View
2.300
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaliguas mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesidikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Fokus utama Six Sigma sebagai sebuah sistem manajemen adalah pada tiga hal, yaitu fokus pda konsumen, manajemen proses serta dan data. Dalam Six Sigma, kepuasan konsumen menjadi fokus utama. Tujuan: Metodologi six sigma telah berhasil diterapkan di banyak organisasi yang mengarah ke peningkatan kualitas luar biasa dalam produk yang diproduksi dan jasa yang diberikan. Namun, institusi akademik telah tertinggal organisasi lain dalam melaksanakan six sigma.
Citation preview
1
DAFTAR ISI
Halaman Judul ………………………………………………………..…… 1
Daftar Isi …………………………………………………………….…… 2
Daftar Gambar ……………………………………………………………. 3
Executive Summary ……………………………………………………….. 4
Major and Minor Issuess ……………………………………………….… 5
Theoritical Findings ……………………………………………………… 10
Final Opinion ...…………………………………………………………. 17
Kesimpulan ………………………………………………………….……. 25
Daftar Pustaka ……………………………………………………………. 28
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambar 1. Siklus Six Sigma ……………………………………..12
Gambar 2. Gambar 2. Siklus DMAIC pada Six Sigma……………………....14
Gambar 3. Aktualisasi TQM dalam Lembaga Pendidikan………………….. 22
Gambar 4. Indikator-indikator untuk Sekolah dan Hubungannya dengan Pengetahuan Siswa……………………………….…………… 23
Gambar 5. Diagram IPO dalam Proses Belajar Mahasiswa …………………23
3
Critical Review
A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY IN AN ACADEMIC ENVIRONMENT
1. EXECUTIVE SUMMARY
AbstrakSix Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki
proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaliguas mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesidikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Fokus utama Six Sigma sebagai sebuah sistem manajemen adalah pada tiga hal, yaitu fokus pda konsumen, manajemen proses serta dan data. Dalam Six Sigma, kepuasan konsumen menjadi fokus utama.
Tujuan: Metodologi six sigma telah berhasil diterapkan di banyak organisasi yang mengarah ke peningkatan kualitas luar biasa dalam produk yang diproduksi dan jasa yang diberikan. Namun, institusi akademik telah tertinggal organisasi lain dalam melaksanakan six sigma. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menguji tantangan pelaksanaan metodologi dalam dunia akademis dan mengusulkan sebuah kerangka kerja yang berfungsi sebagai panduan untuk mengimplementasikan metodologi six sigma di institusi akademik.
Desain / metodologi / pendekatan: Beberapa aspek unik yang membedakan lingkungan akademik dari pengaturan manufaktur selama six sigma yang diidentifikasi. Kerangka kerja untuk mengatur peningkatan metodologi six sigma dan terkait indikator kinerja akademik ke dalam hirarki yang diusulkan di tingkat lembaga akademis pemerintahan. Contoh tujuan strategis dan indikator kinerja dengan tingkat pelaksanaan untuk proses DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) juga disediakan.
Finding/temuan: Temuan menunjukkan bahwa struktur unik dari sebuah lembaga akademis membuat calon menjadi terarik untuk menerapkan six sigma. Kerangka bertingkat tiga untuk six sigma dapat digunakan oleh administrator, staf pengajar, dan mahasiswa sebagai pedoman pelaksanaan.
Keterbatasan Penelitian/implikasi: Makalah ini menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan antara lingkungan membuat implementasi di banyak daerah dalam suatu lembaga akademis menantang. Namun, ada keterbatasan penerapan six sigma dalam sebuah organisasi akademik. Six sigma metodologi telah lebih teliti dikembangkan dan disempurnakan dalam lingkungan manufaktur daripada sistem pelayanan seperti di universitas. Implikasi praktis. Makalah ini membantu untuk merangsang pemikiran tentang penerapan metodologi manajemen mutu terbukti pengaturan akademik di mana program peningkatan terstruktur formal seperti six sigma tidak umum ditemukan.
Dari hasil temuan penelitian di atas, penulis mencoba mengkaji penerapan six sigma di dunia akademis di Indonesia khususnya dikaitkan dengan peran pengawas sekolah dalam penjaminan mutu pendidikan dan kaitannya dengan Total Quality Management (TQM) di pendidikan.
Kata kunci: six sigma, manajemen mutu, tujuan strategis, peningkatan kualitas, lembaga pendidikan.
4
2. MAJOR AND MINOR ISSUESS
2.1 Pendahuluan
Mutu sebuah produk termasuk juga produk yang dihasilkan oleh institusi
pendidikan tentunya tidak lepas dari quality assurance atau penjaminan mutu
terhadap lulusan yang dihasilkan, quality assurance memiliki peranan yang
penting dan strategis dalam penjaminan mutu pendidikan.
Sebagai pelanggan terus menuntut kualitas produk yang lebih baik (jasa),
perusahaan telah menggunakan berbagai pendekatan untuk memenuhi kebutuhan
ini. Penyempurnaan metodologi six sigma adalah salah satu pendekatan yang
telah berhasil digunakan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat dan
bagian lain dari dunia untuk meningkatkan kualitas produk yang diproduksi atau
layanan yang disampaikan. Nama metodologi, six sigma, menunjukkan bahwa
setiap proses harus menghasilkan hanya 3,4 cacat per sejuta kesempatan. Dengan
kata lain tujuannya adalah untuk membuat cacat proses bebas. Ini harus diperjelas
di sini bahwa proses berlaku untuk manufaktur dan / atau jasa.
Kisah sukses dari implementasi six sigma dan perbaikan proses
selanjutnya dapat ditemukan di beberapa jurnal akademik dan publikasi
perdagangan. Fokus dari publikasi namun telah berada di proses industri
(manufaktur dan jasa). Tidak banyak yang telah ditulis pada pelaksanaan six
sigma di lingkungan akademik. Sementara satu dapat membantah bahwa
akademisi merupakan bagian dari industri jasa, kami percaya bahwa ada
karakteristik yang unik untuk dunia akademis menjadikannya sebagai area
aplikasi menarik untuk metodologi six sigma.
5
Keberhasilan penerapan metodologi dalam sebuah organisasi memerlukan
komitmen dari manajemen puncak dan karyawan. Manajemen puncak menjadi
juara untuk metodologi melakukan sumber daya yang diperlukan yang diperlukan
untuk melembagakan metodologi. Karyawan pada bagian mereka memastikan
bahwa mereka mempelajari, menggunakan dan menghargai metodologi untuk
memastikan keberhasilan pelaksanaan. Hal ini dapat dicapai dengan menghadiri
kursus pelatihan yang dilakukan oleh mendaftar, organisasi belajar-sendiri, di
eksternal (sertifikasi) program atau kombinasi di atas.
Lembaga akademik yang sedikit berbeda dari organisasi bisnis. Mirip
dengan organisasi bisnis, manajemen puncak di universitas menggunakan visi dan
misi pernyataan sebagai alat untuk memberikan arahan untuk universitas. Individu
konstituen dalam universitas, perguruan tinggi akademik, departemen dan unit
administratif, sering mengikuti prinsip kebebasan akademik yang membuat
pelaksanaan setiap kampus yang luas inisiatif menantang. Dalam tulisan ini kita
mengidentifikasi tantangan penerapan six sigma dalam akademik pengaturan dan
kemudian mengusulkan kerangka kerja yang komprehensif untuk menerapkan six
sigma di institusi akademik.
Salah satu masalah utama di bidang pendidikan yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang dan satuan
pendidikan, terutama pada pendidikan dasar dan menengah (Wijaya, 2008:85).
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu
pengembangan muatan kurikulum nasional dan lokal, Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), peningkatan
kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan perbaikan sarana
prasarana sekolah, serta peningkatan kualitas penyelenggaraan sekolah, penerapan
6
sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 dan lain sebagainya, namun demikian
dari berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang
berarti, sebagian sekolah menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang
menggembirakan, namun sebagian sekolah lainnya masih memprihatinkan.
Metodologi six sigma telah berhasil diterapkan di banyak organisasi yang
mengarah ke peningkatan kualitas luar biasa dalam produk yang diproduksi dan
jasa yang diberikan. Namun, institusi akademik telah tertinggal organisasi lain
dalam melaksanakan six sigma. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menguji
tantangan pelaksanaan metodologi dalam dunia akademis dan mengusulkan
sebuah kerangka kerja yang berfungsi sebagai panduan untuk
mengimplementasikan metodologi six sigma di institusi akademik.
Beberapa aspek unik yang membedakan lingkungan akademik dari
pengaturan manufaktur selama six sigma diidentifikasi. Kerangka bertingkat tiga
untuk mengatur peningkatan metodologi six sigma dan terkait indikator kinerja
akademik ke dalam hirarki yang diusulkan di tingkat lembaga akademis
pemerintahan. Contoh tujuan strategis dan indikator kinerja dengan tingkat
pelaksanaan untuk proses DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control)
juga disediakan.
2.2 Isu-isu Utama Penjaminan Mutu Pendidikan di Indonesia.
Salah satu masalah utama pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia
adalah rendahnya mutu pendidikan, terutama pendidikan dasar dan menengah.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk peningkatan mutu pendidikan, namun
demikian dari berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan
peningkatan yang berarti.
7
Berdasarkan masalah di atas, berbagai pihak mempertanyakan apa yang
salah dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Dari berbagai pengamatan
dan analisis, menurut Wijaya (2008:85) ada tiga faktor penyebab mutu pendidikan
di Indonesia tidak mengalami peningkatan secara merata, faktor tersebut antara
lain:
(1) Penyelenggaraan pendidikan dilakukan dengan menggunakan pola
birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai pengelola
pendidikan yang sangat bergantung pada keputusan birokrasi yang
mempunyai jalur sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah dan daerah setempat.
(2) Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan selama ini menggunakan
pendekatan education production function atau analisis input-output yang
tidak dilakukan secara konsekuen sehingga menempatkan sekolah sebagai
pusat produksi yang jika dipenuhi semua input yang diperlukan dalam
proses produksi tersebut, maka sekolah akan menghasilkan output yang
dikehendaki.
(3) Peran serta guru dan masyarakat, terutama orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka tentunya dibutuhkan upaya
perbaikan, salah satunya adalah melakukan otonomi sekolah melalui
penerapan Total Quality Management (TQM) yang diintegrasikan dengan ISO
9001:2008 dan Six Sigma di lingkungan pendidikan.
Masalah-masalah lain terkait dengan implementasi TQM di pendidikan
menurut Sallis (1993:89-92) antara lain:
8
(1) TQM adalah sebuah kerja keras. Untuk mengembangkan sebuah budaya
mutu, diperlukan waktu. Kerja keras dan waktu adalah dua hal penting
yang harus diperhatikan, karena jika dua hal tersebut tidak berjalan dengan
baik, maka mekanisme kerja mutu akan terhambat.
(2) TQM mengharuskan kesetiaan jangka panjang staf senior terhadap
institusi, karena tidak menutup kemungkinan manajemen senior sendiri
bisa menjadi problem. Mereka bisa mengharapkan hasil positif yang
dihasilkan TQM, namun tidak mau memberikan dukungan sepenuh hati
yang diperlukan.
(3) Volume tekanan eksternal juga bisa menghalangi upaya sebuah organisasi
dalam menerapkan TQM. Walaupun program-program mutu disampaikan
dengan publikasi besar-besaran, seringkali program-program tersebut
tergilas oleh inisiatif lain.
(4) Masalah utama dalam penerapan TQM yang sering dialami oleh banyak
institusi adalah peran yang dimainkan oleh manajemen menengah. Para
staf yang terlalu khawatir salah terhadap konsekuensi pemberdayaan juga
bisa menghalangi mutu. Mereka kadangkala cenderung suka terhadap hal-
hal yang bersifat statis.
9
3. TEORETICAL FINDING
3.1 Pengertian Six Sigma
Secara etimologi six sigma tersusun dari 2 kata yaitu : six yang berarti
enam dan sigma yang merupakan simbol dari standard deviasi atau dapat pula
diartikan sebagai ukuran satuan statistik yang menggambarkan kemampuan suatu
proses dan ukuran nilai sigma dinyatakan dalam DPU (Defect Per Unit) atau PPM
(Part Per Milion). Dapat dikatakan bahwa proses dengan nilai sigma yang lebih
tinggi (pada suatu proses) akan mempunyai defect yang lebih sedikit (baik jumlah
defect maupun jenis defect). Semakin bertambah nilai sigma maka semakin
berkurang Quality Cost dan Cycle time.
Secara epistimologi six sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur
untuk memperbaiki suatu proses dengan memfokuskan pada usaha-usaha untuk
memperkecil variasi yang terjadi (process variance) sekaliguas mengurangi cacat
ataupun prosuk atau jasa yang keluar dari spesifikasi dengan menggunakan
metode statistik dan tools quality lainnya secara insentif. Umumnya six sigma
dituliskan dalam simbol 6 sigma.
Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki
proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances)
sekaliguas mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesidikasi) dengan
menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Fokus utama Six
Sigma sebagai sebuah sistem manajemen adalah pada tiga hal, yaitu fokus pda
konsumen, manajemen proses serta dan data. Dalam Six Sigma, kepuasan
konsumen menjadi fokus utama.
Manajemen memandang bisnis dan proses sebagai sebuah sistem yang
saling mempengaruhi agar dapat memenuhi persyaratan konsumen dan mencapai
target. Setiap langkah dalam Six Sigma harus berbasis fakta dan data untuk
meningkatkan objektivitas dalam pengambilan keputusan. Six Sigma digunakan
untuk mengukur dan membandingkat kemampuan proses dengan pernyataan
konsumen yang penting, Six Sigma adalah sebuah target yang mendekati
sempurna, yakni 99,9997% memenuhi persyaratan konsumen atau hanya 3,4
kegagalan (defect) dalam satu juta kesempatan.
Six Sigma adalah suatu alat manajemen baru yang digunakan untuk
mengganti Total Quality Management (TQM) sangat terfokus terhadap
10
pengendalian kualitas dengan mendalami sistem produksi perusahaan secara
keseluruhan. Memiliki tujuan untuk, menghilangkan cacat produksi, menagkas
waktu pembuatan produk, dan menghilangkan biaya. Six Sigma juga disebut
sistem komprehensif, maksudnya adalah strategi, disiplin, dan alat-alat untuk
mencapai dan mendukung kesuksesan bisnis.
Six Sigma disebut strategi karena terfokus pada peningkatan kepuasan
pelanggan, disebeut disiplin ilmu karena mengikuti model formal, yaitu DMAIC
(Define, Measure, Analyze, Control) dan alat kareka digunakan bersamaan dengan
yang lainnya, seperti Diagaram Pareto (Pareto Chart) dan Histogram. Kesuksesan
peningkatan kualitas dan kinerja bisnis, tergantung dari kemampuan untuk
mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Kemampuan ini adalah hal
fundamental dalam filosofi six sigma.
Dibandingkan dengan metode pengendalian kualitas
sebelumnya, six sigma memiliki keunggulan pada fungsi-fungsi
proses, six sigma tidak hanya sekedar berorientasi pada kualitas
produk/jasa, tetapi juga pada seluruh aspek operasional bisnis
dengan penekanan dalam fungsi-fungsi proses.
Six Sigma didasarkan pada beberapa konsep kunci (Brue,
2002) antara lain (a) cacat (defect), (b) variasi (variation), (c)
krisis terhadap kualitas (ritical-to-quality, CTQ), (c) kemampuan
proses (process capability), dan (d) desain untuk Six Sigma
(design for six sigma, DFSS).
Menurut Peter Pande, dkk, (2000) dalam bukunya The Six Sigma Way :
Team Fieldbook, adalah enam komponen utama konsep Six Sigma sebagai
strategi bisnis;
1) Benar-benar mengutamakan pelanggan : seperti kita sadari
bersama, penggan bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa juga berarti
rekan kerja kita, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah,
masyarakat umum pengguna jasa.
2) Manajemen yang berdasarkandata dan fakta: bukan berdasarkan
opini, atau pendapat tanpa dasar.
11
3) Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan; Six Sigma sangat
tergantung kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan
manajemen yang bagus untuk melakukan perbaikan.
4) Manajemen yang proaktif: peran pemimpin dan manajer sangat
penting dalam mengarahkan keberhasilan dalam melakukan
perubahan.
5) Kolaborasi tanpa batas: kerja sama antara tim yang harus mulus.
6) Selalu mengejar kesemprnaan.
Dalam Six Sigma ada siklus 5 fase DMAIC (Define, Measure, Analyze,
Improve, Control) yaitu proses peningkatan terus menerus menuju target six
sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik berdasarkan pengetahuan dan fakta.
DMAIC merupakan suatu proses closed–loop yang menghilangkan langkah–
langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran–
pengukuran baru dan menerapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju
target six sigma.
3.2 Fase-fase dalam Six Sigma
Fase-fase dalam six sigma meliputi DMAIC (Define, Measure, Analyze,
Improve, Control) dapat digambarkan dalam siklus berikut ini:
Gambar 1. Siklus Six Sigma
(1) Tahap Define (D)
Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasikan produk dan/atau
proses yang akan diperbaiki dan menentukan sumber daya apa
yang dibutuhkan dalam proyek (perbaikan Six Sigma). Dalam
fase ini tim Six Sigma bertanggung jawab untuk mengidentifikasi
12
proyek yang potensial, memprioritaskan usaha, dan menentukan
tujuan. Ini biasanya dicapai melalui proses identifikasi
kesempatan, penaksiran, dan prioritas.
(2) Tahap Measure (M)
Tahap ini bertujuan untuk menentukan critical to quality (CTQ)
yang terkait langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan
dan pengukuran kinerja sekarang dalam ukuran nilai sigma.
Pengukuran yang dilakukan mempertimbangkan setiap dimensi
layanan pada usaha jasa atau dimensi produk dalam industri
manufaktur untuk mengetahui variabel proses yang
mempengaruhi terjadinya penyimpangan yang menyebabkan
terganggunya
kapabilitas proses.
(3) Tahap Analyze (A)
Tahap ini bertujuan untuk menguji data yang dikumpulkan pada
fase measure untuk menentukan daftar prioritas dari sumber
variasi. Dalam fase tersebut tim proyek mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam akan proses yang diukur.
Langkah berikutnya adalah mencari variable utama penyebab
terjadinya kecacatan atau ketidakpuasan yang terjadi saat ini
untuk segera dapat diperbaiki sehingga dapat meminimalkan
terjadinya permasalahan yang sama pada masa akan datang.
Sebagai alat bantu untuk melaksanakan analisis ini dapat
digunakan metode fisbone diagram, brainstorming, statistical
test, modelling&root cause analysis. Pada tahap ini juga
dilakukan konversi banyaknya kegagalan ke dalam kemunginan
terjadinya oportunity cost.
(4) Tahap Improve ( I )
Tahap ini bertujuan untuk mengoptimasi solusi dan
mengkonfirmasi bahwa solusi yang ditawarkan akan memenuhi
atau melebihi tujuan perbaikan dari proyek. Selama fase
tersebut, tim proyek mengoptimasi proses kritis mereka melalui
13
metode tertentu, misalnya Design of Experiment (DOE) dan
mendesain ulang proses sebagaimana dibutuhkan.
(5) Tahap Control (C)
Tahap ini bertujuan untuk memastikan bahwa perbaikan pada
proses, sekali diimplementasikan akan bertahan dan bahwa
proses tidak akan kembali pada keadaan sebelumnya. Dalam
fase ini tim proyek mengkomunikasikan proses baru dan
parameternya ke lapangan. Personel operasional memonitor
proses tersebut dan memastikan bahwa ini berfungsi dalam
batas yang dispesifikasikan. Manajemen perusahaan harus
mempermudah tim proyek dalam mengkomunikasikan proses
baru pada tim operasional dengan batas oparasional yang
diidentifikasi dengan jelas. Pada fase ini juga dilakukan
pendokumentasian akan segala sesuatu tentang proses setelah
melewati fase control.
14
Gambar 2. Siklus DMAIC pada Six SigmaSumber: Pande, P.S., Neuman, R. P.; and Cavanagh, R.R. (2000).
3.3 Manfaat Si x Sigma
Penerapan Six Sigma yang berhasil dapat memberikan manfaat
teerhadap organisasi atau perusahaan, antara lain sebagai berikut :
1) Menurut Cost of loss, perbaikan kualitas dan service produk serta
kepuasan konsumen.
2) Dapat mengurangi secondary process (rework) dan claim.
3) Membuat keputusan berdasarkan data dan tidak hanya berdasar
praduga saja.
4) Dapat diterapkan disegala bidang baik bidang industri maupun
bidang financial.
15
5) Fokus terhadap 3P (product, Process, People). Tidak hanya produk
dan jasa saja, tapi juga proses dan kualitas sumber daya manusia
dapat mencapai tujuan melalui pengukuran sigma level.
6) Sangat berdampak terhadap investasi
7) Berdampak terhadap biaya
8) Pengolahan data sangat mudah dengan menggunakan statistik.
Melalui analisa data eksperimen hal yang samar menjadi jelas.
Tidak berdasrkan praduha dan pengalaman karena dibantuk dengan
statistic Sofware (Minitab).
Manfaat lain dari penerapan Six Sigma adalah :
1) Meningkatkan pemahaman terhadap konsumen :
a) Memahami perilaku konsumen
b) Memicu kepuasan dan kesetiaan konsumen,
2) Meningkatkan hasil guna (efektivitas);
a) Memenuhi persyaratan konsumen secara konsisten
b) Mengurangi waktu, variasi, dan kesalahan (zero defect),
c) Meningkatkan produktivitas, laba dan pangsa pasar.
3) Memperbaiki efisiensi :
a) Mengurangi biaya karena kesalahan, re-work, inventory, dan
waktu tunggu;
4) Transformasi Manajemen;
a) Membuat keputusan lebih baik dan kolaborasi lebih fokus,
b) Memberikan manfaat kepada konsumen dan stakeholders.
3.4 Penelitian tentang Six Sigma di Pendidikan
Meskipun berbagai akademisi telah ditulis pada six sigma di lembaga-
lembaga akademik, Penelitian memiliki fokus yang sangat sempit. Sementara
beberapa fokus penelitian pada pelaksanaan six sigma untuk membantu
administrator universitas dengan pengambilan keputusan tentang isu-isu seperti
mempertahankan mahasiswa dalam program akademik berdasarkan analisis data
yang luas, yang lain fokus pada mengintegrasikan metodologi six sigma dalam
program akademik (engineering, statistik, dll), sekolah atau perguruan tinggi.
16
Dalam paragraf berikut kita membahas beberapa penelitian kunci dan temuan
mereka.
Beberapa penulis meneliti peran six sigma untuk mendukung pengambilan
keputusan dalam ilmu dan rekayasa program di dua universitas yang berbeda
(Burtner, 2004; Hargrove dan Burge, 2002). Burtner (2004) menyarankan
penggunaan metodologi six sigma pada Mercer University School of Engineering
untuk "memberikan administrator universitas dengan data yang mereka butuhkan
untuk membuat perubahan yang efektif dalam pemrograman dan kebijakan
"Empat proyek diidentifikasi sebagai potensi six sigma proyek di Mercer
University Sekolah Teknik dan isu-isu alamat proyek mulai dari retensi dan
keberhasilan siswa di kelas matematika, pengurangan jumlah. waktu yang
dibutuhkan oleh siswa untuk lulus dari program rekayasa, dan kisah sukses
perempuan sebagai mahasiswa teknik. Sebuah studi percontohan dilakukan untuk
"menilai, mengevaluasi, dan memantau variasi dalam kinerja siswa dalam
kurikulum dan merekomendasikan metode untuk perbaikan" (Hargrove dan
Burge, 2002). Fokusnya adalah pada kinerja minoritas dan kurang terwakili
mahasiswa dalam program sains dan teknik. Six sigma metodologi yang
digunakan dan hasil awal mengidentifikasi tiga faktor: "perlu untuk bantuan
keuangan meningkat, pengembangan fakultas dan peningkatan kualitas instruksi
sebagai penting untuk keberhasilan" yang sangat penting untuk "mempertahankan
para siswa saat ini terdaftar, meningkatkan tingkat kelulusan , dan hasilnya adalah
proses yang lebih efisien memproduksi berkualitas baik insinyur untuk memenuhi
kebutuhan teknologi bangsa kita. "
Penelitian yang dilakukan oleh Jenicke, L.O , Kumar, A. and Holmes,
M.C., (2005) Temuan menunjukkan bahwa struktur unik dari sebuah lembaga
akademis membuat calon yang menarik untuk menerapkan six sigma. Kerangka
bertingkat tiga untuk six sigma dapat digunakan oleh administrator, staf pengajar,
dan mahasiswa sebagai pedoman pelaksanaan. Penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan antara lingkungan membuat
implementasi di banyak daerah dalam suatu lembaga akademis adalah suatu
tantangan. Namun, ada keterbatasan penerapan six sigma dalam sebuah
organisasi akademik. Six sigma metodologi telah lebih teliti dikembangkan dan
disempurnakan dalam lingkungan manufaktur daripada sistem pelayanan seperti
17
di universitas. Implikasi praktisnya membantu untuk merangsang pemikiran
tentang penerapan metodologi manajemen mutu terbukti pengaturan akademik di
mana program peningkatan terstruktur formal seperti six sigma tidak umum
ditemukan.
4. FINAL OPINION
4.1 Cara Melaksanakan Six Sigma Dalam Bidang Pendidikan
Pelaksanan Six Sigma dalam bidang pendidikan berkaitan dengan
program perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan. Pihak-pihak yang terkait
dengan peningkatan mutu pendidikan adalah mulai dari Kementerian Pendidikan
Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP), Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Pengawas Pendidikan, Kepala
Sekolah, Guru, dan Orangtua.
Komponen atau unsur yang berhubungan langsung dengan proses
pendidikan di sekolah adalah pengawas, kepala sekolah, dan guru. Ketiga
komponen ini dapat menggunakan Six Sigma dalam proses peningkatan mutu
pendidikan, mengatasi atau mengurangi masalah. Contoh penerapan Six Sigma
dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut :
1) Pengawas dapat menggunakan Six Sigma dalam pelaksanaan supervisi
baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial,
2) Kepala sekolah dengan tim guru dapat menggunakan Six Sigma dalam
penyelesaian masalah di sekolah, misalnya :
a) Mengatasi masalah siswa yang terlambat,
b) Mengatasi masalah siswa yang tidak menjaga kebersihan
3) Guru dapat menggunakan Six Sigma dalam menyelesaikan masalah
dalam proses pembelajaran di kelas, misalnya :
a) Mengatasi masalah siswa yang menyontek,
b) Mengatasi masalah prestasi siswa yang rendah,
c) Mengatasi masalah ketidak-aktifan siswa dalam proses
pembelajaran.
Seperti disebut sebelumnya, Six Sigma adalah suatu metode yang sangat
terstruktur yang terdiri dari paling sedikit lima tahapan yaitu : Define, Measure,
Analyze, Improve, dan Control yang disingkat DMAIC. Lima tahapan dalam Six
18
Sigma ini harus dilaksanakan oleh setiap komponen yang berperan dalam
peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Berikut ini akan dijelaskan tahapan yang
dapat dilakukan oleh komponen yang berkaitan langsung dengan proses evaluasi
pendidikan di sekolah yaitu pengawas pendidikan.
Salah satu tenaga kependidikan yang berwenang dalam menghubungkan
mutu pendidikan di sekolah adalah pengawas satuan pendidikan. Tugas pokok
pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan
dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik seperti adalah akademik
maupun supervisi manajerial.
Adapun tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah yang
meliputi :
1) Melaksanakan pengawas penyelenggaraan pendidikana di sekolah
sesuai dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA.
Hal ini berkaitan supervisi manajerial.
2) Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil
prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Hal ini berkaitan supervisi akademis.
Ragam kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pengawas
sekolah meliputi :
1) Pelaksanaan analisis kebutuhan
2) Penilaian kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja tenaga
3) Penialaian kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja tenaga
kependidikan lain (Tata Usaha, Laboran, dan pustakawan)
4) Pembinaan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lain.
5) Pemantauan kegiatan sekolah serta sumber daya pendidikan yang meliputi
sarana belajar, prasarana pendidikan, biaya dan lingkungan sekolah.
6) Pengolahan dan analisis data hasil penilaian, pemantauan, dan pembinaan
7) Evaluasi proses dan hasil pengawasan
8) Penyusunan laporan hasil pengawasan
9) Tindak lanjut hasil pengawasan untuk pengawasan berikutnya.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan supervisi adalah melalui
tahap-tahap dan pra-observasi, observasi, dan pasca observasi.
1) Pra-observasi (Pertemuan awal) :
19
a) Menciptakan suasana akrab dengan guru
b) Membuat persiapan yang dibuat oleh guru dan membuat kesepakatan
mengenai aspek yang menjadi fokus pengamatan.
c) Menyepakati instrumen observasi yang akan digunakan.
2) Observasi (Pengamatan Pembelajaran) :
a) Mengamatan difokuskan pada aspek yang telah disepakati,
b) Menggunakan instrumen observasi
c) Di samping instrumen, pengawas juga membuat catatan (fiednotes)
yang meliputi perilaku guru dan siswa.
d) Observasi yang dilakukan oleh pengawas tidak mengganggu proses
pembelajaran.
3) Pasa-observasi (Pertemuan Balikan);
a) Dilaksanakan segera setelah observasi,
b) Menanyakan bagaimana pendapat guru mengenai proses pembelajaran
yang baru berlangsung,
c) Menunjukkan data hasil observasi (instrumen dan catatan) – memberi
kesempatan guru mencermati dan menganalisisnya,
d) Mendiskusikan secara terbuka hasil observasi, terutama pada aspek
yang telah disepakati (kontrak) – berikan penguatan terhadap
penampilan guru, Pengawas menghindari kesan menyalahkan.
Usahakan guru mampu memperbaiki kekurangannya.
e) Memberikan dorongan moral bahwa guru mampu memperbaiki
kekuranganannya.
f) Secara bersama-sama menentukan rencana pembelajaran dan supervisi
berikutnya.
Penerapan langkah-langkah Six Sigma oleh pengawas sekolah menurut Husaini
(2012) adalah sebagai berikut :
1) Define
Pada tahap ini pengawas mengidentifikasikan
permasalahan,mendefinisikan spesifikasi pelanggan, dan menentukan
tujuan (pengurangan cacat/biaya dan target waktu). Inti tahapan ini adalah
menentukan masalah. Dalam hal supervisi, pengawas dapat melakukan
langkah-langkah :
20
a) Mengidentifikasikan permasalahan dengan menggunakan instrumen,
observasi, wawancara dan dokumentasi.
b) Mengdefinisikan spesifikasi guru berdasarkan hasil pengamatan.
c) Menentukan tujuan (pengurangan cacat/biaya dan target waktu) yaoti
untuk memperbaiki kinerja guru dalam pembelajaran.
2) Measure
Pada tahap ini pengawas menvalidasi permasalahan,
pengukur/menganalisis permasalahan dari data yang ada di mana
pengawas mengidentifikasi permasalahan yang paling dominan yang
dihadapi oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran. Melalui tahap ini
pengawas dapat membandingkan antara kenyataan yang
digambarkan/ditunjukkan oleh hasil observasi dengan perilaku ideal yang
seharusnya. Seorang pengawas dapat menentukan apakah seorang guru
sudah “sempurna” atau masih memiliki kekurangan dan dilakukan
pembinaan lebih lanjut.
Data-data hasil instrumen kemudian disusun dalam bentuk tabel
untuk mendapatkan gambaran umum permasalahan. Dari tabel tersebut
dapat dibuat diagram pareto untuk melihat persentasi faktor penyebab
suatu masalah.
3) Analyze
Pada tahap ini pengawas menentukan faktor-faktor yang paling
mempengaruhi proses; artinya mencari satu atau yang kalau itu diperbaiki
akan memperbaiki proses secara dramatis. Pada tahap ini pengawas
menentukan faktor-faktor yang paling dominan yang dialami guru dan
akan menjadi fokus pembinaan pengawas.
Dari diagram pareto pada langkah sebelumnya, pengawas
mempelajari lebih mendalam penyebab yang paling dominan dari suatu
masalah. Langkah ini dapat menggunakan diagram tulang ikan (fishbone).
4) Improve
Pada tahap ini pengawas dan guru yang dibina mendiskusikan ide-
ide untuk memperbaiki sistem pembelajaran berdasarkan hasil analisa
terdahulu. Melalui diskusi ini pengawas dan guru mengidentifikasi
tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki proses.
21
Selanjutnya menyepakati dan merumuskan jenis tindakan yang akan
dilakukan, dan melakukan percobaan untuk melihat hasilnya. Jika hasilnya
bagus kemudian dibuatkan prosedur bakunya atau SOP (Standard
Operating Procedure).
5) Control
Pada tahap ini pengawas harus membuat rencana dan desain
pengukuran agar hasil yang sudah bagus dari perbaikan bisa
berkesinambungan. Dalam tahap ini pengawas membuat semacam metrics
untuk selalu dimonitor dan dikoreksi bila sudah mulai menurun ataupun
untuk melakukan perbaikan lagi. Pada tahap ini, pengawas menentukan
alat ukur melihat apakah program kegiatan perbaikan yang telah disepakati
sudah atau belum dilaksanakan sesuai dengan SOP.
4.2 Penerapan Prinsip-Prinsip Integrasi Six Sigma dan TQM dalam Pendidikan
Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usaha
pendidikan tidak lain adalah merupakan usaha “jasa” yang memberikan pelayanan
kepada pelanggannya, yaitu mereka yang belajar dalam lembaga pendidikan
tersebut. Mereka yang belajar tersebut bisa merupakan pelajar/murid/peserta
belajar yang biasa disebut klien/pelanggan primer (primary external customers).
Mereka inilah yang langsung menerima manfaat layanan pendidikan dari lembaga
tersebut. Para klien terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembaga
pendidikan, yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan
mereka ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary external customers).
Pelanggan lainnya yang bersifat tersier adalah lapangan kerja bisa pemerintah
maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary external customers).
Selain itu, dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya yaitu
yang berasal dari interen lembaga; mereka itu adalah para guru/guru/tutor dan
tenaga administrasi lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan
(internal customers). Walaupun para para guru/guru/tutor dan tenaga administrasi,
serta pimpinan lembaga pendidikan tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa,
tetapi mereka termasuk juga pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen.
Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakin 22
maju dan berkualitas mereka diuntungkan, baik secara kebanggaan maupun
finansial.
Seperti disebut di atas bahwa program peningkatan mutu harus
berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan
suatu lembaga haruslah memperhatikan masing-masing pelanggan diatas.
Kepuasan dan kebanggan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan
pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan
pendidikan.
Menurut Mufidah (2009:94) Aktualisasi TQM dalam lembaga pendidikan
didasarkan pada lima kunci, yaitu: (1) visi (vision), (2) strategi dan tujuan
(strategy and goals), (3) tim (team), (4) alat (tools), (5) three Cs of TQM yang
meliputi: a). budaya (culture), b). komitmen (commitment), c). komunikasi
(communication). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 3. Aktualisasi TQM dalam Lembaga PendidikanSumber: Mufidah (2009: 95)
Mayer, D.P., et al. (2000) mengatakan bahwa: “ mutu sekolah
mempengaruhi pengetahuan siswa melalui pelatihan dan talenta dari tenaga guru,
apakah berlangsung di dalam ruang kelas, serta seluruh budaya dan atmosfir
sekolah”. Pada ketiga bidang ini ada 13 indikator mutu sekolah yang berkaitan
dengan pengetahuan siswa yang digambarkan di bawah ini:
23
Gambar 4. Indikator-indikator untuk Sekolah dan Hubungannya dengan Pengetahuan Siswa.Sumber: Wijaya (2008:87)
Berdasarkan hal-hal diatas, dapat diperoleh gambaran bahwa pada intinya
mutu pendidikan merupakan akumulasi dari semua mutu jasa pelayan yang ada di
lembaga pendidikan yang diterima oleh para pelanggannya. Layanan pendidikan
adalah suatu proses yang panjang, dan kegiatannya yang satu dipengaruhi oleh
kegiatannya yang lain. Bila semua kegiatan dilakukan dengan baik, maka hasil
akhir layanan pendidikan tersebut akan mencapai hasil yang baik, berupa “mutu
terpadu”.
Contoh penerapan diagram IPO (input, proses, output) untuk memperbaiki
proses akademik seorang mahasiswa dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5. Diagram IPO dalam Proses Belajar Mahasiswa(Sumber: Manggala, 2005)
Dasar-dasar penerapan TQM di pendidikan adalah sebagai upaya
peningkatan kualitas dalam pelayanan, peningkatan kualitas lulusan, dan
24
penerapan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), target dalam penerapan TQM
meliputi: (a) tersertifikasi ISO, (b) pembelajaran dengan menggunakan konsep
Internet, Technology and Computer (ITC), (c) perpustakaan sekolah dengan
menggunakan konsep digital, (d) setiap siswa mampu bersaing di tingkat
internasional dengan menggunakan acuan tes curriculum Cambridge. Penerapan
TQM terhadap empowering (pemberdayaan) Sumber Daya Manusia (SDM)
menuju SBI merupakan sebuah usaha untuk menjaga dan meningkatkan mutu,
serta untuk pemenuhan penerapan program SBI.
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh sekolah dalam penerapan Total
Quality Management (TQM) terhadap empowering SDM menuju Sekolah
Bertaraf Internasional, antara lain: (a) lulusan yang berkualitas, (b) pelayanan
yang cepat, tepat, dan akuntabel, (c) kemudahan akses informasi, (d) transparansi
pendanaan, (e) efektif dalam pembiayaan. Model peningkatan TQM terhadap
empowering SDM menuju SBI, yaitu: (a) manual mutu, (b) pengendalian
dokumen, (c) penataan ruang lingkup manajemen mutu.
4.3 Hambatan-Hambatan dan Solusi Implementasi Integrasi Six Sigma dan
TQM di Institusi Pendidikan di Indonesia.
Penelitian implementasi metodologi six sigma yang dilakukan oleh
Jenicke, L.O., Kumar, A., Holmes, M.C. (2008) di institusi pendidikan di
Amerika Serikat, belum tentu bisa diterapkan di Indonesia, karena adanya
perbedaan budaya antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat Amerika, di
samping itu dukungan stake holder pendidikan juga berbeda. Oleh karena itu perlu
adanya penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi budaya dan tingkat kemajuan
pendidikan serta kesiapan sarana dan prasarana pendukung yang ada di Indonesia.
Beberapa penelitian menyoroti kesulitan menerapkan six sigma dalam
lingkungan universitas. Daftar tantangan unik implementasi six sigma dalam
lingkungan universitas yang dihasilkan meskipun penulis tidak membahas
tantangan (Holmes et al., 2005). Tantangan termasuk kesulitan dalam menentukan
pelanggan untuk sebuah universitas, sifat produk, dan sulitnya mengukur kualitas
dan sistem penghargaan bagi karyawan (Holmes et al., 2005). Hoerl dan Bryce
(2004) membahas status six sigma di universitas-universitas serta pengaruh
25
potensial dalam lingkungan akademik. Sebagai bukti sukses di banyak organisasi
bisnis, maka sebagian besar di bawah diterapkan dalam pengaturan universitas.
Menerapkan six sigma di universitas adalah sulit karena sifat dari produk
pendidikan tidak berwujud, keragaman tujuan departemen / individu dan sudut
pandang, dan fokus pada administrasi mencari dana untuk program universitas
(Hoerl dan Bryce, 2004). Area aplikasi terbaik mungkin dalam non-akademik
daerah dukungan. Sebuah studi sebelumnya menunjukkan beberapa alasan untuk
kesulitan menerapkan TQM dalam dunia akademis (Bolton, 1995). Alasan
menyatakan itu pelanggan definisi jelas, kurangnya pengukuran kualitas,
penekanan pada individu bukannya prestasi kelompok, keseragaman
memaksakan, oposisi terhadap kerja tim dan resistensi terhadap perubahan.
Meskipun banyak yang telah ditulis tentang six sigma dalam lembaga
akademis, ada studi yang mengidentifikasi faktor-faktor penting untuk
mengimplementasikan six sigma dalam cara yang terorganisasi dan terkoordinasi
di seluruh lembaga akademis. Penelitian ini berfokus pada mengidentifikasi
faktor-faktor penting untuk mengimplementasikan six sigma perusahaan yang luas
di lembaga akademis. Faktor-faktor yang digunakan untuk mengusulkan kerangka
kerja yang komprehensif yang akan memandu institusi akademik berencana untuk
mengimplementasikan six sigma.
Six sigma merupakan pendekatan yang sudah lama diimplementasikan di
dunia bisnis, namun relatif baru diadopsi di dunia pendidikan. Six sigma
memerlukan perubahan atas paradigma manajemen konvensional, komitmen
jangka panjang, kesatuan tujuan dan pelatihan-pelatihan. Adapun hambatan-
hambatan yang kemungkinan dijumpai dalam implementasi six sigma di
pendidikan adalah :
(1) Adanya perbedaan budaya di lingkungan industri manufaktur dengan
lingkungan pendidikan, sehingga diperlukan penyesuaian-penyesuaian.
(2) Keengganan warga pendidikan untuk merubah metode lama ke metode baru.
(3) Belum memahami metodologi six sigma.
(4) Adanya keragu-raguan staf tata usaha dan karyawan dalam menerima konsep
dan implementasi six sigma.
Sebab-sebab umum kegagalan penerapan TQM di dunia pendidikan
menurut Sallis (1993) antara lain mencakup: desain kurikulum yang lemah,
26
bangunan yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem dan
prosedur yang tidak sesuai, jadwal kerja yang serampangan, sumber daya yang
kurang, dan pengembangan staf yang tidak memadai. Sementara sebab-sebab
khusus kegagalan sering diakibatkan oleh prosedur dan aturan yang tidak diikuti,
meskipun kegagalan tersebut mungkin juga diakibatkan oleh kegagalan
komunikasi dan kesalahpahaman.
Sallis (1993) mengemukakan langkah-langkah penting dan sederhana
dalam mengimplementasikan TQM di pendidikan antara lain: (1) kepemimpinan
dan komitmen terhadap mutu harus dari pimpinan, (2) kepuasan pelanggan adalah
tujuan TQM, (3) menunjuk fasilitator mutu, (4) membentuk kelompok pengendali
mutu, (5) menunjuk coordinator mutu, (6) mengadakan seminar manajemen
senior untuk mengevaluasi program, (7) menganalisa dan mendiagnosa situasi
yang ada, (8) menggunakan contoh-contoh yang sudah berkembang di tempat
lain, (9) mempekerjakan konsultan eksternal, (9) memprakarsai pelatihan mutu
dari para staf, (10) mengkomunikasikan pesan mutu, (11) mengukur biaya mutu,
(12) mengaplikasikan alat dan teknik mutu melalui pengembangan kelompok
kerja yang efektif, (13) mengevaluasi program dalam interval yang teratur.
Langkah-langkah yang telah dikemukakan oleh Sallis di atas dapat
dijadikan sebagai panduan dalam mengimplementasikan TQM di dunia
pendidikan/ sekolah, serta mengatasi kemungkinan masalah-masalah yang akan
terjadi.
5. KESIMPULAN
Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki
proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances)
sekaliguas mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesidikasi) dengan
menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Fokus utama Six
Sigma sebagai sebuah sistem manajemen adalah pada tiga hal, yaitu fokus pda
konsumen, manajemen proses serta dan data. Dalam Six Sigma, kepuasan
konsumen menjadi fokus utama.
Metodologi six sigma telah berhasil diterapkan di banyak organisasi yang
mengarah ke peningkatan kualitas luar biasa dalam produk yang diproduksi dan
jasa yang diberikan. Namun, institusi akademik telah tertinggal organisasi lain
27
dalam melaksanakan six sigma. Penerapan six sigma di institusi akademik
berbeda dengan penerapan di industri manufaktur sehingga perlu beberapa
penyesuaian.
Keberhasilan penerapan metodologi dalam sebuah organisasi memerlukan
komitmen dari manajemen puncak dan karyawan. Manajemen puncak menjadi
juara untuk metodologi melakukan sumber daya yang diperlukan yang diperlukan
untuk melembagakan metodologi. Karyawan pada bagian mereka memastikan
bahwa mereka mempelajari, menggunakan dan menghargai metodologi untuk
memastikan keberhasilan pelaksanaannya.
28
Daftar Pustaka
Arcaro, J.S. (1995). Quality in Education: An Implementation Handbook. Florida: St Lucie Press.
Bolton, A. (1995), “A rose by any other name: TQM in higher education”, Quality Assurance in Education, Vol. 3 No. 2, pp. 13-18.
Brue, G. (2005). Six Sigma for Managers. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Burtner, J. (2004), “The adaptation of six sigma methodology to the engineering education enterprise”, Proceedings of the ASEE Southeast Section Conference 4-6 April 2004, Auburn, AL, available at:http://cee.citadel.edu/aseese/proceedings/ASEE2004/ASEE2004SE.htm
Crosby, P. B. (1978). Quality is free: the art of making quality certain. New York: Mc. Graw Hill Book Company.
Deming, W. Edwards. (1986). Out of the Crisis. Cambridge: Cambridge University Press.
Departemen Pendidikan Nasional (2009). Dimensi Kompetensi Supervisi Akademik. Jakarta : Dirjen PMPTK.
Eko Supriyanto, (2006). Pedoman Pelaksanaan Supervisi Klinis di Sekolah. Jakarta PMPTK.
Gaspersz Vincent. (2007). Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz, V. (2001). Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
George, M.L., (2008). Lean Six Sigma for Service: How to Use Lean Speed and Six Sigma Quality to Improve Services and Transactions. New York: MCGraw-Hill.
Goetsch, D. and Davis, S. (2000). Quality Management: Introduction to Total Quality Management for Production, Processing, and Services. Prentice Hall, Englewood Clifffs, NJ.
Hargrove, S.L. and Burge, L. (2002), “Developing a six sigma methodology for improving retention in engineering education”, Proceedings of the 32nd
ASEE/IEEE Frontiers in Education Conference, November 6-9, Boston, MA, pp. 20-4.
Hidayat, Anang. (2007). Strategi Six Sigma: Peta Pengembangan Kualitas dan Kinerja Bisnis. Jakarta: Elex Media Computindo.
Hoerl, R. and Bryce, G.R. (2004), “What influence is the six sigma movement having in universities? What influence should it be having?”, ASQ six sigma Forum Magazine, Vol. 3 No. 2, p. 37.
Jenicke, L.O , Kumar, A. and Holmes, M.C., (2005), “A framework for applying six sigma improvement methodology in an academic environment”, Issues in The TQM Journal Vol. 20 No. 5, 2008 pp. 453-462.
Lam, M.Y., Poon, G.K.K, and Chin, K.S. 2008. An Organizational Learning Model for Vocational Education in The Context of TQM Culture. International Journal of Quality and Reliability Management, Vol. 25 No. 3, 2008, p 238-255.
Manggala, D. (2005). Mengenal Six Sigma secara Sederhana.Mayer, D.P., et al. (2000). Monitoring School Quality: An Indicators Report.
US: US Department of Education.29
Mc Adam, R., Leitch, C. and Harisson, R. (1998). The Link between Organizational Learning and Total Quality: A Critical Review. Journal of European Industrial Training, Vol. 22 No.2 pp. 8-11.
Mufidah, L.N . (2009). Aktualisasi TQM dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal Tadris, Volume 4 Nomor 1 Tahun 2009, halaman 91-105.
Pande, P.S., Neuman, R. P.; and Cavanagh, R.R. (2000). The Six Sigma Way-How GE, Motorola, and Top Companies are Honing Their Performance. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas
Sekolah/Madrasah.Salis, E. (1993). Total Quality Management in Education. Kogan Page LondonSyafaruddin. (2002). Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep,
Strategi dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Usman, H. (2012). Six Sigma. Materi Kuliah Program Magister Manajemen
Universitas Gadjah Mada.Wijaya, D. (2008). Implementasi Manajemen Mutu Terpadu dalam
Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Jurnal Pendidikan Penabur, No.10/Tahun ke-7, Juni 2008, hal. 84-94.
30
Recommended