View
146
Download
8
Category
Tags:
Preview:
Citation preview
LABORATORIUM BIOFARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN LENGKAP
Sistem Saraf Otonom
OLEH:
KELOMPOK : VII (TUJUH)
GOLONGAN : SENIN SIANG
ASISTEN : ANDI REZKIANI BETA
MAKASSAR
2013
R/ Cendotropin ®
s. 1 dd gtt 1
pro: Zul
Cendotropin ® mengandung atropina-sulfat 5mg/ml tetes mata
A. Indikasi
Midriatikum dan sikloplegikum
B. Efek samping
Mulut kering, penglihatan mengabur, mata rasa berpasir (sandi eyes),
takikardia, konstipasi.
C. Golongan dan mekanisme kerja obat
a. Golongan:
Antikolinergik, alkaloid belladona.
b. Mekanisme kerja:
Atropin merupakan antagonis muskarinik Asetilkolin (Ach) yang
menghambat secara reversible kerja asetil kolin pada reseptor
muskarinik.
D. Posologi
a. Sediaan Beredar
Botol 5 ml ½%; 1%; 15 ml 1,2%; 1%
b. Aturan Pakai
Dosis: larutan okuler : 0,5-1% tiga kali sehari
E. Kontra indikasi
glaukoma
F. Perhatian
Paralytic ileus; pyloric stenosis; cardiovascular disease; myasthenia
gravis; prostatic enlargement.
G. Interaksi obat
()
H. Kesimpulan dan saran
Resep rasional
R/ Pilokarpin
s. 3 dd gtt 1
pro: Zul
A. Indikasi
Mengendalikan tekanan intrakuler
B. Efek samping
Berkeringat, bradikardia, hipersalivasi, bronkospasme dan kolik usus
setelah penyerapan sistemik. Dapat mencapai otak dan menimbulkan
gangguan SSP.
C. Golongan dan mekanisme kerja obat
a. Golongan:
kolinergik
b. Mekanisme kerja:
Perangsangan reseptor muskarinik dengan berikatan secara
langsung pada kolinoreseptor.
D. Posologi
a. Dosis:
1 tetes dua sampai tiga kali sehari
b. Sediaan:
Larutan 0,25; 0,5; 1; 2; 4; 6; 8; 10
E. Kontra indikasi
Glaukoma tertutup atau glaukoma sudut sempit terjadi ketikairis secara
mekanis menghambat jaringan trabekular.
F. Perhatian
(-)
G. Interaksi obat
()
H. Kesimpulan dan saran
Resep rasional
R/ Atenolol
S. b. dd 50 mg
pro: Ely (21 tahun hamil trisemester III)
A. Indikasi
Pengobatan hipertensi, angina pektoris akibat atherosclerosis koroner.
Penggunaan lain: pencegahan migrain, sindrom alkoholik, aritmia
ventrikel, takikardia, pendarahan varises esofegal, kegelisahan.
B. Golongan dan mekanisme kerja obat
a. Golongan:
Beta bloker selektif beta 1
b. Mekanisme kerja
Beta bloker menghambat secara kompetitif efek obat adrenergik,
baik NE dan Epi endogen maupun obat adrenergik eksogen pada
adrenoreseptor β. Sifat kardioselektifnya berarti bahwa afinitasnya
terhadap β1 lebih tinggi sehingga menyebabkan penurunan
resistensi perifer. Hambatan sekresi renin dari ginjal melalui
reseptor β1 menyebabkan efek hipotensif .
C. Posologi
a. Dosis:
Hipertensi: 1-2 dd 100 mg
Angina pektoris: 2 dd 50-100 mg
b. Sediaan :
Tablet dan injeksi iv.
D. Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap beta bloker, sinus bradikardi, CHF, gagal
jantung.
E. Efek samping
Kebanyakan efek samping beta bloker adalah akibat hambatan
reseptor beta. Efek samping yang tidak berhubungan dengan reseptor
beta jarang terjadi. Gagal jantung.
F. Perhatian
Kehamilan kategori C
G. Interaksi obat
()
H. Kesimpulan dan saran
Resep tidak rasional untuk diberikan karena atenolol merupakan
obat kategori C terhadap kehamilan. Kategori kehamilan:
A : Studi berpembanding menunjukkan tidak ada resiko. Studi
berpembanding yang cukup pada wanita hamil menunjukkan tidak adanya
resiko terhadap fetus pada trimester pertama, kedua, maupun ketiga.
B: Tidak ada bukti resiko pada manusia. Studi berpembanding
yang cukup pada wanita hamil menunjukkan tidak adanya resiko
peningkatan kelainan fetus meskipun ditemukan kelainan pada hewan
atau studi yang cukup pada manusia sedangkan pada hewan
menunjukkan tidak adanya resiko terhadap. Ada efek merugikan pada
fetus,kemungkinannya kecil, tetapi ada.
C : Resiko tidak dapat disingkirkan. Studi berpembanding yang
cukup pada manusia tidak ada dan pada hewan juga tidak ada atau
menunjukkan adanya resiko terhadap fetus. Ada efek merugikan pada
fetus jika obat diberikan selama kehamilan; tetapi potensial
keuntungannya melebihi potensial resikonya.
D: Bukti resikonya positif. Studi berpembanding yang cukup pada
manusia, atau data penelitian, atau data pasca pemasaran menunjukkan
adanya resiko terhadap fetus. Tetapi potensial keuntungannya melebihi
potensial resikonya. Misalnya, obat diberikan pada kondisi yang
mengancam jiwa.
X: Kontrainsikasi pada kehamilan. Studi pada hewan atau data
penelitian, atau data pasca pemasaran telah menunjukkan bukti positif
adanya resiko terhadap fetus, yang jelas melebihi keuntungannya pada
pasien.
Untuk kehamilan, kategori obat yang dapat diberikan minimal kategori
B.
R/ Acebutolol HCl 200 mg LX
S. b. dd
pro: Ely (21 tahun hamil trisemester III)
R/ Ekstrak Hiosiamin
s. b.d 20 mg
pro: Zul (20 tahun)
A. Indikasi
Pengobatan kejang-kejang lambung-usu pada hiperhidrosus,
mengurangi nyeri haid, sakit kepala, mengobati ulkus, terapi pada
hipermotilitas.
B. Efek samping
Mulut kering, gangguan miksi, meteorisme sering terjadi tapi tidak
membahayakan.
C. Golongan dan mekanisme kerja obat
a. golongan:
Antikolinergik, kelompok Alkaloid Belladona
b. mekanisme kerja:
Menyebabkan hambatan reversibel terhadap kerja Asetilkolin pada
reseptor muskarinik, hal ini menyebabkan kompetisi untuk 1 tempat
ikatan umum. Namun interaksinya lebih kompleks karena ada 3
tempat terpisah untuk agonis dan hanya 1 untuk antagonis.
D. Posologi
a. Dosis:
Oral 2-3 dd 0,4-0,6 mg tablet retard (sulfat)
Dewasa: 0,15-0,3 mg diberikan hingga 4 kali sehari
b. Sediaan:
tablet, tablet salut selaput.
E. Kontra indikasi
Glaukoma, neuropati obstruktif, atonia intestinal, penyakit
hepatik/renal, takikardia, miokard iskemik, asma bronkial, hipertiroid.
F. Perhatian
Kehamilan kategori C, laksatif
G. Interaksi obat
()
H. Kesimpulan dan saran
Resep tidak rasional untuk diberikan karena dosis yang kurang tepat
bagi pasien.
Perbaikan:
R/ Ekstrak Hiosiamin 0,6 mg XXVIII
S 2.dd. 1 tab
Pro: Zul (20 thn)
A. Indikasi
Asma bronchial, bronchitis asmatis dan emfisema pulmonum
B.Efek samping
Mual, sakit kepala, palpitasi, tremor, vasoilatasi periferal, takikardia dan
hipokalemia yang kadang timbul setelah pemberian dosis tinggi.
C.Golongan dan mekanisme kerja obat
a. Golongan
Agonis selektif reseptor beta 2
b. Mekanisme kerja
Melalui aktivitas reseptor beta 2, obat-obat ini menimbulkan
relaksasi otot polos bronkus, uterus, dan pembuluh darah otot
rangka.
D.Posologi
a. Dosis
Pemberian per-oral dibagi dalam pemberian setiap 6-8 jam. Untuk
dewasa 6-16 mg perhari
b. Aturan pakai
Sehari 6-16 mg
R/ Salbutamol
S 3 dd 2 mg
Pro : Zul (25 tahun)
c. Sediaan yang beredar : Dilatamol (tab 2 mg), salbuven (tab 2 mg; 4
mg, syrup 2 mg / 5 ml)
E. Kontra indikasi
hipersensitivitas
F. Perhatian
Hati-hati pemberian pada tirotoksitosis, wanita hamil dan menyusui,
pemberian bersama-sama dengan derivate xantin, steroid dan dieretik,
hindari pemberian pada penderita hipertensi, jantung iskemik dan
pasien usia lanjut, anak dibawah usia 6 tahun, hipertiroidism, diabetes
mellitus.
G.Interaksi obat
Muncul symptom kardiovaskuler dan symptom saraf pusat (dengan
bahaya dari ritme denyut jamtung dan serangan kram/kejang cerebral)
karena efek sinergis/aditif dengan anticholinergica, β-sympatomimetica
yang berefek direct dan indirect, glykosida, digitalis, theophyllin, coffein
dan narcotic inhalasi juga terjadi pada adanya hypercalemia,
hypokalemia, atau hyperthyreosis.
H.Kesimpulan
Resep ini rasional karena salbutamol dapat digunakan untuk pasien
penderita asma. Sementara untuk dosis sesuai karena tidak meebihi
dosis maksimum sehari.
R/ Simetidin
S. 2 dd 400 mg
R/ Teofilin
S. 2 dd I
pro: Zul (asma)
A. Indikasi
Simetidin: pada terapi dan profilaksis tukak lambung-usus, refluks-
oesophagus ringan sampai sedang, dari sindroma zolinger-ellison.
Teofilin: Pencegahan dan pengobatan asma bronkial, bronkitis asma,
bronkitis kronis, empisema paru, sesak napas.
B. Efek samping
Simetidin: jarang terjadi dan berupa diare, nyeri otot, pusing-pusing,
dan reaksi kulit.
Teofilin: insomnia, ansietas, dan asitasi
C. Golongan dan mekanisme kerja obat
a. Golongan:
Simetidin: antihistamin H2
Teofilin: Bronkodilator derivat xanthin, methylxanthin
b. Mekanisme kerja:
Simetidin: mengobati ulcer duodenal dengan mengurangi asam
lambung akibat blokade reseptor H2-histamin. Dengan menghambat
secara kompetitif ikatan histamin dengan reseptro H2, zat ini
mengurangi konsentrasi cAMP intraselular, dengan demikian, asam
lambung juga berkurang.
Teofilin: teofilin memiliki 2 mekanisme aksi yaitu pada aliran udara
pasien dengan obstruksi reversibel; relaksasi otot polos
(bronkodilatasi) dan supresi respon aliran udara menuju stimuli
( efek non-bronkodilator profilaktis). Mekanisme kerja teofilin belum
diketahui secara pasti, studi pada hewan menunjukkan bahwa
bronkodilatasi dimediasi oleh inhibisi 2 isozim fosfodiesterase (PDE
III dan, dalam jumlah kecil, PDE IV) sementara efek non-
bronkodilator profilaktis kemungkinan dimediasi oleh suatu
mekanisme molekular yang berbeda, yang tidak termasuk inhibisi
PDE III atau menghambat reseptor permukaan sel bagian
adenosin. Adenosin telah terbukti meyebabkan kontraksi otot polos
saluran pernapasan, meningkatkan pelesapan histamin dari sel
yang ada di dalam paru.
D. Posologi
Simetidin:
a. Dosis:
Gastritis: 1 dd 800 mg setelah makan malam, ulkus peptikum : 2 dd
400 mg pada waktu makan dan sebelum tidur atau 1 dd sehari 800 mg
selama 4 minggu dan maksimal 8 minggu.
b. Sediaan
Tablet 200 mg, injeksi i.v,
Teofilin
a. Dosis
untuk terapi per oral, cukup dosis awal yang setara dengan 3-4 mg/kg
teofilin setiap 6 jam, 3 x 1 hari 1 tablet.
b. Sediaan:
Tablet 200 mg, 125 mg
E. Kontra indikasi
Simetidin: Hipersensitifitas terhadap simetidin.
Teofilin: Hipersensitifitas terhadap teofilin.
F. Interaksi obat
Meningkatkan klirens teofilin akibat inhibisi enzim CYP 450 1A2.
Akibatnya, efek obat kelompok teofilin dapat meningkat dan terjadi
efek samping merugikan akibat terlalu banyak teofilin (mual, pusing,
sakit kepala, mudah terangsang, tremor, insomnia, kejang, takikardia,
aritmia jantung)
G. Kesimpulan dan saran
Resep tidak rasional, karena terjadi interaksi antara teofilin dan
simetidin dari segi farmakokinetik. Sehingga simetidin diganti menjadi
ranitidin yang segolongan dengan simetidin, anti histamin H2, tetapi
tidak memiliki interaksi dengan teofilin.
R/ Ranitidin 150 mg LVI
S 2 dd. 1 tab
R/ Teofilin 200 mg LVI
S. 3 dd I tab
pro: Zul (asma)
R/ Propanolol
S. 2 dd 10 mg
R/ Kaptopril
S. 2 dd 50 mg
pro: Zul
A. Indikasi
Propanolol: pengobatan hipertensi, angina pektoris, feokromositama,
pencegahan migrain, tremor, aritmia rentikular dan supraventrikular
Kaptropril: Pencegahan hipertensi, CHF pada dan pengobatan asma
bronkial, bronkitis asma, bronkitis kronis, empisema paru, sesak
napas.
B.Efek samping
a. Propranolol
Bronkokontriksi, aritmia, gangguan seksual
b. Batuk kering, hilangnya rasa,kadang-kadang juga pencium
C.Golongan dan mekanisme kerja
a. Golongan
Propranolol : Anagonis Beta non selektif
Kaptopril : ACE inhibitor
b. Mekanisme kerja
Propranolol
Memblokade semua reseptor β sehingga neurotransmitternya tiak
bisa berikatan.
Kaptopril
Menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk
vasokontriktor kuat angiotenin II.
D. Posologi
a. Propranolol
Dosis : untuk hipertensi 2 kali sehari 60-80 mg
Aturan pakai : dua kali sehari
Sediaan : tablet dan kapsul
b. Kaptopril
Dosis : untuk hipertensi pada pemakaian oral 1-2 dd
sebanyak 25 mg, bila perlu setelah 2-3 minggu
sebanyak 50 mg
Aturan pakai : dua kali sehari
Sediaan : tablet 5, 10, 20 mg
E. Kontra indikasi
a. Propranolol
Pasien yang hipersensitif terhadap beta blocker , gagal jantung,
sinus bradikardi
b. Kaptopril
Hipersensitifitas terhadap penghambat ACE
F. Perhatian
a. Propranolol
Kategori D untuk trimwester kedua dan ketiga, kategori C untuk
trimester pertama. Untuk anak-anak, belum diuji pemakaiannya.
b. Kaptopril
Pasien dengan hiperstimulasi sistem renin angiotensin, hipertensi
malignan berat, gagal jantung.
G. Interaksi obat
Kaptopril merupakan inhibitor ACE yang memiliki efek samping
turunnya tekanan darah yang cukup drastis apabila diberikan sendiri
dengan pre-medikasi aktivitas renin plasma. Dalam suatu jurnal oleh Br
Med J (Clin Res Ed), Captopril in essential hypertension; contrasting
effects of adding hydrochlorothiazide or propranolol, penambahan
propanolol pada kaptopril menunjukkan adanya penurunan tekanan
darah yang lebih tinggi, diperkirakan bahwa ACE mencegah efek
penurunan tekanan darah propanolol yang juga bila diberikan sendiri,
propanolol dapat menurunkan tekanan darah. Dengan demikian,
pemberian bersama kedua obat ini dapat menyebabkan efek hipotensif
yang berlebihan akibat efektivitas yang terhambat dari propanolol akibat
keberadaan kaptopril.
H. Kesimpulan
Resep ini tidak rasional sebab tidak dicantumkan berapa jumlah obat
yang harus dikonsumsi sekali minum dan bertolak belakang dari segi
interaksi farmakodinamik. Pada perbaikannya, diganti menjadi
golongan diuretik tiazid sebab diduga penambahan propanolol
disebabkan tekanan darah yang belum juga turun, serta dibandingkan
golongan β-bloker, golongan diuretik tiazid lebih efektif dan tidak ada
interaksi yang merugikan.
Perbaikan resep
R/ Propanolol 25 mg XXVIII
S. 2 dd 1 tab
R/ Hidroklortiazid 15 mg XXVIII
S. 1 dd 1 tab
pro: Zul
A. Indikasi
a. Amfetamin
Untuk mengobati pasien narkolepsi, peningkatan kewaspadaan,
hilangnya rasa ngantuk dan berkurangnya rasa lelah, perbaikan
mood, bertambahnya inisiatif, percaa diri, dan daya konsentrasi.
b. Efedrin
Pengobatan asma seperti dekongenstan nasal.
B.Efek samping
a. Amfetamin
Sakit kepala, palpitasi, pusing, gangguan vasomotor, agitasi, kacau
pikir, desforia delirium dan atau rasa lelah.
Bronkokontriksi, aritmia, gangguan seksual
b. Efedrin
Kepala pusing, mual, muntah, sakit ulu hati, takikardia, dan jantung
berdebar.
C.Golongan dan mekanisme kerja
a. Golongan
Amfetamin : Agonis Adrenergik kerja tidak langsung, Stimulan
Psikomotor
R/ Amfetamine
R/ Efedrin
Pro : Zul ( asma)
Efedrin : Agonis adrenergik kerja ganda
b. Mekanisme kerja
Amfetamin
Merangsang pusat nafas di medulla oblongata dan mengurangi
depresi sentral yang ditimbulkan oleh berbagai obat. Amfetamin
melepaskan depot intraselular katekolamin, karena amfetamin juga
menghambat Monoamin oksidase (MAO), kadar katekolamin yang
tinggi mudah dilepaskan ke dalam ruang sinaps.
Efedrin
Melepas simpanan norefinefrin dari ujung saraf dan memacu
langsung reseptor α dan β. Efedrin bekerja pada reseptor α, β1, dan
β2 dengan efek perifer melalui kerja langsung dan melalui
pelepasan NE endogen.
D. Posologi
a. Efedrin
Dosis : untuk dewasa 3-6 dd 25-50 mg
Aturan pakai : 3 kali sehari 25-50 mg
Sediaan : asmadex, asmasolon, bronchicum
b. Amfetamin
E. Kontra indikasi
Ganggua hati, hipertensi, hipertiroid, penyakit jantung iskemik
F. Perhatian
a. Amfetamin
Penggunaan lama atau dosis besar hampir selalu diikuti oleh
depresi ental dan kelelahan fisik. Penggunaannya pada kehamilan
perlu dihindari karena efek sampingnya pada pertumbuhan janin.
b. Efedrin
Penggunaan klinis efedrin dibatasi karena adanya pilihan obat yang
lebih kuat dan lebih baik serta efek samping yag lebih kecil.
G. Interaksi obat
Tidak ada interaksi yang dapat terjadi antara efedrin dan amfetamin
H. Kesimpulan
Resep ini tidak rasional, karena 2 kombinasi obat ini memiliki efek
sentral yang hampir sama, hanya saja amfetamin lebih kuat dari
efedrin. Jadi, untuk menghindari efek samping yang lebih besar maka
digunakan efedrin saja. Pemilihan ini karena efedrin tidak dirusak oleh
COMT dan MAO sehingga efek kerjanya lebih lama. Efedrin ini
terdapat dalam suatu obat paten dengan kombinasinya dengan teofilin
dan CTM yang memang biasa digunakan untuk penyakit asma.
Perbaikan resep
R/ asmasolon 25 mg
S 3 dd 1 tab
Pro : Zul
A. Indikasi
Simetidin: tukak lambung, tukak duodenum, tukak stormal refluks
esofagitis, sindrom Zollinger Eddison
Pirenzepin: tukak lambung, tukak duodenum
B. Efek samping
Simetidin: jarang terjadi dan berupa diare, nyeri otot, pusing-pusing,
dan reaksi kulit.
Pirenzepin: leukopenia, trombositopenia, ulserasi mulut, stomatits,
diare, depresi sumsum tulang, kerusakan hati dan ginjal
C. Golongan dan Mekanisme kerja obat
Mekanisme
Simetidin: mengobati ulcer duodenal dengan mengurangi asam
lambung akibat blokade reseptor H2-histamin. Dengan menghambat
secara kompetitif ikatan histamin dengan reseptro H2, zat ini
mengurangi konsentrasi cAMP intraselular, dengan demikian, asam
lambung juga berkurang.
Pirenzepin: menghambat reseptor muskarinik secara selektif yaitu
reseptor M1 sehingga kontraksi otot lambung berkurang.
R/ Simetidin
R/ Pirenzepin
Pro: Zul (ulcer)
Golongan
Simetidin: antihistamin H2
Pirenzepin: Antimuskarinik
D. Posologi
Simetidin:
a. Dosis
gastritis: 1 dd 800 mg setelah makan malam, ulkus peptikum : 2 dd
400 mg pada waktu makan dan sebelum tidur atau 1 dd sehari 800 mg
selama 4 minggu dan maksimal 8 minggu.
b. Sediaan
dus 100 tablet 200 mg, injeksi iv
Pirenzepin:
a. Dosis
oral 50 mg 2 kali sehari, kisaran lazim 50-150 mg sehari dalam dosis
terbagi selama 4-6 minggu
b. Sediaan
tablet, injeksi iv
E. Kontra indikasi
Simetidin: Hipersensitifitas terhadap simetidin.
Pirenzepin: Pemberian bersama AINS menyebabkan toksisitas yang
fatal
F. Perhatian
Simetidin: Gangguan ginjal dan hati
Pirenzepin: Gangguan ginjal dan hati pecandu alkohol
G. Interaksi obat
-
H. Kesimpulan dan saran
Resep tidak rasional, karena tidak tercantumkan dosis dan aturan
pakai.
Perbaikan:
R/ Simetidin 25 mg LVI
S 2.dd. 2 tab
R/ Pirenzepin 25 mg LVI
S 2.dd. 2 tab
Pro: Zul (ulcer)
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2004. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Katzung, B. G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik (Buku 3 Edisi
8). Penerbit Salemba Medika, Jakarta
Gunawan, S.G. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Jakarta
Hardman dan Limbird. 2008. Goodman & Gilman Dasar
Farmakologi Terapi. Volume 1. EGC. Jakarta
IAI. ISO Indonesia, Volume 47, 2012 s/d 2013. Jakarta: PT. ISFI.
2012
Recommended