View
36
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Penilaian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proses Standardisasi Radionuklida di Laboratorium Standardisasi PTKMR-Batan
Pasar Jumat Tahun 2016
Dadan Faozan, Ridwan Z. Sjaaf, Farida Tusafariah
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
E-mail: dadan.faozan@gmail.com
Abstrak
Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah hal yang perlu dikendalikan agar dapat meminimalisasi terjadinya kecelakaan atau kesakitan di tempat kerja. Penelitian yang dilakukan pada proses standardisasi bahan radionuklida di laboratorium standardisasi PTKMR Batan Pasar Jumat tahun 2016 menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa risiko yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah menilai tingkat risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada proses standardisasi radionuklida di PTKMR Batan. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan observasional berdasarkan standar AS/NZS 43600: 2004 dan Perka Batan No.20/KA/I/2012. Tahapan dari penelitian ini meliputi identifikasi aktivitas kerja, identifikasi bahaya, identifikasi pengendalian risiko yang telah dilakukan, dan penilaian risiko. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya beberapa bahaya fisik dan bahaya kimia pada proses kerja standardisasi radionuklida. Risk Assessment of Occupational Health and Safety at Standardization of Radionuclide
Process at PTKMR Batan Pasar Jumat on 2016
Abstract
Risk of Occupational Health and Safety should be controlled to minimalize the occurence of accident and disease in the workplace. This study was conducted at PTKMR Batan Pasar Jumat on 2016 and analyzed about standardization of radionuclide process. This study showed that there are some activity with high risk on the process of standardization of radionuclide. The aim of this study is to determine the value of risk of occupational health and safety on the process of standardization of radionuclide at PTKMR Batan. This study used descriptive analytical design and observational approach based on AS/NZS 43600:2004 and Perka Batan No.20/KA/I/2012. The steps of this study were identifying the process of radionuclide standardization, identifying hazards, identifying risk control of PTKMR Batan, and estimating the value of risk. The result of this study showed that there were some physical and chemical risk on the process of radionuclide standardization. Key words: gestational; infant; lactating women; nutritional status; weight gain Pendahuluan
Menurut Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (2013), angka kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi dan teurs meningkat.
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
Menurut data International Labour Organization (ILO, 2013), setiap tahun terdapat lebih dari
250 juta kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena
bahaya di tempat kerja. Selain itu, sebanyak 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan
sakit di tempat kerja. Sementara itu, rata-rata jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia
setiap tahun sebesar 99.000 kasus dan 70% berakibat fatal, yaitu kematian atau cacat seumur
hidup.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) merupakan lembaga pemerintahan di Indonesia yang
telah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Batan
memiliki pelayanan standardisasi yang dilakukan oleh Subbidang Standardisasi Radionuklida
dan Instrumentasi yang merupakan bagian dari Pusat Teknologi Keselamatan Metrologi dan
Radiasi (PTKMR). Tujuan dari pelayanan ini adalah menstandardisasi besarnya aktivitas
bahan radioaktif (radionuklida) sehingga bahan radioaktif dapat digunakan untuk perawatan
dan perbaikan untuk instrumentasi serta peralatan elektromekanik (Perka Batan No.14 tahun
2013).
Dalam proses kerja standardisasi radionuklida, terdapat beberapa tahapan kerja yang memiliki
potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja lebih tinggi dibandingkan dengan bidang
lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas kerja yang bersentuhan langsung dengan zat
radioaktif yang memiliki nilai aktivitas yang masih tinggi sehingga diperlukan adanya proses
manajemen risiko. Berdasarkan observasi awalan, peneliti menemukan bahwa PTKMR Batan
telah melaksanakan proses manajemen risiko di lingkungan kerja PTKMR. Akan tetapi,
masih ada beberapa hal yang kurang detail dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, peneliti
merasa perlu untuk meneliti hal ini lebih lanjut.
Tinjauan Teoritis Penilaian risiko adalah proses evaluasi risiko yang timbul dari bahaya dengan
mempertimbangkan kecukupan pengendalian yang ada dan proses penentuan apakah risiko
dapat diterima atau tidak. Penilaian risiko ini meliputi semua aspek bahaya, antara lain bahaya
fisik, kimia, biologik, ergonomik, fisiologik dan psiko-sosial. Adapun tahapan penilaian risiko
secara sistematis meliputi identifikasi bahaya, analisis risiko dan pengendalian risiko.
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desani studi cross-sectional. Data yang digunakan berasal dari
pengamatan terhadap aktivitas dan kondisi yang terjadi selama pengambilan data
dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan Pedoman Penilaian Risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Standar Batan Bidang Administrasi Manajemen dan Administrasi)
berdasarkan Perka Batan No. 020/KA/I/2012. Pada awal penelitian, peneliti mengidentifikasi
bahaya risiko keselamatan dan kesehatan kerja dalam aktivitas kerja, khususnya proses
kalibrasi alat di PTKMR Batan Pasar Jumat dengan tools form identifikasi bahaya.
Selanjutnya, peneliti menentukan dan menghitung besarnya nilai peluang (probability) dan
nilai konsekuensi (consequence). Hasil yang didapatkan kemudian dihitung dengan rumus
Konsekuensi yaitu (K1+K2+K3+K4+K5) x P sehingga peneliti mendapatkan nilai risiko.
Selanjutnya, peneliti membandingkan nilai tersebut dengan tabel tingkat risiko.
Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan observasi terhadap pekerja, peralatan kerja, lingkungan serta aktivitas kerja di area
laboratorium preparasi dan laboratorium standardisasi dan wawancara kepala subbidang
terkait dan data sekunder, sedangkan data sekunder adalah dokumen yang dimiliki PTKMR
Batan dan literatur terkait dengan penelitian.
Hasil Penelitian
Subbidang Standardisasi Radionuklida dan Instrumentasi Badan Teknologi Nuklir Nasional
(Batan)
Subbidang ini merupakan bagian dari bidang metrologi radiasi yang memiliki tugas untuk
melakukan pelayanan standardisasi radionuklida, perawatan, dan perbaikan instrumentasi
serta peralatan elerktromekanik. Subbidang ini terdiri dari satu orang Kepala Subbidang dan
enam orang staff.
Proses Standardisasi Radionuklida
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
Standardisasi radionuklida yang merupakan salah satu pelayanan yang diberikan oleh
Subbidang Standardisasi Radionuklida dan Instrumentasi bertujuan untuk menstandardisasi
besarnya aktivitas bahan radioaktif (radionuklida) sehingga bahan radioaktif dapat digunakan
untuk perawatan dan perbaikan untuk instrumentasi serta peralatan elektromekanik.
Tahapan standardisasi radionuklida secara garis besar meliputi tahap persiapan, pelaksanaan,
dan output. Berikut ini rincian dari setiap tahapan standardisasi radionuklida.
Ruang sumber
Larutan Induk Hasil Pengenceran
Larutan Induk di Laboratorium
Preparasi Proses Pengenceran Faktor Pengenceran:
10.487
Tanpa Pengenceran
Bentuk Cair Ampul A5701/12
Proses Penimbangan
Bentuk Point Source M5702/12 M5703/12 M5704/12 M5705/12
Larutan Akan
Diencerkan A5703/12
Bentuk Cair Ampul A5702/12
Proses Pengenceran
Faktor Pengenceran: 12.668
Bentuk Cair Vial:
V5703/14 dan V570414
Sistem Pencacah
Spektrometer Gamma
Sistem Koinsidensi
4πβ(LS)-γ
Sistem Pencacah
Kamar 4πγ
Kalibrasi alat
Larutan Induk Dibawa
Pembuatan rencana kerja
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
Tahap persiapan standardisasi radionuklida dimulai dari pembuatan rencana kerja serta
persiapan alat dan bahan. Kepala sub bidang Metrologi dan Radiasi bertanggung jawab untuk
membuat rencana kerja untuk proses standardisasi radionuklida. Rencana kerja yang dibuat
meliputi alat dan bahan yang diperlukan, kadar dan jumlah dari bahan-bahan yang diperlukan,
pelaksana proses kalibrasi, hasil yang diinginkan, serta nilai dan jumlah sampel yang
dibutuhkan.
Tahap selanjutnya adalah mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Tahap ini
diawali dengan mengambil larutan induk (raw material) dari ruang sumber untuk dibawa ke
ruang penimbangan di laboratorium preparasi. Selanjutnya, pekerja menyiapkan alat dan
bahan yang diperlukan untuk melakukan pengenceran larutan induk. Kemudian proses
dilanjutkan ke tahap pelaksanaan.
Tahap selanjutnya yaitu tahap pelaksanaan dilakukan di dua laboratorium, yaitu laboratorium
preparasi dan standardisasi. Tahap pelaksanaan yang dilakukan di laboratorium preparasi
adalah membuat larutan pengencer, melakukan proses pengenceran larutan induk, dan
menimbang larutan induk hasil pengenceran.
Proses pengenceran dilakukan untuk mendapatkan bahan sesuai dengan kadar yang
diperlukan. Proses pengenceran menghasilkan larutan induk hasil pengenceran. Sisa larutan
induk yang tidak diencerkan akan ditutup kembali dan diberi label yang berisi nama dan
tanggal proses. Hasil dari proses penimbangan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu rendah,
sedang dan tinggi. Untuk hasil proses penimbangan zat dengan aktivitas rendah, media yang
digunakan untuk proses selanjutnya di mesin detector adalah point source. Hasil proses
penimbangan zat dengan aktivitas sedang menggunakan media dalam bentuk cair ampul.
Sementara itu, hasil proses penimbangan zat dengan aktivitas tinggi akan diencerkan kembali
sesuai dengan faktor pengencernya sehingga didapatkan hasil akhir dalam bentuk cair vial.
Setiap hasil proses penimbangan diberikan label keterangan yang berisi nama dan tanggal
pembuatan.
Selanjutnya, hasil dari laboratorium preparasi dibawa kembali ke ruang sumber. Kemudian,
tahap pelaksanaan dilanjutkan di laboratorium standardisasi. Proses kerja di laboratorium
standardisasi dimulai dengan memasukkan sampel uji ke mesin detector. Dalam proses ini,
pekerja radiasi memproses sampel uji satu persatu ke dalam mesin detector. Pekerja radiasi
memastikan satu sampel uji telah selesai diproses terlebih dahulu sebelum memasukkan
sampel uji lainnya. Kemudian tahap selanjutnya adalah melihat hasil dari mesin detector
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
Mesin detector akan menunjukkan hasil berupa spektrum dari sampel uji yang telah diproses.
Hasil spektrum yang didapatkan adalah radionuklida yang telah terstandar dan akan
digunakan untuk perawatan dan perbaikan instrumentasi.
Pembahasan Penilaian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Penilaian risiko pada proses standardisasi radionuklida dilakukan dengan menggunakan tabel
penilaian risiko berdasarkan Perka Batan No. 020/KA/I/2012. Penilaian risiko dilakukan
dengan cara menentukan nilai peluang/probability (P) dan nilai konsekuensi. Nilai
konsekuensi dikategorikan menjadi lima jenis konsekuensi. Kemudian, dilakukan
pemeringkatan risiko dengan melihat skala risiko. Berikut ini adalah tabel penilaian risiko
pada aktivitas kerja standardisasi radionuklida yang telah dilakukan.
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
Pros
es
Tahapan Pokok Kegiatan
Potensi Bahaya Akibat Kecelakaan /PAK
Pengendalian yang Sudah Dilakukan
Risiko Pemeringkatan Risiko
Peluang
K1
K2
K3
K4
K5
Skala
Pering kat Pr
oses
Per
siap
an
Mengambil larutan induk dari ruang sumber
Bahaya fisik: tertimpa kontainer larutan induk
Cedera kaki Belum ada 1 1 1 1 1 1 5 A
Bahaya fisik: radiasi dari larutan induk atau ruang sumber
Terpapar radiasi Penggunaan timbal (Pb) sebagai shielding; pemakaian jas lab dan hand gloves
1 4 1 1 1
1 8 A
Membawa larutan induk ke ruang penimbangan di laboratorium preparasi
Bahaya fisik: terpeleset di tangga Cedera kaki Pemasangan anti slip dan handrail pada tangga 1 1 1 1 1 1 5 A
Bahaya fisik: tertimpa kontainer larutan induk
Cedera kaki Belum ada 1 1 1 1 1 1 5 A
Bahaya fisik: radiasi dari larutan induk atau ruang sumber
Terpapar radiasi Penggunaan timbal (Pb) sebagai shielding; pemakaian jas lab dan hand gloves
1 4 1 1 1 1 8 A
Menyiapkan alat dan bahan
Bahaya fisik: tertimpa gelas/botol kimia Terluka Belum ada 1 1 1 1 1 1 5 A
Bahaya kimia: terkena larutan kimia Iritasi kulit Menggunakan APD (hand glove dan jas lab) 1 2 1 1 1 1 6 A
Bahaya fisik: radiasi dari sumber radioaktif
Terpapar radiasi Penggunaan timbal (Pb) sebagai shielding 1 4 1 1 1 2 9 A
Pros
es P
enge
ncer
an L
arut
an
Indu
k
Membuat larutan pengencer
Bahaya kimia: terkena larutan kimia Iritasi kulit Menggunakan APD (hand glove dan jas lab) 1 2 1 1 1 1 6 A
Bahaya fisik: tertimpa gelas/botol kimia Terluka Belum ada 1 1 1 1 1 1 5 A
Bahaya fisik: pencahayaan kurang memadai
Kelelahan mata Menambah lampu meja 1 2 1 1 1 1 6 A
Melakukan proses pengenceran larutan induk
Bahaya kimia: terkena larutan kimia Iritasi kulit Menggunakan APD (hand glove dan jas lab) 1 2 1 1 1 1 6 A
Bahaya fisik: tertimpa gelas/botol kimia Terluka Belum ada 1 1 1 1 1 1 5 A
Bahaya fisik: pencahayaan kurang memadai
Kelelahan mata Menambah lampu meja 1 2 1 1 1 1 6 A
Menimbang larutan induk hasil pengenceran
Bahaya kimia: terkena larutan kimia Iritasi kulit Menggunakan APD (hand glove dan jas lab) 1 2 1 1 1 1 6 A
Bahaya fisik: radiasi dari larutan induk hasil pengenceran
Terpapar radiasi Penggunaan timbal (Pb) sebagai shielding 1 4 1 1 1 1 8 A
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
Bahaya fisik: tertimpa gelas/botol kimia Terluka Belum ada 1 1 1 1 1 1 5 A
Bahaya fisik: pencahayaan kurang memadai
Kelelahan mata Menambah lampu meja 1 2 1 1 1 1 6 A
Membawa kembali hasil dari laboratorium preparasi ke ruang sumber
Bahaya fisik: terpeleset di tangga Cedera Pemasangan anti slip dan handrail pada tangga 1 1 1 1 1 1 5 A
Bahaya fisik: tertimpa kontainer larutan induk
Cedera kaki Belum ada 1 1 1 1 1 1 5 A
Bahaya fisik: radiasi dari larutan induk atau ruang sumber
Terpapar radiasi Penggunaan timbal (Pb) sebagai shielding; pemakaian jas lab dan hand gloves
1 4 1 1 1
1 8 A
Pros
es U
ji H
asil
Memasukkan sampel uji ke mesin detector
Bahaya fisik: terpeleset di area kerja Terluka Belum ada 1 1 1 1 1 1 5 A
Bahaya fisik: korsleting listrik Kebakaran APAR; Pengecekan berkala 1 5 1 1 3 3 13 A
Bahaya fisik: radiasi dari sampel uji Terpapar radiasi Penggunaan timbal (Pb) sebagai shielding
1 4 1 1 1
1 8 A
Melihat hasil dari mesin detector
Bahaya fisik: korsleting listrik Kebakaran APAR; Pengecekan berkala 1 5 1 1 3 2 12 A
Risiko tertimpa kontainer larutan induk
Risiko ini bersumber dari kontainer yang cukup berat yang digunakan sebagai wadah untuk membawa larutan induk sehingga jika menimpa kaki
dapat mengakibatkan cedera. Risiko ini dapat terjadi pada saat mengambil larutan induk dari ruang sumber, membawa larutan induk ke ruang
penimbangan, dan saat mengembalikan larutan induk yang tersisa ke ruang sumber. Berdasarkan observasi dan hasil wawancara, belum ada
langkah pengendalian risiko dari risiko ini. Secara teori, risiko ini memiliki peluang untuk terjadi. Akan tetapi, pada praktiknya di lapangan,
risiko ini belum pernah terjadi sehingga peneliti memberi nilai satu pada kolom peluang risiko. Jika risiko ini terjadi, diperlukan penggunaan alat
P3K sehingga peneliti memberi nilai satu pada komponen K1. Ditinjau dari komponen K2, K3, dan K4, kejadian ini tidak melepaskan radiasi
ataupun menimbulkan kerusakan lingkungan sekitar sehingga peneliti memberi nilai satu pada ketiga komponen tersebut. Kemudian, ditinjau
dari aspek kerugian finansial yang mungkin terjadi karena kejadian ini, peneliti memberi nilai satu karena kerugian finansial yang dapat
diakibatkan tidak mencapai 5% dari anggaran proyek.
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
Risiko terkena radiasi dari larutan induk atau ruang sumber
Risiko ini bersumber dari larutan induk yang dibawa atau ruang sumber tempat penyimpanan
larutan induk. Risiko ini dapat terjadi pada saat mengambil larutan induk dari ruang sumber,
membawa larutan induk ke ruang penimbangan, menyiapkan alat dan bahan, menimbang
larutan induk, dan saat mengembalikan larutan induk yang tersisa ke ruang sumber.
Berdasarkan observasi dan hasil wawancara, telah dilakukan pengendalian risiko berupa
shielding dengan bahan timbal (Pb). Secara teori, risiko ini memiliki peluang untuk terjadi,
tetapi risiko ini belum pernah terjadi. Maka, peneliti memberi nilai satu pada kolom peluang
risiko. Akibat yang dapat ditimbulkan jika risiko ini terjadi adalah terpapar radiasi. Terpapar
radiasi dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kematian pada satu orang dan cacat
permanen pada lebih dari satu orang, sehingga peneliti memberi nilai empat pada kolom K1.
Risiko ini melepaskan radiasi ke lingkungan maupun individu, tetapi dosis dari radiasi pada
daerah kerja, individu, dan lingkungan masih berada di bawah ambang batas. Oleh karena itu,
peneliti memberi nilai satu pada komponen K2, K3, dan K4. Ditinjau dari kerugian finansial
yang mungkin terjadi karena kejadian ini, peneliti memberi nilai satu karena kerugian
finansial yang dapat diakibatkan tidak mencapai 5% dari anggaran proyek.
Risiko terkena radiasi dari sumber radioaktif
Sumber radioaktif yang dapat menimbulkan risiko ini adalah larutan induk yang akan
diencerkan. Risiko ini dapat terjadi pada saat menyiapkan alat dan bahan. Berdasarkan
observasi dan hasil wawancara, telah dilakukan pengendalian risiko berupa shielding dengan
bahan timbal (Pb). Secara teori, risiko ini memiliki peluang untuk terjadi. Akan tetapi, pada
kenyataannya, risiko ini belum pernah terjadi sehingga peneliti memberi nilai satu pada kolom
peluang risiko. Akibat yang dapat ditimbulkan jika risiko ini terjadi adalah terpapar radiasi.
Terpapar radiasi dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kematian pada satu orang dan
cacat permanen pada lebih dari satu orang, sehingga peneliti memberi nilai empat pada kolom
K1. Risiko ini melepaskan radiasi ke lingkungan maupun individu. Akan tetapi, berdasarkan
hasil observasi, dosis dari radiasi pada daerah kerja, individu, dan lingkungan berada di
bawah ambang batas. Oleh karena itu, peneliti memberi nilai satu pada komponen K2, K3,
dan K4. Kemudian, ditinjau dari aspek kerugian finansial yang mungkin terjadi karena
kejadian ini, peneliti memberi nilai dua karena potensi bahaya dapat terjadi di ruangan yang
banyak tersimpan larutan kimia di dalamnya, sehingga kerugian finansial mungkin terjadi
dapat mencapai 5 hingga 15% dari anggaran proyek.
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
Risiko terpeleset di tangga
Risiko ini dapat terjadi di tangga saat larutan induk dibawa menuju ke ruang penimbangan
yang terletak di laboratorium preparasi. Risiko ini dapat terjadi pada saat membawa larutan
induk ke ruang penimbangan dan mengembalikan larutan induk yang tersisa ke ruang sumber.
Pengendalian risiko telah dilakukan dengan memasang handrail dan anti slip pada tangga.
Secara teori, risiko ini memiliki peluang untuk terjadi, tetapi belum pernah terjadi sehingga
peneliti memberi nilai satu pada kolom peluang risiko. Jika risiko ini terjadi diperlukan
penanganan dengan alat P3K. Oleh karena itu, peneliti memberi nilai satu pada komponen
K1. Ditinjau dari komponen K2, K3, dan K4, kejadian ini tidak melepaskan radiasi ataupun
menimbulkan kerusakan lingkungan sekitar sehingga peneliti memberi nilai satu pada ketiga
komponen tersebut. Kemudian, ditinjau dari aspek kerugian finansial yang mungkin terjadi,
peneliti memberi nilai satu karena kerugian finansial yang dapat diakibatkan tidak mencapai
5% dari anggaran proyek.
Risiko terkena larutan kimia
Risiko ini berasal dari larutan kimia yang berada di laboratorium preparasi yang digunakan
untuk bahan pengencer. Risiko ini dapat terjadi pada saat menyiapkan alat dan bahan,
membuat larutan pengencer, melakukan proses pengenceran, dan menimbang larutan induk
hasil pengenceran. Berdasarkan observasi dan hasil wawancara, telah dilakukan pengendalian
risiko dengan menggunakan APD berupa jas lab dan sarung tangan. Secara teori, risiko ini
memiliki peluang untuk terjadi. Akan tetapi, pada kenyataannya, risiko ini belum pernah
terjadi sehingga peneliti memberi nilai satu pada kolom peluang risiko. Akibat yang dapat
ditimbulkan jika risiko ini terjadi adalah iritasi kulit. Dampak K3 dari iritasi kulit adalah
dibutuhkannya perawatan medis, sehingga peneliti memberi nilai dua pada kolom K1. Risiko
ini melepaskan radiasi ke lingkungan maupun individu. Akan tetapi, berdasarkan hasil
observasi, dosis dari radiasi pada daerah kerja, individu, dan lingkungan berada di bawah
ambang batas. Oleh karena itu, peneliti memberi nilai satu pada komponen K2, K3, dan K4.
Kemudian, ditinjau dari aspek kerugian finansial yang mungkin terjadi karena kejadian ini,
peneliti memberi nilai satu karena kerugian finansial yang dapat diakibatkan tidak mencapai
5% dari anggaran proyek.
Risiko tertimpa gelas/botol kimia
Risiko ini berasal dari gelas atau botol kimia yang digunakan sebagai wadah larutan kimia.
Risiko ini dapat terjadi pada saat menyiapkan alat dan bahan, membuat larutan pengencer,
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
melakukan proses pengenceran, dan menimbang larutan induk hasil pengenceran.
Berdasarkan observasi dan hasil wawancara, belum ada langkah pengendalian risiko dari
risiko ini. Secara teori, risiko ini memiliki peluang untuk terjadi. Akan tetapi, pada praktiknya
di lapangan, risiko ini belum pernah terjadi sehingga peneliti memberi nilai satu pada kolom
peluang risiko. Jika risiko ini terjadi dan menyebabkan pekerja terluka, dampak K3 yang
terjadi memerlukan pengobatan dengan alat P3K. Oleh karena itu, peneliti memberi nilai satu
pada komponen K1. Ditinjau dari komponen K2, K3, dan K4, kejadian ini tidak melepaskan
radiasi ataupun menimbulkan kerusakan lingkungan sekitar, sehingga peneliti memberi nilai
satu pada ketiga komponen tersebut. Kemudian, ditinjau dari aspek kerugian finansial yang
mungkin terjadi karena kejadian ini, peneliti memberi nilai satu karena kerugian finansial
yang dapat diakibatkan tidak mencapai 5% dari anggaran proyek.
Risiko pencahayaan ruangan kurang memadai
Risiko ini berasal dari pencahayaan ruang kerja di laboratorium preparasi yang kurang terang.
Risiko ini dapat terjadi pada saat menyiapkan alat dan bahan, membuat larutan pengencer,
melakukan proses pengenceran, dan menimbang larutan induk hasil pengenceran.
Berdasarkan observasi dan hasil wawancara, telah dilakukan pengendalian risiko dengan
menambah pencahayaan dengan lampu di meja kerja. Secara teori, risiko ini memiliki peluang
untuk terjadi. Akan tetapi, pada kenyataannya, risiko ini belum pernah terjadi sehingga
peneliti memberi nilai satu pada kolom peluang risiko. Akibat yang dapat ditimbulkan jika
risiko ini terjadi adalah kelelahan mata pada pekerja. Dampak K3 dari kelelahan mata
membutuhkan perawatan medis, sehingga peneliti memberi nilai dua pada kolom K1. Risiko
ini tidak melepaskan radiasi ke lingkungan maupun individu, sehingga peneliti memberi nilai
satu pada komponen K2, K3, dan K4. Kemudian, ditinjau dari aspek kerugian finansial yang
mungkin terjadi, peneliti memberi nilai satu karena kerugian finansial yang dapat diakibatkan
tidak mencapai 5% dari anggaran proyek.
Risiko adanya radiasi dari larutan induk hasil pengenceran
Risiko ini berasal dari larutan induk yang telah diencerkan dan dapat terjadi pada saat
menimbang larutan induk tersebut. Selain itu, terdapat juga output dari hasil pengenceran
yang dapat menjadi sumber radiasi yaitu point source. Berdasarkan observasi dan hasil
wawancara, telah dilakukan pengendalian risiko berupa shielding dengan bahan timbal (Pb)
yang digunakan sebagai apron saat membuka ampul. Secara teori, risiko ini memiliki peluang
untuk terjadi. Akan tetapi, pada kenyataannya, risiko ini belum pernah terjadi sehingga
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
peneliti memberi nilai satu pada kolom peluang risiko. Akibat yang dapat ditimbulkan jika
risiko ini terjadi adalah terpapar radiasi. Terpapar radiasi dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan kematian pada satu orang dan cacat permanen pada lebih dari satu orang,
sehingga peneliti memberi nilai empat pada kolom K1. Risiko ini melepaskan radiasi ke
lingkungan maupun individu. Akan tetapi, berdasarkan hasil observasi, dosis dari radiasi pada
daerah kerja, individu, dan lingkungan berada di bawah ambang batas. Oleh karena itu,
peneliti memberi nilai satu pada komponen K2, K3, dan K4. Kemudian, ditinjau dari aspek
kerugian finansial yang mungkin terjadi karena kejadian ini, peneliti memberi nilai satu
karena kerugian finansial yang dapat diakibatkan tidak mencapai 5% dari anggaran proyek.
Risiko terpeleset di area kerja
Risiko ini dapat terjadi di area kerja, yaitu di laboratorium standardisasi. Akan tetapi, belum
ada pengendalian risiko yang telah dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya
kecelakaan ini. Secara teori, risiko ini memiliki peluang untuk terjadi. Akan tetapi, pada
praktiknya di lapangan, risiko ini belum pernah terjadi sehingga peneliti memberi nilai satu
pada kolom peluang risiko. Jika risiko ini terjadi dan menyebabkan luka, dampak K3 yang
terjadi membutuhkan pengobatan dengan alat P3K. Oleh karena itu, peneliti memberi nilai
satu pada komponen K1. Ditinjau dari komponen K2, K3, dan K4, kejadian ini tidak
melepaskan radiasi ataupun menimbulkan kerusakan lingkungan sekitar sehingga peneliti
memberi nilai satu pada ketiga komponen tersebut. Kemudian, ditinjau dari aspek kerugian
finansial yang mungkin terjadi karena kejadian ini, peneliti memberi nilai satu karena
kerugian finansial yang dapat diakibatkan tidak mencapai 5% dari anggaran proyek.
Risiko korsleting listrik
Risiko ini bersumber dari aliran listrik pada peralatan dan mesin yang ada di laboratorium
standardisasi. Risiko ini dapat terjadi pada saat memasukkan sampel uji ke mesin detector
dan melihat hasil dari mesin tersebut. Pengendalian risiko yang telah dilakukan adalah
menyediakan APAR dan melakukan pengecekan berkala pada peralatan dan mesin tersebut.
Secara teori, risiko ini memiliki peluang untuk terjadi. Akan tetapi, pada praktiknya di
lapangan, risiko ini belum pernah terjadi sehingga peneliti memberi nilai satu pada kolom
peluang risiko. Jika risiko ini terjadi dan menyebabkan kebakaran, dampak K3 yang
dihasilkan dapat menyebabkan kematian pada lebih dari satu orang, sehingga peneliti
memberi nilai lima pada komponen K1. Ditinjau dari komponen K2, K3, peneliti menilai
tidak ada radiasi yang terlepas baik pada individu maupun area kerja. Oleh karena itu, peneliti
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
memberi nilai satu pada kedua komponen ini. Sementara itu, untuk komponen K4, peneliti
menilai kejadian ini dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan membutuhkan intervensi
manusia kurang dari 12 bulan untuk pemulihannya, sehingga peneliti memberi nilai tiga pada
ketiga komponen tersebut. Pada saat memasukkan sampel uji ke mesin detector, risiko ini
dapat menyebabkan kerugian finansial sebesar 15-30% dari anggaran proyek, sehingga
peneliti memberi nilai tiga. Sementara itu, pada aktivitas melihat hasil dari mesin detector,
peneliti memberi nilai dua karena kerugian finansial yang dapat diakibatkan dapat mencapai
5-15% dari anggaran proyek. Perbedaan ini disebabkan pada saat memasukkan sampel uji ke
mesin detector, lebih banyak peralatan yang dapat meghantarkan api sehingga lebih
berpotensi menimbulkan kebakaran yang lebih besar.
Risiko adanya radiasi dari sampel uji
Risiko ini bersumber dari sampel uji yang akan dimasukkan ke dalam mesin detector
sehingga dapat terjadi pada saat memasukkan sampel uji ke mesin detector. Berdasarkan
observasi dan hasil wawancara, telah dilakukan pengendalian risiko berupa shielding dengan
bahan timbal (Pb). Secara teori, risiko ini memiliki peluang untuk terjadi. Akan tetapi, pada
kenyataannya, risiko ini belum pernah terjadi sehingga peneliti memberi nilai satu pada kolom
peluang risiko. Akibat yang dapat ditimbulkan jika risiko ini terjadi adalah terpapar radiasi.
Terpapar radiasi dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kematian pada satu orang dan
cacat permanen pada lebih dari satu orang, sehingga peneliti memberi nilai empat pada kolom
K1. Risiko ini melepaskan radiasi ke lingkungan maupun individu. Akan tetapi, berdasarkan
hasil observasi, dosis dari radiasi pada daerah kerja, individu, dan lingkungan berada di
bawah ambang batas. Oleh karena itu, peneliti memberi nilai satu pada komponen K2, K3,
dan K4. Kemudian, ditinjau dari aspek kerugian finansial yang mungkin terjadi karena
kejadian ini, peneliti memberi nilai satu karena kerugian finansial yang dapat diakibatkan
tidak mencapai 5% dari anggaran proyek.
Setelah dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan risiko, semua risiko yang telah
teridentifikasi berada pada peringkat yang sama, yaitu peringkat A. Peringkat ini
menunjukkan bahwa semua risiko tersebut dapat diterima dan penanganan yang telah
dilakukan untuk risiko tersebut dinilai telah efektif. Akan tetapi, risiko pada satu aktivitas
dengan aktivitas lainnya dapat menunjukkan nilai yang berbeda. Ada beberapa aktivitas yang
memiliki skala risiko sebesar 13, namun ada juga aktivitas yang memiliki skala risiko sebesar
5. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mengetahui risiko mana yang paling besar dalam proses
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
standardisasi radionuklida, tidak hanya melihat dari peringkat risiko tetapi juga perlu dilihat
skala risikonya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Subbidang Standardisasi Radionuklida dan
Instrumentasi, PTKMR Batan membuat analisis risiko mengacu pada SPIP. Ruang lingkup
analisis risiko yang dibahas berdasarkan SPIP tidak hanya mencakup aspek keselamatan dan
kesehatan kerja, tetapi juga membahas tentang aspek pelayanan. Identifikasi berdasarkan
SPIP juga meliputi bidang lain yang terkait dan terlibat dalam proses kerja.
Analisis risiko yang telah dilakukan oleh PTKMR Batan mencakup tiga tahap aktivitas kerja,
yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Dari setiap tahap dipaparkan uraian
kegiatannya beserta risiko apa saja yang mungkin terjadi pada kegiatan tersebut, pihak yang
bertanggung jawab atas risiko tersebut, sumber risiko dari internal maupun eksternal, serta
dampak dari risiko tersebut. Kemudian, dihitung nilai peluang/probability dan consequence
dari risiko tersebut.
Kesimpulan Alur aktivitas kerja pada proses standardisasi radionuklida di PTKMR Batan meliputi dua
tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan dengan sebelas langkah kerja. Dalam
aktivitas kerja tersebut terdapat 25 potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja yang
dapat diidentifikasi. Dalam pelaksanaannya, PTKMR Batan telah melakukan beberapa
pengendalian risiko, seperti penyediaan Alat Pelindung Diri (APD), penggunaan timbal (Pb)
sebagai shielding, serta pemasangan anti slip dan hand rail pada tangga.
Hasil penilaian risiko dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua risiko berada pada
peringkat A sehingga risiko masih dapat diterima dan pengendalian yang telah dilakukan
dinilai efektif. Akan tetapi, walaupun semua risiko berada pada peringkat yang sama, terdapat
beberapa aktivitas yang memiliki risiko lebih besar dibandingkan dengan aktivitas lainnya.
Oleh karena itu, perlu ditinjau kembali besar skala risiko dari setiap aktivitas kerja.
Saran Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan kepada
pihak PTKMR Batan, antara lain:
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
• Menambahkan daftar tahapan kerja berdasarkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja
pada analisis risiko. Hal ini bertujuan agar risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang
mungkin terjadi pada proses standardisasi radionuklida lebih teridentifikasi dengan rinci.
• Menyediakan APD berupa safety shoes untuk mencegah risiko pekerja tertimpa kontainer
larutan induk saat membawanya dari ruang sumber menuju laboratorium atau sebaliknya.
Hal ini dikarenakan massa kontainer larutan induk yang cukup berat berpotensi untuk jatuh
dan menimpa kaki pekerja sehingga dapat mengakibatkan cedera kaki. Peneliti
mengajukan saran ini karena belum ada tindakan pengendalian terhadap risiko tersebut
selama penelitian ini berlangsung.
• Melakukan pengawasan yang tegas dan pemeriksaan yang ketat terhadap penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD), baik pada tahap persiapan ataupun pelaksanaan di laboratorium.
Peneliti mengajukan saran ini karena selama penelitian, masih terlihat beberapa pekerja
yang tidak menggunakan APD sesuai dengan standar yang ditetapkan.
• Melakukan pemeriksaan berkala terhadap pengendalian yang telah dilakukan. Pada
dasarnya, pihak PTKMR Batan telah melaksanakan pengendalian risiko terhadap risiko
yang mungkin terjadi di area kerja. Akan tetapi, perlu adanya pemeriksaan efektivitas
terhadap pengendalian risiko tersebut. Salah satu contohnya adalah mengecek kualitas dan
efektivitas anti slip pada tangga karena peneliti menemukan beberapa anti slip dengan yang
kurang baik.
Daftar Pustaka
Akhadi, Mukhlis. (2000). Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Rineka Cipta : Jakarta Australia/New Zealand Standard. (2004). Handbook Risk Management Guidlines Companion
to AS/NZS 4360:2004. Australia. Badan Tenaga Nuklir Nasional. (2012). Peraturan Kepala Batan No.020/KA/I/2012 tentang
Pedoman Penilaian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Badan Tenaga Nuklir Nasional. (2011). Pedoman Keselamatan Dan Proteksi Radiasi
Kawasan Nuklir Serpong Revisi 1. Puspitek Serpong International Labour Office. (2013). Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat Kerja
Sarana Untuk Produktivitas Pedoman Pelatihan Untuk Manajer Dan Pekerja Modul Lima. Jakarta: ILO.
Konradus, Danggur. (2012). Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Bangka Adinatha Mulia: Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Presiden Republik Indonesia. (2007). Keputusan Presiden Republik Indonesia No.332 Tahun 2007 Tentang Keselamatan Radiasi Pengion Dan Keamanan Sumber Radioaktif.
Penilaian Risiko ..., Dadan Faozan, FKM UI, 2016
Recommended