makna dan posisi serta urgensi bimbingan dan konseling dalam praktek pendidikan

Preview:

Citation preview

oleh:

Dessy Melinda (1200361)

Jeffa Lianto V.B. (1204833)

Ngadiyono (1204829)

Yuyun Desfrita Azura (1205562)

Pembahasan

Pengertian Bimbingan dan Konseling

Kondisi Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Landasan Psikologis Bimbingan dan Konseling

Landasan Sosiologis Bimbingan dan Konseling

Landasan Pedagogis Bimbingan dan Konseling

Landasan Agama Bimbingan dan Konseling

Landasan Perkembangan IPTEK Bimbingan dan Konseling

Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari “guidance” dan

“counseling” . Istilah “guidance” mengandung arti 1) mengarahkan (to

direct), 2) memandu (to pilot), 3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir

(to steer).

Shertzer dan Stone (1971:40) mengartikan bimbingan sebagai “…

process of helping an individual to understand himself and his world

(proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri

dan lingkungannya)”.

Lebih lanjut untuk memudahkan ingatan kita tentang pengertian umum bimbingan, Prayitno (2004)

(Sukardi, 2008: 2) mengemukakan akronim sebagai unsur-unsur pokok dalam sebuah proses bimbingan, yaitu:

B = bantuan

I = individu

M = mandiri

B = bahan

I = interaksi

N = nasihat

G = gagasan

A = alat dan asuhan

N = norma

Dengan memasukkan semua unsur di atas dapat dikatakan bahwa bimbingan

merupakan bantuan yang diberikan kepada individu atau kelompok agar mereka

dapat mandiri melalui berbagai bahan, interaksi, nasihat, gagasan, alat, dan

asuhan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku.

Adapun pengertian konseling menurut Robinson (M. Surya dan Rohman N.,

1986:25) adalah sebagai semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana yang

seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mempu menyesuaikan diri secara efektif

terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.

Pietrofesa dan kawan-kawan (1980:75) mengemukakan ciri-ciri konseling

professional sebagai berikut:

a. Konseling merupakan suatu hubungan professional yang diadakan oleh

seorang konselor yang sudah dilatih untuk pekerjaannya itu.

b. Dalam hubungan yang bersifat professional itu, klien mempelajari

keterampilan pengambilan keputusan, pemecahan masalah, serta tingkah laku

atau sikap-sikap baru.

c. Hubungan professional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antara klien

dan konselor.

Untuk memudahkan ingatan kita tentang pengertian umum konseling maka Prayitno (2004) (Sukardi, 2008:

5) mengemukakan akronim dari unsur-unsur pokok yang ada dalam usaha konseling, yaitu;

K = kontak

O = orang

N = menangani

S = masalah

E = expert (ahli)

L = laras

I = integrasi

N = norma

G = guna

Dengan demikian, pengertian konseling adalah kontak antara dua orang

(yaitu konselor dan konseli) untuk menangani masalah konseli, dalam

suasana keahlian yang laras dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma

yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang berguna bagi konseli.

2. Kondisi Bimbingan dan Konseling (BK) di Sekolah

Berbicara tentang pendidikan nasional atau sekolah di negara ini, yang sering menjadi

sorotan adalah masalah nilai atau kemampuan kognitif siswa, bangunan sekolah, dan

kesejahteraan guru. Jarang sekali isu kepribadian siswa yang dijadikan sorotan, apalagi peran

guru Bimbingan dan Konseling atau konselor sekolah dalam pembentukan pribadi siswa.

Bimbingan Konseling seolah menjadi topik yang tidak menarik untuk dibicarakan.

Padahal, jika kita merujuk ke negara yang pendidikannya maju, seperti Amerika Serikat,

Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan. Sedangkan di Indonesia isu

tentang BK menjadi isu yang belum terlalu menjadi sorotan, kalaupun ada, namun bukanlah

menjadi sorotan nasional tetapi hanya sekedar sorotan lingkup daerah saja. Gerakan yang

terlihat malah dari daerah, bahkan dari sekolah-sekolah. Isu BK seperti ini mengakibatkan

sekolah-sekolah tidak memiliki paradigma yang tunggal terhadap BK.

Ada beberapa paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:

1. Sekolah yang sadar betul pentingnya BK untuk membangun karakter siswa.

2. Sekolah yang sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi siswa,

tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah.

3. Sekolah yang masih menerapkan manajemen BK “jadul”.

4. Sekolah yang belum memiliki manajemen BK.

Motif dan Motivasi

Konflik dan Frustasi

Sikap, Pembawaan dan Lingkungan, dan Perkembangan Individu

Penyesuaian Diri

Belajar

Kepribadian

Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan

seseorang berperilaku.

Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,baik

dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu

(motivasi ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas

tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.

motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh

individu semenjak dia lahir, seperti: rasa lapar, bernafas dan sejenisnya

motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh

pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali individu

menghadapi beberapa macam motif yang saling

bertentangan satu sama lain. Dengan demikian

individu tersebut berada dalam keadaan konflik

psikis, yaitu suatu pertentangan batin, suatu

kebimbangan, suatu keragu-raguan untuk

memutuskan motif mana yang akan diambil.

Motif-motif yang dihadapi individu itu kadang

positif, kadang negatif dan kadang campuran

keduanya.

Konflik

mendekat-mendekat

Konflik

menjauh-menjauh

Konflik

mendekat-menjauh

Menurut Syamsu Yusuf, frustasi dapat

diartikan sebagai kekecewaan dalam diri

individu yang disebabkan oleh tidak

tercapainya keinginan.

Pengertian lain dari frustasi adalah

perasaan kecewa yang mendalam karena

tujuan yang dikehendaki tidak kunjung

terlaksana.

Frustasi Lingkungan

Frustasi Pribadi

Frustasi Konflik

Marah, bertindak

secara eksplosif,

berperasaan tak

berdaya,

kemunduran,

tertekan, dan

lain sebagainya.

• Thurstone (Yusuf, 2009: 169) berpendapat bahwa sikap

merupakan suatu tingkatan afeksi, baik bersifat positif

maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek

psikologis, seperti: simbul, prase, slogan, orang, lembaga,

cita-cita dan gagasan.

• Sarlito Wirawan Sarwono (Yusuf, 2009: 169)

mengemukakan bahwa “sikap adalah kesiapan seseorang

bertindak terhadap hal-hal tertentu”.

Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang

membentuk dan mempengaruhi perilaku individu.

Pembawaan yaitu segala sesuatu

yang dibawa sejak lahir dan

merupakan hasil dari keturunan,

yang mencakup aspek psiko-fisik,

seperti struktur otot, warna kulit,

golongan darah, bakat,

kecerdasan, atau ciri-ciri-

kepribadian tertentu. Pembawaan

pada dasarnya bersifat potensial

yang perlu dikembangkan dan

untuk mengoptimalkan dan

mewujudkannya bergantung pada

lingkungan dimana individu itu

berada.

Lingkungan, ada individu yang

dibesarkan dalam lingkungan

yang kondusif dengan sarana dan

prasarana yang memadai,

sehingga segenap potensi bawaan

yang dimilikinya dapat

berkembang secara optimal.

Namun ada pula individu yang

hidup dan berada dalam

lingkungan yang kurang kondusif

dengan sarana dan prasarana yang

serba terbatas sehingga segenap

potensi bawaan yang dimilikinya

tidak dapat berkembang dengan

baik.dan menjadi tersia-siakan.

Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan

berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal)

hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik,

bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.

Menurut Syamsu Yusuf (2009: 172) faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan individu meliputi: Hereditas atau keturunan, lingkungan, dan

kelompok teman sebaya.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai

aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat

arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan

faktor pembawaan dan lingkungan.

Proses penyesuaian diri,

menimbulkan berbagai masalah

terutama bagi diri sendiri.

Jika individu berhasil memenuhi

kebutuhannya sesuai dengan

lingkungannya dan tanpa

menimbulkan gangguan atau

kerugian bagi lingkungannya,

hal itu disebut

”well adjusted” atau

penyesuaian dengan baik.

Dan sebaliknya jika individu

gagal dalam proses penyesuaian

diri tersebut disebut

“maladjusted” atau salah suai.

Individu

KebutuhanLingkungan

Penyesuaian Diri

Penyesuaian Normal

Penyesuaian Menyimpang

Secara psiklogis belajar dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku,

baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Dalam kegiatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun

pengajar. Bagi siswa sendiri, masalah-masalah belajar yang mungkin timbul misalnya

pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar, mempergunakan buku-buku pelajaran, memilih

mata pelajaran yang cocok dan sebagainya.

Mengidentifikasi Kasus

Mengidentifikasi Letak Masalah

Mengidentifikasi Faktor-faktor Penyebab Masalah

Prognosis

Treatment

Langkah-

langkah

dalam

membantu

mengatasi

masalah

belajar

Kecerdasan Kreativitas Stres

Terdapat kecerdasan

majemuk, kecerdasan

emosional, dan

kecerdasan spiritual

sebagai gambaran

dari seorang individu

tersebut.

Bagaimana mereka

dalam bersikap,

mengendalikan diri,

mengatasi sebuah

masalah, dan lain

sebagainya.

Kreativitas dapat

diartikan sebagai

kemampuan untuk

menciptakan

sesuatu produk yang

baru, atau

kemampuan untuk

memberikan

gagasan-gagasan

yang baru dan

menerapkannya

dalam pemecahan

masalah.

Stres meruapakan

fenomena psikofisik

yang dapat dialami oleh

setiap orang.

Stres pada umumnya

berdampak negatif pada

individu, seperti marah,

menghilangkan rasa

percaya diri, bahkan

depresi. Namun stres

juga berdampak positif

dengan dapat mendorong

individu untuk

melakukan sesuatu.

4. Landasan Sosiologis (Sosial-Budaya) Bimbingan dan Konseling

Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan

menurut John J. Pietrofesa dkk.,(1980); M. Surya & Rochman N.,(1986); dan

Rochman N., (1987) adalah sebagai berikut;

1. Perubahan Konstelasi Keluarga

2. Perkembangan Pendidikan

3. Dunia Kerja

4. Perkembangan Kota Metropolitan

5. Perkembangan Komunikasi

6. Seksisme dan Rasisme

7. Kesehatan Mental

8. Perkembangan Teknologi

9. Kondisi Moral dan Keagamaan

10.Kondisi sosial Ekonomi

5. Landasan Pedagogis Bimbingan dan Konseling

Sunaryo kartadinata (2011: 23) mengemukakan bahwa bimbingan dan

konseling adalah upaya pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu

dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan

potensi yang dimiliki oleh setiap individu, sehingga bimbingan dan konseling

adalah sebuah upaya normatif.

Tohirin (2007: 103) mengatakan bahwa landasan bimbingan dan

konseling setidaknya berkaitan dengan:

(1) Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan

merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan,

(2) Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan

(3) Pendidikan sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.

6. Landasan Agama Bimbingan dan Konseling

1.Hakikat Manusia Menurut Agama

2.Peranan Agama

a. Memelihara Fitrah

b. Memelihara Jiwa

c. Memelihara Akal

d. Memelihara Keturunan

3. Persyaratan Konselor

Prayitno dan Erman Amti mengemukakakan persyaratan bagi

konselor, yaitu sebagai berikut;

a. Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik

keimanan dan ketaqwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya.

b. Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama

secara garis besar yang relevan dengan masalh klien.

c. Konselor harus benar-benar memperhatikan dan menghormati agama

klien.

7. Landasan Ilmiah dan Teknologi (Perkembangan IPTEK)

1. Keilmuan Bimbingan dan Konseling

Tohirin (2007: 101) mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling

merupakan kegiatan professional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang

menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya.

2. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling

Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya suatu disiplin

ilmu dengan rujukan atau referensi dari ilmu-ilmu lain seperti psikologi, ilmu

pendidikan, ilmu sosiologi, antropologi, ekonomi, ilmu agama, ilmu hukum, filsafat,

dan lain-lain.

3. Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian

Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh

jadi dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun

pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah apabila

pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian

dilapangan.

8. Sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia

Pelayanan Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami

beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan

Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama

menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK

sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru

diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian

disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir di

dalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.

Sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia

Sebelum merdeka

Dekade 40-an

SUMBER REFERENSI

Kartadinata, Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis.

Bandung: UPI Press

Sukardi, Dewa Ketut Drs. MBA. MM. dan Desak P.E. Nila Kusmwati, S.Si, M.Si. (2008). Proses

Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling.

Bandung: Rosda

Tohirin, Drs. M. Pd. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada

http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/11/kedudukan-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah-90963.html

(diakses tanggal 23 Februari 2015)

http://kadosorehari.blogspot.com/2013/04/semua-tentang-bk.html (diakses tanggal 23 Februari 2015)

Recommended