View
241
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN LOMBOK UTARA
TENTANG
PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan
dan penertiban dalampenerbitandokumen dan Data Kependudukan
melalui Pendaftaran Penduduk,Pencatatan Sipil, pengelolaaninformasi
Administrasi Kependudukan sertapendayagunaan hasilnya untuk
pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Informasi administrasi kependudukan memiliki nilai strategi bagi
penyelenggara pemerintahan, pembangun dan pelayanan kepada
masyarakat sehingga perlu pengelolaan informasi administrasi
kependudukan secara terkordinasi dan berkesinambungan, sehingga
untuk menjamin akan stabilitas pelayanan kepada masyarakat
dibidang kependudukan sehingga pemerintah menetapkan kebjiakan
akan sistem informasi administrasi kependudukan dan akta catatan
sipil.
Administrasi Kependudukan dari Aspek Hak
KeperdataanGagasan menyusun suatu sistem administrasi yang
menyangkut seluruh masalah kependudukan, yang meliputi
pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan data-informasi
kependudukan, patut menjadi perhatian untuk mewujudkannya.
Karena sampai saat ini, peraturan perundang-undangan yang
mendukungnya masih terpisah-pisah, berjalan sendiri-sendiri tanpa
ada kaitan satu dengan lainnya. Perwujudan suatu sistem memang
sangat didambakan oleh masyarakat. Bahkan sebagai ciri dari
penyelenggaraan negara yang modern khususnya bidang pelayanan
masyarakat.Masalah administrasi kependudukan di Indonesia
merupakan hal yang sangat berperan dalam pembangunan, dimana
dari sistem administrasi penduduk tersebut dapat diketahui tentang
data-data penduduk dan informasi yang sesuai dengan keadaan
penduduk dan tentang kondisi daerah tempat tinggal penduduk.
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
hakikatnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan
pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum
setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh
penduduk yang berada di dalam dan atau di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Status hukum diberikan untuk
memberikan jaminan kepada penduduk agar memperoleh
keadilan.Keadilan merupakan tujuan dari usaha penegakan hukum.
Tiga unsur dalam menegakkan hukum dan keadilan adalah 1:
1. diperlukan adanya peraturan hukum yang sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
2. adanya aparat penegak hukum yang profesional dan bermental
tangguh atau memiliki integritas moral yang terpuji.
3. adanya kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan
dilaksanakannya penegakan hukum.
Administrasi kependudukan memuat tentang Peristiwa
Kependudukan dan Peristiwa Penting, yang dimaksud Peristiwa
Kependudukan antara lain perubahan alamat, pindah datang untuk
menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal
terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan Peristiwa Penting antara lain
kelahiran, lahir mati, kematian, perkawinan, dan perceraian, termasuk
pengangkatan, pengakuan, dan pengesahan anak, serta perubahan
status kewarganegaraan, ganti nama dan peristiwa penting lainnya
yang dialami oleh seseorang merupakan kejadianyang harus dilaporkan
karena membawa implikasi perubahan data identitas atau surat
keterangan kependudukan.
1Baharuddin Lopa, Permasalahan Pembinaan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Ctk. Pertama, PT.
Bulan Bintang, Jakarta, 1987, hlm. 4.
Dengan demikian, setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa
Penting memerlukan bukti yang sah untuk dilakukan
pengadministrasian dan pencatatan sesuai dengan ketentuan undang-
undang. Sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi
dalam masyarakat Indonesia maka masyarakat Indonesia sadar bahwa
seseorang perlu memiliki bukti tertulis dalam menentukan status
seseorang ataskejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa, misalnya:
perkawinan, kelahiran kematian, pengakuan anak, pengesahan anak,
perceraian, kematian maupun pergantian nama. Sedangkan untuk
memiliki status tersebut, maka orang tersebut harus mendaftarkan
peristiwa atau kejadian itu pada Lembaga Catatan Sipil, dengan
demikian orang tersebut akan memperoleh bukti tertulis yang berupa
Akta Catatan Sipil. Semua akta yang dikeluarkan olehCatatan Sipil
ialah merupakan akta otentik yang mengandung kebenaran murni,
mempunyai kekuatan dan kepastian hukum, tidak dapat dikatakan
palsu sebelum dinyatakan oleh Pengadilan Negeri dengan ketetapan
atau keputusannya, dan tidak dapat diralat atau dibatalkan atau
diperbaharui, selain izin Pengadilan Negeri serta mengikat semua
pihak.
Dengan demikian Akta Catatan Sipil tersebutmerupakan hal yang
sangat menentukan akan kebenaran dari suatu permasalahan apabila
diperkarakan. Dan dalam lingkungan internasional Akta Catatan Sipil
mendapat pengakuan yang sah.Dalam pemenuhan hak penduduk,
terutama di bidang pencatatan sipil, masih ditemukan penggolongan
penduduk yang didasarkan pada perlakuan diskriminatif yang
membeda-bedakan suku, keturunan, dan agama sebagaimana diatur
dalam berbagai peraturan produk Kolonial Belanda. Penggolongan
penduduk dan pelayanan diskriminatif yang demikian itu tidak sesuai
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Kondisi tersebut mengakibatkan pengadministrasian
kependudukan mengalami kendala yang mendasar sebab sumber data
kependudukan belum terkoordinasi dan terintegrasi, serta terbatasnya
cakupan pelaporan yang belum terwujud dalam suatu sistem
Administrasi Kependudukan yang utuh dan optimal.
Dengan demikian, dibentuklah Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, yang memuat pengaturan dan pembentukan sistem
yang mencerminkan adanya reformasi di bidang administrasi
kependudukan. Salah satu hal yang penting adalah pengaturan
mengenai penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK).NIK adalah
identitas penduduk Indonesia dan merupakan kunci akses dalam
melakukan verifikasi dan validasi data jati diri seseorang guna
mendukung pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan ini juga menyebutkan bahwa dalam
penyelenggaraan administrasi kependukan di Indonesia akan
dilakukan melalui penerapan Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan (SIAK), yang dimana hal mengenai Sistem Informasi
Administrasi Kependudukan ini juga disebutkan dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di
Daerah.
Pelayanan administrasi kependudukan di Kabupaten Lombok
Utara melaksanakan kewenangan desentralisasi dalam bidang
kependudukan dan pencatatan sipil.Pemerintah Kabupaten Lombok
Utara memberikan tugas dan wewenang kepada Dinas Kependudukan
dan PencatatanSipil untuk melaksanakan pelayanan kepada
masyarakat mengenai administrasi kependudukan.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lombok
Utara dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan dibidang
kependudukan dan catatan sipil mengacu pada perundang-undangan
yang telah disahkan pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil mengurusi tentang administrasi kependudukan mulai
dari surat keterangan, akta kelahiran,akta perkawinan, akta perceraian
dan akta kematian dan lain-lain.
Bukti kependudukan yang dimiliki setiap penduduk harus jelas,
dan mereka tidak diperkenankan memiliki doubleidentitas. Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan suatu organisasi yang
memiliki aspek strategis dalam proses pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah, pemerintah provinsi dan
pemerintah pusat. Dalam pelaksanaan fungsi dari Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil maka diperlukan adanya
peraturan yang mengaturnya.
B. Identifikasi Masalah
Pemerintah Kabupaten/Kota khususnya Kabupaten Lombok
Utara harus segera membentuk Perda tentang Penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan dengan memperhatikan sistem,
mekanisme dan prosedur yang mudah serta efektifitas waktu. Selain
itu, Pemerintah juga perlu memikirkan tentang biayaterhadap
pengurusan dokumen administrasi kependudukan. Oleh karena saat
ini Pemerintah pusat telah menetapkan wajib E-KTP maka Pemerintah
Kabupaten Lombok Utara perlu juga menformulasikan sangsi yang
tegas dan jelas terhadap seseorang yang tidak memiliki kartu tanda
penduduk dan akta catatan sipil dengan menjadikan kartu tanda
penduduk sebagai syarat dalam pelayanan urusan dan kebutuhan
masyarakat yang dilayani.
Tujuan dari hal-hal tersebut di atas tak lain adalah dalam rangka
mewujudkan tertib administrasi kependudukan yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013, serta menindaklanjuti pelaksanaan dari
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan. Oleh karena itu, maka permasalahan dibatasi sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah tingkat kesadaran masyarakat Kabupaten Lombok
Utara akan pentingnya dokumen kependudukan ?
2. Apa urgensi dari pembaharuan dokumen kependudukan di
Kabupaten Lombok Utara ?
3. Seberapa besar penggunaan dan manfaat dokumen kependudukan
di Kabupaten Lombok Utara ?
C. Tujuan dan Kegunaan
Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang
dikemukakan diatas, maka penyusunan Naskah Akademik ini
memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk memberikan latar belakang, arahan dan dukungan dalam
perumusan penyelenggaraan administrasi kependudukan dengan
segala dimensinya secara menyeluruh dan terpadu.
2. Untuk mengetahui sasaran yang akan diwujudkan, ruang
lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan
raperda tentang penyelenggaraan administrasi kependudukan.
3. Merumuskan dasar hukum dan dasar pertimbangan penyusunan
raperda tentang penyelenggaraan administrasi kependudukan.
Selanjutnya kegunaan penyusunan naskah akademik ini adalah
sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan raperda
penyelenggaraan administrasi kependudukan.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik
Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan ini adalah metode yuridis normatif yang dilengkapi
dengan diskusi (focus group discussion) dan pengamatan di lapangan.
Pendekatan yuridis normatif menggunakan data yang diperoleh dari:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang menjelaskan dan
berhubungan langsung dengan objek penelitian, seperti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian,
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan,
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan
Sipil.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer, berupa literatur-literatur, hasil-
hasil penelitian dan hasil-hasil karya ilmiah.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus Besar
Bahasa Indonesia.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DANPRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian Administrasi Kependudukan (Adminduk).
Administrasi meliputi kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
oleh pejabat-pejabat eksekutif dalam suatu organisasi, yang bertugas
mengatur, memajukan dan melengkapi usaha kerjasama sekumpulan
orang yang sengaja dihimpun untuk mencapai tujuan
tertentu.Pengertian Administrasi dalam arti sempit dan luas yaitu :
a. Arti sempit: berasal dari kata Administratie (bahasa Belanda ), yang
meliputi kegiatan catat mencatat, surat menyurat, pembukuan
ringan, ketik mengetik, agenda dsb, yang bersifat teknis
ketatausahaan (clerical work). Dengan demikian tata usaha adalah
bagian kecil kegiatan dari Administrasi.
b. Arti luas: berasal dari kata Administration (bahasa Inggris), yakni
rangkaian kegiatan / proses kegiatan usaha kerja sama sekelompok
orang untuk mencapai tujuan tertentu secara efesien
Kependudukan berkata dasar penduduk yang mempunyai arti
yaitu orang yang tinggal di daerah tersebut atau orang yang secara
hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang
yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti
kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Para ahli biasanya membedakan antara ilmu kependudukan
(demografi) dengan studi-studi tentang kependudukan (population
studies). Demografi berasal dari kata Yunani demos – penduduk dan
Grafien – tulisan atau dapat diartikan tulisan tentang kependudukan
adalah studi ilmiah tentang jumlah, persebaran dan komposisi
kependudukan serta bagaimana ketiga faktor tersebut berubah dari
waktu ke waktu. Ilmu demografi juga ada yang bersifat kuantitatif dan
yang bersifat kualitatif
Demografi yang bersifat kuantitatif (kadang-kadang disebut
Formal Demography–Demography Formal) lebih banyak menggunakan
hitungan-hitungan statistik dan matematik. Tetapi Demografi yang
bersifat kualitatif lebih banyak menerangkan aspek-aspek
kependudukan secara deskriptif analitik.
Sedangkan studi-studi kependudukan mempelajari secara
sistematis perkembangan, fenomena dan masalah-masalah penduduk
dalam kaitannya dengan situasi sosial di sekitarnya. Ilmu
kependudukan yang perlu mendapat perhatian kita sekarang adalah
lebih menyerupai studi antar disiplin ilmu yang dipadu dengan
analisis demografi yang lazim diberi istilah Demografi Sosial. Dalam
sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati
wilayah geografi dan ruang tertentu.
Kependudukan adalah hal-hal / sifat-sifat sebagai penduduk;
urusan mengenai penduduk.(Kamus besar Bahasa Indonesia, 1996,
hal: 245). Kependudukan adalah hal yang berkaitan dengan
jumlah,pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas,
kondisi kesejahteraan, yang menyangkut politik, ekonomi, sosial,
budaya, agama serta lingkungan ( uu No. 23 Th 2006).
Ilmu Kependudukan dimaksudkan untuk memberikan
pengertian yang lebih luas dari pada demografi, karena sejumlah ahli
demografi telah menggunakan istilah demografi untuk menunjuk
pada demografi formal, demografi murni, atau kadang-kadang
demografi teoritis.
Pengertian administrasi kependudukan adalah rangkaian
kegiatan penataan dan penertiban dalam penertiban dokumen dan
data kependudukan melalui pendaftaran penduduk dan catatan sipil,
pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta
pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan public dan pembangunan
sector lain.
Hakikat administrasi kependudukan adalah pengakuan Negara
terhadap hak publik ( domisili, pindah dating ) dan hak sipil ( 12
sektor penting ) penduduk dibidang administrasi kependudukan.
Administrasi Kependudukan diarahkan untuk memenuhi hak azasi
setiap orang di bidang administrasi kependudukan tanpa diskriminasi
melalui pelayanan publik yang profesional. Pendaftaran penduduk
dilakukan dengan pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas
pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan penduduk serta
penerbitan dokumen kependudukan.
Administrasi Kependudukan dengan system baru tersebut bila
berjalan sesuai dengan ketentuan, dimulai dari kelengkapan biodata
penduduk, pencatatan kelahiran, kematian, pindah dan datang,
akhirnya akan mempermudah berbagai urusan yang diperlukan
masyarakat berupa pelayanan publik dan pendayagunaan untuk
penetapan kebijakan pembangunan (antara lain merupakan
komponen penting dalam pembuatan indikator MDGs)
2. Kebijakan Dalam Administrasi Kependudukan
Berbagai Permasalahan dan persoalan yang dihadapi oleh
negara ini sebagai suatu satu kesatauan yang utuh dan tak
terpisahkan. Permasalahan ekonomi, politik dan keadilan serta
permasalahan lainnya sehingga dalam rangka untuk menciptakan
ketertiban dan kesejahteraan seluruh rakyat indonesia diperlukan
berbagai aturan tanpa terkecuali. peran pemerintah sebagai penentu
arah kebijakan sangat diperlukan supaya dapat tercapai tujuan
bersama. tak terlepas permasalahan kependudukan.
Keadaan penduduk yang ada sangat mempengaruhi dinamika
pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah
penduduk yang besar dengan segala permasalahannya diperlukan
suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Pemerintah dalam
rangka pengaturan permasalahan kependudukan Administrasi
kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban
dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui
pendaftaran penduduk, pencatatan sipil dan pengelolaan informasi
administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk
pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Administrasi kependudukan merupakan kegiatan yang
kompleks karena melibatkan banyak instansi dan kepentingan.Dari
beberapa instansi yang terkait, Departemen Dalam Negeri merupakan
leading sector dalam urusan kependudukan.Kebijakan departemen
inilah yang mereflesikan kebijakan administrasi kependudukan di
Indonesia.Selain itu, implementasi kebijakan ini dapat dilihat dari
penyelenggaraan administrasi kependudukan pada Pemerintah
Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/ Kota yang merupa-kan
instansi yang berada di bawah koordinasi DepartemenDalam Negeri.
Sejak tahun 2006, pemerintah telah menetapkan kebijakan
administrasi kependudukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang berlaku sejak
29 Desember 2006 dan bertepatan dengan tujuh tahun reformasi
penyelenggaraan pemerintahan. Undang-Undang ini kemudian
ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007,
tertanggal 28 Juni 2007 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Penduduk secara individu maupun secara kelompok selalu
dikuasai oleh hukum. Hukum menguasai penduduk dalam proses
reproduksi, proses demografi dan proses sosialisasi dalam rangka
kelestarian hidup bermasyarakat. Dalam hal ini hukum dapat
berfungsi sebagai pemberi pola bermasyarakat serta sebagai sarana
penata masyarakat. Kebijakan ini merupakan kebijakan
kependudukan yang bersifat nasional terpadu yang melibatkan
seluruh komponen yang terkait. Pengertian administrasi
kependudukan yang biasa disebut dengan singkatan Adminduk dapat
ditelusur dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan Pasal 1 yang menyatakan bahwa
administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan
penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan
melalui pendafta-ran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan
informasi admi-nistrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya
untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Pemerintah melalui Undang-Undang 23 Tahun 2006 adalah
dalam rangka menjalankan fungsi sebagai pembuat kebijakan yang
bertujuan menciptakan ketertiban dan terciptanya suatu keadaan
yang kondusif sehingga dapat menghasilkan suatu data
kependudukan yang akurat dan baik dimana pada akhirnya hasil
proses pelaksanaan kebijakan ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai
pihak dalam rangka pembangunan bangsa ini.
3. Dari Penduduk untuk Penduduk
Penataan sistem administrasi kependudukan makin bernilai
penting, apalagi setelah ada berbagai masalah dalam daftar pemilih
tetap (DPT) dalam pemilihan anggota legislatif dan presiden. Ditambah
dengan adanya peristiwa bom di Hotel J.W. Marriott dan hotel The
Ritz-Carlton pada 17 Juli, yang ditengarai tersangka otak pemboman
warga Malaysia Noordin M.Top dapat dengan bebas mengganti
identitasnya dari satu daerah ke daerah lainnya dalam rangka
membina sel-sel terornya.Arti penting kartu tanda penduduk (KTP)
makin signifikan sebagai identitas seorang warga negara.
Acuan hukum untuk penerapan nomor induk kependudukan
(NIK) sudah ada dalam bentuk undang-undang (UU) dan bahkan telah
diperjelas dengan sebuah Peraturan Presiden (Perpres). Pasal 13 UU
No 23 Tahun 2009 tentang Administrasi Kependudukan telah
mengamanatkan bahwa setiap warga negara wajib memiliki NIK (Ayat
1), berlaku seumur hidup (Ayat 2), dan dicantumkan dalam setiap
Dokumen kependudukan dan dijadikan dasar penerbitan paspor,
surat izin mengemudi, nomor pokok wajib pajak, polis asuransi,
sertifikat hak atas tanah, dan penerbitan dokumen identitas lainnya
(Ayat 3).
Dengan demikian NIK harus dapat digunakan dikantor-kantor
penerbitan dokumen resmi yang tersebut di atas.Dasar hukum ini
menekankan pentingnya NIK yang betul-betul valid dan terverifikasi
beserta seluruh data-data penunjangnya. Pasal 6 Perpres Nomor 26
Tahun 2009 menjabarkan lagi bahwa blangko KTP berbasis NIK itu
harus memuat kode keamanan dan rekaman elektronik yang
digunakan sebagai alat verifikasi jati diri dalam pelayanan publik.
Dalam pasal berikutnya (Pasal 7), diterangkan lebih lanjut bahwa
rekaman elektronik yang dimaksud adalah biodata, pas foto, dan sidik
jari seluruh jari tangan penduduk yang bersangkutan.
B. Kajian Terhadap Asas Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma
1. Asas Umum Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan:
a. Asas Kemanusiaan dimaksudkan bahwa materi muatan
peraturan perundang-undangan tentang Persamaan dan Keadilan
terhadap setiap warganegara yang dapat mencerminkan adanya
pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak-hak asasi manusia
serta harkat dan martabat setiap orang secara proporsional dan sama
di hadapan hukum.
b. Asas Pengayoman dimaksudkan agar setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tentang Persamaan dan Keadilan
terhadap setiap warganegara harus dapat berfungsi untuk
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab negara yang
harus memberikan perlindungan dan pengayoman bagi setiap orang
termasuk di dalam mewujudkan persamaan hak di hadapan hukum.
c. Asas Kenusantaraan dimaksudkan bahwa muatan peraturan
perundang-undangan tentang Persamaan dan Keadilan terhadap
setiap warganegara senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan tidak bertentangan
dengan konstitusi Negara Republik Indonesia.
d. Asas Kebangsaan ini dimaksudkan bahwa setiap materi muatan
dalam peraturan perundang-undangan tentang Persamaan dan
Keadilan terhadap setiap warganegara harus mencerminkan sifat dan
watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap
menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
e. Asas Bhinneka Tunggal Ika adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tentang Persamaan dan Keadilan
terhadap setiap warganegara harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku, golongan, kondisi khusus daerah, dan
budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini berarti
bahwa Undang-Undang tentang Persamaan dan Keadilan terhadap
setiap warganegara harus dapat mengakomodir keberagaman bangsa
Indonesia termasuk agama dan kepercayaan yang menjadi keyakinan
masing-masing orang.
f. Asas Kekeluargaan atau Musyawarah untuk Mufakat ini
dimaksudkan bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan tentang Persamaan dan Keadilan terhadap setiap
warganegara harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam melakukan
pengarusutamaan gender, setiap kelembagaan negara dituntut untuk
membangun sistem musyawarah mufakat sebagai bangsa Indonesia
dengan menghormati dan menjunjung tinggi keberagaman.Namun
asas musyawarah mufakat dalam Undang-Undang tentang Persamaan
dan Keadilan terhadap setiap warganegara ini tidak menghilangkan
prinsip pengakuan, penghormatan, pemenuhan dan perlindungan
serta pemajuan hak-hak asasi manusia dalam segala bidang. Hal ini
terkait juga dengan keadilan dan kesetaraan substantif.
g. Asas Keadilan adalah bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan tentang Persamaan dan Keadilan terhadap setiap
warganegara harus mencerminkan keadilan secara proporsional dan
substantif bagi setiap orang tanpa terkecuali.
h. Asas Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan
adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
tentang Persamaan dan Keadilan terhadap setiap warganegara tidak
boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan kedudukan masing-
masing orang dalam hukum berdasarkan latar belakang antara lain,
agama, kepercayaan, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan tentang Persamaan
dan Keadilan terhadap setiap warganegara harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan
individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan Negara.
j. Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan. Asas
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan ini dimaksudkan untuk
memastikan bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan tentang Persamaan dan Keadilan terhadap setiap
warganegara harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan
kepentingan bangsa dan negara. Asas keseimbangan, keserasian dan
keselarasan juga dimaksudkan agar materi muatan peraturan
perundang-undangan tentang Persamaan dan Keadilan terhadap
setiap warganegara selaras dengan peraturan perundang-undangan
yang lain dan mempunyai harmoni untuk menjadi payung hukum
bagi semua orang tanpa ada diskriminasi apapun di semua bidang.
Dalam Pancasila, pada sila ke-2, kemanusiaan yang adil dan beradab,
perlindungan hak-hak perorangan diatur secara tegas bersama
dengan itu pula dalam sila ke- 5 yakni keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, diatur tentang asas keadilan, untuk memberikan
kedudukan yang seimbang bagi masyarakat tanpa membedakan
suku, agama, ras, dan antar golongan. Asas keseimbangan
memberikan hak dan kedudukan yang sama bagi para pihak di depan
hukum. Dalam asas hukum yang berlaku umum (general principle of
law), sesuai dengan asasinya, maka dituntut adanya persamaan hak
dan kedudukan orang perorangan di depan hukum (equality before the
law). Setiap perempuan berhak mendapatkan hak
asasinya.Karenanya secara umum, persamaan dan keadilan untuk
perempuan, bersifat seimbang, serasi dan selaras.Asas keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan berarti bahwa persamaa dan keadilan
untuk perempuan diselenggarakan untuk dapat menciptakan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan
individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
2. Asas-Asas Lain Yang Terkait Dengan Penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan
Analisis terhadap penentuan asas-asas ini harus memperhatikan'
berbagai aspek bidang kehidupan yang terkait dengan peraturan
perundang-undangan yang akan dibuat, yang berasal dari hasil
penelitian, dalam hal ini yaitu:
a. Asas Kepentingan Manusia.
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan ditujukan untuk
kepentingan menjaga manusia secara keseluruhan, baik pria
maupun wanita, anak-anak maupun orang dewasa, penduduk asli
maupun pendatang dan masyarakat pada umumnya.
b. Asas Kemanfaatan Umum.
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan individu dan
masyarakat serta mewujudkan tertib administrasi. Di samping itu,
penyelenggaraan Administrasi Kependudukan juga diarahkan
untuk kepentingan investor baik dalam maupun luar negeri untuk
mengetahui rekanan kerjasama.
c. Asas Keterpaduan dan Keserasian.
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dilaksanakan secara
seimbang dengan memadukan berbagai unsur atau mensinergikan
berbagai komponen terkait, seperti kepentingan umum,
kepentingan negara, dan kepentingan ketenagakerjaan.
d. Asas Kelestarian dan Keberlanjutan.
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dilaksanakan secara
seimbang dengan memadukan berbagai unsur atau mensinergikan
berbagai komponen terkait, seperti kepentingan umum,
kepentingan negara, dan kepentingan ketenagakerjaan.
Berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas
menjamin hak setiap Penduduk untuk membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, memperoleh
status kewarganegaraan, menjamin kebebasan memeluk agama,
dan memilih tempat tinggal di wilayah Republik Indonesia dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
e. Asas Partisipatif.
Setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam
prosesdan pelaksanaan Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan, baik secara langsung maupun tidak langsung.Hal
ini dapat dilakukan dengan mengurus Administrasi Kependudukan
sendiri agar mengetahui secara lengkap, syarat, mekanisme dan
prosedur serta meniadakan peluang bagi calo untuk mengambil
keuntungan.
f. Asas Keseimbangan.
Asas yang menempatkan pengaturan Penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan haruslah dalam keseimbangan antara
hak dan kewajiban, baik dari sisi negara maupun masyarakat pada
umumnya.
g. Asas Keadilan.
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan harus
mencerminkan keadilan secara merata ke semua lapisan
masyarakat, baik lintas generasi maupun lintas gender. Selain itu,
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dimaksudkan agar
masyarakat mendapatkan pelayanan yang baik sebagai hak asasi
manusia yang diatur dan diakui serta dilindungi dalam Undang-
Undang Dasar 1945.
h. Asas Perlindungan Hukum.
Asas yang menjamin terlindunginya secara hukum para pihak
yang terkait dengan Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan
dalam rangka mewujudkan hak atas identitas warga masyarakat.
i. Asas Keterbukaan.
Asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan serta asas yang
membuka ruang bagi setiap anggota masyarakat untuk berperan
aktif dalam mengawasi Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan.
j. Asas Akuntabilitas.
Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta
Masalah YangDihadapi
Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 menjadi
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan yang telah disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 26
November 2013 yang lalu merupakan perubahan yang mendasar dalam
bidang administrasi kependudukan. Tujuan perubahan tersebut adalah
untuk meningkatkan efektivitas pelayanan kepada masyarakat dan
menjamin akurasi data.
Adapun perubahan mendasar dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2013 adalah sebagai berikut:
1. Masa Berlaku KTP Elektronik (E-KTP)
Dalam Undang-Undang sebelumnya, E-KTP hanya berlaku 5 (lima)
tahun, namun dalamUndang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 diubah
menjadi berlaku seumur hidup sepanjang tidak ada perubahan
elemen data dalam KTP, hal ini sesuai ketentuan Pasal 64 ayat (7)
huruf a.E-KTPyang sudah diterbitkan sebelum berlakunya Undang-
Undang No. 24 Tahun 2013 ini, ditetapkan berlaku seumur hidup
(Pasal 101 point c UU No. 24 Tahun 2013), oleh karena itu sepanjang
tidak ada perubahan elemen data dalam KTP maka pemegang
blangko E-KTP dapat untuk tidak mengganti kartu blangko E-KTP ke
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Lombok Utara.
2. Penggunaan Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri
Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari
data kependudukan kabupaten/kota, merupakan satu-satunya data
kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan: alokasi
anggaran (termasuk untuk perhitungan DAU), pelayanan publik,
perencanaan pembangunan, pembangunan demokrasi, penegakan
hukum, dan pencegahan kriminal (Pasal 58 UU No. 24 Tahun 2013).
3. Pencetakan Dokumen/Personalisasi E-KTP
Sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU No. 24 Tahun
2013).Pencetakan dokumen/personalisasi E-KTP yang selama ini
dilaksanakan terpusat di Jakarta diserahkan kepada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota pada Tahun
2014.
4. Penerbitan Akta Kelahiran yang Pelaporannya melebihi Batas
Waktu 1 (satu) Tahun
Semula penerbitan tersebut memerlukan penetapan Pengadilan
Negeri, diubah cukup dengan Keputusan Kepala Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai
dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 30 April 2013.
5. Penerbitan Akta Pencatatan Sipil
Semula dilaksanakan di tempat terjadinya Peristiwa Penting, diubah
menjadi penerbitannya di tempat domisili penduduk.
6. Pengakuan dan Pengesahan Anak
Dibatasi hanya untuk anak yang dilahirkan dari perkawinan yang
telah sah menurut hukum agama tetapi belum sah menurut hukum
negara (Pasal 49 ayat 2). Pengesahan anak yang selama ini hanya
dengan catatan pinggir diubah menjadi Akta Pengesahan Anak (Pasal
49 ayat 3 UU No. 24 Tahun 2013).
7. Pengurusan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Tidak
Dipungut Biaya (Gratis)
Larangan untuk tidak dipungut biaya semula hanya untuk
penerbitan KTP-el, diubah menjadi untuk semua dokumen
kependudukan seperti KK, KTP-el, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan,
Akta Kematian, Akta Perceraian, Akta Pengakuan Anak, dan lain-lain
(Pasal 79A UU No. 24 Tahun 2013).
8. Pencatatan Kematian
Pelaporan pencatatan kematian yang semula menjadi kewajiban
penduduk, diubah menjadi kewajiban RT atau nama lain untuk
melaporkan setiap kematian warganya kepada Instansi Pelaksana
(Pasal 44 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013). Pelaporan tersebut
dilakukan secara berjenjang melalui RW atau nama lain,
Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Dengan kebijakan ini diharapkan
cakupan pencatatan kematian akan meningkat secara signifikan.
9. Stelsel Aktif
Semula stelsel aktif diwajibkan kepada penduduk, diubah menjadi
stelsel aktif diwajibkan kepada pemerintah melalui petugas.
10. Petugas Registrasi
Petugas Registrasi membantu Kepala Desa atau Lurah dan Instansi
Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (Pasal
12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013). Petugas Registrasi diangkat dan
diberhentikan oleh Bupati/Walikota. Petugas Registrasi harus PNS,
diubah diutamakan PNS (Pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).
11. Pengangkatan Pejabat Struktural pada Unit Kerja Administrasi
Kependudukan
Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi
kependudukan di Provinsi, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Dalam Negeri atas usulan Gubernur (Pasal 83A ayat 1 UU No. 24
Tahun 2013).
Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi
kependudukan di Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri Dalam Negeri atas usulan Bupati/Walikota melalui
Gubernur (Pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).
Penilaian kinerja Pejabat Struktural tersebut dilakukan secara
periodik oleh Menteri Dalam Negeri (Pasal 83A ayat 2 UU No. 24
Tahun 2013).
12. Pendanaan Program dan Kegiatan Adminduk dibebankan pada
APBN
Pendanaan untuk penyelenggaraan program dan kegiatan
administrasi kependudukan, baik di provinsi maupun
kabupaten/kota dianggarkan dalam APBN (Pasal 87A UU No. 24
Tahun 2013) dan dimulai pada APBN-P Tahun Anggaran 2014 (Pasal
87B UU No. 24 Tahun 2013), dengan demikian berarti sebelum
tersedia APBN-P tahun 2014, pendanaannya masih tetap
menggunakan APBD.
13. Penambahan Sanksi
Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau
melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data
penduduk dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 75.000.000 (Pasal 94
UU No. 24 Tahun 2013).
Setiap pejabat dan petugas pada Desa/Kelurahan, Kecamatan,
UPTD, Instansi Pelaksana yang memerintahkan dan/atau
memfasilitasi pungutan biaya kepada penduduk dalam pengurusan
dan penerbitan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 75.000.000 (Pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).
Setiap orang atau Badan Hukum yang tanpa hak mencetak,
menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (Pasal 95B UU No.
24 Tahun 2013).
14. Pemberlakuan Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013
Perubahan Undang-Undang ini berlaku sejak diundangkan pada 24
Desember 2013.
Khusus yang berkaitan dengan APBN, baru diberlakukan secara
efektif sejak tersedianya APBN/APBN-P untuk pembiayaan
penyelenggaraan program dan kegiatan adminduk di Provinsi dan
Kab/Kota.
BAB III
ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Berikut ini diuraikan tinjauan terhadap beberapa peraturan
perundang-undangan yang terkait, antara lain:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Dari
ketentuan ini bahwa daerah diberikan kewenangan konstitusional untuk
membentuk peraturan daerah, di samping itu juga daerah memiliki
kewenangan untuk membentuk peraturan-peraturan lain terkait dengan
pelaksanaan otonomi dan tugas pembantuan.
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
Dalam Pasal 7 ayat (1) disebutkan jenis dan dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan yang terdiri atas :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dari ketentuan Pasal ini bahwa peraturan daerah kabupaten termasuk
dalam peraturan perundang-undangan yang secara hierarki berada di
bawah peraturan daerah provinsi, sehingga peraturan daerah
kabupaten/kota harus sinkron dengan peraturan daerah provinsi.
Sedangkan yang menjadi materi muatan peraturan daerah disebutkan
dalam Pasal 14 yaitu materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi
khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang
undangan yang lebih tinggi.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4674), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Udang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5475);
Dalam Pasal 7 ayat (1) disebutkan kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah kabupaten dalam menyelenggarakan urusan administrasi
kependudukan yang menjadi kewenangan Bupati meliputi :
a. Koordinasi penyelenggaraan administrasi kependudukan;
b. Pembentukan instansi pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang
administrasi kependudukan;
c. Pengaturan teknis penyelenggaraan administrasi kependudukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan administrasi
kependudukan;
e. Pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang administrasi
kependudukan;
f. Penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan
administasi kependudukan berdasarkan asas tugas pebantuan;
g. Penyajian data kependudukan berskala kabupaten/kota berasal dari
data kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan
oleh kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan
pemerintahan dalam negeri; dan
h. Koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan administrasi
kependudukan.
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4679);
Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan
Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam
menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi
masyarakat serta kekhasan dari Daerah tersebut. Perda yang dibuat
oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi Daerah yang
bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan oleh Daerah
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki
peraturan perundang-undangan. Di samping itu Perda sebagai bagian
dari sistem peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah
penyusunan Perda.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun
2012tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan
Didalam Peraturan Pemerintah ini terdapat kewenangan atribusi yang
diberikan kepada pemerintah kabupaten untuk membuat peraturan
daerah yaitu pada Pasal 20:
“Dalam melaksanakan kewenangan terkait Pengaturan teknis
penyelenggaraan administrasi kependudukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, bupati/walikota mengadakan
pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, diatur
dengan Peraturan Daerahdan Peraturan Bupati/Walikota berpedoman
pada Peraturan Perundang-undangan di bidang Administrasi
Kependudukan.”
Didalam Pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan
urusan Administrasi Kependudukan di kabupaten/kota, dibentuk
DinasKependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai Instansi Pelaksana
yang diatur dalam Peraturan Daerah. Kemudian pada Pasal 29
disebutkan tugas dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yaitu :
a. menyediakan dan menyerahkan blangko dokumen kependudukan
dan formulir untuk pelayananpencatatan sipil sesuai dengan
kebutuhan;
b. meminta laporan pelaksanaan tugas, kewajiban dan kewenangan
UPTD Instansi Pelaksana yang berkaitan dengan pelayanan
pencatatan sipil;
c. melakukan pembinaan, pembimbingan, dan supervisi terhadap
pelaksanaan tugas, kewajiban dan kewenangan UPTD Instansi
Pelaksana; dan
d. melakukan pembinaan, pembimbingan, dan supervisi terhadap
penugasan kepada desa atau nama lain.
Adapun tugas dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam
Pasal 32 ayat (2) berupa pelayanan pencatatan sipil meliputi:
a. kelahiran;
b. kematian;
c. lahir mati;
d. perkawinan;
e. perceraian;
f. pengakuan anak;
g. pengesahan anak;
h. pengangkatan anak;
i. perubahan nama;
j. perubahan status kewarganegaraan;
k. pembatalan perkawinan;
l. pembatalan perceraian; dan
m. peristiwa penting lainnya.
6. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan
Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil
Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan
Sipil bertujuan untuk memberikan keabsahan identitas dan kepastian
hukum atas dokumen penduduk,perlindungan status hak sipil
penduduk, dan mendapatkan data yang mutakhir, benar dan lengkap.
Dalam Pencatatan dan penerbitan biodata penduduk sebagaimana
disebutkan dalam pasal 4 yaitu :
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia wajib melapor kepada Instansi
Pelaksana melalui Kepala Desa/Lurah dan Camat untuk dicatatkan
biodatanya.
(2) Warga Negara Indonesia yang datang dari luar negeri karena pindah,
Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas dan Orang Asing
yang memiliki Izin Tinggal Tetap wajib melapor kepada Instansi
Pelaksana untuk dicatatkan biodatanya.
(3) Pencatatan Biodata Penduduk dilakukan sebagai dasar pengisian dan
pemutakhiran database kependudukan.
Adapun syarat pencatatan biodata penduduk tersebut dalam pasal 5
berupa:
a. Surat Pengantar dari RT dan RW.
b. Dokumen Kependudukan yang dimiliki, antara lain:
1. Kutipan Akta Kelahiran;
2. Ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar;
3. KK;
4. KTP;
5. Kutipan Akta Perkawinan/Kutipan Akta Nikah; atau
6. Kutipan Akta Perceraian.
c. Surat Keterangan Kepala Suku/Adat setempat, khusus bagi
komunitas terpencil/suku terasing.
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009
Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk
Kependudukan Secara Nasional.
Didalam pasal 7 disebutkan bahwa Setiap penduduk wajib KTP berhak
memperoleh KTP berbasis NIK yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana
sesuai domisili penduduk yang bersangkutan.Apabila masih ada
penduduk yang memiliki KTP belum berbasis NIK, maka harus
mengajukan penggantian KTP berbasis NIK sesuai domisili penduduk
yang bersangkutan. Adapun pengaturan mengenai KTP berbasis NIK ini
dimaksudkan memberikan kepastian identitas setiap penduduk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yaitu :
a. KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik
sebagai alat verifikasi dan validasi data jati diri penduduk.
b. Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi
biodata, tanda tangan, pas photo, dan sidik jari tangan penduduk
yang bersangkutan.
c. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpandalam
database kependudukan.
d. Pengambilanseluruhsidikjaritanganpenduduksebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan pada saatpengajuan permohonan KTP
berbasis NIK
e. Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP
berbasis NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari
telunjuk tangan kiri dan jari telunju tangan kanan penduduk yang
bersangkutan.
f. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk dapat diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
g. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur
dengan Peraturan Menteri.
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 9
Tahun2016 Tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan
Akta Kelahiran
Dalam Pasal 3 diatur mengenai syarat untuk memperoleh akta kelahiran
yaitu sebagai berikut :
a. Surat keterangan lahir dari dokter/bidan/penolong kelahiran;
b. Akta nikah/kutipan akta perkawinan;
c. KK dimana penduduk akan didaftarkan sebagai anggota keluarga;
d. KTP-el orang tua/wali/pelapor; atau
e. Paspor bagi WNI bukan penduduk dan orang asing.
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 pada hakeketnya berkewajiban memberikan perlindungan dan
pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas
setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh
penduduk Indonesia yang berada di dalam dan diluar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka memberikan perlindungan,
pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa
kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk
Indonesia yang berada di dalam dan diluar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia perlu dilakukan pengaturan tentang Administrasi
Kependudukan.
Pengaturan tentang administrasi kependudukan hanya dapat
terlaksana apabila didukung oleh pelayanan yang professional dan
peningkatan kesadaran penduduk, termasuk warga Negara Indonesia
yang berada di luar negeri.Peraturan perundangan mengenai Administrasi
Kependudukan yang ada tidak sesui lagi dengan tuntutan pelayanan
administrasi kependudukan yang tertib dan tidak diskriminatif sehingga
di perlukan pengaturan secara menyeluruh untuk menjadi pegangan bagi
semua penyelenggara Negara yang berhubungan dengan kependudukan.
Selain hal tersebut diatas, dibentuknya Administrasi Kependudukan di
Indonesia, berawal dari masalah pokok atau masalah mendasar antara
lain:
a. rendahnya proporsi penduduk yang melakukan pendaftaran yang
berakibat pada rendahnya kualitas;
b. beberapa permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan
pendaftaran penduduk, di antaranya:
1) Aspek hukum: belum tersedianya dasr hukum yang utuh,
terpadu komprehensif dan tidak diskriminatif dalam hal
pendaftaran penduduk.
2) Aspek sosial budaya: rendahnya kesadaran masyarakat
terhadap pendaftaran penduduk.
3) Aspek aksesibilitas, keterjangkauan geografis, sosiokultural dan
mobilitas.
4) Apek kelembagaan: ketidakseragaman nomenklatur yang
berakibat pada mekanisme koordiansi yang tidak optimal, dan
muncul institusi serupa yang melakukan pendaftaran
penduduk untuk kepentingan yang berbeda yang menghasilkan
data-data yang parsial dan tidak akurat.
5) Aspek system: belum terintegrasinya system pusat dan daerah
dan belum terbentuk jaringan antar subsistem dalam aspek
penyelenggaraan pendaftaran penduduk.
6) Aspek pelayanan: belum adanya SOP dan standar kualitas
pelayanan minimum dalam hal pendaftaran penduduk yang
berakibat pada banyaknya muncul complain terhadap
pelaksanaan pendaftaran penduduk.
Beberapa permasalahan tersebut diatas memerlukan ketegasan
pemerintah dalam penyelenggaraan pendaftaran penduduk dalam
rangka reformasi penyelenggaraan pendaftaran penduduk, yaitu di
bentuknya Peraturan Daerah tentang Administrasi
Kependudukan.Selain itu keberadaan pemerintahan daerah sesuai
dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945 merupakan bagian dari
penyelenggaraan negara. Negara sebagai organisasi tentunya selalu
mempunyai tujuan sebagaimana dituangkan dalam alinea keempat
pembukaan UUD NRI 1945 yang menyatakan:
”Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan
Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Memperhatikan alinea keempat Pembukaan UUD NRI tersebut secara
jelas dinyatakan bahwa negera ini dibentuk dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut kiranya juga menjadi
tujuan dibentuknya Pemerintahan daerah yang bertujuan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat,
serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tersebut dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan memperhatikan prinsip
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, aspek-
aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan
daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan
persaingan global.
Dalam mewujudkan tujuan negara tersebut kiranya negara sebagai
pemegang mandat dari rakyat bertanggungjawab untuk
menyelenggarakan pelayanan publik, sebagai usaha pemenuhan hak-
hak dasar rakyat.Dalam hal ini, posisi negara adalah sebagai pelayan
masyarakat (public service) dari pengguna layanan.Salah satu bentuk
pelayanan publik yang sangat mendasar dan menjadi tugas negara
sekaligus sebagai upaya untuk mencapai tujuan negara adalah
memberikan perlindungan kepada seluruh warga negara Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.Seiring dengan tugas negara sebagaimana tersebut di atas,
pemerintah menyediakan pelayanan penyelenggararaan pendaftaran
penduduk dan pencatatan sipil sebagai upaya pemenuhan terhadap
hak sipil warga negara.Berkenaan dengan hal tersebut Pemerintah
Kabupaten Lombok Utara telah memperoleh kewenangan untuk
melakukan pendaftaran penduduk dan pencatatan akta catatan
sipil.sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006. Namun demikian ”UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Pasal 28 ayat (3) mengamanatkan Pembuatan Akta
Kelahiran Tidak Dipungut Biaya”, serta menindak lanjuti Putusan
Mahkamah Konsitusi No. 18/PUU-XI/2013 tanggal 30 April 2013
bahwa ”Pelaporan Kelahiran Yang Melampaui Batas Waktu 1 (satu)
tahun Tidak Memerlukan Penetapan Pengadilan Negeri”. Berkaitan hal
tersebut, pelaksanaan pencatatan sipil khususnya penerbitan akta
kelahiran perlu ditinjau kembali, karena tatacara dan persyaratan
untuk mendapatkan akta kelahiran usia diatas 1 (satu) tahun
dilaksanakan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri dirasa
menyulitkan dan membebani rakyat. Sesuai dengan prinsip demokrasi
dan keadilan, maka setiap ketentuan yang melahirkan beban bagi
rakyat, harus dimintai persetujuan, dalam hal ini persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
B. Landasan Sosiologis
Sistem hukum nasional pada dasarnya adalah refleksi dari
dinamikamasyarakatnya itu sendiri. Perumusan ketentuan hukum
tidak akan lepas nilai-nilai luhur bangsanya, sehingga keberlakuan
hukum akan diukur dari validitas dan efektifitasnya secara
sosiologis.Kabupaten Lombok Utara mempunyai luas wilayah daratan
yakni seluas 809,53 Km², dan secara administrastif terbagi dalam 5
(lima) Kecamatan, 33 Desa dan 322 Dusun, yang mana Kecamatan
Bayan memiliki luas wilayah terbesar dengan luas wilayah 329,10 Km²
dan terkecil adalah Kecamatan Pemenang dengan luas wilayah 81,09
Km².Jumlah penduduk Kabupaten Lombok Utara pada tahun 2014
sebesar 215.518 jiwa.Dengan banyaknya jumlah penduduk di
Kabupaten Lombok Utara, maka dalam pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat perlu didukung pelayanan publik yang memberikan
manfaat bagi kepentingan umum. Pelayanan publik yang dilakukan
oleh pemerintah daerah sebagai pelaksanaan dari otonomi daerah
memerlukansarana dan prasarana yang menunjang. Dengan demikian
dalam pelayanan publik kepada masyarakat memerlukan pembiayaan
yang cukup, serta diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan yang
tetap memperhatikan kemampuan masyarakat yang tidak mampu.
Hukum yang valid adalah dirancang sesuai norma yang hidup dalam
masyarakat, demikian pula dengan efektifitasnya. Jika hukum yang
dirumuskan adalah ditujukan untuk menggerakan atau merubah
perilaku masyarakat maka keberlakuannya diharapkan dapat
mendorong masyarakat kepada arah yang dituju.Sesuai sila ke dua
Pancasila tentang Kemanusian Yang Adil dan Beradab maka negara
cqpemerintah perlu menjamin bahwa penghargaan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan yang salah satunya adalah privacy warga negara tetap
dihargai dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan.
Selanjutnya sebagaimana diamanatkan sila kelima Pancasila, maka
pemerintahan diharapkan dapat menjalankan keadilan sosial.Salah
satu bentuk bentuk keadilan social adalah sistem hukum nasional
yang dapat menjamin akses warga negara terhadapkesejahteraan yang
salah satu diantaranya adalah murahnya pelayanan publik yang
merupakan simbol terselenggaranya negara kesejahteraan yang
memajukan kesejahteraan umum bangsanya.Peranan pemerintah yang
melindungi, membina atau mengayomi sesungguhnya selaras dengan
karakteristik masyarakat yang cenderung paternalistik.Hal tersebut
juga direfleksikan dalam bentuk penyelenggaraan pelayanan yang tak
dapat lepas dari tanggung jawab hukum dari pihak-pihak yang
merupakan manajemen puncak dari penyelenggaraan
tersebut.Demikian pula halnya dengan perilaku sikap tindak yang ajeg
yang tidak mengganggu orang lain dan sikap turut menjaga fasilitas
layanan umum. Hal ini menjadi dasar adanya kewajiban bersama
untuk menjaga hajat kepentingan umum terhadap penyelenggaraan
administrasi kependudukan.Oleh karena itu, keberadaaan suatu
peraturan daerah sebagai landasan penyelenggaraan administrasi
kependudukan mutlak diperlukan untuk juga mengikat publik dalam
menghargai penyelenggaraan administrasi kependudukan demi
kepentingan bersama.
C. Landasan Yuridis
Pada hakekatnya bahwa upaya Tertib Dokumen Kependudukan atau
Tertib Administrasi Kependudukan, tidak sekedar pengawasan
terhadap pengadaan blangko-blangko yang dipersyaratkan dalam
penerbitan dokumen, tapi hendaknya harus tersistem, konkrit dan
pragmatis.Artinya mudah difahami oleh penduduk dan diyakini
bermakna secara hukum berfungsi melindungi,
mengakui/mengesahkan status kependudukan atau peristiwa vital
(vital event) yang dialami penduduk, sehingga dibutuhkan oleh
penduduk karena dapat memudahkan atau melancarkan urusannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain dokumen
kependudukan memiliki insentif/benefit bagi si pemegang dokumen
atau penduduk.
Dalam kerangka pelaksanaan pemerintahan yang demokratis maka
diperlukan pembentukan perundang-undangan yang menata
penggunaan wewenang negara. Ketentuan perundang-undangan ini
setidaknya akan menjadi dasar hukum penggunaan wewenang (asas
keabsahan); landasan prosedur (mencegah tindakan sewenang-wenang)
dan konformitas (alat ukur untuk menilai benar-salahnya) tindakan
pemerintah. Sesuai dengan penyelanggaraan pemerintahan daerah,
kewenangan-kewenangan daerah khususnya kewenangan
penyelenggaraan administrasi kependudukan tentunya didasarkan
pada kewenangan secara atributisi ataupun kewenangan delegasi yang
semuanya didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan yang menjadi instrumen hukum sebagai dasar
dalam pembentukan rancangan peraturan daerah tentang
penyelenggaraan administrasi kependudukanadalah :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 99,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4872);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi
Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3886);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587), Sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4235);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4674), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Udang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 232, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5475);7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Nomor
5234);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593);
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2012
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 Tentang Administrasi Kependudukan(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 265, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5373);
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008
tentang Persyaratan dan Tatacara Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun
2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor
Induk Kependudukan Secara Nasional;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penerbitan
Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan
Secara Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 256);
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2016 Tentang Percepatan Peningkatan Cakupan
Kepemilikan Akta Kelahiran (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 325);
BAB V
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
Materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, meliputi seluruh komponen
dan aktifitas yang berhubungan dengan administrasi kependudukan dengan
segala aspeknya yang dituangkan dalam bab-bab sebagai berikut:
a. Bab I : Ketentuan Umum.
Bab ini memuat batasan pengertian atau definisi mengenai istilah-istilah
dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
salah pengertian atau multi interpretasi terhadap istilah-istilah tersebut.
b. Bab II : Hak dan Kewajiban.
Bab ini memuat apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dalam
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan
c. Bab III : Penyelenggaraan.
Bab ini memuat penyelenggaraan administrasi kependudukan berkaitan
dengan pelayanan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan
administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, khususnya yang
berkaitan dengan pencatatan kelahiran.
d. Bab IV : Peran Serta Masyarakat.
Bab ini memuat ketentuan tentang peran serta masyarakat yang dapat
diwujudkan dalam bentuk penyampaian saran, masukan, dan pendapat
dalam penetapan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan penyelenggaraan
administrasi kependudukan.
e. Bab V : Pembinaan dan Pengawasan.
Bab ini memuat ketentuan tentang penyelenggaraan pembinaan oleh
Kepala Daerah sesuai dengan kewenangannya. Sedangkan dalam rangka
pengawasan, Kepala Daerah menunjuk Satuan Kerja Daerah yang tugas
pokok dan fungsinya di bidang ketenteraman dan ketertiban.
f. Bab VI : Sanksi
Bab ini memuat ketentuan tentang sanksi pidana terhadap pelanggaran
dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan
g. Bab VII : Ketentua Peralihan
Dalam ketentuan peralihan ini terkait dengan tenggang waktu
pemberlakuan peraturan daerah ini.
h. Bab VIII : Ketentuan Penutup.
Bab ini memuat ketentuan tentang saat mulai berlaku Rancangan
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan adalah rangkaian
kegiatan penataan dan penertiban dalam penertiban dokumen dan data
kependudukan melalui pendaftaran penduduk dan catatan sipil,
pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan
hasilnya untuk pelayanan public dan pembangunan sektor lain.
Administrasi Kependudukan diarahkan untuk memenuhi hak azasi
setiap orang di bidang administrasi kependudukan tanpa diskriminasi
melalui pelayanan publik yang profesional.Pendaftaran penduduk dilakukan
dengan pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas pelaporan peristiwa
kependudukan dan pendataan penduduk serta penerbitan dokumen
kependudukan.
Dari beberapa uraian pada awal bab dan selanjutnya, maka dapat
diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka seluruh proses
penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang
Kawasan Tanpa Rokok mengacu pada undang-undang tersebut.
2. Dalam rangka penyelenggaraan administrasi kependudukan di
kabupaten Lombok utara dan guna tercapainya tertib dokumen
kependudukan dan tertib administrasi kependudukan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Undang-Undang 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,
maka terdapat kebutuhan akan lahirnya suatu peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan.
3. Dilihat dari sisi urgensinya, terutama dikaitkan dengan adanya
kewenangan atribusi yang diberikanPeraturan Pemerintah Nomor 102
Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 Tentang Administrasi Kependudukan, kepada pemerintah
daerah kabupaten maka perlu dibuat suatu Pedoman Rancangan
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan, sehingga Peraturan Daerah yang nantinya akan
dibuat dan yang sudah diberlakukan dapat selaras (harmonis) dengan
ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah tersebut.
4. Dalam rangka penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Kabupaten Lombok
Utaraserta memberikan informasi yang valid dalam pelayanan publik,
maka perlu difasilitasi dengan adanya Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan (SIAK).
B. Saran
Perlu segera dibuat Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan dalam rangka mewujudkan perlindungan
dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum
atas setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang
dialami oleh penduduk di Kabupaten Lombok Utara.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Jimly Asshiddiqie. Perihal Undang-Undang. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011.
Moelyatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-undangan Jilid 1 (Jenis, Fungsi,
Materi Muatan). Jakarta: Kanisius, 2011.
----------. Ilmu Perundang-undangan Jilid 2 (Proses dan Teknik
Pembentukannya). Jakarta: Kanisius, 2013.
Soerjono Soekanto. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas
Indonesia, 1984.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Zudan Arif F, 2009. Ilmu Lembaga dan Pranata Hukum (Sebuah
Pencarian). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011
B. Peraturan Perundang-undangan
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981).
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik.
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah.
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu
Identitas Anak.
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Pendelegasian Wewenang Penunjukan dan Penetapan Kuasa
Pengguna Anggaran Dana Tugas Pembantuan Bidang Kependudukan
dan Pencatatan Sipil.
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran.
Recommended