View
393
Download
26
Category
Preview:
DESCRIPTION
te
Citation preview
Sindrom Metabolik
E1
David Christian Ronaldtho (102012210), Veronica (102013014), Reinhar Rusli (102013027), The Melita Mulyani (102013118), Anjanete Viviandira Krisnadewi (102013204), Welhan Chau (102013338), Maria Eva Prada Mega (102013339), Muhammad Haziq Asyraf Bin Mohd Yusri
(102013508)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061
Abstrak: Sindrom metabolik merupakan sekumpulan faktor risiko metabolik yang
meningkatkan penyakit kardiovaskular dan penyakit metabolik lainnya. Faktor risikonya adalah
obesitas sentral, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi. Dimana faktor risiko yang
terbesar adalah obesitas sentral dan juga resistensi insulin. Untuk penatalaksanaannya adalah
mengubah gaya hidup, dari pola makan dan juga nutrisi makanannya, aktivitas fisik dan olah
raga yang bertujuan untuk penurunan berat badan dan penurunan profil lipid. Jika tidak ada hasil
yang didapatkan dengan mengubah gaya hidup, maka dibutuhkan beberapa obat-obatan untuk
setiap faktor risikonya untuk tercapainya tujuan pengobatan sindrom metabolik ini.
Kata kunci: Sindrom metabolik, obesitas sentral, resistensi insulin, dislipidemia, dan hipertensi.
Abstract: Metabolic syndrome is a group of metabolic risk factors that increase cardiovascular
disease and other metabolic diseases. Risk factors are central obesity, insulin resistance,
dyslipidemia and hypertension. Where is the greatest risk factor is central obesity and insulin
resistance. For its management is to change lifestyle, diet and nutrition diet, physical activity
and exercise aimed at weight loss and reduction in lipid profile. If no results are obtained by
changing lifestyles, it takes several medications for each risk factor for the attainment of the
objectives of this metabolic syndrome treatment.
Key words: Metabolic syndrome, central obesity, insulin resistance, dyslipidemia, and
hypertension.
1
Pendahuluan
Tanpa kita sadari, perkembangan penyakit dewasa ini sudah berubah dari penyakit infeksi
kearah penyakit degeneratif dan penyakit metabolik. Salah satu kondisi gangguan metabolik
yang mendapat perhatian khusus adalah Sindrom Metabolik. Sindrom metabolik adalah
sekumpulan faktor risiko metabolik yang secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri akan
meningkatkan risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular aterosklerotik, stroke, diabetes,
dan berbagai penyakit metabolik lainnya. Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi
faktor resiko pada pasien-pasein dengan resistensi insulin yang dihubungkan dengan peningkatan
penyakit kardiovaskular yang disebutnya sebagai sindrom X. selanjutnya, sindrom X ini dikenal
sebagai sindrom resistensi insulin dan akhirnya sindroma metabolik.1
Pada makalah ini, saya akan membahas tentang sindrom metabolik. Kemudian
anamnesis yang diperlukan, pemeriksaan apa yang di butuhkan, diagnosis bandingnya sampai
etiologi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan dan pencegahan,
epidemologi, dan prognosisnya.
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui
riwayat kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala
yang dialami pasien yang bertujuan mengetahui masalah medis pasien dan membuat diagnosis
banding. Berdasarkan skenario, anamnesis yang dilakukan secara auto-anamnesis yaitu
anamnesia dimana pasien yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan dokter.
Anamensis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit.2
Yang harus diperhatikan pertama kali adalah membina hubungan yang baik dengan
pasien, yaitu dengan cara memperlakukan pasien dengan sopan. Selanjutnya adalah menanyakan
seputar identitas pasien. Selanjutnya tanyakan keluahan utama pasien, yaitu keluhan yang
dirasakan pasien yang membuat pasien tersebut datang kepada dokter. Pada skenario, didapatkan
pasien merasa terlalu gemuk dan sulit menurunkan berat badannya. Tanyakan juga tentang
2
keluhan lain yang dirasakan, lalu riwayat penyakit dahulunya, riwayat penyakit keluarganya,
konsumsi obat-obatannya, riwayat sosial dan kebiasannya, dan riwayat berpergian.2
Pada skenario didapatkan seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke poliklinik untuk
konsultasi karena merasa terlalu gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia 38
tahun. Pekerjaan pasien adalah sebagai karyawan suatu kantor swasta. Sebelumnya pasien sangat
jarang memeriksakan dirinta ke fasilitas kesehatan karena dirasakan dirinya tidak memiliki
keluhan seputar kesehatannya. Pasien mengatakan bahwa dirinya agak sering lelah dan mudah
haus pada 1 tahun belakangan ini. Ayahnya menderita hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun
mengidap penyakit kencing manis.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pertama kali yang kita lihat adalah kesadaran umumnya
bagaimana, apakah baik atau buruk. Lalu apakah compos mentis, apatis, dilirium atau sudah
koma. Melihat kesadaran umum dapat kita lihat sejak dari awal datang dan saat melakukan
anamnesis. Setelah itu kita lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Yang termasuk ke dalam
pemeriksaan tanda-tanda vital adalah tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh.
Ada buku yang mencatat bahwa tinggi badan dan berat badan termasuk ke dalam pemeriksaan
tanda-tanda vital. Untuk ukuran normal suhu adalah 36,6-37,20C, pernapasan 15-20x/menit, dan
nadi 70-80x/menit.3
Pada skenario didapatkan keadaan umum baik dan kesadaran compos mentis. Denyut
nadi 80x/menit, pernapasan 16x/menit, suhu 36,50C dan tekanan darah 150/90 mmHg. Berat
badan 88kg dan tinggi badan 169 cm.
3
Pemeriskaan Penunjang
Antropometri adalah ilmu yang mempelajari berbagai ukuran tubuh manusia. Dalam
bidang ilmu gizi digunakan untuk menilai status gizi. Ukuran yang sering digunakan adalah berat
badan dan tinggi badan. Selain itu juga ukuran tubuh lainnya seperti lingkar lengan atas, lapisan
lemak bawah kulit, tinggi lutut, lingkaran perut, lingkaran pinggul. 4
Penggunaan Indeks Massa Tubuh (IMT) hanya berlaku untuk orang dewasa berumur
diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak-anak, remaja, ibu hamil, dan
olahragawan. Disamping itu, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus lainnya seperti
edema, asites, dll. IMT merupakan alat yang sangat sederhana untuk memantau status gizi orang
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan
berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang.5
Rumus perhitungan IMT adalah IMT = Berat badan (kg) / Tinggi badan x tinggi badan (m).
Tabel 1. Nilai Standart Indeks Massa Tubuh.5
Hasil IMT Interpretasi
<18,5 Berat badan kurang
18,5 – 22,9 Berat normal
23 – 24,9 Beresiko menjadi obese
25 – 29,9 Obesity I
> 30 Obesity II
Pengukuran rasio pinggang dan panggul atau Waist-Hip Ratio (WHR) ini diukur mula-
mula dengan mengukur lingkar pinggang dan lingkar panggul. Rasio normal untuk laki-laki
adalah 1,0 atau kurang, dan rasio bagi perempuan adalah 0,8 atau kurang. Jika lebih dari itu ada
kemungkinan cenderung terkena penyakit jantung koroner. Untuk rumus pengukurannya adalah
WHR = lingkar panggul (perut)/ lingkar pinggang.5
Pemeriksaan glukosa bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan darah, urin.
Salah satunya adalah pemeriksaan gula darah puasa, yaitu pemeriksaan yang diambil setelah
4
pasien berpuasa selama 8-10 jam. Nilai normalnya adalah 70-110mg/dl. Atau bisa juga dengan
gula darah 2 jam post prandial dan gula darah sewaktu.6
Pemeriksaan kolesterol dalam darah biasanya disajikan dalam 4 jenis kolesterol yang ada,
yaitu kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan trigliserida. Kolesterol HDL sering
disebut kolesterol baik, karena berfungsi untuk membawa seluruh kolesterol ke hati, dan
membawa kolesterol yang sudah diolah ke organ yang membutuhkan. Nilai normal kolesterol
HDL adalah >40 mg/dl. Jika kadar kolesterol HDL ini rendah, maka akan mengakibatkan
penumpukan kolesterol di pembuluh darah. Sedangkan kolesterol LDL mempunya kerja yang
berlawanan dengan HDL, dan dapat menyebabkan terjadinya penimbunan plak di pembuluh
darah. Nilai normal untuk kolesterol total adalah <200mg/dl. Nilai normal trigliserida adalah
<200mg/dl.7
Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik yang dapat
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, serta gangguan kesehatan lainnya, seperti diabetes,
stroke, perlemakan hati, dan beberapa kanker. Sindrom metabolik memberikan manifestasi klinis
berupa hipertensi, hiperglikemi, hipertrigliserida, penurunan HDL, dan obesitas sentral. Keadaan
ini dipicu oleh overweight dan obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan resistensi insulin. Faktor
genetik dan penuaan juga berperan dalam penyebab sindrom metabolic.1,8
WHO pada tahun 1999 melakukan tata cara diagnostik sindrom metabolik yang memberi
persyaratan harus ada komponen resistensi insulin atau hiperinsulinemia yang ditandai dengan
kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dl ditambah dengan komponen lain, yaitu 2 dari kriteria
berikut ini: (1) Tekanan darah: ≥ 140/90 mmHg, (2) Dislipidemia: trigliserida (TG): ≥ 150 mg/dl
atau high-density lipoprotein kolesterol (HDL-C) ≤ 35 mg/dl, (3) Sentral obesitas: WHR > 0,90
(laki-laki); > 0,85 (wanita), dan atau indeks massa tubuh > 30 kg/m2, (4) Mikroalbuminuria
>20µg.1
Berdasarkan the National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment Panel
(NCEP-ATP III) tahun 2001 yang telah banyak diterima secara luas, sindrom metabolik adalah
5
seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: (1) Obesitas abdominal (lingkar
pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm); (2) Peningkatan kadar trigliserida
darah (≥ 150 mg/dl); (3) Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dl pada pria dan pada wanita
< 50 mg/dl); (4) Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg, tekanan darah
diastolik ≥ 85 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi); (5) Peningkatan glukosa darah
puasa (kadar glukosa puasa ≥ 110 mg/dl atau sedang memakai obat anti diabetes).1
Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), definisi sindrom metabolik yaitu obesitas
sentral, dinilai dari WHR dan 2 dari kriteria berikut ini: (1) Peningkatan trigliserida: > 150 mg/dl
atau perawatan spesifik untuk kelainan lipid ini. (2) Penurunan HDL kolesterol: < 40 mg/dl pada
laki-laki, <50 mg/dl pada wanita, atau perawatan spesifik untuk kelainan lipid ini. (3)
Hipertensi: tekanan darah sistolik > 130 atau diastolik > 85 mmHg, atau pengobatan hipertensi
didiagnosis sebelumnya. (4) Peningkatan gula darah puasa: > 100 mg/dl atau sebelumnya
didiagnosis diabetes tipe 2.1
Tabel 2. Ringkasan Klasifikasi Sindrom Metabolik.
6
Patofisiologi Resistensi Insulin
Patofisiologi yang mendasar dari sindrom metabolik sendiri sebenarnya masih belum
diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil berbagai hipotesis, resistensi insulin dianggap sebagai
kunci faktor patogenik dalam berkembangnya ciri-ciri dari sindrom metabolik lainnya, seperti
hiperglikemi, kadar kolesterol tinggi, dan hipertensi. Pada dasarnya, insulin merupakan hormon
yang disekresikan oleh sel beta pancreas yang berfungsi untuk mengontrol kadar glukosa dalam
darah. Insulin bekerja dengan menempel dan memberikan sinyal pada sel untuk menyerap
glukosa yang beredar di sirkulasi masuk ke dalam sel sehingga dapat digunakan sebagai energi.9
Resistensi insulin merupakan keadaan dimana interaksi insulin dengan reseptornya gagal
untuk memperoleh downstream signaling events. Efek metabolik dan klinis yang paling merusak
akibat resitensi insulin dikarenakan oleh kontrol glukosa insulin-mediated dan homeostasis lipid
di jaringan responsif insulin utama: hati, otot rangka dan jaringan adiposa. Resistensi insulin
terkait obesitas yang paling umum adalah hiperlipidemia dan keberadaan proinflamasi. Kejadian
ini diawali dengan hiperinsulinemia postprandial, diikuti oleh hiperinsulinemia puasa, dan pada
akhirnya menyebabkan hiperglikemi.9
Kontributor utama yang menyebabkan resistensi insulin adalah adanya asam lemak bebas
berlebih yang beredar di sirkulasi. Asam lemak bebas ini akan menghambat jalur sinyal reseptor
yang dimediasi insulin di jaringan adiposa, hati, dan otot rangka. Selain itu, terdapat pula
berbagai proinflamasi yang diinduksi oleh efek toksik dari asam lemak bebas berlebih terutama
pada hati dan jaringan adiposa. Sebagian besar, asam lemak bebas berasal dari jaringan adipose
dalam bentuk trigliserida. Enzim lipase membantu proses lipolisis trigliserida menjadi asam
lemak. Selain itu, asam lemak bebas juga berasal dari lipolisis triglyceride-rich lipoproteins di
jaringan dibantu oleh lipoprotein lipase (LPL). Peran hormone insulin adalah menginhibisi kedua
lipolisis (antilipolitik) tersebut dan menstimulasi LPL pada jaringan adiposa. Perlu diketahui,
penghamabatan lipolysis di jaringan adipose merupakan jalur yang paling sensitif dari aksi
insulin. Ketika terjadi resistensi, lipolysis akan meningkat dan asam lemak akan semakin banyak
diproduksi. Hal ini akan mengurangi efek insulin sebagai antilipolitik. Asam lemak yang
berlebihan akan meningkatkan ketersediaan substrat dan menciptakan resistensi insulin dengan
memodifikasi downstream-signaling. Asam lemak akan mengganggu penyerapan glukosa oleh
insulin dan akan terakumulasi sebagai trigliserdia pada otot rangka dan otot jantung.9,10
7
Di hati, asam lemak bebas menyebabkan peningkatan produksi glukosa dan trigliserida,
serta meningkatkan sekresi VLDL. Peningkatan VLDL di hati menyebabkan hipertrigliseridemia
sehingga rendahnya HDL kolesterol. Kadar HDL yang mengalami penurunan, dan LDL yang
meningkat menyebabkan abnormalitas lipid/lipoprotein atau dislipidemia. Selain itu, asam lemak
bebas menyebabkan kurangnya sensitivitas insulin pada otot sehingga menghambat penyerapan
glukosa. Defek yang terjadi meliputi berkurangnya pembagian glukosa menjadi glikogen dan
penumpukan lipid dalam bentuk trigliserida. Peningkatan glukosa dan asam lemak dalam
sirkulasi menyebabkan peningkatan sekresi insulin oleh pancreas (hiperinsulinemia).
Hiperinsulinemia mengakibatkan peningkatan reabsopsi natrium sehingga terjadi retensi di
tubulus ginjal, serta meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis yang keduanya berkontribusi
terhadap hipertensi.9,10
Gambar 1. Patofisiolgi Resistensi Insulin.9
Keberadaan mediator proinflamasi juga berperan dalam resistensi insulin yang
merupakan produksi dari efek toksik asam lemak bebas berlebih. Peningkatan sekresi IL-6 dan
TNF yang diproduksi oleh adiposit dan monosit-makrofag mengakibatkan bertambahnya
resistensi insulin dan lipolisis jaringan adiposa penyimpan trigliserid untuk mengedarkan asam
lemak bebas. IL-6 dan sitokin lainnya juga meningkatkan produksi glukosa hepatik, VLDL yang
8
diproduksi oleh hati, dan resitensi insulin di otot. Sitokin dan asam lemak bebas juga
meningkatkan produksi fibrinogen hepatik dan produksi PAI-1 sehingga menghasilkan
protrombotik. Tingginya sitokin yang beredar di sirkulasi juga menstimulasi hepar untuk
memproduksi CRP. Pengurangan produksi anti-inflamasi dan sensitisasi insulin sitokin
adiponektin juga terkait dengan sindrom metabolik.9,10
Patofisiologi Obesitas Sentral
Lingkar pinggang merupakan komponen penting dari kriteria diagnostik dari sindrom
metabolik untuk menunjukkan adanya obesitas sentral. Obesitas sentral sendiri merupakan
kriteria independen dari kriteria lainnya dalam sindrom metabolik. Keadaan resistensi insulin
disebabkan oleh perluasan dari jaringan adipose viseral. Jaringan adipose viseral diketahui
memainkan peran penting terhadap terjadinya resistensi insulin. Hal ini dikarenakan,
peningkatan jaringan adiposa viseral dapat melepaskan asam lemak bebas yang langsung menuju
hati. Sebaliknya, peningkatan jaringan adipose subkutan pada abdominal akan melepaskan
produk lipolisis kedalam sirkulasi dan mencegah efek langsung pada metabolisme hati. Namun,
pengukuran lingkar pinggang tidak dapat digunakan untuk membedakan jaringan adipose
subkutan dengan lemak visceral, perbedaan ini dapat dilihat dengan pemerikasaan CT atau MRI.9
Patofisiologi Dislipidemia
Dislipidemia atau hyperlipidemia merupakan suatu keadaan abnormal lipid/lipoprotein.
Abnormalitas dapat berupa elevasi dari kolesterol plasma, trigliserida, ataupun keduanya, atau
penurunan HDL yang dimana semua itu berkontribusi dalam perkembangan aterosklerosis.
Etiologi dari dyslipidemia dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor primer (genetic) dan sekunder
(gaya hidup dan yang lainnya). Penyebab paling sering adalah akibat diabetes melitus. Pada
sindrom metabolik terdapat tiga komponen utama yang berhubungan dengan dyslipidemia:
peningkatan triglyceride-rich lipoproteins (TRLs) pada saat puasa dan postprandial, penurunan
high-density lipoprotein (HDL), serta peningkatan kecil low-density lipoprotein (LDL).
9
Resistensi insulin dan kompensasi dari hiperinsulinemia menyebabkan produksi berlebih very
low-density lipoprotein (VLDL).11
Patofisiologi Intoleransi Glukosa
Defek pada insulin akan mengakibatkan gangguan dari produksi glukosa oleh hati dan
ginjal, mereduksi penyerapan glukosa pada jaringan sensitive insulin (otot, hati, dan jaringan
adipose). Hubungan antara gangguan glukosa puasa (IFG) atau gangguan toleransi glukosa
(IGT)dan resistensi insulin diketahui dari beberapa studi. Dalam mengkompensasi defek aksi
insulin, sekresi dan/atau bersihan insulin harus dimodifikasi untuk mempertahankan euglycemia.
Pada akhirnya, mekanisme kompensasi ini gagal pada pasien – pasien intoleransi glukosa,
dikarenakan defek pada sekresi insulin sehingga sering kali menyebabkan IFG dan/atau IGT
berkembang menjadi DM.9
Patofisiologi Hipertensi
Hubungan resistensi insulin dengan hipertensi telah dijelaskan sebelumnya. Pada keadaan
normal, insulin merupakan vasiodilator yang berperan dalam reabsorpsi natrium di ginjal. Pada
keadaan resisten, kemampuan insulin sebagai vasodilator menghilang, tetapi kemampuan ginjal
untuk mengabsorpsi natrium masih dapat dilakukan. Pada orang kulit putih yang menderita
meatabolik sindrom, reabsorpsi natrium meningkat, tetapi tidak untuk orang Afrika dan Asia.
Insulin juga meningkatakan aktivitas dari sistem saraf simpatis, dan efek ini tetap ada pada saat
keadaan resisteni insulin. Akhirnya, resistensi insulin ditandai dengan gangguan jalur spesifik
pada phosphatidylinositol-3-kinase signaling. Di endothelium, hal ini akan menyebabkan
ketidakseimbangan produksi nitrit oksida (NO) dengan sekresi endotelin 1, yang mengakibatkan
penurunan aliran darah. Mekanisme ini sebenarnya masih diperdebatkan, berdasarkan studi yang
dilakukan oleh HOMA, resistensi insulin memeberikan sedikit kontribusi untuk peningkatan
prevalensi hipertensi pada sindrom metabolik.9
Faktor Risiko
10
Berat badan berlebih atau obesitas namapaknya menjadi faktor risiko utama dari sindrom
ini. Obesitas sentral yang menjadi ciri utama sindrom metabolik. Berdasarkan hasil studi
prevalensi sindrom metabolic didukung oleh hubungan yang kuat antara lingkar pinggang dan
peningkatan jaringan adipose. Namun, terlepas dari obesitas, pasien yang memiliki berat badan
normal juga memnugkinkan mengalami resistensi insulin dan memiliki sindrom metabolic.
Sindrom ini sering kali dihubungkan dengan penyakit kardiovaskular. Penyebab utamanya
adalah gaya hidup atau kurangnya aktivitas fisik. Hal tersebut, tentunya akan berpengaruh
terhadap peningkatan jaringan adipose (terutama bagian abdominal), penurunan HDL,
peningkatan trigliserida dan tekanan darah. Penuaan nampaknya juga berpengaruh terhadap
kejadian sindrom metabolic. Faktor risiko lainnya dari sindrom metabolic ini adalah DM, PJK,
dan lipodistrofi.1,9
Kurangnya aktifitas fisik seseorang dapat dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya
cardiovascular dissease dan juga kemungkinan kematian. Banyak komponen dari metabolik
sindrom yang dihubungkan dengan gaya hidup yang salah, termasuk diantaranya peningkatan
deposit lemak (terutama di perut); penurunan kadar kolesterol HDL; peningkatan kadar
trigliserida; peningkatan tekanan darah; dan juga peningkatan kadar glukosa dalam darah. Bila
dibandingkan antara seseorang yang menonton televisi atau menonton video atau bekerja
menggunakan komputer < 1 jam per hari, dengan seseorang yang menonton televisi atau
menonton video atau bekerja menggunakan komputer > 4 jam per hari maka orang kebiasaan
menonton televisi atau menonton video atau bekerja menggunakan komputer lebih dari 4 jam per
hari memiliki kemungkinan 2x lebih besar untuk terkena sindrom metabolik.9
Faktor diabetes mellitus ini terdapat pada kriteria NCEP dan International Diabetes
Foundation (IDF) tentang definisi sindrom metabolik. Diperkirakan mayoritas besar ±75%
pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 atau impaired glucose tolerance (IGT) memiliki sindrom
metabolik. Pada populasi yang mengidap diabetes melitus tipe 2 atau impaired glucose tolerance
(IGT) yang disertai dengan sindrom metabolik memiliki angka prevalensi yang tinggi terhadap
terjadinya cardiovascular dissease dibandingkan dengan populasi yang mengidap diabetes
mellitus tipe 2 atau impaired glucose tolerance (IGT) yang tidak disertai dengan sindrom
metabolik.9
11
Gangguan lipodistrofi pada umunya dihubungkan dengan metabolik sindrom. Ada yang
secara genetik misalnya Berardinelli-Seip congenital lipodystrophy, Dunnigan familial partial
lipodystrophy atau didapat misalnya lipodistrofi pada pasien-pasien HIV yang diberikan terapi
antiretroviral dapat membentuk lipodistrofi yang dapat meningkatkan tingkat keparahan
resistensi insulin dan banyak lagi komponen sindrom metabolik.9
Tatalaksana
Tujuan dan fokus penanganan sindrom metabolik adalah untuk mencegah risiko terhadap
penyakit jantung, menurunkan kadar LDL dan tekanan darah, serta menangani diabetes (jika
kondisi ini ada). Manajemen awal sindrom metabolik melibatkan perubahan gaya hidup,
termasuk perubahan diet dan kebiasaan olahraga. Terdapat bukti bahwa, diet, olahraga, dan
terapi obat dapat menghambat perkembangan sindrom metabolic menjadi DM.8
Pertama yaitu mengubah gaya hidup, yaitu dengan menurunkan berat badan. Apabila
seorang pasien mengalami sindrom metabolic disertai berat badan berlebih atau obesitas, hal
yang paling utama yang dapat dilakukan adlah dengan menurunkan berat badan. Target minimal
berat badan disesuaikan dengan IMT normal (dibawah 25). IMT kurang dari dari 25 merupakan
salah satu tujuan untuk mencegah dan menangani sindrom metabolik. Lalu, mengikuti diet
jantung sehat. Diet jantung sehat sangat penting untuk menciptakan gaya hidup yang sehat. Diet
sehat meliputi berbagai macam sayuran dan buah-buahan. Hal terbaik adalah, membagi setengah
porsi makan anda dengan sayuran dan buah-buahan. Makanan-makannan tinggi serat, bebas
lemak atau lema rendah, makanan mengandung protein, seafood, kacang – kacangan, termasuk
kedalam die sehat. Cobalah untuk mencegah makanan yang mengandung tinggi, garam, gula,
dan batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh (lemak trans). Jangan minum
terlalu banyak alcohol karena alcohol dapat meningkatkan tekanan darah dan trigliserida.
Alkohol juga menambahkan kalori ekstra sehingga dapat menaikkan berat badan. Seimbangkan
asupan kalori dengan penggunaannya saat melakukan aktivitas fisik. Selanjutnya dengan
melakukan aktivitas fisik. Melakukan aktivitas fisik diketahui dapat meningkatkan kesehatan
jantung dan paru – paru. Semakin kita aktif, semakin banyak keuntungan yang kita dapatkan.
Sebelum melakukan atau mengikuti program aktivitas fisik, ada baiknya untuk berkonsultasi
12
pada dokter mengenai aktivitas yang cocok dan seberapa banyak yang baik untuk anda. Aktivitas
fisik dapat dilakukan mulai dari intensitas yang paling ringan hingga berat. Tingkatan intensitas
tersebut bergantung pada seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk melakukan aktivitas
tersebut. Pasien dengan sindrom metabolik dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik pada
tahap ringan-moderat. Rokok dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit jantung dan
memperburuk keadaan. Berhentilah merokok dan cobalah untuk mencegah menjadi perokok
pasif.9,12
Apabila perubahan gaya hidup tidak cukup untuk menanganinya. Terapi obat diperlukan
untuk menangani tingginya kadar kolesterol, trigliserid, gula darah, serta tekanan darah. Sindrom
metabolik terdiri dari berbagai macam keadaan faktor risiko metabolik. Sehingga, hal ini
berfungsi untuk mengingatkan dokter bahwa tujuan terapi tidak hanya untuk meperbaiki
hiperglikemia, tetapi juga untuk mengelola keadaan lainnya, seperti hipertensi dan
hiperleipidemia yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit jantung. Selain
itu, hal yang juga dapat perlu diingat oleh para dokter bahwa ketika memilih obat antihipertensi
atau obat penurun lipid untuk mengelola keadaan dari sindrom ini, efek buruk yang mungkin saja
terjadi pada terhadap keadaan lain dari sindrom ini harus dipertimbangkan secara cermat.10,12
Dua obat yang dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah subutramin dan
orlistat. Dengan mempertimbangkan peranan otak sebagai regulator berat badan, sibutramin
dapat dipertimbangkan dengan memperhatikan kemungkinan efek samping. Cara kerjanya di
central memberikan efek mengurangi asupan energi melalui efek mempercepat rasa kenyang dan
mempertahankan pengeluaran energi setelah berat badan turun, dapat memberikan efek tidak
hanya penurunan berat badan namun juga mempertahankan berat badan yang sudah turun.
Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan, pemberian
sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktivitas fisik, memperbaiki
konsentrasi trigliserida dan kolesterol HDL.1,12
Beberapa studi menyarankan pemakaian ACE inhibitor sebagai lini pertama penyandang
hipertensi pada sindrom metabolik terutama bila ada DM. Angiotensin receptor blocker (ARB)
dapat digunakan apabila tidak toleran terhadap ACE inhibitor. Meski pemberian diuretik tidak
dianjurkan pada subjek dengan gangguan toleransi glukosa, namun pemberian diuretik dosis
rendah yang dikombinasi dengan regimen lain dapat lebih bermanfaat bila dibandingkan efek
13
sampingnya. Tiozolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam menurunkan
tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga dapat menurunkan
konsentrasi asam lemak bebas. Dalam Diabetes Prevention Program, penggunaan metformin
dapat mengurangi progresi didabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda dengan obese.12
Apabila gagal dengan pengobatan non-farmakologis maka harus dimulai dengan
pemberian obat penurun lipid. Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil lipid,
tetapi juga secara bermakna dapat menurunkan risiko kardiovaskular. NCEP-ATP III
menganjurkan sebagai obat pilihan utama adalah golongan HMG-CoA reductase inhibitor, oleh
karena sesuai dengan kesepakatan kadar kolesterol-LDL merupakan sasaran utama pencegahan
penyakit arteri koroner. Pada keadaan dimana kadar trigliserida tinggi misalnya > 400 mg/dl
maka perlu dimulai dengan golongan asam fibrat untuk menurunkan kadar trigliserida, oleh
karena kadar trigliserida yang tinggi dapat mengakibatkan pancreatitis akut. Apabila kadar
trigliserida sudah turun dan kadar kolesterol-LDL belum mencapai sasaran maka dapat diberikan
pengobatan kombinasi dengan HMG CoA reductase inhibitor. Kombinasi tersebut sebaiknya
dipilih asam fibrat fenofobrat jangan gemfibrosil. Dengan berkembangnya obat ombinasi dalam
satu tablet (fixed dose combination), maka pilihan obat akan mengalami perubahan. Sebagi
contoh kombinasi lovostatin dan asam nikotinik lepas lambat Niaspan) dikenal dengan Advicor
telah dibuktikan jauh lebih efektif dibandingakn dengan lovostatin sendiri atau asam nikotinik
sendiri dalam dosis yang tinggi. Kombinasi simvastatin dengan ezetimibe yaitu Vytorin, ternyata
mempunyai efek lebih dibandingkan dengan simvastatin dosis tinggi tunggal. Obat kombinasi
dalam satu tablet mungkin akan lebih banyak digunakan bagi mereka dimana kadar kolesterol-
LDL harus sangat rendah atau kolesterol-HDL perlu ditingkatkan.1,12
Kesimpulan
Sindrom metabolik merupakan kumpulan faktor risiko metabolik yang dapat berisiko
terhadap penyakit kardiovaskular. Resistensi insulin merupakan faktor patogenik utama dari
sindrom metabolic, yang saat ini telah diketahui Pola hidup yang salah serta berat badan
berlebih/obesitas, terutama obesitas sentral menjadi faktor risiko terhadap sindrom metabolik.
Intervensi dapat dilakukan sedini mungkin dengan mengubah gaya hidup dan penggunaan terapi
14
obat apabila diperlukan. Hal ini untuk mencegah terjadinya komplikasi atau progesifitas dari
sindrom metabolik.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, et all. S. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 1865-72.
2. Gleadle J. At a Glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
h. 11-9.
3. Morton, Grace P. Panduan pemeriksaan kesehatan edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2003.h. 56-7.
4. Persatuan ahli gizi Indonesia. Kamus gizi pelengkap kesehatan keluarga. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2009.h. 14-5.
5. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2006. h. 90-7.
6. Rumahorbo H. Gangguan sistem endokrin. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000.
h.34.
7. Bastiansyah E. Penduan lengkap: membaca hasil tes kesehatan. Jakarta: Penebar plus, 2008.
h. 60-2.
8. Wang Stanley S. April 2014. Metabolic Syndrome. MedScape. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/165124-overview#a0101, 22 november 2015.
9. Eckel RH. The Metabolic Syndrome. Dalam: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, dkk.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi 18. New York: Mc Graw-Hill; 2012. h.
4718-29.
10. Gardner DG, Shocback D. Greenspan’s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. New York:
Mc Graw-Hill; 2007.
11. Goldberg AC. Oktober 2013. Dyslipidemia. Merck Manual. Diunduh dari:
://www.merckmanuals.com/professional/endocrine_and_metabolic_disorders/
lipid_disorders/dyslipidemia.html, 22 november 2015.
12. Explore Metabolic Syndrome: How Is Metabolic Syndrome Treated?. Bethesda: National
Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI). November 2011. Diunduh dari:
http://www.nhlbi.nih.gov/health/healthtopics/topics/ms/treatment.html, 23 November 2015.
15
Recommended