View
91
Download
14
Category
Preview:
Citation preview
PENGEMBANGAN KRIM KOSMETIK HERBAL BARU DENGAN EKSTRAK
Curcuma longa YANG DIMUATKAN KE DALAM “TRANSFERSOM” UNTUK
MENGHASILKAN EFEK ANTI KERUTAN PADA KULIT
ABSTRAK
Kurkuminoid yang didapat dari curcuma longa memiliki sifat anti cahaya, anti penuaan,
anti kerutan (anti keriput), melembabkan, antioksidan, astringen (zat pengecil pori – pori),
anti iritasi, anti bakteri, dan aktifitas anti inflamasi. Tujuan akhirnya adalah untuk
mengembangkan krim yang dimuatkan kedalam nano-transfersom yang dapat memperbaiki
kerusakan morfologi dan berpenetrasi lebih dalam ke tingkat sel dalam dermis untuk
menghasilkan efek anti kerutan (anti keriput). Ekstraksi cara soklatasi dari C. Longa
dilakukan dengan menggunakan dua pelarut, yakni etanol absolut dan etanol 85 %.
Transfersom disiapkan dengan cara konvensional (cara lama) menggunakan teknik rotari
evaporator. Berbagai variabel proses telah dipelajari untuk memaksimalisasi formulasi,
diantaranya adalah lesitin dengan perbandingan rasio surfaktan yang sama (tween 20 dan
tween 80), dan ekstrak pelarut dengan rasio yang berbeda (etanol 95 % dan etaol 85 %).
Ekstrak dengan etanol 85% dimuatkan kedalam transfersom yang disiapkan dengan
perbandingan lesitin : rasio surfaktan = 4 : 1, dan tween 20 sebagai aktivator dasar yang
digunakan untuk memaksimalisasi efisiensi penjeratan hingga 41 %. Gelembung yang
dihasilkan besarnya sekitar 200 nm, dengan zeta potensial 30 mV dan indeks polidispersitas
antara 0,2 hingga 0,3. Setelah 12tahun studi, didapat bahwa efektifitas endapan kurkumin
mencapai hingga 45,9 %. Aktivitas transmisi elektron mikroskopis dari krim baru ini
menunjukkan adanya transfersom sferis dengan layar ganda dalam bagian yang utuh, yang
mana hal ini membuktikan adanya stabilitas transfersom dalam krim. Studi kutometer
menunjukkan terjadinya perkembangan positif 30 – 50 % dilihat baik dari parameter relatif
maupun parameter absolut kulit. Perkembangan yang terlihat secara umum seperti mengatasi
problem elastisitas, elastisitas biologis, penyembuhan dari proses perubahan kulit, kekeringan
dan kelelahan pada kulit dihubungkan secara langsung dengan sifat anti kerutan (anti keriput)
yang dimiliki krim.
1 | P a p e r T B A
PENDAHULUAN
Ekstrak botani selalu mendapat banyak perhatian karena tindakan mereka beraneka
ragam (Ahshawat, 2008; Deep dan Saraf, 2008). Sifat seperti fotoproteksi, antipenuaan, anti-
keriput, pelembab, antioksidan, astringent, anti-iritasi, antimikroba dan anti-inflamasi
semuanya hadir dalam ramuan tunggal yaitu Curcuma Longa (Bonte et al, 1997;.
Jayaprakasha et al, 2006;. Deep dan Saraf, 2009). Untuk menjelajahi potensi dan kegunaan
dari C. Longa dalam bidang kometik, berbagai upaya telah dibuat termasuk krim, gel,
pelembab dll (Ahshawat et al, 2008; Nair et al, 2009). Untuk meningkatkan efek yang
dihasilkan oleh formulasi kosmetik konvensional untuk efek anti kerut , penetrasi dan
deposisi pada kedalaman yang diperlukan ke dalam kulit harus dipertimbangkan. Bangham
menemukan liposom pada tahun 1963 dan sejak itu sistem vesikular telah menarik perhatian
(Bangham, 1963). Namun baru-baru ini telah menjadi jelas bahwa liposom klasik adalah
nilai-nilai kecil dalam hal penetrasi. Studi mikroskopis confocal telah menunjukkan liposom
yang utuh tidak dapat menembus ke dalam lapisan granular epidermis tetapi, mereka lebih
suka tetap berada pada atas lapisan stratum korneum. Modifikasi dari komposisi vesikular
atau sifat permukaan dapat menyesuaikan kecepatan pelepasan obat dan pengendapan ke
situs target.
Dengan menggunakan konsep desain vesikel rasional, transfersomes disusun. Seperti
lipid mencakup kurkumin ekstrak menyajikan kemampuan untuk menembus lebih dalam
lapisan kulit (Touitou et al, 2000;. Touitou, 1998; Cevc dan Blume, 1992). Transfersomes,
karena keberadaan agen aktif permukaan yang rantai tunggal surfaktan yang dioptimalkan
untuk mengatasi transportasi kulit penghalang secara spontan. Alam transepidermal air
gradien aktivitas memungkinkan mereka untuk memberikan aktif ke lebih dalam lapisan
epidermis melalui dehidrasi lipid vesikel dalam stratum korneum. Oleh karena itu, serapan
transfersome didorong oleh gradien hidrasi yang ada di seluruh epidermis, stratum korneum,
dan ambien atmosfer (Cevc dan Blume, 1992; Cevc 1996).
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kurkumin sangat baik untuk keriput dan dapat
membatasi peradangan dan pembentukan radikal bebas. Secara khusus, kurkumin
menghasilkan anti-inflamasi dan anti-proliferasi aktivitas (Saraf dan Kaur, 2010). Tapi
kurkumin murni terbukti kurang protektif dari campuran kurkuminoid, menunjukkan
mungkin sinergisme antara kurkuminoid (Jayaprakasha et al, 2006.). Polifenol bertindak
sebagai antioksidan dan dapat mengais spesies oksigen reaktif (ROS), seperti sebagai radikal
2 | P a p e r T B A
bebas lipid, radikal superoksida, hidroksil radikal, hidrogen peroksida dan oksigen singlet
(Kaur dan Saraf, 2011). Laporan dari Elsayed dkk. (2006) tampaknya menunjukkan kulit
yang berbeda permeasi dan profil deposisi untuk lipofilik dan hidrofilik senyawa (Elsayed et
al. 2006).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki efisiensi transfersome untuk
memberikan ekstrak herbal untuk tingkat epidermis untuk mengerahkan antioksidan efek.
Transfersomes berhasil disusun oleh metode formasi Film tipis menggunakan dua ekstrak
pelarut yang berbeda yaitu 95% etanol dan etanol 85%, kurkumin memiliki konsentrasi
0,12%.
TINJAUAN PUSTAKA
1. SEJARAH SINGKAT
Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan(perenial) yang
tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur dan liar disekitar
hutan/bekas kebun. Diperkirakan berasal dari Binar pada ketinggian 1300-1600 m dpl, ada
juga yang mengatakan bahwa kunyit berasal dari India. Kata Curcuma berasal dari bahasa
Arab Kurkum dan Yunani Karkom. Pada tahun 77-78 SM, Dioscorides menyebut tanaman ini
sebagai Cyperus menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat, dan sedikit pedas,tetapi tidak beracun.
Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan khususnya di India, Cina Selatan,
Taiwan, Indonesia (Jawa), dan Filipina.
2. URAIAN TANAMAN
Sinonim : Curcuma domestica Val. C. domestica Rumph. C. longa Auct.
2.1 Klasifikasi
Divisio : Spermatophyta
Sub-diviso : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
3 | P a p e r T B A
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica Val.
2.2 Deskripsi
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan
batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun
dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal,bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga
10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga
majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan
mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun
runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah
merah jingga kekuning-kuningan.
2.3 Jenis Tanaman
Jenis Curcuma domestica Val, C. domestica Rumph, C. longa Auct, u C. longa
Linn, Amomum curcuma Murs. Ini merupakan jenis kunyit yang paling terkenal dari jenis
kunyit lainnya.
3. MANFAAT TANAMAN
Di daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena berkhasiat
menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal, dan menyembuhkan
kesemutan. Manfaat utama tanaman kunyit, yaitu: sebagai bahan obat tradisional, bahan baku
industri jamu dan kosmetik,bahan bumbu masak, peternakan dll. Disamping itu rimpang
tanaman kunyit itu juga bermanfaat sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti
mikroba,pencegah kanker, anti tumor, dan menurunkan kadar lemak darah dan kolesterol,
serta sebagai pembersih darah.
4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia, sentra penanaman kunyit di Jawa Tengah, dengan produksi mencapai
12.323 kg/ha. Di India, Srilanka, Cina, Haiti, dan Jamaika dengan produksi mencapai > 15
ton/ha.
4 | P a p e r T B A
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
a. Tanaman kunyit dapat tumbuh baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya
penuh atau sedang, sehingga tanaman ini sangat baik hidup pada tempat-tempat
terbuka atau sedikit naungan.
b. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah yang memiliki curah hujan 1000-4000
mm/tahun. Bila ditanam di daerah curah hujan < 1000 mm/tahun, maka system
pengairan harus diusahakan cukup dan tertata baik. Tanaman ini dapat dibudidayakan
sepanjang tahun. Pertumbuhan yang paling baik adalah pada penanaman awal musim
hujan.
c. Suhu udara yang optimum bagi tanaman ini antara 19-30oC.
5.2. Media Tanam
1. Kunyit tumbuh subur pada tanah gembur, pada tanah yang dicangkul dengan baik
akan menghasilkan umbi yang berlimpah.
2. Jenis tanah yang diinginkan adalah tanah ringan dengan bahan organik tinggi, tanah
lempung berpasir yang terbebas dari genangan air/sedikit basa.
5.3. Ketinggian Tempat
Kunyit tumbuh baik di dataran rendah (mulai < 240 m dpl) sampai dataran tinggi (>
2000 m dpl). Produksi optimal + 12 ton/ha dicapai pada ketinggian 45 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit kunyit yang baik berasal dari pemecahan rimpang, karena lebih mudah tumbuh.
Syarat bibit yang baik : berasal dari tanaman yang tumbuh subur, segar, sehat, berdaun
banyak dan hijau, kokoh, terhindar dari serangan penyakit; cukup umur/berasal dari rimpang
yang telah berumur > 7-12 bulan; bentuk, ukuran, dan warna seragam; memiliki kadar air
cukup; benih telah mengalami masa istirahat (dormansi) cukup;terhindar dari bahan asing
(biji tanaman lain, kulit, kerikil).
5 | P a p e r T B A
2) Penyiapan Bibit
Rimpang bahan bibit dipotong agar diperoleh ukuran dan dengan berat yang seragam
serta untuk memperkirakan banyaknya mata tunas/rimpang. Bekas potongan ditutup dengan
abu dapur/sekam atau merendam rimpang yang dipotong dengan larutan fungisida (benlate
dan agrymicin) guna menghindari tumbuhnya jamur. Tiap potongan rimpang maksimum
memiliki 1-3 mata tunas, dengan berat antara 20-30 gram dan panjang 3-7 cm.
3) Teknik Penyemaian
BibitPertumbuhan tunas rimpang kunyit dapat dirangsang dengan cara: mengangin-
anginkan rimpang di tempat teduh atau lembab selama 1-1,5 bulan, dengan penyiraman 2
kali sehari (pagi dan sore hari). Bibit tumbuh baik bila disimpan dalam suhu kamar (25-
28oC). Selain itu menempatkan rimpang diantara jerami pada suhu udara sekitar 25-28oC. dan
merendam bibit pada larutan ZPT (zat pengatur tumbuh) selama 3 jam. ZPT yang sering
digunakan adalah larutan atonik (1 cc/1,5 liter air) dan larutan G-3 (500-700 ppm). Rimpang
yang akan direndam larutan ZPT harus dikeringkan dahulu selama 42 jam pada suhu udara
35oC. Jumlah anakan atau berat rimpang dapat ditingkatkan dengan jalan direndam pada
larutan pakloburazol sebanyak 250 ppm.
4) Pemindahan Bibit
Bibit yang telah siap lalu ditempatkan pada persemaian, dimana rimpang akan
muncul tunas telah tanaman berumur 1-1,5 bulan. Setelah tunas tumbuh 2-3 cm maka
rimpang sudah dapat ditanam di lahan. Pemindahan bibit yang telah bertunas harus dilakukan
secara hati-hati guna menghindari agar tunas yang telah tumbuh tidak rusak. Bila ada
tunas/akar bibit yang saling terkait maka akar tersebut dipisahkan dengan hati-hati lalu
letakkan bibit dalam wadah tertentu untuk memudahkan pengangkutan bibit ke lokasi lahan.
Jika jarak antara tempat pembibitan dengan lahan jauh maka bibit perlu dilindungi agar tetap
lembab dan segar ketika tiba di lokasi. Selama pengangkutan, bibit yang telah bertunas
jangan ditumpuk.
6.2. Pengolahan Media Tanam
1) Persiapan Lahan
Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan.
Penyiapan lahan untuk kebun kunyit sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.
6 | P a p e r T B A
2) Pembukaan Lahan
Lahan yang akan ditanami dibersihkan dari gulma dan dicangkul secara manual atau
menggunakan alat mekanik guna menggemburkan lapisan top soil dan sub soil juga sekaligus
mengembalikan kesuburan tanah.Tanah dicangkul pada kedalaman 20-30 cm kemudian
diistirahatkan selama 1-2 minggu agar gas-gas beracun yang ada dalam tanah menguap dan
bibit penyakit/hama yang ada mati karena terkena sinar matahari.
3) Pembentukan Bedengan
Lahan kemudian dibedeng dengan lebar 60-100 cm dan tinggi 25-45 cm dengan jarak
antar bedengan 30-50 cm.
4) Pemupukan (sebelum tanam)
Untuk mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur hara dalam tanah,
drainase, dan aerasi yang lancar, dilakukan denganmenaburkan pupuk dasar (pupuk kandang)
ke dalam lahan/dalam lubang tanam dan dibiarkan 1 minggu. Tiap lubang tanam
membutuhkan pupuk kandang 2,5-3 kg.
6.3. Teknik Penanaman
Kebutuhan bibit kunyit/hektar lahan adalah 0,50-0,65 ton. Maka diharapkan akan
diperoleh produksi rimpang sebesar 20-30 ton/ha.
1) Penentuan Pola Tanaman
Bibit kunyit yang telah disiapkan kemudian ditanam ke dalam lubang berukuran 5-10
cm dengan arah mata tunas menghadap ke atas.Tanaman kunyit ditanam dengan dua pola,
yaitu penanaman di awal musim hujan dengan pemanenan di awal musim kemarau (7-8
bulan) atau penanaman di awal musim hujan dan pemanenan dilakukan dengan dua kali
musim kemarau (12-18 bulan). Kedua pola tersebut dilakukan pada masa tanam yang sama,
yaitu pada awal musim penghujan. Perbedaannya hanya terletak pada masa panennya.
2) Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan
kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60cm.
3) Cara Penanaman
7 | P a p e r T B A
Teknik penanaman dengan perlakuan stek rimpang dalam nitro aromatik sebanyak 1
ml/liter pada media yang diberi mulsa ternyata berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan
vegetatif kunyit, sedangkan penggunaan zat pengatur tumbuh IBA (indolebutyric acid)
sebanyak 200 mg/liter pada media yang sama berpengaruh nyata terhadap pembentukan
rimpang kunyit.
4) Perioda Tanam
Masa tanam kunyit yaitu pada awal musim hujan sama seperti tanaman rimpang-
rimpangan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air
cukup banyak untuk pertumbuhannya. Walaupun rimpang tanaman ini nantinya dipanen
muda yaitu 7 – 8 bulan tetapi pertanaman selanjutnya tetap diusahakan awal musim hujan.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyulaman
Apabila ada rimpang kunyit yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya buruk, maka
dilakukan penanaman susulan (penyulaman) rimpang lain yang masih segar dan sehat.
2) Penyiangan
Penyiangan dan pembubunan perlu dilakukan untuk menghilangkan rumput liar
(gulma) yang mengganggu penyerapan air, unsur hara dan mengganggu perkembangan
tanaman. Kegiatan ini dilakukan 3-5 kali bersamaan dengan pemupukan dan penggemburan
tanah. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur ½ bulan dan bersamaan
dengan ini maka dilakukan pembubunan guna merangsang rimpang agar tumbuh besar dan
tanah tetap gembur.
3) Pembubunan
Seperti halnya tanaman rimpang lainnya, pada kunyit pekerjaan pembubunan ini
diperlukan untuk menimbun kembali daerah perakaran dengan tanah yang melorot terbawa
air. Pembubunan bermanfaat untuk memberikan kondisi media sekitar perakaran lebih baik
sehingga rimpang akan tumbuh subur dan bercabang banyak. Pembubunan biasanya
dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan biasanya dilakukan secara rutin setiap 3 – 4 bulan
sekali.
4) Pemupukan
8 | P a p e r T B A
a. Pemupukan Organik
Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan jumlah anakan, jumlah daun, dan
luas area daun kunyit secara nyata. Kombinasi pupuk kandang sebanyak 45 ton/ha dengan
populasi kunyit 160.000/ha menghasilkan produksi sebanyak 29,93 ton/ha.
b. Pemupukan Konvensional
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman kunyit perlu diberi pupuk
susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah
pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk
buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112
kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Dengan pemberian pupuk ini diperoleh
peningkatan hasil sebanyak 38% atau 7,5 ton rimpang segar/ha. Pemupukan juga dilakukan
dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan
pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam(1/3 dosis) dan sisanya (2/3
dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan
ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela
tanaman.
5) Pengairan dan Penyiraman
Tanaman kunyit termasuk tanaman tidak tahan air. Oleh sebab itu drainase dan
pengaturan pengairan perlu dilakukan secermat mungkin, agar tanaman terbebas dari
genangan air sehingga rimpang tidakmembusuk. Perbaikan drainase baik untuk melancarkan
dan mengatur aliran air serta sebagai penyimpan air di saat musim kemarau.
6) Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama penyakit.
7) Pemulsaan
Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk
menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan
mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi
permukaan tanah di antara lubang tanaman.
7. HAMA DAN PENYAKIT
9 | P a p e r T B A
7.1. Hama
1) Ulat penggerek akar (Dichcrosis puntifera.)
Gejala:
pada pangkal akar dimana tunas daun menjadi layu dan lama kelamaan tunas menjadi kering
lalu membusuk. Pengendalian: tanaman disemprot/ditaburkan insektisida furadan G-3.
7.2. Penyakit
1) Busuk bakteri rimpang
Penyebab:
oleh kurang baik sistem pengairan (drainase) atau disebabkan oleh rimpang yang terluka
akibat alat-alat pertanian, sehingga luka rimpang kemasukan cendawan.
Gejala:
kulit akar tanaman menjadi keriput dan mengelupas, kemudian rimpang lama kelamaan
membusuk dan keropos.
Pengendalian:
a. mencegah terjadi genangan air pada lahan, mencegah terlukanya rimpang;
b. penyemprotanfungisida dithane M-45.
2) Karat daun kunyit
Penyebab: Taphrina macullans Bult dan Colletothrium capisici atau oleh kutu daun yang
disebut Panchaetothrips.
Gejala: timbulnya warna coklat (karat) pada helaian daun; bila penyakit ini menyerang
tanaman dewasa/daun yang tua maka tidak akanmempengaruhi produksinya sebaliknya jika
menyerang tanaman/daun muda, menyebabkan tanaman tersebut menjadi mati.
Pengendalian:
a. Dilakukan dengan mengurangi kelembaban;
10 | P a p e r T B A
b. Penyemprotan insektisida, seperti dengan agrotion 2 cc/liter atau dengan fungisida dithane
M-45 secara teratur selama seminggu sekali
7.2. Gulma
Gulma potensial pada pertanaman kunyit ini adalah gulma kebun yang umum yaitu alang-
alang, rumput teki, rumput lulangan, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organik
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan
dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal
pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan
PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1. Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang
sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak
awal pertanaman
2. Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3. Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan
penyakit.
4. Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5. Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari
dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap
masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
6. Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak
menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada
tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan
aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam
pengendalian hama antara lain adalah:
1. Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak
sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
2. Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat
digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang
11 | P a p e r T B A
aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk,
kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3. Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk
insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
4. Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang
bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap
seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun
(Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan
virus RSV, GSV dan Tungro.
5. Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu
pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6. Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron
dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama
gudang Callosobrocus.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Tanaman kunyit siap dipanen pada umur 8-18 bulan, saat panen yang terbaik adalah
pada umur tanaman 11-12 bulan, yaitu pada saat gugurnya daun kedua. Saat itu produksi
yang diperoleh lebih besar dan lebih banyak bila dibandingkan dengan masa panen pada
umur kunyit 7-8 bulan. Ciri-ciri tanaman kunyit yang siap panen ditandai dengan
berakhirnya pertumbuhan vegetatif, seperti terjadi kelayuan/perubahan warna daun dan
batang yang semula hijau berubah menjadi kuning (tanaman kelihatan mati).
8.2. Cara Panen
Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar rimpang dengan cangkul/garpu.
Sebelum dibongkar, batang dan daun dibuang terlebih dahulu. Selanjutnya rimpang yang
telah dibongkar dipisahkan dari tanah yang melekat lalu dimasukkan dalam karung agar tidak
rusak.
8.3. Periode Panen
12 | P a p e r T B A
Panen kunyit dilakukan dimusim kemarau karena pada saat itu sari/zat yang
terkandung didalamnya mengumpul. Selain itu kandungan air dalam rimpang sudah sedikit
sehingga memudahkan proses pengeringannya.
8.4. Perkiraan Hasil Panen
Berat basah rimpang bersih/rumpun yang diperoleh dari hasil panen mencapai 0,71
kg. Produksi rimpang segar/ha biasanya antara 20-30 ton.
9. PASCAPANEN
9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa
tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan
tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan
tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua
kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang
terkandung didalam tidak larut dalam air.
Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran
dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam
tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan,
setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
9.2. Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan
yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan
ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam
wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin
pemotong.
9.3. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat
pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya
13 | P a p e r T B A
dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka
pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-
balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari
air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi.
Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan
dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk.
Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
9.4. Penyortiran Kering
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara
memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran
lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
9.5. Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau
karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang
jelas pada wadah tersebut, yangmenjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu,
nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
9.6. Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan
gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi
bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang
cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.
Kandungan senyawa kimia
Komponen kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit diantaranya minyak
atsiri,pati,zat pahit,resin,selulosa,dan beberapa mineral. Kandungan minyak atsiri kunyit
sekitar 3-5% Minyak atsiri kunyit ini terdiri dari senyawa D-alfa-pelandren(1%),d-
sabinen(0,6%),cineol(1%),borneon(0,1%),zingiberen(2,5%),tirmeron(58%), seskuiterpen
alkohol(5.8%),alfa-atlanton dan gamma atlanton. Sementara itu komponen utama pati 40-
50% dari berta kering rimpang. Kmponen zat warna atau pigmen pada kunyit yang utama
adalah kurkumin yakni sebanyak 2,5-6% disamping itu kunyit juga mengandung zat warna
14 | P a p e r T B A
lain seperti monodesmetoksi kurkumin dan biodesmetoksi kurkumin. Setiap rimpang segar
kunyit mengandung ketiga senyawa ini sebesar 0,8%. Pigmen kurkumin inilah yang memberi
warna kuning oranye pada rimpang,selain itu kurkumin juga memberi sumbangan terhadap
karakter kepedasan yang lembut pada rempah.
Tanaman kunyit varietas allepey mengandung kurkumin 6,5%. Kunyit varietas
madras mengandung kurkumin 3,5%,kunyit jawa mengandung 0,63-0.76% besranya
kandungan kurkumin ini dianalisis menggunakan spektrofotometri yakni analisis yang
menggunakan spektrofotometer yang mendasarkan pada sifat absorbsi sinar oleh suatu zat
yang terlarut dalam cairan. Kandungan kimiawi dalam rimpang kunyit selengkapnya dapat
dilihat dalam tabel berikut:
No Nama komponen komposisi
1 Air 11,4 g
2 Kalori 1480 kal
3 Karbohidrat 64,9 g
4 Protein 7,8 g
5 Lemak 9,9 g
6 Serat 6,7 g
7 abu 6,0 g
8 Kalsium 0,182 g
9 Fosfor 0,268 g
10 Besi 41 g
11 Vitamin A -
12 Vitamin B 5 mg
13 Vitamin C 26 mg
14 Minyak atsiri 3%
15 kurkumin 3%
Efek farmakologis
Dalam farmakologi Cina dan pengobatan tradisional lainnya,disebutkan bahwa kunyit
memiliki bau khas aromatik,rasa agak pahit tapi menyejukkan,dan sedikit pedas. Kunyit juga
tidak beracun. Berdasarkan hasil penelitian kunyit memilikki efek farmakologis melancarkan
15 | P a p e r T B A
darah dan vital energi(energi hidup yang dinyatakan berdasarkan pandangan bahwa makhluk
hidup memiliki energi yang berbeda dan tidak tunduk pada hukum termodinamika biasa),
menghilangkan sumbatan peluruh haid (emmenagogue), antiradang (antiinflamasi),
mempermudah persalinan, peluruh kentut (karminativum), antibakteri, memperlancar
pengeluaran empedu (kolagogum), dan pelembap (astringent). Kandunagn zat aktif yang
terdapat pada rimpang ini juga dapat meningkatkan aktifitas seksual.
Efek farmakologis zat aktif yang terkandung dalam rimpang kunyit :
No Nama Zat Aktif Efek Farmakologis
1 Caffeic acid Merangsang semangat, penyegar, mengurangi rasa lelah,
antiradang, antikejang, dan antioksidan
2 L-a dan L-b curcumae Penyegar
3 Guanicol Menurunkan kepekaan saraf peraba dan menekan batuk
4 Protochatechuic acid Merangsang daya tahan tubuh
5 Ukanon A,B dan D Merangsang daya tahan, stamina, dan kekebalan tubuh
6 Zingiberene Feromon (zat pengharum obat atau makanan)
Kandungan utama kunyit adalah minyak atsiri dan kurkuminoid (Rukmana, 1994).
Menurut Egon (1985) kunyit mengandung minyak atsiri keton sesquiterpena yaitu turmeron
dan artumeron. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam kunyit memiliki aktifitas biologis
sebagai anti bakteri, antioksidan dan anti hepatotoksik (Rukmana, 1994). Penggunaan kunyit
sebagai anti fungi telah dilakukan terhadap beberapa jenis jamur diantaranya Fusarium udum
(Singh & Rai, 2000), Coletotrichum falcatum Went, Fusarium moniliforme J. Sheld (Singh et
al, 2002), Xanthomonas axonopodis pv. Manihotis (Kuhn et al, 2006) dan Alternaria solani
(Stangarlin, 2006). Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa metabolit
sekunder yang terdapat dalam kunyit dapat menghambat pertumbuhan
miselium jamur, sehingga kunyit dapat dijadikan sebagai pengendali penyakit tanaman yang
disebabkan oleh jamur.
Alkloid kurkumin yang terkandung pada rimpang kunyit juga mempunyai banyak
khasiat atau efek farmakologis.
Kurkumin (bahasa Inggris: diferuloylmethane adalah senyawa aktif yang ditemukan
pada kunyit, berupa polifenol dengan rumus kimia C21H20O6. Kurkumin memiliki dua
16 | P a p e r T B A
bentuk tautomer : keton dan enol. Struktur keton lebih dominan dalam bentuk padat,
sedangkan struktur enol ditemukan dalam bentuk cairan. Kurkumin merupakan senyawa yang
berinteraksi dengan asam borat menghasilkan senyawa berwarna merah yang
disebut rososiania.
Senyawa turunan kurkumin disebut kurkuminoid, yang hanya terdapat dua macam,
yaitu desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin, sedangkan in vivo, kurkumin akan
berubahmenjadi senyawa metabolit berupa dihidrokurkumin atau tetrahidrokurkumin
sebelum kemudian dikonversi menjadi senyawakonjugasi monoglusuronida. Kurkumin
dikenal karena sifat antitumor dan antioksidan yang dimilikinya, selain banyak kegunaan
medis seperti :
Melindungi saraf, mengurangi risiko radang otak vasospasma dan
mengembalikan homeostasis energi pada sistem otak yang terganggu akibat terluka atau
trauma.
Menghambat dan mengurangi penumpukan plak amiloid-beta pada penderita Alzheimer.
Melindungi hati, antara lain dari hemangioendotelioma, hepatokarsinoma, Hepatitis B.
Melindungi pankreas dari akibat rasio sitokina yang berlebihan, bahkan
setelah transplantasi, serta menurunkan resistansi terhadap insulin dan leptin
Melindungi sel Leydig dari pengaruh alkohol.
Menurunkan peradangan pada jaringan adiposa.
Selain itu kurkumin juga:
Menghambat indoleamina 2,3-dioksigenase, sebuah enzim yang berperan dalam
degradasi triptofan pada sel dendritik yang distimulasi oleh LPS atau interferon, dan
menghambat matangnya sel dendritik. Ekspresi siklo oksigenase-2 yang diinduksi oleh
LPS dan produksi prostaglandin E2 akan meningkat, dan mengakibatkan de-
ekspresi molekul CD80, CD86 dan MHC I dan menghambat produksi sitokina IL-12
p70 dan TNF-α.
Menghambat angiogenesis.
Menghambat lintasan COX dan LO pada metabolisme eikosanoid. Kurkumin sangat
efektif untuk menghambat pertumbuhan sel kanker, seperti kanker payudara, namun
menunjukkan sifat toksik terhadap kultur sel punca.
17 | P a p e r T B A
METODOLOGI PENELITIAN
BAHAN DAN METODE
Rimpang C. Longa tersebut dibeli dari distributor herbal lokal otentik dari Raipur,
Chhattisgarh dan diidentifikasi (dari katalog Herbarium nomor UIOP/HB/P17) di
Departemen Farmakognosi (Pt. Ravishankar Shukla University, Raipur, India) dan diuji
secara fitokimia dengan metode spektrofotometri.
Kurkumin dibeli dari Himedia Laboratories, Mumbai (India). Tween 80 dan Tween
20 yang dibeli dari Loba Chem Pvt. Ltd, Mumbai. Soyalecithin dan Triton x-100 yang dibeli
dari Himedia Laboratories Pvt. Ltd, Mumbai. Semua bahan-bahan lain yang digunakan
adalah kelas analitis. Ekstrak dikromatografi dan dibandingkan dengan standar referensi
kurkumin eksternal menggunakan silika gel G pelat KLT (India herbal farmakope, 2002).
Persiapan ekstrak
Ekstraksi rimpang C. Longa dilakukan dengan metode ekstraksi kontinyu panas
(WHO, 2004; Rajpal, 2004). Rimpang kering C. Longa yang digiling menjadi bubuk kasar
secara terpisah menggunakan sebuah laboratorium penggilingan dan dikemas dalam alat
Soxhlet. Penghilangan lemak dilakukan dengan petroleum eter (eter minyak bumi) pada suhu
60 sampai 80 ° C. Ekstraksi dilakukan dengan etil alkohol (95%) dan kemudian dengan 85%
pada suhu 50 sampai 60 ° C hingga tercapai titik jenuh obat. Ekstrak kental dan kurkumin
ditentukan dengan spektrofotometer UV (Shimadzu, Pharmaspec-1700) pada panjang
gelombang maksimum 425,6 nm (WHO, 2004; Rajpal, 2004; Pothitirat, 2004)
Persiapan transfersomes
Transfersomes disusun menggunakan teknik konvensional penguapan putar. Ekstrak,
lesitin (PC) dan tepi aktivator (Tween 80 dan Tween 20) dilarutkan dalam campuran metanol:
kloroform (1:2). Pelarut organik dihilangkan dengan penguapan di evaporator vakum putar di
atas temperatur transisi lemak pada 115 rpm. Sebuah film tipis disiapkan, dihidrasi dan
disonikasi (Elsayed et al., 2006). Ekstrak transfersomes C. Longa diperoleh dengan
konsentrasi kurkumin dari 0,12% (Martelli, 2004).
18 | P a p e r T B A
Optimalisasi formulasi
Penyusunan transfersomes mengandung ekstrak C. Longa mengandung berbagai
proses variabel seperti efek lesitin: rasio surfaktan (7:1, 6:1 5:1 dan 4:1), pengaruh berbagai
surfaktan (Tween 20, Tween 80) dan berbagai ekstrak pelarut (etanol 95% dan etanol 85%).
Optimalisasi formulasi dilakukan atas dasar stabilitas pada 4 ± 2, ± 2 25 dan 37 ± 2 ° C
Komposisi transfersomes stabil seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Selama persiapan
sistem tertentu, variabel lainnya dijaga agar tetap konstan.
Persiapan krim baru
Basis krim dibuat dengan menggunakan teknik inversi fasa (Forster dan Tesmann,
1991). Awalnya, minyak dan bahan lainnya (minyak zaitun, setil alkohol, asam stearat,
sorbitan monooleate, propilen glikol dan gliserin) dicampur menggunakan pengaduk
overhead pada 200 ± 25 rpm pada 65 ° C to75 di hotplate (Ahshawat, 2008). Setelah
pelelehan dan pencampuran homogen selesai, suhu diturunkan sampai 30 ° C dan dispersi
transfersome (F4) ditambahkan pada peningkatan kecepatan (275 ± 25 rpm). Untuk aroma
minyak mawar ditambahkan. Tahap inversi terjadi dan larutan menjadi kental. Basis krim
disiapkan seperti dispersi transfersome, air suling ditambahkan sebagai fase air. Komposisi
kandungan ditinjukkan dalam Tabel 2.
Karakterisasi transfersomes
Morfologi
Karakterisasi morfologi dari vesikel yang dioptimalkan dilakukan menggunakan
mikroskop digital (Leica ATC 2000) dengan kamera pada resolusi 40x. Studi TEM dilakukan
di All Indian Institute of Medical Sciences, New Delhi, India, (Morgagni 268D Fei Elektron
Optik). Setetes sampel ditempatkan pada grid tembaga berlapis karbon untuk membentuk
film tipis dan diberi pewarnaan negatif dengan menambahkan setetes 1% b / v asam
fosfotungstat. Grid dikering anginkan dan sampel dilihat dan difoto (Kaur et al., 2008).
Persentase efisiensi perangkap
Terperangkap C. Longa ekstrak diperkirakan dengan metode sentrifugasi. Vesikel
olahan ditempatkan dalam tabung sentrifugasi dan disentrifugasi pada 15000 rpm selama 30
19 | P a p e r T B A
menit. Supernatan (1 ml) ditarik dan diencerkan dengan larutan buffer fosfat (pH 6,8). Para
kurkumin yang tidak terperangkap ditentukan dengan spektrofotometer UV (Shimadzu,
Pharmaspec-1700) pada 425,6 nm. Sampel diencerkan dua kali sebelum dilakukan
pengukuran absorbansi. Kurkumin bebas dalam supernatan memberi kita jumlah total obat
yang tidak terperangkap. Efisiensi enkapsulasi dinyatakan sebagai persen dari obat
terperangkap. Jumlah kurkumin terperangkap diperkirakan setelah peleburan vesikel dengan
Triton - x 100 dengan spektrofotometer UV dengan pengenceran yang cocok oleh larutan
buffer fosfat (pH 6,8) (Saraf dan Kaur, 2010; Kaur et al, 2008.).
Ukuran Vesikel, distribusi ukuran dan analisis zeta potensial
Ukuran Vesikel, distribusi ukuran dan zeta potensial ditentukan oleh Malvern
Zetasizer DTS versi 5,03 (Malvern, Inggris). Potensial zeta dianalisis untuk mengukur
permeasi transfersome dengan mempelajari sifat koloid dan stabilitas dari vesikel (Saraf dan
Kaur, 2010;. Kaur et al, 2008).
Studi Stabilitas
Stabilitas vesikel ditentukan dengan menyimpan vesikel pada 4 ± 0,5 ° C selama
enam bulan dan kemudian mengukur ukuran vesikel dan zeta potensial.
Permeasi Invitro dan studi deposit kulit
Kulit abdomen segar dari kambing dikumpulkan dari rumah penyembelihan dan
digunakan setelah proses pengelupasan kulit (Kaza and Pitchaimani, 2006; Patel et al.,
2009). Kulit rambut dipisahkan dan persiapan pencucian kulit dilakukan.Kulit dikeringkan
diantara dua kertas filter dan digunakan langsung tanpa proses penyimpanan.
20 | P a p e r T B A
Percobaan dilakukan berdasarkan modifikasi Franz. Difusi sel didapat melalui
kompartemen reseptor volume 50 ml. Desain studi invitro digunakan pada studi yang sama
yang dijelaskan oleh Elsayed et al. (2006).
Percobaan ini ditampilkan pada dua tahap. Tahap pertama menggunakan permeasi
vesikel pada kulit. Tahap ini menggunakan pH 6,8 penyangga fosfat sebagai medium
reseptor. Membran kulit di atas dengan stratum corneum disampingnya dan kompartemen
donor kering dan terbuka ke udara. Kulit diapungkan pada larutan receiver selama 24 h pada
equilibrium dan prehidrasi
Pendekatan ini dilakukan untuk mempertahankan tingkat hidrasi transepidermal yang
ditujukan untuk mengenerasi driving force pada transfer permeasi kulit . 5 mL dari uji
formulasi ditempatkan diatas kulit. Ari medium receptor Pada tiap-tiap interval waktu yang
disepakati 1 ml Aliquot diambil dan langsung digantikan buffer fosfat pH 6,8 segar dengan
volume yang sama untuk memperthankan kondisi sink. Sampel dianalisis dengan
spectrophotometer pada 425.6 nm. Pada akhir tahap awal kompartemen donor dan
permukaan lulit dicuci lima kali dengan medium receptor hangat.
Tahap Kedua dilakukan untuk menentukan deposisi kulit. Isi dari receptor telah
dipindahkan dan diganti dengan 50% (v/v) ethanol dalam air destilat dijaga selama 12 h
disertai dengan uji spectroscopic . Larutan receiver (50% v/v) ethanol dalam air destilat
digunakan untuk difusi melalui kulit, mencegah gelembung dan mengekstraksi
penmgeluaran curcumin dari kulit. Sehingga memberikan sebuah pengukuran mengenai
deposisi kulit (Elsayed et al., 2006).
Karakteristik dari krim
Mikroskopi
Mikroskopi optik telah dilakukan dengan microskop digital Labomed (Leica ATC 2000)
dengan resolusi 40x dan transmisi elektron mikroskopi menggunakan transmisi elektron
mikroskop Morgagni 268D (Fei Electron Optics).
Evaluasi Fisikokimia Krim
21 | P a p e r T B A
a. Warna dan Bau krim dicatat secara teliti (Ahshawat et al., 2008; Saraf et al., 2010).
b. Isi Bersih : Wadah kosong dengan bersama kotak ditimbang secara analit. Wadah
beserta penambahan krim ditimbang. Berat dari produk dihitung dengan terpisah.
c. PH krim : 1 g krim dicampur 9 ml air dan pH diukur dengan dengan pH meter (Elico
LI 610).
d. Bahan Non- volatil pada 105°C: 1 g krim ditemp[atkan pada botol kaca dan dibiarkan
dalam oven pada of cream 105°C selama 2 h.
e. Nilai abu : 5 g krim ditimbang dalam sebuah wadah metal silika dasar-datar dan
dihangatkan diatas steam bath pada tekanan udara selama 1 jam, kemudia 1 g abu
ditambah sedikit bubuk selulosa dan dicampur menggunakan stirer kaca. Campuran
dipanaskan dalam furnace pada 600°C.
f. Nilai Asam : 5 g krim ditimbang dengan cermat dan dilarutkan dalam 50 ml ethanol
(95%) dan ether, yang sebelumnya menetralkan 0.1 M potassium hydroxide
Menggunakan phenolphthalein sebagai indicator. 1 ml phenolphthalein ditambahkan
dan dititrasi dengan 0.1 M potassium hydroxide hingga larutan berubah menjadi
warna pink pucat setelah -dikocok selama 30 s. Nilai Asam dihitung dengan cara,
Nilai Asam = 5.61 n/w, dimana n = the volum (ml) 0.1 M potassium hydroxide yang
digunakan ; w = berat sampel.
g. Nilai saponifikasi : 2 g krim ditimbang akurat dan dimasukkan dalam 200 ml flask
kaca borosilicatedilengkapi dengan sebuah kondenser refluks. 25 ml dari 0.5 M
ethanolic potassium hydroxide ditambahkan dengan sedikit serbuk pumice dan
direbus pada refluks diatas waterbath selama 30 min. 1 ml of phenolphthalein
ditambahkan dan ditirasi langsung dengan 0.5 M hydrochloric acid (a ml). Perlakuan
diulang hingga sampel bisa diperiksa (b ml).
Nilai saponifikasi dapat ditentukan dengan rumus :
Nilai saponifikasi =28.05 (b-a)/w,
Dimana w = berat sampel ( g)
22 | P a p e r T B A
Uji iritans
0,5 g krim dioleskan pada bagian belakang lengan dengan bantuan perban pada
probandus dan nilai erythemal ditentukan menggunakan skala standar Indian. Nilai rata-rata
dari skor erythemal diperoleh dengan :
Nilai rata2 skor erythemal = Total score tiap product/Total jumlah probandus.
Evaluasi Psikometrik
Produk dibandingkan berdasarkan evaluasi dan tingkat per nilai yang diperoleh pada
skala hedonik (Horwitz et al., 1999).
Metode Peringkat
Studi dilakukan dengan 6 probandus ( wanita) usia 20- 25 tahun. Penggunaan krim
selama 2 kali sehari ( Pagi dan Sore ) pada waktu yang sama pada lengan bawah hingga 2
minggu dan perolehan dibuat berdasarkan metode peringkat. Bermacam-maca pertanyaan
ditanyakan pada probandus dam jawaban mereka dikisarkan dengan peringkat 0-9 dari skala
hedonik , 8-9 (sangat setuju ), 5-7 (medium), 1-3 (tidak suka ), 6 (antara sangan suka dan
medium ), 4 (antara medium dan tidak suka ), mencakup kelembutan, iritasi , lengket , halus,
dan efek pada kulit.
Rata-rata
Nilai masing-masing produk ditentukan berdasarkan :
E1= V1+V2………Vn/N
23 | P a p e r T B A
Dimana E1 = Rata-rata nilai masing-masing produk , V1= Total nilai dari produk
yang diberikan probandus no.1, V2 = Total nilai yang diberikan oleh probandus no.2 , Vn =
Total nilai yang diberikan oleh probandus no.2 n, N= jumlah probandus.
Studi invivo
Studi aplikasi jamak menggunakan cutometer digunakan selama 2 minggu pada
probandus manusia setelah memperoleh informasi tertulis. Protokol berdasrkan data pada
Table 3. Krim dan basa krim di oleskan secara non-oklusif pada lengan bawah probandus
wanita usia 20-25 tahun. Dosis dikorespondensikan 100 mg untuk mendefinisikan daerah uji.
Persiapan mekanik epidermis ditentukan menggunakan non invasiv, pompa isap meter kulit
elastis invivo dengan 2 mm pemerikasaan ukuran (Cutometer® MPA 580 Courage and
Khazaka, Köln, Germany). Elastisitas kulit diukur dengan Cutometer, dimana kulit digambar
kedalam celah probe dengan tekanan constan 500mbar. Hasil kurva dari masing-masing
pengukuran menunjukkan kualitas elastis dan viscoelasti kulit. Fase I (Ue), menunjukkan
komponen elastis dan Fase II (Uv) komponen plastiok kulit. Parameter yang dianalisisi
adalah sebagai berikut (mutlak dan relatif ): Ue, deformasi elastis; Uv, visco-elastisitas ; [R0]
or Uf,deformasi total ; Ur, retraksi ; [R2] or Ua/Uf, Elastisitas total kulit ; [R5] atau Ur/Ue,
elastisitas murni kulit tanpa deformasi kekentalan ; [R7] or Ur/Uf, elastisitas biologi ,rasio
retraksi- ekstensi ; [R6] atau Uv/Ue, the rasio visco-elasticsitas- deformasi elastis ; dan [R8]
atau (Ua), pliabiliti , kemampuan kulit kembali pada posisi semual (Kapoor and Saraf, 2009).
Analisis varians
Analisis statistik varians dari semua data ditunjukkan menggunakan program SPSS
for window/. Uji ANOVA dan nilai-p kecil atau sama dengan 0,05 telah di tampilkan sebagi
data statistik yang berarti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam studi ini, C. Longa mengekstrak krim transfersome dimuat dievaluasi sebagai
pembawa untuk aplikasi kosmetik alami antioksidan, Kurkumin. tujuan ini untuk
transfersomes dengan variabel berbagai proses seperti lesitin: surfaktan rasio, surfaktan,
(Tween 80, Tween 20) dan ekstrak pelarut yang berbeda (95% etanol, 85% etanol) sudah
24 | P a p e r T B A
disiapkan. Optimasi dilakukan berdasarkan pada potensi zeta, efisiensi penjeratan, persen
kulit kumulatif perembesan dan persen deposisi kulit kurkumin.
Transmisi elektron mikroskopi (TEM) dari transfersomes mengkonfirmasi tiga
dimensi struktur vesikel (Gambar 1a dan b) dalam transfersomes kosong dan ekstrak dimuat
transfersomes. Gambar 1c menegaskan kehadiran vesikel dalam ekstrak dimuat krim
transfersomal. Formulasi F1 dan F2 siap dengan etanol 95% ekstrak efisiensi diproduksi
jebakan yang lebih rendah, lebih tinggi persen diserap jumlah kumulatif kurkumin dan kulit
lebih rendah disimpan kuantitas kurkumin dengan baik tepi aktivator. Dalam formulasi
kontras F3 dan F4.
Dilakukan dengan ekstrak etanol 85% dihasilkan lebih tinggi jebakan efisiensi,
kumulatif persen lebih rendah jumlah meresap kurkumin dan kulit lebih tinggi disimpan
kuantitas kurkumin dengan kedua aktivator tepi. Terbaik Hasilnya dengan F4 formulasi.
Ukuran vesikel diperoleh berada di kisaran 200 ± 2 nm jangkauan dan potensi zeta antara -30
± 5 mV. Ada perbedaan yang tidak signifikan vesikel ukuran dan potensial zeta oleh
perubahan tepi aktivator atau oleh perubahan rasio antara kedelai lesitin dan tepi aktivator
(P> 0,05). Tween 20 secara signifikan kurkumin meningkatkan jebakan ke dalam vesikel
sementara menggunakan ekstrak etanol 85%. Hal ini selain untuk studi mana deoxycholate,
Tween 80 dan dipotassium glycyrrhizinate telah digunakan sebagai tepi activato (Trotta et al,
2002.). Indeks polidispersitas vesikel semua formulasi adalah antara 0,2 dan 0,3,
menunjukkan bahwa solusi yang cukup homogen (0,0 sangat homogen dan 1,0 sangat
25 | P a p e r T B A
heterogen). Jebakan efisiensi transfersome ditemukan lebih tinggi dengan ekstrak etanol 85%
(F4) dibandingkan dengan 95% ekstrak etanol seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Hasil penelitian ini mendukung keberadaan penetrasi dan deposisi meningkatkan efek
transfersomes yang Berbeda dengan terakhir in vivo elektron mikroskop studi di mana
surfaktan utuh vesikel elastis berbasis dipartisi menjadi manusia strata stratum tetapi hampir
tidak ada vesikel dapat ditemukan di luar lapisan terdalam dari stratum korneum. Loading
kapasitas dan ukuran partikel rata-rata pembawa koloid adalah penting parameter yang dapat
mempengaruhi perkutan perembesan ekstrak dimasukkan. Untuk alasan ini, F4 dipilih yang
ditandai dengan tertinggi jebakan efisiensi dan ukuran vesikel kecil 200 ± 2 nm.
Transfersomes dalam rentang ukuran antara 100 sampai 400 nm dapat dengan mudah
menembus kulit dan dapat membentuk depo di tingkat dermal sebagai vesikel elastis
diketahui memiliki fleksibilitas dan beradaptasi diri (Benson, 2005; Cevc et al, 1998.).
Persentase ekstrak meresap melalui kambing kulit selama 24 jam lebih tinggi dengan
ekstrak etanol 95% dimuat transfersome dibandingkan dengan ekstrak etanol 85% dimuat
karena penetrasi meningkatkan transfersomes efek etanol. Etanol berinteraksi dengan lipid
molekul di wilayah kepala kutub, mengakibatkan pengurangan suhu transisi fase (Tm) dari
stratum korneum lipid meningkatkan fluiditas mereka. Para interkalasi etanol ke kepala
lingkungan kelompok kutub dapat mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran
(Elsayed et al. 2007). Temuan ini dapat menjelaskan hasil in vitro kulit deposisi studi dari
formula yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Persentase deposisi kulit dari
transfersomal formula dengan ekstrak etanol 85% (F3 dan F4) lebih tinggi dari deposisi
persen transfersomal formula dengan ekstrak etanol 95% (F1 dan F2).
Pelepasan ekstrak di lapisan dermal kulit bisa menjadi hasil dari fusi vesikel dengan
lipid kulit mengekstrak rilis pada berbagai titik di sepanjang penetrasi jalur. Demikian persen
kumulatif meresap jumlah kurkumin terendah formulasi F4. Secara meyakinkan, formula F4
dianggap paling
formulasi cocok untuk dimasukkan ke dalam kosmetik untuk pengiriman C. Longa ekstrak
karena tertinggi efisiensi penjeratan, persentase tertinggi deposisi untuk yang dalam tingkat
dermal dan terendah permeasi kulit yang lebih dalam tingkat. Stabilitas dari formulasi siap
dievaluasi
dengan mengukur potensial zeta dan ukuran rata-rata tidak menunjukkan perubahan
signifikan selama waktu penyimpanan mengkonfirmasikan stabilitas mereka.
26 | P a p e r T B A
Basis krim dan krim ekstrak transfersomal dimuat disiapkan dan dievaluasi untuk
stabilitas dan karakteristik fisiknya. TEM krim transfersomal mengkonfirmasi adanya vesikel
pada krim (Gambar 1c).
Seperti terlihat pada Tabel 4, asam nilai krim transfersomal lebih besar dari krim
dasar karena berisi etanol 6,4 dan 5,6 masing-masing. Nilai saponifikasi adalah estimasi
bebas ester asam lemak hadir dalam sampel. Ini mempengaruhi sifat stabilitas, pH dan
pembersihan perumusan penyabunan nilai formulasi harus menjadi tepat, jika lemak terlalu
tinggi dapat mengandung asam lemak terlalu banyak yang rentan terhadap hidrolisis dan
dapat menyebabkan rancidification. Saponifikasi nilai krim dasar, adalah ditemukan lebih
tinggi daripada krim baru, karena itu adalah lebih rentan terhadap pertumbuhan mikroba. pH
krim dasar dan krim baru adalah 6,3 dan 6,2 masing-masing. Krim ekstrak etanol
mengandung 85% ditemukan menjadi sedikit asam. Sebagai pH kulit adalah antara pH 4,5-
6,5.
Krim juga harus berada dalam kisaran ini sehingga dapat menjaga lapisan minyak
asam di atasnya, yang disebut mantel asam. Hasil uji yang dilakukan adalah untuk
menentukan komponen anorganik yang ada di formulasi, yaitu, borat, klorida, sulfat, yang
27 | P a p e r T B A
dapat menyebabkan merugikan kulit. Uji iritasi patch untuk kedua formulasi dilakukan dan
ditemukan untuk menjadi non iritasi pada kulit. Psikometri evaluasi dari kedua krim
dilakukan untuk menemukan penerimaan mereka. Novel krim
menunjukkan akseptasi lebih baik dalam hal kelancaran, lengket dan bersinar. Tabel 5, 6,
Gambar 2 dan 3 peningkatan pertunjukkan di relatif dan absolut parameter setelah minggu
pertama itu sendiri.
Perbaikan lebih jelas terlihat dalam total deformasi (R0) elastisitas, bersih (R5) dan
biologis elastisitas (R7) dan retraksi (Ur). Transfersome krim secara signifikan meningkatkan
jumlah resistensi terhadap deformasi untuk 27% dibandingkan dengan krim dasar, 6% dalam
2 minggu durasi (P <0,05). Nilai R2 menunjukkan bahwa secara keseluruhan elastisitas kulit
meningkat 18,37% dengan krim novel dan hanya 6% dengan krim dasar (P <0,05), penurunan
R2 nilai dengan hasil usia karena degradasi elastin serat mewakili sifat tak terelakkan dari
penuaan. R5 menunjukkan nilai bahwa elastisitas murni meningkat menjadi 23% dengan
krim baru dan R6, sagginess menurun menjadi 30% dengan krim baru (P <0,05). R7 nilai,
elastisitas biologis meningkat menjadi 21% dengan krim baru (P <0,05). R8, kelenturan
yaitu, kemampuan kulit untuk menunjukkan kondisi aslinya setelah deformasi
meningkat 17% dari kondisi asli (P <0,05). Sedangkan R9, melelahkan efek meningkat
menjadi 20% (P> 0,05). Peningkatan nilai R8 menunjukkan bahwa kecenderungan serat
elastin untuk mengikat kuat telah meningkat pesat.
28 | P a p e r T B A
Hal ini mungkin karena membatasi radikal bebas oleh kurkumin yang juga
menyebabkan keriput dengan mengaktifkan metaloproteinase, seperti kolagenase, yang
bertanggung jawab untuk menghancurkan ikat kulit jaringan (kolagen dan elastin), sehingga
mengakibatkan prematur penuaan. Nilai mutlak, Ur, retraksi meningkatkan sampai 9% (P <
0,05) sedangkan Ue, deformasi elastis untuk meningkatkan 28,7% (P> 0,05). Kedua Ur dan
UV adalah ukuran hidrasi efek, sehingga membuktikan efek pelembab krim karena adanya
gliserin dalam formulasi. yang paling menonjol perbaikan diamati pada viscoelasticity, UV
hingga 55% (P <0,05). Hasil elastisitas keseluruhan, biologi elastisitas, pemulihan cacat,
kekencangan kulit dan pengurangan kelelahan dapat dikorelasikan dengan anti keriput sifat-
sifat krim. Oleh karena itu, jika ada lebih peningkatan dalam elastisitas biologis secara
keseluruhan, anti keriput yang milik produk menjadi lebih baik.
KESIMPULAN
Hal demikian memungkin untuk membuat ekstrak herbal yang dimuat dalam krim
antikerut transfersomal. Tween 20 meningkatkan secara signifikan penjeratan kurkumin ke
vesikel dan deposisi kulit dengan ekstrak etanol 85%, maka Tween 20 dapat secara efektif
digunakan sebagai aktifator yang unggul. Hasil Cutometer menunjukkan peningkatan dalam
keseluruhan elastisitas, elastisitas biologis, pemulihan cacat kulit, kejernihan dan penurunan
kelelahan yang dapat dikorelasikan dengan sifat anti kerut krim. Efek menguntungkan
mungkin disebabkan oleh antioksidan sinergis, antiradang, pelindung sifat dari konstituen
ekstrak dan hidran, pelembab dan komponen lipid transfersomes dan krim. Oleh karena itu,
29 | P a p e r T B A
dapat disimpulkan bahwa " krim Anti-kerut" adalah efektif dan aman untuk penggunaan
dalam pengelolaan kerutan wajah.
DAFTAR PUSTAKA
Saraf S, Jeswani G, Kaur Chanchal Deep and Saraf Shailendra. 2011. Development of
Novel Herbal Cosmetic Cream with Curcuma longa Extract Loaded Transfersomes
for Antiwrinkle Effect. African J. Pharmacy and Pharmacology.
Ahshawat MS, Saraf S, Saraf S. 2008. Preparation and characterization of herbal
creams for improvement of skin viscoelastic properties. Int. J. Cos. Sci., 30: 183-193.
Bangham AD. 1963. Physical structure and behaviour of lipids and lipid enzymes.
Adv. Lipid. Res., 1: 65–104.
Benson HAE. 2005. Transdermal Drug Delivery: Penetration Enhancement
Techniques. Current. Drug. Delivery, 2: 23-33.
Bonte F, Noel-Hudson MS, Wepierre J, Meybeck A. 1997. Protective effect of
curcuminoids on epidermal skin cells under free oxygen radical stress. Planta.
Medica, 63: 265-66.
30 | P a p e r T B A
Recommended