View
263
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
UIN SUSKARIAU
PENUNTUN PRAKTIKUM
KEANEKARAGAMAN HAYATI
PENYUSUN
ZULFAHMI, S.Hut,M.Si
ROSMAINA, SP, M.Si
LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2013
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 1 | P a g e
KATA PENGANTAR
Buku penuntun praktikum ini disusun untuk keperluan praktikum mata
kuliah Keanekaragaman Hayati mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas
Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau. Penuntun praktikum ini disusun
berdasarkan kurikulum mata kuliah dan ketersediaan peralatan di laboratorium
Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan, UIN Suska Riau.
Buku ini merupakan bahan pedoman praktikum mahasiswa di lapangan
atau di laboratorium dalam rangka untuk memberikan pengetahuan tambahan
tentang materi-materi yang telah diajarkan di kelas, disamping itu juga dengan
adanya praktikum ini mahasiswa memiliki keterampilan kerja seperti analisis
vegetasi suatu ekosistem, eksplorasi jenis-jenis tumbuhan maupun hewan.
Kami menyadari bahwa penuntun praktikum ini belum sempurna dan
masih perlu perbaikan dan penambahan berbagai materi. Segala saran dan kritikan
yang positif sangat kami harapkan dari semuanya, semoga buku penuntun ini
bermanfaat. terima kasih.
Pekanbaru, Oktober 2013
Tim Penyusun.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 2 | P a g e
DAFTAR ISI
Hal
MATERI 1 : Analisis Vegetasi …………………………………………….. 3
MATERI II : Teknik Pembuatan Herbarium ……………………………….. 12
MATERI III : Inventarisasi Serangga ……………………………………….. 20
MATERI IV : Inventarisasi Kupu-Kupu ……………………………………. 25
MATERI V : Konservasi Sumberdaya Daya Genetik ……………………… 29
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 34
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 3 | P a g e
MATERI 1
ANALISIS VEGETASI HUTAN
A. PENDAHULUAN
Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh
bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu
penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan
maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan
tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-
individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-
individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut juga sebagai suatu
komunitas tumbuh-tumbuhan.
Data dan informasi mengenai vegetasi atau potensi tumbuhan di suatu
kawasan sangat diperlukan dalam upaya mendokumentasikan biodiversitas
atau sumber daya genetic yang ada sekaligus untuk mencari/mengidentifikasi
nilai ekonomi dari plasma nutfah tersebut di masa mendatang. analisis
vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis atau
populasi) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan.
(Soerianegara dan Indrawan (1998) dalam Bakri (2009)).
Menurut Andre (2009), vegetasi tersusun oleh beberapa komponen-
komponen penyusun sebagai berikut:
1. Belukar (Shrub)
Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai
yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
2. Epifit (Epiphyte)
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 4 | P a g e
Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan
palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
3. Paku-pakuan (Fern)
Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti
akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm)
Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi;
tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter
dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5. Pemanjat (Climber)
Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun
merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
6. Terna (Herb)
Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput.
Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang
menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut
yang kadang-kadang keras.
7. Pohon (Tree)
Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau
tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya,
yaitu :
a. Semai (Seedling): anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi
< 1,5 meter.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 5 | P a g e
b. Pancang (Sapling): anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 cm dan
diameter < 7 cm.
c. Tiang (Poles): Pohon muda yang diameternya mulai 7 cm sampai
diameter < 20 cm.
Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 199 bahwa Hutan
didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuanalam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan
menyimpan koleksi plasma nutfah yang sangat banyak, mulai dari
mikroorganisme sampai pada tumbuhan dan hewan tingkat tinggi. Plasma nutfah
tersebut memiliki manfaat ekonomi dan ekologi yang sangat tinggi. Oleh karena
analisis vegetasi hutan harusdilakukan sebagai langkah awal dalam usaha
pengelolaan kawasan hutan.
Menurut Latifah (2005), analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk
mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan anlisis vegetasi pada dasarnya
ada dua macam metode dengan petak dan tanpa petak. Salah satu metode dengan
petak yang banyak digunakan adalah antara metode jalur (untuk risalah pohon)
dengan metode garis petak (untuk risalah permudaan). Di bidang ekologi hutan
terdapat dua tipe pengukuran untuk mendapatkan informasi/data yang diinginkan.
Kedua jenis pengukuran tersebut adalah pengukuran yang bersifat merusak
(destructive measure) dan pengukuran yang tidak merusak (non destructive
measure). Untuk keperluan penelitian agar datanya dianggap sah (valid) secara
statistika, penggunaan kedua jenis pengukuran tersebut mutlak harus
menggunakan satuan contoh (sampling unit), apabila dengan sampling seorang
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 6 | P a g e
peneliti dapat memperoleh informasi data yang diinginkan lebih cepat dan lebih
teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi
penuh (metode sensus) pada anggota suatu populasi.
B. TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah untuk melihat komposisi jenis dan struktur
tegakan hutan.
C. ALAT DAN BAHAN
- Peta lokasi,
- Tali plastic (60 m per regu)
- Meteran 10 m atau 20 m
- Kompas
- Tally sheet dan Alat tulis
- Pengenal pohon
D. METODE
Kegiatan di lapangan adalah sebagai berikut:
1. Kegaiatan analisis dilakukan secara berkelompok. Kelompok ini terdiri dari
pembersih areal, penunjuk arah, pengukur pohon, pengukur semai, pengukur
tiang, pengukur pancang, pengenal pohon, pembawa perbekalan,
2. Menentukan lokasi jalur yang akan disurvey (unit contoh) di atas peta,
panjang masing-masing jalur ditentukan berdasarkan lebar hutan (dalam
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 7 | P a g e
survey ini panjang jalur 500 meter per regu). Jalur dibuat dengan arah tegak
lurus garis kontur (memotong garis kontur.
3. Membuat contoh unit jalur seperti Gambar 1.
4. Mengidentifikasi jenis, jumlah serta mengukur diameter (DBH) dan tinggi
(tinggi total dan bebas cabang) untuk tingkat tiang dan pohon. Sedangkan
untuk tingkat semai dan pancang hanay mengidentifikasi jenis dan jumlahnya
saja. Data hasil pengukuran dicatat dalam tally sheet. Dalam kegiatan survey
ini digunakan criteria pertumbuhan sebagai berikut:
a. Semai adalah anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi <1.5 m
b. Pancang adalah anakan pohon yang tingginya ≥ 1.5 m dan diameter < 7
cm
c. Tiang adalah pohon muda yang diameternya ≥ 7 cm sampai diameter < 20
cm
d. Pohon adalah pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm
b
b
c
d
a
c
b
Gambar 1. Model traksek/petak dalam analisis vegetasi
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 8 | P a g e
5. Penentuan langsung daerah sampel di kawasan kampus UIN SUSKA Riau
dengan cara mengeksplorasi areal tersebut dengan tujuan untuk mengetahui
homogenitas nepenthes.
6. Menentukan jumlah plot atau petak contoh agar mewakili daerah penelitian
dengan cara menetapkan ukuran plot 5 x 5 diambil secara zig-zag pada
masing-masing lokasi.
7. Melakukan pencatatan spesies dan jumlah spesies nepenthes yang ditemukan
pada masing-masing plot.
8. Pengambilan gambar dengan kamera digital bagian seluruh tanaman, seperti
batang, daun, kantung dan bunga (jika ada).
9. Data yang diperoleh diolah dengan dengan menggunakan formulasi metode
petak kuadrat untuk menghitung besarnya kerapatan (individu/ha), frekuensi
dan dominasi (m2/ha) dan indeks nilai penting (INP) dari masing-masing
jenis sebagai berikut:
1) Kerapatan Jenis
Kerapatan (K) = ∑ Individu
Luas petak contoh
Kerapatan relatif (KR)K Suatu jenis
K Total seluruh jenis
2) Frekuensi
Frekuensi (F) = ∑ Sub petak yang ditemukan suatu spesies
∑ Seluruh sub petak contoh
F Relatif (FR) = F Suatu jenis
F Total seluruh jenis
3) Dominasi
Dominasi (D) = Luas bidang dasar suatu spesies
Luas petak contoh
X 100%
X 100%
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 9 | P a g e
D relatif = D suatu jenis
D total seluruh jenis
4) Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting = KR + FR + DR
Volume Pohon
Untuk menghitung volume pohon digunakan rumus sebagai berikut:
V = 1/4. π.d2.t.f
Dimana:
V = volume pohon bebas cabang (m3)
π = konstanta (3,141592654)
d = diameter pohon setinggi dada/130 cm atau 20 cm di atas banir (cm2)
t = tinggi pangkal tajuk dikurangi tinggi banir(m)
f = angka bentuk pohon (0,6)
Untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi di areal hutan digunakan
beberapa indeks sebagai berikut:
a. Indeks Simpson’s
Formula yang digunakan untuk melihat indeks keragaman Simpson’s
adalah:
Keterangan:
D = Indeks Simpson’s
Pi = Kelipatan relative dari spesies ke-I
Pi2 = (Ni/Nt)
2
X 100%
D = 1 - ∑ Pi
2
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 10 | P a g e
Ni = Jumlah individu spesies
Nt = Jumlah total untuk semua individu
b. Indeks Shannon_Wienner
Formula yang digunakan untuk melihat indeks keragaman
Shannon_Wienner adalah:
Keterangan:
D = Indeks Shannon_Wienner
Pi = Kelipatan relative dari spesies ke-I
Pi2 = (Ni/Nt)
2
Ni = Jumlah individu spesies
Nt = Jumlah total untuk semua individu
s D = - ∑ Pi
2 (Log e Pi)
1=1
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 11 | P a g e
Tabel 1. Tally Sheet Analisis Vegetasi nepenthes sp. Di kawasan kampus UIN
SUSKA Riau
Tanggal pengamatan : Azimut :
Lokasi : No Petak :
Ukuran Petak :
No
Spesies
Nama Jenis Lokal Nama Jenis Jumlah Individu Keterangan
1.
2.
3.
4.
n
E. TUGAS
Olah data dari lapangan dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Nilai
Kerapatan, Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif, Dominasi,
Dominasi relatif, Indeks Simpson’s, dan Indeks Shannon_Wienner dimaknai
dengan mengkaitkannya terhadap pengolahan dan kelestarian hutan
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 12 | P a g e
MATERI II
TEKNIK PEMBUATAN HERBARIUM
A. PENDAHULUAN
Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani
yang dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi
spesimen yang telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistim klasifikasi.
Fungsi herbarium secara umum antara lain:
1. Sebagai pusat referensi; merupakan sumber utama untuk identifikasi
tumbuhan bagi para ahli taksonomi, ekologi, petugas yang menangani
jenis tumbuhan langka, pecinta alam, para petugas yang bergerak dalam
konservasi alam.
2. Sebagai lembaga dokumentasi; merupakan koleksi yang mempunyai nilai
sejarah, seperti tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru, tumbuhan
yang mempunyai nilai ekonomi dan lain-lain.
3. Sebagai pusat penyimpanan data; ahli kimia memanfaatkannya untuk
mempelajari alkaloid, ahli farmasi menggunakan untuk mencari bahan
ramuan untuk obat kanker, dan sebagainya.
Material herbarium yang diambil harus memenuhi tujuan pembuatan
herbarium, yakni untuk identifikasi dan dokumentasi. Dalam pekerjaan
identifikasi tumbuhan diperlukan ranting, daun, kuncup, kadang-kadang bunga
dalam satu kesatuan. Material herbarium yang lengkap mengandung ranting, daun
muda dan tua, kuncup muda dan tua yang mekar, serta buah muda dan tua.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 13 | P a g e
Material herbarium dengan bunga dan buah jauh lebih berharga dan biasanya
disebut dengan herbarium fertile, sedang material herbarium tanpa bunga dan
buah disebut herbarium steril. Untuk keperluan dokumentasi ilmiah dianjurkan
agar dibuat material herbarium fertile dan untuk setiap nomor koleksi agar dibuat
beberapa specimen sebagai duplikat (tiga specimen atau lebih per nomor koleksi).
Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam
praktek pembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus memberikan
informasi terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti. Dengan kata
lain, suatu koleksi tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian tumbuhan dan
harus ada keterangan yang memberikan seluruh informasi yang tidak nampak
pada spesimen herbarium.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengkoleksi tumbuhan antara lain:
1. Tumbuhan kecil harus dikoleksi seluruh organnya.
2. Tumbuhan besar atau pohon, dikoleksi sebagian cabangnya dengan
panjang 30-40 cm yang mempunyai organ lengkap: daun (minimal punya
3 daun untuk melihat phylotaksis), bunga dan buah, diambil dari satu
tumbuhan. Untuk pohon yang sangat tinggi, pengambilan organ
generatifnya bisa dilakukan dengan galah, ketapel atau menggunakan
hewan, misalnya beruk.
3. Untuk pohon atau perdu kadang-kadang penting untuk mengkoleksi
kuncup (daun baru)karena kadang-kadang stipulanya mudah gugur dan
brakhtea sering ditemukan hanya pada bagian-bagian yang muda.
4. Tumbuhan herba dikoleksi seluruh organnya kecuali untuk herba besar
seperti Araceae.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 14 | P a g e
5. Koleksi tumbuhan hidup; dianjurkan untuk ditanam di kebun botani dan
rumah kaca. Contoh:
a. Epifit, anggrek; akarnya dibungkus dengan lumut, akar-akar paku,
serat kelapa
b. Biji-biji tumbuhan air disimpan dalam air
c. Biji-biji kapsul kering jangan diambil dari kapsulnya.
Catatan lapangan segera dibuat setelah mengkoleksi tumbuhan, berisi
keterangan-keterangan tentang ciri-ciri tumbuhan tersebut yang tidak terlihat
setelah spesimen kering. Beberapa keterangan yang harus dicantumkan antara
lain: lokasi, habitat, habit, warna (bunga, buah), bau, eksudat, pollinator (kalau
ada), pemanfaatan secara lokal, nama daerah dan sebagainya. Bersamaan dengan
pencatatan identitas tumbuhan tersebut, perlu juga dibuatkan segera label gantung
yang diikatkan pada material herbarium. Satu label untuk satu specimen. Pada
setiap label gantung ditulis kode (singkatan nama), kolektor (pengumpul), nomor
koleksi, nama local (daerah) tumbuhan yang dikumpulkan, lokasi pengumpulan
dan tanggal. Dianjurkan pula untuk penulisan pada label gantung tersebut
menggunakan pensil agar tulisan tidak larut bila terkena siraman alcohol atau
spritus.
Ada dua cara yang memungkinkan dalam pembuatan herbarium di lokasi
pengumpulan, yaitu cara basah dan cara kering. Cara basah, yaitu material
herbarium yang telah dikoleksi dimasukan dala lipatan kertas Koran dan disiram
dengan alcohol 75%. Sedangkan cara kering dapat dilakukan dengan dua proses,
yaitu:
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 15 | P a g e
a. Pengeringan langsung, yakni tumpukan material herbarium yang tidak
terlalu tebal dipres di dalam sasak, kemudian dikeringkan di atas
tungku pengeringan dengan panas yang diatur. Pengeringan harus
segera dilakukan karena jika terlambat akan mengakibatkan material
herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi busuk.
b. Pengeringan bertahap, yakni material herbarium terlebih dahulu
dicelupkan di dalam air mendidih sekitar 3 menit, kemudian dirapikan
lalu dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran. Selanjutnya ditumpuk
dan dipres, dijemur dan dikeringkan diatas tungku pengeringan.
Selama proses pengeringan material herbarium itu harus sering
diperiksi dan diupayakan agar pengeringan merata.
B. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan herbarium.
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat untuk mengambil material herbarium: pisau, parang, kampak, gunting
stek, galah berpisau, skop (untuk terna).
b. Alat pembungkus material herbarium: kertas Koran, karung plastic besar,
kantong plastic berukuran 40 x60 cm, tali plastic dan hekter, serta sasak
kayu dari bambu ukuran 30 x 50 cm untuk pengepresan
c. Alat tulis: kertas label gantung (dari kertas manila ukuran 3 x 5 cm), tally
sheet, pensil, buku catatan dan alat tulis lainnya.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 16 | P a g e
d. Alkohol 70% atau spritus (1 liter untuk ±30 specimen)
e. Alat pelengkap lainnya, kamera digital, pita ukur.
D. METODE
1. Pengambilan spesimen di lapangan
Specimen yang diambil sebaiknya dalam kondisi fertile, yaitu semua
organ-organ tumbuhan terwakili mulai umbi, akar, batang, daun, buah dan
bunga. Apabila tidak memungkinkan cukup diwakili oleh batang, daun,
dan bunga. Adapun langkah kerjanya sebagai berikut:
a. Dipilih specimen yang masih segar dan sedang berbunga.
b. Untuk jenis rumput dan tumbuhan herba, tanah disekitar
specimen digali untuk memudahkan pengambilan specimen
serta supaya akar-akarnya tidak patah.
c. Beri label gantung dan rapikan material herbarium, kemudian
dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran. Satu lipatan kertas
Koran untuk satu specimen (contoh). Tidak dibenarkan
menggabungkan beberapa specimen di dalam satu lipatan
kertas.
d. Selanjutnya, lipatan kertas Koran yang berisi material
herbarium tersebut ditumpuk satu diatas yang lainnya. Tebal
tumpukan disesuaikan dengan daya muat kantong plastic
(40x60 cm) yang akan digunakan.
e. Tumpukan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastic dan
kemudian disiram dengan alcohol 70% atau spiritus sampai
seluruh bagian tumpukan tersiram secara merata, kemudian
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 17 | P a g e
kantong plastic ditutup rapat dengan solatip atau hekter supaya
alcohol atau spiritus tidak menguap ke luar kantong.
f. Catat ciri spesifik masing-masing jenis dan dikumpulkan pada
buku catatan.
2. Pengepresan
Pengepressan adalah proses pengaturan specimen pada alat pengepresan
yang terdiri dari kertas Koran, karton, sasak. Langkah kerjanya:
a. Specimen yang telah terkumpul dikeluarkan dari kantong
plastic dan lipatan Koran
b. Specimen kembali diatur diantara kertas Koran
c. Untuk specimen yang terlalu panjang, batang dipatahkan
membentuk huruf N atau A
d. Pada saat pengepressan, kondisi tumbuhan harus utuh, tidak
diperbolehkan adanya bagian-bagian yang dikurangi.
e. Atur posisi sebagian daun, sehingga daun tampak bagian
permukaan atas dan bawah.
f. Atur kertas-kertas Koran yang telah berisi specimen tadi
menjadi tumpukan sebanyak 10-15 specimen.
g. Lapisi antar specimentersebut menggunakan triplek dan ikat
kuat-kuat.
3. Pengeringan, dan identifikasi
a. Tumpukan specimen yang telah disusun dalam sasak dijemur
dibawah sinar matahari selama 3 hari atau dioven dengan suhu
80oC selama 48 jam.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 18 | P a g e
b. Material yang sudah kering diidentifikasi nama botaninya.
Biasanya secara berturut-turut material tersebut termasuk suku
apa, marga dan jenis apa (nama local ataupun nama ilmiah),
lokasi tempat pengambilan, tanggal pengambilan, nama
kolektor, ketinggian lokasi pengambilan.
c. Hasil identifikasi ini dituliskan pada label identifikasi yang
telah disiapkan. Dalam hal ini harus diperhatikan agar nomor
koleksi yang ditulis pada label identifikasi sesuai dengan
nomor koleksi pada label gantung.
4. Pengawetan.
Material herbarium yang telah diidentifikasi kemudian diawaetkan dengan
cara sebagai berikut:
a. Material dicelupkan ke dalam larutan sublimat, yakni campuran
alcohol 96% dan tepung sublimat dengan perbandingan50 gram
sublimat dalam 1 liter alcohol. Pada proses pengawetan ini
dianjurkan agar menggunakan sarung tangan dan kain kasa
penutup hidung untuk menghindari cairan dan uap sublimat.
b. Material yang sudah dicelup (sekitar 2 menit) di dalam larutan
sublimat dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran, kemudian
beberapa material ditumpuk menjadi satu dan ditaruh di antara
2 sasak, lalu diikat kencang.
c. Sasak yang berisi material tersebut dimasukkan ke dalam
tungku pengeringan atau dijemur sampai material menjadi
kering.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 19 | P a g e
5. Pengeplakan
a. Material herbarium yang telah kering kemudian diplak atau
ditempelkan pada kertas gambar/karton yang kaku dan telah
disterilkan. Bersamaan dengan pengeplakkan dilakukan pula
pemasangan label identifikasi yang telah diisi. Dalam hal ini
perlu diperhatikan agar tidak terjadi salah pasang antara label
identifikasi dengan nomor koleksi herbarium yang
bersangkutan.
b. Material herbatium kering yang sudah diplak dan memiliki
label identifikasi selanjutnya bisa disimpan di ruangan
herbarium.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 20 | P a g e
MATERI III
INVENTARISASI SERANGGA
A. PENDAHULUAN
Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dalam
mendukung keanekaragaman flora dan fauna. Salah satu sumber daya hutan
adalah serangga tanah. Serangga tanah adalah serangga yang hidup di tanah, baik
yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Serangga
permukaan tanah, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup, tetapi juga
memakan tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Serangga permukaan tanah
berperan dalam proses dekomposisi. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan
mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan serangga permukaan
tanah.
Keberadaan serannga permukaan tanah dalam tanah sangat tergantung
pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya,
seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran
siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi serangga
permukaan tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas serangga permukaan
tanah akan berlangsung baik. Secara garis besar proses perombakan berlangsung
sebagai berikut : pertama perombak yang besar atau makrofauna meremah-remah
substansi habitat yang telah mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan
akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses. Feses juga dapat juga dikonsumsi
lebih dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam
saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil
ekskresi fauna ini dihancurkan serangga pemakan bahan organik yang mambusuk,
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 21 | P a g e
membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
Banyak jenis serangga yang sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah.
Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan
dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah
menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi
dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik
tanah dan menambah kandungan bahan organiknya
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan,
adalah, struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi, kelembaban tanah
dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup, suhu
tanah mempengaruhi peletakan telur,cahaya dan tata udara mempengaruhi
kegiatannya.
Hutan larangan Adat Kecamatan Kampar adalah salah satu kawasan hutan
hujan tropis yang menyediakan sumber kehidupan bagi satwa yang terdapat di
dalamnya, termasuk serangga permukaan tanah. Kondisi hutannya yang memiliki
kelembaban tinggi merupakan salah satu habitat yang disukai oleh serangga
permukaan tanah.
B. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan
1. untuk melihat komposisi dan keanekaragaman serangga permukaan tanah
pada hutan sekunder UIN SUSKA RIAU dan Hutan Alam Larangan Adat
Kecamatan Kampar.
2. Untuk melihat indeks kesamaan jenis serangga yang ada di kedua habitat.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 22 | P a g e
C. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan perangkap jebak yaitu gelas
plastik (luas permukaan 51,5 cm2), lidi, styrofoam, sekop, alat tulis, kertas
label, alkohol 70% dan larutan asam asetat 5%. Untuk mengukur faktor
lingkungan digunakan pH meter, higrometer, termometer (Yenaco)dan mistar.
Dalam pengumpulan sampel, alat yang digunakan yaitu pinset, kantung
plastik dan karet. Dalam identifikasi sampel serangga digunakan mikroskop
dengan perbesaran 20 x. Untuk dokumentasi digunakan kamera digital.
D. METODE
1. Penentuan Lokasi
Lokasi pengambilan sampel dipilih pada 2 (dua) kondisi habitat yang
berbeda yaitu hutan sekunder UIN SUSKA RIAU dan hutan Alam
Larangan Adat Kecamatan Kampar.
2. Pengambilan dan Identifikasi Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memasang sepuluh
perangkap jebak pada kedua habitat. Perangkap diisi dengan larutan
alcohol 70% dan ditambahkan larutan asam asetat 5% sebanyak 1 tetes
pada masing-masing perangkap. Perangkap dipasang secara random dan
dibiarkan selama 3 hari kemudian sampel yang tertangkap dikumpulkan.
Untuk kepentingan identifikasi, sampel yang diperoleh kemudian dibawa
ke laboratorium.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 23 | P a g e
Gambar 1. Pemasangan Perangkap Jebak
3. Analisis data
a. Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wiener :
dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah jenis yang didapat
N = Total jumlah jenis yang didapat
Besaran H’ < 1.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong
rendah, H’ = 1.5 – 3.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong
sedang dan H’ > 3.5 menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 24 | P a g e
b. Indeks kesamaan jenis serangga pada dua habitat dihitung dengan Uji
Sorenson :
IS = [2 C / (A + B)] x 100%
Keterangan :
IS = indeks kesamaan.
C = jumlah jenis serangga yang ada di kedua habitat, dimana Jumlah nilai
yang sama dan nilai terendah dari jenis-jenis yang terdapat dalam
dua habitat yang dibandingkan
A = jumlah jenis serangga yang hanya ada di habitat pertama
B = jumlah jenis serangga yag hanya ada di habitat kedua
E. TUGAS
Identifikasilah jumlah serangga yang terperangkap, kelompokkan mereka dan
hitung indek keragaman dan indek kesamaan serangga pada kedua habitat.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 25 | P a g e
MATERI IV
INVENTARISASI KUPU-KUPU
A. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki sumberdaya alam hayati yang sangat tinggi, hampir
sekitar 10% dari semua species makhluk hidup yang ada di dunia ini terdapat di
Indonesia. Kekayaan faunanya meliputi sekitar 400.000 species, 7800 species
merupakan kelompok vertebrata yang terdiri dari 1500 species burung, 800
species mammalia, 2500 species ikan, 200 species reptil, dan 1000 species
amphibia (Ditjen PHPA, 1993).
Kupu-kupu merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki
Indonesia. Kupu-kupu termasuk dalam ordo Lepidoptera, yakni serangga yang
sayapnya ditutupi oleh sisik. Kupu-kupu merupakan bagian kecil (sekitar 10%)
dari 170.000 jenis Lepidoptera yang ada di dunia dan jumlah jenis kupu-kupu
yang telah diketahui di seluruh dunia diperkirakan ada sekitar 13.000 jenis, dan
mungkin beberapa ribu jenis lagi yang belum dideterminasi (Peggie 2004). Arti
kupu-kupu bagi manusia tidak hanya sebagai obyek yang memiliki keindahan,
namun dalam banyak hal kupu-kupu memiliki arti penting lain. Penyebaran
geografi yang mantap dan keanekaragaman kupu-kupu dapat memberikan
informasi yang baik dalam studi lingkungan sebagai indikator lingkungan, serta
perubahan yang mungkin terjadi. Kupu-kupu juga memberi andil yang sangat
berarti dalam mempertahankan keseimbangan alam dengan bertindak sebagai
penyerbuk pada proses pembuahan bunga bersama hewan penyerbuk lainnya
(Hamidun 2003).
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 26 | P a g e
Kupu-kupu merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus
dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman
jenisnya. Kupu-kupu telah banyak memberikan manfaat dalam kehidupan
manusia,seperti estetika atau keindahan, budaya pendapatan ekonomi, penelitian,
petunjuk mutu lingkungan, dan penyebaran tumbuhan (Achmad 2002).
Keberadaan kupu-kupu tidak terlepas dari daya dukung habitatnya, yakni habitat
yang memiliki penutupan vegetasi perdu dan pohon yang berakar kuat, serta
adanya sungai-sungai yang mengalir. Kerusakan alam seperti berubahnya fungsi
areal hutan, sawah, dan perkebunan yang menjadi habitat bagi kupu-kupu , dapat
menyebabkan penurunan jumlah maupun jenis kupu-kupu di alam.
Hutan banyuwindu terletak di desa Limbangan, Kecamatan Limbangan,
Kabupaten Kendal, Propinsi Jawa Tengah. Hutan banyuwindu termasuk salah satu
kawasan hutan yang diperkirakan memiliki keanekaragaman satwa liar termasuk
kupu-kupu yang cukup tinggi. Lokasi hutan banyuwindu terletak di kawasan
perbukitan dan termasuk kawasan yang masih dijumpai berbagai macam tipe
habitat seperti tegakan pohon, vegetasi semak berumput, semak belukar, alang-
alang, berdekatan dengan ladang, kebun, sawah, dan pekarangan penduduk. Hutan
banyuwindu saat ini mengalami tekanan dari berbagai aktivitas masyarakat di
sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Tekanan tersebut
berupa pengambilan sumber daya hutan seperti penebangan kayu dan reklamasi
hutan untuk dijadikan sebagai area perkebunan. Kondisi tersebut dapat berdampak
buruk bagi keberadaan kupu-kupu di hutan banyuwindu, karena kupu-kupu akan
kehilangan habitat yang menjadi tempat hidupnya. Berbagai upaya telah
dilakukan termasuk adanya peraturan desa yang menetapkan area desa tersebut
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 27 | P a g e
sebagai area konservasi, namun pada pelaksanaan di lapangan tetap saja terjadi
pelanggaran walaupun sudah mulai berkurang.
Untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan tersebut, maka salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat
setempat melalui pemanfaatan potensi kupu-kupu di hutan banyuwindu sebagai
ekoturisme. Untuk mengetahui potensi kupu-kupu di hutan banyuwindu perlu
dilakukan berbagai penelitian, terutama penelitian mengenai kekayaan jenis kupu-
kupu. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data awal
untuk pengembangan kawasan hutan banyuwindu sebagai kawasan Ekoturisme.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kupu-kupu yang ada di
hutan Banyuwindu, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Propinsi Jawa
Tengah.
C. ALAT DAN BAHAN
Materi pengamatan adalah jenis-jenis kupu-kupu yang dijumpai di
sepanjang jalur pengamatan, sedangkan alat yang digunakan adalah teropong
binokuler, jaring kupu-kupu, kaca pembesar, kamera digital dan buku panduan
lapangan tentang identifikasi kupu-kupu.
D. METODE
1. Pengambilan data jenis kupu-kupu dilakukan pada saat aktivitas kupu-
kupu tinggi pada pukul 08.00-11.00 dan 13.00-16.00 dengan
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 28 | P a g e
menggunakan metode eksplorasi. Inventarisasi jenis kupu-kupu yang hadir
pada hutan larangan Adat dan kampus UIN SUSKA RIAU dilakukan
dengan mencatat semua jenis kupu, kemudian diidentifikasi dengan
menggunakan buku identifikasi yang ada.
2. Data hasil penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan Analisis
Deskriptif.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 29 | P a g e
MATERI V
KONSERVASI SUMBERDAYA GENETIK
A. PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki
keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Keanekaragaman hayati tersebut
meliputi keanekaragaman ekosistem, spesies, dan variabilitas genetik dari
tumbuhan, hewan, serta jasad renik. Indonesia yang secara geografis terletak
di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Hindia dan
Pasifik), jumlah pulau yang sangat banyak (lebih dari 17.000), serta sifat
geografisnya yang unik memungkinkan Indonesia memiliki keanekaragaman
plasma nutfah yang sangat tinggi dengan tingkat endemisme yang tinggi pula.
Keanekaragaman ekosistem telah melahirkan keanekaragaman spesies.
Walaupun Indonesia hanya memiliki luas daratan bumi sekitar 1,3%, tetapi
memiliki 17% dari jumlah spesies dunia. Dari segi fauna Indonesia memiliki
fauna dari kawasan Indo-Malaysia sebanyak 17% dari mamalia dunia, 15%
amfibi dan reptilia, 17% dari semua burung, dan 37% dari ikan dunia.
Pertambahan penduduk yang cukup tingggi akan berdampak pada
peningkatan kebutuhan pangan. Ketersedian pangan dan kebutuhan lain
sangat dipengaruhi salah satunya adalah ketersediaan lahan. Akhir-akhir ini
untuk mendukung penyediaan lahan pertanian, maka lahan hutan yang
merupakan tempat hidup plasma nutfah cenderung dikonversi menjadi lahan
pertanian, akibatnya banyak plasma nutfah yang terganggu keberadaannya dan
tidak jarang juga mengalami kepunahan/hilang. Oleh karena itu, upaya
konservasi atau pengamanan plasma nutfah tersebut harus dilakukan segera
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 30 | P a g e
karena plasma nutfah tersebut memiliki berbagai manfaat yang tidak ternilai,
meskipun kadang kala saat ini belum teridentifikasi manfaatnya secara jelas
tetapi harus tetap kita jaga dan pertahankan keberadaannya.
Di masa depan, plasma nutfah akan lebih penting peranannya dalam
pembangunan mengingat kebutuhan dunia akan bahan-bahan hayati untuk
obat, varietas baru tanaman pertanian dan ternak, proses industri, dan
pengolahan pangan semakin meningkat. Tetapi prospek ini tidak akan dapat
diraih apabila erosi plasma nutfah yang diawali dengan kerusakan sebagian
ekosistem dan kepunahan beberapa spesies masih berlanjut seperti yang terjadi
sekarang ini apabila tidak dilakukan usaha pencegahan secara lebih serius.
Fokus dari pengelolaan plasma nutfah adalah melestarikan, mengembangkan,
dan memanfaatkannya secara berkelanjutan, baik pada ekosistem darat
maupun laut, kawasan agroekosistem dan kawasan produksi, serta program
konservasi ex siu. Upaya pengelolaan ini harus disertai dengan pemeliharaan
sistem pengetahuan tradisional dan pengembangan sistem pemanfaatan plasma
nutfah yang dilandasi oleh pembagian keuntungan yang adil. Unsur utama dari
pengelolaan plasma nutfah adalah pelestarian in situ dan ex situ dari plasma
nutfah yang kita miliki.
Konservasi in-situ adalah upaya pengawetan jenis tumbuhan dan
satwa liar di dalam habitat alaminya. Upaya konservasi in-situ cukup efektif
karena perlindungan dilakukan di dalam habitat aslinya sehingga tidak
diperlukan lagi proses adaptasi bagi tanaman yang bersangkutan. Namun
demikian, suatu kelemahan akan terjadi jika suatu jenis yang dikonservasi
secara in-situ tersebut memiliki penyebaran yang sempit, kemudian tanpa
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 31 | P a g e
diketahui terjadi perubahan habitat, maka akan sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup jenis tersebut. Dan begitu pula jika di daerah konservasi
terjadi kebakaran atau bencana, dapat dipastikan seluruh jenis yang terdapat di
dalamnya akan terancam musnah. Oleh karena iru, selain upaya konservasi
in-situ perlu dilengkapi dengan upaya konservasi eks-situ.
Konservasi eks-situ merupakan upaya pengawetan jenis flora dan
fauna di luar habitat aslinya. Kegiatan konservasi eks-situ dilakukan untuk
menghindari adanya kepunahan suatu jenis dengan menyimpan variasi
genetik yang ada di habitat alaminya. Hal ini perlu dilakukan mengingat
tingginya tekanan terhadap habitat dan populasinya akibat prilaku manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
B. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa memahami melakukan konservasi
eks-situ suatu species.
C. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan merupakan alat untuk mengambil
tanaman atau bagian tanaman dari lapangan seperti parang, sekop, kotak/box,
alat tulis menulis dan lain-lainnya.
D. METODE
1. Eksplorasi
Eksplorasi dilaksanakan secara bertahap dengan mengandalkan
nara sumber dan sumber informasi, baik langsung dari pemberi informasi
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 32 | P a g e
utama (key informan) maupun data kepustakaan. Dalam kaitan ini
dilakukan penggalian informasi keberadaan contoh tanaman, pengumpulan
contoh tanaman dan deskripsi tanaman, konservasi contoh tanaman hasil
eksplorasi. Eksplorasi didukung oleh keterangan petani tentang preferensi
mereka terhadap plasma nutfah. Keterangan dari petani berupa tempat
tumbuh tanaman yang akan dijadikan pertimbangan dalam karakterisasi
dan deskripsi.
Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna
mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk
mengamankan dari kepunahan. Plasma nutfah yang ditemukan diamati
sifat fisik asalnya. Eksplorasi merupakan langkah awal dari konservasi
tanaman. Kegiatan tersebut diawali dengan inventarisasi tanaman / species
tertentu yang ditetapkan, baik yang sudah dibudidayakan maupun spesies
liarnya.
Langkah pertama praeksplorasi adalah mencari informasi ke dinas-
dinas dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh informasi tentang
jenis dan habitat tumbuhnya. Informasi ini kemudian dikembangkan pada
saat eksplorasi ke lokasi sasaran yang umumnya daerah asal dan
penyebaran jenis tanaman. Plasma nutfah tanaman hasil eksplorasi
dipelihara di kebun koleksi. Tanaman koleksi diamati pertumbuhannya,
diukur semua organ tanaman, dan dicatat sifat-sifat morfologinya. Bahan
yang dikumpulkan berupa bibit, biji, dan umbi.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 33 | P a g e
2. Konservasi
Untuk mempertahankan sumber daya genetic yang ada dilakukan
usaha pelestarian plasma nutfah secara ex situ dalam bentuk kebun koleksi,
visitor plot, dan pot-pot pemeliharaan.
3. Karakterisasi dan Evaluasi
Hasil eksplorasi tanaman kemudian dibuat karakterisasinya
meliputi bentuk tanaman, letak daun, bentuk daun, warna daun, tepi daun,
permukaan daun, warna bunga, letak bunga, bentuk buah, bagian tanaman
yang bermanfaat, dan khasiatnya. Karakterisasi tanaman berada dalam
kondisi lingkungan optimal agar dapat tumbuh dengan baik. Sifat-sifat
kuantitatif yang diamati antara lain adalah tinggi tanaman, hasil dan
komponen hasil. Karakterisasi dilakukan dengan mengidentifikasi sifat
fisik dan sifat fisiologi spesifik dari tanaman yang ditemukan, termasuk
potensial hasilnya.
4. Deskripsi
Karakterisasi lanjutan atau evaluasi dilakukan dengan skala
prioritas untuk mendapatkan deskripsi tanaman.
Penuntun Praktikum Keanekaragaman Hayati 34 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Balai Taman Nasional Baluran. 2004. Pembuatan Herbarium. Laporan Kegiatan
Pengendalian Ekosistem. Baluran. Jawa Timur.
Krismawati, A. dan M. Sabran. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Genetik
Tanaman Obat Spesifik Kalimantan Tengah. Bulletin Plasma Nutfah,
12(1): 16-23.
Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljoprawiro, M.Thohari, Subandrijo, A.
Hardjamulia, A. Nurhadi, dan H. Kasim. 2002. Pedoman Pembentukan
Komisi Daerah Plasma Nutfah. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah. Bogor.
Latifah, Siti. 2005. Analisis Vegetasi Hutan. Laporan Penelitian Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Onrizal. 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. Universitas Sumatra Utara, Medan.
Patrio Sekolah Rakyat. 2010. Inventarisasi Kupu-Kupu di hutan Bayuwindu
Limbangan. Kendal.
Ruslan, H. 2009. Komposisi dan keanekaragaman serangga permukaan Tanah
pada habitat hutan homogen dan heterogen Di pusat pendidikan konservasi
alam PPKA) Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat. VIS VITALIS, 02(1):43-53.
Recommended