View
88
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
- 1 -
I. Latar Belakang dan Fenomena yang Berkembang
1. Latar Belakang
Kemandirian birokrasi sebagai elemen yang penting dalam menjaga kestabilan
atmosfir Kepolitikan Daerah masa kini menjadi tuntutan yang mutlak dalam rangka
menciptakan Birokrasi yang netral dan penyelenggaraan Administrasi publik atau
Administrasi Negara [1] di daerah.
Sejarah perpolitikan Bangsa Indonesia menunjukkan, bahwa cobaan terhadap
netralitas birokrasi yaitu diawali setelah Wakil Presiden Muhammad Hatta mengeluarkan
Maklumat X pada tanggal 16 Oktober 1945[2]. Dengan maklumat ini rakyat kemudian
secara serentak beramai-ramai mendirikan partai politik. Saat itulah Birokrasi
Pemerintahan baik tingkat nasional maupun di tingkat daerah sarat dengan intervensi
berbagai kepentingan utamanya dari partai-partai politik. Dinamika demokrasi liberal
yang parlementer ini berlansung sampai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959 oleh Presiden Soekarno [3] yang intinya memerintahkan kepada segenap komponen
Bangsa untuk kembali ke Undang-undang Dasar 1945. Dekrit ini membawa Bangsa
Indonesia dalam era demokrasi terpimpin, dimana peran Presiden sebagai Penguasa
Tunggal menutup peran partai politik yang sebelumnya sangat mendominasi sistem
pemerintahan di pusat dan di daerah.
____________
[1]. Thoha, Miftah. Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, hal. 50. Dalam menjelaskan tentang Ilmu Administrasi Publik dan perannya. Kita mengenal selama ini istilah ”Publik Administration” selalu di alih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan ”Administrasi Negara”. Saya ingin mempopulerkan dengan sebutan Administrasi Publik sebagaimana istila aslinya [2]. Thoha, Miftah.Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, hal. 116. Maklumat ini dikeluarkan dimana sebelumnya atas desakan dari pelbagai pihak terutama dari Syahrir yang sangat vokal, lagi pula disadari bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) belum mencerminkan aspirasi riil dari suara rakyat, maka dikeluarkan maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta.Maklumat ini merupakan dasar terbentuknya partai partai politik di Indonesia.[3]. Thoha, Miftah.Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, hal. 130. Isi pokok Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah : (1) Menetapkan pembubaran konstituante;(2) menetapkan berlakunya UUD 1945 bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan tidak berlakunya lagi Undang-undang sementara 1950;(3) membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan –utusan Golongan dan Daerah;(4) membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 2 -
Terpasung-nya peran partai politik bukan berarti membebaskan birokrasi dan
sistem pemerintahan daerah yang steril dari intervensi dan kepentingan kelompok.
Presiden Soekarno kemudian memberikan kesempatan untuk masuknya militer dan para
teknokrat kedalam Kabinet-nya. Setelah Orde Lama tumbang dan diganti dengan Orde
Baru yang dinakhodai oleh Presden Soeharto, Peran partai Politik semakin dikebiri dan
hanya mengijinkan 2 Partai Politik untuk beroperasi yaitu Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Netralitas birokrasi menjadi issue menarik,
dengan adanya pelarangan terhadap Pegawai Negeri untuk memasuki Partai Politik tetapi
diizinkan untuk masuk ke Golongan Karya yang bukan partai politik. Akan tetapi
kebijakan ini justru menjadi siasat politik bagi pemerintah untuk mengerahkan aparat
pemerintah daerahnya untuk masuk ke dalam Golongan Karya. Partisipasi dan
kemenangan Golongan Karya dalam setiap pemilu yang dilaksanakan setiap 5 tahun,
tetap menganggap dirinya bukan Partai Politik tapi kelompok kekaryaan. Performance
Birokrasi pemerintahan tidak lagi berada dalam posisi netral, yang berperan sebagai
jembatan atau penghubung antara kepentingan publik dan negara tapi justru berkembang
menjadi pilar-pilar kekuasaan, yang dalam Orde Baru dikenal dengan ”Jalur ABG”
(Abri-Birokrasi-Golkar). ( M. Rais. Rahmat, Makalah Prospek Birokrasi di era
reformasi.Unisma Bekasi. 2010 ).
Kabinet yang dikenal dengan pemerintahan Golkar, selalu menempatkan menteri-
menterinya berasal dari para teknokrat dan bukan politisi. Bahkan partai-partai dianggap
sebagai faktor instabilitas dalam pembangunan, keadaan ini membuat ke-2 partai politik
yang ada tidak pernah bisa menyentuh pemerintahan baik ditingkat pusat maupun di
tingkat daerah. Kondisi ini berlangsung sampai dengan berakhirnya orde baru yang
berganti dengan rezim reformasi oleh ”people power” pada mei 1998.
Diterbitkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintahan Pusat dan Daerah memberikan angin segar bagi perubahan dalam segala
lini kehidupan utamanya dalam birokrasi kepolitikan daerah. Undang-undang ini
kemudian memberikan peran yang besar kepada DPRD yang merupakan representasi dari
perwakilan rakyat yang terakomodir dalam Partai Politik. Untuk menjalankan
perpolitikan di Daerah, DPRD menjadi unsur pemerintahan yang sangat kuat karena
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 3 -
memiliki kewenangan untuk memilih dan memberhentikan Kepala Daerah. Kewenangan
lebih yang dimiliki oleh DPRD ini membuka peluang bagi masuknya berbagai
kepentingan partai politik dalam Birokrasi di daerah, sehingga Birokrat di daerah berada
dalam persimpangan antara Birokrat sebagai penyelenggara Adminstrasi Negara di
daerah dengan Birokrat sebagai Penyelenggara Administrasi Pemerintahan Daerah yang
tidak bisa lepas dari kepentingan Kepala Daerah.
Banyaknya efek dan ekses instabilitas daerah yang ditimbulkan sebagai akibat
semakin terbukanya pintu- pintu politik ke dalam birokrasi pemerintahan daerah serta
ketidaksiapan masyarakat dan birokrat di daerah untuk menyerap issue issue demokrasi
dan perubahan dalam meng-implementasikan kehidupan politik di daerah. Contoh kasus
adalah seperti ”Korban” pemecatan DPRD terhadap Bupati Kampar Jefri Noer di Riau
dan Wakilnya A. Zakir yang diberhentikan oleh DPRD Kabupaten Kampar dalam sidang
Paripurna tanggal 12 Oktober 2002.[4] (LIPI. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. 2003).
Beberapa kasus juga terjadi di daerah lain seperti penolakan LPJ (Laporan Pertanggung
Jawaban) Walikota di Surabaya dan pemecatan Kepala Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan, Sjahriel Darham pada bulan Agustus 2002. Kasus-kasus ini kemudian menjadi
masukan bagi DPR RI untuk menetapkan Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah oleh Presiden Megawati. Yang dalam
implementasinya kemudian menghasilkan produk ”PILKADA” dalam sistem pemilihan
Kepala Daerah secara langsung oleh Rakyat.
Sehubungan dengan pilkada ini, tidak dapat dipungkiri akan selalu ada sorotan ataupun gunjingan akan keberadaan birokrasi yang dipresentasikan oleh para Pegawai Negeri Sipil. Sorotan utama adalah tentang netralitas dan atau keberpihakan para birokrat kepada calon peserta pilkada tertentu. (MUSLION. Pilkada dan Sakit Jiwa ”Birokrasi”. 2006)
_______
[4] Tim LIPI. Desentralisasi dan Otonomi Daerah;Naskah Akademik dan RUU Usulan LIPI. 200.dikutip dari Harian Berita Sore On line, 11 Pebruari 2003. .Pemecatan Bupati dan Wakil Bupati Kampar oleh DPRD, padahal mereka berdua baru 11 bulan menjabat. Namun masalah ini tampaknya menjadi berlarut. Hingga pebruari 2003 Tim Independen bentukan Pemda Provinsi Riau masih mengusahakan ” islah” (perdamaian) antara Jefri/Zakir dengan DPRD Kampar. Menurut perkembangan terakhir DPRD Kampar menolak isi Islah dan tetap memberhentikan Jefri dan wakilnya. Disamping itu Jefri juga dimintai keterangan oleh Polisi atas dugaan kasus ijasah palsu yang dimiliki oleh Bupati tersebut.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 4 -
2. Fenomena yang Berkembang
Menguatnya kebutuhan masyarakat akan Birokrasi yang Netral dalam
Perpolitikan daerah seiring dengan terbukanya kembali peran Partai Politik dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini telah coba diantisipasi dengan keluarnya
peraturan Pemerintah (PP) No. 5 dan 12 Tahun 1999 yang menegaskan tentang
netralitas birokrasi dengan mengatur PNS untuk tidak masuk dan menjadi anggota partai
dan UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum.
Seperti dijelaskan sebelumnya, buah dari reformasi tahun 1998 yang paling terasa
bagi pemerintahan dan masyarakat di daerah adalah adanya semangat otonomi daerah
dan disentralisasi politik, yang memberikan ruang seluas-luasnya kepada para politisi
lokal untuk berkiprah lewat PILKADA serta kewenangan yang besar untuk mengurus
dan mengelola daerahnya sendiri. Peran Birokrasi yang netral seperti yang diamanatkan
oleh undang-undang dan diatur secara nasional dalam Peraturan Pemerintah seyogyanya
juga terimplementasi baik di tingkat daerah. Namun penerapan Undang-undang No. 22
tahun 1999 kemudian disempurnahkan dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tetap
memberikan celah bagi masuknya intervensi partai politik. Dimana seorang Sekretaris
Daerah diangkat oleh Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
persyaratan, sementara Kepala Daerah adalah jabatan politis yang diusung oleh berbagai
kepentingan baik oleh kepentingan kelompok tertentu yang lewat jalur independen
maupun yang diusung lewat partai atau koalisi partai politik. Dengan pertimbangan
seperti ini maka Jabatan Sekretaris Daerah menjadi jabatan karir yang bernuansa politis.
Adanya PP yang mengatur tentang Netralitas Birokrasi, belum cukup ampuh
untuk mencegah PNS (Pegawai Negeri Sipil) untuk berafiliasi dengan partai politik juga
belum bisa menahan diri dari sahwat politik untuk menjadi anggota partai politik tanpa
melepaskan status diri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Dalam perkembangan politik nasional terkini 28/2/2010. Beberapa Partai besar
telah melaksanakan Kongres termasuk Partai Golkar dengan Ketua Umum-nya yang baru
Abu Rizal Bakri, pada acara Rakernas Golkar di jakarta pada pidato politiknya
memberikan seruan kepada seluruh kader dan jajaran Pengurus Partai untuk berusaha dan
bekerja keras merebut lebih dari 50 persen posisi pimpinan pemerintahan daerah dalam
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 5 -
pemilihan Umum kepala daerah atau Pilkada yang akan berlangsung di sebagian besar
daerah di Indonesia.[5]. Strategi memenangkan PILKADA juga menjadi komitmen PDI
Perjuangan ” Untuk memenangkan sebanyak-banyaknya PILKADA seperti yang di
ekspos oleh Sekjen PDIP Pramono Anung bulan Nopember lalu. [6].
PILKADA ini akan menjadi semakin menarik, karena untuk tahun 2010 akan ada
246 Pilkada di seluruh Indonesia yang meliputi 7 PILGUB, 204 PILBUB dan 35
PILWAKO.[7]. Banyaknya Pilkada di tahun 2010 ini, akan menjadi tantangan bagi
realitas tidaknya ”Netralitas Birokrasi” dalam Kepolitikan Daerah.
__________
[5].Harian Kompas, Minggu 28 Februari 2010 Hlm. 2. Pidato Politik yang disampaikan oleh Abu Rizal Bakri pada Rakernas (Rapat Kerja Nasional) Golkar Jumat 26 Februari 2010 malam di Ancol Jakarta. ” Target saya menjelang pemilu 2014, lebih dari 50 persen pimpinan pemerintahan di daerah adalah kader-kader Golkar. Inilah yang saya maksud dengan kuningisasi Indonesia”.
[6]. http://nasional.infogue.com/."Pemenangan pilkada adalah tugas yang wajib diemban seluruh kader partai," ujar Pramono Anung, sekretaris jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Menurut Pram, sapaan akrab Pramono Anung, PDIP berkomitmen memenangi sebanyak-banyaknya pilkada. Rekomendasi pemenangan itu juga masuk dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP yang berlangsung Jumat lalu (20/11). "Pemenangan pilkada adalah tugas yang wajib diemban seluruh kader partai," ujar Pramono Anung, sekretaris jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Salah satu upaya saat ini adalah mengawasi proses pencalonan kepala daerah. Pram menyatakan, setiap pencalonan kepala daerah oleh setiap DPD (tingkat provinsi) maupun DPC (tingkat kabupaten/kota) harus melalui pertimbangan kuat. DPP PDIP akan mengevaluasi pencalonan yang diajukan DPD maupun DPC.
[7]. http://www.borneotribune.com/pdf/headline/mendagri-koordinasikan-pelaksanaan-pilkada-2010.pdf. Kamis 15 Oktober 2009. Acara Koordinasi Mendagri dengan 625 peserta menjelaskan, pelaksanaan rapat koordinasi ini sangat penting dalam rangka persiapan dan mensukseskan pelaksanaan Pilkada 2010 sebagaimana yang diamanahkan dalam pasal 21 dan 22 huruf (c) UU No. 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa daerah berhak memilih pimpinan daerah dan berkewajiban untuk mengembangkan kehidupan demokrasi. UU No. 12 Tahun 2008 tentang perubahan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda secara tegas pasal 56 mengamanatkan, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pesta demokrasi 2010 akan ada 246 Pilkada di seluruh Indonesia yang meliputi 7 Pilgub, 204 Pilbub dan 35 Pilwako, ungkap Mardiyanto. Sejak Pilkadasung sejak juni 2005 hingga 2008 pemerintah sudah melaksanakan 467 Pilkada di seluruh Indonesia yang terdiri dari 33 Pilgub, 352 Pilbub dan 82 Pilwako, umumnya semua berjalan lancar.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 6 -
II. Landasan Teoritik
II. 1 Sejarah Birokrasi
Secara terminologi Birokrasi berasal dari kata ”Bureau” yang berarti kursi dan
”Cracy” yang dari bahasa Yunai berarti kekuasaan. Pemikiran tentang birokrasi
ini dimulai dari Bavarian Jerman pada tahun 1668 dan banyak digunakan pada
abad ke-18 di Eropa Barat. Jadi birokrasi mengandung makna ”Kekuasaan yang
disebabkan oleh jabatan atau kursi yang diduduki. Tugas utama dari Birokrasi
adalah memberikan Pelayanan publik yang efesien dan efektif [8]. Dalam
Birokrasi beberapa hal pokok yang menjadi dasar dari sebuah birokrasi yaitu:
Hirarki (pejabat memiliki kompetensi), Kontinuitas (kesinambungan bertingkat),
Impersonalitas ( tidak membeda-bedakan ) dan keahlian ( Profesional ).
(Samugyo.2009).
II. 2 Birokrasi Weberian
Max Weber seorang sosiolog Jerman yang kenamaan awal abad ke-19 menulis
karya yang sangat berpengaruhbagi negara-negara yang berbahasa Inggris dan di
negara-negara di daratan Eropa. Karya itu sampai sekarang dikenal konsep tipe
ideal birokrasi. Konsep tipe ideal ini kurang dikenal tentang kritiknya terhadap
seberapa jauh peran birokrasi terhadap kehidupan politik, atau bagaimana peran
politik terhadap birokrasi. Birokrasi Weberian hanya menekankan bagaimana
seharusnya mesin birokrasi itu secara profesionaldan rasional dijalankan.
Memahami upaya Max Weber dalam menciptakan model tipe ideal birokrasi
perlu kiranya kita menghargai logika pendekatan yang dipergunakan dan
pemikiran baru yang dikemukakannya mencerminkan keadaan semasa ia hidup
(Dowding, 1995).
______[8]. Dr. Samugyo Ibne Redjo, Drs, MA. ” Kuliah Perdana Birokrasi Pemerintahan tgl 17 Oktober 2009. Contoh dari proses Birokrasi adalah, Bagaimana seorang Petani yang mau bertemu dengan Bupatinya untuk suatu urusan. Petani tersebut harus melewati beberapa proses dan tahapan. Setiap proses akan ditangani oleh seorang staf.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 7 -
Tipe ideal merupakan konstruksi abstrak yang membantu kita memahami
kehidupan sosial . Weber berpendapat adalah tidak memungkinkan bagi kita
memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara keseluruhan. Adapun yang
mampu kita lakukan hanyalah memahami sebagian dari gejala tersebut. Satu hal
yang amat penting ialah memahami mengapa birokrasi itu bisa diterapkan dalam
kondisi organisasi tertentu, dan apa yang membedakan kondisi tersebut dengan
kondisi organisasi lainnya . Dengan demikian tipe ideal memberikan penjelasan
kepada kita bahwa kita mengabstraksikan aspek-aspek yang amat penting dan
krusial yang membedakan antara kondisi organisasi tertentu dengan lainnya
Dengan cara semacam ini kita menciptakan tipe ideal tersebut. Thoha.2003. [9]
II. 3 Birokrasi Hegelian dan Marxis
Karl Marx mengelaborasi birokrasi dengan cara menganalisa dan mengkritisi
Philosofi Hegel tentang negara. Hegel berpendapat ”bahwa administrasi negara
(birokrasi) sebagai suatu jembatan yang menghubungkan antara negara
(pemerintah) dengan masyarakatnya”. Adapun masyarakat itu terdiri dari
kelompok-kelompok profesional, usahawan, dan lain kelompok yang mewakili
bermacam-macam kepentingan partikular (khusus). Diantara keduanya itu
birokrasi pemerintah merupakan medium yang bisa dipergunakan untuk
menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan general (umum).
Marxis bisa menerima konsep pemikiran Hegel tentang ketiga aktor tersebut,
yakni birokrasi, kepentingan partikular, dan kepentingan general (pemerintah).
Akan tetapi menurut Karl Marx birokrasi itu bukannya mewakili asli dirinya
sendiri. Marx berpendapat negara itu bukan mewakili kepentingan umum. Tidak
ada kepentingan umum (general) itu, yang ada ialah kepentingan partikular yang
mendominasi kepentingan partikular lainnya.
___________
[9] Thoha, Miftah. Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, hal. 16. Birokrasi Weberian dijelaskan secara gamblang dan diuraikan secara detail.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 8 -
Kepentingan partikular yang memenangkan perjuangan klas sehingga menjadi
klas yang dominan itulah yang berkuasa. Birokrasi menurut Karl Marx
merupakan suatu kelompok partikular yang sangat spesifik. Birokrasi bukanlah
klas masyarakt, walaupun eksistensinya berkaitan dengan pembagian masyarakat
ke dalam klas-klas tertentu.
Lebih tepatnya menurut Karl Marx birokrasi adalah negara atau pemerintah itu
sendiri. Birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang
dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial
lainnya.
Dengan kata lain birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi
tersebut. Berdasarkan konsep pemikiran seperti itu, maka birokrasi itu sendiri
pada tingkatan tertentu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kelas yang
dominan dan pada pemerintah. Eksistensi birokrasi sangat tergantung pada klas
dominan dan pada pemerintah.
Konsep pemikiran Karl Marx dan Hegel dalam konteks pengembangan kekuatan
politik dalam birokrasi pemerintah seperti yang banyak dianut oleh pemerintahan
yang demokratis, dapat dijadikan suatu perbandingan.
Kekuatan politik yang datang dan pergi sebagai kelompok yang menguasai
pemerintahan dan birokrasi sebagai pelaksana kebijakan pemerintah merupakan
dua hal yang tidak bisa dipisahkan akan tetapi dapat dibedakan.
Konsep Marx menunjukkan bahwa keberadaan birokrasi pemerintah memihak
pada kekuatan politik yang memerintah.
Sedangkan Hegel sebaliknya berada di tengah-tengah sebagai mediator yang
menghubungkan kedua kepentingan general (pemerintah) dan partikular
(kekuatan politik dalam masyarakat). Dengan kata lain birokrasi Hegelian
menekankan posisi birokrasi netral terhadap kekuatan-kekuatan masyarakat
lainnya.[10] (Thoha. 2003. hal 22)
___________[10]. Thoha, Miftah. Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, hal. 16. Birokrasi Weberian dijelaskan secara gamblang dan diuraikan secara detail.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 9 -
II. 4. Sistem Pemilu [11]
Dalam mengurai Netralitas Birokrasi untuk kondisi realitas Kepolitikan Daerah,
juga perlu dicermati sistem pemilu yang sudah, sedang dan akan dilaksanakan utamanya
dalam perpolitikan di daerah. Menurut Lijphart, diartikan sebagai satu kumpulan metode
atau cara warga masyarakat memilih para wakil mereka [12].
Dalam sistem pemilu ini sejumlah suara ditransfer menjadi kursi dalam parlemen (DPR
atau DPRD). Sehingga dengan demikian terpilih sejumlah wakil dari partai politik yang
duduk dalam parlemen. Dalam membahas tentang sistem pemilu, sangat perlu
diperhatikan apa yang dinamakan electoral formula atau formula pemilihan umum yang
berarti sistem apa yang hendak digunakan. [13] Terhadap hal ini terdapat beberapa system
pemilu yaitu:
1. Sistem representasi-proporsional (proportional representation); dan
2. Sistem pluralitas-mayoritas (plurality-majority) atau disebut sistem distrik. [14]
Sebenarnya, terdapat banyak jenis system pemilu yang saat ini dipergunakan di
seluruh dunia disertai varian-variannya. Jenis dan varian system pemilu tersebut tetap
bertumpu kepada dua kelompok system pemilu utama tersebut. Sehingga sebagai dasar,
system representasi-proporsional (proporsional representation) yang juga memiliki
turunan system-proporsional, dan system pluralitas-mayoritas (plurality-majority) tetap
menjadi acuan utama dalam menciptakan varian system.
__________
[11]. Tim Politik Dalam Negeri PPPDI Sekretariat Jenderal DPR RI. ” Pemilu Legislatif 2009 dan Kesiapan Infrastruktur Politik Demokrasi di Daerah, Studi Pelaksanaan Pemilu 2009 di Provinsi Sumatera Utara. 2009. Kepustakaan yang digunakan oleh penyusun (Indra Pahlevi, Prayudi, Sitti Nur Solechah, Ahmad Budiman dan Handrini Ardiyanti untuk menjelaskan Pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Kesiapan Infrastruktur Politik Demokrasi di Daerah. [12]. Arend Lijphart, Electoral Systems, dalam Affan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hal. [13]. Affan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelaja, Yogyakarta, 2000, hal.255Tim [14]. Ibid
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 10 -
III. Kajian / Pembahasan
1. Tuntutan akan Netralitas Birokrasi
Dari tinjauan teoritik Birokrasi Hegelian dapat disimpulkan bahwa ada tiga
kelompok utama dalam suatu negara, yakni kelompok kepentingan yang diwakili oleh
para elit ekonomi dan profesi, kelompok kepentingan umum yang diwakili oleh
masyarakat dan kelompok birokrasi. Kelompok birokrasi harus dapat berposisi di tengah-
tengah yang bertugas sebagai jembatan atau perantara antara kepentingan umum (publik)
dan kepentingan khusus (pemerintah).
Bergulirnya reformasi tahun 1998, telah memberikan kondisi kepolitikan yang
lebih baik di daerah dibanding dengan pemerintahan sebelumnya. Adanya otonomi
daerah dan desentralisasi politik telah meningkatkan partisipasi politik publik. Ini adalah
hal yang positif bagi pembangunan demokrasi di daerah. Tapi juga dapat menimbulkan
kekhawatiran akan dampak negatifnya. Lebih dari itu, gerakan netralitas birokrasi juga
memunculkan pluralisma Birokrasi (beurakratic plouralism), dimana format kebijakan
lebih merupakan hasil dari kompetisi aktor-aktor ketimbang monopoli negara. Salah satu
indikasi penting yaitu, peluang untuk mempengaruhi kebijakan publik lebih
dimungkinkan dan juga relatif meningkatnya tanggungjawab birokrasi terhadap masalah-
masalah sosial dan tekanan sosial. Miftah Thoha mengatakan ”netralitas birokrasi sebagai
posisi birokrasi pemerintah yang seyogyanya tidak memihak, sengaja dibuat untuk
memihak kepada kepentingan politik atau partai politik”. Riant Nugroho menyebutkan,
pembangunan di Indonesia dilakukan dalam paradigma politik yang dicerminkan ganti
penguasa ganti peraturan. Karena dalam konsep ini, peraturan ditempatkan sebagai bukti
kekuasaan, dan kekuasaan is the core of the politics. Dalam pengertian tersebut, maka
pembangunan dilakukan dengan paradigma politik bukan manejemen. Manejemen dalam
bentuk sebuah paradigma melihat segala sesuatunya sebagai sebuah upaya untuk
mengoptimalkan semua asset yang ada, termasuk aset yang diberikan oleh manajemen.
Hal ini sejalan dengan slogan when politic end, administration begin. Artinya, ketika
seorang politisi menduduki jabatan publik, maka ia menanggalkan status politisnya untuk
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 11 -
menjadi seorang negawaran. Negarawan yang berdiri di atas semua kepentingan dan
golongan. .[15]. (Drs. Denden Kurnia Drajat, Msi. 2009)
Tuntutan akan hadirnya Birokrasi yang netral akan menjadi issue yang paling
menarik utamanya dalam menghadapi pemilihan umum, khususnya Pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang tahun 2010 ini menurut Mendagri Mardianto ada
246 Pilkada. Maraknya Pilkada di berbagai tempat semakin menuntut adanya aturan yang
mengatur dan mengawasi praktek-praktek Birokrasi yang netral pada pelaksanaan
Pilkada. Masalah politisasi birokrasi tetap menjadi issue krusial dan ini coba ditengahi
pemerintah dengan membuat beberapa peraturan yang diharapkan akan menciptakan
atmosfir yang lebih baik pada perpolitikan di daerah. Beberapa Peraturan yang dibuat
oleh pemerintah dalam rangka menghadirkan netralitas birokrasi antara lain adalah:
1. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil yang
menjadi Anggota Partai Politik.
2. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil yang menjadi
Anggota Partai Politik.
3. Undang-undang No. 12 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD
4. Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian.
Dalam peraturan tersebut seperti pada Peraturan Pemerintah (PP) No 5 dan 12/1999.
Dalam PP itu sangat jelas mengatur, bahwa PNS tidak boleh masuk dan menjadi
anggota partai politik. Juga dalam UU No 12 tahun 2003 tentang pemilihan umum.
Mengatur lebih detail tehnis penyelenggaraan dan pelaksanaan pemilihan umm. Lewat
UU No 43/1999 kalangan akademisi mencoba untuk mengusulkan adanya pengaturan
dan pemisahan antara jabatan politik dan jabatan karir.
__________
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 12 -
[15]. Drs Denden Kurniah Drajat, Msi; Maulana Muhlis, S.sos.Netralitas Birokrasi pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 (usulan penelitian). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung 2009.
Beberapa ketentuan lain yang mengarahkan dan mewajibkan PNS untuk bersifat netral
dalam setiap perhelatan politik adalah :
1. Menghindari penggunaan fasilitas negara untuk golongan tertentu (Pasal 3 PP No
5/1999).
2. Tidak adanya diskriminatif khususnya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat (Pasal 4 PP No 5/1999 dan Pasal 3 ayat 2 UU no 43/1999).
3. Pegawai negeri sipil (PNS) berhak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan
umum (Pasal 6 PP No 5/1999).
4. Pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah menjadi anggota ataupun pengurus partai
politik, maka keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam partai politik dihapus
secara otomatis (Pasal 7 PP No 12/1999).
5. Pegawai negeri sipil (PNS) yang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik
diberhentikan dari jabatan negeri (Pasal 8 PP No 12/ 1999 dan Pasal 3 ayat (3)
UU no 43/1999).
Bila undang-undang yang ada belum cukup untuk menjaga agar Birokrasi atau Pegawai
Negeri netral dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, muka perlu upaya pro-aktif yang
terus menerus dari Birokrat itu sendiri dan Organisasi-organisasi Kemasyarakatan untuk
terus mendorong kepada para stake holder termasuk DPR untuk melakukan perbaikan
agar Birokrasi bisa berperan netral dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayan
masyarakat.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 13 -
2. Realitas Kepolitikan Daerah
Untuk menghadapi Pelaksanaan Pilkada 2010, kementerian Dalam Negeri
kemudian membuat rapat koordinasi dan pertemuan antara Mardianto dengan 625 peserta
dimana dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwaSejak Pilkadasung sejak Juni 2005
hingga 2008 pemerintah sudah melaksanakan 467 Pilkada di seluruh Indonesia yang
terdiri dari 33 Pilgub, 352 Pilbub dan 82 Pilwako, umumnya semua berjalan lancar.
Namun dari pelaksanaan Pilkada itu tetap ada kekkurangannya yang bisa menimbulkan
protes. Mardiyanto menyebutkan ada 5 faktor pemicu masalah Pilkada yaitu penetapan
data pemula yang tidak akurat, persyaratan calon yang tidak lengkap (termasuk ijazah
palsu). Permasalahan internal parpol dalam hal pengusutan pasangan calon, adanya
dugaan money politic dan adanya pelanggaran kampanye. Selama pelaksanaan Pilkada
itu juga terdapat 139 kasus yang digugat di pengadilan yang terdiri dari 12 Kasus Pilgub,
140 Pilbub dan 31 Pilwako. Sengketa biasa terjadi berupa hasil perhitungan suara
diselesaikan pada tingkat KPU, sengketa hukum Pilbub/ Pilwako. Selesai melalui
Pengadilan Tinggi, dan sengketa Pilgub melalui MA. Untuk Pilkada 2010, penyelesaian
kasus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK). [16]
Semarak 246 Pilkada tahun 2010 di seluruh Indonesia yang gaung-nya semakin
hari semakin nyaring termasuk Sulawesi selatan yang kami ambil sebagai contoh kasus
dimana tahun ini menggelar 11 Pilkada pada 23 Juni 2010. Mulai menggeliat kesana
kemari baik oleh Calon incumbent maupun calon dari Birokrat, Akademisi atau
Pengusaha. Yang menarik dari hajatan ini adalah keterlibatan Birokrat dan Incumbent
sebagai bakal calon Bupati atau Wakil Bupati di hampir semua Kabupaten di Sulawesi
Selatan di dominasi oleh Incumbent dan Birokrat. Kabupaten Gowa, Bulukumba,
Selayar, Soppeng, Luwu Utara, Luwu Timur dan Maros diramaikan oleh Incumbent.
Kabupaten Barru oleh Birokrat Provinsi, Tanah Toraja oleh Kapolres dan Tanah Toraja
Utara oleh Pejabat Daerah Kabupaten Asmat Papua.
____________
[16] Agustinus. 2009. Laporan Koordinasi Pilkada 2010. di Kementerian Dalam Negeri yang dihadiri oleh Mardianto dan 625 Peserta pada 13 – 14 Oktober 2009.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 14 -
Lebih jelasnya dapat dilihat pada proyeksi tabel calon dan latarbelakang calon
seperti dibawah ini
Tabel Proyeksi Calon Bupati Pada Pilkada 2010 Sul-sel [17]
No Kabupaten Calon Ket1 Gowa H Ichsan Yasin Limpo Incumbent, Bupati2 Bulukumba Andi Sukri Sappewali Incumbent, Bupati3 Selayar Syahrir Wahab Incumbent, Bupati4 Soppeng Andi Sutomo Incumbent, Bupati5 Barru H. Sofyan Lakki Irjen Depdiknas6 Maros Andi Paharuddin Incumbent, Wkl Bupati7 Toraja Victor Datuan Batara Kapolres Tanah Toraja8 Toraja Utara Frederik Batti Sorring Wkl. Bupati Asmat9 Pangkep Hj. Nurul Jaman Instri Incumbent10 Luwu Utara Lutfi A Mufti Incumbent, Bupati11 Luwu Timur Andi Hatta Marakarma Incumbent, Bupati
Fakta dari tabel diatas menunjukkan adanya dominasi calon yang berlatar
belakang Incumbent Kepala daerah yang sedang berkuasa dan para birokrat daerah yang
sudah memiliki pengaruh kuat dalam mesin birokrasi pemerintahan. Adanya hubungan
hirarki dari seorang Kepala Daerah dengan aparat daerah akan sangat berpengaruh
terhadap sikap Birokrat daerah dalam menjalankan netralitas-nya khususnya dalam
menyikapi pelaksanaan Pilkada di 11 daerah tersebut.
Dan sehubungan dengan pilkada ini, tidak bisa dipungkiri akan adanya
pergunjingan dan sorotan ditengah masyarakat yang akan mempertanyakan netralitas
birokrasi di daerah utamanya keberpihakan Pegawai Negeri atau aparat terhadap salah
satu calon peserta Pilkada.
____________
[17] M. Rais Rahmat. 2010. Tabel yang digunakan dihimpun data dari http://godedeahead.wordpress.com/2009/09/30/bursa-calon-bupati-di-sulsel-2010-2015/ , Bursa Calon Bupati Sulsel 2010 – 2015 http://panwaslu-sulsel.com/seputar-pilkada/245-2010-pilkada-di-11-kabupaten, http://www.scriptintermedia.com/view.php?id=4843&jenis=Pilkada , http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2010/02/24/brk,20100224-228257,id.html, http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/24/victor-datuan-batara-yg-saya-kenalcalon-bupati-tana-toraja/
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 15 -
Selain dari faktor Incumbent, strategi pemenangan yang dibuat oleh partai- partai
besar di Sulawesi selatan juga akan ikut mempengaruhi dan menggoda birokrat untuk
tidak netral terhadap semua calon yang ikut berkompetisi. Seperti yang dilakukan oleh
Koordinator Wilayah Pemenangan pilkada se Sulawesi Partai Golongan Karya, Nurdin
Halid. "Terbuka kader dan non kader yang mau diajak bekerjasama. Siapapun yang nanti
diusung, tugas partai untuk bekerja maksimal untuk memenangkan," [18]. Tentu ini
menjadi strategi bagi Golkar Sulsel untuk memenuhi ambisi Dewan Pimpinan Pusat
Partai Golkar untuk memenangkan lebih dari 50 persen Pilkada di seluruh Indonesia
seperti yang disampaikan Ketua Umum Partai Golkar pada Rakernas Golkar 28 Februari
2010 di Jakarta. Pertarungan partai-partai politik untuk memenangkan Pilkada di 11
Kabupaten di Sulsel ini akan mengundang dan menuntut peran yang lebih besar dari para
Birokrat untuk mejalankan Netralitas-nya karena kalau Birokrat sampai mempraktekkan
apa yang dilakukan pada zaman orde lama ataupun Orde Baru tentu akan menjadi
langkah mudur dan melenceng dari semangat reformasi yang diperjuangkan oleh gerakan
pembaharu tahun 1998. Tekad yang dicanangkan oleh partai Golkar tidak kalah dengan
target yang menjadi komitmen bagi pertai-partai besar yang ada di Sulawesi Selatan,
seperti apa yang dipaparkan oleh Anis K Al-Asyari.2010 [19].
Kalau Golkar sungguh-sungguh ngotot untuk memenangi pilkada di 11kabupaten di Sulsel, meski berbagai dilema menghantui, maka dipastikan Pilkada 2010 ini akan sangat kompetitif dan panas. Ada tiga alasan itu terjadi, pertama, para figur yang diusung Golkar akan bertarung habis-habisan untuk agenda mutlak pemenangan total.
____________________
[18]. http://lebihcepat.com/politik/37-politik/12640-golkar-sulsel-umumkan-calon-bupati-februari-2010.html . Hal ini di tegaskan oleh Koordinator pemenangan Pilkada di Sulsel Nurdin Halid, pada Selasa 26 Januari 2010 juga ditegaskan oleh Wakil Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel Moh. Roem di Makassar, ” pasangan calon tersebut diputuskan oleh DPP Partai Golkar dengan melibatkan Ketua DPD I dan Korwil se Sulawesi. "Kita mengejar target pendaftaran pasangan calon di KPU. Namun Mekanisme penentuan calon sepenuhnya ditangan pengurus pusat," ujarnya. Dia mengatakan, penentuan kandidat Golkar ditentukan dari hasil survei dan berlaku sangat objektif bagi semua kader partai. Menurutnya, jika hasil survei menunjukkan peluang menang sangat kecil, maka tidak akan diakomodir partai. Seluruhnya ditanggung dengan pendanaan dari DPP.
[19] Anis K Al-Asyari.2010 . Tahun Macan dan Euforia Pilkada 2010:Anis K Al-Asyari (Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Politik UGM Yogyakarta, Direktur Program LP2R Bulukumba). http://metronews.fajar.co.id/read/82850/19/golkar-tahun-macan-dan-euforia-pilkada-2010
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 16 -
Kedua, perlawanan akan lebih solid, terutama dari partai-partai besar yang selama ini menjadi saingan berat di daerah seperti Demokrat, PAN, PDI Perjuangan, Hanura dan lainnya.Ketiga, partai-partai kecil yang bergabung mengusung figur alternatif akan berjuang sangat berat karena diapit dua perseteruan besar di atas. Apalagi calon independen yang basisnya tidak berangkat dari institusional partai, sepertinya menghadapi kendala lebih besar untuk menjadi kuda hitam. Buktinya, hingga menjelang verifikasi dan pendaftaran bakal calon (balon) di KPU, calon independen tidak terlalu ramai dibicarakan, bahkan ada beberapa daerah yang kemungkinan tanpa calon independen. Ada pula kemungkinan, beberapa daerah yang head-to-head antara Golkar dan gabungan partai besar.
Realitas politik ini menunjukkan perlunya kesiapan yang lebih bagi para birokrat
di daerah untuk mencegah terjadinya perselisihan hasil Pilkada akibat prilaku birokrat
yang tidak netral.
3. Hambatan dan Profesionalisme Birokrasi
Reformasi birokrasi yang telah di klaim berhasil oleh di banyak pemerintah
daerah tingkat II ternyata baru sebatas program dan belum sepenuhnya berhasil. Karena
keberhasilan itu baru sebatas reformasi program, belum menyentuh pada reformasi
manajerial yang meliputi teknis dan prosedural.
Guru Besar FISIP UI, Eko Prasodjo, mengatakan reformasi program lebih mudah
dilakukan karena mengutamakan pada pelayanan masyarakat. Reformasi program bisa
dilakukan melalui keputusan bupati, tak perlu peraturan daerah. Dan program yang
berhasil akan meningkatan kepercayaan masyarakat dan hasilnya bagi kepala daerah
adalah memenangkan pemilihan kepala daerah (pilkada). Sementara reformasi manajerial
lebih sulit dilakukan karena adanya resistensi dari kalangan birokrat. Reformasi
manajerial antara lain dalam soal kepegawaian seperti perekrutan PNS, struktur gaji PNS
yang layak, sistem kontrol, dan sanksi; serta dalam soal keuangan dan anggaran. Semua
harus melalui perda.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 17 -
''Kalau reformasi birokrasi dibuat lewat perda, maka bisa direvisi oleh pemerintah pusat
karena kita masih menganut birokrasi terpusat (unified bureaucracy system),''. Juga Eko
mengingatkan, reformasi program memang baik, namun akan terhenti ketika kepala
daerah yang menggagasnya turun jabatan. Sebab reformasi program tak
terinstitusionalisasi lewat perda. Hambatan besar lainnya dalam reformasi birokrasi di
daerah, kata Eko, datang dari kekuatan politik. Desentralisasi politik dan pelaksaan
pilkada langsung, kata dia, ternyata membuat birokrasi makin terkooptasi kekuatan
politik. Para kepala dinas, kata dia, takut pada kepala daerah dan terpaksa mendukung
dalam kampanye pilkada [20].
D. Sudiman (2009) dalam penelitiannya yang dilakukan pada pilkada gubernur Sulawesi
Selatan dan Banten menyebutkan ada dua faktor yang menyebabkan sulitnya birokrasi
untuk netral yaitu faktor internal birokrasi dan faktor eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi netralitas birokrasi yaitu sentimen primordialisme
dan logika kekuasaan. Faktor primordialisme lebih kepada kedekatan etnisitas, kesukuan
dan agama. Sedangkan faktor logika kekuasaan dikarenakan adanya ketidakpastian
sistem dalam penjenjangan karir seorang PNS. Ada sebuah spekulasi politik dan
kekuasaan yang diharapkan dari PNS yang memberikan dukungan politik kepada
kontestan pilkada, yaitu akan meningkatkan karir di birokrasi ketika calon yang didukung
menang.
Secara eksternal adalah adanya ambiguitas regulasi yang membuat birokrasi menjadi
tidak netral dan independen atau apa yang disebut dengan shadow state yaitu kekuatan
diluar birokrasi yang mampu mengendalikan birokrasi. Kekuatan dominan muncul dari
kelompok jawara dan pemilik modal yang memiliki akses politik dengan pusat
kekuasaan. D. Sudiman juga menjelaskan bahwa liberalisasi dan reformasi
politik,ternyata tidak diikuti oleh reformasi perubahan ditingkat regulasi.
__________
[20]. Diskusi seminar tentang ” Reformasi Birokrasi yang Terhambat” yang diliput oleh Harian Republika pad http.//www. republika.co.id/koran dan di arsipkan oleh http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=BVIHUgMCAFRS
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 18 -
Pada satu sisi PNS diharapkan bersikap professional, akan tetapi dalam penjenjangan
karirnya, karir PNS sangat ditentukan oleh pejabat Pembina PNS, dalam hal ini
Gubernur, Bupati atau Walikota. Sementara mereka kepala daerah adalah pejabat politik
yang dipilih melalui mekanisme politik. Oleh sebab itulah kepala daerah terpilih dari
partai politik, memiliki kekuasaan yang sangat kuat (powerfull authority) untuk menarik
PNS dalam politik praktis. Anehnya birokrat yang menjalankan prinsip netral (netralitas)
malah menjadi korban dan dimutasi ke tempat-tempat yang tidak mereka kuasai
bidangnya, tidak sesuai dengan latar belakang keilmuan atau dibiarkan kariernya jalan
ditempat oleh kepala daerah terpilih melalui pilkada. Mereka yang aktif berpolitik dan
menjadi tim sukses tentunya secara terselubung (dalam hal ini para pegawai negeri sipil)
justru menuai banyak keuntungan pasca jagoan mereka terpilih sebagai kepala daerah.
Akibat pengimplementasian konsep otonomi daerah yang salah kaprah, yang hampir
semua daerah secara sadar atau tidak sadar menempatkan penunggang birokrasinyapun
dengan yang berbau putra daerah, Akhirnya aroma primordialisme yakni kedekatan
etnisitas, kesukuan, latar belakang pendidikan, agama, dsb, dan logika kekuasaan akan
mempengaruhi netralitas birokrasi. Hal ini menyebabkan hampir semua mesin birokrasi
selalu dimanfaatkan oleh kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaannya.
Maka tidaklah berlebihan jika “Sakit jiwa” birokrasi (bureaumania) tersebut, semakin
kambuh dan bersemi dalam setiap musim hajatan pilkada tiba, objektifitas sebagai abdi
negara dan abdi masyarakat berubah menjadi subjektifitas abdi perorangan (calon
pilkada) dan abdi kekuasaan. [21]
Dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah langsung KPUD merupakan
aktual sentral Langsung KPUD merupakan aktor sentral.
____________
[21]. http://empimuslion.wordpress.com/2010/02/06/pilkada-dan-%E2%80%9C sakit-jiwa-birokrasi/. Pilkada dan ”Sakit Jiwa Birokrasi”. 06-02-10 oleh Empi MUSLION JB'lOç (Direktur Lembaga Kajian Menara Demokrasi dan Otokritik Otonomi Daerah)
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 19 -
Pengaturan UU 32 tahun 2004 menempatkan lembaga ini tidak lagi berada
dibawah hirarki langsung KPU Nasional, Tetapi UU juga membatasi perannya sebatas
pelaksanaan tehnis seluruh tahapan penyelenggaraan Pilkada.
Ada dua pokok persoalan utama yang terkait dengan KPUD yaitu sekuritas
KPUD sebagai penyelenggaraan Pilkada dan sekuritas Pilkada dari ketidaknetralan
KPUD. Keduanya memiliki peluang yang sama besar dalam menodai proses pendalaman
demokrasi.[22]
Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik
diarahkan untuk menciptakan kinerja birokrasi yang profesional dan akuntabel. Birokrasi
dalam melakukan berbagai kegiatan perbaikan pelayanan diharapkan lebih berorientasi
pada kepuasan pelanggan, yakni masyarakat pengguna jasa.
Kepuasan total dari masyarakat pengguna jasa tersebut dapat dicapai apabila
birokrasi pelayanan menempatkan masyarakat sebagai pengguna jasa dalam pemberian
pelayanan. Perubahan paradigma pelayanan publik tersebut diarahkan pada perwujudan
kualitas pelayanan prima kepada publik, melalui instrumen pelayanan yang memiliki
orientasi pelayanan lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah [23]. Kecenderungan
birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi khususnya pada perhelatan Pilkada,
tampaknya belum dapat sepenuhnya dihilangkan dari kultur birokrasi di Indonesia.
Olehnya itu perlu adanya penguatan pada pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang dikawal
dengan sistem pengawasan dan perbaikan.
_____________
[22]. Cornelis Lay. Pilkada Langsung dan Pendalaman Demokrasi. Jurusan Ilmu Pemerintahan, Dalam rangka mendorong dan memfasilitasi mahasiswa dengan keahlian untuk melakukan penelitian. Fisipol UGM. Yogya. Hal 9.
[23]. Agus Dwiyanto. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gadjah Mada Universty Press. 2002. ISBN 979-420-612-1. halaman 224....Namun, harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana birokrasi di negara maju tampaknya masih sulit untuk diwujudkan.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 20 -
Untuk merespon kesan buruk terhadap birokrasi yang tidak profesional, ada
beberapa hal yang harus diperbaiki menyangkut sikap dan prilaku dari Biorokrasi.
Menurut Agus Suryono.2002 [24]. Beberapa yang perlu diperbaiki antara lain :
1. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada
hal pengayoman dan pelayanan masyarakat dan menghindarkan kesan pendekatan
kekuasaan dan wewenang.
2. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi
modern, ramping, efektid dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-
tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi
tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat.
3. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan system dan prosedur
kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni; pelayanan
cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi,
biaya dan ketepatan waktu.
4. Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada
sebagai agen pembaharupembangunan.
5. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang
kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih
desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
____________
[24]. Agus Suryono.”Pentingnya Manajemen Birokrasi Profesional Untuk Mengatasi Kemunduran Birokrasi dalam Pelayanan Publik. FIA Unibraw.2002. 2002
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 21 -
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 22 -
IV. Kesimpulan
1. Perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia khususnya Tata Kelolola pemerintahan
daerah, diharapkan akan memberikan pelajaran yang berharga betapa sulitnya bagi
Birokrasi untuk bisa steril dari pengaruh partai politik ataupun kepentingan penguasa.
2. Adanya Undang-undang atau Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang netralitas
Pegawai Negeri Sipil seperti Undang-undang No. 12 Tahun 2003, Undang-undang
No. 43 tahun 1999 dan PP No. 5 Tahun 1999, PP No. 12 Tahun 1999. belum mampu
membendung keinginan Pegawai Negeri untuk berafiliasi dengan Partai Politik
tertentu demi menjaga posisinya di Birokrat.
3. Pelaksanaan Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung oleh rakyat yang
telah dilaksanakan sejak 2005, dan untuk tahun 2010 akan dilaksanakan 246 Pilkada.
Maka kebutuhan akan Birokrasi yang netral menjadi suatu keharusan.
4. Realitas kepolitikan di daerah dengan masih banyaknya kasus-kasus Pilkada sejak
tahun 2005 hendaknya menjadi bahan masukan bagi Birokrasi untuk membenahi diri
utamanya dalam menyongsong Pilkada 2010.
5. Realitas Kepolitikan di Provinsi Sulawesi Selatan yang akan melaksanakan 11
Pilkada tahun 2010. Adalah Hampir semua calonnya terdiri dari Incumbent dan
Birokrat, maka sangat terbuka peluang untuk terjadinya praktek –praktek Birokrasi
yang akan memihak kepada calon tertentu.
6. Untuk memperbaiki adanya hambatan-hambatan untuk menjadi birokrasi yang netral
maka mutlak untuk melakukan perbaikan dan perubahan terhadap sikap dan prilaku
Birokrat sehingga tumbuh menjadi Birokrasi yang Profesional dalam menjalankan
tugas dan fungsinya sebagai Pelayan Masyarakat.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 23 -
Daftar Pustaka
Affan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelaja, Yogyakarta, 2000, hal.255
Anis K Al-Asyari.2010 . Tahun Macan dan Euforia Pilkada 2010:Anis K Al-Asyari (Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Politik UGM Yogyakarta, Direktur Program LP2R Bulukumba). http://metronews
Arend Lijphart, Electoral Systems, dalam Affan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.
Cornelis Lay. Pilkada Langsung dan Pendalaman Demokrasi. Jurusan Ilmu Pemerintahan, Dalam rangka mendorong dan memfasilitasi mahasiswa dengan keahlian untuk melakukan penelitian. Fisipol UGM. Yogya. Hal 9
Cho,hyung cho;Abdullah,syaifuddin;Abad,folrezio;Beefeltz,Hans-jurgen;Blaukat,Udo.Dinamika Politik Otonomi Daerah.Pustaka Kendi.2001.
Dowding, Keith (1995) The Civil Service, Routledge Publisher, New York, NY.
Dowding, Keith (1991) Rational Choice and Political Power, Edward Elgar, Aldershot, UK.
Drajat, Kurnia. Netralitas Birokrasi pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 (usulan penelitian). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung 2009.
Dwiyanto,Agus. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gadjah Mada Universty Press. 2002. ISBN 979-420-612-1.
Dwiyanto , Agus. 1995. “Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik”. Seminar Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya,
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 24 -
Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 20 Mei.
Dwiyanto, Agus. 2000 (a). “Membangun system pelayanan public yang memihak pada rakyat”. Seminar Nasional Profesionalisasi Birokrasi dan Peningkatan Kinerja Pelayanan Publik, Jurusan Ilmu Adminstrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 29 April.
Ida Laode. Otonomi Daerah, Demokrasi Lokal dan Clean Government. ISBN 979-9511-6-3. 2000.
Muslion, Empi. Pilkada dan ”Sakit Jiwa Birokrasi”. 06-02-10 http://empimuslion.wordpress.com/2010/02/06/pilkada-dan-%E2%80%9C sakit-jiwa-birokrasi/. oleh (Direktur Lembaga Kajian Menara Demokrasi dan Otokritik Otonomi Daerah)
Purwanto, Erwan Agus; Kumorotomo, Whyudi. Birokrasi Publik, dalam Sistem Politik Semi-Parlementer. Pernerbit Gava Media. ISBN: 979-3469-53-6. 2005
Ratnawati, Tri. ”Pemekaran Daerah Politik Lokal dan Beberapa Isu Terseleksi.Pustaka Pelajar. 2009.ISBN-978-602-8300-90.2
Ratnawati, Tri. ”Potret Pemerintahan Lokal di Indonesia di masa Perubahan, otonomi daerah 2000 – 2005. Pustaka Pelajar (P2P-LIPI).
Redjo, Samugyo. ”Kuliah Perdana Mata Kuliah Birokrasi Pemerintahan” pada Universitas Islam 45. Magister Ilmu Pemerintahan Unisma Bekasi Tahun Perkuliah-an 2009-2010 tgl 17 Oktober 2009.
Riwukaho,josef. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. ISBN 979-421-184-2. 2002
Thoha, Miftah (2003). Birokrasi Politik di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. 2003. ISBN 979-421-930-4.
Thoha, Miftah (1999). ”Demokrasi dalam Birokrasi Pemerintah Peran Kontrol Rakyat dan Netralitas Birokrasi”, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM.
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
- 25 -
Thoha, Miftah (1999). ”Membangun Kembali Birokrasi Pemerintah”, dalam Harian Republika 8 Nopember.
Weber, Max (1946), ”Bureaucracy”, From Max Weber, Hans Gerth and C. Wright Mills, (eds.), Oxford University Press, New York, NY.
Tim LIPI. Desentralisasi dan Otonomi Daerah;Naskah Akademik dan RUU Usulan LIPI. 200.dikutip dari Harian Berita Sore On line, 11 Pebruari 2003. .
Tim Politik Dalam Negeri PPPDI Sekretariat Jenderal DPR RI. ” Pemilu Legislatif 2009 dan Kesiapan Infrastruktur Politik Demokrasi di Daerah, Studi Pelaksanaan Pemilu 2009 di Provinsi Sumatera Utara. 2009.
Harian Kompas, Minggu 28 Februari 2010 Hlm. 2. Pidato Politik yang disampaikan oleh Abu Rizal Bakri pada Rakernas (Rapat Kerja Nasional) Golkar Jumat 26 Februari 2010 malam di Ancol Jakarta. ” Target saya menjelang pemilu 2014
Harian Repunlika. http.//www. republika.co.id/koran Diskusi seminar tentang ” Reformasi Birokrasi yang Terhambat” yang diliput oleh Harian Republika dan di arsipkan oleh http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=BVIHUgMCAFRS
http://nasional.infogue.com/."Pemenangan pilkada adalah tugas yang wajib diemban seluruh kader partai," ujar Pramono Anung, sekretaris jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
http://www.borneotribune.com/pdf/headline/mendagri-koordinasikan-pelaksanaan-pilkada-2010.pdf. Kamis 15 Oktober 2009.
M. Rais Rahmat. 2010. Tabel yang digunakan dihimpun data dari http://godedeahead.wordpress.com/2009/09/30/bursa-calon-bupati-di-sulsel-2010-2015/ , Bursa Calon Bupati Sulsel 2010 – 2015 http://panwaslu-sulsel.com/seputar-pilkada/245-2010-pilkada-di-11-kabupaten, http://www.scriptintermedia.com/view.php?id=4843&jenis=Pilkada , http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2010/02/24/brk,20100224-228257,id.html, http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/24/victor-datuan-batara-yg-saya-kenalcalon-bupati-tana-toraja/ http://lebihcepat.com/politik/37-politik/12640-golkar-sulsel-umumkan-calon-bupati-februari-2010.html .
Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010
Recommended