View
244
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerjasama atau kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat
dihindarkan di Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang
untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis
dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah
sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-
kalangan atas/orang kaya saja.
Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia. Namun agama adalah
faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan tujuan
hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama
perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling
mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi,
keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting. Kalau kita masih
mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita sendiri saja yang paling
benar, maka itu menjadi penghalang yang paling berat dalam usaha memberikan sesuatu
pandangan yang optimis. Namun ketika kontak-kontak antaragama sering kali terjadi
sejak tahun 1950-an, maka muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran
keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain. Bahkan
mulai muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain yang pada gilirannya
mendorong terjadinya saling pengertian. Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari
tradisi agama lain dan menganggap agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat
serta penuh kecurigaan terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih
mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana hubungan kerjasama yang terjadi dalam intern umat islam?
1.2.2 Bagaimana hubungan yang terjadi antar umat beragama?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui bagaimana hubungan kerjasama yang terjadi dalam intern umat
islam.
1.3.2 Mengetahui bagaimana hubungan yang terjadi antar umat beragama.
1
BAB II
ISI
2.1 Kerjasama Umat Beragama
2.1.1 Pengertian kerjasama umat beragama menurut pandangan umum
Kerjasama umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam
kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya
bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan,
pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah
ibadah harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum
dan telah terdaftar di pemerintah daerah.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi,
maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi
pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical,
menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling
percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Kerukunan Umat Beragama dibentuk di
Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas
melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung
aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam
bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan.
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;
1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan
Negara atau Pemerintah.
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat
beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan
bernegara.
2
2.1.2 Kerjasama umat beragama menurut pandangan islam
Kerukunan umat beragama dalam islam yakni Ukhuwah Islamiah. Ukhuah
islamiah berasl dari kata dasar “Akhu” yang berarti saudara, teman, sahabat, Kata
“Ukhuwah” sebagai kata jadian dan mempunyai pengertian atau menjadi kata benda
abstrak persaudaraan, persahabatan, dan dapat pula berarti pergaulan. Sedangkan
Islaiyah berasal dari kata Islam yang dalam hal ini menjadi atau memberi sifat
Ukhuwah, sehingga jika dipadukan antara kata Ukhuwah dan Islamiyah akan berarti
persaudaraan islam atau pergaulan menurut islam.
Dapat dikatakan bahwa pengertian Ukhuah Islamiyah adalah gambaran tentang
hubungan antara orang-orang islam sebagai satu persaudaraan, dimana antara yang
satu dengan yang lain seakan akan berada dalam satu ikatan. Ada hadits yang
mengatakan bahwa hubungan persahabatan antara sesame islam dalam menjamin
Ukhuwah Islamuah yang berarti bahwa antara umat islam itu laksana satu tubuh,
apabila sakit salah satu anggota badan itu, maka seluruh badan akan merasakan
sakitnya. Dikatakan juga bahwa umat muslim itu bagaikan sutu bangunan yang
saling menunjang satu sama lain.
Pelaksanaan Ukhuwah Islamiyah menjadi actual, bila dihubungkan dengan
masalah solidaritas social. Bagi umat Islam, Ukhuwah Islamiyah adalah suatu yang
masyru’ artinya diperintahkan oleh agama. Kata persatuan, kesatuan, dan solidaritas
akan terasa lebih tinggi bobotnya bila disebut dengan Ukhuwah. Apabila bila kata
Ukhuwah dirangkaikan dengan kata Islamiyah, maka ia akan menggambarkan satu
bentuk dasar yakni Persaudaraan Islam merupakan potensi yang obyektif.
Ibadah seperti zakat, sedekah, dan lain-lain mempunyai hubungan konseptual
dengan cita ukhuwah islamiyah. Ukhuwah islamiyah itu sendiri bukanlah tujuan,
Ukhuwah Islamiyah adalah kesatuan yang menjelmakan kerukunan hidup umat dan
bangs, juga untuk kemajuan agama, Negara, dan kemanusiaan.
“Janganlah bermusuh- musuhan, maka Allah menjinakan antara hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” (QS. Ali Imran:
103)
Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai dan
berselisih sesudah dating keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-
orang yang mendapat siksa yang berat. (QS. Ali Imran 105).
3
2.2 Hubungan Intern Umat Islam
2.2.1 Pandangan agama mengenai kerukunan dalam islam
Agama Islam diturunkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian, tetapi
membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Sesuai dengan hakikat manusia itu
agama Islam mengatur hubungan antar manusia, baik sesama muslim maupun
muslim dengan umat yang lain.
Agama Islam mengatur hubungan sesama umat Islam dengan mengembangkan
ukhuwah Islamiah (persaudaraaan sesama muslim) yang didasarkan atas kesamaan
iman, karena itu perbedaan-perbedaan sebagai akibat perbedaan dalam penafsiran di
tengah umat Islam tidak boleh menjadi factor pemicu perpecahan umat Islam.
Hubungan antara seorang muslim dengan muslim yang lain digambarkan seperti
hubungan antara satu anggota tubuh dengan anggota tubuh lainnya yang bersatu
secara utuh.Nabi Muhammad SAW menggambarkan hubungan muslim dengan
muslim dalam sabdanya:
Perumpamaan orang-orang yang beriman bagaikan satu tubuh, apabila salah satu
anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh merasakan sakitnya (H.R. Muslim dan
Ahmad).
Hal ini didukung oleh firman Allah SWT dalam Surat Al-Hujarat, 49:10, yang
mengandung arti:
“Sesungguhnya orang - orang mukmin itu bersaudara”.
2.2.2 Perbedaan pendapat dalam ajaran islam (konflik intern)
Ukhuwah di kalangan umat Islam seringkali diganggu oleh adanya perbedaan
dalam pemahaman keislaman.Perbedaan yang memicu konflik intern umat Islam
biasanya menyangkut persoalan fiqhiyah. Perbedaaan pemahaman keagamaan
merupakan hal yang wajar dan manusiawi, karena adanya perbedaan latar belakang
pengetahuan, pengalaman, dan perbedaan lainnya. Karena itu perbedaan hendaknya
disikapi secara wajar dan arif.
Adanya perbedaan dalam pemahaman agama akan selalu ada di tengah umat
Islam, karena al-Qur’an sebagai rujukan utama masih bersifat global dan adanya
keragaman pengamalan agama yang ditampilkan Nabi melalui hadis-hadisnya.
Keduanya memerlukan penafsiran dan ketika ditafsirkan ia menjadi terbuka untuk
berbeda penafsiran. Di samping itu adanya ijtihat dalam menetapkan suatu hukum
yang belum ditetapkan memungkinkan pula terjadinya perbedaaan. Sikap yang
sebaiknya ditampilkan umat Islam dalam menghadapi perbedaan itu adalah
4
menetapkan rujukan yang menurutnya atau menurut ahli yang dipercayainya lebih
dekat kepada maksud yang sebenarnya. Terhadap orang yang berbeda penafsiran
seyogyanya dikembangkan sikap toleran dan hormat-menghormati, serta tetap
menghubungkan silaturahmi.
Dengan demikian perbedaan yang ada di kalangan umat Islam tidak menjadikan
mereka terpecah-pecah. Kerja sama sesama umat Islam hendaknya didasarkan atas
kesamaan aqidah sehingga dapat terwujud persatuan dan kesatuan dalam
meninggikan syiar Islam di muka bumi.
Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang mendapat
perhatian penting dalam islam. Al-qur’an menyebutkan kata yang mengandung arti
persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai persamaan, baik
persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama.
Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam empat macam, yaitu :
- Ukhuwah ’ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah.
- Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat manusia adalah
bersaudara, karena semua berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan Hawa.
- Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan
kebangsaan.
- Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk
perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan.
Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya
”Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu
anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya. Ukhuwwah
adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama.
Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau
persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah. Persatuan dan kesatuan sebagai
implementasi ajaran Islam dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran
Islam.
Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa
kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Salah satu sebab
rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah karena
rendahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Islam. Persatuan di kalangan muslim
tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan dan
golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Perpecahan itu biasanya
diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap suatu
5
fenomena. Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi
perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian
melahirkan berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran
pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu
menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran.
Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan
ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu :
1. Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini
mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan
agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua
praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara
beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang
ditemukan dalam riwayat (hadits).
2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun (yang salah dalam berijtihad pun
mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama
seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan
tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya
itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang
benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita
ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang
yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti,
haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya
setelah melalui ijtihad.
3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan
suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini
dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan
hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka
Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya
para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari
ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing
mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.
Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam
mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang
mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi terhadap
firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi
perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Di
sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan
yang terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila telah terjadi,
6
maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan kembali orang
atau kelompok yang saling bertentangan.
2.3 Hubungan Antar Umat Beragama
Manusia diciptakan bersuku-suku dan dengan berbagai agama oleh karena itu untuk
menjalin kerjasama itu kita harus menjalin kerja sama antar umat beragama agar tercipta
kedamaian dan tidak adanya kerusakan di bumi ini.
Agama Islam diturunkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia. Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian, tetapi membutuhkan hubungan
dengan manusia lainnya. Sesuai dengan hakikat manusia itu agama Islam mengatur
hubungan antar manusia, baik sesama muslim maupun muslim dengan umat yang lain.
2.3.1 Pandangan islam tentang agama lain
Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleransi kepada pemeluk agama
lain adalah mutlak untuk dijalankan (Pluralitas). Namun bukan berarti beranggapan
bahwa semua agama adalah sama (pluralisme), artinya tidak menganggap bahwa
Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian sembah. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) menentang paham pluralisme dalam agama Islam Namun demikian,
paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian disebarkan oleh kalangan Muslim
itu sendiri.
Agama Islam mengakui keberagaman agama yang dianut oleh manusia, karena itu
ia tidak hanya mengajarkan tata cara hubungan sesame umat Islam, tetapi juga
hubungan dengan umat beragama lain. Islam adalah agama yang mengembangkan
kedamaian dan kesejahteraan seluruh alam (rahmatan lil alamin), karena itu Islam
mengajarkan umatnya untuk tidak memaksa orang lain untuk menganut agama Islam,
tetapi mendorong umatnya untuk memperlihatkan kepada orang lain penampilan
yang baik sehingga menyenangkan untuk didekati dan diakrabi. Rasulullah SAW
mencontohkan hubungan yang baik dengan pamannya yang bukan muslim sehingga
karena budi pekertinya itu banyak orang tertarik kepada Islam.
Dalam hubungannya dengan penganut agama lain Islam mengajarkan toleransi
(tasamuh), yaitu membiarkan dan tidak ikut campur dengan mereka dalam
melaksanakan agamanya. Islam membolehkan umatnya untuk bekerja sama dengan
penganut agama lain di luar kegiatan ritual, misalnya menjalin hubungan ekonomi
dan perdagangan politik, sosial, dan budaya sepanjang dapat menjamin kemurnian
aqidahnya. Sedangkan kerja sama dalam urusan ritual atau ibadah tidak
diperkenankan sama sekali, tetapi umat Islam tetap wajib menghormati dan
memberikan kebebasan kepada mereka untuk menjalankan agamanya.
2.3.2 Manfaat kerukunan antar umat beragama
7
Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan
sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan negara
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama
dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor
pemersatu dalam kehidupan berbangsa. "Sebab jika agama dapat dikembangkan
sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan
kemajuan suatu negara," katanya dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia
untuk Mengantar NKRI di Jakarta, Rabu.
Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di
Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade
terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat
beragama, hingga kini masih sering muncul. Menurut dia, kondisi yang demikian
menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama tidak bersifat imun melainkan terkait
dan terpengaruh dinamika sosial yang terus berkembang. "Karena itu upaya
memelihara kerukunan harus dilakukan secara komprehensif, terus-menerus, tidak
boleh berhenti," katanya.
Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan
kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk
menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk
kemiskinan dan kebodohan.
Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan
bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan
tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter.
"Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama,"
katanya.
Kita sekarang membahas masalah yang amat relevan dengan perkembangan
pembangunan bangsa ini bersama-sama, dengan melibatkan berbagai organisasi
kecendekiawanan dari bermacam-macam agama. Ini berarti langsung atau tidak
langsung mengasumsikan adanya kemungkinan kita bertemu dalam suatu landasan
bersama (common platform). Maka sekarang pertanyaannya ialah, adakah titik-temu
agama-agama ? Pertanyaan yang hampir harian itu kita ketahui mengundang jawaban
yang bervariasi dari ujung keujung, sejak dari yang tegas mengatakan "ada",
kemudian yang ragu dan tidak tahu pasti secara sekptis atau agnostis, sampai kepada
yang tegas mengingkarinya. Mungkin, mengikuti wisdom lama, yang benar ada
disuatu posisi antara kedua ujung itu, berupa suatu sikap yang tidak secara simplistik
meniadakan atau mengadakan, juga bukan sikap ragu dan penuh kebimbangan.
8
Karena kita bangsa Indonesia sering membanggakan -- atau dibanggakan -- sebagai
bangsa yang bertoleransi dan berkerukunan agama yang tinggi, maka barangkali
cukup logis jika jawaban atas pertanyaan diatas kita mulai dengan suatu sikap
afirmatif. Sebab logika toleransi, apalagi kerukunan ialah saling pengertian dan
penghargaan, yang pada urutannya mengandung logika titik-temu, meskipun, tentu
saja, terbatas hanya kepada hal-hal prinsipil. Hal-hal rinci, seprti ekspresi -ekspresi
simbolik dan formalistik, tentu sulit dipertemukan. Masing-masing agama, bahkan
sesungguhnya masing-masing kelompok intern suatu agama tertentu sendiri,
mempunyai idiomnya yang khas dan bersifat esoterik, yakni, "hanya berlaku secara
intern". Karena itulah ikut-campur oleh seorang penganut agama dalam urusan
kesucian orang dari agama lain adalah tidak .
2.3.3 Hubungan antar umat beragama menurut ketauhidan
Rasional dan absurd. Sebagai misal, agama Islam melarang para penganutnya
berbantahan dengan para penganut kitab suci yang lain melainkan dengan cara yang
sebaik-baiknya, termasuk menjaga kesopanan dan tenggang rasa -- disebutkan
kecuali terhadap yang bertindak zalim -- dan orang Islam diperintahkan untuk
menegaskan bahwa kita semua, para penganut kitab suci yang berbeda-beda itu,
sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan sama-sama pasrah kepada-Nya.
(1) Bahkan biarpun sekiranya kita mengetahui dengan pasti bahwa seseorang lain
menyembah sesuatu obyek sembahan yang tidak semestinya, bukan Tuhan Yang
Maha Esa (sebagai sesembahan yang benar), kita tetap dilarang untuk berlaku tidak
sopan terhadap mereka itu. Sebab, menurut Al-Qur'an, sikap demikian itu akan
membuat mereka berbalik berlaku tidak sopan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
sesembahan yang benar, hanya karena dorongan rasa permusuhan dan tanpa
pengetahuan yang memadai.(2) Terhadap mereka inipun pergaulan duniawi yang
baik tetap harus dijaga dan disini berlaku adagium "bagimu agamamu dan bagiku
agamaku".(3) Ungkapan ini bukanlah pernyataan yang tanpa peduli dan rasa putus
asa, melainkan karena kesadaran bahwa agama tidak dapat dipaksakan dan bahwa
setiap orang, lepas dari soal agamanya apa, tetap harus dihormati sebagai manusia
sesama makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Sebab Tuhan sendiripun menghormati
manusia, anak cucu Adam dimana saja.(4) Sementara demikian itu ajaran tentang
hubungan dan pergaulan antarumat beragama -- suatu hubungan dan pergaulan
berdasarkan pandangan bahwa setiap agama dengan idiom atau syir'ah dan minhaj
masing-masing mencoba berjalan menuju kebenaran (5) -- maka para penganut
agama diharapkan dengan sungguh-sungguh menjalankan agamanya itu dengan baik.
Agaknya sikap yang penuh inklusifisme ini harus kita fahami betul, karena akal
membawa dampak kebaikan bagi kita semua. Bahwa setiap pemeluk agama
diharapkan mengamalkan ajaran agamanya dengan sungguh-sungguh, dari sudut
pandang Islam dapat dipahami dari sederetan firman ,Tuhan tentang kaum Yahudi,
Nasrani dan Muslim sendiri.
9
Kemudian untuk umat-umat yang lain, seperti telah diteladankan oleh para 'ulamb'
dan umarb' Islam zaman klasik, dapat diterapkan penalran analogis. Untuk kaum
Yahudi telah diturunkan Kitab Taurat yang memuat petunjuk dan jalan terang, dan
yang digunakan sebagai sumber hukum bagi kaum Yahudi oleh mereka yang pasrah
kepada Tuhan dan oleh para pendeta dan sarjana keagamaan mereka. Mereka harus
menjalankan ajaran bijak atau hukm itu. Kalau tidak, mereka akan tergolong kaum
yang menolak kebenaran (kafir).(6) Juga diturunkan hukum yang rinci kepada kaum
Yahudi, seperti mata harus dibalas dengan mata, hidung dengan hidung, dan telingan
dengan telinga, dan mereka harus menjalankan itu semua. Kalau tidak, mereka
adalah orang-orang yang zalim.(7) Kitab Taurat diturunkan Tuhan kepada kaum
Yahudi lewat Nabi Musa as. Sesudah Nabi Musa as. dan para Nabi yang lain yang
langsung meneruskannya, Tuhan mengutus Isa al-Masih as. dengan Kitab Injil
(Kabar Gembira). Para pengikut Isa al-Masih as. menyebut Injil itu "Perjanjian
Baru", berdampingan engan Kitab Taurat yang mereka sebut "Perjanjian Lama".
Kaum Yahudi, karena tidak mengakui Isa al-Masih as. dengan Injilnya, menolak
mengakui keabsahan kedua-duanya sekaligus. Al-Qur'an juga mengatakan bahwa
Injil yang diturunkan kepada Isa al-masih as. itu menguatkan kebenaran Taurat dan
memuat petunjuk dan cahaya serta nasihat bagi kaum yang bertakwa. Para pengikut
Injil diharuskan menjalankan ajaran dalam kitab Suci itu, sesuai dengan yang
diturunkan Tuhan. Kalau tidak, mereka adalah fasiq (berkecenderungan jahat).(8)
2.3.4 Ajaran islam tentang kerukunan antar umat beragama
Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak
selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat
diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai
yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Isalam yang hakiki hanya
dirujukkan kepada konsep al-quran dan As-sunnah, tetapi dampak sosial yanag
lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen ddapat dirasakan oleh manusia
secara keseluruhan. Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan
antar bangsa,nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna
menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan kkebenaran dan keadilan.
Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap makna
Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal.
Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi, dan sosiologo. Dari segi
agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan
prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk
bersama-sama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke
dalam suatu masyarakat yang homogin hanya denga tindakan yang sangat
mudah ,yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan
10
dan dalam bidang sosial ia tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali
yang merugikan umat Islam.
Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu
ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama islam, dan dalam
tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khususu untuk menunjukan
peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan
masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran Al-Qur’an tanpa
mengurangi universalisme Islam.
Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak
pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada
kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian.;menghindari
pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar.
Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi
hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa
dan agama.
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat
Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan
tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain,
tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar
manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam
bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan
sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.
2.3.5 Tindakan yang seharusnya dilakukan setiap agama agar dapat tercapainya
suatu kerjasama yang baik
Masing-masing pihak menyadari bahwa ajaran agama mereka tentang iman dan
ketuhanan adalah sangat berbeda dan tidak mungkin dikompromikan.
Masing-masing pihak mengakui tentang hak dan kewajiban pihak pimpinan
agama lain untuk mengajarkan agamanya bagi penganutnya sendiri walaupun
agama itu mencela agama kita.
Masing-masing pihak mengakui bahwa pihak lain yang karena memang
dituntut oleh agamanya untuk menyiarkan pada pihak lainnya.
Mengadakan perjumpaan di antara agama-agama, khususnya agama yang
mengalami konflik,
Bersikap optimis walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk
menuju sikap terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama.
11
Selalu membatu sesama. Jangan melakukan diskriminasi terhadap suatu agama,
terutama saat mereka memerlukan bantuan.
Selalu menjaga rasa hormat pada orang lain tanpa memandang agama apa yang
mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan tidak sinis. Hal ini
tentu akan mempererat kerukunan umat beragama.
Bila terjadi masalah yang menyangkut agama, selesaikan dengan kepala dingin
tanpa harus saling menyalahkan para pemeluk agama lain. peran pemerintah sangat
diperlukan dalam mencapai suatu penyelesaian solusi yang baik dan tidak merugikan
pihak manapun, atau malah mungkin menguntungkan
12
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Kerjasama antar umat beragama sangat diperlukan. Karena kita diperintahkan untuk
senantiasa hidup berdampingan dengan umat agama lain. Dan hal ini sesuai dengan ajaran
Nabi Muhammad SAW. Dimana kita harus hidup saling membantu dan bekerja sama
sekalipun dia umat non-muslim. Kerjasama umat bragama yaitu hubungan sesama umat
beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling
menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara. Kerukunan umat beragama dalam islam yakni Ukhuwah Islamiah.
Ukhuah islamiah berasl dari kata dasar “Akhu” yang berarti saudara, teman, sahabat, Kata
“Ukhuwah” sebagai kata jadian dan mempunyai pengertian atau menjadi kata benda abstrak
persaudaraan, persahabatan, dan dapat pula berarti pergaulan.
Dapat kita lihat betapa pentingnya rasa toleransi terhadap perbedaan yang ada. Karena
dengan adanya toleransi kita dapat saling menghormati dan menghindari konflik yang terjadi
karena masalah perbedaan agama.
3.2 Saran
Menurut kelompok kami, kedepannya kita sebagai manusia beragama harus
meningkatkan rasa saling menghargai dan menghormati baik sesama pemeluk agama islam
maupun berbeda keyakinan. Dan peran pemerintah juga sangat diperlukan untuk
menanggulangi konflik yang kemungkinan bisa terjadi. Rasa toleransi antar sesame agama
islam harus tetap di tumbuhkan agar keutuhan dan kerukunan bias tetap terus terjaga dengan
baik.
13
Daftar Pustaka
Al-Qur’nul Karim
Natsir, Mohamad. Keragaman Hidup Antar Agama (Jakarta: Penerbit Hudaya, 1970), cet. II.
Al-Baihaqi, Syu’ab al-Imam (Beirut: t.t), ed. Abu Hajir Muhamad b. Basyuni Zaghlul, VI, h.
105.
Syeikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Toleransi Islam Menurut Pandangan Al-Qur'an dan As-Sunnah,
terj. Abu Abdillah Mohammad Afifuddin As-Sidawi (Misra: Penerbit Maktabah Salafy Press,
t.t.).
Shahih Al-Jami' As-Shaghir wa Ziyadatuhu. No. 3266
Max I. Dimon, Jews, God, and History (New York: New American Library, 1962), h. 194.
http://imso.wordpress.com/2006/11/01/kerukunan-beragama-di-indonesia-seperti-apa/
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
http://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme_agama
14
Recommended