View
236
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
MANAJEMEN REHABILITASI SOSIAL PENGEMISDI KOTA SERANG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MrmperolehGelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
Asep Saripudin
NIM 6661130615
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2017
ABSTRAK
Asep Saripudin. NIM. 6661130615. 2017. Manajemen Rehabilitasi SosialPengemis di Kota Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.Dosen Pembimbing I, Dr. Suwaib Amirudin, M.Si; Dosen Pembimbing II,Titi Stiawati, S.Sos., M.Si.
Penanganan pengemis merupakan tanggung jawab Dinas Sosial dalam melihatfenomena pengemis di Kota Serang sesuai dengan yang tertulis dalam peraturandaerah nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan pemberantasan danpenanggulangan penyakit masyarakat. permasalahan penelitian ini, kurangnyasosialisasi perda nomor 2 tahun 2010, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnyaSDM, lemahnya kordinasi, dan kurangnya anggaran untuk rehabilitasi sosial.Tujuan penelitian ini untuk memaparkan dan mendeskripsikan karakteristikpengemis, model rehabilitasi sosial, dan proses manajemen rehabilitasi sosialpengemis di Kota Serang. teori yang digunakan untuk menganalisis yaitumenggunakan teori fungsi manajemen menurut Luther Gullick menurut Handoko(2003:11) yang meliputi: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating,Reporting, dan Budgeting, dengan menggunakan pendekatan kualitatif metodedeskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa karateristik pengemis KotaSerang karna keturunan dan latar belakang pendidikan yang rendah, modelrehabilitasi yang digunakan berupa pemberian pendidikan jasmani dan rohaniserta memberikan pelatihan keterampilan, proses manajemen berjalan belumberjalan baik dan masih terdapat masalah di planning, directing, coordinating,dan budgeting. Saran yang menjadi rekomendasi peneliti yaitu, memberikanpembinaan bukan hanya kepada pengemisnya saja melainkan sampai keluarganya,melakukan pengawasan dari PSBK (Panti Sosial Bina Karya) sampai selesai danperlu adanya rencana baru, pembinaan kerja, membentuk tim khusus danmengajukan rencana anggaran baru.
Kata Kunci : Manajemen, Pengemis, Rehabilitasi Sosial
Abstract
Asep Saripudin. NIM. 6661130615. 2017. Management Social RehabilitationOf Beggar In The Serang City. Program Studi Ilmu Administrasi Negara.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.Dosen Pembimbing I, Dr. Suwaib Amirudin, M.Si; Dosen Pembimbing II, TitiStiawati, S.Sos., M.Si.
Handling beggar is the responbility of social services, as written in the localregulation number 2 of 2010, about the prevention of eradication and diseaseprevention community. This research problem is lack of socialization localregulation, lack of infrastructure, lack of human resources, lack of coordination andlack of budget for social rehabilitation. The purpose of this study is describe beggars,social rehabilitation models, management process of social rehabilitation of beggarsin the Serang city. Theory used to analyze the theory of management functions byLuther Gullick in Handoko (2013:11) the form: planning, organizing, staffing,directing, coordinating, reporting and budgeting, using descpriptive methodqualitative approach. The result of this study, a model of rehabilitation that are usedfor the provision of physical education and spiritual, and provide skills training, thisis because the characteristics of Serang city beggars who have offspring and loweducational background. Management process has not gone well and there are stillproblems in planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting andbudgeting. Recommended for provide guidance not only to beggars but to his family,supervision of (social house building works) to complete and the need for a new plan,coaching job, formed a special team and propose a new budget plan.
Keywords : Beggar, Management, Social Rehabilitataion
LEMBAR PERSEMBAHAN
“Musuh terbesarmu adalah dirimu sendiri dengan sejuta kemalasan,
maka bangkit dan lawan kemalasan itu.” – Ridwan Kamil
“Dari semua hal, pengetahuan adalah yang paling baik, karena tidak kena
tanggung jawab maupun tidak dapat dicuri, karena tidak dapat dibeli,dan
tidak dapat dihancurkan.” – Hitopadesa
“Some beautiful paths can’t be discovered without getting lost.” – Erol
Ozan
Skripsi ini kupersembahan untuk
Kedua orang tua ku terkasih dan tercinta
Bapak Sueb dan Ibu Baiyah,
Serta keluargaku dan kekasihku
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu,
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi
kemudian solawat serta salam semoga terlimpah dan tercurah kepada Nabi besar
Muhammad S.A.W yang telah mengiringi doa dan harapan penulis untuk
mewujudkan terselesaikannya penelitian skripsi ini yang berjudul Manajemen
Rehabilitasi Sosial Pengemis Di Kota Serang. Penelitian skripsi ini dibuat
sebagai persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Strata satu (S1) Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik pada konsentrasi Manajemen Publik program studi Ilmu
Administrasi Negara. Sekalipun penulis menemukan hambatan dan kesulitan
dalam memperoleh informasi akurasi data dari para narasumber namun disisi lain
penulis juga sangat bersyukur karena banyak mendapat masukan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan khususnya pada bidang yang sedang diteliti oleh
penulis. Untuk terwujudnya penulisan penelitian skripsi ini banyak pihak yang
membantu penulis dalam memberikan motifasi baik waktu, tenaga, dan ilmu
pengetahuannya. Maka dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih
kepada kedua orang tua tercinta atas curahan perhatian dan kasih sayangnya dan
juga doa yang tak henti serta motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.
Pada kesempatan ini juga suatu kebanggaan bagi penulis untuk
mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang
telah membantu dan mendukung, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan III
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
6. Ibu Listyaningsih, M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
7. Bapak Riswanda, Ph.D Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
8. Kepada orang tuaku tercinta dan tersayang Bapak Sueb dan Ibu Baiyah
yang telah menjadi motivator terbesar selama perjalanan hidupku.
Terimakasih atas segala doa, bimbingan, kasih sayang, nasihat,
semangat, perhatian, dukungan serta motivasi yang tidak ada henti-
hentinya yang selalu diberikan untukku.
9. Bapak Dr. Suwaib Amirudin, M.Si., dosen pembimbing I yang telah
senantiasa memberikan arahan dan bimbingan secara sabar dan juga
dukungan selama proses penyusunan skripsi, serta dosen pembimbing
akademik yang telah membimbing sejak awal masuk.
10. Ibu Titi Stiawati, S.Sos., M.Si., sebagai dosen pembimbing II dan juga
yang peneliti anggap sebagai ibu diperkuliahan beliau telah senantiasa
memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini.
11. Kepada seluruh Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
12. Para staff Tata Usaha (TU) Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa atas segala bantuan informasi selama perkuliahan;
13. Kepada Destysa Bella Al Jannah yang selalu mendampingi, tak pernah
lelah memberikan semangat kepada saya dan yang saya cintai setelah
orang tua saya.
14. Pihak Dinas Sosial Kota Serang yang telah memberikan informasi,
data, dan ketersediaan waktu dalam proses pengambilan data untuk
penulis;
15. Bapak H. Dul Barid selaku Kepala Bidang Pelayanan Dan Rehabilitasi
Sosial di Dinas Sosial Kota Serang yang telah berkenan menjadi
informan dan memberikan informasi, data, dan ketersediaan waktu
dalam proses pengambilan data untuk penulis.
16. Bapak Heli Supriatna Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial di Dinas
Sosial Kota Serang yang telah menjadi informan dan memberikan
informasi, data, dan ketersediaan waktu dalam proses pengambilan
data untuk penulis serta ilmu pengetahuannya mengenai fokus
penelitian pada skripsi ini;
17. Bapak Raden Kuncahyo Selaku Kepala Seksi Penegakan Hukum
Produk Hukum Daerah di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang
yang telah menjadi informan dan memberikan banyak informasi yang
saya butuhkan selama penyusunan skripsi;
18. Kepada kakak, adik keponakan dan sepupu tercinta yang memberikan
warna dalam hidup dan memberikan semangat serta motivasi.
19. Kepada seluruh saudara-saudaraku yang telah mendoakan, memberi
semangat dan motivasi.
20. Teman-teman kelas A angkatan 2013 Ilmu Administrasi Negara
selama menuntut ilmu. Terimakasih atas semua kenangan selama
empat tahun perkuliahan kalian luar biasa
21. Kepada para sahabat Furqan Abdillah, Kartiwa Suryadinata, Firda
Amalia, dan Wildan Firdaus yang telah memberikan dukungan serta
keceriaan dan kebahagiaan;
22. Kepada teman-temanku linda saraswati CS, fardan, delki, siti solihat,
abharina, winda, hanny, mila, yunita, faizah, jumhari, satrio, rifki (tile)
serta teman-teman lainnya yang telah memberikan semangat, motivasi
dan kebahagiaan yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
23. Kawan-kawan Administrasi Negara 2013 B,C dan D yang juga saling
menyemangati satu sama lain.
24. Kawan-kawan KKM Kependudukan 20 yang juga memberikan
pengalaman hidup serta motivasi dan semangat kepada penulis,
terutama Dea Elma Pavitta yang sudah banyak membantu peneliti.
25. Dan tidak lupa juga para senior ka Ndew, ka Dodo, ka Wungu dan
yang lainnya atas semangat dan saran yang diberikan kepada penulis
Dengan ini penelitian skripsi telah selesai disusun. Penulis meminta maaf
apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam pembuatan skripsi ini. Maka dari itu
kritik dan saran saya harapkan guna memperbaiki dan menyempurnakan skripsi
berikutnya. Penulis pun berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa dan peneliti sendiri.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu,
Serang, 14 Maret 2017
Penulis
Asep Saripudin
i
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
Abstrak
Lembar Persetujuan
Lembar Orisinalitas
Daftar Isi i
Daftar Gambar iv
Daftar Tabel v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 13
1.3 Batasan Masalah 13
1.4 Rumusan Masalah 14
1.5 Tujuan Penelitian 14
1.6 Manfaat Penulisan 14
1.7 Sistematika Penulisan 15
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI
DASAR
2.1 Landasan Teori 20
2.1.1. Definisi Manajemen 20
ii
2.1.2. Asas-Asas Manajemen 24
2.1.3. Fungsi Manajemen 19
2.1.4. Filasafat Manajemen 43
2.1.5. Tujuan Manajemen 44
2.1.6. Definisi Rehabilitasi Sosial 45
2.1.7. Definisi Pengemis 46
2.2 Penelitian Terdahulu 48
2.3 Kerangka Berfikir 51
2.4 Asumsi Dasar 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian 55
3.2 Fokus Penelitian 57
3.3 Lokus Penelitian 57
3.4 Instrumen Penelitian 57
3.5 Informan Penelitian 59
3.6 Teknik Pengumpulan Data 60
3.7 Teknik Analisis Data 64
3.8 Triangulasi 66
3.9 Jadwal Penelitian 67
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian 69
iii
4.1.1 Profil Kota Serang 69
4.1.2 Profil Dinas Sosial Kota Serang 73
4.2 Deskripsi Data 79
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian 79
4.2.2 Data Informan Penelitian 81
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian 83
4.4 Pembahasan 112
4.4.1 Karateristik Pengemis Kota Serang 112
4.4.2 Model Rehabilitasi Sosial 113
4.4.3 Proses Manajemen 115
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 122
5.2 Saran 125
Daftar Pustaka
Lampiran
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir 53
Gambar 3.1 Analisis Data 64
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Data Pengemis Menurut Kab/Kota Provinsi Banten 4
Tabel 1.2 Pengemis Kota Serang Berdasarkan Kecamatan 5
Tabel 1.3 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Serang 11
Tabel 1.3 Fungsi-fungsi manajemen menurut para ahli 27
Tabel 3.1 Informan Penelitian 59
Tabel 3.2 Pedoman 62
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian 68
Tabel 4.1. Luas Wilayah Kota Serang 70
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur 72
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan 73
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama 73
Tabel 4.5 Informan Penelitian 82
Tabel 4.6 jumlah pengemis kampung kalisalak dan kebanyakan 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dimana Indonesia
terdiri dari beberapa pulau-pulau dari sabang sampai merauke. Pulau di Indonesia
terdiri dari pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua dimana dari
kelima pulau tersebut pulau Jawa menjadi titik pusat, hal ini dikarenakan salah
satu provinsi di pulau Jawa menjadi ibu kota negara yaitu DKI Jakarta.
Seiring padatnya penduduk yang disebabkan oleh cepatnya pertumbuhan
penduduk di Indonesia, hal ini memicu pada keadaan ekonomi masyarakat yang
semakin melemah, dimana lapangan pekerjaan yang minim membuat sebagian
masyarakat di Indonesia berkehidupan kekurangan dan jauh dari kata cukup.
Karena keadaan ekonomi yang kurang maka hal ini memicu sebagian warga
Indonesia yang memilih pekerjaan secara instan dan langsung mendapatkan uang
seperti menjadi pengemis dan pengamen. Hal ini semakin marak dimana setiap
daerah mulai ramai khususnya di pulau jawa, banyak masyarakat dari pulau
sebrang pulau jawa merantau ke pulau jawa untuk mencari pekerjaan dan sebagian
memilih untuk menetap dan tinggal di pulau jawa, sehingga tidak dipungkiri kota-
kota kecil yang semula sepi kini menjadi kota-kota yang ramai.
Adapun yang dimaksud pengemis menurut peraturan pemerintah nomor 31
tahun 1980 pasal 1 butir 2, yang dimaksud dengan pengemis adalah orang-orang
2
yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta dimuka umum dengan
berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Kehadiran pengemis di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari memburuknya
perekonomian Indonesia sejak krisis moneter tahun 1998 dan masih berlangsung
hingga sekarang. Indonesia termasuk dalam 5 besar negara yang memiliki jumlah
pengemis terbanyak di dunia dengan perkiraan jumlah pengemis kurang lebih 15
juta jiwa. Jumlah tersebut akan terus bertambah sekitar 30-40 persen di tahun
berikutnya. Bahkan setiap menjelang Idul Fitri pun, jumlah pengemis sudah
meningkat hingga 100%. Meningkatnya jumlah pengemis dari tahun ke tahun
mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Diantara dampak adanya pengemis
yang paling menyita perhatian adalah terganggunya ketertiban lingkungan,
meningkatnya tindakan kriminal, bertambahnya angka pengangguran, serta image
negara yang terkesan kumuh dan tidak tertata dengan baik. Banyak upaya yang
dilakukan untuk menangani mereka, seperti dengan pembagian makanan untuk
keluarga miskin, kampanye “anti-memberi” yang diharapkan dapat membuat jera
para pengemis karena tidak ada yang memberi, sampai dengan operasi
penggarukan, yaitu metode pengangkutan dan pemindahan paksa para
gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh dinas sosial. Pada kenyataannya,
upaya-upaya tersebut kurang efektif dan bahkan dinilai tidak mampu
mengendalikan laju pengemis yang tiap tahun semakin menjamur.
Fenomena sosial pengemis di Indonesia semakin marak dimana mereka
melakukan berbagai cara untuk mengemis, mulai dari yang berpura-pura cacat
sampai dengan membawa bayi atau anak balita. Di Indonesia tidak hanya orang
3
dewasa dan lanjut usia saja yang menjadi pengemis anak dibawah 18 tahun juga
ikut menjadi pengemis entah itu kemauan sendiri atau ada dorongan dari orang
lain. Dapat kita bedakan antara pengemis anak-anak dengan anak jalanan, dimana
menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), anak jalanan adalah anak yang
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-
hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-
tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia 5 sampai
dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya
kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi. Sedangkan
pengemis anak-anak adalah mereka anak berusia 5-18 tahun yang meminta-minta
dimuka umum dengan mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Fenomena pengemis anak-anak tersebut menyimpang hak anak
sebagaimana yang tertulis dalam undang-undang nomor 23 tahun 2003 tentang
perlindungan anak dalam BAB 3 tentanng hak dan kewajiban anak, pasal 9 butir 1
bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya. Bukan hanya pendidikan saja yang harus didapatkan oleh anak
melainkan hak anak lainnya seperti yang tertulis pada pasal 11 dimana disebutkan
bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai
dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.
Permasalahan sosial pengemis di Indonesia memang sangat sulit
dipecahkan berbagai cara yang dilakukan oleh Kementrian Sosial seperti gerakan
4
anti memberi namun tetap saja tidak bisa menyelesaikan permasalahan tersebut.
Setiap daerah di Indonesia tidak lepas dari permasalahan sosial seperti pengemis
di provinsi-provinsi lainnya juga tidak luput dari permasalahan tersebut seperti di
Provinsi DKI Jakarta yang perkembangannya sangat pesat sehingga bukan hanya
warga asli Jakarta yang menjadi pengemis tetapi juga dari daerah-daerah lain.
Permasalahan ini juga dirasakan Provinsi Banten dimana dari tahun ketahun
jumlahnya selalu bertambah. Adapun data jumlah pengemis Provinsi Banten
tahun 2014 dan 2015 berdasarkan kabupaten/kota sebagai berikut:
Tabel 1.1
Data Pengemis Menurut Kab/Kota Provinsi Banten
No Kabupaten/Kota Jumlah Pengemis
2014 Jumlah 2015 Jumlah
(L) (P) (L) (P)
1 Kab. Pandeglang 82 40 122 37 6 43
2 Kab. Lebak 31 42 73 24 29 53
3 Kab. Tangerang 47 32 79 109 112 221
4 Kab. Serang 134 69 203 54 24 78
5 Kota Tangerang 18 14 32 19 8 27
6 Kota Cilegon 16 7 23 1 1 2
7 Kota Serang 96 40 136 153 56 209
8 Kota Tangsel 15 13 28 15 7 22
Jumlah 439 257 695 412 243 655
(Sumber: Dinas Sosial Provinsi Banten)
5
122
73 79
203
32 23
136
2843 53
221
78
272
209
22
0
50
100
150
200
250
2014 2015
Dari data diatas kita bisa lihat bahwa ada beberapa kabupaten dan kota
yang mengalami kenaikan jumlah pengemis yaitu Kota Serang dan Kabupaten
Tangerang dimana keduanya mengalami kenaikan di tahun 2015 sedangkan
kabupaten dan kota yang lainnya berkurang. Berikut grafik perkembangan jumlah
pengemis di Provinsi Banten:
Gambar 1.1Perkembangan jumlah pengemis Provinsi Banten
Melihat data kenaikan jumlah pengemis di Kota Serang tentu hal ini
membuat resah pemerintah dimana melihat Kota Serang merupakan ibu kota
Provinsi Banten yang letak geografisnya dekat dengan Kawasan Pusat
Pemerintahan Provinsi Banten. Jika dibandingkan dengan Kota Tangerang dan
Kota Tangerang Selatan dimana jumlah pengemis mengalami penurunan
mengingat dua kota tersebut termasuk kota penyanggah ibu kota DKI Jakarta dan
daerahnya lebih ramai dari pada Kota Serang.
Sementara pengemis yang berada di Kota Serang berasal dari kecematan
yang ada di Kota Serang dimana jumlahnya didominasi dari kecamatan Serang
6
dan kecamatan Kasemen. Berikut data pengemis 2014 dan 2015 berdasarkan
kecamatan yang berada di Kota Serang:
Tabel 1.2
Pengemis Kota Serang Berdasarkan Kecamatan Tahun 2014 Dan 2015
No Kecamatan Jumlah Pengemis
2014 Jumlah 2015 Jumlah
(L) (P) (L) (P)
1 Curug 13 5 18 6 5 11
2 Walantaka 9 6 15 5 4 9
3 Cipocok Jaya 19 6 25 3 2 5
4 Serang 24 6 30 90 5 95
5 Taktakan 5 2 7 3 0 3
6 Kasemen 26 15 41 46 40 86
Jumlah 96 40 136 153 56 209
(Sumber: Dinas Sosial Kota Serang)
Berdasarkan gambar diatas dapat kita ketahui kecamatan yang paling
banyak terdapat warganya menjadi pengemis yaitu kecamatan Serang dan
kecamatan Kasemen hal ini dikarenakan kecamatan Serang letaknya di pusat Kota
Serang sedangkan di kecamatan Kasemen terdapat tempat wisata religi Banten
lama, tetapi banyak pula pengemis yang berasal dari dari kecamatan Kasemen
yang mengemis di pusat Kota Serang dan sekitarnya. Berikut grafik
perkembangan jumlah pengemis di Kota Serang:
7
18 1525 30
7
41
11 9 5
95
3
86
0
20
40
60
80
100
Curug Walantaka Cipocok Jaya Serang Taktakan Kasemen
2014 2015
Gambar 1.2
Perkembangan Jumlah Pengemis Kota Serang
Melihat banyaknya pengemis di Kota Serang, pemerintah Kota Serang
mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pencegahan,
Pemberantasan, Dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat. Dalam perda tersebut
disebutkan bahwa pengemis adalah salah satu jenis penyakit masyarakat,
pemerintah Kota Serang melarang adanya pengemis di Kota Serang dan
pemerintah melarang siapapun untuk memberi uang ataupun yang lainnya kepada
pengemis. Peraturan itu tertuang dalam perda Kota Serang nomor 2 tahun 2010
pasal 9 ayat 1,2, dan 3 yaitu :
1. Setiap orang dilarang menjadi gelandangan dan pengemis2. Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa orang lain menjadi
pengemis3. Setiap orang dilarang memberikan uang ataupun lainnya kepada
pengemis.
Dari pasal 9 ayat 1,2, dan 3 sudah jelas bahwa pengemis adalah salah satu
tergolong kedalam penyakit masyarakat dan pemerintah sangat melarang
masyarakat untuk menjadi pengemis, pemerintah Kota Serang juga melarang
8
siapapun memaksa atau menyuruh orang untuk mengemis serta pemerintah
melarang keras masyarakat untuk memberi uang santunan kepada pengemis.
Sebab bila peraturan tersebut dilanggar maka akan didenda sebesar 50 juta atau
kurungan penjara selama 3 bulan sesuai yang tertera dalam peraturan daerah
nomor 2 tahun 2010 pasal 21 ayat 1 dan 2.
Tanggung jawab atas Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial seperti
pengemis menjadi salah satu tanggung jawab pemerintah untuk membantunya, hal
ini seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 34
ayat 1 dan 2 yaitu :
1. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara2. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuaidengan martabat kemanusiaan
Untuk itu pemerintah Kota Serang, wajib untuk memerhatikan para
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Kota Serang khususnya pengemis.
Sebab sebenanya mereka tidak ingin melakukan pekerjaan seperti itu karna
mereka sadar bahwa bekerja sebagai pengemis merupakan pekerjaan terendah
dimata masyarakat.(sumber: wawancara dengan seorang pengemis Kota Serang.
senin, 24 oktober 2016 pukul 10:45)
Sesuai fakta di lapangan bahwa masih banyaknya Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial seperti pengemis yang masih berkeliaran di tempat umum
Kota Serang seperti lampu merah, halte, pasar, terminal, bahkan sampai kampus.
Hal ini sungguh meresahkan warga karena banyaknya pengemis yang meminta-
minta dengan memaksa, sehingga masyarakat merasa kehadiran pengemis di Kota
9
Serang sangatlah meresahkan serta tidak indah untuk dipandang dan membuat
sebuah Kota terkesan kumuh.
Rehabilitasi Sosial merupakan salah satu program yang dilakukan
pemerintah khususnya pemerintah Kota Serang dalam mengatasi Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial seperti eks NAPZA, Wanita Tuna Susila, dan
Pengemis. Rehabilitasi Sosial berarti pemulihan kembali keadaan individu yang
mengalamai permasalahan sosial kembali seperti semula, Rehabilitasi sosial
merupakan upaya yang ditujukan untuk mengintegrasikan kembali seseorang
kedalam kehidupan masyarakat dengan cara membantunya menyesuaikan diri
dengan keluarga, masyarakat, dan pekerjaan.
Dalam peraturan daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010 rehabilitasi
sosial merupakan salah satu upaya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah Kota Serang dimana dalam hal ini Dinas Sosial merupakan pihak yang
bertanggung jawab, hal tersebut tertera dalam perda Kota Serang nomor 2 tahun
2010 pasal 17 ayat 1-3 yaitu sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah dan masyarakat wajib melakukan pembinaanterhadap orang atau sekelompok orang yang terbukti melakukanpenyakit masyarakat.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakanmelalui kegiatan rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial.
3. Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2),dilaksanakan melalui kegiatan:
a. Bimbingan, pendidikan, pelatihan dan keterampilan teknis;b. Bimbingan, penyuluhan rohaniah dan jasmaniah;c. Penyediaan lapangan kerja atau penyaluran tenaga kerja.
Dinas sosial dalam peraturan daerah nomor 2 tahun 2010 merupakan
Dinas yang menangani Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial salah satunya
pengemis dengan merehabilitasi pengemis-pengemis yang sebelumnya terazia
10
oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) yang kemudian dibawa ke Dinas
Sosial untuk didata dan direhabilitasi agar mereka tidak mengemis kembali,
namun fakta di lapangan berbicara lain dimana mereka para pengemis hanya
didata dan diberi surat perjanjian bahwa akan datang kembali dengan tanggal yang
telah ditentukan oleh pihak Dinas Sosial.
Rehabilitasi merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi
permasalahan sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial seperti pengemis
di Kota Serang, karena dengan merehabilitasi para pengemis maka bukan tidak
mungkin pengemis di Kota Serang akan berkurang dengan proses rehabilitasi
sosial tersebut berjalan tanpa adanya hambatan. Rehabilitasi sosial merupakan
upaya yang ditujukan untuk mengintegrasikan kembali seseorang kedalam
kehidupan masyarakat dengan cara membantunya menyesuaikan diri dengan
keluarga, masyarakat, dan pekerjaan. Seseorang dapat berintegrasi dengan
masyarakat apabila memiliki kemampuan fisik, mental, dan sosial serta diberikan
kesempatan untuk berpartisipasi. Dalam hal ini permasalahan Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial seperti pengemis sangat perlu direhabilitasi agar
pola pikir mereka berubah sehingga mereka tidak lagi mau mengemis.
Dari hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti ditemukan masalah
sebagai berikut.
Pertama, Dalam implementasinya dari pertama berlakukannya perda
nomor 2 tahun 2010 tersebut hingga kini belum berjalan baik hal ini dikarenakan
adanya beberapa permasalahan seperti yang diungkapkan oleh kepala seksie
pelayanan rehabilitasi sosial di Dinas Sosial Kota Serang bahwa masih banyaknya
11
masyarakat yang belum tahu tentang isi perda tersebut hanya dan hanya tau
perdanya saja tapi mereka tidak tahu isi dari perda tersebut. (sumber: wawancara
dengan kepala seksi pelayanan rehabilitasi sosial bapak Heli Priatna. Kamis, 20
oktober 2016 pukul 11:30 di Dinas Sosial Kota Serang)
Kedua, kurangnya sarana dan prasarana yang menjadi hal paling penting
dalam rehabilitasi sosial pengemis di Kota Serang. Permasalahan tersebut
termasuk permasalahan yang sangat klasik dimana dari pertama diberlakukannya
peraturan daerah nomor 2 tahun 2010 sampai sekarang masih belum ada panti
rehabilitasi sosial di Kota Serang, hal ini sangat menghambat proses rehabilitasi
sehingga rehabilitasi sosial di Kota Serang belum efektif hingga saat ini. Selain
tidak adanya panti rehabiliatasi alat-alat penunjang lainnya pun dikatakan sangat
kurang dimana masih tidak adanya alat keahlian seperti kompresor serta alat
lainnya. (sumber: wawancara dengan kepala seksi pelayanan rehabilitasi sosial
bapak Heli Priatna. Kamis, 20 oktober 2016 pukul 11:30 di Dinas Sosial Kota
Serang)
Ketiga, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) di Dinas Sosial dimana
kepala seksie satu-satunya yang menangani rehabilitasi sosial hal ini membuat
kinerja Dinas Sosial kurang efektif sehingga dapat menghambat program kerja
yang sudah dibuat. Sumber Daya Manusia yang dimaksud adalah sumber daya
manusia dalam membina pengemis untuk direhabilitasi. (sumber: wawancara
dengan kepala seksi pelayanan rehabilitasi sosial bapak Heli Priatna. Kamis, 20
oktober 2016 pukul 11:30 di Dinas Sosial Kota Serang)
12
Keempat, kurangnya kordinasi antara Dinas Sosial dengan SATPOL PP
selaku pihak pengekeskutor atau perazia pengemis di jalan atau tempat umumnya,
kordinasi merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan suatu kerja sama
antar SKPD hal ini dikarenakan agar kerjasama berjalan dengan baik.(sumber:
wawancara dengan kepala seksi penegakan hukum produk hukum daerah bapak
Raden Kuncahyo. Selasa, 25 Oktober 2016 pukul 10:00 di Kantor Satpo PP Kota
Serang )
Kelima, anggaran merupakan hal yang paling sensitif, dimana tanpa
adanya anggaran maka semua kegiatan atau program tidak akan terlaksana. Pada
hakikatnya semua kegiatan termasuk rehabilitasi sosial memerlukan anggaran
yang cukup besar untuk menjalankannya pada program rehabilitasi sosial ditahun
2017 yang ditargetkan merehabilitasi 25 dari 75 orang dimana anggarannya
sebesar Rp. 55.000.000, ini menjadi alasan yang membuat program rehabilitasi
sosial kurang efektif. (sumber: wawancara dengn kepala bidang pelayanan dan
rehabilitasi sosial bapak Dul Barid, jumat 21 oktober 2016, pukul 09:00 di Dinas
Sosial Kota Serang)
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti paparkan diatas,
maka peneliti ingin meneliti mendalam tentang Manajemen Rehabilitasi Sosial
Pengemis Di Kota Serang.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pendahuluan latar belakang masalah yang telah peneliti
paprkan diatas maka peneliti mengeidentifikasikan masalah sebagai berikut:
13
1. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui perda nomor 2 tahun
2010 tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit
masyarakat
2. Kurangnya sarana dan prasaran pendukung rehabilitasi sosial pengemis
di Kota Serang, seperti belum adanya tempat penampungan ataupun
karantina untuk para penyandang masalah kesejahteraan sosial seperti
pengemis dalam memberikan penyuluhan serta belum adanya alat
penunjang pelatihan keahlian khusus.
3. Kurangnya Sumber Daya Manusia membuat kinerja Dinas Sosial
dinilai tidak baik dalam hal rehabilitasi sosial pengemis di Kota Serang.
4. Lemahnya kordinasi antara Dinas Sosial dengan SATPOL PP
5. Kurangnya anggaran yang membuat tidak adanya atau kurangnya alat-
alat keahlian dikarenakan anggaran yang tidak mencukupi untuk
mengadakan alat-alat keahlian tersebut.
1.3. Batasan Masalah
Dari uraian-uraian latar belakang maslaah dan identifikasi masalah diatas
peneliti mempunyai keterbatasan kemampuan dan berfikir secara menyeluruh.
Maka dengan itu peneliti membuat batasan masalah penelitian yaitu, manajemen
pengelolaan rehabilitasi sosial di Dinas Sosial dengan studi kasus pengemis di
lampu merah dan Terminal Kota Serang.
14
1.4.Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah peneliti paparkan dalam
bahasan sebelumnya,maka dalam hal ini peneliti membuat Rumusan Masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana karakterisitik pengemis di Kota Serang?
2. Bagaimana bentuk manajemen rehabilitasi sosial yang dilakukan
oleh Dinas Sosial Kota Serang?
3. Bagaimana proses manajemen rehabilitasi sosial di Dinas Sosial
Kota Serang?
1.5.Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik pengemis di Kota Serang
2. Untuk mengetahui bagaimana model rehabilitasi sosial yang dilakukan
Dinas Sosial Kota Serang
3. Untuk memaparkan dan mendeskripsikan mengenai bagaimana proses
manajemen rehabilitasi sosial pengemis di Kota Serang
1.6.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang
bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara
teoritis.
1.6.1. Manfaat Teoritis
Beberapa manfaat secara praktis dari penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
15
a. Pengembangan Keilmuan
Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan keilmuan,
khususnya dibidang Ilmu Administrasi Daerah
b. Pengembangan Rehabilitasi
Dengan penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan
pelaksanaan rehabilitasi sosial di Kota Serang
1.6.2. Manfaat Praktis
Beberapa manfaat secara praktis dari penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
a. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
Manajemen Strategi Dinas Sosial Dalam Program Rehabilitasi Sosial
Pengemis di Kota Serang
b. Bagi pembaca
Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian ini dapat
memberikan informasi secara tertulis maupun sebagai referensi
instansi lokal khususnya Dinas Sosial kota Serang
1.7. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menjelaskan mengapa peneliti mengambil judul
penelitian tersebut, juga menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah
yang akan diteliti yang tentunya relevan dengan judul yang diambil. Materi dari
16
uraian ini, dapat bersumber dari hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, hasil
seminar ilmiah, hasil pengamatan, pengalaman pribadi, dan intuisi logik. Latar
belakang timbulnya masalah perlu diuraikan secara jelas, faktual dan logik.
1.2 Identifikasi Masalah
Mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul
penelitian atau dengan masalah atau variable yang akan diteliti. Identifikasi
masalah biasanya dilakukan pada studi pendahuluan pada objek yang diteliti,
observasi dan wawancara ke berbagai sumber sehingga semua permasalahan dapat
diidentifikasi.
1.3 Rumusan Masalah
Menetapkan masalah yang paling penting dan berkaitan dengan judul
penelitian.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian, terhadap masalah yang telah dirumuskan. Isi
dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah.
1.5 Manfaat Penelitian
Menggambarkan tentang manfaat penelitian baik secara praktis maupun
teoritis.
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
17
2.1 Deskripsi Teori
Mengkaji berbagai teori yang relevan dengan permasalahan variabel
penelitian, kemudian menyusunnya secara teratur dan rapi yang digunakan untuk
merumuskan masalah.
2.2 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir menggambarkan alur pikiran penelitian sebagai
kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca.
2.3 Asumsi Dasar Penelitian
Menyajikan prediksi penelitian yang akan dihasilkan sebagai hipotesa
kerja yang mendasari penulisan sebagai landasan awal penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Sub bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian
3.2 Instrumen Penelitian
Sub bab ini menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat
pengumpul data yang digunakan. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah
peneliti itu sendiri.
3.3 Informan Penelitian
Sub bab ini menjelaskan tentang orang yang dijadikan sumber untuk
mendapatkan data dan sumber yang diperlukan dalam penelitian. Dapat diperoleh
dari kunjungan lapangan yang dilakukan di lokasi penelitian, dipilih secara
purposive dan bersifat snowball sampling.
18
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Menguraikan teknik pengumpulan data hasil penelitian dan cara
menganalisis yang telah diolah dengan menggunakan teknik pengolahan data
sesuai dengan sifat data yang diperoleh, melalui pengamatan, wawancara,
dokumentasi dan bahan-bahan visual.
3.5 Teknik Analisis Data
Sub bab ini menggambarkan tentang proses penyederhanaan data ke dalam
formula yang sederhana dna mudah dibaca serta mudah diinterpretasi, maksudnya
analisis data disini tidak saja memberikan kemudahan interpretasi, tetapi mampu
memberikan kejelasan makna dari setiap fenomena yang diamati, sehingga
implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan
simpulan akhir penelitian. Analisis data dapat dilakukan melalui pengkodean dan
berdasarkan kategorisasi data.
3.6 Uji Keabsahan Data
Sub bab ini menggambarkan sifat keabsahan data dilihat dari objektifitas
dalam subjektivitas. Untuk dapat mendapat data yang objektif berasal dari unsur
subjektivitas objek penelitian, yaitu bagaimana menginterpretasikan realitas sosial
terhadap fenomena-fenomena yang ada.
3.7 Lokasi Penelitian
Tempat yang dijadikan penelitian
3.8 Jadwal Penelitian
Menjelaskan tentang tahapan waktu penelitian.
19
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel yang telah ditentukan
serta hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian.
4.2 Hasil Penelitian
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
menggunakan teknik analisis data kualitatif.
4.3 Pembahasan
Merupakan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data dan
wawancara narasumber.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas,
sejalan dan sesuai dengan permasalahan serta hipotesis penelitian.
20
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI DASAR
2.1. Landasan Teori
Pada bab ini peneliti akan menggunakan beberapa teori yang mendukung
masalah dalam penelitian ini, dimana berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi
panduan dalam penilitian. Teori yang akan digunakan adalah beberapa teori yang
mendukung masalah peneliti mengenai Manajemen Rehabilitasi Sosial Pengemis
Di Kota Serang.
2.1.1. Definisi Manajemen
Menurut Stoner dalam Handoko (2003:9) menjelaskan definisi
manajemen sebagai berikut :
“Manajemen adalah proses perencanaan,pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumberdaya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuanorganisasi yang telah di tetapkan”
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari
fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan proses untuk
mewujudkan tujuan yang diinginkan. Manajemen dan organisasi bukan
tujuan, tetapi hanya alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, karena
tujuan yang dicapai itu adalah pelayanan atau laba.
Sedangkan menurut Hasibuan dalam bukunya Manajemen
(2011: 2). Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
21
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara
efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan
Manajemen menurut Sikula dalam Hasibuan (2011:2) yang di
terjemahkan sebagai berikut:
“bahwa manajemen pada umumnya dikaiktkan denganaktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian,pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian,komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan olehsetiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikanberbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehinggaakan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien.”
Menurut Terry dalam Hasibuan (2011:2) mendefinisikan
manajemen sebagai suatu proses yang khas yang terdiri dari timdakan-
tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian
yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang
telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya.
Selanjutnya pengertian manajemen menurut Koontz dan
O’Donnel dalam Hasibuan (2011:3) yang di terjemahkan sebagai
berikut:
“bahwa manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuantertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajermengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yangmeliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan,pengarahan, dan pengendalian.”
Berdasarkan pemaparan pengertian manajemen diatas, maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemampuan manusia itu sangat
terbatas, sedangkan berbanding terbalik dengan kebutuhannya yang
22
tidak terbatas. Untuk menyeimbangkan kemampuan yang terbatas
dengan kebutuhan yang terbatas mendorong manusia untuk membagi
pekerjaan, tugas dan tanggung jawab. Dengan adanya pembagian
pekerjaan, tugas dan tanggung jawab ini maka terbentuklah kerja sama
dan manusia saling terikat dalam satu organisasi. Dalam organisasi
maka pekerjaan yang sulit akan dapat diselesaikna dengan baik serta
tujuan yang diinginkan tercapai.
Adapun menurut George R. Terry (1972) dikutip dalam Rusadi
(1998:1) menyatakan bahwa manajemen merupakan:
“sebuah proses yang khas dan terdiri dari tindakan-tindakanseperti perencanaan, pengorganisasian, pengaktifan, danpengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapaisasaran-sasaran yang telah di tetapkan melalui pemanfaatansumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya”
Secara sederhana pengertian manajemen menurut George R.
Terry (1972) meliputi:
a. Perencanaan (Planning);
b. Pengorganisasian (Organizing);
c. Penggerakan (Actualing);
d. Pengawasan (Controlling);
Lain halnya dengan definisi manajemen menurut Gibson,
Donelly & Ivancevich (1996) dikutip dalam (Ratminto & Atik, 2005: 2)
yaitu suatu proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk
mengkordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil
yang tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri.
23
Definisi lainnya yaitu dikemukakan oleh Makharita, expert PBB
yang diperbantukan pada kantor Pusat Lembaga Administrasi Negara
dari tahun 1977-1980 (Handayaningrat, 1990:19) memberikan definisi
yang sudah diterjemahkan yaitu bahwa manajemen adalah pemanfaatan
sumber-sumber yang tersedia atau yang berpotensial di dalam
pencapaian tujuan.
Dalam definisi ini manajemen dititikberatkan pada usaha
menggunakan atau memanfaatkan sumber yang tersedia atau yang
berpotensi dalam pencapaian tujuan.
Istilah manajemen (management) telah diartikan oleh berbagai
pihak dengan perspektif yang berbeda, misalnya pengelolaan,
pembinaan, pengurusan, ketatalaksanaan, kepemimpinan, pemimpin,
ketatapengurusan, administrasi dan sebagainya.
Menurut Millet dalam Siswanto (2009:1) membatasi manajemen
yang di terjemahkan sebagai berikut, bahwa adalah suatu proses
pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang yang
diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan.
Sedangkan menurut Stoner dan Wankel dalam Siswanto
(2009:2) memberikan batasan manajemen yang diterjemahkan sebagai
berikut, bahwa manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian danpenggunaan seluruh sumber daya organisasi
lainnya demi tercapainya tujuan organisasi
24
Selanjutnya menurut Hersey dan Kenneth dalam Siswanto
(2009:2) memberikan batasan manajemen yaitu bahwa sebagai suatu
usaha yang dilakukan dengan dan bersama individu atau kelompok
untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen merupakan suatu ilmu dan seni untuk melakukan
tindakan guna mencapai suatu tujuan, manajemen sebagai suatu ilmu
adalah pengetahuan yang disitematiskan atau kesatuan pengetahuan
yang terorganisasi (Siswanto, 2009:7). Menurut Handoko (2003:11)
manajemen merupakan ilmu pengetahuan juga dalam artian bahwa
manajemen memerlukan disiplin ilmu-ilmu pengetahuan lain dalam
penerapannya, misal: ilmu ekonomi, statistic, akuntansi dan sebagainya.
Bidang-bidang ilmu ini dapat kita pelajari secara universal.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya manajemen dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang dilakukan oleh individu satu sama lian untuk
mencapai suatu tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi
seperti perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
penyusunan pekerja atau karyawan (Staffing), dan pengawasan
(Controlling).
2.1.2. Asas-Asas Manajemen
Asas (prinsip) merupakan suatu pernyataan fundamental atau
kebenaran umum yang dapat dijadikan pedoman pemikiran dan
tindakan. Asas-asas muncul dari hasil penelitian dan pengalaman. Asas
25
ini sifatnya permanen, umum dan setiap ilmu pengetahuan memiliki
asas yang mencerminkan intisari kebenaran-kebenaran dasar dalam
bidang ilmu tersebut. Asas adalah dasar tetapi tidak mutlak. Artinya
penerapan asas baru harus mempertimbangkan keadaan-keadaan khusus
dan keadaan yang berubah-ubah.
Asas bukanlah hukum atau dogma, tetapi hanya sebagai
hipotesis yang harus diterapkan secara fleksibel, praktis relevan dan
konsisten. Dengan menggunakan asas-asas manajemen, seorang
manajer dapat mengurangi atau menghindari kesalahan-kesalahan dasar
dalam menjalankan pekerjaannya dan kepercayaan pada diri sendiri pun
akan semakin besar. Menurut Fayol dalam Hasibuan (2011:10) asas-
asas umum manajemen adalah:
1. Division of work (asas pembagian kerja)2. Authority and responsibility (asas wewenang dan tanggung
jawab)3. Disciple (asas disiplin)4. Unity of command (asas kesatuan perintah)5. Unity of direction (asas kesatuan jurusan atau arah)6. Subordination of individual interest into general interest
(asas kepentingan umum di atas kepentingan pribadi)7. Renumeration of personnel (asas pembagian lagi yang
wajar)8. Centralization (asas pemusatan wewenang)9. Scharal of chain (asas hierarki atau asas rantai berkala)10. Order (asas keteraturan)11. Equaty (asas keadilan)12. Initiative (asas inisiatif)13. Esprit de corps (asas kesatuan)14. Stability of turn-over personnel (asas keadilan masa
jabatan)Dalam bukunya Taylor The Principle Of Scientific Management
(Hasibuan, 2011:7) menunjukan bahwa asas-asas dasar ilmu
26
manajemen dapat dipakai untuk segala macam kegiatan manusia.
Taylor Mengemukakan asas-asas manajemen sebagai berikut:
1. Pembangunan metode-metode kerja yang baik.2. Pemilihan serta pengembangan para pekerja.3. Usaha untuk menghubungkan serta mempersatukan metode
kerja yang terbaik serta para pekerja yang terpilih danterlatih.
4. Kerja sama yang harmonis antar manajer dan nonmanajer,meliputi pembagian kerja dan tanggung jawab manajeruntuk merencakan pekerjaan.
2.1.3. Fungsi Manajemen
Hasibuan (2001:37) manajemen oleh para penulis dibagi atas
beberapa fungsi. Pembagian fungsi-fungsi manajemen ini, tujuannya
adalah:
a. Supaya sistematika urutan pembahasannya legih teratur;
b. Agar analisis pembahasannya lebih mudah dan lebih
mendalam;
c. Untuk menjadi pedoman pelaksanaan proses manajemen
bagi manajer.
Fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh para penulis
tidak sama. Hal ini disebabkan latar belakang penulis, pendekatan yang
dilakukan tidak sama. Untuk bahan perbandingan fungsi-fungsi
manajemen yang dikemukakan para ahli, penulis mengutip fungsi
manajemen menurut para ahli, berikut fungsi-fungsi manajemen peneliti
sajikan pada tabel 2.3
27
Tabel 2.3
Fungsi-fungsi manajemen menurut para ahli
G.R. Terry1. Planning2. Organizing3. Coordinating4. Controlling
John F. Mee1. Planning2. Organizing3. Motivating4. Controlling
Louis A. Allen1. Leading2. Planning3. Organizing4. Controlling
MC Namara1. Planning2. Programming3. Budgeting4. System
Henry Fayol1. Planning2. Organizing3. Commanding4. Coordinating5. Controlling
Harold Koontz& CyrilO’donnel
1. Planning2. Organizing3. Staffing4. Directing5. Controlling
Dr.S.P. Siagian1. Planning2. Organizing3. Motivating4. Controlling5. Evaluating
Prof . Drs. OeyLiang Lee
1. Perencanaan2. Pengorganisasian3. Pengarahan4. Pengkordinasian5. pengontrolan
W.H. Newman1. Planning2. Organizing3. Assembling
Resources4. Directing5. Controlling
Luther Gullick1. Planning2. Organizing3. Staffing4. Directing5. Coordinating6. Reporting7. Budgeting
Lyndall F.Urwick
1. Forecasting2. Planning3. Organizing4. Commanding5. Coordinating6. Controlling
John D. Millet1. Directing2. Facilitating
Sumber: (hasibuan, 2001:38)
Manajemen dapat berarti pencapaian tujuan melalui pelaksanaan
fungsi-fungsi tertentu, tetapi dalam hal ini belum ada persamaan
pendapat dari para ahli manajemen tentang apa fungsi-fungsi itu. Salah
satu klarifikasi paling awal dari fungsi-fungsi manajerial dibuat oleh
Fayol, yang menyatakan bahwa perencanaan, pengorganisasian,
pemberian perintah dan pengawasan adalah fungsi-fungsi utama
(Handoko, 2003:21).
Fungsi manajemen menurut Terry dalam Handayaningrat
(1990:25) yang dikenal dengan POAC yaitu:
28
1. Perencanaan (Planning), adalah suatu pemilihan yangberhubungan dengan kenyataan-kenyataan, membuat danmenggunakan asumsi-asumsi yang berhubungan denganwaktu yang akan datang (future) dalam menggambarkandan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkandengan penuh keyakinan untuk tercapainya hasil yangdikehendaki.
2. Pengorganisasian (organizing), adalah menentukan,mengelompokkan dan pengatur berbagai kegiatan yangdianggap perlu untuk pencapaian tujuan, penugasan orang-orang dalam kegiatan ini, dengan menetapkan faktor-faktor lingkungan fisik yang sesuai dan menunjukanhubungan kewenangan yang dilimpahkan untukmelaksanakan kegiatan tersebut.
3. Penggerakan Pelaksanaan (Actuating), merupkan usahaagar semua anggota kelompok suka melaksanakantercapainya tujuan dengan kesadaranmya dan berpedomanpada perencanaan (Planing) dan usaha pengorganisasian.
4. Pengawasan (Controlling), merupakan proses penentuanapa yang harus diselesaikan yaitu, pelaksanaan, penilaianpelaksanaan, bila perlu melakukan tindakan korektif agarsupaya pelaksanaannya tetap sesuai dengan rencana yaitusesuai dengan standar.
Koontz dan O’Donnell dalam Handayaningrat (1990:22)
fungsi-fungsi manajemen yang disingkat POSDICO yaitu:
1. Perencanaan (Planning), berhubungan dengan pemilihansasaran/tujuan (objective), strategi, kebijaksanaan,program dan prosedur pencapaiannya. Perencanaan adalahsuatu pengambilan keputusan, manakala perencanaan inimenyangkut pemilihan diantara beberapa alternative.
2. Pengorganisasian (Organizing), berhubungan denganpengaturan struktur melalui penentuan kegiatan untukmencapai tujuan dari pada suatu badan usaha secarakeseluruhan atau setiap bagiannya. Pengelompokkankegiatan-kegiatannya, penugasan, pelimpahan wewenanguntuk melaksanakan pekerjaan, menentukan koordinasi,kewenangan dan hubungan informal baik horizontalmaupun vertical dalam struktur organisasi itu.
3. Penyusunan pegawai (Staffing), berhubungan denganpenempatan orang-orang, yaitu menempatkan orang-orangsesuai dengan jabatan yang telah ditetapkan dalam strukturorganisasi.
4. Pembinaan dan kepemimpinan (Directing and Leading),merupakan pekerjaan yang sangat kompleks. Pimpinan
29
atas harus memperhitungkan bawahannya terhadap nilai-nilai kebiasaan, sasaran/tujuan dan kebijaksanaanorganisasi/badan usaha. Pihak bawahan diusahakan agarbanyak mengetahui terhadap struktur organisasi, hubunganyang saling ketergantungan dari pada kegiatan dankedudukan pribadinya, tugas-tugasnya dan wewenangnya.
5. Pengawasan (Controlling), merupakan tindakanpenilaian/perbaikan terhadap bawahan untuk menjaminagar pelaksanaannya sesuai dengan rencana. Jadipenilaiannya apakah hasil pelaksanaannya tidakbertentangan dengan sasaran (goals) dan rencananya(plans).
Newman dalam handayaningrat (1990:20), menyebutkan fungsi
manajemen dengan akronim POASCO, yaitu:
1. Perencanaan (Planning), perencanaan ini meliputiserangkaian keputusan-keputusan termasuk penentuan-penentuan tujuan, kebijaksanaan, membuat program-program, menentukan metode & prosedur sertamenetapkan jadwal waktu pelaksanaan.
2. Pengorganisasian (organizing), pengelompokkan kegiatan-kegiatan yang diwadahkan dalam unit-unit untukmelaksanakan rencana dan menetapkan hubungan antarapimpinan dan bawahannya (atasan dan bawahan) di dalamsetiap unit.
3. Pengumpulam Sumber (Assembling Resources),pengumpulan sumber-sumber yang dipergunakan untukmengatur penggunaan dari pada usaha-usaha tersebut yangmeliputi personal, uang/capital, alat-alat/fasilitas dan hal-hal lain yang diperlukan untuk melaksanakan rencana.
4. Pengendalian kerja (Supervising), bimbingan dari padapelaksanaan pekerjaan setiap hari termasuk memberikaninstruksi, motivasi agar mereka secara sadar menurutisegala instruksinya, mengadakan koordinasi dari padaberbagai kegiatan pekerjaan dan memelihara hubungankerja baik antara atasan dan bawahan
5. Pengawasan (Controlling), pengawasan dimaksudkanuntuk mengetahui bahwa hasil pelaksanaan pekerjaansedapat mungkin sesuai dengan rencana. Hal inimenyangkut penentuan standar. Artinyamemperbandingkan antar kenyataan dengan standard danbila perlu mengadakan koreksi/pembetulan apabilapelaksanaannya menyimpang dari pada rencana.
30
Sedangkan fungsi manajemen menurut Mee dalam
Handayaningrat (1990:26) biasa di kenal dengan akronim POMCO,
yaitu:
1. Perencanaan (Planning), adalah proses pemikiran yangmatang untuk dilakukan dimasa yang akan datang denganmenentukan kegiatan-kegiatannya.
2. Pengorganisasian (Organizing), seluruh prosespengelompokkan orang-orang, peralatan, kegiatan, tugas,wewenang dan tanggung jawab, sehingga merupkanorganisasi yang dapat digerakkan secara keseluruhandalam rangka tercapainya tujuan yang telah ditentukan.
3. Pemberian Motivasi (Motivating), seluruh prosespemberian motif (dorongan) kepada karyawan untukbekerja lebih bergairah, sehingga mereka dengan sadarmau bekerja demi tercapainya tujuan organisasi secaraberhasil guna dan berdaya guna.
4. Pengawasan (Controlling), proses pengamatan terhadappelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjaminagar semua pekerjaan dapat berjalan dengan rencana yangtelah di tentukan sebelumnya.
Menurut Luther Gulick dalam Handoko (2003:11)
mendefinisikan bahwa manajemen sebagai berikut:
“suatu bidang ilmu pengetahuan (Science) yang berusahasecara sistematis untuk mencapai tujuan dan membuat sistemkerjasama ini lebih bermanfaat bagi manusia”
Secara sederhana fungsi-fungsi manajemen menurut Luther
Gulick yang terkenal dengan akronim POSDCORB, adalah:
1. Pererncanaan (Planning), adalah perincian dalam garisbesar untuk memudahkan pelaksanaannya dan metodeyang digunakan dalam menyelesaikan maksud/tujuanbadan usaha itu.
2. Pengorganisasian (Organizing), menetapkan strukturformal dari pada kewenangan dimana pekerjaan dibagi-bagi sedemikian rupa, ditentukan dan dikoordinasikanuntuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Penyusunan Pegawai (Staffing), keseluruhan fungsi daripada kepegawaian sebagai usaha pelaksanaannya, melatih
31
para staf dan memelihara situasi pekerjaan yangmenyenangkan.
4. Pembinaan Kerja (Directing), tugas yang terus menerus didalam pengambilan keputusan, yang berwujud suatuperintah khusus/umum dan instruksi-instruksi danbertindak sebagai pemimpin dalam suatu badanusaha/organisasi.
5. Pengkoordinasian (Coordinating), kewajiban yang pentinguntuk menghubungkan berbagai kegiatan dari padapekerjaan.
6. Pelaporan (reporting), pimpinan yang bertanggung jawabharus selalu mengetahui apa yang sedang dilakukan, baikbagi keperluan pimpinan maupun bawahannya melaluicatatan, penelitian maupun inspeksi.
7. Penganggaran (Budgeting), semua kegiatan akan berjalandengan baik bila disertai dengan usaha dalam bentukrencana anggaran, perhitungan anggaran dan pengawasananggaran.
Berdasarkan hasil pemaparan mengenai fungsi manajemen dari
beberapa para ahli yaitu dapat ditarik kesimpulan yaitu bahwa fungsi
manajemen itu diantaranya terdapat perencanaan (Planning),
pengorganisasian (Organizing), pengarahan (directing),
pengkoordinasian (coordinating), serta pengawasan (controlling). Jika
fungsi-fungsi manajemen tersebut bisa berjalan dengan maksimal, maka
sebuah instansi baik itu instansi negara ataupun swasta akan mencapai
kepada tujuan yang di inginkan.
Untuk dapat memaparkan secara jelas mengenai sub dari fungsi
manajemen tersebut, maka akan dijelaskan sebagai berikut:
A. Perencanaan
Perencanaan (Planning) adalah fungsi dasar manajemen, karena
organizing, staffing, directing dan controlling pun harus terlebih dahulu
32
direncanakan. Perencanaan ini ditujukan pada masa depan yang tidak
pasti, karena adanya perubahan kondisi dan situasi.
Hasil perencanaan baru akan diketahui pada masa depan,
dimana dilihat dari resiko semua kegiatan yang di tanggung apakah
relatif kecil atau besar. Tindakan dan kebijakan suatu instansi
direncanakan diawal, dimana hasil apa yang di rencanakan dilihat di
akhir apakah perencanaan yang dibuat efektif atau tidak. Perencanaan
ini adalah masalah, artinya memilih tujuan dan cara terbaik untuk
mencapai tujuan tersebut dari beberapa alternatif yang ada. Tanpa
alternatif, perencanaan pun tidak ada. Perencanaan merupakan
kumpulan dari beberapa keputusan.
Perencanaan menurut Terry (2007:92) yaitu “perencanaan
adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta
menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa mendatang dengan jalan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan
untuk mencapai hasil yang diinginkan.”
Sedangkan menurut Hasibuan “rencana adalah sejumlah
keputusan mengenai keinginan dan berisi pedoman pelaksanaan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan itu.” Jadi, setiap rencana mengandung
dua unsur, yaitu tujuan dan pedoman.
Janis-jenis rencana menurut Hasibuan (2011:95) adalah sebagai
berikut:
33
1. Tujuan
Tujuan yang diinginkan harus dirumuskan sejelas-jelasnya agar
dapat dipahami dan ditafsirkan dengan mudah oleh orang lain. Tujuan
yang diinginkan harus wajar, rasional, ideal dan cukup menantang
untuk diperjuangkan dan dapat dicapai oleh orang banyak. Tegasnya
tujuan yang diinginkan itu harus ditetapkan supaya perencanaan itu
tidak mengambang.
Menurut Terry dalam Hasibuan (2011:96) tujuan adalah suatau
sasaran manajerial yaitu tujuan yang diinginkan melukiskan skop jelas,
serta memberikan arah pada usaha-usaha seorang manajer. Sasaran
(goal), skopnya lebih kecil dari pada tujuan, titik tertentu yang dicapai.
2. Kebijaksanaan
Menurut Koontz dalam Hasibuan (2011:96) kebijaksanaan
adalah peryataan-peryataan atau pengertian-pengertian umum yang
memberikan bimbingan berpikir dalam menentukan keputusan.
Fungsinya adalah menandai lingkungan di sekitar yang dibuat, sehingga
memberikan jaminan keputusan-keputusan itu akan sesuai dengan dan
menyokong tercapainya arah tujuan.
3. Prosedur
Prosedur-prosedur juga merupakan suatu jenis rencana, karena
prosedur menunjukan pemilihan cara bertindak dan berhubungan
dengan aktivitas-aktivitas masa depan. Prosedur benar-benar
merupakan petunjuk-petunjuk untuk tindakan dan bukan untuk cara
34
berpikir. Prosedur memberikan detail-detail tindakan, sehingga suatu
aktivitas tertentu harus dilaksanakan. Esensinya adalahn rentetan
tindakan yang diatur secara kronologis atau berurutan.
4. Rule
Rule adalah rencana tentang peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan dan harus ditaati. Rule kadang-kadang ditimbulkan oleh
prosedur, tetapi keadaannya tidak sama.
5. Program
Program adalah suatu rencana yang pada dasarnya telah
menggambarkan rencana yang konkret. Rencana ini konkret, karena
dalam program sudah tercantum, baik sasaran, kebijaksanaan, prosedur,
waktu maupun anggarannya. Jadi, program juga merupakan usaha-
usaha untuk mengefektifkan rangkaian tindakan yang harus
dilaksanakan menurut bidangnya masing-masing.
6. Budget
Budget adalah suatu rencana yang menggambarkan penerimaan
dan pengeluaran yang akan dilakukan pada setiap bidang. Dalam
anggaran ini hendaknya tercantum besarnya biaya dan hasil yang akan
diperoleh.
7. Metode
Metode merupakan hal yang fundamental bagi setiap tindakan
dan hubungan dengan prosedur. Suatu prosedur terdiri dari serangkaian
tindakan.
35
Menurut Terry dalam Hasibuan (2011:102) suatu metode dapat
didefinisikan sebagai hasil penentuan cara pelaksanaan suatu tugas
dengan suatu pertimbangan yang memadai menyangkut tujuan,
fasilitas-fasilitas yang tersedia dan jumlah penggunaan waktu, uang dan
usaha.
8. Strategi
Strategi juga termasuk jenis rencana, karena akan menentukan
tindakan-tindakan pada masa mendatang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Faktor-faktor penting yang menjadi perhatian dan perhitungan
dalam menentukan strategi adalah:
a. Memperhitungkan keunggulan dan kelemahan yangdimiliki dari pada pihak-pihak saingan.
b. Memanfaatkan keunggulan dan kelemahan-kelemahanpihak saingan
c. Memperhitungkan keadaan lingkungan intern maupunekstern yang dapat mempengaruhi perusahaan
d. Memperhitungkan faktor-faktor ekonomis, sosial danpsikologis
e. Memperhitungkan faktor-faktor sosio-kultural dan hukumf. Memperhitungkan faktor ekologis dan geografisg. Menganalisis dengan cermat rencana pihak-pihak
saingan
Pendekatan dalam fungsi perencanaan dalam buku Siagian
(2008:90) dapat ditinjau dari tiga segi atau cara yaitu pertama,
mengetahui sifat-sifat atau ciri-ciri suatu rencana yang baik. Kedua,
memandang proses perencanaan sebagai suatu masalah yang harus di
pecahkan dengan mempergunakan teknik-teknik ilmiah.
36
B. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah fungsi manajemen dan merupakan
proses yang dinamis, sedangkan organisasi merupakan alat atau wadah
yang statis. Pengorganisasian dapat diartikan penentuan pekerjaan-
pekerjaan yang harus dilakukan, pengelompokkan tugas-tugas dan
membagi-bagikan pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan
departemen-departemen serta penentuan hubungan-hubungan.
Organizing berasal dari kata organize yang berarti menciptakan
struktur dengan bagian-bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa,
sehingga hubungannya satu sama lain terikat oleh hubungan terhadap
keseluruhannya. Organisasi diartikan menggambarkan pola-pola,
skema, bagan yang menunjukkan garis-garis perintah, kedudukan
karyawan, hubungan-hubungan yang ada, dan lain sebagainya.
Hasil dari pengorganisasian adalah organisasi. Pengorganisasian
diproses oleh organisator (manajer), hasilnya organisasi yang sifatnya
statis. Jika pengorganisasian baik maka organisasian pun akan baik dan
tujuan pun relatif mudah dicapai.
Dalam buku Siagian (2008:95) “organisasi yaitu setiap bentuk
persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk
sesuatu tujuan bersama dan terikat secara formal dalam persekutuan,
yang mana selalu terdapat hubungan antara seorang/sekelompok orang
yang disebut pimpinan dan seorang/sekelompok orang lain yang disebut
bawahan.”
37
Pengorganisasian menurut Hasibuan yaitu “suatu proses
penentuan, pengelompokkan dan pengaturan bermacam-macam
aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-
orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan,
menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap
individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.”
Menurut Hasibuan (2011:122) unsur-unsur organisasi adalah
sebagai berikut:
1. Manusia, artinya organisasi baru ada unsur manusia yangbekerja sama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin.
2. Tempat kedudukan, artinya organisasi baru ada, jika ada tempatkedudukan.
3. Tujuan, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingindicapai.
4. Pekerjaan, artinya organisasi itu baru ada, jika ada pekerjaanyang akan dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan.
5. Struktur, artinya organisasi itu baru ada, jika ada hubungan dankerja sama antara manusia yang satu dengan yang lainnya.
6. Teknologi, artinya organisasi itu baru ada jika terdapat unsurteknis.
7. Lingkungan, artinya organisasi itu baru ada, jika ada lingkunganyang saling mempengaruhi misalnya ada sistem kerja samasosial.
Sedangkan pengorganisasian menurut Terry dalam Hasibuan
(2011 :119) yatiu tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan
yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama
secara efisisen dan dengan demikian memperoleh kepuasan pribadi
dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan
tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu.
38
C. Pengarahan
Fungsi pengarahan (directing=actuating=leading=penggerakan)
adalah fungsi manajemen yang paling penting dan dominan dalam proses
manajemen. Fungsi ini baru dapat diterapkan setelah rencana, organisasi
dan karyawan ada. Jika fungsi ini diterapkan maka proses manajemen
dapat merealisasi tujuan dimulai. Penerapan fungsi ini sangat sulit, rumit
dan kompleks, karena karyawan tidak dapat dikuasai sepenuhnya. Hal ini
disebabkan karyawan adalah makhluk hidup yang punya pikiran,
perasaan, harga diri, cita-cita dan lainnya.
Menurut Hasibuan (2011:183) pengarahan yaitu mengarahkan
semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif dalam
mencapai tujuan perusahaan.
Selanjutnya Terry (2007:183) pengarahan adalah membuat semua
anggota kelompok, agar mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta
bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-
usaha pengorganisasian.
Sedangkan menurut Koontz dan O’Donnel (2011:184)
“pengarahan adalah hubungan antara aspek-aspek individualyang ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat dipahami dan pembagian pekerjaan yangefektif untuk tujuan perusahaan yang nyata”
Jadi pengarahan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan
untuk membimbing, menggerakkan, mengatur segala kegiatan yang telah
diberi tugas dalam melaksanakan sesuatu kegiatan usaha.
39
D. Pengkoordinasian
Ada beberapa definisi koordinasi berdasarkan para ahli
diantaranya yaitu menurut Brech dalam Hasibuan (2011:85) koordinasi
adalah mengimbangi dan menggerakan tim dengan memberikan lokasi
kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga
agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di
antara para anggota itu sendiri.
Sedangkan menurut Djamin dalam Hasibuan (2011:86)
koordinasi adalah suatu usaha kerja antar badan, instansi, unit dalam
pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat
saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi.
Hasibuan (2011:86) menyebutkan bahwa ada beberapa tipe
koordinasi diantaranya:
Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan,
pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap unit-unit, kesatuan-
kesatuan Hasibuan (2011:86) menyebutkan bahwa ada beberapa tipe
koordinasi diantaranya:
1. Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan,
pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap unit-unit,
kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan
tanggung jawabnya.
2. Koordinasi horizontal adalah tindakan-tindakan atau
kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan
40
terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi yang
setingkat.
Koordinasi horizontal dibagi atas:
a) Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalamrangka mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan dan menciptakan disiplinantara unit yang satu dengan unit yang lain secaraekstern pada unit-unit yang sama tugasnya.
b) Interrelated adalah koordinasi antar badan, unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yangsatu dengan yang lainsaling bergantungan ataumempunyai kaitan baik, cara intern maupunekstern yang levelnya setaraf. Koordinasihorizontal ini relatif sulit dilakukan, karenacoordinator tidak dapat memberikan sanksi kepadapejabat yang sulit diatur sebab kedudukannyasetingkat.
Sifat-sifat koordinasi menurut Hasibuan (2011:87) adalah
sebagai berikut:
1. Koordinasi adalah dinamis bukan statis2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh
seorang dalam rangka mencapai sasaran3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara
keseluruhan
Tujuan koordinasi menurut Hasibuan (2011:87) adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakanserta pemikiran ke arah tercapainya sasaran perusahaan
2. Untuk menjuruskan keterampilan spesialis ke arahsasaran perusahaan
3. Untuk menghindari kekosongan dan tumpang tindihpekerjaan
4. Untuk menghindari kekacauan dan penyimpangantugas dari sasaran.
41
E. Pengendalian
Fungsi pengendalian (controlling) adalah fungsi terakhir dari
proses manajemen. Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan
pelaksanaan proses manajemen, karena itu harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya. Pengendalian ini berkaitan erat sekali dengan fungsi
perencanaan dan kedua fungsi ini merupakan hal yang saling mengisi,
karena:
1. Pengendalian harus terlebih dahulu direncabakan.2. Pengendalian baru dapat dilakukan jika ada rencana.3. Pelaksanaan rencana akan baik, jika pengendalian
dilakukan dengan baik.4. Tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau
tidak setelah pengendalian atau penilaian dilakukan.
Dengan demikian peranan pengendalian ini sangat menentukan
baik atau buruknya pelaksanaan suatu rencana.
Pengendalian menurut Terry dalam Hasibuan (2011:242) yaitu
dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai
yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai
pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan,
sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan
standar.
Sedangkan menurut Koontz dalam Hasibuan (2011:242)
pengendalian adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan
kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai
tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggara.
42
Selanjutnya menurut Hasibuan (2011:242) tujuan pengendalian
adalah sebagai berikut:
1. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai denganketentuanketentuan dari rencana
2. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapatpenyimpanganpenyimpangan
3. Supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencana
Pengendalian bukan hanya untuk mencari kesalahan-kesalahan,
tetapi berusaha untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan serta
memperbaikinya jika terdapat kesalahan-kesalahan. Jadi, pengendalian
dilakukan sebelum proses, saat proses dan setelah proses, yakni hingga
hasil akhir diketahui.
Proses pengendalian dilakukan secara bertahap melalui langkah-
langkah berikut:
1. Menentukan standar-standar yang akan digunakan dasarpengendalian
2. Mengukur pelaksanaan atau hasil yang telah dicapai3. Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar
dan menentukan penyimpangan jika ada4. Melakukan tindakan perbaikan, jika penyimpangan agar
pelaksanaan dan tujuan benar-benar sesuai denganrencana
Cara-cara pengendalian atau pengawasan ini dilakukan sebagai
berikut:
1. Pengawasan langsung adalah pengawasan yangdilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manajer.Manajer memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukanuntuk mengetahui apaka dikerjakan dengan benar danhasil-hasilnya sesuai dengan yang dikehendakinya.
2. Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan jarakjauh, artinya dengan melalui laporan yang diberikan olehbawahan. Laporan ini dapat berupa lisan atau tulisan
43
tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil-hasil yang telahdicapai.
3. Pengawasan berdasarkan kekecualian adalahpengendalian yang dikhususkan untuk kesalahan-kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar yangdiharapkan. Pengendalian semacam ini dilakukan dengancara kombinasi langsung dan tidak langsung olehmanajer.
2.1.4. Filsafat Manajemen
Filsafat manajeman adalah kerja sama saling menguntungkan,
bekerja efektif dan dengan metode kerja yang terbaik untuk mencapai
hasil yang terbaik (Hasibuan, 2011:5)
Selanjutnya Taylor (2011:6) mengemukakan bahwa dalam
filsafat manajemen, manajer akan lebih bertanggung jawab dalam
perencanaan dan pengedalian serta dalam menafsirkan kepandaian-
kepandaian para pekerja dan mesin-mesin menurut aturan-aturan,
hukum-hukum dan formula-formula, sehingga dengan jalan demikian
akan membantu pekerja-pekerja melakukan pekerjaannya dengan biaya
yang rendah namun memberikan penghasilan yang besar.
Pemimpin harus menjadi sumber kegiatan dan penanggung
jawab hasil yang dicapai dalam aktivitas proses manajemen itu. Dengan
pemimpin yang inovatif, kreatif, cakap dan berani mengambil
keputusan maka aktivitas-aktivitas organisasi yang dipimpinnya
semakin dinamis.
Sebaliknya pemimpin yang tidak kreatif, cakap dan tidak berani
mengambil keputusan maka aktivitas organisasinya statis. Jadi,
44
pemimpin dan wewenang kepemimpinannya merupakan intisari
manajemen.
Filsafat manajemen adalah kumpulan pengetahuan dan
kepercayaan yang memberikan dasar atau basis yang luas untuk
menentukan pemecahan terhadap masalah-masalah manajer.
Terdapat beberapa manfaat filsafat manajemen, yaitu:
1. Memberikan suatu dasar dan pedoman bagi pekerjaanmanajer.
2. Memberikan kepercayaan dan pegangan bagi manajerdalam proses manajemen untuk mencapai tujuan.
3. Memberikan dasar dan pedoman berpikir efektif bagimanajer.
4. Dapat dipergunakan untuk mendapatkan sokongan danpartisipasi para bawahan, jika mereka mengetahuimanajer dan mengerti tindakantindakannya, asalkanmereka telah menghayati filsafat manajemen.
5. Memberikan pedoman arah pemecahan yang terbaikterhadap masalahmasalah yang dihadapi manajer.
6. Menjadi pedoman dasar dan kepercayaan bagi manajerdalam melakukan wewenang kepemimpinan.
2.1.5. Tujuan Manajemen
Pada dasarnya setiap aktivitas atau kegiatan selalu mempunyai
tujuan yang ingin dicapai (Hasibuan, 2011: 17). Tujuan individu adalah
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya berupa materi dan non
materi dari hasil kerjanya. Tujuan organisasi adalah mendapatkan laba
(business organization) atau pelayanan/pengabdian (public
organization) melalui proses manajemen itu. Tujuan yang ingin dicapai
selalu ditetapkan dalam suatu rencana (plan), karena itu hendaknya
ditetapkan “jelas, realistis dan cukup menantang” untuk diperjuangkan
berdasarkan potensi yang dimiliki. Jika tujuannya jelas, relistis dan
45
cukup menantang maka usaha-usaha untuk mencapainya cukup besar.
Sebaliknya, jika tujuan ditetapkan terlalu mudah atau terlalu muluk
maka motivasi untuk mencapainya rendah. Jadi, semangat kerja
karyawan akan termotivasi, jika tujuan ditetapkan jelas, relistis dan
cukup menantang untuk dicapainya.
2.1.6. Definisi Rehabilitasi Sosial
Dalam perda Kota Serang nomor 2 tahun 2010 ayat 2 pada
bagian keempat mengenai pembinaan, pembinaan yang dimaksud
dalam Peerda Kota Serang nomor 2 tahun 2010 adalah kegiatan
rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial.
Adapun rehabilitasi sosial yang dimaksud pada ayat 2 tersebut
dilaksanakan melalui kegiatan:
a. Bimbingan, pendidikan, pelatihan dan keterampilan
teknis;
b. Bimbingan, penyuluhan rohaniah dan jasmaniah;
c. Penyediaan lapangan kerja atau penyaluran tenaga kerja.
Rehabilitasi mangandung makna pemulihan kepada kedudukan
(keadaan, nama baik) yg dahulu (semula) atau perbaikan anggota tubuh
yg cacat dan sebagainya atas individu supaya menjadi manusia yg
berguna dan memiliki tempat di masyarakat (KBBI, 1998:92).
Rehabilitasi sosial merupakan upaya yang ditujukan untuk
mengintegrasikan kembali seseorang ke dalam kehidupan masyarakat
dengan cara membantunya menyesuaikan diri dengan keluarga,
46
masyarakat, dan pekerjaan. Seseorang dapat berintegrasi dengan
masyarakat apabila memiliki kemampuan fisik, mental, dan sosial serta
diberikan kesempatan untuk berpartisipasi.
Jadi, rehabilitasi sosial merupakan upaya yang dilakukan untuk
merubah mindset seseorang agar berubah lebih baik lagi seperti
seharusnya, agar dapat di terima di kalangan masyarakat.
2.1.7. Definisi Pengemis
Menurut peraturan pemerintah nomor 31 tahun 1980 pasal 1
butir 2, yang dimaksud dengan pengemis adalah orang-orang yang
mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan
berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang
lain.
Secara umum, pengertian pengemis adalah orang yang suka
meminta-minta uang kepada orang lain. Kemudian menurut Sudarianto
(2005:14) Pengemis adalah orang-orang yang kerjanya suka meminta-
minta kepada orang lain guna memenuhi kebutuhannya. Adapun menurut
Sudarianto dalam Engkus Kuswarno, (2009:15) pengemis terbagi
menjadi 2 kelompok yaitu:
“1. Mengemis karena tak mampu bekerjaPada kategori ini dilakukan oleh orang-orang yangmempunyai kelainan fisik pada anggota tubuhnya. Misalnyatak mampu bekerja karena tidak memiliki tangan, kaki,lumpuh, buta. Jadi para dermawan memang harus terpanggiluntuk menyantuninya, sisihkanlah harta untuk mereka,karena menyantuni mereka insya Allah mendapat pahalayang besar.
47
2. Mengemis karena malas bekerjaPengemis karena malas bekerja inilah yang menyebabkanjumlah pengemis di Indonesia sangat banyak. Pengemis padakategori ini, orangnya mempunyai anggota tubuh yang sangatlengkap namun dihinggapi penyakit malas. Pengemissemacam inilah yang harus diberantas oleh pemerintah.”
Setelah mengetahui strategi pengemis, ada lima kategori
pengemis menurut Indra Pratama dalam Engkus Kuswarno (2009:26)
yaitu:
“1. Pengemis BerpengalamanLahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir karena tradisi,tindakan mengemis adalah tindakan kebiasaan. Mereka sulitmenghilangkan kebiasaan tersebut karena orientasinya lebihpada masa lalu (motif sebab).2. Pengemis kontemporer kontinu tertutupHidup tanpa alternatif. Bagi kelompok pengemis yang hiduptanpa alternatif pekerjaan lain, tindakan mengemis menjadisatu-satunya pilihan yang harus diambil. Mereka secarakontinu mengemis, tetapi mereka tidak mempunyaikemampuan untuk dapat hidup dengan bekerja yang akanmenjamin hidupnya dan mendapatkan uang.3. Pengemis kontemporer kontinu terbukaHidup dengan peluang. Mereka masih memiliki alternatifpilihan, karena memiliki keterampilan lain yang dapatmereka kembangkan untuk menjamin hidupnya. Hanya sajaketerampilan tersebut tidak dapat berkembang, karena tidakmenggunakan peluang tersebut dengan sebaik-baiknya ataukarena kekurangan potensi sumber daya untukmengembangkan peluang tersebut.4. Pengemis kontemporer temporerHidup musiman. Pengemis yang hanya sementara danbergantung pada kondisi musim tidak dapat diabaikankeberadaannya. Jumlah mereka biasanya meningkat jikamenjelang hari raya. Daya dorong daerah asalnya karenamusim kemarau atau gagal panen menjadi salah satu pemicuberkembangnya kelompok ini.5. Pengemis rencanaBerjuang dengan harapan. Pengemis yang hidup berjuangdengan harapan pada hakikatnya adalah pengemis yangsementara. Mereka mengemis sebagai sebuah batu loncatanuntuk mendapatkan pekerjaan lain setelah waktu dansituasinya dipandang cukup.”
48
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan di
tempat umum dengan berbagai cara dan alasan dengan meminta-minta
untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. Adapun kriteria
pengemis sebagai berikut:
a. Mata pencahariannya tergantung pada belas kasihan orang
lain;
b. Berpakaian kumuh dan compang-camping;
c. Berada ditempat ramai/strategis; dan
d. Memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang
lain.
2.2. Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian “Manajemen Rehabilitasi Sosial Pengemis Di
Kota Serang”. Peneliti melakukan Peninjauan terhadap penilitian terdahulu yang
telah dilakukan dalam penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Penelitian
tersebut baik berupa Skripsi, Tesis ataupun Disertasi. Dalam hal ini peneliti juga
melihat kesamaam dari Teori yang digunakan dan Metedologi apa yang
digunakan oleh peneliti sebelumnya. Dengan penelitian terdahulu peneliti
mempunyai pembanding akan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Penelitian terdahulu yang peneliti kutip merupakan Skripsi yang berjudul
sebagai berikut:
1. Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun
2010 Tentang Pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan
Penyakit Masyarakat (studi kasus pengemis di Kota Serang) merupakan
49
penelitian yang dilakukan oleh Hendra Ramadhan dari Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa, Serang 2012. Dalam Implementasi Peraturan
Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pencegahan,
Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat, terdapat
adanya kendala yang belum terselesaikan. Adapun kendala dalam
Implementasi Peraturan Daerah ini, karena belum ditegakkan Perda,
yang menyebabkan masyarakat Kota Serang masih memberikan uang
santunan di tempat umum, selanjutnya belum ada fasilitas yang
mendukung pelaksana kebijakan, seperti belum adanya karantina untuk
menampung serta memberikan penyuluhan kepada para Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial, kemudian sosialisasi tentang adanya
Perda Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 yang dilakukan oleh pelaksana
kebijakan belum naik. Sehingga, menyebabkan para Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial seperti pengemis semakin menjamur di
Lampu Merah Kota Serang. Penilitian ini merupakan penelitian
Analisis dengan metode penelitian kualitatif serta menggunakan teori
Merilee S. Grindle untuk mengetahui sejauhmana content of policy dan
context of policy ini dapat berjalan, sesuai apa yang diharapkan dengan
adanya Peraturan Daerah Kota Serang No 2 Tahun 2010.
2. Kinerja Dinas Sosial Kota Cilegon Dalam Penanganan Gelandangan
Dan Pengemis di Kota Cilegon. Merupakan penelitian yang dilakukan
oleh Nitha Chitrasari dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, fakultas
ilmu sosial dan ilmu politik tahun 2012. Gelandangan dan pengemis
50
merupakan salah satu fenomena sosial yang ada di Kota Cilegon,
karena mereka sering kita jumpai dalam keadaan yang tak lazim deperti
di depan mall, jembatan penyebrangan bahkan disetiap emperan toko.
Dinas Sosial sebagai instansipemerintah yang berkewajiban untuk
menangani permasalahan yang ada di Kota Cilegon seperti gelandangan
dan pengemis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang
kinerja Dinas Sosial Kota Cilegon dalam penanganan gelandangan dan
pengemis di Kota Cilegon, metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan data dengan cara
observasi, wawancara dan dokumentasi. Subyek dari penelitian adalah
pegawai Dinas Sosial Kota Cilegon, Satpol PP Kota Cilegon, LSM
LKBHFPP, tokoh masyarakat/masyarakat Kota Cilegon, serta
gelandangan dan pengemis. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja
Dinas Sosial dalam penanganan terhadap gelandangan dan pengemisdi
Kota Cilegon masih belum optimal. Hal tersebut dikarenakan
terkendala oleh belum tersedianya panti rehabilitasi serta sarana dan
prasarana untuk menangani mereka supaya jadi masyarakat yang
mandiri. Untuk meningkatkan kinerja, Dinas Sosial perlu membangun
panti rehabilitasi agar program-program yang dibuat bisa menjadi lebih
efektif sehingga dapat mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis
di Kota Cilegon
51
2.3. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakan alur berpikir dalam sebuah penelitian dalam
menjelaskan permasalahan penelitian, maka dibuatlah kerangka berpikir sebagai
berikut:
Dinas Sosial Kota Serang merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
berwenang membantu pemerintah daerah dalam hal masalah-masalah sosial di
Kota Serang. Salah satu masalah sosial yaitu penyakit masyarakat salah satunya
pengemis yang beredar di Kota Serang, melihat semakin maraknya penyakit sosial
yang ada di Kota Serang pemerintah Kota Serang mengeluarkan peraturan daerah
nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan
penyakit masyarakat. Dalam peraturan daerah tersebut Dinas Sosial selaku SKPD
Pembina sedangkan SATPOL PP selaku pengeksekutor atau perazia.
Pengemis merupakan salah satu penyakit masyarakat yang sering kita
temukan di tempat-tempat umum di Kota Serang, di lampu merah, pasar, terminal
bahkan kampus. Kehadiran pengemis sangat mengganggu dimana kebanyakan
pengemis di Kota Serang mereka memaksa untuk diberi. Dalam perda nomor 2
tersebut dituliskan bahwa untuk menanggulangi penyakit masayarakat seperti
pengemis perlu dilakukan pembinaan, pembinaan yang dimaksud adalah
rehabilitasi sosial.
Sejak awal di terbitkannya peraturan daerha tersebut sampai sekarang
masih saja di temukan masalah-masalah, pada kenyataannya di lapangan
pembinaan yang seharusnya berjalan dengan lancar demi dimana masih banyak
permasalahan-permasalahan yang terjadi sehingga membuat pembinaan tersebut
52
tidak efektif sehingga permasalahan penyakit masyarakat seperti pengemis masih
banyak berkeliaran di Kota Serang. adapun masalah-masalah tersebut seperti
kurangnya sarana dan prasaran pendukung rehabilitasi sosial pengemis, kurangnya
Sumber Daya Manusia membuat kinerja Dinas Sosial dinilai tidak baik dalam hal
rehabilitasi sosial pengemis, lemahnya kordinasi antara Dinas Sosial dengan
SATPOL PP yang seharusnya bisa mengurangi jumlah pengemis, dan kurangnya
anggaran yang membuat tidak adanya atau kurangnya alat-alat keahlian.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, mengenai manajemen rehabilitasi
sosial pengemis di Kota Serang, maka peneliti memilih fungsi manajemen
menurut Luther Gulick dalam Handoko (2003:11) yang didalamnya berisi
mengenai Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Staffing
(Penyusunan Pegawai), Directing (Pembinaan Kerja), Coordinating
(Pengkoordinasian), Reporting (Pelaporan), Budgeting (Penganggaran). Dari teori
ini maka akan diketahui bagaimana manajemen rehabilitasi sosial pengemis di
Kota Serang.
53
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
Input :
1. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahuiperda nomor 2 tahun 2010
2. Kurangnya sarana dan prasaran pendukungrehabilitasi sosial pengemis,
3. Kurangnya Sumber Daya Manusia4. Lemahnya kordinasi antara Dinas Sosial dengan
SATPOL PP,5. Kurangnya anggaran yang membuat tidak adanya
atau kurangnya alat-alat keahlian.(sumber: Peneliti,2016)
Proses :
Teori yang digunakan yaitu mengenaifungsi manajemen menurutLuther Gulick (Handoko, 2003:11):1 . Planning (Perencanaan)2. Organizing (Pengorganisasian)3. Staffing (Penyusunan Pegawai)4. Directing (Pembinaan Kerja)5. Coordinating (Pengkoordinasian)6. Reporting (Pelaporan)7. Budgeting (Penganggaran)
Program rehabilitasi sosial di Dinas Sosial Kota Serang lebihoptimal dan menekan jumlah pengemis di Kota Serang
Dinas Sosial
Kota Serang
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun2010 Tentang Pencegahan, Pemberantasan Dan
Penanggulangan Penyakit Masyarakat
54
2.4. Asumsi Dasar
Menurut Arikunto (2002:61) asumsi atau tanggapan dasar adalah suatu hal
yang diyakini kebenarannya oleh penulis yang dirumuskan secara jelas.
Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang peneliti paparkan diatas, peneliti telah
melakukan observasi awal terhadap objek penelitian. Maka peneliti berasumsi
bahwa manajemen rehabilitasi sosial pengemis di Kota Serang masih terdapat
masalah-masalah yang mendasar seperti belum adanya panti rehabilitasi sosial dan
kurang berhasilnya pembinaan yang dilakukan oleh dinas sosial. Sehingga masih
banyak pengemis yang sudah terjaring bahkan sampai ikut pembinaan memilih
untuk kembali mengemis.
55
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian yang baik harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, agar
apa yang menjadi hasilnya merupakan hasil yang maksimal. Tujuan penelitian ada
tiga macam yaitu bersifat penemuan, pembuktian dan pengembangan. Penemuan
berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul-betul baru
yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian berarti data yang diperoleh
itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau
pengetahuan tertentu dan pengembangan berarti memperdalam dan memperluas
pengetahuan yang telah ada.
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan penulis adalah melalui
pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, artinya data yang dikumpulkan
bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Sehingga yang menjadi tujuan
dari penelitianm kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik dibalik
fenomena secara mendalam, rinci, dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan
pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dengan mencocokkan antara realita
empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif.
Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat,
penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata
cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu termasuk
56
hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta
proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu
fenomena.
Moleong mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan penelitian terdapat
empat tahapan, yaitu :
1. Tahap Sebelum Kelapangan
Meliputi kegiatan penentuan fokus penelitian, penyesuaian
paradigma dengan teori, penjajakkan alat peneliti, mencakup observasi
lapangan, permohonan terhadap subjek yang diteliti, konsultasi fokus
penelitian, penyusunan usulan penelitian.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Meliputi mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan fokus
penelitian
3. Tahap Analisis Data
Meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui observasi,
dokumen, maupun wawancara mendalam dengan dilakukannya penafsiran
data sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti, selanjutnya
mengecek keabsahan data dengan cara mengecek sumber data yang
didapat dari metode perolehan data sehingga data benar-benar valid
sebagai dasar dan bahan untuk memberian makna data yang merupakan
proses penentuan dalam memahami konteks penelitian yang sedang
diteliti.
57
4. Tahap Penulisan Laporan
Meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua
rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data.
Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen
pembimbing untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi
kesempurnaan penelitian.
3.2. Fokus Penelitian
Berdasarkan masalah yang peneliti temukan selama di lapangan bahwa
yang menjadi fokus penelitian adalah pada manajemen rehabilitasi sosial
pengemis
3.3. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Dinas Sosial kota Serang,
dimana letak kantor Dinas Sosial kota Serang berada di sempu kecamatan
Cipocok Jaya kota Serang. Alasan mengapa peneliti mengambil lokus di kota
Serang dikarenakan semakin banyaknya pengemis di kota Serang seiring semakin
berkembangnya kota Serang.
3.4. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi instrument penelitian adalah peneliti
sendiri. Peneliti sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian,
memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai
kualitas data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2009:306)
58
Menurut Irawan, dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument terpenting
adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai instrument penelitian memiliki ciri
tersendiri, seperti yang disebutkan Nasution dalam Sugiyono (2005: 61-62), yaitu:
1. Peneltiti sebagai alat peka dan dapat beraksi terhadap segalastimulus dari lingkungan yang diperkirakannya bermakna atautidak bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspekkeadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu test/angketyang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapatdipahami dengan pengetahuan semata.
5. Peneliti sebagai instrument dapat segera menganalisis data yangdiperoleh dan dapat menafsirkannya.
6. Manusia sebagai instrument dapat mengambil kesimpulanberdasarkan data yang dikumpulkan dan digunakan dengan segerauntuk penelitian.
7. Manusia sebagai instrument, respon yang aneh dan menyimpangdapat diberi perhatian bahkan yang bertentangan digunakan untukmeningkatkan kepercayaan dengan tingkat pemahaman yangditeliti.
3.5. Informan penelitian
Pada penentuan informan dalam penelitian kualitatif adalah bagaimana
informan kunci (key informan) di dapat dalam situasi yang sesuai dengan fokus
penelitian. Sedangkan pemilihan informan kedua (secondary informan) berfungsi
sebagai cara alternatif bagi peneliti yang tidak dapat menentukan partisipasi
secara langsung.
Menurut Moleong (2013:132) informan adalah orang yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Orang
yang telah dipilih untuk menjadi informan penelitian harus mempunyai banyak
pengalaman atau informasi tentang latar penelitian. Pemilihan informan yang akan
diwawancarai sebagai sumber data dalam penelitian ini menggunakan teknik
59
purposive, yaitu teknik pengambilan informan atau sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau orang tersebut
dianggap layak dan mengetahui informasi yang berkaitan dengan fokus
permasalahan penelitian sehingga akan memudahkan peneliti memperoleh data
dan fakta yang dibutuhkan, serta membantu peneliti untuk lebih memahami situasi
sosial yang diamati. Menurut Bungin (2011:107), purposive adalah strategi
menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria
terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu.
Berikut informan yang menurut peneliti layak sesuai judul yang peneliti
ambil yaitu manajemen rehabilitasi sosial pengemis di Kota Serang, sebagai
berikut :
Tabel 3.1
Informan Penelitian
No Informan Kode Informan Keterangan
1. Dinas Sosial Kota Serang
a. Kepala Bidang
Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial,
Dinas Sosial Kota Serang
b. Kepala Seksie Program
Rehabilitasi Sosial,
Dinas Sosial Kota Serang
I1
I1.1
I1.2
Key
Informan
60
2. Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Serang
a. Kepala Seksi Penegakan
Produk Hukum Daerah,
Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Serang
I2
I2.1
Secondary
Informan
4. Pengemis
a. Pengemis 1
b. Pengemis 2
c. Pengemis 3
I4
I4.1
I4.2
I4.3
Secondary
Informan
5. Masyarakat
a. Masyarakat 1
b. Masyarakat 2
c. Masyarakat 3
I5
I5.1
I5.2
I5.3
Secondary
Informan
(Sumber: Peneliti, 2016)
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang
alamiah, sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada
observasi berperan serta dan wawancara mendalam. (Sugiono, 2008:319)
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber-
sumber pertama baik dari individu maupun dari kelompok, sedangkan data
sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau data primer yang
61
telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer
ataupun pihak lain.
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai setting,
berbagai sumber dan berbagai cara (Sugiyono, 2012: 224). Teknik pengumpulan
data kali ini yang digunakan adalah:
1. Wawancara
Menurut Moleong (2006:186) Wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu Wawancara dapat dilakukan melalui tahap tatap muka maupun
dengan telepon. Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat mendalam. Data
ini di dapat dengan cara melaksanakan wawancara secara mendalam serta terarah
mengenai fokus penelitian ini dari narasumber atau informan yang diakui
kevaliditasannya.
Pedoman wawancara yang dibuat oleh peneliti disusun berdasarkan teori
dari Luther Gulick dalam Handoko (2003:11) yaitu meliputi perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, pengkoordinasian,
pelaporan dan anggaran. Adapun indikator-indikator yang akan ditanyakan kepada
informan merupakan pengembangan dari teori tersebut, tujuannya tentu saja untuk
memperoleh data yang dibutuhkan di dalam penelitian. Hal ini bertujuan agar
proses wawancara dapat berjalan secara mendalam antar peneliti dengan informan
sehingga wawancara bisa bergulir dan data yang di dapat sesuai dengan yang
dibutuhkan. Berikut tabel pedoman wawancara dalam penelitian ini:
62
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
No Dimensi Subdimensi Kode
Informan
1 Planning (Perencanaan) a. Tujuan
b. Program
I1.1 dan I1.2
2 Organizing
(Pengorganisasian)
a. Pengelompokkan
tugas-tugas pegawai
I1.1 dan I1.2
3 Staffing (Penyusunan
Pegawai)
a. Penempatan pegawai
sesuai dengan ahlinya
I1.1, I1.2, dan
I2.2
4 Directing (Pembinaan
Kerja)
a. Pembinaan pegawai
b. Pelatihan pegawai
I1.1, I1.2, I2.1,
I2.2 dan I3.1
5 Coordinating
(Pengkoordinasian)
a. Koordinasi dengan
pihak ketiga
b. Koordinasi tiap bagian
I1.1, I1.2, dan
I2.1, I2.2
6 Reporting (Pelaporan) a. Pelaporan bulanan I1.1, I1.2, dan
I2.1, I2.2
7 Budgeting
(Penganggaran)
a. Rencana anggaran
b. Pengawasan anggaran
I1.1, I1.2, dan
I1.3
63
2. Observasi
Observasi atau yang lebih dikenal dengan pengamatan menurut Moleong
(2006:126) adalah kegiatan untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi
motif, kepercayaan, perilaku tidak sadar dan lain sebagainya. Tujuan observasi
untuk penelitian adalah untuk mengamati tingkah laku manusia sebagai peristiwa
aktual, yang memungkinkan kita memandang tingkah laku sebagai proses dan
untuk menyajikan kembali gambaran-gambaran kehidupan sosial, kemudian dapat
diperoleh cara-cara lain.
3. Studi Dokumentasi
Studi yang digunakan untuk mencari data memperoleh data sekunder
berupa peraturan perundang-undangan, laporan-laporan berupa foto ataupun
dokumen elektronik (rekaman) catatan serta dokumen dokumen yang relevan
dengan masalah yang diteliti.
4. Studi Kepustakaan
Teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh atau mengumpulkan
data dari berbagai referensi. Dalam penelitian ini kepustakaan meliputi studi
literatur dimana data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan membaca
buku, surat kabar, laporan serta situs internet yang berhubungan dengan penelitian
yang dilakukan.
3.7. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif kegiatan analisis data dimulai sejak peneliti
melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan penelitian selesai. Dalam
prosesnya, analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif yang
64
telah dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono
(2009:246), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction,
data display, dan conclusion drawing/verification. Berikut gambar teknik analisis
data menurut Miles dan Hiberman:
Gambar 3.1
Analisis Data
Sumber : (Miles dan Huberman, 1984)
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada prosesnya peneliti akan
melakukan kegiatan berulang secara terus menerus. Ketiga hal tersebut
merupakan sesuatu yang saling berkaitan dan mendukung pada saat sebelum,
selama, dan sesudah pengumpulan data. Ketiga hal itu dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Reduksi Data
Selama proses pengumpulan data dari berbagai sumber, tentunya
akan sangat banyak data yang didapatkan oleh peneliti. Semakin lama
Pengumpulan Data Penyajian Data
Verifikasi/penarikankesimpulan
Reduksi Data
65
peneliti berada di lapangan, maka data yang didapatkan akan semakin
kompleks dan rumit, sehingga apabila tidak segera diolah akan dapat
menyulitkan peneliti. Oleh karena itu, proses analisis data pada tahap
ini juga harus dilakukan untuk memperjelas data yang didapatkan dan
mempermudah peneliti dalam pengumpulan data selanjutnya, maka
dilakukan reduksi data. Reduksi data dapat diartikan sebagai proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pegabstrakan,
dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang ada
di lapangan. Reduksi data berlangsung selama proses pengumpulan
data masih berlangsung. Pada tahap ini juga akan berlangsung kegiatan
pengkodean, meringkas, dan membuat partisi. Proses informasi ini
berlanjut terus sampai laporan penelitian tersusun lengkap.
b. Penyajian Data
Langkah penting selanjutnya adalah penyajian data. Secara
sederhana penyajian data dapat diartikan sebagai sekumpulan
informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan.Dalam sebuah penelitian
kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian
singkat.Bagan, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data bertujuan agar
peneliti dapat memahami apa yang terjadi dan merencanakan tindakan
selanjutnya yang akan dilakukan.
66
c. Verifikasi / Penarikan Kesimpulan
Tahap akhir dalam analisis interaktif adalah verifikasi data.Dari
awal pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti hubungan-
hubungan, mencatat keteraturan, pola-pola, dan menarik kesimpulan.
Kesimpulan yang dikemukakan diawal masih bersifat sementara, dan
akan terus berubah selama proses pengumpulan data masih terus
berlangsung. Akan tetapi, apabila kesimpulan tersebut didukung oleh
data yang valid dan konsisten yang peneliti temukan di lapangan, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
3.8. Triangulasi
Moleong (2006:330) menjelaskan bahwa triangulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Adapun
pada penelitian ini menggunakan triangulasi data (sumber) dan triangulasi metode
(teknik) sebagai berikut:
1. Triangulasi data (sumber)
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi, atau juga dengan mewawancarai lebih
dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.
2. Triangulasi metode (teknik)
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode
wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti
67
melakukan wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada
saat wawancara dilakukan.
3.9. Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan pada bulan September 2016 sampai dengan bulan Juli
2016, sebagaimana digambarkan dalam tabel 3.3:
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
No Tahun
Nama
Kegiatan
Waktu Penelitian
2016 2017
Sept Okto Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
1 Pengajuan
Judul
2 Observasi
Awal
3 PenyusunanProposal
BAB I,II &
III
4 Bimbingan&
PerbaikanBAB I,II &
III
5 Penyerahan
Proposal
6 Seminar
Proposal
7 Revisi
Proposal
68
8 Wawancara
&
Observasi
Lapangan
9 Penyusunan
Hasil
Lapangan
BAB IV &
V
10 Sidang
Skripsi
11 Revisi
Skripsi
69
BAB IV
HASI PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang
meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum Kota
Serang, gambaran umum Dinas Sosial Kota Serang. Hal tersebut akan dijelaskan
di bawah ini:
4.1.1 Profil Kota Serang
Kota Serang merupakan pemekaran dari Kabupaten Serang yang terbentuk pada
tanggal 10 Agustus 2007 berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2007. Secara
administratif Kota Serang dibagi dalam 6 kecamatan dan 67 kelurahan.
Kecamatan Kasemen merupakan kecamatan dengan wilayah terluas yaitu sekitar
63,36 km2 atau sekitar 23,75% dari luas wilayah Kota Serang. Sementara
kecamatan dengan luas wilayah paling sempit adalah Kecamatan Serang yang
hanya sekitar 9,7% dari luas wilayah Kota Serang, atau sekitar 25,88 km2.
Berdasarkan penjelasan Undang-undang No. 32 Tahun 2007, disebutkan bahwa
Kota Serang memiliki luas wilayah keseluruhan ± 266,71 km2, sedangkan hasil
inventarisasi luas wilayah dari 6 (enam) kecamatan tersebut adalah 266,74km2
atau sekitar 3,08% dari luas wilayah Provinsi Banten. Tabel berikut ini
memberikan gambaran tentang rincian jumlah kelurahan dan luas wilayah serta
persentase luas wilayah masing-masing kecamatan dimaksud di atas.
70
Tabel 4.1
Luas Wilayah Kota Serang
Berdasarkan Kecamatan
No KecamatanJumlah
Kelurahan
Luas
(km2)%
1 Curug 10 49,6 18,59
2 Walantaka 14 48,48 18,18
3 Cipocok Jaya 8 31,54 11,82
4 Serang 12 25,88 9,70
5 Taktakan 13 47,88 17,95
6 Kasemen 10 63,36 23,75
Jumlah 67 266,74 100,00
Sumber: BPS Kota Serang
Sesuai pasal 5 Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2007 Kota Serang
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
(1) sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Banten;
(2) sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang, Kecamatan
Ciruas, Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang;
(3) sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cikeusal, Kecamatan
Petir, Kecamatan Baros Kabupaten Serang; dan
sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Waringin
Kurung, Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang.
71
4.1.1.1 Visi dan Misi Kota Serang
a. Visi Kota Serang
”Terwujudnya Kota Serang Madani sebagai Kota Pendidikan yang
Bertumpu pada Potensi Perdagangan, Jasa, Pertanian dan Budaya.”
b. Misi Kota Serang
1. Pembangunan dan Peningkatan Infrastruktur;
2. Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Pendidikan;
3. Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Kesehatan;
4. Peningkatan Ekonomi Kerakyatan serta Optimalisasi Potensi
Pertanian dan Kelautan;
Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan, Hukum, dan Peningkatan
Penghayatan terhadap Nilai Agama.
4.1.1.2 Keadaan Penduduk Kota SerangDalam konteks demografi, menurut data Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil tahun 2014 Kota Serang memiliki jumlah penduduk 589,581 jiwa
dengan kompoisi penduduk laki-laki berjumlah 305.119 jiwa dan penduduk
perempuan berjumlah 284.462 jiwa. Kepadatan penduduk di Kota Serang
terbilang cukup tinggi, yang rata-rata mencapai 2.210 jiwa per km2 pada tahun
2013.
Bila dilihat dari struktur usianya, penduduk Kota Serang didominasi oleh
penduduk usia produktif yakni usia 15 – 64 tahun sebanyak 450.609 jiwa atau
sekitar 76,43%, usia non produktif yakni usia 0 – 14 tahun dan usia diatas 65
tahun masing-masing sebesar 121.800 jiwa (20,66%) dan 17.172 (2,91%).
72
Gambaran tentang hal ini dapat dilihat dari tabel komposisi jumlah penduduk
berdasarkan kelompok umur sepanjang tahun 2013-2016 sebagai berikut:
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2013-2016
No Kelompok Umur Jumlah1 0 – 4 36,7032 5 – 9 41,3143 10 -14 43,7834 15 – 19 56,1355 20 – 24 63,3276 25 – 29 65,1647 30 – 34 63,4948 35 – 39 56,4489 40 – 44 48,49710 45 – 49 37,58311 50 – 54 28,10912 55 – 59 19,43213 60 – 64 12,42014 65 – 69 7,46015 70 – 74 5,24016 75 > 4,472
Jumlah 589,581Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2016
Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikannya, penduduk Kota Serang
sebagian besar tamat sekolah dasar (34,80%), diikuti penduduk yang belum/tidak
bersekolah sebanyak 22,57%, serta penduduk berpendidikan SMA/sederajat
sebanyak 21,81%, dan berpendidikan SMP/sederajat sebanyak 14,38%. Gambaran
tentang komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
73
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
Tahun 2016
No
PendidikanTertinggi yang
Ditamatkan
Jenis kelaminLaki-laki perempuan jumlah
1 Tdk/Blm Sekolah 0 0 02 Blm Tamat SD 7 5 123 Tamat SD 79 83 1624 SLTP 412 828 12405 SLTA 4251 3708 82296 D-I/II/III akademi 76 184 2608 Universitas 417 406 823
Total 5512 5214 10726Sumber: Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi, 2016
Jika dilihat dari keragaman agama yang dianut penduduknya, Kota Serang
telah mencerminkan sebagai kota yang tumbuh sebagai kota yang heterogen. Hal
ini tampak dari komposisi penduduk menurut agama dan kepercayaan
sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 4.4
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah %1 Islam 610.346 97,722 Kristen Protestan 6.768 1,153 Kristen Katholik 3.223 0,584 Hindu 280 0,055 Budha 2.806 0,506 Kepercayaan 6 0,0007
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2016
4.1.2 Profil Dinas Sosial Kota Serang
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Tentang Undang-Undang No 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah, setiap daerah harus
74
mampu merespon perangkat undang-undang dengan menempatkan aparatur di
dearah untuk lebih mampu menata pemerintahannya. Sebagai upaya melayani
dan memberikan pelayanan terhadap pembangunan bidang kesejahteraan sosial,
Pemerintah Kota Serang melalui Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 9 Tahun
2008, Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota Serang
dan Peraturan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 14 Tahun 2010 Perubahan
Atas Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008, Tentang Pembentukan Organisasi
Dinas Daerah Kota Serang. Dinas Sosial Kota Serang, mempunyai tugas
melaksanakan urusan Pemerintah Daerah berdasarkan azas ekonomi daerah dan
tugas pembantu di bidang sosial.
Dinas Sosial Kota Serang berdiri berdasarkan Peraturan Daerah Kota
serang Nomor 5 Tahun 2014 tentang perubahan Atas Perda Nomor 14 Tahun
2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 9 Tahun
2008, Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Daerah Dinas Daerah Kota
Serang. Dinas Sosial Kota Serang, mempunyai tugas melaksanakan urusan
pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan di
bidang sosial.
4.1.2.1 Kedudukan Dinas Sosial Kota Serang
Dinas Sosial merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, yang dipimpin
oleh Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada
Walikota melalui Sekretaris Daerah
75
4.1.2.2 Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Serang
a. Visi
“Terwujudnya Kemandirian Bagi Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial”
b. Misi
1. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur dan infrastruktur dalam
penataan kelembagaan
2. Meningkatkan akses pelayanan sosial dalam aspek: rehabilitasi
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial
bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
3. Memperkuat kelembagaan dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial
untuk mendorong inisiatif dan partisipasi aktif masyarakat,
organisasi sosial, karang taruna, TKSM dan lembaga sosial
keagamaan agar terjalin hubungan kemitraan yang baik dalam
pembangunan kesejahteraan sosial.
4. Meningkatkan sistem informasi pelaporan
4.1.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Serang
a. Tugas Pokok
Dinas Sosial mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintahan
Daerah berdasarkan azas otonomi daerah dan tugas pembantuan di
Bidang Sosial
76
b. Fungsi
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Dinas Sosial
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan perencanaan Bidang Sosial
2. Perumusan kebijakan teknis Bidang Sosial
3. Pelaksanaan urusan pemerintahan dan pelayanan Bidang Sosial
4. Pembinaan, Koordinasi, pengendalian dan fasilitasi pelaksanaan
kegiatan Bidang Sosial
5. Pelaksanaan kegiatan penatausahaan Dinas;
Pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya
4.1.2.4 Susunan Organisasi Dinas Sosial Kota Serang
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 14 Tahun 2010 Tentang
Pembentukan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota Serang.
Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Serang, terdiri dari:
1. Unsur Pimpinan Kepala Dinas.
2. Unsur pembantu pimpinan adalah Sekretariat, terdiri dari:
- Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
- Sub Bagian Keuangan;
- Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.
3. Unsur Pelaksana adalah Bidang, terdiri dari:
1) Bidang Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial
77
- Seksi Penyuluhan dan Kesejahteraan Sosial
- Seksi Pengambangan Nilai-nilai Kepahlawanan
- Seksi Pengembangan Kelembagaan
2) Bidang Pemberdayaan Sosial
- Seksi Pemberdayaan Fakir Miskin
- Seksi Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Sosial
- Seksi Pemberdayaan Keluarga
3) Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
- Seksi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan Lansia
- Seksi Pelayanan Rehabilitasi Sosial dan Penyandang Cacat
- Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial dan Eks Korban Penyalahgunaan
Napza
4) Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial
- Seksi Perlindungan Sosial Korban Bencana
- Seksi Perlindungan Sosial Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran
- Seksi Pengelolaan Sumber Dana Sosial
5) Unit Pelaksana Teknis
4.1.2.5 Program dan Kegiatan Dinas Sosial Kota Serang
1 Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial
- Pelayanan dan perlindungan sosial dan hukum bagi korban eksploitasi,
perdagangan perempuan dan anak.
- Pelaksanaan KIE Konseling dan kampanye sosial bagi PMKS
78
- Pelatihan keterampilan dan praktek belajar kerja bagi anak terlantar
termasuk anak jalanan, anak cacat dan anak nakal.
- Koordinasi perumusan kebijakan dan sinkronisasi pelaksanaan upaya-
upaya penanggulangan kemiskinan dan penurunan kesenjangan.
2 Program Pembinaan Anak Terlantar
- Pengembangan bakat dan keterampilan anak terlantar
3 Program Pembinaan Para Penyandang Cacat dan Trauma
- Pendidikan dan pelatihan bagi penyandang cacat dan eks trauma.
4 Program Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial
- Pendidikan dan pelatihan keterampilan berusaha bagi eks penyandang
penyakit sosial
5 Program Pembinaan Panti Asuhan/ Panti Jompo
- Peningkatan keterampilan tenaga pelatih dan pendidik.
6 Program Pemberdayaan Fakir Miskin
- Peningkatan kemampuan petugas dan pendamping sosial pemberdayaan
fakir miskin, KAT dan PMKS Lainnya.
- Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan masyarakat kurang
mampu
- Pelatihan keterampilan berusaha bagi keluarga miskin
- Fasilitasi manajemen usaha bagi keluarga miskin
- Pelatihan keterampilan bagi PMKS
79
7 Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesos
- Penanganan masalah-masalah strategis yang menyangkut tanggap cepat
darurat dan kejadian luar biasa.
8 Program Pemberdayaan Kelembagaan Sosial
- Peningkatan jenjang kerjasama pelaku-pelaku usaha kesejahteraan
sosial
- Peningkatan kualitas SDM Kesejahteraan sosial masyarakat
- Peningkatan sarana dan prasarana kepahlawanan dan keprintisan.
- Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang didapat dari
hasil penelitian. Data ini didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan teknik
analisa data kualitatif. Dalam penelitian ini, mengenai Manajemen Rehabilitasi
Sosial Pengemis di Kota Serang. Peneliti menggunakan teori fungsi-fungsi
manajemen menurut Luther Gullick dalam Handoko (2003:11 ) yaitu:
1. Planning (Perencanaan),
2. Organizing (Pengorganisasian),
3. Staffing (Penyususnan Pegawai),
4. Directing (Pembinaan Kerja),
5. Coordinating (Pengkoordinasian),
6. Reporting (Pelaporan) dan
7. Budgeting (Penganggaran)
80
Selanjutnya karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka
dalam proses menganalisis datanya pun peneliti melakukan analisa secara
bersamaan. Seperti yang telah dipaparkan dalam bab 3 sebelumnya, bahwa dalam
prosesnya analisa dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik analisis
data menurut Miles and Huberman (2009:16), yaitu selama penelitian dilakukan
dengan menggunakan 4 tahap penting, diantaranya : pengumpulan data (data
collection) yaitu proses memasuki lingkungan penelitian dan melakukan
pengumpulan data penelitian. Ini merupakan tahap awal yang harus dilakukan
oleh peneliti agar peneliti dapat memperoleh informasi mengenai masalah-
masalah yang terjadi di lapangan. Reduksi data merupakan suatu proses
pemilihan, merangkum, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan reduksi data, peneliti
memberikan kode pada aspek tertentu, yaitu :
1. Kode Q untuk menunjukan kode pertanyaan
2. Kode Q1, Q2, Q3 dan seterusnya untuk menunjukan urutan pertanyaan
3. Kode I untuk menunjukan informan
4. Kode I1, I2, I3 dan seterusnya untuk menunjukan urutan informan
5. Kode I1.1, I1.2, menunjukkan daftar informan dari kategori Pegawai Dinas
Sosial Kota Serang
6. Kode I2.1, I2.2, I2.3 menunjukkan daftar informan dari pengemis
7. Kode I3.1, I3.2, I3.3 menunjukkan daftar informan dari masyarakat Kota
Serang
81
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data,
penyajian data di sini merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Beberapa
jenis bentuk penyajian data adalah matriks, grafik, jaringan, bagan dan lain
sebagainya yang semuanya dirancang untuk menggabungkan informasi tersusun
dalam suatu bentuk yang padu (Prastowo (2011:244). Kemudian penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan
selanjutnya, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay
data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan
kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
Analisis data kualitatif yang terakhir menurut Miles dan Huberman (2009
:16) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Setelah data bersifat jenuh
artinya telah ada pengulangan informasi, maka kesimpulan tersebut dapat
dijadikan jawaban atas masalah penelitian.
4.2.2 Data Informan Peneliti
Dalam penelitian ini yang berjudul “Manajemen Strategi Dinas Sosial
Dalam Program Rehabilitasi Sosial Pengemis Di Kota Serang”, peneliti
melibatkan informan-informan yang dipilih terkait dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti. Peneliti mengklasifikasikan informan kedalam dua jenis
yaitu key informan dan secondary informan, dimana key informan atau informan
kunci peneliti pilih dari instansi terkait yaitu Dinas Sosial Kota Serang yang
terdiri dari (kepala bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial atau kabid yanrehsos
82
dan kepala seksie rehabilitasi sosial atau kasie rehsos) selain dari Dinas Sosial
Kota Serang peneliti mengambil key informan dari Petugas Satuan Polisi Pamong
Praja atau Satpol PP yaitu kepala seksie penegakan hukum produk hukum daerah.
Sedangkan secondary informan atau informan pembantu peneliti melibatkan
masyarakat dan pengemis Kota Serang.
Adapun informan-informan pada penelitian ini dapat dilihat dari table
berikut:
Tabel 4.5
Informan Penelitian
No Informan Kode
Informan
(I)
Status Informan
1 Hendri Sudiarni, S.Sos I1.1 Seksi Pelayanan
Perlindungan Sosial Anak
Dan Lansia
2 Heli Priyatna, A.Ma.Pd I1.2 Kepala seksie rehabilitasi
sosial
3 Raden Kuncahyo I2.1 Kepala seksie penegak
hukum produk hukum
daerah
4 Dwi I3.1 Pengemis lampu merah
ciceri
5 Suhiah I3.2 Pengemis
83
6 Asminah I3.3 Pengemis
7 Achmad Tarmidzi I4.1 Masyarakat
8 Aryati, S.Pd I4.2 Masyarakat sumur pecung
9 Nila Ariska I4.3 Mahasiswa
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan data dan fakta
yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang
peneliti gunakan yaitu menggunakan teori fungsi manajemen menurut Luther
Gullick dalam Handoko (2003:11). Dimana dalam teori ini memberikan tolak
ukur atas komponen-komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam
melakukan manajemen pengelolaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Kota Serang merupakan salah satu kota yang ada di Provinsi Banten,
dimana Kota Serang sendiri terletak di pusat pemerintahan Provinsi Banten dan
menjadi ibu kota Provinsi Banten. Sebagai ibu kota Provinsi Banten tentunya
Kota Serang harus terlihat indah tata kotanya, namun hal ini berbanding terbalik
karna masih banyak pengemis berkeliaran di Kota Serang khususnya di pusat
kota. Hal ini tentunya membuat citra Kota Serang buruk dimata publik,
sebenarnya bukan hanya Kota Serang saja yang masih banyak jumlah
pengemisnya di kabupaten/kota di Provinsi Banten pun masih banyak berkeliaran.
Berikut karateristik pengemis Kota Serang Berdasarkan hasil pengamatan
lapangan peneliti;
84
a. Karakteristik Pengemis Kota Serang
Pengemis merupakan salah satu golongan penyakit masyarakat, dimana
permasalahan sosial tersebut harus diatasi. Selain mengganggu keberadaan
pengemis menjadi salah satu cerminan bagi pemerintah daerah dan hal ini
memberikan kesan kumuh dan kesejahteraan masyarakatnya masih buruk.
Pengemis di Kota Serang terdiri dari berbagai usia mulai dari yang masih
anak-anak sampai yang sudah lanjut usia, sering kita temukan di tempat-tempat
umum banyak pengemis yang usianya masih dibawah 18 tahun baik itu bersama
dengan orang tuanya bahkan sampai mengemis sendiri di tengah jalan. Selain itu
sering ditemukan pengemis yang sudah renta yang seharusnya mereka hanya
berdiam di rumah untuk beristirahat. Kebanyakan pengemis Kota Serang berasal
dari salah satu kecamatan yang memang dari tahun ketahun jumlah pengemis di
kecamatan tersebut bertambah yaitu Kecamatan Kasemen dan berasal dari
kampung kebanyakan dan kampung kali salak kelurahan sukawana. Pengemis dari
kampung tersebut merupakan jumlah pengemis terbanyak di kecamatan kasemen,
berikut jumlah pengemis di kampung kalisalak dan kampung kebanyakan :
Tabel 4.6
Jumlah pengemis kampung kebanyakan dan kalisalak
Jumlah Pengemis Kampung
Laki-Laki Wanita Kalisalak Kebanyakan
3 68 23 48
(sumber : Dinas Sosial Kota Serang)
85
Selain itu, faktor ekonomi yang membuat mereka mengharuskan
mengemis. Keadaan keluarga yang serba kekurangan, hal tersebut juga diperburuk
dengan tidak adanya bantuan dari pihak pemerintah daerah sehingga mereka lebih
memilih mengemis dibanding harus menahan lapar.
Jumlah pengemis akan bertambah dua kali lipat pada hari-hari besar
seperti menjelang hari raya idul fitri, jumlah pengemis akan bertambah karna
mereka beranggapan bahwa dibulan tersebut orang lebih ringan tangan untuk
bersedekah sehingga orang yang tidak biasa mengemis akan ikut tertarik untuk
mengemis juga. Bagi sebagian pengemis Kota Serang mengemis merupakan
pekerjaan tetap untuk mereka, mereka hanya bergantung hidup dengan mengemis
meminta mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
b. Model Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial merupakan upaya yang ditujukan untuk
mengintegrasikan kembali seseorang ke dalam kehidupan masyarakat dengan cara
membantunya menyesuaikan diri dengan keluarga, masyarakat, dan pekerjaan.
Seseorang dapat berintegrasi dengan masyarakat apabila memiliki kemampuan
fisik, mental, dan sosial serta diberikan kesempatan untuk berpartisipasi.
Menurut Indra Pratama dalam Engkus Kuswarno (2009:26) ada lima
kategori pengemis yaitu :
1. Pengemis berpengalaman
Lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan
mengemis adalah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan
kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif sebab).
86
2. Pengemis kontemporer kontinu tertutup
Hidup tanpa alternatif. Bagi kelompok pengemis yang hidup tanpa
alternatif pekerjaan lain, tindakan mengemis menjadi satu-satunya pilihan
yang harus diambil. Mereka secara kontinu mengemis, tetapi mereka tidak
mempunyai kemampuan untuk dapat hidup dengan bekerja yang akan
menjamin hidupnya dan mendapatkan uang.
3. Pengemis kontemporer kontinu terbuka
Hidup dengan peluang. Mereka masih memiliki alternatif pilihan, karena
memiliki keterampilan lain yang dapat mereka kembangkan untuk
menjamin hidupnya. Hanya saja keterampilan tersebut tidak dapat
berkembang, karena tidak menggunakan peluang tersebut dengan sebaik-
baiknya atau karena kekurangan potensi sumber daya untuk
mengembangkan peluang tersebut.
4. Pengemis kontemporer temporer
Hidup musiman. Pengemis yang hanya sementara dan bergantung pada
kondisi musim tidak dapat diabaikan keberadaannya. Jumlah mereka
biasanya meningkat jika menjelang hari raya. Daya dorong daerah asalnya
karena musim kemarau atau gagal panen menjadi salah satu pemicu
berkembangnya kelompok ini.
5. Pengemis rencana
Berjuang dengan harapan. Pengemis yang hidup berjuang dengan harapan
pada hakikatnya adalah pengemis yang sementara. Mereka mengemis
87
sebagai sebuah batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan lain setelah
waktu dan situasinya dipandang cukup.
Berdasarkan hasil wawancara lapangan, pengemis di kota serang termasuk
kedalam 3 dari 5 kategori yaitu pengemis berpengalaman, pengemis kontemporer
kontinu tertutup, dan pengemis kontemporer temporer. hal ini berdasarkan
wawancara dengan beberapa pengemis di Kota Serang. berikut hasil wawancara
peneliti dengan pengemis terminal pakupatan :
“Saya mengemis sudah dari kecil dan dulunya ibu saya juga mengemisseperti saya, saya sudah terbiasa mengemis sampe sekarang saya jugamengemis dengan 2 anak saya.” (wawancara dengan pengemis KotaSerang yang beroperasi di sekitar terminal pakupatan, jumat pukul 09:57depan warung kopi sekitar terminal pakupatan)
Hal serupa diungkapkan oleh salah satu masyarakat Kota Serang I4.1
sebagai berikut :
“pengemis di Kota Serang dari tahun ketahun makin banyak saja, bahkansampai ada yang sekeluarga sudah mengemis sampai turun temurun.Seharusnya kan hal seperti itu tidak boleh dibiasakan dari kecil.”(wawancara dengan ibu aryati warga sumur pecung, senin, pukul 15:16WIB di kios pinggir jalan)
Berdasasarkan hasil wawancara diatas kebanyakan pengemis Kota Serang
turun temurun dalam hal mengemis sehingga mindset mereka sudah tertanam
sejak kecil bahwa mengemis merupakan pekerjaan bagi mereka. Pengemis seperti
diatas masuk kedalam kategori pengemis berpengalaman dimana mereka turun
temurun menjadi pengemis.
Selain termasuk ke kategori pengemis berpengalaman, pengemis Kota
Serang juga termasuk kedalam kategori pengemis kontemporer kontinu tertutup,
yang artinya mengemis karena sudah tidak adalagi alternatif pekerjaan dan
88
mereka tidak mempunyai keahlian sehingga tidak bisa bekerja untuk memenuhi
kebutuhan mereka. hal ini seperti yang dikatakan oleh salah satu pengemis I3.2
sebagai berikut :
“mau gimana lagi pak saya ga bisa apa-apa mau kerja, kerja apa.Pendidikan saya juga ga sampe SMP cuma sampe SD aja, apalagikeahlian saya mah ga bisa apa-apa cuma bisa ngemis aja.” (wawancaradengan seorang pengemis Kota Serang, sabtu,4 februari 2017 di pinggirjalan, pukul 09:46)
Kategori pengemis Kota Serang yang terakhir adalah termasuk ke kategori
pengemis kontemporer temporer dimana kategori ini berarti pengemis musiman
bisa dikarenakan daerah tempat tinggalnya yang gagal panen atau paceklik bisa
juga karena hari-hari atau bulan-bulan besar seperti bulan ramadhan. Pada saat
bulan Ramadhan jumlah pengemis meningkat seperti yang disampaikan oleh I1.1
sebagai berikut :
“jumlah pengemis di Kota Serang meningkat hampir dua kali lipat dibulan Ramadhan. Yang tadinya tidak mengemis malah jadi ikut mengemis,mereka menganggap bulan Ramadhan bulannya rezeki buat merekakarena dibulan itu orang lagi berbondong-bondong untuk sedekah.”(wawancara dengan ibu Hendri kepala seksi perlindungan sosial anak danlansia. Rabu, 25 januari 2017 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Senada dengan apa yang diungkapkan oleh I1.1 , hal serupa di ungkapkan
oleh I4.3 yang menyatakan meningkatnya jumlah pengemis di bulan Ramadhan
sebagai berikut :
“jumlah pengemis di Kota Serang banyak sekali sekarang dimana-manapasti ada pengemis entah itu di tempat-tempat umum bahkan ke kampus.Apalagi pas bulan puasa mungkin meningkatnya dua kali lipat”(wawancara dengan mahasiswa universitas sultan ageng tirtayasa, 1februari 2017 pukul 10:00 WIB di sekretariat BEM FISIP)
89
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1.1 dan I4.3 bahwa dibulan suci
Ramadhan jumlah pengemis meningkat hal terseubut dimanfaatkan pengemis
karna banyak masyarakat yang lebih banyak memberi santunan dibulan tersebut
disbanding bulan-bulan lainnya.
Jadi berdasarkan hasil wawancara dengan I1, I3, dan I4 bahwa pengemis di
kota Serang termasuk 3 kategori dari 5 kategori, yaitu kategori pengemis
berpengalaman, pengemis kontemporer kontinu tertutup dan pengemis
kontemporer temporer.
Untuk mengatasi jumlah pengemis, Dinas Sosial Kota Serang melakukan
beberapa upaya guna mengurangi jumlah pengemis dengan pembinaan dimana
pembinaan yang dimaksud adalah dengan rehabilitasi sosial, hal ini juga
berdasarkan yang tertuliskan di Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2010 tentang
pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat. Adapun
bentuk rehabilitasi sosial yang dimaksud pada ayat 2 tersebut dilaksanakan
melalui kegiatan:
a. Bimbingan, pendidikan, pelatihan dan keterampilan teknis;
b. Bimbingan, penyuluhan rohaniah dan jasmaniah;
c. Penyediaan lapangan kerja atau penyaluran tenaga kerja.
Dimana dengan adanya rehabilitasi sosial tersebut bisa mengurangi
jumlah pengemis di Kota Serang, hal tersebut dibenarkan oleh I1.2 bapak Heli
Priyatna sebagai berikut :
“pembinaannya yaitu sama dengan yang dituliskan di perda nomor 2tahun 2010 itu, yaitu dengan cara memberi pendidikan baik rohani danjasmani, terus dikasih pelatihan dan keterampilan agar mereka punyakeahlian juga.” (Wawancara dengan bapak Heli periyatna kepala seksi
90
Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza. Rabu, 18januari 2017 pukul 11:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Pernyataan yang sama diungkapkan oleh I1.2 sebagai berikut :
“pembinaannya itu berupa pendidikan terlebih dahulu setelah di beripendidikan kita latih tuh dengan keterampilan khusus setelah itu dikasihmodal dan alat-alatnya, sehingga mereka bisa membuka usaha sendiri dansecara tidak langsung membuat lapangan kerja baru. Hanya sajapembinaannya bukan disini tapi di bawa ke panti PSBK di Bekasi danlangsung bekerja sama dengan Kementrian Sosial.” (wawancara denganibu Hendri Sudirani kepala seksi Seksi Pelayanan Dan PerlindunganSosial Anak Dan Lansia. Rabu 18 januari 2017 pukul 10:29 di kantorDinas Sosial Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1.1 dan I1.2 bahwa model rehabilitasi
di Dinas Sosial Kota Serang sama dengan yang dituliskan dalam Peraturan Daerah
Nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan
penyakit masyarakat. Dimana pembinaannya tidak di Kota Serang mengingat
Dinas Sosial Kota Serang masih belum mempunyai panti rehabilitasi sosial
sehingga Dinas Sosial bekerja sama dengan Kementrian Sosial untuk memberikan
pembinaan dan lokasi pembinaannya terletak di Bekasi Provinsi Jawa Barat di
panti PSBK dimana disana diberi pendidikan baik rohani dan jasmani serta
diberikan pelatihan dan keterampilan agar mereka mempunyai keahlian, proses
pembinaannya selama 8 bulan sesudahnya mereka diberi modal dan diberi
peralatan.
Dinas Sosial merupakan Dinas yang mempunyai kewenangan melakukan
pembinaan dalam hal ini rehabilitasi sosial dalam mengentaskan masalah
kesenjangan sosial yang salah satunya yaitu pengemis, dimana agar tercapainya
suatu tujuan dalam rehabilitasi sosial maka diperlukan proses manajemen
didalamnya. Dalam penelitian ini proses manajemen yang digunakan adalah
91
fungsi manajemen menurut menurut Luther Gulick (Handoko, 2003:11) yang
meliputi planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), staffing
(penyusunan pegawai), directing (pembinaan pegawai), coordinating
(pengkoordinasian), reporting (pelaporan) dan budgeting (penganggaran).
4.3.1 Planning (Perencanaan)
Planning atau perencanaan merupakan sejumlah keputusan mengenai
keinginan dan berisi pedoman pelaksanaan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan itu. Jadi, setiap rencana mengandung dua unsur, yaitu tujuan dan
pedoman (Hasibuan, 2011:95). Perencanaan ini adalah dinamis dan telah
ditujukan pada masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, karena adanya
perubahan kondisi dan situasi. Perencanaan dalam program rehabilitasi sosial
pengemis di Kota Serang ini sebagaimana telah disamapaikan oleh I1 sebagai
berikut :
“perencanaan program rehabilitasi sosial pengemis ini sebetulnya bukanhanya untuk pengemis saja melainkan untuk semua penyandang masalahkesejahteraan sosial di Kota Serang, hal ini dilakukan agar bisamengurangi jumlah para penyandang masalah kesejahteraan sosialtermasuk pengemis. Dan bagaimana mereka bisa kembali ke masyarakatdan berprilaku yang semestinya dimasyarakatnya.” (wawancara dengankepala seksi perlindungan sosial anak dan lansia Ibu Hendr Sudiarni.Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka dapat disimpulkan bahwa
perencanaan program rehabilitasi sosial bukan hanya terfokus pada satu jenis
penyandang masalah kesejahteraan sosial saja melainkan seluruh jenis dan salah
satunya yaitu pengemis, yang dimana dengan adanya program tersebut jumlah
penyandang masalah kesejahteraan sosial seperti pengemis dapat teratasi dan
jumlahnya bisa berkurang dan kembali kemasyarakat seperti semula. Hal serupa
92
juga diungkapkan oleh I2 tentang tujuan yang ingin dicapai dengan adanya
program rehabilitasi sosial yaitu sebagai berikut :
“Tentunya ingin merubah para penyandang masalah kesejahteraansosial (PMKS) kembali kemasyarakat dengan seperti seharusnya. Sepertipengemis juga, kita berharap mereka kembali ke masyarakat denganseperti seharusnya dan tidak lagi mengemis.” (wawancara dengankepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza,bapak Heli Priatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantorDinas Sosial Kota Serang)
Hal senada juga di paparkan oleh I1 yaitu sebagai berikut :
“Tujuan adanya program rehabilitasi sosial adalah merubah mindsetmereka dan mengembalikan mereka agar berprilaku seperti masyarakatseperti biasanya. Hanya saja yang jadi masalah adalah mereka parapenyandang nya yang susah untuk dirubahnya sehingga untuk bina punmereka susah sekali, sampai ada yang kabur padahal belum waktunyauntuk pulang.” (wawancara dengan kepala seksi perlindungan sosialanak dan lansia Ibu Hendr Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Dari hasil wawancara dengan I1 dan I2 tentang apa tujuan adanya program
rehabilitasi sosial adalah merubah mindset para penyandang masalah
kesejahteraan sosial untuk kembali ke masyarakat lingkungannya seperti
seharusnya, dan mengurangi jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial
termasuk pengemis. Namun hal itu sulit dicapai karena kebanyakan dari mereka
kabur sebelum akhir program tersebut, artinya kebanyakan dari mereka tidak
betah mengikuti program rehabilitasi sosial sehingga mereka memilih untuk pergi
diam-diam.
Sebuah program dibuat pasti ada yang melatar belakangi dari program
tersebut sehingga program tersebut harus dibuat atau diselenggarakan, begitupun
dengan program rehabilitasi sosial ada yang melatar belakangi sehingga program
93
tersebut dibuat. Berikut yang diungkapkan oleh I1 tentang apa yang
melatarbelakangi program rehabilitasi sosial dibuat :
“Yang melatar belakangi adanya program tersebut adalah adanyaperaturan daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan,pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat. Dimanadalam perda tersebut dituliskan bahwa adanya pembinaan terhadappara penyandang kesejahteraan sosial, salah satunya denganrehabilitasi sosial.” (wawancara dengan kepala seksi perlindungansosial anak dan lansia Ibu Hendr Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul10:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Dari hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang
melatar belakangi adanya program rehabilitasi sosial yaitu adanya dasar hukum
atau peraturan daerah nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan
dan penanggulangan penyakit masyarakat yang dituliskan bahwa pembinaan yang
dimaksud adalah dengan rehabilitasi sosial. Hal serupa juga dipaparkan oleh I2
yaitu sebagai berikut :
“Yang melatar belakangi adanya program tersebut adalah adanyaperaturan daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan,pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat. Karna diperda tersebut sudah jelas dituliskan bahwa mengemis itu dilarang diKota Serang.” (wawancara dengan kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial& Eks . Penyalahguna Napza, bapak Heli Priatna. Rabu, 18 januari2017 pukul 10:49 WIB di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Dari kedua pernyataan yang dipaparkan oleh I1 dan I2 tentang hal yang
melatar belakangi adanya program rehabilitasi sosial adalah adanya peraturan
daerah nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan dan
penanggulangan penyakit masyarakat. Dimana dalam perda tersebut dijelaskan
bahwa siapa saja dilarang untuk mengemis dan model pembinaan yang dilakukan
adalah rehabilitasi sosial. Dalam perda nomor 2 tahun 2010 disebut kan bahwa
94
rehabilitasi sosial yang di dalamnya dilakukan pembinaan baik di beri pendidikan,
pelatihan hal tersebut juga senada dengan pernyataan I1 sebagai berikut :
“Dengan adanya pembinaan, pelatihan dan pendidikan yang dilakukanbisa merubah pola pikir mereka agar para penyandang kesenjangansosial bisa berkurang tiap tahunnya. Walaupun tidak sekaligus tetapisedikit demi sedikit bisa berkurang.” (wawancara dengan kepala seksiperlindungan sosial anak dan lansia Ibu Hendr Sudiarni. Rabu, 18januari 2017 pukul 10:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Hal serupa diungkapkan oleh I2 sebagai berikut :
“Kita harus melakukan pendidikan mulai dari perilaku mereka sampaike pengetahuan mereka agar mindset mereka berubah dan yangterpenting mereka mau berubah. (wawancara dengan kepala seksiRehabilitasi Tuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza, bapak HeliPriatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantor Dinas SosialKota Serang)
Dari hasil wawancara dengan I1 dan I2 dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dilakukan dalam program rehabilitasi sosial adalah pemberian pendidikan
dan pelatihan keterampilan, pendidikan yang diberikan yaitu pendidikan jasmani
dan rohani yang bertujuan merubah mindset mereka dan keterampilan yang
diberikan adalah keterampilan tataboga dan keterampilan lainnya agar mereka
mempunyai kegiatan dan tidak lagi turun ke jalan untuk mengemis.
Program rehabilitasi merupakan program yang sudah di agendakan mulai
dari Kementrian Sosial sampai Dinas Sosial Provinsi dan bekerja sama dengan
Dinas Sosial kota/kabupaten. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh I1 yaitu
sebagai berikut :
“kita sudah melakukan pembinaan dan pelatihan dimana kita bekerjasama dengan pemerintah pusat yaitu kementrian sosial, denganmengirim orang-orang yang akan di berikan pembinaan dan bolehmembawa keluarganya kesana di yayasan PSBK di Bekasi merekakehidupannya sudah ditanggung dan masa pembinaannya selama 6bulan.” (wawancara dengan kepala seksi perlindungan sosial anak dan
95
lansia Ibu Hendri Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00 dikantor Dinas Sosial Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara diatas kementrian sosial bekerja sama
dengan dinas sosial kota serang dengan mengirim orang-orang yang akan
mengikuti pembinaan di yayasan PSBK yang diusung oleh kementrian sosial, hal
senada juga dipaparkan oleh I2 yaitu sebagai berikut :
“Kita sudah melakukan pembinaan, dimana kita bekerjasama denganpemerintah daerah baik provinsi maupun pemerintah pusat yaitukementrian sosial. Mereka dikirim dan ditampung di panti PSBK yangbekerja sama dengan kementrian sosial dan balai pemulihan pembinaansosial (BP2S) yang bekerjasama dengan pemerintah provinsi Banten. Dipanti PSBK menerima cukuip banyak yaitu sekitar 500 orang dan bisamengajak keluarga mereka hal ini dikarenakan cukup lama yaitu 6bulan. Sedangkan jika di BP2S hanya mampu menampung 10 orang sajadan masa pembinaannya pun 1 bulan. (wawancara dengan kepala seksiRehabilitasi Tuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza, bapak HeliPriatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantor Dinas SosialKota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1 dan I2, Dalam rehabilitasi sosial
pembinaan tidak dilakukan di Kota Serang melainkan di yayasan PSBK yang
bekerja sama dengan Kementrian Sosial dan BP2S yang bekerja sama dengan
Dinas Sosial Provinsi Banten. Kuota yang diterima di yayasan PSBK yaitu 500
orang atau lebih, berbanding terbalik dengan yayasan PSBK di BP2S hanya 10
orang pertahun itupun bergantian perkota/kabupaten.
Tidak adanya rencana baru untuk membuat program rehabilitasi lebih
baik lagi, hal ini dikarenakan anggaran yang sangat minim sehingga harus melalui
banyak pertimbangan untuk bisa membuat rencana baru. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh I1 sebagai berikut : “rencana baru belum ada karena disini kita
melihat juga anggarannya.” (wawancara dengan kepala seksi perlindungan sosial
96
anak dan lansia Ibu Hendri Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00 di kantor
Dinas Sosial Kota Serang)
Hal ini diperkuat apa yang dipaparkan oleh I2 yaitu sebagai berikut :
“Untuk sampai saat ini belum ada rencana baru tetapi kita masih fokuspada rencana-rencana dari tahun lalu, hal ini juga dikarenakan kitamenyesuaikan anggaran yang ada. Jadi buat yang baru kita banyakpertimbangan.” (wawancara dengan kepala seksi Rehabilitasi TunaSosial & Eks . Penyalahguna Napza, bapak Heli Priatna. Rabu, 18januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1 dan I2 tentang perencanaan dapat
diambil kesimpulan bahwa Yang melatarbelakangi adanya program tersebut
adalah adanya peraturan daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang
pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat yang di
dalam perda tersebut tertulis bahwa mengemis itu dilarang dan di dalam perda
tersbut juga di tuliskan bahwa cara penanggulanginya dengan melakukan
pembinaan seperti rehabilitasi sosial.
Tujuan yang dicapai dalam program rehabilitasi sosial yaitu mengurangi
jumlah pengemis di Kota Serang, serta mengembalikan mereka untuk berprilaku
yang semestinya di masyarakat dengan mengubah mindset mereka dan
memberikan pendidikan kepada mereka. Rehabilitasi sosial yang dimaksud
dilakukan dengan memberikan pemndidikan baik pendidikan jasmani maupun
rohani agar mereka penyandang masalah kesejahteraan sosial akan berubah dan
berkurang sedikit demi sedikit.
Dinas Sosial sudah melakukan pembinaan dan pelatihan yang
bekerjasama dengan Kementrian Sosial dan Dinas Sosial Provinsi Banten.
Dimana pembinaan dan pelatihan tersebut dilakukan di dua lokasi yaitu PSBK
97
yang diusung oleh Kementrian Sosial yang berlokasi di bekasi dan BP2S yang
diusung oleh Dinas Sosial Provinsi Banten dan Dinas Sosial. Kuota yang
diberikan oleh Kementrian Sosial di panti PSBK kepada kabupaten/kota tidak
terbatas, sedangkan di BP2S hanya 10 orang pertahun. untuk program baru,
sampai saat ini belum ada rencana untuk membuat rencana baru hal ini
dikarenakan anggaran yang minim sehingga untuk membuat rencana baru harus
mempertimbangkan terlebih dahulu.
4.3.2 Organizing (pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah yaitu menetapkan struktur formal daripada
kewenangan dimana pekerjaan dibagi-bagi sedemikian rupa, ditentukan dan
dikoordinasikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Handoko, 2003:11).
Pengorganisasian dapat diartikan penentuan pekerjaan-pekerjaan yang harus
dilakukan, pengelompokan tugas-tugas dan membagi-bagikan pekerjaan kepada
setiap karyawan, penetapan departemen-departemen (subsistem) serta penentuan
hubungan-hubungan. Organisasi yang ada di Dinas Sosial Kota Serang dalam
mengelola program rehabilitasi sosial ini telah disampaikan oleh I1 sebagai
berikut:
“Yang terkait yaitu kepala bidang pelayanan rehabilitasi sosial, dimanadibantu oleh ketua seksi rehabilitasi sosial diasbilitas, ketua seksirehabilitasi sosial pelayanan perlindungan anak dan lansia, dan ketuaseksi rehabilitasi sosial gepeng, WTS, Eks NAPI & Napza. Dan dibantujuga oleh orang lapangan.” (wawancara dengan kepala seksiperlindungan sosial anak dan lansia Ibu Hendri Sudiarni. Rabu, 18januari 2017 pukul 10:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Hal serupa dengan yang disampaikan oleh I1 hal tersebut juga dipaparkan
oleh I2 sebagai berikut :
98
“Yang terkait yaitu kepala bidang pelayanan rehabilitasi sosial, dimanadibantu oleh ketua seksi rehabilitasi sosial diasbilitas, ketua seksirehabilitasi sosial pelayanan perlindungan anak dan lansia, dan ketuaseksi rehabilitasi sosial gepeng, WTS, Eks NAPI & Napza.” (wawancaradengan kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial & Eks . PenyalahgunaNapza, bapak Heli Priatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:49 WIB dikantor Dinas Sosial Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan I1 dan I2 dapat diambil
kesimpulan bahwa yang terkait dengan program rehabilitasi sosial yaitu kepal
bidang pelayanan rehabilitasi sosial dibantu dengan 3 seksi yaitu seksi pelayanan
perlindungan anak dan lansia, kepala seksi rehabilitasi sosial gepeng, WTS, Eks.
Napza, dan kepala seksi Pelayanan Rehabilitasi Sosial dan Penyandang Cacat.
Setiap program tentunya tidak semua maksimal begitu juga program
rehabilitasi sosial yang hasilnya benar-benar tidak terlihat karna hasilnya buka
berbentuk fisik melainkan berbentuk perubahan perilaku, oleh karena itu program
rehabilitasi dinilai belum maksimal hal ini seperti yang dipaparkan oleh I1 yaitu
sebagai berikut :
“Kita sudah melakukan upaya secara maksimal, dimana kita selalumenggemborkan bahwa mengemis itu tidak boleh dan memberi itu tidakboleh karna sesuai yang tertera dalam perda. Ya walaupun belummaksimal kita upayakan itu sebagai orang dinas sosial maupun wargabiasa.” (wawancara dengan kepala seksi perlindungan sosial anak danlansia Ibu Hendri Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00 dikantor Dinas Sosial Kota Serang)
Hal berbeda di dasamapaikan oleh I2 bahwa belum maksimal yaitu
sebagai berikut :
“Sebenarnya sudah berjalan dengan baik, namun dari tahun ke tahundan sampai saat ini belum maksimal atau belum 100%. Dimana haltersebut di karenakan anggaran yang terbatas dan SDM yang membantudi setiap seksi belum ada.” (wawancara dengan kepala seksi RehabilitasiTuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza, bapak Heli Priatna. Rabu, 18januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
99
Dari hasil wawancara diatas dengan I1 dan I2 dapat disimpulkan bahwa
program rehabilitasi sosial belum berjalan maksimal hal ini dikerenakan
kurangnya tenaga untuk membantu yang mengurusi administrasi rehabilitasi
sosial, berbeda dengan pendapat I1 yang menilai bahwa sudah memaksimalkan
upaya dengan memberikan sosialisasi.
Dari hasil wawancara I1 dan I2 tentang pengorganisasian dalam program
rehabilitasi sosial dapat diambil kesimpulan bahwa, yang terlibat dalam
kepengurusan program rehabilitasi sosial yaitu ketua bidang pelayanan rehabilitasi
sosial, kepala seksi rehabilitasi sosial pelayanan perlindungan anak dan lansia, dan
ketua seksi rehabilitasi sosial gepeng, WTS, Eks NAPI & Napza. Dan dibantu
juga oleh orang lapangan. Program tersebut sudah berjalan dari tahun 2010 namun
sampai saat ini program tersebut sudah berjalan namun belum 100%, namun
semua yang terlibat kepengurusan rehabilitasi sosial sudah mengupayakan
berbagai cara untuk melakukan pencegahan termasuk dengan sosialisasi. ada
kendala lain yang membuat belum berjalan maksimal yaitu kurangnya staff yang
mengurusi rehabilitasi sosial dalam hal mengurus administrasi.
4.3.3 Staffing (penyusunan pegawai)
Penyusunan pegawai adalah keseluruhan fungsi daripada kepegawaian
sebagai usaha pelaksanaannya, melatih para staf dan memelihara situasi pekerjaan
yang menyenangkan. Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa
penyusunan personalia pada organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja,
pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga petugas memberi daya
guna maksimal kepada organisasi.
100
Dalam penyusunan pegawai ini juga mempunyai indikator diantaranya
yaitu penempatan pegawai sesuai dengan ahlinya yang berarti yaitu melengkapkan
fungsi pekerjaan dengan pegawai yang mempunyai ahli di bidangnya. Berikut
pernyataan yang dipaparkan oleh I1 sebagai berikut :
“Sebetulnya jika dilihat dari lulusan masih tidak sesuai ahlinya, hanyasaja disini kita sudah dibagi tugas dan ada tupoksi juga sehingga kitabekerja sesuai SOP dan TUPOKSI.” (wawancara dengan kepala seksiperlindungan sosial anak dan lansia Ibu Hendri Sudiarni. Rabu, 18januari 2017 pukul 10:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Dari hasil wawancara diatas dikatakan dapat diambil kesimpulan bahwa
pegawai Dinas Sosial masih belum sesuai dengan bidangnya tapi pekerjaan nya
tetap sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dan SOP, terhitung lulusan sarjana
sosial hanya 3 orang saja yang ada di Dinas Sosial Kota Serang dan sarjana
pendidikan yang lebih banyak. Hal tersebut diungkapkan oleh I2 sebagai berikut :
“Sebenarnya jika dilihat apakah sudah sesuai dengan ahlinya dirasabelum, dimana banyak yang tidak sesuai dengan bidangnya. Jikadihitung hanya 3 orang saja yang lulusan sarjana sosial sedangkan sisanya kebanyakan dari pendidikan.” (wawancara dengan kepala seksiRehabilitasi Tuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza, bapak HeliPriatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantor Dinas SosialKota Serang)
Jumlah pegawai di Dinas Sosial juga dinilai sangat kurang karena masih
kurangnya pegawai yang turun langsung kelapangan baik itu sebagai observer
ataupun sebagai monitor lapangan. Hal ini diungkapkan oleh I2 sebagai yaitu
berikut : “Jumlah pegawai disini kurang, sebenarnya ada tenaga pembantu seperti
TKS hanya saja mereka belum paham.” (wawancara dengan kepala seksi
Rehabilitasi Tuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza, bapak Heli Priatna. Rabu,
18 januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
101
Dari hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tenaga
kerja di Dinas Sosial sangat kurang dan butuh pemahaman untuk pekerja TKS
agar paham dengan tupoksi yang ditetapkan. Hal ini serupa dengan yang di
ungkapkan oleh I1 yaitu sebagai berikut : “Jumlah pegawai dinilai kurang, dimana
dibawah seksi tidak ada staf khusus untuk mengurusi administrasi.” (wawancara
dengan kepala seksi perlindungan sosial anak dan lansia Ibu Hendri Sudiarni.
Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Dari hasil wawancara tentang staffing dengan I1 dan I2 dapat diambil
kesimpulan yaitu bahwa, SDM di Dinas Sosial masih dinilai buruk karena jumlah
lulusan sarjana sosial masih sedikit dan sisanya banyak lulusan pendidikan hanya
3 orang saja yang lulusan sosial, selain itu jumlah pegawai masih kurang jika
dilihat dari SOP yang ada membutuhkan banyak tenaga lapangan yang sebenarnya
sangat dibutuhkan oleh Dinas Sosial Kota Serang sebagai observer dan
monitoring yang melakukan pengawasan terhadap penyandang yang sudah ikut
pembinaan
4.3.4 Directing (Pembinaan Kerja)
Pembinaan kerja adalah tugas yang terus menerus di dalam pengambilan
keputusan, yang berwujud suatu perintah khusus/umum dan instruksi-instruksi
dan bertindak sebagai pemimpin dalam suatu badan usaha/organisasi. Selain itu
pula, pembinaan kerja merupakan mengarahkan semua bawahan, agar mau
bekerja sama dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan.
Pembinaan kerja dinilai menjadi aspek yang sangat penting dalam
terwujudnya tujuan dari program karena Agar tugas yang dikerjakan oleh seluruh
102
pegawai yang berada di Bidang pelayanan rehabilitasi sosial dapat berjalan sesuai
dengan fungsi dan uraian tugasnya, pembinaan yang diberikan juga harus
pembinaan yang menjurus kearah program sehingga pegawai yang terlibat
didalam program tersebut paham dan mengerti akan tugas pokok dan fungsinya.
Berikut yang diungkapkan oleh I1 mengenai pembinaan kerja yaitu, sebagai
berikut :
“Pembinaan yang khusus ke rehabilitasi sosial belum ada sampaisekarang. Yang seharusnya ada pembinaan guna membuat kita semakinpaham akan program yang akan kita lakukan serta kita juga bisa lebihpaham tentang tugas pokok dan fungsi kita. (wawancara dengan kepalaseksi perlindungan sosial anak dan lansia Ibu Hendri Sudiarni. Rabu, 18januari 2017 pukul 10:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Dari hasil wawancara dengan I1 bahwa tidak adanya pembinaan yang
dilakukan oleh Dinas Sosial untuk mengupayakan berhasilnya program tersebut.
Pembinaan yang menjurus kea rah program belum pernah ada, hal tersebut senada
dengan yang diungkapkan oleh I2 sebagai berikut : “Pembinaan yang khusus ke
rehabilitasi sosial belum ada sampai sekarang.” (wawancara dengan kepala seksi
Rehabilitasi Tuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza, bapak Heli Priatna. Rabu,
18 januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Dalam kedua wawancara dengan I1 dan I2 dapat diambil kesimpulan bahwa
Pembinaan mengenai rehabilitasi sosial di Dinas Sosial Kota Serang sampai saat
ini belum ada pembinaan khusus. Yang seharusnya ada pembinaan guna
membuat kita semakin paham akan program yang akan kita lakukan serta kita
juga bisa lebih paham tentang tugas pokok dan fungsinya.
pelatihan pegawai yaitu suatu hal untuk melatih kemampuan yang dimiliki
pegawai dan menjadi salah satu penentu bagi program. Tidak adanya pelatihan
103
pegawai di Dinas Sosial Kota Serang yang menjurus kearah rehabilitasi sosial, hal
ini seperti yang diungkapkan oleh I1 yaitu sebagai berikut :
“Pelatihan yang menjurus ke rehabilitasi sosial belum ada. Selain itu kitajuga ga ikut membina secara langsung kita hanya menyalurkanpenyandang untuk ikut rehabilitasi di yayasan PSBK atau BP2S.”(wawancara dengan kepala seksi perlindungan sosial anak dan lansia IbuHendri Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00 di kantor DinasSosial Kota Serang)
Hal senada juga diungkapkan oleh I2 tentang tidak adanya pelatihan
pegawai sebagai berikut :
“Belum pernah ada, dan paling juga seperti studi banding saja. Dimanakepala bidang melakikan studi banding ke daerah diluar provinsi Bantenyang lebih bagus penanganan masalah pembinaan PMKS nya sepertigepeng.” (wawancara dengan kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial &Eks. Penyalahguna Napza, bapak Heli Priatna. Rabu, 18 januari 2017pukul 10:49 WIB di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Dari hasil wawancara diatas bahwa tidak adanya pelatihan yang menjurus
kea rah rehabilitasi sosial, yang ada hanya sebatas studi banding ke dinas sosial
luar provinsi yang dinilai sudah bagus cara penanganannya.
Dari hasi wawancara diatas dengan I1 dan I2 bahwa Belum pernah ada
pelatihan pegawai yang menjurus ke rehabilitasi sosial, yang ada hanya studi
banding ke luar provinsi Banten dimana yang dirasa sudah bagus dalam
menangani masalah gelandangan pengemis yang nantinya bisa menjadi masukan
bagi Dinas Sosial Kota Serang dalam menangani gelandangan dan pengemis di
Kota Serang
4.3.5 Coordinating (Pengkoordinasian)
Pengkoordinasian adalah kewajiban yang penting untuk menghubungkan
berbagai kegiatan daripada pekerjaan. Selain itu, koordinasi juga merupakan suatu
104
usaha yang singkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat,
dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam
dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
Dalam dimensi pengkoordinasian ini terdapat beberapa indikator yang
saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Indikator itu diantaranya ada
koordinasi tiap lembaga dan koordinasi tiap bagian yang dilakukan oleh Dinas
Sosial Kota Serang dalam program rehabilitasi sosial. Koordinasi tiap lembaga
merupakan kegiatan pekerjaan antar tiap lembaga atau dinas yang terkait.
Manajemen pengelolaan bisa tercapai dengan tujuan jika dalam koordinasinya
juga berjalan dengan baik dan sesuai dengan tugasnya masing-masing. Dalam
program rehabilitasi sosial Dinas Sosial Kota Serang bekerjasama dengan
beberapa SKPD lain seperti yang dipaparkan oleh I1 yaitu sebagai berikut :
“Kita bekerja sama dengan Satpol PP selaku eksekutor mereka yangmerazia dan hasil razianya dikirim ke Dinas Sosial untuk di tindak lanjuti.Selain itu kita kerjasama dengan Dinas Pendidikan dan MUI.”(wawancara dengan kepala seksi perlindungan sosial anak dan lansia IbuHendri Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00 di kantor DinasSosial Kota Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1 diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
Dinas Sosial Kota Serang yang bertanggung jawab untuk membina penyandang
masalah kesejahteraan sosial bekerjasama dengan Satpol PP selaku perazia atau
pengeksekutor selain dengan Satpol PP, Dinas Sosial juga bekerjasama dengan
Dinas Pendidikan dan MUI untuk memberikan pendidikan jasmani dan rohani.
Hal tersebut juga dipaparkan oleh I2 yaitu sebagai berikut :
“Ada kerjasama dengan lembaga lain seperti Satpol PP yang sudahmenjadi keharusan dan tertulis juga dalam perda dimana Satpol PP yangmerazia, selain itu dengan MUI yang memberikan pendidikan kerohanian.
105
Serta kita bekerjasama juga dengan Dinas Pendidikan dimana jika adapengemis anak-anak yang masih sekolah bisa diberikan bantuan.”(wawancara dengan kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial & Eks.Penyalahguna Napza, bapak Heli Priatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul10:49 WIB di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Hal diatas juga di iyakan oleh kepala seksi penegakan hukum lokal I3
sebagai berikut :
“iya benar kita ada kerjasama dengan orang Dinas Sosial, kita yangmerazia setelah kita data kita kirim ke Dinas Sosial untuk di tindak lanjutibagaimana kedepannya untuk dikasih pembinaan ke mereka biar ga turunke jalan lagi.” (wawancara dengan kepala seksi penegakan hukum lokal,Satuan polisi pamong praja. Jumat, 28 januari 2017 pukul 09:46 di kantorSatuan Polisi Pamong Praja Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
adanya kordinasi antara Satpol PP dengan Dinas Sosial Kota Serang dimana hasil
tangkapan atau razia dari satpol PP setelah didata langsung dikirim ke Dinas
Sosial selaku Pembina agar di tindaklanjuti.
Selain kordinasi dengan antar lembaga Dinas Sosial melakukan kordinasi
antar bagian seperti yang dipaparkan oleh I1 yaitu sebagai berikut : “Selain
kordinasi antar kasi dalam satu bidang kita berkordinasi dengan bagian lain seperti
bidang jaminan sosial dan pemberdayaan sosial. (wawancara dengan kepala seksi
perlindungan sosial anak dan lansia Ibu Hendri Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017
pukul 10:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Hal serupa juga diungkapkan oleh I2 yaitu sebagai berikut :
“Kordinasi antar pegawai atau bidang berjalan dengan baik, sepertipengemis yang memang benar-benar tidak mampu kita kordinasi denganbidang jaminan sosial seperti agar di berikan bantuan sosial dan jaminankesehatan. Jika ada pengemis yang keluarganya tidak mampu kitakordinasi dengan bidang pemberdayaan keluarga agar dibina.”(wawancara dengan kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial & Eks.
106
Penyalahguna Napza, bapak Heli Priatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul10:49 WIB di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan I1 dan I2 tentang kordinasi
antar bidang dapat diambil kesimpulan bahwa Kordinasi yang dilakukan bukan
hanya dengan antar SKPD dan tingkat seksi saja, kordinasi yang dilakukan juga
antar tiap bagian. sperti dengan bidang jaminan sosial dan pemberdayaan sosial,
jika ada pengemis yang benar-benar tidak mampu kordinasi dengan bidang
jaminan sosial agar di berikan bantuan sosial dan jaminan kesehatan. dan juga
pengemis yang keluarganya tidak mampu kita kordinasi dengan bidang
pemberdayaan keluarga agar dibina.
4.3.6 Reporting (Pelaporan)
Reporting merupakan pimpinan yang bertanggung jawab harus selalu
mengetahui apa yang sedang dilakukan bawahannya melalui catatan, penelitian
maupun inspeksi. Pelaporan juga merupakan manajemen yang berupa
penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan
mengenai segala hal yang berkaitan dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada
pejabat yang lebih tinggi, baik secara lisan maupun tulisan sehingga dalam
menerima laporan dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan tugas orang
yang memberi laporan.
Bentuk laporan yang ada di Dinas Sosial Kota Serang dalam program
rehabilitasi sosial merupakan laporan setiap kegiatan yang sudah dilakukan yang
dilaporkan perbulannya, laporan tersebut berupa catatan apa saja yang dilakukan
dalam sebulan dan dilaporkan ke kepala bidang pelayanan rehabilitasi sosial untuk
107
dilaporkan ke kepala Dinas seperti yang diungkapkan oleh I1 yaitu,sebagai berikut
:
“Setiap seksi wajib melaporkan kegiatannya selama sebulan ke kepalabidang, kadang juga kita rangkap pertriwulan untuk melaporkan apa sajayang sudah dilakukan, kegiatan apa saja.” (wawancara dengan kepalaseksi perlindungan sosial anak dan lansia Ibu Hendri Sudiarni. Rabu, 18januari 2017 pukul 10:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Selanjutnya juga di jelaskan oleh I2 yaitu sebagai berikut :
“Pelaporan bulanan kita hanya di bagian bidang saja dimana nantinyabidang melaporkan kepada kepala Dinas apa saja yang sudah dilakukannamun secara tertulis dan lisan saja dan nantinya kepala bidang yangmelaporkan ke kepala Dinas secara administrasi.” (wawancara dengankepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza, bapakHeli Priatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantor DinasSosial Kota Serang)
Dari hasil wawancara diatas dengan I1 dan I2 dapat diambil kesimpulan
bahwa pelaporan yang dilakukan dalam program rehabilitasi sosial kepala seksi
melaporkan kegiatan apa saja yang dilakukan selama sebulan bentuk laporan yang
diberikan berupa catatan-catatan dan lisan kepada kepala bidang. Setelah
menerima laporan dari kepala seksi, kepala bidang melaporkan langsung ke
kepala Dinas. Selain melaporkan ke kepala dinas tiap-tiap bidang di Dinas Sosial
Kota Serang ada laporan ke BAPPEDA kota dan Dinas Sosial Provinsi Banten
melalui sub bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan, hal tersebut seperti yang
diungkapkan oleh I1 yaitu sebagai berikut :
“pelaporannya kalo ke bidang tiap kegiatan perbulan harus lapor, kalo keDinas Sosial Prov Banten dan ke BAPPEDA itu melalui PEP bagianevaluasi.” (wawancara dengan kepala seksi perlindungan sosial anak danlansia Ibu Hendri Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00 di kantorDinas Sosial Kota Serang)
108
Berbeda yang dilaporkan oleh sub bidang Program, Evaluasi dan
Pelaporan, pelaporan yang dilakukan langsung dari kepala seksi ke Dinas Sosial
Provinsi Banten yaitu berupa data penyandang masalah kesejahteraan sosial yang
akan di kirim ke BP2S untuk mengikuti pembinaan. Hal tersebut seperti yang
dipaparkan oleh I2 yaitu sebagai berikut :
“Kalau tiap bulan tidak ada, paling kita tiap tahun ada pelaporan, hanyasebatas pelaporan berapa jumlah pengemis yang ikut dibina di BP2S danapakah berhasil atau tidak.” (wawancara dengan kepala seksiRehabilitasi Tuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza, bapak HeliPriatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantor Dinas SosialKota Serang)
Dari hasil wawancara dengan I1 dan I2 tentang pelaporan dapat diambil
kesimpulan bahwa laporan tiap bulannya di laporkan ke tiap bidang apa saja yang
dilakukan tiap bulannya hanya saja tidak formal hanya sebatas lisan dan tulisan.
laporan ke Dinas Sosial Provinsi Banten dan BAPPEDA Kota Serang melalui
bagian PEP namun persemester yang sebelumnya di kumpulkan tiap-tiap bagian
dan diberikan ke PEP untuk dilaporkaan ke Pemerintah daerah yaitu Dinas Sosial
Provinsi Banten dan BAPPEDA.
4.3.7 Budgeting (Penganggaran)
Penganggaran merupakan pembiayaan dalam bentuk rencana anggaran,
perhitungan anggaran dan pengawasan anggaran. Penganggaran pula bisa
diartikan sebagai suatu rencana yang menggambarkan penerimaan dan
pengeluaran yang akan dilakukan pada setiap bidang. Dalam anggaran ini
hendaknya tercantum besarnya biaya dan hasil yang akan diperoleh.
Rencana anggaran anggaran merupakan anggaran tambahan yang dirasa
untuk mencukupi kebutuhan program, rencana anggaran dirasa sangat dibutuhkan
109
bilamana anggaran yang diberikan tidak mencukupi atau sangat minim, berikut
juga yang dipaparkan oleh I1 yaitu sebagai berikut :
“Anggaran nya sangat minim, oleh karena itu kita sesuaikan juga denganprogram-program atau kegiatan-kegiatan yang akan kita lakukan.”(wawancara dengan kepala seksi perlindungan sosial anak dan lansia IbuHendri Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00 di kantor DinasSosial Kota Serang)
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa anggaran yang di berikan oleh
pemerintah sanagat minim sehingga banyak mempertimbangkan bilamana harus
menambah kegiatan diluar rencana, hal senada juga di paparkan oleh I2 yaitu
sebagai berikut :
“Anggaran dirasa belum mencukupi dimana kita saja tidak punya UPTrehabilitasi sosial yang dibawah kita yang langsung ikut membantu kita.Bukan itu saja kita butuh alat keahlian saja untuk membina belum ada.”(wawancara dengan kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial & Eks .Penyalahguna Napza, bapak Heli Priatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul10:49 WIB di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1 dan I2 tentang anggaran yang
diberikan oleh pemerintah dalam program rehabilitasi sosial sangat minim
sehingga masih banyak yang perlu diperbaiki seperti masih belum adanya UPT
rehabilitasi sosial yang membantu Dinas Sosial Kota Serang dalam menangani
pembinaan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Dalam penganggaran ada
rencana anggaran yang berarti suatu anggaran atau dana yang disesuaikan dengan
kegiatan. Adapun rencana anggaran yang ada di Dinas Sosial Kota Serang
diungkapkan oleh I1 yaitu sebagai berikut :
“Rencana anggaran khusus pasti ada, sedangkan diajukannya tidaklangsung ke pemerintah melainkan harus lewat kepala Dinas terlebihdahulu, apakah rencana anggaran khusus tersebut penting atau tidak.”(wawancara dengan kepala seksi perlindungan sosial anak dan lansia Ibu
110
Hendri Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:00 di kantor DinasSosial Kota Serang)
Hal tersebut juga senada dengan yang dipaparkan oleh I2 yaitu sebagai
berikut :
“Rencana anggaran khusus pasti ada, sedangkan diajukannya tidaklangsung ke pemerintah melainkan harus lewat kepala Dinas terlebihdahulu, apakah rencana anggaran khusus tersebut penting atau tidak.”(wawancara dengan kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial & Eks.Penyalahguna Napza, bapak Heli Priatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul10:49 WIB di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan I1 dan I2 dapat diambil
kesimpulan bahwa untuk mengajukan rencana anggaran khusus harus melalui
kepala Dinas apakah program rehabilitasi sosial layak untuk diberikan anggaran
khusus atau tidak, jika tidak diperlukan maka pengajuan rencana anggaran khusus
ditolak.
Dalam penganggaran ini juga terdapat indikator mengenai pengawasan
anggaran yang merupakan lembaga atau bidang yang mengawasi pengeluaran
yang dibutuhkan oleh kegiatan yang sedang berjalan, dalam pengawasan anggaran
dalam program rehabilitasi sosial yaitu monitoring dana modal yang di berikan
oleh Kementrian Sosial langsung melalui rekening para penyandang masalah
kesejahteraan sosial. Hal tersebut diungkapkan oleh I1 yaitu sebagai berikut :
“Kita selalu melakukan monitoring kepada setiap objek yang mendapatbantuan dari kemensos, yang kita lihat itu apakah usahanya semakinberkembang atau tidak. Atau bahkan sudah tidak meneruskan usahanya.Bahkan sampai ada dan banyak peralatan yang diberikan oleh pemerintahpusat dijual oleh mereka.” (wawancara dengan kepala seksi perlindungansosial anak dan lansia Ibu Hendri Sudiarni. Rabu, 18 januari 2017 pukul10:00 di kantor Dinas Sosial Kota Serang)
Hal senada juga dipaparkan oleh I2 yaitu sebagai berikut :
111
“Ada pengawasan dari kita dimana dana yang diawasi berupa danamodal yang di berikan langsung dari kementria sosial melalui bukurekening. Dan kita bertugas memonitoring apakah dana tersebutdigunakan dengan benar atau tidak.” (wawancara dengan kepala seksiRehabilitasi Tuna Sosial & Eks . Penyalahguna Napza, bapak HeliPriatna. Rabu, 18 januari 2017 pukul 10:49 WIB di kantor Dinas SosialKota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1 dan I2 tentang pengawasan
anggaran diatas dapat disimpulkan bahwa adanya pengawasan yang dilakukan
oleh Dinas Sosial Kota Serang dalam mengawasi dana dan perkembangan modal
yang diberikan kepada para penyandang masalah kesjahteraan sosial yang
sebelumnya mereka mengikuti proses pembinaan di yayasan PSBK selama 8
bulan, dana yang diberikan langsung dikirm ke rekening para penyandang. Tugas
Dinas Sosial memonitoring apakah dana tersebut digunakan untuk keperluan
usaha atau tidak dengan mengeceknya perbulannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1 dan I2 diatas mengenai
penganggaran makan dapat diambil kesimpulan bahwa rencana anggaran khusus
tiap tahunnya ada dan sudah di ajukan hanya saja belum tentu di kabulkan dan
mengajukannya pun tidak langsung ke pemerintah daerah melainkan harus
melalui kepala Dinas terlebih dahulu dan itupun ditentukan lagi apakah layak
untuk mengajukan penambahan anggaran atau tidak. anggaran yang diberikan
oleh pemerintah daerah dinilai sangat kecil sehingga dibutuhkan rencana anggaran
tambahan untuk program rehabilitasi sosial. sehingga untuk mendirikan unit
pelayanan terpadu pembinaan pun susah. Dengan adanya bantuan dari kementrian
sosial untuk memberikan bantuan modal yang langsung ke rekening pengemis
112
sehingga dinas sosial kota serang harus melakukan monitoring terhadap mereka
yang menerima bantuan apakah berkembang atau tidak.
4.4 Pembahasan
Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti
dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan.
Peneliti dalam penelitiannya ini menggunakan teori dari beberapa ilmuan
mengenai fungsi-fungsi manajemen.
Pengemis merupakan salah satu jenis penyakit masyarakat dan pengemis
juga termasuk salah satu jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS),
dalam peraturan daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan,
pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat mengemis merupakan
penyakit masyarakat, mengemis dilarang di Kota Serang, siapapun dilarang untuk
menjadi pengemis serta semua orang dilarang memberikan santunan apapun
kepada pengemis. Setelah melakukan penelusuran penelitian di lapangan, berikut
karakteristik pengemis di Kota Serang dan model penanganan pengemis di Kota
Serang serta proses manajemen sebagai berikut :
4.4.1 Karakteristik Pengemis Kota Serang
Pengemis di Kota Serang terdiri dari berbagai usia mulai dari yang masih
anak-anak sampai yang sudah lanjut usia, sering kita temukan di tempat-tempat
umum banyak pengemis yang usianya masih dibawah 18 tahun baik itu bersama
dengan orang tuanya bahkan sampai mengemis sendiri di tengah jalan. Selain itu
kita juga sering menemukan pengemis yang sudah, renta yang seharusnya mereka
hanya berdiam di rumah untuk beristirahat.
113
Faktor ekonomi yang membuat mereka mengharuskan mengemis.
Keadaan keluarga yang serba kekurangan, hal tersebut juga diperburuk dengan
tidak adanya bantuan dari pihak pemerintah daerah sehingga mereka lebih
memilih mengemis disbanding harus menahan lapar.
Menjelang hari raya idul fitri, jumlah pengemis akan bertambah karna
mereka beranggapan bahwa dibulan tersebut orang lebih ringan tangan untuk
bersedekah sehingga orang yang tidak biasa mengemis akan ikut tertarik untuk
mengemis juga. Bagi sebagian pengemis Kota Serang mengemis merupakan
pekerjaan tetap untuk mereka, mereka hanya bergantung hidup dengan mengemis
meminta mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
4.4.2 Model Rehabilitasi Sosial
Berdasarkan hasil wawancara lapangan, pengemis di kota serang termasuk
kedalam 3 dari 5 kategori yaitu pengemis berpengalaman, pengemis kontemporer
kontinu tertutup, dan pengemis kontemporer temporer. hal ini berdasarkan
wawancara dengan beberapa pengemis di Kota Serang.
kebanyakan pengemis Kota Serang sudah turun temurun dalam hal
mengemis sehingga mindset mereka sudah tertanam sejak kecil bahwa mengemis
merupakan pekerjaan bagi mereka. Pengemis seperti diatas masuk kedalam
kategori pengemis berpengalaman dimana mereka turun temurun menjadi
pengemis.
Selain termasuk ke kategori pengemis berpengalaman, pengemis Kota
Serang juga termasuk kedalam kategori pengemis kontemporer kontinu tertutup,
yang artinya mengemis karena sudah tidak adalagi alternatif pekerjaan dan
114
mereka tidak mempunyai keahlian sehingga tidak bisa bekerja untuk memenuhi
kebutuhan mereka.
Kategori pengemis Kota Serang yang terakhir adalah termasuk ke kategori
pengemis kontemporer temporer dimana kategori ini berarti pengemis musiman
bisa dikarenakan daerah tempat tinggalnya yang gagal panen atau paceklik bisa
juga karena hari-hari atau bulan-bulan besar seperti bulan ramadhan.
Untuk mengatasi jumlah pengemis, Dinas Sosial Kota Serang melakukan
beberapa upaya guna mengurangi jumlah pengemis dengan pembinaan dimana
pembinaan yang dimaksud adalah dengan rehabilitasi sosial, hal ini juga
berdasarkan yang tertuliskan di Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2010 tentang
pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat.
Model rehabilitasi di Dinas Sosial Kota Serang sama dengan yang
dituliskan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan,
pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat. Pembinaan dilakukan
tidak di Kota Serang mengingat Dinas Sosial Kota Serang masih belum
mempunyai panti rehabilitasi sosial sehingga Dinas Sosial bekerja sama dengan
Kementrian Sosial untuk memberikan pembinaan dan lokasi pembinaannya
terletak di Bekasi Provinsi Jawa Barat di panti PSBK dimana disana diberi
pendidikan baik rohani dan jasmani serta diberikan pelatihan dan keterampilan
agar mereka mempunyai keahlian, proses pembinaannya selama 8 bulan
sesudahnya mereka diberi modal dan diberi peralatan. Karena waktu pembinaan
yang lumayan lama, peserta binaan diperbolehkan mengajak keluarga seperti
istri/suami dan anaknya untuk ikut tinggal di panti PSBK. Disana sudah
115
disediakan semacam wisma untuk ditempati oleh para penyandang dan diberi
jatah makan sehari 3 kali hanya saja diberikan makan yang seadanya.
4.4.3 Proses Manajemen
Dalam pembahasan ini peneliti menggunakan teori fungsi-fungsi
manajemen menurut Luther Gullick menurut Handoko (2003:11) yang meliputi 1)
Planning, 2) Organizing, 3) Staffing, 4) Directing, 5) Coordinating dan 6)
Reporting, 7) Budgeting.
1. Planning
Perencanaan merupakan langkah awal dalam suatu pengelolaan dimana
perencanaan ini sangat menentukan keberhasilan dalam suatu pengelolaan.
Pengelolaan program rehabilitasi sosial ini sebagaimana yang tertuliskan di
peraturan daerah nomor 2 tahun 2010 yaitu Dinas Sosial Kota Serang.
Langkah pertama dalam perencanaan ini adalah hal yang melatarbelakangi
adanya program rehabilitasi sosial tersebut. Yang melatarbelakangi adanya
program tersebut sebagai mana yang diungkapkan oleh I1 dan I2 adalah adanya
peraturan daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan,
penanggulangan dan pemberantasan penyakit masyarakat dimana dalam perda
tersebut di tuliskan tentang salah satu bentuk penanganan yaitu dengan rehabilitasi
sosial. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam program rehabilitasi sosial seperti
yang diungkapkan oleh I1 dan I2 yaitu mengurangi jumlah pengemis di Kota
Serang, serta mengembalikan mereka untuk berprilaku yang semestinya di
masyarakat dengan mengubah mindset mereka dan memberikan pendidikan
kepada mereka. Rehabilitasi sosial yang dimaksud dilakukan dengan memberikan
116
pendidikan baik pendidikan jasmani maupun rohani agar mereka penyandang
masalah kesejahteraan sosial akan berubah dan berkurang sedikit demi sedikit.
Dalam perencanaan membuat tindakan atau kegiatan harus dirumuskan
dengan seksama agar tercapainya tujuan yang sudah ditetapkan, berdasarkan hasil
wawancara dengan I1 dan I2 kegiatan yang sudah dilakukan adalah bahwa dinas
Sosial sudah melakukan pembinaan dan pelatihan yang bekerjasama dengan
Kementrian Sosial dan Dinas Sosial Provinsi Banten. Dimana pembinaan dan
pelatihan tersebut dilakukan di dua lokasi yaitu PSBK yang diusung oleh
Kementrian Sosial yang berlokasi di bekasi dan BP2S yang diusung oleh Dinas
Sosial Provinsi Banten dan Dinas Sosial. Kuota yang diberikan oleh Kementrian
Sosial di panti PSBK kepada kabupaten/kota tidak terbatas, sedangkan di BP2S
hanya 10 orang pertahun.
2. Organizing
Di dalam manajemen juga terdapat adanya pengorganisasian yang
dimana pengorganisasian ini merupakan menetapkan struktur formal daripada
kewenangan dimana pekerjaan dibagi-bagi sedemikian rupa, ditentukan dan
dikoordinasikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Pengorganisasian ini sangat berkaitan erat dengan perencanaan, karena
dengan adanya organisasi inilah perencanaan tersebut bisa berjalan dan bisa
mencapai tujuannya sesuai dengan keinginan. Dalam program rehabilitasi sosial
ini yang terlibat dalam kepengurusannya seperti yang diungkapkan oleh I1 dan I2
yaitu yaitu kepala bidang pelayanan rehabilitasi sosial dibantu dengan 3 seksi
yaitu seksi pelayanan perlindungan anak dan lansia, kepala seksi rehabilitasi sosial
117
gepeng, WTS, Eks. Napza, dan kepala seksi Pelayanan Rehabilitasi Sosial dan
Penyandang Cacat.
Namun sampai saat ini program rehabilitasi belum berjalan dengan
maksimal dan masih terdapat beberapa kendala yang membuat tidak berjalan
dengan maksimal hal ini seperti yang dipaparkan oleh I1 dan I2 bahwa Program
tersebut sudah berjalan dari tahun 2010 namun sampai saat ini program tersebut
sudah berjalan namun belum 100%, namun semua yang terlibat kepengurusan
rehabilitasi sosial sudah mengupayakan berbagai cara untuk melakukan
pencegahan termasuk dengan sosialisasi. ada kendala lain yang membuat belum
berjalan maksimal.
3. Staffing
Penyusunan pegawai juga sangat berkaitan denga perencanaan dan
pengorganisasian dalam pengelolaan situs batu goong dan komplek makam Syekh
Mansyur. Penyusunan pegawai menjelaskan mengenai keseluruhan fungsi
daripada kepegawaian sebagai usaha pelaksanaannya, melatih para staf dan
memelihara situasi pekerjaan yang menyenangkan. Dalam penyusunan pegawai
ini, memiliki indikator yaitu penempatan pegawai sesuai dengan ahlinya yang
artinya melengkapkan fungsi pekerjaan dengan pegawai yang mempunyai ahli di
bidangnya.
Penyusunan pegawai di Dinas Sosial Kota Serang dinilai buruk karena
hanya beberapa orang saja yang sesuai bidangnya yaitu sosial sebagaimana
diungkapkan oleh I1 dan I2 bahwa pegawai Dinas Sosial masih belum sesuai
dengan bidangnya tapi pekerjaan nya tetap sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
118
dan SOP, terhitung lulusan sarjana sosial hanya 3 orang saja yang ada di Dinas
Sosial Kota Serang dan sarjana pendidikan yang lebih banyak. Jika dilihat dari
basic nya Dinas Sosial seharusnya banyak lulusan sosial. Hal itu diperparah
dengan jumlah tenaga kerja lapangan yang kurang dimana tenaga observer atau
monitoring minim sehingga harus kepala seksi sendiri yang harus turun
kelapangan.
4. Directing
Dimensi manajemen selanjutnya yaitu pembinaan kerja yang masih
berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian dan juga dengan penempatan
pegawai. Pembinaan kerja yaitu tugas yang terus menerus di dalam pengambilan
keputusan yang berwujud suatu perintah khusus/umum dan instruksi-instruksi dan
bertindak sebagai pemimpin dalam suatu badan usaha/organisasi.
Pembinaan kerja dinilai menjadi aspek yang sangat penting dalam
terwujudnya tujuan dari program karena Agar tugas yang dikerjakan oleh seluruh
pegawai yang berada di Bidang pelayanan rehabilitasi sosial dapat berjalan sesuai
dengan fungsi dan uraian tugasnya, pembinaan yang diberikan juga harus
pembinaan yang menjurus kearah program sehingga pegawai yang terlibat
didalam program tersebut paham dan mengerti akan tugas pokok dan fungsinya
tidak adanya pembinaan kerja di Dinas Sosial sebagai mana dipaparkan oleh I1
dan I2 yaitu bahwa Pembinaan mengenai rehabilitasi sosial di Dinas Sosial Kota
Serang sampai saat ini belum ada pembinaan khusus. Yang seharusnya ada
pembinaan guna membuat kita semakin paham akan program yang akan kita
lakukan serta kita juga bisa lebih paham tentang tugas pokok dan fungsinya.
119
pelatihan pegawai yaitu suatu hal untuk melatih kemampuan yang dimiliki
pegawai dan menjadi salah satu penentu bagi program, yang ada hanya studi
banding ke luar daerah yang dirasa penanganan pengemisnya lebih baik dari Kota
Serang.
5. Coordinating
Selanjutnya dalam manajemen ini terdapat pengkoordinasian yang dimana
memiliki arti kewajiban yang penting untuk menghubungkan berbagai kegiatan
daripada pekerjaan. Selain itu, koordinasi juga merupakan suatu usaha yang
singkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan
mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan
harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
Koordinasi juga merupakan komponen yang sangat penting bagi Dinas
Sosial dalam program rehabilitasi sosial, baik itu kordinasi antar lembaga dan
kordinasi antar bagian atau bidang. Dalam program rehabilitasi sosial, Dinas
Sosial bekerjasama dengan Satpol PP, Dinas Pendidikan dan MUI seperti yang di
jelaskan I1 dan I2 bahwa Dinas Sosial Kota Serang yang bertanggung jawab untuk
membina penyandang masalah kesejahteraan sosial bekerjasama dengan Satpol
PP selaku perazia atau pengeksekutor selain dengan Satpol PP, Dinas Sosial juga
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan MUI untuk memberikan pendidikan
jasmani dan rohani. Kurangnya pertisipasi dari masyarakat atau Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) terhadap program rehabilitasi sosial yang
dikarenakan mindset LSM yang hanya mengambil keuntungan dengan adanya
kerjasama. Sehingga Dinas Sosial enggan untuk bekerjasama dengan LSM.
120
Selain kordinasi antar lembaga, Dinas Sosial berkordinasi antar bidang
atau bagiannya dalam program rehabilitasi sosial kepala bagian Pelayanan
Rehabilitasi Sosial bekerjsama dengan bidang pemberdayaan sosial dan bidang
jaminan sosial.
6. Reporting
Dalam fungsi manajemen dimensi pelaporan berkaitan dengan
pengkoordinasian. Reporting merupakan merupakan manajemen yang berupa
penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan
mengenai segala hal yang bertalian demean tugas dan fungsi-fungsi kepada
pejabat yang lebih tinggi, baik secara lisan maupun tulisan sehingga dalam
menerima laporan dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan tugas orang
yang memberi laporan.
Laporan ini diberikan setiap bulannya apa saja yang sudah dilakukan
melalui kepala seksi ke kepala bidang, hal ini seperti yang diungkapkan oleh I1
dan I2 laporan tiap bulannya di laporkan ke tiap bidang apa saja yang dilakukan
tiap bulannya hanya saja tidak formal hanya sebatas lisan dan tulisan. laporan ke
Dinas Sosial Provinsi Banten dan BAPPEDA Kota Serang melalui bagian PEP
namun persemester yang sebelumnya di kumpulkan tiap-tiap bagian dan diberikan
ke PEP untuk dilaporkaan ke Pemerintah daerah yaitu Dinas Sosial Provinsi
Banten dan BAPPEDA
7. Budgeting
Selanjutnya yang terakhir dalam fungsi manajemen yaitu adanya
penganggaran. Dimana penganggaran ini merupakan suatu rencana yang
121
menggambarkan penerimaan dan pengeluaran yang akan dilakukan pada setiap
bidang. Dalam anggaran ini hendaknya tercantum besarnya biaya dan hasil yang
akan diperoleh. Dalam penganggaran ada rencana anggaran yang berarti suatu
anggaran atau dana yang disesuaikan dengan kegiatan. Untuk mengajukan
rencana anggaran khusus harus melalui kepala Dinas apakah program rehabilitasi
sosial layak untuk diberikan anggaran khusus atau tidak, jika tidak diperlukan
maka pengajuan rencana anggaran khusus ditolak.
Dalam penganggaran ini juga terdapat indikator mengenai pengawasan
anggaran yang merupakan lembaga atau bidang yang mengawasi pengeluaran
yang dibutuhkan oleh kegiatan yang sedang berjalan, adanya pengawasan yang
dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang dalam mengawasi dana dan
perkembangan modal yang diberikan kepada para penyandang masalah
kesjahteraan sosial yang sebelumnya mereka mengikuti proses pembinaan di
yayasan PSBK selama 8 bulan, dana yang diberikan langsung dikirm ke rekening
para penyandang. Tugas Dinas Sosial memonitoring apakah dana tersebut
digunakan untuk keperluan usaha atau tidak dengan mengeceknya perbulannya.
122
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pengemis merupakan salah satu jenis penyakit masyarakat dan pengemis
juga termasuk salah satu jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS),
dalam peraturan daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan,
pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat mengemis merupakan
penyakit masyarakat, mengemis dilarang di Kota Serang, siapapun dilarang untuk
menjadi pengemis serta semua orang dilarang memberikan santunan apapun
kepada pengemis.
1. Pengemis Kota Serang merupakan pengemis yang mempunyai latar
belakang yang mendukung mereka untuk mengemis, mulai dari latar
belakang pendidikan, lingkungan masyarakat, ekonomi sampai lingkungan
keluarga. Menjelang hari raya idul fitri, jumlah pengemis akan bertambah
karna mereka beranggapan bahwa dibulan tersebut orang lebih ringan
tangan untuk bersedekah sehingga orang yang tidak biasa mengemis akan
ikut tertarik untuk mengemis juga. Bagi sebagian pengemis Kota Serang
mengemis merupakan pekerjaan tetap untuk mereka, mereka hanya
bergantung hidup dengan mengemis meminta mengharapkan belas kasihan
dari orang lain.
2. Model rehabilitasi di Dinas Sosial Kota Serang sama dengan yang
dituliskan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2010 tentang
123
pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat.
Dimana pembinaannya tidak di Kota Serang mengingat Dinas Sosial Kota
Serang masih belum mempunyai panti rehabilitasi sosial sehingga Dinas
Sosial bekerja sama dengan Kementrian Sosial untuk memberikan
pembinaan dan lokasi pembinaannya terletak di Bekasi Provinsi Jawa
Barat di panti PSBK (Panti Sosial Bina Karya) dimana disana diberi
pendidikan baik rohani dan jasmani serta diberikan pelatihan dan
keterampilan agar mereka mempunyai keahlian, proses pembinaannya
selama 8 bulan sesudahnya mereka diberi modal dan diberi peralatan. Para
penyandang masalah kesjahteraan sosial seperti pengemis yang mengikuti
pembinaan rehabilitasi sosial di yayasan PSBK(Panti Sosial Bina Karya)
mendapat pendidikan dan kehidupan mereka selam 8 bulan akan dijamin
dan bisa membawa anggota keluarganya. Setelah mendapatkan pembinaan
selama 8 bulan mereka diberi dana modal untuk usaha mereka dan
diberikan alat untuk melakukan usaha.
3. Peneliti menggunakan teori fungsi manajemen dari Luther Gullick
menurut Handoko (2003:11) yang meliputi 1) Planning, 2) Organizing, 3)
Staffing, 4) Directing, 5) Coordinating dan 6) Reporting, 7) Budgeting
untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Dalam ketujuh indikator
tersebut masih terdapat permasalahan terjadi pada planning (perencanaan),
directing (pembinaan kerja), coordinating (pengkordinasian) dan
budgeting (penganggaran). Dalam planning (perencanaan) terdapat hal
yang melatar belakangi program, tujuan program, rencana baru yang akan
124
dilakukan. Permasalahan yang terjadi yaitu, tidak adanya rencana baru
yang akan dilakukan untuk memaksimalkan program rehabilitasi sosial hal
tersebut karna minimnya anggaran. Directing (pembinaan kerja) terdiri
dari pelatihan kerja dan pembinaan kerja, permasalahan yang terjadi yaitu
tidak adanya pelatihan dan pembinaan khusus yang dilakukan oleh pihak
Dinas untuk meningkatkan mutu pegawai dalam melakukan dan
menjalankan program rehabilitasi sosial. coordinating (pengkordinasian)
terdiri dari kordinasi antar lembaga, kordinasi dengan masyarakat dan
kordinasi antar bidang. Masalah yang terjadi yaitu, tidak adanya kordinasi
dengan masyarakat baik itu LSM, masyarakat biasa dan civitas akademika.
Kordinasi tersebut pernah dilakukan dengan LSM namun mereka hanya
memanfaatkan dan kontribusinya sangat kurang sehingga Dinas Sosial
enggan untuk menjalin kerjasama kembali dengan pihak masyarakat.
budgeting (penganggaran) terdiri dari rencana anggaran baru dan
pengawasan anggaran. Permasalahan yang terjadi yaitu sulitnya
mengajukan rencana anggran baru, dimana setiap mengajukan rencana
anggaran baru selalu ditolak karena kepala Dinas berfikir bahwa hasil dari
program rehabilitasi sosial tidak terlihat sehingga rencana anggaran baru
sulit untuk dikabulkan dan selain itu permasalah yeng terjadi yaitu
kurangnya pengawasan secara langsung terhadap pengemis yang
menerima bantuan dana modal dan peralatan dagang yang diberikan
langsung oleh Kementrian Sosial sehingga tidak banyak dana dan
peralatan tersebut dijual untuk kebutuhan sehari-hari.
125
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran yang menjadi rekomendasi
peneliti sebagai berikut :
1. Dinas Sosial Kota Serang perlu membuat rencana baru untuk mengurangi
jumlah pengemis bukan hanya dengan mengandalkan rehabilitasi sosial
tetapi juga membuat perencanaan yang matang dan lebih segar atau baru.
Dengan memberikan pembinaan bukan hanya kepada pengemis nya saja
melainkan sampai keluarga dan anak-anak mereka agar tidak terjadi
regenerasi pengemis.
2. Dinas sosial perlu melakukan pengawasan terhadap para penyandang yang
dikirim ke PSBK (Panti Sosial Bina Karya) agar ketika sudah
dikembalikan ke Kota Serang bisa ditindak lanjuti oleh Dinas Sosial.
3. Dinas Sosial perlu mengganti program yang dirasa tidak perlu dilakukan
dan membuat program baru, seperti melakukan dan mengadakan
pembinaan kerja dan pelatihan kerja dalam program rehabilitasi sosial,
agar semua yang sudah direncanakan akan berjalan maksimal dan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya.
4. Pemerintah Kota Serang harus membentuk kelompok kerja dalam
mengentaskan perdaran pengemis dengan didalamnya Dinas Sosial Kota
Serang, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang, Lembaga Swadaya
Masyarakat, Dinas Pendidikan, Dinas Perindustrian Perdagangan Dan
Koperasi, serta Civitas Akademika baik mahasiswa dan dosen yang saling
berkordinasi dan perlu adanya rencana anggaran baru untuk pemenuhan
126
program, rehabilitasi sosial seperti mengadakan Unit Pelayanan Terpadu
Rehabilitasi Sosial dengan sarana dan prasarana yang lengkap sehingga
Dinas Sosial Kota Serang tidak perlu jauh-jauh untuk mengirim para
pengemis yang akan dibina ke yayasan PSBK, tetapi harus tetap
berkordinasi dengan Kementrian Sosial dan Dinas Sosial Provinsi Banten
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Pers
Handayaningrat, Suwarno. 1990. Pengantar Studi Ilmu Administrasi DanManajemen. Jakarta: Gunung Agung
Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen. Yogyakarta: BFEE-Yogyakarta
Hasibuan, Malayu. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta:Bumi Aksara
Irawan, Prasetya. 2006. Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta: UniversitasTerbuka
Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi: Metode penelitian komunikasi.Bandung: Widya Padjadjaran
Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja RosaKarya
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Prespektif RancanganPenelitian. Yogyakarta. Ar-Ruzz Media
Ratminto & Atik Septi. W. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: PustakaPelajar
Rusadi, Ruslan. 1998. Manajemen Publik Reletion Dan Media Komunikasi.Jakarta: Raja Grafindo Persadi
Siagian, P. Sondang. 2008. Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara
Siswanto. 2009. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:Bumi Aksara
Terry, George dan Lesile W. Rue. 2007. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: BumiAksara
Dokumen:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 TentangPerlindungan Anak
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pencegahan,Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat.
Sumber lainnya:
Hendra Ramadhan, 2012. Skripsi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa FISIP.Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010Tentang pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan PenyakitMasyarakat (Studi Kasus Pengemis Di Kota Serang).
Nitha Chitrasari, 2012. Skripsi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa FISIP. KinerjaDinas Sosial Kota Cilegon Dalam Penanganan Gelandangan Dan PengemisDi Kota Cilegon.
LAMPIRAN
(SURAT IJIN PENELITIAN)
LAMPIRAN
(DOKUMENTASI PENELITIAN)
Wawancara dengan bapak Heli Priatna selaku kepala seksi rehabilitasi sosialpengemis di kantor Dinas Sosial Kota Serang
Wawancara dengan bapak Dul Barid selaku kepala bidang pelayanan rehabilitasisosial pengemis di kantor Dinas Sosial Kota Serang
Wawancara dengan Ibu Hendri Sudiarni selaku kepala seksi perlindungan sosialanak dan lansia di kantor Dinas Sosial Kota Serang
Wawancara dengan bapak Raden Kuncahyo selaku kepala seksi penegakanhukum produk hukum daerah di kantor Satuan Pilisi Pamong Praja Kota Serang
Wawancara dengan pengemis Kota Serang yang masih di bawah umur
Wawancara dengan pengemis Kota Serang yang sudah lanjut usia
Pengemis Kota Serang yang mengemis di tempat umum
Pengemis Kota Serang yang mengemis di pintu keluar masjid agung Serangsetelah solat jumat
Proses penyerahan hasil razia Satpol PP ke Dinas Sosial untuk di tindak lanjuti
Rumah singgah di daerah Ciracas Kota Serang gang perintis 3
Wawancara dengan salah satu mahasiswa
Dokumentasi kegiatan rehabilitasi sosial di Panti Sosial Bina Karya (PSBK)Pangudi Luhur
Tampak depan PSBK Pangudi Luhur
Pelatihan Sablon Pelatihan Bengkel Mobil
Pelatihan Montir Motor Pelatihan Pertukangan Kayu
Pelatihan Salon
Pelatihan Bengkel Las Pelatihan Menjahit
Pondok tempat tinggal peserta rehabilitasi sosial
LAMPIRAN
LAIN-LAINNYA
Matriks Wawancara Lapangan Setelah Di Reduksi
I
Q
Kesimpulan
Planning :
a. Tujuan
Q1 : Apa tujuan yang melatarbelakangi
adanya program rehabilitasi sosial?
I1 : Yang melatar belakangi adanya
program tersebut adalah adanya peraturan
daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010
tentang pencegahan, pemberantasan dan
penanggulangan penyakit masyarakat.
Dimana dalam perda tersebut dituliskan
bahwa adanya pembinaan terhadap para
penyandang kesejahteraan sosial, salah
satunya dengan rehabilitasi sosial.
I2 : Yang melatar belakangi adanya
program tersebut adalah adanya peraturan
daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010
tentang pencegahan, pemberantasan dan
penanggulangan penyakit masyarakat.
Karna di perda tersebut sudah jelas
Yang melatarbelakangi adanya program
tersebut adalah adanya peraturan daerah
Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang
pencegahan, pemberantasan dan
penanggulangan penyakit masyarakat yang
di dalam perda tersebut tertulis bahwa
mengemis itu dilarang dan di dalam perda
tersbut juga di tuliskan bahwa cara
penanggulanginya dengan melakukan
pembinaan seperti rehabilitasi sosial.
Tujuan yang dicapai dalam program
rehabilitasi sosial yaitu mengurangi jumlah
pengemis di Kota Serang, serta
mengembalikan mereka untuk berprilaku
yang semestinya di masyarakat dengan
mengubah mindset mereka dan
memberikan pendidikan kepada mereka.
Rehabilitasi sosial yang dimaksud
dilakukan dengan memberikan
dituliskan bahwa mengemis itu dilarang di
Kota Serang.
pemndidikan baik pendidikan jasmani
maupun rohani agar mereka penyandang
masalah kesejahteraan sosial akan berubah
dan berkurang sedikit demi sedikit.
Q2 : Apa yang ingin dicapai dengan adanya
program rehabilitasi sosial?
I1 : Tujuan adanya program rehabilitasi
sosial adalah merubah mindset mereka dan
mengembalikan mereka agar berprilaku
seperti masyarakat seperti biasanya. Hanya
saja yang jadi masalah adalah mereka para
penyandang nya yang susah untuk
dirubahnya sehingga untuk bina pun mereka
susah sekali, sampai ada yang kabur
padahal belum waktunya untuk pulang.
I2 : Tentunya ingin merubah para
penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS) kembali kemasyarakat dengan
seperti seharusnya. Seperti pengemis juga,
kita berharap mereka kembali ke
masyarakat dengan seperti seharusnya dan
tidak lagi mengemis.
Q3 : Tindakan apa saja yang harus
dilakukan untuk mencapai sasaran?
I1 : Dengan adanya pembinaan, pelatihan
dan pendidikan yang dilakukan bisa
merubah pola pikir mereka agar para
penyandang kesenjangan sosial bisa
berkurang tiap tahunnya. Walaupun tidak
sekaligus tetapi sedikit demi sedikit bisa
berkurang
I2 : Kita harus melakukan pendidikan mulai
dari perilaku mereka sampai ke
pengetahuan mereka agar mindset mereka
berubah dan yang terpenting mereka mau
berubah.
b. Program
Q4 : Apa saja yang sudah dilakukan dalam
program rehabilitasi sosial?
I1 : kita sudah melakukan pembinaan dan
pelatihan dimana kita bekerja sama dengan
pemerintah pusat yaitu kementrian sosial,
dengan mengirim orang-orang yang akan di
berikan pembinaan dan boleh membawa
keluarganya kesana di yayasan PSBK di
Dinas Sosial sudah melakukan pembinaan
dan pelatihan yang bekerjasama dengan
Kementrian Sosial dan Dinas Sosial
Provinsi Banten. Dimana pembinaan dan
pelatihan tersebut dilakukan di dua lokasi
yaitu PSBK yang diusung oleh Kementrian
Sosial yang berlokasi di bekasi dan BP2S
yang diusung oleh Dinas Sosial Provinsi
Banten dan Dinas Sosial. Kuota yang
Bekasi mereka kehidupannya sudah
ditanggung dan masa pembinaannya selama
6 bulan.
I2 : Kita sudah melakukan pembinaan,
dimana kita bekerjasama dengan
pemerintah daerah baik provinsi maupun
pemerintah pusat yaitu kementrian sosial.
Mereka dikirim dan ditampung di panti
PSBK yang bekerja sama dengan
kementrian sosial dan balai pemulihan
pembinaan sosial (BP2S) yang bekerjasama
dengan pemerintah provinsi Banten. Di
panti PSBK menerima cukuip banyak yaitu
sekitar 500 orang dan bisa mengajak
keluarga mereka hal ini dikarenakan cukup
lama yaitu 6 bulan. Sedangkan jika di BP2S
hanya mampu menampung 10 orang saja
dan masa pembinaannya pun 1 bulan.
diberikan oleh Kementrian Sosial di panti
PSBK kepada kabupaten/kota tidak
terbatas, sedangkan di BP2S hanya 10
orang pertahun. untuk program baru,
sampai saat ini belum ada rencana untuk
membuat rencana baru hal ini dikarenakan
anggaran yang minim sehingga untuk
membuat rencana baru harus
mempertimbangkan terlebih dahulu.
Q5 : Apakah ada rencana baru yang akan
dilakukan dalam program rehabilitasi
sosial?
I1 : rencana baru belum ada karena disini
kita melihat juga anggarannya.
I2 : Untuk sampai saat ini belum ada
rencana baru tetapi kita masih fokus pada
rencana-rencana dari tahun lalu, hal ini juga
dikarenakan kita menyesuaikan anggaran
yang ada. Jadi buat yang baru kita banyak
pertimbangan.
Organizing :
a. Pengelompokkan tugas-tugas pegawai
Q6 : Siapa saja yang terlibat dalam
kepengurusan program rehabilitasi sosial
tersebut?
I1 : Yang terkait yaitu kepala bidang
pelayanan rehabilitasi sosial, dimana
dibantu oleh ketua seksi rehabilitasi sosial
diasbilitas, ketua seksi rehabilitasi sosial
pelayanan perlindungan anak dan lansia,
dan ketua seksi rehabilitasi sosial gepeng,
WTS, Eks NAPI & Napza. Dan dibantu
Yang terlibat dalam kepengurusan
program rehabilitasi sosial yaitu ketua
bidang pelayanan rehabilitasi sosial, kepala
seksi rehabilitasi sosial pelayanan
perlindungan anak dan lansia, dan ketua
seksi rehabilitasi sosial gepeng, WTS, Eks
NAPI & Napza. Dan dibantu juga oleh
orang lapangan. Program tersebut sudah
berjalan dari tahun 2010 namun sampai
saat ini program tersebut sudah berjalan
namun belum 100%, namun semua yang
terlibat kepengurusan rehabilitasi sosial
juga oleh orang lapangan
I2 : Yang terkait yaitu kepala bidang
pelayanan rehabilitasi sosial, dimana
dibantu oleh ketua seksi rehabilitasi sosial
diasbilitas, ketua seksi rehabilitasi sosial
pelayanan perlindungan anak dan lansia,
dan ketua seksi rehabilitasi sosial gepeng,
WTS, Eks NAPI & Napza.
sudah mengupayakan berbagai cara untuk
melakukan pencegahan termasuk dengan
sosialisasi. ada kendala lain yang membuat
belum berjalan maksimal yaitu kurangnya
staff yang mengurusi rehabilitasi sosial
dalam hal mengurus administrasi.
Q7 : Apakah tugas yang diberikan tersebut
sudah dijalankan dengan maksimal?
I1 : Kita sudah melakukan upaya secara
maksimal, dimana kita selalu
menggemborkan bahwa mengemis itu tidak
boleh dan memberi itu tidak boleh karna
sesuai yang tertera dalam perda. Ya
walaupun belum maksimal kita upayakan
itu sebagai orang dinas sosial maupun
warga biasa.
I2 : Sebenarnya sudah berjalan dengan baik,
namun dari tahun ke tahun dan sampai saat
ini belum maksimal atau belum 100%.
Dimana hal tersebut di karenakan anggaran
yang terbatas dan SDM yang membantu di
setiap seksi belum ada
Staffing :
a. Penempatan pegawai
Q8 : Apakah pegawai yang ditempatkan
dalam program rehabilitasi sosial sesuai
dengan ahlinya?
I1 : Sebetulnya jika dilihat dari lulusan
masih tidak sesuai ahlinya, hanya saja disini
kita sudah dibagi tugas dan ada tupoksi juga
sehingga kita bekerja sesuai SOP dan
TUPOKSI
I2 : Sebenarnya jika dilihat apakah sudah
sesuai dengan ahlinya dirasa belum, dimana
banyak yang tidak sesuai dengan
bidangnya. Jika dihitung hanya 3 orang saja
yang lulusan sarjana sosial sedangkan sisa
nya kebanyakan dari pendidikan.
SDM di Dinas Sosial masih dinilai buruk
karena jumlah lulusan sarjana sosial masih
sedikit dan sisanya banyak lulusan
pendidikan hanya 3 orang saja yang
lulusan sosial, selain itu jumlah pegawai
masih kurang jika dilihat dari SOP yang
ada membutuhkan banyak tenaga
lapangan.
Q9 : Apakah jumlah pegawai sudah sesuai
dengan yang dibutuhkan pada program
tersebut?
I1 : Jumlah pegawai dinilai kurang, dimana
dibawah seksi tidak ada staf khusus untuk
mengurusi administrasi.
I2 : Jumlah pegawai disini kurang,
sebenarnya ada tenaga pembantu seperti
TKS hanya saja mereka belum paham.
Directing :
a. Pembinaan pegawai
Q10 : Apakah pegawai di Dinas Sosial Kota
Serang diberikan pembinaan mengenai
rehabilitasi sosial?
I1 : Pembinaan yang khusus ke rehabilitasi
sosial belum ada sampai sekarang. Yang
seharusnya ada pembinaan guna membuat
kita semakin paham akan program yang
akan kita lakukan serta kita juga bisa lebih
paham tentang tugas pokok dan fungsi kita.
I2 : Pembinaan yang khusus ke rehabilitasi
sosial belum ada sampai sekarang.
Pembinaan mengenai rehabilitasi sosial di
Dinas Sosial Kota Serang sampai saat ini
belum ada pembinaan khusus. Yang
seharusnya ada pembinaan guna membuat
kita semakin paham akan program yang
akan kita lakukan serta kita juga bisa lebih
paham tentang tugas pokok dan fungsinya.
b. Pelatihan pegawai
Q11 : Apakah ada pelatihan yang didapatkan
pegawai Dinas Sosial dan pihak ketiga yang
terkait dalam rehabilitasi sosial?
I1 : Pelatihan yang menjurus ke rehabilitasi
sosial belum ada. Selain itu kita juga ga ikut
membina secara langsung kita hanya
menyalurkan penyandang untuk ikut
rehabilitasi di yayasan PSBK atau BP2S.
I2 : Belum pernah ada, dan paling juga
seperti studi banding saja. Dimana kepala
bidang melakikan studi banding ke daerah
diluar provinsi Banten yang lebih bagus
penanganan masalah pembinaan PMKS nya
seperti gepeng.
Belum pernah ada pelatihan pegawai yang
menjurus ke rehabilitasi sosial, yang ada
hanya studi banding ke luar provinsi
Banten dimana yang dirasa sudah bagus
dalam menangani masalah gelandangan
pengemis yang nantinya bisa menjadi
masukan bagi Dinas Sosial Kota Serang
dalam menangani gelandangan dan
pengemis di Kota Serang
Coordinating :a. Kordinasi tiap lembaga
Q12 : Adakah kordinasi dari dinas sosial
dengan SKPD lain? Dan seperti apa
kordinasi tersebut?
I1 : Kita bekerja sama dengan satpol pp
selaku eksekutor mereka yang merazia dan
hasil razianya dikirim ke Dinas Sosial untuk
Dinas Sosial bekerja sama dengan SKPD
lain yaitu dengan Satpol PP selaku
pengeksekutor atau perazia, dengan MUI
dan Dinkes selaku pemberi pendidikan
jasmani dan rohani, dengan Dinas
Pendidikan. Dinas Sosial tidak bekerja
sama dengan LSM atau Lembaga Swadaya
Masyarakat, hal ini dikarenakan belum ada
di tindak lanjuti. Selain itu kita kerjasama
dengan dina pendidikan dan MUI.
I2 : Ada kerjasama dengan lembaga lain
seperti satpol pp yang sudah menjadi
keharusan dan tertulis juga dalam perda
dimana satpol pp yang merazia, selain itu
dengan MUI yang memberikan pendidikan
kerohanian. Serta kita bekerjasama juga
dengan dinas pendidikan dimana jika ada
pengemis anak-anak yang masih sekolah
bisa diberikan bantuan.
LSM yang benar-benar bekerjasama
dengan Dinas Sosial dalam menuntaskan
masalah kesenjangan sosial. kebanyakan
LSM yang datang ke Dinas Sosial hanya
mencari keuntungan pribadi.
Q12 : Apakah ada kerjasama dengan pihak
masyarakat seperti pihak LSM atau
Yayasan
I1 : Sebenarnya pernaha ada kordinasi
dengan LSM tetapi mereka kebanyakan
lebih meminta imbalan sehingga dana yang
seharusnya untuk objek pembinaan malah
kepotong untuk mereka sehingga kita tidak
berkordinasi dengan pihak LSM lagi.
I2 : Pernah ada kerjasama dengan LSM
tetapi mereka bukannya ikut membantu
malah mereka memanfaatkan yang ada dan
ujung-ujungnya pasti meminta uang. Dan
saat kita butuh bantuan mereka pura-pura
tidak tahu.
b. Kordinasi tiap bagian
Q13 : Bagaimana kordinasi antar pegawai
dinas sosial terkait program rehabilitasi
sosial?
I1 : Selain kordinasi antar kasi dalam satu
bidang kita berkordinasi dengan bagian lain
seperti bidang jaminan sosial dan
pemberdayaan sosial.
I2 : Kordinasi antar pegawai atau bidang
berjalan dengan baik, seperti pengemis yang
memang benar-benar tidak mampu kita
kordinasi dengan bidang jaminan sosial
seperti agar di berikan bantuan sosial dan
jaminan kesehatan. Jika ada pengemis yang
keluarganya tidak mampu kita kordinasi
dengan bidang pemberdayaan keluarga agar
dibina.
Kordinasi yang dilakukan bukan hanya
dengan antar SKPD dan tingkat seksi saja,
kordinasi yang dilakukan juga antar tiap
bagian. sperti dengan bidang jaminan
sosial dan pemberdayaan sosial, jika ada
pengemis yang benar-benar tidak mampu
kordinasi dengan bidang jaminan sosial
agar di berikan bantuan sosial dan jaminan
kesehatan. dan juga pengemis yang
keluarganya tidak mampu kita kordinasi
dengan bidang pemberdayaan keluarga
agar dibina.
Reporting :Laporan bulanan
Q14 : Apakah ada laporan bulanan yang
dilakukan oleh pegawai terkait kegiatan
yang dilakukan?
I1 : Setiap seksi wajib melaporkan
kegiatannya selama sebulan ke kepala
bidang, kadang juga kita rangkap
pertriwulan untuk melaporkan apa saja yang
sudah dilakukan, kegiatan apa saja.
I2 : Pelaporan bulanan kita hanya di bagian
bidang saja dimana nantinya bidang
melaporkan kepada kepala Dinas apa saja
yang sudah dilakukan namun secara tertulis
dan lisan saja dan nantinya kepala bidang
yang melaporkan ke kepala Dinas secara
administrasi.
Laporan tiap bulannya di laporkan ke tiap
bidang apa saja yang dilakukan tiap
bulannya hanya saja tidak formal hanya
sebatas lisan dan tulisan. laporan ke Dinas
Sosial Provinsi Banten dan BAPPEDA
Kota Serang melalui bagian PEP namun
persemester yang sebelumnya di
kumpulkan tiap-tiap bagian dan diberikan
ke PEP untuk dilaporkaan ke Pemerintah
daerah yaitu Dinas Sosial Provinsi Banten
dan BAPPEDA.
Q15 : Apakah ada pelaporan tiap bulannya
terkait jumlah pengemis atau hal yang
lainnya kepada Dinas Sosial Provinsi
Banten?
I1 : pelaporannya kalo ke bidang tiap
kegiatan perbulan harus lapor, kalo ke
Dinas Sosial Prov Banten dan ke
BAPPEDA itu melalui PEP bagian evaluasi.
I2 : Kalau tiap bulan tidak ada, paling kita
tiap tahun ada pelaporan, hanya sebatas
pelaporan berapa jumlah pengemis yang
ikut dibina di BP2S dan apakah berhasil
atau tidak
Budgeting :
a. Rencana anggaran
Q16 : Adakah rencana anggaran khusus yang
diajukan oleh Dinas Sosial Kota Serang
kepada pemerintah daerah Kota Serang?
I1 : Rencana anggaran khusus pasti ada,
sedangkan diajukannya tidak langsung ke
pemerintah melainkan harus lewat kepala
Dinas terlebih dahulu, apakah rencana
anggaran khusus tersebut penting atau tidak.
Rencana anggaran khusus tiap tahunnya
ada dan sudah di ajukan hanya saja belum
tentu di kabulkan dan mengajukannya pun
tidak langsung ke pemerintah daerah
melainkan harus melalui kepala Dinas
terlebih dahulu dan itupun ditentukan lagi
apakah layak untuk mengajukan
penambahan anggaran atau tidak. anggaran
yang diberikan oleh pemerintah daerah
dinilai sangat kecil sehingga dibutuhkan
I2 : Rencana anggaran khusus pasti ada,
sedangkan diajukannya tidak langsung ke
pemerintah melainkan harus lewat kepala
Dinas terlebih dahulu, apakah rencana
anggaran khusus tersebut penting atau tidak.
rencana anggaran tambahan untuk program
rehabilitasi sosial. sehingga untuk
mendirikan unit pelayanan terpadu
pembinaan pun susah.
Q17 : Apakah anggaran yang diberikan oleh
pemerintah daerah Kota Serang sudah
mencukupi untuk program rehabilitasi
sosial?
I1 : Anggaran nya sangat minim, oleh karena
itu kita sesuaikan juga dengan program-
program atau kegiatan-kegiatan yang akan
kita lakukan.
I2 : Dirasa belum mencukupi dimana kita
saja tidak punya UPT rehabilitasi sosial
yang dibawah kita yang langsung ikut
membantu kita. Bukan itu saja kita butuh
alat keahlian saja untuk membina belum
ada.
b. Pengawasan anggaran
Q18 : Adakah ada pengawasan anggaran
yang dilakukan oleh pihak pemerintah?
I1 : Kita selalu melakukan monitoring
kepada setiap objek yang mendapat bantuan
dari kemensos, yang kita lihat itu apakah
usahanya semakin berkembang atau tidak.
Atau bahkan sudah tidak meneruskan
usahanya. Bahkan sampai ada dan banyak
peralatan yang diberikan oleh pemerintah
pusat dijual oleh mereka
I2 : Ada pengawasan dari kita dimana dana
yang diawasi berupa dana modal yang di
berikan langsung dari kementria sosial
melalui buku rekening. Dan kita bertugas
memonitoring apakah dana tersebut
digunakan dengan benar atau tidak.
Dengan adanya bantuan dari kementrian
sosial untuk memberikan bantuan modal
yang langsung ke rekening pengemis
sehingga dinas sosial kota serang harus
melakukan monitoring terhadap mereka
yang menerima bantuan apakah
berkembang atau tidak.
Recommended