View
83
Download
7
Category
Preview:
DESCRIPTION
farmasi
Citation preview
REVIEW
A. Prinsip terapi akut dan pencegahan terapi pada migraine
Migrain adalah gangguan kronis yang ditandai dengan terjadinya sakit kepala ringan hingga
berat yang seringkali berhubungan dengan gejala-gejala sistem syaraf otonom. Untuk pengobatan
akut dimulai saat terasa migraine untuk menghilangkan rasa sakit dan menghentikan serangan.
Prinsipnya adalah untuk mengobati rasa sakit kepala (migrain) sedini mungkin untuk mengurangi
intensitas dan durasi serangan. Pemilihan terapi juga harus didasarkan pada jenis migraine yang
diderita, khasiat dan efek samping penggunaan obat, serta biaya (1). Beberapa obat termasuk obat
intravena non-steroid anti-inflamasi, parasetamol, triptans, fenotiazin, antipsikotik tipikal baru,
metoklopramid dan opioid telah diusulkan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan serangan
migraine(3). Menurut artikel yang ditulis oleh Isti Suharjanti, prinsip terapi farmakologis akut
serangan migrain adalah mencegah nyeri kepala yang komplet, menurunkan disabilitas,
menghindari terjadinya medication overuse dan pengobatan yang tepat pada awal serangan
(stratified care) dengan golongan triptan dalam dosis yang tepat dalam dosis yang tepat(7).
Pada penelitian Benjamin W. F., et al yang lain juga menguji tentang efektivitas dari
metoklopramid sebagai terapi akut dengan menggunakan beberapa dosis (iv 10mg, 20mg, dan
40mg) dan kombinasi difenhidramin (25mg). Kombinasi difenhidramin ini digunakan untuk
mencegah efek samping obat, yaitu kegelisahan dan meminimalkan resiko terjadinya akatisia
akibat penggunaan metoklopramid. Hasilnya tidak ada peningkatan efektivitas dengan
peningkatan dosis yang diberikan. Jadi, lebih baik digunakan dosis 10mg metoklopramid intravena
sebagai dosis awal untuk pengobatan migrain akut(2). Sedangkan pada artikel Linda Hershey dan
Edward Bednarczyk menyebutkan ada beberapa obat yang dapat digunakan sebagai terapi akut
pada migraine, antara lain: magnesium sulfat, metoklopramid, ketorolac, dan asam valproat. Pada
penggunaan ketorolac dapat menghambat inflamasi saraf karena ketorolac merupakan inhibitor
siklooksigenase yang dapat memulihkan sensitisasi perifer. Digunakan dosis yang lebih rendah
pada orang tua, terutama pada seseorang yang mengalami penurunan fungsi ginjal(1).
Menurut case report yang ditulis oleh Masood Mohseni dan Farzad Fatehi ada suatu kasus
pada seorang wanita yang menderita migrain tidak mengalami penyembuhan setelah pemberian
deksametason, promethazine, metoclopramide dan meperidin. Sebelumnya, pasien telah menerima
deksametason 8 mg dan 25 mg meperidine 2 jam sebelum masuk di klinik tetapi rasa sakit tidak
Page | 1
mereda. Setelah masuk, dia menerima metoclopramide 20 mg diencerkan dalam 500 mL saline
normal ditambah meperidine 25 mg dan prometazin 50 mg. Sekitar 20 menit kemudian pasien
menunjukkan gerakan tersentak-sentak di tangannya dan masih dengan keluhan sakit kepala yang
parah. Gerakan menyentak dikaitkan dengan komplikasi ekstrapiramidal metoklopramid. Dosis
subanestetik propofol bisa menjadi alternative untuk terapi migrain. Tetapi penggunaan harus hati-
hati dibawah anjuran dari dokter dikarenakan adanya potensi komplikasi(3).
Page | 2
B. Perbandingan efikasi tentang terapi profilaksis dan terapi abortif pada migraine
Ketika memilih terapi akut atau pencegahan, klinisi harus mempertimbangkan respon dan
tolerabilitas pasien terhadap obat tertentu dan mereka, serta penyakit yang bisa menghambat
pilihan pengobatan. Terapi abortif atau akut dapat migrain-spesifik (misalnya, ergots dan triptans)
atau nonspesifik (misalnya, analgesik, antiemetik, obat antiinflamasi nonsteroid [NSAID], dan
kortikosteroid) dan paling efektif menghilangkan rasa sakit dan gejala pada migraine(8).
Menurut penelitian Maurizio Pompili et al menggunakan metode sistematik review
menyimpulkan bahwa dengan terapi profilaksis mampu mengoptimalkan hasil pengobatan dan
mengurangi frekuensi terjadinya migrain. Terapi profilaksis dapat menyebabkan masalah
sehubungan dengan efek samping (kelelahan, pusing, mengurangi konsentrasi, kehilangan nafsu
makan, berat badan, rambut rontok, perubahan libido, dan mengantuk), tolerabilitas, biaya,
frekuensi dosis, kepatuhan pasien, dan kegagalan untuk menyelesaikan terapi.Untuk meningkatkan
hasil jangka panjang pada terapi migrain dengan menggabungkan perawatan yang komprehensif
dan terapi pencegahan pada penderita migrain. Beberapa terapi pencegahan direkomendasikan
untuk mendukung terapi yang terkait dengan migraine, yaitu biofeedback, terapi relaksasi, dan
akupuntur. Akupuntur paling sering digunakan untuk pencegahan migrain, karena dapat
mengurangi frekuensi dan intensitas serangan migrain serta tidak memiliki efek samping (4).
Keuntungan dari kepatuhan terhadap program kesehatan mencakup tidur teratur, olahraga, dan
kebiasaan makan, berhenti merokok, dan asupan kafein yang terbatas. Intervensi perilaku, seperti
terapi relaksasi, biofeedback (sering digunakan dalam kombinasi dengan terapi relaksasi), dan
terapi kognitif, pilihan pengobatan pencegahan untuk pasien yang lebih memilih terapi nondrug(8).
Pada penelitian oleh Frans Dekker et al, dilakukan studi kualitatif di Belanda menggunakan
20 pasien dari klinik umum. Hasilnya kebanyakan dari pasien setuju untuk melakukan terapi
profilaksis untuk pencegahan migrain. Karena lebih dari separuh pasien ingin mengurangi
penggunaan obat penghilang rasa sakit dan meminimalkan efek samping yang terjadi. Tetapi
sebagian diantaranya masih terfokuskan terapi penggunaan obat untuk mengurangi frekuensi
migrain. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa terapi profilaksis masih belum banyak
digunakan sebagai terapi pilihan utama pada migrain(5). Kebanyakan masih menggunakan terapi
obat sebagai penghilang rasa sakit. Dokter harus mampu memberikan pemahaman kepada pasien
tentang kekhawatiran serta efek yang akan terjadi terhadap terapi pencegahan ini(5).
Page | 3
Untuk meringankan siklus migrain dapat dilakukan dengan pengoptimalan pengobatan dan
mengurangi frekuensi migrain, dengan cara menggabungkan terapi pencegahan dan perawatan
yang komprehensif pada penderita migrain. Terapi pencegahan yang dilakukan dapat mengurangi
kecacatan dan efek yang terjadi serta mencegah terjadinya migrain menjadi kronis(4).
Page | 4
C. Perbandingkan efek samping obat tentang terapi profilaksis dan terapi abortif pada migrain
Menurut penelitian oleh Frans Dekker et al, dilakukan studi kualitatif yang lain untuk
menelusuri pendapat dai dokter mengenai obat pencegahan untuk migraine. Yang terbagi dalam 4
kelompok yang berisi masing-masing 6 dokter yang memperoleh berbagai pasien. Disebutkan
bahwa terapi profilaksis tidak memiliki efek samping yang mengganggu. Sebaliknya, terapi
profilaksis merupakan intervensi yang aman dan efektif. Tetapi hanya 5-13% pasien yang
memenuhi syarat untuk terapi profilaksis. Kelemahan dari terapi ini adalah kebanyakan pasien
enggan untuk mengambil obat untuk tujuan pencegahan. Efek yang ditakutkan terjadi dari terapi
ini adalah ketergantungan obat sehingga pasien tidak mendapatkan manfaat yang maksimal(5).
Menurut penelitian Maurizio Pompili et al,menggunakan metode sistematik review
disebutkan penggunaan obat anti inflamasi non steroid dan analgesic dalam waktu jangka panjang
menyebabkan kerusakan fungsi ginjal(4). Sedangkan hasil penelitian oleh Tatyana A. et al yang
melakukan kajian literatur untuk melihat efektivitas dan tolerablitas obat terapi pencegahan pada
migrain. Didapatkan bahwa topiramate dalam dosis besar menyebabkan resiko mulut kering,
parastesia atau kelelahan, masalah mood, mual dan menurunnya berat badan. Propanolol
meningkatkan resiko diare dan mual(6).
Pada artikel Linda Hershey dan Edward Bednarczyk menyebutkan ada beberapa obat sebagai
terapi akut, antara lain magnesium sulfate (efek samping : Perubahan kondisi mental; hipotensi;
aritmia), metoclopramide (efek samping: Kegelisahan motorik, lemah, pusing, mengantuk),
ketorolac (efek samping: Mengantuk, pusing, mual, dan sakit perut), asam valproat (efek samping:
Mual, sedasi, diare). Dan obat oral sebagai terapi profilaksis, yaitu: natrium divalproex (efek
samping: Kenaikan berat badan dengan penggunaan jangka panjang; risiko teratogenik pada
pasien muda; pancreatitis dan gagal hati dalam kasus yang jarang), topiramate (efek samping:
Parestesia, mengantuk, mual ringan, anoreksia, penurunan berat badan, batu ginjal (pasien perlu
didorong untuk minum banyak air untuk mencegah batu ginjal), metoprolol dan propranolol (efek
samping: Pusing, kelelahan, impotensi, bersin)(1).
Page | 5
Nama peneliti Linda A. Hershey,Edward M. Bednarczyk,
Tahun 2012
Judul Treatment of Headache in the Elderly
Metopel (bila
papper) detail
-
Hasil -
Kesimpulan Agen oral yang direkomendasikan untuk pencegahan migrain pada orang dewasa
yang lebih tua termasuk natrium divalproex, topiramate, metoprolol, dan
propranolol. Agen oral yang dapat mencegah sakit kepala hypnic termasuk kafein
dan lithium. Sakit kepala disertai batuk indometasin atau acetazolamide
Referensi http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3553408/pdf/
11940_2012_Article_2 05 pdf
Penilaian paper Baik, kurang baik, cukup baik
Nama peneliti Benjamin W. Friedman, Laura Mulvey, David Esses, Clemencia Solorzano, Joseph
Paternoster, Richard B. Lipton, and E. John Gallagher
Tahun 2011
Judul Metoclopramide for acute migraine: a dose-finding randomized clinical trial
Metopel (bila Percobaan klinis membandingkan tiga dosis metoclopramide parenteral untuk
Page | 6
papper) detail pengobatan migrain akut. Tidak ada kelompok plasebo. Pasien dewasa berumur
kurang dari 70 tahun dan megalami migrain akut tanpa aura. Jika sakit kepala akut
memenuhi kriteria migrain dengan pengecualian berlangsung lama (> 72 jam) atau
durasi cukup (<4 jam) mereka dimasukkan dalam penelitian ini. Perlakuan dibagi
menjadi 3 kelompok. Kelompok 1, Metoklopramid 10mg + diphenhydramine
25mg, infus intravena selama 20 menit. Kelompok 2, Metoklopramid 20mg +
diphenhydramine 25mg, infus intravena selama 20 menit. Kelompok 3,
Metoklopramid 10mg + diphenhydramine 25mg, infus intravena selama 30 menit.
Setelah melakukan persetujuan, dilakukan penilaian nyeri singkat. Kemudian
diberikan obat yang diteliti sebagai infus antara waktu nol dan dua puluh menit.
Penelitian kembali setiap tiga puluh menit untuk memastikan tingkat sakit kepala
subjek. Pada satu jam dan dua jam setelah pemberian obat, peneliti meminta
serangkaian lebih rinci dari sepuluh pertanyaan tentang nyeri, keterbatasan
fungsional, dan efek samping. Jika diperlukan obat penghilang rasa sakit lebih pada
atau setelah satu jam, mereka diberikan obat tambahan pada kebijaksanaan dokter
yang merawat.
Hasil 356 pasien secara acak. Pada satu jam, mereka yang menerima 10mg ditingkatkan
dengan rata-rata 4,7 poin NRS (95% CI: 4.2, 5.2); mereka yang menerima 20mg
ditingkatkan dengan 4,9 (95% CI: 4.4, 5.4), dan mereka yang menerima 40mg
meningkat sebesar 5,3 (95% CI: 4.8, 5.9). Tingkat nyeri setelah 48 jam pada
kelompok 10mg, 20mg, dan 40mg adalah: 16% (95% CI: 10,24%), 20% (95% CI:
14,28%), dan 21% (95% CI: 15,29%). Efek samping yang sering terjadi adalah rasa
mengantuk, yang mengalami gangguan fungsi 17% (95% CI: 13,21%) dari
populasi penelitian secara keseluruhan. Akatisia dirasakan di 33 pasien. Rasa
mengantuk dan akatisia yang merata di seluruh 3 kelompok penelitian.
Kesimpulan Pemberian metoclopramide parenteral dalam dosis lebih besar dari 10 mg tidak
lebih berkhasiat untuk pengobatan migrain akut dibandingkan standar dosis 10 mg.
Oleh karena itu, dosis 10mg metoclopramide intravena sebagai dosis awal untuk
pengobatan migrain akut.
Referensi http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3341930/pdf/nihms287020.pdf
Penilaian paper Baik, kurang baik, cukup baik
Page | 7
Nama peneliti Masood Mohseni, Farzad Fatehi
Tahun 2012
Judul Propofol Alleviates Intractable Migraine Headache; A Case Report
Metopel (bila
papper) detail
-
Hasil -
Kesimpulan Pasien menderita migrain tidak mengalami penyembuhan setelah pemberian
deksametason, promethazine, metoclopramide dan meperidin. Nyeri pada pasien ini
selain laporan kasus sebelumnya menunjukkan bahwa dosis subanesthetic propofol
dapat menjadi alternatif untuk terapi lainnya untuk migrain akut
Referensi http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3821117/pdf/aapm-02-94.pdf
Penilaian paper Baik, kurang baik, cukup baik
Nama peneliti Maurizio Pompili, Gianluca Serafini, Marco Innamorati, Giulia Serra, Giovanni
Dominici, Juliana Fortes-Lindau, Monica Pastina, Ludovica Telesforo, David
Lester
Paolo Girardi, Roberto Tatarelli, Paolo Martellett.
Tahun 2010
Judul Patient outcome in migraine prophylaxis: the role of psychopharmacological agents
Metopel (bila
papper) detail
Sebuah tinjauan sistematis dari uji klinis yang paling relevan tentang migrain dan
epidemiologi, physiopathology, komorbiditas, dan pengobatan profilaksis (medis
dan nonmedis) dilakukan dengan menggunakan "Medline, PsychINFO, Embase,
CINAHL, dan database Pubmed" 1973-2009. Untuk memaksimalkan peluang
untuk menemukan percobaan. Kami membatasi riset kami untuk artikel dalam
bahasa Inggris, menggunakan sebagai kata kunci ketentuan sebagai berikut:
“migraine epidemiology,” “migraine pathophisiology,” “migraine comorbidity,”
“migraine treatment,” “migraine prevention,” “migraine AND disorders,”
“migraine AND prophylaxis,” “migraine AND psychiatric disorders,’’ and
“migraine AND outcome”. Pencarian data kami fokus pada pengobatan jangka
panjang migrain. Sekitar 110 percobaan bertemu kami kriteria inklusi dan
Page | 8
dimasukkan dalam review.
Hasil Pengobatan farmakologis yang paling efektif untuk profilaksis migrain adalah
propranolol dan antikonvulsan seperti topiramate, asam valproik, dan amitriptyline.
Perawatan nonmedis seperti akupunktur, biofeedback, dan melatonin juga telah
diusulkan. Neurostimulation perifer telah disarankan untuk pengobatan sakit kepala
harian kronis yang tidak merespon profilaksis dan untuk pengobatan sakit kepala
primer yang resistan terhadap obat. Sebagian besar agen farmakologis yang tersedia
saat ini memiliki khasiat yang terbatas dan dapat menyebabkan efek buruk bila
digunakan dalam jangka panjang.
Kesimpulan Mengoptimalkan hasil pengobatan dan mengurangi frekuensi kejadian dapat
membantu untuk meringankan siklus migrain. Beberapa studi telah
mengidentifikasi pentingnya farmakoterapi dalam profilaksis migrain.
Menggabungkan perawatan yang komprehensif dan terapi pencegahan pada
penderita migrain dewasa mungkin strategi yang paling tepat untuk meningkatkan
hasil akhir jangka panjang. Sebuah pencegahan cukup sangat penting untuk
mengurangi kecacatan dan mencegah evolusi migrain menjadi penyakit progresif
kronis.
Referensi http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3417910/pdf/prom-1-107.pdf
Penilaian paper Baik, kurang baik, cukup baik
Nama peneliti Frans Dekker, Arie Knuistingh Neven, Boukje Andriesse, David Kernick, Ria Reis,
Michel D Ferrari, Willem JJ Assendelft
Tahun 2012
Judul Prophylactic treatment of migraine; the patient’s view, a qualitative study
Metopel (bila
papper) detail
Sebuah studi kualitatif dalam praktek umum di Belanda dengan 20 pasien direkrut
dari klinik umum perkotaan dan pedesaan. Tiga kelompok dengan 6-7 pasien
migrain per kelompok (2 kelompok perempuan dan 1 kelompok laki-laki). Semua
peserta pasien migrain menurut IHS (International Headache Society); memiliki
pengalaman dengan obat profilaksis. Semua kelompok dianalisis menggunakan
analisis tematik umum. Dipilih pasien berdasarkan diagnosis migrain dan semua
pasien menggunakan obat yang diresepkan untuk pengobatan akut. Tiga belas
pasien telah berkonsultasi dengan dokter atau ahli saraf untuk migrain mereka (2
Page | 9
kelompok). Kelompok ketiga, yang terdiri dari 7 perempuan dari daerah pedesaan,
direkrut oleh seorang peneliti menyelidiki perilaku konsumen. Dalam kelompok ini
masing-masing peserta didekati melalui telepon dan dipilih jika mereka memiliki
migrain sesuai kriteria IHS. peneliti membuat perbandingan dengan data nasional
tentang pasien migrain dalam praktek umum, mengenai tingkat keparahan dan
frekuensi migrain, komposisi tiga kelompok berhubungan baik dengan karakteristik
rata-rata pasien migrain dalam praktek umum Belanda. Pertemuan tiap kelompok
berada di ruangan yang saling bersebelahan. Moderator menggunakan panduan
wawancara khusus disiapkan, dimulai dengan pengantar dan pengenalan, diikuti
oleh diskusi tentang karakteristik pasien migraine. Data kuantitatif yang tercantum
dalam bagian hasil didasarkan pada daftar topik ini. Semua sesi yang direkam
secara digital pada DVD.
Hasil Keputusan pasien pada pengobatan profilaksis adalah tergantung pada pengalaman
dan perspektif, dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu konteks aktif atau
pasif dalam mengambil inisiatif untuk memulai profilaksis; menilai keuntungan
dan kerugian dari profilaksis; kepuasan dengan pengobatan migrain saat ini;
hubungan dengan dokter dan perasaan untuk didengar; dan langkah-langkah
diambil sebelumnya untuk mencegah migrain.
Kesimpulan Keputusan untuk memulai profilaksis didasarkan pada kompleks pertimbangan dari
perspektif pasien (misalnya beban yang dirasakan saat migrain, manfaat yang
diharapkan atau kerugian, interaksi dengan kerabat, kolega dan dokter). Oleh
karena itu, ketika menasihati pasien migrain tentang profilaksis, pendapat mereka
harus diperhitungkan. Pasien harus terbuka untuk saran dan informasi dan
intervensi harus ditawarkan pada saat yang tepat dalam proses migrain.
Referensi http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3359207/pdf/1471-2296-13-13.pdf
Penilaian paper Baik, kurang baik, cukup baik
Nama peneliti Tatyana A. Shamliyan,, Jae-Young Choi, Rema Ramakrishnan, Jennifer Biggs
Miller, Shi-Yi Wang, Frederick R. Taylor, and Robert L. Kane.
Tahun 2013
Judul Preventive Pharmacologic Treatments for Episodic Migraine in Adults
Metopel (bila Sumber dan pencarian data. Kami mencari database termasuk Medline®,
Page | 10
papper) detail Cochrane Library, situs FDA, dan portal Clinical Trials Registry Organisasi
Kesehatan Dunia Internasional untuk menemukan publikasi bahasa Inggris sampai
20 Mei 2012.
Studi Seleksi. Tiga peneliti menentukan kelayakan studi. Setiap judul dan abstrak
telah diperiksa oleh setidaknya dua peneliti, dan perbedaan pendapat diselesaikan
melalui diskusi.
Ekstraksi Data. Untuk setiap percobaan, satu reviewer diambil data dan resensi
kedua memeriksa data yang abstrak untuk akurasi menggunakan form standar.
Risiko Bias. Kami mengevaluasi risiko bias dalam studi individu: (1) acak subyek
pada kelompok perlakuan; (2) menutupi status pengobatan kepada para peserta dan
peneliti; (3) kecukupan alokasi perahasiaan; (4) kecukupan pengacakan sebagai
estimasi berdasarkan kesamaan subjek dalam kelompok perlakuan dengan
demografi dan dengan frekuensi dan tingkat keparahan migrain; (5) merencanakan
dan melaksanakan prinsip pengobatan; dan 6) pelaporan hasil akhir selektif jika
dibandingkan dengan artikel 'protokol (bila tersedia)
Data Sintesis dan Analisis. Menggunakan Meta-Analyst43 dan software
STATA®44 pada tingkat kepercayaan 95%
Menilai Penerapan. Kami memperkirakan penerapan penduduk dengan
mengevaluasi karakteristik awal subjek dalam penelitian observasional dan uji
klinis
Hasil Dari 5244 referensi diambil, 215 publikasi dari RCT disediakan sebagian besar
bukti yang rendah-kekuatan karena risiko bias dan ketidaktepatan. RCT memeriksa
59 obat dari 14 golongan obat. Semua obat yang disetujui, termasuk topiramate (9
RCT), divalproex (3 RCT), timolol (3 RCT), dan propranolol (4 RCT); beta
blockers offlabel metoprolol (4 RCT), atenolol (1 RCT), nadolol (1 RCT), dan
acebutolol (1 RCT); angiotensin converting enzyme inhibitor kaptopril (1 RCT)
dan lisinopril (1 RCT); dan angiotensin II receptor blocker candesartan (1 RCT),
mengungguli plasebo dalam mengurangi frekuensi migrain bulanan oleh ≥50%
pada 200 400 pasien per 1.000 diobati. Efek samping yang mengarah ke
penghentian pengobatan (68 RCT) yang lebih besar dengan topiramate, off-label
antiepilepsi, dan antidepresan dibandingkan dengan plasebo.
Kesimpulan Obat yang disetujui dicegah frekuensi migrain episodik dengan ≥50% dengan tidak
Page | 11
ada perbedaan yang signifikan secara statistik. Eksplorasi jaringan meta-analisis
menunjukkan bahwa angiotensin menghambat off-label obat dan beta-blocker.
Referensi http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3744311/pdf/
11606_2013_Article_2433.pdf
Penilaian paper Baik, kurang baik, cukup baik
Nama peneliti Isti Suharjanti
Tahun 2013
Judul Strategi Pengobatan Akut Migren
Metopel (bila
papper) detail
-
Hasil -
Kesimpulan Terapi farmakologi migren akut ditujukan untuk menghentikan proses migren
secara menyeluruh dengan cepat dan konsisten. Gunakan stratifi ed care
menggunakan golongan triptan dengan dosis dan formula optimal pada kunjungan
awal kasus berat. Apabila golongan triptan tidak mengurangiserangan dalam waktu
2-3 jam, atau menyebabkan efek samping, ganti dengan triptan urutan ke tiga.
Pertimbangkan menambah golongan NSAID dosis tinggi untuk meningkatkan
efektivitas kerja triptan.
Referensi http://www.kalbemed.com/Portals/6/CME%20201Strategi%20Pengobatan
%20Migren%20Akut.pdf
Penilaian paper Baik, kurang baik, cukup baik
Nama peneliti Joseph T. DiPiro, Robert L. Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matzke, Barbara G.
Page | 12
Wells, L. Michael Posey
Tahun 2012
Judul Headache Disorders
Metopel (bila
papper) detail
-
Hasil -
Kesimpulan -
Referensi Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th Edition, McGraw-Hill
Penilaian paper Baik, kurang baik, cukup baik
DAFTAR PUSTAKA
1. Hershey, L.A., Bednarczyk, E.M., 2013, Treatment of Headache in the Elderly, Current
Treatment Options in Neurology (2013) 15:56–62.
2. Benjamin, W. F., et al, Metoclopramide for acute migraine: a dose-finding randomized
clinical trial, Ann Emerg Med. 2011 May ; 57(5): 475–82 ………1
3. Mohseni, M., Fatehi, Farzad., 2012, Propofol Alleviates Intractable Migraine Headache;
A Case Report, Anesth Pain. 2012;2(2): 94-96
4. Pompili, M., Serafini, G., et al, 2010, Patient outcome in migraine prophylaxis: the role of
psychopharmacological agents, 2010:1 107–118 ………2
5. Dekker, Frans., et al, 2012, Prophylactic treatment of migraine; the patient’s view, a
qualitative study, BMC Family Practice 2012, 13:13………19
6. Tatyana A., et al, 2013, Preventive Pharmacologic Treatments for Episodic Migraine in
Adults, April 17, 2013
7. Suharjanti, Isti., 2013, Strategi Pengobatan Akut Migren, CDK-201/ vol. 40 no. 2, th. 2013
8. Dipiro, T. J., et al, 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th Edition,
McGraw-Hill, 1009,
Page | 13
Recommended