View
224
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PELAKSANAAN PRINSIP ITIKAD BAIK DALAM
PERJANJIAN ASURANSI JIWA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1
Pada Jurusan Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Oleh :
DIANA NURI SAFITRI
C100140072
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PELAKSANAAN PRINSIP ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN
ASURANSI JIWA
PUBLIKASI ILMIAH
DIANA NURI SAFITRI
C100140072
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Pembimbing
(Inayah, S.H., M.H.)
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PELAKSANAAN PRINSIP ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN
ASURANSI JIWA
Oleh:
DIANA NURI SAFITRI
C100140072
Skripsi ini telah diterima dan disahkan oleh
Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada
Hari : Rabu
Tanggal : 05 September 2018
Dewan Penguji
1. Inayah, S.H., M.H. ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Dr. Kelik Wardiono, S.H., M.H ( )
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Septarina Budiwati, S.H., M.H ( )
(Anggota II Dewan Penguji)
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Prof. Dr. H. Khudzaifah Dimyati, S.H., M.Hum
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 06 September 2018
Penulis
DIANA NURI SAFITRI
C100140072
1
PELAKSANAAN PRINSIP ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN
ASURANSI JIWA
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penjelasan mengenai pelaksanaan
prinsip itikad baik dalam perjanjian Asuransi Jiwa serta untuk mengetahui
bagaimana penyelesaian hukum apabila para pihak tidak melaksanakan prinsip
itikad baik dalam perjanjian asuransi jiwa.Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan yuridis sosiologis.Sumber data dari data primer bersumber dari
wawancara serta data sekunder berupa data yang diperoleh dari
kepustakaan.Metode pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan
lapangan.Kemudian dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa dalam pelaksanaan prinsip itikad baik pada AJB Bumiputera
1912 dan PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia telah sesuai dengan Pasal 251
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Dan penyelesaian hukum apabila
tertanggung tidak melaksanakan prinsip itikad baik dalam perjanjian asuransi jiwa
maka perjanjian batal dan premi tidak terbayar, sedangkan penyelesaian hukum
apabila agen asuransi lapangan tidak melaksanakan prinsip itikad baik dalam
perjanjian asuransi jiwa pada AJB Bumiputera 1912 yaitu melalui tidakan
administrative, berupa teguran yang melalui pemanggilan, peringatan,
pemberhentian sepihak, dan ganti rugi. Pada PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia
adalah melalui musyawarah untuk mufakat, dan apabila tidak mencapai mufakat
maka melalui BMAI (Badan Mediasi Asuransi Indonesia).
Kata Kunci: Perjanjian, Itikad Baik, Asuransi Jiwa
Abstract
This study aims to find out the explanation of the implementation of the principle
of good faith in the Life Insurance agreement and to find out how the legal
settlement if the parties do not implement the principle of good faith in the life
insurance agreement. This study uses a sociological juridical approach. Data
sources from primary data come from interviews and secondary data in the form
of data obtained from the literature. The collection methods with literature and
field studies.Then analyzed with qualitative methods. The results of the study
show that the implementation of the principle of good faith in AJB Bumiputera
1912 and PT Generali Life Insurance Indonesia is in accordance with Article 251
of the Commercial Law. And legal settlement if the insured does not implement
the principle of good faith in a life insurance agreement, the agreement is canceled
and the premium is not paid, while legal settlement if the field insurance agent
does not implement the principle of good faith in the life insurance agreement at
AJB Bumiputera 1912, namely through administrative action, in the form of
reprimand, warnings, unilateral terminations and compensation. At PT Generali
Indonesia Life Insurance, it is through deliberation to reach a consensus, and if it
does not reach consensus then through BMAI (Indonesian Insurance Mediation
Agency).
Keywords: Agreement, Goodwill, Life Insurance
2
1. PENDAHULUAN
Kehidupan serta kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal
yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri.Sifat hakiki yang
termaksud adalah suatu sifat yang tidak kekal yang selalu menyertai
kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya.Keadaan yang tidak kekal
yang merupakan sifat alamiah tersebut mengakibatkan adanya suatu keadaan
yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu secara tepat. Sehingga dengan
demikian keadaan termaksud tidak akan pernah memberikan rasa pasti.
Karena tidak adanya suatu kepastian, tentu saja akhirnya sampai pada suatu
keadaan yang tidak pasti pula.Keadaan tidak pasti terhadap setiap
kemungkinan yang dapat terjadi baik dalam bentuk peristiwa yang belum
tertentu menimbulkan rasa tidak aman yang lazim disebut sebagai risiko.1
Asuransi merupakan suatu pertanggungan risiko antara tertanggung
dan penanggung yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan perjanjian.
Sebagaiman yang tercantum dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana
seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seseorang tertanggung
dengan menerima suatu premi, dimana disini penanggung adalah pihak yang
sanggup menjamin serta menanggung pihak lain yang akan mendapat suatu
penggantian kerugian yang mungkin akan dideritanya sebagai suatu peristiwa
yang belum tentu terjadi, sedangkan tertanggung adalah pihak yang akan
menerima ganti kerugian dari suatu peristiwa dan diwajibkan membayar
sejumlah uang kepada penanggung.2
Perjanjian asuransi diatur dalam 2 kodifikasi, yaitu dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) maupun dalam Kitab Undang-
undang Hukum Dagang (KUHD). Dan secara umum setiap perjanjian harus
dilandasi dengan itikad baik dari para pihak yang mengadakan perjanjian
tersebut, seperti yang telah diatur dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPer dimana
suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Maksud itikad baik
1 Sri Rejeki Hartono,1992,Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar Grafika,
hal.2 2Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT.Intermasa, Jakarta, hal. 217-218
3
dalam Pasal tersebut adalah keharusan untuk melaksanakan suatu perjanjian
secara pantas dan patut.Jadi hal ini lebih menitik beratkan pada pelaksanaan
suatu perjanjian, sesudah perjanjian itu dibuat secara sah. Dengan demikian,
berdasarkan Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata tersebut, pelaksanaan dari isi
suatu perjanjian dibatasi oleh kepantasan dan kepatutan. Akan tetapi apabila
dalam pelaksanaan suatu perjanjian salah satu pihak tidak memenuhi
ketentuan dari Pasal tersebut dapat mengubah hak dan kewajiban pokok dari
para pihak yang telah disepakati dalam perjanjian.
Di dalam perjanjian asuransi harus dilandasi itikad baik juga tertera di
dalam Pasal 251 KUHD yang merupakan ketentuan khusus, yakni setiap
keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan
hal-hal yang diketahui oleh si teranggung, betapapun itikad baik ada padanya,
yang demikian sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui
keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup
dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertangggungan.
Jadi, maksud dari Pasal 251 KUHD tersebut adalah bahwa pihaknya
mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya,
sejujur-jujurnya dan selengkap-lengkapnya mengenai keadaan objek yang
diasuransikan.
Salah satu bentuk pelanggaran yang sering terjadi terhadap Prinsip
Itikad Baik adalah menyembunyikan fakta tentang kesehatan diri tertanggung
dengan cara menyampaikan informasi tidak benar atau palsu, maka
pelanggaran tersebut dapat menyebabkan persoalan hukum dikemudian hari
terhadap pelaksanaan perjanjian ini, maka penulis bermaksud untuk
mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “Pelaksanaan
Prinsip Itikad Baik Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa”.
Berikut rumusan masalah yang akan dibahas oleh penulis adalah
Pertama, bagaimana pelaksanaan prinsip itikad baik dalam perjanjian asuransi
jiwa? Kedua, bagaimana penyelesaian hukum apabila para pihak tidak
melaksanakan prinsip itikad baik dalam perjanjian asuransi jiwa?
4
Adapun tujuan penelitian ini adalah pertama, Untuk mengetahui
penjelasan mengenai pelaksanaan prinsip itikad baik dalam perjanjian asuransi
jiwa.Kedua, untuk mengetahui penyelesaian hukum apabila para pihak tidak
melaksanakan prinsip itikad baik dalam perjanjian asuransi jiwa.
2. METODE
Penelitian ini menggunakan yuridis sosiologis yaitu didasarkan pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan norma hukum yang
berlaku di masyarakat dengan dikaitkan fakta-fakta yang ada dari
permasalahan yang ditemukan dalam penelitian. Jenis penelitian yang
digunakan ini adalah secara deskriptif, yaitu suatu penelitian yang
dimaksudkan untuk memberikan data-data yang seteliti mungkin dan
menjelaskan data yang ditemukan dalam penelitian.3Teknik pengumpulan data
menggunakan metode studi kepustakaan dan studi lapangan.Metode analisa
data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pelaksanaan Prinsip Itikad Baik dalam Perjanjian Asuransi Jiwa
Asuransi Jiwa adalah perjanjian dimana penanggung mengikatkan diri
dengan menerima premi untuk membayar sejumlah uang tertentu
manakala terjadi peristiwa yang belum pasti berkaitan dengan hidup atau
kesehatan seseorang.4
Dalam melaksanakan perjanjian asuransi jiwa di AJB Bumiputera
1912 dan PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia tidak jauh berbeda yaitu
dimulainya dari penjelasan dari agen kepada calon tertanggung yaitu,
menjelaskan risiko yang dijamin oleh pihak penanggung beserta
pengecualiannya mengenai produk asuransi yang akan diajukan oleh calon
tertanggung, memberitahukan besarnya premi sesuai dengan peraturan
3 Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal.3 4 Santoso Poedjosoebroto, 1969, Beberapa Aspek Tentang Pertanggungan Jiwa di Indonesia,
Bharata, Jakarta, hlm.69
5
yang berlaku. Terdapat beberapa kewajiban tertanggung yang berkaitan
dengan pelaksanaan itikad baik perjanjian asuransi jiwa yaitu :
3.1.1 Pengisian Identitas pada Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ)
Dalam pelaksanaan perjanjian asuransi jiwa di AJB
Bumiputera 1912 untuk mendaftarkan diri sebagai calon tertanggung
biasanya calon tertanggung berhak memilih untuk datang langsung ke
perusahaan atau melalui agen yang datang kerumah (marketing) dan
mendaftarkan diri dengan meminta Surat Permintaan Asuransi Jiwa
(SPAJ) disertai dengan fotocopy KTP sebagai bukti diri atau untuk
yang berumur kurang dari 18 tahun maka menyerahkan akta kelahiran.
Seperti halnya yang ditentukan dalam Syarat Umum Polis
asuransi jiwa AJB Bumiputera 1912 Pasal 2 yaitu :
1) Mereka yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi jiwa
dengan Badan, wajib mengisi dan menandatangani formulir Surat
Permintaan Asuransi Jiwa yang disediakan untuk keperluan itu dan
kemudian mengirimkannya kepada Badan.
2) Surat Permintaan Asuransi Jiwa yang diisi dengan lengkap dan
benar menjadi dasar perjanjian asuransi jiwa antara Badan dengan
pemegang polis.
Sedangkan pada PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia, untuk
mendaftarkan diri sebagai calon tertanggung yaitu dengan meminta
Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) disertai dengan identitas diri
yang masih berlaku sebagai bukti diri kepada penanggung. Dan calon
tertanggung wajib mengisi dan menandatangani SPAJ beserta
keterangan lain yang berkaitan dengan keperluan itu dan
menyampaikannya ke pihak penanggung dengan memberikan
keterangan yang benar dan jelas mengenai hal-hal yang diperlukan
dalam SPAJ.
Hal ini telah ditentukan dalam Ketentuan Umum Polis Asuransi
Jiwa PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia Pasal 2 yaitu, Orang atau
badan yang bermaksud menutup asuransi jiwa wajib mengisi dan
6
menandatangani Surat Permohonan Asuransi Jiwa beserta keterangan
lain yang berkaitan dengan keperluan itu dan kemudian
menyampaikannya kepada penanggung.
Setelah proses pengisan formulir SPAJ selesai, kemudian
dilakukan seleksi risiko, hal ini dikarenakan pihak penanggung
sebelum menerima pengalihan risiko dari pihak tertanggung akan
dilakukan proses seleksi terhadap permintaan asuransi yang telah
diajukan oleh calon tertanggung. Proses seleksi risiko (underwriting)
berlangsung kira-kira selama 14 hingga 30 hari.
Kemudian setelah proses underwriting selesai dan diterima
untuk melakukan asuransi maka diterbitkannya Polis Asuransi, dimana
pengertian Polis sendiri adalah perjanjian asuransi antara penanggung
dengan pemegang polis serta dokumen lain yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi tersebut.
Isi dalam Polis asuransi AJB Bumiputera 1912 dan PT
Asuransi Jiwa Generali Indonesia tidak jauh berbeda yaitu, dalam AJB
Bumiputera 1912 dokumen polis mencakup: Rincian Polis, Syarat
Khusus Polis, Syarat Umum Polis, Anggaran Dasar, serta fotocopy
Surat Permintaan Asuransi Jiwa serta fotokopi formulir.
Sementara itu dalam PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia
mencakup: Ringkasan Polis, Ketentuan Umum Pois, Ketentuan
Khusus Polis, SPAJ yang telah disetujui, table-tabel, rumus-rumus
perhitungan.
Munculnya Polis asuransi ini dapat menjadi pedoman mulai
berlakunya perjanjian asuransi yang mempunyai hak-hak dan
kewajiban yang tercantum didalamnya, dan polis juga berfungsi
sebagai alat bukti.
3.1.2 Pembayaran Premi atau Pertanggungan
Dalam perjanjian asuransi jiwa, untuk menentukan jumlah
pertanggungan tergantung pada kesepakatan antara penanggung dan
tertanggung.Pada AJB Bumiputera 1912 dan PT Asuransi Jiwa
7
Generali Indonesia penentuan besarnya uang pertanggungan
ditentukan sendiri oleh tertanggung. Menurut Pasal 246 KUHD, premi
merupakan kewajiban tertanggung, sebagai imbalan dari kewajiban si
penanggung untuk mengganti kerugian tertanggung. Premi biasanya
dinyatakan dalam prosentase dari jumlah pertanggungan, yang
menggambarkan penilaian penanggung terhadap risiko yang
ditanggungnya.Biasanya premi itu dibayar dimuka secara tunai. Tetapi
bila pertanggungan akan berlaku lama maka pembayaran premi dapat
diperjanjikan secara angsuran.5
Premi yang dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung,
di AJB Bumiputera 1912 dapat dilakukan secara sekaligus maupun
angsuran.Untuk pembayaran secara angsuran, tertanggung dapat
memilih pembayaran premi satu tahun sekali, setengah tahun sekali,
triwulan, atau bulanan. Proses pembayaran tertanggung dapat juga
langsung datang keperusahaan, perusahaan juga menerima
pembayaran melalui Bank atau dengan menggunakan kartu kredit, cek
maupun Giro. Dengan demikian tertanggung diberikan kebebasan
untuk memilih cara pembayaran yang sekiranya dapat mempermudah
tertanggung itu sendiri.
Sedangkan pembayaran premi pada PT Asuransi Jiwa Generali
Indonesia untuk pembayaran premi dasar berkala, premi Top-Up
berkala dan Premi Top-Up sekaligus dibayarkan dengan cara
pembayarannya ditentukan oleh penanggung yaitu dengan metode
melalui Auto Debet Kartu Kredit, Auto Debet Rekening BCA, Virtual
Account melalui ATM BCA, Virtual Account melalui Counter BCA,
Transfer dari Bank lain maupun langsung datang ke perusahaan
dengan jenis mata uang yang tidak dapat diubah yang dijelaskan dalam
rincian polis.
5 H.M.N. Purwosutjipto, 1996, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia:Hukum
Pertanggungan, Jakarta, Djambatan, hal 51
8
3.1.3 Permintaan klaim
Dalam hal permintaan klaim, yang dimana pengertian dari
klaim itu sendiri adalah permintaan atas tuntutan pembayaran manfaat
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam polis asuransi.6
Pada AJB Bumiputera 1912 apabila tertanggung meninggal
dunia yang berhak menerima jaminan adalah yang ditunjuk oleh
pemegang polis sebagai tertanggung atau ahli warisnya. Untuk
meminta pembayaran klaim ahli waris dapat langsung menghubungi
perusahaan asuransi jiwa AJB Bumiputera 1912 dengan meminta surat
pengajuan klaim serta melengkapi syarat-syarat yang diperlukan.
Sedangkan pada PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia dalam
permintaan klaim yaitu apabila pemegang Polis masih hidup sampai
tanggal berakhirnya pertanggungan maka akan dibayarkan kepada
pemegang polis itu sendiri, dan jika pemegang polis telah meninggal
dunia maka pihak yang ditunjuk atau ahli warisnya harus melampirkan
syarat-syarat yang diwajibkan oleh PT Asuransi Jiwa Generali
Indonesia maksimum 60 hari sejak tertanggung meninggal dunia.
3.1.4 Penutupan Polis
Kemudian dalam hal penutupan polis asuransi, syarat dalam
asuransi jiwa AJB Bumiputera 1912 dan PT Asuransi Jiwa Generali
Indonesia yaitu adalah menyerahkan Buku polis, hal ini dikarenakan
untuk menghindari penyalahgunaan dari buku polis, dan mengingat
polis itu adalah sebagai alat bukti dan sebagai tanda bahwa telah
berakhirnya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung
Dari semua proses yang sudah dijelaskan diatas mulai dari
pengisian identitas dalam SPAJ, pembayaran premi, permintaan klaim,
sampai penutupan polis, semua ini terkait pada pelaksanaan prinsip
itikad baik.
6 Nisrina Muthohari, 2012, Panduan Praktis Membeli & Menjual Asuransi, Yogyakarta: Buku
Pintar, hal 13
9
Mengenai prinsip itikad baik, hal ini semua telah dipertegas
sesuai ketentuan pada Pasal 251 KUHDagang, yaitu :
“setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun
setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si
tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian
sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui
keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak
ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya
pertanggungan”.
Bahwa dalam Ketentuan Pasal 251 KUHD diatas telah
menjelaskan mengenai itikad baik dalam perjanjian asuransi dan dalam
Syarat Umum Polis AJB Bumiputera 1912 yaitu pada Polis AJB
Bumiputera Pasal 2 Ayat 1 dan 2 telah sesuai dengan Pasal 251
KUHD.
Sedangkan dalam Ketentuan umum Polis PT Asuransi Jiwa
Generali Indonesia telah sesuai dengan ketentuan Pasal 251 KUHD
yang salah satunya yaitu pada Pasal 2 ayat 1 ketentuan umum Polis.
Akan tetapi dalam pelaksanaan itikad baik pada PT Asuransi Jiwa
Generali Indonesia tidak secara mutlak dalam pelaksanaannya karena
ada pengecualiannya yang terdapat di dalam ketentuan Umum Polis
Pasal 2 ayat 4 yaitu mengenai terdapat kesalahan dalam menyatakan
usia, jenis kelamin, status merokok/tidak merokok, polis dapat
dilanjutkan dengan mengadakan pembetulan/penyesuaian menurut
keadaan sebenarnya sejak berlakunya polis.
Pada asuransi jiwa AJB Bumiputera 1912 dan PT Asuransi
Jiwa Generali Indonesia sebelum melakukan perjanjian adanya
negosiasi terlebih dahulu, dimana penanggung mempunyai kewajiban
untuk menjelaskan kepada tertanggung, begitupula dengan tertanggung
yang harus meneliti keterangan-keterangan yang diberikan oleh
penanggung
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
prinsip itikad baik asuransi jiwa AJB Bumiputera 1912 dengan
10
asuransi jiwa PT. Generali Indonesia telah sesuai dengan seperti
halnya dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa
kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik, dan kewajibannya
tertera pada Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa kontrak
tidak hanya mengikat terhadap apa yang secara tegas dinyatakan
didalamnya, tetapi juga kepada segala sesuatu yang menurut sifat
kontrak, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang.7
Dengan demikian, dalam perjanjian asuransi tersebut
merupakan perjanjian yang mengikat antara pihak tertanggung dan
pihak penanggung yang didalamnya memuat kewajiban-kewajiban
para pihak yang mengharuskan untuk melaksanakannya sesuai itikad
baik.
3.2 Penyelesaian Hukum Apabila Para Pihak Tidak Melaksanakan
Prinsip Itikad Baik dalam Asuransi Jiwa.
3.2.1 Penyelesaian Hukum Apabila Pihak Tertanggung Tidak
Melaksanakan Prinsip Itikad Baik dalam Perjanjian Asuransi
Jiwa.
Penyelesaian hukum apabila tertanggung tidak melaksanakan
prinsip itikad baik dari asuransi jiwa di AJB Bumiputera 1912
salah satunya terdapat dalam Syarat Umum Polis Pasal 2 Ayat
(3) yaitu menerangkan bahwa yang menyebabkan batalnya
polis adalah apabila keterangan, pernyataan dan penjelasan
yang terdapat dalam Surat Permintaan Asuransi Jiwa atau
laporan pemeriksaan kesehatan tidak benar atau palsu, maka
akan batal demi hukum dan tidak pernah berlaku.
Kemudian yang menyebabkan berakhirnya Polis yaitu,
tidak melanjutkan pembayaran premi setelah Masa Leluasa
Polis (Grace Periode) selama 30 (tiga puluh hari) maka polis
tidak dapat dipulihkan, pemegang polis mengajukan
pembatalan polis, tertanggung meninggal dunia, polis tidak
7Ibid hal 134
11
diperpanjang saat berakhirnya masa asuransi. Hal ini telah
mengesampingkan berlakunya ketentuan Pasal 1266 dan Pasal
1267 KUHPerdata.Jadi, dalam Asuransi Jiwa AJB Bumiputera
1912 terdapat dua macam yang menyebabkan batalnya polis
dan berakhirnya polis. Perbedaan dari keduanya adalah dalam
batalnya polis tidak adanya itikad baik dari tertanggung, dan
perjanjian dianggap tidak ada, sehingga pihak asuransi AJB
Bumiputera tidak akan mengembalikan premi yang telah
dibayarkan oleh pemegang polis, sedangkan berakhirnya polis
adalah masa asuransi itu sendiri telah berakhir atau jatuh
tempo.
Sedangkan penyelesaian hukum apabila tertanggung
tidak melaksanakan prinsip itikad baik dalam perjanjian
asuransi jiwa pada PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia
terdapat dalam ketentuan umum Polis asuransi Pasal 2 ayat (2)
yang menjelaskan bahwa apabila dikemudian hari terdapat
terdapat keterangan tidak benar atau kurang lengkap dalam
SPAJ yang dapat mempengaruhi pertimbangan seleksi risiko
maka, jika terkait dengan asuransi dasar seluruh manfaat yang
dinyatakan dalam polis batal sejak awal dengan cara pihak
penanggung membatalkan unit terakhir dengan menggunakan
harga unit pada tanggal perhitungan unit saat polis dibatalkan
dan penanggung tidak berkewajiban untuk membayar manfaat
asuransi apabila terjadi klaim. Jika terkait dengan asuransi
tambahan, maka asuransi tambahan yang terkait dengan
ketidakbenaran dan/atau kurang lengkapnya tersebut
penanggung dapat membatalkannya dan asuransi dasar serta
asuransi tambahan lainnya tetap berlaku.
Ketentuan mengenai penyelesaian hukum apabila
tertanggung tidak melaksanakan prinsip itikad baik pada
perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 251 yang bahwasannya
12
apabila tidak adanya prinsip itikad baik, maka perjanjian
asuransi tersebut menjadi batal dengan sendirinya. Dan didalam
Pasal 276 KUHD menyatakan :
“Tiada kerugian atau kerusakan yang disebabkan
karena kesalahan si tertanggung sendiri harus ditanggung oleh
si penanggung.Bahkan berhaklah si penanggung itu memiliki
premi ataupun menuntutnya, apabila ia sudah mulai memikul
sesuatu bahaya”.
Ketentuan ini menjelaskan bahwa penanggung tidak
diwajibkan memberi ganti kerugian apabila kerugian tersebut
disebabkan karena perbuatan kesengajaan oleh tertanggung. Di
dalam Syarat Umum Polis AJB Bumiputera 1912 Pasal 8 telah
menjelaskan bahwa pemegang polis tidak berhak menerima
pengembalian pembayaran dalam bentuk apapun, demikian
juga dalam ketentuan umum Polis pada PT Asuransi Jiwa
Generali Indonesia pada Pasal 2 apabila adanya ketidakbenaran
atau kurang lengkapnya dokumen maka penanggung tidak
berkewajiban membayar manfaat asuransi apabila terjadi
klaim.
Dengan demikian, dalam Pelaksanaan Asuransi Jiwa
pada AJB Bumiputera 1912 dan PT Asuransi Jiwa Generali
Indonesia mengenai penyelesaian hukum apabila tertanggung
tidak melaksanakan prinsip itikad baik telah sesuai dengan
Pasal 251 KUHD dan Pasal 276 KUHD.
3.2.2 Penyelesaian Hukum Apabila Agen Asuransi Lapangan Tidak
Melaksanakan Prinsip Itikad Baik dalam Perjanjian Asuransi
Jiwa
Ada beberapa hal tentang agen asuransi lapangan yang telah
melanggar prinsip itikad baik dalam perjanjian asuransi
misalnya :
13
1) Tidak menjelaskan secara luas jaminan dan hak-hak
tertanggung, hal ini dikarenakan pihak penanggung
menganggap pihak tertanggung telah mengerti;
2) Tidak menjelaskan secara luas jaminan dan hak-hak
tertanggung, hal ini bertujuan untuk memperoleh premi
yang besar tetapi risiko yang dijamin kecil.
Dengan demikian, perusahaan asuransi menjelaskan
secara tegas mengenai hal tersebut didalam ketentuan Pasal 31
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, yang
menentukan bahwa :
“Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,
dan Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan segenap
keahlian, perhatian, dan kecermatan dalam melayani atau
bertransaksi dengan Pemegang Polis, Tertanggung, atau
Peserta terutama agen asuransi yang langsung berinteraksi
dengan calon tertanggung diwajibkan untuk memiliki informasi
yang cukup mengenai program asuransi yang akan
ditawarkan”.
Apabila terdapat pemegang polis telah melakukan
pembayaran premi kepada agen tetapi oleh agen yang
bersangkutan tidak disetorkan kepada perusahaan, maka agen
telah menyalahgunakan premi tersebut apabila terjadi klaim.
Dalam penyelesaian hukumnya apabila agen asuransi
melanggar prinsip itikad baik yaitu melakukan tindakan
administrative, yakni berupa teguran. Dalam hal ini dilakukan
dengan pemanggilan terhadap agen yang tidak jujur dengan
memberikan peringatan, pemberhentian secara sepihak, dan
mewajibkan agen untuk mengganti kerugian atas kesalahannya
tersebut.
Begitupula dengan Asuransi Jiwa PT. Generali
Indonesia, seringkali terjadi kasus ketika ada pihak tertanggung
ingin meminta pembayaran klaim tidak mendapatkan ganti rugi
yang diajukannya kepada pihak penanggung. Hal ini
14
dikarenakan ketika calon tertanggung masih ragu untuk
mengadakan perjanjian asuransi, agen asuransi mempengaruhi
untuk mau mengadakan perjanjian asuransi tersebut dengan
mengiming-imingi produk yang ditawarkan beserta luas
jaminan yang didapat secara tidak lengkap untuk memperoleh
nasabah yang banyak dan pemasukan premi yang banyak,
sehingga dapat memikat calon tertanggung untuk mengadakan
perjanjian asuransi. Sehingga mau tidak mau agen asuransi
lapangan harus membayar ganti rugi atas perilakunya tersebut.
Apabila dalam hal ini pihak tertanggung maupun pihak
penanggung terdapat perselisihan seperti yang disebutkan
diatas maka dapat menyelesaikan dengan cara musyawarah
untuk mencapai mufakat, dan jika tidak dapat tercapai
musyawarah tersebut maka penyelesaian itu melalui BMAI
(Badan Mediasi Asuransi Indonesia) atau Pengadilan Negeri
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pertama, Pelaksanaan Prinsip Itikad Baik dalam Perjanjian Asuransi
Jiwa pada AJB Bumiputera 1912 dan PT Asuransi Jiwa Generali
Indonesia pelaksanaan prinsip itikad baik dimulainya dari Pengisian
Identitas dalam SPAJ, dimana pihak tertanggung harus mengisi
formulir SPAJ dengan memberi keterangan yang jujur dan benar
sesuai keadaaannya. Serta pihak penanggung harus juga
menyampaikan informasi secara jelas dan lengkap mengenai isi dalam
polis asuransi jiwa.Hal ini adalah termasuk dalam itikad baik
Prakontrak yaitu kewajiban kedua belah pihak untuk menyampaikan
fakta-fakta yang ada.Dan sedangkan dalam pelaksanaan itikad baik
pada pelaksanaan kontrak perjanjian asuransi yaitu adanya pembayaran
premi, permintaan klaim serta penutupan polis.
15
Pelaksanaan prinsip itikad baik dalam AJB Bumiputera 1912
dan PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia telah sesuai dengan Pasal
1338 ayat (3) KUHPerdata dan Pasal 251 KUHD. Akan tetapi pada PT
Asuransi Jiwa pelaksanaanya tidak mutlak, karena terdapat
pengecualian yang terdapat dalam Ketentuan Umum Polis PT Asuransi
Jiwa Generali Indonesia Pasal 2 ayat (4) dimana apabila terdapat
kesalahan dalam menyatakan usia, jenis kelamin, status merokok/tidak
merokok, polis dapat dilanjutkan dengan mengadakan
pembetulan/penyesuaian menurut keadaan sebenarnya sejak
berlakunya polis.
Kedua, Penyelesaian Hukum Apabila Para Pihak Tidak
Melaksanakan Itikad Baik dalam Perjanjian Asuransi Jiwapada AJB
Bumiputera 1912 dan PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia telah
sesuai dengan norma hukum, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) Pasal 251 yang bahwasannya apabila tidak adanya
prinsip itikad baik, maka perjanjian asuransi tersebut menjadi batal
dengan sendirinya, dan demikian pula Pasal 276 yang juga memuat
ketentuan prinsip itikad baik mengenai ganti kerugian, dimana apabila
kerugian disebabkan oleh tertanggung maka penanggung tidak
diwajibkan untuk memberikan ganti kerugian.
Sedangkan penyelesaian hukum apabila agen asuransi lapngan
tidak melaksanakan prinsip itikad baik dalam AJB Bumiputera 1912
yaitu penyelesaiannya melalui tindakan administrative, yaitu berupa
teguran. Dalam hal ini dilakukan dengan pemanggilan terhadap agen
yang tidak jujur dengan memberikan peringatan, pemberhentian secara
sepihak, dan mewajibkan agen untuk mengganti kerugian atas
kesalahannya tersebut.Sedangkan pada PT Asuransi Jiwa Generali
Indonesia penyelesaiannya melalui Musyawarah untuk mufakat dan
apabila tidak tercapainya musyawarah untuk mufakat maka melalui
BMAI (Badan Mediasi Asuransi Indonesia) atau Pengadilan Negeri
dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
16
4.2 Saran
Pertama, untuk pihak penanggung, dalam penyampaian informasi
harus secara jelas mengenai pentingnya seorang calon tertanggung atau
pemegang polis untuk memberikan fakta atau informasi secara lengkap
dan jujur, terutama dalam hal informasi kesehatan calon
tertanggung.Karena hal tersebut menyangkut tentang adanya klaim
asuransi akibat peristiwa yang dipertanggungkan tiba-tiba terjadi
sebelum perjanjian asuransi dibuat.Dan dalam hal penyampaian
informasi dari penanggung kepada calon tertanggung harus secara jelas
mengenai isi polis terutama dalam hal pelaksanaan itikad baik dalam
perjanjian asuransi jiwa.
Kedua, untuk pihak tertanggung, dalam penyampaian suatu
fakta sebaiknya calon tertanggung atau pemegang polis
menyampaikannya secara jujur dan lengkap kepada penanggung,
karena hal ini penanggung kemungkinan dapat menerima pengalihan
risiko tertanggung dengan suatu syarat-syarat tertentu.Hal ini
dikarenakan untuk mengantisipasi terjadinya persoalan hukum
dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Sri Rejeki, 1992, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta:
Sinar Grafika
Muthohari, Nisrina, 2012, Panduan Praktis Membeli & Menjual Asuransi,
Yogyakarta: Buku Pintar
Poedjosoebroto, Santoso, 1969, Beberapa Aspek Tentang Pertanggungan Jiwa di
Indonesia, Jakarta, Bharata
Purwosutjipto, H.M.N, 1996, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia:
Hukum Pertanggungan, Jakarta, Djambatan
Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT.Intermasa
17
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransia
Recommended