View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
GURU
TIM PENYUSUN
RUU TENTANG GURU
PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG
BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
2019
NA RUU Guru 14 Maret 2019
2
SUSUNAN TIM KERJA PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK
DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG GURU
TAHUN 2019
Penanggung Jawab : Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum.
Ketua : Prof. Dr. Ujianto P. Singgih, S.Sos., M.Si.
Wakil Ketua : Arrista Trimaya, S.H., M.H.
Sekretaris : Rachmat Wahyudi Hidayat, S.H., M.H.
Anggota : 1. Nita Ariyulinda, S.H., M.H.
2. Ricko Wahyudi, S.H., M.H.
3. Woro Wulaningrum, S.H., M.H.
4. Yuwinda Sari Pujianti, S.H.
5. Ihsan Badruni Nasution, S.Sy., S.H.
6. Sindy Amelia, S.H.
7. Aryudhi Permadi, S.H., M.H.
8. Elga Andina S.Psi., M.Psi.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
3
KATA SAMBUTAN
KEPALA PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG
Assalamualaikum Wr.Wb,
Salam Sejahtera bagi kita semua,
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena hanya atas karunia dan rahmat-Nya, penyusunan Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Guru dapat diselesaikan
dengan baik dan lancar. Naskah Akademik ini disusun sebagai dasar
pertanggungjawaban ilmiah terhadap penyusunan Rancangan Undang-
Undang (RUU) tentang Guru sekaligus guna memenuhi persyaratan dalam
pengajuan rancangan undang-undang sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Sesuai dengan keputusan rapat intern Komisi X DPR RI, Komisi X
DPR RI akan melakukan penyusunan RUU tentang Guru. Berdasarkan hal
tersebut Pimpinan Komisi X DPR RI meminta kepada Badan Keahlian DPR
RI untuk membuat NA dan Draft RUU tentang Guru melalui surat
No.LG/09434/DPR RI/V/2018 tanggal 21 Mei 2018. Penyusunan RUU
tentang Guru tidak terlepas dari tujuan bernegara yang tercantum dalam
pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan tujuan bernegara
tersebut maka Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan sumber
daya manusia di bidang pendidikan khususnya guru yang berkompeten,
berintegritas, dan profesional. Dengan demikian, pengaturan khusus dan
komprehensif mengenai guru diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan
tata kelola guru secara terencana, terarah, dan berkesinambungan sesuai
dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan.
Akhirnya kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh
anggota Tim Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
tentang Guru yang telah menyelesaikan tugasnya. Terima kasih juga kami
sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan saran
NA RUU Guru 14 Maret 2019
4
dan pemikiran hingga tersusunnya Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang tentang Guru. Harapan kami, Naskah Akademik Rancangan
Undang-Undang tentang Guru ini bermanfaat bagi bangsa Indonesia.
Jakarta, 8 Maret 2019
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang,
Dr. Inosentius Samsul, SH., M.Hum
NIP. 19650710 199003 1 007
NA RUU Guru 14 Maret 2019
5
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 7
A. Latar Belakang .......................................................................... 7
B. Identifikasi Masalah ................................................................ 10
C. Tujuan dan Kegunaan .............................................................. 11
D. Metode .................................................................................... 12
E. Sistematika Penulisan .............................................................. 13
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ......................15
A. Kajian Teoretis.......................................................................... 15
B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Berkaitan dengan
Penyusunan Norma ................................................................. 36
C. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang
Ada, Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat, dan
Perbandingan dengan Negara Lain ............................................ 38
D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang
akan Diatur dalam Undang-Undang terhadap Aspek
Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya terhadap Aspek
Beban Keuangan Negara ......................................................... 90
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT ...................................................................93
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS ....... 111
A. Landasan Filosofis.................................................................. 111
B. Landasan Sosiologis ............................................................... 113
C. Landasan Yuridis ................................................................... 115
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUPMATERI MUATAN UNDANG-UNDANG ............................ 118
A. Jangkauan dan Arah Pengatura ............................................. 118
NA RUU Guru 14 Maret 2019
6
B. Ruang Lingkup Materi Muatan .............................................. 119
1. Ketentuan Umum .............................................................. 119
2. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keguruan .................... 122
3. Kualifikasi dan Kompetensi ................................................. 125
4. Pengadaan .......................................................................... 126
5. Pemindahan ....................................................................... 128
6. Pemberhentian ................................................................... 129
7. Beban Kerja ........................................................................ 129
8. Pembinaan dan Pengembangan .......................................... 130
9. Penghargaam ..................................................................... 132
10. Guru Warga Negara Asing ................................................. 132
11. Hak dan Kewajiban ........................................................... 133
12. Pelindungan ..................................................................... 137
13. Organisasi Profesi ............................................................. 137
14. Ketentuan Peralihan ......................................................... 139
15. Ketentuan Penutup ........................................................... 139
BAB VI PENUTUP ....................................................................... 141
A. Simpulan .............................................................................. 141
B. Saran .................................................................................... 143
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 145
NA RUU Guru 14 Maret 2019
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan tolok ukur keberhasilan bangsa, yang
memengaruhi kualitas kehidupan masyarakat. Di Indonesia, pendidikan
merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi, serta harus
diselenggarakan negara untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pemerintah telah melakukan berbagai pengaturan, meliputi sistem,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Diprioritaskannya
pendidikan juga tercermin dari pengalokasian 20% APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) untuk anggaran pendidikan. Bahkan
ditegaskan bahwa visi pendidikan nasional kita adalah terwujudnya
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Salah satu variabel penting dalam sistem pendidikan nasional
adalah Guru. Dalam bahasa Sansekerta, guru berarti seorang yang
paling dihormati, figur spiritual yang tidak memiliki cela dan tidak boleh
memiliki kesalahan. Guru bukan sekedar pendidik dan pengajar namun
juga mengemban misi seorang begawan, selain bijaksana juga
menguasai ilmu pengetahuan serta sarat akan nilai moral dan agama.
Guru diharapkan menjadi sosok yang berilmu, sabar, santun, dan patut
diteladani.
Sebagai pendidik, guru diharapkan dapat mentransformasikan
ilmu pengetahuan yang tengah berkembang kepada peserta didik.
Sedangkan sebagai tenaga pendidik, guru merupakan sosok yang
berperan dalam membentuk kepribadian peserta didik sesuai dengan
batasan norma-norma sosial yang menjadi pegangan masyarakat.
Sampai saat ini masih banyak persoalan pengelolaan guru yang
masih menjadi kendala pembangunan pendidikan kita. Pertama, dari
NA RUU Guru 14 Maret 2019
8
segi kualitas guru yang dianggap masih belum sesuai dengan tuntutan.
Rendahnya mutu tenaga pendidik sudah sejak lama menjadi persoalan
dalam dunia pendidikan kita, namun penanganannya belum optimal
bahkan dipandang telah menjadi persoalan biasa. Hal ini tentu saja
sangat mengkhawatirkan bagi masa depan bangsa yang dihadang oleh
persaingan global.
Pada tahun ajaran 2016/2017 terdapat 84,21% guru SD layak
mengajar; 92,11% guru SMP layak mengajar; 96,88% guru SMA layak
mengajar; dan 93,96% guru SMK layak mengajar.1 Pemaknaan layak
mengajar di sini adalah guru dengan ijazah D-4/S-1 atau lebih tinggi
sebagai guru layak mengajar (qualified teacher). Pengertian itu belum
mengakomodir kualitas yang dibuktikan dengan sertifikasi guru. Jika
memasukkan jumlah guru yang disertifikasi, maka angka di atas akan
semakin berkurang. Pada tahun 2007, 2008, dan 2010 telah dilakukan
uji kompetensi awal untuk menentukan nominator sertifikasi. Pada
tahun 2015 mulai dilakukan uji kompetensi guru, rata- rata nilai uji
kompetensi guru nasional adalah 56,69.2 Jika dilihat lebih jauh,
terdapat perbedaan hasil uji kompetensi antara guru yang sudah S1
dengan guru yang belum S1. Untuk Taman Kanan-kanak (TK) rata-rata
nilainya adalah 59,65. Untuk guru SD yang datanya paling banyak
belum memenuhi S1 mendapatkan rata-rata nilai 54,33, untuk jenjang
SMP rata- ratanya 58,25. Dan untuk SMA rata-ratanya 61,71.3 Ini
mengindikasikan bahwa kompetensi guru masih rendah berdasarkan
tolak ukur yang ditentukan dalam standar pendidik dan tenaga
kependidikan.
Kedua, semakin maraknya masalah perlindungan guru yang
disebabkan konflik dengan peserta didik, orang tua, atau pihak lain.
Setidaknya ada 6 kasus guru berhadapan dengan hukum sejak tahun
2015 yang menjadi dampak atas kebijakan guru mendisiplinkan
1Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Rangkuman Statistik Persekolahan
2017/2018, (Jakarta,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), hlm. 19. 2Temu Ismail, S.Pd.,M.Si., Urgensi Perubahan Undang-Undang Guru dan Dosen,
disampaikan dalam Seminar Nasional Urgensi Perubahan Undang-Undang Guru dan
Dosen, 25 September 2018, hlm. 20 3Ibid.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
9
muridnya. Hal ini menyebabkan guru menjadi tidak memiliki wibawa
untuk melakukan pendisiplinan terhadap peserta didik. Berkurangnya
rasa percaya terhadap guru bukan saja mengarah pada kegagalan
pendidikan, tapi juga penghancuran masa depan anak didik. Padahal,
dalam Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen (UU tentang Guru dan Dosen), telah ditegaskan
perlindungan hukum bagi guru yang mendapatkan tindak kekerasan,
ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil.
Selain itu perlindungan guru juga disebutkan dalam Pasal 39, Pasal 40
dan Pasal 41 UU tentang Guru dan Dosen.
Ketiga, jumlah dan rasio guru yang belum memadai. Pada tahun
2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menganalisa sumber
daya manusia pendidikan dasar dan menengah bahwa secara
keseluruhan pendidikan dasar dan menengah (dikdasmen) masih terjadi
kekurangan guru sebesar 146.987 orang dengan rincian yaitu SD
kelebihan guru sebesar 90.618, SLB kekurangan guru sebesar 3.596,
SMP kelebihan guru sebesar 34.901, SMA kekurangan guru sebesar
160.661 dan SMK kekurangan guru sebesar 108.249. Jika dilihat dari
rasio siswa per guru, jumlah guru SD dan SMP lebih banyak dari siswa.
Sebaliknya, jumlah guru lebih sedikit daripada jumlah siswa.4
Untuk mengatasi permasalahan di atas, pemerintahan berupaya
memperkuat kebijakan rekrutmen dan distribusi guru yang berkualitas
dengan sebaran yang merata di seluruh wilayah. Salah satu kebijakan
tersebut, dilakukan dengan mengirim sarjana lulusan LPTK untuk
mendidik di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) di seluruh
Indonesia selama 1 tahun, yang mencakup Aceh, Sumatera Utara, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua, Papua Barat, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku. Peserta program ini telah
mencapai 13.092 orang hingga tahun 2015.
Akan tetapi, dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan penyebaran guru
4Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Analisis Sumber Daya Manusia
Pendidikan Dasar dan Menengah 2015/2016. (Jakarta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), hlm. iii.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
10
berada di tangan pemerintah daerah. Daerah yang memiliki banyak
guru dan berkualitas akan dapat mengimplementasikan pemerataan
guru, namun sebaliknya daerah yang kurang guru secara kuantitas dan
kualitas akan mengalami kesulitan.
Keempat, masalah kesejahteraan guru. Salah satu terobosan yang
diamanatkan UU tentang Guru dan Dosen adalah peningkatan
kompensasi bagi guru sehingga meningkatkan pengakuan dan
penghargaan terhadap profesi guru dan dosen yang selama ini
kerap menjadi profesi yang kurang dihargai. Hal ini diwujudkan dalam
bentuk tunjangan profesi, yang akan diperoleh para guru yang telah
memenuhi syarat dan lulus ujian sertifikasi. Hingga saat ini masih
terdapat 1 juta guru yang belum memenuhi syarat minimal kualifikasi
akademik S-1/D-4. Selain itu, baru sekitar 1,9 juta guru yang telah
tersertifikasi. Proses sertifikasi berjalan terlalu lambat tidak sebanding
dengan pertumbuhan jumlah guru, hingga target 10 tahun yang
diamanatkan UU tentang Guru dan Dosen untuk mensertifikasi semua
guru belum tercapai.
Kelima, masalah pendidikan guru yang belum diulas secara
mendalam dalam UU tentang Guru dan Dosen. Program pendidikan
guru merupakan salah satu prodi yang paling banyak dibuka perguruan
tinggi, karena banyak peminatnya. Berdasarkan data dari
Kemenristekdikti RI (2016) pada tahun 2015 terdapat 412 LPTK (tidak
termasuk LPTK dibawah Kemenag RI), sedangkan tingginya minat calon
mahasiswa disebabkan ada prospek kesejahteraan yang akan diterima
guru. Akan tetapi, peminatnya bukan siswa terbaik. LPTK hanya
dijadikan cadangan ketika mereka tidak diterima di perguruan tinggi
favorit. Hal ini menyebabkan lulusan LPTK pun tidak memiliki kualitas
yang diharapkan dan layak menjadi guru.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, terdapat
beberapa permasalahan sebagai berikut:
NA RUU Guru 14 Maret 2019
11
1. Bagaimana perkembangan teori tentang guru dan bagaimana
praktik empiris tentang guru? Apakah terdapat permasalahan dalam
praktik penyelenggaraan yang terkait dengan substansi yang akan
diatur dan bagaimana solusi yang perlu dituangkan sebagai materi
muatan undang-undang dalam RUU tentang Guru?
2. Bagaimana kondisi hukum dan peraturan perundang-undangan
yang ada pada saat ini terkait dengan guru? Apakah terjadi
kekosongan hukum? Apakah terdapat pengaturan dalam peraturan
yang lebih rendah dari undang-undang yang seharusnya diatur
dengan undang-undang? Apakah terjadi tumpang tindih antara
peraturan perundang-undangan? Apakah terjadi disharmonisasi
sehingga diperlukan solusi dalam bentuk RUU tentang Guru?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
dan yuridis dari pembentukan RUU tentang Guru?
4. Apa yang menjadi sasaran, jangkauan, dan arah pengaturan, ruang
lingkup serta materi muatan yang perlu diatur dalam RUU tentang
Guru?
C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan NA
Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Permusikan
bertujuan untuk:
1. mengetahui perkembangan teori tentang guru; praktik empiris
tentang guru dan permasalahan dalam praktik penyelenggaraan
yang terkait dengan substansi yang akan diatur; serta solusi yang
perlu dituangkan sebagai materi muatan undang-undang dalam
RUU tentang Guru;
2. mengetahui kondisi hukum dan peraturan perundang-undangan
yang ada pada saat ini terkait dengan guru, meliputi: adanya
kekosongan hukum; adanya pengaturan dalam peraturan yang lebih
rendah dari undang-undang yang seharusnya diatur dengan
undang-undang; adanya tumpang tindih antara peraturan
perundang-undangan; dan adanya disharmonisasi sehingga
diperlukan solusi dalam bentuk RUU tentang Guru;
NA RUU Guru 14 Maret 2019
12
3. merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan
yuridis dari pembentukan RUU tentang Guru yang dapat menjadi
dasar atau argumentasi dari pembentukan RUU tentang Guru;
4. merumuskan sasaran, jangkauan, dan arah pengaturan, ruang
lingkup serta materi muatan yang perlu diatur dalam RUU tentang
Guru.
Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Guru diharapkan
dapat digunakan sebagai acuan atau dasar bagi penyusunan draf RUU
tentang Guru.
D. Metode
Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Guru dilakukan
melalui studi kepustakaan/literatur dengan menelaah berbagai data
sekunder seperti peraturan perundang-undangan terkait, baik di tingkat
undang-undang maupun peraturan pelaksanaan dan berbagai dokumen
hukum terkait. Guna melengkapi studi kepustakaan dan literatur
dilakukan pula diskusi melalui Focus Group Discussion/FGD dan
wawancara serta kegiatan uji konsep dengan berbagai pihak
berkepentingan atau stakeholders terkait guru dan para pakar atau
akademisi, antara lain:
1. Organisasi Profesi, yang terdiri atas:
a. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI);
b. Ikatan Guru Indonesia (IGI);
c. Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI);
d. Forum Guru Honorer; dan
e. Asosiasi Guru Sejarah Indonesia.
2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
3. Kementerian Agama;
4. Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah; dan
5. Pemangku kepentingan di daerah, yang terdiri atas:
a. Provinsi Jawa Barat:
1) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat; dan
NA RUU Guru 14 Maret 2019
13
2) Universitas Pendidikan Indonesia.
b. Provinsi Kalimantan Barat:
1) FKIP Universitas Tanjungpura;
2) Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat;
3) Musyawarah Guru Mata Pelajaran; dan
4) PGRI Kalimantan Barat.
c. Provinsi Papua Barat:
1) Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong;
2) Dinas Pendidikan Kota Sorong;
3) Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat;
4) Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia
Dini Indonesia (Himpaudi) Kota Sorong; dan
5) Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia
Dini Indonesia (Himpaudi) Kabupaten Raja Ampat.
d. Provinsi Bangka Belitung:
1) Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung;
2) SMAN 1 Tanjung Pandan.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika Naskah Akademik RUU tentang Guru yakni sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN, memuat latar belakang, identifikasi masalah,
tujuan dan kegunaan, serta metode.
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS, memuat uraian
mengenai materi yang bersifat teoritis, asas/prinsip yang berkaitan
dengan penyusunan norma, praktik empiris, dan implikasi penerapan
sistem baru yang akan diatur dalam Undang-Undang terhadap aspek
kehidupan bermasyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban
keuangan negara.
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT, memuat kajian terhadap peraturan perundang-
undangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan
undang-undang baru dengan peraturan perundang-undangan lain.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
14
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSILOGIS, DAN YURIDIS, memuat
pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk mempertimbangkan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI UNDANG-UNDANG, memuat jangkauan, arah pengaturan, dan
ruang lingkup dari undang-undang yang dibentuk.
BAB VI PENUTUP, memuat simpulan dan saran.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
15
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoretis
1. Fungsi dan Kedudukan Guru
Guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang
yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.
Pengertian ini memberi kesan bahwa guru adalah orang yang
melakukan kegiatan dalam bidang mengajar. Istilah guru sinonim
dengan kata pengajar dan sering dibedakan dengan istilah pendidik.
Perbedaan ini dalam pandangan Muh. Said dalam Rusn dipengaruhi
oleh kebiasaan berpikir orang Barat, khususnya orang Belanda yang
membedakan kata onderwijs (pengajaran) dengan kata opveoding
(pendidikan).5 Pandangan ini diikuti oleh tokoh-tokoh pendidikan di
dunia Timur, termasuk tokoh-tokoh pendidikan di kalangan muslim.
Nata mengemukakan istilah-istilah yang berkaitan dengan
penamaan atas aktivitas mendidik dan mengajar. Ia lalu
menyimpulkan bahwa keseluruhan istilah- istilah tersebut
terhimpun dalam kata pendidik.6 Hal ini disebabkan karena
keseluruhan istilah itu mengacu kepada seseorang yang
memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada
orang lain. Selanjutnya, guru menurut Zahara Idris dan Lisma
Jamal dalam Idris adalah orang dewasa yang bertanggung jawab
memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam hal
perkembangan jasmani dan ruhaniah untuk mencapai tingkat
kedewasaan, memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk
individu yang mandiri, dan makhluk sosial.7
Guru menjadi faktor yang menentukan mutu pendidikan
karena guru berhadapan langsung dengan para peserta didik dalam
5 Abidin Ibn. Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan (Cet. II), (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,.2009), hlm. 62–63. 6 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam ( Jilid I. Cet. I), (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu,1997), hlm 61. 7 Muhamad Idris, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008),
hlm 49.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
16
proses pembelajaran di kelas. Di tangan guru, mutu dan
kepribadian peserta didik dibentuk. Karena itu, perlu sosok guru
kompeten, bertanggung jawab, terampil, dan berdedikasi tinggi.
Guru adalah kurikulum berjalan. Sebaik apa kurikulum dan sistem
pendidikan yang ada tanpa didukung oleh kemampuan guru,
semuanya akan sia-sia. Guru berkompeten dan bertanggung jawab,
utamanya dalam mengawal perkembangan peserta didik sampai ke
suatu titik maksimal. Tujuan akhir seluruh proses pendampingan
guru adalah tumbuhnya pribadi dewasa yang utuh.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu
pesat, guru tidak lagi sekadar bertindak sebagai penyaji informasi.
Guru juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator,
dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri
informasi.8 Dengan demikian, guru juga harus senantiasa
meningkatkan keahliannya dan senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu
menghadapi berbagai tantangan.
Bagi sebagian guru, perubahan dan perkembangan ini bersifat
menyebabkan kecemasan, karena tidak hanya berupa perubahan
teknis dan praktis, tapi juga menimbulkan konsekuensi psikologis
bagi guru. Misalnya, perubahan kurikulum atau perubahan
kebijakan pendidikan. Perubahan itu tidak sekadar perubahan
struktur dan isi kurikulum, atau sekadar perubahan isi
pembelajaran, tetapi perubahan yang menuntut perubahan sikap
dan perilaku dari para guru. Misalnya, perubahan karakter, mental,
metode, dan strategi dalam pembelajaran. Guru dalam menjalankan
tugas profesionalnya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang
tidak ringan.
8 M. Shabir Usmani, Kedudukan Guru sebagai Pendidik: Tugas dan Tanggung
Jawab, Hak dan Kewajiban, dan Kompetensi Guru. Auladuna, Vol. 2 No. 2 Desember 2015, hlm. 222
NA RUU Guru 14 Maret 2019
17
Sanjaya9 menyebutkan ada empat peran guru dalam
pengembangan kurikulum yaitu sebagai implementers, adapters,
developers, dan researchers. Sebagai implementers, guru bertugas
melaksanakan kurikulum yang sudah ada; sebagai adapter, guru
menyelaraskan kurikulum dengan karakteristik kebutuhan siswa
dan kebutuhan daerah; sebagai developer menuntut guru untuk
menyusun kurikulum kemudian menentukan strategi yang tepat
dalam pembelajaran; dan akhirnya sebagai researcher guru bertugas
menguji bahan ajar demi menemukan metode yang paling efektif.
Sementara itu, Mudhofir menyebutkan ada 6 tugas guru,
yaitu:10
a. sebagai pengajar, yang merencanakan dan melaksanakan
pengajaran.
b. sebagai pembimbing, yang memberikan bantuan kepada siswa
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
c. sebagai administrator kelas, di mana ia menatalaksanakan
pengajaran di dalam kelas.
d. sebagai pengembang kurikulum, menuntut guru untuk mencari
gagasan-gagasan baru dalam menyempurnakan praktek
pendidikan dan aktivitas pengajaran.
e. untuk mengembangkan profesi, pada dasarnya ialah tuntutan
dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga,
dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya. Oleh
karena itu, guru dituntut untuk selalu peka dan meningkatkan
kualitasnya.
f. untuk membina hubungan dengan masyarakat, merupakan
tugas guru untuk berkolaborasi dengan masyarakat dalam
mencapai tujuan-tujuan pendidikan, karena pendidikan tidak
saja terjadi di sekolah tapi juga di luar sekolah, terutama di
9 Faridah Alawiyah, Peran Guru Dalam Kurikulum 2013, Aspirasi, 4(1), Juni 2013,
hlm. 68. 10 Ali Mudghofir, Pendidik Profesional : Konsep, Strategi, Dan Aplikasinya Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012), hlm 86.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
18
rumah.
Untuk itu, guru harus memiliki dan menguasai
kompetensinya dan sekaligus mengetahui hak dan kewajibannya
sehingga ia menjadi sosok guru yang betul-betul profesional.
2. Guru sebagai Profesi
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu
bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang.
Sanusi dalam Syaefudin mengatakan bahwa profesi merupakan
suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise)
dari para anggotanya.11 Artinya ia tidak dapat dilakukan oleh
sembarangan orang yang tidak dilatih atau disiapkan secara khusus
untuk melakukan pekerjaan itu. Webstar dalam Kusnandar juga
mengatakan bahwa profesi juga diartikan sebagai jabatan atau
pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan khusus yang
diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.12
Sementara profesional menunjuk pada penampilan seseorang
yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya. Profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.13
Guru yang profesional akan tercermin dalam penampilan
pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan
keahlian, baik dalam materi maupun metode. Di samping
keahliannya, sosok guru profesional ditunjukkan melalui tanggung
jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru
profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan
tanggung jawabnya sebagai guru kepada peserta didik, orang tua,
11Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan
di Indonesia. Cet. IV, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 16–17. 12Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru.(Bandung: Alfabeta, 2009),
hlm.6. 13Kusnandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 45.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
19
masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Sebagai pengajar
atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap
adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan
peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya
pendidikan, selalu bermuara pada faktor guru.14 Hal ini
menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam dunia
pendidikan.
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan
dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang
pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan
seseorang yang menjadi mata pencaharian.15 Sanjaya merinci
pekerjaan profesional guru, dengan ciri pokok sebagai berikut:
a. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara
mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari lembaga-
lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya
didasarkan pada keilmuan yang dimilikinya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang
tertentu spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara
profesi yang satu dengan profesi yang lainnya dapat dipisahkan
secara tegas.
c. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan
kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui
oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang
pendidikan akademis sesuai dengan profesinya, semakin tinggi
pula tingkat penghargaan yang diterimanya.
Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga
memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga
masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap setiap
14 Abidin Ibn. Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan (Cet. II), (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,.2009), hlm. 63. 15Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Ciputat: PT
Ciputat Press, 2005), hlm. 13.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
20
efek yang ditimbulkannya dari pekerjaan profesinya itu.16
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi
yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan
pengajaran. Secara sederhana, kompetensi adalah kualitas yang
dimiliki individu untuk dapat melakukan pekerjaan tertentu.
Kompetensi lebih dari sekadar pengetahuan dan keterampilan.
Menurut Ali Mudlofir, kompetensi terdiri dari 6 komponen: (1)
performance component, (2) subject component, (3) professional
component, (4) process component, (5) adjustment component, dan (6)
attitudes component.17
Kompetensi tidak sama dengan pekerjaan. Bahwa kompetensi
dan pekerjaan memiliki keterkaitan yang sangat erat, memang
demikian hakikatnya. Kompetensi dalam konteks ini lebih
cenderung merupakan prasyarat tertentu yang harus dipenuhi oleh
seseorang sebelum melakukan suatu pekerjaan.18 McClelland
menjelaskan bahwa kompetensi bersifat spesifik pada tugas dan
organisasi, sehingga mereka hanya bisa digambarkan dalam konteks
pekerjaan yang ditugaskan.19
Suatu kompetensi dapat terdiri dari beberapa pengetahuan
dan keterampilan. Ia mencakup kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan yang kompleks, dengan menarik atau menggerakkan
sumber daya psikososial (termasuk keterampilan dan sikap) dalam
konteks tertentu.20 Misalnya kemampuan berkomunikasi efektif
membutuhkan keterampilan bahasa, keterampilan IT praktis, dan
sikap terhadap lawan bicaranya.
Oleh karena itu, Mudhofir menganggap kompetensi sebagai
16 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Kencana Prenada Media
Group, 2008), hlm. 275. 17 Ali Mudlofir, Pendidik Profesional : Konsep, Strategi, Dan Aplikasinya Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012), hlm. 99.
18 Hermana Soemantri, Kompetensi Sebagai Landasan Konseptual Kebijakan Kurikulum Sekolah di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 6, November 2010, hlm. 685
19 Leonardo Evangelista, Competence, competencies and career guidance, Coherence, Co-Operation and Quality in Guidance and Counselling Research, 2009, hlm. 1–6.
20 ibid
NA RUU Guru 14 Maret 2019
21
pilarnya atau teras kinerja dari suatu profesi.21 Artinya, seorang
profesional yang kompeten itu harus dapat menunjukkan
karakteristik utamanya, seperti:
a. Mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional. Ini
berarti ia memiliki kemampuan analisis kritis dan pertimbangan
logis untuk membuat pilihan dan memutuskan.
b. Menguasai perangkat pengetahuan (teori dan konsep, prinsip dan
kaidah, hipotesis dan generalisasi, data dan informasi, dsb.)
tentang seluk beluk apa yang menjadi bidang tugas pekerjaannya.
c. Menguasai perangkat keterampilan (strategi dan taktik, metode
dan teknik, prosedur dan mekanisme, sarana dan instrumen, dsb)
tentang cara bagaimana dan dengan apa harus melakukan
pekerjaannya.
d. Memahami standar kelayakan normatif minimal kondisi
keberhasilan pengajaran
e. Memiliki motivasi dan aspirasi untuk melakukan tugasnya
f. Memiliki kewenangan untuk mendemonstrasikan dan menguji
kompetensinya agar memperoleh pengakuan.
Para ahli mengusulkan banyak konsep mengenai kompetensi
guru, seperti kemampuan intelektual; manajemen; keterampilan
interpersonal; menjadi profesional22; mampu melakukan kontak
secara pantas dengan penonton.23 Dalam pandangan Fathivajargah
guru yang pantas dipekerjakan adalah yang memiliki kompetensi
kognitif (kesadaran diri, kesadaran pembelajar, dan kesadaran atas
proses belajar mengajar), emosional (berdasarkan minat, nilai, dan
sikap), dan praktikal (berkaitan dengan murid, kelas, sekolah, dan
masyarakat).24 Spencer & Spencer mengenalkan model gunung es
(iceberg model) dalam menjelaskan mengenai kompetensi, yang
21 Ali Mudghofir,Pendidik Profesional : Konsep, Strategi, Dan Aplikasinya Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012), hlm. 97-98
22 M Ilanlou & M Zand, Professional competencies Of Teachers And The Qualitative Evaluation, Procedia - Social and Behavioral Sciences, 29, 2011, hlm. 1144
23 ibid 24 ibid, hlm. 1145
NA RUU Guru 14 Maret 2019
22
mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.25 Jika
pengetahuan dan keterampilan didapat dari pendidikan dan
pelatihan, maka sikap merupakan hasil dari dinamika kepribadian
manusia yang bertumbuh sejalan dengan perkembangan mentalnya.
Semakin lama daftar kompetensi guru bertambah seiring
dengan perubahan dan tantangan yang dihadapi guru dalam
konteks dampak kebijakan pendidikan global.26 Sejauh ini ada 39
kompetensi guru yang dikumpulkan Kovač, Eafajac & Buchberger.
Kompetensi tersebut dibagi atas 4 kelompok.27
a. Kompetensi terkait nilai-nilai dan pengasuhan anak;
b. Kompetensi yang berkaitan dengan pemahaman sistem
pendidikan dan kontribusi terhadap pengembangannya;
c. Kompetensi berkaitan pengetahuan mengenai mata pelajaran,
pedagogi, dan kurikulum;
d. Kompetensi terkait evaluasi diri dan pengembangan profesional.
Kompetensi sosial kemudian ikut dipertimbangkan, misalnya
kesediaan guru untuk berpartisipasi dalam debat publik tentang
pendidikan; memantau dan berpartisipasi dalam kegiatan amal yang
relevan; kemampuan berpartisipasi dalam proyek di bidang
pendidikan; memahami prioritas nasional dalam pendidikan;
kesediaan untuk bekerja sama dengan masyarakat setempat dalam
mengatur kegiatan program (misalnya menyelenggarakan pelatihan
praktis dalam bisnis lokal); kemampuan untuk mengantisipasi
kebutuhan pasar tenaga kerja baru yang terkait dengan pendidikan;
kemampuan melakukan penelitian untuk kemajuan pendidikan;
pemahaman tentang legislasi dan otoritas dalam pendidikan;
kesediaan untuk bekerja sama dengan pemangku kepentingan dari
institusi kesehatan dan sosial; dan kemauan untuk berpartisipasi
25 Lyle Spencer & Signe M. Spencer, Competence at Work, Models For Superior
Performance, (Canada : John Wiley & Sons, Inc., 1993), hlm.11 26 Vesna Kovač, Branko Rafajac, & Iva Buchberger, Croatian Teacher Competencies
Related to the Creation and Implementation of Education Policy, C.E.P.S Journal, 4(4),2014, hlm.54
27 ibid.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
23
dalam rencana pengembangan sekolah.28
Sementara itu, penelitian terhadap efektivitas guru di Inggris
telah menghasilkan model yang mengaitkan 3 faktor: karakteristik
profesional, keterampilan mengajar, dan iklim kelas.29 Dalam
bekerja seseorang membutuhkan kompetensi profesional yang
terdiri dari pengetahuan dan keterampilan dan kompetensi personal
yang mencakup motif individu, ciri, dan konsep diri.
Kalau menurut Aghaie30 para guru perlu memiliki kompetensi
(1) pengetahuan atas berbagai keterampilan berpikir dan
mengaplikasikannya; (2) familiar dengan metode pembelajaran dan
pengajaran baru serta mengaplikasikannya; (3) manajemen kelas
dan keterampilan khusus untuk berkomunikasi dengan murid; (4)
familiar dengan teknologi komunikasi dan informasi, serta mampu
menggunakannya dalam pengajaran; (5) keterampilan meneliti; dan
(6) terampil dalam mengevaluasi prestasi akademik. Akan tetapi,
Shabani memiliki teori yang lebih sederhana, yaitu membagi
kompetensi menjadi 2, yaitu (1) kompetensi karakteristik, yang
meliputi pengaturan berorientasi murid, berorientasi pada murid
dan kedekatan murid, dan pengaturan berorientasi subjek; (2)
saintifik, yang termasuk di dalamnya adalah kesadaran psikologi,
metode mengajar, metode komunikasi baru, psikologi sosial,
psikologi pengajaran dan komunikasi.31 Taghi Pour Zahir32 juga
membagi 2 kompetensi guru menjadi vokasional dan personal, di
mana vokasional meliputi pengetahuan umum, pengetahuan vokasi
dan keterampilan komunikasi; sedangkan yang personal antara lain
kesehatan jiwa dan fisik, ketaatan pada nilai, serta memiliki
kemampuan mental yang baik.
Ilandou dan Zan sendiri mengusulkan guru memiliki
28 Ibid, hlm. 56 29 P Sammons & L Bakkum, Effective Schools, Equity And Teacher Effectiveness: A
Review To The Literature, Profesorado, 15(3),2011, hlm. 16. 30 Ibid. 31 Ibid. 32 Ibid.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
24
kompetensi umum dan kompetensi khusus.33 Kompetensi umum
meliputi pemahaman dengan psikologi perkembangan dan
pembelajaran, kesadaran akan proses pengajaran-pembelajaran,
manajemen kelas, metode pengajaran, pengontrolan dan evaluasi.
Sementara itu, kompetensi khusus antara lain penguasaan konten,
menyajikan konten dalam urutan yang tepat, mengorganisasi
konten, menguasai penggunaan alat latihan, mencatat secara
akurat, memberikan umpan balik kepada murid.34
Berdasarkan pembagian para ahli di atas, penulis menemukan
kesamaan yaitu bahwa guru harus memiliki setidaknya 3 dimensi
kompetensi, yaitu:
a. Pengetahuan, termasuk di dalamnya penguasaan materi
pembelajaran, pengetahuan mengenai teori pengajaran, konsep
pedagogis.
b. Praktek, yaitu kemampuan untuk menyampaikan materi kepada
murid dalam cara efektif berdasarkan teori pengajaran.
c. Afeksi, yaitu passion, semangat, motivasi untuk mengajar.
Bila dianalisis kembali, guru dalam konteks profesional dari
pengertian dan ciri profesional tersebut di atas dapat diartikan
sebagai profesi seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya
bukan hanya mengajar dan memberikan informasi berupa materi
pelajaran saja, akan tetapi memiliki tujuan. Dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya diperlukan kemampuan khusus yang
didasarkan konsep pengetahuan yang spesifik.
Sebagai tenaga profesional, maka pengelolaan guru juga harus
mengikuti prosedur yang terpadu dalam pengelolaan sumber daya
manusia, yaitu:
a. Rekrutmen dan Seleksi Guru
Rekrutmen didahului dengan perencanaan kebutuhan
sumber daya manusia. Kegiatan ini akan menentukan jumlah
33 Ibid. 34 Ibid.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
25
orang yang dibutuhkan, keahlian yang diharapkan, dan proses
pendidikan yang dibutuhkan untuk memproduksi tenaga guru.
Rekrutmen guru dilakukan pada saat calon mahasiswa
mendaftar ke LPTK. LPTK merupakan salah satu kunci berhasil
atau tidaknya pendidikan di Indonesia. Gaffar menekankan
bahwa LPTK memiliki tugas pokok untuk mendidik calon-calon
guru TK hingga perguruan tinggi.35 Pendidikan guru merupakan
langkah awal untuk mempersiapkan sumber daya guru. Dr
Huihua He, Associate Professor dan Deputy Director, College of
Education - Shanghai Normal University, menyatakan bahwa
pendidikan guru setidaknya berjalan 4 tahun ditambah 1 tahun
kerja praktek untuk menjadi guru (UNESCO).
Untuk mengemban tugas tersebut, LPTK harus dinilai
apakah sudah memenuhi standar kelayakan sebagai sebuah
LPTK yang bermutu dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugas tersebut. Untuk menghasilkan lulusan yang
berkualitas perlu dilakukan perbaikan pada saat rekrutmen
calon mahasiswa. Dengan kata lain, calon mahasiswa harus
diseleksi secara ketat agar menghasilkan sarjana yang
berkualitas. Selain itu juga harus melakukan pembenahan
kurikulum, kualitas dosen, atmosfer akademik, sarana, dan
budaya akademik juga harus dibangun untuk melahirkan
sarjana pendidikan yang handal secara intelektual dan memiliki
kualitas akhlak yang baik.
Tidak semua orang dapat menjadi dokter untuk
menyembuhkan penyakit pasien, diperlukan keahlian khusus
melalui pendidikan khusus untuk menjadi seorang dosen.
Begitupun guru, tidak semua orang dapat menjadi guru,
diperlukan keahlian khusus melalui pendidikan khusus untuk
menjadi seorang guru. Kompetensi guru tidak serta merta dapat
dimiliki oleh seorang guru, karena kemampuan ini didapat
35 Mohammad Fakry Gaffar, Standarisasi dan Pengembangan Mutu Pendidikan,
(Makalah disampaikan pada Pertemuan FIP/JIP Seluruh Indonesia di Bukittinggi, 12-14
September 2005).
NA RUU Guru 14 Maret 2019
26
melalui proses yang panjang. Kemampuan ini dapat dimiliki oleh
individu melalui pendidikan dan pelatihan khusus keguruan
dalam jangka waktu yang tidak singkat dan tidak instan. LPTK
memiliki peran yang cukup signifikan dalam mencetak dan
melatih tenaga pendidik. Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) adalah lembaga yang menyelenggarakan
program akademik dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan
dan mengembangkan ilmu pendidikan, ilmu keguruan,
mendidik dan mempersiapkan tenaga profesional dalam bidang
kependidikan. Keberadaan LPTK menjadi sangat penting karena
menyangkut keberlangsungan masa depan pendidikan di
Indonesia dalam mempersiapkan calon- calon guru profesional.
LPTK menjadi lembaga pendidikan mengembangkan
kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
dengan mewujudkan profesionalisme guru secara sistemik
terukur dan terarah. Peran LPTK adalah mempersiapkan dan
meningkatkan kemampuan guru untuk memiliki kompetensi
kepribadian, kompetensi profesi, serta kompetensi sosial melalui
pendidikan yang pada akhirnya dapat menghasilkan calon guru
atau guru yang profesional sehingga mampu melaksanakan
proses pembelajaran secara baik. LPTK harus terus dibangun,
kedudukannya pun menjadi penting. Saat ini mulai menjamur
pendidikan tinggi yang memiliki jurusan atau program studi
keguruan, namun perannya sangat sedikit karena belum bisa
mencetak tenaga guru profesional yang siap pakai.
Menurut ILO dan UNESCO, program persiapan guru harus
mencakup:36
1) Pengetahuan umum
2) Studi dengan elemen utama: filosofi, psikologi, sosiologi yang
diaplikasikan dalam pendidikan, teori dan sejarah edukasi,
36 International Labour Organization, The ILO/UNESCO Recommendation concerning
the Status of Teachers (1966 ), (Geneva: International Labour Organization, 2016), hlm.26.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
27
dan pendidikan perbandingan, pedagogis eksperimental,
administrasi sekolah dan metode pengajaran berbagai mata
pelajaran;
3) Studi terkait bidang pengajaran yang diinginkan murid;
4) Praktek pengajaran dalam pelaksanaan aktivitas
ekstrakurikuler di bawah arahan guru yang memiliki
kualifikasi penuh.
Pendidikan berbasis kompetensi menjadi tuntutan dalam
sistem pendidikan di berbagai negara.37
b. Penempatan Guru
Ahmad Yani menemukan 4 faktor yang paling banyak
berpengaruh terhadap kebijakan distribusi guru, yaitu (1)
ketiadaan regulasi) ketiadaan regulasi penempatan dan distribusi
guru dalam bentuk payung hukum yang kuat, (2) lemahnya
sistem data informasi kependidikan, (3) lemahnya pengawasan
dan penegakan hukum, dan (4) kekuatan permainan elit politik
lokal.38
Sebagaimana pekerjaan lain, ILO dan UNESCO
menyarankan adanya masa percobaan bagi calon guru. Masa
percobaan harus dilihat sebagai kesempatan untuk menjaga
standar profesional yang tepat serta pengembangan kemahiran
mengajar guru. Durasi normal masa percobaan harus diketahui
sebelumnya dan kondisi untuk penyelesaiannya yang
memuaskan harus benar-benar terkait dengan kompetensi
profesional. Jika guru gagal menyelesaikan masa percobaannya
dengan memuaskan, dia harus diberitahu alasannya dan harus
memiliki hak untuk mengulang.39
37 S. Nissilä, et al, Towards competence-based practices in vocational education -
what will the process require from teacher education and teacher identities?, CEPS Journal : Center for Educational Policy Studies Journal, 5(2),2015), hlm. 16.
38 Ahmad Yani, Kebijakan Distribusi Guru Melalui Participatory Management Pada Era Otonomi Daerah. Manajerial, 9(17), 2010, hlm. 47-48.
39 International Labour Organization, The ILO/UNESCO Recommendation concerning the Status of Teachers (1966 ), (Geneva: International Labour Organization, 2016), hlm.29.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
28
Dalam konsep karir guru di Indonesia, masa percobaan
dapat dilakukan ketika calon guru masih mengikuti pendidikan
di LPTK. Kegiatan ini perlu disatukan dalam rangkaian uji
kompetensi yang menjadi syarat seseorang dapat menjadi guru
dan nantinya mendapat pengakuan sebagai guru (misalnya
dengan sertifikat pendidik). Prosedur yang dilakukan dapat
berupa:
Gambar 1.
Prosedur
c. Penilaian kinerja
Keberhasilan atau kegagalan sistem pendidikan di sekolah
bergantung pada pengetahuan dan keterampilan guru.40
Pengetahuan guru terus dituntut untuk beradaptasi dengan
perkembangan jaman, baik berupa perubahan kurikulum
maupun gaya belajar anak didik. Oleh karena itu perlu
dilakukan evaluasi atas kinerja guru. Evaluasi berfungsi untuk
menjaga guru tetap meningkatkan pengetahuan teori dan
praktiknya sekaligus meningkatkan keterampilan baru yang
dibutuhkan. Evaluasi dapat digunakan untuk
40 William B. Jr Weber, L. Somers, & L. Wurzbach, Improving The Teaching And
Learning Of Mathematics: Performance-based Assessment Of Beginning Mathematics Teachers, School Science and Mathematics, 98(8), 1998, hlm. 430.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
29
mengidentifikasikan kekurangan guru yang perlu ditutupi
dengan pelatihan.41
Berdasarkan Penelitian Efektifitas Guru (Teacher
Effectiveness Research, TER) pengajaran yang efektif berasal dari
8 faktor guru, yaitu: (1) orientasi, (2) structuring; (3) pertanyaan;
(4) pencontohan pengajaran; (5) aplikasi; (6) lingkungan
pembelajaran di kelas; (7) manajemen waktu; dan (8) penilaian.42
Kedelapan faktor tersebut dikelompokkan Kyriakides dan
Archambault menjadi 5 dimensi, yaitu43
1) Orientasi, yang mengacu pada perilaku guru ketika
menyampaikan tujuan dari tugas, pelajaran, atau
serangkaian pelajaran tertentu. Termasuk juga di dalamnya
perilaku guru ketika menantang anak didik menyatakan
alasan mengapa suatu kegiatan dilakukan dalam pelajaran.
Orientasi dimaksudkan untuk menarik partisipasi murid di
dalam kelas, karena mereka merasa pelajaran yang
disampaikan memiliki makna.
2) Structuring menunjukkan pola perilaku guru mengatur awal
pelajaran, menguraikan konten, menarik ide utama, dan
mengulas kembali ide utama di akhir pembelajaran.
3) Teknik bertanya. guru yang efektif melontarkan pertanyaan
dan berusaha melibatkan murid dalam kegiatan
pembelajaran.
4) Teaching modelling. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
guru yang efektif diharapkan dapat membantu siswa
menggunakan strategi dan/atau mengembangkan strategi
mereka sendiri untuk memecahkan berbagai jenis masalah.44
41UNESCO. What Makes a Good Teacher?, UNESCO, diakses dari
https://en.unesco.org/news/what-makes-good-teacher, pada tanggal 19 September 2018 42Leonidas Kyriakides, Isabelle Archambault, & Michel Janosz, Searching for stages
of effective teaching: A study testing the validity of the dynamic model in canada.The Journal of Classroom Interaction, 48(2), 2013, hlm. 11
43Ibid. 44Kyriakides, Campbell, & Christofidou, 2002, dalam Leonidas Kyriakides, Isabelle
Archambault, & Michel Janosz, Searching for stages of effective teaching: A study testing the
https://en.unesco.org/news/what-makes-good-teacher
NA RUU Guru 14 Maret 2019
30
Dengan begitu, siswa cenderung mengembangkan
keterampilan yang membantu mereka mengatur
pembelajaran mereka sendiri (misalnya, pengaturan mandiri,
pembelajaran aktif).45
5) Aplikasi, penting bagi guru yang efektif untuk dapat memberi
kesempatan mempraktekkan dan mengaplikasikan apa yang
diajarkan.
Dalam penilaian kinerja, dipertimbangkan kemampuan
guru menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan beban kerja
guru. Pengaturan beban kerja guru menjadi penting agar guru
dapat menjalankan tugasnya secara maksimal. ILO dan UNESCO
merekomendasikan beberapa poin yang perlu diperhatikan
terkait beban kerja guru, antara lain:46
1) Jam kerja guru per hari dan per minggu harus ditetapkan
dengan berkonsultasi dengan organisasi guru.
2) Penetapan jam mengajar memperhatikan semua faktor yang
relevan dengan beban kerja guru, seperti:
a) jumlah murid yang diajar per hari dan per minggu;
b) perlunya menyediakan waktu yang memadai untuk
perencanaan dan persiapan pelajaran, serta untuk
evaluasi kerja;
c) jumlah mata pelajaran berbeda yang harus diajarkan
dalam satu hari;
d) waktu yang dibutuhkan guru untuk melakukan riset,
terlibat dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler,
tugas-tugas pengawasan dan konseling murid;dan
e) keinginan menyediakan waktu bagi guru untuk
melaporkan dan berkonsultasi dengan orang tua terkait
perkembangan murid.
validity of the dynamic model in canada.The Journal of Classroom Interaction, 48(2), 2013. hlm. 13
45 loc.cit. 46 International Labour Organization, The ILO/UNESCO Recommendation concerning
the Status of Teachers (1966 ), (Geneva: International Labour Organization, 2016), hlm. 36-37
NA RUU Guru 14 Maret 2019
31
3) Guru harus diberikan waktu yang cukup untuk
berpartisipasi dalam program pelatihan.
4) Partisipasi guru dalam kegiatan ekstrakurikuler tidak boleh
menjadi beban tambahan dan mengganggu penyelesaian
tugas utamanya sebagai guru.
5) Guru yang diberikan tanggung jawab pendidikan khusus di
samping instruksi kelas harus dikurangi jam mengajar
normalnya.
d. Pengembangan
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan,
perlu diadakan pelatihan dan pendidikan bagi guru.
Pengembangan dapat membantu mereka agar mampu mengatasi
tanggung jawabnya di masa depan.47 Manfaat pengembangan:48
Tabel 1
Manfaat Pengembangan
Untuk Manfaat
sekolah/Institusi Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan. Memperbaiki moral pekerja.
Membantu menciptakan citra institusi lebih baik. Membantu perkembangan kebenaran, keterbukaan, dan kepercayaan.
Membantu pengembangan perusahaan. Institusi dapat membuat keputusan yang lebih efektif dalam memecahkan masalah.
Menurunkan biaya. Memperbaiki hubungan guru dan manajemen.
Mengurangi biaya konsultasi dengan pihak luar. Membantu guru menyesuaikan diri dengan perubahan.
Membantu dalam mengatasi konflik dan mencegah stres.
Individu Membantu mengambil keputusan yang lebih baik dan pemecahan masalah yang lebih efektif.
Mendapatkan motivasi dari pengakuan, prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan.
47 Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira, Manajemen Sumber Daya Manusia
Strategik (edisi kedua), (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 133 48 ibid
NA RUU Guru 14 Maret 2019
32
Membantu meningkatkan pengembangan dan
kepercayaan diri. Membantu mengatasi stres, kekecewaan, dan konflik Menyediakan informasi untuk memperbaiki
pengetahuan dan keterampilan. Meningkatkan kepuasan kerja. Mengembangkan jiwa yang terus mau belajar.
Membantu mengembangkan keterampilan berbicara, mendengarkan dan menulis.
Membantu mengurangi rasa takut/khawatir dalam mencoba tugas baru.
personal, hubungan
manusia, dan pelaksanaan kebijakan
Memperbaiki komunikasi antar kelompok dan individual.
Menyediakan informasi tentang kesempatan yang sama dan kegiatan yang disepakati. Memperbaiki keterampilan hubungan lintas personal
Memperbaiki moral. Membangun konsolidasi.
Menyediakan lingkungan yang baik untuk belajar, berkembang, dan koordinasi.
e. Kompensasi
Kompensasi merupakan imbalan atas pekerjaan yang
dilakukan. Kompensasi dapat berbentuk moneter (gaji,
tunjangan dsb) maupun nonmoneter (karir dan pencapaian
sosial). Kompensasi menjadi patokan kepuasan pekerja.
Menurut Schuler & Jackson kompensasi moneter
mempunyai beberapa tujuan utama:49
1) Menarik pelamar kerja potensial;
2) Mempertahankan karyawan yang baik;
3) Meraih keunggulan kompetitif;
4) Meningkatkan produktivitas, karena memengaruhi motivasi
dan kepuasan;
5) Melakukan pembayaran sesuai aturan hukum, dengan kata
lain sebagai batas agar pemberi kerja tidak melakukan
penyimpangan peraturan ketenagakerjaan;dan
49 Randall Schuler & Susan E Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia:
Menghadapi Abad ke-21 (Edisi keenam, Jilid 2), (Jakarta: Penerbit Airlangga, 1999), hlm. 87.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
33
6) Memudahkan sasaran strategis.
PGRI mencatat ada sekitar satu juta guru yang hidup di
bawah kata sejahtera. Masih banyak dalam data pokok
pendidikan (Dapodik) masih banyak masalah. Dari data Dapodik
guru PNS dan yayasan ada sekitar 53,4 persen, sisanya guru
honorer.
Upaya Pemerintah yang akan mengangkat sekitar 250 ribu
guru honorer menjadi CPNS dan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja (P3K), karena kita kekurangan satu juta guru.
Karena itu, pengangkatan PNS agar mengutamakan para guru
honorer yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi. Pemerintah
untuk tidak mengambil data "siluman", yang tiba-tiba muncul.
Harus terbuka, diberi kesempatan kepada mereka yang sudah
terdata dengan baik. Dengan begitu, kita kedepankan
profesionalisme, kompetensi dan di sisi lain kita menghargai
para guru yang telah lama mengabdi.
Penelitian Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
menemukan bahwa para guru melihat fenomena brain-drain
merupakan langkah paling logis yang ditempuh para profesional
(termasuk guru) yang sempat mengenyam pendidikan di luar
negeri.50 Kerja sebagai pegawai pemerintah ditinggalkan karena
tidak ada jaminan kehidupan yang lebih baik.
ILO dan UNESCO menyarankan gaji guru haruslah:51
1) mencerminkan pentingnya fungsi pengajaran bagi masyarakat
dan karenanya pentingnya guru serta tanggung jawab dari
semua jenis yang jatuh pada mereka dari saat mereka masuk
ke layanan;
2) dibandingkan dengan gaji pekerjaan lain yang membutuhkan
kualifikasi serupa atau setara;
50Yulia Indahri, dkk., Permasalahan Tata Kelola Guru: Implementasi Undang-Undang
Guru dan Dosen dalam Penyelenggaraan Tata Kelola Guru, (Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2017), hlm. 83.
51International Labour Organization, The ILO/UNESCO Recommendation Concerning The Status Of Teachers (1966 ), (Geneva: International Labour Organization, 2016), hlm.40
NA RUU Guru 14 Maret 2019
34
3) mencukupi untuk memastikan standar hidup yang layak bagi
guru dan keluarga mereka serta dapat digunakan untuk
berinvestasi dalam pendidikan lebih lanjut atau dalam
mengejar kegiatan budaya, sehingga dapat meningkatkan
kualifikasi profesional mereka; dan
4) mempertimbangkan fakta bahwa pekerjaan tertentu
membutuhkan kualifikasi dan pengalaman yang lebih tinggi,
serta memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
f. Unionisasi
Unionisasi merupakan upaya pekerja dan badan-badan di
luar perusahaan untuk bertindak sebagai satu kesatuan ketika
berhubungan dengan manajemen mengenai masalah-masalah
yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.52 Dalam konteks
profesi guru, organisasi profesi guru merupakan salah satu
organisasi profesi paling tua di negara kita.
Salah satu ciri profesi adalah adanya kontrol yang ketat
atas para anggotanya. Suatu profesi ada dan diakui masyarakat
karena ada usaha dari para anggotanya untuk menghimpun diri.
Melalui organisasi tersebut, profesi dilindungi dari kemungkinan
penyalahgunaan yang dapat membahayakan keutuhan dan
kewibawaan profesi itu. Kode etik pun disusun dan disepakati
oleh para anggotanya. Maka suatu organisasi profesi menyerupai
suatu sistem yang senantiasa mempertahankan keadaan yang
harmonis. Ia akan menolak keluar komponen sistem yang tidak
mengikuti arus atau meluruskannya. Dalam praktek
keorganisasian, anggota yang mencoba melanggar aturan main
organisasi akan diperingatkan, bahkan dipecat. Jadi dalam
suatu organisasi profesi, ada aturan yang jelas dan sanksi bagi
pelanggar aturan.
52 Randall Schuler & Susan E Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia:
Menghadapi Abad ke-21 (Edisi keenam, Jilid 2), (Jakarta: Penerbit Airlangga, 1999), hlm 253.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
35
Beberapa bagian pokok dalam organisasi antara lain:53
1) Kesatuan sosial, berarti organisasi terdiri dari kelompok
(himpunan, perserikatan) orang yang saling berinteraksi,
saling tergantung satu sama lain dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsinya masing-masing dalam suatu kesatuan
yang bermakna bagi dirinya dan bagi organisasi;
2) Struktur dan koordinasi, berarti aktivitas orang-orang dalam
organisasi dirancang dan disusun dalam suatu pola tertentu
yang menggambarkan tugas pokok dan fungsi, mekanisme
kerja setiap bagian, dan hubungan kerja antar bagian.
Pelaksanaan kegiatan setiap bagian tersebut dilakukan
secara bersama-sama, menyeluruh, seimbang dan terpadu;
3) Batasan yang dapat diidentifikasi. Setiap organisasi
mempunyai batasan yang mengidentifikasi anggota
organisasi dari yang bukan anggota organisasi, siapa dan apa
yang menjadi bagian dan bukan menjadi bagian organisasi.
Batasan organisasi dapat diidentifikasi melalui kontrak
perjanjian yang disepakati oleh anggota dan organisasi; dan
4) Memiliki tujuan, yang dapat dicapai bersama-sama.
Beberapa organisasi profesi di dunia pendidikan, antara
lain:54
1) Persatuan (Union), antara lain; Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI), Australian Education Union, Singapore
Teacher’s Union, National Union of the Teaching Profession
Malaysia, Japan Teacher’s Union;
2) Federasi (Federation), antara lain: All India Federation of
Teachers Organisations, Bangladesh Teachers’ Federation,
Federation of Elementary Education Teachers’ Association of
Thailand;
53 Ali Mudhofir,Pendidik Profesional : Konsep, Strategi, Dan Aplikasinya Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada., 2012), hlm. 295-297
54 Ibid, hlm. 306
NA RUU Guru 14 Maret 2019
36
3) Aliansi (Alliance), antara lain: Alliance of Concered Teachers,
Philipina; dan
4) Asosiasi (Association) yang terdapat di kebanyakan Negara.
Ditinjau dari segi kategorisasi keanggotaannya juga
ternyata menunjukkan corak keorganisasian yang bervariasi,
seperti menurut:55
1) Jenjang pendidikan di mana mereka bertugas (dasar,
menengah, dan perguruan tinggi);
2) Status penyelenggara kelembagaan pendidikan (negeri,
swasta);
3) Bidang studi/keahlian (guru bahasa Inggris, matematika,
dsb.);
4) Gender (wanita, pria); dan
5) Latar belakang etnis (Cina, Tamil, Melayu, dsb.).
Struktur dan kedudukan dipandang dari segi jangkauan
wilayah kerjanya juga ternyata beragam dan bersifat:
1) Lokal (kedaerahan, kewilayahan);
2) Nasional (negara); dan
3) Internasional (WCOTP, WFTU, dsb.).
B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Berkaitan dengan Guru
Pengaturan tentang guru berlandaskan pada asas-asas sebagai
berikut:
1. Asas Pelindungan
Pengaturan tentang guru harus mampu memberikan
pelindungan kepada guru baik berupa pelindungan hukum dan
pelindungan profesi. Pelindungan hukum diberikan:
a. terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif,
intimidasi dan perlakukan tidak adil yang disebabkan oleh
peserta didik, orang tua, masyarakat, birokrasi, dan pihak lain.
b. dalam bentuk advokasi non litigasi. Ini merupakan fasilitasi
penyelesaian perkara di luar pengadilan dalam bentuk konsultasi
55 Ibid. hlm. 306-307
NA RUU Guru 14 Maret 2019
37
hukum, mediasi dan pemenuhan atau pemulihan hak pendidik.
Adapun pelindungan profesi berupa PHK yang tidak sesuai
peraturan, termasuk pemberian imbalan yang tidak wajar,
pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan
terhadap profesi dan pembatasan atau pelarangan yang dapat
menghambat guru dan tenaga kependidikan.
2. Asas Keadilan
Pengaturan tentang guru harus mampu memberikan peluang
dan kesempatan yang sama secara proporsional bagi guru berstatus
PNS maupun guru berstatus non PNS.
3. Asas Pemerataan
Pengaturan tentang guru harus mampu melakukan pemerataan
distribusi guru ke semua sekolah dalam satu zonasi atau di luar
zonasi agar tidak terjadi kesenjangan kualitas pendidikan di
sekolah-sekolah dan mencegah penumpukan sumber daya manusia
yang berkualitas dalam suatu wilayah tertentu.
4. Asas Kualitas
Dalam pengaturan ini harus mampu menciptakan guru sebagai
tenaga pendidik yang berkualitas baik itu kualitas keterampilan,
etos kerja, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, tanpa
memiliki kualitas yang baik, bangsa ini akan tertinggal oleh negara-
negara lain.
5. Asas Tanggung jawab
Guru memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi,
tugas dan perannya sebagai tenaga pendidik.
6. Asas Afirmasi
Pemerintah melakukan keberpihakan kepada guru yang berada
di daerah, terpencil, terdepan, dan terluar dalam hal tata kelola,
pengembangan kompetensi, dan pemberian kesejahteraan.
7. Asas Integritas
Guru dalam melaksanakan kewajibannya harus berpegang
teguh pada nilai-nilai moral dan tidak berafiliasi pada kepentingan
kelompok atau golongan tertentu.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
38
C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada,
Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat, dan Perbandingan dengan
Negara Lain
Bagian ini berisi kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi
yang ada, dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang
merupakan gambaran fakta empiris mengenai guru yang terjadi di
masyarakat. Kajian pada bagian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kajian tentang tata kelola guru di Indonesia secara umum dan kajian
tentang pendidikan guru di Indonesia. Fakta empiris ini diperoleh
antara lain dari data primer melalui pengumpulan data lapangan dan
diskusi dengan berbagai stakeholder terkait. Selain itu, dalam bagian ini
juga diuraikan mengenai praktik empiris mengenai guru di tiga negara,
yaitu Tiongkok, Jepang, dan Malaysia yang dapat menjadi sumber
referensi yang dapat diadopsi sesuai dengan aspek sosial dan budaya
masyarakat Indonesia.
1. Tata Kelola Guru di Indonesia
Dari hasil pengumpulan data di lapangan dan diskusi dengan
para narasumber, beberapa isu yang perlu mendapat perhatian
dalam tata kelola guru di Indonesia yaitu:
a. Kuantitas dan Distribusi Guru
Kesenjangan antara sebaran guru di daerah perkotaan
dengan di daerah perdesaan sangat lebar perbedaannya. Jika
dilihat jumlah guru secara kuantitatif maka jumlahnya cukup,
namun sebaran guru yang tidak merata pada setiap daerah
menjadi permasalahan dalam pemenuhan jumlah guru.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
menyatakan bahwa rasio ideal guru dan murid berkisar antara
1:15 sampai 1:20, tergantung dengan tingkatan pendidikan.
Berdasarkan hasil pengumpulan data di daerah Kalimantan
Barat, jumlah guru di Kalimantan Barat yang tercatat di ikhtisar
data pendidikan berjumlah 58.566 orang. Pemerintah Pusat
menilai jumlah guru tersebut sudah cukup, namun menurut
NA RUU Guru 14 Maret 2019
39
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat jumlah tersebut belum
memenuhi kebutuhan di lapangan karena tidak meratanya
sebaran guru di setiap daerah.
Sementara itu, jumlah rasio guru PNS dan murid di Kota
Sorong juga masih sangat kurang dan belum mencapai angka
ideal kebutuhan guru yang harus dipenuhi. Angka rasio guru
PNS terhadap siswa di Kota Sorong untuk satuan pendidikan
Taman Kanak-kanak adalah 1: 49,55; Sekolah Dasar sebesar 1:
40,13; dan Sekolah Menengah Pertama berjumlah 1:27,28.
Selain dilihat dari rasio jumlah guru dan murid, jumlah
kekurangan guru juga perlu dilihat rasio guru dari mata
pelajarannya, karena menurut Pemerintah Kabupaten Belitung,
terdapat kekurangan guru hanya pada mata pelajaran tertentu
saja.
Untuk memenuhi kekurangan rasio kebutuhan guru
tersebut, beberapa upaya yang dilakukan sekolah daerah yaitu:
1) mengangkat guru-guru honor sekolah untuk sekolah negeri
dan mengangkat guru honor yayasan untuk sekolah swasta;
2) menyetujui mutasi guru ke daerah atau satuan pendidikan
yang kekurangan guru;
3) kepala sekolah masuk ke kelas untuk mengajar;
4) memanfaatkan guru mata pelajaran untuk mengajar di kelas
lain, baik guru yang sama mata pelajaran keahliannya
maupun guru dual keahlian; dan
5) menerima guru PNS yang kekurangan jam mengajar 24
jam/seminggu.
Berdasarkan hasil pengumpulan data di Universitas
Pendidikan Indonesia, pengaturan terhadap guru harus menjadi
otorisasi dan dalam kontrol pemerintah pusat (goverment control).
Pemerintah pusat harus membuat suatu sistem perekrutan,
pengadaan, dan penyebaran guru yang terintegrasi. Apabila
berada dalam kontrol pemerintah pusat, akan lebih mudah
NA RUU Guru 14 Maret 2019
40
untuk mengendalikan permasalahan guru, misalnya kekurangan
guru di daerah terpencil akan lebih mudah untuk diatasi karena
Pemerintah telah mempunyai peta persebaran guru di tiap
wilayah, sampai wilayah terpencil sekalipun. Adapun cara yang
dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut misalnya dengan
penempatan guru melalui metode rayonisasi.
Selain itu, menurut Pemerintah Kabupaten Raja Ampat,
kebijakan pemerintah untuk mendatangkan guru garis depan ke
pulau di Provinsi Papua dan Papua Barat juga dinilai tidak akan
efektif untuk menyelesaikan permasalahan, karena guru yang
ditempatkan bukan berasal dari putra/putri daerah sehingga
tidak akan bertahan lama di daerah. Oleh karena itu,
putra/putri daerah yang lebih diberdayakan menjadi guru garis
depan.
b. Kualitas dan Mutu Guru
Kualitas guru Indonesia saat ini masih sangat rendah. Dari
hasil uji kompetensi awal yang dilakukan pada 275.768 guru
tingkat nasional, hasilnya cukup memprihatinkan, dari bobot
skor 100, ternyata nilai terendah dari hasil uji tersebut adalah 1,
dan rata-rata skornya adalah 41,5. Ini mengindikasikan bahwa
kompetensi guru masih rendah berdasarkan tolak ukur yang
ditentukan dalam standar pendidik dan tenaga kependidikan.56
Data jumlah guru di Indonesia per Desember 2017 yang
dipaparkan Kemendikbud RI pada 16 Januari 2018, menyatakan
bahwa jumlah guru saat ini 3.017.296 orang. Berdasarkan data
yang dipaparkan, dari jumlah keseluruhan guru tersebut masih
terdapat 25% guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi
akademik dan 52% guru belum memiliki sertifikat profesi. Selain
itu, data dari Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Agama juga menunjukkan bahwa masih terdapat
60.682 guru yang belum disertifikasi dan 27.838 guru yang
56 Buku Saku Statistik Pendidikan 2014/2015
NA RUU Guru 14 Maret 2019
41
belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV. Padahal sesuai
amanat dari UU tentang Guru dan Dosen dalam Pasal 82
dinyatakan bahwa dalam 10 Tahun setelah diberlakukannya
Undang-Undang tersebut, seluruh guru telah memiliki
kualifikasi S-1/D-IV dan sertifikat pendidik. Selengkapnya data
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2
Rincian Guru di bawah Kemendikbud yang sudah Sertifikasi dan
Belum Sertifikasi
Sumber: Paparan Mendikbud RI pada Raker dengan Komisi X DPR RI, 16
Januari 2018.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
42
Gambar 3
Kompetensi Guru di bawah Kementerian Agama
Sumber: Paparan Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian
Agama di Badan Keahlian DPR RI, 20 Juli 2018
Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi
kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana
seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu
mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan
inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja
dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak
maksimal.
Menurut akademisi Universitas Tanjungpura, rendahnya
kualitas guru diawali dari hulu, yaitu pada proses rekrutmen
guru. Ujian masuk calon mahasiswa LPTK tidak berbeda dengan
calon mahasiswa fakultas lain, sehingga tidak bisa menyaring
calon-calon guru yang memiliki kompetensi khusus. Sampai saat
ini, belum ada standar rekrutmen calon mahasiswa, baik untuk
pendidikan akademik maupun pendidikan profesi guru yang
bersifat terpadu dan khusus untuk calon guru. Kegiatan
pembinaan guru hingga saat ini juga dinilai masih kurang.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
43
Pembinaan seharusnya tidak hanya dilakukan oleh LPTK, tetapi
juga oleh organisasi profesi dan melalui partisipasi masyarakat.
c. Beban Kerja Guru
Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan,
diketahui bahwa aturan beban kerja guru berdasarkan UU
tentang Guru dan Dosen yaitu mengajar minimal 24 jam tatap
muka tidak dapat dipenuhi semua guru di Kabupaten Belitung.
Kekurangan jam mengajar banyak terjadi di sekolah-sekolah
yang jauh jaraknya. Oleh karena itu, solusi sementara yang
diberikan adalah diberi jam tambahan sebagai guru piket.
Selain itu, jumlah siswa juga mempengaruhi besaran
beban kerja yang dihadapi guru. Guru yang memiliki siswa
banyak harus meluangkan lebih banyak waktu dalam
melakukan evaluasi dan penilaian. Saat ini, proporsi jumlah
siswa tidak diperhitungkan, padahal kegiatan tersebut menjadi
nilai bagi guru dalam penyusunan angka kredit. Guru yang
sedikit muridnya akan mudah menyelesaikan tugas-tugas yang
dinilai angka kredit.
Guru sebagai bagian inti dari proses pendidikan yang core
businessnya adalah pembelajaran, sering terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan yang mengharuskan mereka
berurusan dengan surat pertanggungjawaban (SPJ)
penggunanaan dana yang rumit. Para guru pada akhirnya harus
berkutat dengan permasalahan administrasi yang tidak ada
hubungannya dengan tugas pokok. Mereka harus mampu secara
administratif meng-SPJ-kan anggaran untuk kegiatan
pembelajaran yang tidak mampu mereka pahami komponen-
komponennya.
d. Penghargaan dan Pelindungan Guru
Penghargaan diberikan kepada guru yang mengikuti
kegiatan ajang guru berprestasi, baik tingkat kota, propinsi
maupun tingkat nasional. Selain itu juga ada kegiatan-kegiatan
NA RUU Guru 14 Maret 2019
44
di luar yang difasilitasi oleh pemerintah seperti penulisan karya
ilmiah guru, Forum Ilmiah Guru (FIG) dan lain-lain. Pemerintah
pusat mencoba mengapresiasi kinerja guru dalam berbagai ajang
perlombaan yang diharapkan dapat menfasilitasi kreativitas guru
dalam berkarya. Termasuk di dalamnya simposium penulisan
jurnal karya tulis ilmiah untuk guru yang berpresetasi.
Adapun terkait dengan pelindungan terhadap guru dalam
pelaksanaan tugas, saat ini terdapat pengaturannya dalam
Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi
Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Perlindungan tersebut
meliputi perlindungan hukum, profesi, keselamatan dan
kesehatan kerja, dan/atau hak atas kekayaan intelektual.
Dalam peraturan tersebut juga disebutkan secara tegas
siapa saja yang berkewajiban memberikan perlindungan hukum
kepada guru apabila ada permasalahan hukum dalam
pelaksanaan tugasnya. Ketentuan dalam Pasal 3 menyatakan
bahwa pelindungan terhadap guru merupakan kewajiban bagi:
1) Pemerintah;
2) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya;
3) Satuan Pendidikan;
4) Organisasi Profesi; dan
5) dan/atau Masyarakat.
Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan, Dinas
Pendidikan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat telah
memberikan pelindungan kepada guru sesuai dengan Pasal 4
Permendikbud No. 10 Tahun 2017, upaya perlindungan
dilakukan bagi guru dalam bentuk nonlitigasi (diluar
pengadilan), misalnya:
1) konsultasi hukum;
2) mediasi;dan
3) pemenuhan dan/atau pemulihan hak.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
45
Permasalahan lainnya, guru juga lebih banyak terombang-
ambing dengan konstelasi politik yang terjadi saat ini. Seperti
menjelang momen pemilihan kepala daerah, kampanye
terselubung dilakukan melalui berbagai seminar maupun
pelatihan. Di sisi ini, guru mudah dimanfaatkan sebagai mesin
politik calon kepala daerah. Oleh karena itu, guru perlu
membangun kemandiriannya untuk dapat membatasi politisasi
yang dilakukan para politisi terhadap guru.
e. Kesejahteraan Guru
Tingkat kesejahteraan guru saat ini masih sangat
memprihatinkan, terutama bagi guru yang masih berstatus
sebagai guru bantu atau guru honorer. Adapun kesejahteraan
guru yang diatur dalam UU tentang Guru dan Dosen dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4
Kesejahteraan Guru
Program sertifikasi guru yang dilakukan saat ini
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan guru melalui tunjangan profesional guru. Manfaat
lainnya dari sertifikasi guru yaitu perlindungan profesi dari
NA RUU Guru 14 Maret 2019
46
praktik-praktik yang tidak kompeten yang dapat merusak citra
profesi guru, melindungi masyarakat dari praktik-praktik
pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional,
menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK, dan kontrol mutu
serta jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan.
Permasalahan lainnya terkait kesejahteraan juga ditemui
untuk guru yang mengajar di sekolah swasta dengan yayasan
induk (dari dalam atau luar negeri) yang mapan secara keuangan
dengan yang kurang mapan. Perlu ada standar dan pemerintah
mempunyai data yang mutakhir agar terlihat kemampuan
masing-masing sekolah untuk memberikan kesejahteraan
kepada para gurunya. Jika dimungkinkan, terdapat kewajiban
bagi pemerintah (baik pusat maupun daerah) untuk memberikan
subsidi kepada sekolah yang secara ekonomi kurang mampu
agar ada standar baku untuk kesejahteraan para guru. Selain
itu, diharapkan pula ada perjanjian kerja yang jelas standarnya
untuk guru non-PNS dengan melihat pemenuhan upah
minimum pada masing-masing sekolah sebagai bentuk
perlindungan dan juga agar tidak ada kesenjangan pendapatan
dengan profesi lain.
f. Organisasi Profesi Guru
Organisasi profesi guru menurut UU tentang Guru dan
Dosen adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang
didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan
profesionalitas guru. Saat ini, peran perlindungan atau
pengayom guru dalam menjalankan profesinya dirasakan sangat
kurang dari organisasi profesi yang ada. Organisasi profesi guru
seharusnya berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas guru
melalui berbagai kegiatan, seperti seminar, pendidikan, dan
pelatihan.
Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan,
ditemukan bahwa organisasi profesi guru, terutama di daerah
NA RUU Guru 14 Maret 2019
47
lebih banyak dipengaruhi oleh unsur politik sehingga perlu
pengaturan untuk memisahkan unsur politik dalam organisasi
profesi. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di Pontianak
juga memandang perlu ada penguatan rumusan mengenai
organisasi profesi. Untuk menyatukan guru yang ada di seluruh
Indonesia, perlu ada suatu wadah berhimpun yang dikelola dari,
oleh, dan untuk kepentingan dan memberikan perlindungan
kepada guru. Organisasi tersebut juga harus dapat memberikan
bimbingan dan arahan bagi profesi guru dalam penyelenggaraan
kegiatan belajar dan mengajar, termasuk penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk pengembangan
kapasitas dan kompetensi guru sesuai dengan kemajuan zaman.
MGMP juga dapat menjadi salah satu unsur dalam organisasi
profesi yang akan memyatukan guru mata pelajaran tertentu
menjadi lebih kompeten dan professional.
Permasalahan lainnya terkait dengan organisasi profesi
guru adalah masih terdapat pimpinan organisasi guru yang
bukan berlatar belakang profesi guru sehingga dikhawatirkan
tidak optimal dalam memberikan pelindungan dan pengayoman
terhadap profesi guru.
2. Pendidikan Guru
Beberapa permasalahan yang masih terjadi dalam pendidikan
guru di Indonesia saat ini antara lain:
a. Kualifikasi Pendidikan Guru
Setelah 13 tahun UU tentang Guru dan Dosen diundangkan
dan waktu yang dipersyaratkan untuk pemenuhan kualifikasi
terlewatkan, masih banyak guru yang belum memenuhi kualifikasi
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam UU tentang
Guru dan Dosen57. Artinya masih banyak guru yang memiliki
57 Pasal 9 UU Guru dan Dosen mensyaratkan kualifikasi akademik minimum guru
adalah sarjana atau diploma empat. Selanjutnya dalam Pasal 82 ayat (2) memberikan
batas waktu pemenuhan kualifikasi akademik tersebut yakni 10 (sepuluh) tahun sejak UU
Guru dan Dosen diundangkan.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
48
kualifikasi pendidikan diploma tiga atau dibawahnya, atau bahkan
setara SMA/SMU.
Adapun yang menjadi penyebab belum terpenuhinya kualifikasi
pendidikan guru berasal dari 2 (dua) faktor, yakni faktor eksternal
dan faktor internal. Faktor eksternal berasal dari luar guru, yakni
minimnya anggaran dan keterbatasan LPTK. Untuk anggaran yang
bersumber dari APBN dan APBD, Pasal 13 ayat (1) UU tentang
Guru dan Dosen telah mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah untuk menyediakan anggaran untuk peningkatan
kualifikasi akademik bagi guru. Namun minimnya anggaran yang
bersumber dari 20% dana pendidikan tidak mencukupi untuk
melakukan pembinaan dan pengembangan guru, termasuk
kualifikasi akademiknya.
Bahkan di daerah sekalipun, keterbatasan anggaran memaksa
Pemerintah Daerah mengangkat guru honorer yang kualifikasinya
justru dibawah kualifikasi minimum. Pemerintah Daerah Kota
Sorong misalnya, telah memberikan kesempatan bagi guru yang
akan melanjutkan jenjang kualifikasi pendidikannya baik S1
maupun S2 pada LPTK. Namun faktor alokasi anggaran APBD
untuk peningkatan kapasitas guru sangat minim dan belum
mencukupi.
Selain keterbatasan anggaran, keberadaan LPTK juga menjadi
faktor tidak terpenuhinya kualifikasi guru. Untuk di daerah 3T
(tertinggal, terluar, terdepan) yang notabene merupakan daerah
terpencil sangat sulit mengakses LPTK yang menyediakan program
pendidikan tinggi sarjana atau diploma empat. Beberapa wilayah di
Indonesia yang secara geografis berada di kepulauan seperti
kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, akses pendidikan bahkan
harus ditempuh melalui jalur laut dan memerlukan waktu yang
cukup lama. Faktor internal berasal dari dalam guru itu sendiri.
Umumnya guru yang sudah lama mengajar dan “nyaman” dalam
posisinya cenderung enggan untuk meng-upgrade pendidikannya.
NA RUU Guru 14 Maret 2019
49
Selain dikarenakan faktor usia, kebijakan dan pola rekrutmen
Pemerintah/Pemerintah Daerah yang kurang jelas dan transparan
dalam memilih dan menentukan guru yang berhak mengikuti
program peningkatan kualifkasi pendidikan juga menyebabkan
guru menjadi enggan untuk meningkatkan kualifikasi
akademiknya. Padahal sebagai agen pendidikan kualifikasi
pendidikan sangat penting bagi kompetensi guru dan mutu
pendidikan.
b. Pendidikan Profesi Guru
Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan prasyarat calon guru
untuk menjadi guru. Seseorang yang telah memenuhi kualifikasi
pendidikan minimum baik sarjana atau diploma empat tidak serta
merta langsung menjadi guru. Orang tersebut harus terlebih
dahulu mengikuti program PPG. Menurut Unimuda Sorong,
Program PPG yang dijalankan oleh Pemerintah saat ini sudah baik
dengan memperhatikan daerah afirmasi yang memperhatikan
kearifan lokal dengan membuka program PPG 3T. Namun, dalam
menyelenggarakan PPG, kendala yang dihadapi oleh Unimuda
Sorong yakni kesulitan dalam menyiapkan kelengkapan dokumen
penyelenggaraan PPG mela
Recommended