bank informasi, termasuk permohonan resmi kepada

Bank Indonesia (BI) untuk memperoleh informasi tentang calon debitur,

baik mengenai pribadinya maupun perusahaan atau bisnis yang dimiliki.

2. Capacity

Untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit yang

dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta

Page 46: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

34

kemampuannya mencari laba. Sehingga akan terlihat kemampuannya dalam

mengembalikan kredit yang disalurkan.

3. Capital

Penggunaan modal yang efektif dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca

dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi

likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Capital adalah untuk

mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap

usaha yang akan dibiayai oleh bank.

4. Collateral

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik

maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang

diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi

suatu masalah, jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat

mungkin.

5. Condition

Kondisi ekonomi pada masa sekarang dan yang akan datang harus dinilai

sesuai dengan sektor masing-masing. Prospek usaha dari sektor yang

dijalankan oleh nasabah juga harus dinilai. Penilaian prospek bidang usaha

yang dibiayai hendaknya memiliki prospek yang baik, sehingga

kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.

Penilaian kredit dengan metode analisis 7P sebagai berikut:

Page 47: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

35

1. Personality

Personality (kepribadian) adalah sifat dan perilaku yang dimiliki calon

debitur yang mengajukan permohonan kredit bersangkutan, dipergunakan

sebagai bahan pertimbangan pemberian kredit. Jika kepribadiannya baik

maka kredit dapat diberikan. Sebaliknya apabila kepribadiannya jelek maka

kredit tidak dapat diberikan. Alasannya adalah karena kepribadian yang baik

akan berusaha membayar pinjamannya sedangkan kepribdian yang jelek

akan sulit membayar pinjamannya. Kepribadian calon nasabah ini dapat

diketahui dengan mengumpulkan informasi tentang keturunan, pekerjaan,

pendidikan, dan pergaulannya. menilai nasabah dari segi kepribadiannya

atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga

mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam

menghadapi suatu masalah.

2. Party

Mengklasifikasikan nasabah dalam klasifikasi tertentu atau golongan-

golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga

nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan

fasilitas yang berbeda dari bank.

3. Purpose

Purpose (tujuan) adalah tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitur,

apakah untuk kegiatan konsumtif atau sebagai modal kerja. Tujuan kredit

ini akan menjadi hal yang menentukan apakah permohonan calon debitur

disetujui atau ditolak. Apabila kredit digunakan sebgai kegiatan konsumtif

Page 48: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

36

maka kredit tidak dapat diberikan, tetapi jika digunakan sebagai modal kerja

(produktif) maka kredit dapat diberikan. Jadi, analisis kredit harus

mengetahui secara pasti tujuan dan penggunaan kredit yang akan diberikan

sehingga dapat dipertimbangkan.

4. Prospect

Untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan dan

mempunyai prospek atau sebaliknya. Prospect adalah prospek perusahaan

dimasa datang,apakah akan menguntungkan (baik) atau merugikan (jelek).

Jika prospek terlihat baik maka kredit dapat diberikan, sebaliknya jika jelek

akan ditolak. Oleh karena itu analisis kredit harus mampu mengestimasi

masa depan perusahaan calon debitur agar pengembalian kredit menjadi

lancar.

5. Payment

Payment (pembayaran) adalah mengetahui bagaimana pembayaran kembali

kredit yang diberikan hal ini dapat diketahui jika analisis kredit

memperhitungkan kelancaran penjualan dan pendapatan calon debitur

sehingga dapat memperkirakan kemampuannya untuk membayar kembali

kredit tersebtu sesuai dengan perjanjian.

6. Profitability

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau

akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan

diperolehnya.

Page 49: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

37

7. Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan

mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang

2.9 Kerangka Berpikir

Perusahaan

Telekomunikasi

Laporan Keuangan

Periode 2010 - 2014

Neraca

Perhitungan

Likuiditas

Perhitungan

Solvabilitas

Rasio

Lancar

Rasio

Cepat

Rasio

Kas

Analisis

Kesimpulan

dan Saran

BEI

TDTA TDE LTDE

Laba/

Rugi

Arus

Kas

Perubahan

Ekuitas

Catatan atas

Laporan Keuangan

Page 50: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

38

Dalam penelitian ini peneliti memilih perusahaan jasa sektor infrastruktur,

utilitas dan transportasi subsektor telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) sebagai objek penelitian. Dari perusahaan tersebut kemudian

penulis mengambil laporan keuangan sebagai sumber data dari penelitian ini. Akan

tetapi tidak semua komponen yang ada dilaporan keuangan akan digunakan dalam

penelitian ini, oleh sebab itu penulis hanya mengambil laporan posisi keuangan

(neraca) yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas dan solvabilitas. Dalam

mengukur tingkat likuiditas dan solvabilitas penulis menggunakan rasio – rasio.

Kemudian penulis menganalisis hasil dari perhitungan rasio – rasio tersebut.

Setelah dilakukan analisis maka dapat ditarik kesimpulan apakah tingkat likuiditas

dan solvabilitas perusahaan tersebut baik atau buruk.

Untuk melihat tingkat likuiditas perusahaan kita dapat mengetahuinya

dengan melakukan analisis rasio likuiditas dengan menggunakan rasio lancar, rasio

cepat dan rasio kas. Sedangkan untuk melihat tingkat solvabilitas perusahaan kita

dapat mengetahuinya dengan melakukan analisis rasio solvabilitas dengan

menggunakan rasio total hutang terhadap total aset, rasio total hutang terhadap

ekuitas, rasio total hutang jangka panjang terhadap ekuitas. Dari hasil analisis

tersebut nantinya kita dapat mengetahui tinggi atau rendahnya likuiditas dan

solvabilitas perusahaan.

Page 51: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

39

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan jasa telekomunikasi yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam kata lain ialah perusahaan telekomunikasi

yang telah go public periode 2010 – 2014.

3.2 Sumber dan Jenis Data yang Digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder adalah data – data yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan,

buku, majalah, jurnal, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini

untuk menunjang kerangka teori. Sedangkan sumber data laporan keuangan

diperoleh dari www.idx.co.id.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau

subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang akan

diteliti dalam penelitian ini adalah perusahaan jasa telekomunikasi yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010 – 2014 yaitu sebanyak 6 perusahaan.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut

prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Sampel yang dipakai

Page 52: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

40

peneliti dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 perusahaan. Adapun kriteria yang

digunakan untuk memilih sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

4. Perusahaan jasa Telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) selama periode 2010 – 2014 dan memiliki data keuangan lengkap

berdasarkan penelitian ini. Perusahaan yang tidak memiliki data keuangan

lengkap selama periode 2010 – 2014 sebanyak 1 perusahaan, sehingga tidak

sesuai dengan kriteria penelitian.

5. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan tahunan periode 2010 –

2014 yang telah diaudit dan dipublikasikan melalui www.idx.co.id.

Tabel 3.1

Prosedur Pemilihan Sampel Perusahaan Jasa Telekomunikasi

No Keterangan Jumlah

1 Jumlah perusahaan jasa telekomunikasi

yang terdaftar di BEI sampai dengan 2014

6

2 Perusahaan jasa telekomunikasi yang data

lapotan keuangannya kurang dari 5 tahun

1

3 Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel

6 – 1

5

3.4 Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan tingkat likuiditas dan

solvabilitas maka penulis akan menggunkan teknik metode tinjauan pustaka.

Penelitian ini juga berguna sebagai pedoman teoritis serta untuk mendukung dan

Page 53: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

41

menganalisis data, yaitu dengan cara mempelajari data – data yang relevan dengan

topik yang sedang diteliti.

3.5 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, metode yang penulis gunakan adalah metode

deskriptif Komparatif. Pada laporan posisi keuangan diambil beberapa akun yang

digunakan sebagai data untuk mengukur tingkat likuiditas dan solvabilitas sehingga

dapat mempermudah dalam melakukan analisis. Hasil perhitungan rasio likuiditas

yang terdiri dari rasio cepat, rasio lancer dan rasio kas, dan rasio solvabilitas yang

terdiri dari rasio total hutang terhadap total aset, rasio total hutang terhadap ekuitas,

rasio total hutang jangka panjang terhadap ekuitas kemudian dihitung hasil rata –

rata rasio sebagai tolak ukur tinggi atau tidaknya tingkat likuiditas dan solvabilitas

perusahaan telekomunikasi di Indonesia.

Dalam penelitian ini, rasio – rasio likuiditas yang digunakan adalah:

6. Rasio Lancar

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

7. Rasio Cepat

𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 − 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

8. Rasio Kas

𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑜𝑟 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑡

𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

Page 54: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

42

Sedangkan rasio solvabilitas yang digunakan adalah:

9. Rasio Total Hutang Terhadap Total Aset (Total Debt to Total Assets Ratio)

Total Debt do Total Assets=𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

10. Rasio Total Hutang Terhadap Ekuitas (Total Debt to Equity Ratio)

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

11. Rasio Total Hutang Jangka Panjang Terhadap Ekuitas (Long Term Debt to

Equity Ratio)

𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡

𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

Selanjutnya dari hasil perhitungan rasio tersebut dilakukan perbandingan.

3.6 Definisi Variabel Operasional

1. Likuiditas

Merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya. Alat ukur yang digunakan adalah rasio lancar, rasio cepat dan rasio kas.

2. Solvabilitas

Merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

panjangnya. Alat ukur yang digunakan adalah rasio total hutang terhadap total aset,

rasio total hutang terhadap ekuitas, rasio total hutang jangka panjang terhadap

ekuitas.

Page 55: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa

telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah objek yang

digunakan sebanyak 5 perusahaan.

Berikut daftar perusahaan yang dijadikan sampel tersebut:

Tabel 4. 1: Sampel Penelitian

No Kode Saham Nama Perusahaan

1 BTEL Bakrie Telecom Tbk

2 EXCL XL Axiata Tbk

3 FREN Smartfren Telecom Tbk

4 ISAT Indosat Tbk

5 TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk

Sumber: www.idx.co.id

4.2 Analisis Data

Sesuai dengan analisis dan metode penelitian yang peneliti gunakan maka

data yang akan digunakan adalah laporan keuangan yang berupa laporan posisi

keuangan yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi di Indonesia. Hingga saat

ini terdapat lima perusahaan yang bergerak dibidang jasa telekomunikasi ini, yaitu

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., PT XL Axiata Tbk., PT Smartfren Telecom

Page 56: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

44

Tbk,. PT Indosat Tbk., dan PT Bakrie Telecom Tbk. Laporan keuangan yang

digunakan adalah laporan kelima perusahaan tersebut dari tahun 2010 – 2015.

Adapun pembahasan dalam penelitian ini mencakup rasio keuangan dalam

menilai kemampuan pemenuhan kewajiban perusahaan dengan menentukan tingkat

likuiditas dan solvabilitas menggunakan metode komparatif dengan

membandingkan hasil perhitungan dari rasio keuangan dengan standar rata-rata

industri.

Rasio keuangan yang digunakan adalah adalah Current Ratio, cash ratio ,

quick ratio , Debt to total Assets Ratio, Debt to equity ratio , Long term debt to

equity ratio . perhitungan rasio – rasio tersebut menggunakan laporan posisi

keuangan selama 5 tahun mulai dari 2010 – 2014.

4.2.1 Perhitungan Likuiditas

4.2.1.1 Perhitungan Current Ratio

Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan

hutang lancar. Rasio ini menggambarkan sejauh mana perusahaan mampu

memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.

Perhitungan Current Ratio salah satu perusahaan yaitu TLKM untuk

Current Ratio tahun 2010, perhitungannya adalah :

18.731

20.473= 0,91

Selanjutnya untuk perusahaan yang lain dihitung dengan cara yang

sama. Berikut adalah tabel hasil perhitungannya :

Page 57: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

45

Tabel 4.2: Current Ratio periode 2010 – 2014

Tahun

Current Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar

Industri

2010 0,82 0,49 0,22 0,52 0,91 2

2011 0,32 0,39 0,26 0,55 0,96 2

2012 0,27 0,42 0,28 0,75 1,16 2

2013 0,09 0,74 0,36 0,53 1,16 2

2014 0,03 0,86 0,31 0,41 1,06 2

Sumber : data diolah dari laporan keuangan

Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 perusahaan yang

memiliki current ratio tertinggi adalah TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk)

dengan perolehan angka sebesar 0,91, sedangkan perusahaan yang memiliki current

ratio terandah adalah FREN (Smartfren Telecom Tbk) dengan perolehan angka

hanya sebesar 0,22.

Sebagaimana tabel 4.2, TLKM memiliki current ratio tertinggi

dibandingkan perusahaan lain yang sejenis pada tahun 2010 yaitu 0,91 yang dapat

diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp

0,91,-. Hal ini dikarenakan Perbandingan aset lancar dengan hutang lancar tidak

terlalu signifikan. Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki

oleh TLKM dalam keadaan tidak likuid, karena terlalu besarnya investasi pada aset

tetap.

Sedangkan FREN pada tahun 2010 memiliki current ratio terendah

dibandingkan perusahaan lain yang sejenis yaitu 0,22 yang dapat diartikan pada

setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,22,-. Hal ini

Page 58: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

46

dikarenakan besarnya hutang lancar perusahaan yang tidak dapat diimbangi dengan

besarnya aktiva lancar, sehingga pada tahun 2010 perusahaan mengalami kerugian.

Jika dilihat pada tahun 2011 perusahaan yang memiliki current ratio

tertinggi masih berada pada TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan

perolehan sebesar 0,96. Sedangkan perusahaan dengan current ratio terendah masih

berada pada FREN sebesar 0,26.

Sebagaimana tabel 4.2 dapat dilihat TLKM mengalami peningkatan current

ratio menjadi 0,96 yang dimana tahun sebelumnya perusahaan hanya memperoleh

current ratio sebesar 0,91 yang dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar

dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,96,-. Hal ini dikarenakan meningkatnya

aktiva lancar yang dapat mengimbangi peningkatan kewajiban lancar. Terjadinya

peningkatan kas dan piutang usaha yang cukup signifikan dan aset tersedia untuk

dijual yang berdampak terhadap peningkatan aset lancar. Sedangkan pada sisi

hutang lancar terjadinya peningkatan yang cukup signifikan pada utang usaha pihak

ketiga, hutang pajak dan beban yang harus dibayar berdampak kepada peningkatan

hutang lancar. Akan tetapi, peningkatan aktiva lancar TLKM pada tahun 2011 dapat

mengimbangi peningkatan kewajiban lancarnya sehingga terjadinya peningkatan

tingkat likuiditas. Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki

oleh TLKM di tahun 2011 masih berada dibawah standar industri.

Pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.2, FREN mengalami peningkatan

current ratio pada tahun 2011 menjadi 0,26 yang sebelumnya hanya 0,22 pada

tahun 2010 yang dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh

Page 59: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

47

aktiva lancar sebesar Rp 0,26,-. Hal ini dikarenakan meningkatnya aktiva lancar

yang dapat mengimbangi peningkatan kewajiban lancar, akan tetapi pada tahun

2011 tingkat current ratio FREN masih yang terendah dibandingkan perusahaan

lain yang sejenis. Terjadinya peningkatan kas, piutang, pajak dibayar dimuka dan

aset lancar lain – lain yang cukup signifikan berdampak terhadap peningkatan

aktiva lancar. Sedangkan pada sisi hutang lancar terjadinya peningkatan yang cukup

signifikan pada utang usaha, utang lain – lain, biaya yang masih harus dibayar dan

hutang pinjaman. Peningkatan aktiva lancar FREN pada tahun 2011 dapat

mengimbangi peningkatan kewajiban lancar, sehingga terjadinya peningkatan

tingkat likuiditas. Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki

oleh FREN di tahun 2011 masih berada dibawah standar industri.

Jika dilihat pada tahun 2012 perusahaan yang memiliki current ratio

tertinggi masih berada pada TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan

perolehan sebesar 1,16. Sedangkan perusahaan dengan current ratio terendah

adalah BTEL sebesar 0,27.

Sebagaimana tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2012 TLKM

mengalami peningkatan current ratio menjadi 1,16 yang dimana pada tahun

sebelumnya perusahaan hanya memperoleh current ratio sebesar 0,96 yang dapat

diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp

1,16,-. Hal ini dikarenakan meningkatnya aktiva lancar yang dapat mengimbangi

peningkatan kewajiban lancar. Terjadinya peningkatan kas dan aset keuangan

lancar lainnya yang cukup signifikan berdampak terhadap peningkatan aset lancar.

Sedangkan pada sisi hutang lancar terjadinya peningkatan yang cukup signifikan

Page 60: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

48

pada utang pajak dan beban yang harus dibayar berdampak kepada peningkatan

hutang lancar. Akan tetapi, peningkatan aktiva lancar TLKM pada tahun 2012 dapat

mengimbangi peningkatan kewajiban lancarnya sehingga terjadinya peningkatan

tingkat likuiditas. Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki

oleh TLKM di tahun 2012 masih berada dibawah standar industri.

Sedangkan BTEL yang dapat dilihat pada tabel 4.2, mengalami penurunan

current ratio pada tahun 2012 menjadi 0,27 yang sebelumnya dari 0,32 pada tahun

2011 yang dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva

lancar sebesar Rp 0,27,-. Hal ini dikarenakan menurunnya aktiva lancar yang tidak

dapat mengimbangi penurunan kewajiban lancar. Terjadinya penurunan yang

cukup signifikan pada investasi jangka pendek dan pajak dibayar dimuka yang

berdampak pada penurunan aset lancar. Dari sisi hutang lancar walaupun terjadi

peningkatan pada utang pajak, utang lain – lain dan beban masih harus dibayar,

akan tetapi terjadi penurunan yang cukup signifikan pada utang usaha dan utang

utang obligasi, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan hutang lancar. Akan

tetapi, penurunan aktiva lancar BTEL pada tahun 2012 tidak dapat mengimbangi

penurunan kewajiban lancarnya sehingga terjadinya penurunan tingkat likuiditas.

Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki oleh BTEL di tahun

2012 masih berada dibawah standar industri.

Jika dilihat pada tahun 2013 perusahaan yang memiliki current ratio

tertinggi masih berada pada TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan

perolehan sebesar 1,16. Sedangkan perusahaan dengan current ratio terendah masih

berada pada BTEL sebesar 0,09.

Page 61: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

49

Sebagaimana tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 TLKM

mengalami peningkatan current ratio menjadi 1,16 yang dimana pada tahun

sebelumnya perusahaan memperoleh current ratio sebesar 1,16 yang dapat

diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp

1,16,-. Hal ini dikarenakan meningkatnya aktiva lancar yang dapat mengimbangi

peningkatan kewajiban lancar. Terjadinya peningkatan kas, piutang dan pajak

dibayar dimuka yang cukup signifikan dan aset tersedia untuk dijual yang

berdampak terhadap peningkatan aktiva lancar. Sedangkan pada sisi hutang lancar

terjadinya peningkatan yang cukup signifikan pada utang usaha, utang bank dan

utang lain - lain berdampak kepada peningkatan hutang lancar. Akan tetapi,

peningkatan aktiva lancar TLKM pada tahun 2013 dapat mengimbangi peningkatan

kewajiban lancarnya sehingga terjadinya peningkatan tingkat likuiditas. Pada

teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki oleh TLKM di tahun 2013

masih berada dibawah standar industri.

Sedangkan BTEL sebagaimana dilihat pada tabel 4.2, mengalami penurunan

current ratio pada tahun 2013 menjadi 0,09 yang sebelumnya dari 0,27 pada tahun

2012 yang dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva

lancar sebesar Rp 0,09,-. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan hutang lancar

dan penurunan aktiva lancar yang sangat signifikan. Penurunan kas dan bank pada

tahun 2013 berdampak pada penurunan aktiva lancar, akan tetapi disisi lain terjadi

peningkatan aktiva tetap. Dapat diartikan bahwa perusahaan menggunakan dana

untuk pembelian aktiva tetap. Disisi hutang lancar, terjadinya peningkatan utang

lebih kurang dua kali lipat dari tahun sebelumnya dan meningkatnya pinjaman bank

Page 62: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

50

serta terdapatnya kewajiban jangka panjang yang jatuh tempo pada waktu setahun

mengakibatkan peningkatan utang lancar yang cukup signifikan. Pada teorinya

berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki oleh BTEL di tahun 2013 masih

berada dibawah standar industri.

Jika dilihat pada tahun 2014 perusahaan yang memiliki current ratio

tertinggi masih berada pada TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan

perolehan sebesar 1,06. Sedangkan perusahaan dengan current ratio terendah masih

berada pada BTEL sebesar 0,03. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan

telekomunikasi dengan current ratio tertinggi selama lima tahun terakhir adalah

TLKM.

Sebagaimana tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 2010 sampai dengan 2013

current ratio TLKM terus mengalami peningkatan, akan tetapi pada tahun 2014

current ratio nya mengalami penurunan dari 1,16 pada tahun 2013 menjadi 1,06

pada tahun 2014. Hal ini dikarenakan peningkatan kewajiban lancar yang

disebabkan karena meningkatanya utang bank lebih besar dari peningkatan aktiva

lancar. Pada teorinya berdasarkan standar industri rasio yang dimiliki oleh TLKM

selama lima tahun terakhir masih berada dibawah standar industri.

Sedangkan BTEL sebagaimana dilihat pada tabel 4.2 current ratio nya terus

mengalami penurunan selama lima tahun terakhir. Hal ini dikarenakan terus

meningkatnya hutang lancar selama lima tahun terakhir kecuali tahun 2012.

Sedangkan disisi aktiva lancar terus terjadinya penurunan selama lima tahun

terakhir, bahkan pada tahun 2013 dan 2014 ekuitas perusahaan mengalami defisit

Page 63: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

51

dikarenakan selama 4 tahun terakhir dari tahun 2011 sampai dengan 2014

perusahaan mengalami kerugian berturut – turut.

Berikut ini dapat dilihat pergerakan tingkat likuiditas menggunakan current

ratio:

Gambar 4.1 : Current Ratio periode 2010 - 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.1.2 Perhitungan Quick Ratio

Quick ratio menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajiban – kewajiban yang segera harus dibayar dengan aktiva lancar yang lebih

likuid.

Salah satu perhitungan Quick Ratio yaitu perusahaan BTEL untuk Quick

Ratio tahun 2012 adalah:

769 − 9

2.874= 0,26

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

2010 2011 2012 2013 2014

Current Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri

Page 64: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

52

Untuk perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama. Berikut

adalah tabel hasil perhitungannya.

Tabel 4.3 :Quick Ratio periode 2010 sampai dengan 2014

Tahun

Quick Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Rata - rata Industri

2010 0,80 0,47 0,11 0,51 0,89 1,5

2011 0,31 0,38 0,20 0,54 0,92 1,5

2012 0,26 0,41 0,17 0,75 1,14 1,5

2013 0,09 0,73 0,30 0,53 1,15 1,5

2014 0,02 0,86 0,25 0,40 1,05 1,5

Sumber : data diolah dari laporan keuangan

Dari tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa dari tahun selama lima tahun

berturut – turut mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 TLKM memiliki

quick ratio tertinggi dibandingkan perusahaan lain yang sejenis. Hal ini

dikarenakan TLKM melakukan efisiensi aset lancar yang lebih likuid dibandingkan

dengan lima perusahaan lainnya. Walaupun pada tahun 2014 TLKM mengalami

penurunan quick ratio, akan tetapi TLKM masih memiliki quick ratio tertinggi.

Peningkatan aset lancar yang paling likuid dapat mengimbangi peningkatan

kewajiban lancarnya terkecuali tahun 2014. Hal ini yang menyebabkan terus

meningkatnya quick ratio TLKM selama 2010 sampai dengan 2013. Sedangkan

pada tahun 2014 peningkatan aset lancar yang tidak terlalu besar tidak dapat

mengimbangi peningkatan kewajiban lancar. Penurunan persediaan penurunan

persediaan akhir tahun pada TLKM merupakan langkah yang efisien untuk

meningkatkan quick ratio. Sebab dengan penurunan persediaan menandakan

perusahaan melakukan penjualan dengan lebih efektif yang mengakibatkan

bertambahnya kas atau piutang yang merupakan salah satu penentu tingkat quick

Page 65: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

53

ratio. Dari hasil analisis quick ratio TLKM tahun 2010,2011,2012,2013 dan 2014

masing – masing 0,89 kali, 0,92 kali, 1,14 kali, 1,15 kali dan 1,05 kali. Dapat

diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp

0,89,- ditahun 2010, Rp 0,92,- ditahun 2011, Rp 1,14,- ditahun 2012, Rp 1,15,-

ditahun 2013 dan Rp 1,05,- ditahun 2014.

Sebagaimana dilihat pada tabel 4.3, pada tahun 2010 sampai dengan 2013

FREN memiliki quick ratio terendah dibandingkan dengan lima perusahaan sejenis

lainnya. Hal ini dikarenakan peningkatan aktiva lancar tidak dapat mengimbangi

peningkatan kewajiban lancar. Sedangkan pada tahun 2013 dan 2014 FREN tidak

lagi menjadi perusahaan dengan quick ratio terendah, karena BTEL mengalami

kemerosotan quick ratio yang sangat signifikan yaitu dari 0,26 pada tahun 2012

menjadi 0,09 di tahun 2013. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan kewajiban

lancar yang cukup tinggi yaitu Rp 2.874,- pada tahun 2012 menjadi Rp 5.210,- pada

tahun 2013. Pada sisi aktiva lancar FREN mengalami penurunan dari Rp 769,- pada

2012 menjadi Rp 466,- ditahun 2013 dan terus mengalami penurunan lagi pada

tahun 2014 menjadi Rp 150,-. Selama 5 tahun terakhir BTEL mengalami penurunan

quick ratio secara terus menerus. Hal ini dikarenakan terus menurunnya aktiva

lancar disisi lain juga terjadi peningkatan kewajiban lancar kecuali tahun 2012.

Selama lima tahun terakhir FREN dan BTEL berada dibawh standar industri.

Dari hasil analisis quick ratio FREN pada tabel 4.2 tahun

2010,2011,2012,2013 dan 2014 masing – masing 0,11 kali, 0,20 kali, 0,17 kali,

0,30 kali dan 0,25 kali. Dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin

oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,11,- ditahun 2010, Rp 0,20,- ditahun 2011, Rp 0,17,-

Page 66: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

54

ditahun 2012, Rp 0,30,- ditahun 2013 dan Rp 0,25,- ditahun 2014. Sedangkan hasil

analisis quick ratio BTEL tahun 2010,2011,2012,2013 dan 2014 masing – masing

0,80 kali, 0,31 kali, 0,26 kali, 0,09 kali dan 0,02 kali. Dapat diartikan pada setiap

Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,80,- ditahun 2010, Rp

0,31,- ditahun 2011, Rp 0,26,- ditahun 2012, Rp 0,09,- ditahun 2013 dan Rp 0,02,-

ditahun 2014.

Berikut ini dapat dilihat pergerakan tingkat likuiditas menggunakan current

ratio:

Gambar 4.2 : Current Ratio periode 2010 - 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.1.3 Perhitungan Cash Ratio

Cash Ratio merupakan perbandingan antara kas dengan hutang lancar.

Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk

membayar utang.

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

2010 2011 2012 2013 2014

Quick Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri

Page 67: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

55

Perhitungan salah satu Cash Ratio perusahaan yaitu BTEL untuk Cash

Ratio tahun 2011. Perhitungannya adalah :

162

2.956= 0,05

Untuk perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama. Berikut

adalah tabel hasil perhitungannya.

Tabel 4.4 :Cash Ratio periode 2010 sampai dengan 2014

Tahun

Cash Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Rata - rata

Industri

2010 0,19 0,08 0,01 0,17 0,45 0,50

2011 0,05 0,11 0,07 0,19 0,43 0,50

2012 0,09 0,09 0,05 0,35 0,54 0,50

2013 0,01 0,17 0,17 0,17 0,52 0,50

2014 0,00 0,45 0,11 0,16 0,56 0,50

Sumber : data diolah dari laporan keuangan

Dari tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa selama lima tahun berturut – turut

mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 TLKM memiliki cash ratio

tertinggi dibandingkan perusahaan lain yang sejenis. Pada tahun 2010 dan 2011

cash ratio TLKM berada dibawah rata – rata industri, bila ditinjau dari cas ratio

kondisi ini kurang baik karena untuk membayar kewajiban jangka pendek masih

memerlukan waktu untuk menjual sebagian dari aktiva lancar lainnya seperti

penjualan persediaan secara tunai dan penagihan piutang yang dapat menambah

saldo kas perusahaan. sedangkan pada tahun 2012 TLKM mengalami peningkatan

cash ratio dari 0,43 pada tahun 2011 menjadi 0,54 di tahun 2012, hal ini

menandakan perusahaan cukup efisien dalam mengendalikan penjualan dan piutang

Page 68: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

56

sehingga kondisi kas membaik dan kondisi cas ratio perusahaan berada di atas

standar industri. akan tetapi pada tahun 2013 perusahaan cas ratio perusahaan

mengalami penurunan menjadi 0,52 hal ini dikarenakan peningkatan kewajiban

lancar yang tidak dapat diimbangi dengan peningkatan kas, akan tetapi kondisi ini

masih dikatakan baik mengingat cas ratio nya diatas rata – rata industri. pada tahun

2014 cash ratio TLKM kembali mengalami peningkatan menjadi 0,56.

dikarenakan persentase peningkatan kas lebih besar dibandingkan peningkatan

kewajiban lancar. Dari hasil analisis cash ratio TLKM tahun

2010,2011,2012,2013 dan 2014 masing – masing 0,45 kali, 0,43 kali, 0,54 kali,

0,52 kali dan 0,56 kali. Dapat diartikan pada setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin

oleh kas sebesar Rp 0,45,- ditahun 2010, Rp 0,43,- ditahun 2011, Rp 0,54,- ditahun

2012, Rp 0,52,- ditahun 2013 dan Rp 0,56,- ditahun 2014.

Sebagaimana dilihat pada tabel 4.4, pada tahun 2010 dan 2012 FREN

memiliki cash ratio terendah dibandingkan dengan lima perusahaan sejenis lainnya.

Hal ini dikarenakan saldo kas yang sangat kecil dibandingkan dengan kewajiban

lancar perusahaan. Hal ini menandakan bahwa FREN kurang efisien dalam

mengendalikan kas. Aktiva lancar perusahaan cenderung berasal dari saldo bukan

kas seperti piutang dan persediaan. Sedangkan pada tahun 2011, 2013 dan 2014

sebagaimana tabel 4.4 dapat dilihat bahwa BTEL memiliki cash ratio terendah

dibandingkan dengan lima perusahaan sejenis lainnya. Aktiva lancar perusahaan

cenderung berasal dari saldo bukan kas seperti piutang dan persediaan sehingga

perusahaan memiliki kas yang sangat rendah. Sedangkan dari sisi kewajiban lancar

Page 69: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

57

terdapat biaya yang masih harus dibayar yang sangat tinggi sehingga kas tidak dapat

menutupi kewajiban lancar perusahaan yang cukup tinggi.

Berikut ini dapat dilihat kenaikan dan penurunan tingkat likuiditas

menggunakan Cash Ratio ratio:

Gambar 4.3 : Cash Ratio periode 2010 – 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.2 Perhitungan Solvabilitas

4.2.2.1 Perhitungan Debt to Equity Ratio

Debt to equity ratio ini mengukur persentase total dana yang disediakan

oleh para kreditur dengan Modal yang dimiliki perusahaan. Dengan kata lain, rasio

ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal yang dijadikan jaminan utang.

Perhitungan salah satu Debt to Equity Ratio yaitu perusahaan BTEL untuk

periode 2011 adalah:

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

2010 2011 2012 2013 2014

Cash Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri

Page 70: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

58

7.844

4.369= 1,80

Untuk perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama. Berikut

adalah tabel hasil perhitungannya.

Tabel 4.5 : Debt to Equity Ratio periode 2010 - 2014

Tahun Debt to Equity Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Rata - rata Industri

2010 1,38 1,33 -38,68 1,94 0,98 0,80

2011 1,80 1,28 2,76 1,77 0,69 0,80

2012 4,53 1,31 1,88 1,85 0,66 0,80

2013 -10,07 1,63 4,20 2,30 0,65 0,80

2014 -2,96 3,56 3,48 2,75 0,64 0,80

Sumber : data diolah dari laporan keuangan

Dari tabel 4.5 datas dapat dilihat bahwa selama lima tahun berturut – turut

mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 TLKM memiliki debt to equity

ratio terendah dibandingkan perusahaan lain yang sejenis. Bagi Kreditor, semakin

besar debt to equity ratio akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin

besar risi yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan.

Walaupun selama lima tahun TLKM memiliki debt to equity ratio terendah jika

dibandingkan lima perusahaan sejenis lainnya, akan tetapi pada tahun 2010 debt to

equity ratio TLKM dianggap kurang baik karena berada diatas rata – rata industri.

Hal ini dikarenakan besarnya ekuitas hampir diimbangi oleh besarnya total hutang.

Akan tetapi pada tahun 2012 sampai dengan 2014 debt to equity ratio TLKM dalam

kondisi baik karena berada dibawah rata – rata industri. Hal ini dikarenakan

peningkatan ekuitas yang dapat mengimbangi peningkatan total hutang. Selama 5

tahun terakhir debt to equity ratio mengalami perbaikan dari tahun ke tahun, Pada

Page 71: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

59

tahun 2010 rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar

0,98, 0,69 ditahun 2011, 0,66 ditahun 2012, 0,65 ditahun 2013 dan 0,64 ditahun

2014.

Sebagaimana dilihat pada tabel 4.5, pada tahun 2010 dan 2011 FREN

memiliki debt to equity ratio tertinggi dibandingkan dengan lima perusahaan

sejenis lainnya. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 ekuitas perusahaan mengalami

defisit dikarenakan kerugian tahun berjalan. Akan tetapi pada tahun 2011 FREN

menambahkan modal disetor sehingga ekuitas bertambah. Penambahan modal

disetor ini membuat debt to equity ratio perusahaan membaik dari tahun

sebelumnya walaupun secara umum kondisi ini masih kurang baik karena masih

diatas rata – rata industri. Pada tahun 2010 debt to equity ratio menunjukkan bahwa

perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar -38,68 dan 2,76 ditahun 2011. Jika

dibandingkan dengan standar industri kondisi perusahaan dalam kondisi kurang

baik karena debt to equity ratio berada diatas rata – rata industri . Sedangkan pada

tahun 2012 sampai dengan 2014 debt to equity ratio terendah berada pada BTEL

dikarenakan perusahaan terus mengalami kerugian sehingga mengurangi ekuitas

nya hingga defisit. Kerugian ini disebabkan karena lebih besar beban yang

ditanggung oleh perusahaan dibandingkan pendapatan nya. Kondisi perusahaan

kurang baik mengingat rasio nya diatas rata – rata industri.

Berikut ini dapat dilihat kenaikan dan penurunan tingkat solvabilitas

menggunakan Debt to equity ratio :

Page 72: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

60

Gambar 4.4 : Debt to equity ratio periode 2010 – 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.2.2 Perhitungan Total Debt to Total Assets Ratio

Total debt to total assets ratio merupakan perbandingan antara total hutang

dengan total aktiva. Rasio ini digunakan untuk menggambarkan seberapa besar

hutang perusahaan yang dibiayai oleh aktiva atau seberapa besar utang perusahaan

berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.

Perhitungan salah satu Total debt to total assets ratio yaitu perusahaan

BTEL untuk periode 2011 adalah :

7.844

12.213= 0,64

Untuk perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama. Berikut

adalah tabel hasil perhitungannya.

-45,00

-40,00

-35,00

-30,00

-25,00

-20,00

-15,00

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

2010 2011 2012 2013 2014

Debt to Equity Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri

Page 73: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

61

Tabel 4.6 : Total Debt to Total Assets Ratio periode 2010 - 2014

Tahun

Total Debt to Total Assets Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Rata - rata

Industri

2010 0,58 0,57 1,03 0,65 0,43 0,35

2011 0,64 0,56 0,73 0,64 0,41 0,35

2012 0,82 0,57 0,65 0,65 0,40 0,35

2013 1,11 0,62 0,81 0,70 0,39 0,35

2014 1,51 0,78 0,78 0,73 0,39 0,35

Sumber : data diolah dari laporan keuangan

Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa selama lima tahun berturut – turut

mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 TLKM memiliki Total Debt to

Total Assets Ratio terendah dibandingkan perusahaan lain yang sejenis. Apabila

rasio nya tinggi dapat diartikan bahwa pendanaan dengan hutang semakin banyak,

maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman dana

karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi hutang – hutangnya

dengan aktiva yang dimilikinya. Walaupun selama lima tahun TLKM memiliki

Total Debt to Total Assets Ratio terendah jika dibandingkan dengan lima

perusahaan sejenis lainnya dan mengalami penurunan rasio setiap tahunnya, akan

tetapi Total Debt to Total Assets Ratio TLKM dianggap kurang baik karena berada

diatas rata – rata industri yaitu 0,35, sehingga akan sulit bagi perusahaan untuk

memperoleh pinjaman. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan hampir

separuhnya dibiayai oleh hutang. Apabila perusahaan ingin menambah hutangnya

maka perusahaan terlebih dahulu harus menambah ekuitasnya, karena secara

teoritis apabila perusahaan dilikuidasi maka perusahaan masih mampu menutupi

semua hutangnya dengan total aktiva yang dimiliki. , Pada tahun 2010 rasio ini

Page 74: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

62

menunjukkan bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar 0,43, 0,41 ditahun

2011, 0,40 ditahun 2012, 0,39 ditahun 2013 dan 0,39 ditahun 2014.

Sebagaimana dilihat pada tabel 4.6, pada tahun 2010 dan 2011 FREN

memiliki Total Debt to Total Assets Ratio tertinggi dibandingkan dengan lima

perusahaan sejenis lainnya. Hal ini dikarenakan banyaknya hutang pada tahun 2010

melebihi total aset, sedangkan pada tahun 2011 mengalami peningkatan total aset

sehingga rasionya menurun. Dapat diartikan pada tahun 2010 bahwa FREN

seluruhnya dibiayai oleh hutang, sedangkan pada tahun 2011 hampir seluruhnya

dibiayai oleh hutang. Ditahun 2012, 2013 dan 2014 BTEL memiliki Total Debt to

Total Assets Ratio tertinggi dibandingkan lima perusahaan lain yang sejenis. Hal

ini dikarenakan terjadinya peningkatan total hutang selama lima tahun terakhir

kecuali pada tahun 2012, sedangkan disisi lain terjadinya penurunan aktiva selama

lima tahun terakhir kecuali tahun 2013. Dapat diartikan bahwa setiap tahunnya

Kondisi perusahaan semakin kurang baik karena pada tahun 2012 hampir

seperuhnya perusahaan dibiayai oleh hutang dan terus meningkat hingga tahun

2014 dimana erusahaan seluruhnya dibiayai oleh hutang. Selama lima tahun

terakhir Total Debt to Total Assets Ratio BTEL dianggap kurang baik karena berada

diatas rata – rata industri yaitu 0,35. Pada tahun 2012 rasio ini menunjukkan bahwa

perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar 0,82, 1,11 ditahun 2013, 1,51 ditahun

2014.

Berikut ini dapat dilihat kenaikan dan penurunan tingkat solvabilitas

menggunakan Total debt to total assets ratio :

Page 75: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

63

Gambar 4.5 : Total debt to total assets ratio periode 2010 – 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.2.3 Perhitungan Long term Debt to Equity Ratio

Long term debt to equity ratio merupakan perbandingan antara utang jangka

panjang dengan ekuitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur berapa bagian dari

setiap modal sendiri yang dijadikan sebagai jaminan utang jangka panjang dengan

cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal.

Perhitungan salah satu Long term debt to equity ratio yaitu perusahaan

BTEL untuk periode 2011 adalah :

4.889

4.369= 1,12

Untuk perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama. Berikut

adalah tabel hasil perhitungannya.

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

2010 2011 2012 2013 2014

: Total Debt to Total Assets Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri

Page 76: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

64

Tabel 4.7 : Long term debt to equity ratio periode 2010 sampai dengan 2014

Tahun Long term debt to equity ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Rata - rata industri

2010 1,04 0,94 -21,24 1,27 0,51 0,50

2011 1,12 0,64 1,81 1,14 0,33 0,50

2012 2,77 0,74 1,27 1,28 0,30 0,50

2013 -4,89 1,11 2,39 1,48 0,29 0,50

2014 -1,42 2,46 1,84 1,26 0,27 0,50

Sumber : data diolah dari laporan keuangan

Dari tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa selama lima tahun berturut – turut

mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 TLKM memiliki long term debt

to equity ratio terendah dibandingkan perusahaan lain yang sejenis. Walaupun

selama lima tahun TLKM memiliki long term debt to equity ratio terendah jika

dibandingkan lima perusahaan sejenis lainnya, akan tetapi pada tahun 2010 long

term debt to equity ratio TLKM dianggap kurang baik karena berada diatas rata –

rata industri. Hal ini dikarenakan besarnya ekuitas hampir diimbangi oleh besarnya

total hutang. Akan tetapi pada tahun 2012 sampai dengan 2014 long term debt to

equity ratio TLKM dalam kondisi baik karena berada dibawah rata – rata industri.

Hal ini dikarenakan peningkatan ekuitas yang dapat mengimbangi peningkatan

hutang jangka panjang. Selama 5 tahun terakhir long term debt to equity ratio

mengalami perbaikan dari tahun ke tahun, Pada tahun 2010 rasio ini menunjukkan

bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar 0,51, 0,33 ditahun 2011, 0,30

ditahun 2012, 0,29 ditahun 2013 dan 0,27 ditahun 2014.

Sebagaimana dilihat pada tabel 4.5, pada tahun 2010 dan 2011 FREN

memiliki long term debt to equity ratio tertinggi dibandingkan dengan lima

Page 77: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

65

perusahaan sejenis lainnya. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 ekuitas

perusahaan mengalami defisit dikarenakan kerugian tahun berjalan. Akan tetapi

pada tahun 2011 FREN menambahkan modal disetor sehingga ekuitas bertambah.

Penambahan modal disetor ini membuat long term debt to equity ratio perusahaan

membaik dari tahun sebelumnya walaupun secara umum kondisi ini masih kurang

baik karena masih diatas rata – rata industri. Pada tahun 2010 long term debt to

equity ratio menunjukkan bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar -21,24

dan 1,81 ditahun 2011. Jika dibandingkan dengan standar industri kondisi

perusahaan dalam kondisi kurang baik karena long term debt to equity ratio berada

diatas rata – rata industri. Sedangkan pada tahun 2012 sampai dengan 2014 long

term debt to equity ratio terendah berada pada BTEL dikarenakan perusahaan terus

mengalami kerugian sehingga mengurangi ekuitas nya hingga defisit. Kerugian ini

disebabkan karena lebih besar beban yang ditanggung oleh perusahaan

dibandingkan pendapatannya. Kondisi perusahaan kurang baik mengingat rasio nya

diatas rata – rata industri.

Berikut ini dapat dilihat kenaikan dan penurunan tingkat solvabilitas

menggunakan long term debt to equity ratio :

Page 78: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

66

Gambar 4.6 : long term debt to equity ratio periode 2010 – 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.3 Rata – rata Likuiditas

4.2.3.1 Rata – rata Current Ratio

Dalam analisa ini, dari hasil perhitungan rasio likuiditas dan solvabilitas

akan dihitung nilai rata-rata industrinya selama 5 tahun dari periode 2010 sampai

dengan 2014 untuk mengetahui perusahaan yang kinerja keuangannya paling baik

dibanding perusahaan sejenis lainnya dalam 5 periode tersebut.

Berikut adalah table perbandingan rasio likuiditas :

Tabel 4.8 : Rata – rata current ratio

Tahun Current Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

2010 0,82 0,49 0,22 0,52 0,91

2011 0,32 0,39 0,26 0,55 0,96

2012 0,27 0,42 0,28 0,75 1,16

2013 0,09 0,74 0,36 0,53 1,16

2014 0,03 0,86 0,31 0,41 1,06

Rata - rata 0,30 0,58 0,29 0,55 1,05

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

-25,00

-20,00

-15,00

-10,00

-5,00

0,00

5,00

2010 2011 2012 2013 2014

Long Term Debt to Equity Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM Standar Industri

Page 79: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

67

Dari tabel 4.8 diatas, perusahaan yang memiliki rata – rata current ratio

yang paling tinggi dalam lima periode adalah TLKM dengan nilai 1,05 kemudian

disusul dengan EXCL dengan nilai 0,58, ISAT dengan nilai 0,55, BTEL dengan

nilai 0,30 dan FREN dengan nilai 0,29.

Gambar 4.7 : Current Ratio periode 2010 – 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.3.2 Rata – rata Quick Ratio

Tabel 4.9 : Rata – rata Quick ratio

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

Dari tabel 4.8 diatas, perusahaan yang memiliki rata – rata Quick ratio yang

paling tinggi dalam lima periode adalah TLKM dengan nilai 1,03 kemudian disusul

0,30

0,58

0,29

0,55

1,05

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

Rata -rata Current Ratio

Tahun Quick Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

2010 0,80 0,47 0,11 0,51 0,89

2011 0,31 0,38 0,20 0,54 0,92

2012 0,26 0,41 0,17 0,75 1,14

2013 0,09 0,73 0,30 0,53 1,15

2014 0,02 0,86 0,25 0,40 1,05

Rata - rata 0,30 0,57 0,20 0,55 1,03

Page 80: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

68

dengan EXCL dengan nilai 0,57, ISAT dengan nilai 0,55, BTEL dengan nilai 0,30

dan FREN dengan nilai 0,20.

Gambar 4.8 : Quick Ratio periode 2010 – 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.3.3 Rata – rata Cash Ratio

Tabel 4.10 : Rata – rata Cash ratio

Tahun Cash Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

2010 0,19 0,08 0,01 0,17 0,45

2011 0,05 0,11 0,07 0,19 0,43

2012 0,09 0,09 0,05 0,35 0,54

2013 0,01 0,17 0,17 0,17 0,52

2014 0,00 0,45 0,11 0,16 0,56

Rata - rata 0,07 0,18 0,08 0,21 0,50

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

Dari tabel 4.8 diatas, perusahaan yang memiliki rata – rata Cash ratio yang

paling tinggi dalam lima periode adalah TLKM dengan nilai 0,50 kemudian disusul

0,30

0,57

0,20

0,55

1,03

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

Rata - rata Quick Ratio

Page 81: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

69

dengan ISAT dengan nilai 0,21, EXCL dengan nilai 0,18, FREN dengan nilai 0,08

dan BTEL dengan nilai 0,07.

Gambar 4.9 : Cash Ratio periode 2010 – 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.4 Rata – rata Solvabilitas

4.2.4.1 Rata – rata Debt to Equity Ratio

Tabel 4.11 : Rata – rata Debt to Equity Ratio

Tahun Debt to Equity Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

2010 1,38 1,33 -38,68 1,94 0,98

2011 1,80 1,28 2,76 1,77 0,69

2012 4,53 1,31 1,88 1,85 0,66

2013 -10,07 1,63 4,20 2,30 0,65

2014 -2,96 3,56 3,48 2,75 0,64

Rata - rata -1,07 1,82 -5,27 2,12 0,72

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

0,07

0,18

0,08

0,21

0,50

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

Rata - rata Cash Ratio

Page 82: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

70

Dari tabel 4.11 diatas, perusahaan yang memiliki rata – rata Debt to Equity

Ratio paling rendah adalah TLKM dengan nilai 0,72 kemudian disusul dengan

EXCL dengan nilai 1,82, ISAT dengan nilai 2,12, BTEL dengan nilai -1,07 dan

FREN dengan nilai -5,27.

Gambar 4.10 : Debt to Equity Ratio periode 2010 – 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.4.2 Rata – rata Total Debt to Total Assets Ratio

Tabel 4.12 : Rata – rata Total Debt to Total Assets Ratio

Tahun Total Debt to Total Assets Ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

2010 0,58 0,57 1,03 0,65 0,43

2011 0,64 0,56 0,73 0,64 0,41

2012 0,82 0,57 0,65 0,65 0,40

2013 1,11 0,62 0,81 0,70 0,39

2014 1,51 0,78 0,78 0,73 0,39

Rata - rata 0,93 0,62 0,80 0,67 0,40

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

-1,07

1,82

-5,27

2,12

0,72

-6,00

-5,00

-4,00

-3,00

-2,00

-1,00

0,00

1,00

2,00

3,00

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

Rata - rata Debt to Equity Ratio

Page 83: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

71

Dari tabel 4.12 diatas, perusahaan yang memiliki Total Debt to Total Assets

Ratio paling rendah adalah TLKM dengan nilai 0,40 kemudian disusul oleh EXCL

dengan nilai 0,62, ISAT dengan nilai 0,67, FREN dengan nilai 0,80 dan BTEL

dengan nilai 0,93.

Gambar 4.11 : Total Debt to Total Assets Ratio periode 2010 – 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.2.4.3 Rata – rata Long Term Debt to Equity Ratio

Tabel 4.13 : Rata – rata Long Term Debt to Equity Ratio

Tahun Long term debt to equity ratio

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

2010 1,04 0,94 -21,24 1,27 0,51

2011 1,12 0,64 1,81 1,14 0,33

2012 2,77 0,74 1,27 1,28 0,30

2013 -4,89 1,11 2,39 1,48 0,29

2014 -1,42 2,46 1,84 1,26 0,27

Rata - rata -0,28 1,18 -2,79 1,29 0,34

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

0,93

0,62

0,80

0,67

0,40

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

Rata - rata Total Debt to Total Assets Ratio

Page 84: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

72

Dari tabel 4.13 diatas, perusahaan yang memiliki nilai rata – rata Long term

debt to equity ratio paling rendah adalah TLKM dengan nilai 0,34 keudian disusul

EXCL dengan nilai 1,18, ISAT dengan nilai 1,29, BTEL dengan nilai -0,28, FREN

dengan nilai -2,79.

Gambar 4.12 : Long Term Debt to Equity Ratio periode 2010 – 2014

Sumber: Data yang diolah dari laporan keuangan

4.3 Interpretasi Hasil Analisis Rasio Likuiditas

Dari hasil analisis current ratio, quick ratio, dan cash ratio selama 5 tahun

terakhir akan dibuat rangkuman rata – rata kinerja likuiditas selama lima tahun. Hal

ini bertujuan untuk melihat perusahaan mana yang tingkat kinerja likuiditas nya

teretinggi dan perusahaan mana yang tingkat likuiditasnya terendah selama lima

tahun terakhir berdasarkan rasio yang digunakan. Berikut ini adalah rangkuman dari

dari kelima perusahaan menggunakan menggunakan analisis rasio likuiditas.

-0,28

1,18

-2,79

1,29

0,34

-3,00

-2,50

-2,00

-1,50

-1,00

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

BTEL EXCL FREN ISAT TLKM

Rata - rata Long term debt to equity ratio

Page 85: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

73

Tabel 4.14: Rata - rata Kinerja Likuiditas Tahun 2010 – 2014

Perusahaan Current Ratio Quick Ratio Cash Ratio

BTEL 0,30 0,30 0,07

EXCL 0,58 0,57 0,18

FREN 0,29 0,20 0,08

ISAT 0,55 0,55 0,21

TLKM 1,05 1,03 0,50

Sumber: Data diolah

Dari tabel 4.14 dapat dilihat bahwa rata – rata current ratio, quick ratio dan

cas ratio tertinggi adalah TLKM (Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan nilai

1,05, 1,03, dan 0,50. Walaupun berada pada posisi tertinggi akan tetapi secara

teoritis current ratio dan quick ratio hasilnya kurang baik karena dibawah standar

industri mengingat perbandingan aset lancar dengan kewajiban lancarnya tidak

terlalu jauh. Akan tetapi rata – rata cash ratio perusahaan dalam kondisi baik karena

hasilnya sama dengan standar industri. Sedangkan rata – rata current ratio dan

quick ratio terendah adalah FREN (Smartfren Telecom Tbk) dengan nilai 0,29 dan

0,20. Tinggi nya kewajiban lancar mengakibatkan aset lancar tidak dapat menutupi

kewajiban lancarnya.

Jika mengacu pada standar industri, tingkat likuiditas perusahaan jasa

telekomunikasi ini tergolong rendah dikarenakan hanya ada beberapa rasio yang

berada diatas atau sama dengan rata – rata industri. Hal ini disebabkan karena

perusahaan terus menambah aset tetapnya sehingga mengurangi aset lancar bila

dibeli secara tunai atau menambah kewajiban jika dibeli secara kredit.

mengingat telekomunikasi di Indonesia masih dalam tahap perkembangan

sehingga perusahaan membutuhkan tambahan aset tetap untuk menunjang

Page 86: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

74

peningkatan fitur, fasilitas, dan kualitas jasanya. Penambahan BTS ke berbagai

daerah di Indonesia merupakan salah satu upaya perusahaan untuk meningkatkan

dan memperluas kualitas jaringan. Hingga saat ini belum semua daerah di Indonesia

mendapatkan layanan jasa telekomunikasi ini dengan baik, hal ini yang membuat

perusahaan terus menambah jumlah BTS guna memperluas jaringan.

Belakangan ini perusahaan jasa telekomunikasi berlomba – lomba untuk

mengadakan jaringan 4G LTE. Hal ini juga merupakan upaya perusahaan untuk

meningkatkan fitur dari jasanya. Peningkatan fitur ini memerlukan biaya yang

cukup besar, sehingga perusahaan harus mengeluarkan dana atau menambah hutang

untuk peningkatan fitur tersebut.

Dari sisi lain mengingat telekomunikasi ini menggunakan teknologi tingkat

tinggi dengan sistem canggih membuat beberapa orang berupaya untuk meretasnya

untuk mendapatkan jasa telekomunikasi ini dengan gratis. Walaupun menggunakan

teknologi tinggi dengan keamanan yang kuat bukan berarti semuanya aman. Para

peretas ini atau bisa dibilang hacker dan phreaker mempunyai slogan no system si

safe “tidak ada sistem yang benar – benar aman”. walaupun perusahaan berupaya

memperbaiki sistemnya, akan tetapi celah bagi para pembobol ini masih tetap ada.

Hal ini yang membuat perusahaan merugi, seharusnya jasa telekomunikasi yang

disalahgunakan oleh para pembobol ini masuk ke pendapatan dari konsumen. Ini

salah satu yang menyebabkan rendahnya aktiva lancar perusahaan.

Selain itu bila dilihat pada tabel 4.14, dua perusahaan terendah adalah

perusahaan yang berada pada jaringan CDMA. Di Indonesia jaringan ini masih

Page 87: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

75

sangat sedikit. Pangsa pasar CDMA masih jauh dibawah tiga perusahaan lainnya

yang berada di jaringan GSM. Hal ini yang mengakibatkan kinerja likuiditas

perusahaan lebih rendah dibanding tiga perusahaan kompetitor yang bergerak di

bidang GSM.

Dari kelima perusahaan Telekomunikasi di Indonesia yang peneliti gunakan

sebagai sampel, tingkat likuiditas yang paling tinggi selama lima tahun berturut –

turut adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Apabila dilihat dari cash ratio

dimana rata – ratanya sama dengan standar industri para calon kreditur akan lebih

memilih meminjamkan dana kepada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Sebab, kas perusahaan cukup tinggi

selama lima tahun berturut – turut. Hal ini membuat para calon kreditur percaya

terhadap kemampuan perusahaan dalam mengembalikan modal yang dipinjam.

4.4 Interpretasi Hasil Analisis Rasio Solvabilitas

Dari hasil analisis debt to equity ratio, total debt to total assets ratio, dan

long term debt to equity ratio selama 5 tahun terakhir akan dibuat rangkuman rata

– rata kinerja solvabilitas selama lima tahun. Hal ini bertujuan untuk melihat

perusahaan mana yang tingkat kinerja solvabilitasnya tertinggi dan perusahaan

mana yang tingkat solvabilitasnya terendah selama lima tahun terakhir berdasarkan

rasio yang digunakan. Berikut ini adalah rangkuman dari dari kelima perusahaan

menggunakan menggunakan analisis rasio solvabilitas.

Page 88: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

76

Tabel 4.15: Rata - rata Kinerja Solvabilitas Tahun 2010 – 2014

Perusahaan DER DtA LTDtER

BTEL -1,07 0,93 -0,28

EXCL 1,82 0,62 1,18

FREN -5,27 0,8 -2,79

ISAT 2,12 0,67 1,29

TLKM 0,72 0,4 0,34

Sumber: Data diolah

Dari tabel 4.14 dapat dilihat bahwa rata – rata debt to equity ratio, total debt

to total assets ratio, dan long term debt to equity ratio terendah adalah TLKM

(Telekomunikasi Indonesia Tbk) dengan nilai 0,72, 0,4, dan 0,34. Walaupun berada

pada posisi terendah akan tetapi secara teoritis total debt to total assets ratio dalam

kondisi kurang baik, karena berada diatas standar industri mengingat perusahaan

hampir setengahnya dibiayai oleh hutang. Akan tetapi, rata – rata debt to equity

ratio dan long term debt to equity ratio perusahaan dalam kondisi baik karena

hasilnya dibawah standar industri. Sedangkan rata – debt to equity ratio dan long

term debt to equity ratio tertinggi adalah FREN (Smartfren Telecom Tbk) dengan

nilai -5,27 dan -2,79. dan total debt to total assets ratio tertinggi adalah BTEL

dengan nilai 0,93. Tingginya hutang diartikan bahwa perusahaan lebih banyak

dibiayai oleh hutang daripada ekuitas. Pada BTEL dan FREN yang memiliki rasio

minus dikarenakan ekuitas perusahaan dalam kondisi defisit. Hal ini disebabkan

oleh kerugian yang terjadi secara terus menerus hingga mengakibatkan ekuitas

menjadi defisit.

Dari kelima perusahaan Telekomunikasi di Indonesia yang peneliti gunakan

sebagai sampel, tingkat solvabilitas yang paling rendah selama lima tahun berturut

Page 89: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

77

– turut adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Hal ini menandakan perusahaan

lebih efisien menggunakan aset atau ekuitas yang dimiliki sehingga bisa

meminimalisir adanya hutang. PT Telekomunikasi Indonesia merupakan

perusahaan yang disukai oleh kreditur dibandingkan dengan 4 perusahaan

telekomunikasi yang lainnya, dikarenakan kemampuan perusahaan dalam

pelunasan kewajibannya cukup tinggi, bahkan apabila dilikuidasi perusahaan masih

mampu membayar hutang – hutangnya.

Page 90: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

78

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian analisis likuiditas dan solvabilitas perusahaan jasa

telekomunikasi selama kurun waktu 5 (lima) tahun, yaitu dari tahun 2010 – 2014

dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Setelah dilakukan analisis rasio likuiditas dapat diketahui bahwa kelima

perusahaan jasa telekomunikasi selama kurun waktu tersebut yaitu dari

tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 yang dalam keadaan likuid yaitu

hanya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Akan tetapi, walaupun dalam

keadaan likuid kondisi perusahaan masih kurang baik mengingat rasionya

dibawah standar industri. Tingkat likuiditas yang dimiliki oleh kelima

perusahaan jasa telekomunikasi dinilai sangat rendah. Hal ini terlihat dari

hasil perhitungan rasio likuiditas masing – masing perusahaan, ini berarti

tidak semua perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendek nya.

2. Berdasarkan hasil dari perhitungan rasio solvabilitas, perusahaan yang

dibiayai oleh hutang paling kecil adalah TLKM jika dibandingkan dengan

perusahaan sejenis lainnya. Secara keseluruhan kelima perusahaan

telekomunikasi hampir separuhnya dibiayai oleh hutang, mengingat

tingginya tingkat solvabilitas.

3. Berdasarkan analisis rasio likuiditas dan solvabilitas, perusahaan yang

memiliki tingkat likuiditas dan solvabilitas paling baik Diantara lima

Page 91: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

79

perusahaan sejenis lainnya adalah TLKM. Hal ini menandakan bahwa

kreditur lebih cenderung meminjamkan dana nya kepada TLKM

dibandingkan dengan 4 perusahaan sejenis lainnya.

5.2 Saran

1. Perusahaan yang memiliki nilai rata – rata rasio likuiditas yang rendah

sebaiknya mengevaluasi kembali kinerja alat likuid nya seperti aset lancar

dan hutang lancar. Karena apabila tidak segera diperbaiki maka akan

merugikan perusahaan dan akan mengurangi tingkat kepercayaan kreditur

dan investor.

2. Jika perusahaan separuhnya dibiayai hampir separuhnya oleh hutang, maka

perusahaan harus mengurangi hutangnya. Dan apabila perusahaan

bermaksud untuk menambah hutang, perusahaan terlebih dahulu harus

menambah ekuitasnya. Karena, apabila perusahaan dilikuidasi maka

perusahaan masih mampu menutupu semua hutangnya dengan aktiva yang

dimiliki.

Page 92: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, M. Mamduh dan Abdul Halim, 2002, Analisis Laporan Keuanga, UPP

AMP YKPN, Yogyakarta.

Hermanto, dan Agung. 2013, Analisis Laporan Keuangan, Grafindo, Jakarta

IAI, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Penerbit Salemba Empat:

Jakarta.

Kasmir, 2008, Analisis Laporan Keuangan, Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Munawir,S., 2002, Analisis Informasi Keuangan, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Prastowo, Juliaty, 2005, Analisis Laporan Keuangan: Konsep dan Aplikasi,UPP

STIM YKPN

Prihadi, Toto, 2010. Analisis Laporan Keuangan, Penerbit PPM, Jakarta.

Syafri Harahap, Sofyan, 2008. Analisa Kritis atas Laporan Keuangan, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Sawir, Agnes, 2009. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan keauangan

Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Warsono. 2003. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jilid Pertama. Edisi Ketiga.

Malang: Bayumedia Publishing.

www.idx.co.id.

Page 93: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

1

LAMPIRAN

1. Aset Lancar

Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014

BTEL Rp 1.436 Rp 948 Rp 769 Rp 466 Rp 150

EXCL Rp 2.228 Rp 3.387 Rp 3.659 Rp 5.844 Rp 13.310

FREN Rp 447 Rp 795 Rp 853 Rp 2.014 Rp 2.023

ISAT Rp 6.159 Rp 6.579 Rp 8.309 Rp 7.169 Rp 8.592

TLKM Rp 18.731 Rp 21.258 Rp 27.973 Rp 33.075 Rp 33.762

Sumber: Data diolah dari laporan keuangan

2. Kewajiban Lancar

Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014

BTEL Rp 1.760 Rp 2.956 Rp 2.874 Rp 5.210 Rp 5.949

EXCL Rp 4.563 Rp 8.728 Rp 8.740 Rp 7.931 Rp 15.398

FREN Rp 2.075 Rp 3.100 Rp 3.031 Rp 5.540 Rp 6.522

ISAT Rp 11.947 Rp 11.952 Rp 11.016 Rp 13.494 Rp 21.148

TLKM Rp 20.473 Rp 22.189 Rp 24.107 Rp 28.437 Rp 31.786

Sumber: Data diolah dari laporan keuangan

3. Persediaan

Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014

BTEL Rp 28 Rp 17 Rp 9 Rp 10 Rp 10

EXCL Rp 61 Rp 66 Rp 50 Rp 49 Rp 77

FREN Rp 216 Rp 187 Rp 351 Rp 344 Rp 419

ISAT Rp 106 Rp 76 Rp 53 Rp 36 Rp 49

TLKM Rp 516 Rp 758 Rp 579 Rp 509 Rp 474

Sumber: Data diolah dari laporan keuangan

4. Kas

Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014

BTEL Rp 334 Rp 162 Rp 260 Rp 43 Rp 16

EXCL Rp 366 Rp 998 Rp 792 Rp 1.318 Rp 6.951

FREN Rp 21 Rp 227 Rp 141 Rp 915 Rp 722

ISAT Rp 2.075 Rp 2.224 Rp 3.817 Rp 2.234 Rp 3.480

TLKM Rp 9.120 Rp 9.634 Rp 13.118 Rp 14.696 Rp 17.672

Sumber: Data diolah dari laporan keuangan

Page 94: ANALISIS KINERJA LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN KREDITUR DALAM MEMBERIKAN PINJAMAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

2

5. Total Hutang

Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014

BTEL Rp 7.158 Rp 7.844 Rp 7.414 Rp 10.140 Rp 11.467

EXCL Rp 15.536 Rp 17.478 Rp 20.086 Rp 24.977 Rp 49.746

FREN Rp 4.603 Rp 9.028 Rp 9.355 Rp 12.817 Rp 13.797

ISAT Rp 34.582 Rp 33.356 Rp 35.830 Rp 38.003 Rp 39.059

TLKM Rp 43.344 Rp 42.073 Rp 44.391 Rp 50.527 Rp 54.770

Sumber: Data diolah dari laporan keuangan

6. Ekuitas

Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014

BTEL Rp 5.195 Rp 4.369 Rp 1.638 Rp (1.007) Rp (3.879)

EXCL Rp 11.715 Rp 13.692 Rp 15.370 Rp 15.300 Rp 13.961

FREN Rp (119) Rp 3.269 Rp 4.984 Rp 3.050 Rp 3.962

ISAT Rp 17.851 Rp 18.816 Rp 19.395 Rp 16.518 Rp 14.196

TLKM Rp 44.419 Rp 60.981 Rp 66.978 Rp 77.424 Rp 86.123

Sumber: Data diolah dari laporan keuangan

7. Hutang Jangka Panjang

Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014

BTEL Rp 5.399 Rp 4.889 Rp 4.540 Rp 4.926 Rp 5.518

EXCL Rp 10.973 Rp 8.750 Rp 11.346 Rp 17.046 Rp 34.348

FREN Rp 2.528 Rp 5.928 Rp 6.325 Rp 7.277 Rp 7.275

ISAT Rp 22.635 Rp 21.404 Rp 24.814 Rp 24.509 Rp 17.911

TLKM Rp 22.871 Rp 19.884 Rp 20.284 Rp 22.090 Rp 22.984

Sumber: Data diolah dari laporan keuangan

8. Total Aktiva

Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014

BTEL Rp 12.353 Rp 12.213 Rp 9.052 Rp 9.128 Rp 7.589

EXCL Rp 27.251 Rp 31.171 Rp 35.456 Rp 40.278 Rp 63.706

FREN Rp 4.484 Rp 12.297 Rp 14.340 Rp 15.867 Rp 17.759

ISAT Rp 52.818 Rp 52.172 Rp 55.225 Rp 54.521 Rp 53.255

TLKM Rp 99.758 Rp 103.054 Rp 111.369 Rp 127.951 Rp 140.895

Sumber: Data diolah dari laporan keuangan