View
281
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
hajar
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Ada banyak antipsikotik yang dikenal di masyarakat dan juga di kalangan dunia
kedokteran. Antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala akibat gangguan mental yang
berat seperti pada pasien skizofrenia, gangguan delusional, gangguan afektif berat, dan
gangguan psikotik organik . Antipsikotik itu sendiri terbagi menjadi 2 macam, yaitu
antipsikotik tipikal dan atipikal. Obat antipsikotik tipikal yang sering digunakan salah satunya
adalah Chlorpromazine (CPZ). Chlorpromazine (CPZ) merupakan antipsikotik tipikal dari
golongan phenothiazine. Chlorpromazine atau yang sering disingkat dengan CPZ yang
dalam penggunaan klinisnya telah digambarkan sebagai kemajuan terbesar dalam perawatan
kejiwaan, yang secara dramatis mampu meningkatkan prognosis pasien di rumah sakit jiwa di
seluruh dunia. (1,2)
Chlorpromazine (CPZ) merupakan antipsikotik tipikal pertama, sehingga banyak
ditemukan berbagai efek samping selama pemakaian obat ini. Sehingga, dalam beberapa
tahun terakhir, Chlorpromazine (CPZ) sebagian besar telah digantikan oleh obat yang lebih
baru yaitu antipsikotik atipikal, yang biasanya tertoleransi secara lebih baik, dan
penggunaannya sekarang terbatas pada indikasi yang lebih sedikit. Pada pasien akut,
Chlorpromazine (CPZ) sering diberikan dalam bentuk sirup karena memiliki onset lebih
cepat. (6)
CPZ digolongkan kedalam derivat fenotiazin dan termasuk kedalam rantai aliphatic
yang mempunyai sediaan obat 25 mg- 100 mg dengan dosisi anjuran 150 mg- 600 mg
perhari.Namun pada ibu hamil dosis bisa diturunkan sampai 5 mg/ 4-6 jam sehari.(9)
Chlorpromazine (CPZ) adalah 2-klor N (diametil-aminopropil)-fenotiazin yang khas
untuk antipsikotik potensi rendah. Obat ini memiliki mekanisme kerja yang memblokade
dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak,khususnya di sistem limbic dan sistem
ekstrapiramidal ( dopamine D2 reseptor antagonist ) sehingga efektif untuk gejala positif
skizoprenia. (4)
CPZ mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di mesolimbik
dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan antagonis reseptor dopamin
(ARD) . Kerja dari CPZ ini menurunkan hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik
sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata tidak hanya memblok reseptor
D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat lain seperti dijalur mesokortikal, nigrostriatal, dan
tuberoinfundibular.(5)
Apabila CPZ memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal, dapat memperberat gejala
negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut. Jika hal ini
terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade reseptor dopamin di jalur
ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif.(5)
Blokade reseptor D2 di nigrostriatal dapat menyebabkan timbulnya gangguan dalam
mobilitas seperti pada parkinson, bila pemakaian secara kronik dapat menyebabkan gangguan
pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari
sistem saraf ekstrapiramidal, mengontrol movements atau pergerakan.(5)
Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular oleh CPZ menyebabkan peningkatan kadar
prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan peningkat berat badan. Fungsi normal
jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin. Pada wanita postpartum,
aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi.(5)
CPZ selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada keempat jalur dopamine,
juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor kolinergik muskarinik sehingga timbul efek
samping antikolinergik berupa mulut kering, pandangan kabur, konstipasi dan kognitif
tumpul. Reseptor histamin (H1) juga terblok sehingga timbul efek samping mengantuk dan
meningkatkan berat bdan. Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa1 adrenergik
sehingga dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi ortostatic,
mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.(5)
BAB II
EFEK SAMPING CHLORPROMAZINE
Efek farmakologik dari Chlorpromazine (CPZ) meliputi efek pada susunan sarah
pusat,sistem otonom dan Endokrin. Efek ini terjadi karena Chlorpromazine (CPZ)
menghambat berbagai reseptor diantanya dopamin,α-adrenergik,muskarinik,histamin H1 dan
reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda Kesemua sifat ini menimbulkan
banyak efek samping selama pemakaian Chlorpromazine (CPZ). (4)
Efek samping yang diakibatkan terdapat pada berbagai keadaan :
A. Efek Samping Non neurologis
1. Efek pada jantung
Antipsikotik potensi rendah lebih bersifat kardiotoksik dibandingkan
dengan antipsikotik potensi tinggi. Chlorpromazine menyebabkan
perpanjangan interval QT dan PR, penumpulan gelombang T, dan depresi
segmen ST. CPZ, khususnya memiliki efek yang nyata pada gelombang T dan
disertai dengan aritmia malignan, seperti torsade de pointes yang sangat
mematikan. Selain itu kematian mendadak juga disebabkan karena timbulnya
takikardia ventrikuler atau fibrilasi ventrikuler. (1,4)
2. Hipotensi ortostatik (postural)
Hipotensi ortostatik (postural) terjadi akibat penghambatan adrenergic
yang paling sering disebabkan oleh antipsikotik potensi rendah, khususnya
chlorpromazine dan thioridazine. Keadaan ini terjadi selama beberapa hari
pertama terapi dan memiliki toleransi yang cepat yaitu sekitar 2-3 bulan.
Bahaya utama dari hipotensi ortostatik adalah adanya kemungkinan pasien
terjatuh, pingsan, dan mencederai dirinya. (1,4)
Jika menggunakan antipsikotik potensi rendah intramuscular (IM),
tekanan darah pasien harus diperiksa sebelum dan setelah pemberian dosis
pertama dalam beberapa hari pertama terapi. Bila diperlukan edukasi tentang
efek kemungkinan terjatuh dan pingsan akan sangat membantu pasien
sehingga pasien akan lebih berhati-hati. Bila hipotensi terjadi pada pasien
yang mendapatkan medikasi, gejala biasanya dapat ditangani dengan
membaringkan pasien dengan kaki lebih tinggi dibandingkan kepala. Ekspansi
volume dengan cairan sangat membantu. Pemberian epinefrin
dikontraindikasikan karena dapat memperburuk hipotensi. Metaraminol dan
norepinefrin sebagai agen pressor adrenergic α-1 murni adalah obat terpilih.
Untuk antipsikosis dosis dapat diturunkan atau diganti dengan obat yang tidak
menghambat adrenergic. (1,4)
3. Efek hematologis
Gangguan hematologis yang membahayakan yang dapat terjadi akibat
pemakaian antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, thioridazine dan pada
hampir semua antipsikotik adalah agranulositosis. Agranulositosis adalah
suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan bermakna jumlah
granulosit yang beredar, neutropeni berat yang menimbulkan lesi-lesi di
tenggorokan, selaput lendir lain, saluran cerna dan kulit. Pada kebanyakan
kasus, gejala ini disebabkan oleh sensitasi terhadap obat-obatan, zat kimia,
radiasi yang mempengaruhi sumsum tulang dan menekan granulopoiesis.(1,4)
Agranulositosis paling sering terjadi selama tiga bulan pertama terapi
dengan insidensi sekitar 5 dari 10.000 pasien yang diobati dengan antipsikotik.
Jika pasien melaporkan adanya suatu nyeri tenggorokan atau demam, hitung
darah lengkap harus segera dilakukan untuk memeriksa kemungkinan
terjadinya agranulositosis. Jika indeks darah rendah, antipsikotik harus segera
dihentikan. Angka mortalitas dari komplikasi setinggi 30%. Purpura
trombositopenia, anemia hemolitik, atau pansitopenia kadang-kadang dapat
terjadi pada pasien yang diobati dengan antipsikotik. (1,4)
4. Efek Antikolinergik Perifer
Efek kolinergik perifer sangat sering ditemukan, terdiri dari mulut dan
hidung kering, hidung tersumbat, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin,
dan midriasis. Beberapa pasien juga mengalami mual dan muntah. Obat
antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, thioridazine, dan trifluoperazine
adalah antikolinergik yang poten.(1,4)
Mulut kering merupakan efek yang mengganggu beberapa pasien dan
dapat mempengaruhi kepatuhan terapi. Pasien dapat dianjurkan sering
membilas mulutnya dengan air dan tidak mengunyah permen karet atau
permen yang mengandung gula, karena hal tersebut dapat menyebabkan
infeksi jamur pada mulut dan peningkatan insidensi karies gigi. Konstipasi
harus diobati dengan perbanyak olahraga, cairan, diet tinggi serat, serta
preparat laksatif biasa, tetapi kondisi ini masih dapat berkembang menjadi
ileus paralitik. Pada kasus tersebut diperlukan penurunan dosis atau
penggantian dengan obat yang kurang antikolinergik. Pilocarpine mungkin
berguna pada beberapa pasien dengan retensi urin. (1,4)
5. Efek Dermatologis
Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah
kecil pasien, paling sering terjadi pada mereka yang menggunakan
antipsikotik tipikal potensi rendah, khusunya chlorpromazine. Berbagai
erupsi kulit seperti urtikaria, makulopapular, peteki, dan erupsi edematous
telah dilaporkan. Erupsi terjadi pada awal terapi, biasanya dalam minggu
pertama dan menghilang dengan spontan. Reaksi fotosensitivitas yang
menyerupai proses terbakar matahari (sunburn) yang parah juga terjadi pada
beberapa pasien yang menggunakan chlorpromazine. Pasien harus
diperingatkan tentang efek tersebut, yaitu agar tidak berada dibawah sinar
matahari lebih dari 30-60 menit, dan harus menggunakan tabir surya.
Penggunaan chlorpromazine juga disertai beberapa kasus diskolorasi biru-
kelabu pada kulit pada daerah yang terpapar dengan sinar matahari. (1,4)
6. Efek pada rangka
CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang berada dalam
keadaan spastik.(4,8,9)
7. Efek pada Endokrin
CPZ dan beberapa antipsikosis lainnya mempunyai efek samping
terhadap sistem reproduksi. Pada wanita dapat terjadi
amenorea,galaktorea,dan peningkatan libido. Sedangkan pada pria dilaporkan
adanya penurunan libido dan ginekomastia. Efek ini terjadi karena efek
sekunder dari hambatan reseptor dompamin yang menyebabkan
hiperprolaktinemia. (1,4,8,9)
8. Efek pada Mata
Chlorpromazine berhubungan dengan pigmentasi mata yang relatif
ringan, ditandai oleh deposit granular coklat keputihan yang terpusat di lensa
anterior dan kornea posterior yang dapat timbul bila pasien mengingesti 1-3 kg
chlorpromazine selama hidupnya. Deposit dapat berkembang menjadi granula
putih opak dan coklat kekuningan. Keadaan ini hampir tidak mempengaruhi
penglihatan pasien. (1,7,8,9)
B. Efek Samping Neurologis
1. Efek Epileptogenik
Pemberian antipsikotik ternyata menyebabkan perlambatan dan
peningkatan sinkronisasi EEG. Efek tersebut merupakan mekanisme
dimana antipsikotik menurunkan ambang kejang. Chlorpromazine dan
antipsikotik potensi rendah lain diperkirakan lebih epileptogenik
dibandingkan obat potensi tinggi. (1,4,5)
2. Sedasi
Sedasi terutama merupakan akibat dari penghambatan reseptor
dopamine tipe-1. Chlorpromazine adalah antipsikotik yang paling
menimbulkan sedasi. Memberikan dosis antipsikotik harian sebelum
tidur biasanya menghilangkan masalah dari sedasi, dan toleransi untuk
efek merugikan tersebut dapat terjadi. (1,4,6)
C. Sistem Susunan Saraf Pusat
1. Reaksi Ekstrapiramidal
Distonia
Gejala distonia, kontraksi abnormal berkepanjangan kelompok
otot, dapat terjadi pada individu yang rentat selama beberapa hari
pertama pengobatan. Gejala distonia meliputi : spasme otot leher,
kadang-kadang berkembang menjadi sesak tenggorokan, kesulitan
menelan, kesulitan bernapas, dan atau pembengkakan di
lidah.Sementara gejala-gejala ini dapat terjadi pada dosis rendah, efek
samping tersebut dapat terjadi lebih sering dan lebih parah dengan
potensi tinggi dan pada dosis tinggi obat antipsiotik generasi pertama.
Peningkatan risiko distonia akut diamati lebih sering terjadi pada laki-
laki dan kelompok usia muda.(1,2,3)
Kegelisahan Motorik
Gejala dapat termasuk agitasi atau jitteriness dan kadang-
kadang insomnia. Gejala ini seringkali menghilang secara spontan.
Gejala ini mungkin mirip dengan gejala neurotik atau psikotik asli.
Dosis tidak boleh ditingkatkan sampai efek samping ini telah surut.
Jika gejala ini menjadi sangat mengganggu, biasanya gejala tersebut
dikendalikan dengan pengurangan dosis atau mengubah obat yang
dikonsumsi dengan golongan lainnya. Pengobatan dengan agen anti-
parkinsonian, benzodiazepin, atau propanolol dapat membantu.(1,2,3)
Pseudo-Parkinsonisme
Gejala termasuk seperti wajah topeng, hipersalivasi, tremor,
gerakan pillrolling, cogwheel rigidity ( kekakuan yang hilang timbul ),
dan gaya berjalan seperti menyeret. Dalam kebanyakan kasus, gejala-
gejala ini mudah dikontrol apabila diberikan juga agen anti-
parkinsonism secara bersamaan. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa
agen anti Parkinson hanya boleh digunakan jika diperlukan.
Umumnya, terapi dijalankan selama 2-3 minggu dalam satu bulan.
Setelah waktu ini, pasien harus dievaluasi untuk menentukan apakah
pasien tersebut masih membutuhkan pengobatan lanjutan atau tidak.
Untuk menghindari atau mengurangi efek samping ini, kadang-kadang
dosis CPZ harus diturunkan atau dihentikan.(3,6,7)
Tardive Diskinesia
Sama seperti semua agen antipsikotik, tardive diskinesia
mungkin muncul pada beberapa pasien dengan terapi jangka panjang
atau mungkin muncul setelah terapi obat dihentikan. Sindrom ini juga
dapat muncul setelah masa pengobatan yang relative singkat pada
dosis rendah,meskipun lebih jarang. Meskipun prevalensinya cukup
tinggi pada pasien lanjut usia, terutama wanita lansia, adalah mustahil
untuk mengandalkan perkiraan prevalensi untuk memprediksi di awal
pengobatan antipsikotik pada pasien yang mungkin akan mengalami
efek samping tersebut. Gejala yang kuat dan pada beberapa pasien
tampaknya ireversibel. Sindrom ini ditandai dengan gerakan ritmik tak
terkendali pada wajah, mulut, lidah, atau rahang ( misalnya penonjolan
pada lidah, mengisap pipi, mengerutkan mulut, atau gerakan
mengunyah ). Kadang-kadang dapat diserti dengan gerakan tak
terkendali dari ekstremitas.(2,3,7)
2. Efek menurunkan fungsi kognitif
Dilobus frontal,dopamin mengontrol arus informasidari daerah lain diotak. Pada
pemakaian obat CPZ terjadi blok dopamin dilobus frontal sehingga terjadi Gangguan
dompamin diotak sehingga menyebabkan penurunan fungsi neurokognitif. Terutama
memori,perhatian,dan pemecahan masalah. (9)
BAB III
KESIMPULAN
Ada banyak antipsikotik yang dikenal di masyarakat dan juga di kalangan dunia
kedokteran. Antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala akibat gangguan mental yang
berat seperti pada pasien skizofrenia, gangguan delusional, gangguan afektif berat, dan
gangguan psikotik organik . Antipsikotik itu sendiri terbagi menjadi 2 macam, yaitu
antipsikotik tipikal dan atipikal. Obat antipsikotik tipikal yang sering digunakan salah satunya
adalah Chlorpromazine (CPZ). Chlorpromazine (CPZ) merupakan antipsikotik tipikal dari
golongan phenothiazine. Chlorpromazine atau yang sering disingkat dengan CPZ yang
dalam penggunaan klinisnya telah digambarkan sebagai kemajuan terbesar dalam perawatan
kejiwaan, yang secara dramatis mampu meningkatkan prognosis pasien di rumah sakit jiwa di
seluruh dunia.
Chlorpromazine (CPZ) adalah 2-klor N (diametil-aminopropil)-fenotiazin yang khas
untuk antipsikotik potensi rendah. Obat ini memiliki mekanisme kerja yang memblokade
dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak,khususnya di sistem limbic dan sistem
ekstrapiramidal ( dopamine D2 reseptor antagonist ) sehingga efektif untuk gejala positif
skizoprenia.
CPZ mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di mesolimbik
dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan antagonis reseptor dopamin
(ARD) . Kerja dari CPZ ini menurunkan hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik
sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata tidak hanya memblok reseptor
D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat lain seperti dijalur mesokortikal, nigrostriatal, dan
tuberoinfundibular.
Apabila CPZ memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal, dapat memperberat gejala
negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut. Jika hal ini
terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade reseptor dopamin di jalur
ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif.
Blokade reseptor D2 di nigrostriatal dapat menyebabkan timbulnya gangguan dalam
mobilitas seperti pada parkinson, bila pemakaian secara kronik dapat menyebabkan gangguan
pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari
sistem saraf ekstrapiramidal, mengontrol movements atau pergerakan.
Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular oleh CPZ menyebabkan peningkatan kadar
prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan peningkat berat badan. Fungsi normal
jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin. Pada wanita postpartum,
aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi.
CPZ selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada keempat jalur
dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor kolinergik muskarinik sehingga
timbul efek samping antikolinergik berupa mulut kering, pandangan kabur, konstipasi dan
kognitif tumpul. Reseptor histamin (H1) juga terblok sehingga timbul efek samping
mengantuk dan meningkatkan berat bdan. Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa1
adrenergik sehingga dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi
ortostatic, mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.
Kesemua sifat dan CPZ memblokade keempat jalur dopamine membuat CPZ
mempuanya beberapa efek samping :
1. Efek samping Non Neuroligis meliputi : efek pada jantung (perpanjangan interval
QT dan PR, penumpulan gelombang T, dan depresi segmen Styang bisa
menyebabkan kematian mendadak) ,hipotensi Ortostatik,efek Hematologis
(agranulositosis) ,efek anti kolinergik perifer (dari mulut dan hidung kering,
hidung tersumbat, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, dan midriasis.
Beberapa pasien juga mengalami mual dan muntah),efek dermatologis (Berbagai
erupsi kulit seperti urtikaria, makulopapular, peteki, dan erupsi edematous),efek
pada rangka (CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang berada dalam
keadaan spastik),efek pada endokrin ( Pada wanita dapat terjadi
amenorea,galaktorea,dan peningkatan libido. Sedangkan pada pria dilaporkan
adanya penurunan libido dan ginekomastia. Efek ini terjadi karena efek sekunder
dari hambatan reseptor dompamin yang menyebabkan hiperprolaktinemia),dan
efek pada mata (deposit granular coklat keputihan yang terpusat di lensa anterior
dan kornea posterior)
2. Efek samping Neurologis meliputi : efek epileptogenik (menyebabkan
perlambatan dan peningkatan sinkronisasi EEG) dan efek Sedasi
3. Efek pada sususan saraf pusat yang terjadi adalah ekstra piramidal sindrom
(Distonia,keglisahan motorik,psedou parkinsonisme,dan tardive dyskinesia),dan
penurunan fungsi kognitif.
Dikarenakan oleh banyaknya efek samping yang dapat ditimbulkan pada pasien yang
mengkonsumsi chlorpromazine, maka pemberian obat ini harus diawasi dan diatur sesuai
dengan dosis yang diperlukan oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin James and sadock, Virginia Alcott. Dopamine Receptor
Antagonists : Typical Antipsycotic. Kaplan & sadock's Synopsis of Psychiatry :
Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. 10th Edition. s.l. : Lippincott Williams &
Wilkins, 2007.
2. Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik ( Psychotropic Medication ).
Edisi Ketiga.
3. Guniswarna,Sulistai G,: Setia Budi,Rianto,; Suyatna,; Frans D,;
Purwantsyastuti,; Nafrialdi : Farmakologi Terapi Edisi 5. Jakarta : Bagian
Farmakologi-Universitas Indonesia,2000
4. Maramis,willy F ,dan maramis,albert A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2 .
Surabaya : Air Langga University press,2009
5. Sinaga Rudyanto benhard, Skizofrenia dan Diagnosa banding : Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia.2000
6. www .scribd.com [Online] http://www.sribd.com/doc/51292520/obat-
obatantipsikotik2
7. www.scibd.com [ Online] http://www.sribd.com/doc/61975557/antipiskositik-tipikal
8. Drug.com staff :
http://www.drugs.com/sfx/chlorpromazine-side-effects.html
9. Kristi Monson, PharmD.:
http://schizophrenia.emedtv.com/chlorpromazine/side-effects-ofchlorpromazine.html
Recommended