View
22
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOUNDING DAN DEPTH JUMP TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA
BERJALAN DI UDARA PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI 3 PABELAN KABUPATEN SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Skripsi
Oleh:
Zulva Adi Ermawan NIM. K.4602050
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOUNDING DAN DEPTH JUMP TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA
BERJALAN DI UDARA PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI 3 PABELAN KABUPATEN SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh:
Zulva Adi Ermawan NIM. K.4602050
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi
Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
S U R A K A R T A 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Agus Margono, M.Kes. Drs. Waluyo M.Or. NIP. 1958082219843 1 002 NIP. 19660307199403 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Pada hari : Jum’at
Tanggal : 30 April 2010
Tim Penguji Skripsi :
(Nama Terang) (Tanda Tangan)
Ketua : Drs. Mulyono, MM
Sekretaris : Drs. H. Sunardi, M.Kes
Anggota I : Drs. H. Agus Margono, M.Kes
Anggota II : Drs. Waluyo, M.Or
Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Zulva Ardi Ermawan. PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOUNDING DAN DEPTH JUMP TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA BERJALAN DI UDARA PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI 3 PABELAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Pebruari 2010.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh latihan
pliometrik bounding dan depth jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya
berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten
Semarang tahun pelajaran 2009/2010. (2) Latihan plimetrik yang lebih baik
pengaruhnya antara bounding dan depth jump terhadap kemampuan lompat jauh
gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan
Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi dalam penelitian
ini adalah siswa putra kelas VIII SMP Negeri Pabelan 3 Kabupaten Semarang
tahun pelajaran 2009/2010 berjumlah 104 orang yang terbagi dalam lima kelas.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
proportional random sampling. Sampel yaitu diambil 30% dari jumlah populasi
tiap kelasnya, sehingga besarnya sampel yang digunakan sebanyak 32 orang.
Teknik pengumpulan data dengan tes dan pengukuran yaitu kemampuan lompat
jauh gaya berjalan di udara dari Tamsir Riyadi (1985:166). Teknik analsis data
yang digunakan dengan uji t pada taraf signifikansi 5%.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan sebagi berikut: (1) Ada
perbedaan pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump terhadap lompat
jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan
Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010, dengan nilai perhitungan thit
sebesar 1,1772 dan ttabel sebesar 1,75 pada taraf signifikasi 5%. (2) Latihan
pliometrik bounding lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan lompat jauh
gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan
Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010. Kelompok 1 (kelompok yang
mendapat perlakuan latihan pliometrik bounding) memiliki peningkatan sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
79,12621%. Sedangkan kelompok 2 (kelompok yang mendapat perlakuan latihan
pliometrik depth jump) memiliki peningkatan sebesar 18,81884%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
v Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah, dengan seni kehidupan menjadi
indah dengan agama hidup menjadi terarah dan bermakna.
(A.H. Mukti Ali)
v Kesungguhan, kerja keras dan berdo’a adalah senjata yang ampuh untuk
meraih cita-cita
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Bapak dan Ibu tercinta
Adik tersayang
Teman-teman Angkatan 2002
Adik-adik JPOK FKIP UNS
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga dapat diselesaikan
penulisan skripsi ini.
Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi
berkat bantuan dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Program Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Rekreasi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. H. Agus Margono, M.Kes. sebagai pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
5. Drs. Waluyo, M.Or., sebagai pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
6. Kepala SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang yang telah memberikan
ijin untuk mengadakan penelitian.
7. Siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun
pelajaran 2009/2010 yang telah bersedia menjadi sampel penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang
Maha Esa. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat
bermanfaat.
Surakarta, Pabruari 2010
ZAE
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ................................…………………………………………………
PENGAJUAN ...............................………………………………………….
PERSETUJUAN .........................…………………………………………….
PENGESAHAN ..............................………………………………………….
ABSTRAK .................………………………………………………………
PERSEMBAHAN .............................……………………………………….
MOTTO .....................………………………………………………………..
KATA PENGANTAR ..................................………………………………..
DAFTAR ISI ......................................………………………………………
DAFTAR GAMBAR ...................................………………………………...
DAFTAR TABEL ....................……………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN ...............................……………………………….
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………..
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………...
B. Identifikasi Masalah ..…………………………………………...
C. Pembatasan Masalah ...................……………………………..…
D. Perumusan Masalah ......………………………………………….
E. Tujuan Penelitian .....…………………………………………….
F. Manfaat Penelitian .....……………………………………………
BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………….
A. Tinjauan Pustaka ...……………………………………………….
1. Lompat Jauh……………………………………………………
a. Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara……………………..
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Lompat Jauh
c. Teknik Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara…………….
i
ii
iii
iv
v
vii
ix
ix
x
xiii
xiv
xv
1
1
5
5
6
6
7
8
8
8
8
9
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
2. Hakikat Latihan………………………………………………..
a. Tujuan Latihan…………………………………………….
b. Latihan Fisik………………………………………………
c. Prinsip-Prinsip dasar Latihan Fisik……………………….
d. Pengaruh Latihan Fisik……………………………………
3. Latihan Pliometrik…………………………………………….
a. Hakikat dan Tujuan Latihan Pliometrik…………………..
b. Pedoman Pelaksanaan Latihan Pliometrik………………..
c. Penyusunan Program Latihan Pliometrik…………………
4. Latihan Pliometrik Bounding………………………………….
a. Pengertian Latihan Pliometrik Bounding…………………
b. Pengaruh Latihan Pliometrik Bounding dengan
Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara……..
5. Latihan Pliometrik Depth Jump………………………………
a. Pengertian Latihan Pliometrik Depth Jump…………….
b. Pengaruh Latihan Pliometrik Depth Jump dengan
Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara……..
B. Kerangka Pemikiran .......……………………………………….
C. Perumusan Hipotesis ............………………………….…………
BAB III METODE PENELITIAN .............………………………………….
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....………………………………..
B. Metode Penelitian ………………………………………………
C. Variabel Penelitian………………………………………………
D. Treatment………………………………………………………..
E. Populasi dan Sampel Penelitian………………………………….
F. Teknik Pengumpulan Data………………………………………
G. Teknik Analisis Data…………………………………………….
BAB IV HASIL PENELITIAN ...................………………………………..
A. Deskripsi Data ...............………………………………………..
B. Mencari Reliabilitas……………………………………………
15
15
17
18
24
27
27
28
30
32
32
34
35
35
37
38
40
41
41
41
42
42
43
44
44
47
47
47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
C. Pengujian Persyaratan Analisis………………………………….
1. Uji Normalitas………………………………………………..
2. Uji Homogenitas……………………………………………..
D. Hasil Analisis Data………………………………………………
1. Uji Perbedaan sebelum Diberi Perlakuan……………………
2. Uji Perbedaan sesudah Diberi Perlakuan…………………….
E. Pengujian Hipotesis……………………………………………..
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .........………. …………
A. Simpulan……………………………………………………….
B. Implikasi ....................…………………………………………
C. Saran .........................…………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA .............................…………………………………….
LAMPIRAN.........................…………………………………………………
48
48
49
50
50
50
53
55
55
55
56
57
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Prestasi
Lompat Jauh………………………………………………..
Gambar 2. Awalan Lompat Jauh……………………………………….
Gambar 3. Sikap dan Gerakan pada Waktu akan Melakukan Tolakan
Gambar 4. Sikap Melayang Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara……
Gambar 5. Sikap Badan Waktu mendarat Lompat Jauh……………….
Gambar 6. Latihan Pliometrik Double Leg Bounding…………………
Gambar 7. Latihan Pliometrik Depth Jump……………………………
Gambar 8. Tes dan Pengukuran Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
9
12
13
14
15
34
37
75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Populasi Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan
Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2009/2010…………
Tabel 2. Deskripsi Data Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan
Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara Kelompok 1 dan
Kelompok 2…………………………………………………
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal dan Tes
Tes Akhir……………………………………………………
Tabel 4. Range Kategori Reliabilitas…………………………………
Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Normalitas…………………………..
Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data……………………
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal pada Kelompok
1 dan Kelompok 2……………………………………………
Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal pada Kelompok
1……………………………………………………………..
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal pada Kelompok
2……………………………………………………………..
Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Akhir antara
Kelompok 1 dan Kelompok 2……………………………….
Tabel 11. Rangkuman Hasil Penghitungan Nilai Perbedaan
Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di
Udara Kelompok 1 dan Kelompok 2………………………..
44
47
47
48
48
49
50
51
51
52
52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Tes Awal Kemampuan Lompat Jauh Gaya
Jongkok………………………………………………….
Lampiran 2. Uji Reliabilitas Data Tes Awal………………………….
Lampiran 3. Uji Normalitas Data Tes Awal Kelompok 1………….
Lampiran 4. Uji Normalitas Data Tes Awal Kelompok 2……………
Lampiran 5. Uji Homogenitas Data Tes Awal………………………..
Lampiran 6. Data Tes Akhir Kemampuan Lompat Jauh Gaya
Berjalan Di Udara……………………………………….
Lampiran 7. Uji Reliabilitas Data Tes Akhir………………………….
Lampiran 8. Uji Perbedaan Tes Awal Kelompok 1 dan 2……………
Lampiran 9. Uji Perbedaan Data Tes Awal dan Tes Akhir pada
Kelompok 1……………………………………………..
Lampiran 10.Uji Perbedaan Data Tes Awal dan Tes Akhir pada
Kelompok 2……………………………………………..
Lampiran 11.Uji Perbedaan Data Tes Akhir antara Kelompok 1 dan
Kelompok 2……………………………………………..
Lampiran 12. Menghitung Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh
Gaya Berjalan Di Udara dalam Persen antara Kelompok
1 dan Kelompok 2……………………………………….
Lampiran 13.Tes dan Pengukuran Lompat Jauh Gaya Berjalan Di
Udara…………………………………………………….
Lampiran 14. Program Latihan Pliometrik Bounding dan Depth Jump
Lampiran 15. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian…………………..
Lampiran 16. Ijin Penelitian Dari Universitas Sebelas Maret
Surakarta……………………………………………….
Lampiran 17. Surat Keterangan Penelitian dari SMP Negeri 3
Pabelan Kabupaten Semarang…………………………..
60
61
63
64
65
66
67
69
70
71
73
74
76
84
86
87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai
peran penting dan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan secara keseluruhan.
Melalui pendidikan jasmani banyak manfaat yang diperolehnya. Aip Syarifuddin
dan Muhadi (1991/1992: 7) menyatakan, “Melalui pendidikan jasmani anak didik
akan memperoleh berbagai pengalaman terutama yang sangat erat kaitannya
dengan kesan pribadi yang menyenangkan, berbagai ungkapan yang kreatif,
inovatif, keterampilan gerak, kebugaran jasmani, membiasakan hidup sehat,
pengetahuan dan pemahaman terhadap sesama manusia”. Sedangkan Agus
Mahendra (2004: 7-9) menyatakan, “Secara umum manfaat pendidikan jasmani
di sekolah untuk memenuhi kebutuhan anak akan bergerak, mengenalkan anak
pada lingkungan dan potensi lainnya, menanamkan dasar-dasar keterampilan yang
berguna, menyalurkan energi yang berlebihan dan, merupakan proses pendidikan
secara serempak baik fisik, mental maupun emosional.
Ditinjau dari pengertian pendidikan jasmani, maka aktivitas gerak fisik
siswa merupakan sarana pendidikan. Dengan dilaksanakannya pendidikan jasmani
diharapkan dapat merangsang perkembangan dan pertumbuhan jasmani siswa,
merangsang perkembangan sikap, mental, sosial dan emosi, serta dapat
memberikan pemahaman tentang manfaat pendidikan jasmani. Salah satu
pelajaran pendidikan jasmani yang diajarkan di sekolah-sekolah yaitu cabang
olahraga atletik.
Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat penting. Atletik
merupakan cabang olahraga yang di dalamnya mengandung unsur gerakan-
gerakan dasar dari hampir semua cabang olahraga yang kita kenal. Nomor-nomor
cabang olahraga atletik yang diajarkan meliputi nomor, jalan lari, lompat dan
lempar. Salah satu nomor lompat yang diajarkan di sekolah adalah lompat jauh.
Berdasarkan gaya lompat jauh dibedakan menjadi tiga, salah satunya adalah
lompat jauh gaya berjalan di udara (walking in the air). Dikatakan gaya berjalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
di udara karena pada saat melayang di udara membuat gerakan seperti orang
berjalan. Agar lebih mudah melakukan gaya yang diinginkan pada saat di udara,
maka harus melompat setinggi-tingginya. Lompatan yang tinggi merupakan
bagian yang penting untuk melakukan gaya saat melayang di udara dan
mendukung pencapaian jarak lompatan yang lebih maksimal, sehingga prestasi
yang tinggi dapat dicapai secara maksimal.
Untuk mencapai prestasi dalam lompat jauh dipengaruhi oleh banyak
faktor. Menurut Gunther Bernhard (1993:45) bahwa, "Faktor kondisi fisik dan
faktor teknik merupakan unsur-unsur dasar prestasi lompat jauh". Memiliki
kondisi fisik serta menguasai teknik melompat yang baik merupakan faktor dapat
mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh. Ditinjau dari teknik melompat
terdiri beberapa gerakan yaitu awalan, tumpuan, lompatan, saat melayang dan
pendaratan. Bagian-bagian tersebut merupakan teknik-teknik lompat jauh yang
harus dirangkaikan secara harmonis dan berkesinambungan untuk memperoleh
lompatan yang maksimal.
Ditinjau dari kondisi fisik, salah satu komponen kondisi fisik yang dapat
mendukung pencapaian prestasi lompat jauh adalah power otot tungkai. Hal ini
sesuai pendapat Tamsir Riyadi (1985: 69) menyatakan, “Salah satu komponen
fisik yang dapat mendukung kemampuan lompat jauh adalah daya ledak
(explosive power)”. Pencapaian jarak lompatan sangat tergantung pada daya
dorong badan ke depan atas yang dapat dikembangkan dari power otot tungkai.
Daya ini dapat dikembangkan dari awalan lari yang cepat dan lompatan ke atas
yang kuat dari salah satu kaki pada saat menolak pada balok tolakan. Untuk
mendapatkan lompatan yang maksimal, maka otot-otot tungkai harus dilatih dan
dikembangkan dengan latihan yang tepat. Menurut Soegito, Bambang Wijanarko
dan Ismaryati (1993: 59) bahwa, "Untuk dapat melompat dengan kuat dan baik,
diperlukan latihan-latihan penguatan otot-otot kaki".
Power merupakan aplikasi kombinasi antara kekuatan dan kecepatan yang
dikerahkan dalam waktu yang singkat. Power dapat dilatih dan dikembangkan
melalui beberapa cara atau metode latihan, antara lain dengan pliometrik. Menurut
Radcliffe dan Farentinos (2002: 4) bahwa, "Setiap keterampilan yang menuntut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
power, yaitu kombinasi atau perpaduan antara kekuatan dan kecepatan dapat
memperoleh manfaat dari latihan pliometrik".
Secara umum latihan pliometrik memiliki aplikasi yang sangat luas dalam
kegiatan olahraga dan secara khusus latihan pliometrik sangat bermanfaat untuk
meningkatkan power. Hal ini karena, pola gerakan pliometrik sebagian besar
mengikuti konsep “power chain” (rantai power) dan sebagian besar latihan khusus
melibatkan otot-otot anggota gerak bawah, karena gerakan kelompok otot ini
secara nyata merupakan pusat power.
Prinsipnya latihan pliometrik didasarkan pada prinsip pra peregangan otot
yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas respon untuk penyerapan kejutan
dari ketegangan yang dilakukan otot sewaktu bekerja. Sebagai metode latihan
fisik latihan pliometrik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok latihan yaitu: (1)
latihan untuk anggota gerak bawah, (2) latihan untuk batang tubuh, dan (3) latihan
untuk anggota gerak atas.
Berdasarkan bagian-bagian latihan dari pliometrik tersebut, latihan
pliometrik untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara
yaitu latihan anggota gerak bawah, khusunya power otot tungkai. Menurut James
C. Radcliffe & Farentinos, (1985) dan Chu (1992) beberapa bentuk latihan
pliometrik yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya ledak anggota gerak
bawah antara lain: “Bounds, hops, jumps, leaps, skips, ricochets, jumping-in
place, standing jumps, multiple hop and jump, box drills, bounding dan dept
jump”.
Berdasarkan bentuk-bentuk latihan pliometrik anggota gerak bawah
tersebut dapat diterapkan ke dalam berbagai macam cabang olahraga termasuk
lompat jauh. Bentuk latihan pliometrik yang akan dikaji dan diteliti untuk
meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara yaitu bounding dan
dept jump. Dari kedua bentuk latihan pliometrik tersebut belum diketahui bentuk
latihan mana yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan
lompat jauh gaya berjalan di udara. Untuk mengetahui hal tersebut perlu
dibuktikan dengan mengujicobakan kedua bentuk latihan pliometrik tersebut
melalui penelitian eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah siswa putra kelas III SMP
Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010. Ditinjau dari
pelaksanaan pendidikan jasmani termasuk cabang olahraga atletik khususnya
lompat juah telah berjalan dengan baik. Namun disisi lain, kemampuan lompat
jauh gaya berjalan di udara siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan
Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 masih rendah. Banyak para
siswa kurang menguasai teknik lompat jauh gaya berjalan di udara dan
kemampuan kondisi fisik yang dimiliki belum terlatih serta belum mampu
memanfaatkannya dalam teknik lompat juah gaya berjalan di udara. Kondisi
semacam ini harus diperhatikan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah-sekolah
termasuk SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang pada umumnya banyak
kendala yang dihadapi oleh guru Penjas. Terbatasnya jam pelajaran merupakan
kendala yang menyulitkan bagi pihak guru. Waktu yang tersedia tidak
memungkinkan untuk mengembangkan faktor-faktor yang mendukung
pencapaian prestasi lompat jauh gaya berjalan di udara, termasuk penerapan
metode latihan seperti pada olahraga prestasi. Pembelajaran yang diberikan hanya
terbatas pengenalan teknik lompat jauh, itu pun siswa belum menguasai dengan
benar, sehingga penguasaan teknik lompat jauh gaya berjalan di udara masih
rendah. Kondisi inilah yang menyebabkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan
di udara masih rendah. Untuk meningkatkan kemampuan lompat juh gaya berjalan
di udara, maka perlu dilakukan latihan secara sistematis dan kontinyu di luar jam
pelajaran sekolah. Di samping itu, dalam menerapkan latihan harus dengan bentuk
latihan yang tepat, sehingga diperoleh hasil latihan yang maksimal. Upaya
meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya jongkok dapat dilakukan dengan
latihan pliometrik di antaranya dengan latihan pliometrik bounding dan depth
jump.
Permasalahan yang telah dikemukakan di atas yang melatar belakangi
judul penelitian, ”Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Bounding dan Depth
Jump terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara pada Siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran
2009/2010”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Perlu ditelusuri faktor-faktor yang menyebabkan kemampuan lompat jauh
gaya berjalan di udara siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan
Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 masih rendah.
2. Para siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun
pelajaran 2009/2010 belum menguasai teknik lompat jauh gaya berjalan di
udara dan kemampuan kondisi fisik masih rendah.
3. Kurangnya latihan untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya
berjalan di udara SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran
2009/2010.
4. Belum diketahui pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump
terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara.
5. Kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara siswa putra kelas VIII SMP
Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 belum
teruji.
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian perlu dibatasi agar
tidak menyimpang dari permasalahan penelitian. Pembatasan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump terhadap kemampuan
lompat jauh gaya berjalan di udara.
2. Kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara siswa putra kelas VIII SMP
Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, masalah
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh antara latihan pliometrik bounding dan depth
jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa
putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran
2009/2010?
2. Manakah yang lebih baik pengaruhnya antara latihan pliometrik bounding dan
depth jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada
siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun
pelajaran 2009/2010?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini
mempunyai tujuan untuk mengetahui:
1. Perbedaan pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump terhadap
kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII
SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010.
2. Latihan plimetrik yang lebih baik pengaruhnya antara bounding dan depth
jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa
putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran
2009/2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat antara lain:
1. Bagi siswa dapat meningkatkan penguasaan teknik lompat jauh gaya berjalan
di udara dan faktor-faktor yang mendukungnya khususnya peranan power otot
tungkai, sehingga dapat mendukung pencapaian prestasi lompat jauh gaya
berjalan di udara menjadi lebih baik.
2. Bagi guru Penjaskes dan siswa SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang
dapat menambah pengetahuan dalam ilmu olahraga pada umumnya dan
metode latihan lompat jauh untuk mendukung pencapaian lompat jauh gaya
berjalan di udara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Lompat Jauh
a. Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Menurut Aip Syarifuddin (1992:90) bahwa, “Lompat jauh adalah suatu
bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas ke depan dalam upaya
membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang
dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk
mencapai jarak yang sejauh-jauhnya”.
Berdasarkan gayanya, gaya lompat jauh dibedakan menjadi tiga macam,
salah satunya adalah gaya berjalan di udara. Menurut Tamsir Riyadi (1985:100)
bahwa, “Lompat jauh gaya berjalan di udara (walking in the air) disebut juga gaya
lari di udara (running in the air) atau gaya menyepak dengan menghentak (hitch
kick) dan sering disebut pula gaya melangkah di udara (stride in the air)”.
Lompat jauh gaya berjalan di udara lebih sulit dibandingkan dengan gaya
jongkok maupun gaya snepper. Pada umumnya lompat jauh gaya berjalan di
udara digunakan oleh atlet-atlet lompat yang sudah berpengalaman. Adapun
tujuan dari gaya berjalan di udara, menurut Jess Jerver (1999:40) adalah:
1) Untuk mendapatkan keseimbangan sewaktu melayang di udara dan memperoleh posisi landing yang efisien.
2) Untuk mengurangi arah rotasi ke depan dengan mencari resultante ke arah gerak menyudut. Caranya adalah dengan memutar tungkai dan tangan pada saat lari dan melayang.
Pelaksanaan gerakan lompat jauh gaya berjalan di udara, menurut Aip
Syarifuddin (1992:94) sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Pada waktu atau setelah dari papan tolakan, kaki yang belakang diayunkan jauh ke atas depan, kedua tangan (lengan) diayun jauh ke atas, agar dapat melompat lebih tinggi dan lebih jauh. Sambil melayang di udara kaki digerakkan melangkah ke depan secara bergantian (hitch kick) untuk menghasilkan jangkauan yang luas dari pinggang. Paha diangkat ke atas untuk memperoleh jangkauan kaki jauh ke depan pada waktu akan mendarat. Kemudian mendarat pada kedua kaki, kedua tangan ke depan.
Teknik pelaksanaan gaya berjalan di udara harus dipahami dan dikuasai
dengan baik dan benar. Kesalahan gerakan atau teknik saat melayang di udara
akan mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh atau bahkan badan akan
cepat mendarat.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Lompat Jauh
Tujuan utama lompat jauh adalah mencapai jarak lompatan yang sejauh-
jauhnya. Untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya dipengaruhi oleh
banyak faktor. Gunter Bernhard (1993: 45) menyatakan unsur-unsur dasar bagi
suatu prestasi pada lompat jauh adalah: “(1) Faktor kondisi terutama kecepatan,
tenaga loncat dan tujuan yang diarahkan kepada keterampilan, (2) Faktor teknik
yaitu: ancang-ancang, persiapan loncat dan perpindahan, fase melayang dan
pendaratan”. Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi lompat
jauh, Jonath U., Haag E.,& Krempel R. (1987: 196) menggambarkan
persyaratan yang harus dipenuhi pelompat jauh yaitu:
+ +
Gambar 1. Skema Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Lompat Jauh (Jonath U., Haag E.,& Krempel R. 1987: 196)
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan, faktor yang
mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh adalah faktor kondisi fisik dan
faktor teknik melompat. Ditinjau dari teknik melompat meliputi awalan, tolakan,
melayang di udara dan pendaratan. Ditinjau dari kondisi fisik, komponen fisik
Kecepatan
Kondisi - Tenaga loncat - Kemudahan gerak - Ketangkasan - Rasa irama
Teknik - Ancang-ancang - Lepas tapak - Tahap melayang - Pendaratan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh antara lain kecepatan
dan tenaga loncat (power). Seperti dikemukakan Tamsir Riyadi (1985: 95) bahwa,
“Kemampuan fisik yang harus dimiliki seorang pelompat antara lain: daya ledak,
kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi". Untuk mencapai
oprestasi lompat jauh gaya berjalan di udara secara maksimal, maka faktor-faktor
yang mempengaruhinya harus dilatih dan ditingkatkan melalui latihan yang
sistematis dan kontinyu.
c. Teknik Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Teknik merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan rasional
yang memungkinkan tercapainya hasil-hasil yang baik dalam suatu pertandingan
atau perlombaan. Teknik melompat merupakan salah satu bagian yang akan
mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh. Untuk mencapai prestasi lompat
jauh, maka seorang pelompat harus menguasai macam-macam teknik melompat
yang benar.
Teknik lompat jauh terdiri beberapa bagian yang dalam pelaksanaannya
harus dirangkaikan secara baik dan harmonis. Pada prinsipnya semua teknik
lompat jauh adalah sama baik gaya jongkok, gaya berjalan di udara maupun gaya
menggantung. Letak perbedaannya pada saat melayang di udara. Seperti
dikemukakan Tamsir Riyadi (1985: 95) bahwa, “Yang menyebabkan adanya
perbedaan dari ketiga gaya hanya terletak pada saat melayang di udara. Tinjauan
secara teknis pada lompat jauh meliputi 4 masalah yaitu: cara melakukan awalan,
tumpuan, melayang di udara dan cara melakukan pendaratan”.
Berdasarkan pendapat tersebut menujukkan, teknik lompat jauh gaya
berjalan di udara terdiri empat bagian yaitu, awalan, tumpuan, melayang di udara
dan mendarat. Dari keempat teknik gerakan lompat jauh gaya berjalan di udara
tersebut merupakan satu pola gerakan yang tidak boleh diputus-putus
pelaksanaannya. Untuk mencapai prestasi lompat jauh gaya berjalan di udara
secara maksimal, maka teknik-teknik tersebut harus dikuasai dengan baik dan
benar. Untuk lebih jelasnya teknik lompat jauh gaya berjalan di udara diuraikan
secara singkat sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
1) Awalan
Awalan merupakan tahap pertama dalam lompat jauh. Tujuan awalan adalah
untuk mendapatkan kecepatan maksimal pada saat akan melompat dan membawa
pelompat pada posisi yang optimal untuk tolakan. Awalan yang benar merupakan
prasyarat yang harus dipenuhi, untuk menghasilkan jarak lompatan yang sejauh-
jauhnya.
Awalan lompat jauh dilakukan dengan berlari secepat-cepatnya sebelum
salah satu kaki menumpu pada balok tumpuan untuk mendapatkan dorongan ke
depan pada waktu melompat. Pelompat harus berlari semakin cepat sehingga
mencapai kecepatan penuh pada saat sebelum salah satu kaki menumpu. Jes
Jerver (1999: 34) menyatakan “Maksud berlari sebelum melompat ini adalah
untuk meningkatkan kecepatan horisontal secara maksimum tanpa menimbulkan
hambatan sewaktu take of ”. Jarak awalan tidak perlu terlalu jauh, tetapi
sebagaimana pelari mendapatkan kecepatan tertinggi sebelum salah satu kaki
menolak.
Jarak awalan lompat jauh tidak ada aturan khusus, namun bersifat
individual tergantung dari masing-masing pelompat. Kecepatan awalan harus
sudah dicapai tiga atau empat langkah sebelum balok tumpuan. Tiga atau empat
langkah terakhir sebelum bertumpu tersebut dimaksudkan untuk mengontrol saat
menolak dibalok tumpuan. Menurut Soegito (1992: 36-38) memberikan petunjuk
pelaksanaan awalan sebagai berikut:
1) Berdirilah di belakang tanda titik awalan anda. Berkonsentrasilah sejenak.
2) Berlarilah dengan cepat dengan irama yang tetap menuju balok tumpuan.
3) Setelah ± 4 langkah dari balok tumpuan, berkonsentrasilah pada tumpuan tanpa mengurangi kecepatan.
4) Pada saat melakukan tumpuan badan agak condong ke belakang. Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan harmonis, lancar dan dengan
kecepatan yang tinggi, tanpa ada gangguan langkah yang diperkecil atau
diperlebar untuk memperoleh ketepatan bertumpu pada balok tumpuan. Aip
Syarifuddin (1992: 91) menyatakan, "Untuk menjaga kemungkinan pada waktu
melakukan awalan itu tidak cocok, atau ketidak tepatan antara awalan dan tolakan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
biasanya pelompat membuat dua buah tanda (cherkmark) antara permulaan akan
memulai melakukan awalan dengan papan tolakan".
Bak Pasir Tanda Tanda pertama kedua Papan tolak
Gambar 2. Awalan Lompat Jauh (Aip Syarifuddin, 1992: 91)
2) Tumpuan
Tumpuan merupakan perubahan gerak horisontal ke gerak vertikal yang
dilakukan secara cepat. Tumpuan dilakukan dengan cara yaitu, sebelumnya
pelompat sudah mempersiapkan diri untuk melakukan tolakan sekuat-kuatnya
pada langkah terakhir, sehingga seluruh tubuh terangkat ke atas melayang di
udara. Tolakan dilakukan dengan menjejakkan salah satu kaki untuk menumpu
tanpa langkah melebihi papan tumpu untuk mendapatkan tolakan ke depan atas
yang besar. Jes Jerver (1999:35) menyatakan, “Maksud dari take off adalah
merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan, dengan melakukan lompatan tegak
lurus, sambil mempertahankan kecepatan horisontal semaksimal mungkin”.
Lompatan dilakukan dengan mencondongkan badan ke depan membuat sudut
lebih kurang 45° dan sambil mempertahankan kecepatan saat badan dalam posisi
horisontal.
Untuk mendapatkan daya dorong ke depan dan ke atas yang maksimal
sebaiknya menggunakan kaki tumpu yang paling kuat. Tumpuan kaki yang kuat
memberi peluang yang besar untuk memperoleh lompatan yang tinggi dan jauh ke
depan, sehingga lompatan lebih maksimal. Di samping itu juga, ketepatan
melakukan tumpuan akan menunjang keberhasilan lompatan. Kesalahan
menumpu (melewati balok tumpuan), lompatan dinyatakan gagal atau
diskualifikasi. Sedangkan penempatan kaki tumpu berada jauh sebelum balok
tumpuan akan sangat merugikan terhadap pencapaian jarak lompatan. Untuk
mencapai lompatan yang maksimal, maka harus dilakukan dengan kaki yang kuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dan tepat pada balok tumpuan. Menurut Tamsir Riyadi (1985:96) teknik
menumpu pada lompat jauh sebagai berikut:
1) Tolakan dilakukan dengan kaki yang terkuat. 2) Sesaat akan bertumpu sikap badan agak condong ke belakang (jangan
berlebihan) untuk membantu timbulnya lambungan yang lebih baik (sekitar 45°.
3) Bertumpu sebaiknya tepat pada papan tumpuan. 4) Saat bertumpu kedua lengan ikut serta diayunkan ke depan atas.
Pandangan ke depan atas (jangan melihat ke bawah). 5) Pada kaki ayun (kanan) diangkat ke depan setinggi pinggul dalam
posisi lutut ditekuk
Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan teknik pelaksanaan menumpu
sebagai berikut:
Gambar 3. Sikap dan Gerakan pada Waktu akan Melakukan Tolakan (Aip Syarifuddin, 1992: 92)
3) Melayang Di Udara
Melayang di udara merupakan letak perbedaan gaya dalam lompat jauh.
Sikap dan gerakan badan di udara sangat erat kaitannya dengan kecepatan awalan
dan kekuatan tolakan. Karena pada waktu lepas dari papan tolak, badan si
pelompat dipengaruhi oleh suatu kekuatan yang disebut “daya penarik bumi”.
Daya penarik bumi ini bertitik tangkap pada suatu titik yang disebut titik berat
badan (T.B./center of gravity). Titik berat badan ini letaknya kira-kira pada
pinggang si pelompat sedikit di bawah pusar agak ke belakang.
Salah satu usaha untuk mengatasi daya tarik bumi tersebut yaitu harus
melakukan tolakan yang sekuat-kuatnya disertai dengan ayunan kaki dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kedua tangan ke arah lompatan. Semakin cepat awalan dan semakin kuat tolakan
yang dilakukan, maka akan semakin lebih lama dapat membawa titik berat badan
melayang di udara. Dengan demikian akan dapat melompat lebih tinggi dan lebih
jauh, karena kedua kecepatan itu akan mendapatkan perpaduan (resultante) yang
menentukan lintasan gerak dari titik berat badan tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan pada saat melayang di udara yaitu menjaga keseimbangan tubuh,
sehingga akan membantu pendaratan. Jonath et al. (1987: 200) mengemukakan
“Pada fase melayang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan mempersiapkan
pendaratan”.
Gambar 4. Sikap Melayang Lompat Jauh Gaya Berjalan di Udara (Aip Syarifuddin, 1992: 94)
4) Pendaratan
Pendaratan merupakan tahap terakhir dari rangkaian gerakan lompat jauh.
Pendaratan merupakan prestasi yang dicapai dalam lompat jauh. Mendarat dengan
sikap dan gerakan yang efisien merupakan kunci pokok yang harus dipahami oleh
seorang pelompat. Mendarat dengan sikap badan hampir duduk dan kaki lurus ke
depan merupakan pendaratan yang efisien. Pada waktu mulai menyentuh tanah,
pelompat memegaskan lutut dan menggeserkan pinggang ke depan, sehingga
badan bagian atas menjadi agak tegak dan lengan mengayun ke depan. Gerakan
tersebut harus dilakukan dalam satu rangkaian gerakan yang utuh dan harmonis.
Keberhasilan dalam lompat jauh tergantung dari pendaratan yang baik dan benar.
Menurut Soegito (1992: 41) teknik pendaratan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
1) Pada saat badan akan jatuh di tanah lakukan pendaratan sebagai berikut : a) Luruskan kedua kaki ke depan. b) Rapatkan kedua kaki. c) Bungkukkan badan ke depan. d) Ayunkan kedua tangan ke depan. e) Berat badan dibawa ke depan.
2) Pada saat jatuh di tanah atau mendarat : a) Usahakan jatuh pada ujung kaki rapat/sejajar. b) Segera lipat kedua lutut. c) Bawa dagu ke dada sambil mengayun kedua tangan ke bawah arah
belakang.
Berikut ini diisajikan ilustrasi gambar teknik gerakan mendarat lompat
jauh gaya berjalan di udara sebagai berikut:
Gambar 5. Sikap Badan Waktu Mendarat Lompat Jauh (Aip Syarifuddin, 1992: 95)
2. Hakikat Latihan
a. Tujuan Latihan
Latihan bukan merupakan hal yang baru, atau baru saja ditemukan pada
jaman sekarang ini, namun latihan sudah ada sejak jaman Mesir Purba dan
Yunani. Pada saat itu orang-orang melakukan latihan secara sistematis dalam
usaha mencapai tujuan militer maupun untuk olimpik. Pada prinsipnya latihan
merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Berkaitan dengan latihan A. Hamidsyah Noer (1995: 6)
menyatakan, “Latihan suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau
bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari
kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan”. Menurut Yusuf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145) bahwa, “Latihan adalah proses yang
sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari
kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”. Menurut
Bompa (1990: 3) bahwa, “Latihan merupakan aktivitas olahraga yang sistematik
dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan indicidual yang
mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai
sasaran yang telah ditentukan”. Hal senada dikemukakan Russel R. Pate., Bruce
Mc. Clenaghan & Robert Rotella (1993: 317) bahwa, “Latihan dapat didefinisikan
sebagai peran serta yang sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan latihan”.
Latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis
dan kontinyu, dilakukan dalam waktu yang lama dan secara berulang-ulang
dengan beban latihan yang semakin meningkat untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tujuan akhir latihan menurut Russel R. Pate., BruceMc. Clenaghan &
Robert Rotella (1993: 317) yaitu, “Untuk meningkatkan penampilan olahraga”.
Menurut Yusuf Adisasmita & Aip Syarifuddin (1996: 126) bahwa, “Tujuan utama
latihan adalah untuk membantu atlit meningkatkan keterampilan dan prestasi
olahraganya semaksimal mungkin”. Sedangkan Bompa (1990: 4) menyatakan
tujuan umum latihan yaitu:
1) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara multiralteral.
2) Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik yang spesifik, sesuai dengan kebutuhan olahraga yang ditekuni.
1) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari cabang olahraganya.
2) Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun strategi yang diperlukan.
3) Untuk mengelola kualitas kemauan. 4) Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu maupun tim
secara optimal. 5) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlit. 6) Untuk pencegahan cidera. 7) Untuk meningkatkan pengetahuan teori.
Tujuan umum latihan pada prinsipnya sangat luas. Namun hal yang utama
dari latihan olahraga prestasi yaitu, untuk meningkatkan keterampilan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
mencapai prestasi setinggi mungkin dari atlit yang berlatih.Untuk mencapai tujuan
tersebut, ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam latihan yaitu, “(1)
Latihan fisik, (2) latihan teknik, (3) latihan taktik dan, (4) latihan mental (Yusuf
Adisasmita & Aip Syarifuddin, 1996: 12-127).
Dari keempat aspek latihan tersebut harus dilatih dan dikembangkan
secara serempak agar tujuan latihan dapat tercapai. Namun demikian, dari
keempat aspek latihan tersebut dapat dilatih dan ditingkatkan salah satu aspek saja
menurut kebutuhan. Jika ingin meningkatkan kemampuan fisik, maka latihan fisik
menjadi prioritas dari latihan. Untuk mencapai kemampuan fisik yang maksimal,
maka harus diterapkan metode latihan yang tepat.
b. Latihan Fisik
Kondisi fisik yang baik merupakan faktor yang mendasar untuk
mengembangkan faktor lainnya, sehingga akan mendukung pencapaian prestasi
yang optimal. Andi Suhendro (1999: 4.1) menyatakan, “Kondisi fisik merupakan
salah satu syarat penting dalam meningkatkan prestasi seorang atlet, dan bahkan
sebagai keperluan yang sangat mendasar untuk meraih prestasi olahraga”.
Menurut Depdiknas (2001: 101) bahwa, “Salah satu unsur atau faktor untuk
meraih suatu prestasidalam olahraga adalah kondisi fisik, di samping penguasaan
teknik, taktik dan kemampuan mental”.
Pentingnya peranan kondisi fisik dalam kegiatan olahraga, maka harus
dilatih dan ditingkatkan secara maksimal. Untuk memperoleh kualitas fisik yang
baik, maka harus dilakukan latihan fisik secara sistematis dan terprogram. Latihan
fisik pada prinsipnya untuk memberikan beban fisik pada tubuh secara teratur,
sistematik, berkesinambugan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan
kemampuan di dalam melakukan kerja. Latihan fisik yang teratur, sistematik dan
berkesinambungan yang dituangkan dalam suatu program latihan akan
meningkatkan kemampuan fisik secara nyata. Berkaitan dengan latihan fisik
Harsono (1988: 153) menyatakan, "Latihan fisik merupakan usaha untuk
meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional sistem tubuh
sehingga mencapai prestasi yang lebih baik”. Pendapat lain dikemukakan Andi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Suhendro (1999: 3.5) bahwa, “Latihan fisik adalah latihan yang ditujukan untuk
mengembangkan dan meningkatkan kondisi seseorang. Latihan ini mencakup
semua komponen kondisi fisik antara lain kekuatan otot, daya tahan
kardiovaskuler, daya tahan otot, kelincahan, kecepatan, power, stamina,
kelentukan dan lain-lain”.
Latihan fisik merupakan salah satu unsur latihan olahraga secara
menyeluruh, yaitu untuk meningkatkan prestasi olahraga serta untuk
meningkatkan kesegaran jasmani. Dalam pelaksanaan latihan fisik dapat
ditekankan pada salah satu komponen kondisi fisik tertentu misalnya, power otot
tungkai, maka latihan fisik harus ditekankan pada peningkatan unsur-unsur
kondisi fisik power otot tungkai. Latihan yang dilakukan harus bersifat spesifik
sesuai dengan karakteristik komponen kondisi fisik yang dikembangkan.
c. Prinsip-Prinsip Dasar Latihan Fisik
Prestasi dalam olahraga dapat dicapai melalui latihan secara intensif.
Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar.
Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam
latihan yang terorganisir dengan baik (Nosseck, 1982: 14). Agar tujuan latihan
dapat dicapai secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang
baik dan tepat.
Pengembangan kondisi fisik dari hasil latihan tergantung pada tipe dan
beban latihan yang diberikan serta tergantung dari kekhususan latihan. Menurut
Fox, Bowers, dan Foss (1999: 25-27) prinsip-prinsip dasar latihan fisik dapat
dijadikan pedoman dalam pelaksanaan suatu latihan, antara lain:
1) Prinsip Pemanasan dan Pendinginan
Pemanasan tubuh (warming-up) penting dilakukan sebelum berlatih.
Pemanasan biasanya berisi peregangan, kalestenik dan aktivitas formal, dan
setelah latihan diakhiri pendinginan. Pemanasan dapat dikerjakan secara umum
dan khusus, yaitu dengan berbagai macam latihan aktif dan pasif. Atau dapat juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
pemanasan dikerjakan dengan kombinasi latihan aktif dan pasif. Rusli Lutan
(1992: 91) menyatakan bahwa:
Pemanasan tubuh (warming-up) penting dilakukan sebelum berlatih. Tujuan pemanasan adalah untuk mengadakan perubahan dalam fungsi organ tubuh kita untuk menghadapi kegiatan fisik yang lebih berat. Kecuali untuk memanaskan tubuh, kegunaan lainnya ialah agar (1) atlet terhindar dari kemungkinan bahaya cidera, (2) terjadi koordinasi gerak yang mulus, (3) organ tubuh menyesuaikan diri dengan kerja yang lebih berat dan (4) kesiapan mental atlet kian meningkat. Melalui pemanasan yang dilakukan dengan aktif dan pasif akan
meningkatkan suhu tubuh yang kemudian akan membantu meningkatkan
kelancaran peredaran darah, meningkatkan penyaluran oksigen dan pertukaran
zat. Selain itu pemanasan juga akan mempertinggi elasitas otot, dengan demikian
akan memperkecil terjadinya cidera.
2) Prinsip Kekhususan
Setiap latihan yang dilakukan tentunya akan menimbulkan pengaruh
secara khusus terhadap tujuan yang diingikan sesuai dengan karakteristik gerakan
keterampilan, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama
latihan. Soekarman (1987: 60) menyatakan, “Latihan itu harus khusus untuk
meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga
yang bersangkutan”. Pendapat lain dikemukakan Sadoso Sumosardjuno (1994:
10) menyatakan “Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya serta
memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, program latihan
yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan
dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki ciri-ciri tertentu sesuai
dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan. Baik pola gerak, jenis
kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis
olahraga yang dikembangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3) Prinsip Interval
Latihan secara interval merupakan serentetan latihan yang diselingi
dengan istirahat tertentu. Faktor istirahat haruslah diperhitungkan setelah jasmani
melakukan kerja berat akibat latihan. Sistem latihan secara interval digunakan
hampir pada semua cabang olahraga. Menurut Suharno HP. (1993: 17) bahwa,
“Prinsip interval sangat penting dalam latihan yang bersifat harian, mingguan,
bulanan, kuwartalan, tahunan yang berguna untuk pemulihan fisik dan mental
atlet dalam menjalankan latihan”.
Ciri khas latihan interval yaitu adanya istirahat yang diselingkan pada
waktu melakukan latihan. Istirahat diantara latihan tersebut dapat berupa istirahat
pasif ataupun aktif, tergantung dari sistem energi mana yang akan dikembangkan.
Istirahat disetiap rangsangan latihan memegang peranan yang menentukan. Sebab
organisme yang mendapat beban latihan sebelumnya harus dipulihkan lagi.
Istirahat yang terlalu panjang dan terlalu pendek dapat menghambat keefektifan
suatu latihan. Setiap rangsangan gerak menyebabkan penggunaan energi dan
pengurangan cadangan energi, akan tetapi juga mengandung rangsangan untuk
pembentukan energi baru. Menurut Suharno HP. (1993: 17) bahwa kegunaan
prinsip interval diterapkan dalam latihan untuk: “(1) menghindari terjadinya
overtraining, (2) memberikan kesempatan organisme atlet untuk beradaptasi
terhadap beban latihan, (3) pemulihan tenaga kembali bagi atlet dalam proses
latihan”.
Kesediaan organisme yang lebih tinggi untuk menunjukkan gejala
penyesuaian, terlihat pada pembebanan dalam istirahat berikutnya, sudah tentu
tidak dalam jangka waktu yang tidak terbatas, melainkan dalam saat yang pendek
sewaktu pemulihan kembali organisme secara menyeluruh. Jangka waktu istirahat
yang pendek tetapi penting harus disesuaikan dan dipergunakan dengan baik,
sebab dalam waktu yang pendek itulah tersusun rangsangan latihan yang baru.
Oleh karena itu istirahat tidak boleh terlalu pendek, karena bila demikian saat
yang baik dan menguntungkan belum tercapai. Juga istirahat tidak boleh terlalu
panjang, karena dalam hal demikian saat yang penting berlalu tanpa dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
dimanfaatkan. Rangsangan yang baru harus cukup tetapi tersusun dalam tahap
superkompensasi keseimbangan organisme secara keseluruhan.
4) Prinsip Beban Lebih Secara Progresif
Peningkatan beban latihan dilakukan secara progresif. Yang dimaksud
dengan peningkatan beban secara progresif yaitu peningkatan beban secara teratur
dan bertahap sedikit demi sedikit. Soekarman (1987: 60) menyatakan, "Dalam
latihan, beban harus ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai maksimum, dan
jangan berlatih melebihi kemampuan". Dengan pemberian beban yang dilakukan
secara bertahap yang kian hari kian meningkat jumlah pembebanannya akan
memberikan efektifitas kemampuan fisik. Peningkatan beban latihan harus tepat
disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta ditingkatkan setahap demi
setahap. Pelatih harus cermat dalam memperhitungkan penambahan beban yang
akan diberikan. Harus diperhatikan bahwa perlu dihindari pemberian beban yang
berlebihan. Pemberian beban yang berlebihan dapat berakibat buruk bagi
olahragawan itu sendiri.
Keuntungan penggunaan prinsip peningkatan beban secara progresif adalah
atot-otot tidak akan terasa sakit dan kemungkinan melemahkan cedera tubuh.
Dengan diberi beban lebih akan menambah latihan otot pada saat melakukan
program latihan berbeban. Akibatnya pada latihan berikutnya beban lebih yang
pertama tidak memberikan pangaruh yang memadai untuk meningkatkan
kekuatan. Dengan kata lain, beban yang pertama itu akhirnya menjadi underload,
karena kekuatannya telah bertambah.
Peningkatan beban latihan paling tidak dilakukan setelah 1 minggu latihan,
karena organisme tubuh baru akan beradaptasi setelah kurun waktu 1 minggu. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suharno HP. (1993: 14) bahwa, “Peningkatan beban
latihan jangan dilakukan setiap kali latihan, sebaiknya dua atau tiga kali latihan
baru dinaikkan. Bagi si atlet masalah ini sangat penting, karena ada kesempatan
untuk beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya yang memerlukan waktu
paling sedikit dua puluh empat jam agar timbul superkompensasi”. Penambahan
beban yang dilakukan dengan tepat akan dapat menimbulkan adaptasi tubuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
terhadap latihan secara yang tepat pula. Dengan hal tersebut, maka hasil latihan
akan lebih optimal.
5) Prinsip Latihan Beraturan
Prinsip ini bertujuan agar beban latihan tertuju dan terjadi menuntut
kelompok otot dan tempat berfungsinya otot. Menurut M. Sajoto (1995: 31)
bahwa, “Latihan hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga kelompok otot-otot
besar dulu yang dilatih, sebelum otot yang lebih kecil. Hal ini dilaksanakan agar
kelompok otot kecil tidak akan mengalami kelelahan lebih dulu”.
Alasan penyusunan ini bahwa otot-otot yang lebih kecil cenderung lebih
cepat dan lebih lemah daripada kelompok otot yang lebih besar. Oleh karena itu
untuk menentukan beban lebih yang tepat mendahulukan melatih otot-otot yang
lebih besar, kemudian otot-otot yang lebih kecil sebelum mengalami kelelahan.
Lebih lanjut M. Sajoto (1995: 31) mengemukakan bahwa, "Program latihan
hendaknya diatur agar tidak terjadi dua bagian otot pada tubuh yang sama
mendapat dua kali latihan secara berurutan". Pembebanan diberikan pada
kelompok otot-otot yang lebih besar, kemudian otot-otot yang kecil sebelum
mengalami kelelahan. Misalnya kelompok otot kaki dan paha dilatih lebih dahulu
dari pada kelompok otot lengan yang lebih kecil.
6) Prinsip Perbedaan Individu
Konsep latihan harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap
individu agar tujuan latihan dapat tercapai. Perbedaan antara atlet yang satu
dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga
berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan
latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 13) mengemukakan, "Meskipun sejumlah
atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang sama, tetapi kecepatan
kemajuan dan perkembangannya tidak sama".
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang diterapkan harus
bersifat individu. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang
diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
atlet. Kemampuan atlet akan meningkat bergantung pada program latihan yang
diterapkan. Sebagai seorang pelatih harus cermat dan tepat dalam menyusun
program latihan untuk atletnya agar tujuan latihan yang telah ditetapkan dapat
dicapai dengan baik.
7) Prinsip Kembali Asal
Prinsip kembali asal ini penting untuk diperhatikan oleh seorang atlet.
Kualitas yang diperoleh dari latihan akan menurun kembali ke kondisi semula
apabila tidak melakukan latihan secara teratur dan kontinyu. Penuruan yang
bermakna akan terjadi sesudah seseorang menghentikan latihan. Soekarman
(1987: 60) menyatakan, “Setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara akan kembali
keadaan semula. Oleh karena itu setiap atlet harus berlatih terus untuk memelihara
kondisinya”.
Berlatih secara baik dan teratur adalah hal penting untuk menjaga kondisi
dan prestasi seorang atlet. Jika latihan dihentikan maka secara otomatis kondisi
dan prestasinya akan menurun.
8) Prinsip Nutrisi
Untuk menunjang tercapainya tujuan latihan fisik, maka prinsip nutrisi
atau gizi makanan perlu diperhatikan juga. Hal ini penting karena, banyaknya
kalori yang dikeluarkan selama latihan fisik harus seimbang dengan makanan
yang dikonsumsi. Sarwoto & Bambang Soetedjo (1993: 231) menyatakan,
“Kualitas makanan yang kita makan dengan didukung oleh kegiatan fisik yang
teratur akan memberikan jaminan terhadap tingkat kesehatan seseorang”.
Seseorang yang melakukan aktivitas fisik yang berat memerlukan
konsumsi makanan, terutama makanan yang mengandung zat energi yang lebih
besar dari pada aktivitasnya ringan. Seperti dikemukakan Patte Rotella Mc.
Clenaghan (1993: 263) bahwa, ”Karbohidrat dan lemak menggantikan sumber
energi makanan yang dapat digunakan selama olahraga”. Makanan yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
seimbang dengan kegiatan fisik yang dilakukan akan mengakibatkan kerusakan
pada organ-organ tubuh sehingga akan mengakibatkan sakit.
d. Pengaruh Latihan Fisik
Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan terukur dengan dosis
latihan dan waktu yang cukup menyebabkan perubahan fisiologis yang mengarah
pada kemampuan yang menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki
penampilan fisik. Menurut Fox, Bowers dan Fos (1988) yang dikutip Sarwono
(1994: 24) menyatakan bahwa perubahan fisiologis yang terjadi akibat latihan
fisik diklasifikasikan menjadi tiga macam perubahan yaitu:
1) Perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan, yaitu perubahan yang berhubungan dengan biokimia.
2) Perubahan yang terjadi pada sitemik yaitu perubahan pada sistem sirkulasi-respirasi dan sistem pengakutan oksigen.
3) Perubahan lain yang terjadi pada kompisisi tubuh, kadar kolesterol darah dan trigliseril, perubahan tekanan darah, dan perubahan yang berkenaan aklimatisasi panas.
Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi menunjukkan bahwa tidak
semua pengaruh latihan dapat diharapkan dari program latihan tunggal. Pengaruh
latihan adalah khusus, yakni sesuai dengan program latihan yang digunakan,
apakah itu program latihan aerobik atau anaerobik. Pengaruh latihan anaerobik
secara khusus akan dikemukakan disini, hal ini karena bentuk latihan dalam
penelitian ini menggunakan program latihan anaerobik.
1) Perubahan-Perubahan Biokimia
Menurut Soekarman (1987: 83) bahwa perubahan yang terjadi pada
biokimia akibat latihan anaerobik dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: “(1)
perubahan-perubahan dalam serabut otot, (2) perubahan-perubahan dalam sistem
anaerobik dan (3) perubahan aerobik”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
(a) Perubahan-Perubahan dalam Serabut Otot
Akibat latihan akan terlihat hipertropi otot, karena di dalam tubuh terdapat
dua macam ototyaitu otot lambat (slow twich fiber) dan otot cepat (fast twich
fiber), maka dengan sendirinya juga terjadi perubahan pada kedua macam otot
tersebut. Soekarman (1987: 82) menyatakan bahwa, “Hipertropi itu tergantung
dari macam latihannya. Untuk ketahanan, yang akan menjadi besar adalah otot
lambat, sedangkan untuk kecepatan, maka yang menjadi hipertropi adalah otot
cepat”. Sedangkan perubahan-perubahan hipertropi akibat latihan menurut hasil
penelitian Sarwono (1994: 25) meliputi: “(1) peningkatan diameter miofibril, (2)
peningkatan jumlah miofibril, (3) peningkatan protein kontraktil, (4) peningkatan
jumlah kapiler dan (5) peningkatan kekuatan jaringan ikat, tendon, ligamen”.
(b) Perubahan-Perubahan dalam Sistem Anaerobik
Perubahan-perubahan dalam otot akibat latihan meliputi peningkatan
kapasitas atau kemampuan dari: (1) peningkatan kapasitas phospagen, (2)
peningkatan glikolisis anaerobik (Soekarman, 1987: 83).
Peningkatan kapasitas phospagen disebabkan oleh banyaknya persediaan
ATP PC dan oleh lebih aktifnya sistem enzim yang perlu dalam sistem ATP-PC.
Terhadap peningkatan ATP-PC dari 3,8 mM/kg menjadi 4,8 mM/kg otot atau
sebesar 25%. Pada anak-anak, peningkatan itu lebih besar yaitu 40%. Peningkatan
enzim-enzim meliputi peningkatan penguraian ATP, maupun pembentukan
kembali ATP. Penguraian ATP dipercepat oleh enzim ATP-ase, sedangkan
pembentukan kembali dipercepat oleh enzim miokinase kreatin kinase.
Menurut Fox, Bowers dan Foss (1988) dalam penelitian Sarwono (1994:
27) perubahan biokimia yang terjadi dalam sistem anaerobik meliputi perubahan-
perubahan : “(1) peningkatan cadangan ATP dan PC dalam otot, (2) peningkatan
aktivitas enzim-enzim anaerobik dan aerobik (3) peningkatan aktivitas enzim
glikolitik”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
(c) Perubahan-Perubahan dalam Sistem Aerobik
Menurut Soekarman (1987: 83-84) perubahan aerob meliputi (1)
peningkatan mioglobin, (2) peningkatan oksidasi karbohidrat, (3) peningkatan
oksidasi lemak”. Pendapat lain dikemukakan Fox (1984) dalam Sarwono (1994:
27) bahwa “Peningkatan dalam enzim-enzim aerobik tampak setelah latihan
anaerobik. Tampak pula pada konsumsi oksigen maksimal (VO2-max)nya”.
2) Perubahan-Perubahan pada Sistem Kardiorespiratori
Latihan fisik yang dilakukan secara baik dan teratur akan meningkatkan
kapasitas total paru-paru dan volume jantung, sehingga kondisi atau kesegaran
jasmani atlet akan menigkat. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan
yang diberikan terhadap tubuh. Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 21) adaptasi
atlet yang baik dapat ditandai dengan adanya perubahan secara fisiologis sebagai
berikut “(1) Frekuensi denyut nadi berkurang dan tensi darah turun waktu
istirahat, (2) Pengembangan otot jantung (delatasi), (3) Hemoglobin (Hb) dan
glikogen dalam otot bertambah (4) Frekuensi pernapasan turun dan kapasitas vital
bertambah”.
Latihan yang dilakukan secara teratur akan meningkatkan kemampuan
kerja jantung dan pernapasan, sehingga akan meningkatkan kesegaran jasmani
atlet secara umum. Kesegaran jasmani yang baik maka akan membantu
penampilannya dalam usaha mencapai prestasi olahraga secara maksimal.
3) Perubahan-Perubahan Lain yang Terjadi dalam Latihan
Di samping perubahan biokimia dan perubahan kardiorespitarori, latihan
juga menghasilkan perubahan-perubahan lain yang penting seperti: “(1)
perubahan dalam komposisi tubuh, (2) perubahan dalam kadar kolesterol dan
trigliserida, (3) perubahan dalam tekanan darah, (4) perubahan dalam aklimatisasi
panans dan (5) perubahan dalam jaringan-jaringan penghubung (Fox, Bowers dan
Foss, 1988:37)”. Pendapat lain dikemukakan Soekarman (1987: 86) perubahan
lain akibat latihan antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
1) Tulang. Perubahan tulang tergantung dari intensitas latihan. 2) Tendon dan ligamen. Terdapat kenaikan kekuatan dari tendon dan
ligamen. Di samping itu terdapat penebalan ligamen maupun tendon. 3) Tulang rawan dan persendian. Terdapat penebalan tulang rawan di
persendian-persendian. 4) Terdapat penurunan tekanan distole maupun sistole. Hal ini sangat
penting untuk mencegah timbulnya gangguan jantung peredaran darah. 5) Kadar HDL (High Density Lipoprotein) meningkat, sedangkan kadar
LDL (Low Density Lipoprotein) menurun. Peningkatan HDL merupakan pencegahan terhadap timbulnua kelainan jantung koroner.
Latihan secara baik dan teratur merupakan langkah untuk mempertahankan
perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tubuh. Tanpa melakukan latihan
secara teratur, maka akan terjadi kemunduran yang cepat. Lebih lanjut Soekarman
(1987: 87) menyatakan, “VO2 max akan mundur sesudah istirahat 7 hari.
Besarnya kemunduran 6-7%. Jumlah Hb total juga akan mundur dalam seminggu
istirahat. Karena cepatnya kemunduran itu, maka harus dilakukan latihan untuk
mempertahankannya”.
3. Latihan Pliometrik
a. Hakikat dan Tujuan Latihan Pliometrik
Pliometrik merupakan suatu metode untuk mengembangkan daya ledak
(explosive power), yaitu suatu komponen penting dari sebagian besar prestasi atau
kinerja olahraga termasuk lompat jauh gaya berjalan di udara. Dari sudut pandang
praktis, latihan pliometrik relatif mudah diajarkan dan dipelajari, serta
menempatkannya lebih sedikit tuntutan fisik tubuh daripada latihan kekuatan atau
daya tahan. Pliometrik dengan cepat menjadi bagian integral dari program latihan
keseluruhan dalam berbagai cabang olahraga.
Latihan pliometrik merupakan bentuk latihan yang menjebatani antara
kecepatan dan kekuatan. Ciri dari latihan pliometrik adalah adanya peregangan
pendahuluan (pre-stretching) dan tegangan awal (pre-tension) pada saat
melakukan kerja. Tipe dari latihan pliometrik adalah cepat, kuat, eksplosif dan
reaktif. Tipe-tipe ini merupakan tipe dari gerakan kemampuan daya ledak atau
power. James C. Radcliffe & Robert C.Farentinos (1985: 3-7) menyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
bahwa, “Latihan pliometrik adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu
kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan atau
regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat atau disebut juga reflek regang
atau reflek miotatik atau reflek muscle spidle”. Pendapat lain dikemukakan Chu
A. Donald (1992: 1-3) bahwa, “Latihan pliometrik adalah latihan yang
memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu sesingkat
mungkin”.
Latihan pliometrik merupakan bentuk kombinasi latihan isometrik dan
isontonik (eksentrik-konsentrik) dengan pembebanan dinamik (Sarwono &
Ismaryati (1999: 38). Pola gerakan pliometrik sebagian besar mengikuti konsep
power chain (rantai power) yang sebagian besar melibatkan otot pinggul dan
tungkai. Gerakan kelompok otot pinggul dan tungkai merupakan pusat power
yang memiliki keterlibatan yang besar dalam semua gerakan olahraga.
Dalam kegiatan olahraga, kerja atlet mungkin dikaitkan dengan tiga jenis
kontraksi otot, yakni konsentrik (memendek), isometrik (tetap), dan eksentrik
(memanjang). Lokomosi gerak manusia jarang melibatkan tipe-tipe gerak otot
yang hanya melulu konsentrik, eksentrik atau isometrik saja. Hal ini disebabkan
karena segmen-segmen tubuh secara periodik sewaktu-waktu berbenturan seperti
dalam lari, lompat, loncat atau karena sesuatu kekuatan eksternal sebagai akibat
gravitasi, sehingga otot memanjang Menurut Komi yang dikutip Sarwono &
Ismaryati (1999: 39) bahwa, “Kombinasi gerak eksentrik dan konsentrik
merupakan fungsi gerak otot alami yang disebut Stretch-Shortening Cycle atau
SSC. SSC merupakan suatu cara ekonomis yang menyebabkan otot menjadi lebih
bertenaga.
b. Pedoman Pelaksanaan Latihan Pliometrik
Untuk mencapai hasil yang optimal dalam latihan pliometrik, harus
berpedoman pada cara-cara yang baik dan benar. Menurut M. Furqon dan
Muchsin Doewes (2002: 17-23) pedoman pelaksanaan latihan pliometrik yang
harus perhatian antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
1) Pemanasan dan pendinginan (Warm up and warm down) Karena latihan pliometrik membutuhkan kelenturan dan kelincahan, maka semua latihan harus diikuti dengan periode pemanasan dan pendinginan yang tepat dan memadai. Jogging, lari, peregangan dan kalistenis sederhana merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan sebelum dan sesudah latihan.
2) Intensitas tinggi Intensitas merupakan faktor penting dalam latihan pliometrik.
Kecepatan pelaksanaan dengan kerja maksimal sangat penting untuk memperoleh efek latihan yang optimal. Kecepatan peregangan otot lebih penting dari pada besarnya peregangan. Respon refleks yang dicapai makin besar jika otot diberi beban yang cepat. Karena latihan-latihan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh (intensif), maka penting untuk diberikan kesempatan beristirahat yang cukup diantara serangkaian latihan yang terus menerus.
3) Beban lebih yang progresif Program latihan pliometrik harus diberikan beban lebih yang resisif,
temporal, dan spatial. Beban lebih memaksa otot-otot bekerja pada intensitas yang tinggi. Beban lebih yang tepat ditentukan dengan mengontrol ketinggian turun atau jatuhnya atlet, beban yangd igunakan dan jarak tempuh. Beban lebih yang tidak tepat dapat mengganggu keefektifan latihan atau bahkan menyebabkan cidera. Jadi, dengan menggunakan beban yang melampaui tututan beban lebih yang resisif dari gerakan-gerakan pliometrik tertentu dapat meningkatkan kekuatan, tetapi tidak selalu meningkatkan power eksplosif. Beban lebih resisif pada kebanyakan latihan pliometrik adalah berupa gaya momentum dan gravitasi dengan menggunakan beban, seperti bola medesin, dumbell, atau sekedar berat tubuh.
4) Memaksimalkan gaya/meminimalkan waktu Baik gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam latihan
pliometrik. Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana suatu aksi tertentu dapat dilakukan. Misalnya, nomor lompat tinggi, sasaran utama adalah menggunakan gaya maksimum selama gerak menolak untuk melompat. Semakin cepat rangkaian aksi yang dilakukan, maka makin besar gaya yang dihasilkan dan makin tinggi lompatan yang dicapai.
5) Lakukan sejumlah ulangan Biasanya banyaknya ulangan atau repitisi berkisar antara 8 sampai 10 kali, dengan semakin sedikit ulangan untuk rangkaian yang lebih berat dan lebih banyak ulangan untuk latihan-latihan yang lebih ringan. Banyaknya set tampaknya juga beragam. Kebanyakan latihan pliometrik termasuk salah satu dari dua kategori, yaitu latihan respon tunggal (single response drill) dan latihan respon ganda (multiple response drill). Latihan respon tunggal (single renponse drill) adalah usaha tunggal yang sungguh-sungguh yang digunakan pada waktu mulai melompat (take off), pada permulaan gerak yang berat, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
pelepasan (release). Latihan respon ganda (multiple renponse drill) juga berat, tetapi lebih menekankan pada stamina dan kecepatan keseluruhan dengan melibatkan beberapa usaha secara berturut-turut.
6) Istirahat yang cukup Periode istirahat di sela-sela set biasanya sudah memadai untuk sistem
neuromuskular yang mendapat tekanan karena latihan pliometrik untuk pulih kembali. Periode istirahat yang cukup juga penting untuk pemulihan yang semestinya untuk otot, ligamen, dan tendon. Latihan pliometrik 2-3 hari per minggu tampaknya dapat memberikan hasil optimal. Yang penting, jangan mendahului pliometrik, terutama latihan-latihan lompat dan gerakan-gerakan kaki lainnya, dengan latihan berat pada tubuh bagian bawah. Otot, tendon, ligamen yang telah lelah sebelumnya dalam mengalami tekanan yang berlebihan dengan adanya beban resisif yang tinggi yang dibebankan pada otot, tendon dan ligamen tersebut selama latihan pliometrik.
7) Bangun landasan yang kuat terlebih dahulu Karena dasar atau landasan kekuatan penting dan bermanfaat dalam
pliometrik, maka suatu program latihan beban harus dirancang untuk mendukung dan bukannya menghambat power eksplosif. Mewujudkan landasan kekuatan sebelum latihan pliometrik tidak perlu berlebihan.
8) Program latihan individualisasi Untuk memperoleh hasil terbaik, maka program latihan harus dibuat berdasarkan atas kemampuan masing-masing individu. Hal ini atas dasar pada perbedaan kemampuan masing-masing individu. Program latihan yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu akan memperoleh hasil yang optimal. Untuk memperoleh hasil terbaik, anda tentunya menginginkan agar program latihan pliometrik dapat diindividualisasikan, berarti anda harus tahu apa yang dapat dilakukan oleh setiap atlet dan seberapa banyak latihan yang dapat membawa manfaat.
c. Penyusunan Program Latihan Pliometrik
Latihan power dapat memberikan hasil yang maksimal, maka harus
direncanakan secara dinamik dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang
menjadi komponen-komponennya. Menurut hasil penelitian Sarwono & Ismaryati
(1999: 43-44) aspek-aspek yang menjadi komponen dalam latihan pliometrik
meliputi “(1) volume, (2) intensitas yang tinggi, (3) frekuensi dan (4) pulih asal”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
1) Volume
Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau kuantitas
derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri
atau set dan panjang jarak yang ditempuh (Andi Suhendro (1999:3.17). Dalam
volume latihan ini menyangkut repetisi dan set. Pengertian repetisi menurut
Suharno HP. (1993:32) menyatakan repetisi adalah “Ulangan gerak berapa kali
atlet harus melakukan gerak setiap giliran". Sedangkan pengertian seri atau set,
menurut M. Sajoto (1995:34) adalah, “Suatu rangkaian kegiatan dari satu
repetisi”.
Untuk meningkatkan power anggota gerak bawah, (Radcliffe & Farentinos
(1985:21-27) dan Chu (1992:13-16) memberikan pedoman sebagai berikut : “(a)
Jangka waktu kerja 4-15 detik, (b) Jarak yang ditempuh tidak lebih dari 30 meter,
(c) Dikerjakan dengan intensitas sedang sampai tinggi, dan (d) Repetisi antara 15-
30 dalam 2-4 set dengan istirahat 2 menit”.
2) Intensitas yang Tinggi
Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan dan merupakan faktor
utama yang mempengaruhi efek latihan terhadap faal tubuh. Makin berat latihan
(sampai batas tertentu) makin baik efek yang diperoleh. Suharno HP. (1993:31)
menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan
pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun
pertandingan”.
Intensitas merupakan faktor yang penting dalam latihan pliometrik.
Pelaksanaan yang cepat dengan usaha yang maksimal adalah penting untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Kecepatan regangan otot lebih penting daripada
panjang regangannya. Respon reflek yang terbesar dicapai jika otot dibebani secar
acepat (Radcliffe & Farentinos, 1985:21). Agar memperoleh hasil yang maksimal
latihan pliometrik harus dikerjakan dengan intensitas sedang sampai tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3) Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah waktu ulangan berapa kali latihan dikerjakan
setiap sesi atau minggunya. Olahraga yang mengutamakan power ternyata
pengeluaran energinya sangat tinggi. Hal ini dapat menjelaskan mengapa
kelelahan lebih cepat timbul dalam latihan power. Sehingga disarankan frekuensi
latihan dilakukan 5-6 per sesi latihan dan 2-4 kali per minggu (Sarwono &
Ismaryati, 1999: 43).
4) Pulih Asal
Pulih asal yang dilakukan pada latihan yang bertujuan untuk
meningkatkan power menggunakan rasio perbandingan antara kerja dan istirahat
1:5, 1:10 (Chu, 1992:14).
4. Latihan Pliometrik Bounding
a. Pengertian Latihan Pliometrik Bounding
Bounding merupakan bentuk latihan pliometrik untuk meningkatkan
power tungkai dan panggul. Latihan pliometrik bounding pada prinsipnya
merupakan latihan melompat-lompat yang dilakukan dengan satu kaki secara
bergantian atau dua kaki bersama-sama untuk mencapai ketinggian maksimum
dan jarak ke depan sejauh-jauhnya. Hal ini sesuai pendapat M. Furqon H. &
Mucshin Doewes (2002: 12) bahwa, “Bounding menekankan pada meloncat untuk
mencapai ketinggian maksimum dan juga jarak horisontal. Bounding dilakukan
baik dengan dua kaki atau dengan cara bergantian".
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan, latihan pliometrik bounding
menekankan pada kemampuan melompat-lompat yang tinggi dan jauh ke depan
dengan satu kaki secara bergantian atau dua kaki bersama-sama. Dengan latihan
melompat-lompat akan dapat mengembangkan kekuatan dan kecepatan otot-otot
anggota gerak bahwah. Lebih lanjut M. Furqon dan Muchsin Doewes (2002: 12-
13) menyatakan, anatomi fungsional bounding meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
1) Fleksi paha melibatkan otot-otot sartorius, illiacus, dan gracilis. 2) Ekstensi lutut melibatkan otot-otot rectus femoris, vastus lateralis,
medialis dan intermedius (kelompok quadriceps). 3) Ekstensi paha melibatkan otot-otot biceps femoris, semitendinosus, dan
semimembranosus (kelompok gluteais). 4) Fleksi lutut dan kaki melibatkan otot gastrocnemius. 5) Abduksi (abduction) paha melibatkan otot-otot gluteals dan adductor
longus, brevis, magnus, minimus dan hallucis.
Pendapat tersebut menunjukkan, otot-otot bagian bawah tersebut sangat
berperan penting untuk menghasilkan power otot tungkai. Hal ini karena, sebagian
besar gerakan olahraga berasal dari panggul dan tungkai seperti gerakan lari,
lempar, lompat dan loncat. Dengan dikembangkannya otot-otot tungkai dengan
gerakan bounding, maka otot-otot tungkai akan berkembang secara maksimal baik
kekuatan maupun kecepatannya sehingga akan mendukung gerakan-gerakan yang
melibatkan power otot tungkai termasuk lompat jauh gaya jberjalan di udara.
Berkiatan dengan latihan pliometrik bounding, bentuk latihan pliometrik
yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan lompat juah gaya berjalan di
udara yaitu double leg bound. Adapun pelaksanaan latihan pliometrik double leg
bounding menurut M. Furqon & Muchsin Doewes (2992: 28) sebagai berikut:
1) Posisi awal: mulailah dengan posisi half squat. Lengan berada di samping badan, bahu condong ke depan melebihi posisi lutut. Usahakan punggung dan pandangan ke depan.
2) Pelaksanaan: lincatlah ke depan dan ke atas menggunakan ekstensi pinggul dan gerakan lengan untuk mendorong ke depan. Usahakan mencapai ketinggian dan jarak maksimum dengan posisi tubuh tegak. Setelah mendarat, kembali lagi ke posisi dan memulai bounding berikutnya. Lakukan 3-5 set, jumlah ulangan 8-12 kali, dan waktu istirahat kira-kira 2 menit di antara set.
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gerakan latihan
pliometrik double leg bounding sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gambar 6. Latihan Pliometrik Double Leg Bounding (M. Furqon H. & Muchsin Doewes, 2002: 28)
b. Pengaruh Latihan Pliometrik Bounding dengan Kemampuan Lompat
Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Ditinjau dari pelaksanaan latihan pliometrik double leg bounding, latihan
pliometrik ini bertujuan meningkatkan power otot tungkai dan pinggul, khususnya
gluteus, hamstring, quadriceps dan gastrocnemius. Otot-otot lengan dan bahu
secara tidak langsung juga terlibat (M. Furqon H. & Muchsin Doewes, 2002: 28).
Latihan pliometrik alternate leg bounding dilakukan dengan kuat dan
cepat agar dapat melompat setinggi-tinggnya dan sejauh-jauhnya dengan dua kaki.
Setelah mendarat dengan memantul atau mengeper untuk selanjutnya melompat
kembali yang dilakukan dengan kuat dan cepat secara berkesinambungan. Untuk
membuat lompatan yang tinggi dan jauh ke depan dibantu dengan ayunan kedua
lengan. Unsur kekuatan dan kecepatan pada gerakan double leg bounding ini
dikembangkan secara optimal, sehingga akan terbentuk power otot tungkai.
Menurut Pyke (1991: 144) bahwa, "Semua latihan (lompat memantul) itu sangat
baik untuk menghasilkan tenaga pada jenis gerakan, karena latihan-latihan itu
menjembatani perbedaan antara kekuatan dan power". Sedangkan M. Furqon H.
& Mucshin Doewes (2002: 28) menyatakan, “Latihan pliometrik double leg
bounding ini memiliki aplikasi yang luas untuk berbagai cabang olahraga yang
melibatkan lompat/loncat, lari, angkat besi dan renang”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan, latihan melompat
memantul (bounding) sangat bermanfaat untuk mengembangkan power otot
tungkai. Sedangkan power otot tungkai sangat membantu dalam gerakan lompat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
jauh. Seperti dikemukakan Tamsir Riyadi (1985: 71) bahwa, "Salah satu hal yang
harus diperhatikan pada saat melakukan tumpuan adalah dilakukan dengan sekuat
tenaga, cepat dan meledak (eksplosif)".
Berdasarkan karakteritik latihan pliometrik double leg bounding dilakukan
dengan melompat setinggi dan sejauh mungkin. Gerakan ini akan sangat
membantu gerakan lompat jauh gaya berjalan di udara terutama gerakan
menumpu untuk menolak dan melayang di udara. Dengan melakukan gerakan
menumpu untuk menolak setinggi mungkin membantu gerakan menumpu untuk
menolak setinggi mungkin. Lompatan yang tinggi sangat membantu untuk
membuat gerakan berjalan di udara lebih baik. Dengan gerakan melompat tinggi
jauh ke depan dalam latihan pliometrik double leg bounding, maka akan
mengembangkan power otot tungkai dan mengembangkan unsur teknik lompat
jauh gaya berjalan di udara. Dengan dikembangkan du unsur tersebut dalam
latihan latihan pilometrik double leg bounding, maka akan mendukung
pencapaian prestasi lompat jauh gaya berjalan di udara lebih optimal.
5. Latihan Pliometrik Depth Jump
a. Pengertian Latihan Pliometrik Depth Jump
Pada prinsipnya latihan pliometrik depth jump merupakan bentuk latihan
melompat dari ketinggian tertentu melalui kotak. Menurut Bosco dan Komi (1979,
1981) yang dikutip M. Furqon H & Muchsin Doewes (2002: 22) bahwa, “Jatuh
atau turun dari ketinggian 29 inci mengembangkan kecepatan, sedangkan jatuh
dari ketinggian 43 inci lebih banyak mengembangkan kekuatan dinamis”.
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan pliometrik
depth jump mengembangkan kecepatan dan kekuatan. Sedangkan kecepatan dan
kekuatan merupakan unsur utama dari power. Seperti dikemukakan M. Sajoto
(1995: 9) bahwa, “Daya otot = kekuatan (force) X kecepatan (velocity)”. Dengan
dibentuknya power otot tungkai dari latihan pliometrik depth jump sangat
berperan penting dalam lompat jauh gaya berjalan di udara. Menurut Aip
Sraifuddin (1992: 91) bahwa, “Tolakan adalah perubahan atau perpindahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
gerakan dari gerakan horisontal ke gerakan vertikal yang dilakukan dengan secara
cepat. Dimana sebelumnya pelompat sudah mempersiapkan diri untuk melakukan
tolakkan sekuat-kuatnya pada langkah yang terakhir, sehingga seluruh tubuh
terangkat ke atas melayang di udara”.
Perpadauan kecepatan dan kekuatan dari otot-otot tungkai sangat penting
untuk melakukan tolakan yang semaksimal. Kemampuan kecepatan yang
maksimal dan dirubah dengan tolakan yang kuat memberi peluang yang besar
untuk dapat melakukan lompatan yang sejauh-jauhnya.
Latihan pliometrik depth jump adalah latihan yang bertujuan
mengembangkan power otot tngkai yang dilakukan dengan cara jatuh dari kotak
pada ketinggian tertentu dan mendarat pada tanah yang agak lunak
(berumput/matas). Berkaitan dengan latihan pliometrik depth jump M. Furqon H.
& Muchsin Doewes (2002: 45) menyatakan:
Latihan depth jump memerlukan kotak atau bangku yang tingginya kira-kira 25-45 inci. Permukaan pendaratan agak lunak, seperti rumput atau matras gulat. Latihan ini sangat baik untuk otot-otot quadriceps dan hip girdle dan juga untuk punggung bagian bawah serta hmastring. Depth jump dapat diterapkan untuk berbagai cabang olahraga, karena menggunakan kekuatan dan kecepatan tungkai.
Lebih lanjut M. Furqon H. & Muchsin Doewes (2002: 45) menyatakan
pelaksanaan latihan depth jump sebagai berikut:
1) Posisi awal: mulailah dengan sikap berdiri pada ujung kotak, dan ujung kaki menjulur ke luar. Usahakan lutut agak ditekuk dan lengan di samping badan dengan rileks.
2) Pelaksanaan: jatuh atau turulah dari kotak ke tanah (jangan meloncat). Mendaratlah dengan kedua kaki dan lutut ditekuk untuk mengatasi goyangan pada saat mendarat. Setelah mendarat di tanah, segeralah mulai meloncat dengan mengayunkan lengan ke atas dan membentangkan tubuh setinggi dan sejauh mungkin.Latihan ini memerlukan intensitas dan kerja maksimum agar mencapai hasil optimal. Lakukan 3-6 set, dengan waktu istirahat kira-kira 1 menit di antara loncatan.
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrsi gambar latihan
pliometrik depth jump sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Gambar 7. Latihan Pliometrik Depth Jump (M. Furqon H. & Muchsin Doewes, 2002: 45)
b. Pengaruh Latihan Pliometrik Depth Jump dengan Kemampuan Lompat
Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Latihan pliometrik depth jump merupakan bentuk latihan untuk
meningkatkan power otot tungkai dengan menjatuhkan tubuh dari atas kotak dan
dilanjutkan melompat setinggi dan sejauh mungkin. Gerakan latihan pliometrik
depth jump memberikan beban berat pada otot-otot tungkai.
Berdasarkan pelaksanaan latihan pliometrik depth jump menunjukkan
bahwa, gerakan turun atau jatuh dari atas kotak dan dilanjutkan melompat setinggi
dan sejauh mungkin memberikan beban kerja yang maksimal pada otot-otot
tungkai. Dari gerakan jatuh dari kotak dan dilanjutkan melompat setinggi dan
sejauh mungkin, maka otot-otot tungkai harus dikerahkan secara maksimal.
Ditinjau dari pelaksanaannya, latihan pliometrik depth jump bahwa,
gerakan dilakukan menjatuhkan tubuh dari atas kotak, kemudian dilajutkan
melompat setinggi dan sejauh mungkin. Berdasarkan gerakan pliometrik depth
jump sedikit relaksasi, dimana setelah jatuh dari atas kotak tidak mampu menjaga
keseimbangan, maka akan sulit melakukan gerakan melompat setinggi dan sejauh
mungkin. Berdasarkan hal ini maka unsur kecepatan sedikit tidak berkembang
secara bersamaan dengan unsur kecepatan. Namun demikian, agar terbentuk
power otot tungkai, maka latihan pliometrik depth jump harus dilakukan dengan
cepat dan penuh tenaga secara berkesinambungan, sehingga otot-otot tungkai
dituntut bekerja dengan cepat dan kuat supaya tidak banyak waktu relaksasi. Jika
pada latihan pliometrik unsur dari power tidak dikembangkan bersama-sama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
maka power tidak akan berkembang secara optimal, tetapi justru hanya kekuatan
yang meningkat. Hal ini sesuai pendapat James Radcliffe & Robert C. Farentinos
(1985:18) bahwa, "Baik gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam
latihan pliometrik. Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana
suatu aksi tertentu dapat dilakukan".
B. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjau pustaka yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan
kerangka pemikiran sebagai berikut:
1. Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Bounding dan Depth Jump
terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Latihan pliometrik bounding dan depth jump, keduanya merupakan bentuk
latihan pliometrik yang mempunyai manfaat untuk meningkatkan power otot
tungkai. Latihan pliometrik bounding merupakan bentuk latihan melompat
memantul yang dilakukan dengan dua kaki secara bersamaan. Sedangkan latihan
pliometrik depth jump merupakan bentuk latihan melompat memantul dengan
menggunakan kotak yang dalam pelaksanaan menjatuhkan tubh dari atas kotak
dilanjutkan gerakan melompat setinggi dan sejauh mungkin ke depan.
Ditinjau dari sarana atau alat yang digunakan antara latihan pliometrik
bounding dan depth jump jelas memiliki perbedaan. Pada latihan pliometrik
bounding gerakannya dilakukan dengan melompat memantul setinggi dan sejauh
mungkin dengan dua kaki secara berkesinambungan. Dengan melakukan gerakan
melompat memantul setinggi dan sejauh mungkin, maka otot-otot tungkai harus
dikerahkan secara maksimal dan secepat mungkin. Dengan gerakan melompat
memantul dengan dua kaki secara bersama-sama, maka akan berkembang power
otot tungkai yang seimbang antara kaki kanan dan kaki kiri. Sedangkan latihan
pliometrik depth jump merupakan latihan melompat memantul yang dilakukan
dengan cara menjatuhkan badan dari atas kotak. Setelah badan jatuh dari kotak
dilanjutkan melompat setinggi dan sejauh mungkin. Namun dari latihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
pliometrik depth jump ada sedikit relaksasi, jika setelah jatuh dari kotak tidak
dapat menjaga keseimbangan, sehingga gerakan melompat memantul tidak dapat
dilakukan secara berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut, maka unsur
kecepatan sedikit terbaikan dalam latihan pliometrik depth jump.
Perbedaan karakteristik antara latihan pliometrik bounding dan depth jump
tentu akan menimbulkan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan power otot
tungkai. Perbedaan perlakuan yang diberikan pada pelaku akan menimbulkan
respon yang berbeda pula, sehingga akan berpengaruh pada perbedaan
kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara. Dengan demikian diduga antara
latihan pliometrik bounding dan depth jump memiliki perbedaan pengaruh
terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara.
2. Latihan Pliometrik Bounding Lebih Baik Pengaruhnya terhadap
Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Berdasarkan pelaksanaan dari latihan pliometrik bounding dan depth jump
menunjukkan bahwa, latihan pliometrik bounding lebih baik pengaruhnya
terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara. Hal ini
karena, pada latihan pliometrik bounding unsur kekuatan dan kecepatan
dikembangkan secara bersama-sama. Dengan melakukan lompatan memantul
dengan dua kaki bersama-masa, maka akan terbentuk power otot tungkai yang
seimbang antara kaki kanan dan kaki kiri. Berkembanganya power otot tungkai
yang seimbangan antara kaki kanan dan kaki kiri sangat membantu dalam
gerakan lompat jauh gaya berjalan di udara. Sehingga pada saat melakukan
gerakan menumpu untuk menolak tidak perlu memilikirkan kaki mana yang
lebih baik digunakan untuk melakukan gerakan menumpu untuk menolak.
Sedangkan latihan pliometrik depth jump unsur kecepatan sedikit terabaikan, jika
setelah jatuh dari kota tidak dapat menjaga keseimbangan. Keseimbangan yang
tidak terjaga setelah jatuh dari kotak, maka gerakan melompat setinggi dan sejauh
mungkin tidak dapat dilakukan secara maksimal. Di samping itu juga, latihan
pliometrik depth jump rawan cidera karena harus jatuh dari atas kotak. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
demikian diduga bahwa, latihan pliometrik bounding lebih baik pengaruhnya
terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara.
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh latihan pliometrik bound dan depth jump terhadap
kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII
SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010.
2. Latihan pliometrik bounding lebih baik pengaruhnya terhadap kemampuan
lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3
Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lapangan olahraga SMP Negeri 3 Pabelan
Kabupaten Semarang
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama satu setengah bulan dengan tiga kali
latihan dalam satu minggu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Nopember sampai
dengan bulan Desember 2009.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Dasar
penggunaan metode eksperimen yaitu kegiatan percobaan yang diawali dengan
memberikan perlakuan kepada subjek yang diakhiri dengan suatu bentuk tes guna
mengetahui pengaruh perlakuan yang telah diberikan. Sedangkan rancangan yang
digunakan yaitu “Pretest-Posttest Design”. Gambar rancangan penelitian sebagai
berikut:
KE 1 Treatment A Posttest
R Pretest MSOP KE 2 Treatment B Posttest Keterangan : R = Random Pretest = Tes awal kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara MSOP = Matched Subject Ordinal Pairing KE1 = Kelompok 1 (K1) KE2 = Kelompok 2 (K2) Treatment A = Latihan pliometri bounding Treatment B = Latihan pliometrik depth jump Posttest = Tes akhir kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Pembagian kelompok eksperimen didasarkan pada hasil tes kemampuan
lompat jauh gaya berjalan di udara pada tes awal. Setelah hasil tes awal
dirangking, kemudian subjek yang memiliki kemampuan setara dipasang-
pasangkan ke dalam kelompok 1 (K1) dan kelompok 2 (K2). Dengan demikian
kedua kelompok tersebut sebelum diberi perlakuan merupakan kelompok yang
sama. Apabila pada akhirnya terdapat perbedaan, maka hal ini disebabkan oleh
pengaruh perlakuan yang diberikan. Pembagian kelompok dalam penelitian ini
dengan cara ordinal pairing. Adapun teknik pembagian kelompok secara ordinal
pairing menurut Sutrisno Hadi (1995: 485) sebagai berikut:
1 2
4 3
5 6
8 7
9 dan seterusnya
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas (independen) dan satu
variabel terikat (dependen) yaitu:
1) Variabel bebas (independen) yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lain.
Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini yaitu: latihan pliometrik
bounding dan latihan pliometrik depth jump.
2) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan lompat jauh gaya berjalan di
udara.
D. Treatment
Prinsip dasar metode eksperimen adalah dengan cara memberikan
perlakuan (treatment) kepada sampel. Sebelum dilakukan treatment dilakukan tes
awal lompat jauh gaya berjalan di udara untuk mengetahui kemampuan awal
sebelum diberi perlakukan. Setelah diketahui kemampuan awal lompat jauh gaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
berjalan di udara, selanjutnya diberi perlakukan (treatment). Treatment yang
diberikan kepada sampel penelitian ini adalah latihan pliometrik bounding dan
latihan pliometrik depth jump. Untuk menentuk kelompok latihan pliometrik
bounding dan latihan pliometrik depth jump didasarkan pada hasil tes awal lompat
jauh gaya berjalan di udara dengan cara ordinal pairing.
Latihan atau treatment dilakukan dengan tiga kali latihan dalam satu
minggu. Hal ini didasarkan pada pendapat M. Sajoto (1995: 35) bahwa, “Para
pelatih dewasa ini pada umumnya setuju untuk menjalankan program latihan 3
kali setiap minggu, agar tidak terjadi kelelahan yang kronis. Adapun lama latihan
yang diperlukan adalah selama 6 minggu atau lebih”. Sedangkan untuk
menentukan beban latihan pada latihan pliometrik bounding dan latihan
pliometrik depth jump didasarkan pendapat Jossef Nosseck (1981: 81) bahwa
“Beban latihan untuk latihan kekuatan eksplosif dan kecepatan dengan intensitas
50-75%, set 4-6, interval 2-5 menit, irama eksplosif/cepat”. Untuk meningkatkan
beban latihan adalah 5% dari beban awal dan diberikan setiap setelah 3 kali
latihan. Hal ini didasarkan pendapat Wescot (1989) bahwa, “Kekuatan itu dalam
satu minggu bisa meningkat 5-7%. Beban latihan disarankan tidak lebih 5% untuk
keselamatan”.
Dari waktu treatment yang telah dijadwalkan, kemudian dilakukan tes
akhir (post-test) kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh latihan pliometrik bounding dan latihan
pliometrik depth jump serta latihan pliometrik mana yang lebih baik pengaruhnya
terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara.
E. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra kelas VIII SMP Negeri
Pabelan 3 Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010 berjumlah 104 orang
yang terbagi dalam lima kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
proportional random sampling. Untuk menentukan besarnya sampel yaitu diambil
30% dari jumlah populasi tiap kelasnya. Untuk lebih jelasnya teknik pengambilan
sampel sebagai berikut:
Tabel 1. Populasi Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten
Semarang Tahun Pelajaran 2009/2010.
No Kelas Populasi Sampel 1 VIII-a 22 x 30% = 6.6 7 2 VIII-b 22 x 30% = 6.6 7 3 VIII-c 20 x 30% = 6.0 6 4 VIII-d 20 x 30% = 6.0 6 5 VIII-e 20 x 30% = 6.0 6
Jumlah 104 32
Berdasarkan teknik pengambilan sampel didapatkan besarnya sampel
penelitian adalah 32 orang.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini diadakan tes
dan pengukuran yaitu kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara dari Tamsir
Riyadi (1985:166). Petunjuk pelaksanaan tes terlampir.
G. Teknik Analisis Data
1. Mencari Reliabilitas
Untuk mengetahui tingkat keajegan hasil tes yang dilakukan dalam
penelitian, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan korelasi interklas,
dengan rumus sebagai berikut:
MSA – MSW
R = MSA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Keterangan :
R = Koefisien reliabilitas
MSA = Jumlah rata-rata dalam kelompok
MSW = Jumlah rata-rata antar kelompok
2. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji
normalitas dan uji homogenitas. Adapun langkah-langkh uji prasyarat dalam
penelitian ini sebagai berikut:
a) Uji Normalitas Uji prasyarat analisis yang digunakan dalam penelitan ini adalah uji
normalitas. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan metode
Lilliefors dari Sudjana (2002: 466). Prosedur pengujian normalitas tersebut
sebagai berikut :
a) Pengamatan x1, x2,.....xn dijadikan bilangan baku z1, z2,...... zn dengan
menggunakan rumus :
Xi - `X zi = S Keterangan : Xi = Dari variabel masing-masing sampel `X = Rata-rata S = Simpangan baku b) Untuk tiap bilangan baku ini menggunakan daftar distribusi normal baku,
kemudian dihitung peluang F(zi) = P(z£zi).
c) Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2,......zn yang lebih kecil atau sama dengan
zi. Jika proporsi dinyatakan oleh S(zi).
banyaknya z1, z2,......zn yang £zi maka S(zi) = n d) Hitung selisih F(zi) - S(zi) kemudian ditentukan harga mutlaknya.
e) Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut.
Sebutlah harga terbesar ini Lo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
b) Uji Homogenitas
Dalam uji homogenitas dilakukan dengan cara membagi varians yang
lebih besar dengan varians yang lebih kecil. Menurut Sutrisno Hadi (2004: 312)
rumusnya uji homogenitas sebagai berikut:
SD2bs Fdbvb:dbvk = SD2kt Keterangan :
Fdbvb : dbvk = Derajat kebebasan KE1 dan KE2
SD2bs = Standart deviasi KE1
SD2kt = Standart deviasi KE2
3. Uji Perbedaan
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji perbedaan dari
Sutrisno Hadi (1995: 457) sebagai berikut:
åMd t = å d2
N (N-1) Keterangan :
t = Nilai uji perbedaan
Md = Mean perbedaan dari pasangan
åd2 = Jumlah deviasi kuadrat tiap sampel dari mean perbedaan
N = Jumlah pasangan
Untuk menghitung prosentase peningkatan kemampuan lompat jauh gaya
berjalan di udara antara tes awal dan tes akhir dari latihan pliometrik bounding
dan latihan pliometrik depth jump menggunakan rumus sebagai berikut:
Mean different
Prosentase peningkatan = X 100% Mean Tes Awal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Tujuan penelitian dapat dicapai dengan pengambilan data pada sampel
yang telah ditentukan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data tes awal secara
keseluruhan, kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok dan dilakukan tes
akhir pada masing-masing kelompok. Data tersebut kemudian dianalisis dengan
statistik, seperti terlihat pada lampiran. Rangkuman hasil analisis data secara
keseluruhan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2. Diskripsi Data Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Lompat Jauh Gaya
Berjalan Di Udara pada Kelompok 1 dan Kelompok 2.
Kelompok Tes N Max Min Mean SD
awal 16 3,36 2,00 2,70 0,49 Kelompok 1
akhir 16 5,45 4,35 4,84 0,32
Awal 16 3,70 2,00 2,67 0,52 Kelompok 2
Akhir 16 4,15 2,35 3,17 0,62
B. Mencari Reliabilitas Hasil uji reliabilitas tes awal kemampuan lompat jauh gaya berjalan di
udara dalam penelitian sebagai berikut :
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal dan Tes Akhir
Tes Reliabilitas Kategori
Tes awal lompat jauh gaya berjalan di udara 0,87 Tinggi
Tes akhir lompat jauh gaya berjalan di udara 0,93 Tinggi sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Untuk mengartikan kategori koefisien reliabilita tes tersebut
menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi dari Book Walter seperti dikutip
Mulyono B.(1992: 15) sebagai berikut:
Tabel 4. Range Kategori Reliabilitas
Kategori Validita Reliabilita Obyektivita
Tinggi sekali
Tinggi
Cukup
Kurang
Tidak signifikan
0,80 – 1,0
0,70 – 0,79
0,50 – 0,69
0,30 – 0,49
0,00 – 0,29
0,90 – 1,0
0,80 – 0,89
0,60 – 0,79
0,40 – 0,59
0,00 – 0,39
0,95 – 1,0
0,85 – 0,94
0,70 – 0,84
0,50 – 0,69
0,00 – 0,49
C. Pengujian Persyaratan Analisis Sebelum dilakukan analisis data, perlu dilakukan pengujian persyaratan
analisis. Pengujian persyaratan analisis yang dilakukan terdiri dari uji normalitas
dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis data diuji distribusi kenormalannya dari data
tes awal kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara. Uji normalitas data
dalam penelitian ini digunakan metode Lilliefors. Hasil uji normalitas data yang
dilakukan terhadap hasil tes awal pada kelompok 1 dan kelompok 2 adalah
sebagai berikut:
Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data
Kelompok N Mean SD L hitung Lt 5%
K1 16 2,70 0,49 0,19 0,21
K2 16 2,67 0,52 0,16 0,21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan pada kelompok 1 (K1)
diperoleh nilai Lhitung = 0,19. Nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan
pada taraf signifikan 5% yaitu 0,21. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
data pada kelompok 1 (K1) termasuk berdistribusi normal. Sedangkan dari hasil
uji normalitas yang dilakukan pada kelompok 2 (K2) diperoleh nilai Lhitung = 0,16,
ternyata juga lebih kecil dari angka batas penolakan hipotesis nol pada taraf
signifikan 5% yaitu 0,21. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada
kelompok 2 (K2) termasuk berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui kesamaan varians dari
kedua kelompok. Jika kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan varians, maka
apabila nantinya kedua kelompok memiliki perbedaan, maka perbedaan tersebut
disebabkan perbedaan rata-rata kemampuan. Hasil uji homogenitas data antara
kelompok 1 dan kelompok 2 sebagai berikut:
Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Hemogenitas Data
Kelompok N SD2 Fhitung Ft 5%
K 1 15 0.223
K 2 15 0.254 0,87 2,43
Berdasarkan hasil uji homogenitas yang dilakukan diperoleh nilai
Fhitung= 0,87. Sedangkan dengan db =16 lawan 16, angka Ft 5%= 2,43, ternyata
nilai Fhitung 0,87 lebih kecil dari Ft 5%= 2,43. Karena Fhitung < Ftabel 5%, maka
hipotesis nol diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelompok 1
(K1) dan kelompok 2 (K2) memiliki varians yang homogen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
D. Hasil Analisis Data
1. Uji Perbedaan sebelum Diberi Perlakuan
Sebelum diberi perlakuan kelompok yang dibentuk dalam penelitian diuji
perbedaanya terlebih dahulu. Hal ini dengan maksud untuk mengetahui ketetapan
anggota pada kedua kelompok tersebut. Sebelum diberi perlakuan berangkat dari
keadaan yang sama atau tidak. Hasil uji perbedaan antara kelompok 1 dan
kelompok 2 sebelum diberi perlakuan sebagai berikut:
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal pada Kelompok 1 dan
Kelompok 2.
Kelompok N Mean t Ttabel 5%
K1 16 2,70
K2 16 2,67 0,209 1,75
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan tes awal dengan analisis statistik
t-test antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh nilai sebesar 0,209 dan ttabel
dengan N = 16, db = 16 – 1 = 15 pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,75. Hal ini
menunjukkan bahwa thitung < ttabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, H0
diterima. Hal ini artinya, antara kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum diberi
perlakuan tidak ada perbedaan yang signifikan pada awalnya.
2. Uji Perbedaan sesudah Diberi Perlakuan
Setelah dilakukan perlakuan, yaitu kelompok 1 diberi perlakuan latihan
pliometrik bounding dan kelompok 2 latihan pliometrik depth jump, kemudian
dilakukan uji perbedaan. Uji perbedaan yang dilakukan dalam penelitian ini
hasilnya sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
a. Hasil uji perbedaan tes awal dan tes akhir pada kelompok 1 yaitu:
Tabel 8. Rangkuman Uji Perbedaan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir pada
Kelompok 1
Kelompok N Mean thitung ttabel 5%
Tes awal 16 2.70
Tes akhir 16 4.84 11,59 1,75
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan dengan analisis statistik t-test
kelompok 1 antara hasil tes awal dan tes akhir diperoleh nilai sebesar 11.59 dan
ttabel dengan N = 15, db = 16 – 1 = 15 dengan taraf signifikansi 5% adalah sebesar
1,75. Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel , sehingga dapat disimpulkan H0
ditolak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa antara tes awal dan tes
akhir pada kelompok 1 terdapat perbedaan yang signifikan.
b. Hasil uji perbedaan tes awal dan tes akhir pada kelompok 2 yaitu:
Tabel 9. Rangkuman Hasil Ujian Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir pada
Kelompok 2.
Kelompok N Mean thitung ttabel 5%
Tes awal 16 2,67
Tes akhir 16 3,17 1,84 1,75
Berdasarkan pengujian perbedaan dengan analisis statistik t-test
kelompok 2 antara hasil tes awal dan tes akhir diperoleh nilai sebesar 1.84, dan
ttabel dengan N = 16, db = 16 – 1 = 15 pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,75. Hal
ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0
ditolak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa antara tes awal dan tes
akhir pada kelompok 2 terdapat perbedaan yang signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
c. Hasil uji perbedaan tes akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 yaitu :
Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Akhir antara Kelompok 1 dan
Kelompok 2
Kelompok N Mean thitung ttabel 5%
K1 16 4,84
K2 16 3,17 1,772 1,75
Berdasarkan pengujian perbedaan dengan analisis statistik t-test hasil tes
akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh nilai sebesar 1.772, dan ttabel
dengan N = 16, db = 16 – 1 = 15 pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 1,75.
Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan hasil tes akhir antara
kelompok 1 dan kelompok 2 terdapat perbedaan yang signifikan.
d. Perbedaan Prosentase Peningkatan
Kelompok mana yang memiliki prosentase peningkatan yang lebih baik
dapat diketahui melalui penghitungan perbedaan prosentase peningkatan tiap-tiap
kelompok. Adapun nilai perbedaan peningkatan kemampuan lompat jauh gaya
berjalan di udara dalam persen antara kelompok 1 dan kelompok 2 sebagai
berikut:
Tabel 11. Rangkuman Hasil Penghitungan Nilai Perbedaan Peningkatan
Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara antara Kelompok 1 dan Kelompok 2.
Kelompok N Mean Pretest
Mean Posttest
Mean Different
Prosentase Peningkatan
Kelompok 1 16 2,70 4,84 2,14 79,12621%
Kelompok 2 16 2,67 3,17 0,50 18,81884%
Berdasarkan hasil pengitungan prosentase peningkatan kemampuan
lompat jauh gaya berjalan di udara diketahui bahwa kelompok 1 memiliki
peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara sebesar 79,12621%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Sedangkan kelompok 2 memiliki peningkatan kemampuan lompat jauh gaya
berjalan di udara sebesar 18,81884%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kelompok 1 memiliki prosentase peningkatan kemampuan lompat jauh gaya
berjalan di udara yang lebih besar dari pada kelompok 2.
E. Pengujian Hipotesis
1. Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Bounding dan Depth Jump
terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan sebelum diberi perlakuan,
diperoleh nilai t antara tes awal pada kelompok 1 dan kelompok 2 = 0.209,
sedangkan ttabel = 1,75. Ternyata thit < ttabel, yang berarti hipotesis nol diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum
diberi perlakuan dalam keadaan seimbang atau tidak terdapat perbedaan
kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara. Hal ini artinya, antara kelompok
1 dan 2 berangkat dari titik tolak kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara
yang sama. Apabila setelah diberi perlakuan terdapat perbedaan, hal ini karena
adanya perbedaan perlakuan yang diberikan.
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan tes awal dan tes akhir pada
kelompok 1 diperoleh nilai sebesar = 11.59 sedangkan ttabel = 1,75. Ternyata thitung
> ttabel 5%, yang berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa, terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan tes akhir
pada kelompok 1. Hal ini artinya, kelompok 1 memiliki peningkatan kemampuan
lompat jauh gaya berjalan di udara yang disebabkan oleh perlakuan yang
diberikan yaitu latihan pliometri bounding.
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan tes awal dan tes akhir pada
kelompok 2 diperoleh nilai sebesar = 1.84, sedangkan ttabel = 1,75. Ternyata thitung
> ttabel, yang berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan tes akhir pada
kelompok 2. Hal ini artinya, kelompok 2 memiliki peningkatan kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
lompat jauh gaya berjalan di udara yang disebabkan oleh perlakuan yang
diberikan, yaitu latihan pliometrik depth jump.
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan yang dilakukan pada data tes akhir
antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh hasil thitung sebesar 1.1772,
sedangkan t tabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,75. Berdasarkan hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tes
akhir pada kelompok 1 dan tes akhir kelompok 2. Dengan demikian hipotesis
yang menyatakan, ada perbedaan pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth
jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra
kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran
2009/2010 dapat diterima kebenarannya.
2. Latihan Pliometrik Bounding Lebih Baik Pengaruhnya terhadap
Peningkatan Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Berdasarkan hasil penghitungan prosentase peningkatan kemampuan
lompat jauh gaya berjalan di udara diketahui, kelompok 1 memiliki nilai
prosentase peningkatan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara sebesar
79,12621% Sedangkan kelompok 2 memiliki peningkatan kemampuan lompat
jauh gaya berjalan di udara sebesar 18,81884%. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa, kelompok 1 memiliki prosentase peningkatan kemampuan
lompat jauh gaya berjalan di udara yang lebih besar dari pada pada kelompok 2.
Hal ini karena, latihan pliometrik bounding unsur kekuatan dan kecepatan
dikembangkan secara bersama-sama. Dengan melakukan lompatan memantul
dengan dua kaki bersama-masa, maka akan terbentuk power otot tungkai yang
seimbang antara kaki kanan dan kaki kiri. Sedangkan latihan pliometrik depth
jump unsur kecepatan sedikit terabaikan, sehingga power otot tungkai tidak
berkembang secar amaksimal. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan,
latihan pliometrik bounding lebih baik pengaruhnya terhadap lompat jauh gaya
berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3 Pabelan Kabupaten
Semarang tahun pelajaran 2009/2010 dapat diterima kebenarannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan,
ternyata hipotesis yang diajukan dapat diterima. Dengan demikian dapat diperoleh
simpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh latihan pliometrik bounding dan depth jump
terhadap lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP
Negeri 3 Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010, dengan
nilai perhitungan thit sebesar 1,1772 dan ttabel sebesar 1,75 pada taraf
signifikasi 5%.
2. Latihan pliometrik bounding lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan
lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 3
Pabelan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2009/2010. Kelompok 1
(kelompok yang mendapat perlakuan latihan pliometrik bounding) memiliki
peningkatan sebesar 79,12621%. Sedangkan kelompok 2 (kelompok yang
mendapat perlakuan latihan pliometrik depth jump) memiliki peningkatan
sebesar 18,81884%.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui, latihan pliometrik bounding
memiliki peningkatan yang lebih baik terhadap peningkatan lompat jauh gaya
berjalan di udara.
Implikasi teoritik dari hasil penelitian ini adalah, setiap bentuk latihan
memiliki efektivitas yang berbeda dalam meningkatkan kemam[puan lompat jauh
gaya berjalan di udara. Oleh karena itu, dalam memberikan latihan yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara
harus menggunakan bentuk latihan pliometrik yang tepat. Hasil penelitian ini juga
dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk memilih bentuk latihan pliometrik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
tepat, khususnya untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di
udara.
C. Saran
Sehubungan dengan simpulan yang telah diambil dan implikasi yang
ditimbulkan, maka kepada guru Penjaskes SMP Negeri 3 Pabelan Semarang
disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Upaya meningkatkan kemampuan lompatjauh gaya berjalan di udara, harus
diterapkan bentuk latihan pliometrik yang tepat, sehingga akan diperoleh hasil
latihan yang optimal.
2. Untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara dapat
diterapkan bentuk latihan pliometrik bounding dan depth jump.
Recommended