Upload
aji-yasmin
View
3.613
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa derajat kesehatan
dipengaruhi 4 faktor, yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor
keturunan. Menurut Blum yang paling besar pengaruhnya terhadap kesehatan adalah
lingkungan, kemudian perilaku dan pelayanan kesehatan, dan yang terkecil faktor
keturunan.1,2
Lingkungan yang diharapkan dalam Visi Indonesia Sehat 2010 adalah
lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan yang
bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan,
pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dalam memelihara
nilai – nilai budaya bangsa.3
Sanitasi yang tidak baik, kekurangan air, kualitas air yang tidak memenuhi baku
mutu, pembuangan sampah yang tidak sesuai syarat kesehatan dan infestasi lalat
masih merupakan hal yang biasa dijumpai. Semua ini menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan, berperan langsung dalam tingginya angka kesakitan yang
disebabkan sanitasi yang buruk seperti diare. Angka kesakitan penyakit diare di
Indonesia sekitar 200-400 kejadian diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan
demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian
1
setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah
umur 5 tahun (± 40 juta kejadian). Sedangkan angka kejadian diare di propinsi
Kalimantan Selatan yaitu 19,5 per 1000 penduduk tahun 2006.1,4,5
Di wilayah kerja puskesmas Landasan Ulin angka kejadian diare masih cukup
tinggi, dari bulan januari sampai juni ditemukan rata-rata 58 kasus tiap bulannya dan
termasuk dalam 10 (sepuluh) besar penyakit terbanyak. Bahaya utama diare ialah
dehidrasi, yang tidak jarang dapat mengakibatkan kematian terutama pada bayi dan
balita. Hal ini sebenarnya mudah dicegah dan diobati. 6
Menurut WHO cara yang efektif untuk mengatasi diare adalah dengan
menggunakan oralit. Pemberian oralit berguna untuk mencegah dehidrasi pada
penderita diare akut yang belum mengalami dehidrasi, pemberian oralit juga berguna
untuk mengobati dehidrasi.7
Banyak masyarakat tidak sadar untuk menggunakan oralit, hal ini dapat
disebabkan karena oralit tidak langsung dirasakan manfaatnya untuk menghentikan
diare dan malah dapat menyebabkan muntah. Sehingga keadaan ini dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat dalam penggunaaan oralit sebagai
penanganan awal diare.7
Banyak faktor yang menyebabkan ketidaktahuan penggunaan oralit di
masyarakat sebagai penanganan dehidrasi diare, sehingga perlu dilakukan penelitian
mengenai tingkat perilaku ibu bayi dan balita terhadap penggunaan oralit sebagai
penanganan awal diare. Di wilayah kerja Puskesmas Landasan Ulin penggunaan
oralit di masyarakat masih belum diketahui secara pasti, sehingga penulis merasa
2
tertarik untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu bahan pertimbangan dan perbandingan dalam upaya peningkatan
penanggulangan masalah diare pada bayi dan balita dalam keluarga.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu bayi balita yang berkunjung
di poli anak puskesmas landasan ulin tentang pemakaian oralit/pengganti oralit
sebagai penanganan awal diare pada bulan agustus 2010.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan
tindakan ibu bayi balita yang berkunjung di poli anak puskesmas landasan ulin
tentang pemakaian oralit/pengganti oralit sebagai penanganan awal diare pada bulan
agustus 2010.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan didapatkan manfaaat sebagai berikut:
a. Bagi responden diharapkan mampu menambah pengetahuan dan dapat
menggunakan oralit/pengganti oralit sebagai penanganan awal terhadap diare.
b. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman serta dapat menjadi sarana untuk penerapan ilmu yang telah
didapatkan.
3
c. Bagi instansi terkait penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran
penggunaan oralit sebagai penanganan awal diare di masyarakat sehingga
dapat menjadi masukan bagi pelaksana program kesehatan selanjutnya
khususnya penangana diare.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Kesehatan
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar
maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan:
berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai
dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk
pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang
menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang
berhubungan dengan kesehatan.8
Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,
dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice).
Sedangkan stimulus atau rangsangan terdiri dari tiga unsur pokok, yakni: sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian
secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:1
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia
berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi
5
penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya), maupun
aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit
tersebut.
Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan
tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni:
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan (health promotion behavior)
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior),
2. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour), yakni respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
3. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan, adalah respons seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini
antara lain mencakup :
a.Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya komponen,
manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b.Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-
segi hygiene pemeliharaan teknik dan penggunaannya.
c.Perilaku sehubungan dengan limbah, balk limbah padat maupun limbah cair.
Termasuk di dalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang
sehat.
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk
6
kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga perilaku di atas ini diukur dari:8
a.pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(knowledge)
b.sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan ( attitude)
c.praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan
mated pendidikan yang diberikan (practice)
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni:1
a) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini
sikap subjek sudah mulai terbentuk
c) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
7
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responder sudah lebih baik lagi
d) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus
e) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan. kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namur demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas. Apabila
penerimaan perilaku melalui proses seperti ini, dimana disadari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng (long lasting), dan sebaliknya.1
b. Sikap (Attitude)
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Dalam
penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang
peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit
diare (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan
ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak
terkena diare. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja
8
sehingga ibu tersebut berniat akan memberikan oralit kepada anaknya untuk
mencegah anaknya dehidrasi. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan, yakni:8
1) Menerima (Receiving)
Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek
2) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu
benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut
3) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
terhadap suatu masalah.
4) Bertanggung jawab (Responsible)
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaiamana pendapat atau pernyataan
responder terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan pernyataan pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan
pendapat responden.(Sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak
setuju)
c. Praktek atau Tindakan (Practice)
Tingkat-tingkat praktek : 8
9
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil
2. Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka is sudah mencapai
praktek tingkat tiga.
4. Adaptasi (Adaptation)
Merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu
sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya
tersebut.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan meningkatkan resiko terjadinya
diare, perilaku tersebut antara, lain :9
a) Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih
besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita
dehidrasi berat juga lebih besar.
a) Menggunakan botol susu, penggunakan botol ini memudahkan pencernaan
oleh kuman , karena botol susah dibersihkan.
10
b) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar clan kuman akan
berkembang biak.
b) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran dirumah dapat
tedadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar
menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
c) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
d) Tidak membuang tinja (termasuk t inja bayi) dengan benar. Sering
beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya
B. Diare
a. Definisi
Diare atau penyakit diare berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang
berarti mengalir terus, merupakan suatu pengeluaran tinja encer lebih dari 3 kali
sehari, dengan/atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja. 10,11
Menurut WHO, diare adalah berak cair lebih dari 3 kali dalam 24 jam.
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan
cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air
besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi buang air
11
besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan
anak bila frekuensinya lebih dari 3 kali.12
b. Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar,
tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
oleh infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare dapat dilihat dari skema
berikut :10
Gambar 1. Skema etiologi penyakit diare 10
c. Epidemiologi
Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan masalah masyarakat di
Indonesia. Di kota Banjarbaru, penyakit diare pun masih merupakan masalah
kesehatan yang utama. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit
diare di Banjarbaru, diantaranya:5
12
1. Kesehatan lingkungan yang masih belum memadai, keadaan gizi,
kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat
yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan
penyakit diare ini.
2. Secara geografis wilayah Banjarbaru berada dalam daerah tropis dengan
kelembaban udara tinggi sehingga cukup baik untuk berkembang biaknya
penyakit menular utamanya yang berbasis lingkungan. Pada musim kemarau
air sungai tercemar air laut sehingga berbagai jenis penyakit saluran
pencernaan semakin meningkat seperi diare, thypoid dan disentri.
3. Tidak sedikit warga yang masih menggunakan air sungai sebagai salah satu
bahan baku air bersih dan sebagai air minum utama yang dari segi kualitas
tentu sangat riskan untuk kesehatan.
4. Banyaknya pedagang kaki lima yang sering tidak kita ketahui bagaimana
hygiene sanitasinya.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan resiko terjadinya diare, perilaku tersebut antara lain:9
a) Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih
besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi
berat juga lebih besar.
13
b) Menggunakan botol susu, penggunakan botol ini memudahkan pencernaan oleh
kuman , karena botol susah dibersihkan.
c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa
jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.
d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Perncemaran dirumah dapat terjadi
kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh
air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak.
f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering beranggapan
bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia.
d. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:12
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbullah diare.
14
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Diare akut
Patogenesis diare akut oleh infeksi, terutama oleh virus dan bakteri, dapat
digambarkan sebagai berikut : 9,13
Patogenesis Diare Yang Disebabkan Oleh Virus
- Penyakit diare pada anak biasanya sering disebabkan oleh rotavirus. Virus ini
menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak.
- Virus masuk kedalam tubuh bersama makanan dan minuman
- Virus sampai kedalam sel epitel usus halus dan menyebabkan infeksi serta
jonjot-jonjot (villi) usus halus.
- Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru yang
berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang. Sehingga
fungsinya masih belum baik.
15
- Villi-villi mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan
dengan baik.
- Cairan makanan yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus.
- Terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak
terserap terdorong keluar usus melalui anus, sehingga terjadi diare.
Patogenesis Penyakit Diare Yang Disebabkan Oleh Bakteri
- Bakteri masuk kedalam tubuh manusia melalui perantaraan makanan atau
minuman yang tercemar oleh bakteri tersebut.
- Di dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, tetapi apabila
jumlah bakteri cukup banyak ada bakteri yang dapat lolos sampai ke dalam
duodenum.
- Didalam duodenum bakteri akan berkembang biak sehingga jumlahnya
mencapai 100.000.000 koloni atau lebih per mililiter cairan usus halus.
- Dengan memproduksi enzim mucinase bakkteri berhasil mencairkan lapisan
lendir dengan menutupi permukaan sel epitel usus, sehingga bakteri dapat
masuk kedalam membran (dinding) sel epitel
- Didalam membran bakteri mengeluarkan toksin (racun) yang disebut sub unit
A dan sub unit B
- Sub unit B akan melekat di dalam membran dan sub unit A akan bersentuhan
dengan membran sel, serta mengeluarkan CAMP (Cyclic Adenosine
Monophosphate)
16
- CAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus dibagian kripta villi dan
menghambat cairan usus di bagian apikal villi, tanpa menimbulkan kerusakan
sel epitel usus.
- Sebagai akibat adanya ransangan sekresi cairan yang berlebihan tersebut,
volume cairan di dalam lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini akan
menyebabkan dinding usus akan mengakan kontraksi sehingga terjadi
hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan kebawah atau ke
usus besar.
Diare kronik
Patogenesis diare kronik lebih rumit karena terdapat beberapa faktor yang satu
sama lain saling mempengaruhi.
Faktor-faktor tersebut antara lain:4
- Infeksi bakteri, misalnya ETEC (Entero Toxigenic E. Coli) yang sudah
resisten terhadap obat. Juga diare kronik dapat terjadi kalau ada pertumbuhan
bakteri berlipat ganda (over growth) dari bakteri non patogen, seperti :
Pseudomonas, Klebsiella dsb.
- Infeksi parasit : terutama E. Histolytica, Giardia lamblia, Trichuris trichiura,
Candida, dsb
- KKP (Kekurangan Kalori Protein)
Pada penderita KKP terdapat atrofi semua organ termasuk atrofi mukosa usus
halus, mukosa lambung, hepar dan pankreas. Akibatnya terjadi defisiensi
enzim yang dikeluarkan oleh organ-organ tersebut (laktase, maltase, sukrase,
17
HCl, tripsin, pankreatin, lipase dsb) yang menyebabkan makanan tidak dapat
dicerna dan diabsorpsi dengan sempurna. Makanan yang tidak diabsorpsi
tersebut akan menyebabkan tekanan osmotik koloid di dalam lumen usus
meningkat yang menyebabkan terjadinya diare osmotik. Selain itu juga akan
menyebabkan over growth bakteri yang akan menambah beratnya malabsorpsi
dan infeksi.
- Gangguan imunologik
Usus merupakan organ utama dari daya pertahanana tubuh. Defisiensi dari
Secretory Immunoglobulin A (SIgA) dan Cell Mediated Immunity (CMI) akan
menyebabkan tubuh tidak mampu mengatasi infeksi dan infestasi parasit
dalam usus. Akibatnya bakteri, virus, parasit dan jamur akan masuk ke dalam
usus dan berkembang biak dengan leluasa sehingga terjadi over growth
dengan akibat lebih lanjut berupa diare kronik dan malabsorpsi makanan.
e. Penatalaksanaan
WHO menetapkan 4 unsur utama dalam penanggulangan diare akut yaitu:5,14
- Pemberian cairan, berupa upaya rehidrasi oral (URO) untuk mencegah
maupun mengobati dehidrasi.
- Melanjutkan pemberian makanan seperti biasa, terutama ASI, selama diare
dan dalam masa penyembuhan.
- Tidak menggunakan antidiare, sementara antibiotik maupun antimikroba
hanya untuk kasus tersangka kolera, disentri, atau terbukti giardiasis atau
amubiasis.
18
- Pemberian petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta keluarganya tentang
upaya rehidrasi oral di rumah, tanda-tanda untuk merujuk dan cara mencegah
diare di masa yang akan datang.
Tatalaksana penderita diare di sarana kesehatan adalah :
a. Rehidrasi oral dengan oralit.
b. Memberikan cairan intravena dengan Ringer Laktat untuk penderita diare dengan
dehidrasi berat dan tidak bisa minum.
c. Penggunaan obat secara rasional.
d. Nasihat tentang meneruskan pemberian makanan, minuman, rujukan dan
pencegahan.
Tatalaksana penderita diare di rumah adalah :
a. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti : kuah sayur, air tajin, dan
larutan gula garam. Bila ada berikan oralit.
b. Meneruskan pemberian makanan lunak yang tidak merangsang selama diare serta
makanan ekstra sesudah diare.
c. Membawa penderita diare ke sarana kesehatan, bila :
Buang air besar makin sering dalam jumlah banyak
Muntah terus menerus
Rasa haus yang nyata
Tidak dapat minum/ makan
Demam yang tinggi
Ada darah dalam tinja
19
Kondisi tidak membaik dalam 48 jam
f. Pencegahan
Tujuh intervensi pencegahan diare yang efektif yaitu:10
1. Pemberian ASI.
2. Memperbaiki makanan sapihan.
3. Menggunakan air bersih yang cukup banyak
4. Mencuci tangan.
5. Menggunakan jamban keluarga.
6. Cara membuang tinja yang baik dan benar.
7. Pemberian imunisasi campak.
C. Oralit
1. Definisi Oralit
Oralit merupakan salah satu cairan pilihan untuk mencegah dan mengatasi
dehidrasi. Oralit sudah dilengkapi denan elektrolit, sehingga dapat mengganti
elektrolit yang ikut hilang bersama cairan. Kandungan oralit yang utama adaah
campuran antara NaCl dengan gula (glukosa atau sukrosa). Fungsi oralit yang utama
adalah menjaga keseimbangan jumlah cairan dan mineral dalam tubuh. Oralit
merupakan satu-satunya obat yang dianjurkan untuk mengatasi diare yang
menyebabkan banyak kehilangan cairan tubuh.4
20
Oralit tidak menghentikan diare, tetapi mengganti cairan tubuh yang hilang
bersama tinja. Dengan mengganti cairan tubuh tersebut, terjadinya dehidrasi dapat
terhindarkan.15
2. Rehidrasi Oral Menggunakan Oralit
Sudah lama para ahli mendambakan adanya cairan oral yang dapat dipakai
dalam menghadapi diare akut. Saat ini tersedia cairan yang disebut oralit yang dapat
dipakai untuk “mengobati” penderita diare dengan dehidrasi ringan dan sedang, dan
mencegah terjadinya dehidrasi berat. Juga oralit ini bila diberikan bersama-sama
dengan cairan intravena ternyata dapat menurunkan mortalitas diare dengan dehidrasi
berat.
Selain khasiat tadi, rehidrasi oral yang diberikan sedini mungkin sewaktu
diare, mempunyai keuntungan lain, yaitu: penyediaan dan pemberian mudah, cepat
dapat diberikan, harganya murah, tidak perlu steril, dapat diberikan oleh tenaga
paramedic maupun ibu rumah tangga, dan dengan pemberian oralit per oral
kebutuhan cairan intravena dapat dikurangi sampai 50%. 16
3. Pemberian Oralit pada Prematuritas dan Neonatus
Secara teoritis memang pemberian oralit pada prematuritas dan neonates harus
berhati-hati, karena :16
1. Sampai umur 2-3 minggu, daya konsentrasi ginjal kurang baik jika
dibandingkan dengan fungsi ginjal pada anak besar.
2. Relative diperlukan lebih banyak air untuk mengeluarkan jumlah elektrolit
yang sama jika dibandingkan dengan faal ginjal pada anak besar. Juga ginjal
21
pada neonates terutama BBLR belum sanggup meninggikan konsentrasi urin
untuk menahan air jika diperlukan (pada keadaan dehidrasi)
3. Keseimbangan asam basa sukar dipertahankan karena produksi amoniak oleh
ginjal belum cukup
4. Bila ada kesukaran pernafasan, mudah terjadi gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit dengan akibat mudah terjadi dehidrasi dan asidosis.
Walaupun pemberian oralit relatif aman, pemberian oralit pada prematuritas
dan neonates tetap harus hati-hati. Untuk prematuritas dan neonates, oralit
diberikan selang-seling dengan ASI.16
4. Patofisiologi Rehidrasi Oral
Dasar terapi rehidrasi oral adalah pada keadaan diare ternyata fungsi absorpsi
usus halus masih baik. Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2
cara:16
1. Transport aktif : Penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh
enterosit yang terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1
molekul glukosa dan Na+, bersama-sama dengan absorpsi glukosa dan Na+ ini
secara aktif juga terabsopsi air. Glukosa masuk kedalam ruang interseluler dan
subseluler, kemudian masuk ke dalam peredaran darah.Na+ masuk ke dalam
sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang terdapat pada
basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na
22
(sodium pump). Dengan masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran darah,
tekanan osmotic meningkat dan memperbanyak terjadinya penyerapan air.
2. Transport pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic. Setelah
Na+ masuk ke dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan osmotic
plasma meningkat dan akan menarik air, glukosa dan elektrolit secara pasif.
5. Oralit : Terapi Utama Dehidrasi Pada Diare
Karena bahaya diare terletak pada dehidrasi maka penanggulangannya dengan
cara mencegah timbulnya dehidrasi dan rehidrasi intensif bila telah terjadi dehidrasi.
Rehidrasi adalah upaya menggantikan cairan tubuh yang keluar bersama tinja dengan
cairan yang memadai melalui oral atau parenteral.17
Cairan rehidrasi oral yang dipakai oleh masyarakat adalah air kelapa, air tajin,
air susu ibu, air the encer, sup wortel, air perasan buah dan larutan gula garam (LGG).
Kekurangan pada LGG ini adalah tidak memiliki sumber ion kalium dan buffer
seperti pada oralit. Pemakaian cairan ini lebih dititik beratkan pada pencegahan
timbulnya dehidrasi. Sedangkan bila terjadi dehidrasi sedang atau berat sebaiknya
diberi minum oralit.17
6. Cara Pembuatan dan Pemberian Oralit
23
Takaran umum oralit, 1 bungkus oralit 200 cc dimasukkan ke dalam 1 gelas
belimbing air diaduk sampai larut. Oralit diberikan ke penderita sedikit demi sedikit
dengan sendok, jangan sekaligus banyak. Jika penderita muntah, berikan 1 sendok
oralit, tunggu 5-10 menit, lanjutkan lagi sedikit demi sedikit. Usahakan jumlah yang
diberikan 10-15 cc/kgBB/jam. Jumlah ini sesuai dengan kecepatan pengosongan
lambung.15
Cara yang benar dalam pemberian larutan oralit, yaitu dengan diteguk sedikit
demi sedikit, 2-3 teguk lalu berhenti tiga menit. Dengan demikian kita memberikan
kesempatan oralit diserap oleh usus untuk menggantikan garam dan cairan yang
hilang dalam feses. Prosedur ini harus diulang terus menerus sampai satu gelas
habis.15
Bila diare hebat masih berlanjut, minum oralit harus diteuskan sampai
beberapa bungkus (3-5) sehari. Dengan cara minum yang benar, oralit biasanya akan
menghentikan diare dengan cepat dan efisien.15
7. Efek Samping
Efek samping hanya dapat terjadi pada takaran yang terlalu tinggi atau pekat
yang mengakibatkan rasa kantuk, lidah bengkak, denyut jantung cepat, kulit
memerah.4
24
Untuk menghindari terbukanya luka-luka usus atau perdarahan, hendaknya
penderita diare beristirahat total. Perlu juga melakukan diet makanan yang
merangsang (asam, pedas) serta makanan yang tidak mudah dicerna (berserat tinggi)
dan berlemak.4
8. Perilaku Ibu Bayi dan Balita Terhadap Oralit
Peranan ibu dalam pemberian oralit untuk mencegah dehidrasi dan kematian
karena diare sangat mutlak dan menentukan. Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat mengenai pemakaian oralit pada diare, dokter puskesmas
memegang peranan yang paling penting.17
BAB III
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP
A. Landasan Teori
Penyakit diare di Kalimantan Selatan masuk dalam golongan penyakit
terbesar yang angka kejadiannya cukup tinggi. Keadaan ini didukung oleh faktor
25
lingkungan yaitu banyaknya daerah pemukiman penduduk dan kurangnya
pengetahuan ibu dalam menjaga kesehatan anak. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan Kalimantan Selatan, insidance rate diare tahun 2006 yaitu
19,5.per 1000 penduduk. Penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas Landasan
Ulin bulan Januari sampai Juni 2010 masih cukup tinggi, rata-rata 58 kasus tiap
bulan dan termasuk dalam 10 (sepuluh) besar penyakit terbanyak.6
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar
maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan:
berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai
dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk
pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang
menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang
berhubungan dengan kesehatan.8
Morbiditas dan mortalitas penyakit diare walaupun sudah banyak turun,
tetapi merupakan penyebab terbanyak kematian. Lima juta anak di dunia
meningkat tiap tahun, 125.000 di antaranya pada anak balita di Indonesia. Di
antara yang sembuh tidak sedikit yang menjadi diare persisten dan gizi kurang.
Penyebab utama kematian adalah tatalaksana yang, salah. Selama dua dasawarsa
26
terakhir (1971-1990), tatalaksana diare telah mengalami perubahan yang
radikal Sebagai tatalaksana awal penyakit diare rehidrasi oral lebih
diutamakan. tindakan tersebut ditujukan untuk mencegahh dehidrasi atau
kekurangan cairan, yang dapat berakibat fatal. Di Indonesia rehidrasi oral
menggunakan minimum yang mengandung elektrolit dan gula yang dikenal
sebagai oralit atau bubuk garam diare.13
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif terhadap tingkat pengetahuan, sikap
dan tindakan ibu bayi balita yang berkunjung di poli anak puskesmas landasan ulin
27
tentang pemakaian oralit/pengganti oralit sebagai penanganan awal diare pada bulan
agustus 2010 yang bersifat cross sectional.
B. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah ibu bayi dan balita yang berkunjung di poli anak
puskesmas landasan ulin pada bulan Agustus 2010. Sampel penelitian ini adalah ibu
bayi dan balita yang datang ke Puskesmas Landasan Ulin periode 16 Agustus-21
Agustus 2010.
C. Instrumen Penelitian
Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner.
D. Variabel Penelitian
Varibel yang diamati pada penelitian ini meliputi:
- Tingkat pengetahuan ibu bayi dan balita tentang penggunaan oralit/pengganti
oralit
- Tingkat sikap ibu bayi dan balita tentang penggunaan oralit/pengganti oralit
- Tingkat tindakan ibu bayi dan balita tentang penggunaan oralit/pengganti oralit
Selain itu disertakan profil responden yang meliputi:
- Umur
- Pendidikan
- Pekerjaan
28
E. Definisi Operasional
1. Perilaku adalah respons atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan :
berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan Tindakan).
2. Ibu bayi dan balita adalah wanita yang memiliki bayi dan balita.
3. Oralit adalah cairan rehidrasi oral dengan formula lengkap yang mengandung
Kalium Klorida 0,3 g, Natrium Clorida 0,7 g, Natrium Sitrat 0,58 g, Glukosa
anhidrat 4,0 g.
4. Pengganti oralit adalah cairan rehidrasi oral tidak lengkap, misalnya larutan
gula garam, air tajin, air kelapa dan lain-lain.
5. Pengetahuan ibu adalah pengetahuan tentang penggunaan :
a. Oralit sebagai penanganan awal pada anak diare
b. Kegunaan oralit
c. Oralit dapat diperoleh dimana saja selain di puskesmas
d. Cairan apa yang dapat menggantikan oralit
e. Cara pengolahan oralit yang benar
f. Cara pemberian oralit
Berikut adalah skoring untuk pengetahun:
No. Pengetahuan Skoring1. Baik 9-122. Cukup baik 5-83. Kurang baik 0-4
29
Sikap ibu adalah sikap terhadap pemberian oralit bila anak diare:
a. Bila anak diare diberikan oralit’
b. Oralit hanya berfungsi sebagai pengganti cairan
c. Selain di puskesmas, tempat lain seperti posyandu, took obat, balai
pengobatann sedia oralit.
d. Air gula garam, air the, air kelapa, air sop dapat digunakan sebagai
pengganti oralit.
e. 1 b ungkus oralit hanya boleh dilarutkan dalam satu gelas air matang (±
200cc).
f. Tiap BAB anak harus diberikan oralit sebanyak anak mau.
Berikut adalah skoring untuk sikap:
No. Sikap Skoring1. Baik 4-62. Kurang
baik
0-3
Tindakan ibu adalah tindakan terhadap pemberian orait bila anak diare:
a. Ibu memberikan oralit bila anak diare
b. Apakah pada awal diare memberikan obat selain oralit
30
c. Mendpatkan oralit darimana
d. Bila tidak ada oralit apakah diberikan air the, air gula garam, air kelapa,
air sop.
e. Pengolahan oralit apakah benar
f. Tiap BAB anak diberi oralit sebanyak anak mau
Berikut adalah skoring untuk tindakan:
No. Tindakan Skoring1. Baik 3-52. Kurang
baik
0-2
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Dibuat kuesioner yang berisi identitas, tingkat pengetahuan dan tingkat sikap
dan tingkat tindakan mengenai penggunaan oralit pada bayi dan balita diare.
2. Validitas kuesioner diuji.
3. Kuesioner yang telah valid ditanyakan kepada responden.
4. Hasil kuesioner ditabulasikan berdasarkan umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, tingkat pengetahuan, tingkat sikap, dan tingkat tindakan.
31
5. Diambil kesimpulan dari hasil tabulasi tersebut sebagai gambaran
pengetahuan, sikap dan tindakan ibu bayi dan balita terhadap pengguanaan
oralit sebagai penanganan awal diare.
G. Cara Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dikelompokkan berdasarkan pendidikan, umur
dan pengetahuan ibu bayi – balita mengenai oralit. Setelah itu data ditabulasi dan
dianalisis secara deskriptif.
H. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Landasan Ulin. Penelitian ini
dimulai pada tanggal 16 Agustus 2010 – 21 Agustus 2010.
KEGIATAN MINGGU KE1 2 3 4
1. Penyusunan Proposal2. Penyusunan Kuisioner3. Persiapan Lapangan4. Uji Coba Kuisioner
32
5. Pengumpulan Data6. Pengolahan Data7. Analisis Data8. Penyusunan Laporan
33