View
3
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
srhsgds
Citation preview
TINJAUAN PUSTAKA
GANGGUAN CEMAS CAMPURAN (ANXIETAS DAN DEPRESI)
A. GANGGUAN DEPRESI
Gangguan depresi adalah jenis jenis penyakit gangguan jiwa yang sering terjadi di
masyarakat. Prevalensi gangguan depresi di Indonesia ada sebanyak 11,60% dari jumlah
penduduk di Indonesia sekitar 24.708.000 jiwa dan 50 persen terjadi pada usia 20 – 50
tahun. Perempuan dua kali lipat beresiko mengalami depresi dibandingkan laki – laki, hal ini
diperkirakan adanya perbedaan hormone dan perbedaan stresor psikososial.
Depresi merupakan bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood ) yang
biasa ditandai dengan kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada
semangat, merasa tidak berdaya, perasaan bersalah, tidak berguna, dan putus asa.
Mekanisme terjadinya yaitu, depresi berkaitan dengan kadar nurotransmitter terutama
norepinefrin dan serotonin di dalam otak. Kadar norepinefrin dan serotonin yang rendah
dapat menyebabkan depresi. Reseptor serotonin atau 5-Hydroxytriptamine (5-HT)
merupakan senyawa neurotransmitter monoamine yang terlibat pada penyakit depresi.
Serotonin di otak disekresikan oleh raphe nuclei di batang otak. Serotonin disintesis oleh
prekursornya yaitu triptofan dengan dibantu enzim triptofan hidroksilase dan asam amino
aromatic dekarboksilase, serotonin yang terbentuk kemudian disimpan di dalam monoamine
vesikuler, selanjutnya jika ada picuan serotonin akan terlepas menuju celah sinaptik.
Serotonin yang terlepas akan mengalami berdifusi menjauh dari sinaptik, dimetabolisir oleh
MAO, mengaktivasi reseptor presinaptik, mengaktivasi reseptor post-sinaptik dan
mengalami re-uptake dengan bantuan transporter serotonin presinaptik.
Menurut PPDGJ-III, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai
dengan gejala utama berupa (1) afek depresif, (2) kehilangan minat maupun anhedonia, dan
(3) kehilangan energi yang ditandai dengan cepat lelah, dan dengan gejala tambahan lainnya
seperti : konsentrasi atau perhatian yang berkurang, harga diri maupun kepercayaan diri yang
berkurang, rasa bersalah atau rasa tidak berguna, memiliki pandangan tentang masa depan yang
suram serta pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur
terganggu, dan nafsu makan berkurang. Ada tiga faktor besar menyebabkan depresi antara lain
(1) Faktor biologi, (2) Faktor psikologi, serta (3) Faktor lingkungan atau sosiokultural. Faktor
biologi yang berperan antara lain penurunan kepekaan reseptor neurotransmiter Serotonin 5-
HT-2 di otak dan faktor biologi lainnya seperti faktor genetik yang berpengaruh pada regulasi
neurotransmiter golongan Mono Amin, sehingga kadar nerutotransmiter Serotonin menjadi
turun. Selain itu, saudara kembar dari penderita depresi kemungkinan berpotensi 40-50%. Dari
segi stresor psikososial, anak yang ditinggalkan orang tuanya berpotensi menderita depresi di
kemudian hari. Orang yang pernah menderita penyakit kronik pun berpotensi menderita depresi.
Sedangkan dari segi sosiokultural antara lain (a) hubungan sosial yang buruk, (b) beban pikiran,
(c) kesendirian atau kesepian, (d) kehilangan sesuatu yang berharga, dan (e) mengalami suatu
peristiwa yang buruk.
Gejala depresi pada setiap orang berbeda-beda, hal ini tergantung pada berat atau
ringannya gejala. Gejala yang ditemui pada pasien depresi yaitu gejala emosional, gejala
fisik, gejala intelektual atau kognitif dan gangguan psikomotor. Gejala emosi ditandai
dengan berkurangnya kemauan untuk menikmati kesenangan, kehilangan minat, kegiatan,
hobi yang biasa dikerjakan, tampak sedih, pesimis, tidak ada rasa percaya diri, merasa tidak
berharga, perasaan cemas yang berlebihan, merasa bersalah yang tidak realistis, dan
berhalusinasi. Gejala fisik yang biasa muncul adalah kelelahan, nyeri (terutama sakit
kepala), gangguan tidur (sulit tidur, terbangun di malam hari), ganguan nafsu makan,
keluhan pada sistem pencernaan, keluhan pada sistem kardiovaskular (terutama palpitasi)
dan hilangnya gairah seksual. Gejala intelektual atau kognitif, meliputi: penurunan
kemampuan untuk berkonsentrasi, ingatan yang lemah terhadap kejadian yang baru terjadi,
kebingungan dan ketidakyakinan. Gejala psikomotorik yang biasanya muncul yaitu,
retardasi psikomotorik (perlambatan gerakan fisik, proses berpikir, dan bicara) atau agitasi
psikomotor.
Berpedoman pada PPDGJ III, depresi digolongkan ke dalam depresi berat, sedang dan
ringan sesuai dengan banyk dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan
seseorang. Gejala tersebut terdiri atas gejala utama dan gejala lainnya yaitu :
1. Ringan, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala depresi ditambah dua dari
gejala di atas ditambah dua dari gejala lainnya namun tidak boleh ada gejala berat
diantaranya. Lama periode depresi sekurang- kurangnya selama dua minggu. Hanya
sedikit kesulitan kegiatan sosial yang umum dilakukan.
2. Sedang, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti pada
episode depresi ringan ditambah tiga atau empat dari gejala lainnya. Lama episode
depresi minimum dua minggu serta menghadaapi kesulitan nyata untuk meneruskan
kegiatan sosial.
3. Berat, tanpa gejala psikotik yaitu semua tiga gejala utama harus ada ditambah sekurang-
kurangnya empat dari gejala lainnya. Lama episode sekurang-kurangnya dua minggu
akan tetapi apabila gejala sangat berat dan onset sangat cepat maka dibenarkan untuk
menegakkan diagnosa dalam kurun waktu dalam dua minggu. Orang sangat tidak
mungkin akan mampu meneruskan kegiatan sosialnya.
Tujuan terapi depresi adalah untuk mengurangi gejala depresi akut, meminimalkan efek
samping, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu pengembalian ketingkat fungsi
sebelum depresi, dan mencegah episode lebih lanjut. Banyaknya jenis terapi pengobatan,
keefektivitan pengobatan juga akan berbeda – beda antara orang yang satu dengan orang
yang lain. Psikater biasanya memberikan medikasi dengan menggunakan antidepresan
untuk menyeimbangkan kimiawi otak penderita.Terapi yang digunakan untuk pasien
dipengaruhi oleh hasil evaluasi riwayat kesehatan serta mental pasien.
1. Terapi non farmakologi
a) Psikoterapi
Psikoterapi adalah terapi pengembangan yang digunakan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan-keluhan serta mencegah kambuhnya gangguan pola perilaku maladatif.
Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku, terapi interpersonal, dan terapi
untuk pemecahan sebuah masalah. Dalam fase akut terapi efektif dan dapat menunda
terjadinya kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan pada depresi ringan atau sedang.
Pasien dengan menderita depresi mayor parah dan atau dengan psikotik tidak
direkomendasikan untuk menggunakan psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi pilihan
utama utuk pasien dengan menderita depresi ringan atau sedang.
b) Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy adalah terapi dengan mengalirkan arus listrik ke otak. Terapi
menggunakan ECT biasa digunakan untuk kasus depresi berat yang mempunyai resiko
untuk bunuh diri. ECT juga diindikasikan untuk pasien depresi yang tidak merespon
terhadap obat antidepresan.
Terapi ECT terdiri dari 6 – 12 treatment dan tergantung dengan tingkat keparahan pasien.
Terapi ini dilakukan 2 atau 3 kali seminggu, dan sebaiknya terapi ECT dilakukan oleh
psikiater yang berpengalaman. Electro Convulsive Therapy akan kontraindikasi pada pasien
yang menderita epilepsi, TBC miller, gangguan infark jantung, dan tekanan tinggi intra
cranial.
2. Terapi Farmakologi
Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki perasaan (mood)
yaitu dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung yang disebabkan
oleh keadaan sosial – ekonomi, penyakit atau obat – obatan.
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati kondisi serius yang
dikarenakan depresi berat. Kadar NT (nontransmiter) terutama NE (norepinefrin) dan
serotonin dalam otak sangat berpengaruh terhadap depresi dan gangguan SSP. Rendahnya
kadar NE dan serotonin di dalam otak inilah yang menyebabkan gangguan depresi, dan
apabila kadarnya terlalu tinggi menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan adalah obat
yang mampu meningkatkan kadar NE dan serotonin di dalam otak.
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan obat dengan batas
keamanan yang lebar dan memiliki spektrum efek samping obat yang berbeda – beda. SSRI
diduga dapat meningkatkan serotonin ekstraseluler yang semula mengaktifkan autoreseptor,
aktivitas penghambat pelepasan serotonin dan menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar
sebelumnya. Untuk saat ini SSRI secara umum dapat diterima sebagai obat lini pertama.
a) Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor adalah obat antidepresan yang mekanisme
kerjanya menghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap
antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar serotonin
dalam sinap diyakini bermanfaat sebagai antidepresan. SSRI memiliki efikasi yang setara
dengan antidepresan trisiklik pada penderita depresi mayor. Pada pasien depresi yang tidak
merespon antidepresan trisiklik (TCA) dapat diberikan SSRI. Untuk gangguan depresi
mayor yang berat dengan melankolis antidepresan trisiklik memiki efikasi yang lebih besar
daripada SSRI, namun untuk gangguan depresi bipolar SSRI lebih efektif dibandingkan
antidepresan trisiklik , hal ini dikarenakan antidepresan trisiklik dapat memicu timbulnya
mania dan hipomania .
Obat antidepresan yang termasuk dalam golongan SSRI seperti Citalopram, Escitalopram,
Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, dan Sertraline. Fluoxetine merupakan antidepresan
golongan SSRI yang memiliki waktu paro yang lebih panjang dibandingkan dengan
anidepresan golongan SSRI yang lain, sehingga fluoxetine dapat digunakan satu kali sehari.
Efek samping yang ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal ( mual,
muntah, dan diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan tidur.
Efek samping ini hanya bersifat sementara.
b) Antidepresan Trisiklik (TCA)
Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan antidepresan yang mekanisme kerjanya
menghambat pengambilan kembali amin biogenik seperti norepinerin (NE), Serotonin (5-
HT) dan dopamin didalam otak, karena menghambat ambilan kembali neurotransmitter yang
tidak selektif,sehingga menyebabkan efek samping yang besar. Antidperesan trisiklik efektif
dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi digunakan sebagai obat lini pertama, karena efek
sampingnya dan efek kardiotoksik pada pasien yang overdosis TCA. Efek samping yang
sering ditimbulkan TCA yaitu efek kolinergik seperti mulut kering, sembelit, penglihatan
kabur, pusing, takikardi, ingatan menurun, dan retensi urin. Obat – obat yang termasuk
golongan TCA antara lain Amitripilin, Clomipramine, Doxepin, Imipramine, Desipiramine,
Nortriptyline.
c) Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)
Antidepresan golongan Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)
mekanisme kerjanya mengeblok monoamin dengan lebih selektif daripada antidepresan
trisiklik, serta tidak menimbulkan efek yang tidak ditimbulkan antidepresan trisiklik.
Antidepresan golongan SNRI memiliki aksi ganda dan efikasi yang lebih baik dibandingkan
dengan SSRI dan TCA dalam mengatasi remisi pada depresi parah .
Obat yang termasuk golongan SNRI yaitu Venlafaxine dan Duloxetine. Efek
samping yang biasa muncul pada obat Venlafaxine yaitu mual, disfungsi sexual. Efek
samping yang muncul dari Duloxetine yaitu mual, mulut kering, konstipasi, dan insomnia.
d) Antidepresan Tetrasiklik
Mirtazapin adalah satu – satunya obat antidepresan golongan tetrasiklik. Mekanisme
kerjanya sebagai antagonis pada presinaptic α2 – adrenergic autoreseptor dan
heteroreseptor, sehingga meningkatkan aktivitas nonadrenergik dan seratonergik.
Mirtazapin bermanfaat untuk pasien depresi dengan gangguan tidur dan kekurangan berat
badan. Efek samping yang ditimbulkan berupa mulut kering, peningkatan berat badan, dan
konstipasi.
e) Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI )
Mono Amin Oxidase Inhibitor adalah suatu enzim komplek yang terdistribusi
didalam tubuh, yang digunakan dalam dekomposisi amin biogenik (norepinefrin, epinefrin,
dopamin, dan serotonin).
MAOI bekerja memetabolisme NE dan serotonin untuk mengakhiri kerjanya dan
supaya mudah disekresikan. Dengan dihambatnya MAO, akan terjadi peningkatan kadar NE
dan serotonin di sinap, sehingga akan terjadi perangsangan SSP .
MAOI memiliki efikasi yang mirip dengan antidepresan trisiklik. MAOI juga dipakai
untuk pasien yang tidak merespon terhadap antidepresan trisiklik. Enzim pada MAOI
memiliki dua tipe yaitu MAO-A dan MAO-B. Kedua obat hanya akan digunakan apabila
obat-obat antidepresan yang lain sudah tidak bisa mengobati depresi ( tidak manjur ).
Moclobomida merupakan suatu obat baru yang menginhibisi MAO-A secara ireversibel,
tetapi apabila pada keadaan overdosis selektivitasnya akan hilang.
.
B. GANGGUAN ANXIETAS
Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal
yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum
pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah
reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah
menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya. Kecemasan
merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan
sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa
aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang
nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis. Kecemasan
adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan.
Individu-individu yang tergolong normal kadang kala mengalami kecemasan yang menampak,
sehingga dapat disaksikan pada penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun mental.
Gejala tersebut lebih jelas pada individu yang mengalami gangguan mental. Lebih jelas lagi
bagi individu yang mengidap penyakit mental yang parah.
Gejala-gejala yang bersifat fisik diantaranya adalah : jari tangan dingin, detak jantung
makin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang, tidur tidak nyenyak,
dada sesak.Gejala yang bersifat mental adalah : ketakutan merasa akan ditimpa bahaya, tidak
dapat memusatkan perhatian, tidak tenteram, ingin lari dari kenyataan.
Kecemasan juga memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-
hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dantidak menyenangkan. Gejala-gejala kecemasan
yang muncul dapat berbeda pada masing-masing orang. Kaplan, Sadock, & Grebb menyebutkan
bahwa takut dan cemas merupakan dua emosi yang berfungsi sebagai tanda akan adanya suatu
bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari lingkungan,
dan tidak menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul jika bahaya
berasal dari dalam diri, tidak jelas, atau menyebabkan konflik bagi individu.
Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan atau
ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak dapat secara intensif ditampilkan dalam
cara-cara yang jelas. Gangguan kecemasan dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Fobia Spesifik
Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap
obyek atau situasi yang spesifik.
2. Fobia Sosial
Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya berhubungan
dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi dimana dirinya dievaluasi atau
dikritik, yang membuatnya merasa terhina atau dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda
kecemasan atau menampilkan perilaku lain yang memalukan.
3. Gangguan Panik
Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik yang spontan dan
tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat muncul pada gangguan panik antara lain ; sulit
bernafas, jantung berdetak kencang, mual, rasa sakit didada, berkeringat dingin, dan gemetar.
Hal lain yang penting dalam diagnosa gangguan panik adalah bahwa individu merasa setiap
serangan panik merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan.
4. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)
Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat
pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik, yang menyebabkan gangguan signifikan
dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata.
5. Agrophobia
Yaitu suatu ketakutan berada dalam suatu tempat atau situasi dimana ia merasa bahwa ia
tidak dapat atau sukar menjadi baik secara fisik maupun psikologis untuk melepaskan diri.
Orang-orang yang memiliki agrophobia takut pada kerumunan dan tempat-tempat ramai.
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantung
pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa- peristiwa atau situasi khusus dapat
mempercepat munculnya serangan kecemasan. Ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi
kecemasan, diantaranya yaitu :
1. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri
sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak
menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga
individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
2. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk
perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah
atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
3. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan
sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan
perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
Agen antiansietas digunakan untuk mengatasi gejala cemas pada gangguan cemas.
Indikasi lain dari penggunaan obat antiansietas ini yaitu pada pasien dengan gejala withdrawal
alcohol atau obat sedative lainnya, akatisia, agitasi psikomotor akut, dan psikosis akut. Contoh
obat antiansietas antara lain golongan benzodiazepine contohnya diazepam, bromazepam,
lorazepam, alprazolam, dan clobazam serta buspirone. Cara kerja golongan antiansietas
menghasilkan efek terapi dengan berikatan spesifik terhadap reseptor GABA.
Pemberian obat ansietas dimulai dengan dosis rendah kemudian dinaikkan hingga
mencapai target terapi. Pengobatan dilakukan selama 2-6 minggu dan dihentikan lewat tapering
off selama 1-2 minggu untuk menurunkan resiko adiksi (khususnya pada penggunaan
benzodiazepine). Golongan obat antipsikotik dalam dosis rendah dan antidepresan juga
memiliki efek antiansietas oleh karena itu dapat dipertimbangkan sebagai salah satu terapi
medikamentosa.
C. GANGGUAN CEMAS CAMPURAN (ANXIETAS DAN DEPRESI)
Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, di mana masing-masing tidak
menunjukkan rengkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk
anxietas beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping
rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas fobik. Bila
ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-masing
diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran
tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal yang dapat dikemukakan satu diagnosis maka
gangguan depresif harus diutamakan. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress
kehidupan yang jelas, maka harus digunakan kategori gangguan penyesuaian.
Terapi untuk gejala kecemasan maupun depresinya, diberikan antidepresan dosis rendah,
dapat dinaikkan apabila tidak ada perubahan yang signifikan setelah 2-3 minggu: fluoksetin
1x10-20 mg/hari atau sertralin 1x25-50 mg/hari atau amitriptilin 1x12,5-50 mg/hari atau
imipramin1-2x10-25 mg/hari. Amitriptilin dan imipramin tidak boleh diberikan pada pasien
dengan penyakit jantung, dan pemberian berhati-hati untuk pasien lansia karena efek hipotensi
ortostastik (dimulai dengan dosis minimal efektif).
Pada pasien dengan gejala kecemasan yang lebih dominan dan atau dengan gejala
insomnia dapat diberikan kombinasi Fluoksetin atau sertralin dengan antianxietas benzodiazepin.
Obat-obatan antianxietas jenis benzodiazepin yaitu: diazepam 1x2-5 mg atau lorazepam 1-2x0,5-
1 mg atau klobazam 2x5-10 mg atau alprazolam 2x 0,250,5mg. Setelah kira-kira 2-4 minggu
benzodiazepin ditappering-off perlahan, sementara antidepresan diteruskan hingga 4-6 bulan
sebelum di tappering-off. Hati-hati potensi penyalahgunaan pada alprazolam karena waktu paruh
yang pendek.
Konseling dan edukasi pada pasien dan keluarga karena gangguan campuran cemas
depresi dapat mengganggu produktivitas pasien, keluarga perlu memahami bahwa hal ini bukan
karena pasien malas atau tidak mau mengerjakan tugasnya, melainkan karena gejala-gejala
penyakitnya itu sendiri, antara lain mudah lelah serta hilang energi. Oleh sebab itu, keluarga
perlu memberikan dukungan agar pasien mampu dan dapat mengatasi gejala penyakitnya.
Gangguan campuran anxietas dan depresi kadang-kadang memerlukan pengobatan yang cukup
lama, diperlukan dukungan keluarga untuk memantau agar pasien melaksanakan pengobatan
dengan benar, termasuk minum obat setiap hari.
Recommended