View
16
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
POTENSI TANAMAN SAGU DALAM MENDUKUNG
KETAHANAN PANGAN DI DESA TAKKALALA
KECAMATAN MALANGKE KABUPATEN
LUWU UTARA
LULUNG ASDAR
1602405061
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
2
POTENSI TANAMAN SAGU DALAM MENDUKUNG KETAHANAN
PANGAN DI DESA TAKKALALA KECAMATAN
MALANGKE KABUPATEN LUWU UTARA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Cokroaminoto Palopo
LULUNG ASDAR
1602405061
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
3
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Potensi Tanaman Sagu dalam Mendukung
Ketahanan Pangan di Desa Takkalala Kecamatan
Malangke Kabupaten Luwu Utara
Nama : Lulung Asdar
NIM : 1602405061
Program Studi : Agribisnis
Tanggal Ujian : 23 September 2020
Menyetujui,
Pembimbing II, Pembimbing I,
Dr. Hj. Marlia Muklim. M.Pd Dr. Suaedi, S.Pd., M.Si
Mengesahkan,
Ketua Program Studi Agribisnis, Dekan Fakultas Pertanian,
Abdul Rais, S.Si, M.Ling. Rahman Hairuddin, S.P., M.Si.
Tanggal: Tanggal:
4
5
6
ABSTRAK
Lulung Asdar. 2020. Potensi Tanaman Sagu dalam Mendukung Ketahanan
Pangan di Desa Takkalala Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara
(dibimbing oleh Suaedi dan Dharma Fidyansari).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman sagu dalam
mendukung ketahanan pangan. Jenis penelitian bersifat deskriptif kualitatif.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Takkalala Kecamatan Malangke Kabupaten
Luwu Utara. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode sebagai berikut: wawancara, observasi dan dokumentasi.
Populasi yang menjadi objek penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga
sebagai konsumen yang ada di Desa Takkalala Kecamatan Malangke yang
berjumlah 695, penarikan sampel ini di tarik 5% teknik pengambilan sampel
secara sengaja (Porposive sampling), sehingga jumlah sampel yang diperoleh
sebanyak 34 orang. Populasi produsen sagu basah sebanyak 2 orang. 2 orang
produsen sagu basah tersebut peneliti ambil sebagai sampel dalam penelitian.
Setelah data dikumpulkan tahap yang harus dilakukan adalah menganalisis data.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan statistik deskriptif,
yaitu teknik analisis untuk mendeskripsikan data yang telah terkumpul. Hasil
penelitian menunjukkan potensi yang dimiliki tanaman sagu didalam mendukung
ketahanan pangan di Desa Takkalala Kecamatan Malangke yaitu hasil produksi
sagu basah, frekuensi produksi sagu basah, harga sagu basah, keuntungan dalam
1x produksi, konsumsi sagu per bulan. Kendala yang dihadapi dalam produksi
sagu basah di Desa Takkalala Kecamatan Malangke yaitu akses menuju lokasi
sangat jauh dan lokasi pengambilan bahan baku sangat jauh.
Kata kunci: Potensi, tanaman sagu, ketahanan pangan
v
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. karena atas rahmat-
Nyalah sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi
Tanaman Sagu dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Desa Takkalala
Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua atas segala perhatian,
pengorbanan, kasih sayang serta doa restunya yang luar biasa buat keberhasilan
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Universitas
Cokroaminoto Palopo.
Demikian pula dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Drs. H. Hanafie Mahtika, M.S., selaku Rektor Universitas
Cokroaminoto Palopo.
2. Bapak Rahman Hairuddin, S.P., M.Si., Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Cokroaminoto Palopo.
3. Abdul Rais, S., M. Ling selaku Ketua Program Studi Agribisnis Universitas
Cokroaminoto Palopo sekaligus sebagai Pembimbing II yang selalu
memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Suaedi, S.Pd., M.Si, selaku Pembimbing I atas segala masukan
guna pengembangan isi skripsi ini.
5. Dr. Hj. Marlia Muklim. M.pd selaku Pembimbing II yang telah membina dan
memberikan dukungan.
6. Para dosen dan staf Universitas Cokroaminoto Palopo yang telah memberikan
kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan selama ini.
7. Keluarga tercinta yang telah membantu penulis dengan do’a dan dukungan
dalam berbagai hal.
8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Agribisnis Universitas Cokroaminoto
Palopo yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang secara langsung
maupun tidak langsung telah memberikan dukungan selama perkuliahan
sampai menyelesaikan skripsi.
vi
8
9. Kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebut namanya satu per satu,
terima kasih atas bantuan kalian.
Semoga arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal
ibadah bagi keluarga, bapak dan rekan-rekan sehingga memperoleh balasan yang
lebih baik dari Allah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan skripsi atau tulisan penulis berikutnya. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan
pikiran untuk perkembangan pendidikan, khususnya Agribisnis Pertanian.
Palopo, November 2020
Lulung Asdar
vii
9
RIWAYAT HIDUP
Lulung Asdar, lahir di Desa Takkalala pada tanggal 08 Agustus
1997, merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Asdar dan
Ibu Tenri Senggeng. Tahun 2004, penulis sekolah di SDN 135
Takkalala dan tamat tahun 2010. Pada tahun yang sama, masuk
di SMP Negeri 06 Takkalala dan tamat tahun 2013. Kemudian
melanjutkan sekolah di SMA Muhammadiyah Palopo dan tamat tahun 2016. Pada
bulan Agustus 2016, melanjutkan kuliah di Universitas Cokroaminoto Palopo
Program Studi Agribisnis dan lulus tahun 2020. Di akhir studi, peneliti
menyelesaikan skripsi berjudul “Potensi Tanaman Sagu dalam Mendukung
Ketahanan pangan di Desa Takkalala Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu
Utara”.
viii
10
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
SURAT KETERANGAN HASIL UJI SIMILITARY ..................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH SKRIPSI .......................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1 Kajian Teori ................................................................................... 3
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ....................................................... 8
2.3 Kerangka Pikir ............................................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 11
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ........................................................... 11
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 12
3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................... 12
3.4 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 12
3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 13
3.6 Teknik Analisis Data ..................................................................... 13
3.7 Definisi Operasional ..................................................................... 13
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 15
4.2 Pembahasan ................................................................................ 22
ix
11
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 26
5.2 Saran ............................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27
LAMPIRAN ..................................................................................................... 29
x
12
DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Produk makanan lokal yang terbuat dari sagu………………………...
Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Desa Takkalala………………………………………………………...
Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Takkalala…..
Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Takkalala…….
Identitas Responden Konsumen Sagu Menurut Umur………………..
Identitas Responden Produsen Sagu Basah Menurut Umur…………..
Identitas Responden Produsen Sagu basah Menurut Tingkat
Pendidikan…………………………………………………………….
Identitas Responden Konsumen Sagu Menurut Tingkat Pendidikan….
Identitas Responden Produsen Sagu basah Menurut Jumlah Anggota
Keluarga……………………………………………………………….
Identitas Responden Konsumen Sagu Menurut Jumlah Anggota
Keluarga……………………………………………………………….
6
16
17
18
19
19
20
21
22
22
xi
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
Kerangka Pikir......…………………………………..................................
Jenis dan Desain Penelitian……………………………………………….
10
11
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai komitmen tinggi
terhadap pembangunan ketahanan pangan. Komitmen tersebut dituangkan dalam
undang-undang Nomor 7/1996. Tentang pangan yang mengamatkan agar
pemerintah bersama masyarakat mewujudkan ketahanan pangan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Menurut undang-undang tersebut. Ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersediannya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman,
merata, beragam dan terjangkau. Pembangunan ketahanan pangan dan
kemandirian pangan lokal sebagai komponen sistem pangan nasional adalah
sangat penting (Alfons dan Rivae, 2011).
Menurut Ekafitri (2010), Indonesian merupakan salah satu Negara yang
memiliki ketahanan pangan yang kurang stabil, ketergantunga bangsa Indonesia
terhadap beras begitu tinggi, sehingga ketika kebutuhan beras dalam negeri tidak
tercukupi, Indonesi harus mengimpor beras, impor beras berisiko sangat
tinggi, karena ciri pasar besar global adalah tipis (thin market) dan sisa (residual
market) yang berdampak seringnya terjadi istablitasi suplai dan harga besar di
pasar internasional. Oleh karena itu, perlu di kurangi ketergantugan terhadap beras
melalui alternatif bahan pangan lain yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Salah
satunya mengeskplorasi potensi bahan pangan lokal Indonesia salah satu pangan
lokal yang potensial adalah sagu, pangan peganti beras ke sagu (Metroxylon sagu
Rottb) merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang paling potensial
dalam mendukung program ketahanan pangan di Indonesia.
Tanaman sagu mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan
tanaman penghasil karbohidrat lainnya yaitu pohon sagu dapat tumbuh dengan
baik pada tanah yang berawa-rawa dimana tanaman lain tidak dapat tumbuh
dengan baik, panen tidak tergantung musim, tahan dan mudah dalam
penyimpanannya, pohon sagu merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan
karena tidak membutuhkan biaya yang besar, dalam setiap musimnya tanaman
sagu mengeluarkan anakan yang akan tumbuh dan berkembang secara terus
2
menerus sehingga panen dapat berkelanjutan tanpa melakukan penanaman ulang.
Namun, untuk upaya mendukung ketahanan pangan nasional sekiranya perhatian
terhadap tanaman sagu harus lebih dilakukan misalnya dengan membudidayakan
tanaman sagu secara merata dibeberapa tempat yang potensial.
Desa takkalala desa yang berada di kecamatan malangke kabupaten luwu
utara memiliki potensi tanaman sagu yang boleh dikatakan sangat melimpah,
dimana masyarakat desa takkalala ini adalah sebagian petani sagu, oleh karena itu
dengan adanya penelitian ini mampu menjawab masalah-masalah terkait dengan
pangan, dalam upaya mendukung ketahanan pangan d Indonesia terkhusus di
Desa takkalala ke camatan malangke kabupaten luwu utara
Sagu didaerah tersebut banyak diolah masyarakat menjadi makanan
teradisional seperti ruji/dange. Ruji merupakan produk hasil dari olahan sagu yang
sangat di gemari masyarakat mereka kadang menkonsumsi setiap hari, potensi
besar sebagai jawaban tentang masalah-masalah terkait dengan pangan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana potensi tanaman sagu dalam mendukung ketahanan pangan di Desa
Takkalala Kecematan Malangke?
2. Apa saja kendala yang dihadapi produksi sagu basah?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui potensi yang dimiliki tanaman sagu di dalam mendukung
ketahanan pangan di Desa Takkalala Kecamatan Malangke.
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi produksi sagu basah Desa Takkalala
Kecamatan Malangke.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi semua pihak terkhususnya pengembangan petani
sagu.
2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitiannya.
3. Menambah pengetahuan terkait dengan tanaman sagu dan potensi-potensi yang
dimiliki.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
1. Sagu (Metroxylon Sp)
Sagu diduga berasal dari daerah Maluku dan irian, belum ada data yang
pasti yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Sagu termasuk
tumbuhan monokotil dari keluarga (famili) Palmae, Marga (genus) Metroxylon
dari ordo Spadiciflorae. Di kawasan Indo Pasifik terdapat lima marga Palma yang
zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Corypha,
Euqeissona, dan Caryota. Pohon Arenga pinnata dikenal dengan sagu aren,
kandungan seratnya sangat besar dan hampir seluruh batangnya diliputi serat
kasar. Borassus caryota dikenal dengan pohon lontar, cairannya dapat dibuat
minuman beralkohol, buahnya disebut silawan dan batangnya dijadikan kayu.
Palma sagu (Metroxylon sp.) dalam botani sagu digolongkan menjadi dua,
yaitu palma sagu yang berbunga dua kali atau lebih (pleonanthic) dan palma sagu
yang berbunga hanya sekali (hapaxanthic). Pohon sagu yang berbunga hanya satu
kali selama hidupnya mempunyai kandungan pati yang tinggi. Golongan ini
terdiri dari Metroxylon longispinum Mart, Metroxylon microcanthum Mart,
Metroxylon rumphii Mart, Metroxylon sagu Rott, dan Metroxylon sylvester Malt.
Pohon sagu yang berbunga lebih dari satu kali selama hidupnya mempunyai
kandungan karbohidrat yang rendah, sehingga kurang disukai. Jenis sagu yang
termasuk golongan ini adalah Metroxylon filare dan Metroxylon elantum.
2. Potensi Tanaman Sagu
Pengertian potensi adalah sesuatu hal yang dapat di jadikan sebagai bahan
atau sumber yang akan dikelolah baik melalui usaha yang dilakukan manusia
maupun yang dilakukan melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya
potensi dapat juga diartikan sebagai sumber daya yang ada di sekitar kita
(Kartasapoetra, 2007). Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) potensi
adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Potensi
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala kemampuan yang ada pada
tanaman sagu dalam mendukung ketahanan pangan.
4
Areal tanaman sagu di Indonesia diperkirakan 95,9 persen tersebar di
Kawasan Timur Indonesia dan 4,1 persen di Kawasan Barat Indonesia. Areal
hutan sagu di Indonesia sekitar 1,25 juta hektar dengan kepadatan anakan 1.480
per hektar yang setiap panen menghasilkan 125-140 pohon per tahun. Hutan sagu
tersebut tersebar di Papua seluas 1,2 juta hektar dan Maluku seluas 50 ribu hektar
serta 148 ribu hektar hutan sagu semi budidaya yang tersebar di Papua, Maluku,
Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Riau dan Kepulauan Mentawai
(Sumatera Barat). Dari luasan tersebut hanya sekitar 40 persen merupakan areal
penghasil pati produktif dengan produktivitas pati 7 ton per hektar per tahun,
karena banyaknya tanaman sagu yang layak panen tetapi tidak dipanen sehingga
rusak. Hasil penelitian terdahulu mengenai jenis dan ragam pohon sagu yang ada
di Indonesia (Widjono dkk, 2000).
Jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan pangan dalam
pola makanan disuatu negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari
pangan setempat atau dari pangan yang telah di tanam ditempat tersebut untuk
jangka waktu yang panjang. Disamping itu kelangkaan pangan dan kebiasaan
bekerja dari keluarga, berpengaruh pula terhadap pola makanan (Harper, et.al,
1986). Pangan telah dikelompokkan menurut berbagai cara yang berbeda dan
berikut merupakan salah satu cara pengelompokannya, Padi-padian, Akar-akaran,
umbi-umbian dan pangan berpati, Kacang-kacangan dan biji-bijian berminyak,
Sayur dan buah-buahan, Pangan hewani, Lemak dan minyak, Gula dan sirop.
3. Produk Olahan Sagu
a. Sohun
Sohun dan mie adalah produk pangan (pokok) yang dapat dibuat dari pati
sagu. Mutu pati untuk kebutuhan ini tertentu sehingga memerlukan pengadaan
yang rumit. Produksi sohun secara nasional masih relatif kecil yakni 80,000
ton/tahun. Permintaan dalam negeri terus bertambah dan luar negeri juga
meningkat. Oleh karena itu, pasar untuk sohun sangat potensial. Lebih dari itu,
kalau dapat dikembangkan sohun berbahan baku pati sagu maka persaingan
sangat kecil. Sebagai catatan, Indonesia mengimpor sohun (berbahan baku tepung
beras) dari berbagai negara (terutama China) (Bank Indonesia, 2007) dan sekarang
masih bahkan lebih besar.
5
b. Mutiara Sagu
Mutiara sagu adalah produk yang cukup popular di kawasan Asia
Tenggara, termasuk di Indonesia. Berbentuk butiran (terkadang berwarna warni)
yang banyak digunakan untuk membuat bubur, kolak dan sejenisnya. Thailand
dahulu sangat terkenal sebagai produsen sekaligus eksportir mutiara sagu, namun
sekarang mereka kesulitan bahan baku. Sebagai gantinya, mereka membuat
mutiara cassava yakni dari tepung tapioka. Kelebihan produk ini adalah mudah
dibuat dari pati basah (atau adonan). (Radley 1976 dalam Bantacut 2016). Secara
teknologi pembuatan mutiara sagu sangat mudah, tetapi untuk sepenuhnya dapat
menjadi makanan pokok perlu perbaikan tekstur, rasa dan pengembangan menu.
c. Bagea
Kue bagea berbahan sagu berasal dari daerah Maluku utara. Akan tetapi, di
Sulawesi utara, Sulawesi selatan, Maluku dan papua juga terdapat kue bagea.
Bahan utamanya masih sama, yaitu sagu. Aroma rempah juga tetap terasa pada
kue bagea dari beberapa daerah tersebut. Warnanya yang coklat muda atau coklat
tua juga menjadi kekhasan kue ini. Perbedaannya, biasanya pada bentuk dan
campuran kacang di dalam kue bagea.
Bentuknya ada yang bulat, lonjong memangjang. Sedangkan campurannya
ada yang menggunakan kacang tanah, kacang kenari, atau kacang mete.
d. Roti dan Biskuit
Pati sagu secara kimia dapat dibuat menjadi berbagai jenis roti, biskuit
dan pancake. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuat pelbagai macam
roti dan biskuit dengan hasil yang baik dan dapat diterima. Permasalahannya
adalah konsumen selalu membandingkannya dengan produk sejenis dari terigu.
Pengembangan makanan ringan dari sagu dapat menambah kegunaan hilir sagu.
Untuk itu perlu dilakukan pengenalan sehingga terbiasa dan dapat menerima
olahan produk yang terbuat dari bahan baku sagu. Di sisi lain, penelitian perlu
dilakukan untuk lebih memperbaiki tekstur serta karakter produk sehingga lebih
dekat dengan produk serupa yang dibuat dari terigu, dan dapat bersaing di pasar –
pasar dengan olahan yang lebih memiliki rasa enak dari pada produk lain seperti
pudding dan bahan dasar pembuatan jelly dari sagu. Produk jenis makanan lokal
yang dibuat dari sagu antara lain sebagai berikut:
6
Tabel 1. Produk makanan lokal yang terbuat dari sagu
Jenis dan Fungsi
Makanan
Asal Daerah Cara Pembuatan
Papeda Maluku dan
Papua
Aci sagu diaduk dalam air dingin sehingga
membentuk suspense kemudian disiram air panas
hingga mengental dan warna berubah.
Pengadukan dihentikan jika warna sudah merata.
Kapurung Sulawesi Selatan Aci diaduk dalam air dingin kemudian
dikentalkan dengan air panas. Pasta dibentuk
menjadi bulatan kecil dengan sumpit bambu
dengan cara memutar pasta. Pasta dicampur
dengan lauk berupa ikan, udang dan sayuran
Sagu lempeng
Papua dan
Maluku
Bongkahan aci digosok-gosok di atas ayakan.
Hasil ayakan bongkahan tersebut diayak lagi
untuk mendapatkan aci remah dan halus yang siap
dimasak. Aci dimasak dengan menggunakan
disebut forna (alat memasak di Maluku). Sagu
remah dimasukkan ke dalam forna yang
sebelumnya sudah dipanaskan, kemudian ditutup
daun pisang dan ditindih dengan papan pemberat
selama 15−20 menit sampai aci di dalamnya
masak.
Buburnee Maluku Aci sagu basah dibuat menjadi remah dan halus
seperti pada pembuatan sagu lempeng, kemudian
dibuat butiran-butiran dengan menggoyang-
goyangkan aci di atas tampah atau kantong kain.
Butiran-butiran aci tersebut disangrai di atas kuali
sampai berwarna putih kekuning-kuningan atau
agak kecokelatasn
Bagea Maluku dan
Sulawesi
Aci sagu dibungkus dengan daun pisang atau
daun sagu lalu dipanaskan di dalam belanga.
Untuk menambah nilai gizinya, aci sagu dicampur
dengan telur, kenari, dan garam
Ongol-ongol Maluku, Papua,
Sulawesi, dan
Jawa Barat
Cara pembuatannya hampir sama dengan papeda,
tetapi pada pembuatan ongol-ongol dicampur
dengan gula merah
Sumber : Haryanto dan Pangloli (1992).
4. Ketahanan Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku
Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2012).
7
Karsin (2004), pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial
bagi manusianuntuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai
sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi
landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang
siklus kehidupan. Janin dalam kandungan, bayi, balita, anak, remaja, dewasa
maupun usia lanjut membutuhkan makanan yang sesuai dengan syarat gizi untuk
mempertahankan hidup, tumbuh dan berkembang, serta mencapai prestasi kerja.
Ada beberapa hal penting dalam mengatasi permasalahan pangan di Indonesia
(Purwaningsih:2008:3) yaitu :
a. Ketersediaan pangan
Negara berkewajiban untuk menjamin ketersediaan pangan dalam jumlah
yang cukup (selain terjamin mutunya) bagi setiap warga negara, karena pada
dasarnya setiap warga negara berhak atas pangan bagi keberlangsungan hidupnya.
Penyediaan pangan dalam 11 negeri harus diupayakan melalui produksi dalam
negeri dari tahun ke tahun meningkat seiring dengan adanya pertumbuhan
penduduk.
b. Kemandirian pangan
Kemandirian pangan suatu negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya
merupakan indikator penting yang harus diperhatikan, karena negara yang
berdaulat penuh adalah yang tidak tergantung (dalam bidang politik, keamanan,
ekonomi, dan sebagainya) pada negara lain.
c. Keterjangkauan pangan
Keterjangkauan pangan atau aksesibilitas masyarakat rumah tangga
terhadap bahan sangat ditentukan oleh daya beli, dan daya beli ini ditentukan oleh
besarnya pendapatan dan harga komditas pangan.
d. Konsumsi pangan
Konsumsi pangan berkaitan dengan gizi yang cukup dan seimbang.
Tingkat danpola konsumsi pangan dan gizi dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi,sosial, dan budaya setempat.
8
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
1. Parama, T. W. Indrianti, N. Ekafitri, R. 2013. Potensi Tanaman Sagu
(Metroxylon sp.) dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan potensi sagu dan diversifikasi
olahan sagu, baik berupa olahan pangan maupun olahan non-pangan sehingga
dapat menjadi acuan dalam mengeksplorasi bahan pangan sagu. Hasil penelitian
ini Sagu dapat diolah menjadi panganan tradisional, tepung sagu dan turunannya
seperti tepung sagu termodifikasi dan mi sagu, serta pati sagu dan turunannya
seperti edible film, makanan pendamping ASI, dan sohun. Sedangkan untuk
kebutuhan non-pangan, sagu dapat dimanfaatkan menjadi bioethanol dan Protein
Sel Tunggal. Untuk meningkatkan diversifikasi produk berbasis sagu dan
turunannya maka perlu dilengkapi dengan kajian ekonomi, dukungan dan
kebijakan pemerintah baik dari sisi ketersediaan maupun kemudahan akses para
pelaku usaha komoditas sagu.
2. Haryanto, B. Mubekti dan Putranto,A. T. 2015. Potensi dan Pemanfaatan Pati
Sagu dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten Sorong Selatan
Papua Barat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan pemanfaatan sagu di
Kabupaten Sorong Selatan. Metodologi yang digunakan adalah pemetaan dengan
citra satelit dan survei lapangan. Potensi sagu dihitung menggunakan persamaan
Yumte. Hasil pemetaan area potensi sagu mencapai 311,5 ribu ha dan tersebar di 8
distrik dengan potensi pati sagu sebesar 2,9 juta ton. Areal sagu terluas terdapat di
distrik Kais sebesar 63,8 ribu ha, Kokoda 61,3 ribu ha, Inanwatan 55,5 ribu ha,
Saefi 39,6 ribu ha dan Kokoda utara 34,5 ribu ha. Kerapatan pohon sagu masa
tebang setiap ha mencapai 67 pohon dan diameter rata-rata 41,2 cm dengan tinggi
pohon 9,9 m. Estimasi produksi sagu mencapai 9,7 ton per ha. Usulan untuk
membuka pasaran pati sagu salah satu strarteginya adalah setiap pegawai negeri
sipil di Kabupaten Sorong Selatan mendapatkan jatah sagu setiap bulannya
sebesar 10 kg sebagai bentuk implementasi penggunaan bahan baku lokal dalam
mendukung ketahanan pangan. Pemanfaatan potensi sagu ini bila dapat diterapkan
di lapangan akan membuka kegiatan ekonomi dan mendukung ketahanan pangan
di wilayah Sorong Selatan.
9
3. Widodo, B. M. 2016. Kajian Pengolahan Pati Sagu (Metroxylon Sago R)
Terhadap Daya Cerna Pati, Kadar Pati dan Kadar Air Pada Olahannya
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengolahan pati sagu terhadap daya
cerna pati, kadar pati dan kadar air pada produk olahan berbasis sagu. Rancangan
percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL (Rancangan Acak
Lengkap) 2 faktor, 6 perlakuan.Variasi perlakuan S1A1 (mie kering sagu tidak
disangrai), S2A1 (mie kering sagu sangrai), S1A2 (beras analog sagu tidak
disangrai), S2A2 (beras analog sagu sangrai), S1A3 (bubur instan sagu tidak
disangrai), S2A3 (bubur instan sagu sangrai), setiap perlakuan dilakukan 3 kali
ulangan.Apabila ada pengaruh nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji BNJ
(Beda Nyata Jujur) pada taraf 5%. Berdasarkan hasil penelitian pengolahan pati
sagu (pati sagu tidak disangrai dan pati sagu sangrai) tidak berpengaruh nyata
terhadap daya cerna pati dan kadar air, tetapi berpengaruh terhadap kadar pati.
Jenis pengolahan produk (mie kering, beras analog dan bubur instan) berpengaruh
nyata terhadap daya cerna pati, kadar pati dan kadar air. Interaksi pengolahan sagu
dan jenis produk olahan tidak berpengaruh terhadap daya cerna pati, tetapi
berpengaruh terhadap kadar pati dan kadar air. Proses pengolahan pati sagu
sangrai lebih cocok pada pengaplikasian bubur instan karena memiliki nilai rerata
perlakuan terendah terhadap daya cerna pati (75.69%) dan kadar air (6.16%),
sedangkan pati sagu tidak disangrai lebih cocok pada pengaplikasian beras analog
karena memiliki nilai rerata kadar pati yang tinggi (67.49%).
2.3 Kerangka Pikir
Desa Takkalala merupakan salah satu tempat yang didalam kawasannya
terdapat tanaman sagu yang cukup melimpah, sagu kerap diolah menjadi tepung
sagu yang kemudian dibuat menjadi makanan tradisional khas sulawesi selatan.
Sagu merupakan salah satu jenis sumper makanan yang diminati oleh masyarakat
Desa Takkalala memanfaatkan tanaman sagu sebagai makanan alternatif
pengganti beras yang dikarenakan oleh karena kemelimpahan tanaman sagu di
Daerah tersebut. Oleh karena itu peneliti mencoba mencari tahu apakah sagu
layak atau berpotensi sebagai pangan pengganti beras dalam upaya membangun
ketahanan pangan.
10
Gambar 1. Kerangka pikir
Sagu ( Metroxylon Sp)
Kendala
pengolahan Ketersediaan tanaman
sagu
Potensi sagu untuk
pangan
Desa Takkalala Kecamatan
Malangke
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang berusaha
menggambarkan atau melukiskan obyek yang diteliti berdasarkan fakta yang ada
dilapangan terkait dengan tanaman sagu didalam membagun ketahanan pangan di
Desa Takkalala Kecamatan Malangke.
Gambar 2. Jenis dan Desain Penelitian
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Takkalala Kecamatan Malangke.
Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan Januari sampai dengan
Februari 2020.
Petani Sagu
Teknik Analisis
Data
Wawancara
Kuesioner
Dokumentasi
Data Jumlah Petani
Data
1. Umur
2. Anggota Keluarga
3. Minat olahan sagu
Menggali Informasi tentang
potensi yang di miliki
tanaman sagu
Analisis Deskriptif
Potensi
tanaman
Ketersediaan
tanaman sagu
12
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian, Populasi yang menjadi
objek penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga sebagai konsumen yang ada
di Desa Takkalala Kecamatan Malangke yang berjumlah 695, penarikan sampel
ini di tarik 5% teknik pengambilan sampel secara sengaja (Porposive sampling),
sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 34 orang. Penarikan sampel ini
dilakukan pertimbangan apabila subjek kurang dari 100 lebih baik populasi
diambil semua sebagai sampel tetapi kalau lebih dari 100 orang maka diambil 5%-
10% atau 20-25% atau lebih.
Populasi produsen sagu basah sebanyak 2 orang. 2 orang produsen sagu
basah tersebut peneliti ambil sebagai sampel dalam penelitian.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber aslinya dengan turun langsung ke lapangan untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari data yang sudah ada sebelumnya data yang diperoleh/ dikumpulkan
dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai
instansi lain biasanya sumber tidak langsung berupa data dokumentasi dan arsip-
arsip resmi.
Dalam penelitian ini menggunakan jenis data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh secara langsung dari petani sagu yang berlokasi di Desa
Takkalala Kecamatan Malangke melalui proses wawancara dengan responden
mengunakan daftar pertanyaan (kuesioner) sebagai alat bantu. Data sekunder di
peroleh dari studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian yang
bersumber dari laporan, jurnal ilmiah, skripsi, dan instansi terkait seperti Badan
Pusat Statistik, data direktorat jendral perkebunan dan penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian ini yang dapat di pertanggung jawabkan.
13
3.5 Teknik Pengumpulan Data
1. Interview/wawancara adalah mencari data dengan mengajukan pertanyaan
kepada responden. Dalam pelaksanaan penelitian, penulis melakukan
wawancara kepada pihak-pihak yang terkait yaitu masyarakat dan petani sagu .
2. Dokumentasi Menurut Arikunto (2006 ) metode dokumentasi merupakan suatu
cara untuk memperoleh data atau informasi mengenai berbagai hal yang ada
kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali laporan-laporan
tertulis baik berupa angka ataupun keterangan (tulisan atau papan, tempat dan
orang). Pada penelitian ini metode dokumentasi dipakai untuk mengetahui
profil petani sagu. Selain data-data laporan tertulis, untuk penelitian juga digali
berbagai data informasi dan referensi dari berbagai sumber pustaka, media
masa dan internet.
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif, suatu
penelitian kualitatif berguna untuk mengembangkan teori yang telah dibangun
dari data yang sudah didapatkan di lapangan. Metode penelitian kualitatif pada
tahapawalnya peneliti melakukan penjelajahan, kemudian dilakukan pengumpulan
data sampai mendalam, mulai dari observasi hingga penyusunan laporan terkait
dengan potensi yang dimiliki tanaman sagu untuk dimanfaatkan sebagai pangan
dalam upaya membangun ketahanan pangan di Desa Takkalala.
Cara mengampil sampel yaitu memberikan sebuah kouisenr dalam bentuk
pertanyaan lalu responden mengisi pertanyaan dengan benar.
3.7 Defenisi Operasional
1. Potensi sagu adalah sebuah kemampuan dasar yang dimiliki yang masih bisa
berkembang.
2. Produk olahan sagu adalah suatu hasil dari pemanfaatan tanaman sagu, yaitu
dange yang merupakan salah satu produk dari sagu yang dikeringkan dan
biasanya dimakan sebagai pengganti beras.
3. Ketahanan pangan merupakan kemampuan memiliki sejumlah pangan yang
cukup untuk kebutuhan dasar
14
4. Ketersedian tanaman sagu dengan adanya tanama sagu masyrakat dapat
mengelolah dan mengkonsumsi sagu menjadi salah satu makanan pokok
smasyarakat, terutama masyarakat malangke.
15
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Keadaan Geografis
Penelitian ini dilakukan di Desa Takkalala Kecamatan Malangke
Kabupaten Luwu Utara. Desa Takkalala terdiri dari 3 dusun, yaitu Dusun
Rampoang, Dusun Takkala dan Dusun Pamambong. Secara administratif letak
Desa Takkalala disebelah Utara berbatasan dengan Desa Makitta, sebelah Barat
berbatasan dengan Desa Pamombong, sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk
Bone dan disebelah Timur berbatasan dengan Desa Malangke.
Berdasarkan letaknya, Desa Takkalala merupakan salah satu desa yang
mempunyai potensi lahan pertanian yang luas. Adanya jalan yang baik merupakan
keuntungan tersendiri bagi penduduk Desa Takkalala khususnya dibidang
transportasi. Terdapatnya jalan aspal ini memungkinkan mobilitas penduduk akan
semakin tinggi, juga memudahkan hubungan dengan pihak luar khususnya
instansi-instansi pemerintah dan pihak swasta yang berkepentingan dalam hal
pengembangan pedesaan.
b. Keadaan Penduduk
Penduduk adalah kelompok orang yang bertempat tinggal pada suatu
tempat yang memiliki aturan yang mengikat sehingga dapat hidup berdampingan
secara utuh dan diatur oleh kaidah yang berlaku di daerah tersebut. kegiatan
penduduk sangat dipengaruhi oleh mobilitas penduduk itu sendiri seperti
kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah
lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
komposisi penduduk dalam suatu wilayah. Keadaan penduduk dapat ditinjau dari
berbagai aspek dan sudut pandang seperti berdasarkan tingkat umur dan jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan mata pencaharian penduduk.
1) Keadaan Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Klasifikasi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin secara
garis besar dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu anak-anak, remaja dan
dewasa serta kelompok penduduk laki-laki dan perempuan.
16
Jumlah penduduk di Desa Takkalala 1.005 jiwa terbagi atas 506 jiwa
penduduk laki-laki dan penduduk perempuan sebanyak 499 jiwa yang terdiri atas
216 rumah tangga dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4
orang. Jumlah penduduk di Desa Takkalala yang diklasifikasikan menurut
kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Desa
Takkalala
No Umur
(Tahun)
Jenis Kelamin Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%) Laki-
laki Perempuan
1 0 – 14 101 92 193 19,20
2 15 – 64 328 311 639 63,58
3 ≥ 65 77 96 173 17,21
Jumlah 506 499 1.005 100,00
Sumber: Kantor Desa Takkalala (2020)
Data pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat di Desa Takkalala tergolong ke dalam kelompok umur yang masih
produktif dengan jumlah yang cukup besar mencapai 63,58%. Hal ini
mengindikasikan bahwa di Desa Takkalala tersedia tenaga kerja yang produktif
dalam jumlah yang relatif besar sebagai penopang keberlangsungan industri di
daerah setempat dan sekitarnya dalam rangka peningkatan tingkat ekonomi di
daerah tersebut.
2) Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Di samping itu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
memudahkan penduduk dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup, sehingga
taraf hidupnya selalu meningkat. Sebaliknya, tingkat pendidikan yang rendah
dapat menyebabkan lambannya kenaikan taraf hidup dan akibatnya kemajuan
menjadi terhambat.
Menurut tingkat pendidikannya, penduduk dapat dikelompokkan menjadi
penduduk yang buta huruf dan yang melek huruf. Penduduk yang melek huruf
dapat dikelompokkan lagi menurut tingkat pendidikannya, seperti kelompok tidak
sekolah, tidak tamat Sekolah Dasar, tamat Sekolah Dasar, tamat Sekolah
Menengah Pertama, tamat Sekolah Menengah Atas, tamat Akademi/Perguruan
17
Tinggi dan lain-lain. Jumlah penduduk di Desa Takkalala yang diklasifikasi
menurut tingkat pendidikan yang telah dilaluinya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Takkalala
No Tingkat Pendidikan Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%)
1 Belum Sekolah 45 4,48
2 Tidak pernah sekolah 7 0,70
3 Tamat SD 129 12,84
4 Tamat SLTP 292 29,05
5 Tamat SLTA 515 51,24
6 Diploma 5 0,50
7 S1 12 1,19
Jumlah 1.005 100,00
Sumber: Kantor Desa Takkalala (2020)
Data pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat di Desa Takkalala hanya menyelesaikan pendidikannya sampai
Tingkat Sekolah Lanjutan Menengah Atas (SMA) dan sangat jarang dari
penduduk di Desa Takkalala yang melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi.
Hal tersebut dikarenakan setelah menyelesaikan pendidikan ditingkatan Sekolah
Menengah Atas (SMA) para penduduk yang masih tergolong dalam umur yang
produktif tersebut disibukkan dengan rutinitas mencari pekerjaan dalam rangka
meningkatkan kualitas perekonomian mereka. Disamping itu, secara umum
penduduk di Desa Takkalala telah memiliki kesadaran akan pentingnya
pendidikan, hal itu terlihat bahwa responden mempunyai tingkat pendidikan yang
cukup baik yaitu tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), walaupun sarana dan
prasarana pendidikan formal khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak
tersedia di Desa Takkalala.
3) Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian
Analisis jumlah penduduk menurut mata pencaharian adalah penduduk
yang dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan pekerjaan atau mata
pencahariannya, seperti petani, nelayan, pengusaha besar atau sedang, pengrajin
atau industri kecil, buruh industri, buruh bangunan, buruh pertambangan, buruh
perkebunan, pedagang, pengangkutan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI,
pensiunan baik pegawai negeri maupun ABRI, peternak dan lain-lain. Struktur
penduduk menurut mata pencaharian berkaitan dengan distribusi atau penyebaran
18
tenaga kerja, penyediaan lapangan pekerjaan, serta penyediaan fasilitas yang dapat
memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis-jenis mata pencaharian di wilayah
tersebut. Jumlah penduduk di Desa Takkalala yang diklasifikasi menurut mata
pencahariannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Takkalala
No Mata Pencaharian Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%)
1 Petani 482 84,12
2 PNS 18 3,14
3 Wiraswasta 29 5,06
4 Karyawan Swasta 37 6,46
5 Honorer 7 1,22
Jumlah 573 100,00
Sumber: Kantor Desa Takkalala (2020)
Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa mata pencaharian yang
sebagian besar digeluti oleh penduduk di Desa Takkalala adalah sebagai petani.
Hal tersebut dikarenakan sebagian besar wilayah di Desa Takkalala merupakan
lahan pertanian yang subur yang sangat cocok untuk mengembangkan usaha di
bidang pertanian.
2. Identitas Responden
Identitas responden memberikan gambaran tentang keadaan responden
produsen sagu basah dan konsumen sagu. Identitas responden pada penelitian
ditinjau dari berbagai aspek antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan dan
jumlah anggota keluarga.
a. Umur Responden
Umur merupakan suatu tolak ukur dalam kehidupan seseorang yang diukur
setiap tahun sejak dari tahun lahir sampai dengan sekarang, maka dengan itu umur
sangat mempengaruhi kemampuan seseorang baik dari segi kemampuan fisik, dan
cara berfikir. Semakin muda umur seorang produsen sagu basah, maka dengan
sangat mudah menerima informasi serta penggunaan teknologi dalam bidang
pertanian dibandingkan dengan produsen sagu basah yang sudah berumur tua
yang nyatanya sudah sulit berinteraksi baik dari segi pendengaran, penglihatan
sehingga dapat mempengaruhi cara berfikir dan kemampuan untuk bekerja.
19
Sebaran responden produsen sagu basah menurut umur dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5. Identitas Responden Produsen Sagu Basah Menurut Umur
No Umur
(Tahun)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1 15-29 0 0
2 30-44 0 0
3 45-59 2 100
4 ≥ 60 0 0
Jumlah 2 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa semua responden
(100%) berusia antara 45-59 tahun.
Adapun sebaran responden konsumen sagu menurut umur dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 6. Identitas Responden Konsumen Sagu Menurut Umur
No Umur
(Tahun)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1 15-29 1 2,9
2 30-44 18 53,0
3 45-59 13 38,2
4 ≥ 60 2 5,9
Jumlah 34 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang
berumur antara 15-29 tahun berjumlah 1 orang atau 2,9% dari seluruh jumlah
responden, responden yang berumur antara 30-44 tahun berjumlah 18 orang atau
53% dari seluruh jumlah responden, responden yang berumur antara 45-59 tahun
berjumlah 13 orang atau 38,2% dari seluruh jumlah responden dan responden
yang berumur 60 tahun ke atas berjumlah 2 orang atau 5,9% dari seluruh jumlah
responden.
b. Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin produsen sagu basah secara tidak langsung dapat
mempengaruhi usaha yang dikelolahnya. Produsen sagu basah dengan jenis
kelamin perempuan cenderung kurang maksimal dalam melakukan kegiatan
usahanya karena kemampuan fisik perempuan lebih rendah dibandingkan laki-
20
laki. Produsen sagu basah dengan jenis kelamin perempuan dapat dikatakan
kurang efisien dalam penggunaan faktor produksi dibandingkan dengan produsen
sagu basah yang berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
dilihat bahwa responden produsen sagu basah yang berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 2 orang atau 100% dari seluruh jumlah responden dan responden yang
berjenis kelamin perempuan tidak ada atau 0% dari seluruh jumlah responden. Hal
tersebut menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini didominasi oleh laki-
laki, disebabkan karena kegiatan usaha produksi sagu basah lebih banyak
membutuhkan tenaga laki-laki serta kemampuan fisik laki-laki lebih kuat
dibandingkan dengan perempuan.
Adapun data responden konsumen sagu menunjukkan bahwa semua
responden sebanyak 34 orang (100%) berjenis kelamin perempuan.
c. Pendidikan Responden
Ilmu pengetahuan sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.
Pendidikan yang relatif lebih tinggi menyebabkan produsen sagu basah lebih
mudah untuk berfikir serta mampu untuk mengimplementasikan teori langsung
kelapangan. Tingkat pendidikan yang diperoleh produsen sagu basah berasal dari
dua sumber, yaitu pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal adalah
pendidikan yang pernah ditempuh mulai dari tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan informal adalah pengetahuan yang
diperoleh produsen sagu basah tanpa melalui sekolah.
Sebaran responden produsen sagu basah berdasarkan tingkat pendidikan
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Identitas Responden Produsen Sagu basah Menurut Tingkat Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1 SD 2 100
2 SMP 0 0
3 SMA 0 0
Jumlah 2 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa responden
produsen sagu basah yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD) berjumlah 2 orang
atau 100% dari seluruh jumlah responden, responden yang berpendidikan Sekolah
21
Menengah Pertama (SMP) tidak ada atau 0% dari seluruh jumlah responden dan
responden yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak ada atau 0%
dari seluruh jumlah responden.
Adapun sebaran responden konsumen sagu berdasarkan tingkat pendidikan
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Identitas Responden Konsumen Sagu Menurut Tingkat Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1 SD 21 61,8
2 SMP 3 8,8
3 SMA 8 23,5
4 S1 2 5,9
Jumlah 34 100
Sumber: Data Primer Diolah (2020)
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa responden
konsumen sagu yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD) berjumlah 21 orang atau
61,8% dari seluruh jumlah responden, responden yang berpendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) berjumlah 3 orang atau 8,8% dari seluruh jumlah
responden, responden yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
berjumlah 8 orang atau 23,5% dari seluruh jumlah responden dan responden yang
berpendidikan Sarjana berjumlah 2 orang atau 5,9% dari seluruh jumlah
responden.
d. Jumlah Anggota Keluarga Responden
Produsen sagu basah sebagai kepala keluarga merupakan orang yang
bertanggung jawab dalam membiayai kehidupan semua anggota keluarga dalam
rumah tangga. Jumlah anggota keluarga tentunya akan mempengaruhi pendapatan
produsen sagu basah. Semakin besar jumlah tanggungan keluarga produsen sagu
basah akan termotivasi untuk bekerja memperoleh pendapatan yang besar agar
dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sebaran responden produsen sagu basah berdasarkan jumlah anggota
keluarga dapat dilihat pada tabel berikut:
22
Tabel 9. Identitas Responden Produsen Sagu basah Menurut Jumlah Anggota
Keluarga
No Anggota Keluarga
(Orang)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1 1-4 0 0
2 5-8 2 100
Jumlah 2 100
Sumber: Data primer setelah diolah (2020)
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang
memiliki tanggungan dalam keluarga antara 1-4 orang tidak ada atau 0% dari
seluruh jumlah responden dan responden yang memiliki tanggungan dalam
keluarga 5-8 orang berjumlah 2 orang atau 100% dari seluruh jumlah responden.
Hal tersebut menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini memiliki
tanggungan dalam keluarga sebanyak 5-8 orang yang berarti responden produsen
sagu basah harus bekerja keras untuk menghidupi atau membiayai 5-8 orang yang
termasuk dalam tanggungan keluarga. Disamping itu, banyaknya anggota
keluarga bisa menjadi tambahan tenaga kerja dalam usaha yang dikelola.
Adapun sebaran responden konsumen sagu berdasarkan jumlah anggota
keluarga dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Identitas Responden Konsumen Sagu Menurut Jumlah Anggota
Keluarga
No Anggota Keluarga
(Orang)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1 1-3 8 23,5
2 4-6 23 67,7
3 7-9 3 8,8
Jumlah 34 100
Sumber: Data primer setelah diolah (2020)
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang
memiliki tanggungan dalam keluarga antara 1-3 orang berjumlah 8 orang atau
23,5% dari seluruh jumlah responden, responden yang memiliki tanggungan
dalam keluarga 4-6 orang berjumlah 23 orang atau 67,7% dari seluruh jumlah
responden dan responden yang memiliki tanggungan dalam keluarga 7-9 orang
berjumlah 3 orang atau 8,8% dari seluruh jumlah responden.
23
3. Potensi tanaman sagu dalam mendukung ketahanan pangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi sagu basah produsen sagu
tiap kali produksi sebanyak 20 karung dan sebanyak 35 karung. Produksi sagu
basah dapat dilakukan 2x dalam sebulan. Harga sagu basah per karung sebesar
Rp 130.000. adapun keuntungan yang diperoleh produsen sagu basah yaitu
sebesar Rp 2.100.000 dan Rp 3.750.000 setiap kali produksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi sagu konsumen per bulan
antara 1-2 kg berjumlah 28 orang (82,4%) dan konsumsi sagu per bulan antara 3-4
kg berjumlah 6 orang (17,6%). Semua responden sebanyak 34 orang menyatakan
bahwa olahan sagu dapat mendukung ketahanan pangan. Selain itu juga mereka
menyatakan bahwa olahan sagu dapat dijadikan sebagai pengganti beras.
4. Kendala yang dihadapi produksi sagu basah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala yang dihadapi dalam
produksi sagu basah yaitu akses menuju lokasi sangat jauh dan lokasi
pengambilan bahan baku sangat jauh, tidak adanya pemanfaatan limbah dan
pengolahan.
4.2 Pembahasan
Sagu merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang sangat
potensial dalam mendukung program ketahanan pangan (Tarigans, 2011). Potensi
yang dimiliki tanaman sagu didalam mendukung ketahanan pangan di Desa
Takkalala Kecamatan Malangke yaitu hasil produksi sagu basah, frekuensi
produksi sagu basah, harga sagu basah, keuntungan dalam 1x produksi, konsumsi
sagu per bulan.
Desa Takkalala merupakan salah satu desa di Kecamatan Malangke yang
memiliki potensi sebagai habitat tanaman rumbia, ternyata dapat memberikan
keuntungan tersendiri untuk kemandirian ekonomi bagi masyarakat di desa
tersebut, buktinya batang rumbia yang muda banyak ditemukan di area rawa ini
dapat menjadi sumber peningkatan pendapatan tetap bagi masyarakat tersebut.
Sagu merupakan salah satu potensi yang dimiliki daerah ini, sedangkan potensi
lain juga masih banyak dalam mendukung kemandirian pangan daerah tersebut.
Pertumbuhan usaha sagu di Desa Takkalala sangat berjalan pesat, terutama pada
daerah pinggiran maupun aliran sungai (DAS). Banyak masyarakat di Desa
24
Takkalala mengolah sagunya secara alami. Selain untuk kebutuhan sehari-hari
(sendiri) juga bisa dibuat kue tradisonal yang dibuat pada hari-hari besar Islam
dan diperjual-belikan.
Sagu basah adalah produk sagu yang dijajakan dalam kondisi masih basah
dan produk ini merupakan bahan setengah jadi. Umumnya produk dari olahan
sagu dijual oleh pengolah sagu dalam bentuk sagu basah. Pengolah sagu sebagai
produsen utama dalam usaha sagu ini. Sagu basah merupakan produk yang sudah
dikenal oleh masyarakat dari hasil olahan tanaman sagu sebelum diolah menjadi
makanan pokok lainnya.
Hasil produksi sagu basah sebanyak 20-35 karung. Olahan sagu basah
dikemas dalam bentuk karung yang berisi 50 kg, setelah sampai ke pengepul besar
sagu dikemas ulang dengan berat 15 kg di dalam anyaman daun yang dikenal oleh
masyarakat sekitar secara turun temurun dengan nama tumang. Jika dikonversikan
ke dalam satuan kg, maka hasil produksi sagu basah dalam 1x produksi adalah
1.000 kg – 1.750 kg. Hasil frekuensi produksi sagu basah sebanyak 2x dalam
sebulan. Sehingga hasil produksi sagu basah yang diperoleh antara 2.000 kg –
3.500 kg.
Harga sagu basah per karung sebesar Rp 130.000. jika diestimasikan ke
dalam rupiah, maka hasil produksi sagu basah per bulan antara 40-70 kg dapat
menghasilkan pendapatan sebesar Rp 5.200.000 – Rp 9.100.000. hal ini tentu
berdampak terhadap pendapatan pengolah sagu yang secara tidak langsung dapat
meningkatkan tingkat ekonomi mereka. Dengan kata lain, bahwa dengan
mengusahakan sagu basah maka menjadikan sagu tersebut sebagai pendukung
ketahanan pangan di Desa Takkalala.
Dari segi konsumsi rumah tangga terhadap produk sagu diperoleh hasil
konsumsi sagu per bulan antara 1-4 kg. Hal ini menunjukkan bahwa sagu dapat
menjadi bahan pengganti makanan pokok (beras) yang dapat dikonsumsi sehari-
hari sehingga dapat mendukung ketahanan pangan nasional. Selain itu, sagu
berpotensi sebagai substitusi bahan baku pembuatan kue, mie, makanan penyedap,
berbagai jenis minuman, perekat, industri farmasi, biodegradable plastic dan
sumber bahan baku etanol.
25
Sagu sebagai makanan pokok terbukti menjadi penghasil karbohidrat yang
dapat memberikan daya hidup sebagian penduduk. Jadi sagu telah menjadi sumber
karbohidrat alternatif penunjang ketahanan pangan. Mekanisasi pertanian secara
umum serta alat dan mesin pertanian secara khusus memiliki peran dan potensi
yang sangat strategis karena kontribusinya dalam meningkatkan efisiensi dan
produktivitas sumberdaya dalam rangka menunjang ketahanan pangan, dan
meningkatkan kualitas melalui pengolahan dan diversivikasi produk yang
menghasilkan nilai tambah dalam mendukung program pengembangan ekonomi
masyarakat petani sagu.
Kendala yang dihadapi dalam produksi sagu basah yaitu akses menuju
lokasi dan lokasi pengambilan bahan baku sangat jauh. Masalah utama yang
dihadapi dalam pemanfaatan sagu adalah lokasi hutan sagu yang jauh dari
infrastruktur dan tidak tersedianya alat dan mesin untuk pengolahan, sehingga
pengolahan masih dilakukan secara tradisional dengan kapasitas olahan rendah.
Pengelolaan yang masih dilakukan secara tradisional mengakibatkan
perekonomian masyarakat petani sagu tidak kunjung membaik.
Selain faktor lokasi, kendala lain yang masih dihadapi dalam
mengembangkan usaha sagu di Desa Takkalala adalah masih tergolong usaha
individu. Oleh karena itu, pendirian industri rumahan diharapkan sesama pengolah
sagu bisa saling bekerja sama dan dapat menciptakan lapangan kerja di Desa
Takkalala terutama untuk kaum perempuan. Untuk mendirikan industri rumahan
diperlukan tempat yang luas sebagai lokasi produksi. Kendala dari segi produk
(product), saat ini hasil olahan sagu yang dipasarkan masih dalam bentuk sagu
basah yang dikemas dengan menggunakan anyaman daun atau tumang. Sagu
basah sangat rentan terhadap kerusakan apabila disimpan dalam waktu yang
cukup lama. Kemudian untuk pembuatan tepung sagu diperlukan alat-alat
mekanis dan bahan baku yang banyak untuk mempertinggi efisiensi hasil, waktu
dan biaya. Mendapatkan alat-alat mekanis tersebut diperlukan modal yang besar.
Kendala dari segi harga (price), harga masih ditentukan oleh pembeli yaitu
pengepul besar. Kendala dari segi tempat (place), belum ada lokasi produksi
untuk menyatukan para pengolah sagu. Kemudian saluran distribusi yang pendek
mengakibatkan margin masih ada ditangan pengepul. Kendala dari segi promosi
26
(promotion), pameran jarang dilakukan dan pengolah sagu tidak mengetahui
teknik penjualan secara online. Kendala dari segi orang (people), pengolah sagu
tidak mengetahui peranan people untuk terjun ke pasar yang lebih besar. Kendala
tersebut dapat di atasi, jika mendapat dukungan dan bantuan dari lembaga,
organisasi maupun pemerintah setempat yang membawahi industri rumahan ini.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Alfons (2011) yang berjudul
Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan
Iklim. Hasil penelitian Alfons (2011) menunjukkan bahwa potensi lahan sagu di
Maluku cukup luas, demikian pula dengan potensi produksinya cukup tinggi (30
t/ha/th), jauh melebihi sumber pangan lainnya (padi, jagung, dan kentang).
Tepung sagu dan produk olahannya dapat dikelompokkan sebagai pangan
fungsional karena memiliki kandungan karbohidrat (84,7%) dan serat pangan
(3,69-5,96%) yang cukup tinggi, indeks glikemik (28) rendah, dan mengandung
pati resisten, polisakarida bukan pati, dan karbohidrat rantai pendek yang sangat
berguna bagi kesehatan. Proses budidaya sagu (pra-panen) sampai pengolahan
tepung sagu basah (pasca panen) dilakukan secara alami, sehingga tepung sagu
dapat dikategorikan sebagai pangan organik 100%.
Sejalan dengan penelitian Haryanto (2015) yang berjudul Potensi dan
Pemanfaatan Pati Sagu dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten
Sorong Selatan Papua Barat. Hasil pemetaan area potensi sagu mencapai 311,5
ribu ha dan tersebar di 8 distrik dengan potensi pati sagu sebesar 2,9 juta ton.
Areal sagu terluas terdapat di distrik Kais sebesar 63,8 ribu ha, Kokoda 61,3 ribu
ha, Inanwatan 55,5 ribu ha, Saefi 39,6 ribu ha dan Kokoda utara 34,5 ribu ha.
Kerapatan pohon sagu masa tebang setiap ha mencapai 67 pohon dan diameter
rata-rata 41,2 cm dengan tinggi pohon 9,9 m. Estimasi produksi sagu mencapai
9,7 ton per ha. Sejalan pula dengan penelitian Kusuma (2013) yang berjudul
Potensi Tanaman Sagu {Metroxylon sp.) dalam Mendukung Ketahanan Pangan di
Indonesia, yang menunjukkan bahwa sagu dapat diolah menjadi panganan
tradisional, tepung sagu dan turunannya seperti tepung sagu termodifikasi dan mi
sagu, serta pati sagu dan turunannya seperti edible film, makanan pendamping
ASI, dan sohun. Sedangkan untuk kebutuhan non-pangan, sagu dapat
dimanfaatkan menjadi bioethanol dan Protein Sel Tunggal.
27
Kelebihan penelitian ini data terperinci yang diperoleh untuk menghitung
produksi sagu basah produsen sagu tiap kali produksi, waktu produksi dalam
sebulan, harga sagu dan jumlah keuntungan yang diperoleh. Sementara
kekurangan dari penelitian ini, yaitu kendala terkait pengolahan sagu hanya
terbatas pada jarak tempuh ke lokasi.
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Potensi yang dimiliki tanaman sagu didalam mendukung ketahanan pangan di
Desa Takkalala Kecamatan Malangke yaitu hasil produksi sagu basah,
frekuensi produksi sagu basah, harga sagu basah, keuntungan dalam 1x
produksi, konsumsi sagu per bulan.
2. Kendala yang dihadapi dalam produksi sagu basah di Desa Takkalala
Kecamatan Malangke yaitu akses menuju lokasi sangat jauh dan lokasi
pengambilan bahan baku sangat jauh.
5.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi pemerintah setempat untuk memberikan penyuluhan dan
pemberdayaan kepada petani sagu dalam rangka peningkatan luas lahan dan
produksi sagu.
2. Bagi para produsen sagu basah hendaknya mampu untuk meminimalisir biaya
usaha yang dikeluarkan sehingga usaha sagu basah yang mereka usahakan
bisa lebih efisien atau menguntungkan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Alfonfs, J. B dan Rivaie, A. A. 2011. Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam
Menghadapi Dampak Perubahan Iklim, Perspektif"Vol. 10 No. 2 /Des
2011. Him81-91ISSN:1412-8004.
www.perkebunan.litbang.pertanian.go.id, diakses 15 Maret 2019.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik) : Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Hariyanto, B. 2011. Manfaat Tanaman Sagu (Metroxylon Sp) dalam Penyediaan
Pangan dan dalam Pengendalian Kualitas Lingkungan. J.Tek. Ling. 12
(2): 143 – 152. www. ejurnal.bppt.go.id, diakses 21 Maret 2019.
Haryanto, B. Mubekti dan Putranto,A. T. 2015. Potensi dan Pemanfaatan Pati
Sagu dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten Sorong
Selatan Papua Barat. Jurnal Pangan. Vol. 24 No. 2, 97-106.
jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/view/23/18, diakses 22 April
2019.
Hastuty, S. 2015. Peluang Pemanfaatan Lahan Kosong untuk Budidaya Tanaman
Sagu (Metroxylon Sago) di Kelurahan Bosso Kabupaten Luwu. Prosiding
Seminar Nasional. Volume 02, Nomor 1.
https://journal.uncp.ac.id/index.php/proceding/article/view/568/498,
diakses 16 Maret 2019.
Isaelidis, J. C. (2001). Nutrition-Single Cell Protein, Twenty Years later. Journal
Of Plantantion Based Industry, Volume 5 Nomer 2, pg 77-83.
www.biopolitics.gr/, diakses 12 Maret 2019.
La Teng, P. N. dan Sutanto, S. 2010. Utilization Of Sago Cake As A Basic
Material For Single Cell Protein (Sep) Production. Journal Of
Plantantion Based Industry, Volume 5 Nomer 2, pg 77-83.
https://www.ijcmas.com/.../Gour%20Suman,%20et%20al.pdf, diakses 16
Maret 2019.
Parama, T. W. Indrianti, N. Ekafitri, R. 2013. Potensi Tanaman Sagu (
Metroxylon sp.) dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia.
Jurnal Pangan, Vol. 22 No. 1 Maret: 61 – 76.
jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/view/78, diakses 12 April
2019.
30
L A M P I R A N
31
32
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
Jln. Latamacelling No. 19 Kota Palopo, Sulawesi Selatan
Tlp. 0471-22111, Fax. 0471-325055, Website: www.uncp.ac.id
KUESIONER PENELITIAN
Judul Proposal : Potensi Tanaman Sagu dalam Mendukung Ketahanan
Pangan di Desa Rampoang Kecamatan Malangke.
Nama Peneliti : Lulung Asdar
NIM : 1602405061
No. HP : 082347636678
Petunjuk pengisian:
1. Berikut terdapat sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian yang
akan dilaksanakan oleh peneliti.
2. Kuesioner ini semata-mata untuk keperluan akademis, mohon dijawab dengan
benar.
3. Bacalah dan jawablah semua pertanyaan dengan teliti tanpa ada yang
terlewatkan.
4. Atas ketersediaan dan kerjasama Bapak/Ibu dalam mengisi kuesioner ini, saya
ucapkan terima kasih.
A. Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Jumlah anggota keluarga :
Pekerjaan :
Alamat :Desa Dusun
Pendidikan Terakhir :
Jenis Kelamin :(L) (P)
No. Responden :
33
I. Produksi Sagu Basah
1. Berapa banyak sagu yang dihasilkan dalam satu kali produksi?
Jawab: ....................................................................................................................................
2. Berapa kali dalam sebulan memproduksi sagu basah?
Jawab: ....................................................................................................................................
3. Dari mana sumber air yang anda gunakan dalam produksi sagu? Apakah air
yang digunakan mempegaruhi kualitas sagu?
Jawab: ....................................................................................................................................
4. Berapa harga sagu basah perkarung?
Jawab: ...................................................................................................................................
5. Sistem pemasaran apa yang bapak gunakan dalam menjual sagu basah?
Jawab: ...................................................................................................................................
6. Adakah teknologi yang anda gunakan?
Jawab: ...................................................................................................................................
7. Berapa biaya yang di keluarkan dalam memproduksi sagu?
Jawab: ...................................................................................................................................
8. Berapa keuntungan anda dalam 1 kali produksi?
Jawab ....................................................................................................................................
9. Bagaimana sistem pengupahan tenaga kerja yang bapak lakukan?
Jawab: ...................................................................................................................................
10. Dari mana asal sagu bapak yang anda olah?
Jawab: ..................................................................................................................................
34
11. Sudah berapa lama bapak memperoduksi sagu basah?
Jawab: ...................................................................................................................................
12. Dimana saja anda jual olahan sagu basah tersebut?
Jawab: ...................................................................................................................................
13. Apa saja kendala dalam produksi sagu?
Jawab: ...................................................................................................................................
14. Apa saja kendala dalam pemasaran sagu?
Jawab: ...................................................................................................................................
15. Apa dampak produksi sagu terhadap lingkungan?
Jawab: ...................................................................................................................................
16. Adakah sarana prasana dari pemerintah?
Jawab: ....................................................................................................................................
35
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
Jln. Latamacelling No. 19 Kota Palopo, Sulawesi Selatan
Tlp. 0471-22111, Fax. 0471-325055, Website: www.uncp.ac.id
KUESIONER PENELITIAN
Judul Proposal : Potensi Tanaman Sagu dalam Mendukung Ketahanan
Pangan di Desa Rampoang Kecamatan Malangke.
Nama Peneliti : Lulung Asdar
NIM : 1602405061
No. HP : 082347636678
Petunjuk pengisian:
1. Berikut terdapat sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian yang
akan dilaksanakan oleh peneliti.
2. Kuesioner ini semata-mata untuk keperluan akademis, mohon dijawab dengan
benar.
3. Bacalah dan jawablah semua pertanyaan dengan teliti tanpa ada yang
terlewatkan.
4. Atas ketersediaan dan kerjasama Bapak/Ibu dalam mengisi kuesioner ini, saya
ucapkan terima kasih.
B. Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Jumlah anggota keluarga :
Pekerjaan :
Alamat :Desa Dusun
Pendidikan Terakhir :
Jenis Kelamin :(L) (P)
No. Responden :
36
II. Rumah Tangga
1. Berapa banyak sagu anda konsumsi dalam 1 bulan?
Jawab: .............................................................................................................................
2. Diolah menjadi apa saja sagu yang anda beli?
Jawab: .............................................................................................................................
3. Dalam 1 kali pembelian berapa banyak sagu yang anda beli?
Jawab: .............................................................................................................................
4. Siapa saja yang mengkonsumsi olahan sagu dalam RT?
Jawab: .............................................................................................................................
5. Seberapa sering anda mengkonsmsi olahan sagu?
Jawab: .............................................................................................................................
6. Apakah olahan sagu sangat mendukung ketahanan pangan?
Jawab: .............................................................................................................................
7. Apakah sagu yang anda beli langsung di konsumsi atau di jual kembali?
Jawab: .............................................................................................................................
8. Menurut Bapak/Ibu apakah hasil olahan tanaman sagu dapat menjadi
pengganti beras ?
Jawab: ...........................................................................................................................
9. Dalam 1 hari berapa kali konsumsi sagu?
Jawab?
37
Identitas Responden Konsumen Tanaman Sagu
NO NAMA UM JK PD AK
Jumlah Konsumsi Frekuensi Olahan Sagu Olahan Sagu
Sagu Konsumsi Mendukung Sebagai
Per Bulan (Kg) Sagu Ketahanan Pangan Pengganti Beras
1 Sariana 43 P SD 7 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
2 Rasmiati 50 P SD 4 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
3 Isnaeni K. 41 P S1 6 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
4 Nurhaeni 31 P SD 4 3 Tidak Menentu Sangat Mendukung Bisa
5 Marni 35 P SD 4 1 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
6 Nur Samsia 49 P SMP 5 2 Tiap Hari Sangat Mendukung Bisa
7 Juasni 45 P SD 2 1.5 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
8 Kasida 43 P SD 4 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
9 Selpi A. 31 P SD 6 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
10 Minatang 40 P SD 4 3 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
11 Jusnaeni 45 P SD 3 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
12 Jusni 45 P SD 8 3 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
13 Asmiati 40 P SD 5 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
14 Sinarmi 45 P SD 4 1 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
15 Inda 50 P SD 5 2 Setiap Hari Sangat Mendukung Bisa
16 Rika 45 P SD 3 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
17 Nadira 60 P SD 2 2 Setiap Hari Sangat Mendukung Bisa
18 Jumaini 50 P SD 4 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
38
19 Hamra 41 P SD 7 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
20 Nur Hasna 62 P SMP 4 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
21 Nurdaisa 50 P SD 5 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
22 Tenri S. 48 P SMA 6 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
23 Nurjanna 42 P SMA 3 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
24 Eva Silvana 28 P SMA 4 1 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
25 Eni 39 P S1 5 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
26 Hasna 45 P SD 5 3 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
27 Rahmayani 35 P SMA 3 1 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
28 Rosmala 46 P SD 6 3 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
29 Rosmita 38 P SMA 2 1 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
30 Rosmini 43 P SMA 5 3 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
31 Asriana 42 P SMP 4 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
32 Andriani 38 P SMA 5 1 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
33 Mila R 39 P SMA 3 1 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
34 Nur Aeda 41 P SD 4 2 Kadang-Kadang Sangat Mendukung Bisa
KET:
Umur (UM)
Jenis Kelamin (JK)
Pendidikan (PD)
Anggota Keluarga (AK)
39
Identitas Responden Produsen Sagu Basah
NO NAMA UM JK PD AK
Produksi Frekuensi Harga Biaya
Produksi Keuntungan
Lama
Produksi Target Kendala
Sagu Produksi
Sagu
Sagu
Basah Sagu Basah Dalam
Sagu
Basah Penjualan Produksi
(Karung) Per Bulan Per
Karung 1x Produksi (Tahun) Sagu Basah Sagu Basah
1 Ham
45 L SD 6 35 2x 130,000 750,000 3,750,000 3 Masyarakat dan Akses menuju
lokasi
Pengepul sangat jauh
2
Nurdin
46 L SD 7 20 2x 130,000 500,000 2,100,000 4 Masyarakat dan
Lokasi
pengambilan
bahan
Pengepul baku sangat
jauh
40
41
42
43
Recommended