View
107
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
Laporan M.K Gizi Olahraga Hari/Tanggal : Senin, 20 September 2010Tempat : Ruang Kenanga A
PEMANFAATAN KARBOHIDRAT DALAM PRODUKSI ENERGI
Oleh :
Ika Meilaty / I14080120
Asisten :
Faiz Nur Hanum
Mutia Fermanda
Koordinator :
Dr.Ir.Hadi Riyadi, MS
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PENDAHULUAN
Karbohidrat dan lemak adalah sumber utama energi dalam aktivitas yang
membutuhkan daya tahan. Lemak merupakan sumber bahan bakar utama pada saat
istirahat dan aktivitas atau latihan dengan intensitas rendah. Kebutuhan energi dari
latihan daya tahan dan kompetisi biasanya membutuhkan lebih dari rata-rata lemak
yang dioksidasi, namun karbohidrat juga merupakan sumber bahan bakar utama
untuk kegiatan atletik ini. Karbohidrat juga merupakan sumber utama untuk
berulang-ulang, kegiatan dengan intensitas tinggi yang memanfaatkan system
energi glikolisis anaerob. Telah ditetapkan bahwa penurunan penyimpanan
karbohidrat seperti glikogen otot, glikogen hati, dan gula darah, sangat berhubungan
dengan kelelahan dan penampilan yang lemah pada latihan dengan daya tahan
yang lama. Oleh karena itu, sejumlah besar penelitian difokuskan pada metode
memanipulasi penyimpanan karbohidrat endogen dan memfasilitasi asupan
karbohidrat dalam sebuah percobaan untuk meningkatkan oksidasi karbohidrat dan
meningkatkan penampilan atetik dalam pelatihan dan kompetisi.
Penelitian manipulasi karbohidrat telah difokuskan pada satu atau lebih
dalam suatu waktu yang perubahannya mungkin mempunyai pengaruh yang penting
pada latihan atau olahraga yang lama, meliputi :
1. Olahraga Harian
2. Minggu sebelum kegiatan yang panjang
3. Jam (makan) sebelum olahraga
4. Selama olahraga
5. Periode setelah olahraga (4-48 jam)
Mayoritas dari penelitian ini telah mencoba untuk menentukan jumlah optimal
karbohidrat yang dikonsumsi, waktu yang tepat untk konsumsi, dan dalam fokus
sempit yang wajar, tipe karbohidrat yang tepat. Studi tentang tipe karbohidrat telah
fokus pada keampuhan macam-macam gula sederhana (co/ glukosa dan fruktosa),
atau polimer dari glukosa, dan konsentrasi optimal dari karbohidrat pada minuman
atau minuman berenergi. Di sisi lain, perhatian yang kurang diberikan pada
karbohidrat dalam bentuk lain, seperti solid atau semi-solid, atau dengan
karakteristik sebagai kompleks karbohidrat, dan bagaimana konsumsinya
mempengaruhi performa dalam olahraga dengan waktu yang lama.
Pendekatan yang relative dalam penelitian gizi olahraga telah dilakukan
untuk mempelajari karbohidrat dengan respon fisiologis, sebagian gula darah dan
insulin merespon hasil tersebut dari konsumsinya. Hal ini dikategorikan berdasarkan
respon glikemik, yang dikenal dengan Indeks Glikemik, mungkin merupakan cara
yang lebih tepat untuk mengukur keefektifan dari konsumsi karbohidrat pada
performa latihan dan olahraga daripada klasifikasi struktural biasa sebagai
karbohidrat kompleks atau sederhana, karena ada jarak yang lebar pada respon
glikemik dalam setiap kategori umum. Fokus lain pada penelitian karbohidrat dan
performa olahraga telah menjadi kesimpulan dari zat gizi lain, seperti asam amino
spesifik dengan karbohidrat dan gabungan beberapa tipe karbohidrat bersama-sama
untuk mengoptimalkan respon fisiologis pada manipulasi diet.
Atlet yang berlatih dan berkompetisi harus membuat keputusan diet yang
tepat mengenai asupan karbohidrat : jumlah optimal, pemilihan waktu, dan jenis-
jenisnya. Mereka harus mempertimbangkan efek asupan karbohidrat terhadap
latihan waktu pendek dan performa kompetisi, tapi mereka harus tetap memikirkan
efek potensial dari pemilihan diet pada latihan waktu panjang dan fitnes. Tujuan dari
bab ini adalah menguji peran karbohidrat pada latihan dan olahraga, dan untuk
membuat rekomendasi praktis dimana atlet dapat memilih diet dasar sehat dan
dapat mengoptimalkan asupan karbohidrat lebih lanjut untuk meningkatkan performa
latihan.
METABOLISME KARBOHIDRAT
Sebelum menyelidiki manipulasi karbohidrat untuk meningkatkan performa
latihan dan olahraga, penting untuk mengerti beberapa konsep dasar dari
pencernaan, absorpsi, dan metabolisme karbohidrat.
Karbohidrat dapat dikelompokkan berdasarkan struktur dan jumlah molekul
gula seperti monosakarida, disakarida, atau polisakarida. Monosakarida, contohnya
fruktosa dan glukosa, mengandung satu molekul gula, merupakan gula sederhana.
Disakarida, contohnya sukrosa, mengandung dua molekul gula, juga dikelompokkan
sebagai gula sederhana. Karbohidrat sederhana dan sumbernya pada diet disajikan
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Karbohidrat Sederhana
Karbohidrat Keterangan
Monosakarida
Glukosa Juga dikenal sebagai dekstrosa; ditemukan pada tumbuhan, buah-
buahan dan madu
Fruktosa Juga dikenal sebagai gula buah; ditemukan pada tumbuhan, buah-
buahan dan madu
Galaktosa Hasil dari pencernaan laktosa
Disakarida
Sukrosa Juga dikenal sebagai gula putih atau gula meja; terdiri dari glukosa dan
fruktosa; digunakan sebagai pemanis
Laktosa Terdiri dari glukosa dan galaktosa; biasa ditemukan pada susu dan hasil
ternak
Maltosa Terdiri dari dua molekul glukosa; hasil dari pencernaan pati
Tabel 2.2
Karbohidrat Kompleks
Karbohidrat Keterangan
Polisakarida :
Amilopektin Pati; ditemukan pada tumbuhan dan bulir padi
Amilosa Pati; ditemukan pada tumbuhan dan bulir padi
Karaginan Serat larut; ditemukan pada ekstrak rumput laut dan digunakan sebagai
penebal makanan dan stabilizer
Selulosa Serat tak larut; ditemukan pada kulit padi, biji-bijian, kulit yang dapat
dimakan
Sirup Jagung Pati terhidrolisis; ditemukan pada makanan olahan
Dekstrin Pati; ditemukan pada makanan olahan
Glikogen Pati hewan; ditemukan pada daging dan hati
Hemiselulosa Serat tak larut; ditemukan pada kulit padi, biji-bijian, kulit yang dapat
dimakan
Inulin Serat larut; ditemukan pada tumbuhan artichokes dari Yerusalem
Gula invert Sukrosa terhidrolisis; ditemukan pada makanan olahan
Lignin Serat tak larut; ditemukan pada dinding sel hewan
Pektin Serat larut; ditemukan pada apel
Polisakarida, dengan banyak unit glukosa yang saling berikatan, digolongkan
pada karbohidrat komplek. Pati, dekstrin, dan serat menyusun karbohidrat kompleks.
Maltodekstrin merupakan polisakarida – polimer glukosa – tetapi tidak mengandung
pati atau serat dan dimetabolisme seperti gula sederhana. Karbohidrat kompleks
dan sumbernya disajikan di tabel 2.2.
A. PENCERNAAN DAN PENYERAPAN
Berbagai macam faktor, baik berdiri sendiri maupun gabungan, dapat
mempengaruhi pencernaan dan penyerapan karbohidrat, mencakup bentuk atau
struktur karbohidrat, tipe dan kandungan serat, jenis pati, keberadaan zat gizi
lain, ukuran partikel makanan, dan metode dalam memasak dan mengolah.
Kesimpulan singkat ditampilkan disini.
Pencernaan dan penyerapan karbohidrat mulai dengan kadar kecil di mulut.
Amilase di saliva memulai proses pencernaan pada karbohidrat kompleks
dengan memulai pemeahan pati dan dekstrin. Mastikasi, atau pengunyahan,
juga merupakan bagian penting dalam proses pencernaan untuk mereduksi
makanan untuk memperkecil partikel. Gerak mekanik perut melanjutkan proses
mereduksi ukuran partikel ini, yang mempengaruhi baik pengosongan makanan
di lambung dari perut menuju ke usus kecil dan area permukaan dari partikel
makanan menjadi dapat diterima oleh enzim usus.
Mayoritas dari pencernaan dan penyerapan karbohidrat terjadi di usus kecil.
Setelah bergerak ke usus kecil, monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa)
diabsorbsi langsung ke dalam darah melalui pembuluh kapiler di dalam vili usus.
Disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa) dipecah menjadi unsur pokok
monosakaridanya, yang kemudian diabsorbsi langsung ke dalam darah.
Karbohidrat kompleks diberi perlakuan oleh amylase pancreas dan enzim brush
border yang mereduksi polisakarida menjadi monosakarida, yang kemudian
diabsorbsi sebagaimana dijelaskan diatas. Monosakarida yang diabsorbsi ke
dalam sirkulasi usus ditranspor ke hati melalui vena porta hepatica. Berdasarkan
penjelasan ini, karbohidrat banyak digunakan sebagai glukosa atau dalam
bentuk penyimpanan sebagai glikogen.
Tidak semua kandungan karbohidrat dalam makanan yang dikonsumsi
dicerna dan diserap. Karbohidrat yang tidak diserap berhubungan dengan
bentuk makanan, jenis pati, atau jumlah serat yang terdapat pada makanan.
Karbohidrat yang tidak dicerna dan diserap masuk ke usus besar untuk dicerna
oleh bakteri kolon atau diekskresi ke feses. Jumlah karbohidrat tak dicerna yang
banyak atau kelebihan dari gula sederhana yang dikonsumsi epat dapat
menyebabkan produksi gas berlebihan atau gangguan gastrointestinal seperti
keram atau diare. Kandungan serat pada makanan berkarbohidrat, sebagian
besar tidak dapat dicerna oleh manusia, memiliki peran penting dalam
memelihara pengangkutan di lambung, mempengaruhi respon glikemik akhir
untuk makanan yang dikonsumsi, dan memiliki implikasi kesehatan yang
penting.
B. METABOLISME GLUKOSA DAN GLIKOGEN
Fungsi utama karbohidrat pada metabolism manusia adalah penghasil
energi. Otak, retina, dan sel darah merah sangat bergantung pada glukosa untuk
energinya. Karbohidrat juga merupakan sumber energi terpenting selama
latihan. Selama latihan dengan intensitas yang tinggi, karbohidrat merupakan
sumber tenaga yang lebih baik dan hampir digunakan secara ekslusif dalam
latihan dengan intensitas maksimal atau supermaksimal. Suplementasi
karbohidrat telah banyak ditunjukan dalam beberapa studi untuk meningkatkan
performa daya tahan. Sumber fisiologis karbohidrat yang digunakan selama
performa daya tahan dapat dipisahkan menjadi sumber eksogenus dan
endogenus. Karbohidrat endogenus dapat diperkirakan keberadaannya dalam
tubuh utama dalam bentuk suplementasi (contoh : glikogen hati dan otot,
glukosa darah, dan turunan glukosa dari glukoneogenesis). Tubuh kita memiliki
batas kemampuan untuk menyimpan karbohidrat. Jumlah karbohidrat terbanyak
disimpan dalam bentuk glikogen otot, antara 300-400 gram atau 1200-1600 kkal.
Glukosa ditemukan dalam darah kira-kira 5 gram, setara dengan 20 kkal,
sementara hati mengandung 75-100 gram glikogen, atau setara dengan 300-400
kkal. Oleh karena itu, total penyimpanan krbohidrat di tubuh kira-kira 1600-2000
kkal. Eksogenus karbohidrat mengacu pada penyajiannya melalui karbohidrat
yang dicerna selama atau hanya pada saat latihan.
Sumber energi karbohidrat yang utama untuk penggunaak fisik ialah glikogen
otot. Ketika glikogen otot digunakan, glukosa darah memasuki otot untuk
mempertahankan kebutuhan energi dari jaringan aktif. Akibatnya, hati akan
mengeluarkan glukosanya untuk memepertahankan glukosa darah dan
menegah hipoglikemia (glukosa darah rendah). Glukosa darah tersedia dalam
jumlah sedikit, sehingga ketika digunakan harus langsung diganti dengan
penyimpanan glikogen hati. Kekurangan cadangan glikogen dapat menyebabkan
hipoglikemia. Glikogen hati dapat berkurang karena kelaparan dan latihan, atau
dapat meningkat dengan diet kaya karbohidrat. Satu jam setelah latihan dengan
intensitas sedang akan mengurangi sekitar setengah cadangan glikogen hati,
sedangkan lima belas jam atau lebih kelaparan (seperti puasa) dapat hampir
menyebabkan kehabisan glikogen hati. Hipoglikemia dapat mengganggu fungsi
sistem saraf tengah diikuti dengan rasa pusing, lemah otot, dan kelelahan.
Konsentrasi normal gula darah berkisar pada 4,0-5,5 mmol/L (80–100
mg/100 mL). Glukosa darah dapat meningkat setelah memakan makanan
berkarbohidrat atau menurun setelah puasa. Mempertahankan glukosa darah
normal sangat penting dalam metabolisme manusia, sehingga konsentrasi
glukosa darah harus diatur. Peningkatan glukosa darah merangsang sel beta
pankreas untuk mensekresi insulin ke darah. Insulin berperan menurunkan
glukosa darah dengan memfasilitasi masuknya glukosa darah ke dalam jaringan
sensitif insulin, otot dan jaringan lemak, dan hati. Pada sisi lain, tingkat glukosa
darah yang rendah menyebabkan hormon pengaturan lain disekresikan.
Glukagon, disekresi oleh sel alfa pankreas, bekerja dalam sel hati untuk
pemecahan glikogen. Epinefrin, “fight or flight” hormon, bekerja dalam hati dan
otot, menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang glikogen fosforilase,
sehingga menghasilkan glukosa untuk metabolisme otot. Glukosa juga dapat
dibentuk di hati melalui proses glukoneogenesis. Selama kelaparan, beberapa
asam amino seperti alanin dapat diubah menjadi glukosa. Siklus perubahan ini,
dikenal dengan Siklus Cori, menyebabkan glukosa baru bersirkulasi kembali ke
jaringan, dan sekitar 40% dari glukosa normal terganti.
Glukosa masuk ke dalam sel melalui fasilitative glucose transporters (GLUT).
GLUT adalah protein integral membran yang mentranspor glukosa menuruni
gradien konsentrasi melalui proses yang dikenal dengan difusi terfasilitasi. Lima
buah transporter heksosa telah diidentifikasi dan ditiru. GLUT 1 (erythroid-brain
barrier) adalah transportet glukosa pada sel darah manusia. GLUT 1 ditemukan
di banyak jaringan seperti pada jantung, ginjal, sel lemak, retina, dan otak, tapi
tidak ada pada hati dan otot. Karena ekspresinya yang tinggi di otak, GLUT 1
membentuk bagian dari penghalang darah otak. GLUT 2(liver glucose
transporter) terdapat pada hati, ginjal, usus kecil dan pankreas. GLUT 3 (brain
glucose transporter) 64% serupa dengan GLUT 1 dan terdapat pada semua
jaringan, tapi sangat banyak pada otak, ginjal dan plasenta. GLUT 4 (insulin-
responsive glucose transporter) adalah protein transport yang 50%-65% serupa
dengan tiga transporter glukosa lainnya. GLUT 4 merupakan transporter glukosa
utama jaringan sensitif insulin seperti lemak coklat dan putih, rangka, dan otot
jantung. GLUT 5 (glucose transporter) memiliki 40% kesamaan dengan
transporter glukosa lain dan tersedia untuk mentranspor glukosa sedikit.
Transporter ini dipercaya sebagai transporter fruktosa karena ditemukan dalam
konsentrasi tinggi dalam spermatozoa manusia yang menggunakan fruktosa
sebagi sumber energi.
Salah satu sumber energi untuk aktivitas dengan daya tahan kompetitif
diperoleh melalui oksidasi karbohidrat. Suplementasi karbohidrat telah
ditunjukkan dalam beberapa studi untuk meningkatkan performa daya tahan, dan
banyak tinjauan menyatakan kembali informasi ini. Selama latihan daya tahan,
kira-kira 70% VO2max, penelitian menganjurkan bahwa glikogen otot lebih utama
digunakan untuk sintesis ATP otot.
C. INDEKS GLIKEMIK
Dalam keadaan di bawah normal, hasil fisiologis konsumsi karbohidrat,
pencernaan, dan penyerapan adalah kenaikan postprandial pada glukosa darah,
diikuti kenaikan pengeluaran glukosa oleh jaringan yang difasilitasi oleh sekresi
insulin oleh pankreas. Waktu dan besar respon glikemik ini sangat berhubungan
dengan perbedaan makanan dan tidak diikuti oleh struktur dasar
pengelompokkan karbohidrat seperti sederhana atau kompleks. Contohnya,
konsumsi dua jenis gula sederhana yang berbeda dengan jumlah yang sama
akan menghasilkan respon glukosa yang berbeda. Pencernaan glukosa
menimbulkan kenaikan glukosa darah yang cepat dan besar, yang akan berputar
dan kembali ke tingkatan dasar. Konsumsi fruktosa, disisi lain, menghasilkan
respon glikemik yang lebih lambat dan rendah. Variabilitas pada respon glikemik
postprandial dengan makanan yang berbeda memiliki implikasi penting, terutama
untuk orang-orang yang harus berhati-hati mengontrol kadar glukosa darahnya,
seperti orang dengan diabetes. Karena respon glikemik dari konsumsi
karbohidrat tidak dapat diperkirakan dari karakterisasinya sebagai sederhana
atau kompleks, konsep indeks glikemik dibuat, dites pada bermacam-macam
makanan, dan pada awalnya diumumkan oleh Jenkins dkk, pada tahun 1981.
Indeks Glikemik (GI) adalah nilai yang didasarkan atas respon glukosa darah
postprandial makanan utama dibandingkan dengan makanan yang
direkomendasikan. Secara spesifik, GI adalah persentase area di bawah kurva
respon glukosa untuk makanan spesifik dibandingkan dengan area di bawah
kurva respon glukosa untuk makanan yang direkomendasikan.
Glukosa atau roti putih mengandung 50 g karbohidrat umumnya dijadikan
sebagai makanan rekomendasi. Makanan yang dites mengandung jumlah
karbohidrat yang sama, dan respon glukosa darah ditentukan dua atau tiga jam
setelah konsumsi makanan. Tes lanjutan dari berbagai macam makanan telah
memberikan hasil dalam tabel publikasi dari indeks glikemik untuk berbagai
macam makanan. Penggunaan GI telah menjadi alat referensi yang penting
untuk merencanakan diet yang tepat untuk populasi klinis yang mempunyai
kebutuhan regulasi glukosa darah, seperti orang dengan diabetes. Berdasarkan
ukuran fisiologis, derajat ketelitian tidak dapat diharapkan dari GI. Tapi, banyak
tinjauan dalam studi GI mengindikasi bahwa respon derajat konsistensi tinggi
dengan jenis makanan yang sama, dengan perkiraan 10-15 unit untuk
kebanyakan makanan. GI glukosa (GI=100) dan GI fruktosa (GI=23) secara jelas
menunjukkan perbedaan yang jauh pada respon glukosa yang dapat terjadi
dengan mengonsumsi dua jenis monosakarida dengan struktur yang sama ini.
Atlet juga mendapatkan keuntungan dari mempertimbangkan GI karbohidrat
yang mereka makan sebaik apakah mereka dikategorikan sebagai karbohidrat
sederhana atau kompleks. Mungkin terdapat situasi spesifik dimana atlet akan
menginginkan makanan dengan GI tinggi dan menimbulkan peningkatan glukosa
darah dan respon insulin, contohnya ketika mencoba mensintesis glikogen otot
dengan cepat. Sebaliknya, terdapat kejadian dimana atlet menginginkan
konsumsi makanan rendah GI dan menghindari peningkatan glukosa dan insulin.
Terdapat bukti controversial bahwa hiperflikemia dan hiperinsulinemia
berhubungan dengan makanan tinggi GI yang dikonsumsi segera sebelum
permulaan latihan daya tahan akan menekan oksidasi lemak dan memberikan
pengaruh negatif pada performa selanjutnya.
PERIODE KRITIS MANIPULASI KARBOHIDRAT
Penelitian penting tentang efek asupan karbohidrat pada performa latihan
telah dipublikasikan. Umumnya, manipulasi karbohidrat telah ditunjukkan lebih efektif
memperpanjang aktifitas daya tahan (>2 jam) dimana penyimpanan karbohidrat dan
oksidasi mungkin membatasi performa, atau dihubungkan dengan kelelahan.
Beberapa studi telah mengindikasi efek ergogenik potensial pemuatan karbohidrat,
makanan sebelum latihan, atau asupan selama latihan pada aktifitas intensitas tinggi
periode pendek, tapi bukti tidak cukup kuat untuk secara pasti merekomendasikan
penggunaan karbohidrat untuk meningkatkan performa dalam jenis aktifitas seperti
ini.
Terdapat dua pertimbangan utama yang harus direnungkan atlet ketika
membuat perencanaan diet mengenai asupan karbohidrat. Pertama, untuk
mempertahankan kesehatan jangka panjang, banyak organisasi kesehatan
merekomendasikan bahwa karbohidrat menyusun keseluruhan asupan energi.
Kedua, atlet harus mempertimbangkan tuntutan dari olahraga atau aktifitas yang
dilakukan, dan menentukan jika itu tepat untuk memanipulasi asupan karbohidrat
lebih lanjut untuk mempengaruhi performa fisik secara positif dalam latihan atau
kompetisi.
Penelitian manipulasi karbohidrat telah secara khusus menggunakan
karbohidrat sederhana pada minuman, ketika konsumsi bentuk lain dari karbohidrat
(contoh : makanan padat) sulit ditoleransi. Penggunaan karbohidrat kompleks/padat
pada latihan mungkin tidak diperlukan, kecuali jika latihan sangat diperpanjang
waktunya, untuk menunjukkan bahwa nafsu makan dan kepuasan ditingkatkan
dengan asupan makanan padat (contoh : ultra marathon). Pemeriksaan dari periode
diet kritis untuk asupan karbohidrat berikut, dengan referensi yang dapat dipakai,
untuk rekomendasi tentang karbohidrat kompleks versus karbohidrat sederhana.
A. DIET LATIHAN HARIAN
Pertimbangan pertama untuk diet latihan harian atlet adalah untuk
menyesuaikan dengan rekomendasi asupan diet untuk kesehatan jangka
panjang. Karbohidrat seharusnya menyusun sebagian besar total asupan energi,
terutama dalam bentuk produk biji-bijian, sayuran, dan buah-buahan. Individu
seharusnya mencari batas lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol pada diet.
The Dietary Guidelines for Americans lebih lanjut merekomendasikan bahwa
individu memilih diet yang mengandung gula sedang. Implikasi dari rekomendasi
ini adalah perhatian pada karbohidrat kompleks dan beberapa gula sederhana
dikonsumsi pada biji-bijian, sayuran, dan buah-buahan, dan pengurangan pada
asupan gula sederhana yang secara khusus dikonsumsi pada minuman dan
makanan ringan. Terdapat perhatian pada karbohidrat kompleks karena
beberapa studi telah menunjukkan peningkatan resiko penyakit kronis, terutama
non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM), dengan asupan diet jangka
panjang makanan dengan kandungan glikemik tinggi, terutama dengan
konsumsi rendah serat. Dengan menekankan bermacam-macam pilihan
makanan, atlet dapat dengan mudah mengonsumsi diet yang karbohidrat yang
memadai dan juga vitamin, mineral, dan serat yang cukup.
Untuk mengurangi resiko penyakit kronis dan menganjurkan hidup sehat
jangka panjang, beberapa organisasi kesehatan membuat rekomendasi diet
dasar yang dapat digunakan atlet. Untuk mengurangi resiko penyakit jantung,
American Heart Association merekomendasikan bahwa diet mengandung 55-
60% atau lebih asupan energi dari karbohidrat, dengan perhatian pada
karbohidrat kompleks. Mereka lebih lanjut merekomendasikan bahwa lemak
menyusun 30% atau kurang diet, dengan 8-10% lemak jenuh. Untuk mereduksi
satu resiko bentuk umum kanker, American Cancer Society merekomendasikan
diet sebagian besar disusun dengan makanan dari sumber tumbuhan, dengan
minimal lima porsi buah-buahan atau sayuran setiap hari, digabung dengan
asupan makanan berlemak yang dibatasi. Penuntun diet ini sangat cocok
dengan populasi atletis dan aktif, memberikan dasar diet untuk kesehatan jangka
panjang, sebaik menyediakan diet yang bervariasi yang disusun karbohidrat
untuk sumber bahan bakar saat latihan.
Atlet harus lebih jauh mempertimbangkan apakah kandungan karbohidrat
pada diet mereka cukup untuk mendukung performa optimal dalam latihan dan
kompetisi. Rekomendasi dari The American Dietetic Association dan The
Canadian Dietetic Association adalah, umumnya, diet seharusnya mengandung
60-65% karbohidrat, dan meningkat sampai 65-70% pada individu yang sering
melakukan latihan yang melelahkan. Penting untuk dicatat bahwa asupan energi
total harus cukup dengan tujuan memenuhi jumlah karbohidrat yang dibutuhkan.
Jika asupan kalori total terlalu rendah, bahkan diet dengan karbohidrat >70%
akan menghasilkan jumlah gram karbohidrat yang tidak cukup. Oleh karena itu,
asupan karbohidrat harus dipertimbangkan dasar nyata (jumlah gram untuk tiap
kilogram berat badan) untuk menjamin asupan yang cukup.
Kandungan karbohidrat dalam diet seharusnya cukup untuk
mempertahankan cadangan glikogen otot selama periode latihan intens, atau
konsentrasi glikogen otot akan semakin turun. Tingkat glikogen otot yang tidak
cukup berhubungan dengan pengurangan performa latihan dan kompetisi. Untuk
atlet yang melakukan latihan melelahkan, jelas terlihat diet membutuhkan
kandungan karbohidrat sampai 10 gram per kilogram berat badan untuk
mengganti glikogen otot yang mereka gunakan saat latihan harian. Manusia
terlibat dalam aktifitas-aktifitas atau latihan dengan intensitas dan durasi yang
kurang tidak membutuhkan konsumsi banyak karbohidrat, tapi harus
mempertahankan asupan karbohidrat mereka pada 7 gram per kilogram berat
badan atau lebih, bergantung pada level aktifitasnya (intensitas dan durasi).
Mungkin sulit untuk mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang besar sebagai
makanan, dan atlet menginginkan penggunaan suplemen karbohidrat, terutama
dalam bentuk cairan, untuk meningkatkan asupan mereka. Suplemen
karbohidrat cair memiliki keuntungan tambahan yaitu peningkatan asupan
cairan, sehingga membantu atlet mempertahankan asupan hidrasi yang cukup.
B. SEMINGGU SEBELUM KEGIATAN DAYA TAHAN YANG LAMA
Manipulasi latihan dan kandungan karbohidrat diet melebihi waktu seminggu
telah ditunjukkan pada level supranormal dari glikogen otot, yang pada gilirannya
mempertinggi oksidasi karbohidrat dan meningkatkan kapasitas daya tahan pada
perpanjangan aktifitas daya tahan seperti bersepeda dan berlari. Strategi ini
dikenal dengan “carbohydrate loading,” atau “muscle glycogen
supercompensation.” Banyak studi superkompensasi glikogen otot menunjukkan
peningkatan pada “waktu kelelahan” selama latihan dengan intensitas sedang
sampai tinggi, tapi sedikit yang memperkirakan ukuran performa daya tahan
yang lebih valid dan dapat dipercaya seperti performa kompetisi aktual,
percobaan waktu, waktu untuk menunjukkan sejumlah pekerjaan, atau
penggunaan protocol yang lebih akurat pada even kompetisi. Apalagi beberapa
studi kekurangan kontrol dan penggunaan prosedur seperti puasa semalaman,
konsumsi minuman non-karbohidrat selama tes olahraga, dan latihan lain tidak
khas dalam kondisi nyata. Studi baru-baru ini mengontrol banyak variable,
ditemukan efek tak bias dilihat dari superkompensasi performa bersepeda.
Penenlitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan efek bermanfaat dari
superkompensasi glikogen otot yang potensial pada performa.
Studi sebelumnya menunjukkan penggandaan glikogen otot mengikuti
strategi yang mengacu pada metode pemasukan karbohidrat “klasik”. Tetapi
metode ini memiliki latihan dan tuntutan diet yang berat yang mungkin tidak
dapat diterima untuk persiapan atlet untuk kompetisi yang penting. Glikogen otot
dikurangi dengan perpanjangan, latihan yang melelahkan dan dipertahankan
pada fase penekanan untuk tiga hari selanjutnya dengan hamper diet bebas
karbohidrat. Latihan yang mengurangi ini ditampilkan lagi untuk pengurangan
cadangan glikogen lebih lanjut, setelah atlet beristirahat dan mengonsumsi
makanan kaya karbohidrat pada tiga hari sebelum even. Selama menghasilkan
cadangan glikogen yang tinggi, metode pemuatan karbohidrat ini memiliki efek
fisiologis dan fisik yang merugikan lainnya yang tidak menguntungkan untuk
performa selanjutnya.
Karena latihan yang berlebihan dan manipulasi diet dari metoda pemuatan
karbohidrat klasik, banyak atlet memilih metode yang cocok yang mengau pada
metode pemuatan karbohidrat “yang dimodifikasi”. Pada metode ini, atlet
mengurangi latihannya, mengikuti persiapan latihan yang lebih realistic selama
seminggu sebelum even yang penting. Awal minggu ketika atlet berlatih untuk
durasi yang lama, diet dimanipulasi untuk mencakup persentase lemak dan
protein yang lebih tinggi, dan kurang karbohidrat (kira-kira 50% dari karbohidrat
total). Tiga hari terakhir sebelum even, ketika atlet latihan sangat sedikit, jumlah
karbohidrat meningkat samapai 70% atau lebih, merangsang cadangan glikogen
otot. Jumlah sintesis glikogen otot mengikuti modifikasi ini hamper sebesar
metode klasik, tapi kesulitannya berhubungan dengan latihan yang melelahkan
dan periode diet sangat rendah karbohidrat yang dihindari.
Studi sebelumnya tidak mempunyai gambaran komposisi diet yang detail,
tapi kandungan karbohidrat terdri dari komposisi karbohidrat kompleks dan
sederhana. Lebih dari dua studi baru-baru ini telah mengivestigasi kemanjuran
satu jenis karbohidrat melebihi yang lain, dan keduanya menyimpulkan tidak ada
keuntungan dari diet tinggi karbohidrat sederhana atau tinggi karbohidrat
kompleks pada tiga hari fase pemuatatan karbohidrat yang tinggi. Kedua tipe
karbohidrat ini meningkatkan glikogen otot dengan cara yang sama, dan
mempunyai pengaruh positif yang sama pula pada latihan daya tahan
berikutnya. Pemuatan karbohidrat dalam jangka pendek, secara relatif jarang
latihan dan diet manipulasi, dan penggabungan gula-gula sederhana selama
periode ini seharusnya bukan merupakan resiko kesehatan diet yang signifikan
bagi atlet. Hal ini direkomendasikan, tapi komposisi diet jangka panjang itu
disusun kebanyakan karbohidrat kompleks dengan muatan glikemik yang rendah
karena hubungannya dengan rendah serat kronis, diet glikemik tinggi
meningkatkan resiko NIDDM.
C. MAKANAN SEBELUM LATIHAN
Makanan dikonsumsi hanya terutama untuk pertandingan latihan atau even
kompetisi juga digunakan untuk memaksimalkan cadangan karbohidrat dalam
percobaan untuk meningkatkan performa. Jika makanan ini terdiri dari banyak
karbohidrat, mereka bekerja untuk memaksimalkan cadangan glikogen otot dan
hati sebelum permulaan latihan. Telah didemonstrasikan secara meyakinkan
bahwa puasa sebelum even daya tahan yang diperpanjang menghasilkan
performa yang berkurang, jadi sangat penting bagi atlet untuk mengonsumsi
makanan sejam sebelum latihan dengan waktu yang lama atau kompetisi.
Makanan harus memberikan energi dan karbohidrat yang cukup untuk
mendukung tuntutan metabolisme dari latihan, dikonsumsi dalam waktu yang
cukup sebelum permulaan latihan untuk membiarkan pengosongan lambung,
pencernaan, dan penyerapan, dan juga enak dimakan dan dapat diterima oleh
atlet.
Makanan berkarbohidrat 1-2 gram per kilogram berat badan dimakan satu
jam sebelum latihan, dan makanan yang mengandung sampai 4,5 gram
karbohidrat dimakan 3-4 jam sebelum latihan telah menunjukkan peningkatan
pada performa daya tahan. Terlihat terdapat efek tambahan yang positif ketika
makanan sebelum latihan dikonsumsi bersama dengan asupan karbohidrat
selama latihan, mengarah pada performa yang lebih baik daripada ketika tanpa
konsumsi karbohidrat, atau ketika hanya mengonsumsi karbohidrat sebelum
atau hanya selama latihan.
Area investigasi ini adalah efek yang mungkin bahwa makanan dengan
kadar glikemik berbeda aan berakibat pada performa selanjutnya karena
potensial untuk hiperglikemia dan hiperinsulinemia pada permulaan latihan.
Makanan tinggi karbohidrat, terutama makanan yang tinggi glikemik, dikonsumsi
sejam atau lebih sebelum latihan, memberikan hasil insulin tinggi dan penurunan
glukosa darah pada saat latihan dimulai. Hali ini telah dihipotesis bahwa ini
adalah respon glikemik, bersamaan dengan peningkatan asupan glukosa
dengan latihan otot, memberikan hasil “pantulan” hipoglikemia, penghambat dari
oksidasi FFA, dan mengganggu performa latihan daya tahan. Hal ini
merangsang pertimbangan sejumlah penelitian baru-baru ini, dan mengarahkan
pada rekomendasi untuk mengonsumsi hanya makanan dengan indeks glikemik
yang rendah dalam latihan.
Studi-studi biasanya menunjukkan bahwa mengonsumsi makanan tinggi GI
dalam sejam saat permulaan latihan akan menyebabkan hiperglikemia dan
hiperinsulinemia sebelum latihan dibandingkan dengan makanan rendah GI.
Pada permulaan latihan, hasil ini pada penurunan glukosa darah, penurunan
oksidasi dan pengeluaran FFA, dan kepercayaan yang lebih besar pada oksidasi
karbohidrat selama latihan. Tetapi, ada dua alasan utama mengapa ini tidak
seharusnya menjadi perhatian para atlet. Pertama, banyak studi menunjukkan
penurunan glukosa darah pada 30-60 menit pertama latihan, tapi glukosa darah
tidak turun pada level yang rendah yang merupakan gejala dari hipoglikemia
dialami (neuroglukopenia), dan sangat sedikit studi yang menunjukkan adanya
kerusakan pada performa selanjutnya. Jika latihan dilanjutkan pada durasi yang
cukup, glukosa darah dan insulin biasanya kembali ke level normal yang
diharapkan, dan banyak studi menunjukkan bahwa mengonsumsi karbohidrat
satu jam sebelum latihan meningkatkan performa bagaimanapun juga dari
indeks glikemik.
Kedua, dalam perspektif praktis, atlet tidak akan makan dalam waktu sejam
sebelum memulai pertandingan latihan. Untuk memberikan waktu pengosongan
lambung dan untuk menghindari ketidaknyamanan gastrointestinal, banyak
orang akan cenderung makan 3-4 jam sebelum latihan. Tambahan waktu ini
akan membiarkan glukosa darah dan insulin kembali ke level dasar dan
mengurangi efek yang melekat pada GI makanan yang dikonsumsi. Atlet
seharusnya sangat memberikan perhatian pada pre-training mereka dan diet
kompetisi untuk meyakinkan bahwa mereka mengerti respon tubuhnya terhadap
komposisi, jumlah dan waktu dari makanan sebelum latihan yang mereka
konsumsi.
Kesimpulannya, penting untuk atlet untuk makan sebelum memulai latihan
yang lama dengan tujuan memaksimalkan cadangan karbohidrat endogenus.
Makan pun harus diatur waktunya sehingga saluran gastrointestinal telah bersih
sebelum permulaan latihan, biasanya 3-4 jam, untuk meminimalkan
kemungkinan gangguan lambung. Makanan harus sebagian besar terdiri dari
karbohidrat, dan terdiri dari makanan-makanan yang biasa dimakan atlet.
Strategi ini seharusnya diberlakukan secara konsisten pada training; pola
makanan baru seharusnya tidak dimulai sebelum even kompetisi penting. Indeks
Glikemik makanan yang dikonsumsi tidak sepenting kebiasaan, toleransi, dan
waktu makan. Contohnya, pada pagi hari sebelum marathon, akan lebih baik dan
praktis jika pelari mengonsumsi makanan sarapan yang tinggi karbohidrat dan
sesuai kebiasaan makannya seperti oatmeal (GI=61), daripada mencoba
memenuhi rekomendasi yang tidak terjamin dengan mengonsumsi makanan
rendah GI dengan mengonsumsi semangkuk lentil (GI=30).
D. SELAMA LATIHAN DAYA TAHAN YANG LAMA
Cadangan endogenus karbohidrat akan secepatnya berkurang selama
latihan dengan intensitas tinggi atau sedang yang lama. Oleh karena itu
karbohidrat dikonsumsi dengan tujuan mempertahankan tinggi rata-rata oksidasi
karbohidrat. Penelitian besar memberikan bukti bahwa konsumsi karbohidrat
selama latihan mempertahankan level glukosa darah dan oksidasi karbohidrat
dan secara signifikan meningkatkan kapasitas dan performa daya tahan.
Konsumsi karbohidrat pada saat latihan bersepeda rupanya tidak menurunkan
glikogen otot, tapi mempertahankan glukosa darah sebagai sumber bahan bakar
oksidasi pada saat latihan, dan dengan jelas menghasilkan peningkatan pada
kapasitas daya tahan.
Peningkatan performa atau kapasitas daya tahan telah dilihat ketika 0,5
sampai 1 gram karbohidrat dikonsumsi per kilogram berat badan setiap jam
sebelum latihan. Banyak studi telah memfokuskan pada gula sederhana atau
maltodekstrin dalam minuman, sementara beberapa studi telah menginvestigasi
konsumsi karbohidrat kompleks atau makanan padat selama latihan. Glukosa
dan polimer glukosa (maltodekstrin) telah ditunjukkan efektif, terutama
dibandingkan dengan karbohidrat rendah GI seperti fruktosa.
Mengonsumsi karbohidrat dalam bentuk minuman cairan, atau minuman
olahraga, adalah umum selama latihan. Konsumsi karbohidrat dalam bentuk lain,
seperti makanan padat, akan sulit atau sedikit ditoleransi selama aktivitas seperti
berlari. Aktifitas lain seperti bersepeda, lebih memberikan kesempatan untuk
mengonsumsi makanan padat dengan rasa ketidaknyamanan yang kurang.
Beberapa studi tentang konsumsi makanan padat selama latihan daya tahan
menunjukkan peningkatan performa dibandingkan dengan placebo, tapi tidak
ada bukti bahwa konsumsi makanan padat atau semi padat memiliki keuntungan
performa dan fisiologis melebihi karbohidrat dalam bentuk cairan. Terdapat
keadaan, seperti pada even ultra endurance, dimana makanan padat lebih
meningkatkan rasa puas.
Meminum minuman karbohidrat membawa keuntungan tambahan dalam
membantu mengganti cairan dan termoregulasi jika latihan dilakukan pada
lingkungan dengan tantangan termal. Minuman harus diformulasikan hingga
mencapai keseimbangan antara penyampaian energi karbohidrat dengan
pengosongan lambung dan penyerapan. Minuman dengan konsentrasi tinggi
memberikan banyak energi, tapi pengosongan lambung berjalan lambat. Ini
nyata bahwa atlet mengonsumsi minuman karbohidrat sampai konsentrasi 10%
tanpa mengganggu termoregulasi. Minuman olahraga popular yang tersedia
mengandung antara 6% sampai 8% karbohidrat, dan dapt digunakan secara
efektif selama latihan daya tahan. Sama dengan makanan sebelum latihan, atlet
harus menggabungkan strategi makan dengan pengaturan latihannya, terutama
dalam sesi latihan dengan durasi yang lama, untuk membiasakan diri dengan
asupan karbohidrat selama latihan, dan untuk menentukan volume konsumsi
yang tepat. Pengenalan yang tiba-tiba memakan karbohidrat yang tidak biasa
menyebabkan gastrointestinal menderita, diare, keran, atau muntah, yang akan
menyebabkan semakin buruknya performa.
Sampai saat ini, sebagian besar studi kinerja ketahanan telah menggunakan
glukosa atau glukosa polimer untuk menilai kinerja manfaat dari ketahanan
selama latihan. Selain itu, berbagai jenis karbohidrat (seperti disakarida dari
fruktosa dan sukrosa) yang telah dibandingkan satu sama lain. Meskipun banyak
penelitian telah menunjukkan efek yang menguntungkan dari suplemen
karbohidrat, banyak juga tidak menemukan batas atas untuk jumlah karbohidrat
yang benar-benar dapat diserap dan dimanfaatkan (yaitu, dioksidasi) tubuh
selama latihan. Berdasarkan faktor yang berhubungan dengan kejenuhan
intestinal sodium-dependent glucose transporters (SGLT-1), pembatasan juga
dapat diberikan oleh hati, tampak bahwa puncak oksidasi glukosa eksogen pada
1,0-1,1 g / menit. 11,56 menggunakan penyelidikan yang sama telah
menunjukkan tingkat oksidasi fruktosa 20-25% lebih rendah (memuncak pada ~
0,7 g / menit) dibandingkan dengan glukosa, sehingga mengusulkan fructose
intestinal transporter (GLUT-5) berperan sebagai faktor pembatas, dengan
kemungkinan tambahan perubahan fruktosa menjadi glukosa di hati juga
merupakan batas oksidasinya. Disakarida sukrosa (tersusun atas glukosa dan
fruktosa dalam jumlah yang sama) juga menunjukkan nilai oksidasi yang sama
(~1,0 g/mnt) dengan glukosa ketika menghasilkan jumlah yang sama. Langkah
intrik adalah kemudian mengkombinasikan mono- dan disakarida berbagai jenis
dalam percobaan untuk mengatasi batas kejenuhan mekanisme transport usus
masing-masing individu dengan hasil peningkatan nilai oksidasi (dan mungkin
performa ketahanan).
Serangkaian progresif studi baru-baru ini meneliti tingkat oksidasi berbagai
kombinasi mono - dan disakarida pada pesepeda yang sangat terlatih, latihan
untuk 50 min 120-150% dari daya maksimum (60-63% dari O2max). Campuran
glukosa dan fruktosa (1,2 g / menit glukosa dan 0,6 g / fruktosa min)
menunjukkan tingkat maksimum oksidasi eksogen dari 1,26 g / menit, nilai 55 %
lebih tinggi dari yang ditemukan pada larutan glukosa sendiri. Mungkin
mempertimbangkan kembali konsep usus jenuh, studi ini juga menunjukkan
bahwa tidak ada kenaikan nilai oksidasi ketika larutan hanya glukosa
menyediakan 1,2 atau 1,8 g / menit yang digunakan. Demikianlah, tidak ada
oksidasi karbohidrat eksogen meningkat signifikan di atas 1,0 g / menit dicapai
dengan melengkapi 2,4 g / min glukosa atau 1,2 g / menit dan glukosa yang
dikombinasikan dengan 0 , 6 g / min dari disakarida maltosa. Temuan ini
menunjukkan bahwa tambahan jumlah karbohidrat dalam bentuk glukosa yang
dicerna tidak meningkatkan nilai oksidasi lebih jauh.
Berdasarkan penemuan studi di atas, dan batas atas nyata dari oksidasi
karbohidrat eksogen yang dicapai pada asupan glukosa 1,2 g / menit, efek dari
kombinasi yang berbeda dari sukrosa, glukosa dan fruktosa dan jumlah terus
menyediakan penemuan menarik. Tingkat Oksidasi puncak tertinggi 1,70 g /
menit ditemukan sebagai hasil pencernaan campuran glukosa 1,2 g / menit,
sukrosa 0,6 g / menit dan 0,6 g / fruktosa min (untuk total 2,4 g / karbohidrat
menit). Dari catatan tertentu, setelah menelan total sebesar 2,4 g / menit dari
karbohidrat dalam bentuk 1,2 g / min glukosa dan fruktosa 1,2 g / menit
menghasilkan beberapa ukuran oksidasi yang lebih tinggi, sehingga tingkat
puncak oksidasi sebesar 1,75 g / menit.
Tingkat Oksidasi karbohidrat eksogen dengan demikian menunjukkan akan
menjadi paling tinggi bila campuran glukosa dan fruktosa (1,2 g / menit masing-
masing) digabungkan dalam minuman yang dikonsumsi selama latihan yang
berkepanjangan. Hal ini juga tampak bahwa campuran glukosa (1,2 g / menit),
sukrosa (0,6 g / menit) dan fruktosa (0,6 g / menit), dapat memberikan oksidasi
maksimum yang sama. Tampak bahwa konsumsi glukosa saja tidak dapat
mendukung tingkat oksidasi di atas 1,0 g / menit, dan jika digunakan dalam
isolasi tidak diperlukan untuk mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar dari
1,2 g / menit, yang dekat jumlah yang direkomendasikan sebesar 60-70 gram
karbohidrat per jam biasanya dianjurkan selama performa daya tahan lama.
Penelitian tersebut memberikan dasar teoretis yang kuat untuk meningkatkan
kinerja ketahanan melalui suplemen dengan campuran mono- atau disakarida.
Kemampuan untuk menggunakan tingkat yang lebih tinggi dari karbohidrat
eksogen, terutama di saat-saat terakhir even ketahanan, sementara mungkin
meminimalkan penggunaan sumber-sumber endogen dari karbohidrat, tampak
mengandung potensi besar untuk mempertahankan tingkat performa daya tahan
yang tinggi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah tingkat
karbohidrat oksidasi yang lebih tinggi berlaku menerjemahkan peningkatan
performa daya tahan.
E. SEGERA SETELAH LATIHAN
Penggantian cepat cadangan karbohidrat, terutama glikogen otot dan hati
mungkin penting bagi banyak atlet. Para atlet yang bersaing dalam hal daya
tahan lama seperti maraton mungkin tidak membutuhkan glikogen otot untuk
epat resintesis, tapi yang berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, aktivitas yang
sering yang membebani cadangan karbohidrat, seperti turnamen sepak bola
mingguan, mungkin memerlukan penyembuhan yang cepat. penggantian
cadangan yang Cepat dapat dicapai jika karbohidrat dikonsumsi cepat setelah
latihan yang melelahkan. Keterlambatan sekurangnya dua jam dapat
menyebabkan penurunan sintesis glikogen otot sehingga jauh lebih lambat.
Akibatnya, atlet yang mencari pemulihan cepat harus mengkonsumsi karbohidrat
sesegera mungkin setelah latihan destruktif.
Studi pada tingkat sintesis glikogen otot pada jam-jam setelah latihan
menunjukkan resintesis sangat cepat ketika jumlah karbohidrat 0,75-1,6 gram
per kilogram berat badan yang dikonsumsi setiap jam selama 4 jam. Ketika
karbohidrat dikonsumsi dalam makanan yang besar setiap dua jam, beberapa
studi menunjukkan bahwa jumlah besar konsumsi karbohidrat tidak
meningkatkan laju sintesis glikogen sedikit pun. Namun, setidaknya satu studi
menunjukkan tingkat lebih tinggi dari sintesis pada makanan kecil karbohidrat
dikonsumsi lebih sering (setiap 15 menit). Meskipun sintesis glikogen otot yang
cepat terlihat dengan jumlah dan strategi makanan, atlet harus menyadari bahwa
konsumsi yang cepat dalam jumlah besar karbohidrat setelah latihan dapat
menyebabkan gangguan gastro-intestinal.
Bentuk dimana karbohidrat dikonsumsi setelah latihan mungkin memiliki
efek pada tingkat penggantian glikogen otot. Meskipun diklasifikasikan sebagai
gula sederhana, fruktosa memiliki respon glisemik rendah, dan konsumsi yang
telah terbukti menyebabkan tingkat lebih lambat pada sintesis glikogen otot
daripada glukosa. Karbohidrat dikonsumsi dalam jumlah yang setara dalam
bentuk cair dan padat menghasilkan tingkat yang sama pada penggantian
glikogen otot. Studi karbohidrat sederhana versus kompleks menunjukkan tidak
terdapat perbedaan jumlah resynthesized glikogen di otot sampai 24 jam
pertama setelah latihan yang melelahkan, tetapi diet yang memiliki kandungan
karbohidrat sebesar 70% karbohidrat karbon kompleks menghasilkan kandungan
glikogen otot yang lebih tinggi 48 jam setelah berlari penuh. Dalam sebuah
penelitian yang menyoroti indeks glikemik makanan, Burke et al. telah
menunjukkan bahwa makanan GI tinggi mengakibatkan sintesis glikogen otot
yang lebih besar dalam 24 jam setelah bersepeda yang melelahan daripada
makanan GI rendah. Peningkatan insulin dan respon glukosa darah setelah
konsumsi makanan GI tinggi dapat merangsang sintesis jangka pendek glikogen
otot, namun tampaknya tidak terlihat keuntungannya mengonsumsi setelah 24
jam pertama.
Pertimbangan lain adalah masuknya zat gizi lain selain karbohidrat pada
makanan setelah latihan. Masuknya sejumlah besar lemak dalam makanan tidak
dianjurkan, karena pengosongan lambung mungkin akan diperlambat dan
konsumsi lemak menyediakan substrat atau lingkungan hormonal sintesis
glikogen optimal. Sejumlah penelitian telah memeriksa kemanjuran dari
masuknya protein atau asam amino pada makanan pasca-latihan karena efek
yang mereka punya meningkatkan sekresi insulin. Ketika campuran hidrolisat
protein gandum dan asam amino leucine dan fenilalanin-bebas telah
ditambahkan ke minuman karbohidrat pasca- latihan, kadar insulin darah yang
lebih tinggi dan sintesis glikogen otot lebih tinggi ditemukan dan dibandingkan
dengan hanya minum karbohidrat. Masuknya protein dan asam amino secara
nyata membantu sintesis glikogen otot ketika jumlah karbohidrat yang
dikonsumsi terbatas, tetapi tidak ketika jumlah karbohidrat yang dicerna besar.
Konsumsi 1,2 g / kg / jam dari karbohidrat merangsang laju sintesis glikogen otot
yang tidak berlebihan ketika protein dan asam amino ditambahkan. Penambahan
protein dan asam amino mungkin memiliki keuntungan tambahan setelah latihan
dengan merangsang sintesis protein dan memperbaiki keseimbangan protein
bersih.
Atlet memerlukan penggantian cepat cadangan karbohidrat, harus makan
atau minum sesegera mungkin setelah latihan yang melelahkan. Mereka harus
memilih karbohidrat dengan nilai indeks glisemik tinggi dan memakannya sedikit,
makan lebih sering, daripada dalam makan dalam jumlah besar pada waktu
yang sama. Setelah periode awal penggantian, diet karbohidrat kompleks dapat
dilanjutkan.
REKOMENDASI PRAKTIS
1. Diet dasar seharusnya konsisten dengan rekomendasi pencegahan penyakit
kronis dan promosi hidup sehat jangka panjang. Diet ini tinggi karbohidrat
(>55% dari kalori total), rendah lemak (≤30% dari kalori total), dan
penekanan pada penganekaragaman makanan.
2. Mengevaluasi tuntutan aktifitas olahraga atau atletik, baik untuk training
maupun kompetisi. Jika aktifitas memiliki intensitas tinggi dan berulang-
ulang, atau dengan durasi yang lama, tambahan manipulasi karbohidrat
dapat digunakan pada periode yang tepat.
3. Asupan karbohidrat seharusnya ditentukan dengan jumlah mutlak
berdasarkan berat badan atlet, contohnya: gram karbohidrat per kilogram
atau per pound berat badan (lihat jumlah yang direkomendasikan pada table
2.3). Diet yang mengandung persentase karbohidrat yang tinggi mungkin
terlalu rendah pada aktual gram karbohidrat jika asupan energi total tidak
cukup.
4. Mayoritas asupan karbohidrat seharusnya dari berbagai jenis makanan,
terutama buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian. Tetapi jika kebutuhan asupan
karbohidrat ekstrim, dan intens, latihan yang lama, mempertimbangkan
penggunaan suplemen karbohidrat.
5. Pertimbangkan manipulasi karbohidrat selama setiap periode kritis untuk
latihan dan kompetisi. Uji strategi ini selama latihan; jangan mengenalkan
makanan baru atau praktek diet baru sebelum even kompetisi penting.
TUJUAN KE DEPAN UNTUK PENELITIAN
1. Studi manipulasi karbohidrat telah dominan menggunakan protokol latihan
yang mengukur waktu kelelahan pada intensitas latihan yang tetap sebagai
ukuran kapasitas daya tahan. Beberapa studi telah menentukan efek
konsumsi karbohidrat pada ukuran yang valid dan dapat dipercaya performa
daya tahan. Penelitian tambahan diperlukan untuk menegaskan keuntungan
ergogenik dari konsumsi karbohidrat menggunakan protokol latihan yang
lebih dekat pada tuntutan performa atletik kompetisi.
2. Penelitian lebih lanjut dbutuhkan untuk mengklarifikasi apakah indeks
glikemik dari makanan sebelum latihan adalah faktor yang penting dari
performa berikutnya. Rekomendasi untuk menghindari makanan tinggi GI
sebelum latihan didasarkan pada apa yang dirasa menjadi kerugian respon
metabolik pada makanan ini, sementara beberapa studi telah memperkirakan
pengaruhnya pada performa daya tahan menggunakan protokol yang valid
dan dapat dipercaya.
3. Penggabungan tipe karbohidrat pada minuman memiliki potensi untuk
meningkatkan pengeluaran karbohidrat dan oksidasi selama latihan.
Penelitian tambahan dibutuhkan untuk menentukan jika meningkatkan
ketersediaan karbohidrat dapat mengarah ke peningkatan performa daya
tahan.
Recommended