View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH PENERAPAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS LABA DENGAN MODERASI KOMPETENSI KOMISARIS INDEPENDEN
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
ERNIYAWATI MUSTAQOMAH
NIM: S4309006
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Terucap syukur pada kecintaan abadi, Allah SWT, karena uluran Rahman dan RahimNYA, aku berhasil mengakhiri perjalanan panjangku dengan baik.
Suamiku terkasih, Mas Bayu, terima kasih atas restumu, karya ini adalah buah dukungan dan tengadah tanganmu di sepertiga malam yang sangat dingin.
My heroes, Afin dan Fay, terima kasih nak pengertiannya, untuk waktu dimana tiada bunda mengiringi waktu kalian. Karya ini tercipta karena senyuman dan pengorbanan kalian.
Orang tua- orang tua kami, karya ini adalah hasil tengadah tangan beliau pada setiap tahajjud.
Pembimbingku, karya ini adalah buah kesabaran, ketelitian, kritikan, masukan, dan setiap menit waktu yang beliau luangkan tuk membimbingku menemukan jalan yang benar. Terima kasih …. Matur nuwun terutama untuk support di keputusasaanku.
Anak-anakku di kampus… karena kalian aku dapat kesempatan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Motto
v Kebahagiaan adalah salah satunya yang akan bertambah jika orang mau membaginya.
v Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca. - Charles "tremendeous" Jones
v Ketahuilah, apapun yang menjadikanmu tergetar, itulah Yang Terbaik untukmu ! Dan karena itulah, Qalbu seorang pecinta-Nya lebih besar daripada Singgasana-Nya. - Jalaludin Rumi
v Sesungguhnya seseorang bisa disebut mandiri bukan lantaran ia sudah tidak lagi meminta, tapi lebih karena ia sudah bisa memberi harapan akan kembali diberi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat,
karunia dan hidayahNya peneliti dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis
dengan judul “ Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kualitas Laba
dengan Moderator Kompetensi Komisaris Independen” ini disusun untuk memenuhi
syarat guna mencapai derajat magister sains program studi Akuntansi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini bukan hasil dari jerih
payah sendiri, akan tetapi banyak pihak yang telah membantu kelancarannya. Pada
kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
hingga selesainya Tesis ini. Dengan kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah berkenan
memberikan bantuan kepada peneliti berupa Beasiswa BPPS dalam
menyelesaikan studi di program studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. dr. H.M. Syamsulhadi, Sp.KJ (K), selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret.
3. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.d., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret.
4. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Dr. Bandi, M.Si, Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Universitas Sebelas Maret .
6. Ibu Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof.Acc.,Ph.D.,Ak., selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dan pikiran, serta memotivasi peneliti dalam penyusunan
tesis.
7. Drs. Subekti Djamaluddin, M.si.,Ak., selaku pembimbing II yang telah
memberikan waktu dan segala kemudahan serta kesabaran mengarahkan dalam
penyusunan tesis.
8. Bapak Ibu dosen beserta Staf di Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bimbingan
keilmuan, khususnya dalam ilmu Akuntansi.
9. Direktur Politeknik Pratama Mulia yang telah memberikan kesempatan untuk
melanjutkan studi ini.
Surakarta, April 2011
Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………....... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ……………………………………. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………………. v
HALAMAN MOTTO ……………………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….. xi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. xv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… ….xvii
ABSTRAK ………………………………………………………………………. xix
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah ………………………………………………….. 8
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………… 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ……........... 11
A. Tinjauan Literatur dan Review Penelitian Sebelumnya ……………… 11
A. 1 Tinjauan Literatur ……………………………………………….. 11
A.1.1 Teori keagenan dan masalah keagenan ………………........ 11
A.1.2 Corporate Governance ……………………………………. 13
A.1.3 Kualitas Laba ……………………………………………... 19
A.1. 4 Manajemen Laba ………………………………………...... 24
A.1. 5 Hubungan Kualitas Laba dengan Mekanisme
Pengawasan ………………………………………………. 29
A.2 Review Penelitian Sebelumnya …………………………………. 31
B. Perumusan Hipotesis …………………………………………………. 38
B.1 Kerangka Konseptual ……………………………………………. 38
B.2 Perumusan Hipotesis …………………………………………….. 39
B.2.1 Komisaris Independen …………………………………….. 39
B.2.2 Pengalaman Komisaris …………………………………….. 41
B.2.3 Ukuran Komisaris ………………………………………….. 42
B.2.4 Kompetensi Komisaris Independen ………………………... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………………. 44
A. Metode Penelitian …………………………………………………... 44
B. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data ………………………… 44
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……………………. 46
C.1 Kualitas Laba ……………………………………………………46
C.2 Komisaris Independen …………………………………………..47
C.3 Pengalaman Komisaris …………………………………………..48
C.4 Ukuran Dewan Komisaris ……………………………………….48
C.5 Kompetensi Komisaris Independen ……………………………. 48
D. Analisa Data …………………………………………………………48
D.1 Uji Asumsi Klasik ……………………………………………… .48
D.1.1 Uji Normalitas ……………………………………………..49
D.1.2 Uji Multikolinearitas ……………………………………... 49
D.1.3 Uji Autokorelasi ……………………………………………49
D.1.4 Uji Heterokedastisitas …………………………………….. 50
D.2 Uji Hipotesis …………………………………………………… 51
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ……………………………. .52
A. StatistikDeskriptif ……………………………………………………52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
B. HasilUji Asumsi Klasik ……………………………………………...55
C. HasilPengujian Hipotesis …………………………………………….57
D. Pembahasan ………………………………………………………… 60
BAB V PENUTUP ………………………………………………………………. 66
A. Kesimpulan ………………………………………………………..66
B. Keterbatasan ……………………………………………………….67
C. Saran …………………………………………………………….68
D. Implikasi …………………………………………………………...68
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………..70
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………... .79
DAFTAR TABEL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
1. Tabel 1 Perkembangan Teori keagenan dan Implikasinya terhadap corporate
governance……………………………………………………………………..14
2. Tabel 2 PengambilanKeputusanDurbinWatsonTest ……………… 50
3. Tabel 3 Jumlah sampel Penelitian ……………… 52
4. Tabel 4 Klasifikasi sampel berdasarkan karakteristik industri……………… 53
5. Tabel 5 Deskripsi Statistik ……………… 53
6. Tabel 6 Uji Normalitas Data ……………… 55
7. Tabel 7 Hasil Uji Multikolinearitas ……………… 56
8. Tabel 8 Uji Autokorelasi ……………… 57
9. Tabel 9 Uji Heterokedastisitas ……………… 57
10. Tabel 10 Pengujian kelayakan model regresi ……………… 58
11. Tabel 11 Hasil uji signifikansi parsial ……………… 59
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Kerangka Konseptual …………………………………………. 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar perusahaan sampel ……………………………………………………..79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
2. Data GCG dan Discretionary accruals ……………………………………......81
3. Perhitungan statistik dengan SPSS 17 ………………………………………...85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ABSTRAK Pengaruh Penerapan Mekanisme Corporate Governance terhadap Kualitas
laba dengan Moderasi Kompetensi Komisaris Independen
Erniyawati Mustaqomah NIM S.4309006
Penelitian ini menguji pengaruh penerapan mekanisme corporate governance dari sisi karakteristik dewan komisaris, yaitu komisaris independen, pengalaman komisaris dan ukuran komisaris terhadap kualitas laba. Penelitian ini juga melakukan pengujian efek moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan komisaris independen dengan kualitas laba. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Dengan menggunakan 120 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia sebagai sampel, penelitian berhasil mendapatkan bukti pengaruh yang signifikan keberadaan komisaris independen dan kompetensi di bidang akuntansi dan keuangan terhadap kualitas laba yang ditinjau dari nilai discretionary accruals. Proporsi komisaris independen dan kompetensi akuntansi atau keuangan yang semakin besar terbukti mampu menurunkan nilai discretionary accruals. Jika dihubungkan dengan manajemen laba, jumlah komisaris independen yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah komisaris non independen terbukti mampu membatasi praktek manipulasi accruals, terutama dalam bentuk manajemen laba. Dengan menurunnya praktek manajemen laba, maka kualitas labanya meningkat. Penelitian ini juga memberikan bukti adanya moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan antara komisaris independen dan kualitas laba. Namun begitu, penelitian ini tidak berhasil menemukan bukti adanya pengaruh yang signifikan antara variabel pengalaman maupun ukuran dewan komisaris terhadap kualitas laba.
Kata kunci: Kualitas laba, Manajemen laba, Corporate governance.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ABSTRACT The Effect of Implementation of Corporate Governance Mechanism on
Earnings Quality with Boards of Commissioner’s Competence as Moderating Variable
Erniyawati Mustaqomah
S4309006
This paper examines the effect of corporate governance mechanism namely the role of boards of commissioner and earnings quality. It focus on three importance characteristics of boards of commissioner effectiveness which are boards independence, boards expert, boards size. Purposive sampling are being used to identify the correct samples. Using data from 120 of manufacture, construction, mining, transportation service, telecommunication and wholesale companies, this study find a positive significant association between boards independence and earnings quality measured by the discretionary accruals model. This study also find that association between boards independen and earnings quality has been moderated by boards independence competency. No evidence of association is found between boards expertise and boards size on earnings quality.
Key words: Earnings quality, Earnings Management, Corporate governance
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Informasi keuangan yang berkualitas merupakan informasi yang sangat
penting bagi pengambilan keputusan bisnis dan investasi. Menurut IAI (2009)
yang dinyatakan dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan
keuangan SAK tahun 2009 paragraf 12, tujuan laporan keuangan adalah
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi keputusan-
keputusan ekonomi. Bagi pihak eksternal, laporan keuangan yang dipublikasikan
merupakan sumber informasi utama yang digunakan sebagai dasar pembuatan
keputusan bisnis.
Salah satu komponen penting dalam laporan keuangan perusahaan yang
menarik perhatian pihak eksternal perusahaan adalah laba. Hal ini dikarenakan
laba mempunyai nilai prediktif, sehingga berbagai keputusan bisnis mendasarkan
pada komponen tersebut (FASB, 1980) yang dinyatakan dalam conceptual
framework SFAC nomer 3. Informasi laba juga berguna untuk menilai perubahan
potensi sumberdaya ekonomis perusahaan yang kemungkinan dapat dikendalikan
di masa depan, penilaian arus kas, dan penilaian keefektifan pengelolaan sumber
daya perusahaan oleh manajemen (Boediono, 2005). Peningkatan laba merupakan
sinyal baik bagi para investor karena terdapat kemungkinan penambahan
kemakmuran dalam bentuk deviden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Mengingat pentingnya kedudukan laba sebagai salah satu sumber
pengambilan keputusan bisnis, laba yang dilaporkan perusahaan harus
mempunyai kualitas yang baik. Menurut FASB (1980) dalam conceptual
framework SFAC nomer 2, laba yang berkualitas adalah laba yang bermanfaat
bagi pengambilan keputusan bisnis, yaitu yang memiliki karakteristik relevansi,
reliabilitas, dan konsistensi.
Informasi laba dikatakan relevan apabila informasi tersebut dapat
mempengaruhi ekspektasi atau mengubah pengambilan keputusan para
pemakainya (Paluruan dan Siregar, 2007). Laba yang berkualitas tinggi dipercaya
dapat menyampaikan informasi laba perusahaan yang fundamental (Dechow et
al., 2009).
Pengukuran kualitas laba merupakan sesuatu hal yang sangat multi
dimensi (Teets, 2002; Wysocki, 2008). Artinya, kualitas laba dapat dilihat dari
aspek manfaatnya bagi pengambilan keputusan bisnis para pengguna laporan
keuangan maupun dari core earnings (Schipper dan Vincent, 2003). Dalam
kontek riset akuntansi, pengukuran kualitas laba dititikberatkan pada manfaatnya
bagi pengambilan keputusan bisnis oleh para pemakai laporan keuangan
(Dechow et al., 2009). Dari sisi dimensi ini, kualitas laba dapat dilihat
berdasarkan nilai accruals. Menurut model accruals, laba terdiri dari aliran kas
dari aktivitas operasi dan total accruals (Han An dan Naughton, 2009).
Akuntansi accruals digunakan untuk mengakui pendapatan dan beban
pada saat terjadinya suatu transaksi keuangan dan bukan saat terjadi penerimaan
atau pengeluaran kas sehingga membuat informasi akuntansi, terutama informasi
laba lebih relevan bagi pengambilan keputusan bisnis (Sulistyanto, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Namun begitu, accruals dapat menjadi kurang relevan karena adanya
perilaku oportunistik manajemen dalam bentuk manipulasi accruals (Schipper
dan Vincent, 2003; Sulistyanto, 2008; Dechow et al., 2009).
Manipulasi accruals dilakukan pihak manajemen perusahaan pada saat
proses penyusunan laporan keuangan. Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem
pengawasan dan pengendalian untuk membatasi perilaku oportunistik manajemen
dalam bentuk manipulasi accruals yang dapat menyesatkan pengguna laporan
keuangan, terutama pihak investor dan kreditur.
Corporate governance adalah salah satu mekanisme pengawasan yang
dapat diterapkan perusahaan untuk mengendalikan tindakan oportunistik
manajemen yang menyebabkan penurunan kualitas laporan keuangan (Wang,
2006; Dechow et al, 2009; Hashim, 2009; Ismail et al., 2010). Corporate
governance sangat erat kaitannya dengan Teori Keagenan Jensen dan Meckling
(1976) yang mengatur hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam
pengelolaan perusahaan, terutama bagi perusahaan yang terpisah antara pemilik
dan pengelolanya (Husnan, 2001). Menurut Sulistyanto (2008), corporate
governance adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan agar
tercipta nilai tambah bagi semua stakeholders perusahaan.
Dalam hubungannya dengan manajemen laba, corporate governance
merupakan pengawas sistem penyusunan laporan keuangan yang membatasi
kesempatan atau kemampuan seorang manajer dalam mengelola laba (Fayoumi et
al., 2010). Dewan komisaris merupakan mekanisme utama dalam corporate
governance yang mempunyai peran mengawasi proses penyusunan laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
keuangan perusahaan dari tindakan manajemen accruals sehingga laporan
keuangan perusahaan tidak menyesatkan para penggunanya (Hasim dan Devi,
2008; Hasim, 2009).
Peran dewan komisaris yang efektif diharapkan dapat mengurangi
perilaku manajemen perusahaan yang berhubungan dengan tindakan-tindakan
perekayasaan laporan keuangan untuk menyesatkan para pengguna karena
beberapa motivasi pribadi, misalnya motivasi bonus based earnings atau untuk
menyembunyikan adanya penurunan laba dalam periode tertentu (Fayoumi et al.,
2010).
Ada beberapa faktor internal dari diri dewan komisaris yang berpengaruh
terhadap keefektifan peran pengawasan yang dijalankannya. Faktor-faktor
tersebut misalnya keberadaan komisaris independen, pengalaman dan ukuran atau
jumlah komisaris yang dimiliki perusahaan (Johari et al., 2008; Hasim dan Devi,
2008; Hasim, 2009; Ismail et al., 2010).
Penjelasan di atas menegaskan bahwa corporate governance
mempengaruhi kualitas laba melalui mekanisme pengawasan pada proses
penyusunan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan
(Cohen et al., 2004). Komisaris independen yang mengetahui aturan, standar
maupun proses penyusunan laporan keuangan diharapkan memberikan pengaruh
positif terhadap terciptanya informasi keuangan yang berkualitas, khususnya laba.
Penelitian empiris telah memberikan bukti adanya pengaruh mekanisme
corporate governance terhadap kualitas laba dan manajemen laba yang ditinjau
dari accruals (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996; Chtorou et al., 2001; Klein,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
2002; Ebrahim, 2007; Jaggi et al., 2007; Johari et al, 2008;). Penelitian empiris
mengenai pengaruh corporate governance terhadap kualitas laba tidak dapat
dipisahkan dari manajemen laba. Manajemen laba merupakan salah satu bentuk
perilaku oportunistik manajemen dalam memanipulasi accruals yang dapat
mengakibatkan penurunan kualitas laba. Namun demikian, hasil-hasil penelitian
empiris tersebut masih sangat bervariasi dan bertolak belakang.
Beberapa peneliti menemukan bukti adanya hubungan negatif keberadaan
komisaris independen dengan tindakan manajemen laba oleh pihak manajemen
(Dechow et al., 1996; Klein, 2002; Xie et al., 2003; Ebrahim, 2007; Mashayekhi,
2008). Bukti penelitian empiris tersebut di atas memberikan arti bahwa
keberadaan komisaris independen dapat membatasi praktik manajemen laba yang
dilakukan oleh pihak manajemen, sehingga kualitas labanya meningkat. Namun
beberapa peneliti yang lain memberikan bukti yang bertolak belakang, yaitu
komisaris independen tidak berhubungan signifikan dengan manajemen laba
(Park dan Shin, 2004; Boediono, 2005; Siregar dan Utama, 2008; Sriwedari,
2009; Sefiana, 2010; Fitriannasari, 2010; Ismail et al., 2010).
Pengalaman merupakan salah satu faktor internal pada diri komisaris
independen yang mampu meningkatkan keefektifan fungsi pengawasan yang
dilakukannya. Pengalaman merujuk pada pengalaman yang dimiliki oleh seorang
komisaris independen pada posisi sama, di suatu perusahaan. Pengalaman
memungkinkan seorang komisaris independen untuk mengetahui dan memahami
kegiatan operasional beserta jajaran manajemen yang mengelola perusahaan
(Bedard et al, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Penelitian Beasley (1996) menemukan adanya hubungan negatif
signifikan antara lamanya jabatan seorang anggota dewan komisaris dengan
kemungkinan terjadinya penipuan pelaporan keuangan. Hal ini dikarenakan
adanya peningkatan kemampuan yang dimiliki dewan komisaris independen
dalam melakukan pengawasan terhadap tindakan manajemen perusahaan seiring
dengan meningkatnya umur jabatannya. Akan tetapi hasil penelitian Peasnell et
al. (1999) dan Xie et al. (2003) menemukan bukti bahwa lamanya jabatan
komisaris independen pada perusahaan yang sama akan menurunkan keefektifan
proses pengawasan yang dijalankannya.
Jabatan yang terlalu lama menyebabkan hubungan personal yang terjalin
antara komisaris independen dengan direktur perusahaan sebagai badan yang
menjadi obyek pengawasan menjadi dekat sehingga mempengaruhi sifat
independensi. Untuk perusahaan di Indonesia, penelitian banyak difokuskan pada
ukuran dan independensi yang dimiliki oleh seorang komisaris (Midiastuty dan
Macfoedz, 2003; Rachmawati dan Triatmoko, 2007; Siregar dan Utama, 2008;
Fitriannasari, 2010) dan belum diperluas pada permasalahan umur jabatan
komisaris maupun kompetensi yang dimiliki oleh komisaris independen.
Ukuran atau jumlah anggota dewan komisaris yang dimiliki oleh suatu
perusahaan juga dapat mempengaruhi kualitas laba. Hasil penelitian empiris
menunjukkan bahwa jumlah dewan komisaris yang besar berhubungan positif
signifikan dengan kualitas laba (Zahra dan Pierce II, 1989; Ismail et al., 2010).
Namun ada beberapa penelitian empiris lain yang menemukan bukti jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dewan komisaris yang kecil berhubungan negatif dengan manajemen laba
sehingga berdampak pada peningkatan kualitas laba (Dechow et al., 1996).
Alasannya adalah dengan ukuran yang kecil, proses komunikasi dan
koordinasi di antara para anggota dewan komisaris tersebut dapat berjalan dengan
efektif dan berkualitas sehingga berdampak signifikan terhadap kinerjanya. Hal
ini konsisten dengan pernyataan Sarkar et al. (2006) bahwa keefektifan
komunikasi dan koordinasi yang diukur dari banyaknya pertemuan yang
dilakukan oleh para anggota dewan komisaris memberikan dampak penurunan
manajemen laba. Mashayekhi (2008) memberikan bukti hubungan yang tidak
signifikan antara jumlah pertemuan yang diselenggarakan dewan komisaris
dengan aktivititas manajemen laba.
Perbedaan hasil-hasil penelitian empiris mengenai pengaruh mekanisme
corporate governance terhadap kualitas laba secara langsung maupun melalui
manajemen laba yang bervariasi dan bertolak belakang seperti telah diuraikan di
atas memberikan sebuah tanda bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi
keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris.
Kompetensi merupakan karakteristik penunjang lain yang sangat
berpengaruh terhadap keefektifan proses pengawasan yang dilakukan komisaris
independen. Kompetensi pada uraian di atas merujuk pada keahlian yang
dimiliki komisaris independen di bidang akuntansi atau keuangan. Beberapa
peneliti menemukan bukti adanya penurunan praktik manipulasi laba pada
perusahaan yang mempunyai dewan komisaris dengan keahlian di bidang
akuntansi dan keuangan (Agrawal dan Chada, 2005; Xie et al., 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Hasim (2009) menemukan hubungan signifikan antara keahlian dewan
komisaris di bidang governance, akuntansi dan keuangan dengan kualitas laba.
Oleh karena itu, merujuk pada hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai
kompetensi komisaris independen (Agrawal dan Chada, 2005; Xie et al., 2003;
Hasim, 2009), maka penelitian ini melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya
dengan menambahkan kompetensi komisaris independen sebagai variabel
pemoderasi.
Kompetensi diharapkan dapat berpengaruh terhadap hubungan antara
komisaris independen dan faktor pengalamannya dengan kualitas laba melalui
meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi praktik-praktik manipulasi yang
dilakukan manajemen, terutama pada saat proses penyusunan laporan keuangan
(Chtorou et al., 2001; Johari et al., 2008) sehingga dapat membatasi keinginan
manajemen untuk melakukan manipulasi accruals. Dengan demikian, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih comprehensive mengenai
pengaruh antara corporate governance dan kualitas laba.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari hasil-hasil penelitian empiris mengenai penerapan mekanisme
corporate governance seperti yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan
belum mencapai satu kesepakatan hasil penelitian. Jika ditinjau lebih jauh,
khususnya terhadap penelitian yang dilakukan di Indonesia, terdapat satu
permasalahan penelitian yaitu menguji pengaruh penerapan mekanisme corporate
governance terhadap kualitas laba secara individual tanpa mempertimbangkan
penggunaan variabel pemoderasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Dengan adanya penambahan variabel pemoderasi, faktor lain yang
berdampak pada pengaruh masing-masing mekanisme corporate governance
terhadap kualitas laba tersebut dapat dijelaskan dengan lebih mendetail serta jelas
dan kemungkinan dapat memperkecil gab hasil penelitian yang ada dengan
memberikan bukti penelitian yang lebih comprehensive. Penelitian ini menguji
pengaruh salah satu mekanisme corporate governance yaitu karakteristik dewan
komisaris yang ditinjau dari aspek independensi, pengalaman, dan jumlah dewan
komisaris dengan penambahan variabel pemoderasi kompetensi komisaris
independen.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh komisaris independen secara langsung maupun
dimoderasi oleh adanya kompetensi terhadap kualitas laba perusahaan?
2. Bagaimana pengaruh pengalaman yang dimiliki komisaris perusahaan
terhadap kualitas laba?
3. Bagaimana pengaruh ukuran dewan komisaris yang dimiliki perusahan
terhadap kualitas laba perusahaan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dapat
diuraiakan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh komisaris independen baik langsung maupun
dimoderasi oleh kompetensi terhadap kualitas laba.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
2. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman komisaris independen terhadap
kualitas laba.
3. Untuk mengetahui pengaruh ukuran dewan komisaris yang dimiliki
perusahaan terhadap kualitas laba.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi yang melengkapi
penelitian sebelumnya mengenai pengaruh mekanisme corporate governance
yaitu dewan komisaris yang ditinjau dari faktor independensi, pengalaman
dan ukuran atau jumlah anggota dewan komisaris dalam sebuah perusahaan
terhadap kualitas laba yang dilaporkan perusahaan.
2. Bukti-bukti yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dijadikan masukan
bagi perusahaan maupun pemerintah dalam merumuskan mekanisme good
corporate governance yang sesuai dengan lingkungan institusional di
Indonesia sehingga secara efektif dapat meningkatkan kualitas pelaporan
keuangan serta memberikan perlindungan yang memadai terhadap
kepentingan para pemegang saham. Dengan demikian dapat mendorong
peningkatan investasi di negara Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. TINJAUAN LITERATUR dan REVIEW
PENELITIAN SEBELUMNYA
A.1 Tinjauan literatur
A.1.1 Teori keagenan dan masalah keagenan.
Pembahasan mengenai corporate governance tidak dapat dipisahkan dari
masalah keagenan. Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai
pentingnya penerapan corporate governance, pada sub bab ini akan dijabarkan
terlebih dahulu mengenai teori keagenan dan masalah keagenan.
Pada dasarnya teori keagenan membahas hubungan kontraktual antar
anggota-anggota dalam organisasi, yaitu antara pemegang saham atau principal
dengan manajemen perusahaan atau dikenal dengan nama agent (Husnan, 2001;
Arifin, 2005). Jensen dan Meckling (1976) memberikan definisi yang lebih jelas
mengenai hubungan keagenan dan biaya keagenan. Hubungan keagenan menurut
Jensen dan Meckling (1976: 5) adalah:
A contract under which one or more persons (the principal’s) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent.
Menurut definisi di atas, principal memberikan wewenang kepada agent
bertindak atas nama principal untuk mengelola perusahaan. Secara periodik,
agent harus mempertanggungjawabkan amanah yang diberikan principal
kepadanya (Arifin, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Dalam tata kelola perusahaan, aplikasi teori keagenan dapat dilihat dari
kontrak kerja yang disepakati antara pemegang saham dengan manajemen selaku
pengelola perusahaan.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sebenarnya inti dari teori
keagenan adalah proses penyusunan kontrak yang tepat untuk menselaraskan
kepentingan antara principal dan agent apabila terjadi conflict of interest (Scott,
2006).
Eisenhard (1989) mengungkapkan asumsi yang melandasi teori keagenan
yaitu: (a) asumsi sifat manusia, (b) asumsi keorganisasian, (c) asumsi informasi.
Asumsi sifat manusia menekankan pada sifat manusia yang mementingkan diri
sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality),
dan tidak menyukai risiko (risk averse). Asumsi keorganisasian menekankan
pada timbulnya konflik antar anggota dalam sebuah organisasi, efisiensi, serta
adanya asymmetry information antara principal dan agent. Selanjutnya asumsi
informasi memandang bahwasanya informasi merupakan sebuah komoditi yang
dapat diperjualbelikan.
Principal sebagai pemilik modal memiliki hak akses atas informasi
internal perusahaan serta bertindak sebagai pengambil keputusan-keputusan
strategis jangka panjang dan global. Agent, di sisi yang lain mempunyai informasi
riil dan lengkap mengenai kegiatan operasional perusahaan namun tidak
mempunyai kewenangan untuk melakukan pengambilan keputusan strategis
perusahaan (Arifin, 2005). Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang
antara principal dan agent yang berbeda namun saling membutuhkan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
menimbulkan masalah perbedaan kepentingan yang berpotensi kepada agency
problems.
Menurut Arifin (2005) masalah keagenan yang fundamental timbul karena
adanya pemisahan antara pemilik dan pengelola. Pemisahan antara pemilik dan
pengelola dapat menyebabkan timbulnya asymmetry information. Asymmetry
information adalah ketidakseimbangan informasi yang disebabkan adanya
distribusi informasi yang tidak sama antara principal dan agent (Arifin, 2005).
Artinya agent tidak menyajikan informasi yang digunakan principal sebagai
dasar pengambilan keputusan secara transparan. Akibatnya, informasi yang
diperoleh principal kurang lengkap sehingga tidak dapat menjelaskan kinerja
agent yang sesungguhnya dalam hal mengelola kekayaan yang diamanahkan
kepadanya. Asymmetry information merupakan salah satu faktor yang
mendorong terciptanya agency problems. Faktor asymmetry information dapat
merangsang perilaku oportunistik pihak manajemen perusahaan (agent) untuk
memaksimalkan keuntungan pribadi sehingga dapat merugikan pihak lain,
khususnya pemegang saham (principal).
A.1.2 Corporate governance.
Munculnya isu corporate governance sangat berkaitan dengan terpisahnya
pemilik dan pengelola perusahaan. Terpisahnya fungsi pemilik dan pengelola
perusahaan menyebabkan perlunya mekanisme pengawasan yang spesifik untuk
memastikan bahwa tindakan manajemen perusahaan sejalan dengan kepentingan
pemiliknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Perkembangan teori keagenan dan implikasinya terhadap corporate
governance dapat dijelaskan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1 Perkembangan Agency Theory dan Implikasinya terhadap Corporate
Governance Teori korporasi
klasik Teori korporasi
modern Teori korporasi post
modern Karakteristik 1. Perusahaan dengan
single majority shareholder.
2. Principal merangkap sebagai agent
3. Keseimbangan kepentingan antara principal dan agent tidak penting.
1. Perusahaan dengan banyak pemegang saham namun terdapat pemegang saham mayoritas.
2. Fungsi principal dan agent mulai terpisah.
3. Meskipun pemilik mayoritas masih memiliki otoritas yang besar, kepentingan pemegang saham minoritas sudah mulai diperhatikan.
1. Perusahaan dengan banyak pemegang saham tanpa ada pemegang saham mayoritas.
2. Sulit mengidentifikasi the true principal.
3. Principal umumnya kurang atau tidak memahami bisnis.
4. Agent mempunyai pengaruh yang besar dalam menjalankan perusahaan.
5. Terjadi ketidakseimbangan kepentingan antara principal dan agent
Implikasi penerapan good corporate governance
Aspek good corporate governance belum diperlukan
Aspek good corporate governance mulai diperlukan
Aspek good corporate governance sangat diperlukan.
Sumber: Arifin, 2005.
Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa kebutuhan akan implementasi
corporate governance dapat berbeda-beda menyesuaikan tahap perkembangan
perusahaan, terutama berkaitan dengan struktur kepemilikan. Aspek corporate
governance akan semakin diperlukan pada perusahaan yang mempunyai struktur
kepemilikan yang menyebar (dispear ownership).
A.1.2.1 Definisi corporate governance.
Konsep corporate governance muncul bersamaan dengan konsep
korporasi (Maksum, 2005). Namun banyak yang berpendapat bahwa konsep ini
belum diketahui dan dipahami oleh berbagai pihak (Alijoyo dan Zaini, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Faktor inilah yang menyebabkan masih banyak perusahaan sekalipun
telah beroperasi di pasar modal yang menganggap good corporate governance
sebagai formalitas saja. Lahirnya teori keagenan telah memberikan kontribusi
yang besar terhadap konsep corporate governance khususnya corporate
governance (Maksum, 2005). Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemahaman
yang mendalam mengenai konsep corporate governance perlu diketahui terlebih
dahulu pengertian atau definisi dari corporate governance tersebut.
Secara sederhana, corporate governance diartikan sebagai seperangkat
tindakan untuk melindungi kepentingan para pemegang saham (Hasim, 2009).
Definisi lain dari corporate governance yang dinyatakan dalam
The Cadbury Report (1992: 15) adalah sebagai berikut:
The system by which companies are directed and controlled. Boards of directors are responsible for the governance of their companies. The Shareholders’ role governance is to appoint the directors and the auditor and to satisfy themselves that an appropriate governance structure is in place. The responsibilities of the Board include setting the strategies aims, providing the leadership to put them into effect, supervising the management of the business and reporting to shareholders on their stewardship. The board’s actions are subject to laws, regulations and the shareholders in general meeting.
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG: 21)
mendefinisikan corporate governance sebagai berikut:
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka. Atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Parkinson (1993) memberikan definisi yang lebih praktis, yaitu proses
supervisi dan pengendalian yang dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
manajemen perusahaan bertindak sejalan dengan kepentingan para pemegang
saham.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa corporate
governance merupakan suatu sistem yang disusun dalam rangka mengarahkan
dan mengendalikan perusahaan demi tercapainya keselarasan kepentingan
berbagai pihak yang berhubungan dengan perusahaan.
A.1.2.2 Asas corporate governance.
Banyak pihak yang menduga bahwa terjadinya krisis perekonomian global
yang melanda negara-negara Asia Tenggara tahun 1998 disebabkan adanya
penerapan mekanisme corporate governance yang buruk, khususnya pada
perusahaan – perusahaan di Indonesia (Husnan, 2001; Maksum, 2005; Arifin,
2005). Oleh karena itu, sejak tahun 1999 Komite nasional kebijakan corporate
governance (KNKCG) telah mengeluarkan pedoman good corporate governance
yang telah mengalami perbaikan tahun 2001. Menurut KNKCG (2006) yang
tertuang dalam pedoman good corporate governance Indonesia mengenai asas-
asas good corporate governance, agar tercipta pelaksanaan corporate
governance yang baik diperlukan asas-asas fundamental yang menjadi dasar bagi
setiap tindakan berbagai pihak dalam perusahaan dan kerjasama yang baik di
antara organ-organ perusahaan. Asas–asas fundamental tersebut meliputi
transparency, accountability, responsibility, independency dan fairness.
Asas transparency mengharuskan perusahaan untuk mengungkapkan
semua informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh para pemangku kepentingan. Accountability berhubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
pertanggungjawaban pihak manajemen kepada pemegang saham berkaitan
dengan kinerjanya secara transparan dan wajar. Responsibility berkaitan dengan
kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selain itu, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga tidak
ada dominasi di antara organ-organ perusahaan (independency) dan senantiasa
memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan (fairness).
A.1.2.3 Organ – organ perusahaan.
Organ perusahaan yang terdiri dari rapat umum pemegang saham (RUPS),
dewan komisaris dan direksi mempunyai peran penting dalam pelaksanaan
corporate governance yang efektif. Selanjutnya akan diuraikan wewenang
masing-masing organ tersebut di atas dalam perusahaan.
A.1.2.3.1 RUPS.
RUPS bertanggungjawab dalam pengangkatan, pemberhentian, pemberian
bonus dan insentif bagi dewan komisaris dan direksi. Pengangkatan dewan
komisaris dan direksi harus memperhatikan kualitas dan melalui proses fit and
proper test.
A.1.2.3.2 Dewan komisaris.
Dewan komisaris bertanggungjawab melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada dewan direksi serta memastikan bahwa good
corporate governance (GCG) telah dilaksanakan dengan baik. Dewan komisaris
tidak boleh melakukan tugas yang berhubungan dengan pengambilan keputusan
operasional. Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, perlu dipenuhi
prinsip-prinsip sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
- Komposisi dewan komisaris harus dibuat sedemikian rupa sehingga
mendorong terciptanya independensi dan pengambilan keputusan yang
efektif, tepat dan jelas.
- Seorang komisaris harus professional dalam arti mempunyai integritas
dan kemampuan yang memadai dalam menjalankan tugasnya.
- Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris independen dan
komisaris terafiliasi. Salah satu anggota dewan komisaris independen
harus mempunyai keahlian di bidang akuntansi atau keuangan.
A.1.2.3.3 Direksi.
Agar pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif, perlu
dipenuhi prinsip-prinsip berikut KNKCG (2006: 19):
Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan. Direksi mempertanggung jawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sistem corporate governance yang baik harus dapat memberikan
perlindungan kepada pemegang saham dan kreditur melalui mekanisme internal
maupun eksternal. Perlindungan melalui mekanisme internal dapat dilakukan
dengan melibatkan unsur auditor internal dan dewan komisaris sedangkan
perlindungan mekanisme eksternal dapat diwakili oleh peran auditor eksternal
(Sulistyanto, 2008). Agar tercapai perlindungan maksimal, diperlukan kerja yang
sinergis antara mekanisme eksternal dan internal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
A.1.3 Kualitas laba.
A.1.3.1 Definisi kualitas laba.
Informasi keuangan yang berkualitas merupakan informasi yang sangat
penting bagi pengambilan keputusan bisnis dan investasi. Agar bermanfaat,
laporan keuangan perlu mempunyai karakteristik sebagai laporan keuangan yang
berkualitas (Sutopo, 2009). Laporan laba merupakan salah satu komponen
laporan keuangan yang harus mempunyai kualitas tinggi karena berbagai pihak
sangat menaruh perhatian pada unsur ini. Kualitas laba yang rendah merupakan
permasalahan tersendiri karena dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan
tersebut (Ismail et al., 2010)
Dalam literatur penelitian, tidak ada konsensus yang seragam mengenai
definisi kualitas laba. Schipper dan Vincent (2003: 4) melakukan benchmark
untuk mendefinisikan kualitas laba, yaitu:
Earning quality is the extent to which reported earnings correspond to economic income as defined by Hicks (1939): The Amount that the firm can pay out in dividends (that is, the amount that can be consumed) during a period, while leaving the firm equally well off at the beginning and the end of period.
Akan tetapi definisi kualitas laba di atas sangat sulit diobservasi baik
secara praktis maupun secara operasional sehingga muncul definisi kualitas laba
dari benchmark yang ke dua yaitu:
Earnings quality is the function of decision usefulness based on the FASB’s conceptual framework and on direct observation of the function of earnings capital allocation: (Schipper dan Vincent, 2003: 6) 1. Financial reporting should provide information that is useful to
present and potential investors and creditors and other users in making rational investment , credit and similar decisions (concepts statement #1).
2. Decision usefulnessis the overriding criterion for judging accounting choices (concept statement #2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Menurut Soewardjono (2005), kualitas laba akuntansi ditunjukkan oleh
korelasi antara laba akuntansi dan laba ekonomi. Berdasarkan dua definisi yang
dinyatakan oleh Schipper dan Vincent (2003) serta Soewardjono (2005), dapat
disimpulkan bahwa definisi kualitas laba secara garis besar dapat dikategorikan
ke dalam dua kelompok, yaitu definisi kualitas laba yang dilihat dari sisi core
earnings dan definisi kualitas laba yang dilihat dari kegunaan laba dalam konteks
pengambilan keputusan bisnis.
Kategori kualitas laba yang ke dua ini lebih observable baik secara
operasional maupun praktis sehingga menyediakan topik penelitian empiris yang
banyak. Oleh karena itu, kualitas laba yang ada dalam penelitian-penelitian
empiris terdahulu mendasarkan pada definisi kualitas laba dalam konteks
kegunaannya dalam pengambilan keputusan bisnis para pemakainya.
A.1.3.2 Pengukuran kualitas laba.
Ada berbagai pendekatan untuk menentukan tingkat kualitas laba.
Dechow et al. (2009) mengelompokkan ukuran kualitas laba ke dalam tiga
aspek, yaitu: statistical properties of earnings, investor responsiveness to
earnings, dan external indicators of financial reporting quality.
Statistical properties of earnings meliputi persistensi dan accruals,
earnings smoothness, asymmetric timeliness dan timely loss recognition, serta
benchmarking.
Investor responsiveness meliputi penggunaan earnings response
coefficient (ERC) sebagai ukuran kualitas laba, sedangkan external indicators
melihat kualitas laba dari dimensi standar akuntansi dan auditing, restatement,
dan prosedur pengendalian internal perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Schipper dan Vincent (2003) mengkategorikan ukuran kualitas laba
sebagai berikut:
a. Properties earnings.
Kualitas laba dari properties of earnings dilihat berdasarkan time series
properties of earnings yaitu tingkat persistensi, predictive ability, dan variability
yang merupakan standar deviasi dari realisasi laba terhadap arus kas. Selain itu
kualitas laba dari sisi ini dapat juga dinilai melalui hubungan antara laba, kas dan
accruals. Kualitas laba dikatakan baik jika nilainya semakin mendekati nilai kas
atau tingkat accruals yang rendah. Model accruals yang paling sering
dipergunakan untuk menentukan kualitas laba adalah discretionary accruals
(Hasim, 2009). Keberadaan discretionary accruals berarti terdapat praktek
manajemen dan mengindikasikan kualitas laba yang rendah.
b. Nilai relevansi earnings terhadap harga saham sepanjang waktu.
Nilai relevansi laba dapat diperoleh melalui regresi antara laba dengan nilai buku
saham pada saat tertentu. Nilai relevansi yang semakin turun dapat memberikan
sinyal bahwa kualitas laba juga menurun.
c. Hubungan earnings dengan karakteristik ekonomi yang lain.
Kualitas laba dari aspek ini biasanya dihubungkan dengan cost of capital dan
strategi pembiayaan modal perusahaan.
d. Kualitas laba yang dinilai dari standar pelaporan keuangan.
Kualitas laba dihubungkan dengan FASB (1980) mengenai karakteristik kualitatif
laporan keuangan yang dituangkan dalam conceptual framework SFAC nomer 2
mengenai laba yang berkualitas, yaitu meliputi relevansi, reliabilitas dan
komparabilitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
A.1.3.3 Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap kualitas laba.
Jun (2009) menyatakan bahwa kualitas laba dipengaruhi oleh beberapa
faktor sebagai berikut:
a. Standar akuntansi.
Perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan di suatu perusahaan dapat
menyebabkan perbedaan kualitas laba. Webster dan Thornton (2005) menemukan
perbedaan kualitas laba yang dilihat dari nilai discretionary accruals pada
perusahaan US yang menganut GAAP dan perusahaan US yang menganut IAS.
b. Karakteristik perusahaan.
Karakteristik perusahaan yang dapat berpengaruh terhadap kualitas laba adalah
komposisi pemegang saham, keberadaan pemegang saham pengendali dan
ukuran perusahaan. Beberapa peneliti menemukan berkurangnya tindakan
manajemen laba pada perusahaan dengan komposisi pemegang saham
institusional yang lebih besar (Lee et al., 2007; Velury dan Jenkins, 2006).
Penelitian Wang dan Tong (2006) menemukan bukti bahwa kualitas laba
berhubungan negatif dengan keberadaan pemegang saham pengendali dan akan
meningkat seiring dengan menurunnya persentase kepemilikan saham oleh
pemegang saham pengendali.
c. Karakteristik komisaris dan komite audit.
Fungsi pengawasan yang melekat pada dewan komisaris terbukti mampu
meningkatkan kualitas laba dengan cara membatasi tindakan manajemen laba
yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Keberadaan komisaris independen
mampu menurunkan praktik manajemen laba di suatu perusahaan (Beasley, 1996;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Dechow et al., 1995). Vafeas (2005) mengungkapkan bukti bahwa jumlah
pertemuan komite audit berhubungan positif dengan kualitas laba.
d. Karakteristik manajerial.
Karakteristik manajerial yang berpengaruh terhadap kualitas laba misalnya
kompensasi, reputasi, gender, tingkat perputaran, usia, dan sebagainya. Healy
(1985), Balsam (1998), serta Kalyta dan Magnan (2008) mengungkapkan bahwa
adanya kompensasi yang berbentuk tunai, rencana bonus maupun program
pensiun perusahaan dapat menjadi dorongan para manajer untuk melakukan
manajemen laba.
A.1.3.4 Manfaat kualitas laba.
Laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan merupakan
sumber informasi utama bagi dasar pengambilan keputusan pihak eksternal.
Laporan keuangan diterbitkan dengan tujuan menyediakan informasi keuangan
perusahaan yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan penanaman modal
investor, pihak kreditur maupun keputusan-keputusan lain yang berhubungan
dengan bisnis perusahaan (FASB, 1978) dalam conceptual framework SFAC
nomer 1.
Penjelasan di atas menggambarkan bahwa informasi keuangan merupakan
informasi penting yang berpengaruh bagi berbagai pihak. Oleh karena itu
informasi keuangan yang dilaporkan harus berkualitas tinggi. Wild (1996)
menekankan pentingnya memastikan bahwa laporan keuangan melaporkan
informasi keuangan yang berkualitas tinggi. Informasi keuangan yang berkualitas
tinggi akan meminimalkan adanya kesenjangan asimetri informasi antara pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
manajemen perusahaan dan para pemegang saham (Karamanou dan Vafeas,
2005).
Informasi laba merupakan salah satu komponen yang paling menarik
perhatian pihak eksternal karena menjadi dasar bagi penilaian investasi dan
keputusan kerjasama bisnis (Lev, 1989; Schipper dan Vincent, 2003; Francis et
al., 2005). Para analis keuangan menggunakan informasi laba untuk meramalkan
nilai pengembalian investasi di masa datang (Siegel, 1982). Komisaris
perusahaan dan pemilik institusional menggunakan informasi laba untuk menilai
kinerja perusahaan dan kualitas manajemen perusahaan (Lev, 2003). Peasnell et
al. (2000) menyatakan bahwa pemegang saham memerlukan informasi laba untuk
menentukan bonus berbasis laba sekaligus sebagai dasar dalam memberikan
penghargaan kepada para eksekutif perusahaan.
FASB (2000) dalam conceptual framework SFAC nomer 7 secara tegas
menyatakan bahwa tujuan laba adalah untuk memberikan acuan bagi investor
meramalkan cash flow perusahaan atau tingkat pengembalian saham. Isu
mengenai kualitas laba menjadi penting seiring kebutuhan para pengguna akan
informasi laba yang berkualitas tinggi sehingga meningkatkan nilai
kebermanfaatannya dalam pengambilan keputusan.
A.1.4 Manajemen laba.
Pembahasan tentang kualitas laba tidak dapat dipisahkan dari manajemen
laba. Terdapat hubungan yang sangat erat antara manajemen laba dengan kualitas
laba. Hal ini dikarenakan keberadaan praktik manajemen laba dapat
menginterpretasikan tingkat kualitas laba (Hasim, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keberadaan manajemen laba
berpengaruh negatif terhadap kualitas laba (Dechow et al., 1995; Beasley, 1996;
Xie et al., 2003).
A.1.4.1 Definisi manajemen laba.
Dalam literatur penelitian, terdapat beberapa definisi mengenai
manajemen laba. Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai
tindakan intervensi yang penuh arti terhadap proses pembuatan laporan keuangan
kepada pihak eskternal dengan maksud mendapatkan beberapa keuntungan
pribadi.
Hampir sama dengan Schipper (1989), Asih dan Gudono (2000)
mengartikan manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan
sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Principles (GAAP).
Berbeda dengan kedua definisi di atas, Scott (2006) mengartikan
manajemen laba sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk
tujuan tertentu.
A.1.4.2 Faktor – faktor penyebab manajemen laba.
Ada beberapa faktor pendorong terjadinya manajemen laba. Dalam positif
accounting theory terdapat tiga hipotesis yang dapat menjelaskan motivasi
praktik manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986):
a. Bonus Plan Hypothesis.
Standar akuntansi memberikan kelonggaran bagi manajemen untuk memilih
berbagai metode pengukuran dan pencatatan (Fayoumi et al., 2010). Menurut
hipotesis ini, manajemen perusahaan cenderung memilih metode akuntansi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
memaksimalkan keuntungan pribadi, yaitu penerimaan bonus yang tinggi.
Perusahaan yang memberikan apresiasi kinerja manajemen dalam bentuk bonus
menyebabkan para manajer cenderung memilih metode akuntansi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan laba. Terdapat dua istilah yang berkaitan dengan
bonus, yaitu bogey dan cap. Bogey merupakan tingkat laba terendah untuk
mendapatkan bonus, sedangkan cap merupakan tingkat laba tertinggi untuk
pembagian bonus. Bonus akan tersedia jika perusahaan berhasil memperoleh
tingkat laba di antara bogey dan cap.
b. Debt covenant hypothesis.
Manajer di sebuah perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity yang cukup
tinggi cenderung melakukan manajemen laba dengan cara memilih metode
akuntansi yang dapat mencerminkan angka laba yang lebih tinggi. Tujuannya
adalah untuk menjaga reputasi perusahaan di mata pihak eksternal. Rasio debt to
equity yang tinggi dapat menyebabkan perusahaan kesulitan mencari sumber
dana eksternal.
c. Political cost hypothesis.
Profitabilitas yang tinggi dapat menciptakan political cost yang tinggi pula.
Profitabilitas tinggi akan menarik perhatian banyak pihak. Pemerintah tertarik
pada perusahaan dengan profitabilitas tinggi karena berhubungan dengan
pembayaran pajak yang tinggi. Oleh karena itu, manajer pada perusahaan dengan
tingkat profitabilitas tinggi cenderung memilih metode akuntansi menangguhkan
laba pada periode mendatang sehingga angka laba yang dilaporkan kecil.
Konsisten dengan Watt dan Simmerman (1986), Dechow dan Skinner (2000)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
mengungkapkan beberapa motivasi yang mendorong manajemen mempraktikkan
manajemen laba yaitu: motivasi kontraktual, motivasi peraturan, dan motivasi
pasar.
Motivasi kontraktual berhubungan dengan hal-hal yang bertujuan untuk
memperoleh hasil yang memuaskan yang berkaitan dengan perjanjian kredit,
kompensasi manajemen, keamanan pekerjaan dan kesepakatan kerja antar
perusahaan (Hasim, 2009). Praktek manajemen laba dilakukan dalam rangka
mendapatkan hasil yang memuaskan dalam pembagian bonus karena laba
menjadi salah satu komponen yang banyak dipakai untuk menghitung
penghargaan atas prestasi seseorang (Peasnell et al., 2000; Healy, 1985).
Faktor lain yang menjadi latar belakang dilakukannya manajemen laba
oleh manajer adalah untuk menghindari penurunan laba dan kerugian yang
disebabkan hasil transaksi keuangan perusahaan dengan pihak lain (Burgstahler
dan Dichev, 1997). Besarnya rangsangan yang dimiliki manajer untuk
mempraktikkan manajemen laba akan berpengaruh terhadap keinformatifan laba
yang diumumkan perusahaan. Tingkat rangsangan yang semakin besar akan
menyebabkan berkurangnya keinformatifan laba yang dilaporkan perusahaan
(Marquadt dan Wiedman, 2004).
A.1.4.3 Pengukuran manajemen laba.
Literatur penelitian mengungkapkan beberapa metode yang biasa dipakai
para peneliti untuk mengukur praktik manajemen laba, yaitu agregate accruals
model, specific accruals model dan distribution of earnings after management
model (McNichols, 2002). Dari ketiga model tersebut, aggregate accruals model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Jones (1991) adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur
manajemen laba (McNichols, 2002).
Total accruals dibedakan menjadi dua komponen, yaitu komponen non
discretionary dan komponen discretionary. Komponen non discretionary
merupakan komponen yang timbul secara alami dari aktivitas ekonomi
perusahaan sedangkan komponen discretionary accruals yaitu bagian yang
mencerminkan manajemen laba (Hasim, 2009). Model Jones (1991) mengukur
tingkat non discretionary accruals dengan menggunakan model regresi linier
antara total accruals dan perubahan dalam penjualan serta property, plant dan
equipment (Dechow et al., 1995). Dechow et al. (1995) memperkenalkan model
Modified Jones dengan menambahkan rekening piutang sebagai penyesuaian
perubahan pendapatan sehingga dapat mendeteksi keberadaan manajemen laba
dengan lebih baik. Aggregate accruals modified model Jones oleh Dechow et al.
(1995) dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matematis sebagai berikut:
Dalam hal ini :
NDA : Non discretionary accruals,
A : Asset perusahaan pada tahun t-1,
REV : Pendapatan perusahaan tahun t,
NDAt : a1 ( 1 ) + a2 (Δ REVt – Δ RECt) + a3 (PPEt) ……. (1)
At-1 At-1 At-1
DA : TA - NDA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
REC : Piutang perusahaan tahun t,
PPE : Property, plant dan equipment perusahaan tahun t,
TA : Total accruals,
DA : Discretionary accruals.
Tingkat discretionary accruals dapat dipakai sebagai ukuran keberadaan
manajemen laba maupun tingkat kualitas laba yang dilaporkan perusahaan.
Tingkat discretionary accruals yang tinggi mencerminkan praktik manajemen
laba yang tinggi. Semakin tinggi manajemen laba yang diterapkan perusahaan,
maka kualitas labanya semakin rendah.
A.1.4.4 Teknik-teknik manajemen laba.
Teknik manajemen accruals yang biasa dilakukan manajemen yaitu:
(McNichols dan Wilson, 1988; Schipper, 1989; Fayoumi et al., 2010)
- Mengakui pendapatan yang terlalu cepat.
- Mencatat transaksi pendapatan fiktif.
- Melakukan mark-up terhadap pendapatan pada periode tertentu.
- Menangguhkan pencatatan biaya dan pendapatan pada periode berikutnya.
A.1.5 Hubungan kualitas laba dengan mekanisme pengawasan.
Salah satu faktor timbulnya keberanian para manajer melakukan
manajemen accruals dalam bentuk manajemen laba karena standar akuntansi
memberikan kelonggaran untuk menggunakan kebijakan akuntansi accruals
(Fayoumi et al., 2010). Manajemen accruals biasanya dilakukan pada saat proses
penyusunan laporan keuangan oleh pihak manajemen.
Kualitas laba sangat tergantung dari tingkat manajemen accruals yang
dilakukan oleh manajemen. Semakin banyak praktik manajemen accruals yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
diterapkan manajemen, maka akan semakin rendah kualitas laba yang dilaporkan
perusahaan.
Dalam kondisi semacam ini, peran dewan komisaris adalah
menyelenggarakan fungsi pengawasan untuk membatasi diterapkannya
manajemen accruals yang berdampak pada penurunan kualitas laba. Mekanisme
pengawasan yang baik, yang mengutamakan kepentingan seluruh stakeholders
perusahaan sangat dibutuhkan. Corporate governance merupakan salah satu
alternatif mekanisme pengawasan yang telah didesain sedemikian rupa sehingga
dapat mengakomodasi kepentingan semua pemangku kepentingan. Corporate
governance merupakan seperangkat mekanisme pengawasan yang dapat berperan
penting dalam rangka peningkatan kualitas informasi keuangan (Cohen et al.,
2004).
Krisis keuangan Asia tahun 1997-1998 dan terjadinya skandal korporasi
perusahaan besar seperti Enron, Tycon, dan Kimia Farma semakin mengukuhkan
pentingnya implementasi mekanisme corporate governance dengan baik dalam
rangka meningkatkan kualitas informasi keuangan. Kualitas informasi keuangan
harus selalu ditingkatkan karena menjadi dasar penilaian investasi dan keyakinan
investor.
Friday et al. (2006) melaporkan nilai relevansi laba di Indonesia selama
krisis keuangan mengalami penurunan signifikan dan hal ini terjadi di hampir
semua negara yang mempunyai mekanisme corporate governance yang lemah
seperti Korea Selatan, Malaysia dan Thailand. Hasil survei McKinsey dan
Company’s (2002) mengenai corporate governance menyatakan bahwa sebagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
besar investor sangat menaruh perhatian pada corporate governance dan
peningkatan kualitas pengungkapan akuntansi. Mayoritas responden menyatakan
bahwa pengungkapan akuntansi adalah faktor utama yang menjadi dasar
pengambilan keputusan investasi.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa implementasi corporate
governance yang baik dapat mendorong terciptanya kualitas informasi keuangan
yang baik sehingga memadai untuk dijadikan dasar pembuatan keputusan bisnis
bagi para pemakainya.
A.2 Review penelitian sebelumnya
Uraian dibawah ini akan membahas penelitian-penelitian sebelumnya
mengenai pengaruh penerapan mekanisme corporate governance, terutama
menyangkut fungsi pengawasan oleh dewan komisaris terhadap kualitas laba
yang dilaporkan perusahaan. Peran dewan komisaris sebagai alat pengawasan
merupakan elemen yang sangat penting bagi terciptanya kualitas laporan
keuangan (Cadbury report, 1992). Teori Fama dan Jensen (1983)
mengatakan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian
internal yang paling penting yang berperan melakukan pengawasan terhadap
tindakan manajemen. Pemisahan antara pemilik dan pengendali perusahaan
semakin mengukuhkan pentingnya peran dewan komisaris sebagai mekanisme
penting yang harus ada untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan
para pemegang saham. Dalam hal ini menjalankan fungsi pengawasan terhadap
tindakan manajemen merupakan tugas utama bagi dewan komisaris. Ada
beberapa karakteristik penting dari dewan komisaris yang harus diperhatikan agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, misalnya komposisi, ukuran,
kompetensi dan pengalaman.
Komposisi dewan komisaris sangat berpengaruh terhadap keefektifan
fungsi pengawasan yang diselenggarakannya (Fama dan Jensen, 1983). Beberapa
tahun ini, negara-negara di Asia Tenggara telah melakukan perubahan pedoman
corporate governance khususnya mengenai masalah karakteristik dewan
komisaris yang meliputi komisaris independen, bidang keahlian yang dimiliki
maupun jumlah dewan komisaris yang harus dimiliki oleh sebuah perusahaan
(Hasim, 2009).
Anggota dewan komisaris dapat diangkat dari senior manajer dari internal
perusahaan sehingga dapat memanfaatkan keahlian manajemen yang dimilikinya.
Kelemahannya adalah anggota dewan komisaris ini tidak independen sehingga
kurang efektif dalam menjalankan fungsi pengawasan (Ismail et al., 2010). Untuk
mengatasi permasalahan ini salah satu solusinya adalah mengangkat dewan
komisaris dari pihak eksternal yang independen sehingga dapat memastikan
bahwa manajemen bertindak dalam koridor kepentingan pemegang saham (Fama
dan Jensen, 1983).
Menurut Fama dan Jensen (1983) adanya anggota dewan komisaris dari
pihak eksternal dapat meningkatkan kemampuan dewan komisaris dalam
menjalankan fungsi pengawasan terhadap tindakan manajemen secara lebih
efisien. Dewan komisaris eksternal yang berpengalaman, independen, objektif
dan mempunyai kekuasaan hukum dapat menjadi sebuah mekanisme corporate
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
governance yang mampu membatasi biaya keagenan dan memberikan
perlindungan terhadap kemakmuran pemegang saham (Li, 1994).
Beasley (1996: 448) mengelompokkan komisaris ke dalam dua kelompok
yaitu komisaris independen dan komisaris “grey”:
An independent director is an outside director who has no affiliation with the firm other than the affiliation from being on the board of directors. In contrast, grey directors are a potential source of violation of board independence because of their other affiliations with management.
Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa seorang komisaris
independen harus berasal dari pihak eksternal perusahaan yang tidak mempunyai
hubungan apapun dengan perusahaan kecuali sebagai anggota dewan komisaris.
Beasley (1996) menyatakan bahwa keberadaan komisaris ”grey” yang
mempunyai hubungan dengan manajemen dalam keanggotaan dewan komisaris
dapat merusak independensi dewan komisaris.
A.2.1 Pengaruh komisaris independen terhadap kualitas laba.
Beberapa penelitian empiris telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh
karakteristik dewan komisaris tersebut terhadap tindakan manipulasi accruals
dalam bentuk manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996; Peasnell et
al., 2000; Klein, 2002; Xie et al., 2003; Park dan Shin, 2004; Sarkar et al., 2006;
Ebrahim, 2007; Mashayekhi, 2008; Shah et al., 2009; Abdolmohammadi, 2010).
Beberapa peneliti menemukan bahwa keberadaan komisaris independen
dalam keanggotaan dewan komisaris dapat membatasi praktik manajemen laba
(Dechow et al., 1996; Beasley, 1996; Klein, 2002; Xie et al., 2003; Peasnel et al.,
2003; Ebrahim, 2007; Mashayekhi, 2008; Johari et al., 2008; Jaggi et al., 2009;
Yang et al., 2009). Proporsi komisaris independen yang semakin besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
berhubungan dengan pengawasan yang lebih efektif sehingga dapat membatasi
manajemen laba (Ismail et al., 2010). Jaggi et al., (2009) menemukan kualitas
laba yang lebih tinggi pada perusahaan dengan jumlah komisaris independen
yang lebih besar.
Niu (2006) menemukan hubungan negatif antara proporsi komisaris
independen dengan manajemen laba. Penelitian Ujiantho dan Pramuka (2007)
menemukan bukti mekanisme corporate governance yang diwakili oleh
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan
jumlah dewan komisaris berpengaruh signifikan dalam membatasi praktik
manajemen laba. Beberapa bukti empiris di atas semakin mendukung teori agensi
Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa tingkat independensi
anggota komisaris yang tinggi akan memperlihatkan kinerja pengawasan yang
lebih baik pula sehingga menciptakan kualitas laba yang tinggi. Uzun et al.
(2004) dan Dechow et al. (1996) menemukan bukti bahwa perusahaan yang
terkena kasus penipuan umumnya memiliki karakteristik dewan komisaris
sebagai berikut: ukuran dewan komisaris banyak dan persentase dewan komisaris
non independen yang lebih banyak.
Namun sebaliknya hasil penelitian lain menemukan bukti yang bertolak
belakang yaitu komisaris independen tidak berhubungan signifikan dengan
manajemen laba (Park dan Shin, 2004; Boediono, 2005; Rachmawati dan
Triatmoko, 2007; Siregar dan Utama, 2008; Sriwedari, 2009; Sefiana, 2010;
Fitriannasari, 2010; Ismail et al., 2010). Siallagan dan Machfoedz (2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
menemukan bukti hubungan negatif antara komisaris independen dengan kualitas
laba.
A.2.2 Pengaruh kompetensi komisaris independen terhadap kualitas laba.
Kompetensi merupakan faktor internal dalam diri seorang dewan
komisaris yang menentukan kemampuannya melaksanakan pengawasan terhadap
manipulasi accruals. Dalam hal ini, keahlian di bidang akuntansi atau keuangan
adalah kompetensi yang paling berpengaruh terhadap kemampuan dewan
komisaris dalam mendeteksi adanya manipulasi accruals dalam proses
penyusunan laporan keuangan perusahaan. Semakin banyak jumlah dewan
komisaris, terutama komisaris independen yang memiliki keahlian di bidang
akuntansi atau keuangan maka akan semakin dapat membatasi perilaku
manajemen melakukan manipulasi accruals.
The Cadbury Report (1992) menekankan bahwa kompetensi dewan
komisaris eksternal merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap
keefektifan pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris. Chtorou et al.
(2001) mengatakan bahwa di antara para anggota dewan komisaris harus ada
anggota yang mempunyai pengetahuan pengelolaan perusahaan dan proses
corporate governance sehingga dapat memahami implikasi manajemen laba.
Selain memahami proses governance, anggota dewan komisaris harus
mempunyai keahlian di bidang akuntansi atau keuangan.
Komisaris independen yang memiliki latar belakang di bidang akuntansi
atau keuangan dapat mendeteksi berbagai bentuk manipulasi accruals yang
mungkin dilakukan oleh manajemen dengan lebih baik dibanding komisaris yang
memiliki latar belakang keahlian lain (Xie et al., 2003; Park dan Shin, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Beberapa penelitian mengungkapkan bukti adanya hubungan negatif
antara kompetensi akuntansi atau keuangan yang dimiliki komisaris independen
dengan manajemen laba (Peasnell et al., 2003; Klein., 2002; Ismail et al., 2010).
Hasim (2009). Namun Johari et al. (2008) mengungkapkan bukti bahwa
kompetensi akuntansi atau keuangan komisaris independen tidak berhubungan
signifikan dengan kualitas laba. Hasim (2009) menemukan faktor kepemimpinan
yang diukur dari crossdirector mempunyai hubungan signifikan dengan kualitas
laba.
Agrawal dan Chada (2005) menemukan indikasi bahwa probabilitas
manipulasi laba pada perusahaan yang mempunyai dewan komisaris berlatar
belakang pendidikan akuntansi dan keuangan adalah rendah. Chtorou et al.
(2001) menemukan bukti penurunan tingkat manajemen laba pada perusahaan
dengan dewan komisaris yang mempunyai keahlian keuangan dan corporate
governance. Xie et al. (2003) menemukan hubungan negatif antara dewan
komisaris yang mempunyai keahlian di bidang investasi atau manajemen dengan
tingkat manajemen laba. Namun dari sisi komisaris independen faktor yang
paling menentukan keefektifan peran pengawasan adalah kemampuannya dalam
mendeteksi adanya manajemen laba.
Dengan demikian, keahlian di bidang akuntansi atau keuangan merupakan
kompetensi penting yang harus ada dalam diri komisaris independen (Xie et al.,
2003). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Bedard et al. (2004) yang
menemukan hubungan signifikan adanya tenaga ahli di bidang keuangan sebagai
anggota komite audit dengan kemungkinan tindakan manajemen laba yang
agresif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
A.2.3 Ukuran dewan komisaris.
Ukuran atau jumlah anggota dewan komisaris dapat berpengaruh terhadap
proses pengawasan yang dilakukannya. Jumlah anggota dewan komisaris yang
besar sangat berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan yang dijalankannya
(Ismail et al., 2010). Hal ini didukung oleh penemuan penelitian Ismail et al.
(2010) dan Pujiastuti (2010) yang menemukan hubungan positif signifikan antara
ukuran dewan komisaris dengan kualitas laba. Hasil penelitian ini konsisten
dengan pernyataan Zahra dan Pearce II (1989) yang mengatakan bahwa jumlah
dewan komisaris yang banyak dapat melindungi kepentingan pemegang saham
dengan lebih baik.
Akan tetapi Dechow et al. (1995) dalam penelitiannya menemukan
hubungan sebaliknya, yaitu ukuran dewan komisaris yang kecil berhubungan
negatif dengan manajemen laba. Konsisten dengan Dechow et al. (1995), Vafeas
(2000) mengungkapkan laporan laba yang lebih informatif pada perusahaan yang
mempunyai ukuran komisaris yang lebih kecil. Penjelasannya adalah dengan
ukuran yang kecil, proses komunikasi dan koordinasi di antara para anggota
dewan komisaris tersebut dapat berjalan dengan efektif dan berkualitas sehingga
berdampak signifikan terhadap kinerjanya. Berbeda dengan hasil penelitian
sebelumnya, penelitian Sefiana (2010) mengungkapkan tidak adanya hubungan
yang signifikan antara ukuran komisaris dengan tingkat manajemen laba.
A.2.4 Pengalaman dewan komisaris.
Pengalaman merupakan salah satu sumber ilmu yang sangat berharga.
Artinya, proses pembelajaran secara langsung dari pengalaman akan mendorong
kompetensi seseorang di bidangnya. Komisaris yang berpengalaman adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
komisaris yang pernah duduk dalam posisi yang sama selama beberapa tahun
(Beasley, 1996). Peningkatan pengalaman menyebabkan seorang komisaris
mempunyai pemahaman yang memadai mengenai kegiatan operasi perusahaan
beserta manajemen perusahaan (Bedard et al., 2004) sehingga dapat melakukan
proses pengawasan dengan lebih efektif (Beasley, 1996).
Beasley (1996) menemukan hubungan negatif signifikan antara
bertambahnya umur jabatan seorang komisaris independen dengan kemungkinan
terjadinya penipuan pelaporan keuangan. Konsisten dengan Beasley (1996),
Hasim (2009) menemukan hubungan positif signifikan antara pengalaman
komisaris independen dengan kualitas laba. Namun Peasnell et al. (1999) dan Xie
et al. (2003) mengungkapkan bukti hubungan positif antara umur jabatan dewan
komisaris dengan manajemen laba yang ditunjukkan oleh tingkat discretionary
accruals.
Hasil-hasil penelitian yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara penerapan mekanisme corporate governance
dengan usaha-usaha peningkatan kualitas informasi keuangan. Seiring dengan
perkembangan entitas bisnis, masalah ini selalu mendorong minat para peneliti
melakukan penelitian lanjutan.
B. PERUMUSAN HIPOTESIS
B.1 Kerangka konseptual
Kerangka konseptual sangat diperlukan untuk memecahkan sebuah kasus
penelitian. Kerangka konseptual dapat memberikan guidelines mengenai
variabel-variabel yang terkait dalam penelitian beserta metode analisa data yang
paling tepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Dalam penelitian ini digunakan kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 1
Kerangka teoritis pengujian hipotesis
B.2 Perumusan hipotesis
Pada penjelasan sebelumnya telah diuraikan berbagai hasil penelitian
terdahulu mengenai pengaruh mekanisme corporate governance terhadap
kualitas laba. Mengacu pada penelitian tersebut, maka akan dirumuskan berbagai
hipotesis yang menjadi dasar keyakinan awal untuk diteliti kebenarannya.
B.2. 1 Komisaris independen.
Hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai keberadaan komisaris
independen dan pengaruhnya terhadap kualitas laba mengungkapkan hasil yang
bervariasi. Beasley (1996) dan Dechow et al. (1996) mengadakan penelitian pada
sampel perusahaan yang terkena kasus fraud dan perusahaan dalam pengawasan
SEC. Hasil penelitian mengungkapkan bukti bahwa untuk perusahaan yang
terkena fraud dan perusahaan dalam pengawasan SEC ternyata mempunyai
Komisaris Independen
Kualitas
Laba
Pengalaman Komisaris
independen
Ukuran Dewan Komisaris
Kompetensi komisaris independen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
proporsi dewan komisaris dari eksternal yang lebih sedikit. Hasil penelitian ini
konsisten dengan penemuan Uzun et al. (2004), Xie et al. (2003), dan Klein
(2002) yang menyatakan bahwa komisaris independen berhubungan signifikan
dengan penurunan abnormal accruals. Penurunan abnormal accruals menjadi
tanda meningkatnya kualitas laba. Abdolmohammadi (2010) maupun Ujiantho
dan Pramuka (2007) menemukan bukti bahwa komisaris independen dapat
membatasi praktek manajemen laba.
Akan tetapi terdapat hasil-hasil penelitian yang bertolak belakang dengan
penelitian diatas. Ismail et al. (2010), Hasim (2009), Yang et al. (2009),
Rachmawati dan Triatmoko (2007), Sefiana (2010), dan Shah et al. (2009) tidak
menemukan hubungan yang signifikan antara proporsi komisaris independen
dengan manajemen laba maupun kualitas laba. Di samping itu, ada penelitian lain
yang mengungkapkan bukti yang berbeda. Fitriannasari (2010) menemukan
hubungan positif namun tidak signifikan antara porporsi komisaris independen
dengan discretionary accruals sebagai ukuran kualitas laba. Siallagan dan
Machfoedz (2006) membuktikan hubungan yang negatif antara komisaris
independen dengan kualitas laba. Boediono (2005) juga menemukan hubungan
yang negatif tapi lemah antara komisaris independen dengan kualitas laba, namun
terdapat hubungan yang kuat jika digabungkan dengan mekanisme corporate
governance yang lain seperti kepemilikan institusional dan kepemilikan
manajerial.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa hasil-hasil penelitian
mengungkapkan bukti yang belum seragam. Jika ditinjau dari konteks
independensinya seharusnya keberadaan komisaris independen dapat berperan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
penting dalam mekanisme pengawasan sehingga dapat membatasi perilaku
oportunistik manajemen dalam bentuk manajemen accruals. Oleh karena itu
dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Komisaris independen berpengaruh terhadap kualitas laba.
B.2.2 Pengalaman komisaris
Pengalaman merupakan faktor yang ikut menentukan kemampuan seorang
komisaris dalam menjalankan tugas-tugasnya. Penelitian-penelitian empiris telah
mengungkapkan berbagai macam bukti mengenai pengaruh pengalaman
komisaris dengan tugas pengawasan yang dibebankan kepadanya. Beasley (1996)
menemukan bukti pengaruh negatif signifikan antara bertambahnya umur jabatan
seorang komisaris dengan kemungkinan fraud dalam perusahaan tersebut. Hasim
(2009) menemukan hasil hubungan positif signifikan antara bertambahnya umur
jabatan dengan kualitas laba. Namun penelitian Peasnell et al. (1999) dan Xie et
al. (2003) mengungkapkan bukti positif signifikan antara bertambahnya umur
jabatan dewan komisaris dengan tingkat discretionary accruals.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengalaman merupakan salah
satu cara yang dapat dipakai seseorang untuk mendapatkan ilmu. Proses
pembelajaran dari sebuah pengalaman akan mendorong peningkatan kompetensi
seseorang di bidangnya. Banyaknya pengalaman dalam diri seorang dewan
komisaris dapat menciptakan kemampuan untuk memahami kegiatan operasional
perusahaan maupun karakteristik manajemen perusahaan. Dengan demikian akan
mudah baginya untuk mendeteksi adanya praktik-praktik manipulasi yang
mungkin dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
H2 : Pengalaman komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba.
B.2.3 Ukuran komisaris.
Ukuran atau jumlah anggota dewan komisaris sangat menentukan
keefektifan peran pengawasan yang menjadi tugas utama komisaris perusahaan.
Ukuran komisaris sangat berpengaruh pada keefektifan proses komunikasi dan
koordinasi di antara anggota komisaris yang menyebabkan proses pengawasan
yang diperankannya menjadi optimal.
Penelitian-penelitian empiris terdahulu telah dilakukan untuk mengetahui
pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap keefektifan pengawasan yang
dilakukannya. Ismail et al. (2010) dan Pujiastuti (2010) menemukan bukti bahwa
ukuran komisaris yang besar berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas
laba. Namun Dechow et al. (1995) dan Vafeas (2000) menemukan bukti yang
sebaliknya yaitu ukuran komisaris yang kecil berpengaruh negative terhadap
discretionary accruals. Berbeda dengan hasil-hasil penelitian di atas,
Fitriannasari (2010) dan Sefiana (2010) mengungkapkan bukti bahwa ukuran
komisaris tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.
Ukuran menentukan keefektifan proses komunikasi dan koordinasi di
antara para anggota dewan komisaris. Terciptanya proses koordinasi dan
komunikasi yang efektif menyebabkan fungsi pengawasan dapat dilakukan secara
optimal sehingga mampu membatasi keinginan pihak manajemen perusahaan
melakukan manipulasi accruals. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam
penelitian ini dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H3 : Ukuran komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
B.2.4 Kompetensi komisaris independen sebagai moderator hubungan antara
komisaris independen dengan kualitas laba.
Penelitian Xie et al. (2003), Park dan Shin (2004), Bedard et al. (2004),
serta Agrawal dan Chadha (2005) membuktikan adanya hubungan negatif antara
keberadaan komisaris independen yang mempunyai keahlian di bidang akuntansi
atau keuangan dengan manajemen laba. Sebaliknya Hasim (2009) dan Johari et
al. (2008) tidak menemukan hubungan yang signifikan keahlian akuntansi
komisaris independen dengan nilai discretionary accruals maupun dengan
kualitas laba.
Walaupun bukti penelitian empiris mengenai kompetensi masih sangat
beragam, terdapat indikasi bahwa kompetensi di bidang akuntansi dan keuangan
dapat menjadi salah satu karakteristik dewan komisaris independen yang
berpengaruh dalam peningkatan kualitas laba. Hal ini dikarenakan dengan
kompetensi tersebut, para komisaris independen akan lebih mampu mendeteksi
praktik-praktik manajemen accruals yang mungkin dilakukan oleh manajemen
perusahaan pada saat proses penyusunan laporan keuangan. Fungsi seorang
komisaris independen sebagai alat pengawasan terhadap tindakan manajemen
akan semakin nyata jika mempunyai kompetensi di bidang akuntansi atau
keuangan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
H4 : Kompetensi komisaris independen memoderasi pengaruh komisaris
independen terhadap kualitas laba.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh karakteristik dewan
komisaris yang diwakili oleh komisaris independen, ukuran dan pengalaman
dengan menggunakan kompetensi komisaris independen sebagai variabel
pemoderasi. Penelitian ini merupakan tipe penelitian penjelasan (explanatory
research), yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan hubungan antara satu
variabel dengan variabel yang lain melalui pengujian hipotesis. Pengujian
hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode regresi berganda yang
diperluas dengan uji selisih nilai mutlak untuk mendeteksi adanya efek moderasi
kompetensi komisaris independen terhadap hubungan antara komisaris
independen dengan kualitas laba.
Untuk ketepatan perhitungan dan efisiensi waktu dipergunakan alat
pengolahan data statistik berbantuan komputer yaitu SPSS 17, dengan tingkat
signifikansi pada confidence level 95% atau alpha (α) 0,05.
B. PEMILIHAN SAMPEL dan PENGUMPULAN DATA
B.1 Pemilihan sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia sejak
tahun2008-2009 dengan pertimbangan bahwa setiap perusahaan telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
menerapkan mekanisme corporate governance yang mulai dipersyaratkan oleh
Bapepam sejak tahun 2000.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Perusahaan dalam populasi akan dijadikan
sampel jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Perusahaan sampel adalah perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan
teraudit pada rentang waktu antara tahun 2007-2009 sehingga tersedia data
untuk menghitung tingkat discretionary accruals.
b. Perusahaan yang menjadi sampel harus dalam kondisi laba positif untuk
tahun 2008-2009 karena penelitian ini menguji tingkat kualitas laba yang
dilaporkan perusahaan untuk tahun pengamatan tersebut.
c. Perusahaan memiliki informasi yang lengkap mengenai komposisi dewan
komisaris, kompetensi komisaris independen, jumlah dan pengalaman
anggota dewan komisaris di tahun 2008-2009.
d. Perusahaan sampel tidak termasuk ke dalam kelompok industri perbankan,
lembaga pembiayaan, asuransi, real estate dan perhotelan.
Sesuai dengan kriteria di atas, maka jumlah sampel perusahaan yang
terpilih adalah sebanyak 73 perusahaan. Tahun pengamatan yang digunakan
adalah tahun 2008 dan 2009, sehingga jumlah sampel yang diteliti adalah
sebanyak 120 sampel.
B.2 Data dan pengumpulan data
Dalam penelitian ini, data diambil dari sumber-sumber relevan yang
tersedia secara online, yaitu: Website BEI, Annual Report perusahaan sampel,
dan Indonesia Capital Market Directory. Periode pengamatan adalah tahun 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
53
dan 2009. Penyajian data berupa cross sectional. Secara spesifik data yang
dibutuhkan adalah: laporan keuangan tahun 2007-2009, laporan tahunan
perusahaan tahun 2008 dan 2009, serta data yang berhubungan dengan
mekanisme corporate governance komisaris perusahaan meliputi informasi
komisaris independen, jumlah komisaris yang dimiliki oleh perusahaan, masa
jabatan, dan kompetensi yang dimiliki komisaris independen tahun 2008 dan
2009.
C. DEFINISI OPERASIONAL DAN PENGUKURAN VARIABEL
Penelitian ini menggunakan tiga variabel bebas, satu variabel pemoderasi,
dan satu variabel tergantung. Variabel bebas meliputi: komisaris independen,
pengalaman dan ukuran dewan komisaris. Variabel pemoderasi pada penelitian
ini adalah kompetensi komisaris independen, serta variabel tergantung adalah
kualitas laba. Definisi dan pengukuran masing-masing variabel tersebut di atas
adalah sebagai berikut:
1. Kualitas laba (Discretionary Accruals)
Penelitian ini menggunakan definisi kualitas laba yang dilihat dari perspektif
kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan bisnis bagi para
pemakainya. Oleh karena itu, kualitas laba dalam penelitian ini diukur dari
keberadaan praktik manipulasi accruals dalam bentuk manajemen laba. Adanya
manajemen laba mengindikasikan kualitas laba yang dilaporkan perusahaan
rendah. Manajemen laba diukur dari nilai discretionary accruals. Penelitian ini
menggunakan discretionary accruals modified Jones model oleh Dechow et al.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
54
(1995) yang juga dipakai dalam beberapa penelitian (Johari et al., 2008; Ismail et
al. 2010; Hasim, 2009). Persamaan regresi model modified Jones oleh Dechow et
al. (1995) adalah sebagai berikut:
TACC = β1(1) + β2(DREVit - DRECit) + β3PPEit + eit (1)
Assetsit-1 Assetsit-1 Assetsit-1
Dalam hal ini :
TACC = total accruals perusahaan i tahun t, diperoleh dari (NIit-CFOit),
DREV it = selisih pendapatan tahun t dengan pendapatan tahunt-1 perusahaan
i,
DREC it = selisih total piutang tahun t dengan total piutang tahunt-1,
PPE it = property, plant, dan equipment tahun t untuk perusahaan i,
e it = error tahun t untuk perusahaan i.
Dengan menggunakan koefisien hasil persamaan regresi di atas, maka nilai non
discretionary accruals dapat diketahui. Selanjutnya nilai discretionary accruals
dihitung dengan rumus:
DACit = TACCit - NDACit
Dalam hal ini :
DAC : discretionary accruals,
TACC : total accruals,
NDAC : non discretionary accruals,
2. Komisaris independen (KOMIND)
Komisaris independen merupakan anggota komisaris independen yang berasal
dari pihak eskternal perusahaan. Nilainya ditentukan berdasarkan persentase
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
55
jumlah anggota komisaris independen terhadap total jumlah anggota dewan
komisaris (Klein, 2002; Jaggi et al., 2007; Hasim, 2009).
3. Pengalaman (EXPERT)
Pengalaman merupakan keahlian spesifik di bidang pengawasan yang dimiliki
oleh seorang komisaris dalam perusahaan. Pengalaman ditentukan dari rata-rata
lamanya jabatan yang dimiliki oleh dewan komisaris dalam sebuah perusahaan
(Hasim, 2009; Johari et al., 2008).
4. Ukuran dewan komisaris (KOMSIZE)
Sesuai dengan penelitian Hasim (2009) dan Ismail et al. (2010), ukuran dewan
komisaris merupakan total anggota dewan komisaris yang dimiliki oleh
perusahaan dalam periode pengamatan. Jumlah tertentu dari dewan komisaris
diduga berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
5. Kompetensi (KOMPETEN)
Bidang keahlian yang berpengaruh terhadap keefektifan proses pengawasan
adalah keahlian di bidang akuntansi atau keuangan. Kompetensi merupakan
proporsi anggota komisaris independen yang mempunyai keahlian di bidang
akuntansi atau keuangan terhadap total anggota dewan komisaris independen
(Johari et al., 2008, Hasim, 2009).
D. ANALISIS DATA
D.1 Uji asumsi klasik
Pengujian data merupakan langkah yang harus ditempuh sebelum
melakukan pengujian hipotesis. Pengujian data ini bertujuan untuk mengetahui
apakah model estimasi telah memenuhi kriteria ekonometrik, dalam arti tidak
terjadi penyimpangan yang cukup serius dari asumsi-asumsi yang diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
56
dalam metode ordinary least square (Ghozali, 2009). Pengujian yang dimaksud
adalah pengujian asumsi klasik yang terdiri atas: (Priyatno, 2009)
1. Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data terdistribusi dengan
normal. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam teknik regresi adalah data
harus berdistribusi normal (Ghozali, 2009). Jika asumsi ini dilanggar, maka uji
statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Uji normalitas dalam
penelitian ini menggunakan one sample kolmogorov-smirnov test. Jika nilai
signifikansi Asym. Sig > 0,05 maka dapat diartikan bahwa data berdistribusi
normal.
2. Uji multikolinearitas
Multikolinearitas dapat diartikan bahwa antar variabel independen dalam model
regresi memiliki hubungan linear yang sempurna atau mendekati sempurna
(Priyatno, 2009). Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
sempurna atau mendekati sempurna di antara variabel-variabel independennya.
Multikolinearitas dapat menyebabkan koefisien korelasi variabel tidak dapat
ditentukan dan kesalahan menjadi sangat besar atau tidak terhingga. Penelitian ini
melakukan pengujian multikolinearitas dengan cara melihat nilai tolerance dan
inflation factor (VIF) pada model regresi. Variabel yang menyebabkan
multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance yang lebih kecil dari 0,1 atau
nilai VIF yang lebih besar dari 10.
3. Uji autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi yang menurut waktu
atau tempat. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi autokorelasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
57
Penelitian ini menggunakan uji durbin-watson test untuk mengetahui ada
tidaknya masalah autokorelasi dalam model regresi (Ghozali, 2009). Pengambilan
keputusan ada tidaknya autokorelasi didasarkan pada kondisi sebagai berikut:
Tabel 2
Pengambilan Keputusan Durbin Watson Test
Hipotesis nol Keputusan Jika Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dL Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada keputusan dL ≤ d ≤ dU Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4-dL < d < 4 Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada keputusan 4-dU ≤ d ≤ 4-dL Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
Diterima dU < d < 4-dU
Sumber: Ghozali, 2009.
4. Uji heterokedastisitas
Heterokedastisitas adalah varian residual yang tidak sama pada semua
pengamatan di dalam model regresi (Ghozali, 2009). Regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi masalah heterokedastisitas. Ada beberapa macam cara
untuk mendeteksi adanya masalah heterokedastisitas, yaitu dengan uji koefisien
korelasi Spearman’s rho, melihat pola titik-titik pada grafik regresi, uji park dan
uji Glejser. Metode uji koefisien korelasi Spearman’s Rho digunakan untuk
menguji keberadaan masalah heterokedastisitas dalam penelitian ini. Pengujian
heterokedastisitas menurut metode ini dilakukan dengan mengkorelasikan
variabel independen dengan residualnya. Tingkat signifikansi yang dipergunakan
adalah 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika korelasi antara variabel independen dengan
residualnya memberikan signifikansi lebih dari 0,05, maka dapat dikatakan
bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
58
D.2 Uji hipotesis
Pengujian hipotesis 1, 2, 3 dan 4 dilakukan dengan menggunakan metode
regresi berganda yang diperluas dengan uji nilai selisih mutlak. Uji nilai selisih
mutlak dilakukan untuk mengetahui efek moderasi dari variabel kompetensi
komisaris independen terhadap hubungan antara komisaris independen dengan
discretionary accruals. Agar dapat melakukan pengujian nilai selisih mutlak
harus dibuat terlebih dahulu variabel selisih mutlak. Nilai variabel selisih mutlak
diperoleh dari selisih antara nilai variabel X1 (komind) dengan nilai variabel X2
(kompeten). Menurut Frucot dan Shearon (1991) dalam Ghozali (2009), model
interaksi seperti ini lebih disukai untuk menguji efek moderasi karena dapat
diketahui kombinasi dari nilai X1 dan X2 serta pengaruhnya terhadap variabel Y
(discretionary accruals). Efek moderasi terjadi jika nilai t pada uji nilai selisih
mutlak mempunyai nilai signifikansi < 0,05 (Ghozali, 2009). Persamaan regresi
berganda dengan perluasan uji nilai selisih mutlak yang dipergunakan untuk
menguji hipotesis yang telah diuraikan sebelumnya adalah sebagai berikut:
DAC : a + β1Komind + β2Expert + β3Komsize + β4Kompeten +
β5|Komind-Kompeten| + e (2)
Dalam hal ini:
DAC : discretionary accruals,
Komind : Komisaris independen,
Komsize : Ukuran dewan komisaris,
Expert : Pengalaman dewan komisaris,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
59
|Komind-Kompeten| : Nilai selisih mutlak antara komisaris independen dengan
kompetensi komisaris independ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
60
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. STATISTIK DESKRIPTIF
A.1 Populasi dan sampel
Obyek penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia selama periode 2007 sampai
dengan 2009. Perusahaan dari industri perbankan, asuransi, real estate dan
perhotelan tidak dimasukkan dalam obyek penelitian karena jenis operasional
perusahaan yang berbeda. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode
purposive sampling. Artinya populasi dapat menjadi sampel apabila memenuhi
kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Penentuan sampel dapat
dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3 Jumlah Sampel Penelitian
Keterangan Jumlah
Total perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode 2008-2009 789 Perusahaan kelompok perbankan, asuransi, real estate, utilities dan perhotelan (362) Perusahaan sampel yang tidak mengeluarkan laporan keuangan tahun 2008 dan 2009
(77)
Perusahaan sampel yang tidak mempunyai informasi lengkap mengenai komisaris independen, pengalaman, ukuran dan kompetensi.
(175)
Perusahaan sampel yang mempunyai laba negatif (55)
Jumlah sampel akhir 120
Sumber: ICMD, 2008-2009.
Setelah dilakukan pemilihan, jumlah sampel yang berhasil dikumpulkan
sebanyak 120 perusahaan. Klasifikasi sampel berdasarkan karakteristik industri
ditampilkan dalam tabel berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tabel 4 Klasifikasi Sampel berdasarkan Karakteristik Industri
No Bidang Industri Jumlah Persentase 1 Manufaktur 80 67% 2 Konstruksi 10 8% 3 Pertambangan 4 3% 4 Jasa transportasi 6 5% 5 Telekomunikasi 5 4% 6 Wholesale 15 13%
Total 120 100%
Sumber: ICMD, 2008-2009.
A.2 Deskripsi variabel
Deskripsi variabel memberikan gambaran suatu data. Data variabel
digambarkan dalam bentuk statistik deskriptif. Variabel dalam penelitian ini
meliputi komisaris independen sebagai X1, pengalaman komisaris sebagai X2,
ukuran komisaris sebagai X3, kompetensi komisaris independen sebagai X4
(variabel pemoderasi), dan discretionary accruals sebagai Y. Secara lengkap,
data statistik deskriptif disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 5
Deskripsi Statistik
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviastion Komind 120 .00 .80 .3848 .12810 Expert 120 .58 18.67 5.2237 3.88358 Komsize 120 2.00 10.00 4.7333 2.15271 Kompeten 120 .00 1.00 .2987 .25122 Valid N (listwise) 120
Sumber: Data sekunder yang diolah
Hasil statistik deskriptif pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 120. Jumlah komisaris
independen terbanyak yang dimiliki perusahaan sampel adalah sebesar 80% dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
total anggota komisaris, namun masih ada perusahaan yang tidak memiliki
komisaris independen.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia sudah memenuhi
peraturan mengenai komposisi dewan komisaris 1 berbanding 3 yang ditetapkan
dalam pedoman good corporate governance. Rata-rata proporsi komisaris
independen terhadap total anggota komisaris yang dimiliki perusahaan adalah
sebesar 38,48%. Artinya komposisi komisaris perusahaan di Indonesia masih
didominasi oleh komisaris dari internal perusahaan. Standar deviasi untuk
komisaris independen sebesar 0,12810.
Pengalaman yang ditunjukkan oleh masa kerja komisaris paling sedikit
adalah lima sampai enam bulan, sedangkan masa kerja paling lama yang dimiliki
komisaris adalah 18 sampai 19 tahun. Rata-rata masa kerja komisaris adalah lima
tahun dua bulan, dan standar deviasi untuk pengalaman sebesar 3,88358. Data
mengenai ukuran komisaris menunjukkan bahwa jumlah komisaris paling sedikit
yang dimiliki perusahaan adalah dua orang, dan paling banyak 10 orang. Akan
tetapi rata-rata perusahaan memiliki jumlah komisaris yang berkisar antara empat
sampai lima orang. Standar deviasi untuk ukuran komisaris adalah sebesar
2,15271.
Kompetensi berkaitan dengan jumlah anggota komisaris independen yang
mempunyai bidang keahlian akuntansi atau keuangan. Ada perusahaan yang tidak
memiliki komisaris independen yang kompeten, sebaliknya jumlah komisaris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
independen kompeten terbanyak yang dimiliki perusahaan adalah 100%. Standar
deviasi kompetensi komisaris independen sebesar 0,25122.
B. HASIL UJI ASUMSI KLASIK
Untuk memastikan bahwa data memenuhi syarat ekonometrik, maka
harus dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik diterapkan untuk setiap
model regresi yang dipakai untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan
sebelumnya.
B.1 Uji normalitas data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel penganggu atau residual mempunyai distribusi normal (Ghozali, 2009).
Penelitian ini menggunakan analisis statistik Kolmogorov-Smirnov test untuk
menguji normalitas data. Hasil statistik untuk uji normalitas disajikan dalam tabel
berikut:
Tabel 6 Uji normalitas data
Keterangan Nilai Unstandardized
Residual N 120 Normal Parameters(a,b) Mean ,000 Std. Deviation ,074 Most Extreme Differences Absolute ,131 Positive ,131 Negative -,115 Kolmogorov-Smirnov Z 1,437 Asymp. Sig. (2-tailed) ,082
Sumber: Data sekunder yang diolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa signifikansi (Asym Sig) adalah 0,82 dan
asym sig > 0,05 sehingga H0 diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal.
B.2 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas artinya antar variabel independen yang terdapat dalam
model regresi memiliki hubungan linear yang sempurna atau mendekati
sempurna. Model regresi yang baik tidak boleh mengandung multikolinearitas
yang dapat menyebabkan koefisien korelasi variabel tidak tentu dan kesalahan
menjadi sangat besar atau tidak terhingga (Priyatno, 2009). Penelitian ini
mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dengan melihat nilai tolerance dan
inflation factor (VIF) pada model regresi. Hasil uji statistik mengenai
multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7 Hasil uji multikolinearitas
Variabel Nilai
Tolerance Nilai VIF Keputusan
Komind .794 1.259 Tidak terjadi multikolinearitas Expert .930 1.075 Tidak terjadi multikolinearitas Komsize .932 1.073 Tidak terjadi multikolinearitas Kompeten .976 1.024 Tidak terjadi multikolinearitas |X1 - X4| .799 1.251 Tidak terjadi multikolinearitas
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Variabel yang menyebabkan multikolinearitas dapat dilihat dari nilai
tolerance yang lebih kecil daripada 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar daripada
10. Pada tabel 7 di atas, nilai tolerance semua variabel > 0,1 dan nilai VIF
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
sebesar < 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi di atas tidak
terdapat masalah multikolinearitas.
B.3 Uji autokorelasi
Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode sebelumnya (Ghozali, 2009). Deteksi adanya autokorelasi
dilakukan dengan uji Durbin Watson. Jika nilai Durbin Watson di atas dl maka
dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi. Tabel 8
Uji autokorelasi
R Square Change F Change df1 df2 df2 Durbin-Watson .486 21.583 5 114 .000 1.865
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Pada hasil perhitungan statistik tabel 8 diperoleh angka Durbin Watson
sebesar 1,865 sedangkan nilai batas atas (du) menurut tabel statistik adalah 1,625.
Artinya angka Durbin Watson berada di atas nilai batas atas (du) sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah autokorelasi.
B.4 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan dengan uji Spearman’s Rho. Hasil uji
Spearman’s Rho dapat diuraikan dalam tabel berikut: Tabel 9
Uji Heterokedastisitas
Variabel Signifikansi Keputusan Komind 0,408 Tidak terjadi heterokedastisitas Expert 0,150 Tidak terjadi heterokedastisitas Komsize 0,115 Tidak terjadi heterokedastisitas Kompeten 0,532 Tidak terjadi heterokedastisitas |X1-X2| 0,442 Tidak terjadi heterokedastisitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Pengujian statistik dengan uji Spearman’s Rho pada tabel 9 menunjukkan
bahwa nilai signifikansi semua variabel bebas lebih besar dari 0,05. Artinya
dalam model regresi tidak terjadi masalah heterokedastisitas.
C. PENGUJIAN HIPOTESIS
C.1 Pengujian goodness of fit
Ketepatan fungsi regresi suatu sampel dalam menaksir nilai aktual dapat
diukur dari goodness of fit (Ghozali, 2009). Hasil statistik untuk pengujian
kelayakan model dijabarkan dalam tabel berikut:
Tabel 10 Pengujian kelayakan model regresi
R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate .697(a) .486 .464 ,076
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Penentuan kelayakan model dapat dilihat dari koefisien determinansi (R2).
Koefisien determinasi merupakan ukuran kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel independen. Akan tetapi penggunaan koefisien determinasi dapat
menimbulkan bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke
dalam model. Oleh karena itu para peneliti menganjurkan untuk menggunakan
nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi (Ghozali, 2009). Nilai
adjusted R2 pada tabel 10 di atas adalah 0,464. Hal ini berarti 46,4% variasi
discretionary accruals dapat dijelaskan oleh variasi dari t variabel komisaris
independen, pengalaman komisaris, ukuran komisaris, kompetensi komisaris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
independen dan nilai selisih mutlak antara komisaris independen dengan
kompetensi komisaris independen. Sisanya sebesar 53,6% dijelaskan oleh faktor
lain di luar model penelitian.
Standar error of estimate (SEE) bernilai kecil yaitu sebesar 0,076.
Semakin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam
memprediksi variabel independen (Ghozali, 2009).
C.2 Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis 1,2,3 dan 4 dilakukan menggunakan metode regresi
berganda yang diperluas dengan teknik uji nilai selisih mutlak untuk mendeteksi
adanya moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan komisaris
independen dan discretionary accruals. Hasil perhitungan statistik untuk uji
hipotesis adalah sebagai berikut: Tabel 11
Hasil uji signifikansi partial (Uji t)
Variabel Nilai Beta Nilai t Signifikansi
Komind -.456 -7.513 .000
Expert .001 .674 .502
Komsize .004 1.127 .262
Kompeten -.111 -3.992 .000
Selisih mutlak .408 8.435 .000 Sumber: Data sekunder yang diolah.
Hasil pengolahan data secara statistik pada tabel 11 di atas menunjukkan
bahwa variabel komisaris independen dan kompetensi komisaris independen
berpengaruh negatif terhadap discretionary accruals dengan nilai koefisien
masing-masing sebesar (0,456) dan (0,111). Artinya setiap ada penambahan
proporsi komisaris independen dan kompetensi sebesar 1% akan menurunkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
nilai discretionary accruals sebesar 0,456 dan 0,111. Dengan demikian H1
diterima. Hasil statistik untuk variabel pengalaman dan ukuran komisaris tidak
terbukti berpengaruh signifikan terhadap nilai discretionary accruals sehingga H2
dan H3 tidak mendapatkan dukungan bukti empiris.
Hasil perhitungan nilai selisih mutlak untuk mendeteksi adanya moderasi
kompetensi komisaris independen terhadap hubungan komisaris independen
dengan discretionary accruals menunjukkan nilai koefisien beta sebesar 0,408
dengan tingkat signifikansi 0,000. Menurut Ghozali (2009), suatu variabel
dikatakan memoderasi hubungan variabel yang satu dengan lainnya jika hasil
pengujian nilai selisih mutlak menunjukkan hasil signifikan < 0,05. Pada tabel 11,
hasil perhitungan nilai selisih mutlak menunjukkan nilai koefisien beta sebesar
0,408 dengan tingkat signifikansi 0,000. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel
kompetensi komisaris independen memoderasi hubungan antara komisaris
independen dengan discretionary accruals sehingga H4 diterima. Jika proporsi
tinggi komisaris independen berinteraksi dengan proporsi rendah kompetensi
komisaris independen atau sebaliknya akan menyebabkan perbedaan nilai absolut
yang besar sehingga berpengaruh terhadap discretionary accruals. Nilai koefisien
beta 0,408 dapat diartikan bahwa setiap perubahan nilai absolut sebesar 1% akan
menyebabkan perubahan discretionary accruals sebesar 0,408. Moderasi ini
memberikan pengaruh positif signifikan terhadap discretionary accruals.
Interaksi antara nilai ekstrim antar persentase komisaris independen dengan
persentase kompetensi komisaris independen akan memberikan kenaikan
signifikan terhadap discretionary accruals. Untuk meminimalkan kenaikan nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
discretionary accruals maka dapat dipilih kombinasi nilai yang hampir sama atau
sama besar antara persentase komisaris independen dengan persentase komisaris
independen yang mempunyai kompetensi akuntansi atau keuangan.
D. PEMBAHASAN
Hasil penelitian empiris pada tabel 11 menyatakan bahwa nilai
discretionary accruals dipengaruhi secara signifikan oleh keberadaan komisaris
independen. Pengaruh negatif yang diperlihatkan dari hasil analisis data
menunjukkan bahwa peningkatan proporsi komisaris independen terhadap total
anggota komisaris secara keseluruhan akan menurunkan nilai discretionary
accruals. Penurunan discretionary accruals memberikan sinyal adanya
penurunan praktik manajemen laba, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas laba yang dilaporkan perusahaan. Hasil penelitian ini memberikan
dukungan terhadap hasil penelitian Dechow et al. (1995), Ebrahim (2007),
Mashayekhi (2008), Klein (2002), Xie et al. (2003), Peasnel et al. (2003), Jaggi
et al. (2009), Johari et al. (2008) dan Niu (2006). Selain itu hasil penelitian ini
konsisten dengan penemuan Beasley (1996) dan Uzun et al (2004) mengenai
adanya penurunan tindakan fraud yang dilakukan manajemen pada perusahaan
dengan jumlah komisaris independen banyak.
Hasil penelitian empiris ini menegaskan bahwa keberadaan komisaris
independen dalam jajaran anggota dewan komisaris dapat meningkatkan
keefektifan fungsi pengawasan terutama pada saat proses penyusunan laporan
keuangan. Proses pengawasan yang efektif ini mampu membatasi keinginan
pihak manajemen untuk melakukan praktik-praktik manipulasi accruals,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
misalnya dalam bentuk manajemen laba. Seiring dengan menurunnya praktik-
praktik manipulasi accruals maka kualitas laba yang dilaporkan perusahaan juga
akan semakin baik. Penemuan penelitian ini sejalan dengan teori keagenan Jensen
dan Meckling (1976) maupun Fama dan Jensen (1983) yang menyatakan bahwa
tingkat independensi anggota komisaris yang tinggi akan memperlihatkan kinerja
pengawasan yang lebih baik. Namun begitu hasil penelitian ini bertolak belakang
dengan penemuan Park dan Shin (2004) yaitu komisaris independen tidak mampu
menurunkan tingkat abnormal accruals yang mengindikasikan manajemen laba
maupun Ismail et al. (2010) dan Hasim (2009) yang tidak berhasil menemukan
hubungan apapun antara discretionary accruals dengan komisaris independen.
Untuk penelitian yang dilakukan di Indonesia, hasil ini mendukung bukti
yang diperoleh Ujiantho dan Pramuka (2007), namun bertolak belakang dengan
hasil penelitian Siallagan dan machfoedz (2006) dan Fitriannasari (2010). Selain
itu, hasil ini juga tidak konsisten dengan temuan Sefiana (2010), Sriwedari
(2009), dan Rachmawati dan Triatmoko (2007). Perbedaan hasil penelitian ini
kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan sampel yang dipergunakan
maupun pengukuran operasional variabel yang dipergunakan. Sampel penelitian
yang dipergunakan oleh Ismail et al. (2010) maupun Hasim (2009) adalah
perusahaan yang terdaftar di bursa efek Malaysia dengan data perusahaan berupa
time series. Selain faktor sampel yang berbeda, perbedaan hasil dengan para
peneliti di Indonesia juga dapat disebabkan karena perbedaan model yang
dipergunakan dalam penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Pengalaman kerja yang dimiliki seorang anggota dewan komisaris
berpengaruh terhadap kemampuannya dalam mengawasi tindakan manajemen
perusahaan. Semakin lama masa jabatan anggota dewan komisaris menyebabkan
peningkatan pengalaman kerja yang dimiliknya sehingga lebih efektif dalam
melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan manajemen perusahaan.
Penemuan ini berbeda dengan hasil penelitian Beasley (1996) maupun Hasim
(2009) yang mengungkapkan bukti pengaruh signifikan pengalaman kerja dengan
manajemen laba. Penyebab perbedaan ini kemungkinan adalah perbedaan
pengukuran variabel. Pada penelitian ini pengalaman merujuk pada lama jabatan
yang dimiliki oleh rata-rata anggota dewan komisaris secara keseluruhan tanpa
memandang faktor independen maupun insider boards of commissioner. Bukti
empiris ini juga tidak konsisten dengan pernyataan Bedard et al. (2004) dan
Beasley (1996) yang menyatakan bahwa peningkatan pengalaman menyebabkan
seorang komisaris mempunyai pemahaman yang memadai mengenai kegiatan
operasi perusahaan beserta manajemen perusahaan sehingga dapat melakukan
proses pengawasan dengan lebih efektif. Selain permasalahan sampel, faktor
karakteristik komisaris yang berbeda juga dapat menimbulkan perbedaan hasil
penelitian. Sebagian besar anggota komisaris non independen untuk perusahaan
di Indonesia bersifat affiliated dengan pemilik maupun perusahaan sehingga
kedudukannya sebagai anggota dewan komisaris hanya bersifat formalitas untuk
mentaati ketentuan yang berlaku (Maksum, 2005). Proses koordinasi dan
komunikasi yang seyogyanya digunakan untuk melancarkan tugas-tugas
pengawasan juga tidak dapat berfungsi secara optimal. Pada sebagian perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
yang terdaftar di BEI, anggota dewan komisaris juga merangkap sebagai anggota
komite audit. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat dikaitkan dengan
penelitian Abdul Rahman dan Mohamed Ali (2006) yang juga tidak berhasil
mengungkapkan pengaruh signifikan antara pengalaman anggota komite audit
dengan aktivitas manajemen laba.
Bukti penelitian mengenai ukuran dewan komisaris yang dimiliki
perusahaan juga tidak berhasil mengungkapkan bukti pengaruh yang signifikan
terhadap nilai discretionary accruals. Jumlah dewan komisaris yang besar
ataupun sebaliknya tidak terbukti mempengaruhi nilai discretionary accruals.
Hasil penelitian empiris ini tidak mendukung bukti yang ditemukan oleh Ismail et
al. (2010), Pujiastuti (2010) dan Ujiantho dan Pramuka (2007) yang menemukan
bukti bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap
kualitas laba. Hasil yang berbeda, khususnya dengan para peneliti di Indonesia
kemungkinan disebabkan adanya perbedaan model deteksi manipulasi accruals
dan penggunaan sampel. Penelitian Pujiastuti menggunakan working capital
accruals sebagai deteksi manipulasi accruals, sedangkan penelitian ini
mempergunakan model modified Jones oleh Dehow et al. (1995). Namun begitu
bukti penelitian ini sejalan dengan bukti penelitian yang ditemukan oleh Sefiana
(2010).
Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab ukuran komisaris tidak
berpengaruh terhadap nilai discretionary accruals karena sebagian besar
perusahaan yang terdaftar di BEI mempunyai struktur kepemilikan terkonsentrasi
di tangan keluarga (Claessens, 2002; Husnan, 2001) sehingga kemungkinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
adanya anggota komisaris yang terafiliasi dengan pihak manajemen sangat
terbuka lebar. Hal ini menyebabkan berapapun jumlah anggota komisaris yang
dimiliki perusahaan tidak berpengaruh terhadap discretionary accruals.
Hasil pengujian terhadap kompetensi secara partial menunjukkan
pengaruh negatif signifikan terhadap discretionary accruals. Artinya peningkatan
jumlah anggota komisaris independen yang mempunyai kompetensi di bidang
akuntansi atau keuangan menyebabkan penurunan nilai discretionary accruals.
Penelitian ini juga berhasil mengungkapkan bukti adanya moderasi kompetensi
komisaris independen terhadap hubungan komisaris independen dan nilai
discretionary accruals.
Jika persentase komisaris independen yang besar berinteraksi dengan
persentase komisaris independen yang mempunyai kompentesi di bidang
akuntansi atau keuangan yang kecil, maka akan menyebabkan peningkatan nilai
discretionary accruals yang signifikan. Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa
kompetensi di bidang akuntansi atau keuangan menyebabkan seorang anggota
komisaris mengetahui proses pembuatan laporan keuangan dengan lebih baik
sehingga mempunyai kemampuan lebih baik dalam mendeteksi adanya
manajemen laba jika dibandingkan dengan anggota dewan komisaris yang
mempunyai keahlian di bidang lain. Jika kompetensi ini dimiliki oleh komisaris
independen, maka keefektifan proses pengawasan terhadap tindakan manajemen,
khususnya yang menyangkut tindakan manipulasi akan lebih optimal. Pada
akhirnya, keberadaan komisaris independen yang mempunyai kompetensi di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
bidang akuntansi atau keuangan akan lebih berarti dalam upaya menurunkan nilai
discretionary accruals.
Hasil ini memperkuat hasil penelitian yang diperoleh Park dan Shin
(2004) yang menemukan keberadaan financial intermediaries cenderung
menurunkan discretionary accruals. Akan tetapi, bukti penelitian ini bertolak
belakang dengan penelitian Johari et al. (2008) yang tidak berhasil menemukan
bukti adanya moderasi kompetensi komisaris independen terhadap hubungan
komisaris independen dengan discretionary accruals. Perbedaan ini dapat
dikarenakan adanya perbedaan sampel dan model regresi moderasi yang
dipergunakan dalam ke dua penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penelitian empiris yang telah dilakukan peneliti berhasil mengungkapkan
bukti-bukti bahwa tidak semua mekanisme corporate governance berpengaruh
signifikan terhadap peningkatan kualitas informasi keuangan, terutama informasi
laba. Berdasarkan hasil penelitian ini, hanya komisaris independen yang
berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai discretionary accruals. Akan tetapi
penelitian ini tidak berhasil menemukan bukti pengaruh yang signifikan antara
mekanisme corporate governance yang lain, yaitu pengalaman dan ukuran
komisaris terhadap nilai discretionary accruals. Dengan demikian mekanisme
corporate governance yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kualitas
laba adalah proporsi dewan komisaris. Proporsi komisaris independen yang
semakin besar akan semakin mampu menurunkan nilai discretionary accruals
sehingga kualitas laba juga mengalami peningkatan.
Penelitian ini juga berhasil menemukan adanya moderasi dari mekanisme
corporate governance yaitu kompetensi komisaris independen di bidang
akuntansi atau keuangan terhadap hubungan antara komisaris independen dan
discretionary accruals. Interaksi antara persentase komisaris independen yang
kecil dengan persentase kompetensi komisaris independen yang besar
menyebabkan penurunan nilai discretionary accruals yang signifikan. Hasil ini
sekaligus menandakan bahwa komisaris independen yang mampu membatasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
praktik manipulasi accruals adalah komisaris independen yang mempunyai
kompetensi akuntansi atau keuangan.
B. KETERBATASAN
Penelitian ini telah mengungkap bukti pengaruh yang signifikan antara
keberadaan komisaris indepedenden terhadap kualitas laba maupun moderasi
kompetensi komisaris independen terhadap hubungan keberadaan komisaris
dengan kualitas laba. Namun begitu penelitian ini mengandung beberapa
kelemahan:
1. Data corporate governance yang digunakan dalam penelitian meliputi tahun
2008 dan 2009 sehingga perlu kehati-hatian di dalam menggeneralisasikan
hasil-hasil penelitian ini untuk sampel yang berbeda.
2. Teknik pemilihan sampel tidak dapat dilakukan secara acak, melainkan
dengan metode purposive sampling. Penyebabnya adalah ada kriteria-kriteria
tertentu yang harus dipenuhi oleh sebuah perusahaan agar dapat menjadi
sampel penelitian. Hal ini mengakibatkan hasil penelitian kemungkinan
hanya relevan diaplikasikan untuk jenis perusahaan yang sesuai.
3. Penelitian empiris sebelumnya menyatakan bahwa mekanisme corporate
governance yang diterapkan di sebuah perusahaan harus mempertimbangkan
struktur kepemilikannya (Klein et al., 2002). Penelitian ini belum
membedakan praktik corporate governance untuk jenis struktur kepemilikan
yang berbeda karena tujuan utamanya adalah menguji pengaruh corporate
governance di perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia terhadap
kualitas laba. Terdapat kemungkinan bahwa adopsi corporate governance
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
yang efektif akan berbeda-beda sesuai dengan karakteristik struktur
kepemilikannya.
C. SARAN
Sebagai efek simultan, penelitian ini dapat diperbaiki untuk hal-hal
sebagai berikut:
1. Sesuai pernyataan Klein et al. (2002) bahwa adopsi corporate governance di
sebuah perusahaan sangat dipengaruhi oleh struktur kepemilikannya, maka
penelitian selanjutnya dapat diperluas pada pengujian variabel struktur
kepemilikan, khususnya kepemilikan terkonsentrasi yang banyak dimiliki
oleh sebagian besar perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia
(Husnan, 2001).
2. Agar hasil penelitian ini dapat diimplementasikan secara menyeluruh,
penelitian dengan topik yang sama namun melibatkan sampel yang lebih
besar perlu dilakukan.
3. Penelitian ini hanya menguji efek moderasi kompetensi komisaris
independen dengan hubungan antara komisaris independen dan discretionary
accruals. Namun begitu, peran komisaris independen sangat tergantung juga
dengan anggota komisaris non independen. Penelitian mengenai pengaruh
komisaris non independen beserta interaksinya dengan komisaris independen
sangat relevan untuk dipelajari lebih lanjut.
D. IMPLIKASI
Penemuan penelitian mengenai komisaris independen mendukung
pernyataan teori agency Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
tingkat independensi anggota komisaris yang tinggi akan memperlihatkan kinerja
pengawasan yang lebih baik pula sehingga menciptakan kualitas laba yang tinggi.
Adanya faktor kompetensi di bidang akuntansi atau keuangan dalam diri
komisaris independen juga terbukti mampu meningkatkan keefektifan proses
pengawasan yang dijalankan dewan komisaris sehingga mampu membatasi
perilaku manipulasi accruals dalam bentuk manajemen laba. Hal ini konsisten
dengan pernyataan Park dan Shin (2004) yaitu komisaris independen yang
mempunyai keahlian akuntansi atau keuangan akan lebih mampu memahami
proses penyusunan laporan keuangan sehingga dapat mendeteksi adanya praktik-
praktik manipulasi bila dibandingkan dengan komisaris independen yang tidak
mempunyai keahlian di bidang akuntansi atau keuangan.
Penelitian ini juga mendukung pernyataan Arifin (2005) bahwa penerapan
mekanisme corporate governance mulai diperlukan untuk perusahaan-perusahaan
di Indonesia yang sebagian besar mempunyai struktur kepemilikan
terkonsentrasi. Namun begitu hanya mekanisme corporate governance tertentu
seperti komisaris independen dan kompetensinya yang terbukti efektif
meningkatkan kualitas laporan keuangan.
Bagi pemerintah dan praktisi perusahaan, hasil penelitian ini dapat
dipertimbangkan sebagai bahan masukan dalam mengembangkan petunjuk teknis
mengenai praktik corporate governance di Indonesia.
Recommended