View
53
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
m
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan
menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak
yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan
Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang
hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah
merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Kedudukan akhlak dalam agama Islam adalah identik dengan pelaksanaan
agama Islam itu sendiri dalam segala bidang kehidupan. Maka pelaksanaan akhlak
yang mulia adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi segala
larangan-larangan dalam agama, baik yang berhubungan dengan Allah maupun
yang berhubungan dengan makhluknya, dirinya sendiri, orang lain dan
lingkungannya dengan sebaik-baiknya, seakan-akan melihat Allah dan apabila
tidak bisa melihat Allah maka harus yakin bahwa Allah selalu melihatnya
sehingga perbuatan itu benar-benar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Akhlak itu merupakan tanda keimanan seseorang karena akhlak yang baik
adalah hasil daripada keimanan yang tersemat di hati.Akhlak yang baik dan
sempurna diukur mengikuti garis panduan yang ditetapkan oleh perintah Allah
SWT dan Nabi Muhammad SAW.
Akhlak yang indah itu akan terlihat bila individu itu beriman dengan Allah
dan Rasul-Nya, kitab-Nya, malaikat-Nya, hari akhirat-Nya serta qada’ dan qadar-
Nya. beriman dan yakin dengan semua enam perkara ni dengan sebenar-benar
yakin dan percaya sepatutnya.
Selain itu, akhlak harus dibarengi dengan etika dan moral yang baik pula.
Etika Islam merupakan pedoman mengenai perilaku individu maupun masyarakat
di segala aspek kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.Jadi moral adalah
perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima,
meliputi kesatuan sosial/lingkungan tertentu. Sedangkan, moral adalah istilah
1
yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan
nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral
tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara
etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang
perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.2.1 Apa tolak ukur Akhlak baik dan buruk ?
1.2.2 Apa saja macam-macam akhlak (mahmudah dan madzmumah) ?
1.2.3 Bagaimana mengembangkan perilaku adil, sabar, syukur, dan
pemaaf dalam pergaulan (pengertian masing-masing dan bagaimana
implementasinya dalam kehidupan) ?
1.2.4 Apa saja faktor yang membentuk dan yang mempengaruhi akhlak
manusia ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui tolak ukur Akhlak baik dan buruk.
1.3.2 Untuk mengetahui macam-macam akhlak (mahmudah dan
madzmumah).
1.3.3 Untuk mengetahui mengembangkan perilaku adil, sabar, syukur, dan
pemaaf dalam pergaulan (pengertian masing-masing dan bagaimana
implementasinya dalam kehidupan).
1.3.4 Untuk mengetahui faktor yang membentuk dan yang mempengaruhi
akhlak manusia.
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk mengetahui penjelasan mengenai Akhlak, Etika dan Moral.
1.4.2 Untuk memudahkan pemahaman mengenai Akhlak, Etika dan Moral
serta mengimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TOLAK UKUR AKHLAK BAIK DAN AKHLAK BURUK
Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu Al-Akhlaq yang berarti tabiat,
perangai, dan kebiasaan. Kata akhlak, salah satunya ditemukan dalam hadist
berikut ini :
Artinya : “Dari abu hurairah, ia berkata, Rasulullah saw. Bersabda:
“Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.
Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak merupakan suatu hal ataupun situasi
kejiwaan yang mendorong seseorang insan melakukan sesuatu perbuatan dengan
senang tanpa berfikir dan perencanaan yang rapi.1 Akhlak adalah ilmu yang
menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji atau tercela menyangkut perilaku
manusia yang meliputi perkataan, pikiran dan perbuatan manusia lahir batin.
Sedangkan akhlak secara substansial adalah sifat hati, bisa baik maupun buruk,
yang tercermin dalam perilaku.
Tolak Ukur Akhlak Baik dan Akhlak Buruk
Akhlak sering disama artikan dengan etika, ataupun moral. Pada dasarnya,
kata akhlak, etika maupun moral memiliki pengertian serupa, yakni sama-sama
membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai
baik dan buruk. Namun, yang membedakannya adalah dasar dan ukuran baik dan
buruk itu sendiri.
3
1Mohd. Nasir Omar, Akhlak dan Kaunseling Islam, Utusan Publication & Distributor Sdn Bhd
, Kuala Lumpur : 2005, Hal 13
Jika etika memliki tolak ukur akal pikiran atau rasio, moral tolak ukur
yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan
berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran
filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan moral berada dalam dataran
realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Sedangkan tolak ukur akhlak adalah wahyu Allah, yakni ketentuan yang
berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadist, dimana baik dan buruk akhlak
manusia sangat bergantung pada tata nilai yang dijadikan pijakannya, dalam hal
ini sistem moralitas yang berdasar kepada Tuhan (sistem moral Islam). Jadi, baik
dan buruk dalam akhlak Islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua
sumber tersebut, bukan baik dan buruk menurut ukuran (akal) manusia. Sebab jika
ukurannya adalah manusia, maka baik dan buruk itu bisa berbeda-beda.
Melalui kedua seumber itu, dapat dipahami bahwa sifat-sifat sabar,
tawakal, syukur, dan pemaaf termasuk sifat-sifat yang baik. Begitupun sifat-sifat
seperti sirik, ria, takabur, dan hasad merupakan sifat-sifat tercela. Namun
demikian, Islam tidak menafikan keterlibatan akal untuk menentukan baik atau
buruk, karena akal berasal dari pikiran dan pikiran sesungguhnya berasal dari hati,
sedangkan dalam hati manusia terdapat nurani dan dengan nurani lah manusia
dapat menentukan kebaikan atau keburukan, sebab Allah telah memberikan
potensi dasar kepada manusia berupa tauhid. Dengan fitrah tauhid itulah manusia
dengan sendirinya akan mencintai kesucian dan cenderung kepada kebenaran.
Artinya : Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan
(manusia) kepada negeri akhirat. (QS. Sad: 46).
4
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa Allah telah menciptakan
manusia dalam keadaan memiliki fitrah akhlak yang baik atau tauhid di dalam
dirinya.
Adapula yang mengatakan bahwa indikator manusia berakhlak adalah
tertanamnya iman dalam hati dan teraplikasikannya takwa dalam perilaku.
Sebaliknya, manusia yang tidak berakhlak adalah manusia yang terdapat nifaq
(kemunafikan) di dalam hatinya. Nifaq adalah sikap mendua terhadap Allah, tidak
ada kesesuaian antara hati dan perbuatan.
Selain itu menurut Ahli Tasawuf mengemukakan bahwa tolak ukur akhlak
antara lain:
Memiliki budaya malu dalam interaksi dengan sesamanya
Tidak menyakiti orang lain
Banyak kebaikannya, benar dan jujur dalam ucapannya
Penyabar, tenang dan hatinya selalu bersama Allah
Cinta karena Allah dan benci karena Allah
Dan apabila akhlak dipahami sebagai pandangan hidup, manusia berakhlak
adalah manusia yang akan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajibannya
dalam hubungannya dengan Allah, sesame mahluk dan alam semesta.
2.2 MACAM-MACAM AKHLAK
2.2.1 Akhlak Al-Mahmudah
Yang dimaksud dengan “Akhlaqul mahmudah” ialah segala tingkah
laku yang terpuji (yang baik) yang biasa juga dinamakan “fadilah” (kelebihan).
Akhlak mahmudah merupakan tanda keimanan seseorang. Adapun akhlak atau
sifat-sifat mahmudah meliputi:
1) Al- Amanah
Al-Amanah menurut arti bahasa ialah kesetiaan, ketulusan hati,
kepercayaan (tsiqah) atau kejujuran. Kebalikannya ialah khianat. Yang
5
dimaksud amanah disini ialah suatu sikap pribadi yang setia, tulus hati dan
jujur dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya, berupa harta
benda, rahasia atau tugas kewajiban. Sebagai contoh :
Pada diri manusia dianugerahi Allah sejumlah perlengkapan jasmaniah dan
ruhaniah tersebut dipergunakan sebagaimana mestinya, maka berarti orang itu
bersifat atau meiliki sifat amanah. Jika anggota-anggota tubuhnya
dipergunakan kepada maksiat berarti dia khianat terhadap amanah yang
diberikan Allah kepadanya. Kewajiban memilki sifat dan sikap al-Amanah ini,
(QS. An-Nisa’ (4): 58.
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
2) Benar (ash-Shidqah)
Salah satu sifat dan sikap yang termasuk fadlilah ialah ash-Shidqah yang
berarti benar, jujur. Yang dimaksud disini ialah berlaku benar dan jujur baik
dalam perkataan maupun perbuatan. Kewajiban bersifat dan bersikap ini, (QS.
At-Taubah (9) : 119).
6
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”
3) Menepati Janji (al-Wafa’)
Sebagai rangkaian dari sifat amanah dan benar tersebut diatas adalah al-
Wafa’(menepati janji), sebagaimana dalam QS. Al-Ahzab (33): 23.
Artinya : “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati
apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada
yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan
mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya)”.
4) Keadilan (al-Adl)
Sifat dan sikap adil ada dua macam, adil yang berhubungan dengan
perseorangan dan adil yang berhubungan dengan kemasyarakatan dan
pemerintah. Adil perseorangan ialah tindakan memberi hak kepada yang
mempunyai hak. Bila seseorang mengambil haknya tanpa melewati batas, atau
memberikan hak orang lain tanpa menguranginya itulah yang dinamakan
tindakan adil. Sedangkan, Adil dalam segi kemasyarakatan dan pemerintahan
misalnya tindakan hakim yang menghukum orangorang yang jahat atau orang-
orang yang bersengketa sepanjang neraca keadilan. Dan juga, Pemerintah
7
dipandang adil jika dia mengusahakan kemakmuran rakyat secara merata, baik
di kota-kota tau di desa-desa, itu diingatkan Tuhan dalam QS. Al-Maidah (5): 8
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Keadilan adalah sendi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh
sebab itu jika prinsip keadilan ini ditegakkan, niscaya akan terwujudlah
kesejahteraan dan keamanan.
5) Memelihara Kesucian Diri (al-Ifafah)
Al-Ifafah (memelihara kesucian diri) termasuk dalam rangkaian fadlilah
atau akhlaqul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari
segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakukan pada setiap
waktu. Dengan penjagaan diri secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan
untuk selalu berada pada status kesucian.
8
6) Malu (al-Haya’)
Sebagai rangkaian dari sifat dan sikap al-Ifafah ialah al-Haya’ (malu).
Yang dimaksud disini ialah malu terhadap Allah dan malu terhadap diri sendiri
dikala akan melanggar peraturan-peraturan Allah. Perasaan ini dapat menjadi
pembimbing kepada jalan keselamatan dan mencegah diri dari perbuatan nista.
7) Keberanian (as-Syaja’ah)
Syaja’ah atau sifat berani termasuk sebagai fadlilah dalam akhlaq.
Syaja’ah bukanlah semata-mata keberanian berkelahi di medan perang,
melainkan suatu sikap mental dimana seseorang dapat menguasai jiwanya yang
berbuat menurut semestinya. Orang yang dapat menguasainya (jiwanya) pada
masa-masa kritis ketika bahaya di ambang pintu, itulah yang berani. Al Qur’an
mengungkapkan sikap berani Rasulullah SAW dan para sahabat, ketika bahaya
penyerangan musuh di ambang pintu. (QS.Ali Imran (3): 173-174.
Artinya : “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada
mereka ada orangorang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah
mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada
mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka
menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-
baik Pelindung."
9
Artinya : “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari
Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridaan
Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.”
Adapun contoh-contoh keberanian dalam kehidupan sehari-hari ialah,
dokter dan juru rawat yang tenang menghadapi pasien yang gawat, para pelaut
yang mengarungi samudra dan tidak takut menghadapi topan dan badai di
lautan, dan lain-lain.
8) Kekuatan (al-Quwwah)
Al-Quwwah (sifat kuat) atau izzatunnafs (jiwa takut) termasuk dalam
rangkaian fadlilah. Kekuatan pribadi manusia dapat dibagi kepada tiga bagian,
yaitu :
a. Kekuatan fisik atau kekuatan jasmaniah yang meliputi otot
b. Kekuatan jiwa atau semangat
c. Kekuatan akal fikiran atau kecerdasan
Kekuatan itu hendaklah dibina dan diikhtiarkan supaya bertambah dalam
diri dan dapat digunakan untuk meningkatkan amal kebaikan. Sikap kuat
termasuk dalam fadlilah dan sebaliknya dilarang bersifat lemah karena dengan
kekuatan itulah seorang mukmin akan bekerja lebih banyak dan lebih
produktif, sedangkan orang-orang yang lemah tidak dapat diharapkan berbuat
apa-apa untuk kemajuan dan perkembangan.
Kekuatan sebagai fadlilah (keutamaan) difahamkan dari berbagai dalil,
antara lain: QS.Ali Imran (3): 139
Artinya : “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya),
jika kamu orang-orang yang beriman.”
9) Kesabaran (as-Shabr)
10
Kesabaran dapat dibagi kepada dua kategori, yaitu:
1) Kesabaran ketika ditimpa musibah (tabah)
2) Kesabaran dalam mengerjakan sesuatu (rajin, tekun, istiqamah)
Sabar ketika ditimpa musibah atau malapetaka, dipandang sebagai fadlilah,
lihat QS.al-Baqarah (2): 155-156.
11
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, "Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun".
Sabar dalam mengerjakan sesuatu berarti tekun , rajin, dan ulet. Juga
dimasukkan sebagai istiqamah. Lurus pantang mundur dan belok dari
melaksanakan kewajiban. Sikap ini jelas masuk dalam fadlilah (lihat QS.
Fussilat (41): 30.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah
Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan
turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut
dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
10) Kasih sayang (ar-Rahmah)
Pada dasarnya sifat kasih sayang (ar-rahmah) adalah fitrah yang
dianugrahkan Allah kepada berbagai makhluk. Pada hewan misalnya, jika
diperhatikan mereka begitu kasihnya kepada anaknya, sehingga rela berkorban
jika anaknya diganggu. Naluri inipun ada pada manusia, dimulai dari kasih
12
sayang orangtua kepada anaknya, dan sebaliknya kecintaan anak kepada
orangtuanya, hingga dalam lingkungan yang lebih luas, yaitu lingkungan
keluarga, tetangga, kampung, bangsa dan yang amat luas adalah kasih sayang
antara manusia.
Allah memerintahkan pula agar hendaknya manusia memilki sifat kasih
sayang dalam diri pribadinya: QS. Al-Balad (90): 17.
Artinya: “Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan
untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.”
11) Hemat (al-Iqthishad)
Yang dimaksud hemat (al-Iqtishad) ialah menggunakan segala sesuatu
yang tersedia berupa harta benda, waktu dan tenaga menurut ukuran keperluan,
mengambil jalan tengah, tidak kurang dan tidak berlebihan.
o Penghematan harta benda
Penghematan harta benda menurut garis-garis ketentuan Islam
dinyatakan pada QS.al-Furqan (25): 67
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
Sebagai contoh penghematan harta benda dalam kehidupan sehari-hari
ialah membelanjakan sesuatu harta dengan mendahulukan apa-apa yang
paling perlu. Yakni kebutuhan primer harus didahulukan, baru menyusul
kebutuhan sekunder, membelanjakan sesuatu harta dengan mendahulukan
apa-apa yang paling perlu, dan contoh yang lain-lain.
13
o Penghematan waktu
Memanfaatkan waktu yang tersedia dengan perbuatan-perbuatan yang
baik dan produktif, efisien dan efektif itulah yang dimaksudkan sebagai
penghematan waktu. Tidak membiarkan waktu itu lolos begitu saja tanpa
pengisian acara-acara yang bermanfaat. Jika orang Barat mempunyai
semboyan : “Time is money” (waktu adalah uang), jauh sebelum itu Allah
SWT telah menandaskan pada QS.al-Ashr (103):1-3.
Jika dengan falsafah Barat tidak membiarkan setiap detik dan menit
lolos tanpa menghasilkan dolar, maka seorang mukmin tidak membiarkan
setiap detik dan menit lolos tanpa menghasilkan amal kebaikan.
2.2.2 Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan
jahat yang merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia. Jika
akhlak mahmudah memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, maka
akhlak madzmumah merugikan diri sendiri dan orang lain. Seperti pada firman
Allah dalam surat At-Tin ayat 4-6. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan
mereka ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). Kecuali yang beriman
dan beramal shalih, mereka mendapat pahala yang tidak ada putusnya.”
Adapun macam-macam dari akhlak madzmumah adalah sebagi berikut:
1) Khianat
Khianat merupakan kebalikan dari sifat amanah. Khianat merupakan
mungkar atau tidak setia dengan apa yang dipercayakan kepadanya. Khianat
adalah salah satu gejala munafik, sebagaimana sabda Rasul :
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga : apabila berkata dia dusta, apabila
berjanji dia ingkar dan jika di percaya (diamanati) dia khianat”. (HR.
Muslim). Betapa pentingnya sifat dan sikap amanah ini dipertahankan sebagai
14
akhlak masyarakat, karena jika sifat dan sikap amanah itu telah hilang dari
suatu umat, maka hancurlah yang bakal terjadi bagi umat itu. Jelas tandas
sabda Rasulullah SAW ketika seorang sahabat menanyakan kapan datangnya
saat kehancuran : “Apabila hilang amanah (kesetiaan), maka tunggulah
datangnya kehancuran”. (HR. Bukhari).
2) Dusta (Al- Buhtan)
Dusta merupakan kebalikan dari kebenaran dan kejujuran. Sifat dan sikap
ini membawa kepada bencana dan kerusakan bagi pribadi dan masyarakat.
Sabda Rasul :
“Sesungguhnya dusta membawa keburukan dan keburukan itu membawa ke
neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang membiasakan dirinya berdusta
niscaya tercatat di sisi Allah sebagai tukang dusta”. (Muttafaq ‘Alaih).
Dusta adalah memberitakan tidak sesuai dengan kebenaran, baik dengan
ucapan lisan secara tegas maupun dengan isyarat seperti menggelengkan
kepala atau mengangguk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah
menyebutkan dusta sebagai salah satu tanda kemunafikan. Beliau bersabda
yang artinya: “Tanda orang yang munafik ada tiga: jika berkata dia dusta, jika
berjanji dia ingkari, dan jika diamanahi dia khianat.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
3) Dhalim
Dhalim berarti menganiaya, tidak adil dalam memutuskan perkara, berat
sebelah dalam tindakan, mengambil hak orang lebih dari batasnya atau
memberikan hak orang kurang dari semestinya. Sifat dhalim ini diancam
dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Mu’min (40): 18.
15
Artinya: “Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat,
yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan
kesedihan. Orang-orang yang dhalim tidak mempunyai teman setia seorang
pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima
syafaatnya.”
4) Pengecut (al-Jubn)
Sebagai kebalikan dari sifat syaja’ah ialah al-Jubn sifat pengecut yang
termasuk dalam rangkaian akhlaqul mazmumah. Sifat ini selalu membuat sifat
pribadi ragu-ragu sebelum memulai sesuatu langkah. Pengecut berarti tidak
berani menghadapi masalah atau menyerah sebelum berjuang. Sifat pengecut
dipandang sebagai sifat yang hina dan akan membawa manusia kepada
kerendahan dan kemunduran.
5) Putus Asa
Sebagai kebalikan dari sifat sabar adalah sikap putus asa yakni ketidak
mampuan seseorang menanggung derita atas musibah dan kemalasan yakni
ketidak sanggupan seseorang bertekun dalam suatu kewajiban. Putus asa
adalah cirri kelemahan mental dan dalam beberapa ayat Al Qur’an ditegaskan
bahwa sikap tersebut hanyalah pantas bagi kaum kafir.
6) Riya
Riya artinya memperlihatkan perbuatan (ibadah) kepada orang lain agar
disanjung atau dipuji. Maksud lain adalah beribadah bukan dengan niat karena
Allah melainkan karena ingin dilihat, disanjung atau dipuji manusia.
7) Diskriminasi
16
Diskriminasi artinya memandang sesuatu tidak secara adil dan
memperlakukannya pula secara pilih kasih. Diskriminasi berarti bersikap
membeda-bedakan atau memisahkan antara sesama manusia, baik karena
perbedaan derajat, suku, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, usia, golongan,
ideologi dan sebagainya. Agar kita terhindar dari perbuatan diskriminasi ini
perlu sekali memahami tentang hak-hak dan kewajiban seseorang.
8) Hasud
Hasud artinya merasa tidak senang jika orang lain mendapatkan
kenikmatan dan berusaha agar kenikmatan tersebut cepat berakhir dan
berpindah kepada dirinya, serta merasa senang kalau orang lain mendapat
musibah.
Dalam kehidupan sehari-hari hal ini sering terjadi sehingga dengan
ketidaksenangan tersebut dapat mengakibatkan timbulnya perbuatan tercela
yang lainnya misalnya, timbul kebencian, permusuhan, mencelakakan orang
lain, merampok, menghancurkan hak milik orang lain dll.
2.3 MENGEMBANGKAN SIKAP ADIL, SABAR, SYUKUR, DAN
PEMAAF DALAM PERGAULAN
2.3.1 ADIL
Konsep Adil Menurut Islam, oleh Ir. Fadholi, Msi :
�آن� ن ش� �م� ك �ج�ر�م�ن ي � و�ال �ق�س�ط� �ال ب ه�د�اء ش� �ه� �ل ل ق�وام�ين� � �وا �ون ك � �وا آم�ن ذ�ين� ال 'ه�ا ي� أ �ا ي
�م�ا ب �ير* ب خ� �ه� الل �ن إ �ه� الل � ق�وا و�ات ق�و�ى �لت ل ب� �ق�ر� أ ه�و� � �وا اع�د�ل � �وا �ع�د�ل ت �ال أ ع�ل�ى 6 ق�و�م
�ون� �ع�م�ل ت
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah (5):8)
Pengertian Adil
17
Adapun pengertian adil itu sendiri adalah sebagaimana yang
diterangkan oleh Ibnu Qoyyim : "Orang yang adil itu ialah orang yang jika
marah, kemarahannya itu tidak menjerumuskannya kepada kebatilan. Dan
apabila ia senang, kesenangannya itu tidak mengeluarkannya dari
kebenaran." (Risalah Tabukiyah hal. 63., Tahqiq Abu Abdirrahman Aqil
bin Muhammad bin Zaid Al-Muqthiri Al-Yamani, Maktabah Dar Al-Quds,
Shan'a, Yaman, cet. 1 th. 1411 H / 1990 M).
Adil sering diartikan sebagai sikap moderat, obyektif terhadap orang
lain dalam memberikan hukum, sering diartikan pula dengan persamaan
dan keseimbangan dalam memberikan hak orang lain, tanpa ada yang
dilebihkan atau dikurangi. Seperti yang dijelaskan Al Qur’an dalam surah
Ar Rahman/55:7-9:
“Dan Allah telah meninggikan langit-langit dan Dia meletakkan neraca
(keadilan) suapaya kamu jangan melampaui batas neraca itu. Dan
tegakkanlah timbangan itu dengan dengan adil dan janganlah kamu
mengurangi neraca itu”.
Kata adil sering disinonimkan dengan kata al musawah (persamaan)
dan al qisth (moderat/seimbang) dan kata adil dilawankan dengan kata
dzalim.
Dalam Al Qur’an kata adil dan anak katanya diulang sekitar 30 (tiga
puluh) kali. Al Qur’an mengungkapkannya sebagai salah satu dari asma’ al
husna Allah dan perintah kepada Rasulullah untuk berbuat adil dalam
menyikapi semua umat yang muslim maupun yang kafir. Begitu juga
perintah untuk berbuat adil ditujukan kepada kaum mukminin dalam
segala urusan.
Terdapat beberapa pengertian yang di buat oleh Ulama tentang adil,
yakni:
1) Secara kebahasaan al-adl dapat diartikan sebagai keseimbangan.
2) Secara keagamaan diartikan sebagai ‘meletakkan sesuatu pada
tempatnya.
18
3) Kata al-adl dalam fiqh, yaitu daya psikologis yang menolak perbuatan
buruk dan mendorong perbuatan baik.
4) Adil berarti menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain
tanpa kurang.
5) Adil berarti memberi hak setiap orang yang berhak tanpa lebih dan
tanpa kurang dan menghukum orang yang jahat atau melanggar hukum
setara dengan kesalahannya.
Konsep Keadilan
1. Keadilan intelektual (al-‘adl al-fikri)
Yang dimaksud adalah pemikiran seseorang yang berani
menyatakan bahwa sesuatu sebagai kebenaran atau kesalahan yang
secara objektif karena memang benar atau salah, bukan karena
pertimbangan subjektif dan tendensial lain.
2. Keadilan terhadap diri sendiri
Menegakkan keadilan pada diri sendiri itu hendaklah berani
mengakui kesalahan dirinya sendiri dan bersedia menerima akibat dari
pada kesalahan tersebut. Keadilan pada diri sendiri itu dapat dipelihara
apabila seseorang itu mempunyai ilmu tentang yang benar (hak) dan
yang salah (batil).
Bentuk lain adil adalah Tawazun (keseimbangan) meliputi fisik,
akal, dan ruhani. Sabda Nabi yang artinya: “Berlaku adillah
walaupun ke atas diri kamu.”
3. Adil kepada orang lain.
Keadilan kepada orang lain artinya menyempurnakan hak mereka
dan melaksanakan hukum secara saksama antara mereka, membela
orang yang teraniaya dan menghukum orang yang bersalah. Ini
berdasarkan ayat Al-Quran An Nahl Ayat 90.
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
19
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.”
Sabda Nabi : “(hakim) itu ada tiga jenis ; dua daripadanya masuk ke
Neraka dan satu daripadanya masuk ke Syurga. Lelaki (hakim) yang
tahu perkara yang benar, lalu ia menghukum berlandaskan kebenaran
tersebut, maka ia masuk ke Syurga. Dan lelaki (hakim) yang tidak
tahu perkara yang benar, lalu ia menjalankan hukuman atas
kejahilannya, maka ia masuk ke Neraka.”
Islam mewajibkan umatnya berlaku adil dalam semua urusan. Al
Qur’an mendistribusikan kewajiban sikap adil dalam beberapa hal
seperti :
1. Menetapkan hokum
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil.” QS.4:58.
2. Memberikan hak orang lain.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan berbuat
kebajikan..” QS. 16:90
3. Dalam berbicara
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil,
kendatipun ia adalah kerabatmu.”QS. 6:152
4. Dalam kesaksian
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun
terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatnu. QS. 4:135
5. Dalam pencatatan hutang piutang
“Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar..”QS 2:282
6. Dalam Mendamaikan perselisihan
20
“…maka damaikan antara keduanya dengan adil dan berlaku
adillah..”QS. 49:9
7. Menghadapi orang yang tidak disukai
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu pada suatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil
itu lebih dekat kepada taqwa.QS. 5:8
8. Pemberian balasan
“…dan barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan
sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak
seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua
orang yang adil di antara kamu …QS. 5:95
Imam As Syafi’iy menegaskan kepada para qadli (hakim) agar
bersikap adil dalam lima hal terhadap dua orang yang berselisih, yaitu :
1. Ketika masuk pintu,
2. Saat duduk di hadapannya,
3. Menghadapkan wajah kepadanya,
4. Mendengarkan pembicaraannya,
5. Memutuskan hukum.
2.3.2 SABAR
Pengertian Sabar
Sabar berasal dari bahasa Arab dari akar Shabara ( �ر� Shabara’ala .,(ص�ب
( �ر� ص�ب ) berarti bersabar atau tabah hati, shabara’an (ع�ل�ى �ر� ص�ب berarti (ع�ن�
memohon atau mencegah, shabarabihi ( �ر� ص�ب �ه� .berarti menanggung (ب
Sabar dalam bahasa Indonesia berarti : pertama, tahan menghadapi
cobaan seperti tidak lekas marah, tidak lekas putus asa dan tidak lekas
patah hati, sabar dengan pengertian sepeti ini juga disebut tabah, kedua
sabar berarti tenang; tidak tergesa-gesa dan tidak terburu-buru.
Dalam kamus besar Ilmu Pengetahuan, sabar merupakan istilah
agama yang berarti sikap tahan menderita, hati-hati dalam bertindak, tahan
21
uji dalam mengabdi mengemban perintah-perintah Allah serta tahan dari
godaan dan cobaan duniawi.
Dalam pendekatan ilmu Fikih, sabar didefinisikan sebagai tabah,
yakni dapat menahan diri dari melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan hukum Islam, baik dalam keadaan lapang maupun sulit, mampu
mengendalikan nafsu yang dapat menggoncangkan iman. Menurut Ibnu
Qayyim sabar berarti menahan diri dari keluh kesah dan rasa benci,
menahan lisan dari mengadu, dan menahan anggota badan dari tindakan
yang mengganggu dan mengacaukan.
Definisi sabar menurut Qur’an surat Ali’Imran ayat 146-147 yang
artinya : “Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama
mereka sejumlah besar dari pengikut-(nya) yang bertakwa, meraka tidak
menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan
tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh)”.
Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa mereka
selain ucapan “Ya Tuhan kami ampunilah dosa-dosa tindakan-tindakan
kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tolonglah kami
terhadap kaum kafir”. Orang yang sabar menurut ayat tersebut adalah yang
apabila ditimpa musibah tidak menjadi lemah, lesu dan menyerah dengan
keadaan yang terjepit, bahkan ketika ditimpa misibah, orang yang sabar
berdoa memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa dan tindakan-
tindakan yang melampaui batas-batas hukum yang telah ditetapkan Allah
SWT. Telah dikatakan oleh Imam Al-Ghazali bahwa sabar itu adalah suatu
tegaknya dorongan Agama yang telah berhadapan dengan dorongan hawa
nafsu.
Jika di pandang dari segi Agama Islam, sabar adalah Hidayah Allah
kepada manusia untuk mengenal-Nya, mengenal rasul-Nya, mengenal juga
mengetahui serta mengamalkan ajaran-Nya. Sabar adalah suatu sifat yang
telah membedakan antara manusia dengan hewan di dalam hal
menundukkan bahwa nafsu itu adalah sifat sabar. Sedangkan dorongan
hawa nafsu itu ialah tuntunan syahwat dan juga keinginan yang minta
22
untuk dilaksanakan. Jadi sabar di sini adalah suatu kekuatan, daya positif
yang mendorong jiwa untuk menunaikan suatu kewajiban.
Dan disamping itu pula bahwa sabar adalah suatu kekuatan yang
menghalangi seseorang untuk, melakukan kejahatan. Di dalam Al-Qur'an
kata sabar telah disebutkan di tujuh puluh tempat, menurut Ijma' Ulama'
ummat, sabar ini wajib, dan juga merupakan separuh dari iman (menurut
pendapat Imam Ahmad). Sebab iman di sini dibagi menjadi dua bagian,
yakni separuh ialah sabar dan yang separuhnya lagi itu adalah syukur.
Di dalam Al-Qur'an kata sabar itu disebutkan dalam enam belas versi
diantaranya ialah : Perintah sabar, terdapat di dalam firman Allah SWT.
yang artinya ialah :
"Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
shalat". (QS. 1 : 45).
Larangan melakukan sebaliknya, seperti firman-Nya: "Dan
janganlah kalian bersifat lemah dan janganlah (pula) kalian bersedih
hati". (QS. 3 : 138).
Sifat yang paling dilarang oleh Allah adalah sifat lemah dan juga
bersedih hati, oleh karena itu sifat tersebut adalah mempunyai arti tidak
sabar, sebab sifat itu sangat dilarang oleh Allah SWT.
Artinya : "Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan
dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya)
dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa". (QS. 1 : 177).
"Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar". Allah bersama dengan
orang-orang yang sabar, dan ini merupakan kebersamaan secara khusus,
yang berarti menjaga, melindungi dan menolong mereka, bukan sekedar
kebersamaan secara umum, firman-Nya adalah : "Dan bersabarlah
kalian, karena Allah beserta orang-orang yang sabar". (QS. Al-Anfal :
46).
Pengabaran Allah bahwa, sabar adalah lebih baik bagi para
pelakunya, sesuai dengan firman Allah:
23
"Tetapi jika kalian bersabar, sesungguhnya itu yang lebih baik bagi
orang- orang yang sabar". (QS. An-Nahl : 126).
Hanya kepada Allah-lah setiap manusia akan kembali dan Allah
membenci manusia yang tidak sabar karena sifat tidak sabar akan
berkembang jauh melahirkan sikap putus asa, dan Allah sangat membenci
sifat putus asa.
Oleh karena itu, sabar merupakan alat untuk mengendalikan diri agar
seseorang bisa bertindak secara bijak. Putus asa berarti menyerah kepada
apa yang semestinya bisa kita hadapi, bisa kita ubah dan mungkin bisa kita
perbaiki. Putus asa akan menyuburkan sifat malas dan sifat malas akan
mengarah pada kebodohan.
Orang yang tidak sabar selalu gentar dalam menghadapi cobaan yang
datang kepadanya sehingga menyebabkan nyali mereka ciut. Cobaan kecil
yang menimpanya dipandang besar dan berat. Hal ini menyebabkan hati
mereka akan bertambah gusar dan menghilangkan semua semangat yang
ada pada diri mereka. Mereka akan menganggap diri mereka tidak berarti
dan tidak akan mampu menghadapi tantangan di depan mereka.
Kepercayaan kepada diri sendiri akan hilang dan menyerah pada keadaan
tanpa ada usaha terlebih dahulu.
Betapa meruginya diri kita bila kita termasuk dalam golongan orang
yang tidak mau sabar dan mudah menyerah. Allah telah menciptakan kita
sebagai manusia yang paling sempurna yang dibekali dengan akal dan
pikiran. Hendaknya dengan akal itu kita mampu menyadari bahwa Allah
Maha Kuasa dan Maha Pemurah. Selain itu, kita juga memiliki hati yang
mampu kita jadikan cermin terhadap setiap perbuatan yang telah kita
lakukan. Bahwa apakah yang kita lakukan sudah sesuai dengan tuntunan
ajaran kita.
Untuk itu hendaknya kita bisa menanamkan sifat sabar dalam diri
kita. Dengan bersikap sabar maka hati menjadi lapang dan pikiran menjadi
jernih. Dengan sabar pula kita bisa mengendalikan emosi diri kita secara
bijak karena emosi yang meledak-ledak dan berlebihan tidak akan
24
membawa manfaat, baik bagi diri kita sendiri atau pun bagi orang lain.
Dan lebih jauh lagi kita akan mampu memiliki sifat ikhlas, yang
merupakan rahasia diri sekaligus sifat yang dimuliakan oleh Allah.
Sabar Terbagi Menjadi Tiga Golongan
Dalam penerapan kehidupan sehari-hari, sabar dapat di
golongkan menjadi tiga kelompok yaitu sabar dalam menjalankan perintah
allah swt, sabar dalam menerima segala musibah, dan sabar dalam
menahan hawa nafsu.
1. Sabar Menjalankan Perintah Allah SWT
Manusia mempunyai berbagai macam tugas kehidupan. Di saat
menjalankan tugas tersebut, manusia tidak terlepas dari hambatan dan
tantangan. Tapi orang yang sabar akan mampu meraih keberhasilan dalam
menjalankan segala tugasnya. Firman allah swt, surat Taha ayat 132
�ح�ن� ن ق:ا ر�ز� �ك� �ل أ �س� ن ال� �ه�ا �ي ع�ل �ر� و�اص�ط�ب ة� �الصال� ب �ك� �ه�ل أ م�ر�� و�أ
طه * سورة ق�و�ى �لت ل �ة� �ع�اق�ب و�ال ق�ك� ز� �ر� ن
Artinya : “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki
kepadamu, kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat ( yang
baik ) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.”
2. Sabar Dalam Menerima Segala Musibah
Sabar dalam menerima musibah ini artinya sabar dalam menerima
cobaan ( musibah ) tidak mengeluh dan tidak putus asa tetapi
mengembalikan semua itu kepada allah swt. Misalkan musibah ketika di
beri ujian sakit, dia menerima sakitnya dengan ikhlas dan berusaha untuk
mencari obatnya. Firman Allah SWT :
25
� �م�و�ال� و�ل األ� م�ن� �ق�ص6 و�ن �ج�وع� و�ال �خ�و�ف� ال م�ن� ي�ء6 �ش� ب �م� ك �و�ن �ل �ب ن
�ة* * م�ص�يب �ه�م� �ت ص�اب� أ �ذ�ا إ ذ�ين� ال �ر�ين� الصاب ر� Oش� و�ب ات� م�ر� و�الث �ف�س� �ن و�األ�
البقرة * سورة اج�ع�ون� ر� �ه� �ي �ل إ ا �ن و�إ ه� �ل ل ا �ن إ �وا ق�ال
Artinya : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan,
dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila di timpa musibah, mereka mengucapkan : “
Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. QS. Al-Baqarah 155-156
3. Sabar Dalam Menjaga Diri Dari Kemaksiatan
Sabar dalam menjaga diri dari kemaksiatan berarti menjaga diri dari
perbuatan yang menyebabkan dia berdosa dan jika sufah terlanjur maka
dia akan segera bertaubat. Orang yang senantiasa dapat menahan diri dari
kemaksiatan maka dia akan dapat menahan diri dari segala kejahatan yang
menimpa dirinya.
�ر�ين� * �لصاب ل �ر* ي خ� �ه�و� ل �م� ت �ر� ص�ب �ن� �ئ و�ل �ه� ب �م� �ت ع�وق�ب م�ا �ل� �م�ث ب �وا ف�ع�اق�ب �م� �ت ع�اق�ب �ن� و�إ
ون� �ر� �م�ك ي م�ما �ق6 ض�ي ف�ي �ك� ت و�ال� �ه�م� �ي ع�ل ن� �ح�ز� ت و�ال� ه� �الل ب �ال إ ك� �ر� ص�ب و�م�ا �ر� و�اص�ب
النحل* 127-126سورة
Artinya : “Dan kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan
yang sama dengan siksaan yang di timpakan kepadamu. Akan tetapi jika
kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang
yang sabar, bersabarlah ( hai Muhammad ) dan tiadalah kesabaranmu itu
melainkan dengan pertolongan allah dan janganlah kamu bersedih hati
terhadap ( kekafiran ) mereka dan janganlah kamu bersempit dada
terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” ( QS. AN-Nahl 126-127 )
Beberapa sifat sabar yang lain adalah :
1. Sabar dalam berdakwah
2. Sabar dalam medan perang
3. Sabar dalam pergaulan antar manusia
26
4. Sabar terhadap gejolak hawa nafsu
5. Kesenangan hidup, Tidak melirik kekayaaan orang lain, Seksual, Tidak
marah
Seorang muslim yang mempunyai sikap sabar maka dia akan
memiliki dampak positif yang ada di dalam dirinya. Dampak positif dari
perilaku sabar antara lain sebagai berikut :
1. Dapat menciptakan kedamaian dalam kehidupan
2. Mendorong tercapainya keberhasilan dan kesuksesan
3. Dapat mendatangkan kebahagiaan dan keberuntungan
4. Dapat menimbulkan semangat hidup
5. Dapat menghilangkan sikap putus asa
6. Dapat menghindarkan diri dari hal yang buruk serta menyelamatkan
dari godaan hawa nafsu
7. Dapat pahala
8. Dijanjikan masuk surga
9. Diampuni dosanya
2.3.3 SYUKUR
Pengertian Syukur
Kata syukur (و�ر� ك – adalah bentuk mashdar dari kata kerja syakara (ش�
yasykuru – syukran – wa syukuran – wa syukranan (– – – ا �ر: ك ش� �ر� ك �ش� ي �ر� ك ش�
:ا – ان �ر� ك و�ش� ا �و�ر: ك ي�ن) Kata kerja ini berakar dengan huruf-huruf syin .(و�ش� kaf ,(ش�
�اف) ,(ك dan ra’ اء) ,(ر� yang mengandung makna antara lain ‘pujian atas
kebaikan’ dan ‘penuhnya sesuatu’.
Al-Asfahani menyatakan bahwa kata syukur mengandung arti
“gambaran di dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke
permukaan”. Pengertian ini diambil dari asal kata “syakara” ( �ر� ك ,(ش� yang
berarti ‘membuka’ sehingga ia merupakan lawan dari kata “kafara” (kufur)”
yang berarti ‘menutup’, atau ‘melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.
Di dalam kaitan ini, M. Quraish Shihab menegaskan bahwa syukur
mencakup tiga sisi, yaitu:
27
1. Syukur dengan hati, yakni kepuasaan batin atas anugerah.
2. Syukur dengan lidah, yakni dengan mengakui anugerah dan memuji
pemberinya.
3. Syukur dengan perbuatan, yakni dengan memanfaatkan anugerah yang
diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
Jadi, pada prinsipnya segala bentuk pujian (kesyukuran) harus ditujukan
kepada Allah Swt. Itu sebabnya kita diajarkan oleh Allah untuk mengucapkan
“Alhamdulillah” ( �ح�م�د� �ل ا ل di dalam arti ‘segala puji (hanya) tertuju kepada ,(له
Allah’.
Beberapa perintah dalam Al-Qur’an untuk mensyukuri nikmat Allah:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat)-
Ku.“(QS. Al-Baqarah : 152)
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih.”(QS. Ibrahim : 7)
Implementasi Syukur dalam Pergaulan dan Kehidupan Sehari-
Hari
Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui implementasi dari hakikat
syukur untuk seorang muslim antara lain :
1. Seorang muslim minimal melafadzkan kata “Alhamdulillah”
(Segala puji hanya bagi Allah).
2. Seorang muslim jika seluruh aktifitas hidupnya menghasilkan
output berupa “kebaikan-kebaikan” atau “keberhasilan” yang
diperoleh, maka harus bersumber dari rahmat dan berkah dari Allah
Swt bukan karena kemampuan dan kehebatan dirinya.
3. Kebaikan atau keberhasilan yang diperoleh seorang muslim,
merupakan hasil didikan dari orang tuanya, sehingga bukti kita
28
bersyukur kepada Allah SWT harus dibarengi dengan berbuat baik
kepada kedua orang tua.
4. Seorang yang bersyukur selalu melakukan pekerjaan atau aktifitas
dunia baik pemikiran, hati maupun jasad diniatkan untuk mendapat
ridho dan rahmat dari Allah SWT.
5. Seorang yang bersyukur dalam kehidupannya selalu banyak
bertobat kepada Allah SWT dengan kalimat “Istighfar”.
2.3.4 PEMAAF
Pengertian Pemaaf
Menurut Imam Al-Ghazali, pengertian maaf itu ialah apabila anda
mempunyai hak untuk membalas, lalu anda gugurkan hak itu, dan bebaskan
orang yang patut menerima balasan itu, dari hukum qisas atau hukum denda.
Allah menjelaskan bahwa hamba yang mulia di sisi Allah adalah
mereka yang berhati mulia, bersikap lembut, dan mempunyai toleransi
tinggi.Orang yang seperti inilah yang dikenali berhati emas, terpuji
kedudukannya di sisi Allah.Memaafkan lawan di mana kita berada dalam
kemenangan, kita berkuasa, tetapi tidak dapat bertindak sekehendak hati.Inilah
sifat mulia dan terpuji.
Allah SWT berfirman :
ل�ين� اه� الج� ع�ن� عر�ضأ� و� ف� ب�الع�ر ر م�
أ و� و� الع�ف ذ� خ�
Artinya :Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan perbuatan
baik, serta berpisahlah dari orang-orang yang bodoh. [Al-A’raf/7:199].
Sebaliknya, hati pemaaf itu nikmat sekali. Hatinya akan terus lapang,
karena tidak ada kemarahan yang tersisa dan tersimpan di dalam hatinya.
Orang pemaaf itu adalah manusia yang bebas sesungguhnya.Tidak ada
ganjalan di dalam hati.Orang pemaaf itu jiwanya ringan dan tidak ada beban.
Orang yang suka memaafkan itu akan mudah dimaafkan orang.
Rasulullah bersabda “Barangsiapa memaafkan, saat dia mampu
membalas, maka Allah memberinya maaf pada hari kesulitan“ (HR Ath-
Thabrani).
29
Implementasi Pemaaf dalam Pergaulan dan Kehidupan Sehari-
Hari
Perlu diketahui, orang pemaaf adalah salah satu ciri orang bertakwa.
Beberapa perilaku pemaaf dalam implementasinya di pergaulan dan kehidupan
sehari-hari :
1. Mudah memaafkan pada sesama Muslim
2. Penyayang terhadap sesama Muslim
3. Lapang dada terhadap kesalahan orang
4. Orang pemaaf tidak bertindak membalas dendam atau sakit hati
terhadap orang yang memusuhinya, walaupun telah ditawannya,
melainkan memaafkannya karena Allah SWT semata-mata.
Implementasi orang pemaaf ini dianjurkan dalam Q. S. Ali Imran : 159 :
ف� ع� ف�ا � ف ل� ع ف� ع� ل� ف�� ا ف� ف�ان ل� ع� ف� ع� ا ف� ل�ي �ف ظ��ا ف� ف ف"ن ع ف� ف# � ع$ ف% ف� ف ل�ن ل& �� ف ا� ف� م� ة) ف* ع� ف+ ف*ا ل, ف� ل- ع� ف.ا ع� ا ل�ي ع$ ف0 ع+ ل# ف1ا ف# ع$ ف% ف� ع- ل� ع2 ف3 ع4 ف#ا ع$ ف% عن ف�
Artinya :Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah-
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu,
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
2.4 FAKTOR PEMBENTUK DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
AKHLAK MANUSIA
Definisi
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak,
yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), pendekatan terminologik
(peristilahan).Menurut bahasa akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari
khuluqun *ق� ل yang menurut bahasa berarti خ� budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
khalaqun �ق* ل yangخ� berarti kejadian, yang juga erat hubungannya
30
dengan �ق* ال �و�ق* yang berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqunخ� ل yang م�خ�
berani yang diciptakan.
Definisi dari akhlak menurut Imam al-Ghazali yaitu: Suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan
mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).
Dr. M. Abdulah Dirroz, mengemukakan definisi akhlak sebagai: Sesuatu
kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana
berkombinasi membawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam
hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa
akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih,
sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan
diangan-angankan lagi.
Pembentukan akhlak dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah
hasil usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan (muktasabah), bukan
terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk
di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan
intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.
Arti pembentukan akhlak sebagaimana Imam al-Ghazali kemukakan,
“Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi
wasiat, nasihat, dan pendidikan, dan tidak ada fungsinya hadits yang mengatakan,
‘perbaikilah akhlak kamu sekalian’.” Dengan demikian dapat kita katakan bahwa
akhlak merupakan hasil usaha dari pendidikan dan pelatihan, terhadap potensi
rohaniah yang terdapat dalam diri manusia.
Islam adalah agama yang sangat mementingkan Akhlak dari pada
masalah-masalah lain. karena misi Nabi Muhammad diutus untuk
menyempurnakan Akhlak. Hal itu dapat kita lihat pada zaman Jahiliyah kondisi
Akhlak yang sangat semrawut tidak karuan mereka melakukan hal-hal yang
menyimpang seperti minum khomer dan berjudi.Hal-hal tersebut mereka lakukan
dengan biasa bahkan menjadi adat yang diturunkan untuk generasi setelah
31
mereka.Karena kebiasaan itu telah turun temurun maka pada awal pertama nabi
mengalami kesulitan.
Faktor Pembentuk Akhlak
Setiap perilaku manusia didasarkan atas kehendak. Apa yang dilakukan
manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun pancaindra kesulitan melihat pada dasar
kejiwaan, namun dapat dilihat dari wujud kelakuan. Maka setiap kelakuan pasti
bersumber dari kejiwaan. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan akhlak seseorang
A. Insting
Definisi insting oleh para ahli jiwa masih ada perselisihan pendapat.
Namun perlu diungkapkan juga, bahwa menurut james, yang dikutip oleh
mustafa bahwa insting ialah suatu alat yang dapat menimbulkan perbuatan
yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah
tujuan itu dan tiada dengan didahului latihan perbuatan itu.
Pengertian insting lebih lanjut ialah sifat jiwa yang pertama yang
membentuk akhlak, akan tetapi suatu sifat yang masih primitif, yang tidak
dapat lengah dan dibiarkan begitu saja, bahkan wajib di didik dan di asuh.
Cara mendidik dan mengasuh insting kadang-kadang dengan ditolak dan
kadang-kadang pula diterima.
Aneka corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia
dimotivasi oleh kehendak yang dimotori oleh insting seseorang ( dalam
bahasa Arab gharizah). Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia
sejak lahir. Para Psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai
motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku antara lain
adalah:
a. Naluri Makan (nutrive instinct). Manusia lahir telah membawa suatu
hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain.
b. Naluri Berjodoh (seksul instinct). Dalam Al-quran diterangkan yang
artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
32
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan
di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
c. Naluri Keibuan (maternal instinct) tabiat kecintaan orang tua kepada
anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya.
d. Naluri Berjuang (combative instinct). Tabiat manusia untuk
mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan.
e. Naluri Bertuhan. Tabiat manusia mencari dan merindukan
penciptanya.
B. Pola Dasar Bawaan
Ada teori yang mengemukakan masalah turunan, yaitu:
1. Turunan (pembawaan) sifat-sifat manusia.
Dimana-mana tempat orang membawa turunan dengan berbeda-beda
sifat yang bersamaan. Seperti bentuk, pancaindera, perasaan, akal dan
kehendak. Dengan sifat sifat manusia yang diturunkan ini, manusia dapat
mengalahkan alam didalam beberapa perkara, sedang seluruh binatang
tidak dapat menghadapinya.
2. Sifat-sifat bangsa.
Selain adat kebiasaan tiap-tiap bangsa, ada juga sifat yang diturunkan
sekelompok orang dahulu kepada kelompok orang sekarang. Sifat-sifat ini
menjadikan beberapa orang dari tiap-tiap bangsa berlainan dari beberapa
orang dari bangsa lain, bukan saja dalam bentuk mukanya bahkan juga
dalam sifat-sifat yang mengenai akal.
C. Lingkungan
Lingkungan ialah suatu yang melingkungi tubuh yang hidup, dalam
arti yang seluas-luasnya. Aspek-aspek di dalam lingkungan itu berupa,
budaya masyarakat, dan keadaan geografis. Lingkungan tumbuh-tumbuhan
oleh adanya tanah dan udaranya, lingkungan manusia ialah apa yang
melingkungi dari negeri, lautan, sungai, udara dan bangsa.
33
Lingkungan ada dua macam, yaitu:
1. Lingkungan alam
Lingkungan alam telah menjadikan perhatian para ahli-ahli sejak
zaman plato hingga sekarang ini. Dengan memberikan penjelasan-
penjelasan dan sampai akhirnya membawa pengaruh. Ibnu Chaldun telah
menulis dalam kitab pendahuluannya. Maka tubuh yang hidup tumbuhnya
bahkan hidupnya tergantung pada keadaan lingkungan yang ia hidup
didalamnya. Kalau lingkungan tidak cocok kepada tubuh, maka tubuh
tersebut akan lemah dan mati. Udara, cahaya, logam di dalam tanah,
letaknya negeri dan apa yang ada padanya dari lautan, sungai dan
pelabuhan adalah mempengaruhi kesehatan penduduk dan keadaan mereka
yang mengenai akal dan akhlak.
2. Lingkungan pergaulan
Di dalam lingkungan pergaulan ini dibagi lagi menjadi beberapa
faktor, yaitu:
Lingkungan keluarga, dimana lingkungan ini memiliki prioritas
yang lebih besar untuk mempengaruhi akhlak seseorang anak, karena
lingkungan ini merupakan lingkungan pertama yang akan di masuki
seorang anak tersebut, akhlak orang tua dalam lingkungan keluarga akan
mempengaruhi akhlak anaknya.
Lingkungan sekolah, setelah anak memasuki usia sekolah maka ia
akan dihadapkan pada lingkungan baru, teman-teman baru, suasana baru,
materi palajaran yang baru. Otomatis dia akan berusaha menyesuaikan dan
mempelajari hal hal yang baru tersebut. Disinilah dia mulai dihadapkan
dari berbagai macam permasalahan yang timbul dari hal hal baru tersebut
yang berbeda dengan lingkungan keluarga yang telah di masuki
sebelumnya. Akhlak anak sekolah dapat terbina dan terbentuk menurut
pendidikan yang diberikan oleh guru-guru disekolah.
34
Lingkungan yang bersifat umum maksudnya disini adalah
lingkungan masyarakat luas. Bila seseorang yang hidup dalam masyarakat
yang tertip, teratur, maka ia akan ikut menjadi tertib dan teratur.[3]
Lingkungan juga meliputi pekerjaan, pemerintah, syiar agama,
keyakinan, adat-istiadat, pendapat umum, bahasa, kesusastraan, kesenian,
pengetahuan dan akhlak. Pendeknya segala apa yang diperbuahkan oleh
kemajuan manusia.Ini dikarenakan hakikat manusia sebagai makhluk
social yang selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Karenanya dalam
suatu pergaulan maka manusia akan saling mempengaruhi dalam pikiran,
sifat, dan tingkah laku.
D. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang terus sehingga mudah
dikerjakan bagi seseorang. Seperti kebiasaan berjalan, berpakaian,
berbicara, mengajar dan lain sebagainya.
Orang berbuat baik atau buruk karena ada dua faktor dari kebiasaan
yaitu:
a. Kesukaan hati terhadap suatu pekerjaan
b. Menerima kesukaan itu, yang akhirnya menampilkan perbuatan, dan
diulang terus menerus.
Orang yang hanya melakukan tindakan dengan cara berulang-ulang
tidak ada manfaatnya dalam pembentukan kebiasaan. Tetapi hal ini harus
dibarengi dengan perasaan suka didalam hati. Dan sebalikanya tidak hanya
senang atau suka hati saja tanpa diulang-ulang tidak akan menjadi
kebiasaan. Maka kebiasaan dapat tercapai karena keinginan hati dan
dilakukan berulang-ulang.
E. Pendidikan
Dunia pendidikan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap
perubahan perilaku akhlak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan agar
siswa memahaminya dan dapat melakukan perubahan pada dirinya.
35
Dengan demikian strategis sekali jika dikalangan pendidikan dijadikan
pusat perubahan perilaku yang kurang baik untuk diarahkan menuju ke
perilaku yang lebih baik. Maka dibutuhkan beberapa unsur dalam
pendidikan, untuk bisa dijadikan agenperubahan sikap dan perilaku
manusia, yaitu:
1. Tenaga pendidik
2. Materi pengajaran
3. Metodologis pengajaran
4. Lingkungan sekolah
Lingkungna sekolah dalam dunia pandidikan merupakan tempat
bertemunya semua watak. Ada anak yang nakal, berprilaku baik dan
sopan dalam berbahasa dan sifatnya, pandai dalam berbicara, dan
berinteraksi sesamanya.
F. Menurut Para Aliran
Berdasarkan buku karangan H. Abudin Nata faktor yang
mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya, ada 3 aliran yang
sudah amat populer. Pertama, nativisme. Kedua, empirisme. Ketiga,
konvergensi.[3]
1) Aliran Nativisme
Di dalam aliran Navitisme di jelaskan bahwa faktor yang paling
dominan untuk mempengaruhi pembentukan akhlak seseorang adalah
faktor dari dalam diri manusia itu sendiri, yang bentuknya dapat berupa
kecendrungan, bakat, dan akal. Jika seorang telah memiliki bakat bawaan
untuk baik di bidang seni maka dengan sendirinya orang tersebut juga
akan baik dalam bidang seni. Aliran ini lebih menonjolkan sifat bawaan
yang dibawa oleh seseorang anak. Dan tidak memperhitungan peranan
pembinaan, pendidikan, pengajaran serta lingkungan yang berperan di
dalamnya.
36
2zahruddin, pengantar studi akhlak, (jakarta: raja grafindo persada, 2004), hal. 95
3Prof. Dr.H. Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf. (Jakarta, PT.Raja Garfindo Persada.2000) hal. 166
2) Aliran Empirisme
Aliran ini memiliki pendapat yang bersebrangan dengan aliran
Nativisme, dimana faktor yang paling dominan yang mempengaruhi
pembentukan akhlak seorang adalah faktor dari luar, yaitu berupa faktor
lingkungan social, pendidikan, dan juga pengajaran.
Di dalam aliran ini di jelaskan bahwa faktor bawaan dari orang tua,
tidak akan nampak apabila tidak di sertai usaha dari si anak itu sendiri. Hal
ini di buktikan dengan fakta yang menunjukkan bahwa anak yang
dilahirkan dari orang tua yang cerdas kenyataanya memiliki potensi untuk
lemah dibidang akademik.3
3) Aliran Konvegensi
Di dalam aliran ini menjelaskan bahwa faktor faktor yang dapat
mempengaruhi akhlak seseorang adalah penggabungan kedua aliran
sebelumnya, yaitu aliran Navitisme dan aliran Empirisme. Aliran ini
menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi akhlak seseorang adalah
faktor internal dan external. Dimana faktor internal yang di maksud adalah
faktor keturunan dan faktor externalnya adalah faktor lingkungan sosial ,
pendidikan dan pengajaran.
Aliran ini sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dari arti
ayat dan hadits di bawah ini:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur.”
“ setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah (rasa
ketuhanan dan kecendrungan kepada kebenaran). Maka kedua orang
tuanya yang membentuk anak itu menjadi yahudi, Nasrani, atau majusi.”
(HR. Bukhori).
Dari ayat dan hadits tersebut di atas menunjukkan dengan jelas
bahwa pelaksana utama dalam pendidikan adalah kedau orang tua.
Teori konvergensi merupakan yang sesuai dengan ajaran Islam.
37
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak anak
ada dua, yaitu faktor dari dalam, yaitu potensi fisik, intelektual dan hati
yang dibawa anak sejak lahir dan faktor dari luar yaitu, kedua orang tua,
guru di sekolah,dan tokoh-tokoh serta pemimpin di masyarakat.
38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akhlak itu merupakan tanda keimanan seseorang karena akhlak yang baik
adalah hasil daripada keimanan yang tersemat di hati.Akhlak yang baik dan
sempurna diukur mengikuti garis panduan yang ditetapkan oleh perintah Allah
SWT dan Nabi Muhammad SAW. Dalam ajaran Islam, akhlak dibagi menjadi
dua, yaitu akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah.
Selain itu, akhlak harus dibarengi dengan etika dan moral yang baik pula.
Etika Islam merupakan pedoman mengenai perilaku individu maupun masyarakat
di segala aspek kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.Jadi moral adalah
perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima,
meliputi kesatuan sosial/lingkungan tertentu.
Ketiga hal tersebut (etika, moral dan akhlak) merupakan hal yang paling
penting dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia
yang paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W. Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi
pekertinya.”(HR.Bukhari dan Muslim).
3.2 Kata Penutup
Alhamdulillahirrabbil’alamin. Dengan kerendahan hati kami panjatkan puji
syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah tepat pada waktunya. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas MKU Agama Islam tahun pelajaran 2013 / 2014.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu kami ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, yang telah banyak memberikan
inspirasi dan jalan keluar terbaik selama mengalami kesusahan dan
dorongan semangat saat mengerjakan karya tulis ilmiah ini;
39
2. Dra. Hj. Mu’niah, M.Pd.I selaku dosen pembimbing MKU Agama Islam
yang telah memberikan kami ilmu;
3. Pihak- pihak lain yang telah memberi dorongan moril sehingga kami bisa
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan sebaik-baiknya.
Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka kami berharap
saran dan kritik yang membangun. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat demi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Amin.
3.3 Rekomendasi
Adanya makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca
sekalian.Semoga lebih memudahkan pemahaman mengenai Akhlak, Etika dan
Moral serta mampu mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
dapat menjadikan pembaca semua menjadi orang yang memiliki akhlak, etika dan
moral yang lebih baik dari sebelumnya.
40
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Grasindo.
Al-Jazairi, dan Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam.
Jakarta: Lentera.
Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Jakarta :
Lentera.
Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Bandung : CV Pustaka Setia.
Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Omar, Nasir. 2005. Akhlak dan kaunseling Islam. Kuala Lumpur: Utusan
Publication & Distributor Sdn Bhd
Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin. 2004. Pengatar Studi Akhlak. Jakarta : PT
Raja Grafmdo Persada.
Zahruddin. 2004. Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo Persada
41
Recommended