31
PROSPEK PROSPEK PROSPEK PROSPEK KERJASAMA EKONOMI KERJASAMA EKONOMI KERJASAMA EKONOMI KERJASAMA EKONOMI ASIA PASIFIK ASIA PASIFIK ASIA PASIFIK ASIA PASIFIK (APEC) (APEC) (APEC) (APEC) Oleh : Bermand Hutagalung Lembaga Studi Fenomena Globalisasi

Prospek Kerjasama Asia Pasifik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

PROSPEK PROSPEK PROSPEK PROSPEK

KERJASAMA EKONOMI KERJASAMA EKONOMI KERJASAMA EKONOMI KERJASAMA EKONOMI

ASIA PASIFIKASIA PASIFIKASIA PASIFIKASIA PASIFIK (APEC) (APEC) (APEC) (APEC)

Oleh : Bermand Hutagalung

Lembaga Studi Fenomena Globalisasi

Page 2: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

2

Bab. 1. Pendahuluan

Forum kerjasama ekonomi APEC adalah forum kerjasama yang bersifat

terbuka, informal, tidak mengikat dan tetap berada di dalam koridor disiplin

Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) dan berbagai

perjanjian internasional. Keanggotaan APEC meliputi 21 ekonomi. Disebut

Ekonomi, karena Hongkong, sebagai salah satu anggotanya bukan merupakan

sebuah negara, melainkan bagian dari China. Anggota APEC ini terdiri dari

Amerika Serikat, Kanada, Australia, Kanada, Jepang, Korea Selatan, Republik

Rakyat China, Malaysia, Papua, Brunei, Singapura, Filipina, Taiwan, Thailand,

Vietnam, Rusia, dan Cili dan Peru. Semestinya APEC sudah siap menelorkan

hasil-hasil kongkrit dalam mewujudkan liberalisasi dan fasilitasi perdagangan

dan investasi. Namun dalam kenyataannya APEC masih menjadi macan kertas.

APEC masih lebih banyak menghasilkan pernyataan-pernyataan retorika, serta

konsep-konsep kerjasama liberalisasi yang di lapangan belum sepenuhnya

secara kongkrit dilaksanakan.

Kerjasama ekonomi negara-negara Asia Pasifik (APEC) ini sudah cukup

lama dicanangkan. Sebagaimana diketahui, Pada 1993, untuk pertama

kalinya para pemimpin APEC bertemu secara formal di Blake Island,

Amerika Serikat (AS) dan berhasil membuahkan visi APEC, yakni

“menciptakan stabilitas keamanan dan kemakmuran bagi warga kita (negara

anggota)”. Setahun berikutnya, tepatnya pada 1994, para pemimpin negara

APEC kembali berkumpul. Kali ini di kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Pertemuan penting dan bersejarah ini ternyata berhasil menetapkan tujuan

Page 3: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

3

APEC (Bogor Goals). Namun setelah sekian lama dicanangkan, perjalanan

implementasi kerjasama APEC, malah terkesan kian menjauh dari tujuan

awalnya, sehingga kedepan prospek kerjasamanya patut dipertanyakan.

Kronologis

Tujuan pada dasarnya merupakan deskripsi yang lebih jelas dari sebuah

visi yang masih merupakan pernyataan ideal dari sebuah harapan yang

didambakan dan ingin diwujudkan. Begitu sangat idealnya sebuah visi dan

tingginya harapan yang diembannya, hingga terkadang sebuah visi terkesan

seperti impian di awang-awang. Tujuan lebih kongkrit, lebih membumi, lebih

jelas arahnya dan lebih dapat diukur. Tujuan APEC, atau yang lebih dikenal

sebagai Bogor Goals itu, pada intinya menyatakan APEC akan mewujudkan

“perdagangan dan aliran investasi yang bebas dan terbuka di Asia Pasifik

pada 2010 (untuk anggota APEC yang tergolong negara maju) dan pada 2020

untuk anggota APEC yang masih tergolong negara berkembang” Pernyataan

Bogor Goal ini sangat jelas sehingga langkah berikut yang harus dilakukan

adalah menyusun rencana strategis (Strategic Plan) dan rencana aksi (Plan of

Action/POA) yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut serta

mengimplementasikannya dengan serius, konsisten dan konsekuen.

Namun implementasi kerjasama APEC dalam rangka mewujudkan Bogor

Goal itu nyatanya berjalan sangat lamban. Banyak pihak mengharapkan

APEC segera melaksanakan kerjasama yang lebih kongkrit, dan lebih serius,

ketimbang sekedar membuat pertemuan (konferensi), mengeluarkan

deklarasi dan rencana aksi yang implementasinya lamban dan tersendat-

sendat. Perkembangan pembahasan liberalisasi perdagangan dan

investasi dalam forum-forum APEC, bila diikuti kronologinya dari tahun ke

tahun, memang terasa semakin memudar bahkan tidak terarah dan

Page 4: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

4

membuat stake holder (pihak-pihak yang merasa peduli dan berkepentingan

pada implementasi kerjasama APEC secara kongkrit), menjadi frustasi.

Kecenderungan yang nyaris memudar seperti kehilangan arah itu tampak

jelas bila kita mempelajari kronologis pertemuan APEC dan hasil-hasil yang

dicapainya.

Tahun 1989, forum APEC secara informal mulai diadakan di Canberra,

Australia, yang dihadiri oleh pejabat setingkat menteri mewakili 12 negara di

Asia Pasifik, yakni Thailand, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,

Filipina, Singapura, Jepang, Korea Selatan (Korsel), Kanada, Australia,

Selandia Baru dan Amerika Serikat (AS). Pertemuan informal ini terus

berlangsung hingga tahun 1992 yang menghasilkan kesepakatan

diselanggarakannya pertemuan formal para kepala negara APEC pada 1993.

Anggota forum APEC ini juga bertambah dengan masuknya China,

Hongkong dan Taiwan pada 1991.

Tahun 1993, pertemuan puncak APEC secara formal untuk pertama

kalinya diselenggarakan di Blake Island, AS, dan berhasil menelorkan visi

APEC yakni “menciptakan stabilitas, keamanan dan kemakmuran bagi

warga kita (negara anggota APEC)” Pada tahun itu juga anggota APEC

bertambah dengan bergabungnya Meksiko dan Papua Nuigini.

Tahun 1994, diadakan pertemuan tingkat tinggi APEC di Bogor,

Indonesia, yang berhasil mendeklarasikan tujuan APEC yang dikenal sebagai

Bogor goals, yang pada intinya menyatakan “APEC akan mewujudkan

“perdagangan dan aliran investasi yang bebas dan terbuka di Asia Pasifik

pada 2010 untuk anggota APEC yang tergolong negara maju dan pada 2020

untuk anggota APEC yang masih tergolong negara berkembang” Pada tahun

yang sama Cile masuk menjadi anggota baru APEC.

Page 5: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

5

Tahun 1995, diadakan pertemuan APEC di Osaka, Jepang, yang

menghasilkan Agenda Aksi Osaka (Osaka Action Agenda). Agenda ini

melengkapi Bogors Goals dengan kerangka liberalisasi perdagangan dan

investasi yang didalamnya termasuk pemberian kemudahan berbisnis dan

aktivitas sektoral. Kerangka ini dilengkapi dengan pembentukan forum

dialog tentang kebijakan dan kerjasama teknis dan ekonomi yang diperlukan

dalam rangka mewujudkan Bogor Goals.

Tahun 1997, pertemuan APEC diadakan di Vancouver, Kanada,

menghasilkan kesepakatan sektor-sektor yang bisa diliberalisasikan secara

dini (early voluntary sectoral liberation/EVSL), terutama yang menyangkut

15 sektor usaha (produk makanan, mainan anak-anak, kehutanan, perikanan,

oil seeds, produk kimia, pupuk, karet dan produk karet, barang perhiasan,

otomotif, peralatan medis, jasa dan produk yang berkaitan dengan

pelestarian lingkungan hidup, jasa dan produk terkait dengan energi,

telekomunikasi, dan penerbangan sipil. Selain itu juga disepakati bahwa

setiap tahunnya, setiap negara anggota akan memperbaharui sektor-sektor

yang bisa dibebaskan secara dini.

Tahun 1998, diadakan pertemuan APEC di Kuala Lumpur, Malaysia

menghasilkan kesepakatan sembilan sektor pertama dari 15 sektor yang

diliberalisasikan secara dini. Dengan demikian, produk 9 sektor tersebut

diharapkan dapat diperdagangkan secara bebas dengan hambatan tarif dan

non tarif yang lebih rendah dari sebelumnya. Hal ini juga diberlakukan bagi

negara non APEC sepanjang merupakan anggota Organisasi Perdagangan

Dunia (World Trade Organization/WTO) tanpa kewajiban bagi negara

tersebut untuk melakukan asas resiprokal (memberikan balasan/kompensasi

yang setimpal). Pada tahun itu juga, tiga anggota baru bergabung, yakni

Page 6: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

6

Peru, Rusia dan Vietnam. Dengan demikian, jumlah negara anggota APEC

menjadi 21 negara.

Tahun 1999, pertemuan para petinggi APEC di Auckland, Selandia Baru

mendeklarasikan kesediaan APEC menjalankan perdagangan tanpa kertas

(paperless trading) yang berlaku pada 2005 untuk negara maju dan 2010

untuk negara berkembang anggota APEC. Selain menyepakati penggunaan

peralatan elektroknik untuk memperlancar transaksi bisnis, juga disepakati

pengintegrasian peran wanita di dalam berbagai kegiatan APEC.

Tahun 2000, pertemuan APEC yang diselenggarakan di Bandar Sri

Begawan, Brunei, menghasilkan kesepakatan untuk mengembangkan sistem

elektronik dalam transaksi perdagangan, serta kesepakatan untuk membuat

Rencana Aksi Individu (Individual Action Plan/IAP). Pada pertemuan ini

juga negara APEC sepakat untuk bersiap menghadapi perkembangan

ekonomi bisnis baru (bisnis via internet). Pada masa itu pengelolaan situs

internet komersial (dotcom) memang sedang marak-maraknya bermunculan

di manca negara, sehingga perhatian pemimpin APEC turut tersedot ke arah

ini. Melalui pengembangan kerjasama e-commerce ini diharapkan pada 2005

APEC mengalami peningkatan dalam akses internet sebanyak tiga kali lipat

dibanding tahun 2000. Namun kenyataannya kini kita ketahui e-commerce

dan perusahaan pengelola situs komersial di internet (perusahaan dotcom)

banyak yang merugi, bahkan bangkrut, saham-sahamnya berguguran,

sehingga dotcom tidak lagi menjadi bisnis yang menarik dan prospektif

dalam blantika bisnis internasional.

Tahun 2001 pertemuan APEC di Shanghai, China, berupaya

mengembalikan perhatian petinggi APEC ke arah pencapaian visi dan tujuan

semula dari APEC. Maka, lahirlah kesepakatan Shanghai (Shanghai Accord)

Page 7: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

7

yang intinya mencakup perluasan visi APEC, dan memperjelas peta jalan

(road map) menuju Bogor Goals guna memperkuat mekanisme pelaksanaan

di lapangan dalam rangka pencapaian tujuan awal APEC ini, yakni

meliberalisasikan aliran perdagangan dan investasi. Selain itu juga

disepakati penggunaan sistem elektronik untuk memperkuat struktur pasar

dan kelembagaan di APEC, serta menunjang kelancaran transaksi online.

Pada pertemuan ini pembahasan masalah terorisme mulai mencuat

kepermukaan dan dihasilkan kesepakatan tentang cara APEC menghadapi

terorisme.

Tahun 2002. pertemuan APEC di Los Cabos, Meksiko, menyepakati

Rencana Aksi untuk Fasilitasi Perdagangan (Trade Facilitation Action

Plan/TFAP), kebijakan perdagangan dan ekonomi digital, serta pernyataan

kedua menyangkut cara APEC menghadapi terorisme, bersamaan dengan

implementasi konsep Perdagangan yang Aman di Kawasan APEC (Secure

Trade in APEC Region/STAR).

Tahun 2003 pertemuan APEC diselenggarakan di Bangkok, Thailand dan

berhasil membuahkan kesepakatan menyangkut pemberdayaan Agenda

Pembangunan Doha (hasil sidang WTO di Doha), yang memberikan akses

yang lebih besar bagi negara berkembang di dalam perdagangan

internasional. Tujuannya untuk mengurangi kemiskinan di negara

berkembang lewat upaya peningkatan perdagangan internasional yang fair.

Selain itu diangkat kembali hasrat untuk mencapai Bogor Goals, dan sistem

perdagangan multilateral yang sesuai dengan kaidah WTO. Selain itu,

kontraterorisme diakui sebagai kelengkapan dari upaya APEC mencapai

Bogor Goals.

Page 8: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

8

Namun sayangnya secara umum bisa dikatakan deklarasi APEC

akhirnya hanya menghasilkan kenihilan belaka, sehingga mendorong para

tokoh bisnis APEC yang tergabung dalam sebuah organisasi yang dikenal

sebagai APEC Business Advisory Council (ABAC), meminta para pemimpin

APEC untuk segera membentuk kawasan perdagangan bebas Asia Pasifik

(Asia Pacific Free Trade Area/APFTA).

Page 9: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

9

Bab.2. Lingkup Kerjasama APEC

APEC memiliki visi tersendiri. Pada KTT APEC yang diselenggarakan

pada tahun 1993 di Seattle, AS, visi APEC ditetapkan sebagai berikut:

“mewujudkan komunitas ekonomi Asia Pasifik yang didasarkan atas semangat

keterbukaan dan kemitraan, serta upaya kerjasama untuk menghadapi

tantangan perubahan, pertukaran barang, jasa dan investasi secara bebas,

pertumbuhan ekonomi yang luas, serta standar kehidupan dan pendidikan yang

lebih tinggi, serta pertumbuhan yang berkesinambungan memperhatikan aspek-

aspek lingkungan“.

Untuk mewujudkan visi kerjasama ekonomi ini, maka pada KTT APEC

1994 yang diselenggarakan di Bogor, Indonesia, ditentukanlah tujuan dari APEC,

yakni :

1. Menciptakan sistem perdagangan dan investasi yang bebas, terbuka dan

adil di kawasan Asia Pasifik pada 2010 untuk ekonomi maju, dan 2020

untuk ekonomi berkembang.

2. Memimpin dan memperkuat sistem perdagangan multilateral yang

terbuka, meningkatkan liberalisasi perdagangan dan jasa, serta

mengintensifkan pembentukan kerjasama ekonomi di kawasan Asia

Pasifik.

3. Mempercepat proses liberalisasi melalui penurunan hambatan

perdagangan dan investasi yang lebih jauh, meningkatkan arus barang,

jasa dan modal secara bebas dan konsisten dengan WTO.

Page 10: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

10

Upaya mewujudkan Bogor Goals dilaksanakan dengan menyepakati

pedoman kerjasama APEC yang dikenal sebagai “Agenda Aksi Osaka” yang

memuat tiga pilar kerjasama ekonomi APEC, prinsip umum kerjasama,

instrumen pokok kerjasama dan bidang-bidang kerjasama APEC. Adapun tiga

pilar kerjasama APEC ini meliputi :

1. Liberalisasi

2. Fasilitasi perdagangan

3. Pengembangan kerjasama ekonomi dan teknik (Ecotech)

Sedang prinsip umum kerjasama APEC mencakup prinsip-prinsip sebagai

berikut :

1. Bersifat menyeluruh (comprehensiveness).

Kerjasama dalam APEC mencakup upaya menghapus semua hambatan di

dalam sistem perdagangan dan arus investasi, secara menyeluruh agar

menjadi bebas dan terbuka.

2. Konsiten terhadap ketentuan WTO (WTO-consistency).

Upaya melakukan liberalisasi dan fasilitasi harus dilaksanakan secara

konsisten dengan ketentuan GATT/WTO, sehingga tidak terjadi benturan

antar liberalisasi APEC dengan ketentuan GATT/WTO.

3. Kesebandingan (comparability).

Dalam kerjasama APEC harus diupayakan terwujudnya kesebandingan

langkah liberalisasi dan fasilitasi yang ditempuh para anggota APEC.

Page 11: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

11

4. Tidak memihak (non-discrimination).

Berdasarkan prinsip ini, setiap anggota berhak memperoleh perlakukan

yang sama. Hasil liberalisasi dan fasilitasi harus dapat dimanfaatkan oleh

semua anggota tanpa pengecualian.

5. Transparan (transparency).

Setiap anggota harus bersikap terbuka dengan memberikan informasi

seluasnya kepada sesama anggota lainnya (bila diperlukan) menyangkut

peraturan dan kebijakan yang berlaku dinegaranya. Prinsip ini

dimaksudkan agar peraturan dan kebijakan perdagangan dan investasi di

kalangan anggota APEC menjadi transparan sehingga terwujud kepastian

berusaha di kawasan Asia pasifik.

6. Standstill.

Prinsip ini menekankan anggota untuk menahan diri untuk tidak

menambah peraturan dan kebijakan pemerintah yang dapat menambah

tinggi tingkat proteksi di negara yang bersangkutan.

7. Simultaneous start, continous process and differentiated time table.

Proses liberalisasi harus dilaksanakan segera dan secara simultan diantara

anggota APEC, serta terus berlangsung secara berkesinambungan, dengan

memperhatikan tingkat kemajuan ekonomi/pembangunan dari masing-

masing anggota.

8. Fleksibel (flexibility).

Page 12: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

12

Dalam menerapkan kerjasama, fleksibilitas dimungkinkan untuk

mengatasi isu yang mungkin muncul akibat perbedaan tingkat kemajuan

ekonomi/pembangunan masing-masing anggota.

9. Kerjasama (cooperation).

Prinsip ini menegaskan implementasi kerjasama ekonomi dan teknik yang

mendukung liberalisasi dan fasilitasi dalam APEC akan ditempuh secara

aktif.

Dalam mewujudkan kerjasama diantara sesama anggota APEC jelas

diperlukan adanya instrumen kerjasama. Adapun instrumen kerjasama APEC

ini meliputi:

1) Rencana aksi kolektif (Collective Action Plans/CAPs). CAPs bersifat

kolektif, dapat direview, dilaksanakan, terus dikembangkan dengan

cakupan meliputi 15 bidang kerjasama Agenda Aksi Osaka (OAA).

2) Rencana aksi individu (Individual Action Plans/IAPs). IAPs memuat

rencana aksi spesifik dari 15 bidang kerjasama OAA yang bersifat

unilateral, sukarela (voluntary) dan dibuat setiap tahun.

Adapun bidang-bidang kerjasama spesifik yang dilaksanakan dalam APEC

meliputi : kebijaksanaan tariff, non tariff, perdagangan jasa, investasi, standard

dan kesesuaian, prosedur kepabeanan, hak kekayaan intelektual, kebijaksanaan

persaingan, deregulasi, pengadaan pemerintah, mediasi sengketa, mobilitas

pelaku usaha, ketentuan asal barang, pelaksanaan putaran Uruguay, serta

pengumpulan dan analisis informasi.

Page 13: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

13

Berdasarkan Agenda Osaka, hal-hal yang akan dilakukan untuk

melaksanakan liberalisasi dan fasilitasi meliputi aspek dan langkah terkait

berikut ini :

1) Kebijakasanaan tariff : melakukan penurunan tarif secara progresif dan

menjaga transparansi sistem tarif dalam ekonomi APEC

2) Kebijaksanaan non tariff : mengurangi hambatan kebijaksanaan non tariff

secara progresif dengan tetap menjaga transparansi sistem non tariff ini.

3) Perdagangan jasa : melakukan pengurangan atas hambatan akses pasar

bagi perdagangan jasa secara progresif.

4) Investasi : mewujudkan penanaman modal bebas hambatan dan terbuka

dengan cara meliberalisasi regim penanaman modal dan pemberian

kemudahan berinvestasi serta pemberian bantuan dan kerjasama teknis.

5) Standar dan kesesuaian. Hal ini mencakup dua hal yakni :

a) Menetapkan transparansi penilaian standar dan kesesuaian APEC,

menyesuaikan standar secara sukarela (voluntary) dan penyesuaian

terhadap standar internasional.

b) Menuju kesaling-pengakuan standard dan kesesuaian APEC,

peningkatan kerjasama dan pengembangan infrastruktur melalui

pengembangan kerjasama teknik.

6) Prosedur kepabeanan ; melakukan penyederhanaan dan harmonisasi

prosedur kepabeanan

7) Hak kekayaan intelektual (HKI) : melindungi HKI secara efektif melalui

perundang-undangan, pengadministrasian dan pelaksanaan.

Page 14: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

14

8) Kebijaksanaan persaingan : menghilangkan distorsi perdagangan dan

penanaman modal yang ditimbulkan oleh pengaturan atau regulasi,

mencapai transparansi dalam sistem pengaturan perdagangan dan

investasi.

9) Kebijaksanaan deregulasi : menghilangkan hambatan perdagangan dan

investasi yang diakibatan oleh peraturan dan perundang-undangan

domestik, yang menghambat kelancaran arus perdagangan dan investasi

yang mestinya bebas dan terbuka.

10) Ketentuan asal barang : menyesuaikan dengan aturan internasional,

melaksanakan ketentuan asal barang secara impartial dan transparan.

11) Mediasi perselisihan (senketa dagang): Upaya melakukan mediasi

perselisihan diantara anggota APEC mencakup langkah-langkah berikut :

a) Mendorong para anggota menyelesaikan persengketaan

berdasarkan prinsip kerjasama sesegera mungkin, menghindari

munculnya konfrontasi berdasarkan hak dan kewajiban sesuai

dengan perjanjian WTO dan perjanjian internasional lainnya.

b) Memfasilitasi dan mendorong penggunaan prosedur resolusi

secara efektif untuk menghindari perselisihan, baik antara

kalangan pengusaha swasta, maupun antar pemerintah dengan

swasta.

c) Meningkatkan transparansi peraturan dan perundangan diantara

anggota guna menghindari terjadinya perselisihan akibat

minimnya informasi.

Page 15: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

15

12) Mobilitas Pelaku bisnis : meningkatkan mobilitas para pengusaha dalam

menjalankan bisnis mereka di kawasan Asia Pasifik.

13) Pelaksanaan Putaran Uruguay (Uruguay Round): tiap anggota

melaksanakan secara penuh hasil Putaran Uruguay dalam waktu yang

telah disepakati.

14) Pengumpulan dan analisis informasi : Untuk ini akan diciptakan suatu

bentuk kerjasama khusus di bidang pengumpulan dan analisis data dan

informasi.

Kelembagaan APEC

Secara kelembagaan APEC didukung sepenuhnya oleh enam unit organisasi

dan sub komisi dibawah koordinasi Senior Officials Meeting (SOM). Enam unit

organisasi ini beraktivitas sesuai dengan jadwal pertemuan/meeting berikut

dibawah ini :

1) APEC Economic Leader’s meeting (AELM). Ini merupakan pertemuan

tahunan yang dihadiri para menteri ekonomi APEC untuk menentukan

arah kerjasama ekonomi APEC.

2) APEC Ministrial Meeting (AMM). Pertemuan ini dihadiri para Menteri

Luar negeri dan Menteri Perdagangan dan Menteri Ekonomi terkait untuk

membahas dan memutuskan pelaksanaan suatu program kerjasama

APEC.

3) APEC Sectoral Ministrial Meeting. Ini merupakan pertemuan Menteri

yang membidangi sektor-sektor tertentu, seperti pendidikan, energi,

keuangan, pembinaan tenaga kerja/sumber daya manusia, ilmu

Page 16: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

16

pengetahuan dan teknologi, usaha kecil dan menengah, industri

telekomunikasi dan informasi, perdagangan dan perhubungan.

4) Sekretariat APEC. Unit organisasi permanen ini dibentuk untuk

mendukung kegiatan komisi dan kelompok kerja (working group) serta

berperan penting dalam pelaksanaan program APEC serta memberikan

jasa pelayanan infromasi tentang APEC, melalui situs internet

http://www.apecsec.org.sg, dengan alamat e-mail :

[email protected].

5) APEC Business Advisory Council (ABAC). Ini merupakan lembaga

khusus sektor bisnis atau kalangan pengusaha swasta yang berperan

memberikan masukan dan usulan kepada para pemimpin APEC

mengenai hal-hal terkait dengan agenda liberalisasi dan fasilitasi

perdagangan dan investasi.

6) Senior Official Meeting (SOM). SOM Bertugas mempersiapkan pertemuan

tingkat menteri APEC berdasarkan rekomendasi dari menteri terkait,

guna membahas implementasi kebijakan AELM di bidang liberalisasi

perdagangan dan investasi (tarif dan non tarif, barang dan jasa), Rencana

Aksi Kolektif, Rencana Aksi Individu, dan hasil kesepakatan sub-komisi.

Page 17: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

17

Bab. 3. APEC Menjauh Dari Tujuan

AS merupakan negara adi kuasa, pemilik ekonomi dan pasar terbesar di

dunia, yang diharapkan menjadi lokomotif utama bagi derap kemajuan

ekonomi Asia Pasifik. Namun belakangan forum APEC lebih banyak

dimanfaatkan dan diarahkan oleh AS sebagai ajang untuk menggalang

aliansi menghadapi ancaman terorisme global. Pembahasan aspek ekonomi

dan liberalisasi perdagangan dan investasi yang menjadi tujuan utama APEC,

seolah dimarjinalkan sehingga perkembangannya menjadi lamban. Tak

heran jika lambatnya proses liberalisasi telah membuat sejumlah negara

anggota APEC menjadi seperti frustasi dan mengambil langkah sendiri-

sendiri, membentuk kesepakatan mewujudkan kawasan perdagangan bebas

secara bilateral, dengan negara tertentu sesama anggota APEC, ketimbang

mewujudkannya secara keseluruhan kawasan.

Shujiro Urata, mahaguru ekonomi dari Universitas Waseda, Tokyo,

Jepang, mengungkapkan hal yang senada. Menurut hasil pengamatan Prof.

Shujiro, semakin banyak negara anggota APEC berpikir bahwa cara

liberalisasi terbaik adalah membentuk kawasan perdagangan bebas lewat

pembuatan kesepakatan/perjanjian bilateral atau lingkup regional yang lebih

kecil, ketimbang seluas APEC yang mencakup 21 negara. Sebagai hasilnya,

terjadilah pengembangbiakan kesepakatan pembentukan kawasan

perdagangan bebas, yang membawa APEC ke dalam pembentukan rezim

perdagangan yang beraneka ragam, dalam satu kawasan yang semula

diharapkan memiliki kesamaan dalam liberalisasi, sehingga tidak sesuai lagi

dengan semangat liberalisasi dan investasi sebagiamana yang dikandung

Page 18: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

18

dalam Bogor Goal. Menurut Shujiro, setengah dari anggota APEC telah

menandatangani setidaknya satu perjanjian perdagangan bilateral dengan

mitra terpilihnya. Bayangkan saja, dari 184 perjanjian regional dan bilateral di

manca negara (baik yang sudah terbentuk maupun yang sedang dalam

proses negosiasi), sekitar 79 diantaranya melibatkan anggota APEC.

Keinginan anggota APEC untuk membentuk kawasan perdagangan bebas

secara bilateral juga tampaknya berjalan tidak terlampau serius. Menurut

Roberto Romulo, Ketua Dewan Penasehat Bisnis APEC, atau APEC Business

Advisory Council (ABAC), yang juga mantan Menteri Luar Negeri Filipina

itu, pembentukan kawasan perdagangan bebas AS-Australia (AS-Australia

FTA), misalnya, memiliki periode masa transisi (hingga tercapai liberalisasi

penuh) selama 18 tahun dari sekarang. Dengan demikian AS-Australia FTA

baru akan terwujud sepenuhnya pada 2022. Menurut Romulo yang kini

berpfofesi sebagai konsultan bisnis internasional itu, tengat waktu yang

diperlukan untuk mewujudkan FTA bilateral ini saja sudah melampaui batas

tengat waktu yang disepakati dalam Bogor Goal, dimana dinyatakan negara-

negara maju anggota APEC akan membentuk kawasan perdagangan bebas

pada 2010, sementara negara-negara berkembangnya pada 2020. Berapa

lama waktu yang diperlukan (secara kongkritnya) untuk mewujudkan

perdagangan bebas APEC secara keseluruhan ?

FTA bilateral AS-Singapura, jika diamati secara rinci dari item-item

product yang dimasukkan dalam program liberalisasi, juga terkesan kurang

serius dan kurang memberikan manfaat yang signifikan bagi pengembangan

perdagangan bilateral kedua negara. Bagi Singapura, kerjasama dengan AS

tampaknya lebih ditekankan pada peningkatan kerjasama di bidang

keamanan, Ini dilakukan Singapura mengingat negeri kota itu sangat

memerlukan kehadiran kekuatan militer AS di kawasan Asia Tenggara untuk

Page 19: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

19

menghadapi ancaman terorisme internasional. Sebagaimana diketahui

Singapura merupakan salah satu target teroris Al Qaedah. Jaringan teroris

tersebut di Asia Tenggara diberitakan bermaksud meledakkan pelabuhan

udara dan pelabuhan laut kota dagang ini (dimana terdapat pangkalan

militer AS). Namun rencana teroris ini tidak kesampaian, karena jaringannya

sempat terbongkar lebih awal dan sejumlah aktivisnya di tahan oleh pihak

keamanan Singapura.

Menarik pula untuk disimak hasil studi dua analis ekonomi dari lembaga

Research Analyst at The Asia Pacific Foundation of Canada, yakni : David

Macduff dan Yuen Pao Woo yang dituangkan dalam makalahnya yang

berjudul “APEC as Pasific OECD Revesited” Menurut hasil observasi dan

analisa kedua analis ini, APEC kini berkembang nyaris menjadi lebih mirip

sebagai Organisasi Kerjasama Ekonomi Negara-negara Maju (OECD) yang

berkantor pusat di Paris, ketimbang sebagai suatu organisasi negara-negara

yang ingin melakukan liberalisasi perdagangan dan investasi guna

membentuk suatu kawasan perdagangan bebas, bahkan suatu komunitas

bersama di kawasan Asia Pasifik. Ini berarti APEC sudah berkembang

menjadi sama dengan OECD yang hanya membuat pertemuan berkala

untuk saling tukar menukar informasi dan masukan untuk kemajuan

pembangunan.

Padahal, menurut Macduff dan Yuen, jelas APEC dan OECD memiliki

tujuan yang berbeda. Sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Bogor APEC

bertujuan menciptakan perdagangan bebas diantara anggota-angotanya. Ini

berarti diperlukan upaya yang lebih serius untuk membuat forum APEC

bukan hanya sekedar ajang perkumpulan atau pertukaran informasi. Karena

struktur APEC masih dibiarkan mengambang seperti OECD, tak heran jika

semakin banyak pihak terkait yang makin frustasi melihat kelambanan gerak

Page 20: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

20

APEC dalam mewujudkan liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan

tersebut. Oleh karena itu, Macduff dan Yuen mengusulkan agar merubah

struktur lembaga APEC menjadi lembaga yang memiliki potensi untuk

“memaksa” anggotanya mempercepat liberalisasi.

Page 21: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

21

Bab. 4.

Upaya Perundingan Chili Kerjasama ekonomi Asia Pasifik (APEC), jika jadi terwujud sesuai dengan

rencana pembentukannya, bisa menjadi suatu kerjasama ekonomi yang paling

besar di dunia. Bayangkan saja, APEC memiliki populasi penduduk sebanyak

2,561 miliar jiwa, dengan total produk domestik bruto (PDB) senilai 19,293 triliun

dolar AS atau sekitar 60 % dari total PDB dunia. Perdagangan di kawasan ini

mencapai 47 % dari total perdagangan dunia dengan realisasi impor-ekspor

diantara sesama anggota APEC (intra-trade APEC) mencapai nilai tak kurang

dari 6 triliun dolar AS. Namun sayangnya, implementasi kerjasama APEC masih

belum optimal, bahkan dapat dikatakan kian menjauh dari tujuan pembentukan

awalnya, yang juga disebut sebagai Bogor Goals, yakni menciptakan kerjasama

ekonomi dan liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik.

Wujud kongkritnya, atau lazimnya, negara-negara anggota organisasi kerjasama

ekonomi yang memiliki tujuan semacam itu akan membentuk suatu kawasan

perdagangan bebas (free trade area/FTA).

Dalam beberapa tahun terkahir ini, topik pembahasan yang berlangsung

dalam berbagai pertemuan APEC, semakin menyimpang dari tujuan

pembentukannya, terdistorsi oleh kepentingan individual anggotanya. Apalagi

anggota APEC seperti kehilangan gairah mewujudkan kerjasama ekonominya

tatkala Asia terlanda krisis moneter. Semangat menciptakan liberalisasi di APEC

tampaknya seperti semakin kehilangan gairah setelah Organisasi Perdagangan

Dunia (WTO) juga gagal mewujudkan upaya liberalisasi perdagangan dalam

konteks global. Yang marak berkembang justru liberalisasi perdagangan dalam

konteks regionalisasi perdagangan. Dengan demikian terjadi sekat-sekat dan

Page 22: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

22

segmentasi di dalam liberalisasi perdagangan dunia. Tidak terintegrasi secara

penuh dan menyeluruh.

Perkembangan forum APEC menjadi semakin tidak terarah ketika

Amerika Serikat menjadi korban serangan kelompok teroris Al Qaedah

pimpinan Osama bin Laden yang berhasil membajak pesawat komersial AS dan

merontokkan gedung World Trade Center (WTC) dengan cara menabrakkan

pesawat bajakan ke gedung tersebut, sehingga memakan korban jiwa yang tidak

sedikit. Pemerintah AS yang merasa kecolongan sangat berang atas terjadinya

peristiwa yang mengenaskan ini dan mengajak semua sekutunya di manca

negara untuk memerangi ancaman terorisme global.

AS pun menggunakan beragam forum dunia untuk melaksanakan

kampanye anti terorismenya, termasuk juga forum APEC. Akibatnya,

pertemuan APEC menjadi seperti didominasi AS yang gencar melontarkan isu

memerangi terorisme globalnya. Padahal, oleh anggota APEC, AS sebenarnya

justru diharapkan berperan menjadi motor memajukan pertumbuhan ekonomi

di kawasan Asia Pasifik. Namun selama pemerintahan AS berada dibawah

kendali Presiden George W. Bush, isu terorisme tampaknya akan tetap menjadi

topik utama, sementara isu ekonomi menjadi nomor dua. Hal yang sama bahkan

juga terjadi didalam perekonomian AS sendiri.

Perang menghadapi terorisme terus dilakukan Bush. Usai menginvasi

Irak yang dituding menyimpan senjata pemusnah massal, dan berhasil

menjungkalkan Sadham Husein, Bush mengarahkan target perhatiannya kepada

Korea Utara dan Iran yang juga dituding sebagai posos kejahatan pendukung

terorisme global dan menjalankan program pengayaan nuklir yang dapat

dimanfaatkan untuk membuat senjata nuklir. Senjata nuklir merupakan senjata

Page 23: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

23

pamungkas yang ditakuti Bush karena bisa dipakai teroris untuk menyerang

sasarannya dengan memakan korban yang lebih luas.

Dalam pertemuan tingkat tinggi APEC di Santiago, Cile 2004, kehadiran

Bush tetap dengan mengusung isu terorisme. Bush yang kedatangannya

disambut demonstrasi massa yang menentang invasi AS ke Irak menyatakan

harapannya untuk bisa menghidupkan kembali APEC. Namun dalam

kenyataannya di forum APEC Cile itu, Bush tetap lebih mengutamakan

pembahasan isu terorisme, ketimbang mewujudkan kerjasama ekonomi dan

liberalisasi perdagangan dan investasi secara kongkrit.

Upaya untuk mengembalikan APEC yang beranggotakan 21 ekonomi itu

(disebut demikian karena ada anggotanya seperti Hongkong yang bukan suatu

negara berdaulat melainkan bagian dari China), kearah tujuan awal

pembentukannya, memang sudah dilakukan. Terakhir diupayakan dalam

pertemuan APEC yang berlangsung di Cile, menjelang akhir tahun 2004 lalu.

Pihak Cile yang sekaligus berperan sebagai tuan rumah perhelatan internasional

terbesar yang pernah diselenggarakan di Amerika Selatan itu. Sebagaimana

dikatakan oleh Ketua Senior Official Meeting (SOM) yang juga petingggi Deplu

Cile, Ricardo Weber, lebih menekankan maksud pertemuan ini pada

pembahasan isu perdagangan dan investasi. Cile ingin mencoba memfokuskan

kembali APEC pada tujuan APEC yang sesuai isi deklarasi Bogor, yakni

menciptakan kawasan perdagangan bebas Asia Pasifik pada 2020 untuk

kelompok negara berkembang anggota APEC dan dan pada 2010 khusus untuk

negara maju yang menjadi angggota APEC.

Weber yakin bahwa anggota APEC kali ini akan serius membahas isu ini

dalam rangka membalikkan APEC ke jalur utamanya. Namun pada

kenyataannya, harapan tuan rumah yang ingin menjadikan APEC sebagai

Page 24: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

24

kawasan yang terus berkembang dinamis dalam konteks liberalisasi

perdagangan dan investasi itu, tidak sepenuhnya kesampaian. Topik APEC

berkembang menjadi topic gado-gado. Ada yang memang menyangkut

pembahasan perdagangan dan investasi, namun selain itu muncul pembahasan

masalah kesehatan berkaitan dengan ancaman flu burung, SARS, isu korupsi,

pemerintahan yang bersih, keamanan pelayaran dan bahkan yang paling

menyita perhatian adalah topik mengatasi terorisme global.

China lebih menekankan upaya agar usulannya berhasil yakni APEC

menyelenggarakan simposium hak intelektual dengan partisipasi aktif dari

anggota APEC, ketimbang memperjuangkan topik liberalisasi perdagangan dan

investasi. Rusia cenderung ikut arus memerangi terorisme global bersama AS

dan negara anggota APEC lainnya. Rusia yang sudah terlibat dalam

penanggulangan terorisme global, karena di dalam negerinya sendiri, korban

terorisme terus berjatuhan, ingin lebih meningkatkan kerjasama internasional

memerangi terorisme dan berkeinginan menjadikan isu teroirisme sebagai topik

bahasan penting pada forum APEC di Cile. Padahal forum APEC adalah forum

ekonomi, bukan forum politik dan keamanan global.

Dikalangan anggota APEC yang juga anggota ASEAN, yang paling

getol menyuarakan perang terhadap terorisme dalam KTT APEC di Cile ini

adalah Filipina. Presiden Filipina, Gloria Macapagal Arroyo, yang didalam

negerinya terus menerus berhadapan dengan gerakan separatisme dan teroris

yang gemar menyandera warga negara asing dan berbasis di Filipina Selatan itu,

menyatakan perang terhadap terorisme dan akan menjadikan isu terorisme

sebagai topik bahasan utama dalam pertemuan APEC di Cile. Arroyo bahkan

menyatakan sangat bangga Filipna ditunjuk sebagai Ketua Satuan Tugas

Melawan Terosrisme di dalam APEC. Menurut Arroyo penujukkan ini

membuktikan kepercayaan dunia internasional atas keteguhan Filipina dalam

Page 25: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

25

memerangi terorisme. Sebaliknya, Malaysia yang sejak awal mencurigai AS dan

Australia akan menjadikan pertemuan APEC sebagai ajang mencari dukungan

bagi pelaksanaan program melawan terorisme mereka, menginginkan

pertemuan APEC lebih kepada pembahasan masalah ekonomi dan liberalisasi

perdagangan dan investasi.

Tak dapat dihindarkan, forum APEC seolah terbelah menjadi dua kubu.

Kelompok pendukung AS yang antiterorisme di satu pihak, dengan kelompok

yang ingin mengembalikan forum APEC ke tujuan awalnya yakni kerjasama

ekonomi dan liberalisasi perdagangan dan investasi. Kelompok pendukung

Bush berpandangan, pengembangan kerjasama ekonomi dan perdagangan tidak

dapat dilaksanakan jika berada dibawah bayangan ancaman terorisme dan

bahaya nuklir. Bukankah stabilitas ekonomi membutuhkan stabilitas keamanan.

Sebaliknya, kelompok pendukung liberalisasi dan kerjasama ekonomi

menyatakan isu teroisme dan nuklir tidak sepantasnya dibahas secara luas dan

mendetail di forum APEC, karena forum APEC adalah forum ekonomi bukan

forum politik dan keamanan. Dikhawatirkan konsentrasi perhatian yang

berlebihan terhadap isu terorisme dan isu lain akan membuat pembahasan

liberalisasi dan kerjasama ekonomi menjadi terbelakang. Bukan prioritas.

Sementara itu kalangan bisnis Asia Pasifik, diwakili oleh Asia Pasific

Business Adivisory Council (ABAC), yang sudah gerah melihat kelambanan

petinggi APEC dalam mewujudkan liberalisasi perdagangan di kawasan itu,

mengusulkan pembentukan kawasan perdagangan bebas Asia Pasifik. Usulan

ABAC ini disampaikan kepada para pemimpin APEC dengan maksud

mendorong timbulnya semangat APEC agar kembali berupaya mewujudkan

tujuan APEC, yakni melaksanakan liberalisasi perdagangan dan investasi.

Beberapa anggota APEC mendukung usulan ABAC. Perdana Menteri Selandia

Baru, Helen Clark, misalnya, menyatakan negaranya akan berada di jajaran

Page 26: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

26

terdepan dalam mempromosikan penciptaan kesepakatan pembentukan

kawasan perdagangan bebas di Asia Pasifik secepatnya, sebagaimana yang

diharapkan kalangan pebisnis, yang aspirasinya disalurkan lewat ABAC itu.

Ketua ABAC Filipina, Roberto Romulo menyatakan APEC sudah tidak

bergairah dan kehilangan arah sehingga semakin tidak disiplin dan tidak

konsisten dalam mewujudkan tujuan utamanya yakni liberalisasi perdagangan

dan investasi. Oleh karena itu pihak ABAC menyerukan agar APEC segera

membuat ksepakatan pembentukan kawasan perdagangan bebas Asia Pasifik

(Asia Pasific free trade area/APFTA) yang bertujuan agar anggota APEC

semakin bergairah dan dipaksa untuk disiplin dalam meliberalisasikan

perdagangan investasi dengan mengeliminasi hambatan-hambatan perdagangan

yang masih ada dalam rangka mencapai tujuan awal pembentukan APEC.

Namun usulan ABAC ini tampaknya tidak disokong oleh para Menteri

anggota APEC lainnya. Hal ini tampak pada pernyataan Ricardo Weber, yang

juga Ketua Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi (SOM) APEC itu. Menurut Weber

yang semula jor-joran memperjuangkan topik liberalisasi perdagangan dan

investasi itu. Weber menyatakan, pembentukan kawasan perdagangan bebas

Asia Pasifik (Asia Pasific free trade area/APFTA) adalah sesuatu yang tidak

mungkin diputuskan dalam petemuan APEC 2004.

Penertiban FTA

Kendati topik bahasan pertemuan APEC di Cili menjadi seperti gado-

gado dan hasil pertemuannya menjadi mengambang, tidak kongkrit dan

terfokus pada liberalisasi perdagangan dan investasi, namun ada hal yang positif

yang dihasilkan dalam pertemuan APEC di Cile. Sebagaimana diketahui,

sebelum KTT APEC diselenggarakan, dilangsungkan pertemuan tingkat menteri

Page 27: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

27

APEC yang telah menghasilkan sejumlah kesepakatan. Para menteri sepakat

untuk mengutuk terorisme yang dinilai merupakan ancaman bagi kemakmuran

kawasan Asia Pasifik. Para menteri juga sepakat untuk mendukung kesepakatan

liberalisasi perdagangan bebas berdasarkan kerangka Organisasi Perdagangan

Dunia (WTO).

Yang menarik dari kesepakatan para Menteri APEC ini adalah

ditelorkannya kesepakatan untuk menertibkan pertumbuhan kawasan

perdagangan bebas (free trade area/FTA) di wilayah Asia Pasifik. Dalam talian

ini disepakati penyusunan pedoman (guidelines) tentang pembentukan dan

implementasi praktek FTA terbaik. FTA yang sudah terlanjur terbentuk dapat

terus dipertahankan, namun hendaknya dilaksanakan secara transparan dengan

implementasi praktek terbaik, sehingga kemungkinan munculnya ekses negatif

menjadi seminimal mungkin.

Banyak negara anggota APEC yang sudah membuat FTA dengan negara

yang menjadi anggota APEC atau non APEC. Eksesnya, ternyata banyak

peraturan dalam lingkup FTA itu yang tidak diketahui dan dipahami dengan

jelas oleh negara-negara di luar FTA tersebut. Padahal APEC adalah organisasi

yang mengutamakan transparansi dalam membina hubungan kerjasama

diantara sesama negara anggota APEC. Bila FTA dilaksanakan secara transparan

dan tidak diskriminatif, bukan tidak mungkin anggota APEC lainnya bisa

meminta turut bergabung ke dalam FTA yang sudah ada itu, kalau memang

sudah memahami betul isi kesepakatannya serta manfaat ekonomisnya,

sehingga FTA tersebut tidak bersifat ekslusif.

Dalam kasus FTA bilateral Thailand-Australia, misalnya, Indonesia

sebagai anggota APEC, tidak mengetahui berapa besar tariff yang dikenakan

Thailand atas produk Australia, atau sebaliknya. Hal serupa juga terjadi dengan

Page 28: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

28

FTA di kalangan negara anggota APEC lainnya. Semestinya semua negara

anggota APEC tahu bagaimana bentuk peraturan dan pemberlakukan tariff

diantara negara-negara yang terlibat dalam pembentukan FTA itu, sehingga

dapat juga memanfaatkannya dengan turut bergabung ke dalam FTA tersebut.

Sejumlah ekonom pemerhati pengembangan kerjasama ekonomi di

kawasan Asia Pasifik merisaukan pertumbuhan FTA yang berlangsung kian

marak di kawasan ini. Mereka menyatakan kemunculan FTA di kawasan yang

terus berkembang ini jumlahnya sudah mencapai 40 FTA. Selain itu ada

sebanyak 40 FTA lainnya yang sedang dalam tahap perundingan. Jumlah FTA

yang sedemikian banyak ini, dirasakan sudah berada pada level yang

mengganggu. Mengapa dikatakan sudah mengganggu ? Pasalnya, keberadaan

FTA itu mengakibatkan munculnya banyak peraturan perdagangan yang

tumpang tindih (conflicting rules), dan pada gilirannya membuat peraturan

perdagangan di APEC secara umum menjadi tampak rumit, kalau tak dapat

dikatakan semrawut.

Sebagai gambaran, antara Australia dan Thailand saja terdapat FTA

bilateral yang membuat kedua negara saling memberikan kemudahan dan

perhatian, ketimbang kepada negara lain yang berada diluar FTA mereka. FTA

bilateral ini akan menimbulkan aturan perdagangan yang berbeda (spesifik)

yang hanya berlaku bagi mereka saja. Demikian pula FTA bilateral Singapura

(negara anggota ASEAN yang paling bersemangat membentuk bilateral), dengan

Jepang dan AS, akan mengutamakan kepentingan Singapura dengan mitra FTA

bilateralnya. Kecenderungan semacam ini, menurut ekonom Korsel yang juga

ketua Pasific Economic Cooperation Counsil (PECC), Profesor Kim Kih-wan

akan menjauhkan APEC dari perwujudan keharmonisan dalam perdagangan

dan investasi.

Page 29: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

29

Bab. 5. Penutup

Kerjasama ekonomi Asia Pasifik (APEC), jika jadi terwujud sesuai dengan

rencana pembentukannya, bisa menjadi suatu kerjasama ekonomi yang paling

besar di dunia. Bayangkan saja, APEC memiliki populasi penduduk sebanyak

2,561 miliar jiwa, dengan total produk domestik bruto (PDB) senilai 19,293 triliun

dolar AS atau sekitar 60 % dari total PDB dunia. Perdagangan di kawasan ini

mencapai 47 % dari total perdagangan dunia dengan realisasi impor-ekspor

diantara sesama anggota APEC (intra-trade APEC) mencapai nilai tak kurang

dari 6 triliun dolar AS. Namun sayangnya, implementasi kerjasama APEC masih

belum optimal, bahkan dapat dikatakan kian menjauh dari tujuan pembentukan

awalnya, yang juga disebut sebagai Bogor Goals, yakni menciptakan kerjasama

ekonomi dan liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik.

Wujud kongkritnya, atau lazimnya, negara-negara anggota organisasi kerjasama

ekonomi yang memiliki tujuan semacam itu akan membentuk suatu kawasan

perdagangan bebas (free trade area/FTA).

Upaya untuk mengembalikan APEC kepada pencapaian tujuan

pembentukannya perlu terus dilanjutkan. Kendati isu-isu yang lebih besar dan

hangat, khususnya isu memerangi terorisme kemungkinan masih akan terus

muncul dalam forum APEC berikutnya. Pertemuan APEC di Cile memang

menghasilkan kesepahaman perlunya mendorong liberalisasi perdagangan

dunia lewat WTO, namun tidak secara spesifik menyatakan kapan dimulainya

program liberalisasi perdagangan atau lebih tegas lagi pembentukan kawasan

perdagangan bebas Asia Fasifik. Padahal, targetnya sudah ditetapkan dalam

Page 30: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

30

deklarasi Bogor. Perjuangan memang masih panjang. Yang penting upaya

mewujudkan Bogor Goals harus tetap diteruskan.

Prospek kerjasama APEC kedepan tampaknya memang masih kelabu.

Implementasi kerjasama APEC secara kongkrit harus diakui berjalan sangat

lamban. Negara maju yang diharapkan sebagai lokomotif pertumbuhan kawasan

APEC, seperti AS, Jepang dan Australia, tampaknya begitu kurang bersemangat

untuk mewujudkan Bogor Goals sesuai dengan tengat waktu yang telah

disepakati bersama, bahkan terkesan seperti kian menyimpang dari tujuannya.

Belakangan forum APEC lebih banyak dimanfaatkan oleh AS sebagai ajang

untuk menggalang aliansi menghadapi ancaman terorisme global, sementara

Jepang cenderung kurang bergairah menciptakan liberalisasi perdagangan

dalam konteks APEC. Jepang lebih bersemangat membangun FTA dalam

konteks yang lebih kecil seperti ASEAN-Jepang FTA, sementaraAustralia

cenderung bersikap tetap menjadi “follower” AS yang setia di kawasan Timur.

Oleh karena itu, diperlukan penggalangan kerjasama diantara anggota

ASEAN untuk secara lebih aktif berperan sebagai insiator, fasilitator dan

dinamisator bagi terbentuknya gerakan dalam APEC guna mempercepat

pencapaian Bogor Goals dengan upaya kongkrit yang lebih serius dan

konsekuen. Bukan sekedar menghasilkan deklarasi. ASEAN tidak dapat

berpangku tangan dan hanya mengikuti arus utama atau mengikuti irama

gendang yang dimainkan AS, Australia dan Jepang. ASEAN harus mengambil

inisiatif dan partisipasi lebih aktif ke arah perwujudan Bogor goals.

Kalau melihat paparan diatas, semestinya APEC sudah siap menelorkan

hasil-hasil kongkrit dalam menciptakan liberalisasi dan fasilitasi perdagangan

dan investasi. Namun dalam kenyataannya APEC tampaknya masih menjadi

macan kertas. Hasil konferensi APEC masih lebih banyak menghasilkan

Page 31: Prospek Kerjasama Asia Pasifik

31

pernyataan-pernyataan retorika, serta konsep-konsep kerjasama liberalisasi yang

belum sepenuhnya secara kongkrit dilaksanakan. Bahkan belakangan

perkembangan APEC cenderung semakin menjauh dari tujuan awal

pembentukannya (Bogos Goals). Kita berharap para pemimpin APEC segera

meluruskan kembali langkah APEC agar kembali ke tujuan semula menciptakan

kerjasama ekonomi serta liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia

Pasifik.

-00o-