View
9
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI TOMAT
(Solanum lypopersicum l) DAN WHEY KEFIR
TERHADAP KADAR MDA DAN JUMLAH
EOSINOFIL PADA TIKUS (Rattus
novergicus) MODEL ASMA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh:
David Prasetyo Jati
125130107111026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI TOMAT (Solanum
lypopersicum l) DAN WHEY KEFIR TERHADAP KADAR
MDA DAN JUMLAH EOSINOFIL PADA TIKUS
(Rattus novergicus) MODEL ASMA
Oleh:
David Prasetyo Jati
125130107111026
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal 18 Agustus 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Djoko Winarso, drh ,MS drh.Dahliatul Qosimah, M.Kes
NIP. 19530605 198403 1 001 NIP. 19820127 201504 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universtas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh, DES
NIP. 19600903 198802 2 00
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : David Prasetyo Jati
NIM :125130107111026
Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan
Penulis Skripsi berjudul:
Pengaruh Pemberian Kombinasi Tomat (Solanum lypopersicum l) dan
Whey Kefir Terhadap Kadar MDA dan Jumlah Eosinofil pada Tikus
(Rattus Novergicus) Model Asma
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak
menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan
tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan,
maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 18 Agustus 2017
Yang menyatakan,
(David Prasetyo Jati)
NIM. 125130107111026
iv
PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI TOMAT (Solanum
lypopersicum l) DAN WHEY KEFIR TERHADAP KADAR
MDA DAN JUMLAH EOSINOFIL PADA TIKUS
(Rattus novergicus) MODEL ASMA
ABSTRAK
Asma merupakan penyakit kronik pada saluran pernafasan yang banyak
dijumpai pada hewan dan manusia. Asma dihubungkan dengan hiperresponsif
bronkus, hipersekresi mukus dan gejala pernapasan yang bersifat reversibel. Salah
satu sel yang diketahui berperan besar dalam patogenesis asma adalah eosinophil
yang berperan dalam merusak epitel saluran napas dan menyebabkan peradangan.
Gejala asma dapat dipicu oleh ovalbumin dan dapat diperparah oleh infeksi
rongga mulut akibat Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Gram negatif. Tomat
mengandung antioksidan yang berguna untuk menangkal radikal bebas. Whey
kefir merupakan produk susu fermentasi yang kaya akan senyawa antimikroba
diantaranya asam organik, peptida dan eksopolisakarida. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui potensi terapi kombinasi tomat (Solanum lypopersicum l) dan
whey kefir terhadap kadar Malondialdehida (MDA) dan jumlah eosinofil pada
hewan tikus model asma. Tikus model asma diinduksi ovalbumin diinjeksikan
secara intraperitoneal 10 μg dengan 1,5 mg AlOH3 dalam 200 μL PBS (phosphate
buffer saline) sebanyak 3 kali, induksi yang pertama dan kedua diinjeksi
intraperitoneal dan ketiga diinhalasi dengan nebulizer dan dipapar LPS dari
bakteri Phorphyromonas gingivalis secara intrasulkuler dengan dosis 1 μg.
Penelitian ini menggunakan lima kelompok perlakuan, yaitu kontrol negatif,
kontrol positif, perlakuan 1, 2 dan 3 diterapi kombinasi tomat (Solanum
lypopersicum l) dan whey kefir dengan dosis yang berbeda perlakuan
1ml/200kgBB, 1,5ml/200KgBB dan 2ml/200KgBB. Kadar MDA diukur
menggunakan metode Thiobarbaturic Acid (TBA) dan perhitungan jumlah
eosinophil dengan ABX Micros 60. Data yang diperoleh berapa data kuantitatif
uji MDA dan jumlah eosnofil selanjutnya data dianalisa menggunakan uji analisis
ragam ANOVA dan uji lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ) α = 5%. Hasil penelitian
didapatkan bahwa pemberian whey kefir dan tomat mampu menurunkan kadar
MDA dan menurunkan jumlah eosinofil. Dosis terapi terbaik yaitu 1.5 ml/200g
BB. Kesimpulan penelitian ini yaitu kombinasi whey kefir dan tomat dapat
digunakan sebagai terapi tikus model asma.
Kata Kunci: Tomat, Whey Kefir, Asma, MDA dan Eosinofil
v
GIVING EFFECT FROM COMBINATION OF TOMATO
(Solanum lypopersicum l) AND WHEY KEFIR MDA
CONCENTRATION AND NUMBER OF
EOSINOPHILS IN RAT (Rattus
novergicus) MODEL OF
ASTHMA
ABSTRACT
Asthma is a chronic disease of the respiratory tract that are often found
in animals and humans. Asthma is associated with bronchial
hyperresponsiveness, hypersecretion of mucus and respiratory symptoms are
reversible. One cell is known to play as a major role in the pathogenesis of
asthma is eosinophil that play a role in airway epithelial damage and cause
inflammation. Asthma symptoms can triggered by ovalbumin and can be
aggravated by oral infections due to lipopolysaccharide (LPS) from Gram-
negative bacterias. Tomatoes have antioxidants that are useful to prevent free
radicals. Whey kefir is a fermented milk product with a lot of antimicrobial
compounds include organic acids, peptides and exopolysaccharide. The purpose
this study to determine the potential of combination therapy tomato (Solanum
lypopersicum l) and whey kefir against Malondialdehida levels (MDA) and the
number of eosinophils in rat as an animal models of asthma. Rat model of
ovalbumin-induced asthma were injected intraperitoneally 10 mg to 1.5 mg
AlOH3 in 200 mL of PBS (phosphate buffer saline) 3 times, the induction of the
first and the second and third were injected intraperitoneally with a nebulizer
and is exposed to inhaled LPS from Phorphyromonas gingivalis bacteria in
intrasulkuler with a dose of 1 mg. This study uses five treatment groups, is the
negative control, positive control, treatment 1, 2 and 3 treated with a
combination of tomatoes (Solanum lypopersicum l) and kefir whey treatment
with different doses of 1ml / 200kgBB, 1,5ml / 200KgBB and 2ml / 200KgBB.
MDA levels were measured using the Thiobarbaturic Acid (TBA) method and
the calculating the number of eosinophil with ABX Micros 60. Data obtained
quantitative data turned away MDA test and subsequent eosnofil amount of data
analyzed using analysis of variance ANOVA test and advanced test Honestly
Significant Difference (HSD) α = 5 %. The results showed that whey kefir and
tomato were able to decrease MDA levels and decrease the amount of
eosinophils. The best therapy dose is 1.5 ml / 200 g BW. The conclusion of this
research is the combination of whey kefir and tomato can be used as therapy in
rats as animal model of asthma.
Keywords: Tomato, Whey Kefir, Asthma, MDA and Eosinophil
vi
KATA PENGANTAR
Ucapan Puji Syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas limpahan rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya lah sehingga penulis
mampu menyelesaikan serangkaian pelaksanaan penelitiaan skripsi yang berjudul
” Pengaruh Pemberian Kombinasi Tomat (Solanum lypopersicum l) dan
Whey Kefir Terhadap Kadar MDA dan Jumlah Eosinofil pada Tikus (Rattus
novergicus) Model Asma” dengan lancar.
Dalam penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Dr. Djoko Winarso, drh ,MS selaku dosen pembimbing 1 atas bimbingan,
saran, kesabaran, fasilitas serta waktu yang telah diberikan selama ini.
2. drh.Dahliatul Qosimah, M.Kes selaku dosen pembimbing 2 atas
bimbingan, saran, kesabaran, fasilitas serta waktu yang telah diberikan
selama ini.
3. drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech selaku dosen penguji 1 yang telah
memberikan saran dan kritik yang sangat membangun
4. Bu Agri Kaltaria dan Bu Dhita Evi Aryani selaku dosen penguji 2 yang
telah memberikan saran dan kritik yang sangat membangun.
5. Seluruh Jajaran Dekanat, Dosen dan Staff Fakultas Kedokteran
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya atas dorongan semangat dan
fasilitas yang diberikan.
6. Ayahanda (Alm) Suhardi dan Ibunda Mariana serta saudara saya yang
tercinta Dian Ikawati & Andi Susanto dan Ira Puspitaningrum & Narendra
Wahyu Ardana untuk doa, kasih sayang, dukungan serta pengorbanan baik
moril maupun materi selama ini.
7. Untuk eyang nano, mbah ngori, tante endang, om dody, tante lip, om toni,
adek shinta, adek menco, adek diva, adek ila, iqbal, wak giok, ku ling ing,
pak man, pak bani, tante vero atas suport, doa dan wejangannya
8. Teman-Teman dari Blora yang tidak bisa saya sebutkan satu satu atas
dukungan dan motivasinya
vii
9. Teman-teman KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik) Santo Fransiskus dari
Asisi FKH UB atas dukungan moral dan doa selama ini yang telah
diberikan.
10. Teman-teman dari IMPROVE KESPER (Kelompok Perunggasan) FKH
UB atas kekeluargaan yang tercipta selama ini
11. Teman-teman seperjuangan keluarga besar angkatan 2012 PKH UB
khususnya kelas C atas cinta, persahabatan, semangat, inspirasi, keceriaan
dan mimpi- mimpi yang luar biasa.
12. Teman-teman kelompok pkm dan skripsi W-Tom fera, lia, ridho, ovi, tia,
dan nindha yang berjuang agar penelitian ini bisa berhasil dan bermanfaat
bagi sesama.
13. Teman Teman satu atap kontrakan parlente selama di malang hio, ridho
dan nirwan atas cinta, persahabatan, semangat, inspirasi, keceriaan dan
mimpi- mimpi yang luar biasa.
14. Serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan
penyusunan laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, maka
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan membalas segala kebaikan
yang telah diberikan kepada penulis dan semoga Skripsi ini dapat memberikan
manfaat serta menambah pengetahuan tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi
pembaca. Amin
` Malang, 18 Agustus 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
ABSTRACT ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................ viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ............................................................. xiii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 4
1.4 Tujuan ............................................................................................... 6
1.5 Manfaat ............................................................................................. 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7
2.1 Asma ................................................................................................. 7
2.2 Patogenesa Asma .............................................................................. 8
2.3 Alergen .............................................................................................. 11
2.4 Lipopolisakarida LPS) ...................................................................... 11
2.5 Ovalbumin ........................................................................................ 13 2.6 MDA ................................................................................................ 13
2.7 Eosinofil ............................................................................................ 14
2.8 Tomat (Solanum lypopersicum L.) .................................................... 18
2.9 Whey Kefir ...................................................................................... 19
2.10 Hewan Coba Tikus Model Asma ................................................... 20 BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN ............... 23
3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 23
3.2 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 26
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 27
4.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 27
4.2 Bahan dan Alat Penelitian ................................................................ 27
4.2.1 Bahan Penelitian...................................................................... 27
4.2.2 Alat Penelitian ......................................................................... 27
4.3 Sampel Penelitian ............................................................................ 28
4.4 Rancangan Penelitian ....................................................................... 28
4.5 Variabel Penelitian ........................................................................... 29
4.6 Tahapan Penelitian ........................................................................... 30
4.6.1 Pembuatan Whey Kefir dan Tomat ........................................ 30
4.6.2 Preparasi Hewan Coba (Rattus novergicus) ............................ 30
4.6.3 Hewan Model Asma ................................................................ 31
4.6.4 Pemberian Terapi Kombinasi Whey Kefir dan Tomat ........... 32
ix
4.6.5 Pengujian Malondialdehida (MDA) ....................................... 32
4.6.6 Malondialdehida (MDA) ........................................................ 33
4.6.7 Pengukuran Kadar Malondialdehida ...................................... 33
4.6.8 Eosinofil ................................................................................. 34
4.6.9 Analisa Data ........................................................................... 35
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 36
5.1 Pengaruh Kombinasi Whey Kefir dan Tomat Terhadap Aktivitas
Enzim Malondialdehida MDA pada darah Hewan Tikus (Rattus
novergicus) ....................................................................................... 36
5.2 Pengaruh Kombinasi Whey Kefir dan Tomat Terhadap Kadar Jumlah
Eosinofil pada darah Hewan Tikus (Rattus novergicus) ................. 43
BAB 6. PENUTUP ............................................................................................... 51
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 51
6.2 Saran ................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52
LAMPIRAN ......................................................................................................... 61
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................. 28
5.1 Rata-rata kadar malondialdehida pada darah tikus kontrol, tikus yang
diinduksi OVA dan LPS dan tikus yang diterapi dengan kombinasi whey
kefir dan tomat................................................................................................37
5.2 Rata-rata jumlah eosinfil pada darah tikus kontrol, tikus yang diinduksi
OVA dan LPS dan tikus yang diterapi dengan kombinasi whey kefir dan
tomat ............................................................................................................ 44
L 3.1 Perhitungan Pemberian Induksi Ovalbumin ............................................... 64
L 5.1 Komposisi larutan dalam pengukuran kadar MDA .......................... 66
L7.1 Absorbansi Larutan standart MDA 4 ppm pada berbagai panjang
gelombang.................................................................................................... 68
L8.1 Hasil Pengukuran Absorbansi Kurva Baku MDA dengan Panjang
Gelombang max 533 nm .............................................................................. 68
L 9.1 Data Absorbansi MDA ................................................................................ 69
L 9.2 Perhitungan Kadar MDA ............................................................................. 69
L10.1 Uji Normalitas Data MDA ........................................................................ 71
L10.2 Uji Homogenitas MDA............................................................................... 72
L10.3 Uji Statistik ANOVA MDA ....................................................................... 73
L 10.4 Uji Lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Tukey MDA .......................... 74
L 12.1 Perhitungan jumlah eosinofil ..................................................................... 76
L 12.2 Uji Normalitas Data Eosinofil ................................................................... 78
L 12.3 Uji Homogenitas Eosinofil ........................................................................ 79
L 12.4 Uji Statistik ANOVA Eosinofil ................................................................. 80
L 12.5 Uji Lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Tukey Eosinofil ..................... 81
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Patogenesa Asma ................................................................................................ 9
2.2. Reaksi ”early onset” pada Asma ......................................................................... 10
2.3 Reaksi lambat pada asma .................................................................................... 11
2.4 Gambar Struktur LPS dari Bakteri Gram Negatif............................................... 12
2.5 Gambaran fisiologi eosinofil .............................................................................. 15
2.6 Diffrensiasi eosinofil, menstimulasi pelepasan eosinofil dari sumsum
tulang ke dalam sirkulasi perifer ................................................................................ 17
2.7 Rattus norvegicus ................................................................................................ 21
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Sertifikat Laik Etik ........................................................................................... 61
2. Kerangka Operasional Rancangan Penelitian .................................................. 62
4. Perhitungan Dosis .............................................................................................. 64
4. Pembuatan Whey Kefir dan Tomat .................................................................... 65
5. Komposisi Larutan ............................................................................................. 66
6. Prosedur Pengukuran Kadar MDA ..................................................................... 66
7. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum MDA ........................................... 68
8. Kurva Baku MDA ............................................................................................. 68
9. Data Absorbansi dan Perhitungan Kadar MDA ................................................ 69
10. Hasil Uji Statistika MDA .............................................................................. 71
11. Prosedur pengukuran jumlah eosinofil ............................................................. 75
12. Hasil Uji Statistika Eosinofil ........................................................................ 76
13. Hasil Uji Vitamin C Titrasi (jacobs) ................................................................. 82
14. Dokumentasi Penelitian .................................................................................... 83
xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Simbol/singkatan Keterangan
AlOH3 : Alumunium Hidroksida
AMDK :Air Minum Dalam Kemasan:
ANOVA :Analysis of Variance
APC :Antiigen Persenting Cell
BNJ :Beda Nyata Jujur
CD14 :Cluster of Diferentiation
FcɛR1 :Fc epsilon Receptor
GMCSF :Granulocytet Monocyte Colony Stimulating Factor
H2O2 :Hidrogen Peroksida
HCl :Hydrochloric Acid
HDM :House Dust Mite
HE :Hematoksilin-Eosin
IgE :Imunoglobulin E
IL :Interleukin
LBP :Lipopolischaride Binding Protein
LPS :Lipopolisakarida
MBP :Major Basic Protein
MDA :Malondialdehida
MHC :Mayor Histocompatibility
mL :Mililiter
NaCL :Natrium Chlorida
NO :Nitric Oxide
NO2- :Nitrit
NO3- :Nitrat
NOS :Nitric Oxide syntase
O2 :Oksigen
O2- :Superoksida
OH :Hydroxyl radical
ONOO- :Peroxynitrite
OVA :Ovalbumin
PBS :Phosphat Buffer saline
PFA :Paraformaldehid
PUFA :Polyunsaturated Fatty Acid
ppm :parts per million
RAL :Rancangan Acak Lengkap
ROS :Reactive Oxygen Species
rpm :Rotasi per menit
TBA :Thiobarbituric Acid
TCA :Tricarboxylic Acid
Th-2 :T helper-2
TLR-4 :Toll Like Receptor-4
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini terjadi peningkatan prevalensi dan derajat asma pada anak, baik di
negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, asma, bronkhitis kronis dan
emfisiema merupakan penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5.6%.
Pada tahun 1995, prevalensi asma diseluruh Indonesia sebesar 13 dari 1000
penderita (PDPI,2004). Prevalensi asma di beberapa daerah Indonesia berkisar
antara 3,7%-15,18%. Faktor gaya hidup dan lingkungan berpengaruh pada
timbulnya asma. Asma dapat terjadi pada segala usia dengan menifestasi yang
sangat bervariasi dan berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya
(Barnes,1999). Asma dapat dicetuskan oleh beberapa hal seperti alergen, infeksi
saluran nafas, polusi udara, kelelahan, perubahan cuaca dan stress. Prevalensi
asma pada anak-anak bervariasi antara 0-30%, sedangkan pada dewasa secara
umum sekitar 6% pada beberapa negara yang berbeda (NIH,2002).
Pada ilmu kedokteran hewan, asma pada kucing telah dipelajari lebih dari
90 tahun. Asma juga seringkali menyerang hewan terutama pada kucing.
Prevalensi asma pada kucing sekitar 1-5% dari jumlah populasi seluruh dunia.
Prevalensi asma yang tinggi pada kucing terjadi karena adanya kombinasi
penyebab antara faktor genetik dan paparan alergen dari lingkungan (Reinero,
2013). Gejala asma pada kucing mirip dengan gejala asma pada manusia yang
ditandai dengan batuk, bersin, frekuensi nafas yang meningkat, dan hipersalivasi
(Pernans, 2010).
1
2
Asma pada hewan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah
infeksi rongga mulut yang telah diketahui mampu menyebabkan keadaan asma
pada anjing dan polusi udara yang mampu menyebabkan gangguan pernafasan
pada kucing. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Utomo
(2012) paparan lipopolisakrida (LPS) dari bakteri Gram negatif Phorphyromonas
gingivalis mampu meningkatkan tingkat keparahan asma. Bakteri ini banyak
dijumpai pada plak gigi kucing dan anjing. Dari hasil pemeriksaan plak pada gigi
anjing ditemukan bakteri Phorphyromonas gingivalis (68%), Prevotella
intermedia (44%) dan Actinomyces (12%) (Allaker et al., 1997; David et al.,
2005). Beberapa penelitian terbaru menyebutkan bahwa paparan lipopolisakarida
(LPS) merupakan faktor resiko yang memperparah keadaan asma. Sumber bakteri
gram negatif yang berpotensi memproduksi lipopolisakarida (LPS) adalah
Porphyromonas gingivalis. Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri
rongga mulut yang menyebabkan adanya plak gigi dan periodontitis. Penelitian
yang menjelaskan tentang patomekanisme keparahan asma akibat paparan
lipopolisakarida rongga mulut masih relatif sedikit diketahui (Schwartz, 2002;
Utomo, 2006).
Lipopolisakarida dari Porphyromonas gingivalis akan membentuk interaksi
LPS-LBP melalui Toll-like receptors-4 (TLR-4). Proses tersebut dapat
mengaktivasi sel Th2 dan sel-sel mediator inflamasi lainnya (Wang dan Ohura,
2002; Eisenbarth et al., 2002). Lipopolisakarida (LPS) akan menyebabkan
kerusakan organ paru dan menginduksi produksi dan pelepasan sel inflamatori
seperti eusinofil, neutrofil, monosit, makrofag dan sitokin. Sel-sel inflamasi yang
3
teraktivasi akibat inflamasi menghasilkan oksidan reaktif, seperti Reactive Oxygen
Species (ROS) yang mampu menghasilkan senyawa radikal bebas dan enzim
proteolitik. Radikal bebas mampu menyebabkan peroksidasi lipid pada sel
membran sehingga menyebabkan kerusakan sel membran. Peroksidasi lipid
merupakan proses oksidasi asam lipid tidak jenuh berantai panjang
(Polyunsaturated fatty acids atau PUFA) pada membran sel yang menghasilkan
produk aldehida seperti malondialdehida (MDA) (Sharma et al., 2003).
Peroksidasi lipid yang terjadi akan menyebabkan kerusakan sel epitel pada
bronkiolus (Beumer, 2003).
Saat ini pengobatan asma dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obat
bronkodilator dan anti inflamasi yang memiliki efek samping yang beragam,
seperti mual, muntah, hingga hipertensi (Gunawan dkk., 2007). Oleh karena itu
perlu dicarikan alternatif pengobatan asma di antaranya menggunakan bahan
alam. salah satunya buah tomat. Menurut Canene., et al (2005) buah tomat
memiliki kandungan vitamin C, provitamin A, mineral, lycopene serta
bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten). Vitamin C dan alfa karoten
berperan sebagai antioksidan atau penangkal radikal bebas akibat adanya stressor
dari luar dan memiliki pengaruh paling signifikan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh penderita asma dan sebagai anti inflamasi.
Kefir adalah pakan yang mengandung bakteri dan yeast sebagai probiotik
yang dapat berfungsi meningkatkan respon imun melalui mukosa tubuh dengan
menghasilkan antibodi (Suhartanti, 2014). Sari tomat kombinasi whey kefir
diharapkan dapat memperkecil partikel bahan aktif tomat sehingga dapat diserap
4
oleh tubuh secara optimal dan meningkatkan efisiensi vitamin C yang terkandung
dalam sari tomat sehingga dapat berperan sebagai antioksidan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh pemberian kombinasi
whey kefir dan tomat (Solanum lypopersicum L.) terhadap kadar MDA dan jumlah
eosinofil pada tikus (Rattus norvegicus) model asma.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan berikut:
1. Apakah terjadi penurunan aktivitas MDA pada tikus model asma yang diberi
kombinasi whey kefir dengan tomat (Solanum Lypopersicum L.)?
2. Apakah terjadi penurunan jumlah eosinofil pada tikus model asma yang diberi
kombinasi whey kefir dengan tomat (Solanum lypopersicum L.)?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka penelitian ini
dibatasi pada :
1. Hewan model yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) betina dengan
strain wistar dengan umur 8-12 minggu dan berat badan berkiar antara 150-
250 gram yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP)
UGM Yogyakarta. Penggunaan hewan coba dalam penelitian ini
mendapatkan persetujuan laik etik dari Komisi Etik Penelitian Universitas
Brawijaya, No; 605 KEP-UB.
2. Pembuatan tikus yang terkena penyakit asma dilakukan dengan diinduksi
ovalbumin sebanyak 3 kali, induksi yang pertama dan kedua diinjeksi
5
intraperitoneal dan ketiga diinhalasi dengan nebulizer dan lipopolisakarida
dari bakteri Phorphyromonas gingivalis (Utomo, 2006). Perlakuan pada tikus
dilakukan pada hari pertama setelah dilakukan aklimatisasi dengan injeksi
ovalbumin (OVA I) (Sigma-Aldrich) 10 μg/ml secara intraperitoneal dalam
AlOH3 (alumunium hydroxide ) dalam PBS (phosphate buffer saline) dan
injeksi ovalbumin (OVA II) dilakukan pada hari ke-14. Pemaparan ovalbumin
(OVA III) secara inhalasi dilakukan pada hari ke-21 menggunakan tabung
transparan yang dihubungkan dengan Omron CompAir Compressor
Nebulizer. Injeksi lipopolisakarida (LPS) intrasulkuler dilakukan dengan
dosis 1 μg/ml pada sulkus gingiva molar rahang atas kiri tikus (Stephanie et
al, 2002). Injeksi LPS intrasulkuler dilakukan berturut-turut pada hari ke 10
dan 11 (Utomo, 2006).
3. Kefir yang digunakan adalah lapisan paling bawah kefir berupa whey kefir
dengan karakteristik lebih encer dan lebih bening yang dicampurkan dengan
sari tomat (Solanum lypopersicum L.) yang kemudian dilakukan uji kadar
vitamin C di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya.
4. Tomat yang digunakan adalah tomat yang berwarna merah yang diambil
sarinya dan disaring yang kemudian dilakukan uji kadar vitamin C dengan uji
titrasi (Jacobs) di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya.
5. Terapi pemberian kombinasi whey kefir dengan tomat diberikan pada hewan
coba dimulai pada hari ke-22, tiap hewan coba diberikan terapi secara per oral
dengan dosis pemberian sebesar 1 ml/200g BB, 1,5 ml/200g BB dan 2
ml/200g BB.
6
6. Variabel yang diamati dalam penilitian ini adalah kadar MDA yang diukur
menggunakan spectrophotometer UV-1601 pada panjang gelombang 580 nm
dan uji jumlah eosinophil dengan menggunakan alat ABX micros 60 Switch.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui adanya penurunan kadar enzim MDA pada tikus model asma
setelah diberikan kombinasi whey kefir dengan tomat (Solanum lypopersicum
L.).
2. Mengetahui adanya penurunan jumlah eosinofil pada hewan tikus (Rattus
norvegicus) model asma yang diberikan kombinasi whey kefir dengan tomat
(Solanum lypopersicum L.).
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat memberikan informasi tentang pemanfaatan whey
kefir dan buah tomat (Solanum lypopersicum L.) sebagai bahan terapi penyakit
asma pada hewan lain (pet animal).
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Asma
Menurut Nelson (2007), asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada
saluran pernapasan yang menyebabkan penyempitan saluran nafas. Inflamasi
didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cidera
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Patomekanisme asma pada dasarnya terbagi
kedalam dua tahapan yaitu tahapan sensitisasi dan tahapan pemaparan ulang
terhadap alergen. Tahapan sensitisasi dimulai ketika ada paparan alergen seperti
Ovalbumin (Ova), kemudian alergen ditangkap oleh makrofag atau sel dendrit
sebagai Antigen Presenting Cell (APC). Alergen yang telah tertangkap kemudian
dibawa masuk melalui sistem limfatik untuk dipresentasikan kepada sel T yang
akan memicu produksi sitokin pro inflamasi seperti IL 12. Sekresi sitokin pro
inflamasi akan menyetimulasi sel B akan diferensiasi menjadi sel B plasma dan
akan menghasilkan IgG (Antibodi protective yang normal dan tidak dihasilkan
pada reaksi alergi). Paparan antigen mengaktifkan sel Th-2 dan memproduksi
sitokin pro inflamasi seperti IL-4, IL-5 dan IL-13 yang merangsang sel B
berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk IgG menjadi IgE
(imunoglobulin yang bekerja spesifik terhadap reaksi alergi) yang dilepas dan
diikat oleh FcɛR1 pada sel mast dan basofil sehingga akan menimbulkan
pelepasan mediator amina (histamin, leukotrien dan sitokin) yang mengawali
reaksi awal asma yang dikarakterisasi dengan hipersekresi mukus, perubahan
struktur saluran dan merangsang kontraksi otot polos sehingga menimbulkan
penyempitan saluran nafas (Barnes et al., 1998).
7
10
Obstruksi saluran pernapasan dapat menyebabkan batuk, rasa berat di dada
dan sesak. Hiperesponsif saluran nafas akan menyebabkan terjadinya
bronkokonstriksi. Pada penderita asma terjadi penebalan lapisan otot polos yang
merupakan hasil peningkatan ukuran sel otot polos (hipertropi) sehingga
menyebabkan penyempitan saluran pernapasan ( Barnes et al., 1998;Busse and
Lemanske, 2001).
2.2 Patogenesa Asma
Asma merupakan suatu sindroma yang sangat kompleks melibatkan faktor
genetik, antigen, berbagai sel inflamasi, mediator dan sitokin yang akan
menyebabkan kontraksi otot jalan napas, hiperaktivitas bronkus dan inflamasi
jalan napas. Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu spesifik dan non spesifik.
Spesifik ditandai oleh produksi dan sekresi antibodi spesifik sel limfosit B.
Sedangkan non spesifik diperankan oleh limfosit T. Sel limfosit T helper (CD4)
dibedakan menjadi Th1 dan Th2. Sel Th1 mensekresi interleukin-2 (IL-2), IL-3,
granulocytet monocyte colony stimulating factor (GMCSF), interferon y (IFN-y)
dan tumor necrosis factor-a (TNF-a). Sedangkan Th2 mensekresi IL-3, IL-4, IL-5,
IL-9, IL-13 dan GMCSF. (Gambar 2.1)
11
Gambar 2.1. Patogenesa asma
Respon imun dimulai dengan masuknya alergen kedalam seluran nafas
akan ditangkap oleh sel dendrit yang merupakan sel pengenal antigen (Antigen
Persenting Cell/APC). Antigen diproses di dalam APC dan dipresentasikan
kepada sel limfosit T dengan bantuan Mayor histocompatibility (MHC) kelas II,
limfosit T akan membawa ciri antigen spesifik, teraktivasi dan berdiffrensiasi ke
Th2.4,5 Subtipe Th2 ini merupakan subtipe utama yang terlibat pada asma,
mensekresi berbagai sitokine yang bertanggung jawab bagi berkembangnya reaksi
tipe lambat atau cell- mediated hypersensitivity reaction. (NIH,2002)
Rangsangan interleukin 4 dan interleukin 13 dari Th2, akan memacu sel
limfosit B untuk mensintesa IgE. IgE akan dilepas limfosit B dan melekat pada
high affiniting IgE reseptors (FceRI) pada permukaan sel mast. Bila alergen yang
sama masuk lagi maka akan diikat oleh IgE dipermukaan sel mast. Cross Linked
Reseptor IgE dengan alergen akan mengaktifkan sel mast yang menyebabkan
degranulasi sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti
histamin serta newly generated modiator antara lain: prostaglandin, leukotrin yang
12
menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus, vasodilitasi.
Mediator inflamasi menginduksi kebocoran mikrovaskuler yang melibatkan
eksudasi plasma kedalam saluran napas. Kebocoran plasma protein menginduksi
penebalan dan edema dinding saluran napas yang menyebabkan penyempitan
lumen saluran napas, sehingga menyebabkan kontraksi otot pernapasan dan reaksi
ini berlangsung selama 1-2 jam. Reaksi ini disebut ” early onset ” pada asma
(Gambar 2.2). Degranulasi sel mast juga menghasilkan sejumlah sitokin a.l. IL-
4,IL-5, IL-6,IL-13 dan TNF- a. (NIH,2002)
Gambar 2.2. Reaksi ”early onset” pada asma
Degranulasi sel mast beserta limfosit T subtipe Th2 akan menggerakkan
dan mengaktifkan sel-sel inflamasi eosinofil, basofil, neutrofil dan makrofag,
melalui aktivitas sel endotel yang akan menyebabkan pembentukan molekul
adhesi. Reaksi ini akan terjadi pada 4-8 jam setelah reaksi pertama dan
menyebabkan kedatangan sel-sel radang sehingga meningkatkan pelepasan
mediator. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat. (Gambar 2.3)
13
Gambar 2.3. Reaksi lambat pada asma
2.3 Alergen
Alergen yang umum digunakan dalam pembuatan hewan model asma untuk
menimbulkan peradangan pada paru adalah ovalbumin (Ova) (Kumar et al.,2008).
Ovalbumin merupakan 60-65% komponen dalam putih telur, dan terdiri atas 385
asam amino dengan massa molekul 45 kDa (Huntingeston dan Stein, 2001).
Alergen lain yang sering digunakan untuk menginduksi asma adalah house dust
mite (HDM) dan ekstrak kecoa (Johnson et al., 2004; Sarpong et al., 2003).
Paparan kronik ovalbumin sebagai alergen akan menimbulkan perubahan struktur
saluran nafas dan inflamasi (Barlianto dkk., 2009). Pemberian ovalbumin juga
memberikan gambaran peningkatan IgE dan terjadi inflamasi yang ditandai
dengan infiltrasi sel radang dan eosinofil pada histopatologi jaringan paru.
Sensitisasi menggunakan ovalbumin secara inhalasi pada hewan coba
menunjukkan airway remodeling seperti gambaran asma pada manusia (Tang et
al., 2006).
2.4 Lipopolisakarida (LPS)
Lipopolisakarida (LPS) merupakan dinding sel bakteri Gram negatif yang
mampu memperparah keadaan asma. Lipopolisakarida yang biasa digunakan
untuk memperparah kejadian asma berasal dari LPS bakteri Porphyromonas
14
gingivalis. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob Gram negatif yang tidak
berspora dan tidak mempunyai alat gerak (non motile) (Iman dkk., 2011).
Lipopolisakarida bersifat sebagai imunostimulan yang potensial berasal dari
dinding sel bakteri Gram negatif (Friskawati, 2001).
Gambar 2.4. Gambar Struktur LPS dari Bakteri Gram Negatif (Iman,
dkk 2011)
Dinding bakteri Gram negatif tersusun dari Lipopolisakarida (LPS) (Gambar
2.4). Lipopolisakarida sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu lipid A, polisakarida
inti, dan polisakarida O. Sifat antigenik bakteri Gram negatif ditentukan oleh
lipopolisakarida terutama polisakarida A. Lipid A menyebakan bakteri lebih tahan
terhadap fagositosis (Iman, dkk 2011). Penggunaan LPS dari bakteri
Porphyromonas gingivalis, dikarenakan bakteri ini banyak terdapat pada karang
gigi yang mampu menimbulkan radang kronis pada gusi dan jaringan sekitar akar
gusi (Allaker et al., 1997 ; David et al.,2005). Menurut Beumer et al (2003),
Lipopolisakarida dapat terikat dengan dinding sel saluran pernapasan melalui
bantuan senyawa Lipopolysacharide-binding protein (LBP) dan mengantarkan
LPS untuk dikenali CD14. Ikatan LPS dan CD14 akan melawati Toll Like
15
Receptor-4 (TLR-4) sehingga akan meningkatkan aktivasi sel dendrit dan Th-2
akan membuat sel B akan berdiferensiasi menjadi sel B plasma yang
memproduksi IgE dan menyebabkan inflamasi serta remodeling jaringan saluran
pernafasan.
Lipopolisakarida mampu menginduksi produksi dan pelepasan sel-sel
radang dan senyawa radikal bebas dalam jumlah besar yang sangat toksik
sehingga akan menimbulkan kerusakan oksidatif dari tingkat sel sampai organ
tubuh (Beume et al., 2003). Berdasarkan penelitian Utomo (2006), paparan LPS
pada tikus asma mampu memperparah kejadian asma yang mampu menimbulkan
terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan
2.5 Ovalbumin
Ovalbumin adalah glikoprotein dengan berat 45.000 dalton. Ovalbumin
sering dipakai sebagai bahan sensitisasi imun mencit yang dapat diberikan secara
inhalasi, oral, maupun intraperitoneal. Sensitisasi ovalbumin melalui
intraperitoneal lebih menguntungkan dalam hal ketepatan dosis dan pemberian
tidak perlu setiap hari. Sensitisasi dengan ovalbumin tersebut telah dilaksanakan
pada beberapa penelitian (Kartikawati, 2003). Penelitian Kumar et al, (2008) telah
menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan model asma
menggunakan albumin (OVA) dan Alumunium Hydroxide (AlOH3) sebagai
sensitisasi penginduksi asma.
2.6 Molondialdehida (MDA)
Malondialdehida (MDA) merupakan hasil pemecahan lipid peroksida dan
merupakan salah satu penanda adanya stres oksidatif. Lipid peroksida adalah hasil
16
reaksi oksidasi radikal bebas dengan lipid membran sel jaringan tubuh atau
dengan asam lemak tak jenuh (Suwandi, 2012). Hasil akhir dari reaksi ini akan
membentuk hidrogen peroksida, yang berefek pada kerusakan membran sel antara
lain dengan mengubah struktur dan fungsi membran, dalam kondisi yang lebih
ekstrim menimbulkan kematian sel (Halliwell and Gutteridge, 2007). Stres
oksidatif dalam tubuh disebabkan oleh adanya radikal bebas yang dihasilkan oleh
ROS (Widodo, 1995).
2.7 Eosinofil
Pada orang normal, kadar eosinofil hanya sebagian kecil dari lekosit darah
perifer dan keberadaannya di jaringan terbatas. Pada penyakit tertentu, eosinofil
dapat berakumulasi pada darah tepi atau jaringan tubuh. Gangguan yang
menyebabkan eosinofilia didefinisikan sebagai akumulasi abnormal eosinofil
dalam darah atau jaringan sehingga menimbulkan gejala klinis. (Rahmawati,2003)
Normalnya kadar eosinofil hanya 1-3 % dari lekosit darah tepi, dan batas
dari rentang nilai normal adalah 350 sel/mm3 darah. Eosinofil diklasifikasikan
ringan (351-1500 sel/mm3), sedang (>1500-5000 sel/mm3) atau berat (>5000
sel/mm3) (Rothenberg,1998).
Eosinofil memproduksi mediator inflamatori yang unik yang disimpan
dalam granul-granul dan disintetis setelah sel ini teraktivasi, granul tersebut
mengandung kristaloid yang terdiri dari Major Basic Protein (MBP) dan matrix
yang terdiri dari Eosinophil Cationic Protein (ECP), peroxidase eosinofil dan
Eosinophil Derived Neurotoxin (EDN) yang mengandung efek sitotoksin pada
epitelium repiratori. Eosinofil juga menghasilkan berbagai sitokin yang sebagian
17
disimpan didalam granul dan mediator lipid yang dihasikan setelah sel ini
teraktivasi, antara lain rantes, eotaxin dan platelet activating factor yang berperan
mempercepat migrasi eosinofil. (Rahmawati,2003) (Gambar 2.5)
Eosinofil terjadi melalui 4 proses:
− diffrensiasi sel-sel progenitor dan proliferasi eosinofil pada sumsum tulang
− intaraksi antara eosinofil dan sel endotel, termasuk migrasi eosinofil
− rangsangan kimia yang menarik eosinofil ke lokasi tertentu dan aktivasi
serta destruksi eosinofil
Gambar 2.5 Gambaran fisiologi eosinofil
Eosinofil diproduksi oleh sel progenitor dalam sumsum tulang. Tiga sitokin
yakni interleukin-3, IL-5 dan granulocyte macrophage colony stimulating faktor
(GHCSF) adalah bagian penting dalam mengatur perkembangan eosinofil. IL-5
adalah spesifik untuk “eosinofil Lineage” dan bertanggung jawab terhadap
18
diffrensiasi eosinofil, menstimulasi pelepasan eosinofil dari sumsum tulang ke
dalam sirkulasi perifer. (Rahmawati,2003)
Eosinofil di sirkulasi akan berputar pada endothelium yang diperantarai oleh
E- Selectin. Kemudian terjadi perlengketan (adhesion) antara eosinofil dan sel
endothelial yang diperantarai oleh perlengketan molekul-molekul pada sel
endothelial dan ”counter –ligand” pada eosinofil. Perlekatan ini melalui
perlengketan molekul-molekul dengan kelompok integrin dari eosinofil, yakni
kelompok CD-18 (B2 Integrin) dan molekul antigen 4 (VLA-9 atau B1 Integrin).
B2 Integrin berintereaksi dengan molekul 1 intercelular (I-CAM 1) yang melekat
pada sel-sel endothelial dan B1 Integrin berintereaksi dengan molekul yang
melekat pada sel vaskuler (VCAM–1). Jalur CD18-ICAM-1 digunakan untuk
semua lekosit sedangkan jalur VLA-9 – VCAM-1 digunakan oleh eosinofil dan
sel mononukler. ICAM-1 diinduksi oleh berbagai mediator inflamasi antara lain:
interleukin 1 dan TNF-a sedangkan VCAM-1 diinduksi oleh interleukeukin 4,
kemudian esinofil bermigrasi kedalam jaringan yang diperankan oleh molekul-
molekul chemoattractant local seperti leukotrin B4, mediator–mediator lipid,
interleukin, dan berbagai chemokines. Dari ke semua subtansi yang relatif spesifik
untuk eosinofil adalah eotaxin-1 dan eotaxin-2 dan efeknya dipertinggi oleh
interleukin -5. Eosinofil dapat hidup dan bertahan di jaringan dalam jangka waktu
lama (sampai berminggu-minggu) bergantung pada sitokin micro lingkungan
(micro enviroment). Sitokin IL-3, IL-5 dan GM-CSF menghambat apoptasi
eosinofil sekurang kurangnya 12 sampai 14 hari pada jaringan sebaliknya hanya
bertahan 48 jam pada keadaan tidak adanya sitokin, eosinofil jaringan juga dapat
19
meregulasi masa hidupnya sendiri melalui jalur autokrin. (Rahmawati,2003)
(Gambar 2.6)
Setelah di jaringan eosinofil melepaskan mediator LTC, PAF, radikal bekas
oksigen, MBP, ECP, EDN sehingga terjadi kerusakan epitel saluran nafas. Major
basic protein secara langsung meningkatkan reaktifasi otot polos dan merangsang
degranulasi sel mast dan basofil.(Rahmawati,2003)
Remodeling merupakan reaksi tubuh untuk memperbaiki jaringan yang rusak
akibat inflamasi dan diduga menyebabkan perubahan ireversibel pada asma.
Fibroblas berperan penting dalan remodeling dan proses inflamasi. Fibroblas
menghasilkan kalogen, serat elastik dan retikuler, proteoglikans dan glikoprotein
dari matriks ekstraselular (ECM). (Rahmawati,2003)
Gambar 2.6. Differensiasi eosinofil, menstimulasi pelepasan eosinofil dari
sumsum tulang ke dalam sirkulasi perifer
20
2.8 Tomat (Solanum Lypopersicum L.)
Tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) adalah
tumbuhan keluarga Solanaceae, berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, dari
Meksiko sampai Peru. Kata tomat berasal dari bahasa Aztek, salah satu suku
Indian yaitu xitomate atau xitotomate. Tanaman tomat menyebar ke seluruh
Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim tropik, sebagai gulma. Penyebaran
tanaman tomat ini dilakukan oleh burung yang makan buah tomat dan kotorannya
tersebar kemana-mana. Penyebaran tomat ke Eropa dan Asia dilakukan oleh orang
Spanyol. Tomat ditanam di Indonesia sesudah kedatangan orang Belanda. Dengan
demikian, tanaman tomat sudah tersebar ke seluruh dunia, baik di daerah tropis
maupun subtropis (Pracaya, 2012).
Dalam sistem klasifikasi menurut Huffman (2006), tomat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum lycopersicum L.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agarwal and Rao (2000), buah
tomat adalah salah satu jenis buah yang banyak mengandung antioksidan yang
sangat berguna untuk menangkal radikal bebas. Senyawa antioksidan membantu
21
mengikat radikal bebas yang berlebihan sehingga mencegah perubahan oksidatif
yang abnormal.
Setiap jenis tomat mengandung unsur gizi yang hampir sama, yakni kaya
akan vitamin A dan C, mineral, serat, zat besi, senyawa fenolik dan karotenoid.
Kandungan senyawa lain di antaranya solanin (0,007 %), saponin, asam folat,
asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten),
protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin (Canene-Adam et al., 2005).
Kandungannya lycopene di dalam sebutir tomat mencapai sekitar 50%, yaitu
dalam 100 gram tomat mencapai sekitar 3-5 mg. Lycopene merupakan senyawa
antioksidan kuat golongan karetenoid dan mempunyai potensi yang tinggi dalam
menghambat radikal bebas, yang dapat merusak sel dan radiasi sinar UV. Selain
itu likopen juga mampu meningkatkan hidrogen peroksida dan nitrogen peroksida
(Teti, 2009).
2.9 Whey Kefir
Kefir adalah minuman fermentasi yang memiliki kemampuan probiotik.
Asam laktat sebagai penghambat bakteri pathogen yang dihasilkan oleh kefir pada
saat proses fermentasi berasal dari laktosa yang terkandung dalam susu sebagai
medium kefir juga mengandung CO2, diasetil, asetaldehida dan hidrogen
peroksida dan bakteriosin suatu senyawa protein yang menunjukkan aktivitas
antibakteri terhadap bakteri sejenis (Surono, 2004).
Pada pembuatan kefir secara tradisional, kefir dibuat dengan menambahkan
starter kefir pada susu segar. Starter kefir memiliki komposisi protein,
polisakarida dan campuran beberapa jenis mikroba. Bakteri asam laktat dan
22
kapang yang terdapat pada starter kefir hidup bersimbiosis dan berfungsi pada
proses fermentasi asam laktat dan alkohol. Starter kefir dapat memecah laktosa
sehingga Starter kefir tersebut dapat digunakan untuk fermentasi whey kefir (Ozer
dan Kirmaci, 2010).
Whey kefir merupakan produk susu fermentasi yang kaya akan senyawa
antimikroba diantaranya asam organik, peptida dan eksopolisakarida. Komponen
ini merupakan hasil metabolisme Bakteri Asam Laktat (BAL) (Suhartanti, 2014)
2.10 Hewan Coba Tikus Model Asma
Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah
tikus putih. Tikus putih (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara
baik, mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang adaptif serta cocok untuk
berbagai penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki
hidung tumpul, panjang badan 18-25 cm, kepala dan badan lebih pendek dari
ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm. Rattus
norvegicus memiliki waktu hidup 2,5 tahun sampai 3,5 tahun, denyut jantung 330-
480 kali permenit, frekuensi respirasi 85 kali permenit dan memasuki masa
dewasa pada usia 40-60 hari (Armitage, 2004). Pengembangan hewan model
untuk penyakit alergi seperti asma, rinitis, alergi makanan telah banyak dilakukan
pada tikus (Nials et al., 2008). Penggunaan tikus sebagai hewan model asma
dikarenakan tikus memilki beberapa keunggulan yaitu produksi IgE yang
merupakan antibodi anafilaksis (hipersensitivitas terhadap antigen) terbesar.
Selain itu tikus memiliki kemampuan untuk mengalami airway hipereaktivitas
23
yang lebih lama (Zosky & Sly, 2007). Penelitian Kumar et al., (2008) telah
menggunakan Ovalbumin
(OVA) dan Alumunium Hydroxide (AlOH3) pada hewan coba sebagai
sensitisasi alergi akut penginduksi asma, yang diketahui dapat membantu
pembentukan T helper 2 (Th-2) oleh sistem imun ketika terpapar antigen.
Tikus Rattus norvegicus merupakan hewan yang umum digunakan dalam
penelitian, karena mudah dipelihara, secara garis besar fungsi dan bentuk organ
serta proses biokimianya antara tikus dan manusia memiliki banyak kesamaan
(Suckow, 2006). Rattus norvegicus telah digunakan sebagai hewan model asma
oleh Epstein (2004), hewan ini memiliki waktu hidup 2,5 tahun sampai 3,5 tahun,
berat badan jantan 300-500 g dan betina 250-300 g, denyut jantung 330-480 kali
permenit, frekuensi respirasi 85 kali permenit dan memasuki masa dewasa pada
usia 40-60 hari. (Gambar 2.1)
Gambar 2.7 Rattus norvegicus (Johson, 2010)
Menurut Rukmanasari (2010) tikus yang digunakan sebagai hewan coba
dalam penelitian adalah Rattus norvegicus strain Wistar yang memiliki klasifikasi
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Kelas : Mammalia
24
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Penelitian dengan hewan coba yang sama telah dilakukan oleh Utomo
(2012) yang menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus), induksi OVA dan LPS
dapat memicu respon imun. Paparan LPS pada hewan model asma akan
meningkatkan reaksi alergi dan inflamasi. Hewan model asma juga telah dimuat
dalam penelitian Kumar et al., (2008) sebagai hewan model asma yang diinduksi
oleh ovalbumin (OVA) dan Alumunium Hydroxide (AlOH3) sebagai sensitisasi
penginduksi asma. Induksi sensitisasi dilakukan secara intra peritoneal dan secara
inhalasi menggunakan ovalbumin akan menginduksi pembentukan T helper 2
(Th2). Tikus putih juga memiliki IgE sebagai antibodi pertama untuk merespon
alergi. Tikus putih memiliki kemampuan hipersensitivitas yang lama dan memiliki
sel-sel antibodi yang lengkap seperti sitokin, growth factor, dan cell surface
marker membuat spesies ini sesuai untuk penelitian tentang respon imun pada
saluran pernapasan (Shin et al., 2009).
23
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
: Patomekanisme : Pengaruh induksi alergen : Variabel Bebass
: Terapi : Pengaruh pemberian terapi
: Variabel tergantung
Tikus
Sistem Imun
Non Spesifik
Ovalbumin 1
Th2
Sel B
Ig E
Sel Mast
Pelepasan mediator inflamasi
Inflamasi
Eosinofil
Radikal Bebas
H2O
2 OH, O
2
Stress Oksidatif
Peroksidasi Lipid
(Poliunsaturated Fatty
Acid PUFA)
MDA
Sel Fagosit
Sitokin Histamin
Mediator inflamasi
Ovalbumin II
Ovalbumin III
(Inhalasi)
Sistem Imun
Spesifik
Sel T
LPS
Kombinasi
Whey
Kefir dan
Tomat
23
24
Asma adalah gangguan inflamasi yang bersifat kronik pada saluran
pernafasan. Penelitian ini menggunakan 3 tahap pemberian ovalbumin dimana
pemberian pertama berfungsi sebagai sensitivasi untuk mengaktifkan innate
immunity respon. Pemberian Ovalbumin kedua diberikan sebagai aktivator dan
akan menginduksi kerja sel adaptif. Pemberian ovalbumin ketiga secara inhalasi
berfungsi sebagai efektor (Suliani, 2003).
Induksi OVA 1 berfungsi sebagai sensitisasi untuk mengaktifkan innate
immunity yang kemudian akan merangsang pengaktifkan sel fagositosis berupa
neutrofil dan makrofag untuk melawan radikal bebas. Proses fagositosis akan
menghasilkan radikal bebas lebih banyak yang akan memicu proses inflamasi.
Induksi OVA 2 berpengaruh dengan respon imun dimulai dengan masuknya
alergen kedalam seluran nafas akan ditangkap oleh sel dendrit yang merupakan sel
pengenal antigen (Antigen Persenting Cell/APC). Antigen diproses di dalam APC
dan dipresentasikan kepada sel limfosit T dengan bantuan Mayor
histocompatibility (MHC) kelas II, limfosit T akan membawa ciri antigen spesifik,
teraktivasi dan berdiffrensiasi ke Th2. Subtipe Th2 ini merupakan subtipe utama
yang terlibat pada asma, mensekresi berbagai sitokin yang bertanggung jawab
bagi berkembangnya reaksi tipe lambat atau cell- mediated hypersensitivity
reaction (NIH,2002).
Induksi OVA 3 secara inhalasi berfungsi sebagai efektor untuk
mengaktifkan sel Th2. Sel Th2 yang akan berdiferensiasi menjadi sel B
berdiferensiasi sel plasma yang kemudian akan menghasilkan IgE. Stimulasi IgE
akan berikatan dengan reseptor Fc dapat menyebabkan degranulasi sel mast
25
(Suliani, 2003). Degranulasi sel mast akan mengakibatkan pelepasan mediator
inflamasi seperti histamin serta newly generated modiator antara lain:
prostaglandin, leukotrin yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mucus dan vasokontriksi. Mediator inflamasi menginduksi
kebocoran mikrovaskuler yang melibatkan eksudasi plasma kedalam saluran
napas dan dapat mengeluarkan sitokin antara lain IL-4,IL-5, IL-6,IL-13 dan TNF-
a. Asam Arakidonat (AA) mengikat COX-1 dan COX-2 yang menghasilkan
inflamasi melalui (prostaglandin E 2 ) PGE2 (NIH,2002).
LPS digunakan untuk menginduksi asma sebagai antigen yang akan
ditangkap oleh Lipopolysacharide Binding Protein (LBP). Ikatan LPS-LBP
dikenali oleh toll like receptor-4 (TLR-4) yang nantinya akan berikatan dengan sel
mast. Degranulasi sel mast beserta limfosit T subtipe Th2 akan menggerakan dan
mengaktifkan sel-sel inflamasi eosinofil (NIH,2002).
Oksigen reaktif yang terlepas menyebabkan ketidakseimbangan antara
radikal bebas dan antioksidan sehingga menimbulkan stres oksidatif.
Malondialdehida mengkatalis dismutasi radikal bebas superoksida O2-
menjadi oksigen dan hidrogen peroksida (H2O2), selanjutnya Glutation
Peroksidase membuang hidrogen peroksidase (H2O2) menjadi H2O dan O2,
sehingga MDA ini penting sebagai enzim antioksidan endogen pada sel yang
terkena oksigen (Granot dan Kohen, 2004).Radikal bebas akan bereaksi dengan
asam lemak tidak jenuh (PUFA) penyusun membran sel untuk mencapai
keseimbangan atau disebut sebagai proses peroksidasi lipid yang menghasilkan
26
produk aldehida berupa MDA. Penurunan MDA juga menggambarkan stress
oksidatif yang sedang berlangsung (Comhair et al, 2005).
Pemberian kombinasi whey dan tomat (Solanum lypopersicum L.) yang
memiliki kandungan vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan di dalam
tubuh (Sofia, 2013). Kandungan flavonoid sebagai antioksidan didalam tubuh
akan berikatan dengan radikal bebas menjadi radikal fenoksil flavonoid sehingga
kondisi radikal bebas tidak reaktif. Kondisi ini akan menurunkan kondisi stress
oksidatif dalam tubuh berkurang, sehingga aktivitas enzim MDA menurun.
Flavonoid dan biopeptida dari whey kefir dapat berfungsi untuk menurunkan
jumlah eosinofil dan mengurangi pelepasan sel-sel inflamasi. Berkurangnya sel-
sel inflamasi di dalam tubuh mengakibatkan berkurangnya mediator inflamasi
sehingga kerusakan jaringan akan berkurang (Laksana,2014).
3.2 Hipotesis Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah ada, maka hipotesis yang dapat diajukan
adalah sebagai berikut ini: Kombinasi pemberian whey kefir dan Tomat (Solanum
Lypopersicum L.) mampu menurunkan aktivitas malondialdehide (MDA) pada
hewan tikus (Rattus norvegicus) model asma yang telah di papar dengan
Lipopolisakarida dan ovalbumin serta dapat menurunkan jumlah eosinofil.
28
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei– Juni 2016 di Laboratorium Hewan
Coba, Jurusan Biologi, Fakultas Science dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Malang.
4.2 Bahan dan Alat Penelitian
4.2.1 Bahan Penelitian
Tikus putih (Rattus norvegicus) Strain Wistar jantan, ovalbumin (Sigma-
Aldrich), LPS1435/1449 dari bakteri Porphyromonas gingivalis, NaCl fisiologis,
AlOH3, PBS, akuades, tirosin, Tris-HCL (Biomedical), whey kefir dan tomat
(Solanum lycopersicum L.), serum darah, plasma darah, 550 µL aquades, 100 µL
TCA 100%, 250 µL HCl 1N, 100 µL Na-Thio 1%
4.2.2 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bak pemeliharaan hewan
coba, alat bedah, cawan petri, gelas objek, labu ukur (10 ml dan 1000 ml),
pengaduk kaca, mikro pipet (10 µL, 20 µL, 200 µL, 1000 µL), microtube, mortar,
lemari pendingin, autoklaf, Omron CompAir Compressor Nebulizer, tisu, sarung
tangan, glove, masker, yellow tip, blue tip, white tip, vortex, disposable syringe
32 G 1 mL, spuit, sentrifugator, sonikator, timer, tabung EDTA, Tabung ependorf,
spektrofotometer UV-VIS, spuit 3 ml, vortex, penangas air suhu 100OC,
spektrofotometer (Shimadzu UV-visible spectrophotometer UV-1601), tabung
reaksi, plastik wrap, pendingin suhu 4oC, ABX micros 60 Switch,
27
29
4.3 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hewan coba berupa tikus
putih (Rattus norvegicus) strain Wistar jantan dengan berat badan 150-250 g
berumur 8 – 12 minggu yang didapatkan dari Unit Pengembangan Hewan
Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta.
4.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan eksperimental yang
digunakan adalah rancangan eksperimen sederhana dimana subyek dibagi menjadi
5 kelompok secara random. Tiap kelompok terdiri dari 4 tikus. Kelompok 1
adalah tikus sehat (kontrol negatif), kelompok 2 adalah tikus diberi OVA + LPS
(kontrol positif), sedangkan kelompok A, B dan C diberi OVA+LPS+ kombinasi
whey kefir dan tomat dengan dosis 200 mg/Kg BB
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian
Kelompok
Keterangan
Variabel yang diamati
Kadar
MDA
Jumlah
Eosinofil
(Kontrol
negatif)
Tanpa perlakuan
(Kontrol
positif)
Pemberian
ovalbumin dan
LPS
Perlakuan A Pemberian
ovalbumin dan
LPS serta diberi
whey kefir dan
tomat dosis
whey kefir dan
tomat1 mL/200g
BB
Perlakuan B Pemberian
ovalbumin dan
LPS serta diberi
30
whey kefir dan
tomat dosis
whey kefir dan
tomat1,5
mL/200g BB
Perlakuan C Pemberian
ovalbumin dan
LPS serta diberi
whey kefir dan
tomat dosis
whey kefir dan
tomat2 mL/200g
BB
Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan desain
Post Test Control Only. Menggunakan besaran sampel dengan rumus :
t (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15 Keterangan :
5n-5 ≥ 15 t = Jumlah kelompok perlakuan
5n ≥ 20 n = Jumlah ulangan yang diperlukan
n ≥ 20/5
n ≥ 4
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 5 macam kelompok perlakuan
diperlukan jumlah ulangan minimal 4 kali dalam setiap kelompok sehingga total
hewan coba yang dibutuhkan adalah 20 ekor.
4.5 Variabel Penelitian
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu :
Variabel bebas : Dosis pemberian Whey Kefir dan Tomat , Induksi OVA
dan LPS
Variabel tergantung : Kadar MDA dan Jumlah Eosinofil
31
Variabel kontrol : Tikus (Rattus norvegicus) strain Wistar (jenis kelamin,
umur, berat badan) lingkungan, suhu, pakan.
4.6 Tahapan Penelitian
4.6.1 Pembuatan Whey Kefir dan Tomat
Cara pembuatan kefir yaitu susu sapi murni 1 liter diberi 50 gr bibit kefir
diinkubasi selama 1-2 hari sampai terjadi gumpalan kefir. Lapisan yang terbentuk
yaitu lapisan grain kefir di bagian paling atas, kefir prima yang terletak di bagian
tengah dengan ciri khas cairan berwarna putih dan kental, serta lapisan paling
bawah yaitu kefir bening (whey kefir) dengan karakteristik lebih encer dan lebih
bening. Whey kefir yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan kain sampai
didapatkan cairan berwarna bening. Whey kefir yang dihasilkan sebanyak 600 ml
(Suriasih, 2005).
Pembuatan ekstrak tomat yaitu 600 gram tomat dicuci bersih lalu diblender
sampai halus lalu disaring larutannya dan ampasnya dibuang. Selanjutnya whey
kefir 300 ml dicampurkan dengan sari tomat 300 ml diinkubasi selama 3 hari di
suhu ruang sampai keluar cairan bening (Mudjiwijono, 2010).
4.6.2 Preparasi Hewan Coba (Rattus norvegicus)
Persiapan hewan coba dimulai dengan diaklimatisasi hewan coba selama
tujuh hari di laboratorium. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dan setiap
kelompok perlakuan terdiri dari 4 ekor tikus. Tikus diberikan pakan yang
disesuaikan dengan standar penyusunan ransum untuk hewan coba Association of
Analytical Communities (AOAC, 2005) yaitu mengandung karbohidrat, protein
10%, lemak 3%, mineral, vitamin, dan air 12%.
32
Tikus dipelihara di dalam kandang yang terbuat dari bak plastik yang
dilengkapi penutup kawat dengan ukuran 17,5 x 23,75 x 17,5 cm. Lokasi
pemeliharaan berada pada tempat tenang dan bebas dari polusi kendaraan maupun
industri. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24oC dan kelembaban
udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup.
4.6.3 Hewan Model Asma
Induksi OVA dan LPS dapat memicu respon imun. Ovalbumin (OVA I)
(Sigma-Aldrich) diinjeksikan secara intraperitoneal 10 μg dengan 1,5 mg AlOH3
dalam 200 μL PBS (phosphate buffer saline) pada hari ke 0 setelah dilakukan
aklimatisasi dan ovalbumin (OVA II) diinjeksikan lagi hari ke-14. Injeksi
lipopolisakarida (LPS) intrasulkuler dilakukan sebesar 1μg pada sulkus gingiva
molar rahang atas kiri tikus pada hari ke 10 dan 11. Injeksi LPS ini berfungsi
sebagai agen infeksi rongga mulut dan memodulasi respon imun sehingga
memperparah gejala asma. LPS yang digunakan adalah LPS1435/1450 dari
Porphyromonas gingivalis (Astarte Biologics). Pemaparan ovalbumin (OVA III)
secara inhalasi dilakukan pada hari ke-21 menggunakan tabung transparan yang
dihubungkan dengan Omron CompAir Compressor Nebulizer. Perlakuan pemicu
asma dilakukan dengan nebulasi OVA dalam NaCl steril dengan dosis dari 1
mg/mL selama 20 menit. Tikus yang dipaparkan OVA akan menunjukkan adanya
gejala hiperresponsif pada saluran pernafasannya, peningkatana sel-sel radang
pada mukosa saluran nafas mencit, serta meningkatnya remodeling jalan nafas
yang diakibatkan penurunan kadar sel T. Ketiga gejala inilah yang merupakan
patofisiologi terjadinya asma pada hewan (Utomo, 2012).
33
4.6.4 Pemberian Terapi Kombinasi Whey Kefir dan Tomat
Terapi pemberian kombinasi Whey Kefir dan Tomat diberikan pada hewan
coba pada hari ke-22, tiap hewan coba diberikan terapi secara per oral
menggunakan sonde. Dosis pemberian terapi pada kelompok C sebesar 1 ml/200g
BB tikus, kelompok D sebesar 1,5 ml/200g BB tikus dan kelompok E sebesar 2
ml/200g BB tikus. Pemberian kombinasi Whey Kefir dan Tomat ini diberikan
secara per oral menggunakan sonde selama 14 hari secara berturut-turut
(Utomo,2006)
4.6.5 Pengujian Malondialdehida (MDA)
Pengambilan serum pada hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus)
dilakukan pada hari ke-21 pada kontrol positif dan hari ke-35 pada tikus terapi
setelah seluruh perlakuan dilakukan. Langkah awal yang dilakukan adalah
dislokasi hewan coba pada bagian leher kemudian dilakukan pembedahan. Tikus
diletakkan secara rebah dorsal pada papan pembedahan. Pembedahan dilakukan
dari daerah abdomen sampai ke bagian thorax. Setelah itu darah diambil dengan
menggunakan spuit 3 ml pada bagian jantung. Kemudian darah di masukan ke
dalam tabung ependorf dengan cara jarum spuit diambil terlebih dahulu lalu darah
dimasukan lewat penggir tabung ependorf. Darah didiamkan selama 5 menit di
suhu ruang, setelah 5 menit tabung ependorf yang telah terisi darah dimasukan ke
dalam sentrifugasi. Di sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3 rpm.
Setelah 10 menit darah dan serum terpisah ,serum berada di atas dan darah terletak
di bawah. Serum diambil dengan menggunakan mikropipet yang sudah dipasang
yellow tip,serum yang berada pada tabung ependorf yang telah disentrifus
34
dimasukan ke dalam tabung ependorf kosong sebanyak 0,5 ml yang telah diberi
label (Suwandi, 2012)
4.6.6 Malondialdehida (MDA)
Standar MDA dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 mg/ml masing-
masing diambil 100 μl, kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi yang berbeda,
setelah itu ditambahkan 550 μl aquades. Setiap tabung tersebut ditambahkan 100
μl TCA 100%, 250 μl HCl 1N dan 100 μl Na-Thio 1%, dan campuran yang
terbentuk dihomogenkan dengan vortex. Tabung ditutup dengan plastik dan diberi
lubang. Tabung diinkubasi dalam penangas air dengan suhu 1000C selama 30
menit. Setelah itu, didinginkan pada suhu ruangan. Larutan standar kemudian
dibaca pada panjang gelombang maksimum (533 nm) menggunakan
spektrofotometer (Shimadzu UV-visible spectrophotometer UV-1601). Kurva
standar MDA dihasilkan dari persamaan regresi antara absorbansi (y) dan
konsentrasi MDA (x) (Amin, 2009).
4.6.7 Pengukuran Kadar Malondialdehida
Isolasi serum diawali dengan pengambillan darah pada jantung sebanyak 1,5
ml ,selanjutnya di masukan dalam tabung ependorf lalu dibiarkan 5 menit,
selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 500 rpm selama 10 menit. Supernatan
yang terbentuk diambil 100 μl dimasukkan kedalam ependorf, ditambah 550 μl
akuades, 100 μl TCA kemudian dihomogenkan dengan vortex, ditambahkan 250
μl HCL 1N lalu lalu dihomogenkan dengan vortek. Kemudian ditambahkan
dengan 100 μl Na-Thio 1% dan dihomogenkan kembali dengan vortex. Setelah
itu, mulut tabung ditutup menggunakan plastix wrap dan dipanaskan dalam water
35
bath 100oC selama 30 menit. Setelah dipanaskan, dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dipindah kedalam
tabung reaksi baru. Sampel kemudian diukur absorbansinya dengan
spektofotometer Shimadzu UV-visible spectophotometer UV-1601 pada panjang
gelombang maksimum ( 533 nm) (Amin, 2009)
4.6.8 Eosinofil
Isolasi darah yang pertama dilakukan adalah pengambilan sampel darah di
jantung sebanyak 2 ml dan di masukan ke dalam tabung EDTA (jangan sampai
ada lisis) dan dimasukan dalam suhu 40
C untuk mendapatkan plasma darah.
Setelah itu dipersiapkan alat ABX micros 60 Switch utama dinyalakan, terletak di
belakang instrument. Setelah lampu indikator menyala, ditekan tombol start up,
maka secara otomatis alat akan melakukan pembilasan dan melakukan
pemeriksaan reagen. Jika lolos maka alat akan menampilkan nilai nol untuk setiap
parameter pemeriksaan dan jika tidak, maka secara otomatis alat akan melakukan
pembilasan ulang dan pemeriksaan reagen sampai tiga kali sehingga didapatkan
angka nol untuk setiap parameter pemeriksaannya. Ditekan tombol start.
Disiapkan bahan pemeriksaan plasma darah. Ditekan tombol ID dan dimasukkan
nomor pasien, ditekan tombol enter tunggu sampai jarum penghisap darah keluar.
Ditempelkan alat penghisap sampai dasar tabung kemudian ditekan sampel
bar sampai jarum masuk kembali dan melakukan pemeriksaan. Alat akan
memproses sample selama satu menit dan hasil pemeriksaan akan tampak pada
layar. Untuk mematikan alat, ditekan stand by maka alat akan mencuci selama
36
satu menit, setelah layar padam dimatikan alat dengan menekan switch utama
yang terletak di bagian belakang alat (Rothenberg,1998).
4.6.9 Analisis Data
Data yang diperoleh berupa data kadar enzim malondialdehid (MDA) dan
jumlah eosinofil. Data pengamatan hasil perubahan aktivitas MDA diamati secara
kuantitatif absorbansinya dengan spektofotometer Shimadzu UV- visible
spectrophotometer UV-1601 pada panjang gelombang (533 nm) sedangkan untuk
jumlah eosinofil diamati secara kuantitatif dengan alat ABX micros 60 Switch .
Data yang diperoleh dari hasil perlakukan dimasukkan kedalam Microsoft Office Exel
dan dianalisa menggunakan SPSS 16.0 untuk Windows dengan analisis ragam One
Way ANOVA untuk melihat pengaruh pemberian terapi dan uji lanjutan Beda
Nyata Jujur (BNJ) α = 5% untuk melihat perbedaan perlakuan terapi.
36
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Kombinasi Whey Kefir dan Tomat Terhadap Aktivitas Enzim
Malondialdehida MDA pada darah Hewan Tikus (Rattus norvegicus)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi kombinasi whey kefir dan
tomat yang digunakan pada tikus model asma mampu menurunkan kadar
Malondialdehida (MDA). Malondialdehida (MDA) merupakan hasil samping
dari peroksidasi lipid akibat rusaknya membran sel oleh radikal bebas (Asni,
2009). Malondialdehida (MDA) juga merupakan suatu penanda timbulnya
stres oksidatif dalam tubuh. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa stres
oksidatif merupakan akibat dari respon inflamasi pada asma (Nadeem et al.,
2005 ; Wood et al., 2003). Gejala asma pada tikus pada penelitian ini
menunjukan gejala bersin-bersin, terlihat tikus menggaruk-garukan hidung dan
tikus kesulitan bernafas. Gejala asma pada tikus mirip dengan gejala asma pada
manusia yang ditandai dengan batuk, bersin, dan hipersalivasi (Pernans, 2010).
Hasil pengukuran kadar MDA tikus putih (Rattus norvegicus) model asma
yang telah diterapi dengan kombinasi whey kefir dan tomat volume 1 mL, 1,5
mL dan 2 mL per ekor per hari didapatkan data sebagai berikut: pada kelompok
kontrol negatif rata-rata kadar MDA sebesar 0.344 ±0.012, kelompok kontrol
positif rata-rata kadar MDA sebesar 0.455 ±0.019 dengan presentase
peningkatan kadar MDA sebesar 24,39% dibandingkan kontrol negatif,
kelompok A rata-rata kadar MDA sebesar 0.421 ±0.005 dengan presentase
penurunan kadar sebesar 7,47% dibandingkan dengan kontrol positif, pada
kelompok B rata-rata kadar MDA 0.349 ±0.024 dengan presentase penurunan
36
37
kadar MDA sebesar 23,30% dibandingkan kontrol positif dan pada kelompok C
rata-rata kadar MDA 0.400 ±0.015 dengan presentase penurunan kadar MDA
sebesar 12,09% dibandingkan kontrol positif (Tabel 5.1).
Tabel 5.1. Rata-rata kadar malondialdehida pada darah tikus kontrol, tikus yang
diinduksi OVA dan LPS dan tikus yang diterapi dengan kombinasi whey kefir dan
tomat.
Kelompok Rata-rata kadar
Malondialdehida
(MDA) mg/ mL
Presentase Aktivitas
Enzim MDA(%)
Protease (%)
Penurunan
(%)
Peningkatan
(%)
Kontrol negatif 0.344 ±0.012a
- -
Kontrol positif
(asma)
0.455 ±0.019c
- 24,39 %
Terapi dosis 1
mL/200 g BB (A)
0.421 ±0.005bc
7,47 % -
Terapi dosis 1,5
mL/200g BB (B)
0.349 ±0.024a
23,30% -
Terapi dosis 2
mL/200 g BB (C)
0.400 ±0.015b
12,09% -
Keterangan : Perbedaan notasi a, b, c, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
antar kelompok perlakuan dengan nilai p < 0,05.
Hasil analisa statistik menggunakan SPSS. 21 menunjukkan bahwa
pemberian terapi dengan kombinasi whey kefir dan tomat pada hewan model
asma, memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P
38
dan ovalbumin (OVA) memicu terjadinya reaksi fagositosis oleh makrofag
dan neutrofil. Proses fagositosis ini menghasilkan radikal bebas Reactive Oksigen
Species (ROS). Reactive Oxygen Species (ROS) dapat menyebabkan reaksi
berantai dan menghasilkan senyawa radikal bebas seperti O2-, H2O2, OH- dan
NO. Nitric oxide disintesis dengan bantuan NO synthase (NOS). Peningkatan
aktivitas enzim NOS mengakibatkan jumlah anion superoksida (O2-) sebagai
produk samping reaksi pembentukan NO bertambah. Peningkatan NO yang
lebih tinggi dikaitkan dengan resiko asma yang lebih besar dan menambah
keparahan asma. Radikal bebas dalam jumlah rendah mampu dinetralisir oleh
antioksidan endogen (SOD, catalase dan glutathione) dalam tubuh tetapi bila
jumlah senyawa radikal bebas melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh maka
radikal bebas akan merusak komponen lipid sehingga mengakibatkan ROS dan
mengakibatkan stres oksidatif (Winarsi,2007)
Hasil pengukuran kadar MDA tikus putih (Rattus norvegicus) model asma
yang telah diterapi dengan kombinasi whey kefir dan tomat volume 1 mL, 1,5
mL dan 2 mL per ekor per hari didapatkan data sebagai berikut: pada kelompok
kontrol negatif rata-rata kadar MDA sebesar 0.344 ±0.012, kelompok kontrol
positif rata-rata kadar MDA sebesar 0.455 ±0.019 dengan presentase peningkatan
kadar MDA sebesar 24,39% dibandingkan kontrol negatif, kelompok A rata-rata
kadar MDA sebesar 0.421 ±0.005 dengan presentase penurunan kadar sebesar
7,47% dibandingkan dengan kontrol positif, pada kelompok B rata-rata kadar
MDA 0.349 ±0.024 dengan presentase penurunan kadar MDA sebesar 23,30%
dibandingkan kontrol positif dan pada kelompok C rata-rata kadar MDA 0.400
39
±0.015 dengan presentase penurunan kadar MDA sebesar 12,09% dibandingkan
kontrol positif.
Pada kelompok perlakuan kontrol positif memiliki kadar MDA yang
paling tinggi, serta memiliki kadar MDA yang berbeda nyata (p < 0,05) dengan
kontrol negatif, sedangkan pada kelompok A (terapi 1 ml/200g), Kelompok B
(terapi 1,5 ml/200g) dan Kelompok C (terapi 2 ml/200g) berbeda nyata terhadap
kelompok positif. Hal ini ditunjang dengan data kuantitatif berupa tingkat
kenaikan kadar MDA hingga 24,39 % yaitu sebesar 0.455 ±0.019 µg/mL.
Peningkatan kadar MDA terjadi karena terdapat stres oksidatif. Pemberian
ovalbumin dan LPS mengakibatkan terjadinya inflamasi pada tikus, metabolisme
asam arakidonat menyebabkan terjadinya inflamasi.
Mekanisme kerjanya dengan menghambat aktivitas enzim siklooksigenase
1 (COX-1) dan enzim sikloogsigenase 2 (COX-2). Penghambatan pada COX-2
akan berfungsi terhadap pengurangan nyeri, namun penghambatan terhadap COX-
1 akan menghambat sintesis prostaglandin E2 (PGE2) yng berfungsi pada sekresi
mukus untuk melindungi mukosa usus sehingga menyebabkan melemahnya
sistem pertahanan tubuh pada daerah mukosa dan bakteri lebih mudah
menginfeksi (Tanaka et al.,2002).
Enzim Cyclooxygenase (COX) mengkatalisis sintesis prostaglandin.
Prostaglandin mempunyai peran yang penting dalam beberapa proses fisiologis
seperti pemeliharaan integritas gastrointestinal dan proses patologis seperti
inflamasi dan neoplasia (Zang et al, 2002; Guilemany et al, 2008; Pane et al,
2008)
40
Adanya antigen inilah yang menyebabkan aktivasi makrofag , proses non
oksidatif berlangsung dengan bantuan berbagai protein, pembentukan Reactive
Oxygen Species (ROS). Produksi ROS yang tinggi menyebabkan antioksidan
tidak berfungsi dengan maksimal sehingga terjadi stres oksidatif. Stres oksidatif
dapat memicu terjadinya peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid merupakan proses yang bersifat kompleks akibat reaksi
asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturrated Fatty Acid atau PUFA) penyusun
fosfolipid membran sel dengan radikal bebas. Ada dua konsekuensi dari
peroksidasi lipid: kerusakan struktural membran dan adanya produk sekunder.
Kerusakan membran berasal dari produksi rantai asam lemak tak jenuh ganda
(Poly Unsaturrated Fatty Acid atau PUFA) yang rusak (Catala, 2006). Efek ini
berat bagi sistem biologi, menghasilkan kerusakan fungsi membran, inaktivasi
enzim dan efek toksik pada bagian dan fungsi seluler. Proses peroksidasi lipid ini
menghasilkan produk sekunder berupa senyawa yang disebut Malondialdehida
(MDA). Pada jaringan yang rusak terjadi peningkatan kadar Malondialdehida. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
pada kadar MDA sebesar 24,39 % pada kelompok kontrol positif.
Peroksidasi lipid dinilai secara tidak langsung dengan pengukuran produk
sekunder, seperti sebagai Malondialdehida (MDA). Malondiladehida (MDA)
adalah tiga-karbon dengan berat molekul aldehida rendah dan merupakan produk
kerusakan spontan peroksida yang dapat dihasilkan dari adanya radikal bebas.
Kelompok A kadar MDA sebesar 0.421 ±0.005 dengan presentase
penurunan kadar sebesar 7,47 % dibandingkan dengan kontrol positif, pada
41
kelompok B rata-rata kadar MDA 0.349 ±0.024 dengan presentase penurunan
kadar MDA sebesar 23,30 % dibandingkan kontrol positif dan pada kelompok C
rata-rata kadar MDA 0.400 ±0.015 dengan presentase penurunan kadar MDA
sebesar 12,09 % dibandingkan kontrol positif (Tabel 5.1). Terapi kombinasi whey
kefir dan tomat pada serum darah tikus putih (Rattus norvegicus) mampu
menurunkan kadar MDA secara nyata (p < 0,05). Kelompok tikus yang diterapi
dengan kombinasi whey kefir dan tomat dosis 1 mL/ekor yang diberikan 1 kali
sehari (0.421 ±0.005), kelompok tikus yang diberikan terapi kombinasi whey kefir
dan tomat dosis 1,5 mL/ekor yang diberikan 1 kali sehari (0.349 ±0.024) dan
kelompok tikus yang diberikan kombinasi whey kefir dan tomat dosis 2 mL/ekor
yang diberikan 1 kali sehari (0.400 ±0.015) memiliki perbedaan yang nyata dengan
kelompok tikus kontrol negatif dan kontrol positif. Hal ini didukung dengan
presentase penurunan kadar Malondialdehida (MDA) jika dibandingkan dengan
kontrol positif (Tabel 5.1)
Penurunan kadar MDA pada kelompok terapi disebabkan oleh kandungan
yang terdapat pada kombinasi whey kefir dan tomat yaitu berupa vitamin C,
likopen dan produk bakteri asam laktat (BAL). Vitamin C atau L-asam askorbat
merupakan antioksidan yang larut dalam air. Vitamin C adalah salah satu
antioksidan sekunder yang memiliki kemampuan menangkap radikal bebas dan
42
mencegah terjadinya reaksi berantai. Mekanisme kerja antoksidan sekunder
adalah dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau
dengan cara menangkap radikal bebas (free radical scavenger). Akibatnya radikal
bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Asam askorbat menangkap
secara efektif sekaligus O2*
(anion superoksida)
Recommended