View
225
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
MANAJEMEN SISTEM INFORMASI PEMANFAATAN SEMPADAN SUNGAI DALAM MENDUKUNG
PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR
Achmad Syarifudin, Hendri HATHI Cabang Sumatera Selatan
Dosen Universitas Bina Darma Jl. Jend. A. Yani No. 12 Plaju Telp / fax. 0711-515582 Palembang
INTISARI
Proses melibatkan masyarakat dalam penentuan batas garis sempadan sungai ini dikenal dengan pendekatan partisipatif. Keterlibatan masyarakat tidak hanya terbatas dalam pengertian “ikut serta” secara fisik melainkan keterlibatan yang memungkinkan mereka untuk memberikan ide, pendapat, gagasan, dan lain-lain. Masyarakat bahkan dapat memberikan penilaian terhadap permasalahan yang ada dengan mamanfaatkan berbagai potensi yang tersedia dalam lingkungannya sendiri, untuk kemudian menentukan kegiatan yang mereka butuhkan.
Penentuan sempadan sungai ini merupakan salah satu bentuk pengelolaan sungai dengan melibatkan masyarakat yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian alam serta peningkatan kualitas dan daya dukung lingkungan yang pada akhirnya mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan ketersediaan air bersih, lingkungan yang sehat, yang dapat menyebabkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam penetapan batas sempadan sungai ini dinilai penting karena masyarakat terlibat secara langsung dalam penentuan dan pemanfaatan sempadan sungai tersebut. Masyarakat akan lebih merasa memiliki terhadap kegiatan tersebut dan akan ikut menjaga serta meningkatkan kemampuan daya dukung lingkungan karena merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling mempengaruhi.
Kata kunci : manajemen sistem informasi, sempadan sungai
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Partisipasi masyarakat menurut Moeliono (1997) merupakan bentuk
keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela baik
karena alasan-alasan dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya
(ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan.
2
Keterlibatan masyarakat yang dimaksud merupakan keterlibatan yang
mengarah kepada timbulnya kemampuan-kemampuan mereka untuk lebih
berdaya menghadapi berbagai tantangan hidup tanpa harus tergantung
kepada orang lain. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Keith Davis (1967) dalam Khairudin (1992) bahwa dalam pengertian
partisipasi terdapat tiga hal pokok yang ditekankan yaitu:
1. Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi
2. Partisipasi menghendaki adanya kontribusi terhadap kepentingan atau
tujuan kelompok
3. Partisipasi merupakan tanggung jawab kelompok.
Proses pelibatan masyarakat dalam penentuan batas garis
sempadan sungai ini dikenal dengan pendekatan partisipatif. Keterlibatan
masyarakat tidak hanya terbatas dalam pengertian “ikut serta” secara fisik
melainkan keterlibatan yang memungkinkan mereka untuk memberikan
ide, pendapat, gagasan, dan lain-lain. Masyarakat bahkan dapat
memberikan penilaian terhadap permasalahan yang ada dengan
mamanfaatkan berbagai potensi yang tersedia dalam lingkungannya
sendiri, untuk kemudian menentukan kegiatan yang mereka butuhkan.
Pemerintah dan rakyat hendaknya tidak berjalan sendiri-sendiri.
Dengan adanya peran serta masyarakat, diharapkan tercipta kerja sama
antara masyarakat dan pemerintah dalam merencanakan, malaksanakan,
melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan.
Pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan adalah:
1. Sebagai alat untuk memperoleh informasi tentang kondisi, kebutuhan,
dan sikap masyarakat setempat. Tanpa kehadiran mereka, program
pembangunan tidak akan berhasil optimal.
2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau pembangunan jika
mereka dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya,
3
PEMERINTAH
LEMBAGA MASYARAKAT ;
LSM
MASYARAKAT SWASTA
PROSES PENENTUAN SEMPADAN
sUNGAI
karena mereka lebih mengetahui seluk beluk kegiatan tersebut dan
akan lebih merasa memiliki terhadap kegiatan tersebut.
3. Partisipasi masyarakat merupakan suatu hak demokrasi bagi rakyat
apabila dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Seiring dengan demokratisasi yang menjadi tuntutan masyarakat
Indonesia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society),
maka hal ini tidak luput berakibat pada proses perencanaan tata ruang.
Guna mewujudkan peran masyarakat yang seutuhnya, proses pelibatan
masyarakat tidak boleh berhenti sampai pada tahap yang hanya bersifat
konsultasi dan sosialisasi. Aspirasi masyarakat harus terlihat jelas
terefleksi dalam proses perencanaan sempadan sungai. Oleh sebab itu,
saluran-saluran aspirasi masyarakat harus diformulasikan secara jelas.
Masyarakat dapat melakukan pengawasan sehingga apabila terjadi
penyimpangan di lapangan dapat segera berpartisipasi aktif.
Gambar 1. Keterlibatan Masyarakat dalam Penentuan Sempadan Sungai
4
Pada posisi lain, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, telah memberikan legitimasi untuk menyerahkan
kewenangan dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada
daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah memberikan
kemungkinan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan
pembangunan dengan kabupaten/kota lainnya demi sekedar mengejar
targetnya dalam lingkup “kacamata” masing-masing.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah kesatuan
ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan berfungsi sebagai
pengumpul, penyimpan penyalur air, sedimen dan unsur hara dalam
sistem sungai dan mengeluarkannya melalui outlet tunggal. Daerah Aliran
Sungai merupakan suatu rumah tangga dari sistem jaringan sungai yang
di dalamnya terjadi interaksi antar berbagai komponen lingkungan (abiotik,
biotik dan budaya) yang membentuk satu kesatuan ekosistem.
Sungai merupakan satu sistem mulai dari daerah hulu sampai ke
hilir. Untuk lebih memudahkan, pengelolaan sungai menggunakan
konsep Daerah Aliran Sungai (DAS). Pengelolaan DAS ini tidak mengenal
batas administrasi. Artinya, sering kali batas DAS tidak sesuai dengan
batas administrasi dan biasanya bersifat lintas sektor. Pengelolaan
sumber daya alam dengan pendekatan ekosistem DAS ini dilakukan
secara terpadu antar berbagai sektor dengan prinsip “one river, one plan,
one management”. Untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam
secara terpadu tersebut, diperlukan kerjasama lintas sektor, antar dinas
dan instansi disertai dengan peran serta masyarakat. Masyarakat dituntut
untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam ini agar
masyarakat lebih merasa memiliki dan menumbuhkan rasa untuk tetap
menjaga kelestariannya sehingga sumber daya alam tersebut dapat terus
dimanfaatkan untuk mendukung kehidupan masyarakat.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai merupakan sebagian dari
pengelolaan sumber daya alam yang berupa pengembangan dan
pemanfaatan sumber daya alam. Pengelolaan DAS mempunyai berbagai
5
tujuan, antara lain untuk melindungi lahan dari segala bentuk kerusakan,
mengurangi laju erosi dan menstabilkan aliran. Pengelolaan DAS terpadu
merupakan pengelolaan DAS yang terstruktur secara menyeluruh mulai
dari DAS bagian hulu (upper stream), DAS bagian tengah (middle stream)
sampai DAS bagian hilir (lower stream).
Sempadan Sungai sering juga disebut dengan bantaran sungai.
Namun, sebenarnya ada sedikit perbedaan. Bantaran sungai merupakan
daerah pinggir sungai yang tergenangi air di saat banjir (flood plain).
Bantaran sungai bisa juga disebut bantaran banjir. Sedang sempadan
sungai merupakan daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran
tebing sungai (sliding) yang mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis, dan
lebar keamanan yang diperlukan. Sempadan sungai (terutama di daerah
bantaran banjir) merupakan daerah ekologi dan sekaligus hidrolis sungai
yang penting. Sempadan sungai tidak dapat dipisahkan dengan badan
sungainya (alur sungai) karena secara hidrolis dan ekologis merupakan
satu kesatuan. Sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang
berfungsi memberikan kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan
kiri sungai. Diharapkan agar hal ini dapat mengurangi kecepatan air ke
hilir. Energi air dapat diredam di sepanjang sungai sehingga erosi tebing
dan erosi dasar sungai dapat dikurangi secara simultan.
Peraturan mengenai sempadan sungai mengacu pada Keppres
Nomor 32 Tahun 1990 dan PP No. 47 Tahun 1997. Lebar sempadan pada
sungai besar di luar permukiman minimal 100 meter (m) dan pada anak
sungai besar minimal 50 m di kedua sisinya. Untuk daerah permukiman,
lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk jalan inspeksi 10-15 meter.
PP No 47 tahun 1997 juga menetapkan bahwa lebar sempadan sungai
bertanggul di luar daerah pemukiman adalah lebih dari 5 meter sepanjang
kaki tanggul. Sedang lebar sempadan sungai yang tidak bertanggul di luar
permukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul
di daerah permukiman, ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan
sosial ekonomis oleh pejabat berwenang.
6
Peraturan tentang penentuan garis sempadan sungai telah ada,
namun permasalahan berkaitan dengan sempadan sungai ini tetap ada.
Kebutuhan penduduk akan lahan yang tinggi menyebabkan terjadinya
permasalahan berkaitan dengan penentuan sempadan sungai ini. Daerah
sempadan sungai yang telah dibatasi tersebut merupakan tanah milik
negara, namun sebagian penduduk yang tinggal di sekitar wilayah
sempadan tersebut banyak yang memanfaatkannya untuk bangunan,
tegalan, sawah dan sebagainya. Secara tidak langsung, bentuk kegiatan
yang memanfaatkan sempadan tersebut dapat memberikan dampak
negatif bagi sungai maupun bagi penduduk setempat. Dengan
pemanfaatan badan sungai tersebut, sungai akan mengalami pengecilan
alur sehingga kapasitasnya untuk menampung air akan berkurang. Pada
saat musim penghujan hal ini dapat menyebabkan banjir. Dampak lain
dari pemanfaatan sempadan sungai untuk aktivitas penduduk adalah
meningkatnya pembuangan sampah di alur sungai yang bersangkutan.
1.2. Permasalahan
Sempadan sungai dengan segala potensi yang ada di atasnya
secara ekologis sebenarnya merupakan daerah penyangga (buffer zone)
bagi ekosistem sungai tersebut. Sempadan sungai berfungsi untuk
melindungi kawasan lindung sungai. Berarti, ia berfungsi sebagi jalur
penyangga (buffer) antara kawasan sungai dan kawasan hinterland.
Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi
kawasan lindung sungai dari kegiatan yang menggangu kelestarian fungsi
sungai.
Sempadan sungai juga memiliki potensi ekonomi atas apa yang
ada di dalamnya. Di dalam sempadan sungai terdapat timbunan material
(bahan galian) hasil dari pengendapan air sungai, berupa endapan lumpur
yang subur untuk pertanian serta pasir dan batu untuk bahan bangunan.
Di sisi lain, daerah sempadan sungai ini, juga merupakan dataran banjir,
yaitu dataran yang akan tergenangi air saat sungai banjir. Sempadan
7
sungai juga merupakan pelindung bagi sungai agar sungai tidak
mengalami degradasi.
Peran serta masyarakat sangat penting kaitannya dengan
penentuan daerah sempadan sungai karena penentuan sempadan sungai
juga berakibat pada aktivitas sosial ekonomi masyarakat di sekitar sungai.
Dengan demikian batas sempadan sungai yang dihasilkan oleh
kesepakatan bersama dapat ditaati oleh semua pihak. Selain itu
masyarakat dapat turut aktif menjaga kelestarian sungai.
Kondisi tersebut merupakan suatu pilihan yang dilematis bagi
masyarakat, hal ini karena:
1. Sempadan sungai dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (kegiatan ekonomi) tetapi kelestarian
lingkungan tidak terjaga.
2. Tidak ada aktivitas untuk meningkatkan kegiatan ekonomi atau
kegiatan yang dilakukan dibatasi namun kelestarian lingkungan tetap
terjaga.
II. BATASAN KAJIAN
Tulisan ini merupakan kajian deskriptif yang bertujuan untuk
menjelaskan secara sistematis fakta-fakta dan hubungan antar gejala atau
fenomena yang diteliti (Nazir, 1988). Selanjutnya daerah penelitian
didasarkan pada studi kasus, yaitu penelitian yang memusatkan perhatian
pada unit kecil kasus, yang dilakukan secara mendalam.
Sebagai kasus, fokus tulisan ini adalah pemanfaatan peran serta
masyarakat terhadap pengelolaan dan penentuan sempadan.
III. BAHAN DISKUSI
Sungai bersifat dinamis yang mengalami perkembangan dari waktu
ke waktu baik secara vertikal maupun lateral. Dalam perkembangannya,
8
sungai dapat mengalami pendalaman lembah sungai, pelebaran lembah
sungai, maupun pergeseran lembah sungai. Perkembangan sungai muda
lebih kepada aktivitas pendalaman lembah sehingga sungai mempunyai
tingkat kecuraman yang tinggi, sedangkan perkembangan sungai dewasa
lebih kepada pelebaran alur sungai. Sungai muda umumnya terdapat di
bagian hulu DAS sedangkan sungai dewasa umumnya terdapat di bagian
hilir DAS dengan alur sungainya lebar dan umumnya mengalami
meandering atau pembelokan sungai.
a b
Gambar 1 a. Sungai Dewasa, b. Sungai Tua
Sungai juga merupakan sistem drainasi alam. Untuk menjaga
keseimbangan alam, sungai harus dijaga habitatnya sehingga garis batas
sempadan sungai sangat diperlukan. Sempadan sungai merupakan
kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai, termasuk sungai buatan, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
sungai. Dengan demikian fungsi sungai harus tetap dijaga agar kondisi
ekosistem di wilayah sempadan sungai tetap terjaga kelestariannya.
Sempadan sungai terdapat di antara ekosistem sungai dan
ekosistem daratan. Daerah sempadan sungai mengalami penggenangan
periodik pada musim hujan dan menjadi kering pada musim kemarau.
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun
1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sempadan sungai
9
didefinisikan sebagai kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan fungsi sungai. Daerah sempadan
mencakup daerah bantaran sungai yaitu bagian dari badan sungai yang
hanya tergenang air pada musim hujan dan daerah sempadan yang
berada di luar bantaran yaitu daerah yang menampung luapan air sungai
di musim hujan dan memiliki kelembaban tanah yang lebih tinggi
dibandingkan kelembaban tanah pada ekosistem daratan. Banjir di
sempadan sungai pada musim hujan adalah peristiwa alamiah yang
mempunyai fungsi ekologis penting dalam menjaga keseimbangan
lingkungan dan kesuburan tanah.
3.1. Fungsi Sempadan Sungai
Daerah sempadan sungai memiliki fungsi penting yaitu:
1. Membantu infiltrasi (penyerapan) aliran air hujan ke dalam tanah dan
mencegah banjir. Daerah bervegetasi alami di bantaran sungai akan
menghambat arus aliran air hujan dan tanahnya akan menyerap
sebagian air, sehingga mengurangi volume air yang mengalir ke
sungai dan mencegah banjir. Setelah air terserap masuk ke dalam
akuifer, air tanah akan mengalir ke sungai melarutkan dan
mengencerkan limbah dalam air sungai serta meningkatkan kapasitas
penyerapan limbah oleh air sungai terutama pada musim kemarau.
2. Memberi naungan di sekitar sungai dan mencegah meningkatnya suhu
air. Suhu yang tinggi meningkatkan aktivitas metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan oksigen, sedangkan oksigen yang tersedia
sangat terbatas. Hal ini dapat menyebabkan kematian biota perairan
karena kekurangan oksigen dan timbulnya bau akibat pesatnya
pertumbuhan mikroba patogen dan bakteri,
3. Menyediakan habitat dari berbagai jenis biota sungai seperti serangga,
molluska (keong-keongan), cacing dan ikan. Setiap organisme memiliki
peranan penting dalam ekosistem sungai antara lain dalam
10
meningkatkan kesuburan tanah dan menjaga keseimbangan populasi
serangga hama. Daerah di bawah permukaan tanah bantaran sungai
adalah daerah yang penting bagi perlindungan organisme sungai
terutama hewan invertebrata pada saat adanya gangguan (banjir,
kekeringan dan sebagainya). Daerah ini berkaitan dengan reproduksi
ikan dan menjadi sumber energi dan nutrien yang penting.
3.2. Peruntukan Sempadan Sungai
Kebijakan teknis pelaksanaan pengelolaan DAS dan sempadan
sungai mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
63/PRT/1997 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai,
Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai. Pemanfaatan daerah
sempadan meliputi:
1. Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh
masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut:
a. Untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan
b. Untuk kegiatan niaga, penggalian atau penimbunan
c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan
peringatan serta rambu-rambu pekerjaan.
d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon, dan pipa
air minum
e. Untuk pemancangan liang atau pondasi prasarana jalan/jembatan
baik umum maupun kereta api
f. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan
masyarakat yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi
kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai
g. Untuk pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan
pengambilan dan pembuangan air
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
memperoleh izan terlebih dahulu dari pejabat berwenang atau pejabat
yang ditunjuk olehnya, serta syarat-syarat yang ditentukan.
11
3. Pejabat yang berwenang dapat menetapkan suatu ruas di daerah
sempadan untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan
sungai yang diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan
yang diperlukan diselesaikan melalui pembebasan tanah (pasal 11).
Dengan demikian pada daerah sempadan dilarang:
a. Membuang sampah, limbah padat dan atau cair
b. Mendirikan bangunan hermanen untuk hunian dan tempat usaha.
1515
Batas Garis Sempadan Sungai Tidak Bertanggul di Kawasan
Perdesaan
Batas Garis Sempadan Sungai Tidak Bertanggul di Kawasan
Perdesaan
GSGS
> 100 m
DAS > 500 km2DAS > 500 km2
Sungai BesarSungai Besar
GSGS
DAS < 500 km2DAS < 500 km2
Sungai KecilSungai Kecil
> 100 m
> 50 m > 50 m
SumberSumber: : PermenPermen PU No. 63/ PRT/ 1993PU No. 63/ PRT/ 1993
Gambar 2. Batas Garis Sempadan Sungai Tidak Bertanggul di Kawasan Perdesaan (Sumber : Permen PU No. 63/PRT/ 1993)
Dengan mengacu pada peraturan tersebut, kegiatan ditujukan
kepada masyarakat sekitar sempadan sungai serta masyarakat luas yang
mempunyai keinginan untuk mengembangkan program bersama-sama;
dengan sasaran utama untuk meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pemanfaatan sempadan sungai, lahan kritis, dan tanah kosong
yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat serta
dengan tetap menjaga kelestarian fungsi sempadan sungai secara
ekologis. Peran serta masyarakat yang secara aktif dalam penentuan dan
pemanfaatan sempadan sungai tersebut dapat memberikan beberapa
dampak:
12
1. Kegiatan pemanfaatan lahan di sempadan sungai tersebut dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungannya.
2. Masyarakat terlibat secara langsung dalam penentuan dan
pemanfaatan sempadan sungai tersebut, sehingga timbul rasa
memiliki dari masyarakat dengan ikut menjaga dan meningkatkan
kemampuan daya dukung lingkungan.
3. Dalam jangka panjang, penentuan dan pemanfaatan sempadan sungai
tanpa merusak ekosistem yang telah ada dapat mewujudkan
kelestarian lingkungan sungai.
3.3. Pemanfaatan Lahan di Sekitar Sungai
Pemanfaatan lahan di sekitar sungai tidak hanya dilakukan oleh
masyarakat untuk perumahan dan berbagai kegiatan ekonomi, tetapi juga
dimanfaatkan untuk berbagai prasarana fisik sosial dan ekonomi oleh
pemerintah daerah. Prasarana fisik tersebut seperti jalan beraspal,
gedung sekolah dan lain-lain.
Salah satu aktivitas kegiatan masyarakat yang dilakukan di wilayah
sungai adalah penambangan bahan galian golongan C (pasir). Sering
tidak disadari bahwa kegiatan yang dilakukan tersebut berakibat pada
kerusakan ekosistem sungai. Penduduk juga sering membuang sampah
dan limbah domestik ke sungai. Sungai mempunyai kemampuan self
purification, artinya sungai mempunyai kemampuan untuk membersihkan
kandungan zat-zat yang ada didalamnya, dalam batas-batas tertentu.
Apabila limbah yang terbuang sudah melebihi ambang batas, sungai akan
tercemar. Sungai yang tercemar mengakibatkan rusaknya ekosistem yang
berada di sungai seperti hilangnya jenis-jenis ikan tertentu.
Mengingat bahwa sempadan sungai telah ditetapkan oleh
Pemerintah sebagai kawasan lindung, tingkat pemanfaatan sempadan
sungai akan sangat tergantung pada upaya pemerintah untuk melakukan
pengawasan penggunaannya. Oleh karena itu, pemanfaatan sempadan
13
sungai oleh masyarakat akan sangat terkait dengan informasi yang
diketahui mereka tentang ada atau tidaknya kawasan lindung sempadan
sungai tersebut.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan Sempadan
sungai, antara lain sebagai berikut :
1. Faktor Geofisik.
Bintarto (1984) mengatakan bahwa pengaruh mendasar terhadap
perkembangan kota adalah kondisi sosio-geografi dan sumber-sumber
alam di sekitar daerah perkotaan. Akibatnya perkembangan fisik kota
sangat ditentukan oleh rintangan alam. Sedangkan menurut Jayadinata
(1992) bahwa akibat keadaan topografi tertentu, kota akan berkembang
mengikuti model diantaranya adalah pola sejajar (linier pattern). Ini terjadi
karena perkembangan di sepanjang sungai, jalan dan pantai.
2. Faktor Sosial Ekonomi
Lahan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia baik sebagai tempat bermukim maupun sebagai
tempat untuk melakukan segala aktivitas. Semakin meningkatnya jumlah
penduduk akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan tempat tinggal.
Selanjutnya, hal ini akan meningkatkan tuntutan ketersediaan lahan baik
untuk tempat tinggal maupun untuk fasilitas berusaha. Kondisi ini
berakibat pada perluasan lahan permukiman yang memanfaatkan lahan
lain termasuk kawasan lindung misalnya sempadan sungai.
3. Faktor Kebijakan Pemerintah
Untuk dapat mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan-kegiatan ekonomi, sosial budaya dan
pemerintahan maka kawasan sempadan sungai perlu dikelola secara
optimal melalui penataan ruang. Penataan ruang tersebut juga berfungsi
untuk mencegah konflik akibat pembangunan perumahan oleh penduduk
di kawasan lindung sempadan sungai. Lemahnya pengawasan terhadap
14
penataan ruang mengakibatkan fungsi sempadan tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
3.4. Sempadan Sungai dalam Penataan Ruang
Menata sempadan sungai tidak bisa lepas dari tiga aspek (jaminan
keselamatan dan keamanan, peningkatan produktivitas, dan jaminan
kelangsungan fungsi ekologis). Yang terpenting adalah bagaimana ketiga
aspek tersebut dimuat dalam rencana tata ruang. Rencana tata ruang
merupakan konsensus bersama antara pemerintah dan masyarakat,
sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat bisa mematuhi rencana tata
ruang. Hal tersebut diwujudkan dengan cara menginformasikan kepada
masyarakat sejelas-jelasnya sehingga mereka dapat memahami rencana
tata ruang itu sendiri. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu lebih
banyak mendorong masyarakat, diantaranya melalui program sosialisasi.
Selain itu, masyarakat pun bisa proaktif untuk melindungi sempadan
sungai atau melakukan pencegahan di lingkungan sekitarnya, seperti
membuat sumur resapan, menanam pohon yang lebih banyak. Semuanya
itu untuk mengurangi dampak banjir.
Rencana tata ruang memuat program-program utama pemanfaatan
ruang, termasuk mengelola sempadan sungai, baik yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pemerintah bisa
meningkatkan fungsi daerah hulu, seperti menjaga situ dan embung dan
membuat penyerapan air sebanyak-banyaknya di daratan. Selain itu,
pemerintah dan pemerintah daerah perlu mendorong masyarakat untuk
membangun sumur resapan di lingkungan masing-masing dengan
memfasilitasi dan memberikan peluang kepada mereka. Pemerintah
daerah harus meningkatkan luar ruang terbuka hijau.
Dalam kaitan dengan upaya untuk melibatkan masyarakat dalam
perencanaan tata ruang guna mendukung pembangunan wilayah, maka
terdapat beberapa prinsip dasar sebagai berikut :
15
1. Menempatkan masyarakat sebagai pelaku (ujung tombak) dalam
upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi (termasuk dalam
penataan ruang).
2. Memfasilitasi masyarakat agar menjadi pelaku dalam proses
perencanaan tata ruang (Pemerintah sebagai fasilitator dengan
menghormati hak masyarakat, serta kearifan lokal/beragaman
budayanya).
3. Mendorong agar stakeholder mampu bertindak secara transparan,
akuntabel, dan profesional dalam proses penataan ruang (terutama
dalam perencanaan tata ruang).
4. Mendorong perkuatan kelembagaan yang mewadahi berbagai aspirasi
dari berbagai stakeholder.
Upaya menata sempadan sungai sejak tahun 1993 telah diatur oleh
Menteri Pekerjaan Umum yang menetapkan sempadan sungai baik untuk
wilayah perkotaan maupun wilayah perdesaan, dan yang terkait dengan
permukiman dan non permukiman, dengan menetapkan besaran
panjangnya (meter). Namun fakta yang sering dihadapi di lapangan,
masyarakat tidak mengetahui berapa meter sempadan sungai yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang. Oleh sebab itu, besaran sempadan
sungai sudah harus ditetapkan dan dimuat dalam rencana tata ruang,
yang kemudian dilaksanakan dan harus dipatuhi oleh semua pihak,
termasuk masyarakat.
Sempadan sungai merupakan ruang terbuka hijau. Menurut
Undang-Undang Penataan Ruang, ruang terbuka hijau harus memenuhi
areal 30 % dari luas wilayah perkotaan. Untuk mewujudkan hal tersebut,
perlu ditinjau ulang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kebumen
apakah sudah memenuhi Undang-Undang Penataan Ruang atau belum.
Terkait dengan ruang terbuka hijau, yang terpenting pemerintah
daerah harus memprediksi bagaimana peningkatan ruang terbuka hijau
untuk kurun waktu 20 tahun mendatang agar dapat memenuhi tuntutan
16
UU tersebut. Perlu diingat bahwa dari 30% tersebut, 10%-nya merupakan
ruang terbuka hijau privat, milik masyarakat, dan 20% lainnya adalah
ruang terbuka hijau publik. Dalam mewujudkan ruang terbuka hijau
tersebut, perlu dipertimbangkan pemberlakuan mekanisme insentif dan
disinsentif dalam pengaturan ruang terbuka hijau. Misalnya, swasta yang
bersedia menyiapkan ruang terbuka hijau publik bisa mendapat insentif
dari pemerintah daerah, seperti pengurangan retribusi IMB, karena
sebagian miliknya digunakan untuk kepentingan publik.
3.5. Peran Serta Masyarakat dan Pemerintah
Penanggulangan kerusakan lingkungan khususnya sempadan
sungai berbasis masyarakat diharapkan mampu menjawab persoalan
yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakteristik sumberdaya alam
dan sumberdaya manusia yang dimiloiki oleh wilayah tersebut. Dalam hal
ini, suatu komunitas mempunyai hak untuk dilibatkan atau bahkan
mempunyai kewenangan secara langsung untuk membuat sebuah
perencanaan pengelolaan wilayahnya disesuaikan dengan kapasitas dan
daya dukung wilayah terhadap ragam aktivitas masyarakat di sekitarnya.
Pola perencanaan pengelolaan seperti ini sering dikenal dengan
participatory management planning. Pola pendekatan perencanaan dari
bawah disinkronkan dengan pola perencanaan dari atas menjadi sinergi
yang terimplementasikan. Dalam hal ini, prinsip-prinsip pemberdayaan
masyarakat menjadi hal krusial yang harus dijadikan dasar pengelolaan
berbasis masyarakat.
Kegagalan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup ditengarai
akibat adanya tiga kegagalan dasar dari komponen perangkat dan pelaku
pengelolaan, sebagai berikut:
1. Kegagalan kebijakan sebagai bagian dari kegagalan perangkat hukum
yang tidak dapat menginternalisasi permasalahan lingkungan yang
ada. Selain itu, proses penciptaan dan penentuan kebijakan yang
berkenaan dengan lingkungan ini dilakukan dengan minim sekali
17
melibatkan partisipasi masyarakat dan menjadikan masyarakat
sebagai komponen utama sasaran yang harus dilindungi. Contoh
menarik adalah kebijakan penambangan pasir golongan C. Di satu
sisi, kebijakan tersebut dibuat untuk membantu menciptakan peluang
investasi terlebih pasarnya sudah jelas. Namun di sisi lain telah
menimbulkan dampak yang cukup signifikan dan sangat dirasakan
langsung oleh daerah hilir berupa seringnya terjadi banjir di daerah
tersebut.
2. Kegagalan masyarakat sebagai bagian dari kegagalan pelaku
pengelolaan lokal akibat adanya beberapa persoalan mendasar yang
menjadi keterbatasan masyarakat. Kegagalan masyarakat terjadi
akibat kurangnya kemampuan masyarakat untuk menyelesaikan
persoalan lingkungan secara sepihak, disamping kurangnya kapasitas
dan kapabilitas masyarakat untuk memberikan pressure kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dan berkewajiban mengelola dan
melindungi lingkungan. Ketidakberdayaan masyarakat tersebut
semakin memperburuk bargaining position masyarakat sebagai
pengelola lokal dan pemanfaat SDA dan lingkungan. Misalnya saja,
kegagalan masyarakat melakukan penanggulangan masalah
pencemaran yang diakibatkan oleh masyarakat sendiri dan pihak
swasta.
3. Kegagalan pemerintah sebagai bagian kegagalan pelaku pengelolaan
regional yang diakibatkan oleh kurangnya perhatian pemerintah dalam
menanggapi persoalan lingkungan. Kegagalan pemerintah terjadi
akibat kurangnya kepedulian pemerintah untuk mencari alternatif
pemecahan persoalan lingkungan yang dihadapi secara menyeluruh
dengan melibatkan segenap komponen terkait (stakeholders). Dalam
hal ini, seringkali pemerintah melakukan penanggulang-an
permasalahan lingkungan yang ada secara parsial dan kurang
terkoordinasi. Dampaknya, proses penciptaan co-existence antar
variabel lingkungan yang menuju keharmonisan dan keberlanjutan
18
antar variabel menjadi terabaikan. Misalnya saja, solusi pembuatan
tanggul-tanggul penahan abrasi yang dilakukan di beberapa tanggul
sungai. Di Sungai Luk Ulo, secara jangka pendek mungkin dapat
menanggulangi permasalahan banjir di daerah atas. Namun, dalam
jangka panjang persoalan lain yang mungkin sama atau bahkan lebih
besar akan terjadi di daerah hilir karena karakteristik wilayah sungai
yang bersifat dinamis.
Peranan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam hal ini menjadi
bagian terpenting yang tidak terpisahkan dalam upaya mengelola
sempadan sungai. Dewasa ini, pengelolaan sempadan sungai secara
terpadu terbukti memberikan peluang pengelolaan yang cukup efektif
dalam rangka menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan dan
pemanfaatan ekonomi. Namun demikian, hal ini tidak menutup
kemungkinan akan adanya bentuk-bentuk pengelolaan lain yang lebih
aplikatif (applicable) dan adaptif (acceptable). Salah satu bentuk
pengelolaan yang cukup berpeluang memberikan jaminan efektifitas
dalam pengimplementasiannya adalah pengelolaan berbasis masyarakat
(community based management).
Komunitas/masyarakat memiliki adat istiadat, nilai-nilai sosial
maupun kebiasaan yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya.
Perbedaan dalam hal-hal tersebut menyebabkan terdapatnya perbedaan
pula dalam praktek-praktek pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu,
dalam proses pengelolaan lingkungan perlu memperhatikan masyarakat
dan kebudayaannya, baik sebagai bagian dari subjek maupun objek
pengelolaan tersebut. Dengan memperhatikan hal ini dan tentunya juga
kondisi fisik dan alamiah dari lingkungan sungai, proses pengelolaannya
diharapkan dapat menjadi lebih padu, lancar dan efektif serta diterima
oleh masyarakat.
Penentuan sempadan dan pemanfaatan sempadan sungai melalui
peran serta masyarakat dengan tetap mengacu pada peraturan yang ada
19
akan memberikan dampak yang baik bagi masayarakat dan bagi
kelestarian ekologis DAS yang bersangkutan. Pemanfaatan sempadan
dengan jalan memanfaatkan lahan pada sempadan sungai tersebut akan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun dengan tetap
memperhatikaan kelestarian lingkungan. Dengan kata lain, pemanfaatan
lahan pada sempadan sungai tersebut untuk kegiatan yang dapat
meningkatkan perekonomian penduduk namun juga dapat meningkatkan
kelestarian ekosistem DAS yang bersangkutan.
Rasa memiliki masyarakat akan kegiatan tersebut akan ikut
menjaga dan meningkatkan kemampuan daya dukung lingkungan karena
merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling memengaruhi. Dari sisi
ini, pemerintah diuntungkan dengan fungsi sosial masyarakat dalam
menjaga SDA, lingkungan beserta ekosistemnya.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. KESIMPULAN
1. Pelibatan dan peran serta masyarakat akan meningkatkan rasa
kepemilikan proses pembangunan sehingga akan berpengaruh
terhadap tingkat keberlanjutan (sustainability) suatu perencanaan
pembangunan.
2. Peran tokoh masyarakat dinilai penting bagi keberhasilan suatu proyek
pembangunan melalui partisipasi masyarakat. Namun demikian,
apabila tidak didukung oleh masyarakat atau aktor-aktor
pembangunan yang lain, proyek tersebut tidak akan berlangsung
dengan baik. Dapat disimpulkan sinergi antara berbagai komponen ini
sangat penting bagi keberhasilan proyek-proyek partisipasi
masyarakat.
3. Pembangunan yang dilakukan akan lebih mengenai sasarannya
apabila berangkat dari usulan warga setempat dengan tetap
menggunakan kontrol arah pembangunan melalui faktor-faktor mediasi
20
yang ada, misalnya tim pendamping, LSM dan sebagainya. Fungsi lain
dari para mediator ini adalah sebagai fasilitator dan motivator.
Masyarakat tetap diposisikan sebagai obyek agar merasa
berpartisipasi, dan mencegah timbulnya konflik sosial akibat
kesalahpahaman tentang visi dan misi pembangunan.
4. Kunci keberhasilan kegiatan partisipasi adalah adanya interaksi antara
aktor-aktor pembangunan yang relevan untuk tujuan yang tepat.
Setiap aktor mempunyai sekumpulan sumber dan membutuhkan
sumber yang lain.
5. Penetapan garis sempadan sungai merupakan alat ukur efektif dalam
mencegah kerusakan lingkungan karena sempadan sungai berfungsi
berfungsi sebagai jalur penyangga (buffer) antara kawasan sungai dan
kawasan hinterland.
6. Pengelolaan sungai dan sempadan sungai merupakan satu bagian
yang tidak dapat dipisahkan karena keberadaannya saling
mempengaruhi sehingga harus dikelola secara terpadu.
4.2. SARAN
1. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam penentuan batas garis
sempadan sungai sehingga keterlibatannya sangat diperlukan.
2. Selain mempertimbangkan aspek sosial (dalam hal ini partisipasi
masyarakat), dalam penentuan batas sempadan sungai juga perlu
mempertimbangkan aspek yang lain seperti aspek fisik, biotik, dan
penataan ruangnya.
3. Integrasi antar sektor sangat diperlukan dalam penentuan sempadan
sungai mengingat sempadan sungai merupakan bagian dari Daerah
Aliran Sungai yang pengelolaannya harus terintegrasi antar sektor.
21
DAFTAR PUSTAKA
Bintarto, 1984, Urbanisasi dan Permasalahannya, Jakarta, Ghallia Indonesia.
Jayadinata. J. T., 1992, Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Desa Kota dan Wilayah, ITB, Bandung.
Khairuddin,1992, Pembangunan Masyarakat, Liberty, Yogyakarta.
Lukman Soetrisno, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Kanisius, Yogyakarta.
Moeliono. Ilya, 1997, Partisipasi Manupulatif: Catatan Refleksi Tentang Pendekatan PRA Dalam Pembangunan, http/www.balaidesa.com, Diakses Tanggal 18 Mei 2005.
Nazir, 1983, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Nasrun Sidqi, 2008, Peran serta masyarakat dalam penentuan sempadan sungai Luk Ulo kabupatenKebumen provinsi Jawa Tengah, Makalah PIT HATHI XXV Palembang
Soemarwoto, Otto, 1997, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangungan (Edisi Revisi), Penerbit Djambatan, Jakarta.
Recommended