View
238
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 37 - 56
*) Staf pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro Semarang Ketua labo. TEKNOLOGI BANGUNAN ARSITEKTUR & cluster Eco-Tropical Home FT.Undip
Telp. 081325514192, dr.eddyprianto@yahoo.fr
PILIHAN BENTUK TRITISAN HEMAT ENERGI
UNTUK KOTA SEMARANG
Eddy Prianto*)
Abstrak
Pesatnya penyediaan perumahan di Kota Semarang, bilamana dibarengi dengan
keperdulian mengefisienkan energi listrik pada skala perumahan akan mempercepat kondisi
terciptanya Kota Semarang Perduli Energi. Karena perlu diketahui bahwa dari data pada
skala nasional terkait dengan konsumsi terbesar dari energi listrik ada pada skala sektor
rumah tangga (40%) disusul sektor industri (37%), sektor komersial (17%) dan sektor
publik (6%). Dan untuk kota-kota di negara tropis, khususnya Kota Semarang, kondisi
konsumsi pemakaian energi listrik rumah tinggal rata-rata mencapai 40% beban total
dibutuhkan untuk mendinginkan ruangan (AC), yang dipergunakan untuk mendinginkan
panas ruangan akibat akumulasi panas udara lewat desain dinding dan atap rumah tinggal.
Tren desain tampilan rumah dalam dekade belakangan ini kearah ‘meminimaliskan’
elemen-elemen arsitektural penghalang pancaran sinar matahari. Dan tipe desain yang
ditawarkan, atau model desain fasad yang dikembangkan untuk ke segala arah oriantasi mata angin ternyata tidak dibedakan. Artinya desain fasad tertentu berlaku untuk semua
arah, baik utara, selatan, timur bahkan barat. Hal ini sebenarnya tidaklah tepat bilamana
kita akan menciptakan kenyamanan dan efisiensi energi dalam rumah kita.
Untuk mengetahui model tritisan yang tepat (tepat bentuk dan tepat penempatan
fasadnya) khusus Kota Semarang, maka pengamatan ini mempergunakan gabungan
simulasi komputer Google SketchUp versi 8 dan pengukuran lapangan.
Hasil akhir menunjukkan, bahwa rumah minimalis dengan model tritisan yang ‘minim’
bentuk/desainnya untuk Kota Semarang akan cocok untuk rumah dengan arah hadap utara
ataupun selatan, namun dimensi jendelanya jangan diminimaliskan/ artinya justru pada arah
utara-selatan, desain jendela seyogyanya lebar dan besar dengan bidang kaca yang
terang/bening. Sedangkan arah timur dan barat seyogyanya mengoptimalkan fungsi tritisan
tradisional, baik dari bentuk, ukuran dan peletakannya. Karena perubahan pemakaian
tritisan dari model minimalis ke model tradisional akan menekan beban panas sebesar 60%.
Kata kunci : tritisan, sketchup, intensitas radiasi matahari, Semarang
Abstract
The rapid increase of settlement in Semarang must be followed by energi saving
strategy. The domestic energi consumption took 40% of state consumption, followed by
Industrial sector (37%), Commercial sector (17%) and public sector (6%) The cities in the
tropical region such as Semarang, the domestic energi consumption spended for cooling
strategy by making used the mechanical air conditioning system to overcome the indoor
heating load intruded through opening and roof design. The currently architectural fasad in
minimalist style, obscured the sun radiation come into the building. The fasad design applied
in all building neglect the orientation taking into considering. This design was not appropriate
to provide indoor thermal comfort and energi saving. To find out the appropriate model of
overhang ( both shape and placement) in Semarang, the komputer simulation by making
used Google Sketcup version 8 and in situ experimentation were carried out. The result
showed the small overhang integrated with large frosted glass opening adjusted to north and south oriented building. The Traditional overhang style ( shape, size, and placement)
Pilihan Bentuk Tritisan Hemat Energi
Untuk Kota Semarang (Eddy Prianto)
38
suggested to apply in the East and West oriented building. The application of traditional
overhang reduce 60% of the heating load in minimalist overhang.
Keywords : overhang, sketchup, sun radiation intensity, Semarang
Pendahuluan
Perkembangan perumahan di Kota
Semarang sangat pesat, sepesat
pembukaan lahan di pinggiran kota.
Bahkan tidak jarang lahan kritis,
konservasi ataupun daerah resapan air
jadi incaran para pengembang
perumahan. Karakteristik masyarakat
kita yang senang melihat tampilan fisik
bangunan, tanpa melihat pengalaman
efek pasca huni, merupakan aspek
kelemahan yang di „perdayakan‟ oleh
sebagian orang yang mengambil
keuntungan. Tampilan yang indah,
warna yang beraneka ragam dan model
yang modern dan harga yang tidak
murah lagi, merupakan kriteria pilihan
kita dalam membeli rumah.
Gambar 1
Tren Tampilan Fasad Rumah di Kota
Semarang : Tanpa/ Minim Tritisan
Pelindung Jendela
Tren perumahan yang cenderung
„meminimalisir‟ bagian kulit bangunan,
merupakan bentuk kesalahan umum
kehadiran bangunan di daerah tropis.
Banyak ditemukan rumah dengan
pelindung jendela yang sangat minim
bahkan cenderung pelindung tersebut
dihilangkan dan diganti pewarnaan yang
menyolok, pemakaian batu alam hingga
pemakaian bahan kayu untuk kusen-
kusen jendelanya diekspos di panas
sinar matahari dan hujan (gambar 1).
Kenyamanan penghuni hingga
efisiensi energi listrik dari pilihan
envelope rumah/ bangunan sudah
banyak dipaparkan, seperi pilihan cat
yang bagaimana yang membuat rumah
hemat energi, pilihan batu alam yang
bagaimana untuk rumah menghadap
timur, hingga perletakan green wall yang
bagaimana supaya rumah menjadi adem.
Kesemua pengamatan itu didasari usaha
untuk menekan konsumsi energi yang
dimulai dari skala rumah tinggal
(Prianto, 2003) (Prianto, 2007),
(Prianto,2011), (Prianto, 2013).
Data pada skala nasional terkait
dengan konsumsi terbesar dari energi
listrik ada pada sektor rumah tangga
(40%), disusul sektor industri (37%),
sektor komersial (17%) dan sektor
publik (6%). Dan setiap tahun
mengalami peningkatan pemakaian
untuk rata-rata seluruh sektor sekitar 3%-13%, (Prokum.ESDM, 2013), (ESDM,
2013). Bilamana sektor-sektor tersebut
secara serempak bisa menekan
kenaikan, maka dapat dikatakan efisiensi
energi listrik tercapai. Dari hasil
penelitian sebelumnya, kondisi
menunjukan bahwa konsumsi energi
listrik pada skala rumah tinggal di
daerah tropis rata-rata mencapai 40%
beban total yang dibutuhkan untuk
mendinginkan ruangan dari akumulasi
panas udara dalam ruangan, dimana 80%
beban panas dalam rumah tinggal
dipengaruhi desain envelopenya (desain
dinding dan atap rumah tinggal).
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 37 - 56
39
Dari deskripsi di atas, menunjukan
bahwa sektor perumahan khususnya di
Kota Semarang yang berkembang pesat
seharusnya dapat merespon atau
perduli terhadap gerakan efisiensi
energi tingkat nasional. Keperdulian
bersama dari para pengembang dan
penghuni pemilik bangunan serta
pemerintah, merupakan 3 (tiga) aktor
dalam menciptakan Kota Semarang
Hemat Energi.
Salah satu langkah konkret yang
dapat diaplikasikan secara mandiri oleh
sebagain warga Semarang adalah perlu
mengetahui, memahami dan bisa
memilih/membangun rumah dengan
pertimbangan aspek efisiensi energi.
Envelope bangunan merupakan bidang
terluar bangunan yang bersentuhan
dengan sumber panas sinar matahari.
Rumah kita sepanjang hari pasti terkena
sinar matahari, apalagi yang arah hadap
fasadnya kearah timur dan barat. Rumah
tanpa tritisan suatu pilihan yang tidak
tepat dalam konteks ini. Untuk itu
dalam penulisan ini, akan dipaparkan
bagaimana memilih tritisan yang tepat
untuk Kota Semarang. Teknik
pemilihannyapun bisa dilakukan dengan
bantuan program kompter yang gratis untuk diunduh. Dan kiat apa saja yang
bisa dilakukan bila rumah kita sudah‟
terlanjur‟ menghadap barat atau timur.
State of The Art
Desain Jendela dan Sinar Matahari
dalam Desain Arsitektur
Tritisan, menurut Sukawi
mengandung pengertian bagian dari
bangunan yang berupa atap tambahan
yang berdiri sendiri atau bisa juga
berupa perpanjangan dari atap utama
(Sukawi, 2008). Konsep topi atau caping
mendasari cara kerja tritisan. Disamping
terbentuk daerah bayangan di
bawahnya, juga berfungsi meminimalisir
kualitas dan kuantitas sinar matahari
yang masuk ke dalam ruangan melalui
lubang dinding/jendela. Tritisan bisa
berkedudukan mendatar atau vertikal.
Tergantung sinar mana dan yang
bagaimana yang boleh masuk ruangan
atau tidak. (Olgyay, 1973), (Lippsmeier,
1994), (Szokolay, 2008).
Jendela, merupakan salah satu
bentuk pelubangan dinding yang lazim
dipasang/dilengkapi tritisan. Salah satu
fungsi jendela ini adalah untuk
mendapatkan penerangan alami.
a b
Gambar 2
Sketsa Proses Penerangan Alami ke
dalam Ruangan : A) Sinar dan
Cahaya Masuk, B) Sinar Terhalang,
tapi Cahaya Masuk.
Terdapat dua aspek dalam
penerangan alami ini adalah cahaya
matahari dan sinar matahari. Cahaya
matahari adalah terang yang dihasilkan
dari terang langit (tidak ada unsur
energi panas). Sinar matahari adalah
terang yang dihasilkan dari radiasi
matahari secara langsung (mengandung
unsur energi panas). Dalam
perencanaan dan perancangan
bangunan, diusahakan untuk
memasukkan cahaya matahari
semaksimal mungkin, sedangkan sinar
matahari ini diusahakan agar tidak
masuk ke dalam ruangan (lihat Gambar
2).
Dua prinsip dasar fungsi tritisan
dalam merespons sinar dan cahaya
matahari (YB, 1997):
Prinsip Payung atau Perisai (Prinsip Pembayangan), sebagai contoh : a)
Atap rapat yang lazim diterapkan
rumah selasar, galeri, doorloop, dan
sebagainya, b). Penjulangan pada
cucuran (tritisan), c).Kerai, tanda
jendela dan sebagainya, d). Vegetasi
Pilihan Bentuk Tritisan Hemat Energi
Untuk Kota Semarang (Eddy Prianto)
40
(bougenvile, tanaman rambatan,
hiasan), e). Papan atau bidang yang
dapat diatur pada poros vertikal (jalusi), f). Penggunaan jendela-
jendela rapat (blinden) dan
sebagainya.
Prinsip penyaringan cahaya, sebagai
contoh melalui penggunaan kerai,
krepyak (louver,jdlousie), kisi-kisi,
kerawang (rooster), dedaunan
tanaman, pergola, dinding tabir
berselah papan-papan horisontal
(horizontal overhang)
Jenis Sinar Matahari.
Secara umum sinar matahari yang
masuk ke dalam ruangan bisa dibedakan
dalam beberapa jenis:
Sinar matahari langsung, yang masuk
kedalam ruang tanpa terhalang oleh
apapun,
Sinar matahari tidak langsung tapi pancaran sinar mengenai awan dan
awan memantulkan lalu sinar
tersebut masuk atau menyinari
ruangan, atau pantulan dari benda-
benda diluar bangunan (kaca,
tembok putih hingga seng rumah
tetangga)]
Sinar matahari refleksi dari dalam
ruangan, yaitu cahaya dalam ruangan
yang disebabkan oleh pantulan sinar
matahari yang mengenai benda-
benda atau elemen-elemen didalam
ruang itu sendiri.
Manfaat Sinar Matahari
Sinar matahari bermanfaat karena
aspek terangnya tapi akan
mendatangkan panas. Proses ini dikenal
dengan istilah perpindahan panas radiasi,
yaitu perpindahan panas yang terjadi
karena pancaran/sinar/radiasi gelombang
elektromagnetik (Kreith & Prijono,
1991) (Buchori & Soemardjo, 2011),
(Setyowati, 2013).
Radiasi sinar matahari tersedia
dalam tempat-tempat yang
mendapatkan cahaya secara langsung
dan tersebar. Jumlah radiasi bervariasi
sesuai dengan periode waktu dalam satu
tahun, garis lintang dan garis bujur dan kondisi awan lokal (Liebard & De
Herde, -).
Menurut Anik Juniwati dan Antarya
dalam penelitiannya tentang bangunan
tinggi di daerah tropis bahwa
peningkatan perolehan cahaya alami
membawa pengaruh pada penurunan
kebutuhan energi pencahayaan (Santoso
& Antaryama, 2010). Dan ditegaskan
kembali oleh Amin, bahwa pemanfaatan
cahaya matahari baik untuk pencahayaan
ruangan memberikan efisiensi
pemakaian energi listrik untuk lampu
dan mengurangi biaya konsumsi listrik
hingga 36% (Amin, 2011)
Dipertegas lagi dalam penelitian
sebelumnya oleh Prianto, bahwa
keberadaan jendela yang bertritisan
sangat signifikan dalam menciptakan
pola gerakan udara yang masuk dan
akhirnya dapat memberi efek tingkat
kenyamanan bagi penghuninya (Prianto,
2003). (Prianto, 2005), (Prianto, 2005).
Beberapa trik perancangan tata
ruang dalam dan luar terhadap kinerja
penerangan alami (Smith, 2005),
(Lippsmeier, 1994), (Liebard & De
Herde, -):
Manfaatkan „sinar‟ matahari seoptimal mungkin dan
meminimalisir langkah-langkah dari
efek panas yang timbulkannya
Usahakan menghindari pemanfaat
sinar langsung, artinya untuk daerah
tropis seperti negara Indonesia ini,
khususnya Kota Semarang, usahakan
cukup pendapatkan cahaya dari
pemantulan, terutama fasad yang beorientasi utara dan selatan.
Inovasikan solusi desain arsitektural
bilama „terpaksa‟ menggunakan
cahaya langsung atau tidak langsung
melalui kesan aksentuasi atau
penempatan fungsi-fungsi tertentu.
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 37 - 56
41
Penerapan Rancangan Pasif-Desain,
dalam merespon permasalahan iklim
setempat.
Usahakan menerapkan standar ideal
menurut Dirjen Cipta Karya
(Umum, 1987), disebutkan bahwa
standar minimal lubang cahaya untuk ruang-ruang kegiatan sehari-hari
adalah 1/8-1/10 dari luas lantai. Dan
sedangkan ukuran ideal lubang
jendela untuk daerah tropis minimal
30% dari porosite dindingnya
(Prianto, et al, 2000)
Pertimbangkan derajat/tingkat
penyinaran dengan memperhatikan :
ketinggian lubang cahaya dan
kedalaman ruangan. Menurut
Soetiaji dikatakan dalam
penelitiannya, bahwa bahwa derajat
/ tingkat penyinaran makin
berkurang/redup bilamana posisi
jendela makin turun, serta jendela
satu sisi lebih cepat tingkat
redupnya dibandingkan dua sisi.
Pertimbangkan aspek penghalang element eksterior. Menurut Hanni
(Mahaputri, 2010), bahwa
perencanaan letak halangan
lingkungan (outdoor obstruction) yang
tepat sangat berpengaruh terhadap
kinerja penerangan alami dalam
bangunan.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian terkait dengan penerangan
alami ini adalah studi simulasi komputer
(komputer modelling). Dimana metode
ini banyak memberikan keuntungan
dibanding dengan penelitian lapangan,
yaitu aspek teratasi kendala cuaca yang
tidak menentu akhir-akhir ini, waktu
dan biaya yang tidak sedikit bilamana
dilakukan penelitian lapangan. Satwiko
memaparkan beberapa program
komputer yang memungkinkan
digunakan oleh para perencana
bangunan (Satwioko, 2005).
Terkait dengan iklim Kota
Semarang, sebagai gambaran umum,
semenjak tahun 2010-2012, cuaca Kota
Semarang serba tidak menentu, tahun
2010, merupakan tahun terpanas
sepanjang tahun dimana relatif tidak
curah hujan, dan tahun 2013 curah
hujannya ekstrim, sebentar atau musim
penghujan makin bergeser). Keuntungan
metoda simulasi komputer ini, tampilan
dimensi, bentuk semakin akurat dan
fleksibel.
Software yang digunakan adalah
Google SketchUp 8, secara prinsip
program ini digunakan untuk
kepentingan tampilan grafis bagi pemula
hingga arsitek profesional sekalipun.
Keakuratan untuk skala penelitian dari
aspek pembayangan sinar matahari
perlu ditinjau lagi, namun menurut Gian
(Prabawa & Prianto, 2007) tingkat
penyimpangan tidak lebih dari 5%.
Beberapa cara perangkat untuk
pengukuran aspek pncahayaan alami bisa
digunakan pula Diagram Matahari,
Girassol dan diagram dari CSTB &
CERMA. (Brau, Miller-Chagas, Patrick,
Guyot, & Peneau, 1989)
Secara runtut metode pengamatan
yang dilakukan digunakan dua cara :
Pertama, pensimulasian komputer untuk untuk mendapatkan pola
pembayangan dari efek 5 tragam
tritisan
Kedua, pengukuran lapangan dengan
menggunakan lux meter, untuk
mengetahui seberapa besar radiasi
matahari di Kota Semarang, yang
diukur setiap jam semenjak matahari
terbit hingga terbenam.
Kemudian, metoda penganalisaannya
adalah menggabungkan kedua cara
tersebut secara matematis untuk
besaran intensitas energi panas yang
masuk ke dalam ruangan uji coba
karena pengaruh dari model-model
tritisan.
Analisa arsitektural dilakukan untuk mencari solusi rancangan dalam
usaha meminimalkan intensitas
panas yang masuk dalam ruangan.
Pilihan Bentuk Tritisan Hemat Energi
Untuk Kota Semarang (Eddy Prianto)
42
Deskripsi Grafis Bangunan
Bangunan diposisikan dalam skala
terletak di Surabaya, dengan koordinat astronomis di Kota Semarang, yang
terletak di sekitar 7°Lintang Selatan dan
110° Bujur Timur.
MODEL 01 MODEL 02
MODEL 03 MODEL 04
MODEL 05 b)
c)
Gambar 3
a) 5 (Lima) Bentuk Tritisan sebagai
Model Ujicoba, b) Bentuk Rumah
Program KPR FLPP Kementerian
Perumahan Rakyat yang akan
Dimodifikasikan Tritisannya (RI,
2013), c) Tiga Lintasan Matahari
Model Bentuk Tritisan
Terdapat lima bentuk tritisan yang
akan dijadikan model (sketsa dapat dilihat pada Gambar 03-a):
MODEL 01 : bangunan rumah
tinggal tanpa tritisan
MODEL 02 : bangunan rumah
tinggal dengan tritisan plat beton
50cm
MODEL 03 : bangunan rumah tinggal degan tritisan plat beton
keliling jendela
MODEL 04 : bangunan rumah
tinggal dengan tritisan
miring/membentuk sudut, lebar 50
cm
MODEL 05 : bangunan rumah tinggal dengan tritisan
miring/membentuk sudut, lebar 100
cm
Tahap Pensimulasian Google
SketchUP-8
Langkah-langkah dalam
pensimulasian adalah sebagai berikut :
Bentuk-bentuk model diterapkan dalam suatu model bangunan rumah
tinggal- bangunan yang menjadi
percontohan dalam program KPR
FLPP dari Kementerian Perumahan
Rakyat Republik Indonesia (RI,
2013), model di gambar dengan
bantuan program Google SketchUp
(lihat Gambar 3 b)
Untuk mendapatkan efek bayangan
dari penyinaran matahari, maka
ditentukan koordinat astronomis
Kota Semarang, yang terletak di
sekitar 7°l lintang selatan dan 110°
bujur timur.
Pengambilan data dengan simulasi terkait profil intensitas sinar
matahari Kota Semarang ini
dilakukan atau merekam selama
1(satu) tahun penuh.
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 37 - 56
43
Maka, pengamatan dilakukan pada 3
(tiga) tanggal ekstrim lintasan
matahari : 22 Maret/22September,
22 Juni dan 22 Desember (Szokolay,
2008), (Smith, 2005).
o Tanggal 22 Juni, posisi matahari
berada di balik lintang utara (23,5°
LU)
o Tanggal 22 Maret dengan 22
September cukup diambil salah
satu, karena posisi matahari sama-
sama persis diatas garis
khatulistiwa (0°)
o Tanggal 22 desember, posisi
matahari berada dibalik lintang
selatan (23,5° LS).
Data pengamatan akan direkam setiap 60 menit/1 jam, dimulai dari
pk.06.00 hingga pk.18.00 (selama 12
kali), sehingga perlu dibuatlah tabel
rekapitulasi.
Pengamatan merekam data tampilan
visual efek pembayangan bagian luar
dan efek penyinaran bagian
dalam/interior ruangan.
Teknik perhitungan intensitas sinar
masuk dalam ruangan dilakukan
dengan membandingkan luas total
sinar masuk dalam ruangan terhadap
luas total jendela dalam satuan
persen (%):
Intensitas sinar masuk (%)
=
Rekapitulasi pendataan adalah
sebagai berikut :
o Model 01, diamati
(eksterior&interior), selama 12
kali, pada tanggal 22 maret, 22 juni
dan 22 desember, sehingga
didapatkan data = 2 x 12 x 3 = 72
data gambar/ukur prosentase
intensitas sinar masuk.
o Demikian untuk model 02 hingga
model 05, sehingga keseluruhan
data didapatkan 360 data.
Sebagai bahan penganalisaan
berikutnya, maka rekapitulasi
tersebut perlu ditampilkan dalam
tabel Excel.
Tahap Pengukuran Data Intensitas
Radiasi Matahari Kota Semarang
Langkah-langkah dalam pengukuran
lapangan terhadap intensitas radiasi
matahari adalah sebagai berikut :
Kita tentukan tanggal ekstrim untuk daerah tropis (ada 3 tanggal ekstrim,
sebagaimana dilakukan pada tahap
pertama). Karena keterbatasan
waktu, tenaga dan biaya, untuk
penelitian ini diambil tanggal ekstrim
tepat di bulan September.
Pengukuran intensitas radiasi
matahari dilakukan di luar/eksterior
bangunan dengan rentang 60 menit
selama 12 jam. Alat yang digunakan
untuk lux meter. Data yang didapat
dapat berupa satuan joule/cm²,
ataupun dalam satuan watt/m2.
Sebagai bahan penganalisaan berikutnya, maka rekapitulasi data
tersebut perlu disdimpan atau
ditampilkan dalam tabel Excel.
Tahap Penganalisaan Beban Panas
dalam Ruangan
Tahapan ini merupakan tahapan analisa setelah data hasil simulasi
program Google SketchUP dan tabel
intensitas radiasi matahari
didapatkan.
Tahap ini digunakan rumus
perhitungan sebagai berikut :
Rumus yang digunakan :
Be (Watt/m²) = Ism (%) x Rmt
(Watt/m²)
Dimana :
Be = Besaran energi dalam ruangan
(Watt/m2)
Ism = Intensitas sinar masuk (%)
Rmt = Besaran energi radiasi matahari
(Watt/m2)
Pilihan Bentuk Tritisan Hemat Energi
Untuk Kota Semarang (Eddy Prianto)
44
Analisa dilakukan dengan batasan untuk mendapatkan njawaban
bahwa pilihan bentuk tritisan mana
yang mempunyai efek intensitas
beban panas terendah.
Solusi bagi kasus fasad „yang
terlanjur‟ dilakukan analisa
arsitektural.
Hasil dan Pembahasan Kajian Pertama : Seberapa besar
kuantitas sinar masuk dari masing-
masing bentuk tritisan bangunan untuk
Kota Semarang ?
Tujuan dari kajian pertama ini adalah
untuk mengetahui model tritisan yang
optimal dalam menghalangi sinar masuk,
dari keempat orientasi fasad. Dan hasil
pengamatan sinar masuk dalam ruangan
suatu bangunan rumah tinggal, dapat
dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4
Grafik Profil Intensitas Sinar Masuk
pada Ragam Bentuk Tritisan
Pengertian prosentase sinar masuk
tersebut adalah perbandingan antara
luasan sinar masuk terhadap luasan lubang jendela (cek rumus di depan).
Jendela berdaun pintu dua, dengan luas
(2 x 0.47) x 0.94 = 0,88 m², ternyata
dari pengaruh bentuk tritisan terhadap
sinar masuk dalam ruangan untuk Kota
Semarang, sepanjang tahun rata-rata
maksimal ada pada desain rumah tanpa
tritisan sebesar 27% dan paling rendah
adalah 17% pada desain dengan tritisan
miring selebar 1.00m.
Tren pilihan tritisan untuk rumah
tinggal Kota Semarang dalam dekade
belakangan ini adalah bentuk minimalis atau bahkan cenderung tidak
menggunakan tritisan sama sekali.
Artinya, dari tabel diatas, dapat disimak,
bahwa pilihan tren ini justru cenderung
memberikan porsi/dampak paling
banyak terhadap masuknya sinar
matahari kedalam ruangan.
Pilihan desain yang tepat sesuai
kebutuhan kegiatan dalam ruangan
(kebutuhan aktifitas ruangan yang
membutuhkan sinar masuk, seperti
kondisi bangunan didaerah
dingin/gunung atau kebutuhan ruangan
yang mengatisipasi sinar masuk seperti
ruangan di kota-kota panas/pantai)
merupakan desain yang tepat yang
menyesuaiakan situasi dan kondisi atau
lebih tepatnya sesuai dengan
microclimate dan memberi dampak
pada efisiensi penggunaan energi.
Berdasarkan grafik tersebut, dapat
dikaji bahwa perubahan pilihan dari
tritisan miring dengan lebar 1.00m
(bentuk „tradisional‟) ke model tritisan
lain justru memberi dampak
penambahan pada intensitas sinar
masuk sebagai berikut :
Model 05 ke model 01 (jendela tanpa tritisan) justru akan
memberikan penambahan sebesar
60%,
Model 05 ke model 02 (plat beton
50 cm diatas jendela ) akan
memberikan penambahan sebesar
23%,
Model 05 ke model 04 (jendela dengan tritisan miring selebar 50
cm) akan memberikan penambahan
sebesar 26%,
Dan justru usaha terapan konsep
minimalis yang memberi
pengurangan intensitas sinar ada
pada perubahan ke tritisan plat
beton keliling ( dari model 05 ke
03), yaitu mengalami pengurangan sebesar 1%.
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 37 - 56
45
Secara urutan pilihan optimalnya
adalah ke model 03 (-1%), ke model
02 (23%), ke model 03 (26%) dan
terjelek ke model 01 (60%)
Secara tampilan visual sketsa profil
perubahan intensitas sinar masuk dari
kelima pilihan desain tritisan tersebut
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 5
Sketsa Perubahan Pengurangan
Intensitas Sinar Masuk dari Bangunan
Bertitisan ‘Tradisional’ ke Ragam Bentuk Tritisan dan Tanpa Tritisan
Atau dapat disampaikan profil
perubahan yang terjadi dari suatu
bangunan tanpa tritisan/ bangunan tren
minimalis terhadap pengurangan
intensitas panas yang masuk dapat
dilakukan dengan merubah bentuk atau
memberi tritisan prosentase
perubahannya adalah sebagai berikut :
Model minimalis/tanpa tritisan ke
model plat 50 cm (Model 01 ke
model 02) akan mengurangi intensitas sinar masuk sebesar 23%
Model minimalis/tanpa tritisan ke
model plat keliling 50 cm (Model 01
ke model 03) akan mengurangi
intensitas sinar masuk sebesar 38%
Model minimalis/tanpa tritisan ke
model tritisan miring lebar 50 cm (Model 01 ke model 04) akan
mengurangi intensitas sinar masuk
sebesar 21%
Model minimalis/tanpa tritisan ke
model tritisan miring lebar 100 cm
(Model 01 ke model 05) akan
mengurangi intensitas sinar masuk
sebesar 38%
Secara urutan pilihan optimalnya
adalah ke model 03 dan 05 (38%),
ke model 02 (23%), ke model 04
(21%). Artinya karena tidak ada
pilihan terjelek, maka pemakaian
tritisan pada lubang jendela
merupakan suatu keharusan dalam
usaha mengurangi intensitas sinar
matahari yang masuk.
Secara tampilan visual sketsa profil
perubahan intensitas sinar masuk dari
pilihan desain tritisan dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 6
Sketsa Perubahan Pengurangan
Intensitas Sinar Masuk dari Bangunan
tanpa Tritisan/Bangunan ‘Super
Minimalis’ ke Ragam Bentuk Tritisan
Kajian Kedua : Berdasarkan arah
orientasi hadap fasad utama (utara -
selatan - timur dan barat), pilihan model
tritisan mana yang tepat ?
Tujuan dari kajian kedua ini adalah
untuk mengetahui model tritisan yang
tepat untuk masing-masing arah hadap
fasad khususnya di Kota Semarang. Dan
hasil pengamatan sinar masuk dalam
ruangan suatu bangunan rumah tinggal
sepanjang tahun dengan 4 orientasi
matahari dapat dilihat pada Gambar 7 di
bawah ini.
Pilihan Bentuk Tritisan Hemat Energi
Untuk Kota Semarang (Eddy Prianto)
46
Gambar 7
Profil Umum dari Sinar Masuk
Melalui Pelubangan Fasad Sepanjang
Tahun untuk Kelima Model Ragam
Tritisan
Pada grafik rekapitulasi rata-rata
besaran sinar masuk dalam ruangan
berdasarkan orientasi fasad, maka dari
kelima model uji coba, sudah selayaknya
bahwa sinar matahari akan masuk
banyak dalam ruangan melalui
pelobangan fasad yang menghadap barat
dan timur untuk ketiga titik ekstrim
lintasan matahari (22 desember, 22
Maret/22 September dan 22 Juni)
Sinar masuk rata-rata sepanjang hari
sebesar 39% untuk fasad menghadap
timur dan
Sinar masuk rata-rata sepanjang hari sebesar 34% untuk fasad menghadap
Barat.
Aplikasi desain arsitektur terhadap
pilihan jenis tritisan pada kondisi
arah fasad bangunan menghadap
barat ataupun timur adalah
mengoptimalkan pilihan tritisan yang
berfungsi memblokir sinar masuk,
dalam hal ini pilihan Model 05 dan
model 03.
Atau dapat direkomendasikan
bahwa pilihan rumah model tritisan
minimalis sangat tidak diajurkan
untuk rumah menghadap timur dan
barat. Yang perlu diperhatikan bahwa
untuk fasad menghadap utara dan
selatan, dapat di simak sebagai berikut :
Sinar matahari masuk kedalam rata-
rata hanya berkisar sebesar 4%-7%
dari luas lubang dindingnya (artinya
sangat sedikit sinar yang masuk)
Dan total tidak terdapat sinar masuk pada bangunan dengan fasad
utara pada lintasan matahari dibulan
Maret dan Juni, sedangkan selatan
pada bulan Desember dan Maret.
Aplikasi desain arsitektur terhadap
pilihan jenis tritisan pada kondisi
arah fasad bangunan menghadap
utara ataupun selatan adalah pilihan
tritisan model apapun hasilnya tidak
memberi dampak masuknya sinar.
Atau dapat direkomendasikan bahwa pilihan rumah model tritisan
minimalis sebenarnya sangat
diajurkan untuk rumah menghadap
utara dan selatan.
Gambar 8
Profil Rata-Rata Sinar Masuk Melalui
Pelobangan Fasad Berdasarkan
Oriantasi Mata Angin (U-S-T-B)
untuk Kelima Model Ragam Tritisan
Tampilan visual sketsa profil pilihan
tritisan berdasarkan oriantasi fasad
rumah tinggal atau gedung dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 37 - 56
47
a) MODEL 01
b) MODEL 02 c) MODEL 03
d) MODEl 04
e) MODEL 05
Gambar 9
Sketsa Profil Rata-Rata
Sinar Masuk Berdasarkan
Ragam Tritisan dan
Orentasi Fasad terhadap
Arah Mata Angin : A)
Model 01, B) Model 02,
C) Model 03, D) Model
04 Dan E) Model 05
Kajian Ketiga :
Bagiamana detail profil intensitas sinar
masuk Kota Semarang pada kondisi
harian dari kelima model pada masing-
masing orientasi fasad ( utara-selatan-
timur dan barat) ?
Tujuan dari kajian ketiga ini adalah
setelah kita ketahui model tritisan yang
tepat untuk masing-masing arah hadap
fasad khususnya di Kota Semarang,
bagaimana solusinya bila rumah kita
„terlanjur‟ menghadap ke arah tertentu ?
karena hal ini berbeda antara saat kita
hendak membeli rumah atau
menentukan arah kapling rumah dengan
saat sekarang kita sudah memiliki rumah
dengan orientasi hadap tertentu.
Dari keempat orientasi ini,
sebagaimana diketahui sebelumnya
bahwa intensitas sinar terjadi dari pk
06.00 hingga 18.00 atau dari saat
matahari terbit hingga terbenam,
kisaran 1% hingga 110% terhadap luas
jendelanya.
Rata-rata intensitas terbesar dari
kelima model didapatkan untuk
orientasi timur (78%) dengan
sebaran sinar masuk terjadi pada
pagi hari selama 6 jam dan orientasi barat (78%) dengan sebaran selama
6 jam terjadi pasca siang hari.
Sedangkan rata-rata terkecil terjadi
pada orientasi utara (7%) dan
selatan (4%). Dimana sebaran kedua
orientasi ini terjadi sepanjang hari
selama 12 jam, dimulai pk 06.00
hingga 18.00.
Aplikasi desain arsitektur pada karakter sinar ini adalah bahwa
bilamana bangunan menginginkan
adanya sinar masuk sepanjang hari
selama 12 jam dengan intensitas
kecil, maka orientasi menghadap
utara ataupun selatan adalah
pilihannya. Begitu pula sebaliknya,
bila hanya menginginkan intensitas
optimal tapi tidak sepanjang hari
Pilihan Bentuk Tritisan Hemat Energi
Untuk Kota Semarang (Eddy Prianto)
48
(hanya 6 jam) maka pilihan barat dan
timur menjadi solusinya.
Bagaimana treatment terhadap bangunan kita yang orientasinya
„terlanjur‟ menghadap barat, tidak
menghendaki sinar banyak masuk
pada pasca siang hari, tapi
menghendaki sinar masuk segala
arah dengan intensitas kecil ?
Guna mengetahui secara detail
profil sinar yang masuk dari kelima
model pada arah yang berbeda-beda
dan bagaimana solusi desain
arsitekturnya, kita kaji tiap orientasi
fasadnya.
Fasad rumah menghadap timur :
Pada Gambar 9, menunjukan bahwa
dari kelima model apapun bentuk
tritisan untuk Kota Semarang, karakter
sinar matahari masuk bagi yang
menghadap ke timur terjadi dimulai pk06.00 hingga 12.00 (hanya setengah
hari), dengan profil seberapa intentitas
sebagai berikut :
Kondisi sinar masuk mencapai
maksimal terjadi pada model 01
(bangunan tanpa tritisan), dengan
intensitas rentang 135% hingga
160% terjadi pada pk.06.00 hingga
08.00. dan kisaran selanjunya (pk
09.00 hingga 12.00) besaran
intensitas sinar antara 30% hingga
60%.
Sedangkan kondisi minimalnya pada
pk 06.00 hingga 07.00 terjadi pada
model 6 dan kisaran selanjutnya
berhenti pada pk 11.00 dengan
intensitas kurang dari 1%.
Secara urutan dari intensitas
terbanyak hingga paling minim dari
kelima model yang menghadap
timur ini adalah Model 01, Model 2,
Model 04, Model 03 dan Model 05.
Dua kiat bagi rumah yang „terlanjur‟ menghadap timur : 1) Bilamana
bangunan tidak menghendaki adanya
sinar yang masuk pada pagi hari,
maka dari kelima model, pilihan yang
cocok adalah Model 05, sedangkan
kiat kedua adalah memodifikasi
bentuk dan tata letak tritisan : dilakukan dengan memperpanjang
bidang penghalang, memperlebar
sudut kemiringannya (lebih besar
dari 45 derajat), memposisikan letak
dudukan tritisan ditembok dengan
mendekatkan ke jendela.
Gambar 10 :
Grafik Profil Sinar Masuk ke Lima
Model pada Fasad Menghadap Timur
Gambar 11
Grafik Profil Sinar Masuk ke Lima
Model pada Fasad Menghadap Barat
Fasad rumah menghadap barat :
Mengamati Gambar 11, menunjukan
bahwa dari kelima model apapun
bentuk tritisan di Kota Semarang
sepanjang tahunnya (pada lintasan
matahari ekstrim selatan ataupun utara),
karakter sinar matahari masuk dalam
ruangan rumah yang menghadap ke
barat terjadi dimulai pk12.00 hingga
18.00 (sore/terbenamnya matahari),
dengan profil seberapa intentitas
sebagai berikut :
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 37 - 56
49
Kondisi sinar masuk mencapai
maksimal terjadi pada model 01
(bangunan tanpa tritisan), dengan
intensitas rentang 120% hingga
180% terjadi pada pk.16.00 hingga
17.00. dan kisaran selanjunya (pk
12.00 hingga 15.00) besaran
intensitas sinar antara 2% hingga
90%.
Sedangkan kondisi minimalnya pada siang hari terjadi pada model 5 dan
kisaran intensitas antara 110%-
120%.
Secara urutan dari intensitas
terbanyak hingga paling minim dari
kelima model yang menghadap
timur ini adalah Model 01, Model 3,
Model 02, Model 04 dan Model 05.
Dua kiat bagi rumah yang „terlanjur‟ menghadap barat adalah analog
dengan kiat bangunan menghadap
timur.
Mengamati karakter sinar yang
terjadi pada model 01, 02 dan 03
(bangunan dengan model tritisan
minimal/ tren seperti model rumah
minimalis, maka kondisi/pilihan
model tritisan ini tidak
direkomendasikan untuk rumah
menghadap ke barat (bilamana
intensitas sinar hendak dikurangi).
Solusi „diluar‟ treatment bentuk fisik pada rumah „terlanjur‟ minimalis
yang mengahadap barat diantaranya
adalah memberikan korden di
belakang jendela, memberikan tirai
dibagian luar ataupun mengusahakan
penghalangan sinar masuk misalnya
penempatan pepohonan (green
barrier).
Fasad rumah menghadap utara dan
selatan:
Karakter sinar masuk pada
bangunan yang menghadap utara dan
selatan, dapat kita amati Gambar 12 dan
13, dimana dari kelima model apapun
bentuk tritisan di Kota Semarang
sepanjang tahunnya (pada lintasan
matahari ekstrim selatan ataupun utara),
karakter sinar matahari masuk dalam
ruangan rumah yang menghadap ke
utara dan selatan terjadi dimulai
pk.06.00 hingga 18.00 (dari terbit hingga
terbenam selama 12 jam), seberapa
intentitas masuknya, dapat kita lihat
kajian berikut ini.
Gambar 12
Grafik Profil Sinar Masuk ke Lima
Model pada Fasad Menghadap Utara
Gambar 13
Grafik Profil Sinar Masuk ke Lima
Model pada Fasad Menghadap Selatan
Untuk fasad menghadap utara :
Kondisi sinar masuk mencapai
maksimal sepanjang hari terjadi pada
model 01 (bangunan tanpa tritisan),
dengan intensitas rentang hanya 8%
hingga 16%., dengan rata-rata tiap
jamnya sekitar 13%
Sedangkan kondisi minimalnya pada siang hari terjadi pada model 3
(model dengan tritisan beton plat
keliling) dengan kisaran intensitas
antara 1%-3%.
Secara urutan dari intensitas
terbanyak hingga paling minim dari
kelima model yang menghadap utara
ini adalah Model 01, Model 04,
Model 05, Model 02 dan Model 03.
Pilihan Bentuk Tritisan Hemat Energi
Untuk Kota Semarang (Eddy Prianto)
50
Untuk fasad menghadap selatan :
Kondisi sinar masuk mencapai maksimal sepanjang hari terjadi pada
model 01 (bangunan tanpa tritisan),
dengan intensitas rentang hanya 4%
hingga 9%., dengan rata-rata tiap
jamnya sekitar 7%. Dimana
intensitasnya makin kecil dibanding
fasad menghadap utara.
Sedangkan kondisi minimalnya pada siang hari terjadi pada model 3
(model dengan tritisan beton plat
keliling) dengan kisaran intensitas
tidak lebih dari 2%.
Secara urutan dari intensitas
terbanyak hingga paling minim dari
kelima model yang menghadap utara
ataupun selatan ini adalah Model 01,
Model 04, Model 05, Model 02 dan
Model 03.
Kemiripan dari dua karakter sinar
masuk pada kedua orientasi ini (Utara
dan Selatan), yang patut kita cermati
adalah, bahwa rata-rata terbanyak
intensitas sinar dari kelima bentuk
tritisan untuk Kota Semarang ini terjadi
pada kurun waktu pasca siang hari
hingga matahari terbenam, dengan
selisih hanya sekitar 2% (gambar 14).
Gambar 14
Proporsi Intensitas Antara Pagi dan
Sore pada Fasad Berorientasi
Menghadap Utara dan Selatan
Pada kondisi ke dua arah ini,
bukannya usaha untuk mengantisipasi
masuknya sinar matahari kedalam ruangan, namun bagaimana agar sinar
bisa masuk sehingga penerangan alami/
cahaya sinar matahari dapat optimal
menerangi ruangan, karena intensitanya
hanya berkisar kurang dari 10% (sangat
sedikit, dibanding dengan arah timur
dan barat).
Beberapa kiat bagi rumah yang
„terlanjur‟ menghadap utara dan selatan
adalah:
untuk kondisi di kota semarang,
posisi hadap bangunan kea rah
selatan lebih „redup‟ dibanding posisi
utara. Sehingga pemecahan
menghadirkan sinar masuk untuk
bangunan arah selatan harus lebih
dioptimalkan.
Hindari pemakaian tritisan „konvensional‟, artinya disarankan
menggunakan tritisan „modern‟ atau
berkonsep minimalis yang
menggunakan plat-plat beton,
karena akan semakin menghalangi
intensitas kualitas dan kuantitas
sinar dan cahaya matahari masul
dalam ruangan.
„Konsep‟ refleksi atau pemantulan datangnya sinar sangat diajurkan
untuk diterapkan di seputar jendela.
Perbesar lubang jendela atau pada
tampak arah hadap ini, justru jangan
memperkecil demensi jendela, tapi
justru diperlebar demensi jendela.
Lebih baik pergunakan kaca bening atau hindari penggunaan kaca
rayben/gelap.
Kajian Ke empat : Bagaimana
menghitung profil besaran beban energi
panas yang diakibatkan masing-masing
type tritisan tersebut ?
Tujuan dari kajian keempat ini
adalah pertama, mengetahui sejauh
mana profil intensitas radiasi matahari
Kota Semarang dari tahun ke tahun
dalam kurun 25 tahun ini ?
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 37 - 56
51
Tingkat radiasi matahari global Kota
Semarang naik 150% :
Sebelum mengamati dengan cermat
perubahan data radiasi matahari Kota
Semarang, kita coba memperhatikan
sejenak peningkatan panas radiasi
matahari di 3 (tiga) kota besar di
Indonesia ditahun 1987 dan ditahun
2013 ini. Hasil ini sangatlah
mengejutkanm, bahwa menunjukan
tanda-tanda nyata efek global warming
sangat nyata ditunjukan dengan
perubahan kondisi radiasi sinar matahari
dalam kurun 25 tahun ini.
Sumber :Soegijanto, 1998 dan Prianto & Suyono,
2013
Gambar 15
Profil Radiasi Matahari di Kota
Jakarta, Bandung dan Semarang di
Tahun 1987 dan 2013
Perhatikan Gambar 15. besarnya
intensitas radiasi matahari global rata-
rata selama periode 1984 sampai
dengan periode 1987 di Jakarta adalah
514 Watt/m2, sedangkan untuk kota
Bandung 708 Watt/m2 lebih panas 194
Watt/m2. (Soegijanto, 1998), sedangkan
data Kota Semarang dihitung dalam
simulasi kondisi saat ini didapatkan rata-
rata 636 Watt/m2 atau lebih panas
122Watt/m2 dibandingkan kota Jakarta.
(Prianto & Suyono, 2013). Kini di Kota
Semarang 2013, besarnya intensitas
radiasi matahari global rata-rata 960
Watt/m2. Berarti terjadi peningkatan
yang sangat signifikan, yaitu sebesar
151%.
Bagimana Beban Panas untuk
Rumah Menghadap Barat ?
Pada pembahasan kali ini, kita
mengkaji beban panas dari sinar masuk
yang ekstrim/terbanyak, yaitu pada
model 01 dan model 05 dengan
orientasi kearah barat. Untuk
mengetahu metode perhitungan
matematisnya, dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut (lihat gambar
no.16) :
Pertama, kita pilih model tritisan
dan pilih orientasi fasad yang akan
dihitung. Pada bagian ini, kita mengambil contoh fasad
berorientasi ke Barat, karena
kondisi inilah didapatkan rata-rata
intensitas sinar matahari masuk yang
terbesar diatara ketiga oriantasi
fasad lainnya dengan model 01
(bangunan tanpa tritisan)
Kedua, kita tampilkan grafik profil
beban panas radiasi Kota Semarang
tahun 2013 berdasarkan kondisi
global rata-rata tahunan dalam
setiap jam pengukuran (pk.06.00
hingga pk.18.00), hal ini perlu karena
beban panas dalam setiap jamnya
berbeda yanitu mempunyai rentang
antara 155Watt/m2 pada pagi hari
hingga mencapai puncaknya pada
pk12.00 sebesar 1562 Watt/m2
(lihat kembali gambar 1.12).
Ketiga, setelah dilakukan
perhitungan matematis, dengan
menyesuaikan besaran beban energi
panas pada setiap sinar masuk, maka
didapatkan hasil akhir dari beban
panas, yang kemudian dilakukan
analisa.
Rumus yang digunakan :
BE = I x R
Pilihan Bentuk Tritisan Hemat Energi
Untuk Kota Semarang (Eddy Prianto)
52
Dimana :
B = Besaran energi dalam ruangan (Watt/m2)
I = Intensitas sinar masuk (%)
R = Besaran energi radiasi matahari (Watt/m2)
Gambar 16
Tahapan Perhitungan Beban Panas Sinar Matahari yang Masuk Melalui Lubang
Jendela untuk Kota Semarang
Analisa perbandingan beban
energi panas penggunaan tritisan
Model 01 (bangunan tanpa tritisan/
minimalis) dengan model 05
(bangunan bertritisan tradisional)
yang berorientasi ke barat
Bangunan dengan arah hadap barat,
berati pada pagi hari hingga siang hari
reratif tidak ada sinar masuk/tidak ada
panas yang masuk melalui jendela.
Intensitas dimulai 20% terjadi pada pk.13.00 dengan beban panas sebasar
1500 Watt/m2 untuk pk.13.00, berarti
beban yang terjadi = 10% x 1562 W/m2
= 302 W/m2. Kondisi makin panas saat
menuju pk14.00 dengan kenaikan panas
mencapai 135%. Hal semacam ini,
bilamana ruangan tidak diimbangi
dengan „pengurangan‟ beban panas
ekstra, maka suasana ruangan ini sangat
terasa tidak nyaman. Kalaupun ruangan
menggunakan Air Conditioner, maka
beban energi pendinginan pemakaian
AC pun akan bekerja ekstra pada
suasana ini.
Beban panas semakin naik hingga
pk.16.00, kemudian mulai mengalami
penurunan mencapai maksimal pada pk.
16.00 ke pk.17.00, yaitu sebesar 74%. (lihat gambar no.17 dan 18)
Penghematan yang terjadi pada saat
ini karena pemakaian tritisan dibanding
bangunan tak bertritisan adalah rata-
rata mencapai 60% (1058 Watt/m2
pada kondisi tanpa tritisan dan 538
watt/m2 pada kondisi dengan tritisan).
Langkah 01
Langkah 02
Langkah 03
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 37 - 56
53
Aplikasi desain arsitektur pada
kondisi semacam ini adalah dapat
dilakukan 2 (dua) cara, yaitu perubahan
bentuk fisik tritisan/pemakaian tritisan
seoptimal mungkin, atau dapat
dikatakan bahwa rumah berdesain
minimalis sangat tidak tepat untuk
bangunan beroriantasi ke barat. Kedua
pemakaian pendinginan aktif, dengan
menggunakan Kipas angin ataupun AC
secara effesien cukup selama 4 jam saja
yaitu mulai pk 13.00 hingga 17.00.
Gambar 17
Profil Beban Panas dalam Ruangan
Karena Sinar Masuk pada Bangunan
Menghadap Barat dengan Tipe
Bangunan Tanpa Tritisan
Gambar 18
Profil Beban Panas dalam Ruangan
pada Pk. 13.00 hingga 17.00 di
Bangunan tanpa Tritisan (Model 01)
dan Bertritisan (Model 05)
Kesimpulan
Untuk Kota Semarang, posisi
bangunan arah selatan akan lebih
redup dibanding dengan arah Utara,
maka pemecahan menghadirkan
sinar masuk harus lebih optimal di
posisi ini dibanding arah utara.
Rumah berkonsep minimalis/ rumah
dengan demensi tritisan minimal di
Kota Semarang, sangat cocok hanya
untuk fasad menghadap utara dan
selatan.
Bangunan menghadap barat sangat disarankan memanfaatkan fungsi
tritisan seoptimal mungkin.
Pemakaian pemakaian tritisan pada
arah ini dibanding dengan bangunan
„minimalis‟ akan mengefisienkan
energi sebesar 60%.
Kiat antisipasi besaran intensitas
panas matahari untuk bangunan
menghadap Barat dan Timur :
Jendela seyogyanya menggunakan
tritisan dengan model seoptimal
mungkin menangkis sinar matahri.
2). Perimbangkan tata letak tritisan,
tritisan makin berfungsi optimal
bilamana posisinya dekat dengan
jendela. 3) memperlebar besaran
sudut miring akan memberikan hasil optimal dibanduing dengan
memperpanjang bentuk plat beton
tritisan.
Sedangkan bberapa kiat bagi rumah
yang fasadnya menghadap Utara dan
Selatan : 1). Pilihan tritisan model
minimalis sangat dianjurkan karena
membuka peluang masuknya sinar
dan cahaya matahari terutama pada
bulan maret, juni dan September
(pada masa ini ruangan dalam tidak
mendapatkan sinar matahari apapun
bentuk tritisannya), 2). Jangan
menerapkan demensi bukaan
dinding/jendela yang kecil/minimalis,
artinya pergunakanlah jendela
berukuran lebar/besar.3) Hindari
pemakaian kaca jenis „rayben‟/redup.
Fenomena efek global warming untuk Kota Semarang dapat
ditunjukan dengan meningkatkan
rata-rata radiasi matahari global
mencapai 150% yang didapat dengan
memperbandingkan kondisi rata-
rata radiasi panas matahari global
Pilihan Bentuk Tritisan Hemat Energi
Untuk Kota Semarang (Eddy Prianto)
54
tahunan Kota Semarang 25 tahun
silam (tahun 2013 ke 1987).
Ucapan Terimakasih
Makalah ini merupakan bagian Roadmap
Rumah Tropis Hemat Energi dari
rangkaian penelitian yang dilakukan pada
cluster Eco-Tropical Home di
Laboratorium Teknologi Bangunan
Arsitektur Jurusan Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro. Pada
kesempatan ini tak lupa Penulis
mengucapkan pada pihak-pihak
membantu pensimulasian dengan
program SketchUp pada mata kuliah
fisika bangunan periode semester gasal
2013 (tema penerangan alami bangunan
arsitektur)
DAFTAR PUSTAKA
Amin, N. 2011. ”Optimasi Sistem
Pencahayaan dengan
Memanfaatkan Cahaya Alami
(Studi Kasus Lab Elektronika
Dan Mikroprosesor Untad)”.
Jurnal Ilmiah Foristek Vol.1 No.1
, 43-60.
Brau, J., Miller-Chagas, P., Patrick, D.,
Guyot, A., & Peneau, J.-P. 1989.
Analyse Climatique du Site. Paris:
Formation-Agence Francaise
pour la maitrise de l'energie.
Buchori, L., & Soemardjo, M. 2011.
Buku Ajar Perpindahan Panas.
Semarang: PT Petraya Mitrajaya.
ESDM, P. 2013. Handbook of Energi
Economic Statistic of Indonesia.
Jakarta: PSDATIN ESDM.
Kreith, F., & Prijono, A. 1991. Prinsip-
Prinsip Perpindahan
Panas-edisi ketiga
(terjemahan). Jakarta: Penerbit
Erlangga
Liebard, A., & De Herde, A. (-).
Bioclimatic Fasads.
United Kingdom: Somfy Group.
Lippsmeier, G. 1994. Bangunan Tropis
(terjemahan). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Mahaputri, H. E. 2010. “Studi Simulasi
Model Penerangan Alami pada
Bangunan Fasilitas Pendidikan
Tinggi dengan Superlite2.0”.
Teknologi dan Kejuruan, vol.33
no.2 , 201-210.
Olgyay, V. 1973. Design With Climate -
Bioclimatic Approach to
Architectural Regionalism. New
Jersey: Princeton University
Press.
Prabawa, G. A., & Prianto, E. 2007. 100
Alternatif Tritisan Beton Hemat
Energi. Semarang: JAFT Undip
(laporan penelitian tidak
dipublikasikan).
Prianto, E. 2005. “Arsitektur Jendela
Respon Gerakan Hemat
Energi”. Jurnal Ilmiah
Nasional Efisiensi & Konservasi
Energi , 1-11.
Prianto, E. 2003. Desain Jendela yang Tanggap Terhadap Tuntutan
Kenyamanan Penghuni. Semarang:
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Prianto, E. 2011. “Efek Penggunaan Batu
Alam pada Fasad Rumah Tinggal
terhadap Pemakaian Energi
Listrik. Jurnal Riptek, Vol.3 ,53-
60.
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 37 - 56
55
Prianto, E. 2010.” Efek Warna Dinding
Terhadap Pemakaian Energi
Listrik Dalam Rumah
Tangga”.Jurnal Riptek, Vol.4
no.1, 31-35.
Prianto, E. 2007. “Rumah Tropis Hemat
Energi Bentuk Keperdulian
Global Warming”. Jurnal Riptek.
Vol.1, No.1 , 1-10.
Prianto, E. 2013. “Trik Hemat Listrik
pada Skala Rumah Tinggal”.
Buletin Teknologi
Terapan Populer-UPPM- FT
Undip , 14-18.
Prianto, E., & Suyono, B. 2013. Simulasi
Efisiensi Energi Listrik pada
Bangunan Ber-Greenwall di
Semarang. Semarang: JAFT
Undip.
Prokum.ESDM. (2013, Oktober 20).
Indonesia Energi Stastic 2010.
Jakarta.
RI, K. P. “Program KPR FLPP”. Kompas,
19 Nopember 2013.
Santoso, A. J., & Antaryama, I. G. 2010.
Bangunan Tinggi di Daerah Tropis
Lembab. Surabaya: Program
Magister ITS (laporan penelitian
tidak dipublikasikan).
Satwioko, P. 2005. Arsitektur Sadar
Energi. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Setyowati, E. 2013. Buku Ajar Fisika
Bangunan 2 : Thermal & Acoustic.
Semarang: Badan penerbit
Universitas Diponegoro.
Smith, P. F. 2005. Architecture in a
Climate of Change.
Oxford: Architectural
Press.
Soegijanto. 1998. Bangunan di Indonesia
dengan Iklim Tropis Lembab
Ditinjau dari Aspek Fisika
Bangunan. Jakarta: Dikti
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Soetiaji, S. 1986. Anatomi Utilitas. Jakarta:
Jambatan.
Sukawi. 2008. “Kuliah Online Fisika
Bangunan”. Semarang:
http://www.sukawiblogspot.com.
Szokolay, S. V. 2008. Introduction to
Architectural Science. Oxford:
Architectural Press.
Umum, D. P. 1987. Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan
Sederhana Tidak Susun. Jakarta:
Yayasan Penerbit PU.
YB, M. 1997. Pengantar Fisika Bangunan.
Jakarta: Penerbit Djambatan.
Recommended