View
10
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Universitas Indonesia
Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK Terhadap Korupsi Kementerian/Lembaga di Indonesia
Khaliful Azhar, Dyah Setyaningrum
1. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia 2. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia
azharkhaliful@gmail.com, dystia_01@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh temuan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan terhadap tingkat korupsi dan jumlah temuan audit pada Kementerian/Lembaga di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data panel dengan sampel 24 Kementerian/Lembaga yang terindikasi terdapat korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama periode tahun 2010-2013. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah temuan audit berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi dan tingkat keparahan korupsi juga berpengaruh positif terhadap jumlah temuan audit.Tindak lanjut hasil pemeriksaan terbukti berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi. Hal ini menunjukan bahwa hasil audit dapat digunakan sebagai deteksi awal terjadinya tindakan korupsi di Kementerian/Lembaga dan juga keparahan tingkat korupsi mengindikasikan banyaknya temuan audit di instansi tersebut. Upaya melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi auditor perlu terus ditingkatkan oleh Kementerian/Lembaga karena dapat secara signifikan menurunkan tingkat korupsi. Kata kunci: Tingkat korupsi, temuan audit, tindak lanjut hasil pemeriksaan, Kementerian/Lembaga.
The Effect of Audit Findings and Follow up of Audit Recomendation on Corruption of Ministry / Agency in Indonesia
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the influence of findings and follow-up audit results to level of corruption and number of audit findings in the ministry / Agency in Indonesia. This research uses panel data with a sample of 24 Ministries / Agency in Indonesia indicates that there is corruption handled by the Corruption Eradication Commission (KPK) over the period 2010-2013. The results shows that the number of audit findings has a positive influence on the level of corruption and the degree of severity of corruption is also positively affects audit findings. Follow-up of audit recommendation has negative influence on the level of corruption. Results of this research implied that audit result can be used as an early detection of the occurrence of acts of corruption in the Ministry / Agency and also the severity of corruption levels can indicate the number of audit findings in the institution. In addition, efforts to follow-up audit recommendation in accordance with the auditor's recommendations should be increased since it can significantly lower the level of corruption.
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
Keywords: Level of corruption, the audit findings, the follow-up of audit results, the Ministry/ Agency in Indonesia.
Pendahuluan
Saat ini kasus korupsi di Indonesia masih dalam tahap memprihatinkan. Meskipun
Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada tahun 2014 meningkat 2 poin menjadi 34,
Indonesia masih menempati urutan 107 sebagai negara terkorup dari 175 negara yang diukur
(www.transparency.org). Dan skor 34 ini menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat
keluar dari situasi korupsi yang sudah mengakar (Trisasongko, 2015). Jumlah kasus korupsi
yang ditangani baik oleh Kepolisian, Kejaksaan, ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) cenderung meningkat di setiap tahunnya. Data kasus-kasus korupsi yang ditangani
oleh KPK pada tahap penyidikan berdasarkan instansi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Tabulasi Data Penanganan Korupsi Berdasarkan Instansi Tahun 2004-2014
Instansi 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah
DPR RI 0 0 0 0 7 10 7 2 6 2 2 36
Kementerian/Lembaga 1 5 10 12 13 13 16 23 18 46 26 183
BUMN/BUMD 0 4 0 0 2 5 7 3 1 0 0 22
Komisi 0 9 4 2 2 0 2 1 0 0 0 20
Pemerintah Provinsi 1 1 9 2 5 4 0 3 13 4 11 53
Pemkab/Pemkot 0 0 4 8 18 5 8 7 10 18 19 97
Jumlah 2 19 27 24 47 37 40 39 48 70 52 405
(Sumber : acch.kpk.go.id)
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah korupsi pada Kementerian/Lembaga
(K/L) selalu mendominasi tiap tahunnya dari keseluruhan kasus korupsi yang ditangani oleh
KPK. Masih maraknya korupsi di lembaga pusat atau kementerian terjadi salah satunya
karena ketidakseriusan K/L dalam menindaklanjuti temuan-temuan dari hasil audit yang
seharusnya merupakan indikator dugaan terjadinya korupsi atau fraud pada K/L tersebut.
Auditor pemerintah dapat berperan menurunkan tingkat korupsi dengan melakukan
monitoring dalam pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Audit pemerintah mempunyai tujuan dasar untuk memonitor, memastikan dan menilai
akuntabilitas pemerintah. Audit pemerintahan merupakan salah satu elemen penting dalam
penegakan good government. Secara keseluruhan pada praktek pemerintahan diberbagai
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
negara, proses audit di sektor publik dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
(Dwiputrianti, 2008) serta membantu mencegah terjadinya tindak pidana korupsi (Dye dan
Staphenhurst 1998, Khan 2006). Khan (2006) menekankan bahwa auditor berperan dalam
membantu menunjukkan wilayah dimana kemungkinan tindakan korupsi dapat terjadi,
misalnya dengan mendeteksi pengeluaran sumber daya publik yang berlebihan atau hilang
(Olken 2007, Schelker dan Eichenberger 2010). Begitu juga sebaliknya, tingkat korupsi yang
terjadi di suatu wilayah atau instansi dapat menjadi indikator bahwa di tempat tersebut juga
banyak terdapat temuan audit, karena pada umumnya kasus korupsi dan penyimpangan
mencerminkan kualitas tata kelola pemerintahan. Di sebuah instansi dengan tingkat korupsi
yang parah, ada kemungkinan akan lebih banyak kegiatan yang tidak teratur atau ilegal yang
dapat dilacak sehingga temuan audit semakin banyak (Liu dan Lin, 2012). Penelitian ini fokus
pada peran audit pemerintah dalam mendeteksi adanya tindak pidana korupsi di lingkungan
Kementerian/Lembaga.
Berdasarkan pendahuluan diatas, tujuan penelitian ini adalah menganalisis (1) apakah
temuan audit periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi dan sebaliknya
apakah tingkat korupsi berpengaruh positif terhadap jumlah temuan audit, (2) apakah tindak
lanjut atas hasil pemeriksaan berpengaruh negatif terhadap korupsi, dan (3) apakah tindak
lanjut atas hasil pemeriksaan berpengaruh negatif terhadap jumlah temuan audit.
Tinjauan Teoritis
Teori Keagenan merupakan teori yang digunakan untuk menjelaskan mengenai tata
kelola organisasi (Cornforth, 2003). Hubungan keagenan merupakan hubungan antara pihak
principal dengan agent dimana pihak agent melaksanakan aktivitasnya atas nama dan untuk
kemaslahatan pihak principal. Dalam hal ini pihak agent memperoleh kewenangan dari pihak
principal untuk mengelola sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan
kepentingan pihak principal. Dalam suatu negara pemerintah di analogi kan sebagai agen dari
rakyat. Rakyat dalam hal ini diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah
diberi wewenang untuk memungut dana dari rakyat berdasarkan Undang-undang dan
menggunakannya untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sesuai dengan teori keagenan
maka pemerintah berkewajiban untuk membuat laporan pertanggungjawaban dan
melaporkannya kepada rakyat.
Mardiasmo (2005) menyatakan bahwa akuntabilitas publik adalah kewajiban
pemerintah sebagai pihak yang diberi kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan
(agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak
yang memberi kewenangan (principal), dalam hal ini rakyat yang diwakili DPR. Mardiasmo
(2005) juga menyebutkan bahwa terdapat tiga hal utama yang mendukung terciptanya
akuntabilitas publik dan tata kelola pemerintahan yang baik (good public governance).
Pertama adalah pengawasan, yaitu mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh
pihak di luar eksekutif (masyarakat dan DPR/DPRD) yang ikut serta dalam mengawasi
kinerja pemerintahan. Kedua pengendalian, yaitu mengacu pada aktivitas yang dilakukan oleh
eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dan ketiga adalah pemeriksaan, yaitu mengacu
pada aktivitas audit atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan
kompetensi profesional untuk memastikan bahwa hasil dari kinerja pemerintah telah sesuai
dengan standar kinerja yang ditetapkan.
Ketiga hal diatas merupakan fungsi dan peran dari auditor. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa terciptanya akuntabilitas publik dan tata kelola pemerintahan yang baik
juga bergantung pada keadaan auditornya. Berdasarkan UUD 1945 di Indonesia lembaga
yang berperan sebagai auditor eksternal pemerintah adalah Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). Auditor Eksternal merupakan audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang berada
di luar organisasi yang diawasi.
Pedoman audit yang dilakukan terhadap lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia
adalah Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) pada tahun 1995. Tetapi kemudian SAP dirasa tidak dapat memenuhi tuntutan
dinamika masa kini. Terlebih lagi sejak adanya reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan
maka untuk memenuhi amanat Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK harus
menyusun standar pemeriksaan yang dapat menampung hal tersebut. Di awal tahun 2007 ini,
BPK telah berhasil menyelesaikan penyusunan standar pemeriksaan yang diberi nama Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara atau disingkat dengan SPKN.
Dalam melakukan proses audit, auditor akan melaporkan temuan audit dan
mengungkapkannya dalam laporan hasil audit. Mardiasmo (2005) menyatakan bahwa temuan
audit merupakan “building blocks” atas laporan audit yang menunjukkan permasalahan yang
relevan dan material yang ditemukan selama proses audit. Relevan berarti temuan audit yang
diperoleh sesuai dengan permasalahan dalam lingkup dan tujuan audit, sedangkan materialitas
berhubungan dengan sejauh mana kondisi-kondisi yang ada berpengaruh secara signifikan
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
terhadap organisasi yang diaudit. Temuan audit juga harus dilengkapi dengan argumentasi
yang logis dan bukti-bukti yang cukup untuk mendukung auditor dalam membuat kesimpulan
atau memberikan pendapat (Abror, 2014).
Setelah melakukan audit, yang selanjutnya dilakukan adalah tahap penindaklanjutan
yang dilakukan untuk memastikan atau bahwa rekomendasi yang diusulkan oleh auditor
diimplementasikan dengan sesuai oleh organisasi yang telah diaudit. Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang bertugas melakukan audit pemerintahan,
menuangkan hasil pemeriksaan berupa opini audit, hasil pemeriksaan atas sistem
pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan. Opini audit
tersebut diberikan atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan
(BPK, 2011). Hal ini didasarkan pada penjelasan pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15
tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, bahwa
opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan
yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria berikut:
1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
2. Kecukupan pengungkapan
3. Kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan
4. Efektivitas sistem pengendalian intern
Berikut merupakan opini audit yang dapat diberikan oleh BPK:
1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian-WTP (unqualified opinion).
2. Opini Wajar Dengan Pengecualian-WDP (qualified opinion).
3. Opini Tidak Wajar-TW (adverse opinion).
4. Tidak Memberikan Pendapat-TMP (disclaimer of opinion).
Selain memberikan opini audit, BPK juga memberikan laporan atas pemeriksaan
sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan.
Penelitian mengenai korupsi telah banyak dilakukan di berbagai negara. Ata dan Arvas (2011)
mengelompokkan penyebab timbulnya korupsi menjadi tiga faktor yaitu faktor ekonomi,
faktor politik dan hukum, serta faktor sosial dan budaya. Faktor ekonomi yang dapat
menimbulkan adanya korupsi diantaranya adalah ukuran pemerintahan, gaji pegawai,
pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan kemiskinan, kompetisi ekonomi,
keterbukaan ekonomi, kebebasan ekonomi, inflasi, serta regulasi. Faktor politik dan hukum
yang dapat mempengaruhi timbulnya tindakan korupsi diantara adalah demokrasi, kompetisi
politik, partisipasi publik dan kebebasan media, ketidakstabilan politik, akuntabilitas,
birokrasi, sistem hukum, serta hak kekayaan dan intelektual. Sedangkan faktor sosial dan
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
budaya yang terkait dengan korupsi yaitu berdasarkan etnis, agama, pendidikan, jenis
kelamin, budaya, sumber daya alam, serta urbanisasi.
Hasil pengamatan Olken (2007) tersebut menunjukkan bahwa pengawasan berperan
penting dalam penurunan pengeluaran yang hilang, terutama pengawasan yang dilakukan oleh
auditor pemerintah. Di Indonesia, Undang-Undang yang menjadi landasan dalam melakukan
pemberantasan tindak korupsi yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan
Undang-Undang tersebut, KPK (2006) secara terperinci mengelompokkan jenis tindak pidana
korupsi ke dalam tujuh kategori yaitu kerugian keuangan negara dengan melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara menyalahgunakan
kewenangan, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang,
benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.
Penelitian terkait audit pemerintah dan pengendalian korupsi masih sangat jarang
dilakukan. Salah satu referensi internasional mengenai peran auditor dalam mendeteksi
adanya potensi korupsi yaitu penelitian yang dilakukan oleh Liu dan Lin (2012) di Cina.
Penelitian tersebut melihat adanya indikasi korupsi dari penyimpangan yang ditemukan oleh
auditor di lingkungan pemerintah daerah dan juga menganalisis peran dari upaya tindak lanjut
atas hasil audit yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menurunkan tingkat potensi
korupsi. Hasil penelitian Liu dan Lin (2012) menyimpulkan bahwa jumlah temuan yang
dideteksi oleh audit pemerintah berhubungan positif dengan tingkat korupsi di provinsi
tersebut yang berarti, semakin parah kasus korupsi didaerah tersebut maka semakin banyak
jumlah temuan penyimpangan yang ditemukan oleh lembaga audit di provinsi tersebut. Upaya
perbaikan setelah audit (tindak lanjut) berhubungan negatif dengan tingkat korupsi di provinsi
tersebut, mengindikasikan semakin banyak upaya tindak lanjut maka semakin sedikit korupsi.
Di Indonesia penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Masyitoh (2014). Masyitoh
(2014) melakukan penelitian terhadap pengaruh opini audit, temuan audit, dan tindak lanjut
hasil pemeriksaan terhadap persepsi korupsi pada pemerintahan daerah tingkat II di Indonesia.
Dan hasilnya menunjukan bahwa opini audit berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi,
dimana semakin baik opini audit yang diperoleh maka pemerintah daerah memiliki persepsi
korupsi yang lebih rendah. Temuan audit atas kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan
pelaporan tidak berpengaruh terhadap persepsi korupsi tetapi hasil pengujian tambahan
membuktikan bahwa temuan audit yang terkait dengan kelemahan sistem pengendalian
akuntansi dan pelaporan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap persepsi korupsi. Hal
ini disebabkan karena dengan ditemukannya kelemahan dalam sistem pengendalian akuntansi
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
dan pelaporan, informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi
diragukan atau tidak akuntabel. Selain itu temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap
peraturan dan perundang-undangan berpengaruh positif terhadap persepsi korupsi. Hasil
pengujian tambahan membuktikan bahwa ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian
daerah dan potensi kerugian daerah memiliki pengaruh yang positif secara signifikan terhadap
persepsi tingkat korupsi di pemerintahan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi terjadi
pada pelanggaran peraturan dan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian dalam
keuangan daerah baik yang terjadi secara nyata maupun yang masih bersifat potensi. Dan
hasil penelitian Masyitoh (2014) yang terakhir adalah tindak lanjut atas hasil audit
berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi, dimana semakin banyak rekomendasi auditor
yang ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah menunjukkan persepsi korupsi yang lebih rendah.
Pengembangan Hipotesis
Nicoll (2005) menyatakan bahwa pemeriksaan mengenai kepatuhan terhadap landasan
hukum mendukung program anti korupsi di beberapa negara salah satunya adalah Indonesia.
Adanya pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditetapkan menunjukkan buruknya
penyelenggaraan pada suatu instansi pemerintah (Masyitoh, 2014). BPK juga menyebutkan
bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan dapat menimbulkan
adanya kerugian ataupun potensi kerugian, adanya kekurangan penerimaan sehingga
memperkecil penerimaan, ketidakhematan, ketidakefisienan serta ketidakefektifan.
Kementerian/Lembaga yang tidak patuh terhadap peraturan perundang-undang yang berlaku
berpotensi memiliki kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang buruk dan tingkat
penyimpangan yang tinggi sehingga peluang untuk melakukan tindakan korupsi semakin
besar. Dalam penelitian ini, temuan audit yang digunakan adalah temuan audit tahun lalu (t-1)
karena ada masa waktu antara proses audit dengan waktu publikasi LK Kementerian/Lembaga
oleh BPK. Maka hipotesis yang akan diuji adalah:
H1: Total jumlah temuan audit periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap korupsi.
Korupsi adalah penyalahgunaan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi.
Penyalahgunaan selalu dibandingkan dengan standar yang legal. Menurut Sevensson (2005)
tipe-tipe korupsi meliputi penjualan secara ilegal aset pemerintah, kickbacks dalam pengadaan
pemerintah dan penyuapan serta penggelapan dana pemerintah. Tingkat korupsi di suatu
instansi merupakan suatu tindakan penyimpangan dalam penyelenggaraan kegiatan suatu
instansi pemerintah dan auditor pemerintah mempunyai kecakapan dalam mendeteksi adanya
penyimpangan ataupun fraud dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan aset pemerintah.
Temuan penyimpangan tersebut juga mencerminkan bagaimana sumberdaya publik
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
disalahgunakan oleh sektor pemerintah dan departemen terkait. Ketika lembaga audit bekerja
secara independen dan pekerjaan audit sangat teknis serta tidak memihak, temuan
penyimpangan dan pelanggaran yang dilaporkan oleh lembaga audit dapat digunakan sebagai
alat ukur atau indikator yang bagus mengetahui korupsi yang dilakukan pemerintah.
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini dinyatakan
dalam hipotesis 2 berikut:
H2: Tingkat korupsi berpengaruh positif terhadap jumlah temuan audit.
Dwiputrianti (2008) berpendapat bahwa adanya laporan tindak lanjut hasil temuan dan
rekomendasi dalam laporan pemeriksaan menunjukkan kualitas dari suatu laporan hasil
pemeriksaaan dan keseluruhan proses audit ini akan menjadi lebih efektif jika rekomendasi
tersebut dilaksanakan oleh organisasi yang telah diperiksa. Dengan melaksanakan apa yang
telah direkomendasikan oleh auditor, maka Kementerian/Lembaga telah berupaya untuk
memperbaiki kesalahan dalam pertanggungjawaban penyelenggaraan negara. Jika tidak hasil
audit akan tidak berguna dan pelanggaran dalam praktik yang salah atau temuan audit itu pun
akan terus berulang di periode-periode selanjutnya (Liu dan Lin, 2012).
Liu dan Lin (2012) juga berpendapat bahwa perbaikan setelah adanya proses audit
(audit rectification) lebih penting dari deteksi atas temuan audit itu sendiri karena upaya
untuk melakukan perbaikan setelah audit dapat meningkatkan efektivitas proses audit dan
juga mengantisipasi adanya temuan yang sama di masa yang akan datang sehingga
diharapkan jumlah temuan akan berkurang setelah melaksanakan perbaikan tersebut. Tanpa
adanya tindak lanjut maka temuan audit tidak bermanfaat untuk menciptakan akuntabilitas
dalam proses audit. Dan juga, hasil temuan dari pemeriksaan dapat menjadi acuan dalam
melakukan pemeriksaan lanjut yang bersifat investigasi atas temuan yang mengarah kepada
tindakan korupsi. Hal ini sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan akan
menjadi bukti awal bagi pihak yang berwenang melakukan pemeriksaan investigasi, termasuk
polisi, kejaksaan agung dan komisi pemberantasan korupsi (KPK). Berdasarkan uraian
tersebut, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini dinyatakan dalam hipotesis 3 dan
hipotesis 4.
H3: Tindak lanjut audit yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga periode sebelumnya
berpengaruh negatif terhadap korupsi.
H4: Tindak lanjut audit yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga periode sebelumnya
berpengaruh negatif terhadap jumlah temuan audit.
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
Metode Penelitian
Data yang digunakan adalah data primer dengan sampel penelitian
Kementerian/Lembaga yang terdapat dalam laporan kasus korupsi yang ditindak lanjuti oleh
KPK pada tahap penyelidikan selama Tahun 2010 sampai dengan 2013 atau disebut juga data
panel (pooled data). Model regresi yang dikembangkan untuk menguji hipotesis-hipotesis
yang telah dirumuskan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua.
CORRUPTit = α0 + α1 AUIRRi.t-1 + α2 AURECi.t-1 + α3 AUOPIi.t-1 + α4 WAGESit + α5
CHARCit+ Є. . . (3.1)
Di mana:
CORRUPTit = Tingkat Korupsi
AUIRRi i.t-1 = Total jumlah temuan audit periode sebelumnya
AURECi.t-1 = Tindak lanjut atas temuan audit periode sebelumnya
AUOPIi.t-1 = Opini audit periode sebelumnya
WAGESit = Tingkat Belanja Pegawai
CHARCit = Karakteristik Irjen
Model 1 digunakan untuk menguji hipotesis 1, dilihat dari koefisien α1 dengan
ekspektasi α1 > 0 dan hipotesis 3, dilihat dari koefisien α2 dengan ekspektasi α2 < 0 dapat
dilihat pada persamaan 3.1 diatas. Dan model 2 dapat dilihat pada persamaan 3.2.
AUIRRit = β0 + β1 C_CORRUPTit + β2 AURECi.t-1 + β3 AUOPIi.t-1 + β4 SIZEit + β5
CHARCit+ Є. . . (3.2)
Di mana:
AUIRRit = Total jumlah temuan audit
C_CORRUPTit = Tingkat Korupsi
AURECi.t-1 = Tindak lanjut atas temuan audit periode sebelumnya
AUOPI i.t-1 = Opini audit periode sebelumnya
SIZEit = Ukuran Pemerintahan
CHARCit = Karakteristik Irjen
Model 2 digunakan untuk menguji hipotesis 2, dilihat dari koefisien β1 dengan
ekspektasi β1 > 0 dan hipotesis 4, dilihat dari koefisien β2 dengan ekspektasi β2 < 0. Penelitian
ini juga menggunakan metode Two Stage Least Square (2SLS) untuk menguji persamaan
simultan. Persamaan simultan adalah suatu himpunan persamaan dimana variabel dependen
dalam satu atau lebih persamaan juga merupakan variabel independen dalam persamaan
lainnya, yaitu keadaan dimana didalam sistem persamaan suatu variabel sekaligus memiliki
dua peranan yaitu sebagai variabel dependen dan variabel independen. Karena tingkat korupsi
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
dalam penelitian ini merupakan variabel endogen, yaitu variabel yang diduga mempengaruhi
dan juga dipengaruhi oleh variabel lain, maka variabel tingkat korupsi yang digunakan dalam
model 2 ini menggunakan cap, yaitu nilai perkiraan tingkat korupsi yang diperoleh dengan
cara menghitung hasil regresi dengan memasukan nilai parameter dan data variabel korupsi
pada model 1.
Tabel 2. Definisi Variabel
Tingkat Korupsi (CORRUPT) : Jumlah Laporan yang ditindak lanjuti pada
Tahap Penyelidikan di KPK.
Temuan Audit (AUIRR) : Jumlah temuan atas kelemahan sistem
pengendalian intern + temuan atas
ketidakpatuhan terhadap peraturan dan UU.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan (AUREC) : Jumlah rekomendasi BPK yang ditindaklanjuti
sesuai rekomendasi / jumlah total rekomendasi
Opini Audit (AUOPI) : 1=Opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian),
0=Opini selain WTP.
Ukuran Pemerintahan (SIZE) : Total aset Kementerian/Lembaga.
Tingkat Belanja Pegawai (WAGES) : Total Biaya Belanja Pegawai
Kementerian/Lembaga.
Karakteristik Irjen (CHARC) : 1=Latar Belakang Pendidikan Ekonomi
(Akuntansi, Keuangan, Manajemen), 0=Latar
Belakang Pendidikan selain Ekonomi.
Hasil Penelitian
Hasil statistik deskriptif yang diperoleh dengan program stata dapat dilihat pada tabel
3 sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil perhitungan analisis deskriptif
Variabel Jumlah Data Mean Standar Deviasi Minimal Maksimal
CORRUPT 96 3.844 9.318 0 45
AUIRR 96 28.615 16.891 5 86
AUREC 96 0.719 0.310 0.004 1
Proporsi
1 = Opini WTP 0 = Opini selain WTP
AUOPI 96 51% 49%
Proporsi
1 = Latar Belakang Pendidikan Ekonomi 0 = Latar Belakang Pendidikan selain
Ekonomi
CHARC 96 37.5% 62.5%
WAGES 96 2,261,256.54 Juta 3,866,103.71 Juta 6,350,528.09 Juta 20,540,487,51 Juta
SIZE 96 47,237,636.52 Juta 119,908,441.36 Juta 51,970,247.31 Juta 729,777,310.35 Juta
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
Keterangan Tabel: Tabel ini menunjukan statistika deskriptif untuk keseluruhan variabel yang digunakan. CORRUPT menunjukan tingkat korupsi, AUIRR menunjukan jumlah temuan audit, AUREC menunjukan jumlah tindak lanjut hasil pemeriksaan, AUOPI menunjukan opini audit, CHARC menunjukan karakteristik Inspektorat Jenderal, WAGES menunjukan tingkat belanja pegawai dan SIZE menunjukan ukuran pemerintahan pada K/L.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 3, maka diketahui bahwa jumlah
sampel yang berhasil diobservasi adalah sebanyak 96 data pengamatan. Berdasarkan tabel 3,
secara rata-rata tingkat korupsi pada Kementerian/Lembaga yang menjadi sampel adalah
sebesar 3.844 atau 4 kasus (pembulatan) per instansi. Kejaksaan Agung memiliki tingkat
korupsi tertinggi dengan jumlah 45 kasus. Pada variabel temuan audit, secara rata-rata temuan
audit pada Kementerian/Lembaga yang menjadi sampel adalah sebesar 28.615 atau 29 temuan
per instansi. Temuan audit terbanyak 86 ada pada Departemen Agama pada tahun 2012.
Pengaruh total jumlah temuan audit terhadap tingkat korupsi
Model 1 menguji adanya pengaruh jumlah temuan audit (Auirr) terhadap tingkat
korupsi dan juga menguji adanya pengaruh tindak lanjut audit terhadap tingkat korupsi.
Ringkasan hasil pengujian model 1 disajikan pada tabel 4.
Tabel 4 Hasil Persamaan Regresi Berganda Model 1
Variabel Independen Uji Prediksi Koefisien T-‐Stat Prob. C 2.379 4.47 0.000*** Auirrt-‐1 H1 + 0.711 1.45 0.076* Aurec t-‐1 H3 -‐ -‐0.145 -‐1.46 0.074* Auopi t-‐1 -‐ -‐0.234 -‐1.37 0.0875* Wages -‐ -‐0.095 -‐2.85 0.002*** Charc -‐ -‐0.318 -‐1.76 0.041** R-‐squared 0.3025
Prob (F-‐Stat) 0.0000 N 96 Keterangan Tabel: Tabel ini menunjukan hasil regresi untuk model 1 . Variabel dependen
CORRUPT yaitu tingkat korupsi yang diukur dengan jumalah kasus yang ditangani KPK pada
tahap Penyelidikan, Variabel Independen AUIRRt-1 yaitu jumlah temuan audit BPK periode
sebelumnya, AURECt-1 yaitu jumlah tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK periode sebelumnya.
Variabel Kontrol AUOPIt-1 yaitu opini audit periode sebelumnya yang diukur dengan dummy skor
opini audit, WAGES yaitu tingkat belanja pegawai yang diukur dengan total biaya belanja
pegawai, dan CHARC yaitu karakteristik Inspektorat Jenderal yang diukur dengan dummy.
Signifikansi pada tingkat *10%, **5%, ***1%
Pengaruh tingkat korupsi terhadap jumlah temuan audit
Model 2 menguji adanya pengaruh tingkat korupsi (C_Corrupt) terhadap jumlah
temuan audit. Tingkat korupsi yang digunakan dalam model ini menggunakan nilai cap, yaitu
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
nilai perkiraan tingkat korupsi yang diperoleh dengan cara menghitung hasil regresi dengan
memasukan nilai parameter dan data variabel pada model 1. Ringkasan hasil pengujian model
2 disajikan pada tabel 5.
Tabel 5 Hasil Persamaan Regresi Berganda Model 2
Variabel Independen Uji Prediksi Koefisien T-‐Stat Prob. C 2.220 12.38 0.000*** C_Corrupt H2 + 0.106 20.88 0.000*** Aurec t-‐1 H4 -‐ -‐0.055 -‐1.25 0.1075 Auopi t-‐1 -‐ -‐0.227 -‐11.33 0.000*** Size -‐ -‐0.093 -‐6.48 0.000*** Charc -‐ 0.417 16.68 0.000*** R-‐squared 0.8900
Prob (F-‐Stat) 0.0000 N 96 Keterangan Tabel: Tabel ini menunjukan hasil regresi untuk model 2 . Variabel dependen AUIRR
yaitu jumlah temuan audit BPK, Variabel Independen C_Corrupt yaitu nilai cap dari variabel Corrupt pada model 1, AURECt-1 yaitu jumlah tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK periode sebelumnya. Variabel Kontrol AUOPIt-1 yaitu opini audit periode sebelumnya yang diukur dengan dummy skor opini audit, SIZE menunjukan ukuran pemerintahan pada K/L yang diukur dengan total aset, dan CHARC yaitu karakteristik Inspektorat Jenderal yang diukur dengan dummy. Signifikansi pada tingkat *10%, **5%, ***1%
Pembahasan
Hasil pengujian hipotesis 1 dalam model 1 yang terlihat pada tabel 4 menunjukan
bahwa jumlah temuan audit berbanding lurus dengan tingkat korupsi, artinya hasil temuan
audit seharusnya dapat menjadi bahan atau referensi utama untuk melihat indikasi adanya
dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi pada Kementerian/Lembaga di Indonesia. Temuan
audit yang dihasilkan oleh auditor pemerintah yang terdiri dari temuan atas kelemahan sistem
pengendalian intern dan temuan atas ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-
undangan berpengaruh terhadap tingkat korupsi disebabkan karena temuan audit menunjukan
adanya kelemahan terhadap fungsi pengawasan sehingga terdapat potensi terjadinya
penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian secara materil baik secara nyata maupun
yang berpotensi mengakibatkan kerugian di masa yang akan datang. Hasil pengujian
tambahan yang ditunjukan pada tabel 6 juga menunjukkan bahwa semakin banyak temuan
atas kelemahan sistem pengendalian intern, tingkat korupsi juga semakin tinggi. Hal ini
disebabkan karena pengendalian internal tingkat menjalankan fungsi pengawasan dalam suatu
organisasi. Oleh karena itu semakin banyak temuan atas kelemahan sistem pengendalian
internal berarti fungsi pengawasan belum berjalan efektif sehingga menyebabkan tingginya
potensi adanya fraud dan juga korupsi. Hal ini juga dibuktikan pada banyaknya kasus korupsi
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
terkait pengadaan barang dan jasa dan juga penyalahgunaan anggaran yang terungkap oleh
KPK seperti kasus pengadaan sarana olahraga Hambalang yang terjadi pada Kementerian
Pemuda dan Olah Raga dan kasus pengadaan alat kesehatan pada Kementerian Kesehatan
yang seharusnya dapat terdeteksi sejak awal dengan adanya sistem pengendalian internal yang
baik.
Tingkat korupsi berpengaruh signifikan terhadap jumlah temuan audit yang ditunjukan
pada tabel 5 untuk menguji hipotesis 2 dikarenakan tindakan korupsi merupakan suatu
tindakan penyimpangan dalam penyelenggaraan kegiatan suatu instansi pemerintah. Pada
instansi dengan tingkat korupsi yang parah, ada kemungkinan akan lebih banyak kegiatan
yang tidak teratur atau ilegal yang dapat dilacak sehingga temuan audit semakin banyak. Hasil
penelitian ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Glaeser and
Saks, 2006; Zhao and Tao, 2009; Wu and Rui, 2010; Liu dan Lin 2012. Di Indonesia, temuan
adanya dugaan tindak pidana korupsi pada suatu lembaga akan mendorong Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai internal auditor pemerintah dan
juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor independen pemerintah untuk
melakukan pemeriksaan lebih atau audit investigasi pada lembaga (area terjadinya korupsi)
untuk menemukan kelemahan-kelemahan dari fungsi pengawasan dan pengendalian yang
menyebabkan terjadinya korupsi dan juga menentukan besarnya kerugian negara yang terjadi
akibat tindakan korupsi tersebut sehingga jumlah temuan audit yang dihasilkan pun semakin
banyak.
Hasil pengujian model 1 pada tabel 4 juga menunjukan adanya pengaruh signifikan
dari variabel tindak lanjut audit terhadap tingkat korupsi pada Kementerian/Lembaga
dikarenakan dengan melaksanakan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang telah
direkomendasikan oleh auditor, maka Kementerian/Lembaga tersebut telah berupaya untuk
memperbaiki kelemahan dan meningkatkan sistem pengendalian internal sehingga diharapkan
tingkat korupsi akan menurun. Sedangkan pada tabel 5, tindak lanjut audit tidak berpengaruh
terhadap jumlah temuan audit. Hasil ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan
pemahaman terkait implementasi atas tindak lanjut, tindak lanjut perbaikan yang dilakukan
membutuhkan waktu lebih dari satu periode, belum efektifnya pengawasan terhadap
pelaksanaan tindak lanjut, tidak dilakukannya tindakan perbaikan secara kontinyu dan juga
adanya kemungkinan kesalahan dari pihak auditor dalam memberikan rekomendasi terkait
tindak lanjut yang seharusnya dilakukan agar temuan audit tersebut tidak terulang kembali.
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
Pengujian tambahan
BPK mengelompokkan temuan audit menjadi dua kategori yaitu kelemahan atas
sistem pengendalian intern (TKSPI) dan ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-
undangan (TKTKPU). Penelitian ini melakukan pengujian tambahan untuk model 1 dengan
meregresi kedua kelompok temuan audit tersebut untuk menguji adanya pengaruh terhadap
tingkat korupsi yang dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Regresi Pengujian Tambahan
Variabel Independen Prediksi Koefisien T-‐Stat Prob. C 2.339 3.77 0.000*** TKSPI + 0.429 2.25 0.0135** TKTKPU + -‐0.959 -‐0.36 0.361 Aurec -‐ -‐0.185 -‐1.98 0.0255** Auopi -‐ -‐0.219 -‐1.24 0.109 Wages -‐ -‐0.084 -‐2.70 0.004*** Charc -‐ -‐0.351 -‐2.01 0.0235** R-‐squared 0.3134
Prob (F-‐Stat) 0.0000 N 96 Keterangan Tabel: Tabel ini menunjukan hasil regresi untuk pengujian tambahan. Variabel
dependen Corrupt yaitu tingkat korupsi, Variabel Independen TKSPIt-1 yaitu jumlah temuan audit kelemahan atas sistem pengendalian intern periode sebelumnya, TKTKPUt-1 yaitu temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan periode sebelumnya, AURECt-1 yaitu jumlah tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK periode sebelumnya. Variabel Kontrol AUOPIt-1 yaitu opini audit periode sebelumnya yang diukur dengan dummy skor opini audit, WAGES yaitu tingkat belanja pegawai yang diukur dari total biaya belanja pegawai, dan CHARC yaitu karakteristik Inspektorat Jenderal yang diukur dengan dummy. Signifikansi pada tingkat *10%, **5%, ***1%.
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu, jumlah temuan audit berpengaruh
positif terhadap tingkat korupsi, dimana semakin banyak jumlah temuan audit yang
dilaporkan BPK sebagai auditor pemerintah maka semakin tinggi tingkat korupsi pada
Kementerian/Lembaga tersebut. Pengujian tambahan juga menunjukan bahwa temuan atas
kelemahan sistem pengendalian internal berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi, artinya
semakin buruk sistem pengendalian internal maka potensi terjadinya fraud dan korupsi pun
semakin tinggi. Tingkat korupsi pada Kementerian/Lembaga juga berpengaruh positif
terhadap jumlah temuan audit. Dimana semakin parah tingkat korupsi maka semakin banyak
pula jumlah temuan audit pada Kementerian/Lembaga tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
pada instansi dengan tingkat korupsi yang parah, ada kemungkinan akan lebih banyak
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
kegiatan yang tidak teratur atau ilegal yang dapat dilacak sehingga temuan audit semakin
banyak.
Tindak lanjut atas hasil audit berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi dimana
semakin baik tindak lanjut perbaikan yang dilakukan maka tingkat korupsi semakin rendah
karena dengan melaksanakan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang telah direkomendasikan
oleh auditor, maka Kementerian/Lembaga tersebut telah berupaya untuk meningkatkan sistem
pengendalian internal sehingga dapat mendeteksi adanya fraud atau korupsi yang terjadi.
Sedangkan tindak lanjut hasil pemeriksaan tidak berpengaruh terhadap jumlah temuan audit,
hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pemahaman terkait pelaksanaan atas tindak
lanjut, tindak lanjut perbaikan yang dilakukan memerlukan waktu lebih dari satu periode,
belum efektifnya pengawasan terhadap pelaksanaan tindak lanjut, tidak dilakukannya
tindakan perbaikan secara kontinyu dan juga adanya kemungkinan kesalahan dari pihak
auditor dalam memberikan rekomendasi terkait tindak lanjut yang seharusnya dilakukan agar
temuan audit tersebut tidak terulang kembali.
Implikasi, keterbatasan dan saran
Saran yang dapat penulis berikan dari hasil penelitian ini adalah Melanjutkan program
pemberian dukungan bagi pemerintah pusat untuk memberikan enforcement bagi
Kementerian/Lembaga dalam menindaklanjuti hasil temuan BPK. Selain itu, penelitian ini
juga dapat mendorong pemanfaatan hasil audit BPK untuk pemerintah pusat dan juga penegak
hukum sebagai salah satu media untuk melakukan pengawasan terhadap instansi
Kementerian/Lembaga, karena hasil pengujian dalam penelitian ini membuktikan bahwa
semakin banyak temuan audit yang diperoleh secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat
korupsi, Kementerian/Lembaga sebaiknya lebih memperhatikan jumlah temuan audit
terutama temuan atas kelemahan sistem pengendalian intern karena jumlah temuan audit yang
dilaporkan BPK terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat korupsi,
perlunya meningkatkan kesejahteraan pegawai karena tingkat pendapatan pegawai terbukti
berpengaruh terhadap tingkat korupsi dan juga karakteristik irjen karena latar belakang
pendidikan irjen juga terbukti berpengaruh terhadap tingkat korupsi sehingga dengan memperkuat
sistem pengendalian, peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemilihan irjen berdasarkan
latar belakang pendidikan ini diharapkan dapat menurunkan tingkat korupsi di
Kementerian/Lembaga, bagi BPK sebagai auditor pemerintah dapat meningkatkan
pengawasan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh Kementerian/Lembaga.
Diharapkan dengan adanya peran auditor dalam memberikan rekomendasi perbaikan dan
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
pengawasan tindak lanjut audit ini dapat menurunkan tingkat korupsi di
Kementerian/Lembaga.
Daftar Referensi
Association of Certified Fraud Examiners. (2012). Report to the nations on occupational fraud and abuse.
Badan Pemeriksa Keuangan. (2014). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I. ---------------. (2013). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I. ---------------. (2012). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I. ---------------. (2011). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I. ---------------. (2010). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I. ---------------. (2009). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II. Bhattacharyya, S. dan Jha, R. (2009). Economic growth, law and corruption:
Evidence from India. Cameron, L., Chaudhuri, A., Erkal, N., and Gangadharan, L. (2009). Propensities
to engage in and punishcorrupt behaviour: Experimental evidence from Australia, India, Indonesia and Singapore. Journal of Public Economies, Vol. 93, pp. 843-851.
Cornforth, C. (2003). The governance of public and non-provit organizations. Routledge Studies in Managemenet of Voluntary and Non-Profit Organizations.
DeFond, M. L., and Jiambalvo, J. (1991). Incidence and circumtances of accounting errors. The Accounting Review, Vol. 66, No. 3, pp. 643-655.
Dwiputrianti, S. (2008). Efektivitas laporan hasil temuan pemeriksaan dalam mewujudkan reformasi transparansi fiskal dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Jurnal Ilmu Administrasi, vol. V, no. 4.
Dye, K. M., and Stapenhurst, R. (1998). Pillars of integrity: The importance of supreme audit institution in curbing corruption. Working Papers – Economic Development Institute of the World Bank.
Huefner, R. J. (2011). Fraud risks in local government: An analysis of audit findings. Journal of Forensic & Investigative Accounting, vol. 3, issue 3, pp. 111-125.
Gong, T., 2010. Auditing, accountability, and corruption in China: prospects and problems. Journal of Public Administration 2, 69–84 (in Chinese).
Jensen, M. C., and Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behaviour, agency costs, and ownership structure. Journal of Finance Economics, vol. 3, no. 4, pp. 305-360.
Khan, M. A. (2006). Role of audit in fighting corruption. Ad Hoc Group Meetingon “Ethics, Integrity, and Accountability in the Public Sector: RebuildingPublic Trust in Government through the Implementation of the UN Convention against Corruption. St. Petersburg, Russia.
Lessmann, C., and Markwardt, G. (2010). One size fits all? Decentralization,
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Universitas Indonesia
corruption, and the monitoring of bureaucrats. World Development, vol. 38, no. 4,pp. 631-646.
Liu, J. and Lin, B. (2012). Government auditing and corruption control: Evidence from China’s provincial panel data. China Journal of Accounting Research, vol. 5, pp. 163-186.
Mardiasmo. (2005). Akuntansi sektor publik. Penerbit Andi: Yogyakarta. Masyitoh, Rizki Diyah (2014). Pengaruh opini audit, temuan audit, dan tindak
lanjut audit terhadap persepsi korupsi pada pemerintah daerah tingkat II periode 2008-2010
Olken, B. A. (2007). Monitoring corruption: Evidence from a field experiment in Indonesia. Journal of Political Economy, vol. 115, no. 2, pp. 200-249.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Setyaningrum, Dyah. (2015). Kualitas Auditor, Pengawasan Legislatif dan Pemanfaatan Hasil Audit Dalam Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah
Schelker, M., and Eichenberger, R. (2010). Auditors and fiscal policy: Empirical evidence on a little big institution. Journal of Comparative Economics, no. 38, pp. 357-380.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Undang-undang KPK No.30 Tahun 2002.
Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015
Recommended