View
1.573
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Injeksi Air
Pada lapangan yang sudah melewati batas primary recovery-nya,
dilakukan optimasi produksi dengan cara yang lain salah satunya adalah
injeksi air (water flooding). Mekanisme kerjanya adalah dengan
menginjeksikan air ke dalam formasi yang berfungsi untuk mendesak
minyak menuju sumur produksi, sehingga akan meningkatkan produksi
minyak ataupun dapat juga berfungsi untuk mempertahankan tekanan
reservoir (pressure maintenance)
Gambar 2.1 Mekanisme Waterflood (PT CPI. Waterflood Reservoir
Management School, 2002)
6
2.2 Sejarah Perkembangan dan Aplikasi Waterflood
Penemuan minyak mentah oleh Edwin L. Drake di Titusville pada
tahum 1859 menandai dimulainya era industri minyak bumi. Penggunaan
minyak bumi yang semakin meluas membuat orang mulai berpikir untuk
meningkatkan perolehan produksi minyak bumi. Maka pada awal 1880-an,
J.F. Carll mengemukakan pendapatnya bahwa kemungkinan perolehan
minyak dapat ditingkatkan melalui penginjeksian air dari suatu sumur
injeksi untuk mendorong minyak ke sumur produksi adalah sangat besar.
Eksperimen waterflood pertama tercatat dilakukan di lapangan
Bradford, Pennsylvania pada tahun 1880-an. Dari eksperimen pertama ini,
mulai terlihat bahwa program waterflood akan dapat meningkatkan produksi
minyak. Maka pada awal 1890-an, dimulailah penerapan waterflood di
lapangan- lapangan minyak di Amerika Serikat.
Pada 1907, ditemukan metoda baru dalam pengaplikasian waterflood
di Lapangan Bradford, Pennsylvania, yang disebut sebagai “metoda
lingkar (circular method)”, yang juga tercatat sebagai pengaplikasian
flooding pattern pertama. Karena adanya regulasi pemerintah yang
melarang penerapan waterflood di masa itu, proyek ini dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, sampai larangan itu dicabut pada 1921. Mulai tahun
1921, penerapan waterflood mulai meningkat. Pola pattern waterflood
berubah dari circular method menjadi line method. Pada 1928, pola five spot
ditemukan dan diterapkan secara meluas di lapangan-lapangan minyak.
Selain tahun-tahun tersebut, operasi waterflood juga tercatat dilakukan di
7
Oklahoma pada tahun 1931, di Kansas pada tahun 1935, dan di Texas
pada tahun 1936.
Dibandingkan dengan masa sekarang, penerapan waterflood pada
masa dahulu boleh dibilang sangat sedikit. Salah satu faktor penyebabnya
adalah karena pada zaman dahulu pemahaman tentang waterflood masih
sangat sedikit. Selain itu, pada zaman dahulu produksi minyak cenderung
berada diatas kebutuhan pasar. Signifikansi waterflood mulai terjadi pada
akhir 1940-an, ketika sumur-sumur produksi mulai mencapai batasan
ekonomis (economic limit)nya dan memaksa operator berpikir untuk
meningkatkan producable reserves dari sumur-sumur produksi. Pada 1955,
waterflood tercatat memberikan konstribusi produksi lebih dari 750000
BOPD dari total produksi 6600000 BOPD di Amerika Serikat. Dewasa ini,
konstribusi waterflood mencapai lebih dari 50% dari total produksi minyak
di Amerika Serikat. Injeksi air ini sangat banyak digunakan, alasannya
antara lain:
a. Mobilitas yang cukup rendah
b. Air mudah didapatkan
c. Pengadaan air cukup murah
d. Berat kolom air dalam sumur injeksi turut memberikan tekanan, sehingga
cukup banyak mengurangi tekanan injeksi yang perlu diberikan di
permukaan
e. Mudah tersebar ke daerah reservoir, sehingga efisiensi penyapuannya
cukup tinggi
8
f. Memiliki efisiensi pendesakan yang sangat baik
Sementara itu kelemahan metode waterflood (EOR) antara lain:
a. Biaya yang mahal
b. Kompleksitas pemodelan proses EOR
c. Penentuan base line
d. Jika M > 1 pendesakan air akan berada di deapan minyak
Penginjeksian air bertujuan untuk memberikan tambahan energi
kedalam reservoir. Pada proses pendesakan, air akan mendesak minyak
mengikuti jalur-jalur arus (stream line) yang dimulai dari sumur injeksi dan
berakhir pada sumur produksi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2,
yang menunjukkan kedudukan partikel air yang membentuk batas air-
minyak sebelum breakthrough (a) dan sesudah breakthrough (b) pada
sumur produksi.
Gambar 2.2 Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus
(a) sebelum dan (b) sesudah Tembus Air Pada Sumur Produksi
9
2.3 Perencanaan Waterflood
Perencanaan waterflood didasarkan pada pertimbangan teknik dan
keekonomisannya. Analisa ekonomis tergantung pada perkiraan hasil dari
proses waterflood itu sendiri. Perkiraan ini bisa baik atau buruk tergantung
pada kebutuhan khusus dari proyek atau keinginan pelaksana. Lima langkah
utama dalam perencanaan waterflood adalah:
1. Evaluasi reservoir meliputi hasil produksi dari primary recovery.
2. Pemilihan waterflood plan yang potensial.
3. Perkiraan laju injeksi dan produksi.
4. Prediksi oil recovery untuk setiap perencanaan proyek waterflood.
5. Identifikasi variabel-variabel yang menyebabkan ketidaktepatan analisa
secara teknik.
Analisa teknik produksi waterflood dilakukan dengan memperkirakan
jumlah volume dan kecepetan fluida. Perkiraan diatas juga berguna untuk
penyesuaian atau pemilihan peralatan serta sistem pemeliharaan (treatment)
fluida.
2.4.1 Penentuan Lokasi Sumur Injeksi-Produksi
Pada umumnya di pegang prinsip bahwa sumur-sumur yang sudah
ada sebelum injeksi di pergunakan secara maksimal pada waktu
berlangsungnya injeksi nanti. Jika masih di perlukan sumur-sumur baru
maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk memilih lokasi sebaiknya
digunakan peta distribusi cadangan minyak tersisa. Pada daerah yang sisa
minyaknya masih besar mungkin diperlukan lebih banyak sumur produksi
10
daripada daerah yang minyaknya tinggal sedikit. Peta isopermeabilitas juga
membantu dalam memilih arah aliran supaya penembusan fluida injeksi
(breakthrough) tidak terjadi terlalu dini.
2.4.2 Penentuan Pola Sumur Injeksi-Produksi
Salah satu cara untuk meningkatkan faktor perolehan minyak adalah
dengan membuat pola sumur injeksi-produksi, yang bertujuan untuk
mendapatkan pola penyapuan yang seefisien mungkin. Tetapi kita harus
tetap memegang prinsip bahwa sumur yang sudah ada sebelum injeksi
harus dapat digunakan semaksimal mungkin pada waktu berlangsungnya
injeksi nanti.
Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan pola sumur injeksi
produksi tergantung pada:
a. Tingkat keseragaman formasi, yaitu penyebaran permeabilitas ke arah
lateral maupun ke arah vertikal.
b. Struktur batuan reservoir meliputi patahan, kemiringan, dan ukuran.
c. Sumur-sumur yang sudah ada (lokasi dan penyebaran).
d. Topografi.
e. Ekonomi.
Pada operasi waterflood sumur-sumur injeksi dan produksi umumnya
dibentuk dalam suatu pola tertentu yang beraturan, misalnya pola garis
lurus, empat titik, lima titik, tujuh titik, dan sebagainya (seperti yang terlihat
pada Gambar 2.3). Pola sumur dimana sumur produksi dikelilingi oleh
sumur-sumur injeksi disebut dengan pola normal. Sedangkan bila
11
sebaliknya yaitu sumur-sumur produksi mengelilingi sumur injeksi disebut
dengan pola inverted. Masing-masing pola mempunyai sistem jaringan
tersendiri yang mana memberikan jalur arus berbeda-beda sehingga
memberikan luas daerah penyapuan yang berbeda-beda.
Gambar 2.3 Pola-pola Sumur Injeksi-Produksi
2.4.3 Penentuan Debit dan Tekanan Injeksi
Debit injeksi yang akan ditentukan di sini adalah untuk sumur-sumur
dengan pola tertutup dengan anggapan bahwa mobility ratio (M) sama
dengan satu. Besarnya debit injeksi tergantung pada perbedaan tekanan
injeksi di dasar sumur dan tekanan reservoirnya. Bentuk persamaan
dikembangkan dari persamaan Darcy sesuai dengan pola sumur injeksi-
produksi sebagai berikut:
12
a. Pola Direct Line Drive (d/a ≥ 1)
................... (Persamaan 2.1)
b. Pola staggered line drive (d/a ≥ 1)
................... (Persamaan 2.2)
c. Pola five spot (d/a=0.5)
............................... (Persamaan 2.3)
d. Pola seven pot
............................... (Persamaan 2.4)
Dimana :
i = laju injeksi, bbl/day
Kw = permeabilitas efektif terhadap air, mD
h = ketebalan, ft
∆P = perbedaan tekanan di dasar, psi
µw = viscositas air, cp
d = jarak antar sumur tidak sejenis, ft
a = jarak antar sumur sejenis, ft
rw = jari – jari efektif sumur, ft
13
Persamaan yang disebutkan diatas adalah laju injeksi dari fluida yang
mempunyai mobilitas yang sama (M=1) karena reservoir minyak terisi oleh
cairan saja. Untuk menentukan laju injeksi sampai dengan terjadinya
interferensi digunakan persamaan:
.............................................. (Persamaan 2.5)
Untuk mencapai keuntungan ekonomis yang maksimal, biasanya
diinginkan debit injeksi yang maksimal, namun ada batasan yang harus
diperhatikan. Batas bawah debit injeksi adalah debit yang menghasilkan
produksi minyak yang merupakan batas ekonomisnya. Batas atas debit
injeksi adalah debit yang berhubungan dengan tekanan injeksi yang mulai
menyebabkan terjadi rekahan di reservoir. Analisa berikutnya adalah injeksi
air dari interface sampai dengan fill-up. Besarnya laju injeksi pada perioda
ini dinyatakan dengan persamaan:
iwf = t . i ............................................................................... (Persamaan 2.6)
Dengan diketahuinya laju injeksi pada setiap periode dari perilaku
water flood, maka diramalkan waktu injeksi dari setiap periode.
2.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Waterflood
Fluida dua fasa atau lebih dikatakan immiscible (tidak bercampur) pada
tekanan atau temperatur tertentu jika terbentuk suatu lapisan kasat mata antar
fasa setelah fasa- fasa fluida tersebut dicampurkan satu sama lain sampai
mencapai kesetimbangan kimia. Kehadiran fasa-fasa immiscible ini di
reservoir akan mengubah kemampuan batuan dalam menyalurkan fluida.
14
Fasa-fasa immiscible di reservoir seperti : minyak-air, minyak-gas, air-gas,
atau air-minyak-gas.
Pada waterflood dalam skala mikro, efesiensi pendesakan dipengaruhi
oleh faktor interaksi fluida dan media yang di tempatinya.. Karena di
reservoir terdapat lebih dari satu fasa, maka secara alamiah telah terjadi
interaksi antara batuan dan fluida di reservoir yang sekaligus mempengaruhi
pendesakan fluida. Karena itulah, pemahaman tentang sifat-sifat dasar batuan
reservoir perlu dilakukan.
Karena interaksinya dengan fluida, sifat-sifat batuan reservoir ini
menjadi terbagi atas tiga kelompok, yaitu:
1. Sifat absolut dari batuan itu sendiri, antara lain porositas, permeabilitas,
dan distribusi ukuran pori.
2. Sifat batuan reservoir akibat interaksi batuan dengan fluida reservoir yang
bersifat statis, antara lain tekanan kapiler, wettability, dan contact angle.
3. Sifat batuan reservoir akibat interaksi batuan dengan fluida reservoir yang
bersifat dinamis, diantaranya mobilitas, dan permeabilitas relatif.
Untuk itu, konsep dasar sifat-sifat batuan dan fluida reservoir telah
menjadi bahan pertimbangan penting dalam studi waterflood karena dalam
proses injeksi air akan terjadi kontak antara fluida yang diinjeksikan dengan
batuan dan fluida formasi, sehingga dapat dipelajari kondisi efisiensi
pendesakan yang lebih efektif untuk mendesak minyak sebagai efisiensi
pendesakan pada skala mikroskopis.
15
Sifat Fisik Batuan dan Fluida Reservoir sangat berpengaruh terhadap
waterflood Konsep dasar sifat-sifat batuan dan fluida reservoir telah menjadi
bahan pertimbangan penting dalam studi waterflood karena dalam proses
injeksi air akan terjadi kontak antara fluida yng diinjeksikan dengan batuan
dan fluida formasi, sehingga dapat dipelajari kondisi efisiensi pendesakan
yang lebih efektif untuk mendesak minyak sebagai efisiensi pendesakan pada
skala mikroskopis.Sifat Fisik dan Fluida yang mempengaruhi waterflood
yaitu:
1. Porositas (ϕ)
Untuk reservoir minyak, porositas menggambarkan persentase dari
total ruang yang tersedia untuk ditempati oleh fluida. Porositas diartikan
sebagai perbandingan antara volume pori terhadap volume total batuan,
lebih umum dinyatakan dalam fraksi dibandingkan dengan persentase.
Dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
ϕ = Vp
Vb =
Vp
Vm+Vp =
Vb-Vm
Vb x 100% ......................................... (Persamaan 2.7)
Dimana :
ϕ = Porositas, %
Vp = Volume pori batuan, cc
Vb = Volum e bulk (total batuan), cc = Vp + Vm
Vm = Vol ume matriks, cc
16
Gambar 2.4 Ilustrasi pori – pori batuan ( PT CPI. Waterfloo d
Reservoir Management School, 2002)
Porositas diartikan sebagai perbandingan volume pori dengan
volume total batuan, lebih umum dinyatakan dalam fraksi dibandingkan
dengan persentase. Porositas terbagi dua :
a. Porositas efektif
Merupakan perbandingan antara rongga pori yang saling
berhubungan dengan volume bulk (total) batuan
b. Porositas absolut
Merupakan perbandingan total volume pori dengan volume total
batuan. Porositas dari sebuah media permeabel merupakan fungsi yang
kuat dari variansi distribusi ukuran pori dan fungsi yang lemah dari
ukuran pori itu sendiri.
2. Permeabilitas (K)
Permeabilitas adalah kemampuan batuan dalam meluluskan melewatkan
fluida. Persamaan mum untuk menyatakan permeabilitas adalah
Persamaan Darcy.
17
q = 𝑘 𝐴
𝜇 x
𝑑𝑝
𝐿 .................................................................... (Persamaan 2.8)
Dimana :
k = Permeabilitas, darcy
q = Laju alir, cc/detik
A = Lua s penampang, cm2
𝜇 = Viscositas, cp
dp
L = Gradien tekanan, atm/cm
Konsep permeabilitas dari persamaan Darcy yang dinyatakan untuk
aliran linear pada system horizontal, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 2.5 Skema Aliran Horizontal (Linier)
Sedangkan untuk aliran radial yaitu aliran yang umum dijumpai
pada sumur produksi minyak seperti yang terlihat pada gambar berikut.
18
Gambar 2.6 Skema Reservoir Horizontal
Permeabilitas adalah kemampuan batuan dalam meluluskan
melewatkan fluida. Permeabilitas dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Permeabilitas Efektif
Kemampuan batuan dalam mendistribusikan lebih dari satu fasa
fluida.
b. Permebilitas Relatif
Merupakan perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
c. Permeabilitas Absolut
Kemampuan batuan dalam mendistribusikan hanya satu fasa
fluida.
3. Tekanan Kapiler (Pc )
Tekanan kapiler pada batuan berpori didefinisikan sebagai
perbedaan tekanan antara fluida yang bersifat membasahi batuan dengan
fluida yang bersifat tidak membasahi batuan, jika dalam batuan tersebut
19
terdapat dua atau lebih fasa fluida yang tidak saling bercampur dalam
kondisi statis.
Pc = Pnw – Pw.................................................................. (Persamaan 2.10)
Dimana :
Pc = tekanan kapiler, dyne/cm2
Pnw = tekanan pada permukaan fluida non-pembasah, dyne/cm2
Pw = tekanan pada fluida pembasah, dyne/cm2
Tekanan kapiler dipengaruhi oleh ukuran dari rongga pori,
besarnya sudut kontak antara fasa yang membasahi dengan sifat
pembasahan batuan, serta tegangan permukaan dari fasa fluida. Karena
rongga pori didalam batuan reservoir berukuran sangat kecil sehingga
untuk mendesak atau melewati suatu fasa fluida tertentu dalam pori batuan
diperlukan suatu daya (tekanan) untuk mengurangi besarnya tekanan
kapiler pori batuan. Tekanan tersebut adalah tekanan kapiler minimum
yang dapat memaksakan fluida yang tidak membasahi masuk ke dalam
rongga pori batuan. Untuk proses sistem aliran fluidanya dapat
diklasifikasikan menjadi sistem imbibisi dan sistem drainage.
a. Imbibisi
Imbibisi adalah proses aliran fluida dimana saturasi fasa
pembasah (air) meningkat sedangkan saturasi fasa non-pembasah
(minyak) menurun. Mobilitas fasa pembasah meningkat seiring dengan
meningkatnya saturasi fasa pembasah. Contohnya pada proses
20
pendesakan reservoir minyak dimana batuan reservoir sebagai water
wet.
b. Drainag
Drainage adalah proses kebalikan dari imbisisi, dimana saturasi
fasa pembasah menurun dan saturasi fasa non-pembasah akan
meningkat.
Gambar 2.7 Hubungan Saturasi dengan Tekanan Kapiler (L.P.
Dake. Fun damentals of Reservoir Engineering, 1978)
Perbedaan yang terjadi pada sudut kontak diantara kedua proses
aliran diatas disebut dengan gejala Histerisis.
4. Saturasi Fluida
Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang terisi fluida formasi terhadap total volume pori- pori
batuan atau jumlah dari kejenuhan fluida dalam batuan reservoir persatuan
voolume pori. Pada konsep teknik reser voir, ukuran jumlah fluida yang
terkandung dalam batuan adalah konsep dasar untuk memperkirakan
21
perhitungan yang dilakukan. Oleh karena didalam reservoir terdapat tiga
jenis fluida, maka saturasi juga dibagi menjadi tiga yaitu saturasi air (Sw),
saturasi minyak (So), sa turasi gas (Sg), dimana :
Sw = 𝑊𝑎𝑡𝑒𝑟 , 𝑐𝑐
𝑝𝑜𝑟𝑒𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚 ,𝑐𝑐 ............................................................. (Persamaan 2.11)
So = 𝑂𝑖𝑙 , 𝑐𝑐
𝑝𝑜𝑟𝑒𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 , 𝑐𝑐 ......................................................... (Persamaan 2.12)
Sg = 𝑔𝑎𝑠 , 𝑐𝑐
𝑝𝑜𝑟𝑒𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 , 𝑐𝑐 ......................................................... (Persamaan 2.13)
Total saturasi fluida jika reservoir mengandung 3 jenis fluida :
Sw + So + Sg = 1 (100%) .................................................. (Persamaan 2.14)
Beberapa faktor yang mempengaruhi saturasi fluida reservoir :
a. Ukuran dan distribusi pori-pori batuan ( besar, Sw menge cil).
b. Ketinggian fl uida diatas free water level.
c. Adanya perbedaan tekanan kapiler (Pc besar, Sw kecil).
Pada kenyataannya, fluida reservoir tidak dapat diproduksikan
seluruhnya karen a adanya saturasi minimum fluida ya ng tidak dapat
diproduksikan lagi atau disebut dengan “irreducible saturation”. Dan
untuk dapat memproduksikan saturasi fluida yang tertinggal ini adalah
dengan teknik peningkatan perolehan minyak tahap tertiary (EOR).
22
Gambar berikut memperlihatkan hubungan antara saturasi dengan
permeabilitas effektif untuk sistim minyak-air.
Gambar 2.8 Hubungan antara saturasi dengan permeabilitas
effecyive untuk sistim min yak-air (Bernard Zemel. Tracer in Oil Field,
1995)
Ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga
Kw akan turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga
dapat dikatakan untuk Sw yang kecil akan mengurangi laju aliran
minyak karena Ko nya yang kecil dengan pula untuk air
Ko akan turun menjadi nol dimana masih ada saturasi minyak dalam
batuan ( titik C ) atau disebut Residual Oil Saturation demikian juga
untuk air yaitu Swr
23
Harga Ko dan Kw selalu lebih kecil dari harga K kecuali pada titilk A
dan B
Harga Kro dan Krw berkisar anatar 0 sampai dengan 1
Gambar 2.9 Hubungan antara saturasi dengan permeabilitas
relative untuk sistim min yak-air (Bernard Zemel. Tracer in Oil Field,
1995)
24
5. Viskositas ( µ )
Viskositas fluida menunjukkan ukuran keengganan su atu fluida
untuk mengalir, sehingga menggambarkan kondisi aliran fluida. Biasanya
dinyatakan dalam satuan centipoise (cp).
Viskositas seperti halnya sifat-sifat fisik fluida lainnya dipengaruhi
oleh tekanan dan tempera tur. Secara umum makin tinggi oAPI suatu
minyak, maka makin rendah harga viskositasnya. Jika temperatur
meningkaat menyebabkan penurunan viskosit as. Penurunan tekanan juga
menyebabkan penurunan viskositas, karena pangaruhnya adalah menekan
cairan. Hubungan antara viskositas minyak direservoir dengan fungsi
tekanan pada tem peratur konstan ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2.9 H ubungan antara viskositas minyak direservoir
dengan fungsi tekanan pada temperatur konstan (L.P. Dake.
Fundamentals of Reservoir Engineering, 1978)
Viscositas absolut diperoleh dari hasil kali antara viscositas
kinematik dengan densitas.
µ = γ . 𝜌.............................................................................. (Persamaan 2.15)
25
Dimana :
µ = viscositas absolut, centipoise
γ = viscositas kinematik, centipoise
ρ = densitas, gr/cm3
6. Kompressibilitas Batuan (Cf)
Dalam keadaan statik, gaya yang bekerja didalam pori – pori dan
butiran berada dalam keadaan setimbang. Gaya – gaya tersebut adalah
gaya overburden dan tekanan formasi akan berkurang sehingga
keseimbangan akan terganggu yang mengakibatkan penyusutan volume
pori – pori. Koefisien penyusutan inilah yang disebut sebagai
kompresibilitas batuan.
Cf = 1
Vp x
dVp
dP .................................................................. (Persamaan 2.16)
Dimana :
Cf = faktor kompresibilitas batuan, psi-1
Vp = volume pori, cc
P = tekanan formasi, psi
7. Sifat Pembasahan Batuan (Wettability)
Suatu cairan akan bersifat membasahi bila gaya adhesi antara batuan
dan partikel cairan lebih besar daripada gaya kohesi antara partikel cairan
itu sendiri.
Tegangan adhesi merupakan fungsi tegangan permukaan setiap fasa
didalam batuan sehingga wettabilitas berhubungan dengan sifat interaksi
26
(gaya tarik menarik) antara batuan dengan fluidanya. Sifat pembasahan
batuan (wettability) merupakan kecenderungan dari suatu fluida untuk
menyebar atau melekat kepermukaan batuan.
Sudut kontak (θ) merupakan sudut yang dibentuk antara permukaan
fasa fluida yang lebih berat terhadap permukaan butiran. Besarnya sud ut
kontak fluida berkisar antara 0 sampai 180o, seperti terlihat pada gambar.
Gambar 2.10 Sistem wettability air dan minyak
Untuk sistem pendesakannya pada batuan reservoir dibedakan atas
pendesakan minyak oleh air (water wet reservoir) dan pendesakan air oleh
minyak (oil wet reservoir).
a. Batuan Reservoir Water Wet (Air Mendesak Minyak)
Batuan rese rvoir pada umumnya water wet dimana air akan
membasahi permukaan batuan, d imana kondisinya adalah sebagai
berikut :
27
σsw ≥σso , Aτ : > Gaya0 adhesi bernilai positif ;
0o ≤θ≤ o90 :Apabila θ = 0o, maka batuannya d ianggap
sebagai “Strongly Water Wet”
Gambar 2.11 Water wet
b. Batuan Reservoir Oil Wet (Minyak Mendesak Air)
Disebut sebagai oil wet apabila fasa minyak membasahi permukaan
batuan, dengan kondisinya sebagai berikut :
Gambar 2.12 Oil Wet
σso ≥σsw , Aτ < 0 : Gaya adhesi bernilai negatif
90o ≤θ≤ 180o : Apabila θ = 180o, maka batuannya dianggap
sebagai “Strongly Oil Wet”.
28
Untuk sistem pendesakan pada batuan seperti terlihat pad a gambar.
Gambar 2.13 Pendesakan fluida pada batuan ( PT CPI. Waterflood
Reservoir Management School, 2002)
2.5 Efisiensi Pendesakan Minyak
Effisiensi pendesakan minyak diantaranya :
2.6.1 Areal Sweep Efficiency
Pada pelak sanaan waterflood, air diinjeksikan dari beberapa sumur
injeksi dan produksi akan terjadi dari sumur yang berbeda. Ini akaan
menyebabkan terbentuknya distribu si tekanan dan streamlines di daeah antara
sumur injeksi dengan sumur produksi. Dua faktor ini akan menentukan
seberapa besar kontak waterflood dengan da erah antara tersebut. Besar
daerah reservoir yang mengalami kontak dengan air ini yang disebut dengan
Areal sweep efficiency.
29
Gambar 2.14 (a) Areal Sweep effisiensi, (b) Vertical Sweep
effisiensi ( PT CPI. Wate rflood Reservoir Management School, 2002)
Secara rumus, Areal sweep efficiency didefinisikan sebagai :
EA = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟
𝑂𝑖𝑙 𝑅𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑒 (𝑝𝑎𝑡𝑡𝑒𝑟𝑛) ................... (Persamaan 2.17)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Areal Sweep Efficiency dianta
ranya :
1. Cross-Flooding
2. Permeabilitas Direksional
3. Variasi permeabilitas
4. Kemiringan Formasi
5. Off-Patter n Wells
6. End-to-End Flooding
7. Rekahan Horizontal
2.6.2 Vertical Swee p Efficiency
Bervariasinya nilai permeabilitas pada arah vertikal dari reservoir
menyebabkan fluida injeksi akan bergerak dengan bentuk fr ont yang tidak
beraturan. Semakin sedikit daerah berpermeabilitas bagus, semakin lambat
30
pergerakan fluida inj eksi.
Ukuran keti dakseragaman invasi air adalah vertical sweep
efficiency (Gambar 2.14), yang juga sering disebut sebagai invasion
efficiency. Vertical sweep efficiency ini bisa didefinisikan sebagai bidang
tegak lurus yang mengalami kontak dengan air injeksi dibagi dengan
keseluruhan bidang tegak lurus di darah belakang front. Secara sederhana,
vertical sweep efficiency ini menyatakn seberapa banyak
bagian tegak lurus (vertikal) reservoir yang dapat dijangkau oleh
air injeksi.
Persamaan untuk vertical sweep efficiency adalah :
EI = 𝐿
𝐴 .................................................................................. (Persamaan 2.18)
Dimana :
L = Luas Bidang Tegak Lurus yang Mengalami Kontak dengan Air
A= Bidang tegak lurus yang tertutup oleh Waterfront
Ada beberapa hal yang mempengaruhi vertical sweep efficiency,
ini :
1. Mobility Ratio
Term injektivitas relatif ini adalah perbandingan indeks
injekstivitas pada sembarang waktu dengan injektivitas pada saat
dimulainya waterflood. Pada M = 1, injekstivitas relatif cenderung
konstan. Pada M < 1, terlihat bahwa injektivitas menurun seiring
menaiknya radius flood front. Sedangkan untuk M > 1, injektivitas relatif
meningkat seiring naiknya radius flood front.
31
2. Gaya Gravitasi
Karena air merupakan fluida dengan densitas yang tinggi, maka
ia cenderung untuk bergerak di bagian bawah reservoir. Efek ini disebut
dengan gravity segregation dari fluida injeksi, merupakan akibat dari
perbedaan densitas air dan minyak.
Terlihat bahwa baik untuk sistem linear maupun untuk sistem
five spot, derajat dari gravity segeragation ini tergantung dari
perbandingan antara gaya viscous dengan gaya gravitasi, Ph / Pv .
Sehingga laju alir yang lebih besar akan menghasilkan vertical sweep
efficiency yang lebih baik pula.
3. Gaya kapiler
Penelitian membuktikan bahwa volume hanya menurun sedikit
walaupun laju alir injeksi dinaikkan sampai sepuluh kali lipat.
4. Crossflow antar lapisan
5. Laju alir
Perhatikan semua properties yang mempengaruhi vertical sweep
efficiency diatas. Ke seluruhannya dipengaruhi oleh laju alir.
2.6.3 Volumetric S weep Efficiency
Volumetric sweep efficiency ini merupakan ukuran pendesakan tiga
dimensi. Definisi volumetric sweep efficiency adalah perbandingan antara
total volume pori yang mengalami kontak dengan air injeksi dibagi dengan
total volume pori area injeksi. Volumetric sweep efficiency dir umuskan
dalam persamaan berikut :
32
Evol = Earea . Evert...........................................................................................(Persamaan 2.19)
Faktor-faktor yang mempengaruhi volumetric sweep efficiency
sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi vertical sweep efficiency.
2.6.4 Displacement Efficiency
Displacement Efficiency didefinisikan sebagai jumlah total minyak
yang berhasil didesak dibagi dengan total Oil in Place yang ada di daerah
sapuan tersebut,
Gambar 2.15 Effisiensi Displacement ( PT CPI. Waterflood
Reservoir Management School, 2002)
Berdasarkan pengertian tersebut, Displacement Efficiency dapat
dirumuskan dengan persamaan :
ED = 𝑜𝑖𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑝𝑙𝑎𝑐𝑒𝑑 𝑏𝑦 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟
𝑂𝐼𝑃 𝑖𝑛 𝑡ℎ𝑒 𝑟𝑒𝑔𝑖𝑜𝑛 𝑠𝑤𝑒𝑝𝑡 𝑏𝑦 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟........................................................(Persamaan 2.20)
Efisiensi pendesakan ini merupakan efisiensi pendesakan tak
bercampur dalam skala makroskopik yang digunakan untuk
menggambarkan efisiensi pendesakan volume spesifik minyak oleh injeksi
air pada batuan reservoir, sehingga dapat ditentukan seberapa efektifnya
33
fluida pendesak menggerakkan minyak pada saat fluida pendesak telah
membentuk kontak dengan minyak.
Efisiensi pendesakan fluida reservoir dapat dilihat pada dua konsep
berikut :
1. Konsep desaturasi
Terjadi perubahan saturasi fluida dibelakang front seharga satu
dikurangi saturasi residual fluida yang didesak, sehingga terdapat dua
fasa yang mengalir yaitu minyak dan air. Sedangkan di depan front hanya
minyak yang mengalir.
2. Konsep pendesakan
Saturasi fluida pendesak pada front sama dengan satu dikurangi
saturasi residual fluida itu sendiri. Dianggap minyak telah habis didesak
sehingga yang dibelakang front hanya fluida pendesak yang mengalir.
Displacement Efficiency mempunyai nilai maksimum, yang
dirumuskan sebagai berikut :
ED max = 𝑆𝑜𝑖 − 𝑆𝑜𝑟
𝑆𝑜𝑖 =
(1− 𝑆𝑤 𝑐 )−𝑆𝑜𝑟
1− 𝑆𝑤𝑐
................................ (Persamaan 2.21)
Sedangkan nilai displacement efficiency pada saat breakthrough
adalah :
ED bt = 𝑆𝑤𝑏𝑡 − 𝑆𝑤 𝑐
1− 𝑆𝑤 𝑐...................................................... (Persamaan 2.22)
Dimana :
ED max = Displacement Efficiency maksimum
Soi = Saturasi Oil Initial
34
Swc = Saturasi Water Conat
ED bt = Displacement Efficiency saat Breakthrough
Swbt = Saturasi Water saat Breakthrough
2.6 Persamaan Fraksi Aliran
Persamaan fraksi aliran merupakan persamaan dasar pada proses
pendorongan fluida di dalam media berpori, digunakan untuk menghitung
efisiensi pendesakan dikembangkan pertama kali oleh Bukley-Laverret.
Fraksi aliran merupakan fungsi dari saturasi se panjang variasi
permeabilitas relative. Plot antara fraksi aliran versus saturasi fluida pendesak
disebut Kurva Fraksi aliran (Fractional Flow Curve) yang biasanya berbentuk
kurva S. bentuk dan posisi kurva akan dipengaruhi oleh kurva relative
permeabilitas, viskositas fluida, densitas, sudut kemiringan dan hubungan
antara tekanan kapiler-saturasi.
Gambar 2.16 Kurva Plot Aliran Fraksional (L.P. Dake. Fundamentals of
Reservoir Engineering, 1978)
35
Majunya front pendesakan tak bercampur dapat dit entukan dengan
menghitung saturasi fluida pendesak sebagai fungsi waktu dan jarak dari
slope kurva fractional flow.
Termasuk juga pada saat terjadinya breakthrough yaitu pada saat fluida
pendesak tiba di uju ng media berpori dan air injeksi yang ikut terproduksi ke
permukaan.
Penurunan persamaan fraksi aliran menggunakan asumsi :
1. Kondisi aliran dengan distribusi saturasi yang merata di seluruh lapisan
2. Permeabilitas yang merata sebagai fungsi saturasi
3. Pendesakan satu dimesional linear
Gambar 2.17 Kurva Pengaruh Tekanan Kapiler Fractional Flow
(L.P. Dake. Fun damentals of Reservoir Engineering, 1978)
Dibelakang front, ke naikan Sw berangsur-angsur dari Swf sampai (1-
Sor) . Pada daerah ini dianggap dpc dSw dan dS/dL kecil dpc L, dapat di
abaikan dalam persamaan fractional flow. Dengan asumsi tekanan
kapiler diabaikan dan pergerakan aliran sejajar dengan garis
36
horizontal ( sudut kemiringan = 0 ), maka persamaan diatas dis
ederhanakan menjadi :
𝑓𝑤 = 1
1+ 𝜇𝑤𝜇𝑜
.𝑘𝑜𝑘𝑤
...................................................... (Persamaan 2.24)
Dimana :
𝑓𝑤 = fractional flow
𝜇𝑤 = viscositas water
𝜇𝑜 = viscositas oil
𝑘𝑜 = permeabilitas oil
𝑘𝑤 = permeabilitas water
Dengan adanya nilai permeabilitas relatif air (krw) dan min yak (kro),
maka persamaan dapat diny atakan dengan :
𝑓𝑤 = 1
1+ 𝜇𝑤𝜇𝑜
.𝑘𝑟𝑜𝑘𝑟𝑤
..................................................... (Persamaan 2.25)
Dikarenakan krw dan kro merupakan fungsi dari saturasi air, maka
dengan sendirinya fw juga fungsi dari saturasi air. Saat saturasi air naik, maka
permeabilitas relatif air akan naik, sedangkan permeabilitas relatif minyak
akan turun, maka nilai frak si aliran air akan naik.
37
2.7 Pendesakan Frontal
Konsep ini dikembangkan oleh Buckley-Leverett tahun 1941 dengan
menerapkan hukum aliran fluida Darcy, sehingga diperoleh teori aliran
frontal advanced. Dalam penerapan teori frontal advance Buckley-Leverett
dibutuhkan karakterisitik permeabilitas relatif minyak-air, dan viskositas
fliuda.
Aliran fraksional untuk dip horizontal menggunakan persamaan
seperti persamaan 2.24. Kurva aliran fraksional pada Gambar 2.17 tersebut
kemudian didiferensialkan yaitu dfw /dSw, dan diplot terhadap saturasi air pada
Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Plot dfw/dSw
Kemudian ditentukan performansi pada saat breakthrough, dengan
persamaan sebagai berikut :
𝑄𝑖 = 1
(𝑑𝑓𝑤𝑑𝑠𝑤
)𝑠𝑤𝑛
.................................................................... (Persamaan 2.26)
38
dimana :
Qi = Kumulatif injeksi air, fraks volum pori
dfw = diferensial fraksional flow
dSw = diferensial saturasi air
Dan distribusi saturasi saat injeksi :
L =𝑤𝑖
𝐴𝛷. (
𝑑𝑓𝑤
𝑑𝑆𝑤) ..................................................................... (Persamaan 2.27)
dimana :
L = jarak linier sistem
Wi = kumul atif injeksi
A = luas area
Dari persamaan ini dapat diketahui pada saat injeksi mencapai
sejumlah volume air Wi, jarak dari saturasi telah bergerak dipengaruhi oleh
nilai Wi dan diferensial aliran fra ksional dan diferensial saturasi.
Sedangkan untuk konsep aliran pada pendesa kan frontal dapat dilihat pada
profil saturasinya seperti gambar berikut
39
Gambar 2.19 Profil Saturasi Pada Pendesakan
Frontal (L .P. Dake. Fun damentals of Reservoir Engineering,
1978)
Buckley – Lever ett mengemukakan persamaan dasar untuk
menggambarkan pendesakan tidak tercampur satu dimensi pada konsep
pendesakan frontal. Konservasi massa air melalui elemen volume A dx
dapat dilihat sebagai berikut
Gambar 2.20 Debit Massa Melewati Volume dx (L.P. Dake.
Fundamentals of Reservoir Engineering, 1978)
40
A. Perilaku Pada Saat Water Breakthrough
Pada saat breakthrough, air telah bergerak disepanjang blok
reservoir dimana pada saat ini x = L, yaitu panjang dari blok reservoir.
Saturasi pada front Swf = Swbt telah mencapai sumur produksi,
demikian juga dengan watercut yang meningkat dengan cepat dari nol
hingga fw = fw | swf.
Integrasi persamaan untuk waktu total t sejak injeksi didapat :
X = 𝑊𝑖
𝐴𝛷(
𝑑𝑓𝑤
𝑑𝑆𝑤)................................................................. (Persamaan 2.28)
Dimana f menyatakan kondisi pada flood front.
Total Minyak yang didesak sampai pada sat breakthrough
adalah sebesar Wibt. Dengan demikian harga saturasi air rata-rata pada
saat brea kthrough adalah dari saturasi air connate dan peningkatan
harga saturasi air yang disebabkan oleh waterflood, maka dapat
dituliskan dalam bentuk persamaan :
𝑆𝑤𝑏𝑡 = Swc + 𝑊𝑖
𝐴𝜑........................................................... (Persamaan 2.29)
Sehingga,
𝑆𝑤𝑏𝑡 – Swc = (1
𝑑𝑓𝑤
𝑑𝑆𝑤
) = 𝑆𝑤𝑓 𝑆𝑤𝑐
𝑓𝑤𝑓 ...................................... (Persamaan 2.30)
41
B. Perilaku Setelah terjadinya Water Breakthrough
Breakthrough terjadi saat air yang dinjeksikan telah iku t
terproduksi di sumur produksi. Set elah breakthrough terjadi, maka
kurva aliran fraksional-nya ditunjukkan pada Gambar 2.21.
Gambar 2.21 Kurva Fraksi Aliran Setelah Water Breakthroun gh (L.P.
Dake. Fun damentals of Reservoir Engineering, 1978)
2.8 Pendesakan Torak
Pendesakan yang menyerupai torak merupakan ha l khusus dari
pendesakan frontal. Perbandingan bentuk grafik hubungan antara saturasi
fluida pendesak dengan jar ak dari sumur injeksi untuk pendesakan frontal
secara umum dan untuk pendesakan torak ditunjukkan pada Gambar 2.22
berikut.
42
Gambar 2.22 Konse p Pendesakan Torak (L.P. Dake. Fundamentals of
Reservoir Engineering, 1978)
Pendesakan torak merupakan proses pendesakan minyak oleh air
dengan menganggap minyak tersapu oleh air, dengan kata lain minyak da pat
dikuras habis oleh pendorongan air . Jadi, didepan maupun dibelakang front ha
nya terdapat satu fasa fluida yang men galir. Pendesakan torak terjadi bila
mobility rasio (M) 1.
2.9 Konsep Perbandingan Mobilitas
Mobilitas merupakan suatu ukuran kemampuan fluida untuk
berpindah atau mengalir di dalam media berpori pada gradient tekanan
tertentu. Dapat juga didefinisikan sebagai perbandingan antara permeabilitas
efektif fluida tersebut terhadap viskositas pada kondisi reservoir.
𝜆𝑓 = 𝐾𝑓
𝜇𝑓........................................................................... (Persamaan 2.31)
Harga mobilitas fluida akan berbeda-beda tergantung tempat dan
waktu pelaksanaan injeksi fluidanya karena mobilitas merupakan fungsi dari
sifat batuan dan fluida yang harganya bervariasi terhadap saturasi, tekanan
43
dan temperatur.
Konsep perbandingan mobilitas didasarkan pada perbandingan
mobilitas fluida terdesak (minyak) dengan mobilitas fluida pendesak (air)
yang dinyatakan dengan persamaan berikut :
𝑀𝑜,𝑤 = 𝜆𝑤
𝜆𝑜 =
𝐾𝑟𝑤
𝐾𝑟𝑜𝑥
𝜇𝑜
𝜇𝑤 .................................................... (Persamaan 2.32)
Dengan asumsi-asumsi yang digunakan adalah :
Pendesakannya seperti pendesakan piston (piston like displacement),
yaitu penurunan tajam saturasi fluida yang didesak dari saturasi awal
sampai dengan saturasi residual setelah dilalui bidang front.
Pada daerah yang belum tersapu oleh fluida pendesak hanya satu saja
terdapat aliran fluidanya yaitu fluida yang dapat didesak, sedangkan pada
daerah yang tersapu juga terdapat aliran satu macam fluida pendesak.
Batuan reservoir homogen (reservoir homogen isotropis) diseluruh
ketebalannya, sehingga viskositas, permeabilitas effektif, mobilitas fluida
pendesak dan yang didesak dianggap sama (konstan) selama proses
pendesakan berlangsung.
Menurut hukum Darcy, terdapat faktor yang mempengaruhi
kecepatan fluida pada suatu gradient tekanan, sehingga terdapat perbedaan
yang harus diperhatikan antara konsep rasio mobilitas untuk aliran
fraksional dengan konsep rasio mobilitas pada hukum Darcy, antara lain :
1. Untuk aliran fraksional, rasio permeabilitas diberikan untuk suatu kondisi
saturasi tertentu di titik tertentu pada reservoir.
2. Pada persamaan rasio mobilitas, permeabilitas air adalah permeabilitas
44
pada bagian reservoir yang kontak dengan air, sedangkan permeabilitas
minyak adalah permeabilitas pada oil bank, dua tempat yang terpisah di
reservoir.
Rasio mobilitas berpengaruh terhadap efisiensi pendesakan minyak,
dimana pada rasio yang tinggi, maka efisiensi pendesakan minyak
menjadi lebih kecil.
2.10 Jenis – jenis Additive Waterflood
Setelah injeksi air telah maksimum diaplikasikan, terdapat beberapa
cara untuk menambah efisiensi injeksi dengan cara menambahkan zat-zat
kimia tertentu kedalam air injeksi yang akan diinjeksikan.
1. Surfactant
Surfactant berfungsi untuk menurunkan tegangan pcrmukaan,
tekanan kapiler campuran polimer, alkohol, sulfonate), menaikkan
efesiensi pendesakan dalam skala pori, mikropis.
2. Polymer
Polymer berfungsi untuk memperbaiki perbandingan mobilitas
minyak-air. Untuk menaikkan efesiensi pengurasan secara luas,
makrokopis. Sering dipakai berselang-seling dengan surfactant. Injeksi
Polymer efektif untuk reservoir dengan viskositas minyak tinggi (sampai
200 cp).
Jenis-jenis polimer yang paling sering dipakai:
a. Polycrylamide
b. polysaccharide
Recommended