View
10
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Pengaruh Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Terhadap Tingkat Kesehatan
Perbankan Syariah
Dwi Cahya Widiyanata
Universitas Brawijaya
Abstract: This study aims to observe the effect of the devaluation of Indonesian
Rupiah on the level of risk-based bank rating of Islamic Banking in Indonesia.
There are four factors studied; they are capital, asset quality, earnings and
liquidity. These four factors are outlined in seven dependent variable (the ratio of
CAR, EAQ, NOM, ROA, ROA, STM and FDR) and one independent variable
(foreign exchange rate). This study uses MANOVA (Multivariate Analysis of
Variance) to determine the effect. The result shows that the devaluation of
Indonesian Rupiah does not significantly affect the level of risk based-bank rating
of Islamic Banking. Based on the tests of Between-subject effects, the devaluation
of Indonesian Rupiah does not affect asset quality and liquidity factors of Islamic
banking significantly. Meanwhile the capital and earnings factor are significantly
influenced by the devaluation of Indonesian rupiah.
Keywords: foreign exchange rate, risk-based bank rating of islamic banking,
capital, asset quality, earnings, liquidity, MANOVA
PENDAHULUAN
Pada tahun 2015 Indonesia mengalami pelemahan nilai tukar yang sangat
dalam. Adanya pelemahan rupiah ini juga mendapat perhatian lebih dari
pemerintah, khususnya dari Kementrian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pihak yang
terkait dengan kebijakan-kebijakan keuangan di Indonesia. Menurut Fetai
(2013:111) karakteristik dari terjadinya krisis keuangan adalah terjadinya krisis
perbankan dan krisis mata uang. Berdasarkan apa yang sudah peneliti jelaskan
mengenai keadaan nilai tukar mata uang rupiah pada tahun 2015, dapat dikatakan
bahwa Indonesia bisa saja terkena krisis keuangan jika perbankan tidak mampu
bertahan ditengah krisis melemahnya nilai tukar mata uang rupiah yang sedang
terjadi di Indonesia.
Indonesia sendiri sudah pernah mengalami krisis keuangan pada tahun 1998.
Sejarah mencatat, awal mula dari krisis keuangan ini sendiri adalah ketika pada juli
1997 Indonesia mengalami gejolak nilai tukar yang akhirnya menyebabkan
pencabutan ijin usaha 16 bank pada tanggal 1 November 1997. Krisis keuangan
yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 – 1999 memang sangat mengguncang
dunia perbankan nasional. Namun ada yang menarik dari krisis perbankan yang
terjadi pada saat itu. Berdasarkan laman www.muamalat.co.id, Bank Muamalat
menyatakan bahwa ketika banyak bank-bank di Indonesia menerima bantuan dana
BLBI untuk dapat bertahan, Bank Muamalat bisa tetap betahan tanpa menerima
dana BLBI. Hal ini tentu saja bisa menjadi sebuah pembelajaran bagi bangsa
Indonesia bahwa sistem perbankan syariah ternyata lebih tahan terhadap krisis
keuangan.
Walaupun begitu, bukan berarti perbankan syariah anti terhadap krisis. Krisis
perbankan yang menimpa bank konvensional bisa saja berdampak sistemik pada
perbankan syariah karena pada dasarnya baik perbankan konvensional maupun
syariah memerlukan kepercayaan masyarakat dalam kelangsungan usahanya.
Kemampuan perbankan syariah dalam menghadapi krisis tidak terlepas dari aturan-
aturan yang mengatur mengenai perbankan syariah. Harahab et al., (2010:6)
menyatakan bahwa perkembangan landasan hukum perbankan syariah dibagi
menjadi empat periode, yaitu: Periode sebelum tahun 1992, Periode 1992-1998,
Periode 1992-2008, Periode setelah 2008. PSAK syariah terus mengalami
perkembangan dari tahun ke tahun. Selain itu, sejak tahun 2008 PSAK juga terus
mengalami pembaharuan. Pada dasarnya setiap pembaharuan selalu menimbulkan
dampak, baik dampak positif maupun negatif. Salah satu contoh dampak positif dari
pembaharuan adalah perubahan aturan perbankan syariah yang mampu membuat
perbankan syariah benar-benar menjalankan usahanya sesuai prinsip syariah.
Sedangkan pembaharusan yang negatif adalah sebaliknya. pembaharuan yang
berdampak negatif inilah yang harusnya dihindari.
Berdasarkan pemahaman kami, ada kecenderungan bahwa aturan-aturan
mengenai perbankan syariah cenderung menjauhi prinsip-prinsip syariah dan
hampir menyamai prinsip-prinsip bank konvensional. Rahmanti (2013:62)
menyatakan bahwa ada dua faktor yang memicu mengapa perbankan syariah masih
diidentikkan dengan perbankan konvensional, yaitu karena faktor standard dan
SDM. Standar yang berupa PSAK syariah dinilai belum sepenuhnya syar’i dan
implementatif. Alasan kedua terkait dengan pemahaman SDM perbankan syariah
tentang syariah.
Atas dasar itulah, peneliti akhirnya merasa perlu untuk meneliti keadaan
perbankan syariah saat ini. Peneliti ingin mengetahui sejauh mana tingkat kesehatan
perbankan syariah ditengah melemahnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam.
Indikator-indikator yang akan digunakan dalam peelitian ini akan disesuaikan
dengan aturan-aturan terkait perbankan syariah yang ada di Indonesia. Menurut
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 13/24/DPNP tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum menjelaskan bahwa ada empat faktor penilaian
tingkat kesehatan Bank Umum berdasarkan prinsip syariah. Empat faktor tersebut
adalah Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG),
Rentabilitas (earnings); dan Permodalan (capital).
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuatlah rumusan masalah
yaitu, apakah dampak melemahnya nilai tukar rupiah pada tahun 2015 berpengaruh
pada tingkat kesehatan perbankan syariah yang ada di Indonesia?
Peran uang dalam perekonomian
Uang tentulah merupakan sosok utama dalam sebuah perekonomian suatu
negara atau bahkan dunia. Setiap kegiatan ekonomi seperti jual-beli, simpan-
meminjam, investasi ataupun kegiatan ekonomi lainnya pastinya sangat
memerlukan uang sebagai alat tukar, alat penyimpanan nilai, satuan hitung dan
ukuran pembayaran yang tertunda. Menurut Solikin et al., (2002:42) peran uang
dalam perekonomian dapat dilihat dari dua sektor yang saling berkaitan, yaitu
sektor riil (barang dan jasa) dan sektor moneter (uang). Pada sektor riil, uang
digunakan untuk kegiatan ekonomi masyarakat seperti jual-beli, simpan-
meminjam, investasi dan lain sebagainya. Pada sektor moneter, jumlah uang yang
beredar digunakan oleh bank sentral dan pemerintah untuk mengontrol sebuah
perekenomian. Salah satu contohnya adalah uang yang beredar digunakan sebagai
salah satu dasar untuk penentuan besarnya tingkat suku bunga.
Peran perbankan syariah dalam perekonomian
Pada dasarnya bank syariah lebih diharapkan untuk mampu memberikan
pengaruh pada sektor riil perekonomian dan mampu bertahan ditengah krisis
keuangan. Mampunya bank syariah untuk bertahan disebabkan oleh banyak hal.
Salah satunya adalah dikarenakan krisis keuangan biasanya berpengaruh pada
sektor moneter. Jika bank syariah benar-benar melakukan kegiatan operasional
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang ada, seharusnya krisis keuangan tidak
akan terlalu berpengaruh terhadap bank syariah. Hal ini karena pada dasarnya bank
syariah lebih banyak bergerak di sektor riil daripada sektor moneter.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Berdasarkan kenyataan yang terjadi, ada kecenderungan bahwa aturan-aturan
mengenai perbankan syariah cenderung menjauhi prinsip-prinsip syariah dan
hampir menyamai prinsip-prinsip bank konvensional yang pada dasarnya sangat
rentan terhadap krisis keuangan. Rahmanti (2013:62) menyatakan bahwa ada dua
faktor yang memicu mengapa perbankan syariah masih diidentikkan dengan
perbankan konvensional, yaitu karena faktor standard dan SDM. Standar yang
berupa PSAK syariah dinilai belum sepenuhnya syar’i dan implementatif. Alasan
kedua terkait dengan pemahaman SDM perbankan syariah tentang syariah.
Contoh dari kecenderungan perbankan syariah yang menyamai bank
konvensional adalah perdebatan antara penggunaan revenue sharing dan profit loss
sharing pada akad mudharabah. Selain itu, munculnya aturan mengenai murabahah
berbasis pembiayaan yang pada penerapannya menggunakan PSAK konvensional
(PSAK 50,55 dan 60) juga menimbulkan perdebatan. Penggunaan akad
mudharabah pada tabungan pun pada dasarnya juga masih menjadi perdebatan.
Hipotesis yang diajukan mengenai peengaruh melemahnya nilai mata uang
terhadap perbankan adalah:
Ha1 :Tingkat kesehatan perbankan syariah (capital, asset quality, earnings, dan
liquidity) dipengaruhi oleh perubahan nilai valuta asing.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 13/24/DPNP tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum menjelaskan bahwa ada empat faktor
penilaian tingkat kesehatan Bank Umum berdasarkan prinsip syariah. Empat faktor
tersebut adalah Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG),
Rentabilitas (earnings); dan Permodalan (capital). Penelitian ini hanya akan
mencakup tiga faktor, yaitu Profil Risiko (risk profile), Rentabilitas (earnings); dan
Permodalan (capital). Hal ini dikarenakan informasi mengenai Good Corporate
Governance (GCG) adalah informasi yang termasuk ke dalam informasi yang
rahasia karena informasi tersebut mengenai manajemen yang ada di bank yang
bersangkutan.
Permodalan
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 13/24/DPNP penilaian atas
faktor Permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan Permodalan dan
kecukupan pengelolaan Permodalan. Dalam melakukan perhitungan Permodalan,
Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum. Selain itu, dalam
melakukan penilaian kecukupan Permodalan, Bank juga harus mengaitkan
kecukupan modal dengan Profil Risiko Bank. Semakin tinggi Risiko Bank, semakin
besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi Risiko tersebut.
Ketika akan melakukan penilaian, Bank perlu mempertimbangkan tingkat,
trend, struktur, dan stabilitas Permodalan dengan memperhatikan kinerja peer
group serta kecukupan manajemen Permodalan Bank. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan parameter/indikator kuantitatif maupun kualitatif. Dalam
menentukan peer group, Bank perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik,
dan/atau kompleksitas usaha Bank serta ketersediaan data dan informasi yang
dimiliki.
Hipotesis yang diajukan mengani pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap tingkat kesehatan perbankan syariah adalah:
Ha2 :Tingkat kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) dipengaruhi
oleh perubahan nilai valuta asing.
Profil risiko (Risk profile)
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:13/24/NPDP tahun 2011
penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan
kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko
yang wajib dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko
Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik,
Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Penelitian ini sendiri hanya akan mengkaji
dari sudut pandang risiko kredit dan risiko likuiditas.
a. Risiko Kredit
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:13/24/NPDP tahun 2011 Risiko
Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada seluruh
aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan
(counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam dana (borrower). Risiko
Kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur,
wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu.
Parameter yang akan digunakan pada risiko kredit ini adalah kualitas penyediaan
dana dan kecukupan pencadangan atau kualitas aset produktif.
Sudah menjadi kewajiban bagi perbankan syariah di Indonesia untuk
mengungkapkan semua informasi dengan sebenar-benarnya dan tidak ada yang
ditutup-tutupi. Oleh karena itulah kualitas aset produktif perbankan syariah perlu
untuk dihitung. Perhitungan ini akan mencakup seberapa kemampuan perbankan
syariah untuk menutup kerugian yang diakibatkan adanya aktiva produktif yang
bermasalah.
Hipotesis yang diajukan mengenai pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap tingkat kualitas aset produktif adalah:
Ha3 :Tingkat kualitas aktiva produktif (KAP) dipengaruhi oleh perubahan nilai
valuta asing.
b. Risiko Likuiditas
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:13/24/NPDP tahun 2011 Risiko
Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban
yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi
keuangan Bank. Risiko ini disebut juga Risiko likuiditas pendanaan (funding
liquidity risk). Risiko Likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan Bank
melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif
atau adanya gangguan pasar (market disruption) yang parah. Risiko ini disebut
sebagai Risiko likuiditas pasar (market liquidity risk).
Faktor likuiditas digunakan sebagai salah satu faktor penilai tingkat kesehatan
bank dikarenakan adanya risiko likuiditas yang dihadapi dunia perbankan. Sejarah
mancatat bahwa Indonesia pernah dikejutkan dengan 16 bank yang harus
dilikuidasi pada saat krisis keuangan tahun 1997 – 1999. Kejadian tersebut
merupakan sebuah indikasi bahwa faktor likuidasi haruslah diperhitungkan juga
oleh perbankan. Rasio yang digunakan adalah rasio short term mistmatch dan rasio
financing to deposit ratio.
Hipotesis yang diajukan mengenai pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap tingkat likuiditas adalah:
Ha4 :Tingkat short term mistmatch (STM) dipengaruhi oleh perubahan nilai
valuta asing.
Ha5 :Tingkat financing to deposit ratio (FDR) dipengaruhi oleh perubahan
nilai valuta asing.
Rentabilitas (Earning)
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:13/24/NPDP tahun 2011
penilaian faktor Rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja Rentabilitas,
sumber-sumber Rentabilitas, kesinambungan (sustainability) Rentabilitas, dan
manajemen Rentabilitas. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat,
trend, struktur, stabilitas Rentabilitas Bank, dan perbandingan kinerja Bank dengan
kinerja peer group¸ baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif.
Penilaian terhadap faktor rentabilitas ini sangatlah banyak. Surat Edaran BI
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:13/24/NPDP tahun 2011 menyebutkan 12
indikator yang bisa digunakan dalam penilaian faktor rentabilitas ini. Namun, dari
12 indikator tersebut hanya ada satu rasio utama. Rasio tersebut adalah Net
Operating Margin (NOM). Sedangkan untuk 13 rasio lainnya seperti Return on
Asset (ROA), rasio efisiensi kegiatan operasional (BOPO) dan lain sebagainya
adalah rasio penunjang.
Hipotesis yang diajukan mengenai pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap tingkat rentabilitas adalah:
Ha6 :Tingkat pendapatan operasional bersih (net operating margin) dipengaruhi
oleh perubahan nilai valuta asing.
Ha7 :Tingkat return on asset (ROA) dipengaruhi oleh perubahan nilai valuta
asing.
Ha8 :Tingkat efisiensi kegiatan operational (BOPO) dipengaruhi oleh perubahan
nilai valuta asing.
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dan sampel
Populasi dari penelitian ini adalah semua perbankan syariah yang ada di
Indonesia. Cara pemilihan sampel yang peneliti pilih adalah metode purposive
sampling atau metode pemilihan sampel yang dipilih secara disengaja. Oleh sebab
itu, sampel yang dipilih adalah Bank Umum Syariah. Dasar pemilihan sampling ini
dipilih karena adanya penerbitan peraturan Bank Umum Syariah yang
menimbulkan perdebatan hingga dipilihlah Bank Umum Syariah sebagai sampel.
Definisi variabel operasional
Pada dasarnya, penelitian ini menggunakan 7 rasio yang mewakili tiga faktor
penilaian tingkat kesehatan perbankan syariah. Rasio pada faktor permodalan
menggunakan rasio KPMM atau CAR. Rasio pada profil risiko menggunakan rasio
kualitas aset produktif (KAP), short term mistmatch (STM) dan financing to
deposit ratio (FDR). Rasio pada faktor rentabilitas menggunakan rasio net
operating margin (NOM), return on asset (ROA) dan tingkat efisiensi kegiatan
operasional (BOPO). Sedangkan untuk valuta asing yang digunakan adalah Dollar
AS. Hal ini didasarkan pada laporan IMF yang menyebutkan bahwa Dollar AS
adalah mata uang yang paling banyak digunakan di perdagangan internasional.
Statistik deskriptif
“Statistik deskriptif adalah metode mengatur, merangkum, dan
mempresentasikan data dengan cara yang informatif” (Lind et al,. 2013:6).
Uji multikolinieritas
Uji multikolenearitas atau analasis korelasi menurut Lind et al,. (2012:61)
adalah sekumpulan teknik untuk mengukur hubungan antara dua variabel. Hasil
dari pengukuran tersebut adalah koefisien korelasi. Uji ini pertama kali
diungkapkan oleh Karl Pearson. Masih menurut Lind et al,. (2012:63) koefisien
korelasi ini menunjukkan kekuatan hubungan antara dua himpunan variabel interval
berskala atau rasio berskala.
Uji normalitas
Pada dasarnya uji normalitas ini bertujuan untuk melihat apakah sebaran data
sudah terdistribusi dengan normal. Hair et al,. (1998:349) menyatakan bahwa salah
satu syarat dari uji multivarian haruslah berdistribusi normal. Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa uji normalitas ini sangat
diperlukan untuk menghindari adanya bias atau data yang tidak valid.
Justifikasi statistik
Tujuan dari analisis-analisis yang sudah dilakukan pada dasarnya adalah untuk
menyimpulkan apakah hipotesis yang dimunculkan itu diterima atau tidak. Menurut
Lind et al,. (2013:377) ada lima langkah yang bisa dilakukan untuk pengujian
hipotesis. Langkah-langkah tersebut adalah menentukan hipotesis nol dan hipotesis
alternatif, memilih tingkat signifikansi, menentukan statistik pengujian,
merumuskan sebuah aturan keputusan dan yang terakhir adalah ambil sebuah
sampel lalu ambil keputusan manakah hipotesis yang diterima atau ditolak
Analisis regresi linier multivarian
Analisis regresi dipilih karena peneliti ingin mengetahui hubungan antara satu
variabel dengan variabel lainnya. Lebih spesifik lagi, penelitian ini menggunakan
analisis regresi linier multivarian. Menurut Johnson et al,. (2007:387) menyatakan
bahwa analisis regresi linier multivarian pada dasarnya digunakan ketika ada lebih
dari satu variabel terikat/dependen dalam suatu persamaan regresi. Jika ada lebih
dari satu variabel terikat/dependen dan lebih dari satu variabel bebas/independen
maka analisis regresinya disebut analisis regresi linier berganda multivarian. Atas
dasar itulah, model dasar analisis regresi linier multivarian yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah:
dimana:
Y = Variabel dependen KPMM, KAP, NOM, ROA, REO, STM, dan FDR
Z = Variabel Independen NVA
β = Koefisien regresi
ε = error [selisih antara Y ̂ (statistik) dengan Y (data)]
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis data
Hasil statistik deskriptif dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Menurut aturan mengenai KPMM, rasio KPMM yang lebih besar dari 12%
bahwa tingkat modal secara signifikan lebih tinggi dari ketentuan KPMM yang
berlaku. Pada Rasio KAP, semakin sedikit nilai yang dihasilkan maka akan semakin
baik. Hal ini dikarenakan perbankan tersebut memiliki aset produktif bermasalah
yang sedikit. Menurut kriteria penilaian rasio KAP, KAP yang berada pada interval
4% - 7% memiliki tingkat KAP yang cukup baik namun akan mengalami penurunan
jika tidak ada perbaikan.
Menurut aturan mengenai NOM, rasio NOM yang berada dibawah 1%
menunjukkan bahwa kemampuan rentabilitas Bank Umum Syariah sangat rendah
untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Menurut aturan
mengenai ROA, rasio ROA yang berada diantara 0% - 0,5% menunjukkan bahwa
kemampuan rentabilitas Bank Umum Syariah rendah untuk mengantisipasi potensi
kerugian dan meningkatkan modal dan rasio ROA yang berada diantara 0,5% -
1,25% menunjukkan bahwa kemampuan rentabilitas yang cukup tinggi untuk
mengantisipasi potensi kerugian dan dan meningkatkan modal.
Menurut aturan mengenai BOPO, rasio BOPO yang lebih dari 89%
menunjukkan bahwa kemampuan rentabilitas yang sangat rendah untuk
mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Menurut aturan
mengenai STM, ketika rasio STM lebih dari 25% maka likuiditasnya dinilai sangat
baik. Ketika rasio STM berada diantara 20% - 25% maka likuiditasnya dinilai baik
dan ketika rasio STM berada diantara 15% - 20% maka likuiditasnya dinilai cukup
baik. Menurut aturan FDR, rasio yang diijinkan adalah 80% hingga 110% dengan
aturan bahwa semakin kecil nilainya semakin tidak likuid.
Hasil Uji Multikolinieritas dari peneltian ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tabel diatas dapat gambarkan bahwa hasil uji multikolenearitas
antar tujuh variabel dependen dengan variabel NVA cukup bervariatif. Begitu juga
hubungan antar variabel dependen juga cukup bervariatif.
Hasil uji normalitas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa data yang peneliti
peroleh memiliki distribusi yang normal walaupun masih ada nilai signifikansi
dari uji Shapiro-Wilk yang kurang dari 0,05. Adanya nilai signifikansi yang
kurang dari 0,05 pada dasarnya menunjukkan adanya sebaran data yang ekstrim.
Namun pada data diatas, niali signifikansi yang kurang dari 0,05 masih bisa
ditoleransi. Mayers (2013:326) mengungkapkan bahwa sebaran data yang sedikit
ekstrim masih bisa diterima normalitasnya.
Justifikasi statistik
Berdasarkan aturan mengenai penilaian tingkat kesehatan perbankan syariah,
nilai kredit yang dihasilkan adalah 89. Menurut kodifikasi Bank Indonesia
mengenai hasil penilaian tingkat kesehatan bank, nilai kredit yang berada diinterval
81 hingga 100 diberikan kredit sehat. Jadi, tingkat kesehatan Bank Umum Syariah
pada tahun 2015 memiliki predikat sehat. Namun perlu menjadi catatan bahwa
penelitian yang peneliti lakukan ini tidak memperhitungkan faktor manajemen dari
Bank Umum Syariah.
Uji MANOVA
Sebelum Uji MANOVA dilakukan, ada beberapa asumsi yang harus
diperhatikan. Namun memang penelitian ini tidak bisa memenuhi semua asumsi-
asumsi yang diharuskan. Menurut Mayers (2013:323) ada beberapa asumsi yang
harus dipenuhi:
a) Variabel independen harus berupa kategori, minimal ada dua grup.
Penelitian ini memakai nilai valuta asing (NVA) sebagai variabel
independennya. NVA di dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga grup/kelompok.
Data dengan nilai antara Rp12.500,- hingga Rp 13.000,- dikategorikan pada
kelompok Rp 12.500,-. Data dengan nilai antara Rp13.000,- hingga Rp 13.500,-
dikategorikan pada kelompok Rp 13.000,-. Sedangkan untuk data dengan nilai lebih
dari Rp 13.500,- dikategorikan pada kelompok Rp 13.500,-.
b) Variabel dependen harus berupa interval atau rasio dan memiliki distribusi
yang normal.
c) Tidak boleh terlalu banyak outliers.
Outliers yang dimaksudkan adalah distribusi data yang tidak normal. Pada uji
normalitas memang ditemukan adanya beberapa data yang distribusinya tidak
normal. Namun jumlahnya tidak terlalu banyak.
d) Harus ada korelasi antara variabel-variabel dependen yang ada.
Korelasi ini bisa dilihat pada uji multikolenearitas yang sudah dilakukan
sebelumnya. Jika mengacu pada asumsi Mayers, tentu masih ada dalam
penelitiannya ini yang antar variabel dependennya memiliki hubungan korelasi
negatif yang lebih dari korelasi negatif sedang. Namun hal ini memang tidak bisa
dihindari karena memang variabel dependen yang digunakan memang cukup
banyak. Jadi wajar saja kalau ada korelasi yang melebihi batas yang seharusnya.
Namun menurut peneliti ini bukan menjadi masalah karena variabel dependen yang
memiliki hubungan korelasi negatif yang lebih dari korelasi negatif sedang tidaklah
terlalu banyak.
e) Harus ada hubungan homogenitas pada variannya.
Menurut Gudono (2012:45) homogenitas pada varian ini berarti varian nilai
variabel dependen pada berbagai level prediktor (variabel independen) relatif tidak
beda. Tes yang dapat dilakukan untuk memastikan homogenitas tersebut adalah
Bartlett’s Test. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
Adequacy. .474
Bartlett's Test of
Sphericity
Approx. Chi-Square 92.188
df 21
Sig. .000
Bartlett’s Test menunjukkan bahwa variabel-variabel dependen yang
digunakan sudah memiliki hubungan homogenitas.
f) Korelasi antar variabel dependen haruskah sama antar grupnya atau linier.
Gudono (2012:46) mengungkapkan bahwa hubungan antar variabel-variabel
dependen, hubungan antar kovariat dan hubungan variabel dependen dengan
kovariat adalah linier. Uji yang digunakan untuk mengetahui hal tersebut adalah tes
Box’s M. Berikut ini adalah hasilnya:
Tabel 4.21 hasil Box's Test
Box's M 16.146
F 1.351
df1 6
df2 289.487
Sig. .234
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antar variabel-
variabel dependen, hubungan antar kovariat dan hubungan variabel dependen
dengan kovariat adalah linier. Hal ini karena nilai sig yang dihasilkan lebih dari
0,001.
Berikut ini hasil uji MANOVA yang telah peneliti lakukan:
Effect Value F
Hypothes
is df
Error
df Sig.
Partial Eta
Squared
NVA_2 Pillai's Trace 1.420 1.399 14.000 8.000 .324 .710
Wilks' Lambda .030 2.051a 14.000 6.000 .193 .827
Hotelling's Trace 17.419 2.488 14.000 4.000 .196 .897
Roy's Largest
Root 16.506 9.432b 7.000 4.000 .023 .943
Menurut Mayers (2013:322) Uji Wilk’s Lambda biasa digunakan ketika
variabel independen memiliki lebih dari dua kelompok. Berdasarkan Uji Wilk’s
Lambda maka Ho1 diterima dan Ha1 ditolak.
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat ada pengaruh yang
signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio KPMM. Hal ini
didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang kurang dari 0,05. Jadi, Ho2
ditolak dan Ha2 diterima. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Sourc
e
Depende
nt
Variable
Type III
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
Partial
Eta
Squared
NVA_
2
KPMM 1.663 2 .832 33.572 .000 .882
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat tidak ada pengaruh
yang signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio KAP. Hal ini
didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang lebih dari 0,05. Jadi, Ho3
diterima dan Ha3 ditolak. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Sourc
e
Depende
nt
Variable
Type III
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Partial
Eta
Squared
NVA_
2
KAP .001 2 .000 .008 .993 .002
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat tidak ada pengaruh
yang signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio KAP. Hal ini
didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang lebih dari 0,05. Jadi, Ho7
diterima dan Ha4 ditolak. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Sourc
e
Depende
nt
Variable
Type III
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Partial
Eta
Squared
NVA_
2
STM 23.507 2 11.754 1.691 .238 .273
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat tidak ada pengaruh
yang signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio KAP. Hal ini
didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang lebih dari 0,05. Jadi, Ho8
diterima dan Ha5 ditolak. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Sourc
e
Depende
nt
Variable
Type III
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Partial
Eta
Squared
NVA_
2
FDR 2.568 2 1.284 .946 .424 .174
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat ada pengaruh yang
signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio NOM. Hal ini
didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang kurang dari 0,05. Jadi, Ho4
ditolak dan Ha6 diterima. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Sourc
e
Depende
nt
Variable
Type III
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Partial
Eta
Squared
NVA_
2
NOM .179 2 .089 10.498 .004 .700
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat ada pengaruh yang
signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio ROA. Hal ini didasarkan
pada nilai signifikan dari uji tersebut yang kurang dari 0,05. Jadi, Ho5 ditolak dan
Ha7 diterima. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Sourc
e
Depende
nt
Variable
Type III
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Partial
Eta
Squared
NVA_
2
ROA .133 2 .067 9.375 .006 .676
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat ada pengaruh yang
signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio BOPO. Hal ini
didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang kurang dari 0,05. Jadi, Ho6
ditolak dan Ha8 diterima. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Sourc
e
Depende
nt
Variable
Type III
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Partial
Eta
Squared
NVA_
2
BOPO 5.787 2 2.893 6.328 .019 .584
KESIMPULAN
Perbankan syariah di Indonesia memiliki kemampuan untuk menghadapi krisis
mata uang. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya pengaruh yang signifikan dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap tingkat kesehatan perbankan. Tingkat
kesehatan perbankan syariah pada 2015 juga menunjukkan bahwa perbankan
syariah masih dalam kondisi sehat ditengah melemahnya nilai tukar rupiah dan
melemahnya perekonomian global. Berdasarkan hubungan antara rasio KAP, STM
dan FDR dengan Nilai Valuta Asing, dapat disimpulkan bahwa melemahnya nilai
tukar rupiah tidak mempengaruhi tingkat kualitas aset dan tingkat likuiditas
perbankan syariah di Indonesia. Walaupun begitu berdasarkan hubungan antara
rasio KPMM, NOM, ROA dan BOPO dengan Nilai Valuta Asing, dapat
disimpulkan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah mempengaruhi tingkat
permodalan dan kemampuan perbankan syariah untuk menghasilkan laba.
Jika dikaji secara riil, tentu peran perbankan syariah dalam menjaga tingkat
kesehatannya tidak terlepas dari dukungan pemerintah dan Bank Indonesia. Pada
tahun 2015, Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan-
kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi masyarakat ditengah melemahnya
perekonomian global. kebijakan-kebijakan yang terkait dengan perbankan syariah
adalah Kebijakan Ekonomi Jilid V yang dikeluarkan oleh pemerintah dan paket
Kebijakan September 1.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Genap 2 dekade, Bank Muamalat Luncurkan Logo Baru. (Online),
(http://www.muamalat.co.id), diakses 28 Oktober 2015.
Anonim. 2015. Laporan Keuangan Publikasi Bank. Bank Indonesia. (Online),
(http://www.bi.go.id), diakses 28 Oktober 2015.
Anonim. 2015. Paket Kebijakan Ekonomi V: Insentif Perpajakan, Revaluasi Aset,
dan Mendorong Perbankan Syariah. (Online), (http://www.ekon.go.id),
diakses 3 Maret 2016.
Anonim. 2015. Bank Indonesia Dukung Paket Kebijakan Pemerintah September 1.
(Online), (http://www.bi.go.id), diakses 3 Maret 2016.
Anderon, Sweeney dan Williams. 2011. Statistics For Bussiness and Economics
Iie. Mason: South-Western Cengage Learning.
Claessens, Stijn dan Kose, M. Ayhan. 2013. Financial Crises: Explanations, Types,
and Implications. IMF Working Paper
Communications Department. 2015. Review of The Special Drawing Right (SDR)
Currency Basket. Washington, D.C.: International Monetary Fund
Darmawi, Herman. 2011. Manajemen Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara
Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan. 2015. Statistik Perbankan
Indonesia Agustus 2015. Jakarta. Otoritas Jasa Keuangan.
Fetai, Besnik Taip. 2013. Monetary and Fiscal Response During The Financial
Crisis in Developing and Emerging Economics. International Journal of
Economics and Finance. Volume V;110-116.
Gudono. 2012. Analisis Data Multivariat. Yogyakarta: BPFE
Hair, Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L., Black, William C. 1998.
Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice Hall.
Harahab, Sofyan S., Wiroso., Yusuf, Muhammad. 2010. Akuntansi Perbankan
Syariah. Jakarta: LPFE Usakti.
Johnson, Richard A. dan Wichern, Dean W. 2007. Applied Multivariate Statistical
Analysis. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Jurusan Akuntansi. 2008. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Malang. Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya.
Lind, Marchal dan Wathen. 2007. Teknik-Teknik Statistika dalam Bisnis dan
Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Terjemahan Chriswan
Sungkono. 2012 dan 2013. Jakarta: Salemba Empat.
Mayers, Andrew. 2013. Introduction To Statistics & SPSS in Psychology. New
Jersey: Pearson Education Limited
Mises, Ludwig Von. 1953. The Theory of Money and Credit. New Haven: Yale
University Press.
Novitasari, Handayani dan Susi. 2015. Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank Dengan
Metode CAMELS terhadap Pertumbuhan Laba Pada Bank Umum Syariah
Periode 2011-2014. PortalGarudaIPI. (Online). (http://id.portalgaruda.org/),
diakses 8 Desember 2015.
Pusat Kebijakan Ekonomi Makro. 2015. Keterangan Pers: Perkembangan
Perekonomian Terkini. Jakarta. Kementrian Keuangan Republik Indonesia
Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral. 2012. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia:
Aset, Penilaian Kualitas aset dan Restrukturisasi Pembiayaan. Jakarta.
Bank Indonesia.
Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral. 2012. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia:
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Jakarta. Bank Indonesia.
______.2006. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/7/PBI/2006 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/13/PBI/2005 Tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah.. Jakarta. Bank Indonesia.
______. 2011. Surat Edaran No. 13/24/DPNP Perihal Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum. Jakarta. Bank Indonesia.
______. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah. 2008. Jakarta: Disebarkan oleh Bank Indonesia.
______. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. 2008.
Jakarta: Disebarkan oleh Badan Pengawan Keuangan dan Pembangunan.
Rahmanti, Virginia Nur. 2013. Mengapa Perbankan Syariah Masih Disamakan
dengan Perbankan Konvensional. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan
Akuntansi Islam. Volume: 1; 1-74.
Rivai, Veithzal dan Arifin, Arviyan. 2010. Islamic Banking: sebuah konsep, teori
dan aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara
Rustam, Bambang Rianto. 2013. Manajemen Risiko Perbankan Syariah Di
Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Solikin dan Suseno. 2002. Uang: Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya Dalam
Perekonomian. Jakarta: Bank Indonesia
Suseno dan Abdullah, Piter. 2003. Sistem dan Kebijakan perbankan Di Indonesia.
Jakarta: Bank Indonesia
Syaifuddin, Ahmad. 2013. Analisis Perbandingan Tingkat Kesehatan Bank Umum
Syariah di Indonesia Dengan Menggunakan Metode CAMELS. Portal
Garuda IPI. (Online), (http://id.portalgaruda.org/), diakses 8 Desember
2015.
Unit Khusus Museum Bank Indonesia. Tanpa tahun. Sejarah Bank Indonesia:
Perbankan Periode 1997-1999. Jakarta. Museum Bank Indonesia.
Recommended