Menjelajah Karst Papua Barat - s3.amazonaws.com fileD ENGLISH / DRAMA R ENGLISH /CONCERT SU...

Preview:

Citation preview

Blitz News.

@blitzmegaplex 021-293.64.800

Available at blitz Grand IndonesiaMall Of Indonesia & Mall Paris Van Java

SCHEDULE SUBJECT TO CHANGE AT ANY TIME

REMAJA[R] DEWASA[D] SEMUA UMUR[SU]

Buy 1 get 1 Free tickets Reguler Class and 3D only. * BRI Prioritas, Gold & Platinum Debit Card Holder Sunday only.

Buy 1 Get 1 Free ticket Regular Class(non 3D & Hindi Movie) * CIMB Credit Card (Platinum, World Card & Visa Infinite Card) Saturday - Sunday.

50% Velvet Class : * CIMB Niaga Credit Card (World Card), Saturday - Sunday. Buy 1 Get 1 Free Regular class with Mandiri Power Point Redemption * Mandiri Silver, Gold & Platinum credit card. All days.

INFO & INSIGHT

D ENGLISH / DRAMA

INDONESIA/ DRAMAR ENGLISH /CONCERT SU

D

SU

ENGLISH / THRILLERD

ENGLISH / HOROR

R

ENGLISH / HOROR

50%OFF

DD HINDI / DRAMA

INDONESIA / DRAMA

ANNABELLE

Find our latest promotions at www.blitzmegaplex.com

DRACULA UNTOLD

CP VELVET: 14:00 16:00 PP VELVET: 14:00 16:00

THE JUDGE

THE EQUALIZERGI 4DX: 13:30 18:30MOI 4DX: 13:30 18:30PVJ 4DX: 13:30 18:30

CP VELVET: 11:30 17:10 19:40 22:10PP VELVET: 11:30 17:10 19:40 22:10 MOIVELVET: 13:05 17:15 21:25 CP VELVET: 11:00 13:30 19:10 21:40 PP VELVET: 11:00 13:30 19:10 21:40 MOI VELVET: 11:00 15:10 19:20

Arzia Tivany Wargadiredja Mahasiswa Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Bandung

TAK ada satu pun dari mereka yang memiliki latar belakang speleologi atau ilmu tentang gua. Namun, mereka memiliki

ketertarikan kuat untuk menerobos cerukan bawah tanah yang terjal dan tajam. Terjun ke dalam, berendam, dan terkadang harus merayap dalam gelap tidak menyurutkan keinginan menje-lajahi gua, petualangan dan olahraga tanpa sorakan penonton.

Itulah yang dilakukan organisasi pecinta alam Mahitala dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung. Selama dua bulan ini, mereka melakukan ekspe-disi karst Papua Barat.

Mahitala sudah menunjukkan banyak prestasi. Setelah menelusuri Pegunungan Sudirman pada 2009, mereka berhasil menempatkan empat anggotanya di tujuh puncak tertinggi di tujuh benua atau Seven Summits. Kini mereka bermain dengan kegelapan gua.

A d a l a h M o c h a m a d Y u s u f , A n -dreas Tricahyadi, Intan Permatasari

Tarigan, Marvin Hubertus Tampenawas, Irwan Poerwanto, dan Edward Balan-dua. Enam mahasiswa Unpar itu berhasil memetakan karst tak tersentuh di kawasan Papua Barat. Move berkesempatan untuk berbincang dengan tiga orang di antara-nya, Mochamad Yusuf yang biasa disapa Ugy (U), Edward Balandua yang akrab disapa Edo (E), dan Irwan Poerwanto (I) di markas Mahitala Unpar, Ciumbuleuit, Bandung (27/9). Berikut kutipan perbin-cangan Move.

Sejak kapan kalian memulai ekspedisi dan bagaimana prosesnya?

U: Februari 2013, rencananya kita ingin eksplorasi daerah-daerah Papua yang be-lum dieksplor. Desember sampai Februari 2013-2014 kemarin, kita sempat melaku-kan tahap pertama ke karst pegunungan Lina. Sekitar 24 Desember 2013 sampai 1 Februari 2014, kita kembali ke sini. Kita rencanakan lagi untuk tahap kedua, dari 14 Juli sampai 17 September.

Apa sih sebenarnya yang kalian cari? U: Di Papua, data gua itu jarang, biodi-

versity-nya jarang, data-datanya kurang. Tidak hanya biologinya saja, kita juga me-lakukan pendataan jenis batuannya, dan pemetaannya.

Untuk belajar, banyak pihak yang kita gandeng. Ada dari LIPI, Badan Geologi, dan Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung.

Bagaimana kalian menjalani proses Bisa diceritakan bagaimana proses perjalanannya?

I: Dari Manokwari, ada satu kampung tempat akses transportasi terakhir na-manya Merdey.

E: Di sana pakai pesawat-pesawat karavan dengan kapasitas 12 orang. Tapi muatannya cuma bisa 1 ton 50 kg. Beban barang yang kita bawa ada sekitar 600-an kg. Bawanya enggak bisa sekali fl ight, waktu itu kita dua kali fl ight.

I: Sampai merdey stay dulu beber-apa hari, cari informasi dari warga

sekitar, barulah kita mulai perjalanan dari kampung ke kampung.

Total berapa jarak yang ditempuh sampai akhirnya

menemukan gua-gua tersebut?

E: Rata-rata 6-7 km. Itu memang jarak per kampungnya.I: Kalau total jalannya sekitar lebih

dari 100 km. Karena kita enggak terus jalan saja, ada yang harus kembali ke

kampung sebelumnya, kemudian lanjut lagi.

Gua apa saja yang telah dipetakan?E: Ada tiga, dan itu berada di tiga kampung

berbeda. Ada 13 tapi beberapa yang kami temukan cuma cerukan-cerukan saja.

I: Yang jelas gua besar yang berhasil kami petakan ada tiga. Namanya Gua Kali Meyom, ini guanya horizontal, besar. Gua ini sebe-narnya lebih mirip lorong besar, ada sungai. Tapi sungainya langsung keluar lagi.

E: Yang kedua itu Gua Kalibiru. Karena warga tidak tahu namanya, kita kasih nama Kalibiru. Guanya vertikal sekitar 70-an meter.

U: Lebih sebenarnya, ke bawahnya lagi itu ada sekitar 30-an meter.

E: Nah yang ketiga kita namai Gua Masye ta karena ada di Distrik Masyeta. Tapi pas ditanya ke warga dia punya nama Mono Oismar Mauwese.

E: Dulu katanya, di daerah sana ada orang meninggal karena tidak mengenal sistem kubur ya dimasukkan ke situ saja. Makanya bahasa lokalnya Mono Oismar Mauwese.

Bisa ceritakan medan di dalam gua?E: Gua yang terakhir, ada seperti kolam

terus ada sump gitu, saya harus masuk ke kolam itu untuk melihat di ujung ada apa. Berarti harus nyebur, dan ternyata lumpur, jadi terasa berat, apalagi kita bawa peralatan.

I: Paling susah sih medan air sebenar-nya. Gua yang Kalibiru itu kan sebenarnya sungai bawah tanah, jadi ada tempat-tempat yang memang kita harus berenang melawan arus, dan menahan dingin. Kalau diam sebentar sudah menggigil.

U: Kalau untuk kesulitan standar saja sebenarnya. Kita pakai teknik rigging, terus berenang.

Bagaimana respons warga?I: Ada yang marah juga. Kami terus beri

penjelasan. Ada juga satu kampung yang enggak bisa menerima kita, jadi kita eng-gak bisa ke sana.

U: Susahnya itu kan di sana tanah adat, jadi masing-masing kepala keluarga itu mengklaim tanah mereka.

Berapa total dana yang dikeluarkan?U: Totalnya sekitar Rp135 juta untuk

berenam, selama lebih dari dua bulan.

Hasil pemetaan akan diapakan?E: Hasil ini nanti akan diteliti. Nanti

badan geologi akan meneliti batuannya dan akan dibukukan juga.

E: Nanti tunggu saja bukunya. Sekarang sedang diolah dulu datanya. (M-3)

miweekend@mediaindonesia.com

Siap Bersaingsetelah Bertoga

EVENT

Mahitala menerobos kegelapan demi data ilmiah gua-gua di Papua Barat.

(Dari kiri) Mochamad Yusuf, Irwan Poerwanto dan Edward Balandua.

MINGGU, 12 OKTOBER 2014 19

DIWISUDA berarti harus siap bersaing, siap kerja, juga siap berkembang. Lulus dari perguruan tinggi bukan berarti proses bela-jar selesai, tetapi harus senantiasa berkembang.

Rektor Univer-sitas Esa Unggul, Arief Kusuma, mengungkapkan hal itu pada wisu-da 1.252 maha-siswa Universitas Esa Unggul, Senin (6/10).

“Semoga selu-ruh lulusan yang diwisuda hari ini siap menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi nusa, bangsa, dan negara. Lulus adalah keberhasilan, ini

ialah titik tolak untuk meraih keberhasilan yang lebih besar di masa datang,” kata Arief di depan para wisudawan di Hotel Pullman,

Jakarta Barat . Sebanyak 16

lulusan ber-IPK tertinggi, berkisar 3,51 hingga 3,97, menjadi lulusan terbaik. Mereka berasal dari Fa-kultas Pascasar-jana Ekonomi, Teknik, Desain dan Industri Kre-atif, Ilmu Kese-hatan, Hukum,

Ilmu Komunikasi, Fisioterapi, Psikologi, Ilmu Komputer, serta Keguruan dan Ilmu Pendidikan. (Zat/M-3)

DOK. ESA UNGGUL

FOTO-FOTO: DOK. MAHITALA

MenjelajahKarst Papua Barat

Mochammad YusufJurusan Administrasi Bisnis, FakultasIlmu Sosial dan Politik, angkatan 2008

Edward BalanduaJurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, angkatan 2008

Irwan PoerwantoJurusan Sipil, Fakultas Sipil, angkatan 2010

Andreas Tricahyadi (tidak ada dalam foto)Jurusan Filsafat, Fakultas Filsafat, angkatan 2011

Intan Permatasari Tarigan(tidak ada dalam foto)Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, - angkatan 2007

Marvin Hubertus Tampenawas(tidak ada dalam foto)Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, angkatan 2009

Anggota MahitalaAnggota Mahitala