View
177
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
SUKU TORAJA
Rambu Solo, tradisi, ritual pemakaman suku TorajaSuku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Asal usul kata Toraja sampai saat ini masih menjadi perdebatan termasuk berbagi versi dan referensi masing-masing. Ada beberapa versi asal kata Toraja diantaranya sebagai berikut; dari istilah orang Bugis yang menyebut, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". Namun beberapa sumber lain menyatakan bahwa orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya (dalam keseharian kita masih sering mendengar orang-orang tua di Toraja menyebut Toraja dengan kata tersebut), berasal dari 2 kata yakni To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar | bisa diartikan orang-orang besar atau
bangsawan). Seiring waktu dan beberapa perubahan ejaan, kata Toraja masih mempertahankan ejaan lama dalam penulisannya. Adapun kata Tana dapat diartikan sebagai negeri. Hingga dikemudian hari wilayah pemukiman mayoritas suku Toraja lebih dikenal dengan sebutan Tana Toraja, yang akhirnya menjadi nama kabupaten dalam wilayah admistrasi Provinsi Sulawesi Selatan. Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Diatas adalah beberapa versi yang sering kita baca dari berbagai literatur. Memang jika menyangkut asal-usul nama Toraja masih perlu dikaji lebih mendalam sumber sejarahnya, dan hal tersebut tentunya bukanlah sesuatu yang mudah tanpa kerjasama dari berbagai pihak. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.
Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor pariwisata yang terus meningkat.
Identitas etnis
Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelumpenjajahan Belanda dan masa pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal di daerah dataran tinggi, dikenali berdasarkan desa mereka, dan tidak beranggapan sebagai kelompok yang sama.
Meskipun ritual-ritual menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam dialek, hierarki sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran tinggi Sulawesi. "Toraja" (dari bahasa pesisir ke, yang berarti orang, dan Riaja, dataran tinggi) pertama kali digunakan sebagai sebutan penduduk dataran rendah untuk penduduk dataran tinggi.[3]Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki hubungan perdagangan dengan orang luar—seperti suku Bugis dan suku Makassar, yang menghuni sebagian besar dataran rendah di Sulawesi—daripada dengan sesama suku di dataran tinggi.
Kehadiran misionaris Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di wilayah Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata di Tana Toraja.[4] Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis utama—suku Bugis (kaum mayoritas, meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut), suku Mandar (pedagang dan nelayan), dan suku Toraja (petani di dataran tinggi).[6]
Sejarah
Tongkonan, rumah adat tradisional suku Toraja
Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara dan Cina selatan, dipercaya sebagai tempat asal suku Toraja. Telah terjadi akulturasi panjang antara ras Melayu di Sulawesi dengan imigran Cina. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi.
Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islam di Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar dan Bugis.
Belanda melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar wilayah Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut. Pada tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status
regentschap, dan Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.
Misionaris Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat dari suku Toraja karena penghapusan jalur perdagangan yang menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja telah dipindahkan ke dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti kekayaan para elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda tersebut tidak merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit orang Toraja yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja yang berubah agama menjadi Kristen.
Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang-orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan 1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen.
Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
A. Adat dan kebiasaan suku toraja (Upacara Adat Rambu Solo' (Upacara Pemakaman)
RambuSolo dalah upacara adat kematian masyarakat Toraja yang bertujuan
untukmenghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam
roh,yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah
tempatperistirahatan. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan
kematiankarena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah
seluruhprosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebuthanya
dianggap sebagai orang sakit atau lemah, sehingga ia tetap diperlakukanseperti halnya orang
hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberihidangan makanan dan minuman bahkan
selalu diajak berbicara.
Puncak dari upacara Rambu solo ini dilaksanakandisebuah lapangan khusus. Dalam
upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual,seperti proses pembungkusan jenazah,
pembubuhan ornament dari benang emas danperak pada peti jenazah, penurunan jenazah ke
lumbung untuk disemayamkan, danproses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan
terakhir.
Selain itu, dalam upacara adat ini terdapatberbagai atraksi budaya yang
dipertontonkan, diantaranya adu kerbau,kerbau-kerbau yang akan dikorbankan di adu terlebih
dahulu sebelum disembelih,dan adu kaki. Ada juga pementasan beberapa musik dan beberapa
tarian Toraja.
Kerbau yang disembelih dengan cara menebas leherkerbau hanya dengan sekali
tebasan, ini merupakan ciri khas masyarakat TanaToraja. Kerbau yang akan disembelih
bukan hanya sekedar kerbau biasa, tetapikerbau bule Tedong Bonga yang harganya berkisar
antara 10 50 jutaatau lebih per ekornya.
B. Sistem Religi Dan Upacara Keagamaan Suku Toraja
Berikut ini adalah penjelasan Sistem Religi Dan Upacara Keagamaan Suku Toraja :1. Sistem religi.
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik
yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos
Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian
digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta.
Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan
dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah,
dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan
tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi
umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa
Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi
gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan),
dan lainnya.
Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan
pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk
bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan
kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual
keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum
yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku
Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya
digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya.
C. Gaya Bangsa Suku Turaja
Menurut Kamus Toradja – Indonesia 1972, arti Londe adalah: pantun, ma’londe: berpantun;
silonde; berbalas-balasan berpantun. Jadi pengertian Londe adalah pantun tradisonal khas
orang Toraja. Tujuan Londe adalah untuk mengungkapkan pikiran (pandangan tentang
sesuatu hal), mengungkapkan perasaan, memberikan ajaran, memberi nasehat, memberikan
semangat, dll.
Londe (pantun) dikomunikasikan atau disampaikan dengan intonasi tertentu dengan
menggunakan bahasa sastra khas toraja. Susunan kata-kata Londe diwariskan secara turun-
temurun sehingga dengan mudah dihafal dan diungkapkan secara spontan oleh yang sering
melakukan londe. Bahasa sastra yang digunakan adalah bahasa yang mudah dimengerti dan
berkesan santai namun bersifat metaforik.
Pada umumnya sebuah Londe terdiri dari 4 (empat) baris:
Baris I (pertama)terdiri dari: 8 (delapan) suku kata,
Baris II (kedua) terdiri dari: 7 (tujuh) suku kata,
Baris III (ketiga) terdiri dari: 5 (lima) suku kata,
Baris IV (keempat) terdiri dari: 7 (tujuh) suku kata.
Ketentuan tersebut memungkinkan Londe dapat dilantunkan dengan diintonasikan tertentu
dengan gaya bahasa khas Londe (Pantun Toraja). Selain diungkapkan dalam bentuk pantun,
susunan kata-kata dalam Londe sering juga digunakan dalam syair lagu dalam melagukan
berbagai jenis musik nyanyian khas tradisional Toraja, seperti: Pa’Marakka, Pa’Sailo’, Pa’
Anduru’ Dalle, dll.
Seperti pada umumnya yang menimpa karya sastra tradisional di Indonesia akibat pengaruh
kuat modernisasi, karya satra Toraja-pun seperti Londe sudah jarang dilakukan karena
dianggap ketinggalan zaman.
Contoh: Londe (Pantun Toraja)
Tempon nene’ todolota
Nasilonde-londemo
Make’ totemo
Dikka’mo kamalingan.
Bunga-bunga lamban lian
Panden nabala salu
Kumpangko mai
Angku rande pala’ko
Alla’ko kagereng-gereng
Lako manuk lundara
Manda’ rompona
Bintin balabatunna
Mukkunko mambaya bubun
Usseroi turunan
Anna lenduk tau
Umpembore-borei
Garangki lembang sura’
Lopi dimaya-maya
Latanai sola dua
Umpamisa’ penaa
Bu’tu allo sae uran
Untuang kinallomu
Tumbari iko
Muma’koko kalepak
Misa’ kada dipotuo
Dipatorro marampa’
Pantan kadaki’
Diposisala-sala
Tondok ballo tu tondokta
Senga’ tampa rupanna
Nasimbo-simbo
Darinding kaanglean
Pustaka:
A.T. Marampa’, Sastra Budaya Toraja
J.B. Lebang, Londe-londena Toraya
J. Tammu dan H. Van der Venn, Kamus Toradja-Indonesia 1972
D. Kuliner Suku Toraja
7 Kuliner Khas Tana Toraja
1. Pantollo Lendong (Belut)
Pantollo Lendong (Belut)
Pantollo Lendong merupakan kuliner khas tana toraja yang terbuat dari bahan dasarnya
adalah belut, diolah seperti memasak rawon dan dicampur menggunakan bumbu rempah-
rempah khas toraja. Makanan ini biasanya disajikan dalam acara-acara adat masyarakat
Toraja.
2. Pantollo’ Duku ( Daging Babi)
Pantollo’ Duku ( Daging Babi)
Pantollo Duku sama seperti dengan pantollo lendong, yang jadi pembedanya Pantollo Duku
menggunakan bahan dasar dari daging babi, Pantollo Duku ini juga diolah seperti memasak
rawon yang dicampur dengan bumbu-bumbu khas toraja, tetapi ada tambahannya seperti
lombok katokkon rasanya sangat pedas.
3. Pantollo Bale (Ikan)
Pantollo Bale (Ikan)
Pantollo Bale (Ikan) kuliner khas tana toraja ini berbahan dasar dari ikan mas, biasanya juga
bisa menggunakan ikan lele atau ikan lainnya, pengolahanya berbeda dengan Pantollo’ Duku
( Daging Babi) dan Pantollo Lendong (Belut), Pantollo Bale (Ikan) tidak memakai kuah,
hanya digoreng atau dipanggang dan beri bumbu rempah-rempah khas tana toraja.
4. PA’TONG Atau RW
A’TONG Atau RW
Pa’tong Atau RW makanan khas tana toraja yang berbahan dasar dari daging anjing yang
diolah dengan menggunakan berbagai macam bumbu rempah-remapah. Pa’tong terkenal
dengan rasa pedasnya yang luar biasa karena menggunakan cabe rawit dan lengkuas sebagai
bumbu utama. Bagi anda yang beragama islam jangan pernah mencicipi kuliner ini karena
menurut islam kuliner ini terbilang kuliner haram untuk dikonsumsi.
5. Pa’Piong Bai ( Babi )
Pa’Piong Bai ( Babi )
Pa’piong Babi adalah kuliner khas tana toraja yang dimasak dengan bahan dasar daging babi,
yang dicampur dengan sedikit rempah-rempah bersama dengan lombok katokkon,
Pemasakannya pun sangat unik. Uniknya, dading babi yang sudah diberi bumbu dimasukkan
kedalam bambu yang sudah disediakan, lalau dibakar diatas bara api.
6. Pa’ Piong Manuk ( Ayam )
Pa’ Piong Manuk ( Ayam )
Pa’ Piong Manuk ( Ayam ) makanan khas yang berasal dari tana toraja, Manuk yang artinya
ayam ini adalah masakan dengan bahan dasar dari daging ayam. Cara pengolahan atau
pembuatannya sama dengan pembuatan pa’piong babi. yaitu daging ayam dicampur dengan
daun mayana dan bumbu lalu bisa ditambahi dengan cabe rawit atau lombok katokkon,
Kuliner ini rasanya lezat dan sangat pedas.
7. Pa’piong Bale ( Ikan )
Pa’piong Bale
Yang terakhir adalah kuliner khas tana toraja yang diberi nama Pa’piong bale ( Ikan ),
kuliner ini berbahan dasar dari ikan. Ikan yang biasanya digunakan adalah ikan mas yang
dicampur dengan daun bulunangko, yang dimasak didalam bambu seperti memasak Pa’Piong
Bai ( Babi ), dengan dicampurkan bumbu-bumbu khas tertentu, kemudian dibakar diatas bara
api.
E. Kesinian Suku Toraja
Jenis Tari-Tarian Adat TorajaTarian Suku Toraja - Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara
Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar
500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan
Kabupaten Mamasa. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian
menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah
Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri
atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909.[3] Suku
Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual
pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan
orang dan berlangsung selama beberapa hari.
[ Tarian Tradisional Adat Tanah Toraja ]
1. [ Tarian pa'pangngan ]
Tarian Pa'pangngan
Tarian ini dilakukan oleh gadis-gadis cantik memakai baju hitam atau gelap dan, tentu saja,
ornamen khas Toraja seperti kandaure tersebut. Pangngan Ma 'adalah menari saat menerima
tamu-tamu terhormat yang menyambut dengan kata-kata:
Tanda mo Pangngan mali'ki :
-Kisorong sorong mati
- Solonna pengkaboro'ki '
- Rittingayona mala'bi'ta '
- Inde'mo Sorongan sepu '
- Rande pela'i toda
- Mala'bi tanda Kiala '
- Ki po Rannu matoto '
Kata-kata dan penawaran sirih menunjukkan nilai ditempatkan pada kunjungan dan
menegaskan bahwa para tamu telah diterima dan sekarang dianggap sebagai bagian dari
masyarakat Toraja. Penawaran ini secara simbolis diungkapkan oleh masing-masing penari
memegang sirih (pangngan) yang, dalam perjalanan tarian, ditempatkan dalam kantong di
depan mereka. Kantong tersebut dikenakan oleh wanita lansia kebanyakan di desa-desa dan
mengandung bahan untuk sirih mengunyah sirih pinang campuran, sebuah narkotika ringan
yang noda gigi dan bibir yang jingga-merah. Ia menyerupai tembakau kunyah dan itulah
mungkin alasan mengapa nama diterjemahkan tari adalah Tari Tembakau.
2. [ Tarian Ma'Badong ]
Tarian Ma'Badong
Ma' Badong merupakan salah satu tarian adat Tana Toraja. Tarian ma' badong diadakan pada
upacara kematian (Rambu Solo') yang dilakukan secara berkelompok, para peserta
(pa'badong) membentuk lingkaran dan saling berpegangan dengan mengaitkan jari
kelingking.
Para pa' badong terdiri dari pria dan wanita setengah baya atau para orang tua dengan
pemimpin badong yang biasa disebut sebagai Indo' Badong (perempuan) atau Ambe' Badong
(Laki-laki). pemimpin badong akan melantunkan syair (Kadong Badong) atau semacam
riwayat hidup dari orang yang meninggal mulai dari lahir sampai ia wafat dengan
memberikan kalimat-kalimat syair dan modus nada untuk dinyanyikan oleh semua kelompok
penari sambil berbalas-balasan. gerakannyapun memiliki ritme tersendiri mengikuti syair dari
badong yang dilantunkan.
Dalam Tarian badong beberapa hal yang menjadi keharusan sebagai tata baku badong adalah;
Penari badong paling sedikit berjumlah lima orang, Syair lagu badong adalah syair yang
sudah terstruktur sesuai dengan keempat fungsi ditambahkan dengan riwayat hidup dari
orang yang meninggal
Badong dilaksanakan pada upacara pemakaman di lapangan atau tempat terbuka yang
dikelilingi oleh lantang (Pondok) yang digunakan pada saat upacara kematian berlangsung.
Ma' bodong biasanya dilakukan pada upacara kematian yang dilaksanakan secara besar-
besaran. para peserta badong telah ditentukan untuk melaksanakan tarian badong selama
kegiatan berlangsung utamanya ketika menyambut tamu yang datang. Tarian Ma'badong
kadang menelan waktu berjam-jam, bahkan berlangsung sampai tiga hari tiga malam
sambung menyambung di pelataran duka.
Badong hanya dilakukan di upacara kematian dan bersifat sakral, bukan untuk permainan
sehingga tidak akan dilakukan di upacara yang lain.
Rangkaian gerakan badong berupa gerakan kepala, pundak, tangan, dan kaki, serta
perputarannya tidak mengalami perubahan dan variasi, tetapi berupa tata cara yang masih
sama dengan yang diwariskan turun-temurun.
Masyarakat Tana Toraja Percaya bahwa ma'badong akan menuntun arwah orang yang
meninggal menuju alam peristirahatan yang terakhir yaitu alam Puya.
3. [ Tarian Ma'randing ]
Tarian Ma'randing
Ma'randing penari (pa'randing) di lapangan upacara (rante) dari Kondongan, sebuah foto
yang diambil pada tahun 1938 oleh Claire Holt. Pada pemakaman besar untuk orang-kasta
yang lebih tinggi, tarian prajurit yang disebut ma'randing dilakukan, untuk menyambut para
tamu. pakaian Para penari 'didasarkan pada pakaian prajurit tradisional dan persenjataan.
Pada dasarnya, tarian ma'randing merupakan tarian patriotik atau tarian perang. Kata
ma'randing berasal dari kata randing berarti untuk memuliakan sambil menari. Tarian ini
diadakan untuk menunjukkan keahlian seseorang dalam menangani senjata militer, dan untuk
memuji keberanian dan kekuatan almarhum selama hidupnya. Hal ini ditarikan oleh beberapa
orang, masing-masing membawa perisai besar, pedang dan berbagai ornamen.
Setiap objek yang dikenakan oleh penari memiliki arti sendiri; perisai yang terbuat dari kulit
kerbau (bulalang) merupakan simbol kekayaan karena hanya orang-orang mulia dan kaya
mampu kerbau mereka sendiri; pedang (Doke, bulange la'bo ', la 'bo' pinai, Todolo la'bo ')
menunjukkan kesiapan untuk memerangi datangnya dan, dengan demikian, mereka
melambangkan keberanian. Helm yang terdiri dari tanduk kerbau (tanduk, dimaksudkan
untuk menangkis pukulan) menjadi simbol maskulinitas dan keberanian.
Tarian ini memiliki empat gerakan pokok. Pada gerakan pertama, komandan berbalik untuk
memeriksa anak buahnya dan senjata mereka - ini adalah simbol disiplin. Dalam gerakan
kedua, lengan memegang perisai ditarik keluar dan perisai bergerak bolak-balik dan samping
- sebuah simbol kewaspadaan. Kemudian kaki kanan diangkat sedikit dari tanah sementara
tumit kanan terjebak ke dalam tanah - simbol ketekunan. Akhirnya penari bergerak tiga
langkah mundur atau bergerak penari satu ke kiri dan yang lain ke kanan untuk melihat
gerakan musuh di berbagai arah - juga merupakan simbol kewaspadaan. Selama tarian, para
penari yang berteriak untuk mendorong satu sama lain selama pertarungan. Pengamat akan
bergabung dan juga mulai berteriak. Ini berteriak (peongli) sering dapat didengar di Toraja
dalam berbagai kesempatan.
Tarian ini dilakukan pada upacara pemakaman seorang anggota berani bangsawan lokal. Para
penari juga menemani almarhum ke tempat peristirahatan terakhir itu. Makna asli dari tarian
ini adalah untuk menjaga permusuhan jauh dari desa dan untuk melindungi gadis-gadis muda
dari yang diculik oleh musuh-musuh dari desa-desa tetangga.
4. [ Tarian Ma'dandan ]
Tarian Ma'dandan
Dalam tarian manganda 'sekelompok orang memakai hiasan kepala raksasa koin perak
(rijksdaalder), tanduk kerbau nyata dan kain sakral terbuat dari tari beludru hitam dengan
bunyi bel dan suara teriakan pemimpin, ada tidak bernyanyi. Para hiasan kepala begitu berat
bahwa tarian hanya berlangsung beberapa menit. Dulu pelantikan dilakukan selama rumah
dan upacara panen.
5. [ Tarian Manimbong ]
Tarian Manimbong
Tarian Manimbong juga merupakan tarian pemujaan dan doa pada upacara syukuran.
Perbedaannya ialah tarian ini hanya ditarikan oleh kaum pria. Pakaian, hiasan dan
perlengkapan mereka terdiri dari pakaian khusus untuk pria yaitu Bayu Pokko' dan Seppa
Tallu Buku dan berselempangkan kain tua/antik yakni Mawa' serta mengenakan hiasan
kepala yang terbuat dari bulu burung bawan atau bulu ayam yang cantik.
Perlengkapan mereka yaitu parang kuno (la'bo' pinai) dan sejenis tameng bundar kecil yang
bermotif ukiran Toraja. Gerakan mereka juga diiringi dengan syair lagu khusus. Tarian
Manimbong sering dikombinasikan dengan Tarian Ma'dandan dengan gerakan yang diiringi
oleh irama yang sama, walaupun tempat penari pria dan wanita saling bertukaran tempat ke
depan dan ke belakang, berdiri dan berlutut, dengan diiringi sentakan gerakan-gerakan kaki.
6. [ Tarian Ma'gellu' ]
Tarian Ma'gellu'
Ma'gellu meruakan tarian yang paling terkenal dari Toraja. Penarinya berasal dari beberapa
remaja putri yang menggunakan pakaian khusus penari dan perhiasan emas antik. Tarian
Ma'gellu' adalah salah satu tarian tradisional dari Tana Toraja yang dipentaskan pada acara
pesta "Rambu Tuka" (Pesta Pernikahan) juga tarian ini ditampilkan untuk menyambut para
patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan.
Tetapi tarian ini tabu atau pamali dipentaskan pada acara "Rambu Solo".
7. [ Tarian Manganda ]
Tarian Manganda
Tarian Manganda merupakan Tarian ini dipentaskan oleh kaum pria atau sekelompok Lelaki
yang mempergunakan tanduk kerbau dan hiasan uang-uang logam kuno (oang) sebagai
hiasan kepala ditambah dengan kain mawa' tua terjumbai ke belakang. Para penari
menggunakan juga lonceng/bel kecil yang selalu dideringkan pada saat menari dan bunyinya
sangat merdu dan ritmik. Gerakan tarinya sering dibarengi lengking teriakan yang
mengejutkan penonton Tarian Manganda' adalah tarian pemujaan yang dipentaskan pada
upacara Merok atau Ma'Bua'
8. [ Tarian Ma'Katia ]
Tarian Ma'katia
Tarian Berikutnya adalah Tarian Ma'katia. Jenis Tariaj ini merupakan tarian duka tradisional
untuk menyambut tamu pada upacara pemakaman golongan bangsawan. Para penari
memakai pakaian seragam dengan topi kepala (sa’pi).
Penari berpakaian adat Toraja secara seragam dengan memakai sa'pi'. Dengan gerak gemulai
diiringi lantunan lagu duka untuk menyatakan bahwa mereka juga turut berbagi duka dan
dapat menghibur keluarga yang berduka. Tarian dimainkan saat rombongan keluarga
ataukerabat (totongkon), memasuki arena penerimaan tamu (lantang Karampoan).
9. [ Tarian Pa’pondesan ]
Tarian ini dibawakan oleh beberapa pria dan tidak memakai baju kecuali selama adat khusus.
Para penari memakai kuku tiruan dan diiringi oleh suling. Pa'pondesan merupakan tarian
pemujaan di mana penarinya kaum lelaki. Para penari bertelanjang dada dan hanya
mengenakan semacam selendang yang diselempangkan dari bahu ke pinggang secara
diagonal. Mereka juga mengenakan kuku palsu yang disebut kuku setan kanuku bombo, dan
hiasan kepala yang khas seperti bando dihiasi dengan bambu kesil penuh guntingan-
guntingan kertas disebut Pangarru'. Gerakan dalam tarian ini, senantiasa berputar di
tempatnya mengikuti irama suling yang ditiup oleh empat orang pemain suling (tidak ikut
menari). Alunan suling tersebut sangat menarik dan menyentuh perasaan.
10. [ Tarian Pa' Bonebala ]
Tarian Pa’ Bonebala adalah tarian yang hampir sama dengan tarian Pa’Gellu. Yang
membedakan hanya lagu dan ritme gendangnya, Lain dengan Tarian Ma'gellu' tarian jenis ini
sudah sangat sulit untuk ditemukan.
11. [ Tarian Dao Bulan ]
Tarian Dao Bulan adalah tarian yang dibawakan beberapa remaja putri dan dimainkan secara
massal pada upacara panen atau menyambut tamu. Tarian ini tidak jauh beda dengan tarian
Burake, hanya saja tarian ini sudah di kreasikan dalam bentuk yang baru yang diciptakan oleh
keluarga Tonglo dan berasal dari Kecamatan Bonggakaradeng. Tarian ini dipergelarkan
sebagai tarian pengucapan syukur kepada Puang Matua atas berkatnya terutama keberhasilan
panen.
Pakaian dan perhiasan yang dikenakan oleh para penari hampir sama dengan tarian Burake
namun lebih sederhana. Alat musik pengiring dahulu kala digunakan lesung panjang namun
pada saat sekarang ini telah diganti dengan gendang. Juga tarian ini memiliki lagu khusus
yang dikenal dengan judul Dao Bulan Da'mu mallun len, yang berarti permohonan kepada
sang Pencipta agar berkatNya senantiasa dilimpahkan pada umat manusia sama seperti
terangnya bulan yang senantiasa bersinar.
12. [ Tarian Ma'parando ]
Tarian Ma'parando adalah tarian yang dilakukan di acara kedukaan. Jika ada seseorang
meninggal dunia dan mempunyai cucu dua lapis maka sewaktu penguburannya, semua cucu
perempuan dinaikkan diatas bahu laki-laki dibawa keliling rumah tempat upacara
pemakaman diadakan. Para gadis remaja berpakaian adat lengkap dan diterangi obor pada
malam hari.
13. [ Tarian Ma'dondi ]
Ma’dondi Ditarikan pada upacara pemakaman dan kata-kata yang digunakan pada tarian
Ma’dondi sama dengan Ma’badong tapi beda iramanya.
14. [ Tarian Memanna ]
Tarian Memanna Tarian yang dibawakan di acara pemakaman orang yang mati karena
dibunuh. Para penari berasal dari laki-laki, berpakaian compang-camping dari tikar robek,
ikat kepala dari rumput, senjata dari bambu, perisal dari pelepah pinang atau kulit batang
pisang.
15. [ Tarian Sanda Oninna ]
SUKU TORAJA
DI SUSUNOLEH
YOLA MASITA
SMAN 2 MASAMBATANUN AJARAN 2016/2017
Recommended