View
92
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
SKRIPSI
MAKNA MANTRA SANTET DALAM BUKU THE SECRET OF
SANTET ANALISIS PERSPEKTIF FILSAFAT BAHASA
LANGUAGE GAMES LUDWIG WITTGEINSTEIN
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)
Oleh
Zein Muchamad Masykur
53050150007
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2020
i
ii
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
iv
MOTTO
Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?
(QS. Ar-Rahman: 13)
Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.
(QS. Saba’: 13)
Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
(QS. Al-Ma’idah: 13)
Dan Dia menundukkan apa yang di langit dan apa yang ada di bumi untukmu
semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.
(QS. Al-Jasiyah: 13)
Dan bertaqwalah kepada Allah, Allah yang memberikan pengajaran kepadamu, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(QS. Al-Baqarah: 282)
Adakah guru yang lebih hebat daripada Yang Maha Mengetahui?
(Zein Muchamad Masykur)
v
PERSEMBAHAN
1. Puji syukur kepada Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya.
2. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
dan kepada nabi-nabi sebelumnya yang telah menjadi suri tauladan.
3. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Muhammad Khanan Ismail dan Ibu Dewi
Khoiriyah yang selalu mendoakanku dan membesarkanku dengan penuh kasih.
4. Kakakku tercinta, Dina Rif’atu Nafa, M. Pd.I., yang selalu memotivasi dan
memberikan semangat untuk sukses.
5. Keluarga besar Bani Abdul Basit Brayo, Bani Muhammad Dahlan Gunung Pring,
Bani Taslim Candi, Bani Sofwan, yang selalu mendoakanku untuk meraih cita-
cita.
6. Keluarga besar Seni Musik Club IAIN Salatiga yang telah mengajarkanku arti
persaudaraan dan kekeluargaan.
7. Keluarga besar Lingkar Mahasiswa Filsafat Indonesia yang telah memberikanku
wawasan yang baru.
8. Keluarga besar Sobat Muda, Percik, yang yang telah mengajarkanku banyak hal.
9. Keluarga besar Aqidah dan Filsafat Islam, terkhusus angkatan 2015 yang dari
awal perkuliahan sampai detik ini telah berjuang bersama.
10. Keluarga KKN Purworejo Posko 171 yang telah mengajarkanku banyak hal.
11. Teman-teman Bakura Band yang sudah saya anggap keluarga sendiri, terkhusus
untuk bapak Vanis dan ibu Pipit selaku pelatih.
vi
12. Teman-teman Anak Bulan yang selalu menjadi tempat saya belajar, berdiskusi,
dan berkarya.
13. Seluruh sivitas akademika IAIN Salatiga yang selama ini telah dengan sabar
menghadapi kenakalan dan keegoisanku. Juga para pemilik warteg, burjo,
angkringan, potokopian, dan semua orang yang pernah berjasa dalam hidupku.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memnuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana pada jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Judul dari skripsi ini adalah “Makna Mantra Santet dalam Buku The Secret
of Santet Analisis Perspektif Filsafat Bahasa Language Games Ludwig
Wittgeinstein”.
Dalam penulisan skripsi ini tidak dapat dilepaskan dari do’a, bimbingan, serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan
segenap rasa syukur menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyudin, M. Ag., selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab
dan Humaniora IAIN Salatiga beserta Wadek I, II, dan III beserta para staf.
3. Bapak Yedi Efriadi, M. Ag., selaku Ketua Jurusan Akidah dan Filsafat Islam
beserta jajarannya.
4. Bapak Dr. Agus Ahmad Suaidi, Lc., M.A., selaku Dosen Pembimbing
Akademik sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan
viii
waktunya, memberikan arahan, bimbingan, serta memotivasi saya untuk
menjadi lebih baik.
5. Ibu Dra. Djami’atul Islamiyah, M. Ag., yang banyak memberikan motivasi
untuk semangat dan bekerja keras.
6. Bapak Ibu dosen pengajar di Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam.
7. Bapak Ibu dosen, staf, dan karyawan di Fakultas Ushuluddin Adab dan
Humaniora.
8. Seluruh pihak yang tidak bisa saya sebut satu persatu, termasuk penulis buku,
artikel, yang telah berjasa memberikan inspirasi.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan dan memberikan balasan
yang berlipat ganda atas jasa-jasa semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan
kritik akan penulis terima dengan senang hati. Akhitnya, hanya kepada Allah SWT
penulis serahkan segala-galanya. Semoga dapat memberikan manfaat untuk
semuanya.
Salatiga, 22 Juni 2020
Penulis
Zein Muchamad Masykur
ix
ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji makna mantra-mantra santet yang terdapat dalam buku
karya Masruri yang berjudul The Secret of Santet dan menganalisisnya dengan
menggunakan teori Language Games dari Ludwig Wittgeinstein. Fokus utama
penelitian ini adalah mantra-mantra santet yang pernah digunakan dalam ritual santet.
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) dengan menggunakan
metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu dengan
mengumpulkan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data primer
pada penelitian ini diperoleh dari buku The Secret of Santet, sedangkan data sekunder
diperoleh dari buku, jurnal, internet, dan data pendukung lain yang berkaitan dengan
pembahasan dalam penelitian ini. Adapun teknik analisis data menggunakan metode
deskriptif-analitis.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa santet mempunyai aturan-aturan
tersendiri dalam permainan bahasanya yang tidak dapat dicampuradukkan dengan
aturan permainan yang lain, bahkan antara santet jenis yang satu dengan jenis yang
lain memiliki aturan permainannya masing-masing. Sebagaimana konsep Meaning in
Use, teori ini memberikan pemahaman bahwa makna mantra bergantung pada tujuan
dari mantra tersebut dipergunakan. Suatu mantra dapat dimaknai sebagai mantra
santet jika mantra tersebut dipergunakan dalam ritual santet, dan suatu mantra tidak
dapat dimaknai sebagai mantra santet jika digunakan untuk tujuan yang lain.
Keyword: Santet, Filsafat Bahasa, Language Games
x
ABSTRACT
This study examines the meaning of santet’s spells contained in Masruri’s
book The Secret of Santet and analyzes them using the Language Games theory from
Ludwig Wittgeinstein. The main focus of this research are the spells that have been
used in santet rituals. This research is a library research using descriptive qualitative
research methods. Data collection technique is to collect writings related to research.
The primary data source of this research was obtained from the book The Secret of
Santet, and secondary data was obtained from books, journals, internet, and other
supporting data related to the study. Data analysis techniques using descriptive-
analytical methods.
The results of this study conclude that santet has its own rules in its language
game, which cannot be confused with other game rules, even between santet types
with one another have their own game rules. As the concept of Meaning in Use, this
theory provides an understanding that the meaning of spell depends on the purpose of
the spell used. A spell can be interpreted as a santet spell if the spell is used in santet
rituals, and a spell cannot be interpreted as a santet spell if used for other purposes.
Keyword: Santet, Philoshopy of Language, Language Games
xi
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………...………………………………………………… i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN…………………………………………………….ii
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………..iii
PENGESAHAN
KELULUSAN……………………………………………………iiiv
MOTTO……………………………………………………………………………...iv
PERSEMBAHAN……………………………………………………………………v
KATA PENGANTAR……………………………………………………………...vii
ABSTRAK…………………………………………………………………………..ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..xii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah ...................................................... 5
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .................................................... 5
D. Kajian Pustaka ................................................................................................. 6
E. Kerangka Teori ................................................................................................ 8
F. Metode, Fokus, Objek, Lokasi, dan Sumber Data Penelitian .................... 11
xiii
1. Metode Penelitian ......................................................................................... 11
2. Fokus dan Objek Penelitian .......................................................................... 12
3. Sumber Data ................................................................................................. 12
G. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 12
H. Teknik Analisis Data .................................................................................. 12
I. Sistematika Penulisan .................................................................................... 13
BAB II BIOGRAFI DAN KARYA MASRURI ........................................................................ 14
A. Biografi Masruri............................................................................................. 15
B. Karya-karya Masruri .................................................................................... 15
BAB III BIOGRAFI, KARYA, DAN KONSEP FILSAFAT BAHASA
LANGUAGE GAMES LUDWIG WITTGEINSTEIN ............................................................. 20
A. Biografi Ludwig Wittgeinstein ...................................................................... 20
B. Karya Ludwig Wittgeinstein ......................................................................... 22
1. Tractatus Logico-Philosophicus: Wittgenstein I ....................................... 22
2. Philosophical Investigations: Wittgenstein II ........................................... 23
C. Konsep Filsafat Bahasa Language Games Ludwig Wittgeinstein ............. 24
1. Makna dalam Penggunaan (Meaning in Use) .......................................... 24
2. Permainan Bahasa (Language Games) ..................................................... 25
xiv
BAB IV BUKU THE SECRET OF SANTET ............................................................................ 27
A. Ringkasan Buku The Secret of Santet ........................................................... 27
1. Bab 1: Santet: Apakah Itu? ....................................................................... 28
2. Bab 2: Misteri yang Belum Terjawab ...................................................... 31
3. Jenis Santet di Indonesia ........................................................................... 33
4. Bab 4: Faktor Penentu Kekuatan Santet ................................................. 36
5. Bab 5: Pengalaman Para Korban Santet ................................................. 38
6. Ringkasan Bab 6: Antara Putih dan Hitam ............................................. 39
7. Ringkasan Bab 7: Hizib-Hizib “Keras”: Penangkal dan Penghancur
Ilmu Hitam ......................................................................................................... 41
8. Bab 8: Jin dan Khadam ............................................................................. 49
9. Bab 9: Memetika Santet ............................................................................. 49
10. Bab 10: Tanda-Tanda Serangan Santet ............................................... 51
11. Bab 11: Menangkal Santet ..................................................................... 52
12. Bab 12: Mengobati Korban Santet........................................................ 61
13. Bab 13: Santet dan Hipnoterapi ............................................................ 62
14. Ringkasan Bab 14: Balada Mbok Sasmi .............................................. 62
xv
15. Ringkasan Bab 15: Santet Menjadi Komoditas Bisnis ........................ 63
16. Ringkasan Bab 16: Santet dan Sihir dalam Pandangan Agama dan
Budaya ................................................................................................................ 63
17. Ringkasan Bab 17: Populasi yang Semakin Punah ............................. 64
18. Ringkasan Bab 18: Santet dalam Pandangan Para Tokoh ................. 64
BAB V PEMBAHASAN ............................................................................................................. 65
A. Mantra-Mantra yang Dianalisis ................................................................... 65
B. Makna Mantra Santet Analisis Perspektif Filsafat Bahasa Language
Games Ludwig Wittgeinstein ................................................................................ 67
1. Analisis Mantra Pertama .............................................................................. 67
2. Analisis Mantra Kedua ................................................................................. 70
3. Analisis Mantra Ketiga ................................................................................. 73
4. Analisis Mantra Keempat ............................................................................. 75
5. Analisis Mantra Kelima ................................................................................ 77
BAB VI PENUTUP ..................................................................................................................... 83
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 83
B. Saran ............................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 85
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena santet atau semacamnya hadir hampir di setiap
bangsa/masyarakat, utamanya pada masyarakat tradisional di Asia. Banyak
fenomena, hal mistis, dan kejadian di luar nalar manusia yang mengalir di
berbagai cerita yang tersebar di seantero masyarakat Asia. Bahkan cerita-
cerita tersebut menjelma menjadi legenda, mitos, cerita rakyat, sejarah nenek
moyang, keyakinan, praktek pengkultusan, dan lain sebagainya.
Cerita-cerita tersebut selalu mengandung unsur mistis, magis,
metafisis, ghaib, ajaib, di luar nalar, dan hal-hal luar biasa lainnya. Manusia
lalu berusaha mencari tahu apa yang bisa menyebabkan orang-orang di dalam
cerita-cerita tersebut begitu sakti, ampuh, luar biasa, dan digdaya. Dari usaha
pencarian itu lalu muncul benda-benda pusaka, mantra, jimat/azimat, ilmu
sihir, dan hal-hal lain yang notabenenya dapat membuat atau menjadikan
seseorang memiliki ‘kekuatan’ atau ‘digdaya’ melebihi manusia normal pada
umumnya.
Benda pusaka, mantra, jimat/azimat, dan sebagainya tersebut
seringkali dihubungkan dengan dimensi ghaib, kehidupan para jin, kekuatan
dari dunia lain, dan sebagainya. Jika penulis membahas kesemua hal tersebut
di atas, maka akan terlalu banyak pembahasan. Oleh karena itu peneliti hanya
2
akan memberi fokus pada mantra. Peneliti melihat bahwa dalam cerita-cerita
tersebut seringkali digambarkan bahwa sebelum si tokoh mampu
mengeluarkan kekuatannya, maka si tokoh akan terlebih dahulu mengucapkan
atau melafalkan beberapa patah kata atau kalimat yang biasanya terdengar
asing dan memakai bahasa yang kurang familiar bagi manusia pada
umumnya.
Ada banyak macam jenis mantra, ada mantra pengasihan, mantra
kekebalan, mantra perlindungan, mantra pengobatan, mantra pengusir jin dan
lain-lain. Mantra pengusir jin adalah salah satu mantra yang mudah ditemui.
Bahkan beberapa waktu lalu ada program reality show di salah satu stasiun
telivisi swasta yang menayangkan program pengusiran jin.
Banyak fenomena yang terjadi dari mulai di sekitar kita bahkan
sampai skala nasional yang tidak terlepas dari persinggungannya dengan
dimensi ghaib. Dari mulai dunia perekonomian, perpolitikan, sosial, agama,
keluarga, bahkan kehidupan sehari-hari yang tampak biasa saja.
Cerita-cerita yang bersinggungan dengan alam ghaib yang justru kita
alami secara langsung seringkali menjadi aneh dan ‘menakutkan’ untuk
dibicarakan di ruang akademis. Padahal fenomena-fenomena itu ada bahkan
setiap orang pasti pernah mengalami, terlepas percaya atau tidak.
Dalam berita-berita entertainment misalnya, seringkali aktor/aktris
yang baru saja berperan di film horor, entah berperan sebagai hantunya atau
sebagai aktor utama atau yang lainnya mengalami hal-hal aneh setelahnya.
3
Akan tetapi jika diwawancarai lebih lanjut maka si aktor/aktris tersebut
cenderung tidak ingin menceritakannya.
Pengalaman yang pernah peneliti alami adalah ketika melihat secara
langsung prosesi pengusiran jin dari orang kesurupan, bapak yang mengusir
akan terlebih dahulu melafalkan mantra sebelum akhirnya berhasil mengusir
jin dari orang yang kesurupan tersebut.
Dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa mantra-mantra tersebut adalah
semacam password atau kata kunci atau keyword dan sebagainya, yang
mungkin saja memiliki daya magis sebagai bahasa yang mampu
mengantarkan maksud dari si pelafal menuju apa yang diharapkan oleh si
pelafal, lalu menjadi kenyataan.
Selain menarik, hal ini juga penting dan perlu untuk diteliti mengingat
bahwa kita sebagai manusia yang sehari-hari berkehidupan sosial, bergaul
dengan banyak orang, menemui orang baru, tempat baru dan hal baru tentu
kita pernah mendengar atau bahkan melihat secara langsung bagaimana
‘menderita’nya orang yang kesurupan. Akan tetapi kita tidak bisa menolong
sama sekali walaupun kita hafal ayat-ayat suci. Apakah karena tidak tahu cara
pelafalannya atau cara membacanya atau ada hal lain? Sebenarnya bagaimana
makna mantra tersebut itu? Ada kebenaran seperti apa di balik itu?
Dalam Pengantar Filsafat-nya, Louis O. Kattsoff menjelaskan bahwa
tugas mendasar kefilsafatan tidak bisa dianggap selesai sebelum
mengemukakan dan berusaha menjawab dua pertanyaan: Apakah peryataan-
4
pernyataan itu mengandung makna? Apakah pernyataan-pernyataan itu
benar?1 Dalam rangka mengemukakan dan berusaha memperoleh jawaban
dari tugas mendasar tersebut, peneliti berkeinginan untuk menggali lebih
dalam serta menganalisis bagaimana makna mantra khususnya dalam
fenomena yang disebut santet itu.
Setelah peneliti mencari beberapa referensi, peneliti menemukan salah
satu buku yang menarik yang mengupas dengan baik santet tersebut. Buku itu
berjudul The Secret of Santet yang ditulis oleh Masruri. Penulis bisa
mengatakan bahwa dari beberapa referensi yang ada, buku inilah yang paling
sistematis dan lengkap yang menjelaskan dan memaparkan tentang santet.
Selain itu, penulis dari buku ini juga merupakan tokoh yang cukup terkenal di
bidang tersebut. Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk menjadikan buku
The Secret of Santet ini sebagai referensi utama dalam penelitian yang akan
peneliti lakukan.
Untuk mencapai hasil penelitian yang mumpuni, diperlukan pula alat
analisis yang tajam namun juga fleksibel, relevan dengan ruang lingkup
program studi, serta cukup kuat dan dapat dipertanggung jawabkan. Oleh
karena itu dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menggunakan
analisis perspektif filsafat bahasa dengan teori language games dari Ludwig
Wittgeinstein yang merupakan hasil revisi atas pemikirannya yang pertama,
1 Pengantar Filsafat. Louis O. Kattsoff
5
sehingga peneliti cukup yakin bahwa teori ini merupakan teori yang kuat serta
dapat membantu peneliti menjelaskan tentang objek penelitian.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
objek penelitian bagi program studi, serta wawasan tentang teori tersebut
dalam pengaplikasiannya menganalisis objek penelitian.
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
Untuk mencegah keluarnya pembahasan dari objek formal dan material, maka
penelitian ini dibatasi pada pencarian makna mantra santet.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: Apa makna
mantra santet dalam buku The Secret of Santet?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh uraian
yang lebih mendalam mengenai makna mantra santet dalam buku The Secret
of Santet.
Penelitian ini juga diharapkan mempunyai manfaat-manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan kajian
dalam studi aqidah dan filsafat Islam serta dapat memberikan sudut
6
pandang yang baru dalam berbagai aspek. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan, serta sebagai
referensi bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan
tema kajian maupun metode yang sama.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membekali keterampilan
kepada pembaca apabila suatu saat dihadapkan pada kasus-kasus seperti
santet, kesurupan, gangguan jin, dan lain sebagainya.
D. Kajian Pustaka
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan mengambil tema
atau kajian yang hampir menyerupai dengan tema kajian yang peneliti ambil
adalah antara lain sebagai berikut;
Struktur dan Fungsi Mantra Pengobatan di Desa Kuala Lagan
Kecamatan Kuala Jambi Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi
oleh Rizky Novia C.W., Maizar Karim, dan Eddy Pahar Harahap dari
Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Jambi.
Penelitian ini membahas tentang struktur dan fungsi mantra pengobatan yang
bertujuan untuk mendeskripsikan struktur: komposisi, diksi, dan rima dalam
mantra serta fungsi mantra pengobatan di lokasi yang disebutkan. Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan
pendekatan objektif yang memfokuskan pada karya sastra itu sendiri.
7
Berdasarkan hasil analisis, penelitian ini menyimpulkan bahwa struktu mantra
pengobatan berupa komposisi, diksi, dan rima. Bahasa mantra yang digunakan
adalah campuran bahasa Bugis, Makassar, dan bahasa Arab. Diksi yang
ditemukan yaitu denotasi, konotasi, dan kata asing. Rima yang ditemukan
yaitu asonansi, aliterasi, rima sempurna, rima tak sempurna, rima awal, rima
tengah, rima akhir, rima horizontal, dan rima vertikal. Fungsi mantra
pengobatan mantra yaitu sesuai dengan kegunaan mantra.
Skripsi berjudul Respon Masyarakat terhadap Fenomena Santet (Studi
di Kampung Nambahdadi Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung
Tengah) oleh Briyan Eko Fitriyanto dari Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Penelitian ini mengkaji tentang
bagaimana masyarakat merespon fenomena santet yang terjadi selama ini
serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi respon masyarakat terhadap
fenomena santet. Penelitian ini menggunkan metode wawancara dan observasi
untuk memperoleh infoemasi yang diperlukan. Dalam penelitian ini, objek
penelitiannya adalah masyarakat Kampung Nambahdadi, berkenaan dengan
fenomena santet yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masyarakat merespon fenomena santet yang terjadi secara negatif. Respon
tersebut dilatar belakangi oleh tingginya kepercayaan masyarakat terhadap hal
gaib.
Di atas merupakan beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya dengan pembahasan yang sedikit banyak mempunyai keterkaitan
8
dengan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian
ini fokus pada pencarian makna mantra Santet yang terdapat dalam buku The
Secret of Santet yang ditulis oleh Masruri. Selain itu, teori yang digunakan
dalam penelitian ini juga berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu dengan
menggunakan teori language games yang merupakan teori dari tokoh filsafat
bahasa Ludwig Wittgeinstein.
E. Kerangka Teori
“Makna sebuah kata tergantung pada penggunaannya dalam suatu
kalimat, adapun makna kalimat tergantung pada penggunaannya dalam
bahasa. Sedangkan makna bahasa adalah tergantung pada penggunaannya
dalam hidup”, demikian kata Wittgeinstein dalam Philosophical
Investigations.2
Language games (permainan bahasa) merupakan pemikiran paling
populer dari Wittgenstein dalam karya keduanya Philosophical Investigations,
yang biasa ditafsirkan dan dipahami sebagai sebuah penjelasan tentang
keunikan bahasa. Ide awal pemikiran dari language games bersumber dari
hasil pengamatannya terhadap permainan catur, dimana dari permainan ini ia
menemukan keunikan peran dan fungsi masing-masing bidak catur.
Selanjutnya, dari hasil pengamatannya itu ia berkesimpulan bahwa setiap
2 Kaelan, M.S. Pembahasan Filsafat Bahasa (Yogyakarta: Paradigma, 2013), h. 145.
9
bidak catur diperankan dan difungsikan sesuai dengan kebutuhan atau
kepentingan si pemain dalam mengekspresikan maksud-maksud tertentu.3
Dalam kehidupan sehari-hari, di mana bahasa menjadi sarana
komunikasi utama manusia, penggunaan istilah juga sangat tergantung pada
maksud dan tujuan dari si pengguna istilah. Seseorang bisa saja menggunakan
suatu istilah dengan maksud dan tujuan tertentu, walaupun istilah yang
digunakannya itu merupakan istilah yang umum digunakan dalam komunikasi
keseharian.4
Lebih lanjut Wittgenstein memahamkan betapa penggunaan angka,
hitungan atau ukuran serta istilah-istilah tertentu dalam permainan melahirkan
suatu pola yang unik untuk diamati, bahkan indah untuk dinikmati. Perhatikan
saja keunikan sekaligus keindahan permainan catur, dari papan tempat
bermainnya saja telah menunjukkan pola khusus yang unik, indah dan
menarik. Demikian pula dengan arah gerak dari bidak-bidaknya yang
membentuk pola serta mengandung maksud dan tujuan tertentu. Pola
dimaksud terbentuk dengan sendirinya tatkala para pemain yang terlibat
melakonkan peran permainannya masing-masing dengan berpegang pada
aturan yang telah ditetapkan. Menurut Wittgenstein, aturan-aturan yang
diterapkan dalam permainan memiliki kemiripan dengan aturan-aturan dalam
3 Firdaus Achmad, “Language Games: Membidani Makna dari Rahim Permainan, Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgeinstein” (Pontianak, tanpa tahun), h. 3., yang merujuk pada buku Analytical Philosophy and History karya Arthur C. Dante terbitan tahun 1965 4 Ibid., h. 4., yang merujuk pada buku Philosophical Investigations karya Ludwig Wittgeinstein terbitan tahun 1983
10
bahasa. Dengan demikian, language games merupakan analogi total dari
hampir semua bentuk permainan.5
Pola-pola yang terbentuk dari sebuah permainan mengandung makna
dan maksud tertentu yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memahami
permainan dimaksud, atau oleh mereka yang memiliki ketertarikan terhadap
permainan tersebut. Pemahaman akan pola dari sebuah permainan
memungkinkan seseorang menikmati permainan itu, baik terlibat secara
langsung sebagai pemain, atau hanya sekedar menyaksikan sebagai pengamat.
Bagi mereka, dari pola-pola itu muncul dan tertangkap nilai-nilai tertentu,
seperti keserasian dan keindahan. Sudah barang tentu, kenikmatan dan nilai
keindahan yang terlahir dari sebuah permainan akan berbeda dengan
kenikmatan dan nilai keindahan dari permainan lainnya. Hal ini disebabkan
karena pola yang berbeda-beda dari masing-masing permainan melahirkan
makna dan kandungan nilai yang berbeda pula bagi setiap tangkapan orang
yang memainkan atau mengamatinya.6
Perbedaan rasa dan makna juga ditemukan ketika seseorang
mempergunakan dan memahami simbol-simbol tertentu, apakah itu benda
tertentu atau warna tertentu. Bunga mawar merah bagi seorang pemuda
menjadi alat untuk mengungkapkan perasaan cintanya kepada seorang
perempuan. Berbeda dengan seorang ibu rumah tangga yang menjadikan
5 Ibid., h. 5., yang merujuk pada buku A Modern Book of Esthetics, an Antology karya Melvin Rader terbitan tahun 1973 6 Ibid., h. 5-6.
11
bunga mawar merah hanya sebagai hiasan meja tamu di rumah nya. Demikian
pula dengan warna yang oleh kelompok tertentu mungkin dijadikan sebagai
lambang kebesaran kelompoknya, namun bagi kelompok lain warna itu
dianggap hal yang biasa saja.7
F. Metode, Fokus, Objek, Lokasi, dan Sumber Data Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan hal terpenting yang diperlukan
dalam sebuah penelitian. Metode merupakan suatu cara yang digunakan
peneliti untuk mengkaji objek penelitiannya. Metode penelitian berfungsi
untuk mengarahkan penelitian yang dilakukan agar sesuai dengan tujuan
yang diinginkan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif.
Metode deskriptif adalah metode dalam meneliti suatu objek
dengan membuat gambaran secara sistematis dan objektif mengenai fakta-
fakta, sifat-sifat, ciri-ciri, serta hubungan di antara unsur-unsur yang ada.8
Metode kualitatif digunakan karena ketika meneliti data yang
berupa kalimat-kalimat bukan angka-angka. Juga untuk mendapatkan
data-data keterangan yang jelas dan faktual mengenai seluk beluk dan
makna mantra dalam santet.
7 Ibid., h. 6. 8 Kaelan, M.S. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h. 58.
12
2. Fokus dan Objek Penelitian
Fokus dan objek penelitian ini adalah mantra-mantra santet yang
terdapat dalam buku The Secret of Santet.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer pada penelitian ini diperoleh dari Buku The Secret of
Santet.
b. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari buku, jurnal, berita,
blog, dan data pendukung lain yang berkaitan dengan data primer
seperti; buku Pembahasan Filsafat Bahasa, buku Metode Penelitian
Kualitatif Bidang Filsafat, makalah berjudul Qawl Jadid
Wittgeinstein: Sebuah Presentasi atas Language Games, dan data-data
pendukung yang lain.
G. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
mengumpulkan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian baik itu dari
literatur, buku, majalah, artikel, surat kabar dan lain sebagainya, kemudian
diletakkan dalam teori language games Wittgeinstein dan kemudian
dianalisis.
H. Teknik Analisis Data
13
Dalam penelitian ini metode pengolahan yang dipakai adalah metode
deskriptif-analitis. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti
suatu objek, baik berupa nilai-nilai budaya manusia, sistem pemikiran filsafat,
nilai-nilai etika, nilai karya seni atau objek lainnya.9 Penulis menuliskan
mantra-mantra yang ada dalam buku The Secret of Santet untuk kemudian
dianalisis lebih lanjut dengan teori language games.
I. Sistematika Penulisan
Bab I adalah Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustka, kerangka teori,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II adalah Biografi dan Karya Masruri yang berisi biografi dari
Masruri dan karya-karya Masruri.
Bab III adalah Biografi, Karya, dan Konsep Filsafat Bahasa Language
Games Ludwig Wittgeinstein yang berisi biografi dari Ludwig Wittgeisntein,
karya-karya Ludwig Wittgeinstein, serta konsep Filsafat Bahasa Language
Games Ludwig Wittgeinstein.
Bab IV adalah Buku The Secret of Santet yang berisi ringkasan buku
The Secret of Santet.
9 Kaelan, M.S. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h. 139
14
Bab V adalah Pembahasan yang berisi makna mantra santet dalam
buku The Secret of Santet analisis perspektif filsafat bahasa Language games
Ludwig Wittgeinstein.
Bab VI adalah Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
BIOGRAFI DAN KARYA MASRURI
15
A. Biografi Masruri
Masruri lahir di Sirahan, Cluwak, Pati, pada tanggal 18 September
1962. Dikenal sebagai penulis, instruktur bela diri, dan hipnosis. Sebelum
menekuni profesi sebagai penulis, ia lebih banyak aktif di perguruan Silat dan
Tenaga Dalam, Silat SH Tradisional, Satya, Budi Suci, dan Merpati Putih.
Pada tahun 1981 – 1992 tinggal di Jakarta untuk menekuni seni lukis
dan grafis. Tahun 1992 kembali ke kampung halaman, lalu menulis secara
freelance di berbagai penerbitan. Tahun 1993 – 1996 mengasuh rubrik “Liku-
Liku Tenaga Dalam” di Harian Suara Merdeka, Semarang.
Kemudian pada tahun 1995 – 2000 sempat menulis 82 judul buku yang
terdiri dari berbagai macam pembahasan seperti; bela diri, ilusi, metafisika,
dan anekdot metafisika. Bukunya yang sempat best seller adalah Anekdot
Metafisika “Serial Kastubi” yang diberikan pengantar oleh KH. Mustofa Bisri
(Gus Mus) dan Prie GS, serta buku Dialog Sembilan Guru Hikmah & Tenaga
Dalam. Buku-buku yang ditulisnya ini banyak memberikan inspirasi bagi
pelaku mistik di dalam dan luar negeri.10
B. Karya-karya Masruri
1. The Secret of Santet (Jakarta: Visimedia, 2010)
10 Masruri, The Secret of Santet (Jakarta: Visimedia, 2010), h. 189.
16
Buku ini menjelaskan fenomena santet secara lengkap. Mulai dari
operandinya, instrumen-instrumennya, mantra-mantranya, cara
menangkalnya, dan lain sebagainya. Selain itu, buku ini juga mengupas
santet dari berbagai sudut pandang tokoh. Penulis mengatakan bahwa
melalui buku ini beliau berusaha mengungkapkan santet secara imbang.11
Buku ini menjadi semakin berkualitas dikarenakan di dalamnya
dipaparkan hasil dari wawancara banyak narasumber baik itu berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri.
2. Penipuan Berkedok Spiritual: Waspadai Trik & Sihir (Solo: CV. Aneka,
2002)
Buku ini sebenarnya ditulis oleh Teguh Pranajaya, orang ini
sengaja disusupkan oleh penerbit CV. Aneka Solo untuk mewawancarai
narasumber (Masruri). Melalui rekaman rahasia, penulis menyamar
sebagai tamu yang menginap 2 (dua) hari di kediaman narasumber.
Meskipun buku ini ditulis oleh orang lain, isinya adalah buah pemikiran
dari narasumbernya. Buku ini membahasa tentang trik-trik yang
digunakan oleh paranormal-paranormal palsu seperti; trik berlagak wali,
ilmu menghilang, menarik uang secara gaib, menebak rahasia pribadi
11 Ibid., h. iv.
17
tamu, dan semua yang dianggap rahasia dibuka secara vulgar dalam buku
ini.12
3. Waspadai Trik-Trik Perdukunan (Solo: CV. Aneka, 1997)
Buku ini memotret fenomena perdukunan di Indonesia, mulai dari
masalah azimat, pelipatgandaan uang, harta karun “Bung Karno”,
pesugihan, santet, menarik benda pusaka, manusia listrik, jual-beli jin,
hingga rahasia ilmu kebal. Selain itu, buku ini juga berisi pengakuan
orang-orang yang menjadi korban penipuan dukun palsu. Melalui buku ini
Masruri juga menjelaskan tentang bagaimana cara membedakan orang
sakti asli dan orang sakti palsu.13
4. Memburu Ilmu Kesaktian: Rahasia Daya Linuwih Etnis Melayu (Solo:
CV. Aneka, 1999)
Buku ini menulis perjalanan penulis dan timnya dalam memburu
berbagai ilmu kesaktian di Indonesia. Mencari jawaban dari sebuah
misteri dengan pendekatan ilmiah ataupun medis serta melakukan
berbagai uji coba. Misalnya, bagaimana proses besi (gotri: besi berbentuk
bulat kecil -pen) saat ditelan, benarkah itu larut saat di dalam perut atau
keluar bersama kotoran. Semua dilakukan dengan foto ronsen. Ada juga
12 Saktyambara, “Buku-Buku Mistik Penguak Misteri Karya Pak Masruri Pati”, diakses dari https://bukumistik.blogspot.com/p/menguak-misteri.html?m=1, pada tanggal 18 Maret 2020 pukul 14.49 WIB 13 Ibid., diakses pada tanggal dan waktu yang sama
18
yang menceritakan bagaimana “dukun-dukun” Indonesia saat bermain judi
di luar negeri dengan kekuatan indera batinnya.14
5. Misteri Pesugihan Tuyul: dari Transaksi, Perawatan & Resikonya
(Solo: CV. Aneka, 1998)
Buku ini ditulis berdasarkan hasil investigasi langsung dengan para
pawang tuyul, pemelihara, penangkap tuyul, dan lain sebagainya. Buku ini
mengupas cara transaksi tuyul, cara merawat, mengenal benda-benda yang
disukai dan tidak disukai tuyul, cara mengetahui keberadaan tuyul, cara
agar uang tidak dicuri tuyul, cara menjebak dan mengusirnya jika
keberadaanya meresahkan masyarakat, juga cara mendeteksi tanda-tanda
orang yang memelihara tuyul agar masyarakat tidak terburu-buru dan
tidak mudah menuduh seseorang sebagai pemelihara tuyul.15
6. Karya-Karya Fiksi
a. Kastubi Memburu Nabi: Kumpulan Humor Metafisika (Solo: CV.
Aneka, 1996).
b. Kastubi Ketiban Keramat Wali: Kumpulan Humor Metafisika (Solo:
CV. Aneka, 1996).
c. Kastubi Disabda Kiai: Kumpulan Humor Metafisika (Solo: CV.
Aneka, 1996).
14 Ibid., diakses pada tanggal dan waktu yang sama 15 Ibid., diakses pada tanggal dan waktu yang sama
19
d. Senyum Nabi, Canda Kiai, Tawa Santri (Semarang: Dahara Prize,
1998).
e. Kandidat Ratu Adil (Solo: CV. Aneka, 1995).
f. Orang-Orang yang Kualat (Solo: CV. Aneka, 1998).16
16 Saktyambara, “Buku-Buku Fiksi Karya Pak Masruri Pati”, diakses dari https://bukumistik.blogspot.com/p/fiksi.html?m=0, pada tanggal 18 Maret 2020 pukul 14.51 WIB
20
BAB III
BIOGRAFI, KARYA, DAN KONSEP FILSAFAT BAHASA LANGUAGE
GAMES LUDWIG WITTGEINSTEIN
A. Biografi Ludwig Wittgeinstein
Ludwig Josef Johann Wittgeinstein17 atau lebih dikenal dengan
Ludwig Wittgeinstein lahir pada tanggal 26 April 1889 di Wina, Austria dan
meninggal pada tanggal 29 April 1951 di Cambridge, Inggris. Ayahnya
berasal dari keluarga Yahudi yang telah memeluk agama Kristen Protestan
dan ibunya beragama Katolik. Ayahnya adalah seorang insinyur yang dalam
jangka waktu sepuluh tahun sudah menjadi pimpinan suatu industri baja yang
besar.18
Pada tahun 1906 Wittgenstein mulai belajar di Sekolah Tinggi Teknik
di Berlin. Pada tahun 1908 ia melanjutkan studi teknik di Manchester, Inggris.
Di sana ia mengadakan riset dalam bidang pesawat terbang, khususnya mesin
jet dan baling-baling. Karena untuk teknik baling-baling perlu banyak
pengetahuan tentang matematika, ia menjadi semakin tertarik dengan
matematika dan filsafat matematika.19
17 Anonymous, “Ludwig Wittgeinstein”, diakses dari https://en.m.wikipedia.org/wiki/Ludwig_Wittgeinstein, yang merujuk kepada “Wittgeinstein” Random House Webster’s Unabridged Dictionary pada tanggal 19 Maret 2020 pukul 6.30 WIB, laman asli berbahasa Inggris yang kemudian dialih bahasakan oleh penulis. 18 K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Inggris-Jerman, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1990), h. 39. 19 Ibid., h. 41.
21
Pada tahun 1912 ia pergi ke Cambridge untuk belajar pada Russell
tentang filsafat ilmu pasti dan logika. Pada permulaan perang tahun 1914 ia
menjadi tentara Austria, akan tetapi selama perang itu ia sempat
menyelesaikan bukunya yang berjudul Tractatus Logico-Pholosophicus yang
diselesaikan pada tahun 1918.20 Pada tahun yang sama ia dijadikan tahanan
perang oleh tentara Italia, naskah bukunya terdapat dalam ranselnya. Ketika
masih dalam tahanan ia dapat mengirimkan sebuah kopian naskah ke Russell
dan Greget. Kemudian dengan perantara Russell ia dibebaskan pada tahun
1918.21
Sejak tahun 1920 ia menjadi guru di Austria sampai tahun 1926, lalu
menjadi arsitek selama dua tahun. Pada tahun 1929 ia kembali ke Cambridge
dan menjadi pengajar di Universitas Cambridge.22 Berdasarkan bukunya
Tractatus ia digelari doktor filsafat.23 Setelah itu ia tidak menerbitkan buku
lagi kecuali untuk keperluan perkuliahan. Tahun 1947-1951 ia hidup di
Irlandia, dalam suasana agak depresi. Beberapa karyanya diterbitkan oleh
pengikut-pengikutnya sesudah dia meninggal.24
20 Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), h. 121. 21 K. Bertens, op.cit., h. 41 22 Anton Bakker, op.cit., h. 121. 23 K. Bertens, op.cit., h. 41. 24 Nuchelmans dalam Anton Bakker, op.cit., h. 122.
22
B. Karya Ludwig Wittgeinstein
1. Tractatus Logico-Philosophicus: Wittgenstein I
Dalam bukunya Tractatus atau lebih dikenal sebagai Wittgenstein I
membahas tentang konsep atomisme logis, bahasa logika, teori gambar,
konsep nyata dan konsep formal, serta batas filsafat. Buku ini merupakan
sebuah karya filsafat yang dirumuskan secara padat, dan disusun
berdasarkan berbagai dalil. Ada tujuh dalil utama yang masing-masing
dibagi dalam pecahan desimal, kecuali dalil ketujuh sebagai penutup.25
Dalam pengantar Tractatus, Wittgenstein menyoroti persoalan besar
kekacauan bahasa sebagai penyebab sulitnya memahami persoalan-
persoalan yang disajikan filsafat. Kekacauan bahasa itu disebabkan oleh
kesalah pahaman dalam penggunaan bahasa logika, yang mengakibatkan
tidak adanya “tolok ukur” yang dapat menentukan apakah suatu ungkapan
filsafat itu bermakna dan kosong belaka.26 Oleh karena itu agar terhindar
dari persoalan semacam itu, maka sangat perlu disusun suatu kerangka
ideal bagi filsafat. Munculnya pemikiran seperti ini, adalah sebagai akibat
dari ketidak percayaan Wittgenstein terhadap penggunaan bahasa sehari-
25 Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, (Jakarta Utara: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 51. 26 Muhammad Khoyin, Filsafat Bahasa, (Jawa Barat: CV Pustaka Setia, 2013), h. 79.
23
hari bagi filsafat.27 Disini Wittgenstein menganggap bahwa bahasa filsafat
adalah bahasa logika bukan bahasa sehari-hari.28
2. Philosophical Investigations: Wittgenstein II
Buku ini diterbitkan untuk pertama kali pada 1953 (dua tahun
setelah kematiannya) dalam teks bahasa Inggris disamping teks aslinya
bahasa Jerman, Philosophical Untersuchung. Berbeda dari karyanya yang
pertama (yang disuguhkan dalam bentuk dalil yang ketat dan rumit)
Philosophical Investigations ini disusun dalam bentuk section yang terdiri
dari banyak contoh yang mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Ada kesan tersendiri yang tampak dalam Philosophical Investigations ini
yaitu, upaya menghindari penggunaan bahasa logika dalam merumuskan
konsepsi filsafatnya.29
Dalam karyanya yang kedua ada perbedaan yang bisa dikatakan
sebagai bentuk penolakan dari pemikiran yang tertuang dalam buku
pertamanya. Penolakan itu diarahkan kepada tiga hal berikut: 1) bahwa
bahasa dipakai hanya untuk satu tujuan saja, yakni menetapkan state of
affairs (keadaan faktual), 2) bahwa kalimat mendapat maknanya dengan
satu cara saja, yakni menggambarkan satu kejadian faktual, dan 3) bahwa
27 Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa: Mengungkap Hakikat Bahasa, Tanda, dan Makna, (Bandung: PT Remaja Rossa Karya Offset, 2009), h. 54. 28 Ryan Putra Langgeng Asmoro dari IAIN Surakarta, dalam makalah berjudul Ludwig Wittgeinstein (pdf) tanpa tahun 29 Rizal Mustansyir, op.cit., h. 81.
24
setiap jenis bahasa dapat dirumuskan dalam bahasa logika yang sempurna,
biarpun pada pandangan pertama barangkali sukar untuk dilihat.30
C. Konsep Filsafat Bahasa Language Games Ludwig Wittgeinstein
1. Makna dalam Penggunaan (Meaning in Use)
Menurut Wittgenstein, masalah bahasa pertama-tama adalah masalah
penggunaan beberapa bunyi tertentu. Dengan itu, kemudian menurutnya,
bahwa di luar penggunaan dalam kenyataannya, sebuah tanda menjadi
mati. Sebuah tanda menjadi hidup, menjadi bermakna, justru dalam
penggunaan. Penggunaan sebuah tanda merupakan nafas kehidupan tanda
yang bersangkutan.31
Peralihan dari persoalan makna kepada makna dalam penggunaan
didasarkan pada pengertian umum bahwa makna sebuah kata terdapat
pada objek yang dilambangkannya. Kata, di satu pihak menunjukkan
sesuatu yang dapat diinderai keberadaannya. Misalnya, semut, kambing,
domba, pohon, kursi. Kata-kata ini dapat bermakna karena menamakan
sesuatu. Tetapi di lain pihak terdapat kata yang tidak menunjukkan benda,
misalnya, sudah, boleh, maka, dan. Karena itu jangan ditanyakan apa arti
sebuah kata, tetapi bagaimana sebuah kata digunakan.3233
30 Bertens dalam Rizal Mustansyir, op.cit., h. 82. 31 Sutrisno dan Hardiman, Para Filsuf Penentu Gerak Zaman (Yogyakarta: Kanisius, 1992), h. 96. 32 Ibid., h. 96.
25
Misalnya, terdapat ungkapan-ungkapan bahasa dalam berbagai
segmen; (1) “da’i sejuta umat” untuk K.H. Zainuddin MZ, dalam dunia
dakwah; (2) “si burung camar” untuk penyanyi Vina Panduwinata dan “si
raja dangdut” untuk Rhoma Irama, dalam dunia “tarik suara”; (3) “si
burung merak” untuk W.S. Rendra dan “celurit emas” untuk Zawawi
Imran, dalam dunia sastra; (4) “begawan politik” untuk Gus Dur, dalam
percaturan politik di Indonesia. Penggunaan masing-masing ungkapan
tersebut terkait dengan keabsahan aturan main bahasa masing-masing
segmennya. Di sinilah makna ungkapan bahasa memperoleh
individualitasnya, tanpa campur tangan segmen lainnya.34
2. Permainan Bahasa (Language Games)
Konsep makna bahasa yang mendasari teori permainan bahasa
Wittgenstein adalah, bahwa arti suatu pernyataan bergantung pada jenis
penggunaan bahasa yang semuanya memiliki logika dan kebenaran
tersendiri. Dalam Philisophical Investigations, ia menjelaskan bahwa
permainan bahasa adalah suatu proses pemakaian kata, termasuk pula
pemakaian bahasa yang sederhana. Setiap bentuk permainan bahasa
memiliki ketentuan dan aturan sendiri yang tidak boleh dicampuradukkan,
33 Dalam sebuah artikel berjudul Bahasa dan Makna: Sebuah Konsep Pemikiran yang ditulis oleh Dra. Christina Purwanti, M. Pd., dimuat dalam nttsatu.com yang diakses pada tanggal 6 Juni 2020 pukul 06.18 kalimat tersebut berbunyi “Karena itu jangan ditanyakan apa arti sebuah kata tetapi bagaimana sebuah kata digunakan secara baik dan benar”. 34 Sokhi Huda dalam makalahnya berjudul Qawl Jadid Wittgeinstein: Sebuah Presentasi atas Language Games, yang dipresentasikan dalam program pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 1999
26
agar tidak menimbulkan kekacauan. Dengan demikian, jelas terlihat
bahwa tidak mungkin ada ketentuan dan peraturan umum yang dapat
mengatur bentuk permaian bahasa. Ini berarti bahwa arti sebuah kata
tergantung pada pemakaiannya dalam kalimat, dan arti kalimat tergantung
pada pemakaiannya dalam bahasa.35 Dalam ungkapan singkat, teori
permainan bahasa menyatakan bahwa bahasa terlalu kaya hanya untuk
dirujuk kepada fakta saja.36
Wittgenstein menyatakan bahwa bahasa bukanlah sebuah fenomena
sederhana melainkan sebuah fenomena yang sangat kompleks. Di
dalamnya terdapat jumlah permainan bahasa yang tak terhitung. Dengan
bahasa yang sama kita dapat memaparkan sesuatu, memberi perintah,
menanyakan, berterimakasih, berdoa, bernyanyi, dan sebagainya. Bahasa
bagaikan alat-alat pertukangan dalam tas seorang tukang. Dalam bahasa,
tidak ada penggunaan yang pasti dan ketat bagi setiap kata, sebagaimana
tidak adanya satu penggunaan pasti dan sangat terbatas pada suatu alat.
Kata-kata bagaikan buah catur yang dapat dimainkan ke segala macam
arah.37
Ada tiga hal pokok dalam permainan bahasa, yaitu; (1) ada banyak
permainan bahasa, tetapi tidak ada hakikat yang sama di antara
permainan-permainan itu. Esensi setiap permainan berbeda. Setiap
35 Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1996), h. 87. 36 Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 121. 37 Sutrisno dan Hardiman, op.cit., h. 97.
27
permainan menyatakan satu pernyataan tertentu. Antara permainan-
permainan ini hanya dikenal satu kesamaan keluarga (property). (2)
Dalam aneka permainan bahasa terdapat kesamaan keluarga. Dengan itu,
tidak mungkin ditemukan dengan persis batas-batas pemahaman mengenai
permainan. Yang mungkin dilakukan adalah melacak batas-batas untuk
mengetahui apakah hal itu dapat disebut suatu permainan atau tidak.
Batas-batas permainan itu sendiri kabur dan sulit dipahami. (3) Meskipun
orang tidak tahu persis sebuah permainan, tetapi ia tahu apa yang dapat
dibuat dengan sebuah permainan. Permainan memang merupakan sebuah
konsep yang sangat halus dan sulit diidentifikasikan. Kita tidak dapat
menjelaskan dengan tuntas konsep permainan. Kita hanya menyampaikan
contoh-contoh permainan yang berbeda-beda.38
BAB IV
BUKU THE SECRET OF SANTET
A. Ringkasan Buku The Secret of Santet
38 Ibid.
28
Buku The Secret of Santet adalah sebuah buku yang ditulis oleh
Masruri yang di dalamnya memuat berbagai macam pembahasan terkait
santet. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Visimedia Jakarta Selatan yang
cetakan pertamanya pada tahun 2010. Buku ini terdiri dari 190 halaman dan
terbagi atas 17 bab pembahasan, adapun ringkasan masing-masing babnya
adalah sebagai berikut:
1. Bab 1: Santet: Apakah Itu?
Bab 1 buku ini terbagi menjadi 5 subbab, yaitu; (1) Pengertian
Santet, (2) Kisah Calon Arang, (3) Santet dalam Sejarah dan Tradisi, (4)
Benarkah Santet itu Ilmu Hitam, dan (5) Mirip Voodoo, yang selanjutnya
akan dibahas lebih lanjut masing-masing subbabnya.
a. Pengertian Santet
Pada subbab pertama ini, buku ini membahas tentang pengertian
Santet. Santet berasal dari istilah jawa “santhet” yang merupakan
kepanjangan dari “mesisan benthet” atau “mesisan kanthet” yang
berarti “sekalian retak” akibat benturan keras, sedangkan mesisan
kanthet adalah “sekalian lengket”.39 Selain pengertian Santet, juga
dibahas dalam bab ini tentang gambaran umum santet yang selama ini
dikonotasikan sebagai ilmu hitam, yang kemudian pendapat tersebut
dibantah dengan pernyataan bahwa ilmu santet sebenarnya dibagi
menjadi empat warna yang disebut magie, yaitu; kuning, merah,
39 Masruri, The Secret of Santet (Jakarta: Visimedia, 2010), h. 1.
29
hitam, dan putih.40 Pada bagian ini juga dibahas tentang bagaimana
penyebutan istilah santet di daerah lain (santet menurut buku ini
merupakan bahasa Jawa Timuran)41 dengan aktivitas yang sama.
Seperti teluh, ganggoang, dan sogna di Jawa Barat dan Banten, tenung
di Jawa Tengah, desti, teluh, atau tenang jana di Bali, biring atau
tinggam di Sumatera Barat, begu ganjang di Sumatera Utara, suangi di
Papua, pandot di Minahasa, dan masih banyak lagi.42
b. Kisah Calon Arang
Pada subbab kedua yaitu Kisah Calon Arang, diceritakan sejarah
Calon Arang yang merupakan seorang janda sakti yang pernah
menggegerkan Kerajaan Kediri di bawah kekuasaan Raja Erlangga.
Calon Arang dituding sebagai pelaku santet yang berusaha
disingkirkan oleh Raja Erlangga di mana pada akhirnya muncul
seorang tokoh rohaniawan bernama Mpu Bharadah yang berhasil
membunuh Calon Arang. Kisah Calon Arang ini menjadikan stigma
bahwa pelaku santet selalu berhadapan dengan rohaniawan. Artinya,
“aliran putih” (kebenaran) berhadapan dengan “aliran hitam”
(kebatilan).43
c. Santet dalam Sejarah dan Tradisi
40 Ibid., h. 2. 41 Ibid., h. 2. 42 Ibid., h. 2. 43 Ibid., h. 3-5.
30
Pada subbab ketiga, dijelaskan bahwa fenomena santet bukan
hanya tradisi dalam masyarakat pada masa Kerajaan Kediri. Akan
tetapi fenomena santet ini dimiliki oleh hampir semua bangsa dari
berbagai belahan dunia, tanpa melihat asal-muasal suku dan
kepercayaan atau agama yang dianutnya.44 Selanjutnya, dibahas juga
tentang pandangan ahli sejarah dan cerita-cerita tentang fenomena
santet dan praktik sejenis dari daerah-daerah lain seperti Eropa,
Amerika, dan lain sebagainya.
d. Benarkah Santet Ilmu Hitam?
Pada bagian ini dituliskan tentang bagaimana pendapat pengikut
aliran santet menyikapi tudingan bahwa santet adalah ilmu hitam.
Menurut mereka, sebutan santet sebagai ilmu hitam hanya persepsi
dari “orang luar” yang keliru dalam mengambil sikap. Yaitu dengan
memukul rata atau sikap gebyah uyah karena kebanyakan orang yang
berbicara santet adalah mereka yang tidak terlibat langsung dengan
dunia persantetan, atau mereka yang mengenal santet dari sumber
yang tidak jelas.45
e. Mirip Voodoo?
Pada bagian ini, menjelaskan bagaimana fenomena Voodoo yang
terkenal mendunia, seperti halnya santet, oleh “orang luar”
44 Ibid., h. 5. 45 Ibid., h. 7.
31
diidentikkan dengan ilmu hitam. jika santet memiliki empat warna,
maka Voodoo terbagi dalam dua aliran, yaitu Voodoo Black dan
Voodoo White. Pada bagian ini dijelaskan pula tentang bagaimana
praktik Voodoo yang memiliki banyak kesamaan dengan metode yang
ada pada mistik Jawa, hal tersebut dinyatakan oleh Wendell J. Payton
yang merupakan putra dari Ketua Asosiasi Voodoo Sedunia.46
2. Bab 2: Misteri yang Belum Terjawab
Bab 2 buku ini terbagi menjadi 3 subbab, yaitu; (1) Alat Kelamin
Laki-Laki “Menari” di Atas Meja, (2) Munculnya Fenomena Irasional,
dan (3) Manusia Kawat dari Samarinda, yang selanjutnya akan dibahas
lebih lanjut masing-masing subbabnya.
a. Alat Kelamin Laki-Laki “Menari” di Atas Meja
Pada bagian ini, dibahas tentang suatu cerita yang diceritakan
oleh seorang psikolog sekaligus trainer hipnosis dan NLP di Jakarta
yang dianggap sulit diterima akal sehat. Cerita tersebut bermula dari
sebuah meeting bersama beberapa manajer dan karyawan sebuah
perusahaan multinasional di wilayah Cilegon, Banten, tiba-tiba peserta
meeting terperanjat oleh hadirnya sosok benda yang sangat tidak
lazim. Saat meeting berlangsung, tiba-tiba di atas meja muncul alat
kelamin laki-laki yang bergerak menggelinding ke sana kemari dan
sesaat kemudian menghilang, hal itu berulang sampai tiga kali. Ketika
46 Ibid., h. 10.
32
alat vital itu “menari” di atas meja, salah satu peserta meeting
merasakan dan mendapati kemaluannya tidak menempel lagi di tempat
semestinya. Ternyata karyawan tersebut sedang mempunyai masalah
dengan seorang gadis asal Kalimantan yang kepadanya dia pernah
berjanji akan dinikahi, akan tetapi setelah kembali ke Jawa, janji itu
dilupakannya. Menurut psikolog tersebut, hal itu bukanlah halusinasi,
karena halusinasi hanya mempengaruhi seorang, sedangkan yang
terjadi saat itu, semua yang hadir menyaksikannya.47
b. Munculnya Fenomena Irasional
Pada bagian ini diceritakan sebuah fenomena santet yang terjadi
dari berbagai wilayah seperti kasus ditemukannya silet, paku, kaca,
jarum, duri sawit, dan gulungan rambut dari rahim seorang perempuan
asal Padang Lawas Utara. Kemudian fenomena santet dari
Banyuwangi yatu dengan ditemukannya 30 mata kail berukuran besar
yang biasa dipakai memancing ikan di laut di dalam lambung seekor
sapi. Selain itu, bagian ini juga membahas tentang peraturan santet
yang ada ketika masa Kerajaan Majapahit yang berbunyi “Barang
siapa menggunakan boneka atau sejenis dengan tujuan menenung
orang lain, dia diancam hukuman mati”. Sedangkan untuk orang yang
menuduh ada undang-undang Gajah Mada yang berbunyi “Barang
47 Ibid., h. 14.
33
siapa menuduh seseorang sebagai tukang santet tanpa bukti, dia
diancam hukuman mati”.48
c. Manusia Kawat dari Samarinda
Dalam bagian ini, diceritakan suatu kisah yang terjadi pada tahun
2009 di mana ada suatu kejadian aneh yang menimpa seorang
perempuan di Samarinda. Kejadian itu adalah tumbuhnya kawat dari
dalam perut perempuan tersebut. Beberapa pihak tidak menyebut itu
sebagai santet, akan tetapi penyakit. Namun pihak lain berpendapat
sebaliknya. Hal itu berkaitan dengan sisi emosional wanita tersebut
yang sehari-hari bekerja sebagai guru TK. Sehari-hari perempuan
tersebut masih ceria seperti tidak terjadi apa-apa. Banyak kejanggalan
yang terjadi dari perempuan tersebut.49
3. Jenis Santet di Indonesia
Bab ini terbagi menjadi 3 subbab, yaitu; (1) Santet Raga: Keajaiban
Olah Raga, (2) Santet Jiwa: Keajaiban Olah Rasa, dan (3) Santet Roh:
Keajaiban Supranatural, yang selanjutnya akan dibahas lebih lanjut.
a. Santet Raga: Keajaiban Olah Raga
48 Ibid., h. 16. 49 Ibid., h. 17.
34
Dalam bagian ini dijelaskan bahwa teknik santet jenis ini adalah
prasantet atau tahap pemanasan sebelum santet yang sesunggunya.
Namun, belakangan teknik pelengkap ini justru berdiri sendiri sebagai
“santet” yang seringkali dianggap lebih berbahaya dibandingkan
dengan santet yang sesungguhnya. Santet jenis ini kemudian menjadi
“santet gaya baru” dan tidak terikat lagi dengan pakem konvensional.
Selain itu, pada bagian ini juga dibahas tentang Santet Modern yang
dilakukan melalui cara-cara riil seperti yang dilakukan oleh Bal’am
bin Baura, seorang ulama dari bangsa Yahudi pada zaman Fir’aun
yang berseberangan dengan nabi Musa as.50
b. Santet Jiwa: Keajaiban Olah Rasa
Pada bagian ini, dijelaskan bahwa selain santet yang murni logika,
dikenal juga teknik santet dengan kekuatan autosugesti. Hal ini
disebabkan pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi untuk
melakukan hal-hal yang tampak sebagai kekuatan supranatural.
Manusia yang terdiri dari raga/jasad dan pikiran, menggunakan
kekuatan niat (intention) dan keyakinan (belief system) yang ada dalam
subconscious mind sebagai kekuatan yang dahsyat. Energi yang
dihasilkan dari kekuatan niat dan keyakinan itu bisa berubah mejadi
energi yang powerful dan bisa mengubah sesuai dengan keinginannya,
layaknya Sabda Pandita Ratu. Hal itu yang akhirnya disebut sebagai
50 Ibid., h. 20-21.
35
Santet tanpa Mantra. Santet tanpa mantra ini banyak dikenal dan
dilakukan orang dari berbagai suku bangsa dengan lebih
mengutamakan kemampuan konsentrasi dan visualisasi.51
c. Santet Roh: Keajaiban Supranatural
Pada bagian ini dijelaskan bahwa santet jenis ini adalah santet yang
melibatkan unsur keseimbangan diri dengan alam metafisika. Santet
ini tidak didapatkan melalui rekayasa berpikir manusia modern,
melainkan disiplin ilmu yang memiliki pakem baku warisan peradaban
tempo dulu. Santet ini memiliki lima tingkatan yaitu:
1) Santet Kanoman, adalah kategori santet terendah di mana dalam
praktiknya cukup dengan membaca mantra-mantra tertentu tanpa
menggunakan media seperti paku, rambut, boneka tepung, patung,
dan peralatan lainnya.
2) Santet Sandungan, adalah santet yang dominan berkembang di
Indonesia. Santet ini dilakukan dengan teknik analogi atau magie
imitative dengan memanfaatkan simbol-simbol sebagai media
memperkuat visualisasi pelakunya. Media itu bisa berupa benda
mati seperti tanah kuburan, rambut, paku, silet, jarum, dan benda-
benda lain.
3) Santet Gelangan, adalah santet yang dilakukan dengan cara
menyiksa makhluk hidup untuk mengekspresikan program sakit
51 Ibid., h. 23-25.
36
pada objek atau korban yang disantet. Biasanya, hewan yang
dijadikan sarana ini adalah ayam, kelinci, kambing, atau sapi untuk
korban yang badannya berat.
4) Santet Median, adalah santet yang memadukan ketiga santet
sebelumnya (Santet Kanoman, Santet Sandungan, dan Santet
Gelangan), tetapi lebih menekankan pada pembacaan mantra yang
lebih intens. Santet Median ini bertumpu pada mantra magie
merah, seperti Jaran Goyang dan Puter Giling yang
dikombinasikan. Penerapan dosis yang berlebihan dari dua mantra
tersebut menyebabkan korban secara bertahap mengalami
gangguan jiwa. Para Balian (dukun di Bali) menyatakan bahwa
santet jenis ini termasuk santet yang paling ganas.
5) Santet Gunungan, adalah dianggap santet yang paling berbahaya
dikarenakan korbannya bukan hanya satu orang, melainkan hingga
tujuh turunan. Santet ini di Jawa Tengah dikenal dengan “Santet
Pring Sedapur”. Di Banten disebut dengan “Santet Tujuh Jajar”,
dan di Jawa bagian selatan disebut dengan “Santet Rungkut
Kimpul”. Selain itu, santet ini dianggap paling berbahaya juga
dikarenakan bukan hanya berbahaya bagi korban, akan tetapi juga
sangat beresiko bagi pelakunya.52
4. Bab 4: Faktor Penentu Kekuatan Santet
52 Ibid., h. 27-35.
37
Dalam bab ini dibagi menjadi 3 subbab yang menjelaskan tentang faktor-
faktor penentu kekuatan santet yang terdiri dari tiga hal, yaitu umur
silsilah, genetika atau keturunan, dan yang terakhir laku batin atau tirakat.
a. Umur Silsilah
Pada bagian ini dijelaskan bahwa para pengikut aliran santet
memiliki silsilah kelimuan sebagaimana tradisi pada aliran tarekat
dalam tradisi Islam. Tentang silsilah keilmuan, ini dianggap penting
karena kualitas keilmuan dipengaruhi oleh “faktor umur” dalam
silsilah tersebut. Misalnya, seseorang yang belajar ilmu santet kepada
guru generasi kedua, santetnya diyakini lebih kuat dibandingkan
dengan mereka yang belajar kepada guru dari generasi keempat atau
keenam. Pengikut aliran santet meyakini bahwa kekuatan batin orang
yang hidup pada zaman dahulu lebih kuat dibandingkan orang zaman
sesudahnya atau sekarang.
b. Genetika atau Keturunan
Pada bagian ini dijelaskan bahwa para pengikut aliran santet
meyakini bahwa kualitas keilmuan juga dipengaruhi oleh faktor
genetik. Mereka yang memiliki trah “darah biru” dari seorang tokoh
sakti yang disegani di kalangan pengikut aliran santet diyakini lebih
berbakat di bidang ilmu tersebut. Faktor genetika ini bisa dalam artian
anak secara biologis atau anak secara idiologis. Dua unsur biologis
dan idiologis ini diyakini sebagai pribadi yang super.
38
c. Laku Batin atau Tirakat
Pada bagian ini dijelaskan bahwa kualitas ilmu santet ditentukan
faktor berat-ringannya sebuah laku batin atau tirakat. Artinya, mereka
yang paling berat dalam melakukan “penyiksaan” diri saat tirakat,
kualitas ilmunya juga semakin kuat. Misal, orang yang menjalani
tirakat ilmu santet, misal puasa tiga tahun, dia mampu mengalahkan
orang yang menguasai ilmu santet yang puasanya dalam hitungan
bulan.53
5. Bab 5: Pengalaman Para Korban Santet
Bab ini dibagi menjadi 7 subbab, yaitu (1) Berawal dari Mimpi
Digigit Ular, (2) Berguru kepada Orang yang Menyantet Ayahnya, (3)
Wartawan Rawan Disantet, (4) Berhasil “Menangkap” Pelaku Santet, (5)
Kiai Kok Diserang Santet, (6) Menerima Keadaan dengan Berbaik Sangka,
dan (7) Dokter Pun Jadi Korban Santet.
Bab ini menceritakan bagaimana pengalaman-pengalaman nyata
para korban santet secara lengkap yang berasal dari berbagai wilayah di
Indonesia. Cerita tersebut berkisah dari mulai awal mula, kemudian
modus operandinya, gejala-gejala yang dialami, sampai pada akhir cerita
bagaimana para korban santet bisa lepas atau sembuh dari santet yang
menimpanya.54
53 Ibid., h. 37-42. 54 Cerita diringkas secara umum dari halaman 43-64 dalam buku The Secret of Santet.
39
6. Ringkasan Bab 6: Antara Putih dan Hitam
Bab ini terbagi menjadi 3 subbab, yaitu; (1) Sekilas Sihir, (2)
Sepintas Ilmu Putih, dan (3) Sabda Melebihi Santet. Pada subbab pertama,
membahas tentang kisah Harut dan Marut yang mengutip dari tafsir Al
Ashar yang ditulis oleh Buya Hamka. Dalam tafsir Al Ashar halaman 261,
Buya Hamka menulis, “…macam-macam ilmu yang mereka ajarkan. Ada
yang meminta diajarkan sihir, maka Harut dan Marut pun tahu ilmu itu,
tetapi siapa yang hendak belajar padanya diberi nasehat terlebih dahulu
agar tidak dipergunakan kepada yang buruk, dan yang belajar itu berjanji
di hadapan keduanya tidak akan mempergunakan untuk hal yang buruk.
Tetapi setelah mereka keluar dari tempat gurunya, mereka pergunakanlah
untuk yang buruk.”55 Selain dari tafsir Buya Hamka, ada juga beberapa
tokoh tafsir yang disebut dalam bagian ini, seperti Ibnu Katsir dan Al-
Qurthubi.
Kemudian pada subbab kedua, dijelaskan tentang bagaimana ilmu-
ilmu yang berkembang di kalangan pesantren seperti wirid, asma’, hizib,
dan sebagainya. Ada juga pembahasan tentang pembagian energi
metafisika dari mulai yang tertinggi sampai terendah yang pembagiannya
adalah sebagai berikut:
a. Mukjizat, peristiwa atau kemampuan supranatural yang dialami Nabi
dan para Rasul.
55 Ibid., h. 68.
40
b. Irhash, peristiwa supranatural yang dialami kandidat Nabi dan Rasul
c. Karomah, yang kemudian berubah menjadi keramat atau kramat,
adalah peristiwa supranatural yang dialami para wali Tuhan.
d. Maunah, peristiwa supranatural yang dialami orang biasa, bukan nabi
dan bukan wali, tetapi memiliki “keajaiban” disebabkan oleh
timbangan amal baiknya lebih banyak dibandingkan dengan amal
buruknya.
e. Sihir, peristiwa supranatural bagi orang yang buruk akhlaknya atau
sekurang-kurangnya orang yang dianggap seperti itu. Sihir bisa
disebut dengan istidraj.56
Selanjutnya pembahasan pada subbab ketiga, membahas tentang
ngelmu sabda, yang konon membuat ucapan seseorang memiliki tuah.
Untuk mendapatkan ngelmu tersebut seseorang tidak perlu melakukan
laku batin seperti puasa dan jenis laku batin lainnya. Laku yang
dibutuhkan adalah menjaga hati untuk tetap ikhlas, seta menghindari
penyakit rohani seperti tamak, takabur, dan riya’ (berbuat sesuatu karena
ingin dipuji sesama). Pembahasan tentang ngelmu tersebut diceritakan
dengan kisah dari dua orang sepuh yaitu Mbah Joyo dan Mbah Mad.57
56 Ibid., h. 72. 57 Ibid., h. 74-77.
41
7. Ringkasan Bab 7: Hizib-Hizib58 “Keras”: Penangkal dan Penghancur
Ilmu Hitam
Bab ini terdiri dari 2 subbab yaitu, (1) Perang Ilmu, dan (2)
Perkembangan Selanjutnya. Pada subbab pertama, dijelaskan tentang
cerita perang ilmu yang sering terjadi, yaitu antara kelompok hitam dan
putih. Selain itu juga disebutkan beberapa kisah lain yang serupa, yang
pada muaranya adalah pembahasan tentang fungsi dan metode tirakat dari
hizib-hizib. Tidak semua hizib berfungsi untuk menyerang lawan. Ada
juga hizib yang lebih lembut untuk keperluan lain, seperti pengobatan,
ketentraman hati, keharmonisan keluarga, karisma, rezeki, ilmu,
penunjang ibadah, atau kekuatan yang lebih defensif, seperti selamat dari
kejahatan fisik dan supranatural.59 Pada subbab pertama dan subbab
kedua, keduanya masih membahas hal yang sama, yaitu tentang hizib.
Dari sekitar 70 lebih jenis hizib, ada jenis hizib yang karakternya
terkait dengan pembahasan dalam buku ini, yaitu santet, dari bagaimana
menangkal, mengobati, hingga memukul balik pelaku santet. Berikut
adalah daftarnya:
a. Hizib Abu Bakar Sakron
58 Hizib adalah kumpulan ayat-ayat Al-Qur’an, zikir, doa dan shalawat yang disusun dengan tidak menggunakan hawa nafsu yang jelek/buruk untuk diamalkan. Hizib dalam tradisi Arab merujuk pada sesuatu yang “berduyun-duyun” dan “berkelompok”. Kata Hizib juga digunakan untuk menyebut “mendung yang berarak” atau “mendung yang tersisa”. Sedangkan Hizib dalam tradisi tarekat adalah untuk “menandai” sebuah bacaan-bacaan tertentu. Diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hizib pada tanggal 26 Maret 2020 pukul 22.04 WIB. 59 Masruri, op.cit., h. 83.
42
Hizib ini berfungsi untuk obat dan menangkal sihir dan kejahatan
manusia. Selain itu, juga untuk pagar gaib rumah, kantor, atau lahan
pertanian/perkebunan. Metode tirakatnya adalah puasa tujuh hari,
tanpa makanan yang mengandung nyawa atau yang terbuat darinya.
b. Hizib Al Barri
Hizib ini menjadi amalan Tarekat Asy-Syadziliyah60 yang
berfungsi untuk mendapatkan keistimewaan yang diperoleh
perangkumnya, Imam Asy-Syadzily dan untuk keselamatan dari segala
marabahaya. Metode tirakatnya, dalam tradisi Tarekat Asy-
Syadziliyah dibaca sekali setelah shalat subuh.
c. Hizib ‘Aly
Hizib ini berfungsi untuk keselamatan, kesaktian, keberanian,
melumpuhkan lawan, dan menangkal berbagai serangan sihir. Metode
tirakatnya adalah dibaca tiga atau tujuh kali ketika ada hal yang sangat
penting.
d. Hizib Andarun
60 Tarekat Asy-Syadziliyah adalah tarekat Islam yang dipelopori oleh Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili (571-656) H/ (1197-1258) M yang berkembang di Indonesia. Silsilah beliau adalah Abul Hasan Asy-Syadzily al-Hasani bin Abdullah Abdul Jabbar bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin Yusuf bin Yusya’ bin Ward bin Baththal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad bin Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Tarekat ini banyak dipengaruhi oleh Imam Al Ghazali dan Abu Talib al-Makki. Intisari dari tarekat ini adalah tauhid, taqwa kepada Allah SWT, konsisten mengikuti sunnah rasul, berpaling hatinya dari makhluk, ridho kepada Allah SWT, kembali kepada Allah SWT. Diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Syadziliyah pada tanggal 26 Maret 2020 pukul 21.57 WIB dengan editan seperlunya.
43
Hizib ini berfungsi untuk keselamatan. Jika sedang berperang
(dan berada di pihak yang benar), lawan tidak akan mampu bergerak,
melihat, mendengar, dan berbicara. Metode tirakatnya adalah berpuasa
selama tujuh hari. Selama berpuasa, dibaca setelah shalat lima waktu
minimal selama tiga hari.
e. Hizib Autad
Hizib ini berfungsi untuk memudahkan terkabulnya cita-cita,
menambah karisma dan wibawa, serta memudahkan rezeki dan terjaga
dari segala bahaya yang nyata maupun halus. Metode tirakatnya cukup
dibaca saat sedang ada kepentingan, lalu berdoa kepada Tuhan.
f. Hizib Badawi Rifa’i
Hizib ini berfungsi untuk keselamatan dari jin, setan, dan
manusia; ketabahan mental; serta menjadikan lawan lemah dan
gemetar. Metode tirakatnya adalah puasa satu hari. Setelah berpuasa,
dibaca satu kali selesai shalat maghrib dan subuh.
g. Hizib Bahri
Hizib ini berfungsi untuk meningkatkan wibawa, karisma,
membuat musuh minta maaf, kebal senjata, menundukkan jin dan
setan, serta keberuntungan usaha dan selamat dari bencana dan sihir.
Metode tirakatnya adalah puasa selama tujuh hari dimulai pada hari
Jumat.
h. Hizib Barqi
44
Hizib ini berfungsi untuk melemahkan mental lawan, menutup
pendengaran dan pandangan lawan, menghancurkan benda keras, serta
disegani lawan dan kawan. Selain itu juga untuk meningkatkan
karisma dan agar selamat dari segala bahaya. Hizib ini sering
digunakan untuk memukul balik serangan para pelaku sihir/santet.
Metode tirakatnya adalah puasa selama tujuh hari, saat bebuka dan
sahur tidak mengonsumsi makanan yang mengandung ruh/nyawa.
Pada hari terakhir melaksanakan pati geni/tidak makan, minum, dan
tidak tidur.
i. Hizib Bayyumi
Hizib ini berfungsi untuk meramaikan majelis (banyak murid),
serta agar selamat dari kejahatan manusia. Selain itu agar aman dari
segala bentuk sihir, serta untuk meningkatkan derajat dan cita-cita.
Metode tirakatnya adalah puasa selama tujuh hari dengan tidak makan
makanan yang bernyawa.
j. Hizib Bukhori
Hizib ini berfungsi agar istiqomah dalam ibadah, selamat dari
fitnah, membingungkan orang zalim agar tipu dayanya gagal, serta
menangkal dan mengembalikan guna-guna dan sihir. Kadang-kadang
juga dimaksudkan agar rumah musuh disambar petir. Metode
tirakatnya adalah puasa selama tujuh hari, tidak makan makanan yang
bernyawa.
45
k. Hizib Difa’
Hizib ini berfungsi jika dibacakan 41 kali di suatu lokasi, bisa
membuat jin dan setan kabur dari lokasi tersebut. Metode tirakatnya
adalah puasa selama tiga hari, dibaca tiga kali setelah shalat maghrib
dan subuh.
l. Hizib Ikhfa
Hizib ini merupakan rangkuman dari Imam Abi Hasan Asy-
Syadily ini untuk menjaga dari ancaman fisik, meningkatkan
keberanian, dan “merusak” orang yang zalim. Metode tirakatnya
adalah puasa selama tiga hari, hizib dibaca pada waktu pagi dan sore
hari.
m. Hizib Ja’far Shadiq
Hizib ini berfungsi untuk menjaga dari kejahatan orang lain,
terutama pengamanan lokasi (rumah, kantor, pabrik, kebun), baik
secara lahir maupun batin. Metode tirakatnya adalah puasa selama tiga
hari dimulai pada hari Selasa. Pada hari terakhir tidak boleh tidur.
n. Hizib Jabalakah
Hizib ini berfungsi untuk menanggulangi musuh, kuat jasmani,
mengamankan lokasi, serta selamat dari senjata tajam dan untuk
melumpuhkan musuh. Metode tirakatnya adalah puasa selama tiga
hari. Setelah selesai puasa, dicaba satu kali dalam sehari semalam.
46
o. Hizib Jailani
Hizib ini berfungsi untuk kesaktian dan menaikkan derajat, sehat
jasmani dan ketentraman keluarga. Untuk persahabatan agar damai
dan bersatu, dicintai masyarakat, terpelihara dari kefakiran, serta
dijauhkan dari sihir dan hal-hal yang bersifat samar (halus).
Dimudahkan cita-cita dan usaha diberkati. Metode tirakatnya adalah
puasa selama tiga hari mulai hari selasa. Malam Jumat tidak boleh
tidur.
p. Hizib Jalalah
Hizib ini berfungsi agar seorang hamba selalu dikasihi Tuhan
dan sesama manusia. Selain itu agar ucapannya manjur, diberi/dijaga
kewibawaan, serta gar selamt dari senjaata tajam. Metode tirakatnya
adalah puasa selama tiga hari, mulai Selasa hingga Jumat. Tidak boleh
makan minum. Pada waktu Maghrib boleh minum secukupnya.
q. Hizib Kasri
Hizib ini karakternya keras dan memiliki sembilan fungsi, yaitu
merusak orang jahat agara kejahatannya berhenti, membuat persatuan
musuh porak-poranda, mengemabalikan serangan lawan hingga
menghantam dirinya sendiri, menagkis senjata musuh, mendatangkan
ajal bagi pihak yang memusuhi, mengirim suara yang dapat
menggetarkan lawan, serta merusak rumah tangga musuh. Metode
tirakatnya adalah puasa selama tujuh hari, dimulai hari Jumat sampai
47
Kamis. Setelah puasa, hizib dibaca satu kali setelah shalat Maghrib
dan Subuh.
r. Hizib Lathif
Hizib ini berfungsi jika seseorang yang dizalimi lalu membca
hizib ini 41 kali pada sore hari, maka orang yang dzalim justru
dihantam niat jahatnya sendiri hingga jiwanya tergoncang. Semua
terjadi atas keadilan Tuhan sesuai kadar kedzaliman yang
dilakukannya. Metode tirakatnya adalah puasa sembilan hari, setelah
selesai puasa, hizib dibaca satu kali setelah shalat Maghrib dan Subuh.
s. Hizib Lidaf’I Silah
Hizib ini berfungsi untuk membangkitkan kesaktian, tenaga
dalam, menolak serangan lawan, menutup pendengaran, penglihatan,
dan mulut lawan, serta mengamankan pekarangan dan menambah
keuatan lahir-batin. Metode tirakatnya adalah puasa selama 11 hari,
berbuka dan sahur hanya makan jagung rebus.
t. Hizib Mighnatis
Hizib ini berfungsi untuk ketabahan mental, kesaktian jasmani,
dan selamat dari niat jahat. Jika dibaca sekali di hadapan musuh,
musuh bisa mengalami kelumpuhan. Metode tirakatnya adalah puasa
mutih selama tujuh hari. Selama puasa, hizib dibaca tujuh kali setelah
selesai shalat lima waktu.
u. Hizib Nashor
48
Hizib ini berfungsi untuk menjaga dari fitnah dan segala bentuk
kezaliman, serta agar kebal pukulan dan senjata tajam. Bisa pula untuk
menyembuhkan sakit jiwa (kemasukan jin) dan ayan, serta
menetralkan lokasi angker. Metode tirakatnya adalah puasa tujuh hari
dan tidak boleh makan telur. Puasanya dimulai pada tanggal 1 atau 15
berdasarkan kalender Qomariyah.
v. Hizib Nawawy
Hizib ini setara dengan Hizib Nashor. Fungsinya untuk selamat
dari sihir, penganiayaan fisik, pencurian/perampokan, kebakaran, serta
selamat dalam berlalu lintas dan melemahkan kesaktian orang zalim.
Metode tirakatnya adalah puasa selama tujuh hari, tidak makan
makanan bernyawa. Setiap malam dari jam 24.00 hizib dibaca 41 kali
dalam keadaan suci.
w. Hizib Silah
Hizib ini berfungsi jika dibaca dalam jumlah tertentu di tepi
sungai, lalu ditujukan kepada orang yang zalim, keinginan terhadap
orang zalim tersebut bisa terjadi. Metode tirakatnya adalah puasa
selama tiga hari. Selama puasa, dibaca satu kali setelah shalat lima
waktu.
x. Hizib Yamani
Hizib ini berfungsi untuk menangkal berbagai jenis sihir dan
bahaya yang bersifat fisik. Metode tirakatnya adalah puasa mutih
49
selama tiga hari. Selama puasa, dibaca 14 kali selesai shalat. Jika
sedang memiliki keinginan atau cita-cita dibaca tiga kali.61
8. Bab 8: Jin dan Khadam
Bab ini terdiri dari dua subbab, yaitu (1) Jin dan Tugasnya, dan (2)
Rahasia Khadam. Pada subbab pertama dijelaskan mengenai tingkatan jin
yang terdiri dari; iblis, setan, maraddah, ifrit, a’wan, ghawwashun,
thayyarun, tawabi’, qarna’, ammar, dan beserta dengan tugas dari
masing-masing tingkatannya. Pada subbab kedua dijelaskan bahwasanya
menurut kalangan santri yang kental dengan tradisi mistik, suatu amalan
rangkuman doa-doa seperti hizib memiliki khadam atau pendamping.
Seseorang yang sudah intens dengan suatu amalan, akan didampingi
makhluk gaib yang disebut dengan khadam, baik dari kalangan malaikat,
jin muslim, maupun jin kafir.62
9. Bab 9: Memetika63 Santet
Bab ini terdiri dari 5 subbab yaitu, (1) Sakit karena Terlalu Takut
dan Terlalu Percaya, (2) Sembuh karena Logika, (3) Tersugesti Sang
Guru, (4) Sakit Akibat Perubahan Persepsi, dan (5) Santet Problem
61 Masruri, op.cit., h. 83-89. 62 Ibid., h. 91-98 63 Dalam buku ini, Masruri menjelaskan bahwa memetika berasal dari kata “memet” dalam bahasa Yunani yang berarti ide atau pemikiran. Memetika dipahami sebagai ide ayng sudah terlanjur hidup di dalam pikiran yang kemudian dikembangkan secara liar hingga membangun sebuah keadaan. Memetika berkaitan erat dengan fenomena mistik di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang benar-benar sangat dominan.
50
Budaya. Pada subbab pertama membahas tentang dua cerita yang
memberikan suatu kesimpulan bahwa antara pikiran dan badan adalah satu
kesatuan yang saling terkait. Manakala pikiran sakit, badan pun ikut sakit.
Kemudian pada subbab kedua dituliskan suatu cerita yang
memberikan pengajaran bagi yang merasa terkena santet bahwasanya
untuk kembali kepada pola pikir yang sehat, menjauhkan dari analisis
mistis, lalu berupaya mencari penyembuhan secara ilmiah dan alamiah.
Melalui cara ini ketakutan terhadap dugaan santet dapat dipatahkan.
Pada subbab ketiga menceritakan tentang bagaimana seorang guru
yang sedang menguji murid-muridnya tentang kekuatan sebuah sugesti.
Cerita ini memberikan pemahaman terhadap ucapan dari seseorang yang
dipercaya serta bagaimana cara menyikapi hal tersebut.
Pada subbab keempat diceritakan seorang yang dulunya tidak
mempercayai santet lalu berubah menjadi percaya dengan keberadaan
santet. Hal tersebut justru membuatnya sering jatuh sakit lalu kemudian
meninggal dunia. Cerita ini memberikan pemahaman tentang seberapa
jauh kekuatan dari sebuah persepsi.
Pada subbab kelima berisi tentang wawancara penulis dengan Drs.
H. Maryanto, pendiri Perguruan Satria Nusantara asal Yogyakarta.
Menurutnya, pola pikir seseorang lebih menentukan kesehatannya. Dalam
hal santet, dia membuat analogi dua orang bertetangga, tetapi dari bangsa
51
yang berbeda. Ketika keduanya mengalami peristiwa yang sama, persepsi
dan dampaknya menjadi berbeda.64
10. Bab 10: Tanda-Tanda Serangan Santet
Pada bab ini dijelaskan tentang bagaimana gejala-gejala seseorang
ketika terkena santet. Santet adalah teknik mengirim energi negatif, yang
reaksi dan gejala awalnya secara umum mirip dengan gejala stres. Di
antaranya, merasa lelah saat bangun tidur pada pagi hari, jantung
berdebar-debar, otot-otot punggung dan tengkuk tegang, tidak bisa santai,
mengalami gangguan pada usus, otot dan perasaan lebih tegang, gangguan
tidur, serta intensitas mimpi buruk yang semakin meningkat.
Kondisi tersebut kemudian memunculkan sifat pemarah, pelupa,
gugup, tidak mampu konsentrasi, takut tanpa sebab, tidak betah tinggal di
rumah, dan berhalusinasi seperti sering mendengar ketukan pintu, suara
langkah kaki, suara orang memanggil yang setelah diteliti ternyata tidak
ada.
Sementara itu, secara fisik, datangnya santet sering ditandai dengan
gejala-gejala telapak kaki terasa panas dan berat, banyak mengeluarkan
keringat dingin, pusing, nyeri pada ulu hati, serta rasa pegal berpindah-
pindah.
Tanda-tanda tersebut sering muncul pada masa pergantian waktu
berikut.
64 Ibid., h. 99-108.
52
1) Antara fajar dan pagi (sekitar pukul 05.35 atau setelah subuh).
2) Pergantian antara petang dan malam (sekitar pukul 17.35 atau
menjelang Maghrib).
3) Menjelang tengah malam dan lepas tengah malam (sekitar pukul
24.00).
4) Siang hari setelah waktu Dzuhur (sekitar pukul 12.00).
Selain tanda-tanda di atas, tanda datangnya santet sering kali melalui
mimpi yang menyeramkan. Pada bab ini juga diterangkan tentang
bagaimana kepercayaan tentang perbedaan waktu antara dunia manusia
dengan dunia lain, serta hewan-hewan yang peka terhadap datangnya
santet seperti, anjing, burung perkutut, dan gagak.65
11. Bab 11: Menangkal Santet
Pada bab ini dijelaskan bahwasanya, orang percaya bahwa santet itu
ada dan bisa diarahkan kepada siapa pun, tetapi soal manjur dan tidaknya
itu soal nanti, karena menurut kepercayaan Kejawen, ada orang-orang
tertentu yang secara alami sulit diterjang santet, yaitu mereka orang yang
memiliki ludira pamungkas.66
65 Ibid., h. 109-111. 66 Dalam buku The Secret of Santet hal. 113, Masruri menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ludira pamungkas adalah darah yang mengalir pada tubuh seseorang karena faktor trah (keturunan/titisan) orang sakti, atau wahyu langsung dati Tuhan. Orang seperti ini diyakini tidak mempan disantet maupun digendam.
53
Selanjutnya pada bab ini membahas tentang dua subbab tentang cara
menangkal santet yaitu, (1) Secara Fisik dan Perilaku, dan (2) Secara
Spiritual dan Supranatural. Adapun pembahasannya adalah sebagai
berikut.
a. Secara Fisik dan Perilaku
1) Tidur di Lantai
Disebutkan bahwa santet adalah energi dan bisa dijelaskan
melalui proses materialisasi energi. Santet dan makhluk metafisika
(jin, setan) memilki muatan negatif (-), begitu pula dengan bumi
yang bermuatan sejenis akan saling tolak-menolak. Sedangkan
muatan tidak sejenis akan mengalami tarik-menarik. Karena itu,
untuk menghindari santet orang memilih tidur di lantai dengan
tetap menggunakan alas tikar atau kasur. Teknik ini oleh sebagian
kalangan dianggap tidak lagi praktis karena justru dianggap
memicu datangnya penyakit lain.
2) Tersenyum dan Tertawa
Kalangan pelaku santet meyakini santet tidak mudah
ditanggulangi dengan teori-teori yang selama ini didengungkan
pihak luar yang tidak terlibat langsung dengan urusan persantetan.
Mereka mengatakan bahwa proses kerja santet itu seperti tenaga
dalam “pukulan jarak jauh”. Dalam konteks tenaga dalam adalah
orang yang dalam kondisi menyerang atau “amarah”. Sedangkan
54
orang yang tenang, tersenyum, atau tertawa tidak dapat
dipengaruhinya. Oleh karena itu ada anekdot bahwa pelawak
menyebabkan sulit disantet.
3) Menanam Tanaman Penangkal Santet
Ada beberapa jenis tanaman yang tanda fisiknya
mengandung banyak air dan akarnya tidak kuat menancap di tanah,
seperti kelor, pepaya, kenanga, talas hitam, dan tebu hitam.
tanaman-tanaman tersebut diyakini banyak kalangan mampu
menangkal, menolak, menyerap, bahkan membelokkan laju santet
yang semestinya menuju ke dalam rumah korban. Tandanya adalah
jika pohon tersebut tiba-tiba layu mendadak, bisa jadi itu pertanda
bahwa orang yang punya rumah tersebut baru saja dikirim santet,
tetapi selamat karena santetnya berbelok menuju pohon penangkal.
Sebaiknya tanaman tersebut ditanam di depan rumah dan jika
memungkinkan ditanam di empat sudut rumah.
4) Memakai Aksesori dari Kayu Antiular
Menangkal santet bisa juga dilakukan menggunakan jenis
kayu yang memiliki karakter ditakuti ular. Ular dalam agama
diidentikkan dengan setan. Karena itu, kayu yang tidak disukai
ular dapat digunakan untuk menangkal santet dan jenis kiriman
dalam bentuk energi-energi negatif lainnya. Para spiritualis sering
menggunakan tasbih khusus dari bahan kayu setigi, minging, dan
55
nagasari sebagai penangkal sekaligus obat dari pengaruh santet.
Ketiga jenis kayu tersebut memiliki kemampuan menyerap energi
dari mantra atau doa yang diamalkan.
5) Memelihara Kucing
Dalam buku ini dijelaskan bahwa jika yang punya rumah
sedang tidur dan sementara itu terdapat kucing di dalam rumah,
serangan santet bisa berbelok menghantam kucing. Dengan
demikian, jika kucing tiba-tiba mati tanpa sebab, bisa jadi karena
terkena santet.
6) Merang Ketan Hitam
Menurut Mbah Roso, paranormal dari Pati, Jawa Tengah,
menangkal santet bisa dilakukan dengan cara sederhana, yaitu
menyimpan merang ketan hitam di dalam dompet dan benda lain
yang selalu menempel di badan. Menurut aliran Kejawen, orang
yang sudah “menyatu” dengan benda tersebut sulit dipengaruhi
jenis ilmu gaib apa pun, termasuk santet. Merang ketan hitam ada
yang dimasukkan ke dalam gelang yang dilapisi plastik tebal.
7) Tidur Setelah Tengah Malam
Pemahaman mayoritas meyakini untuk menghindari santet
sseorang harus tidur menempel di tanah. Namun, konsep ini
dibantah oleh Absin, seorang kyai muda dari Probolinggo. Dia
meyakini santet seperti setrum. Orang yang menempel di tanah
56
justru mudah dihajar. Absin meyakini mencegah santet yang utama
adalah mencegah tidur sebelum tengah malam, karena santet
dikerjakan sebelum waktu tersebut.
b. Secara Spiritual dan Supranatural
1) Mantra Pawenang
Teknik ini disebut lebih humanis, menurut mereka yang
mengikuti aliran santet, santet dilakukan dengan teknik mirroring,
yaitu bergerak atau menirukan subjek yang berada di depannya
dengan tujuan seolah-olah menyatukan diri dengan objek itu.
Sementara itu channeling adalah menautkan jiwa karena dengan
membaca Mantra Pawenang, orang yang mengamalkan mantra ini
oleh alam sudah dianggap sebagai keluarga besar santet sehingga
berhak dilindungi.
Mantra Pawenang itu berbunyi, “Nur weka nur weki, Nur
gawe nur pawenang. Wenang saka kakek wenang saka ninek. Ya
hu, ya hu, ya hu. Wenang wening wenang saka kuasa ingsun”.
Artinya adalah kurang lebih, “Cahaya Tunggal cahaya diri, cahaya
gerak cahaya kekuatan. Kekuatan dari kakek, kekuatan dari nenek.
Ya hu, ya hu, ya hu. Kuat tenang, kuat dari kehendak diriku).
2) Membaca Doa Keselamatan
Tindakan prevnetif sebagai usaha menjauhkan diri dari
bahaya sihir atau santet dapat dilakukan dengan banyak berzikir
57
dan berdoa. Dalam hadits Nabi Muhammad SAW disebutkan,
“Barangsiapa singgah di suatu tempat dan dia mengucapkan:
‘A’uudzu bi kalimaatillahi attaammaati min syarri maa khalaq’,
tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya sampai dia pergi
dari tempat itu.”67
Untuk keselamatan bisa juga mengamalkan doa,
“Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihii syai’un fil ardhi walaa
fissamaa-I wa huwas samii’ul ‘aliim.” (Dengan menyebut nama
Allah yang tidak membahayakan sesuatu bersama nama Allah di
bumi dan di langit. Allah adalah Zat yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui). Doa tersebut paling sedikit dibaca tiga kali
pada pagi dan menjelang malam.
3) Membaca Ayat Kursi
Ayat Kursi terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 255. Suatu
saat ketika Rasulullah SAW ditanya oleh salah seorang sahabatnya
mengenai ayat yang paling agung dari Al-quran, beliau menjawab,
“Ayat Kursi”, kemudian Rasulullah membaca ayat ini. (HR.
Ahmad dan Nasa’i).
67 Doa ini juga dimuat dalam artikel berjudul Doa Singgah di Suatu Daerah dalam laman almanhaj.or.id, dalam laman tersebut menulis dalam hadits riwayat Sahabahiyyah Khaulah binti Hakim ra., Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya bahwa orang yang singgah di suatu tempat lalu membaca doa ini, maka tak ada sesuatu pun yang membahayakannya hingga ia beranjak dari tempat tersebut. (HR. Muslim), diakses pada tanggal 27 Maret 2020 pukul 13.41 WIB.
58
Hampir semua praktisi yang beragama Islam menempatkan Ayat
Kursi sebagai amalan paling favorit. Ayat ini berbunyi, “Allahu
laa ilaaha illa huwal-hayyul-qayyum, laa ta’khudzuhu sinatuw wa
laa nauum. Lahuu maa fis-samaawaati wa maa fil-ard. Man dzal
ladzii yasy fa’u ‘indahuu illa bi idznih. Ya’lamu maa baina
aidiihim wa maa khalfahum. Wa laa yuhithuuna bi syai-immin
‘ilmihii illa bimaa syaa’. Wasi’a kursiyyuhus-samaawaati wal-ard.
Wa laa ya’uuduhuu hifzhuhumaa wa huwal ‘aliyyul ‘aziim.”
Artinya, “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus-menerus mengurus
(makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya
apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at
di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah
tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.”
Sebagai doa perlindungan, Ayat Kursi dapat diamalkan
dengan berbagai cara. Misalnya, dibaca sekali atau tiga kali setelah
shalat lima waktu atau dibaca dalam jumlah bilangan yang sama
pada pagi hari, petang hari, atau menjelang tidur malam.
59
4) Mengamalkan Rajah Kalacakra
Rajah ini berfungsi sebagai perlindungan dan perisai. Berikut
adalah Rajah Kalacakra.
a) Yamaraja, Jaramaya: siapa yang menyerang berbalik menjadi
belas kasihan.
b) Yamarani, Niramaya: siapa yang datang dengan niat buruk
malah akan menjauhi.
c) Yasilapa, Palasiya: siapa yang membuat lapar berbalik
memberi makan.
d) Yamidora, Radomiya: siapa yang membuat miskin menjadi
memberi kecukupan.
e) Yamidosa, Sadomiya: siapa yang berbuat doa menjadi hilang
kekuatan.
f) Yadayuda, Dayudaya: siapa yang memerangi akan hilang
dayanya.
g) Yasiyaca, Cayasiya: siapa yang membuat celaka berbalik
membuat sehat dan sejahtera.
h) Yasihama, Mahasiya: siapa yang merusak berbalik
membangun dan sayang.
Rajah Kalacakra dapat diamalkan dengan berbagai cara.
Untuk sekadar perlindungan dari kejahatan manusia atau kejahatan
60
yang metafisika (santet), cukup dibaca pada pagi dan petang. Agar
energi dari Rajah Kalacakra ini lebih maksimal, biasanya disertai
dengan laku batin dalam bentuk puasa atau pati geni di bawah
bimbingan guru secara langsung.
5) Mengonsumsi Kurma Ajwa
Di kalangan santri, menangkal santet dapat dilakukan
dengan mengonsumsi atau makan buah kurma jenis Ajwa.
Dasarnya adalah sabda Nabi Muhammad SAW, “Barang siapa
yang setiap hari sarapan dengan beberapa buah kurma Ajwa,
tidak akan terkena bahaya racun dan sihir pada hari itu dan
malam.”68
6) Ritual Tolak Sarik
Menurut Ki Poleng Sudamala dari Yogyakarta, untuk
penangkal pengaruh santet dan jenis magis lainnya, dia melakukan
ritual Kejawen “Tolak Sarik” dengan sarana nasi tumpeng dan
kembang liman atau bunga lima jenis. Mantra ayng dibacanya
adalah, “Panyuwon ulun maring Gusti hawiyo atilar ngagesang
ulon ing bumi mulyo klawan bumi kang santoso, Sinuwun Gusti
engkang karso maringi sakalir dummating ulun djeng anak
68 Pembahasan tentang kurma Ajwa juga dibahas dalam artikel berjudul Makan Tujuh Butir Kurma Ajwah dapat Menangkal Racun dan Sihir yang dimuat dalam almanhaj.or.id, dalam Shahih Bukhari dan Muslim, diriwayatkan hadits dari Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Nabi Muhammad SAW, bahwa beliau pernah bersabda, yang artinya, “Barangsiapa mengonsumsi tujuh butir kurma Ajwa pada pagi hari, maka pada hari itu ia tidak akan terkena racun maupun sihir”.
61
(…….)69 tebih saking gudo sambikolo.” Artinya, “Pengharapan
dan permohonanku kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga hidup
di dunia dan di kehidupan selanjutnya anak (…….) ini dijauhkan
dari godaan, kutukan dan perbuatan keji lainnya.70
12. Bab 12: Mengobati Korban Santet
Dalam bab ini dijelaskan tentang cara mengobati korban santet yang
terdiri dari dua subbab yaitu, (1) Doa Nurbuat, dan (2) Menyikapi Sakit
dengan Ikhlas. Pada subbab pertama ini diceritakan metode yang
digunakan oleh Ustadz Dedika Abu Farhan dari Banyuwangi dan H.
Abdullah dari Banten dengan menggunakan doa tersebut.
Kemudian pada subbab kedua dijelaskan bahwa penulis banyak
belajar dari orang yang menyikapi datangnyapenyakit ebagai bagian dari
kehidupan dan itu wajar terjadi pada siapapun. Sebaliknya, ada sebagian
orang yang menerima penyakit dengan mental yang rapuh, sehingga
penyakit yang mestinya “kecil” berubah menjadi sesuatu yang
menghebohkan. Masalah kesengsaraan hanya ada dalam persepsi.
Kenyataan adalah persepsi kita. Jika kita ingin mengubah kenyataan
hidup, mulailah dengan mengubah persepsi itu. Sikap seseorang menerima
sakit banyak ditentukan dari kesiapan mentalnya. Dalam falsafah tinju,
seorang petinju yang mentalnya kecil, pukulan seberat 50 kg terasa 100
69 Dalam tradisi penggunaan mantra, banyak ditemui tanda “(……)” yang digunakan untuk menandai penyebutan nama dari orang yang dituju oleh mantra tesebut. 70 Masruri, op.cit., h. 113-127.
62
kg, sebaliknya petinju yang mentalnya besar, pukulan yang aslinya 100 kg
hanya dirasakan 50 kg.71
13. Bab 13: Santet dan Hipnoterapi
Pada bab ini diterangkan bahwa santet menurut pemahaman kita
identik dengan ilmu klasik, sedangkan hipnoterapi adalah ilmu yang
sesungguhnya ada sejak abad ke-18, tapi di Indonesia baru menjadi trend
dan banyak dipelajari pada era 2000-an. Pembahasan dalam bab ini adalah
pada bagaimana seorang praktisi hipnoterapi menangani pasien yang
mengalami gangguan santet dengan menceritakan beberapa pengalaman.
Seperti, seorang pengasuh Pondok Pesantren Hypnoterapi Ciputat yang
menuturkan pengalamanya ketika suatu menangani “pasien” yang
(merasa) terkena santet. Kemudian ada juga cerita dari seorang praktisi
hipnosis asal Gresik, dan seorang terapis muda asal Jakarta.72
14. Ringkasan Bab 14: Balada Mbok Sasmi
Bab ini menceritakan tentang seseorang bernama Mbok Sasmi yang
berasal dari sebuah desa di daerah Pati. Mbok Sasmi dituduh memiliki
ilmu santet dan menggunakannya untuk membunuh orang lain. Setelah
diinterogasi oleh warga, Mbok Sasmi mengaku telah membunuh sebanyak
enam orang dan akhirnya didenda 15 juta. Akan tetapi setelah penulis
(Masrusri) mendatangi Mbok Sasmi dan membentuk Tim Pencari Fakta,
71 Ibid., h. 129-135. 72 Ibid., h. 137-143.
63
ternyata hal tersebut tidak benar. Yang terjadi adalah konspirasi dari
preman kampung dan dukun palsu yang mencari dana denda. Ternyata
yang dimiliki oleh Mbok Sasmi adalah ilmu suwuk untuk pertanian,
pengobatan, dan keselamatan.73
15. Ringkasan Bab 15: Santet Menjadi Komoditas Bisnis
Pada bab ini dijelaskan bahwa pada dekade 1990-an, santet
dieksploitasi sebagai lahan bisnis dengan melibatkan media massa, dari
iklan jasa menangkal santet hingga jasa menyantet. Kemudian, pada tahun
2000-an akhir, jasa pelayanan santet mulai merambah dunia maya, dari
website hingga jejaring sosial seperti Facebook. Maraknya isu santet tidak
terlepas dari orang-orang yang yang ingin memanfaatkan situasi
kebodohan dan ketakutan. Salah satu modus operandinya adalah dengan
terus menciptakan dan mengembangkan isu,74
16. Ringkasan Bab 16: Santet dan Sihir dalam Pandangan Agama dan
Budaya
Pada bab ini dijelaskan bahwa sihir adalah kelebihan atau daya
linuwih yang dimiliki oleh orang kafir. Sihir berasal dari kata dalam
bahasa Arab “ainun sahirah” yang artinya “yang menyilaukan mata”.
Sihir juga dapat dipahami sebagai tipuan khayal yang tidak memiliki
hakikat, sesuatu yang halus (tersembunyi) dan hasil dari bantuan setan
73 Ibid., h. 145-158. 74 Ibid., h. 167-172.
64
dengan menyuguhkan sesaji. Selain menjelaskan hal tersebut, bab ini juga
menerangkan santet dan sihir dalam pandangan Islam serta dalam budaya
masyarakat Indonesia.
17. Ringkasan Bab 17: Populasi yang Semakin Punah
Pada bab ini dijelaskan bahwa menurut para pelaku supranatural,
saat ini populasi profesi dukun santet sudah mulai langka bahkan boleh
dikatakan sudah hampir punah. Ketika penulis (A. Masruri) membuat
persentase antara isu santet itu dan santet yang asli adalah 95:5. Bahkan
menurut salah seorang spiritualis asal Banten, berpendapat bahwa
kepunahan populasi profesi dukun santet “hanya soal waktu”.75
18. Ringkasan Bab 18: Santet dalam Pandangan Para Tokoh
Bab ini mengemukakan santet dalam pandangan para tokoh dari
berbagai bidang. Misalnya seperti Yan Nurendra, seorang praktisi hiptonis
asal Jakarta. Ia berkata “Santet, suatu fenomena di mana saya berusaha
“menemukan” dan mempelajarinya selama bertahun-tahun, tetapi sampai
saat ini keberadaanya tetap antara ada dan tiada, dan nyaris inkonsisten.
Bisa begini tetapi tidak begitu, bisa di sini tetapi tidak di sana, dan
seterusnya. Untuk saya pribadi, Fenomena keberadaan santet ini masih
75 Ibid., h. 173-178.
65
saya masukkan dulu dalam temporary directory otak saya, alias “belum
dimengerti”, tetapi “dibuang sayang”.
Menurut Buanergis Muryono, seorang budayawan asal Jakarta,
santet adalah salah satu kekuatan gaib yang dilakukan seseorang untuk
tujuan mencelakai. Rahasia dari santet itu dimiliki mereka yang sudah
mengetahui rahasia tubuh jasmani dan tubuh rohaninya. Selain itu, pada
bab ini terdapat juga pandangan dari tokoh-tokoh lain seperti Ki Poleng
Sudamala, Daday Rahmat Hidayat, Mbah Roso dan tokoh lainnya.76
BAB V
PEMBAHASAN
A. Mantra-Mantra yang Dianalisis
Dari sekian banyak mantra rapalan dan bacaan yang terdapat dalam
buku The Secret of Santet, penulis memilih lima mantra yang akan dianalisis
dengan pertimbangan sebagai berikut; (1) mantranya pendek, sehingga dapat
mempermudah analisis, (2) bahasa yang digunakan dalam mantra tersebut
dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak terdengar asing,
dan (3) kelengkapan teks mantra.
Dari aspek-aspek tersebut, berikut adalah lima mantra santet yang akan
dianalisis disertai dengan terjemahnya:
76 Ibid., h. 179-185.
66
1. “Alif Laam Miim. Dzaalikal kek tabuk…”
Terjemah: “Alif Laam Miim.77 Demikian/itu, ‘kek tabuk’ dalam bahasa
Madura berarti sakit perut.
2. “Bismillahirrahmanirrohimm. Bayat ingsun amuji pujiku dipa murap.
Rina wengi tan kena ing sirep. Sapa kira neja ala maring ingsun. Kundura
kuwanine. Ilanga kebakitan. Lebur jabang bayi kan neja ala maring
ingsun…”
Terjemah: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Aku berniat memuji pujiku dipa murap. Siang dan malam
jangan tertidur. Siapa orang yang berniat jahat kepadaku, mengecillah
keberaniannya, hilanglah kesaktiannya. Hancur orang yang berniat jahat
kepadaku…”
3. “Aku tidak berniat menyumbat bambu ini, melainkan menyumbat kubul
dan dubur…”
4. “Sun matek ajiku santet, aja jin, aja gendruwo, setan kilat nyembah
marang aku, jalma manungsa ora nyembah marang aku, jalma tinurun
aking swarga kayangane, kamarupa kamabang bethara kembangane
jagad. Heeee setan bekasakan, sira sun kongkon…”
77 Dalam jurnal berjudul Tafsir Alif Lam Mim Kyai Shalih Darat yang ditulis oleh Heru Setiawan dari IAI Tribakti yang dimuat dalam Jurnal Ilmu-ilmu Ushuluddin terbitan tahun 2018, Alif Laam Mim merupakan fawatih As-suwar berupa al-ahruf al-muqatta’ah yang diperdebatkan oleh para mufasir. Mayoritas mufasir tidak menafsirkan lafadz tersebut kecuali dengan kata waallahu ‘alam (hanya Allah yang mengetahui).
67
Terjemah: “Diriku yang sejati merapalkan mantra santet, jangankan jin
atau genderuwo, setan dan iblis pun menyembah kepadaku, manusia tidak
menyembah kepadaku, makhluk yang turun dari surga para dewa,
makhluk tanpa rupa dan berwajah merah, dewata mengharumkan
kekuasan. Heeee setan bekasaa, kamu kusuruh…”
5. “Terbanglah engkau bersama kegelisahanmu…”
B. Makna Mantra Santet Analisis Perspektif Filsafat Bahasa Language
Games Ludwig Wittgeinstein
1. Mantra Pertama
a. Teks: “Alif Laam Miim. Dzalikal kek tabuk…”
b. Bahasa asli: bahasa Arab dan bahasa Madura
c. Terjemah: “Alif Laam Miim. Demikian/itu sakit perut…”
d. Aturan Permainan: Santet autosugesti, santet ini menggunakan
kekuatan pikiran dalam bentuk niat dan keyakinan. Santet jenis ini
mengutamakan kemampuan konsentrasi dan visualisasi.
e. Meaning in Use: Digunakan dengan tujuan untuk membuat orang lain
sakit perut
f. Tata cara penggunaan: Dibaca sebanyak seribu kali, saat membaca
kalimat ini, di depannya disediakan sebotol air. Kemudian ditiupkan
68
ke air dalam botol lalu mulut botol disumbat dengan plastik disertai
visualisasi menyumbat anus orang yang dimaksud.
g. Analisis:
Kalimat dengan teks yang mirip mantra tersebut ditemukan
dalam kitab Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 1 dan 2 yang berbunyi
“Alif Laam Miim. Dzaalikal kitaabu laa raiba fiih, hudal lil-
muttaqiin”, yang artinya “Alif Laam Miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak
ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”78
Sebagian mufassir79 berupaya untuk mentakwilkan80 “Alif Laam
Miim”, seperti Ar-Raziy, Ibnu ‘Arabi, dan Kyai Shalih Darat.
Dalam tafsirnya yang berjudul Faid Al-rohman fi Tarjamah al-
Kalam al-Malik Al-Daiyyan, Kyai Sholih Darat menafsirkan ayat
tersebut dalam dua versi. Pertama, alif mengisyaratkan wujud pertama
(al-wujud al-awwual) yaitu Allah, Laam mengisyaratkan wujud tengah
(al-wujud al-mutawassit) yaitu Jibril, sedangkan Miim mengisyaratkan
wujud terakhir, yaitu Muhammad. Versi kedua, Alif mengisyaratkan
78 Litequran.net/al-baqarah diakses pada tanggal 1 Juni 2020 pukul 06.37 WIB 79 Menurut KBBI, Mufassir adalah orang yang menerangkan makna (maksud) ayat Al-Qur’an. Mufassir disebut juga ahli tafsir. Dalam kajian ilmu tafsir, ada syarat-syarat tertentu untuk menjadi Mufassir, diantaranya seperti; aqidah yang benar, bersih dari hawa nafsu, berpengetahuan dalam bahasa Arab, dan lain-lain. Diakses pada tanggal 1 Juni 2020 pukul 11.24 WIB. 80 Dalam almuflihun.com, takwil secara etimologi adalah kembali. Maksudnya adalah sesuatu yang dikembalikan kepadanya. Sedangkan takwil secara terminologi adalah membawa makna lafazh kepada makna lain yang tidak sama dengan makna zhahirnya, namun demikian ada kemungkinan lafazh tersebut mempunyai makna secara zhahir. Diakses pada tanggal 1 Juni 2020 pukul 11.24 WIB.
69
ilmu syari’at, Laam mengisyaratkan ilmu thariqah, dan Miim
mengisyaratkan ilmu hakikat.81
Dalam mantra santet ini ayat tersebut dipotong di bagian awal
ayat kedua dan diganti dengan kalimat “kek tabuk” sehingga menjadi
berbunyi “Alif Laam Miim. Dzaalikal kek tabuk” yang dalam hal ini
digunakan sebagai autosugesti untuk menyantet orang lain dengan
bantuan visualisasi berupa sebotol air yang disumbat dengan plastik
setelah dibacakan mantra tersebut sebanyak seribu kali. Visualisasi ini
bertujuan mempersepsikan bahwa mulut botol yang disumbat adalah
anus yang disumbat dari orang yang dimaksud agar benar-benar
menjadi “kek tabuk” (sakit perut).
Dalam perspektif language games Wittgeisntein, setiap bentuk
permainan bahasa memiliki ketentuan dan aturan sendiri yang tidak
boleh dicampuradukkan, agar tidak menimbulkan kekacauan. Oleh
karena itu, kalimat “Alif Laam Miim. Dzaalikal…” di dalam mantra ini
tidak dimaknai dalam penggunaannya ketika dimaksudkan membaca
ayat suci Al-Qur’an karena berada dalam ‘permainan’ yang berbeda.
Yang satu dimaksudkan untuk digunakan sebagai mantra santet, dan
yang satu dimaksudkan untuk membaca ayat suci Al-Qur’an.
81 Jurnal berjudul Tafsir Alif Laam Miim Kyai Shalih Darat oleh Heru Setiawan pada majalah jurnal Kontemplasi, Vol. 06, No. 01, Agustus 2018.
70
Kemudian, istilah “kek tabuk” juga tidak dapat dimaknai
sebagai “sakit perut” sebagaimana penyakit diare atau sakit perut yang
lain karena dalam aturan permainan ini, kalimat “kek tabuk”
digunakan sebagai kalimat yang ditujukan untuk menyantet orang lain
agar orang yang dimaksud menjadi sakit perut dalam arti gejala santet.
Oleh karena itu, kalimat “Alif Laam Miim. Dzaalikal kek tabuk…”
dapat dimaknai sebagai mantra santet yang berupa kalimat sugesti
yang mengantarkan keinginan seseorang untuk mengirim sakit perut
kepada orang yang dimaksud.
2. Analisis Mantra Kedua
a. Teks: “Bismillahirrahmanirrohimm. Bayat ingsun amuji pujiku dipa
murap. Rina wengi tan kena ing sirep. Sapa kira neja ala maring
ingsun. Kundura kuwanine. Ilanga kebakitan. Lebur jabang bayi kan
neja ala maring ingsun…”
b. Bahasa asli: bahasa Arab dan bahasa Jawa
c. Terjemah: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang. Aku berniat memuji pujiku dipa murap. Siang dan
malam jangan tertidur. Siapa orang yang berniat jahat kepadaku,
mengecillah keberaniannya, hilanglah kesaktiannya. Hancur orang
yang berniat jahat kepadaku…”
71
d. Aturan permainan: Santet Kanoman, adalah santet dengan tingkatan
terendah yang dilakukan cukup dengan membaca mantra-mantra
tertentu tanpa menggunakan media tertentu seperti paku, rambut,
boneka, tepung, patung, dan peralatan lainnya.
e. Meaning in Use: Digunakan untuk me-lebur orang lain.
f. Tata cara penggunaan: Menyediakan ayam jantan putih mulus, kain
putih tiga meter, bunga tujuh rupa, (welat) kulit bambu, dan puasa
mutih tujuh hari, lalu membaca mantra.
g. Analisis:
Menurut Masruri, mantra ini sama persis dengan Aji Dipo
Murup,82 akan tetapi dari narasumber (Mbah Kliwon), mantra ini
diberi nama Aji Brabat Pati. Mbah Kliwon menjelaskan bahwa yang
membuat ajian berbeda nama dan fungsi karena ada perubahan atau
pembelokan pada bagian teks mantranya. Dari yang aslinya sebagai
penangkal santet berubah menjadi ilmu santet.
Menurut Mbah Kliwon, Aji Brabat Pati sesungguhnya bukan
ilmu santet dan itu dapat dilihat dari teks mantranya, “sapa wong kang
82 Dikarenakan keterbatasan sumber informasi, peneliti tidak dapat menemukan teks lengkap dari mantra Aji Dipo Murup.
72
neja ala marang aku, kundura kewaninane, ilango kesaktiane” (siapa
yang berniat jahat kepadaku, mengecillah keberaniannya, hilanglah
kesaktiannya). Bait tersebut arahnya untuk kepentingan keselamatan
atau bela diri dan bersifat defensif. Akan tetapi ketika diubah dengan
kalimat “lebur jabang bayi” dan dijadikan password untuk visualisasi
me-lebur jabang bayi (manusia), sehingga yang muncul adalah energi
semacam santet.
Dalam perspektif language games, sampai pada sebelum
mantra tersebut diubah menjadi mantra untuk menyantet orang lain,
maka mantra ini dapat dimaknai sebagai mantra pertahanan diri. Akan
tetapi setelah mantra ini diubah untuk menyantet orang lain, maka
mantra ini dapat dimaknai sebagai mantra santet sebagaimana konsep
meaning in use.
Termasuk kalimat “Bismillahirrohmaanirrohiim”, pada
umumnya kalimat ini digunakan ketika orang Islam akan memulai
sesuatu yang baik seperti membaca Al-Qur’an, memulai belajar, dan
aktivitas lain sehingga kalimat ini bermakna baik dan transenden.
Seperti dalam tulisan berjudul Tafsir Basmalah yang ditulis oleh
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, menurutnya ada dua
fungsi ketika kata kerja tersembunyi diletakkan di belakang.83
83 Dalam kalimat “Bismillahirrahmaanirrohim” terdapat jar majrur (bi ismi) di awal ayat yang berkaitan dengan kata kerja tersembunyi setelahnya sesuai dengan jenis aktivitas yang sedang
73
Pertama, tabarruk yang artinya mengharap berkah dari Allah. Kedua,
pembatasan maksud karena ‘amil di belakang berfungsi membatasi
makna.84
Akan tetapi ketika kalimat “Bismillahirrohmaanirrohiim”
digunakan dalam pembuka mantra santet tersebut, kalimat ini tidak
dapat dimaknai sebagai “Bismillahirrohmaanirrohim” yang pada
umumnya penggunaan kalimat ini. Akan tetapi justru dapat dimaknai
kebalikannya sebagaimana konsep meaning in use.
3. Analisis Mantra Ketiga
a. Teks: “Aku tidak berniat menyumbat bambu ini, melainkan
menyumbat kubul dan dubur…”
b. Bahasa asli: bahasa Indonesia
c. Terjemah: -
d. Aturan permainan: Santet Sandungan, adalah santet yang dilakukan
dengan teknik analogi atau magie imitative dengan memanfaatkan
simbol-simbol sebagai media memperkuat visualisasi. Media dapat
dikerjakan. Jar majrur dalam kaidah bahasa Arab harus memiliki kaitan dengan kata yang tersembunyi setelahnya, karena keduanya adalah ma’mul. Sedang setiap ma’mul harus memiliki ‘amil. 84 Almanhaj.or.id diakses pada tanggal 1 Juni 2020 pukul 11.49 WIB.
74
berupa benda mati seperti tanah kuburan, rambut, paku, silet, jarum,
dan benda-benda lain.
e. Meaning in use: Digunakan untuk membuat orang lain tidak bisa
buang air besar maupun kecil.
f. Tata cara penggunaan: Menyediakan media berupa bambu apus yang
berisi air. Selanjutnya memusatkan konsentrasi dan membacakan
mantra tersebut.
g. Analisis:
Santet jenis ini adalah santet yang banyak berkembang di
Indonesia. Medianya dapat bermacam-macam dan tentu memiliki
mantra yang bermacam-macam pula. Ada yang memakai media kayu
delima putih. Sambil membaca mantra dan menyebut nama orang
yang hendak dituju, kayu tersebut dipukul-pukul. Dengan teknik ini
orang yang dituju dapat mengalami kelumpuhan.
Menurut perspektif language games, kalimat “aku tidak
berniat menyumbat bambu ini,” dapat kita maknai bahwa pelaku tidak
bermaksud menyumbat bambu tersebut meskipun secara harfiah
pelaku melakukannya. Akan tetapi pelaku bermaksud menjadikan
media (bambu) tersebut sebagai simbol (aturan permainan Santet
Sandungan) untuk memperkuat visualisasi dari makna sebenarnya
hendak pelaku tuju, yaitu “…melainkan menyumbat kubul dan
dubur…” dari orang yang hendak disantetnya.
75
Misal media yang digunakan adalah kayu delima putih atau
uleg (alat untuk melumat bumbu dapur),85 tentu tata cara dan teks
mantranya pun akan lebih variatif tergantung pada media yang
digunakan dan santet dengan efek seperti apa yang hendak pelaku tuju
(meaning in use).
4. Analisis Mantra Keempat
a. Teks: “Sun matek ajiku santet, aja jin, aja gendruwo, setan kilat
nyembah marang aku, jalma manungsa ora nyembah marang aku,
jalma tinurun aking swarga kayangane, kamarupa kamabang bethara
kembangane jagad. Heeee setan bekasakan, sira sun kongkon…”
b. Bahasa asli: bahasa Jawa
c. Terjemah: “Diriku yang sejati merapalkan mantra santet, jangankan jin
atau genderuwo, setan dan iblis pun menyembah kepadaku, manusia
tidak menyembah kepadaku, makhluk yang turun dari surga para
85 Penggunaan santet dengan media ini adalah dengan cara membungkus media tesebut dengan kain putih hingga menyerupai pocongan mayat, lalu dikubur di dalam tanah tepat di depan mulut pawon (tempat memasak dalam dapur tradisional). Pocongan uleg tersebut dibacakan talkin atau bacaan yang biasa dibaca petugas kubur saat prosesi pemakaman jenazah dalam tradisi Islam di Jawa. Orang yang diserang santet jenis ini akan mengalami panas di pagi hari, terutama saat dapur sedang digunakan untuk memasak. Santet jenis ini semakin punah seiring tidak digunakannya lagi dapur tradisional dan diganti dengan dapur modern atau kompor gas.
76
dewa, makhluk tanpa rupa dan berwajah merah, dewata
mengharumkan kekuasan. Heeee setan bekasaan, kamu kusuruh…”
d. Aturan permainan: Santet Gelangan, adalah santet yang dilakukan
dengan cara menyiksa makhluk hidup untuk mengekspresikan
program sakit pada objek atau korban yang disantet.
e. Meaning in use: Digunakan untuk mengirim penyakit, rasa sakit, dan
rasa panas kepada orang lain.
f. Tata cara penggunaan: Menyediakan ayam jantan yang disembelih
dengan welat (kulit bambu) pada malam Jumat sambil membaca
mantra tersebut. Lalu ayam jantan sesajen tersebut dicabuti bulunya.
Saat mencabut bulu-bulu ayam tersebut, sambil memvisualisasikan
sedang menyiksa dan “mengirim” penyakit kepada korban.
Selanjutnya ayam lalu disiram air mendidih, juga dengan visualisasi
mengirim rasa panas kepada orang yang dituju. Setelah bulu-bulunya
habis, ayam tersebut dipanggang (dalam dunia persantetan disebut
dengan istilah bekakak). Bekakak tersebut bagian kepalanya ditusuk
dengan beberapa jarum. Dipercaya, semakin banyak jarum yang
ditusukkan, semakin keras reaksi santet yang dikirimnya.
g. Analisis:
Dalam perspektif language games, kalimat “sun matek ajiku
santet, aja jin, aja gendruwo, setan kilat nyembah marang aku,” dapat
dimaknai bahwa pelaku sedang bermaksud untuk mengagungkan
77
dirinya sendiri (“nyembah marang aku”). Hal ini tentunya bertujuan
agar dapat memberikan perintah (meaning in use) kepada “setan86
bekasaan”.
Pada mulanya, antara mantra dan tata cara santet yang
dilakukan seakan-akan tidak ada hubungannya sama sekali. Dari mulai
awal kalimat “Sun matek ajiku santet,” sampai pada kalimat
“…bethara kembangane jagad.” Hubungan antara mantra dan
meaning in use-nya justru terletak di akhir mantra, yaitu kalimat “Heee
setan bekasakan, sira sun kongkon…” yang dapat dimaknai bahwa
pelaku di akhir mantranya memberikan perintah kepada yang
dipanggil sebagai “setan bekasaan” untuk “mengirim” rasa sakit yang
dilakukannya pada ayam tersebut kepada orang yang dimaksud.
5. Analisis Mantra Kelima
a. Teks: “Terbanglah engkau bersama kegelisahanmu…”
b. Bahasa asli: bahasa Indonesia
c. Terjemah: -
86 Dalam wikipedia.org yang diakses pada tanggal 1 Juni 2020 pukul 12.13 WIB., setan dalam agama-agama Samawi adalah makhluk yang menggoda manusia untuk berbuat jahat. Pada awalnya, istilah “setan” digunakan sebagai julukan untuk berbagai entitas yang menentang kepercayaan iman manusia di dalam Alkitab Ibrani. Sejak saat itu, agama-agama Samawi menggunakan istilah “Satan” sebagai nama untuk iblis. Di dalam bahasa Indonesia, istilah Satan berbeda maknanya dengan “setan”. Akan tetapi makna “setan bekasaan” dalam mantra santet ini peneliti tidak memiliki informasi yang cukup untuk menjelaskan maknanya.
78
d. Aturan permainan: Santet Median, santet tingkat keempat ini
dinyatakan oleh para Balian (dukun di Bali) termasuk sebagai santet
yang paling ganas. Selain bisa membuat gila dan tidak dapat
disembuhkan secara medis, bukan hanya korban yang menanggung
beban, tetapi seluruh keluarga besarnya juga menanggung aib. Santet
ini dilakukan dengan memadukan tingkat santet di bawahnya
(kanoman, sandungan, dan gelangan), tetapi lebih menekankan pada
pembacaan mantra yang lebih intens.
e. Meaning in use: Digunakan untuk mempermalukan korban dan
membunuh korban pelan-pelan yang disertai dengan gangguan
kejiwaan.
f. Tata cara penggunaan: Pelaku santet median sering menggunakan
media dari jenis hewan yang hidup di alam bebas. Misalnya, burung
yang dibuat mati secara pelan-pelan. Sebelum dilepas, paruhnya
direkat menggunakan getah pohon yang semakin kering semakin kuat
daya rekatnya sehingga burung tersebut tidak bisa makan dan mati
pelan-pelan. Selanjutnya burung tersebut dilepaskan sembari membaca
mantra.
g. Analisis:
Sekilas mantra tersebut justru nampak seperti puisi ketimbang
mantra santet. Kalimat “terbanglah engkau (burung) bersama
kegelisahanmu” secara sederhana dapat diartikan bahwa pelaku
79
memberikan kebebasan terhadap burung tersebut setelah diberinya
perekat di paruhnya (kegelisahanmu). Dalam perspektif language
games (santet median), mantra tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk
eksplorasi dari pelaku santet terhadap kegelisahan yang dialami
burung yang dijadikannya media. Eksplorasi tersebut kemudian
dialihkan kepada jiwa yang disantet (meaning in use).
Jika dikaji secara lebih mendalam tentang santet dan mantra-mantra di
atas dengan teori ini, sebenarnya memberikan pandangan yang berbeda
tentang santet dari pandangan yang selama ini hidup di masyarakat, yang
beranggapan bahwa santet adalah ilmu hitam. Hal ini senada dengan apa yang
dikatakan oleh para pengikut aliran santet yang dikemukakan dalam buku The
Secret of Santet, bahwa menurut para pengikut aliran santet, sebutan santet
sebagai ilmu hitam hanya persepsi dari “orang luar”.
Santet menurut para pengikut aliran santet adalah tradisi turun-temurun
yang hingga kini masih dilestarikan oleh sebagian orang sebagai sebuah
ngelmu sekaligus ageman (pegangan) untuk mempermudah berbagai
problema dalam hidup. Karenanya tidak mengherankan jika hingga saat ini
santet masih dipelajari secara sembunyi-sembunyi oleh sebagian pengikutnya.
Dalam melihat hal ini, peneliti mengaitkannya dengan peristiwa
Pembantaian Banyuwangi 1998 yang menewaskan 114 korban yang sampai
saat ini tidak diketahui motif pasti dari peristiwa tersebut. Menurut saya
peristiwa ini adalah upaya stigmatisasi terhadap para pengikut aliran santet
80
agar ilmu ini tidak lagi dipelajari oleh masyarakat dan terhapus keberadaanya,
serta agar tidak lagi dianggap sebagai salah satu tradisi atau bagian dari
budaya masyarakat Indonesia. Padahal para pengikut aliran santet sangat
meyakini bahwa santet adalah ilmu bebas nilai dan tidak berada pada wilayah
hitam atau putih. Jika kemudian santet itu digunakan untuk tindakan di luar
kebenaran, berarti menjadi tanggung jawab pribadi pelakunya.
Santet sebagaimana yang dikatakan oleh penggiat budaya asal
Banyuwangi, Hasan Ali, dan dikutip oleh Sukidin dalam disertasinya di
Universitas Airlangga yang berjudul Pembunuhan Dukun Santet Banyuwangi:
Studi Kekerasan Kolektif dalam Perspektif Konstruktivistik menjelaskan
bahwa santet bagi masyarakat Banyuwangi adalah realitas. Ada dan
keberadaanya sangat diyakini. Dia mengatakan “mayoritas mereka
mempercayai dan sudah menjadi bagian yang menyatu dalam keseharian
masyarakat Osing.87 Santet menjadi kosa kata harian masyarakat Osing.
Bagaimana tidak, segala hal yang terkait dengan kehidupan sehari-hari yang
dianggap penting, selalu saja kebanyakan masyarakat Osing akan mendatangi
orang pintar hanya sekedar untuk berkonsultasi”. Hasan Ali menambahkan
bahwa masyarakat Osing akan mendatangi dukun untuk selametan pindah
87 Dalam wikipedia.id diakses pada 21 Juni 2020 dengan judul Suku Osing. Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi atau juga disebut sebagai Laros (akronim dari Lare Osing). Orang Osing menggunakan bahasa Osing yang merupakan pengaruh dari bahasa Bali dan turunan langsung dari bahasa Jawa Kuno, sebagai bahasa sehari-hari mereka.
81
rumah, dan di hampir setiap aktivitas sehari-hari seperti membangun rumah,
menyongsong panen, hajatan khitan, pernikahan, dan lain-lain.88
Dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan Jawa, Koentjaraningrat
menyebutkan bahwa ilmu tenung, ilmu hitam, dan terutama ilmu gaib
percintaan, tidak hanya ada dalam tradisi lisan saja dalam sistem kebudayaan
Jawa, tetapi juga dalam kesusasteraannya. Walaupun demikian tidak ada
buku-buku khusus mengenai ilmu hitam; catatan-catatan mengenai ilmu hitam
hanya terdapat di antara ketrangan-keterangan mengenai ngelmi pethak dalam
buku-buku umum mengenai ilmu gaib, seperti dalam buku Panengen
Pangiwo.89 Dalam buku ini Koentjaraningrat menggunakan istilah ilmu gaib
destruktif untuk membedakan antara ilmu santet yang digunakan untuk
perlindungan, pengobatan, dan sebagainya dengan ilmu santet yang digunakan
untuk menyakiti orang lain.
Dari pemaparan tentang santet yang dipaparkan oleh Hasan Ali dan oleh
Koentjaraningrat, peneliti berpendapat bahwa baik itu Hasan Ali dan
Koentjaraningrat ingin mengatakan bahwa santet adalah ilmu yang netral,
tidak berada dalam wilayah hitam atau putih, ilmu yang bebas nilai, yang juga
88 Dalam tirto.id diakses pada 21 Juni 2020 dengan judul Pembantaian Dukun Santet, Operasi Naga Hijau dan Teror Kepada NU yang ditulis oleh Irfan Teguh. Dalam artikel ini dijelaskan lebih lanjut tentang terjadinya pembantaian dukun santet di Banyuwangi yang sempat menjadi berita internasional dengan judul Indonesia’s New Wave of Terror, Macabre Murders Sweep Java, dan Indonesia’s Ninja War. Peristiwa ini juga menarik perhatian para peneliti dari luar negeri. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh peneliti luar negeri adalah Jason Brown, penelitian ini kemudian terbit dengan judul Paranormal dan Peristiwa Pembantaian (Terror Maut di Banyuwangi, 1998). 89 Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka. Hal. 420.
82
merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang hidup dalam masyarakat
Jawa.
Dalam hubungannya dengan Islam, peneliti melihat bahwasanya santet
adalah salah satu bagian dari ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Mohammad Kosim dalam jurnal berjudul Ilmu Pengetahuan dalam Islam
(Perspektif Filosofis-Historis) bahwa ilmu pengetahuan dalam Islam memiliki
karakteristik khas yang berbeda secara fundamental dengan ilmu-ilmu yang
dikembangkan di Barat, baik landasan, sumber, sarana, dan metodologinya.
Dalam Islam, ilmu pengetahuan memiliki landasan yang kokoh melalui Al-
Qur’an dan Sunnah; bersumber dari alam fisik dan alam metafisik; diperoleh
melalui indra, akal, dan hati/intuitif. Cakupan ilmunya sangat luas, tidak
hanya menyangkut persoalan-persoalan duniawi, namun juga terkait dengan
permasalahan ukhrawi.
Hal tersebut berkaitan dengan hizib-hizib yang hingga kini masih
menjadi tradisi dalam masyarakat Islam di Indonesia sebagai sarana yang
mirip santet. Seperti yang dijelaskan Masruri dalam bab ketujuh tentang hizib-
hizib “keras” penangkal dan penghancur ilmu hitam. Tentu keduanya berasal
dari sumber yang berbeda, akan tetapi peneliti berpendapat bahwa keduanya
memiliki beberapa peraturan permainan yang sama. Seperti laku batin,
amalan-amalan puasa, perulangan bacaannya, dan lain-lain. Keduanya tidak
lepas dari proses mengasah batin dari orang yang ingin mengamalkan ilmu
tersebut. Selain itu, keduanya juga tidak lepas dari proses pemberian ilmu dari
83
guru ke murid dan mempunyai runtutan guru atau sanad. Dalam bahasa Islam
mekanisme ini disebut ijazah. Sebagaimana yang dijelaskan Masruri, bahwa
salah satu faktor penentu kekuatan santet adalah umur silsilah dari suatu ilmu
santet. Sedangkan dalam hizib, masih belum diketahui apakah umur silsilah
dari hizib tersebut berpengaruh terhadap kekuatannya.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa makna mantra
santet analisis perspekstif filsafat bahasa language games Ludwig
Wittgeinstein adalah:
Bahwa santet mempunyai aturan-aturan tersendiri dalam permainan
bahasanya yang tidak dapat dicampuradukkan dengan aturan permainan yang
84
lain. Sebagaimana konsep meaning in use, teori ini juga memberikan
pemahaman bahwa makna mantra santet bergantung pada tujuan dari mantra
tersebut dipergunakan. Mantra santet dapat dimaknai sebagai mantra santet
jika mantra tersebut dipergunakan sebagai sarana untuk menyantet atau
menyakiti orang lain, dan mantra santet tidak dapat dimaknai sebagai mantra
santet jika dipergunakan untuk tujuan yang lain.
Semisal mantra-mantra santet yang dipergunakan sebagai teks sastra
atau teks puisi sebagaimana dipergunakan oleh Sapardi Djoko Damono dalam
bukunya yang berjudul Mantra Orang Jawa. Dalam buku tersebut banyak
mantra-mantra yang dipergunakan sebagai teks puisi. Hal ini dapat dimaknai
sebagai upayanya dalam menjaga salah satu bentuk tradisi kuno bangsa
Indonesia, khususnya tradisi lisan orang Jawa, dan karena bukan
dipergunakan sebagai sarana untuk menyantet atau menyakiti orang lain,
maka tidak dapat dimaknai sebagai mantra santet.
Pada akhirnya, pemaknaan pada mantra santet didasarkan pada tujuan
daripada mantra tersebut dipergunakan. Dapat digunakan sebagai sarana
pertahanan diri, dapat juga dipergunakan untuk menyakiti orang lain, dapat
juga digunakan sebagai sarana lainnya.
B. Saran
Mengakhiri tulisan ini ada beberapa hal yang perlu penulis
kemukakan. Pertama, dalam hal ini penulis berharap adanya penelitian
85
lanjutan tentang “Makna Mantra Santet dalam Buku The Secret of Santet
Perspektif Analisis Filsafat Bahasa Language Games Ludwig Wittgeinstein”
ke depan karena penulis menyadari penelitian ini belum sempurna, serta
dalam rangka memperkaya keilmuan aqidah dan filsafat Islam khususnya di
kalangan akademisi. Kedua, adanya penelitian ini bukan dimaksudkan agar
pembaca belajar menyantet atau menyakiti orang lain. Justru sebaliknya, yaitu
agar kita dapat terhindar dari santet dan dapat belajar cara menanggulanginya.
Akhirnya, penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca secara umum, dan khususnya kepada mahasiswa dalam rangka
memperkaya wawasan intelektual pemikiran, sehingga mampu menjadi para
pemikir yang terus berusaha untuk membangun peradaban yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Firdaus. Tanpa Tahun. Language Games: Membidani Makna dari Rahim
Permainan, Serpihan Pemikiran Analitis Ludwig Wittgeinstein. Dalam
https://www.academia.edu/22903317/Language_Games_Membidani_Makn
a_dari_Rahim_Permainan diakses pada tanggal 16 Maret 2020.
Al Manhaj. Tanpa Tahun. Artikel. Doa Singgah di Suatu Daerah. Dalam
https://almanhaj.or.id/6932-doa-singgah-di-suatu-daerah.html diakses pada
tanggal 27 Maret 2020.
86
Asmoro, Ryan Putra Langgeng. Tanpa Tahun. Makalah. Ludwig Wittgeinstein.
Dalam https://id.scribd.com/document/398761205/LUDWIG-
WITTGEINSTEIN-docx diakses pada tanggal 17 Maret 2020.
Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Baker, Anton. 1984. Metode-Metode Filsafat. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Bertens, K. 1990. Filsafat Barat Kontemporer Inggris-Jerman. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Hidayat, Asep Ahmad. 2009. Filsafat Bahasa: Mengungkap Hakikat Bahasa, Tanda,
dan Makna. Bandung: PT Remaja Rossa Karya Offset.
Huda, Sokhi. 1999. Makalah. Qawl Jadid Wittgeinstein: Sebuah Presentasi atas
Language Games. Dalam
https://www.researchgate.net/publication/321126191_Qawl_Jadid_Wittgein
stein_Sebuah_Presentasi_atas_Language_Games diakses pada tanggal 16
Maret 2020.
Kaelan, M.S. 2013. Pembahasan Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan, M.S. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta:
Paradigma.
Kattsoff, Louis O. 1995. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Khoyin, Muhammad. 2013. Filsafat Bahasa. Jawa Barat: CV Pustaka Setia.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Kontibutor Wikipedia. 2020. Suku Osing. Dalam
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Osing diakses pada tanggal 22 Juni
2020
87
Kontributor Wikipedia. 2020. Setan. Dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Setan
diakses pada tanggal 1 Juni 2020.
Kontributor Wikipedia. 2020. Ludwig Wittgeinstein. Dalam
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Ludwig_Wittgeinstein diakses pada tanggal
19 Maret 2020.
Kontibutor Wikipedia. 2020. Hizib. Dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hizib
diakses pada tanggal 26 Maret 2020.
Kontributor Wikipedia. 2020. Tarekat Syadziliyah. Dalam
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Syadziliyah diakses pada tanggal
26 Maret 2020.
Lite Quran. Tanpa Tahun. Surat Al Baqarah. Dalam litequran.net/al-baqarah diakses
pada tanggal 1 Juni 2020.
Masruri, A. 2010. The Secret of Santet. Jakarta: Visimedia.
Mustansyir, Rizal. 1995. Filsafat Analitik. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada.
Purwanti, Christina. 2019. Artikel. Bahasa dan Makna: Sebuah Konsep Pemikiran.
Dalam https://www.nttsatu.com/bahasa-dan-makna-sebuah-konsep-
pemikiran/ diakses pada tanggal 6 Juni 2020.
Rakhmawan, Abu Kayyisa Zaki. Tanpa Tahun. Artikel. Makan Tujuh Butir Kurma
Ajwah dapat Menangkal Racun dan Sihir. Dalam
https://almanhaj.or.id/2229-makan-tujuh-butir-kurma-ajwah-dapat-
menangkal-racun-dan-sihir.html diakses pada tanggal 27 Maret 2020.
Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Saktyambara. Tanpa Tahun. Artikel. Buku-Buku Mistik Penguak Misteri Karya Pak
Masruri Pati. Dalam https://bukumistik.blogspot.com/p/menguak-
misteri.html?m=1 diakses pada tanggal 18 Maret 2020.
88
Saktyambara. Tanpa Tahun. Artikel. Buku-Buku Fiksi Karya Pak Masruri Pati.
Dalam https://bukumistik.blogspot.com/p/fiksi.html?m=0 diakses pada
tanggal 18 Maret 2020.
Setiawan, Heru. 2018. Tafsir Alif Lam Mim Kyai Shalih Darat. Kontemplasi, Vol.
06, No. 01, Agustus. Dalam http://ejournal.iain-
tulungagung.ac.id/index.php/kon/article/view/2161 diakses pada tanggal 1
Juni 2020.
Sutrisno dan Hardiman. 1992. Para Filsuf Penentu Gerak Zaman. Yogyakarta:
Kanisius.
Tanpa Nama. Tanpa Tahun. Mufasir. Dalam https://kbbi.web.id/mufasir.html diakses
pada tanggal 1 Juni 2020.
Teguh, Irfan. 2018. Artikel. Pembantaian Dukun Santet, Operasi Naga Hijau dan
Teror kepada NU. Dalam
https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/pembantaian-duku-santet-
operasi-naga-hijau-teror-kepada-nu-cE5V diakses pada tanggal 22 Juni 2020
Wahyudi. 2015. Artikel. Definisi Takwil. Dalam http://almuflihun.com/definisi-
takwil/ diakses pada tanggal 1 Juni 2020.
Recommended