View
17
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
PANDUAN
MODERNISASI PAJAK DAERAH
Direktorat Jenderal Perimbangan KeuanganKementerian Keuangan Republik Indonesia
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
KATA PENGANTAR
[diisi oleh DJPK]
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN 9
2. DIAGNOSTIK DAN ASESMEN 14
3. KOMPONEN MODERNISASI PAJAK 16
3.1. Perencanaan 16
3.2. Realisasi 17
3.3. Data 20
3.3.1. Manajemen ID dan Master Data WP dan OP 20
3.3.2. Integrasi Basis Data Tunggal Pajak Daerah 21
3.3.3. Pendataan dan Fiscal Cadaster 21
3.4. Pelaporan dan Pembayaran 23
3.4.1. Pelaporan dan Pembayaran Pajak Hotel, Restoran, Hiburan Parkir 24
3.4.2. Pelaporan dan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 25
3.5. Pemeriksaan dan Penagihan 25
3.6. Pelayanan 26
3.6.1. Pelayanan Loket 27
3.6.2. Pelayanan Keliling 28
3.6.3. Tax Payer Account 28
3.6.4. Call Center 28
3.7. Teknologi Informasi 28
3.7.1. Rekomendasi Arsitektur TI 29
3.7.2. Rekomendasi Perangkat Keras dan Infrastruktur 31
3.7.3. Rekomendasi Sistem Informasi 31
3.8. SDM dan Organisasi 33
3.9. Kepatuhan Internal dan Transparansi 34
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4. PENERAPAN MODERNISASI PERPAJAKAN PADA PEMERINTAH DAERAH 38
4.1. Proses Bisnis 38
4.1.1. Perencanaan 40
4.1.2. Realisasi 40
4.1.3. Data 40
4.1.4. Pelaporan dan Pembayaran 41
4.1.5. Pemeriksaan dan Penagihan 42
4.1.6. Pelayanan 42
4.1.7. Teknologi Informasi 43
4.1.8. Kepatuhan Internal dan Transparansi 43
4.2. Data dan Teknologi Informasi 44
4.2.1. Perencanaan 45
4.2.2. Realisasi 45
4.2.3. Data 46
4.2.4. Pelaporan dan Pembayaran 46
4.2.5. Pemeriksaan dan Penagihan 47
4.2.6. Pelayanan 47
4.2.7. Teknologi Informasi 48
4.2.8. SDM dan Organisasi 48
4.2.9. Kepatuhan Internal dan Transparansi 49
4.3. Sumber Daya Manusia dan Organisasi 49
4.3.1. Perencanaan 51
4.3.2. Realisasi 51
4.3.3. Data 51
4.3.4. Pelaporan dan Pembayaran 52
4.3.5. Pemeriksaan dan Penagihan 52
4.3.6. Pelayanan 53
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4.3.7. Teknologi Informasi 53
4.3.8. SDM dan Organisasi 54
4.3.9. Kepatuhan Internal dan Transparansi 55
4.4. Rancang Struktur Organisasi untuk Badan Pendapatan Daerah 56
4.4.1. Implikasi PP 18 2016 tentang “Perangkat Daerah” terhadap Badan Pendapatan Daerah 56
4.4.2. Praktik Terbaik Rancang Struktur Organisasi Administrasi Pajak 60
4.4.3. Fungsi-fungsi inti dan pendukung administrasi perpajakan 61
4.4.4. Usulan Rancang Struktur Organisasi Badan Pendapatan Daerah 67
4.4.4.1. Badan Pendapatan Daerah Yang Berdiri Sendiri (Provinsi dan Kabupaten/Kota) 68
Struktur organisasi untuk tipe A (total empat bidang) 68
Struktur organisasi untuk tipe B (total tiga bidang) 69
4.4.4.2. Badan Pendapatan Daerah Sebagai Bagian Dari Badan Pengelolaan Keuangan dan
Pendapatan Daerah (Provinsi dan Kabupaten / Kota) 70
Struktur organisasi untuk tipe A (total enam bidang) dan tipe B (total lima bidang) 70
Struktur organisasi untuk tipe C (total empat bidang) 71
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
DAFTAR TABEL
Tabel 1 - Daftar aplikasi untuk pengelolaan perpajakan pemerintah daerah 31
Tabel 2 - Unsur perangkat daerah 58
Tabel 3 - Jenis dan tIpe pajak daerah 62
Tabel 4 - Ringkasan lingkup tugas fungsi-fungsi adminsitrasi pajak daerah 63
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 – Pelaksanaan pemutakhiran data objek pajak 23
Gambar 2 - Alur pelaporan modern jenis pajak self-assessment 24
Gambar 3 - Proses pelaporan dan pembayaran BPHTB 25
Gambar 4 - Konsep pelayanan terintegrasi seluruh pelayanan dari berbagai SKPD 27
Gambar 5 - Rekomendasi Arsitektur TI Pajak Daerah 29
Gambar 6 – Struktur PP 18 2016 tentang Perangkat Daerah 56
Gambar 7 - Struktur Organisasi dengan Pendapatan Daerah dibawah Badan Keuangan dan
Pendapatan Daerah 58
Gambar 8 - Struktur Organisasi dengan format Badan Pendapatan Daerah Tipe A (besar) 59
Gambar 9 - Struktur Organisasi dengan format Badan Pendapatan Daerah Tipe B (sedang) 59
Gambar 10 - Struktur Organisasi dengan format Badan Pendapatan Daerah Tipe C (kecil) 60
Gambar 11 - Fungsi Inti dan Fungsi Pendukung Administrasi Perpajakan 62
Gambar 12 - Struktur Organisasi Badan Pendapatan Daerah yang Berdiri Sendiri untuk Tipe A (totalempat bidang) 68
Gambar 13 - Struktur Organisasi Badan Pendapatan Daerah yang Berdiri Sendiri untuk Tipe B (total
tiga bidang) 69
Gambar 14 - Struktur Organisasi Badan Pendapatan Daerah Sebagai Bagian Dari Badan Pengelolaan
Keuangan dan Pendapatan Daerah untuk Tipe A (total enam bidang) dan Tipe B (total lima bidang) 70
Gambar 15 - Struktur Organisasi Badan Pendapatan Daerah Sebagai Bagian Dari Badan Pengelolaan
Keuangan dan Pendapatan Daerah untuk Tipe C (total empat bidang) 71
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
RINGKASAN EKSEKUTIF
[dilengkapi bila sudah disepakati dengan DJPK]
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
1. PENDAHULUAN
Reformasi Administrasi Perpajakan dalam Rangka Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah
“Kemampuan pembiayaan pembangunan daerah yang terbatas, kegiatan yang tidak termasuk dalam
daftar prioritas, dan transfer ke daerah yang semakin terbatas”, tiga kosa kata tersebut seringdijadikan sebagai alasan pembenaran kurang optimalnya pembangunan daerah yang dilaksanakan.
Apabila dipandang dalam perspektif yang lebih objektif, kondisi tersebut bukan merupakan hal yang
baru dan bukan pula merupakan fenomena yang insidental nan instan, melainkan merupakan kondisi
yang telah menjadi repetisi nan berulang. Dengan demikian tidaklah bijak berpaling muka dan
menyalahkan sisi membesarnya pengeluaran sebagai alasan belum optimalnya pembangunan.
Secara umum citra tersebut adalah bagian lazim dari kepingan ilmu ekonomi yang bercerita mengenai
pola kurva permintaan dan penawaran, dimana di satu sisi terdapat kondisi semakin tingginya
permintaan dana untuk pembangunan yang tidak sebanding lurus dengan penawaran dana untuk
membiayai pembangunan. Rumusan standar atas kondisi ini dari sisi penawaran telah pula
dipatenkan, yaitu dengan memperbesar dana untuk membiayai pembangunan.
Pertanyaan yang muncul mengikuti rumusan tersebut adalah bagaimana mekanisme untuk
memperbesar dana pembiayaan pembangunan. Keseimbangan pembangunan laiknya sebuah neracatimbangan, kanan dan kiri dalam kondisi yang setimbang. Persamaan standar akuntansi mengajarkan
bahwa pemenuhan dana untuk memperkuat sisi aktiva pembangunan dapat dilakukan melalui
penambahan kewajiban berupa utang dan perkuatan modal secara mandiri. Meskipun utang tidak
dilarang, dari sudut kesehatan fiskal daerah maka perkuatan modal secara mandiri melalui
optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk membiayai pembangunan merupakan pilihan
terbaik untuk dilakukan.
Sebagaimana dipahami, masih terbuka ruang yang sangat luas untuk melakukan optimalisasi dalam
sumber pendapatan asli daerah, khususnya dari pendapatan pajak. Hal ini terlihat dari tax ratio pajak
daerah, dimana memberikan potret dari perbandingan jumlah pajak yang dikumpulkan pada suatu
masa dengan produk domestik regional bruto, yang masih relatif rendah. Rasio ini mencerminkan
adanya potensi penerimaan pajak yang belum dapat terkoleksi oleh administrasi pajak daerah masih
relatif tinggi. Demikian halnya dengan perhitungan tax buoyancy, yaitu suatu indikator yang
mengukur tingkat efisiensi dan responsivitas dari mobilisasi pendapatan sebagai reaksi terhadap
pertumbuhan dari produk domestik regional bruto. Data menunjukkan adanya tingkat sensitivitas
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
yang relatif rendah dari penerimaan pajak daerah terhadap pertumbuhan produk domestik regional
bruto yang ada.
Pada sisi lain, sumber dana utama berbentuk transfer dari pemerintah pusat kepada daerah yang
merupakan captive revenue dari pemerintah daerah secara umum menjadi tidak tetap dalam
jumlahnya. Hal ini terjadi karena adanya kebijakan pemerintah untuk meletakkan jumlah transfer
daerah dalam perspektif dinamis (tidak tetap tetapi bergantung kepada faktor penerimaan negara)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Hadirnya Undang-undnag No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada
awalnya dipandang sebagai angin segar bagi daerah untuk memperkuat kemandirian fiskalnya.
Secara struktural melalui Undang-undang ini telah diberikan tambahan kewenangan kepada daerah
untuk melakukan pemungutan pajak dengan koordinasi dengan pemerintah pusat mengenai tarifnya,termasuk dengan pengalihan administrasi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan pada kawasan
perkotaan dan perdesaan kepada kabupaten dan kota. Secara filosofis, Undang-undang 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga memberikan keluasan kepada daerah untuk
melakukan cara pendataan dan penilaian sesuai dengan karakteristik yang ada pada daerah masing-
masing. Dengan berbagai kewenangan pemajakan yang diperluas tersebut maka diharapkan akan
meningkatkan pendapatan daerah. Namun demikian dalam praktek di lapangan, eksekusi yang
dilakukan dalam memenuhi cita-cita Undang-undang dimaksud belum mendapatkan hasil yang
memuaskan.
Melihat pada berbagai kondisi tersebut diatas, maka inovasi dan optimalisasi untuk peningkatan
pendapatan asli daerah dan mewujudkan kemandirian fiskal daerah khususnya melalui perkuatanbasis data perpajakan daerah dengan didukung dengan perbaikan proses administrasi bisnis dan
pelayanan, perencanaan pendapatan yang mencerminkan azas keadilan ekonomi, dan perkuatan
sistem teknologi informasi dan integritas sumber daya manusia perpajakan menjadi hal-hal yang
sangat penting untuk dilaksanakan dalam mewujudkan pendapatan pajak yang sustainable dan
berkualitas.
Sesuai dengan agency theory, pajak sebagai sumber utama PAD merupakan kewajiban yang
dibebankan kepada warga sebagai partisipasi pembangunan. Secara turun temurun tantangan utama
dalam pemungutan pajak adalah menciptakan kepatuhan secara sukarela (voluntary compliance) dari
wajib pajak, yaitu merubah pola pikir dari kewajiban yang dipaksakan menjadi suatu kerelaan untuk
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
melakukan pembayaran. Kondisi kepatuhan yang baik akan mendorong terciptanya penerimaan pajak
yang sehat dan kerkesinambungan.
Kepatuhan sukarela dapat didorong melalui pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dengan baik,
dimana kewajiban pembayaran pajak oleh Wajib Pajak diikuti dengan terpenuhinya hak Wajib Pajak
untuk menikmati pelayanan yang berkualitas, secara fisik maupun non-fisik yang disediakan oleh
pemerintah dalam berbagai bentuknya. Tersedianya sarana transportasi dan pendidikan, kesehatandan perumahan yang mendukung kepada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia adalah salah
satu contoh konkrit dari timbal balik hak dan kewajiban perpajakan.
Selain dorongan melalui pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak tersebut, dibutuhkan suatu
kondisi bagi terwujudnya kepatuhan sukarela Wajib Pajak khususnya untuk meningkatkan
kepercayaan Wajib Pajak. Untuk itulah diperlukan reformasi menyeluruh khususnya dalam
administrasi pajak daerah sehingga Wajib Pajak dapat terlayani dengan baik dan memuaskan.
Mengingat tujuan utama pajak adalah peningkatan penerimaan bagi pemerintah untuk membiayai
pembangunan guna memenuhi harapan dari Wajib Pajak, maka reformasi administrasi menuju
kepada penerimaan yang optimal sesuai dengan kondisi ekonomi dan berdasarkan kepada prinsip
keadilan adalah faktor yang diutamakan. Prosedur ini akan tercermin dalam mekanisme perencanaan
penerimaan pajak yang mampu membaca kondisi ekonomi dan bisnis yang terjadi, sekaligus
mengintegrasikan masukan dari pemangku kepentingan yang ada. Perencanaan yang baik jugamengintegrasikan mitigsi risiko ketergantungan dari pembayaran pajak dari jenis tertentu dan dari
Wajib Pajak tertentu dapat terhindarkan.
Reformasi administrasi pajak juga harus diprioritaskan dalam manajemen dan strategi pemberdayaan
sumber daya manusia, termasuk struktur organisasi yang berorientasi kepada pelayanan Wajib Pajak.
Peningkatan kualitas dan kuantitas aparatur perpajakan merupakan kondisi yang tidak dapat ditawar.
Mengingat tantangan perpajakan semakin membesar dari masa ke masa, maka peningkatan
kapasitas aparat pajak juga harus ditingkatkan secara berkesinambungan. Di sisi lain organisasi
administrasi pajak daerah memungkinkan adanya proses pengawasan internal yan baik sehingga
interaksi dengan Wajib Pajak dapat terkendali dalam koridor yang sesuai dengan peraturan.
Pemenuhan kuantitas sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas inti pajak daerah perlu untukdikaji dari waktu ke waktu. Selanjutnya kualitas sumber daya manusia juga senantiasa ditingkatkan
untuk mengakomodasi perkembangan dunia usaha yang terus berkelanjutan.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Reformasi administrasi pajak tidak lengkap tanpa melakukan perbaikan dalam tata kelola infrastrukturpendukung. Pemanfaatan aplikasi dan perangkat teknologi informasi dalam membantu operasional
administrasi perpajakan daerah merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa terelakkan. Pengolahan
database subjek dan objek pajak dalam merancang profil subjek pajak dan objek pajak, pemanfaatan
informasi lintas instansi, penggunaan data satelit dan photo udara adalah beberapa contoh dari
pentingnya integrasi teknologi informasi dalam administrasi pajak daerah.
Semangat reformasi administrasi perpajakan daerah sudah ditanamkan, dan keinginan untuk
melakukan perubahan mendasar sudah ditekadkan. Namun seringkali hal tersebut terhalang oleh
suatu pertanyaan, bagaimana dimulainya suatu perbaikan? Dari segi waktu jawabannya adalah
sekarang, namun dari segi proses maka perbaikan harus dilihat dari kondisi riil administasi pajak
untuk menemukan potensi yang bisa dioptimalkan dan kelemahan yang bisa dikendalikan.
Standar Indikator Kinerja Administrasi Pajak (SIKAP) Daerah dilahirkan untuk membantu mencari
solusi atas problematika yang terjadi tersebut. Diwali dengan potret kondisi riil administrasi pajakdaerah dari perspektif kuantitatif dan kualitatif yang terukur secara objektif, SIKAP membantu
mendesain program prioritas untuk mereformasi administrasi pajak daerah menuju kepada
kemandirian fiskal daerah yang berkelanjutan dan berkemajuan.
Agar reformasi dapat dilangsungkan, maka potret objektif yang didapatkan dari SIKAP perlu
ditindaklanjuti dengan aktivitas perbaikan. Adalah penting untuk melibatkan segenap pemangku
kepentingan dalam reformasi yang dilakukan. Diperlukan komunikasi yang efektif antar elemen
organisasi baik internal (administrasi pajak daerah) maupun eksternal dengan satuan kerja perangkat
daerah lain secara umum, serta khususnya kepala daerah sebagai pemegang otoritas administrasi
tertinggi pada daerah tersebut. Pola komunikasi ini akan tercermin dari besarnya dukungan yang
diberikan kepada administrasi pajak daerah untuk melakukan perbaikan. Komunikasi yang efektif jugaakan membantu mengarahkan segenap pemangku kepentingan kepada tujuan utama dan langkah-
langkah antara untuk menuju kepada tujuan utama, dengan disertai dengan target dan waktu
pencapaian.
Kinerja reformasi administrasi pajak daerah yang terkunci dalam target dan waktu pencapaian yang
terukur merupakan indikator keberhasilan program. Setiap individu yang terkait dengan program
reformasi ini harus memiliki kartu indikator tersendiri untuk memantau tingkat pelaksanaan dan
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
perkembangan. Monitoring dan evaluasi secara berkala tentu sangat diperlukan untuk memantau dan
menyesuaikan program dengan kondisi dan kemajuan pelaksanaan. Dengan kriteria terukur dan
integritas segenap pemangku kepentingan, layak diharapkan administrasi perpajakan daerah yang
baik dapat disaksikan.
Peran serta Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) pada Kementerian Keuangan sangat
vital dalam menjamin agar orkestrasi modernisasi administrasi yang dilakukan pada masing-masing
daerah tersebut berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan. Selain bersifat sebagai supervisor
dan menginisiasi program modenisasi dimaksud, DJPK juga berperan sebagai garda depan dalam
mengintepretasi hasil dari program modernisasi, dan selanjutnya melakukan klusterisasi terhadap
posisi masing-masing administrasi pajak daerah. DJPK juga memegang peranan penting dalampenentuan keseragaman dalam standar biaya yang diperlukan dalam masing-masing kegiatan dalam
modernisasi tersebut, misalnya terkait biaya per unit untuk masing-masing kegiatan pendataan dan
penilaian objek pajak. Penyusunan biaya tentu mempertimbangkan mengenai indeks kemahalan pada
masing-masing daerah yang berbeda dan dengan memasukkan faktor inflasi dalam setiap tahunnya,
namun dengan standar yang terstruktur diharapkan akan membantu pemerintah daerah dalam
merencanakan penganggaran dalam kegiatan reformasi administrasi perpajakan ini.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
2. DIAGNOSTIK DANASESMEN
SIKAP adalah alat diagnosa yang dikembangkan
oleh PT Cartenz Technology Indonesia untuk
mendeteksi masalah-masalah yang timbul
dalam administrasi perpajakan, dan sekaligus
membantu merumuskan solusi terbaik terhadap
masalah tersebut. SIKAP disusun dalam 3 (tiga)
perspektif penilaian, yaitu perspektif
penerimaan, perspektif operasional, danperspektif tata kelola. Untuk memberikan
gambaran yang lebih komprehensif, alat
diagnosa ini menggunakan baik pendekatan
kuantitatif untuk menilai hasil dari suatu proses,
dan pendekatan kualitatif untuk mengevaluasi bagaimana proses administrasi perpajakan berjalan.
SIKAP merupakan alat evaluasi yang semula dibangun sebagai bagian dalam program Tax Revenue
Administration Modernization and Policy Improvement in Local Government (TRAMPIL), sebuah
program yang diinisiasi oleh Asian Development Bank (ADB) dengan pendanaan dari Swiss State
Secretariat for Economic Affairs (SECO). ADB dan SECO mengharapkan bahwa dengan implementasi
program TRAMPIL ini dapat meningkatkan kapasitas administrasi dan pembuatan kebijakan terkait
perpajakan pada pemerintah daerah di Indonesia, yang terwujud diantaranya dalam bentuk
transformasi institusi administrasi perpajakan daerah dan pengembangan sistem administrasi
penerimaan daerah. SIKAP dikembangkan dalam 3 (tiga) perspektif sebagai berikut:
1. Dalam perspektif peneriman, penilaian dilakukan terhadap parameter kinerja perencanaan dan
penerimaan pajak. Parameter perencanaan memotret mengenai kinerja perencanaan pajakdaerah yang dilakukan, sementara parameter penerimaan digunakan untuk melihat bagaimana
kinerja penerimaan pajak, termasuk struktur penerimaan pajak yang sehat dan stabil.
2. Perspektif kedua yang digunakan dalam alat diagnosa SIKAP ini adalah operasional, dimana yang
akan dievaluasi dalam cluster ini meliputi 4 parameter yaitu data, pelaporan dan pembayaran,
pemeriksaan dan penagihan, dan sektor pelayanan.
a. Evaluasi terhadap data dimaksudkan untuk menilai kinerja otoritas pajak dalam
mengidentifikasi subjek dan objek pajak, termasuk inisiatif untuk mendeteksi subjek danobjek
pajak yang seharusnya sudah terdaftar namun belum melakukannya.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
b. Kemudahan pelaporan dan pembayaran pajak dalam rangka meningkatkan kepatuhan
sukarela Wajib Pajak akan dinilai dalam berbagai indikator yang menyusun perspektif
pelaporan dan pembayaran.
c. Mengingat salah satu fungsi administasi pajak adalah untuk memastikan tingkat kepatuhan
Wajib Pajak dalam memenuhi ketentuan pajak, maka efektifitas dari kepatuhan ini akantercermin melalui penilaian terhadap tindakan audit dan penagihan pajak.
d. Salah satu aktivitas operasional yang penting dalam administrasi perpajakan adalah
pelayanan kepada Wajib Pajak, sehingga perlu untuk diakomodasi tersendiri dalam satu
parameter. Secara umum parameter pelayanan dimaksudkkan untuk memotret kondisi
otoritas pajak dalam memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, khususnya berkaitan
dengan pemahaman mengenai aturan pajak dan prosedurnya, termasuk apabila terjadi
keputusan otoritas pajak yang tidak sesuai dengan data perhitungan atau pemahaman Wajib
Pajak.
3. SIKAP sebagai suatu alat evaluasi juga memberikan perhatian kepada perspektif tata kelola
administrasi perpajakan, yang dicerminkan dari penilaian kepada berbagai parameter dalam
sistem teknologi informasi, sumber daya manusia dan organisasi, serta aspek kepatuhan dan
transparansi. Aspek tata kelola ini merupakan unsur penting dalam mendorong tercapainya
kinerja administrasi pajak sesuai yang diamanahkan dalam tugas pokok dan fungsi organisasi
pajak daerah.
a. Indikator-indikator dalam sistem teknologi informasi digunakan untuk memotret mengenaikecukupan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam mendukung proses bisnis yang baik
peningkatan penerimaan pajak dan pelayanan yang berkualitas kepada wajib pajak.
b. Sumber daya manusia merupakan titik sentral yang memainkan peran yang sangat krusial
dalam seluruh administrasi perpajakan. Berdasar kepada pola pikir inilah sehingga parameter
sumber daya manusia dan organisasi dalam SIKAP dibuat, dan selanjutnya digunakan untuk
menilai kondisi kuantitas dan kualitas SDM yang ideal pada struktur organisasi yang
berorientasi kepada pelayanan Wajib Pajak, pemenuhan tugas pokok dan fungsi sebagaimana
diamanahkan oleh ketentuan yang berlaku, melalui implementasi sistem nominasi danremunerasi yang berkualitas.
c. Perspektif tata kelola tidak akan lengkap tanpa ada parameter yang mencerminkan mengenai
kepatuhan internal dan pola transparansi yang digunakan dalam organisasi pajak daerah,
yang dipakai sebagai media untuk memotret kondisi yang berpengaruh terhadap upaya
peningkatkan kepatuhan, akuntabilitas internal dan transparansi sistem perpajakan.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
3. KOMPONEN MODERNISASI PAJAK
Sesuai dengan filosofi dalam SIKAP, maka penting untuk memahami beberapa komponen yang
mendukung kepada perbaikan administrasi perpajakan sebagai berikut:
3.1. PerencanaanPerencanaan memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan organisasi. Penentuanbesaran target penerimaan pajak daerah melalui perencanaan yang spesifik dan terukur dengan baik
akan membantu administrasi pajak dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal. Terdapat
kaidah umum mengenai perencanaan dalam suatu institusi, dimana sekali institusi gagal dalam
merencanakan maka institusi tersebut secara teoretis telah merencanakan untuk gagal.
Dalam administrasi perpajakan, fungsi perencanaan pajak berperan dalam mengestimasi jumlah
pajak dimasa yang akan datang yang akan diterima dari setiap jenis pajak. Dengan demikian
administrasi pajak daerah dapat menyusun kegiatan yang diperlukan dalam rangka mencapai target
tersebut. Perencanaan pajak yang baik tidak semata mengakomodasi faktor internal, namun juga
dengan mencermati faktor eksternal yang terjadi yang berpotensi mempengaruhi pencapaian dari
rencana tersebut. Dengan kata lain perencanaan harus mempertimbangkan bobot risiko yangmungkin terjadi. Perencanaan yang ideal tentu berdasar kepada pertimbangan yang matang,
khususnya mengenai teknis perhitungannya. Tidak semata-mata menyamakan dan menbuat
keseimbangan belaka, namun lebih dari itu diperlukan landasan berpikir dan metodologi yang baik.
Perencanaan penerimaan perpajakan yang baik lebih lanjut menghadapi tantangan dikarenakan
melibatkan unsur ketidakpastian dan unsur potential error. Penyusunan target penerimaan pajak juga
dipengaruhi oleh peraturan perpajakan, faktor-faktor yang berkaitan dengan basis pemajakan, faktor-
faktor yang berkaitan dengan mekanisme pengawasan dan pemotongan/pemungutan pajak, tingkat
ketidakpatuhan pajak (tax evasion) dan keterlambatan pembayaran pajak.
Mengantisipasi penambahan beban biaya pembangunan yang terjadi pada setiap pembahasan
anggaran, maka penambahan faktor penerimaan dilakukan sebagai langkah penyeimbang. Dalampraktek yang banyak dijumpai selama ini pada pemerintah daerah, faktor penambahan seringkali
dibuat dalam bentuk prosentase penambahan dengan nilai tertentu, namun tanpa melakukan
kalkulasi yang valid mengenai jumlah prosentase tersebut. Dari beberapa kasus ditemukan bahwa
faktor penambah merupakan usulan verbal tanpa perhitungan material yang mendasarinya.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Pengalaman menunjukkan bahwa karena dalam praktek proses penentuan anggaran adalah proses
politik, arah kebijakan serta dinamika politik anggaran, dimana cenderung memiliki peran yang lebih
besar dari pada kebutuhan mengenai kualitas informasi serta proses teknis formal yang digunakan
dalam menyusun target penerimaan pajak. Dalam perspektif penghargaan terhadap kinerja,
penetapan target penerimaan pajak digunakan sebagai mekanisme awal bagi pemberian insentif bagiaparatur pajak. Idealnya penetapan target penerimaan pajak digunakan sebagai alat untuk
mempersempit celah tax gap dibanding upaya untuk mencapai target penerimaan pajak. Namun
demikian dalam praktek yang terjadi selama ini administrasi pajak daerah diberikan target
penerimaan pajak yang tidak didukung dengan argumentasi yang terukur dan realistis, dan ironisnya
kemudian digunakan sebagai mekanisme hukuman dengan tidak diberikan insentif apabila target
penerimaan pajak tidak tercapai.
Awal dari sebuah perencanaan yang baik tentu dengan melakukan benchmarking dengan tahun
sebelumnya, dan dengan memanfaatkan database internal & eksternal terkini. Untuk meningkatkan
rasa tanggung jawab terhadap program yang dijalankan, perencanaan perlu sedemikian rupa
melakukan integrasi berbagai masukan dari pemangku kepentingan. Proses ideal dalam perencanaanselanjutnya adalah melakukan regresi terhadap database dan integrase pemangku kepentingan
tersebut dalam sebuah formulasi komputasi terstruktur dengan mempertimbangkafaktor risiko
ekonomi dan bisnis. Regresi tersebut dapat menggunakan aplikasi Microsoft Excel sederhana ataupun
dengan menggunakan data warehouse dan Business Inteligent yang lebih maju.
Dalam sistem perencanaan sederhana perencanaan pajak dilakukan oleh individu yang tidak
ditugaskan sacara khusus untuk melakukan perencanaan pajak. Dengan berkembangnya organisai
maka secara institusional kegiatan perencanaan dan perhitungan target tersebut dilakukan secara
sistematis dan terstruktur oleh unit yang melakukan perhitungan target terdedikasi secara khusus.
Dalam tingkat kematangan perencanaan yang lebih tinggi, administrasi pajak daerah dapat
melakukan kerja sama dengan SKPD atau unit pada pemerintah daerah lainnya yang melakukananalisis dan kajian secara independen dan terpisah dari unit yang mengadministrasikan pendapatan
pajak tersebut untuk menyusun proyeksi dan perencanaan penerimaan pajak yang lebih berkualitas.
3.2. RealisasiRealisasi adalah aktualisasi dari penerimaan pajak yang telah diadministrasikan dalam satu tahun
pajak. Realisasi ini akan dibandingkan dengan perencanaan yang telah ditetapkan, yaitu dengan
membandingkan nominal target dibanding penerimaan aktual untuk setiap jenis pajak. Selain
membandingkan dengan target penerimaan, kinerja penerimaan juga dinilai dengan menyajikan
perbandingan data perkembangan realisasi penerimaan pajak dan perkembangan kondisi
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
perekonomian sebagai alat bantu dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan
pajak.
Dalam rangka menganalisis laporan realisasi pajak maka secara umum data yang disajikan sebagai
materi perbandingan adalah minimal 3 tahun secara berurutan, sehingga setidaknya diperoleh data
pertumbuhan untuk 2 tahun terakhir. Semakin banyak data berurutan (time series data) yang dapat
disajikan maka akan diperoleh gambaran yang semakin baik mengenai kinerja realisasi pajak.Setidaknya terdapat tiga model analisis terhadap data, yaitu analisis vertikal, analisis horizontal,
analisis cross-section dan analisis rasio.
Analisis vertikal menitikberatkan pada hubungan antar jenis realisasi penerimaan pajak dalam satu
periode. Dalam analisis vertikal terhadap total penerimaan pajak, realisasi penerimaan per jenis pajak
dinyatakan sebagai persen dari total penerimaan pajak. Analisis horizontal dilakukan dengan cara
jumlah realisasi per jenis penerimaan pajak tahun berjalan dibandingkan dengan realisasi per jenis
pajak yang sama pada periode sebelumnya untuk mengetahui kenaikan atau penurunan yang terjadi
pada pos tersebut. Kenaikan atau penurunan tersebut dibagi dengan pos periode sebelumnya dan
dikali dengan seratus persen untuk mengetahui persentase kenaikan atau penurunan pada akun
tersebut dan kenaikan atau penurunan jumlah realisasi penerimaan pajak dihitung sebagaipersentase kenaikan atau penurunan.
Terdapat beberapa ciri khas yang membedakan analisis vertikal dan horizontal tersebut diatas.Analisis vertikal membandingkan pos yang satu dengan yang lain dalam satu periode sedangkan pada
analisis horizontal membandingkan dengan pos yang sama pada periode yang berbeda. Selanjutnya
adalah total angka pada pos-pos yang dibandingkan pada analisis vertikal apabila dikumulatifkan
akan menghasilkan angka 100%, sedangkan pada analisis horozontal, periode pembanding
ditetapkan sebesar 100% sehingga angka pada periode yang dibandingkan bisa diatas atau dibawah
100%. Lebih lanjut dari sudut pandang tujuannya analisis vertikal diaplikasikan untuk mengetahui
kontribusi masing-masing pos terhadap angla total, sedangkan pada analisis horizontal digunakan
dengan tujuan untuk mengetahui perubahan dan perkembangan masing-masing pos. oleh karena ituanalisisi horizontal sering juga disebut sebagai analisis tren (trend analysis).
Analisis cross-section merupakan analisis laporan realisasi pajak komparatif secara eksternal. Analisisini merupakan analisis secara cross section, dimana dalam wacana pajak daerah adalah
membandingkan penerimaan satu daerah dengan daerah lainnya yang mempunyai kesamaan
struktur dan basis perpajakan. Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan akun-akun laporan
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
realisasi penerimaan pajak daerah tertentu yang akan dianalisis dengan akun-akun laporan realisasi
pajak daerah lain atau rata-rata penerimaan pajak daerah sebagai benchmarking. Pada analisis ini,
daerah yang di-benchmarking adalah daerah yang yang memiliki kinerja yang paling baik atau kinerja
rata-rata penerimaan pajak daerah.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mendeteksi efektivitas penerimaan pajak dan kondisi
ekonomi adalah analisis Tax Ratio. Tax ratio adalah rasio penerimaan pajak terhadap ProdukDomestik Regional Bruto (PDRB). Logikanya adalah apabila produk domestic regional bruto tumbuh
X% maka dengan asumsi kondisi lain tidak berubah maka penerimaan pajak akan tumbuh setidaknya
X% sebanding dengan pertumbuhan dari produk domestik regional bruto. Potret dari perbandingan
jumlah pajak yang dikumpulkan pada suatu masa dengan produk domestik regional bruto
menunjukkan gambaran yang masih relatif rendah. Rasio ini mencerminkan adanya potensi
penerimaan pajak yang belum dapat terkoleksi oleh administrasi pajak daerah masih relatif tinggi.
Instrumen lain yang digunakan untuk memantau penerimaan pajak adalah tax buoyancy, yaitu suatu
indikator yang mengukur tingkat efisiensi dan responsivitas dari mobilisasi pendapatan sebagai reaksi
terhadap pertumbuhan dari produk domestik regional bruto. Indikator ini dengan kata lainmenunjukkan adanya tingkat sensitivitas dari penerimaan pajak daerah terhadap pertumbuhan
produk domestik regional bruto yang ada.
Analisis rasio terhadap realisasi penerimaan juga dilakukan terhadap konfigurasi penerimaan per jenis
pajak yang menyusun total penerimaan pajak. Analisis ini digunakan untuk mengetahui rasio
ketergantungan dari suatu daerah terhadap jenis penerimaan pajak tertentu, dengan demikian dapat
dilakukan mitigasi risiko yang mungkin timbul dari potensi ketergantungan tersebut.
Dalam sudut pandang manajemen perpajakan, analisis tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan pola umum dalam Microsoft Excel. Namun dalam tahapan yang lebih maju dengan
sistem teknologi informasi yang baik, analisis dapat langsung dilakukan dalam sistem terstruktur
sehingga pemantauan dapat dilakukan secara langsung dalam database terintegrasi secara tepat
waktu dan dalam setiap waktu. Dalam perspektif organisasi, pemantauan tersebut akanditindaklanjuti dengan mencari alternatif tindakan untuk selalu merealisasikan target perencanaan
yang telah ditetapkan.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
3.3. Data
3.3.1. Manajemen ID dan Master Data WP dan OPWajib Pajak File (WPF)
Adalah salah satu media dari sistem di pajak daerah yang mempunyai fungsi untuk mencatat
dan menyimpan serta mempermudah pemerintah daerah dalam melihat data pribadi, data
pajak dan data terkait wajib pajak lainya. ketiga data tersebut biasa disebut sebagai 3 poin
WPF. Dan ketiga data informasi tersebut merupakan rahasia pemerintah daerah. SPF
diidentifikasi dengan menggunakan KTP untuk perorangan atau NPWP untuk badan
1. Data Pribadi Wajib Pajak
Data pribadi nasabah dalam CIF itu seperti nama lengkap, alamat, tempat tanggal lahir,
nomor telepon, nomor identitas, dll. tentusaja semua itu sesuai dengan KTP untuk
perorangan atau NPWP untuk badan. Karena KTP dan NPWP adalah dokumen identitas paling
sah di Indonesia.
2. Data Pajak Wajib Pajak
Data pajak WP adalah semua hal tentang transaksi pajak daerah WP. Itu seperti jumlah dari
beberapa objek pajak (OP) yang dimiliki WP serta history pembayaran WP. Contoh objekpajak di sini seperti PBB, Pajak Hotel, Pajak Resoran, dll.
3. Data Wajib Pajak Terkait
Data WP Terkait itu seperti hubungan antara WP yang satu demgan WP lainya dalam satugrup. Semacam pemberi referensi.
Ketentuan Wajib Pajak File
Setiap WP hanya diperkenankan memiliki satu nomer WPF. Setuap wajib pajak yang
mendaftarkan OP baru harus dilakukan pengecekan pada daftar hitam penagihan untuk
dilakukan pengecekan terhadap WPF nya. Maksudnya adalah pengecekan orang tersebut
punya masalah ( one prestasi) atau tidak dalam pembayaran pajak. kolektibilitas pajaknya
berapa. Kalau nasabah tersebut punya kolektibilitas. Maka nasabah tersebut tidak
diperkenankan untuk membuka OP baru dan informasi ini terintegrasi dengan sistem
informasi perizinan
Intergrasi OP PBB dan OP Pajak lainnya
setiap Objek Pajak (OP) dipastikan berada di sebuah bidang tanah tertentu, dengan pajak
terintegrasi seharusnya terdapat informasi yang dapat mengidentifikasi bidang tanah tempat
objek pajak tersebut berada. hal ini dapat dilakukan dengan mengintegrasikan Objek Pajak
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
ID PBB dari bidang tanah yang ditempati dan Objek Pajak ID untuk pajak lainnya yang
berada di objek PBB tersebut.
3.3.2. Integrasi Basis Data Tunggal Pajak DaerahSalah satu tantangan dalam pendataan adalah melakukan integrasi data dengan pihak ketiga,
baik secara internal antar unit kerja dalam pemerintah pusat dan daerah dan secara eksternal
dengan pihak di luar pemerintahan. Selain sebagai sarana untuk memperkuat database pajak
dalam jangka panjang, dalam jangka pendek integrasi data ini dapat dipergunakan untuk
melakukan verifikasi atas data yang telah masuk sebelumnya. Terciptanya salingketerhubungan data ini juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan tax clearance yang
berguna bagi pemberian perizinan atau pelayanan publik tertentu, dimana apabila wajib pajak
yang bersangkutan masih mempunyai tunggakan pajak yang belum dilunasi, maka
administrasi pelayanan yang menjadi hak wajib pajak dimaksud sementara waktu belum
dapat diberikan. Meskipun terlihat sederhana secara teoretis, namun dalam prakteknya
mekanisme integrasi data melalui pertukaran informasi antar satuan kerja atau unit pada
pemerintah ini masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
3.3.3. Pendataan dan Fiscal CadasterSalah satu upaya penyempurnaan yang sangat terkait erat dengan perencanaan target dan
realisasi penerimaan pajak adalah melalui pemutakhiran basis data. Data merupakan
komponen operasional dalam administrasi pajak yang terkait dengan identifikasi danmanajemen data Wajib Pajak dan Objek Pajak. Pemutakhiran data objek pajak merupakan
sebuah proses untuk melakukan pengumpulan data, baik data baru maupun memutakhirkan
data yang sudah dimiliki. Pemutakhiran ini akan berpengaruh besar terhadap validitas
ketetapan pajak terutang, yang sudah tentu memiliki implikasi besar terhadap tujuan
administrasi pajak yang utama, yaitu optimalisasi penerimaan pajak.
Sebelum dilakukan devolusi pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) kepada pemerintah daerah melalui
Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) pada Kementerian Keuangan merupakan instansi pemerintah pusat yang
bertanggung jawab melakukan pengelolaan PBB dan BPHTB tersebut. Berkaitan denganpendataan PBB, DJP selalu melakukan kegiatan pendataan secara berkala untuk
meningkatkan kualitas data PBB tersebut.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Pendataan yang dilakukan oleh DJP merupakan pendataan yang bersifat khusus dimana
hanya untuk subjek dan objek PBB. Kegiatan pendataan dilakukan dengan menerjunkan
tenaga pendata, baik pegawai internal maupun pihak ketiga yang menjadi rekanan ke
lapangan berbekal formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) beserta Lampiran Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP). Secara formal kegiatan pendataan ini dilakukanberdasarkan KEP-533/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan
Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam Rangka Pembentukan
dan Atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP).
Dengan diserahkannya kewenangan pemungutan PBB dan BPHTB kepada daerah, maka
kegiatan pendataan ini dalam prakteknya menjadi terbengkalai karena keterbatasan tenaga
pendata dan anggaran biaya.
Sebagai upaya untuk melakukan revitalisasi terhadap kegiatan pendataan subjek dan objek
pajak, melalui program modernisasi administrasi pendapatan pajak dan perbaikan kebijakan
dibidang pajak daerah atau Tax Revenue Administration Modernization and Policy
Improvement in Local Governments (TRAMPIL) telah dilakukan pilot project kegiatanpendataan pada beberapa daerah terpilih. Kegiatan pendataan data objek pajak dilakukan
melakukan pengumpulan data lapangan yang sistematis dan terintegrasi (tidak saja pada
lingkup PBB semata) yang bisa memenuhi kebutuhan informasi untuk meningkatkan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), Hotel, Restoran, Hiburan, Parkir, Reklame, dan juga Air Tanah
yang biasa disebut dengan “Kadaster Fiskal”.
Jika pada kegiatan pendataan yang dikelola pada era DJP hanya identik dengan pendataan
objek PBB, maka pada program TRAMPIL ini merupakan proses pemutakhiran untuk
beberapa jenis subjek dan objek pajak daerah baik PBB maupun pajak daerah lainnya.
Adapun jenis pajak daerah yang dikelola pemerintah kab/kota diantaranya adalah Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), Hotel, Restoran, Hiburan, Parkir, Reklame, dan juga Air Tanah.
Pelaksanaan pemutakhiran data objek pajak terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu
Persiapan, Pelaksanaan, Penutupan, dan Pengelolaan Proyek, seperti dijelaskan pada gambar
di bawah ini.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Gambar 1 – Pelaksanaan pemutakhiran data objek pajak
Sebagai estimasi kegiatan dan anggaran untuk kegiatan pendataan dan penilaian dalam kerangka
fiskal kadaster dengan pola sesuai tersebut adalah Rp.75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah) per
objek pajak, dimana angka estimasi tersebut telah memperhitungkan biaya personel dan biaya non
personel.
3.4. Pelaporan dan PembayaranWajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria di bawah ini:
1. Mendaftarkan diri untuk kewajiban perpajakan.
2. Melaporkan pajak sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan dalam peraturan.3. Secara benar melaporkan besaran pajak terutang (khusus jenis pajak Self Assesment).4. Membayar pajak sebelum jatuh tempo.
Pelaporan dan pembayaran merupakan proses inti dari perpajakan, dimana proses ini juga terkait
dengan fungsi lainnya seperti penagihan, pemeriksaan dan analisis untuk penerimaan pajak di masa
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
mendatang. Pelaporan merupakan proses yang terjadi untuk jenis pajak Self Assesment, sementara
untuk yang Official Assesment besarnya pajak terutang dilakukan oleh proses penilaian dan
penetapan.
3.4.1. Pelaporan dan Pembayaran Pajak Hotel, Restoran, HiburanParkir
Modernisasi pelaporan pajak dapat dilakukan dengan mengurangi tatap muka antara Wajib Pajak
dengan Fiskus (Pemerintah Daerah). Dalam hal ini dapat diakomodir dengan menyediakan kanal
pelaporan yang didukung oleh teknologi informasi, seperti web atau aplikasi mobile.
Berikut ini adalah alur pelaporan modern untuk jenis pajak self-assessment.
Gambar 2 - Alur pelaporan modern jenis pajak self-assessment
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
3.4.2. Pelaporan dan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan
Gambar 3 - Proses pelaporan dan pembayaran BPHTB
3.5. Pemeriksaan dan Penagihan
Salah satu konsekuensi dari digunakannya sistem self assessment yang memberikan kewenangan
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
kewajiban pajak terutangnya, maka dibutuhkan suatu mekanisme kontrol yang sistematis dan
terstruktur. Dalam wacana post operation, maka mekanisme kontrol ini sering dirujuk kepada prosespemeriksaan. Mengingat risiko yang berbeda-beda untuk setiap Wajib Pajak dan bisnisnya, sementara
disisi lain terdapat keterbatasan waktu dan jumlah pemeriksa pajak, maka sedari awal haruslah
dirancang pola pemeriksaan yang didasarkan pada risiko (risk based audit). Pemeriksaan ini pun
harus dirancang tidak semata-mata mencari kekurangan pembayaran Wajib Pajak, namun untuk lebih
mengecek bagaimana kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Tidak semua pegawai pada adminsitrasi pajak dapat melakukan kegiatan pemeriksaan. Secara
praktek, pemeriksaan harus dilakukan oleh persona yang telah mendapatkan keterampilan teknis
untuk melakukan pemeriksaaan pajak. Mengingat sifatnya sebagai audit kepatuhan, maka tidak
hanya aspek teknis perhitungan pajak terhutang yang harus dimiliki oleh seorang pemeriksa pajak,
namun juga berkaitan dengan latar belakang hukum yang harus ditambahkan kepada pemeriksasehingga dalam melaksakan tugasnya tidak terjadi pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang ada.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Untuk menjamin bahwa pemeriksaan terbedas dari suatu konflik kepentingan, maka pemeriksaantidak boleh hanya dilakukan oleh seorang pegawai saja. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim
pemeriksa yang pajak yang disupervisi dan dikoordinasikan dengan baik. Tata kelola pemeriksaan
pun harus diterapkan dengan optimal, baik dari pemberitahuan pemeriksaan, proses pemeriksaan,
sampai dengan pemberitahuan terhadap hasil pemeriksaan, sehingga hak dan kewajiban antara
Wajib Pajak dan aparatur pajak dapat terjaga dengan baik.
Hasil dari suatu pemeriksaan adalah berupa ketetapan pajak yang harus dijalankan secara taat
hukum baik oleh Wajib Pajak dan pemeriksa. Apabila dari hasil dari pemeriksaan berujung kepada
keluarnya surat ketetapan pajak kurang bayar, maka jumlah kurang bayar tersebut harus segera
disetorkan kepada kas daerah sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Tindakan penagihan baik
bersifat aktif maupun pasif sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku dapat dilakukan bagiWajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan pembayaran tersebut.
3.6. PelayananSecara umum, pelayanan Wajib Pajak adalah bentuk perlakuan dari Pemerintah Daerah kepada WajibPajak dalam administrasi perpajakan, seperti melayani pertanyaan seputar kewajiban perpajakan,
menerima laporan pajak berkala, sampai dengan menerima pembayaran dari Wajib Pajak.
Tujuan dari pelayanan Wajib Pajak ini adalah meningkatkan “kepatuhan sukarela” dari Wajib Pajak.
Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus selalu meningkatkan kualitas layanan yang diberikan
seperti, memberikan kemudahan akses informasi, letak kantor pelayanan dan memodernisasi dengan
bantuan teknologi informasi.
Beberapa prinsip modernisasi pelayanan Wajib Pajak yang dapat diadopsi oleh Pemerintah Daerah,yaitu:
1. Kemudahan, merupakan prinsip utama dalam pelayanan perpajakan, yaitu memudahkan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam lingkup modernisasi,
kemudahan dalam pelayanan Wajib Pajak dapat berupa menyediakan “Tax Payer Account”
system, yaitu semacam “Internet Banking” untuk Wajib Pajak yang mengandung seluruh
unsur interaksi proses bisnis antara Wajib Pajak dengan Fiskus (Pemerintah Daerah).2. Simplifikasi atas prosedur dan alur pelayanan seluruh jenis pajak, dari mulai proses
pendaftaran sampai dengan pembayaran.
3. Responsif terhadap Wajib Pajak yang melakukan interaksi atas pelayanan tersebut
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4. Komunikatif
5. Asistensi
6. Tingkat Layanan
7. Keramahan
3.6.1. Pelayanan LoketDalam meningkatkan pelayanan loket pada pemerintah daerah perlu adanya integrasi seluruh
pelayanan dari berbagai SKPD yang dapat memberikan kemudahan dan keramahan bagi masyarakat.
Gambar 4 - Konsep pelayanan terintegrasi seluruh pelayanan dari berbagai SKPD
Dengan adanya mall pelayanan terpadu satu pintu, maka pemerintah daerah dapat memberikan
pelayanan prima yang terintegrasi antar SKPD. Hal ini juga harus diperkuat dengan adanya
peningkatan infrastruktur bangunan dan juga Teknologi Informasi agar seluruh pelayanan dapatberjalan secara maksimal.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
3.6.2. Pelayanan KelilingMasing-masing daerah memiliki kontur geografis, tingkat perekonomian dan moda transportasi yang
berbeda menyebabkan tingginya kesulitan bagi masyarakat dalam menjangkau area Pemerintah
Daerah sehingga menyebabkan penyerapan potensi menjadi kurang maksimal. Guna menanggulangi
hal tersebut maka Pemerintah Daerah khususnya SKPD Badan Pendapatan Daerah perlu
melaksanakan Pelayanan Keliling yang dilakukan secara berkala sehingga dapat menjangkau seluruhaspek masyarakat.
Pelayanan keliling merupakan kegiatan yang membutuhkan mobilitas sangat tinggi sehingga
diperlukannya peningkatan infrastruktur jaringan pada daerah tersebut sehingga pemanfaatan
Teknologi Informasi menjadi maksimal saat berada di lapangan atau lokasi wajib pajak.
3.6.3. Tax Payer AccountDengan kemajuan Teknologi Informasi yang sangat cepat dan pemanfaatan Internet yang hampir
menyeluruh ke segala aspek masyarakat maka dibutuhkan sebuah fasilitas yang mampu
meningkatkan efektifitas dan efisiensi masyarakat dalam melakukan pelayanan & pelaporan akan
perpajakan daerah.
Tax Payer Account adalah system informasi berbasis web yang dibangun untuk meningkatkan
pelayanan juga dengan memberikan fasilitas pelaporan pajak daerah secara online sehingga wajib
pajak tidak perlu datang ke kantor pelayanan pemerintah daerah. Tax Payer Account memungkinkan
menerbitkan seluruh dokumen-dokumen atau persuratan secara elektronik yang ditujukan kepada
Wajib Pajak sehingga surat-menyurat dapat diberikan lebih cepat dan tepat sasaran.
3.6.4. Call CenterMasyarakat membutuhkan sebuah channel informasi yang tepat dan mudah diakses, oleh sebab itu
call center merupakan salah satu solusi yang dapat diberikan kepada masyarakat karena kemudahan
akses ke call center yang cukup menggunakan media komunikasi telpon / HP.
Fungsi call center dapat menjadi sebuah media komunikasi dini dalam mempersiapkan berkaspelayanan dan juga sebagai media komunikasi yang efektif antara wajib pajak dan Pemerintah
Daerah dalam penyerapan potensi dan pendekatan secara insentif.
3.7. Teknologi Informasi
Dalam memodernisasi administrasi pajak daerah, Teknologi Informasi memiliki peranan penting untuk
mewujudkannya. TI tidak hanya sebagai alat bantu, namun sebagai enabler dari mulai proses
pendaftaran sampai dengan pembayaran pajak.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
3.7.1. Rekomendasi Arsitektur TI
Gambar 5 - Rekomendasi Arsitektur TI Pajak Daerah
Dari sisi arsitektur, perangkat TI dikelompokkan seperti diagram arsitektur diatas sekaligus juga
dengan pola keterhubungan antar perangkat.
1. Delivery service channel.kanal pada arsitektur ini akan berfungsi sebagai jembatan/kanal pelayanan yang
memungkinkan untuk diakses langsung di lapangan secara online tanpa harus melakukan
prosedur pelayanan di kantor. dalam kelompok ini, arsitektur dibagi lagi kedalam kelompok
kecil yang berupa :
a. Tax office channel. yaitu kanal pelayanan yang pada dasarnya digunakan langsungoleh petugas pajak namun proses pelayanannya langsung dilapangan dengan
mengedepankan perangkat mobile sebagai alat bantu komunikasi datanya.
b. tax service inbound channel. yaitu kanal pelayanan yang lebih banyak fungsinya
adalah menerima input dari luar, seperti pelayanan melalui telepon langsung, email,
chat, maupun melalui website yang dilengkapi formulir digital untuk proses
pelayanan secara online.
c. tax service outbound channel. yaitu kanal pelayanan yang lebih banyak fungsinya
adalah untuk memberikan informasi keluar, seperti notifikasi/pemberitahuan baik
personal maupun umum. notifikasi bisa dilakukan melalui kanal website, call center,email maupun SMS.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
2. Core business layer.
layer ini adalah fungsi utama tempat seluruh proses administrasi di kelola. artinya aplikasi
utama sekaligus pengelolaan datanya diatur di dalam layer ini. dalam kelompok ini, arsitektur
dibagi lagi kedalam kelompok kecil yang berupa :
a. core tax system. kelompok ini yang akan melakukan proses administrasi utama
penyelenggaraan pajak. seluruh proses bisnis pajak daerah dan pengelolaan data
pajak akan diatur melalui core tax system.
b. compliance system. sebagai alat bantu terhadap proses insidentil seperti
pemeriksaan, penagihan dan keberatan.
c. supporting system. aplikasi pada kelompok ini yang akan melakukan pengelolaanterhadap segala sumber ilmu yang dimiliki, contohnya adalah knowledge
management. knowledge management akan menjadi sangat penting dalam
pengelolaan administrasi pemerintah mengingat pergantian/mutasi petugas dapat
terjadi secara cepat.
d. workflow system. sistem workflow yang akan melakukan administrasi proses bisnis.
seluruh proses administrasi seperti aproval atasan akan bisa dilaksanakan secara
tersistem melalui aplikasi pada kelompok ini.
e. decission support. sebagai penyedia data yang siap olah dalam bentuk laporan.laporan yang disajikan pada aplikasi ini adalah laporan dari data yang sudah diolah
menjadi informasi siap cerna bagi pemangku keputusan.
3. Bank service channel.
kanal ini berfungsi untuk membangun jembatan komunikasi antara instansi dengan bank
untuk membangun proses pelayanan pembayaran melalui fasilitas bank. untuk menghindari
transaksi fisik langsung dengan petugas, yang memiliki risiko penyelenggaraan yang relatif
sulit di monitor, kanal bank mampu memberikan transparansi data sehingga catatan
administrasi dapat lebih kredibel.
4. Government service bus.
Service bus adalah jembatan yang akan memungkinkan pertukaran informasi antar instansi
pemerintahan. disini akan berisi seluruh pintu akses (services) yang akan memberikan
informasi penting yang sebenarnya dimiliki oleh instansi lain dan sangat berguna apabila
informasi tersebut dapat diterima oleh instansi lainnya. misalnya untuk kebutuhan
pengelolaan pajak adalah apabila data perpajakan bisa menerima informasi dari dataperizinan (yang mengelola perizinan hotel/restoran/reklame), maka pengelolaan potensi
pajak baru akan lebih cepat dan terpantau.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
3.7.2. Rekomendasi Perangkat Keras dan InfrastrukturUntuk perangkat keras dapat dikelompokan menjadi beberapa komponen berikut :
1. Kebutuhan perangkat Jaringan2. Kebutuhan perangkat Server operasional
3. Kebutuhan perangkat Storage
4. Kebutuhan layanan continuity service5. kebutuhan perangkat keamanan
Kebutuhan perangkat keras dan infrastruktur pada dasarnya disesuaikan dengan beban tugas, sistem
aplikasi dan data yang diolah, sistem operasi yang digunakan, serta kebijakan umum maupun regulasi
yang berlaku.
3.7.3. Rekomendasi Sistem InformasiSistem aplikasi dikembangkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan fungsional sekaligus juga
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu dalam penerapannya, direkomendasikan
pengembangan sistem informasi yang dibagi menjadi kelompok-kelompok berikut :
1. kelompok sistem informasi yang orientasinya mengelola proses administrasi (back-office).
2. kelompok sistem informasi yang orientasinya memberikan pelayanan kepada pengguna
(front-office).
3. Kelompok sistem informasi yang orientasinya sebagai supporting tools dan monitoring tools(support & monitoring).
4. Kelompok sistem informasi yang orientasinya menjadi jembatan komunikasi antar aplikasiinstansi lainnya. (services).
Berikut ini adalah list aplikasi yang bisa dikembangkan untuk kebutuhan fungsional dan pelayananpada pengelolaan perpajakan pemerintah daerah.
Tabel 1 - Daftar aplikasi untuk pengelolaan perpajakan pemerintah daerah
No Kelompok Aplikasi Keterangan
1 Back-office Administrasi pajak PBB Mengelola data administrasi Pajak Bumidan Bangunan – pedesaan dan perkotaan
2 Back-office Administrasi BPHTB Mengelola data administrasi Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
No Kelompok Aplikasi Keterangan
3 Back-office Administrasi pajakpenghitungan mandiri
Mengelola data administasi untuk jenispajak penghitungan mandiri termasuk :hotel, restoran, parkir, hiburan,penerangan jalan, sarang burung waletdan mineral bukan logam dan batuan
4 Back-office Administrasi pajak airtanah
Megelola data administrasi Pajak Air tanah
5 Back-office Administrasi pajakreklame
Mengelola data administrasi Pajak Reklame
6 Back-office Sistem informasi datageospasial
Mengelola data geospasial objek pajakyang dapat berupa data poligon persilobjek properti dan data posisi usaha kenapajak lainnya
7 Back-office Penilaian objek individu Otomasi penilaian individu untuk objekproperti non-standart
8 Back-office Analisis Zona Tanah Sistem untuk pengelolaan proses analisisZona Nilai Tanah
9 Front-office Portal informasi instansi Portal informasi berupa website yangterkelola untuk memberikan informasikepada masyarakat tentang kebijakan ataukegiatan
10 Front-office Kanal pelayanan online Portal pelayanan yang memungkinkanwajib pajak untuk mengajukan pelayanansecara online tanpa tatap muka di kantorpelayanan pajak
11 Front-office Call center Kanal pelayanan dengan memanfaatkanjalur call center untuk memberikaninformasi keluar maupun melayanipermintaan informasi dari luar
12 Front-office Notifikasi elektronis Kanal notifikasi yang memungkinkanpenyebaran informasi baik melalui emailmaupun SMS
13 Front-office Layanan nomor antrian Sistem yang mengatur antrian di kantorpenerima pelayanan
14 Front-office Kiosk informasi Portal informasi elektronis yang disediakandi kantor penerima pelayanan
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
No Kelompok Aplikasi Keterangan
15 Support &monitoring
Dashboard monitoring Reporting lengkap yang menampilkanprogress seluruh data untuk keperluanmonitoring
16 Support &monitoring
Dashboard analytic Reporting yang disajikan untuk pengambilkeputusan yang berisi ringkasan dan hasilanalisis otomatis terhadap progress data
17 Support &monitoring
Monitoring transaksisubjek pajak
Mekanisme pengawasan kebenaran jumlahpengenaan pajak yang dilaporkan dengantransaksi sesungguhnya yang dibayarkanoleh subjek pajak dari kelompok selfassessment
18 Support &monitoring
Pendataan objek pajak Sistem menggunakan perangkat bergerakuntuk melakukan pendataan objek pajaklangsung di lapangan
19 Support &monitoring
Pendataan meteran airtanah
Sistem menggunakan perangkat bergerakuntuk melakukan pendataan penggunaanair tanah langsung di lapangan
20 Services Interkoneksi datapembayaran denganBank
Interkoneksi data yang memungkinkanbank menerima pembayaran pajak sesuaidengan jumlah tagihan yang seharusnya
21 Services Interkoneksi dengan datapengelolaan keuangan
Interkoneksi data untuk proses rekonsiliasipenerimaan pajak dengan pengelolakeuangan
22 Services Interkoneksi dengan dataperizinan
Interkoneksi data yang memungkinaninformasi perizinan dapat dikonsumsisebagai notifikasi potensi pajak
23 Services Interkoneksi informasidengan pengelolapertanahan
Interkoneksi data untuk memudahkanproses administrasi BPHTB yangmelibatkan pengelola pertanahan
3.8. SDM dan Organisasi
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian terpenting dari suatu institusi. Tidak saja sebagaimotor penggerak bagi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya, SDM memegang fungsi
vital sebagai pelaksana pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban
perpajakannya. Struktur organisasi pada administrasi pajak daerah akan menunjukkan dalam hal apa
fokus kegiatan dilaksanakan. Cermin dari administrasi pajak yang baik terlihat pada bagaimana
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
aparatur pajak dalam melaksanakan tugasnya. Tujuan melakukan diagnostik dan asesmen terhadap
komponen pelayanan adalah untuk melihat kondisi kuantitas dan kualitas SDM yang ideal pada
struktur organisasi yang berorientasi kepada pelayanan, pemenuhan tugas pokok dan fungsi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, melalui implementasi sistem nominasi dan remunerasi yang
berkualitas.
3.9. Kepatuhan Internal dan TransparansiDalam rangka menjamin pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan di daerah, tidak hanya
dibutuhkan kepatuhan Wajib Pajak belaka, namun juga memperhatikan mengenai kepatuhan oleh
aparatur perpajakan dalam melaksanakan amanan yang dibebankan kepadanya. Tujuan melakukan
diagnostik dan asesmen terhadap komponen pelayanan adalah untuk melihat kondisi yangberpengaruh terhadap upaya peningkatkan kepatuhan dan akuntabilitas internal, dan
menyampaikannya kepada para pemangku kepentingan dengan transparan sehingga tercipta
prosedur control yang baik.
Kepatuhan internal adalah suatu proses dinamis yang dipengaruhi oleh keseluruhan aparatur, dari
level pengambil kebijakan sampai dengan pelaksana ketentuan, yang didesain untuk memberikan
keyakinan yang memadai untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi yang berkaitan dengan
operasional, kewajiban pelaporan dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Tujuanoperasional berfokus kepada bagaimana kepatuhan internal membantu untuk menciptakan efisiensi,
efektivitas dan poduktivitas dalam operasional administasi pajak, termasuk tujuan pencapaian kinerja
dalam bentuk realisasi penerimaan pajak yang memenuhi target yang ditetapkan. Tidak hanya
terbatas kepada tujuan keuangan, kepatuhan internal dalam operasional juga diharapkan dapat
menjaga sumber daya yang dimiliki, termasuk sumber daya manusia, dari berbagai penyalahgunaan
dan kerugian. Tujuan operasional ini terkait dengan pencapaian dari misi dan visi dasar dari
organisasi yang merupakan alasana mendasar mengapa organisasi pajak daerah tersebut didirikan.
Dalam tujuan pelaporan, kepatuhan internal akan membantu administrasi pajak daerah dalam
memenuhi kewajiban pelaporan kinerja dan akuntabilitas, dimana tujuan pelaporan ini adalah
terselenggaranya pelaporan yang terpercaya, tepat waktu, transparan, dengan data yang sahih.
Sementara tujuan kepatuhan terhadap ketentuan tidak hanya terwujud dalam bentuk kepatuhan
secara administrasi belaka untuk menggugurkan kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku, namun lebih dari itu adalah bagaimana kepatuhan ini memberikan nilai tambah terhadap
keseluruhan organisasi pajak daerah.
Kepatuhan internal akan membantu administrasi pajak daerah untuk mencapai tujuan-tujuan
pentingnya dan mempertahankan serta meningkatkan kinerjanya. Kerangka kepatuhan internal yang
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
baik akan memberikan petunjuk yang membuat administrasi pajak dapat mengembangkan sistem
kepatuhan internal secara efektif dan efisien. Sistem ini akan membantu organisasi pajak daerah
untuk beradaptasi dengan baik terhadap berbagai perubahan lingkungan bisnis dan operasional,
melakukan mitigasi risiko sampai kepada level yang dapat diterima, dan membantu proses
pengambilan keputusan dan tata kelola yang baik.
Terdapat beberapa komponen dalam kepatuhan internal dan transparansi dalam organisasi pajak
daerah yang akan mendorong pencapaian tujuan, diantaranya adalah lingkungan pengendalian,
penilaian terhadap risiko, pengendalian terhadap aktivitas operasional, informasi dan komunikasi,
serta monitoring aktivitas. Komponen tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara
satu dengan yang lainnya.
Lingkungan pengendalian adalah suatu standar, proses dan struktur yang menjadi dasar darikepatuhan internal yang dilaksanakan dalam organisasi pajak daerah. Lingkungan pengendalian yang
baik dalam organisasi pajak daerah menunjukkan adanya implementasi terhadap beberapa prinsip
diantaranya adalah:
1. Organisasi pajak daerah menunjukkan adanya komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai
integritas dan etika
2. Pemimpin dalam organisasi pajak daerah menunjukkan komitmen yang tinggi dalam
pengembangan dan pelaksanaan sistem pengendalian internal sebagai bagian dari kepatuhan
internal3. Organisasi pajak daerah membangun struktur pelaporan dan kewenangan yang baik untuk
memantau pencapaian tujuan organisasi
4. Organisasi pajak daerah menunjukkan komitmen dalam merekrut, mengambangkan, dan
mempertahankan sumber daya manusia yang kompeten untuk mendukung pencapaian tujuan
5. Organisasi pajak daerah mengemabngkan sistem akuntabilitas yang baik sehingga terdapat
mekanisme pertanggungjawaban yang transparan terhadap pencapaian kinerja dari masing-
masing aparatur pajak.
Penilaian terhadap risiko merupakan proses yang dinamis dan berulang untuk mengidentifikasi dan
menganalisis risiko yang berpotensi merusak terhadap pencapai kinerja dan tujuan organisasi, dan
kemudian menjadikannya sebagai dasar untuk menilai bagaimana risiko tersebut harus dikelola.
Prinsip-prinsip yang terkait dalam penilaian risiko ini diantaranya adalah:
1. Organisasi pajak daerah menetapkan tujuan dan menjabarkannya secara cukup detail dan
transparan sehingga memberikan gambaran yang baik mengenai risiko-risiko yang terkait
dengan pencapaian tujuan tersebut.
2. Organisasi pajak daerah mengidentifikasi risiko dan menganalisisnya sebagai dasar untuk
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
menetapkan kondisi untuk menjaga agar risiko tersebut dapat dikelola dengan baik.
3. Organisasi pajak daerah memperhitungkan mengenai potensi timbulnya penyalahgunaan
kewenangan (fraud) dalam penilaian risiko.
4. Organisasi pajak daerah mempertimbangkan berbagai kemungkinan perubahan, termasuk
perubahan kebijakan dari pemerintah pusat, yang dapat berdampak penting terhadap sistemkepatuhan internal melalui pengendalian risikonya.
Pengendalian terhadap aktivitas operasional adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pemimpin
organisasi pajak daerah berdasar kepada kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk
membantu organisasi pajak daerah khususnya dalam melakukan mitigasi risiko untuk mencapai
tujuan, dimana kebijakan yang digariskan telah dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Beberapa prinsip yang terkait dengan pengendalian operasioanal ini antara lain adalah:
1. Organisasi pajak daerah mengembangkan aktivitas pengendalian yang mendukung kepadakepatuhan internal yang berkontribusi kepada mitigasi risiko
2. Organisasi pajak daerah mengembangkan kepatuhan melalui pengendalian terhadap sisten
informasi dan teknologi untuk membantu pencapaian tujuan
3. Organisasi pajak daerah melakukan pengendalian terhadap aktivitas melalui penetapan
kebijakan dan melaksanakannya dengan baik
Informasi adalah faktor penting bagi organisasi pmemahami ssajak daerah untuk membantu proses
kepatuhan internal melalui pengendalian terhadap realisasi dan target yang telah ditetapkansebelumnya. Komunikasi sebagai mekanisme pertukaran informasi dilakukan baik secara internal
maupun eksternal dan memberikan organisasi pajak daerah informasi yang dibutuhkan untuk
melakukan pengawasan operasional harian. Komunikasi informasi yang baik juga memungkinkan
apartur perpajakan memahami tanggung jawab dan kewajibannya dalam menciptakan sistem
kepatuhan yang mendukung kepada pencapaian kinerjanya. Prinsip-prinsip yang terkait dengan
informasi ini diantaranya adalah:
1. Organisasi pajak daerah menggunakan informasi yang relevan dan berkualitas untuk menunjang
fungsi kepatuhan internal2. Organisasi pajak daerah mempunyai mekanisme pendistribusian informasi secara internal yang
mendukung kepada terlaksananya fungsi kepatuhan internal dengan baik
3. Organisasi pajak daerah mempunyai mekanisme komunikasi dengan pihak lain di luar organisasi
pajak daerah untuk menunjang efektivitas kepatuhan internal
Monitoring aktivitas merupakan aktivitas yang berkelanjutan secara terpadu yang digunakan untuk
memastikan bahwa sistem kepatuah internal yang telah disepakati dapat dijalankan dengan baik.
Berbagai temuan yang dijumpai dalam proses monitoring ini dievaluasi dan dilakukan perbaikan
secara terstruktur. Beberapa prinsip yang terkait dengan monitoring ini diantaranya adalah:
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
1. Organisasi pajak daerah mengembangkan dan menajlaankan proses monitoring dan evaluasi
yang baik untuk menguji berfungsinya kepatuhan internal sesuai dengan tujuan penetapannya.
2. Organisasi pajak daerah mengevaluasi dan mengkomunikasikan kelemahan-kelemahan yang
dijumpai dalam pelaksanaan kepatuhan internal dan melakukan tindakan perbaikan yang
diperlukan.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4. PENERAPAN MODERNISASI PERPAJAKAN PADAPEMERINTAH DAERAH
Untuk melakukan implementasi modernisasi perpajakan pada Pemerintah Daerah perlu dilakukan
diagnostik dan asesmen kondisi berjalan. Asesmen dapat dilakukan dengan menggunakan kerangka
kerja Standard Indikator Kinerja Administrasi Pajak Daerah (SIKAP) yang disusun oleh PT CartenzTechnology Indonesia, selaku konsultan resmi yang ditunjuk oleh Asian Development Bank (ADB)
pada program TRAMPIL dan partner dari Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK). Asesmen ini akan diklasterisasi secara 3 kelompok besar, yaitu
Proses Bisnis, Teknologi Informasi, dan Organisasi & Sumber Daya Manusia. Diagnostik atau asesmen
ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan suatu Pemerintah Daerah, sehingga dapat
dilakukan treatmen sesuai dengan kondisi masing-masing mengacu pada hasil asesmen. Untuk
memudahkan pembagian treatmen, dari hasil diagnostik atau asesmen tersebut dilakukan 3 (tiga)
kategori, yaitu (1) Proses Bisnis, (2) Teknologi Informasi, dan (3) Organisasi dan Sumber DayaManusia.
4.1. Proses BisnisSesuai dengan SIKAP sebagai kerangka kerja untuk melakukan diagnostik dan asesmen awal terkait
kinerja administrasi pajak daerah, terdapat beberapa komponen yang dikelompokan menjadi kategori
proses bisnis, diantaranya:
1. Perencanaan
2. Realisasi
3. Data
4. Pelaporan dan Pembayaran
5. Pemeriksaan dan Penagihan
6. Pelayanan
7. Teknologi Informasi
8. Kepatuhan Internal dan TransparansiSecara teknis, untuk memudahkan perbaikan dari aspek proses bisnis, maka akan didefinisikan 4
kuadran dengan membandingkan skor SIKAP dengan skor rata-rata atas 8 (delapan) komponen di
atas. Sehingga akan menghasilkan sebagai berikut:
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kuadran:
1. Kuadran I – Initial
Pada kuadran I, seluruh proses masih belum terstruktur dengan baik dan kurangnya kontrol dari
setiap aspek. Selain itu seluruh prosedur atau proses bisnis berjalan dengan sifat reaktif, yaitu
baru bertindak apabila ada pemicu.
2. Kuadran II – Managed
Pada kuadran II, seluruh proses telah terstruktur dengan baik, namun belum terdokumentasisecara jelas. Peran pelaku dari masing-masing proses masih belum memiliki kepastian, biasanya
terdapat redundansi proses yang disebabkan fungsi pelaku yang masih beririsan. Semnatar
prosedur atau proses bisnis yang berjalan terkadang masih bersifat reaktif, yaitu baru bertindak
apabila ada pemicu.
3. Kuadran III – Defined
Pada kuadran III, seluruh proses telah terstrukru dengan baik, terdefinisi dalam dokumentasi
yang telah menjadi pedoman, serta fungsi dan peran pelaku dari setiap unit memiliki kejelasan.
Dalam prosedur atau proses bisnis yang berjalan biasanya memiliki Service Level Agreement4. Kuadran IV – Optimized
Berdasarkan kuadran yang telah terpetakan tersebut, maka berikut ini adalah langkah-langkah untuk
meningkatkan posisi ke kuadran yang lebih baik pada masing-masing komponen yang terkait dengan
proses bisnis.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4.1.1. PerencanaanPada komponen perencanaan, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses perencanaan
terutama dalam menetapkan target penerimaan masih tidak memiliki prosedur dan dasar yang kuat.
Administrasi pajak biasanya membuat target penerimaan pajak dengan melakukan benchmarking
dengan tahun sebelumnya. Hasil final berupa tergat secara umum dalam APBD hanya ditentukan atas
dasar negosiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Berikut ini kondisi yang ada padamasing-masing kuadran pada komponen perencanaan.
III IVTarget penerimaan disusun dengan
memanfaatkan database internal & eksternalterkini, mengintegrasikan masukan pemangku
kepentingan.
Menggunakan regresi dalam melakukanperencanaan dan mempertimbangkan faktor
risiko ekonomi dan bisnis
DefaultTelah membuat target penerimaan pajak
dengan melakukan benchmarking dengan tahunsebelumnya
Target penerimaan disusun denganmemanfaatkan database internal & eksternal
terkini
I II
4.1.2. RealisasiPada komponen realisasi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses pengawasan realisasi
peneriman pajak daerah tidak dilakukan dengan baik, biasanya dipantau hanya pada saat rapat-rapat
koordinasi. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen perencanaan.
III IVMelakukan analisis terhadap risiko
ketergantungan terhadap jenis pajak tertentudan melaksanakan alternatif solusi terhadap
ketergantungan tersebut
Melakukan analisis terhadap tax rasio,pertumbuhan penerimaan pajak dibandingkandengan PDB Regional dan mencari solusi atas
gap analysis yang ada
DefaultMelakukan analisis secara berkala terhadappencapaian target yang direncanakan danmencari solusi alternatif atas hasil analisis
tersebut.I II
4.1.3. DataPada komponen data, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses pendataan tidak
dilakukan dengan baik, dengan pemutakhiran data yang jarang dilakukan. Berikut ini kondisi yang
ada pada masing-masing kuadran pada komponen data.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
III IV
Melakukan pemutakhiran basis data subjek danobjek pajak secara berkesinambungan
Manajemen ID sudah terstruktur dan terformatdengan baik, namun tidak terintegrasi dengan
ID utama, seperti KTP untuk orang pribadi,NPWP dari DJP untuk Badan
Memiliki data peta, dan di update secaraberkesinambungan
Melakukan pemutakhiran basis data subjekpajak dan objek pajak secara
berkesinambungan dan terintegrasi untukseluruh jenis pajak dengan terdapat proses
kontrol kualitas yang baik
Manajemen ID sudah terstruktur dan terformatdengan baik dan dapat dintegrasikan dengan ID
unit instansi lainnya dengan konsep orangpribadi menggunakan KTP dan Badan
menggunakan NPWP dari DJP
Melakukan updating data peta untukkepentingan analisis spasial secara
berkesinambungan dan menjaga integritasdatanya dengan menjadikan salah satu alat
validasi pada pelayanan, seperti registrasi danyang terkait lainnya
Default
Melakukan pemutakhiran basis data subjek danobjek pajak secara adhoc
Manajemen ID seperti NPWPD, NOP atau nomorID lainnya, tidak terstruktur dan terformat
dengan baik
Memiliki data peta, namun tidak dilakukanupdate dengan berkesinambungan
I II
4.1.4. Pelaporan dan PembayaranPada komponen pelaporan dan pembayaran, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses
pelaporan dan pembayaran pajak daerah tidak dilakukan dengan baik. Pelaporan dan pembayaran
hanya bersifat pasif menunggu inisatif pembayaran dan pelaporan saja dari Wajib Pajak . Berikut ini
kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen pelaporan dan pembayaran.
III IV
Adanya proses yang memisahkan antara Filerdan Non-Filer melalui sistem dan melakukan
tindakan seperti himbauan terhadap WP Non-Filer
Adanya sosialisasi secara terencana secaraperiodik untuk kampanye pelunasan pajak
Sama pada kuadran ke III, bahkan memberikanreward secara periodik terhadap WP yang patuh
lapor dan bayar
Adanya kegiatan jemput bola yang dapatlangsung menerima pembayaran pada saat
terjadi sosialisasi yang dilakukan secaraterjadwal
Default
Adanya proses yang memisahkan antara Filerdan Non-Filer, walaupun masih sederhana
Adanya sosialisasi secara Adhoc untukkampanye pelunasan pajak
I II
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4.1.5. Pemeriksaan dan PenagihanPada komponen pemeriksaan dan penagihan, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses
pemeriksaan dan penagihan pajak daerah tidak dilakukan dengan baik. Jarang sekali dilakukan
tindakan pemeriksaan untuk melihat segi kepatuhan Wajib Pajak, dan tindakan penagihan hanya
bersifat kegiatan administratif penyampaian surat tagihan belaka tanpa ada tindak lanjut dan analisa
menyeluruh atas tagihan pajak tersebut. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadranpada komponen pemeriksaan dan penagihan pajak.
III IV
Rencana pemeriksaan telah dibuat pada awaltahun dengan memasukkan faktor risiko,
pemeriksaan dilakukan oleh pemeriksa pajak
Dibuat rencana penagihan yang disusunberdasar analisis terhadap piutang dan
dilakukan tindakan penagihan secara terstruktur
Rencana pemeriksaan telah dibuat pada awaltahun dengan memasukkan faktor risiko,
pemeriksaan dilakukan oleh pemeriksa pajakdengan standar pemeriksaan baku.
Terdapat prosedur baku dan tindakan mengenaipenghapusan piutang dan tindakan sita dan
lelang
Default
Perencanaan pemeriksaan dilakukan secaraAdhoc sesuai dengan kebutuhan penambahan
pendapatan
Telah dilakukan tindakan penagihan secaraadhoc
I II
4.1.6. PelayananPada komponen pelayanan, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses pelayanan pajak
daerah tidak dilakukan dengan baik. Tindakan pelayanan hanya bersifat menunggu dan memenuhi
tugas secara minimal tanpa ada standar pelayanan minimal yang baik yang dipenuhi. Berikut inikondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen pelayanan.
III IV
Proses pengajuan permohonan layanan telahdilakukan validasi dan pemeriksaan sederhanaoleh petugas pajak, atau bahkan tinjauan ke
lapangan langsung
Proses pelayanan telah memiliki SLA yang cukupjelas
Dilakukan sosialisasi peraturan secara berkalakepada Wajib Pajak
Proses pengajuan permohonan sudahterintegrasi dengan SKPD lainnya untuk
menerapkan Tax Clearance
Proses layanan tidak hanya memiliki kejelasanSLA, namun WP akan selalu dapat aksesinformasi status pelayanan dan bahkan
notifikasi secara berkelanjutan atas eskalasiproses
Dilakukan sosialisasi peraturan secara berkalakepada Wajib Pajak dengan melibatkan
pemangku kepentingan yang ada
Default
Proses pengajuan permohonan tanpa dilakukanvalidasi seperti utang pajak atau hal terkait
lainnya
Proses pelayanan belum memiliki SLA yang
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
jelas
Dilakukan sosialisasi peraturan secara adhockepada Wajib Pajak
I II
4.1.7. Teknologi InformasiPada komponen teknologi informasi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses teknologi
informasi pajak daerah tidak dilakukan dengan baik, tidak terdapat pemanfaatan teknologi informasi
untuk menunjang pencapaian kinerja perpajakan. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing
kuadran pada komponen teknologi informasi.
III IVMemiliki rencana pengembangan teknologi
informasi, terdokumentasi, namun tidak dalambentuk IT Blueprint yang memiliki roadmap jelas
selama beberapa tahun mendatang
Memiliki IT Blueprint yang disusun secaraprofessional dengan memperhatikan RENSTRA
Pemda dan terdapat roadmap yang jelas
DefaultMemiliki rencana pengembangan teknologi
namun hanya sebatas konsep informal dan tidakterdokumentasi dengan baik
I II
4.1.8. Kepatuhan Internal dan TransparansiPada komponen kepatuhan internal dan transparansi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwaproses kepatuhan internal dan transparansi pada administrasi pajak daerah tidak dilakukan dengan
baik. Tidak terdapat rencana tindak lanjut dan pemenuhan atas temuan maupun laporan pelanggaran
baik dari masyarakat maupun dari aparatur pengawasan internal pemerintah. Berikut ini kondisi yang
ada pada masing-masing kuadran pada komponen kepatuhan internal dan transparansi.
III IVTerdapat sosialisasi secara berkala mengenai
budaya kepatuhan dan publikasi terbukamengenai anggaran, rencana kerja dan kinerja
secara terstruktur
Memiliki petugas yang terdedikasi dan memangberfungsi sebagai kepatuhan internal
Terdapat standar operasional kontrol internalyang independen dan kredibel untuk menjaga
prosedur baku yang telah digariskan
Memiliki unit kepatuhan internal mandiri diorganisasi
Default
Terdapat audit eksternal untuk menjaga kualitasoperasional dengan tindak lanjut terhadap saran
perbaikan dan hasil temuan.
Memiliki petugas adhoc yang diberikan tugasuntuk menjalankan fungsi kepatuhan internal
I II
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4.2. Data dan Teknologi InformasiSesuai dengan SIKAP sebagai kerangka kerja untuk melakukan diagnostik dan asesmen awal terkait
kinerja administrasi pajak daerah, terdapat beberapa komponen yang dikelompokan menjadi kategori
data dan teknologi informasi, diantaranya:
1. Perencanaan
2. Realisasi
3. Data
4. Pelaporan dan Pembayaran
5. Pemeriksaan dan Penagihan
6. Pelayanan
7. Teknologi Informasi
8. SDM dan Organisasi9. Kepatuhan Internal dan Transparansi
Secara teknis, untuk memudahkan perbaikan dari aspek teknologi informasi, maka akan didefinisikan
4 kuadran dengan membandingkan skor SIKAP dengan skor rata-rata atas 9 (sembilan) komponen di
atas. Sehingga akan menghasilkan sebagai berikut:
Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kuadran:
1. Kuadran I – Initial
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Pada kuadran I, seluruh proses masih belum terstruktur dengan baik dan kurangnya kontrol dari
setiap aspek. Selain itu seluruh prosedur atau proses terkait teknologi informasi berjalan dengan
sifat reaktif, yaitu baru bertindak apabila ada pemicu.
2. Kuadran II – Managed
Pada kuadran II, seluruh proses teknologi informasi telah terstruktur dengan baik, namun belumterdokumentasi secara jelas. Peran pelaku dari masing-masing proses teknologi informasi masih
belum memiliki kepastian, biasanya terdapat redundansi proses yang disebabkan fungsi pelaku
yang masih beririsan. Semnatar prosedur atau proses teknologi informasi yang berjalan
terkadang masih bersifat reaktif, yaitu baru bertindak apabila ada pemicu.
3. Kuadran III – Defined
Pada kuadran III, seluruh proses teknologi informasi telah terstruktur dengan baik, terdefinisi
dalam dokumentasi yang telah menjadi pedoman, serta fungsi dan peran pelaku dari setiap unit
memiliki kejelasan.4. Kuadran IV – Optimized
Berdasarkan kuadran yang telah terpetakan tersebut, maka berikut ini adalah langkah-langkah untuk
meningkatkan posisi ke kuadran yang lebih baik pada masing-masing komponen yang terkait dengan
teknologi informasi.
4.2.1. PerencanaanPada komponen perencanaan, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa belum terdapat
pemanfaatan teknologi informasi yang baik dalam perencanaan terutama dalam menetapkan target
penerimaan pajak. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen
perencanaan.
III IVPerhitungan menggunakan formula dan rumus
tertentu dengan Ms ExcelMenggunakan Data Warehouse dan BI Tools
DefaultTelah membuat target penerimaan pajak
dengan melakukan benchmarking dengan tahunsebelumnya
Perhitungan dengan Ms Excel sederhana
I II
4.2.2. RealisasiPada komponen realisasi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa belum terdapat proses
pemanfaatan teknologi informasi dalam memantau realisasi peneriman pajak daerah. Berikut inikondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen perencanaan.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
III IV
Memiliki dashboard sederhana dengan sumberdata dari sistem per jenis pajak
Memiliki KPI Controller yang ditentukan pada BITools dengan basis data yang telah terinetgrasi
seluruh pajak dengan baik
DefaultMelakukan inquiry pada masing-masing sistemper jenis pajak dan merekapitulasinya secara
manual pada Ms ExcelI II
4.2.3. DataPada komponen data, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses pemanfaatan teknologi
informasi dalam pendataan tidak dilakukan dengan baik, dengan pemutakhiran data pernah yang
tidakdilakukan. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen data.
III IV
Memiliki prosedur integrasi data yangdidapatkan dari pihak eksternal untukmemperkuat basis data Wajib Pajak
Menggunakan Data Warehouse dan BI Tools
DefaultMemiliki prosedur integrasi data yang
didapatkan dari pihak internal SKPD danlembaga pemerintahan lainnya untukmembangun basis data yang akurat
I II
4.2.4. Pelaporan dan PembayaranPada komponen pelaporan dan pembayaran, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses
pemanfaatan teknologi informasi dalam memantau pelaporan dan pembayaran pajak daerah tidak
dilakukan dengan baik. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen
pelaporan dan pembayaran.
III IV
Pelaporan sudah dapat dilakukan secara online
Adanya notifikasi mendekati tanggal jatuhtempo pelaporan atau pembayaran terjadwal
dengan baik, namun bukan dari sistem
Kanal pembayaran dapat dilakukan di lebih darisatu Bank atau provider pembayaran
Pelaporan selain dapat dilakukan secara online,dapat dilakukan verifikasi dengan pemantauan
transaksi secara online
Adanya notifikasi mendekati tanggal jatuhtempo pelaporan atau pembayaran melalui
otomatisasi SMS, Email atau call center
Kanal pembayaran bisa dilakukan denganpembayaran seperti internet banking atau
mobile bangking dan yang sejenisnya
Default
Pelaporan masih menggunakan formulir fisikyang harus di submit ke loket pelayanan
Adanya notifikasi mendekati tanggal jatuhtempo pelaporan atau pembayaran adhoc dan
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
tidak tersistematis baik melalui sms, suratelektronik atau telepon
Kanal pembayaran hanya dapat dilakukansecara menyetor di satu loket Pemda atau BPD
daerah terkait sajaI II
4.2.5. Pemeriksaan dan PenagihanPada komponen pemeriksaan dan penagihan, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa tidak
terdapat pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pemeriksaan dan penagihan pajak daerah.
Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen pemeriksaan dan
penagihan pajak.
III IV
Rencana kerja audit dibuat dengan merekam kesebuah sistem informasi audit
Rencana kerja audit dihasilkan secara otomatisoleh sistem melalui proses audit selection
dengan menggunakan risk scoring
Default Rencana kerja audit dibuat denganmenggunakan MS Office
I II
4.2.6. PelayananPada komponen pelayanan, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses penggunakaan
teknologi informasi dalam meningkatkan pelayanan pajak daerah kapada Wajib Pajak tidak dilakukan
dengan baik, dan lebih kepada pelaksanaan manual non otomatis dalam memberi pelayanan kepada
Wajib Pajak. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen pelayanan.
III IV
Proses pelayanan sudah dapat dilakukan secaraonline, namun pada aplikasi atau sistem
informasi yang terpisah-pisah
Memiliki alat komunikasi yang cukup tersistemdengan baik, namun tidak terdedikasi
Terdapat website yang berisi peraturan yangmembantu Wajib Pajak dalam memahami
peraturan
Proses pelayanan dapat diakses oleh WPdengan menggunana aplikasi TaxPayer Account
untuk seluruh jenis pelayanan dari mulaipendafataran sampai dengan pengaduan
Memiliki call center, sms center atau emailcenter yang telah terintegrasi dengan coretax
system dengan SOP yang sudah baku danberjalan dengan baik
Dilakukan sosialisasi melalui media elektroniklainnya seperti SMS, email, twitter, instagram,
dll
Default
Proses pelayanan sudah direkam dengan sisteminformasi yang digunakan oleh petugas pajak di
loket pelayanan
Memiliki alat komunikasi seperti surat elektroniknamun, sms atau telepon, namun tidak
tersistem dengan baik
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Terdapat website namun tidak menampilkanperaturan yang ada secara lengkap
I II
4.2.7. Teknologi InformasiPada komponen teknologi informasi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa secara umum
tidak terdapat infrastruktur teknologi informasi yang digunakan dalam proses operasional perpajakan
daerah. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen teknologiinformasi.
III IVMemiliki infrastruktur yang memadai, sisteminformasi utk administrasi perpajakan namun
belum terintegrasi dengan baik Memilikiinfrastruktur yang memadai, sistem informasi
utk administrasi perpajakan namun belumterintegrasi dengan baik
Memiliki infrastruktur yang memadai danCoreTax system yang telah terintegrasi seluruh
jenis pajak keseluruhan
DefaultMemiliki infrastruktur basic, seperti PC/laptopyang memadai untuk melakukan administrasi
pajak daerahI II
4.2.8. SDM dan OrganisasiPada komponen SDM dan organisasi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa pemanfaatan
teknologi informasi dalam pengelolaan SDM tidak diumpai dalam administrasi pajak daerah. Berikut
ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen teknologi informasi.
III IV
Administrasi SDM dan organisasi telahmenggunakan sistem informasi, namun tidak
terintegrasi ke CoreTax System untukmemantau kinerja dan/atau ke sistem keuangan
daerah untuk insentif berdasarkan kinerjaterkait payroll
HRIS sudah terbangun dan data mengenaikepegawaian dan informasi lain terkait
kepegawaian (seperti rekrutmen, manajemenkinerja, pelatihan) sudah tersimpan di HRIS ini
Pegawai badan pajak daerah sudah dapatmenggunakan HRIS ini dengan kanal terbatas di
internal (intranet)
Administrasi SDM dan organisasi telahmenggunakan sistem informasi, dan telah
terintegrasi ke CoreTax System untukmemantau kinerja dan/atau ke sistem keuangan
daerah untuk insentif berdasarkan kinerjaterkait payroll
HRIS sudah terimplementasi penuh, termasukdata mengenai kepegawaian dan informasi lain
terkait kepegawaian (seperti rekrutmen,manajemen kinerja, pelatihan) sudah tersimpan
di HRIS ini
Employee self service sudah diterapkan denganmenggunakan HRIS
Pegawai badan pajak daerah sudah dapatmenggunakan HRIS ini melalui berbagai kanal
(termasuk website dan aplikasi mobile)
Default Administrasi SDM dan organisasi masihmenggunakan MS Office
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Data kepegawaian dan informasi lain terkaitkepegawaian kebanyakan masih tersimpan
secara manual / hardcopyData kepegawaian dan informasi lain terkaitkepegawaian sudah tersimpan dalam aplikasiMSOffice namun tidak dapat diakses pegawai
I II
4.2.9. Kepatuhan Internal dan TransparansiPada komponen kepatuhan internal dan transparansi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa
teknologi informasi tidak ditemukan dalam administrasi pajak daerah untuk membantu mengelola
proses kepatuhan internal dan transparansi pada administrasi pajak daerah. Berikut ini kondisi yang
ada pada masing-masing kuadran pada komponen kepatuhan internal dan transparansi.
III IVMemiliki jalur pengaduan untuk memfasilitasikepatuhan internal dan transparansi sepertitelepon kantor dan telah terdedikasi dengan
baik
Memiliki jalur pengaduan untuk memfasilitasikepatuhan internal dan transparansi, tidak
hanya berupa telepon, tapi sistem informasiseperti Whistle Blower System
DefaultMemiliki jalur pengaduan untuk memfasilitasikepatuhan internal dan transparansi seperti
telepon kantor, namun tidak terdedikasi secarakhusus
I II
4.3. Sumber Daya Manusia dan OrganisasiSesuai dengan SIKAP sebagai kerangka kerja untuk melakukan diagnostik dan asesmen awal terkaitkinerja administrasi pajak daerah, terdapat beberapa komponen yang dikelompokan menjadi kategori
SDM dan Organisasi, diantaranya:
1. Perencanaan
2. Realisasi
3. Data4. Pelaporan dan Pembayaran
5. Pemeriksaan dan Penagihan
6. Pelayanan
7. Teknologi Informasi
8. SDM dan Organisasi
9. Kepatuhan Internal dan Transparansi
Secara teknis, untuk memudahkan perbaikan dari aspek SDM dan Organisasi, maka akan didefinisikan
4 kuadran dengan membandingkan skor SIKAP dengan skor rata-rata atas 9 (sembilan) komponen di
atas. Sehingga akan menghasilkan sebagai berikut:
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kuadran:
1. Kuadran I – Initial
Pada kuadran I, seluruh proses masih belum terstruktur dengan baik dan kurangnya kontrol dari
setiap aspek. Selain itu seluruh prosedur atau proses terkait SDM dan Organisasi berjalan dengan
sifat reaktif, yaitu baru bertindak apabila ada pemicu.
2. Kuadran II – Managed
Pada kuadran II, seluruh proses SDM dan Organisasi telah terstruktur dengan baik, namun belumterdokumentasi secara jelas. Peran pelaku dari masing-masing proses teknologi informasi masih
belum memiliki kepastian, biasanya terdapat redundansi proses yang disebabkan fungsi pelaku
yang masih beririsan. Semnatar prosedur atau proses SDM dan Organisasi yang berjalan
terkadang masih bersifat reaktif, yaitu baru bertindak apabila ada pemicu.
3. Kuadran III – Defined
Pada kuadran III, seluruh proses SDM dan Organisasi telah terstruktur dengan baik, terdefinisi
dalam dokumentasi yang telah menjadi pedoman, serta fungsi dan peran pelaku dari setiap unit
memiliki kejelasan.4. Kuadran IV – Optimized
Berdasarkan kuadran yang telah terpetakan tersebut, maka berikut ini adalah langkah-langkah untuk
meningkatkan posisi ke kuadran yang lebih baik pada masing-masing komponen yang terkait dengan
SDM dan Organisasi.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4.3.1. PerencanaanPada komponen perencanaan, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses perencanaan
terutama dalam menetapkan target penerimaan masih tidak memiliki dukungan dari SDM dan
Organisasi yang kuat. Administrasi pajak biasanya membuat target penerimaan pajak dengan
melakukan benchmarking dengan tahun sebelumnya. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-
masing kuadran pada komponen perencanaan.
III IV
Terdapat unit yang melakukan perhitungan danpemantauan target secara berkala yang
terdedikasi secara khusus
Terdapat SKPD Berbeda yang melakukananalisis dan kajian secara independen dan
terpisah dari unit yang mengadministrasikanpendapatan
Terdapat individu yang melakukan perhitungantarget
Terdapat unit yang melakukan perhitungantarget terdedikasi secara khusus
I II
4.3.2. RealisasiPada komponen realisasi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses tidak terdapat SDM
dan unit organisasi yang melakukan pengawasan realisasi peneriman pajak daerah. Berikut ini kondisi
yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen perencanaan.
III IV
Melakukan pemantauan secara berkala danmembahasnya secara rutin serta mencari
alternatif tindakan untuk selalu mencapai target
Melakukan pemantauan secara berkala danmembahasnya secara rutin serta mencari
alternatif tindakan untuk selalu mencapai target,membentuk tim atau satuan untukmendistribusikan rencana tindakan
DefaultDilakukan pemantauan secara adhoc danmencari alternatif tindakan untuk selalu
mencapai targetI II
4.3.3. DataPada komponen data, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses pendataan tidak
didukung oleh adanya SDM dan organisasi yang melakukan kegiatan pendataan, pemutakhiran dan
pemanfaatan data dengan baik. Fungsi pengelolaan data belum secara jelas menjadi tanggung jawab
unit tertentu. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen data.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
III IVUnit yang bertanggung jawab dalam mengeloladata telah berjalan beberapa tahun namun baru
terimplementasi sebagian
Unit yang bertanggung jawab dalam mengeloladata sudah terimplementasi penuh
Fungsi pengelolaan data belum secara jelasmenjadi tanggung jawab unit tertentu
Unit yang bertanggung jawab dalam mengeloladata baru terbangun
I II
4.3.4. Pelaporan dan PembayaranPada komponen pelaporan dan pembayaran, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa belum
terdapat unit organisasi dalam mengelola proses pelaporan dan pembayaran pajak dengan baik,
pengelolaan pelaporan dan pembayaran dilakukan oleh individu saja yang tidak terkontrol dengan
baik. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen pelaporan dan
pembayaran.
III IVTerdapat unit yang melakukan penelitian teknis
analisis terhadap laporan yang disampaikanWajib Pajak
Terdapat unit yang melakukan tindak lanjutterhadap hasil analisis terhadap laporan yang
disampaikan Wajib Pajak
DefaultTerdapat unit yang melakukan penelitian
administratif terhadap laporan yangdisampaikan Wajib Pajak
I II
4.3.5. Pemeriksaan dan PenagihanPada komponen pemeriksaan dan penagihan, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses
pemeriksaan dan penagihan pajak daerah tidak disertai dengan dukungan SDM dan Organisasi yang
baik. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen pemeriksaan dan
penagihan pajak.
III IVDilakukan supervisi yang baik terhadappemeriksaan yang dilakukan olem tim
pemeriksa
Dilakukan supervisi yang baik terhadappenagihan pajak yang dilakukan olem tim
penagihan
Terdapat penyidik pajak yang berukualifikasiuntuk melakukan pemeriksaan terhadap tindak
pidana perpajakan
Terdapat juru sita pajak yang berukualifikasiuntuk melakukan tindakan sita dan lelang
terhadap piutang yang tidak tertagih
Default
Pemeriksaan dilakukan oleh pegawai yangmempunyai kualifikasi teknis pemeriksa
Penagihan dilakukan oleh pegawai yangmempunyai kualifikasi teknis penagihan pajak
I II
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4.3.6. PelayananPada komponen pelayanan, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses pelayanan pajak
daerah tidak dilakukan dengan dukungan SDM dan Organisasi, diantaranya dengan tidak adanya
standar pelayanan minimal untuk Wajib Pajak. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing
kuadran pada komponen pelayanan.
III IV
Badan pajak daerah telah melakukan surveikepuasan wajib pajak daerah secara rutindengan menggunakan pihak independen
Hasil survei masih digunakan untuk kepentinganinternal
Indeks kepuasan wajib pajak baru terkaitdengan KPI organisasi
Standar pelayanan baru terbangun
Fungsi penanganan keluhan wajib pajak baruberjalan
Nilai organisasi berorientasi kepada pelayananbaru diperkenalkan
Badan pajak daerah telah melakukan surveikepuasan wajib pajak daerah secara rutindengan menggunakan pihak independen
Hasil survei dikomunikasikan kembali kepadapublik dan digunakan sebagai dasar untuk
perbaikan kualitas pelayanan dan organisasi
Indeks kepuasan wajib pajak telahdimplementasikan penuh yang terhubungan
dengan KPI organisasi dan individu
Standar pelayanan yang mengacu kepadastandar terbaik untuk pajak daerah telah
terimplementasi penuh
Fungsi penanganan keluhan wajib pajak telahterimplementasi secara penuh
Budaya berorientasi kepada pelayanan telahterimpelementasi penuh
Badan pajak daerah belum pernah melakukansurvei kepuasan wajib pajak daerah
Standar pelayanan belum terbangun
Fungsi penanganan keluhan wajib pajak masihsederhana dan belum termonitor
Nilai organisasi terkait pelayanan sudahterdefinisi
Badan pajak daerah telah melakukan surveikepuasan wajib pajak daerah secara random
Hasil survei masih digunakan untuk kepentinganinternal
Indeks kepuasan wajib pajak belum digunakanterkait dengan kinerja organisasi / individu
Standar pelayanan baru terbangun
Fungsi penanganan keluhan wajib pajak masihsederhana dan belum termonitor
Nilai organisasi terkait pelayanan sudahterdefinisi
I II
4.3.7. Teknologi InformasiPada komponen teknologi informasi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa proses teknologiinformasi pajak daerah tidak dilakukan dengan SDM dan Organisasi yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran pada komponen teknologi
informasi.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
III IV
Teknologi informasi dikelola oleh organisasisecara terpadu dengan tugas yang jelas
Teknologi informasi dikelola oleh unit terstrukturdengan perencanaan yang baik
Teknologi informasi dijalankan secara adhocdan tidak terkontrol
Teknologi informasi dikelola secara reaktifberdasar kepada permasalahan yang muncul
I II
4.3.8. SDM dan OrganisasiPada komponen SDM dan Organisasi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa SDM dan
Organisasi tidak diikelola dengan baik. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-masing kuadran
pada komponen teknologi informasi. Penjelasan detail mengenai usulan struktur organisasi dapat
dilihat pada bab 4.4.
III IVStruktur berdasarkan fungsi perpajakan sudah
terimplementasi
Unit pengelolaan SDM sudah berdiri sendiri danmenjalankan dua peran (teknis, dan
administrasi)
Administasi SDM masih banyak dilakukan olehunit SDM
Badan pajak daerah mempunyai pengaruhdalam menjalankan aspek teknis pengelolaan
SDM seperti rekrutmen dan pelatihan
Konsep model kompetensi dan KPI baruditerapkan
Uraian jabatan telah dijabarkan secarakomprehensif dengan juga memasukaninformasi model kompetensi dan KPI
Sistem manajemen kinerja yang dikaitkandengan sistem remunerasi, pengembangan
kompetensi, dan karir telah terbangun
Manajer mulai menjalankan pengelolaan SDM diunit masing-masing
Nilai organisasi sudah terdefinisi secarakomprehensif namun baru terinternalisasi
sebagian
Unit pengelolaan SDM sudah berdiri sendiri danmenjalankan tiga peran (strategis, teknis, dan
administrasi)
Badan pajak daerah mempunyai pengaruhdalam menjalankan aspek teknis pengelolaan
SDM seperti rekrutmen dan pelatihan
Konsep model kompetensi dan KPI sudahterimplementasi penuh dan terintegrasi denganaspek teknis pengelolaan SDM lainnya (seperti
rekrutmen, pelatihan, pengelolaan kinerja, karir,dll)
Sistem manajemen kinerja yang dikaitkandengan sistem remunerasi, pengembangankompetensi, dan karir telah terimplementasi
penuh
Manajer telah mampu menjalankan pengelolaanSDM di unit masing-masing
Nilai organisasi sudah terdefinisi secarakomprehensif dan sudah terinternalisasi penuh
Struktur berdasarkan jenis pajak
Pengelolaan SDM masih bersifat administrasidan berada dibawah unit lain (seperti unit
Struktur berdasarkan fungsi perpajakan barudiperkenalkan
Fungsi pendukung masih bersifat sederhana
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
umum)
Aspek teknis pengelolaan SDM sepertirekrutmen dan pelatihan belum menjadiwewenang penuh badan pajak daerah
Belum ada konsep atau kerangka yang jelasmengenai pengelolaan SDM (seperti model
kompetensi)
Uraian jabatan sudah tersedia namun belumtersedia informasi mengenai kompetensi dan
ukuran kinerja
Nilai organisasi belum terdefinisi secarakomprehensif
(seperti umum dan keuangan)
Pengelolaan SDM masih bersifat administrasidan berada dibawah unit lain (seperti unit
umum)
Aspek teknis pengelolaan SDM sepertirekrutmen dan pelatihan belum menjadiwewenang penuh badan pajak daerah
Konsep atau kerangka yang jelas mengenaipengelolaan SDM (seperti model kompetensi)
mulai dibangun
Uraian jabatan sudah tersedia namun belumtersedia informasi mengenai kompetensi dan
ukuran kinerja
Nilai organisasi sudah terdefinisi secarakomprehensif namun belum terinternalisasi
I II
4.3.9. Kepatuhan Internal dan TransparansiPada komponen kepatuhan internal dan transparansi, posisi kuadran I (default) menandakan bahwa
fungsi SDM dan struktur organisasi dalam mengawal proses kepatuhan internal dan transparansi pada
administrasi pajak daerah tidak dilakukan dengan baik. Berikut ini kondisi yang ada pada masing-
masing kuadran pada komponen perencanaan.
III IVTerdapat unit khusus yang berfungsi untukmelakukan sosialisasi aturan internal dan
budaya kerja kepatuhan
Terdapat unit khusus yang berfungsi untukmelakukan penegakan aturan dan budaya kerja
kepatuhan
DefaultTerdapat unit yang bertanggung jawab untukmenindaklanjuti hasil temuan audit eksternal
dan internalI II
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4.4. Rancang Struktur Organisasi untuk Badan Pendapatan DaerahKetentuan mengenai struktur organisasi di Pemerintah Daerah telah diatur di PP 18 2016 tentang
“Perangkat Daerah” dan dijabarkan lebih lanjut di Permendagri 107 2016 tentang “Hasil Pemetaan
Fungsi Staf, Fungsi Pengawas dan Fungsi Penunjang Urusan Pemerintah Daerah” dan Permendagri 5
2017 tentang “Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten / Kota Yang
Melaksanakan Fungsi Penunjang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan”
Ketiga peraturan ini membawa perubahan signifikan terhadap rancang organisasi di Pemerintah
Daerah terutama terhadap fungsi penunjang penyelenggaraan urusan pemerintahan seperti
penerimaan daerah.
4.4.1. Implikasi PP 18 2016 tentang “Perangkat Daerah” terhadap BadanPendapatan Daerah
Dasar pembentukan PP 18 2016 tentang “Perangkat Daerah” adalah dari UU 23 2014 tentang
“Pemerintahan Daerah”, dimana Undang-Undang ini membawa perubahan yang signifikan terhadap
organisisi di Pemerintahan Daerah, yakni dengan prinsip tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing)
berdasarkan beban kerja yang sesuai dengan kondisi nyata di masing-masing Daerah. Hal ini juga
sejalan dengan prinsip penataan organisasi yang rasional, proporsional, efektif, dan efisien.
Gambar 6 – Struktur PP 18 2016 tentang Perangkat Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang “Pemerintahan Daerah”, Kepala Daerah
dibantu oleh Perangkat Daerah yang terdiri dari empat unsur utama:
1. Unsur staf diwadahi dalam sekretariat Daerah dan sekretariat DPRD2. Unsur pelaksana diwadahi dalam Dinas Daerah3. Unsur penunjang diwadahi dalam Badan Daerah
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4. Unsur penunjang khusus pelaksanaan fungsi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraanPemerintahan Daerah diwadahi dalam Inspektorat
Di samping itu, pada Daerah Kabupaten/Kota dibentuk Kecamatan sebagai Perangkat Daerah yang
bersifat kewilayahan untuk melaksanakan fungsi koordinasi kewilayahan dan pelayanan tertentu yang
bersifat sederhana dan intensitas tinggi.
Kepala Dinas, Kepala Badan, Sekretaris DPRD, Kepala Inspektorat dan Camat bertanggung jawab
kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Fungsi Sekretaris Daerah dalam
pertanggungjawaban tersebut adalah fungsi pengendalian administrasi untuk memverifikasi
kebenaran administrasi atas pertanggungjawaban yang disampaikan oleh Kepala Dinas, Kepala
Badan, Sekretaris DPRD, Inspektur, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Camat.
Dasar utama pembentukan Perangkat Daerah, yaitu adanya Urusan Pemerintahan yang diserahkankepada Daerah yang terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.
Urusan Pemerintahan Wajib dibagi atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan
dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.
Berdasarkan pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan
Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimuat dalam matriks pembagian Urusan Pemerintahankonkuren, Perangkat Daerah mengelola unsur manajemen yang meliputi sarana dan prasarana,
personil, metode kerja dan penyelenggaraan fungsi manajemen yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengoordinasian, penganggaran, pengawasan, penelitian dan
pengembangan, standardisasi, dan pengelolaan informasi sesuai dengan substansi urusan
pemerintahannya.
Pembentukan Perangkat Daerah mempertimbangkan faktor luas wilayah, jumlah penduduk,kemampuan keuangan Daerah serta besaran beban tugas sesuai dengan Urusan Pemerintahan yang
diserahkan kepada Daerah sebagai mandat yang wajib dilaksanakan oleh setiap Daerah melalui
Perangkat Daerah.
Di dalam PP 18 2016, Perangkat Daerah dibagi dalam 3 tipe, yaitu tipe A (besar), tipe B (sedang),
dan tipe C (kecil). Penentuan tipe Perangkat Daerah didasarkan pada perhitungan jumlah nilaivariabel beban kerja. Variabel beban kerja terdiri dari variabel umum dan variabel teknis. Variabel
umum, meliputi jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah anggaran pendapatan dan belanja Daerah
dengan bobot sebesar 20% dan variabel teknis yang merupakan beban utama dengan bobot sebesar
80%. Pada tiap-tiap variabel, baik variabel umum maupun variabel teknis ditetapkan 5 kelas interval,
dengan skala nilai dari 200 sampai dengan 1,000.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Tabel 2 - Unsur perangkat daerah
No Unsur Perangkat Daerah Tipe A Tipe B Tipe C
1 Staf Sekretariat Daerah X X X
Sekretariat DPRD X X X
Inspektorat X X X
2 Pelaksana Dinas X X X
3 Penunjang Badan X X X
4 Khusus Inspektorat X X X
5 Lainnya Kecamatan X X --
Berdasarkan PP 18 2016, organisasi Pendapatan Daerah sebagai unsur penunjang Perangkat Daerah,
dibagi menjadi dua kategori:
1. Menjadi bagian dari Badan Keuangan dan Pendapatan Daerah2. Menjadi unit tepisah sebagai Badan Pendapatan Daerah
Rentang kendali untuk masing-masing kategori berdasarkan tipe Perangkat Daerah dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 7 - Struktur Organisasi dengan Pendapatan Daerah dibawah Badan Keuangan dan Pendapatan Daerah
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Gambar 8 - Struktur Organisasi dengan format Badan Pendapatan Daerah Tipe A (besar)
Gambar 9 - Struktur Organisasi dengan format Badan Pendapatan Daerah Tipe B (sedang)
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Gambar 10 - Struktur Organisasi dengan format Badan Pendapatan Daerah Tipe C (kecil)
4.4.2. Praktik Terbaik Rancang Struktur Organisasi AdministrasiPajak
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh IMF1 dan USAID2, pada umumnya struktur organisasiadministrasi pajak berevolusi dari level maturitas terendah yaitu struktur yang berdasarkan jenis
pajak ke level maturitas lebih tinggi yaitu struktur yang berdasarkan fungsi dan berdasarkan wajib
pajak.
Struktur organisasi berdasarkan jenis pajak banyak diterapkan pada tahap awal pertumbuhan
organisasi administrasi perpajakan, termasuk di organisasi pajak daerah. Struktur ini mempunyai
beberapa kelemahan:
Duplikasi kegiatan sehingga menciptakan ketidakefisienan operasional. Sebagai contoh,kegiatan inti seperti pendaftaran, pendataan, penilaian, dan penetapan dilakukan secaraberduplikasi untuk setiap jenis pajak
Kurang berorientasi terhadap wajib pajak, mengingat wajib pajak dilayani berdasarkan jenispajaknya dan bukan secara terintegrasi
1 IMF, Fiscal Affairs Department, “Revenue Administration: Functionally Organized Tax Administration”, olehMaureen Kidd, Juni 20102 USAID Leadership in Public Financial Management, “Detailed Guidelines for Improved Tax Administration inLatin America and the Caribbean”, oleh Deloitte Consulting LLP, Agustus 2013
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Database obyek pajak dan subyek pajak antara departemen cenderung sulit untukdintegrasikan sehingga sulit untuk mendapatkan data yang komprehensif mengenai wajibpajak
Rendahnya kontrol terhadap kegiatan penagihan dan pengawasan, karena rendahnyaintegrasi database obyek pajak dan subyek pajak
Di level selanjutnya, struktur organisasi yang berdasarkan fungsi memiliki kelebihan untuk menutupi
kelemahan struktur berdasarkan jenis pajak:
Memungkinkan adanya standarisasi proses sehingga memudahkan pelayanan kepada wajibpajak, seperti hanya satu akses dalam pendaftaran, pelayanan, dan pembayaran
Memaksimalkan integrasi database obyek pajak dan subyek pajak sehingga memaksimalkankontrol dan efisiensi dalam melakukan pengawasan dan penagihan wajib pajak (seperti profilwajib pajak secara lengkap berdasarkan obyek pajak yang dimiliki wajib pajak)
Dikarenakan pengawasan dan penagihan yang lebih komerehensif, berpotensi untuk dapatmeningkatkan kepatuhan wajjib pajak
4.4.3. Fungsi-fungsi inti dan pendukung administrasi perpajakanDalam menjalankan administrasi perpajakan, terdapat fungsi-fungsi inti dan pendukung seperti
terlihat pada gambar 11.
Fungsi inti perpajakan baik untuk tipe pajak official maupun self assessment dimulai daripendaftaran sampai dengan penyuluhan informasi. Beberapa prinsip penting yang perludiperhatikan dalam perancangan organisasi untuk fungsi-fungsi inti ini mencakup: Fungsi-fungsi inti ini banyak berinteraksi langsung dengan wajib pajak sehingga diperlukan
pembangunan proses bisnis, teknologi informasi, dan sumber daya manusia yang berorientasipenuh untuk memberikan layanan terbaik kepada wajib pajak
Pemisahan ataupun penggabungan fungsi pada suatu unit di struktur organisasi perlumemperhatikan kelompok kompetensi untuk memastikan efektivitas unit (seperti fungsi yangmenekankan kompetensi administratif sulit untuk digabungkan dengan fungsi yang menekankankompetensi analitik atau kompetensi investigatif)
Kontrol diperlukan untuk memastikan adanya tata kelola organisasi yang baik seperti:o Fungsi penagihan perlu dipisahkan dengan fungsi pemeriksaan, untuk memastikan tidak
adanya conflict of interest penagih dalam menindaklanjuti penagihan melaluipemeriksaan
o Fungsi keberatan perlu dipisahkan dengan fungsi naik banding, untuk memastikan tidakadanya conflict of interest dari administrasi pajak untuk menindaklanjuti naik bandingberdasarkan keberatan yang disampaikan oleh wajib pajak
Fungsi-fungsi pendukung berperan untuk memastikan fungsi-fungsi inti dapat menjalankan tugassecara maksimal.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Gambar 11 - Fungsi Inti dan Fungsi Pendukung Administrasi Perpajakan
Dalam mengadministrasikan pajak daerah, berdasarkan UU 28 2009 tentang “Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah”, fungsi-fungsi diatas diperlukan untuk melayani pajak daerah baik di level provinsi
dan kabupaten/kota seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3 - Jenis dan tIpe pajak daerah
No Jenis Pajak Tipe Pajak
Self-Assessment Official
1 Pajak Kendaraan Bermotor* X
2 Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor* X
3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor* X
4 Pajak Air Permukaan* X
5 Pajak Rokok* X
6 Pajak Reklame** X
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
No Jenis Pajak Tipe Pajak
Self-Assessment Official
7 Pajak Air Tanah** X
8 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan** X
9 Pajak Hotel** X
10 Pajak Restoran** X
11 Pajak Hiburan** X
12 Pajak Penerangan Jalan** X
13 Pajak Parkir** X
14 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan** X
15 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan** X
16 Pajak Sarang Burung Walet** X
*: Pajak Provinsi**: Pajak Kabupaten / Kota
Dalam menjalankan fungsi administrasi perpajakan daerah, di bawah ini dijelasakan mengenai
ringkasan lingkup tugas masing-masing fungsi, yang dapat digunakan bagi masing-masing
Pemerintah Daerah dalam menyusun tugas pokok dan fungsi terkait.
Tabel 4 - Ringkasan lingkup tugas fungsi-fungsi adminsitrasi pajak daerah
No Fungsi Tipe Pajak Ringkasan Lingkup Tugas
Self
Assessment
Official
1 Pendaftaran* X X Pengumpulan, pencatatan, dan
pemeliharaan informasi wajib pajak dasar di
dalam database (sebagai dasar dalam
melakukan anailsa basis wajib pajak dan
menyusun perencanaan)
2 Pendataan* X Pengkinian data obyek pajak dengan
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
No Fungsi Tipe Pajak Ringkasan Lingkup Tugas
mendata seluruh karakteristik dari obyek
pajak yang dimaksud dengan menggunakan
metode survei ke lapangan
3 Penilaian* X Pengolahan dan analisa penilaian obyek
pajak dengan metode tertentu (seperti cost
based dan market based) terhadap database
obyek pajak yang telah terkinikan
4 Pelaporan* X Pengumpulan, pendokumentasian,
pengkajian, dan perbaikan (bila diperlukan),
dan pengarsipan laporan wajib pajak
mengenai kewajiban pajak dan pembayaran
terkait
5 Pemeriksaan* X Pengelolaan kegiatan pemeriksaan terhadap
wajib pajak untuk memastikan kepatuhan
terhadap peraturan terkait, berdasarkan
laporan wajib pajak tertentu yang dipilih
dengan menggunakan kajian risiko.
Pengawasan yang dilakukan termasuk
melakukan verifikasi laporan keuangan, dan
informasi pendukung lainnya
6 Penetapan* X X Official Penetapan satu pihak yang
dilakukan oleh pihak administrasi pajak atas
besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak
Self-assessment Penetapan atas status
hutang pajak berdasarkan Surat
Pemberitahuan yang disampaikan oleh wajib
pajak
7 Billing* X Pencetakan surat tagihan pajak untuk obyek
pajak terttentu kepada wajib pajak pada
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
No Fungsi Tipe Pajak Ringkasan Lingkup Tugas
periode tertentu
8 Pengelolaan Hutang
dan Penagihan*
X X Pengelolaan tagihan pajak yang telah jatuh
tempo, telah ditetapkan, atau yang belum
terbayar sesuai dengan peraturan terkait
9 Investigasi dan
Penuntutan*
X X Penanganan investigasi dan penuntutan
kepada wajib pajak terkait laporan pajak
yang terindikasi adanya fraud. Investigasi
juga dilakukan terhadap potensi wajib pajak
yang tidak melakukan registrasi, pelaporan
dan pembayaran pajak
10 Keberatan* X X Penanganan keberatan yang disampaikan
oleh wajib pajak berdasarkan surat
ketetapan yang dikeluarkan oleh
administrasi pajak
11 Naik Banding* X X Penanganan naik banding yang disampaikan
oleh wajib pajak terhadap tindak lanjut
keputusan keberatan yang dibuat oleh
administrasi pajak, yang dirasakan belum
memenuhi tuntutan keberatan wajib pajak
(catatan: untuk memastikan independensi
penanganan naik banding ini, perlu
dipisahkan dengan fungsi keberatan atau
dilakukan oleh unit yang independen di luar
administrasi pajak)
12 Penyuluhan
Informasi*
X X Informasi, publikasi, dan edukasi kepada
wajib pajak dan publik untuk membangun
awareness, pemahaman untuk membantu
dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak
secara sukarela
13 Strategi Organisasi X X Penyusunan strategi organisasi (termasuk
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
No Fungsi Tipe Pajak Ringkasan Lingkup Tugas
(termasuk
Manajemen Kinerja
dan Manajemen
Risiko)**
perencanaan / proyeksi penerimaan pajak),
penyusunan indikator kinerja utama dan
manajemen risiko organisasi, beerta
monitoring dan evaluasi terkait
14 Keuangan,
Akuntansi, dan
Pengelolaan Aset**
X X Pengelolaan keuangan dan akuntansi terkait
administrasi perpajakan beserta
pengelolaan aset yang dimiliki oleh
administrasi pajak
15 Teknologi
Informasi**
X X Pengelolaan sistem informasi dan proses
bisnis administrasi perpajakan terintegrasi
dengan database yang terintegrasi, dan
penanganan dukungan teknis sistem
informasi kepada pengguna
16 Sumber Daya
Manusia (termasuk
Manajemen
Pengetahuan) **
X X Pengelolaan sumber daya manusia mulai
dari penyusunan kebutuhan SDM,
rekrutmen dan seleksi, pengembangan
kompetensi dan kinerja pegawai baik
melalui pelatihan, bimbingan, penempatan,
karir, dan remunerasi
17 Umum (termasuk
Keamanan dan
Pengadaan)**
X X Pengelolaan kegiatan umum termasuk
kemanan dan pengadaan
18 Peraturan &
Pelayanan
Hukum**
X X Penyusunan peraturan / regulasi
administrasi perpajakan yang
mengedepankan prinsip tata kelola beserta
pengawasan implementasi peraturan /
regulasi, dan pemberian layanan hukum baik
kepada internal maupun eksternal organisasi
19 Kepatuhan
Internal**
X X Pengkajian secara periodik kepatuhan
organisasi terhadap regulasi dan prosedur
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
No Fungsi Tipe Pajak Ringkasan Lingkup Tugas
administratif, dan juga tingkat efisiensi dan
efektivitas implementasi terkait, termasuk
analisa dan verifikasi akun, transaksi
keuangan dan pelaporan
*: Fungsi Inti**: Fungsi Pendukung
4.4.4. Usulan Rancang Struktur Organisasi Badan PendapatanDaerah
Berdasarkan kajian terhadap PP 18 2016 dan peraturan turunan terkait, beserta kajian praktik terbaikadministrasi perpajakan, di bawah ini terdapat usulan rancang struktur organisasi Badan Pendapatan
Daerah. Sebagai catatan penting bahwa struktur ini adalah usulan yang digunakan sebagai panduan
bagi administrasi pajak daerah sehingga perlu disesuaikan lebih lanjut oleh Pemerintah Daerah untuk
memastikan kesesuaian dengan konteks di masing-masing daerah.
Mengacu kepada penjelasan sebelumnya, Badan Pendapatan Daerah, sesuai dengan PP 18 2016,
dapat dibentuk dalam dua format yaitu Badan Pendapatan Daerah yang berdiri sendiri dan BadanPendapatan Daerah yang merupakan bagian dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan
Daerah. Masing-masing memiliki tipe berbeda sesuai dengan hasil pemetaan yaitu tipe A (besar), tipe
B (sedang), dan tipe C (kecil).
Pada usulan struktur organisasi ini, kebutuhan fungsi-fungsi yang tidak dapat dipenuhi dikarenakan
keterbatasan rentang kendali yang telah diatur oleh PP 18 2016, diusulkan dengan pembentukan UnitPelayanan Teknis (UPT) yang membawahi Satuan Pelaksana (Satpel).
Untuk memastikan efektivitas antara peran kebijakan dan peran pelayanan / pelaksanaan, kantor
pusat fokus dalam penyusunan kebijakan, perencanaan dan monitoring dan evaluasi. Sedangkan
kantor pelayanan fokus dalam implementasi kebijakan.
Untuk memaksimalkan independensi, fungsi-fungsi dibawah ini diusulkan untuk dijalankan oleh pihak
eksternal organisasi administrasi pajak daerah:
Fungsi kepatuhan internal untuk dilaksanakan oleh Inspektorat Pemerintah Provinsi atauKabupaten / Kota
Fungsi banding untuk dilaksanakan oleh Komite dibawah Sekretariat. Komite inisetidaknya terdiri atas Badan Keuangan Daerah, Badan Pendapatan Daerah, dan Inspektorat
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4.4.4.1. Badan Pendapatan Daerah Yang Berdiri Sendiri (Provinsi danKabupaten/Kota)
Struktur organisasi untuk tipe A (total empat bidang)
Gambar 12 - Struktur Organisasi Badan Pendapatan Daerah yang Berdiri Sendiri untuk Tipe A (total empat bidang)
Sebagai catatan, untuk daerah yang memiliki jumlah rentang kendali tinggi terutama daerah dengan
jumlah kantor pelayanan yang besar, dapat dipertimbangkan untuk membentuk peran Wakil Kepala
Badan Pendapatan Daerah yang bertugas fokus dalam menangani operasional kantor-kantor
pelayanan.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Struktur organisasi untuk tipe B (total tiga bidang)
Gambar 13 - Struktur Organisasi Badan Pendapatan Daerah yang Berdiri Sendiri untuk Tipe B (total tiga bidang)
Sebagai catatan, untuk daerah yang memiliki jumlah rentang kendali tinggi terutama daerah dengan
jumlah kantor pelayanan yang besar, dapat dipertimbangkan untuk membentuk peran Wakil Kepala
Badan Pendapatan Daerah yang bertugas fokus dalam menangani operasional kantor-kantor
pelayanan.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
4.4.4.2. Badan Pendapatan Daerah Sebagai Bagian Dari BadanPengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (Provinsidan Kabupaten / Kota)
Struktur organisasi untuk tipe A (total enam bidang) dan tipe B (total limabidang)
Gambar 14 - Struktur Organisasi Badan Pendapatan Daerah Sebagai Bagian Dari Badan Pengelolaan Keuangan danPendapatan Daerah untuk Tipe A (total enam bidang) dan Tipe B (total lima bidang)
Mengingat keterbatasan rentang kendali, fungsi pendukung seperti Teknologi Informasi, Sumber
Daya Manusia, Peraturan dan Pelayanan Hukum, dan Penyuluhan Informasi dapat dilasanakan oleh
Sekretariat Badan Keuangan dan Pendapatan Daerah.
DRAFT – hanya digunakan untuk diskusi internal
Panduan Modernisasi Pajak Daerah v1.0.doc 71
Struktur organisasi untuk tipe C (total empat bidang)
Gambar 15 - Struktur Organisasi Badan Pendapatan Daerah Sebagai Bagian Dari Badan Pengelolaan Keuangan danPendapatan Daerah untuk Tipe C (total empat bidang)
Mengingat keterbatasan rentang kendali, fungsi pendukung seperti Teknologi Informasi, Sumber
Daya Manusia, Peraturan dan Pelayanan Hukum, dan Penyuluhan Informasi dapat dilasanakan oleh
Sekretariat Badan Keuangan dan Pendapatan Daerah.
Recommended