View
142
Download
37
Category
Preview:
DESCRIPTION
ini mata kuliah Matematika dan Statistika
Citation preview
MAKALAH MATEMATIKA dan STATISTIK
PENGUJIAN HIPOTESIS STATISTIK
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
ANISTIA TERA PERMATA 151650005
ARIEFA URBACH 151650004
FENI AFRIYANI 151650044
QASTHARI FADLILLAH NURJANNAH 151650053
ROSA MEIDINA 151650008
SRIWULAN AYUNINGTYAS 151650017
WENTI ADYA SILVANI 151650006
PROGRAM STUDI
DIII FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
KHARISMA PERSADA
Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang, Tangerang Selatan
TANGERANG SELATAN
2016
PENGUJIAN HIPOTESIS STATISTIK
A. Teori Dasar Hipotesis
Istilah hipotesis berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai dua kata “hupo”
(sementara) dan “thesis” (pernyataan atau teori). Karena hipotesis merupakan pernyataan
sementara yang masih lemah kebenarannya, maka perlu diuji kebenarannya. Kemudian
para ahli menafsirkan arti hipotesis adalah dengan terhadap hubungan antara dua variabel
atau lebih. Atas dasar definisi tersebut dapat diartikan bahwa hipotesis adalah jawaban
atau dugaan sementara yang harus di uji kebenarannya.
1. Fungsi hipotesis dalam penelitian kuantitatif
a. Hipotesis menjelaskan masalah penelitian dan pemecahannya secara rasional
b. Hipotesis menyatakan variabel – variabel penelitian yang perlu di uji secara
empiris
c. Hipotesis digunakan sebagai pedoman untuk memilih metode pengujian data
d. Hipotesis menjadi dasar untuk membuat kesimpulan penelitian
2. Kriteria Rumusan Hipotesis
a. Berupa pernyataan yang mengarah pada tujuan penelitian
b. Berupa pernyataan yang dirumuskan dengan maksud untuk dapat diuji secara
empiris
c. Berupa pernyataan yang dikembangkan berdasarkan teori2 yang lebih kuat
dibandingkan dengan hipotesisrivalnya
B. Konsep Hipotesis Dalam merumuskan hipotesis ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan, antara lain:
1. Hipotesis harus mengekspresikan satu fenomena (satu variabel) atau mengekspresikan
hubungan? pengaruh antara dua variabel atau lebih. Maksudnya, dalam merumuskan
hipotesis untuk mengekspresikan hubungan atau pengaruh seorang peneliti harus
setidak – tidaknya mempunyai dua variabel yang akan dikaji. Kedua variabel tersebut
adalah variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Jika variabel
lebih dari dua, maka biasanya satu variabel terikat dan dua variabel bebas.
2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas dan tidak bermakna ganda, artinya rumusan
hipotesis harus bersifat spesifik dan mengacu pada satu makna dan tidak boleh
1
menimbulkan penafsiran lain. Jika hipotesis dirumuskan secara umum, maka hipotesis
tersebut tidak dapat diuji secara empiris.
3. Hipotesis harus dapat diuji sacara empiris, maksudnya memungkinkan untuk
diungkapkan dalam bentuk operasionalisasi yang dapat dievaluasi berdasrkan data
yang didapatkan sacara empiris.
Menurut bentuknya, hipotesis dibagi menjadi tiga:
1. Hipotesis Penelitian/Kerja (Ha)
Hipotesis penelitian merupakan anggapan dasar peneliti terhadap suatu
masalah yang sedang dikaji. Dalam hipotesis ini, peneliti menganggap benar
hipotesisnya, yang kemudian akan dibuktikan secara empiris melalui pengujian
hipotesis dengan mempergunakan data yang diperoleh selama melakukan penelitian.
Misalnya, ada hubungan anatara formulasi suatu tablet dengan pemecahan tablet
(cracking).
2. Hipotesis Operasional (H0)
Hipotesis operasional merupakan hipotesis yang bersifat objektif. Artinya,
peneliti merumuskan hipotesis tidak semata-mata berdasarkan anggapan dasarnya,
tetapi juga berdasarkan objektifitasnya, bahwa hipotesis penelitian yang dibuat belum
tentu benar setelah diuji dengan menggunakan data yang ada. Untuk itu, peneliti
memerlukan hipotesis pembanding yang bersifat objektif dan netral atau secara teknis
disebut hipotesis nol (H0). Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan
ketidak benaran dari suatu fenomena, atau menyatakan tidak ada hubungan antara dua
variabel atau lebih.
H0 digunakan untuk memberikan keseimbangan pada hipotesis penelitian,
karena peneliti meyakini dalam penguji nanti benar atau salahnya hipotesis penelitian
tergantung dari bukti – bukti yang diperoleh selama melakukan penelitian.
Contohnya: tidak ada hubungan antara formulasi suatu tablet dengan pemecahan
tablet (cracking).
3. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik merupakan jenis hipotesis yang dirumuskan dalam bentuk
notasi statistik. Hipotesis ini dirumuskan berdasarkan pengamatan peneliti terhadap
populasi dalam bentuk angka-angka (kuantitatif). Misalnya: H0; r = 0; atau Ha p = 0.
2
C. Jenis Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Deskriptif
Hipotesis deskriptif, yaitu hipotesis yang tidak membandingkan dan
menghubungkan dengan variabel lain, atau hipotesis yang dirumuskan untuk
menggambarkan suatu fenomena, atau hipotesis yang dirumuskan untuk menjawab
permasalahan taksiran. Statistik deskriptif juga digunakan untuk memberikan
informasi statistik umum tentang sifat – sifat rangkaian data, yaitu suatu sampel atau
suatu populasi. Namun, statistika deskriptif tidak dapat langsung digunakan untuk
menjawab banyak permasalahan yang ditemui oleh para ilmuwan dalam keseharian.
Contoh: Dalam suatu studi klinis, seseorang mungkin menginginkan untuk
membandingkan ketersediaan hayati suatu produk komersial dengan setara
generiknya menggunakan parameter – parameter farmakokinetik yang sesuai.
2. Hipotesis Analitik
a. Hipotesis Komparatif
Hipotesis komparatif adalah hipotesis yang dirumuskan untuk memberikan
jawaban pada permasalahan yang bersifat membedakan atau membandingkan
antara satu dengan data lainnya.
Contoh:
1) perbedaan stabilitas Bisolvon elixir pada pabrik PT. Nirwana dan PT.
Combiphar.
2) perbandingan tablet Paracetamol dari nama dagang Bodrex dengan tempra.
b. Hipotesis Asosiatif
Hipotesis asositif adalah hipotesis yang dirumuskan untuk memberikan
jawaban pada permasalahan yang bersifat hubungan atau pengaruh.
Contoh :
1) ada hubungan antara zat pewarna mahal dengan penampilan.
2) pengalaman training dan tingkat keamanan secara bersama-sama berhubungan
dengan pengendalian mutu pada suatu sediaan.
3
D. Cara merumuskan dan menguji hipotesis
1. Merumuskan hipotesis
Ada beberapa tahap cara merumuskan hipotesis, yaitu rumuskan hipotesis
penelitian, hipotesis operasional, dan hipotesis statistik.
a. hipotesis penelitian ialah hipotesis yang dibuat dan dinyatakan dalam bentuk
kalimat.
Contoh:
1) ada hubungan antara bahan obat dengan eksresi pengeluaran obat.
2) ada hubungan antara bobot badan pasien dengan penyakit yang di derita.
b. hipotesis operasional ialah mendefinisikan hipotesis secara operasional variabel –
variabel yang ada di dalamnya agar dapat di operasionalkan.
Contoh :
1) “gaya kepemimpinan” dioperasionalisasikan sebagia cara memberikan intruksi
terhadap bawahan.
2) “kinerja pegawai” diopersionalisasikan sebagai tinggi rendahnya pemasukkan
perusahaan
Hipotesis operasional ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1) hipotesis kerja/alternatif (Ha) merupakan anggapan dasar peneliti terhadap
suatu masalah yang sedang dikaji bersifat tidak netral.
Sehingga bunyi hipotesisnya; Ha : ada hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan kinerja pegawai
2) Hipotesis nol (H0) yang bersifat netral atau dapat juga didefinisikan suatu
pernyataan tentang parameter yang bertentangan dengan keyakinan peneliti
atau kebalikan Ha. Sehingga bunyi hipotesisnya; H0 : Tidak ada hubungan
antara gaya kepemimpinan dengan kinerja pegawai.
c. Hipotesis statistik ialah hipotesis operasional yang diterjemahkan ke dalam bentuk
angka-angka statistik sesuai dengan alat ukur yang dipilih oleh peneliti. Dalam
contoh ini, asumsi kinerja pegawai tidak ada hubungannya dengan gaya
kepemimpinan, maka hipotesisnya sebagai berikut:
Ha : r = 0
Ho : r ≠ 0
4
2. Menetukan Risiko Kesalahan (Taraf Signifikan)
Pada tahap ini, kita menentukan seberapa besar peluang membuat risiko
kesalahan mengambil keputusan menolak hipotesis yang benar. Biasanya
dilambangkan dengna istilah taraf signifikan
3. Menentukan Uji Statistik
Dalam melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik dapat
digunakan beberapa metode tergantung dari perumusan masalah dan jenis data yang
digunakan. Misalnya digunakan uji untuk hipotesisnya.
4. Kaidah Pengujian
H0 diterima, jika : −t tabel dan ≤ t hitung ≤ + t tabel
H0 ditolak, jika : t hitung > t tabel
5. Membandingkan t tabel dan t hitung
Tujuan membandingkan t tabel dan t hitung adalah mengetahui, apakah H0 ditolak
atau diterima berdasarkan kaidah pengujian di atas.
6. Membuat Kebputusan
Langkah terakhir dalam penelitian ini mengambil atau membuat suatu
keputusan dengan mengambil salah satu dari alternatif di atas.
E. Langkah-Langkah Pengujian Hipotesis :
Dalam suatu pengujian hipotesis, langkah-langkah yang dapat dijadikan pedoman dapat
diringkaskan sebagai berikut :
1. Rumusan Ho yang sesuai.
2. Rumusan hipotesis tandingannya (H1) yang sesuai.
3. Pilih taraf nyata pengujian sebesar α
4. Pilih uji statistik yang sesuai dan tentukan daerah ktitisnya.
5. Hitung nilai statistik dari contoh acak berukuran n.
6. Buat keputusan : Tolak Ho jika statistik mempunyai nilai dalam daerah kritis, selain
itu terima Ho.
5
F. Menentukan Batas Kemaknaan
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya bahwa tingkat kemaknaan merupakan
kesalahan tipe 1 dalam pengujian hipotesis yang dilambangkan dengan α. Tujuan
pengujian hipotesis adalah untuk membuat suatu pertimbangan tentang perbedaan antara
nilai sampel (statistik) dengan keadaan populasi (parameter) sebagai suatu hipotesis.
Langkah berikutnya setelah merumuskan hipotesis 0 dan hipotesis alternatif, adalah
menentukan kriteria atau batasan yang digunakan untuk memutuskan apakah hipotesis 0
ditolak atau gagal ditolak yang disebut dengan tingkat kemaknaan (level of significance).
Tingkat kemaknaan sering disebut dengan nilai α merupakan nilai yang menunjukan
besarnya peluang salah dalam menolak hipotesis 0. Dalam ungkapan yang lebih
sederhana, nilai α merupakan nilai batas maksimal kesalahan menolak H0. Bila kita
menolak H0, berarti menyatakan adanya perbedaan atau hubungan. Dengan demikian nilai
α dapat diartikan juga sebagai batas maksimal kita salah menyatakan adanya perbedaan.
Penentuan besarnya nilai α tergantung dari tujuan dan substansi penelitian. Nilai α
yang sering digunakan adalah 10%, 5%, dan 1%. Untuk penelitian bidang kesehatan (gizi,
keperawatan, kebidanan, dan kesehatan masyarakat) lazimnya menggunakan nilai α
sebesar 5%. Sementara dalam bidang farmasi, untuk pengujian obat-obatan digunakan
batas toleransi kesalahan yang lebih kecil, misalnya 1%, sebab mengandung resiko yang
fatal. Sebagai contoh, seorang peneliti yang hendak menentukan apakah suatu obat bius
berkhasiat, akan menggunakan nilai α yang sangat kecil. Peneliti tersebut tidak
mengambil resiko bahwa kegagalan obat bius yang besar akan berdampak terhadap
keselamatan jiwa orang yang akan dibius dalam tindakan pembedahan.
G. Uji (hasil) satu arah dan dua arah
Dalam proses pengujian hipotesis statistik, umum untuk menyatakan hipotesis nol
dan alternatif serta nyata, dan untuk mendefinisikan apakah rancangan percobaan (uji)
adalah satu arah atau dua arah. Konsep uji satu arah dan dua arah ini mengacu pada hasil
– hasil studi yang mungkin di dapat. Jika ada dua hasil statistik, uji dua arah yang harus
digunakan: sebaliknya, jika hanya ada satu hasil yang diinginkan oleh penyidik, uji
statistik harus di interpretasikan suatu hasil satu arah.
Bagian pengendalian mutu dari suatu perusahaan farmasi telah menyatakan bahwa
beberapa bets sediaan Antasida perusahaan tersebut gagal melewati uji kemanfaatan
pengawet, seperti yang ditetapkan oleh British Pharmacopoeia. Bagian formulasi telah
6
disarankan untuk memformulasi kembali produknya sedemikian rupa sehingga produk
yang baru mengandung kurang dari 1 x 102 mikroorganisme/ml setelah penyimpanan pada
suhu 20ºC selama 2 minggu. Berdasarkan hal tersebut, bagian formulasi telah
memproduksi formulasi baru untuk dinilai kemanjuran pengawetnya. Hasil – hasilnya,
ditampilkan sebagai jumlah mikroorganisme yang bertahan hidup dalam 10 botol,
ditunjukkan dalam tabel 5.2Tabel 5.2 Kandungan mikroorganisme (jumlah mikroorganisme/ml) dalam masing – masing dari 10 botol sediaan Antasida
Nomor Botol Jumlah mikrooganisme yang bertahan hidup/ml1 752 803 1014 825 846 987 938 1009 7810 89
Dalam situasi ini, hipotesis nol ditetapkan sebelum pengumpulan data, dan dapat
dinyatakan sebagai berikut: tidak ada perbedaan antara rerata yang diharapkan (100
mikroorganisme/ml) dan rerata sampel. Artinya H0 = 100 mikroorganisme/ml.
Sebaliknya, hipotesis alternatif menyatakan bahwa ada suatu perbedaan negatif antara
rerata sampel yang diamati dan rerata yang diharapkan, dan produk baru tersebut
memenuhi spesifikasi British Pharmacopoeia, artinya Ha < 100 mikroorganisme/ml.
Satu – satunya hal yang diinginkan penyidik dalam analisis ini adalah untuk
mengetahui apakah kandungan mikroba rerata dari formulasi baru lebih rendah daripada
rerata yang di tentukan (diharapkan). Karena hanya ada satu hasil yang diinginkan, uji ini
disebut uji satu arah.
Sebagai alternatif, ahli formulasi mungkin mengetahui lebih banyak mengenai
kinerja formulasi tersebut. Jika kandungan mikroba lebih besar daripada baku, produk
tersebut telah gagal memenuhi spesifikasi yang disetujui. Hal ini akan tetap memberikan
informasi yang berguna mengenai arah dari program formulasi ulang kemungkinan besar
mengidentifiksi pengawet-pengawet yang tidak efektif. Hipotesis nol yaitu tidak ada
perbedaan antara rerata yang diharapkan (100 mikroorganisme/ml) dan rerata sampel,
H0=100 mikroorganisme/ml. namun, hipotesis alternatif telah berubah dan ditetapkan
sebagai: ada perbedaan antara rerata yang diharapkan dan rerata yang diamati, yaitu Ha ≠
100 mikroorganisme/ml. Sumber perbedaan ini ada dua, yaitu perbedaan mungkin
7
disebabkan oleh rerata sempel yang lebih besar atau kurang dari rerata yang diharapkan.
Pada kondisi ini, hasil dari analisis memiliki dua arah karena ada dua kemungkinan hasil
yang akan berakibat pada penolakan hipotesis nol.
Keputusan mengenai apakah statistik uji hitung harus dievaluasi sebagai uji satu
arah atau dua arah merupakan hal yang sangat penting pemilihan yang tidak tepat akan
berakibat pada penafsiran analisis statistik yang tidak tepat karena suatu perbedaan yang
nyata antara pengobatan dapat dinyatakan tidak datang dan sebaliknya.
H. Kesalahan dalam pembuatan keputusan (kesalahan tipe I dan tipe II)
Salah satu aspek penting dalam pembuatan keputusan statistik adalah bahwa analisis
harus mempunyai keperayaan dalam hasil dan penafsiran analisis statistik. Dalam
statistik, keputusan – keputusan juga diambil dengan melibatkan penerimaan dan
penolakan hipotesis nol. Meskipun demikian, tidak dapat mengandalkan perasaan untuk
mendefinisikan hasil : sebaliknya. Probabilitas pembuatan keputusan yang salah dapat di
hitung secara statistik. Sebagai contoh, probabilitas penolakan hipotesis nol ketika
hipotesis ini sesungguhnya benar. Sebaliknya, probabilitas salah menerima hipotesis nol
dapat di tentukan. Metode untuk menghitung probabilitas – probabilitas ini merupakan
dasar.
Ada 2 tipe kesalahan, di istilahkan tipe I dan tipe II yang dapat terjadi ketika
menentukan hasil dari percobaan – percobaan statistik. Perbedaan – perbedaan antara ke
dua kategori kesalahan ini dan kepentingannya dapat di jelaskan dengan mengacu pada
situasi hipotesis tersebut. Dalam suatu studi klinis, efek suatu ᵦ- bloker terhadap
penurunan tekanan darah diastolic pada 100 pasien di periksa. Penurunan rerata didapat
sebesar 30± 3 mmHg dan di distribusi pengambilan sampel penurunan tekanan darah.
Jika seorang pasien yang di sampel menunjukkan penurunan tekanan darah sebesar 34,95
mmHg atau lebih, walaupun pasien tersebut adalah bagian dari suatu distribusi
pengambilan sampel normal, analisis statistik akan secara otomatis menolak hipotesis nol.
Oleh karena itu dianggap bahwa pasien tersebut tidak berasal dari distribusi asal tetapi
dari distriusi statistik lain yang memiliki nilai rerata yang berbeda. Sebuah kesalahan
statistik telah dibuat ketika hipotesis nol telah di tolak padahal dalam kenyataannya benar
yang disebut kesalahan tipe I. probabilitasnya merupakan area dari daerah penolakan.
Probabilitas merupakan suatu kesalahan tipe I di lambangkan dengan α. Oleh sebab itu,
8
probabilitas melakukan kesalahan tipe I sebenarnya merupakan probabilitas penolakan
hipotesis nol.
Jika hipotesis nol diterima padahal sebenarnya salah, sebuah kesalahan tipe II telah
dilakukan. Maka umunya probabilitas membuat suatu kesalahan tipe II dihitung jika
hipotesis nol diterima. Suatu hubungan timbal balik terjadi antara kesalahan – kesalahan
tipe I dan tipe II. Jadi, jika probabilitas melakukan suatu kesalahan tipe I dikurangi
(dengan meningkatkan nilai α). Probabilitas melakukan suatu kesalahan ke II akan
meningkat.
Jika selanjutnya dianggap bahwa hipotesis nol tersebut salah sesuai dengan
hipotesis alternatif diterima. Masalah – masalah yang berkaitan dengan kesalahan tipe II
dapat dijelaskan.
Distribusi pengambilan sampel dari hipotesis alternatif diberikan untuk menjelaskan
hubungan saling mempengaruhi antara kesalahan tipe I dan tipe II Karena dalam situasi
sebenarnya tidak akan mengetahui rerata dan simpangan baku dari hipotesis alternatif.
Ada beberapa konsekuensi berbeda tipe I dan tipe II yang mencerminkan hasil-hasil
berbeda ketika hipotesis nol diterima atau ditolak. Jika hipotesis nol ditolak, hipotesis
penelitian dterima sebuah usulan telah diubah dari pemikiran menjadi pengamatan.
Namun, jika hipotesis nol telah ditolak padahal dalam kenyataannya telah benar,
kesalahan tipe I dilakukan. Dalam situasi ini, suatu kesimpulan yang tidak tepat (dan
mungkin berbahaya) telah dibuat. Sebaliknya, penerimaan hipotesis nol ketika sebenarnya
salah akan berakibat pada penolakan suatu hipotesis penelitian yang dapat diterima secara
sempurna. Situasi berikut menyoroti bahaya – bahaya potensial dari kesalahan statistik
dalam pembuatan keputusan.Tabel 5.3 Ringkasan hubungan antara hasil statistik dan kesalahan statistikHasil Statisik(Keputusan)
Hasil sebenarnya
Hipotesis nol benar(yaitu H0:µ = 30 mmHg)
Hipotesis nol salah(yaitu H0: > 30 mmHg)
Bukan penolakan terhadap hipotesis nol
Keputusan yang benar Kesalahan tipe II (ᵦ)
Penolakan hipotesis nol/penerima hipotesis alternatif
Kesalahan tipe I (α) Keputusan yang benar
9
Sebuah perusahaan pembuat antibiotik telah mengembangkan suatu antibiotik ᵦ-
laktam baru yang telah dipatenkan dan telah dirancang untuk pengobatan pneumonia bagi
pasien dalam unit gawat darurat rumah sakit. Sebuah uji klinis telah dirancang untuk
menilai apakah antibiotik tersebut lebih berkhasiat daripada antibiotik untuk pengobatan
pneumonia yang ada saat ini. Hipotesis nol dari studi ini adalah bahwa tidak ada
perbedaan antara kemanfaatan klinis dari antibiotik – antibiotik tersebut: hipotesis
alternatif menyatakan bahwa antibiotik yang baru menunjukan pemanfaatan yang lebih
besar daripada antibiotik yang ada sekarang. Ada dua hasil yang mungkin terjadi:
hipotesis yang benar atau salah. Jika hipotesis nol benar, ini menandakan bahwa tidak ada
perbedaan dalam kemampuan kedua antibiotik tersebut. Namun setelah penyelesaian
studi dan analisis statistik setelahnya ada dua keputusan statistik yang mungkin terjadi.
1. Pertama, analis mungkin telah menerima (tidak menolak) hipotesis nol dan karenanya
keputusan yang benar telah didapatkan.
2. Kedua, sebaliknya analis mungkin menyimpulkan bahwa hipotesis nol harus ditolak
dan dengan demikian membuat kesalahan tipe I. Konsekuensi – konsekuensi dari hal
ini cukup menarik dan secara klinis berkaitan karena hipotesis alternatif diterima.
Perusahaan sekarang menyakini bahwa mereka telah menyediakan pengobatan
saluran pernafasan dengan suatu obat baru yang luar biasa dan karenanya berharap
bahwa obat ini diresepkan untuk pengobatan pneumonia, menggantikan pengobatan –
pengobatan yang sudah ada. Kenyataannya, obat tersebut tidak lebih dari pada
antibiotik – antibiotik yang telah ada. Perusahaan-perusahaan antibiotik pesaing akan
berusaha untuk memperbaiki kesalahan tipe I dalam batas – batas yang ditetapkan
oleh pengadilan hukum.
Jika hipotesis alternatif benar suatu kesalahan tipe II maka analisis statistik
memutuskan bahwa tidak ada pebedaan statistik antara kemanfaatan antibiotik –
antibiotik yang di teliti ketika dalam kenyataanya ada perbedaan antara kemampan
koparatif keduanya untuk mengobati pneumonia. Analisis statistik telah menerima
hipotesis nol ketika dalam kenyataannya hipotesis alternatif menunjukkan siatuasi
sebenarnya berdasarkan temuan analisis statistik ini, perusahaan yang mendanai uji klinis
akan menyimpulkan bahwa obat ini tidak memberikan keuntungan dan kemungkinan
besar akan menghentikan perkembangan selanjutnya. Masyarakat tidak akan
berkesempatan untuk merasakan keuntungan dari antibiotik dan perusahaan tidak akan
menerima keuntungan financial seharusnya.
10
Kesalahan-kesalahan terdapat dalam semua pengujian hipotesis statistik dan dengn
berusaha untuk mengurangi satu jenis kesalahan, kemungkinan jenis kesalahan yang lain
akan meningkan maka tepat kiranya untuk memberikan saran mngenai batas tiap jenis
kesalahan yang dapat diterima dalam pengujian hipotesis statistik.
I. Pemilihan uji statistik
Dalam proses pengujian hipotesis statistik, beberapa tahap kunci telah di identifikasi :
1. pernyataan hipotesis nol dan alternatif.
2. pemilihan aras nyata (α) dan pertimbangan probabilitas melakukan kesalahan tipe II.
3. identifikasi sifat hasil percobaan, yaitu apakah hasilnya adalah satu arah atau dua
arah.
4. identifikasi statistik kritis yang menentukan area penolakan hipotesis nol.
Salah satu langkah utama dalam proses pengujian hipotesis statistik meliputi
pemilihan uji statistik. Ini merupakan tahap yang sangat penting karena hasil analisis akan
menentukan nasib dari suat hipotesis penelitian dan karenanya uji statistik harus dipilih
berdasarkan ciri – ciri rancangan percobaan. Uji statistik yang paling sesuai dipilih
berdasarkan kekuatan studi yang di inginkan. Kombinasi faktor – faktor ini umumnya
disebut sebagai model statistik. Anggapan – anggapan uji statistik dipenuhi melalui
kondisi – kondisi rancangan percobaan.
J. Analisis parametrik dan nonparametrik
Secara khas, uji-uji statistik dapat dibedakan menjadi dua kategori, dikenal sebagai
analisis parametrik dan non parametrik, pemilihan hal ini dilakukan berdasarkan model
statistik. Dalam banyak kasus, dibuat anggapan-anggapan yang berkenaan dengan model
statis karena informasi ini tidak tersedia jarak untuk ahli statistik. Akibatnya, ketika
metode statistik tertentu direkomendasikan untuk membandingkan dua rangkaian data,
kemampuan uji tersebut untuk menolak hipotesis nol ketika dalam kenyataanya salah
merupakan suatu fungsi dari sifat anggapan-anggapan model statistik. Jika ada sedikit
anggapan yaitu jika ciri-ciri rancangan percobaan diketahui sepenuhnya, kesimpulan yang
dihasilkan dengan uji statistik bersifat valid dan keluaran analisis tersebut meyakinkan.
Sebaliknya, jika beberapa anggapan telah dibuat berkenaan sifat dari model statistik,
keluaran analisis statistik kemungkinan akan lebih umum. Kondisi-kondisi percobaan
11
(model statistik) dan uji statistik selanjutnya harus dipastikan sesuai karena ini akan
meningkatkan kinerja analisis.
Analisis-analisis statistik parametrik dan nonparametrik terutama berbeda dalam
sifat anggapan-anggapan yang berkaitan dengan penggunaanya. Uji-uji parametrik (yaitu
uji t, uji F, dan uji z) hanya dapat digunakan ketika sejumlah anggapan telah sesuai. Jika
anggapan-anggapan ini valid, penggunaan uji-uji parametrik dibutuhkan karena ini akan
menjamin kualitas keluaran analisis statistik akan optimal. Dalam keadaan seperti ini,
kekuatan analisis meningkat disebabkan oleh probabilitas yang tinggi untuk menolak
hipotesis nol ketika sebenarnya salah. Kondisi (anggapan) percobaan berikut ini harus
ditetapkan sebelum sebuah metode statistik parameter dipilih dan digunakan :
1. sampel harus diambil dari suatu populasi yang terdistribusi normal.
2. sampel harus bebas, yaitu prose pengambilan sampel tidak boleh memengaruhi proses
pengambilan sampel lainnya. Ini merupakan sebuah anggapan untuk semua uji
statistik.
3. variance populasi yang diperiksa harus seragam. Ini disebut homoskedastistitas.
4. variabel yang diperiksa harus diukur pada suatu interval atau sklala rasio dan nilai-
nilai yang diperoleh dapat dengan mudah dimanipulasi menggunakan aritmetika
konvensional. Ini merupakan suatu hal yang sangat penting yang berhubungan secara
langsung dengan sifat variabel yang diselidiki.
Dalam pengumpulan data yang normal, biasanya mengumpulkan sejumlah kecil
sampel replikat suatu variabel untuk analisis. Dalam situasi ini, sulit untuk memeriksa
apakah pengamatan (data) didapat dari suatu distribusi normal. Akibatnya, dalam analisis
parametrik yang melibatkan ukuran sampel yang kecil, sebuah anggapan dibuat mengenai
sifat populasi tempat tiap rangkaian data berasal. Namun, hal ini mungkin tidak secara
langsung menghambat penggunaan metode – metode parametrik karena umumnya dapat
diterima bahwa uji – uji ini toleran terhadap penyimpangan minor dari anggapan –
anggapan diatas tanpa menghilangkan validitas hasil analisis statistik seiring
penyimpangan dari anggapan – anggapan menjadi makin nyata. Kesimpulan-kesimpulan
yang didapatkan dari analisis menjadi kurang kuat dan dapat diikuti dengan kesimpulan
yang tidak tepat.
Satu anggapan mengenai uji-uji parametrik yang terdefinisi dengn baik adalah sifat
data. Dalam analisis parametrik, data (variabel) bersifat kontinyu dan dapat dimanipulasi
secara matematis untuk menghasilkan statistik deskriptif (rerata, variansi, simpangan
baku).
12
K. Data nominal
Data nominal dibagi kedalam kelompok-kelompok yang diberi sebuah nama atau
judul. Contoh-contohnya meliputi :
1. pengelompokkan pasien-pasien yang mengikuti suatu studi klinis berdasarkan usia.
2. pengelompokkan pasien-pasien yang mengikuti suatu studi klinis berdasarkan jenis
kelamin.
3. kategorisasi kerusakan tablet, misalnya retak-lepas (capping), berkeping (chipped),
berceruk (pitting).
4. kategorisasi penyakit, misalnya kanker usus, colitis ulseratif, penyakit Chron’s,
diverticulitis.
Efek samping yang berkaitan dengan pengobatan, misalnya mual, muntah, diare dan sakit
kepala. Data nominal biasanya dinyatakan dalam bentuk frekuensi-frekuensi pengamatan
yang berkaitan dengan tiap kategori. Analisis statistik terhadap data tersebut dapat
dilakukan menggunakan suatu analisis x2 atau suatu uji berdasarkan binomial.
L. Data ordinal
Data ordinal dianggap mewakili tingkat pengaturan yang lebih tinggi di banding
data nominal ada persamaan yang nyata antara kedua tipe data ini yaitu keduanya
terususun atas katergori- kategori namun, kategori – kategori dalam data ordinal tidak
bebas, tetapi berbeda satu sama lain dalam hal besarnya. Contohnya :
1. Kategori nyeri menggunakan skala analog visual (0 = tidak ada rasa nyeri, 10 = nyeri
luar biasa).
2. Kategori peradangan (misalnya peradangan gusi, artritis reumatoid, osteoarthritis)
menggunakan indeks.
3. Kategori rasa (tidak pahit, agak pahit, sangat pahit) contoh di atas ini, data sekali lagi
di atur kedalam kategori-kategori tertentu,tetapi terdapat suatu hubungan antara
kategori- kategori individual (yang tidak ada dalam skala- skala nominal). Jadi,
kategorisasi nyeri atau contoh yang lain merupakan proses pemeringkatan dengan
indikasi kepentingan relatif setiap kategori ditentukan.
13
M. Data interval dan rasio
Data interval dan rasio mewakili suatu tingkat pengaturan yang lebih tinggi di
bandingkan data nominal atau ordinal. Keduanya dapat dikarakterisasi dengan
mengetahui jarak antara dua nilai telah ditetapkan dalam suatu unit pengukuran. Dalam
suatu skala interval tidak ada 0 hakiki, ttapi data rasio memiliki suatu titik 0 tertentu.
Contoh klasik mengenai skala interval adalah pengukuran suhu (baik dalam pengukuran
Celcius atau Fahrenheit). Contoh dalam bidang farmasi bentuk dari ibuprofen (1520) lebih
tinggi dari pada ibuprofen sendiri (760), tidak tepat untuk menyatakan bahwa produk
memiliki titik leleh yang besarnya 2 kali lipat titik leleh obat induk karena sifat
sembarang dari nilai 0 pada skala derajat celcius.
Skala interval disebut skala kuantitatif dan informasi yang terdapat dalam skala ini
dapat secara berarti di manipulasi menggunakan prosedur- prosedur aritmatika skala rasio
juga merupakan suatu skala kuantitatif tetapi berbeda dari skala interval dalam suatu sifat
yang penting : skala rasio ini memiliki sifat 0 hakiki. Contoh dalam bidang farmasi yaitu
meliputi masa, tinggi, konsentrasi, tekanan darah, kecepatan penyaringan glomerulus,
daerah di bawah pulva dan sebagainya. Dalam contoh – contoh ini 0 melambangkan
ketiadaan suatu nilai yang dapat diukur sama halnya data yang berasal dari skala rasio
dapat di manipulasi menggunakan aritmatika konvensional dan karenanya dapat dengan
mudah di analisis baik dalam metode parametik ataupun non parametik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Jones, David. Statistik Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010.
Rachmat, Mochamad. Buku Ajar Biostatistika. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010.
Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta; 2010
Siregar, Syofian. Statistika Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara;
2012
Recommended