View
108
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
BENTUK – BENTUK EVALUASI PENDIDIKAN
Disusun oleh:
1. Hanip Hamdani 10110241020
2. Heru Setiawan 10110241021
3. Rachma Kusuma T. 10110241022
4. Wahyu N. 10110241023
5. Eka Rizki R. 10110241024
6. Risnawati 10110241025
PRODI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
JURUSAN FILSAFAT SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi dan evaluasi pendidikan?
2. Apa bentuk – bentuk evaluasi pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Evaluasi
Evaluasi berasal dari bahasa inggris yaitu evaluation. Wand dan Brown
dalam (Wayan, 1986:1), evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses
untuk menetukan nilai pada sesuatu. Dari pengetian tersebut maka bisa
diartikan bahwa evaluasi adalah tindakan atau proses dalam menilai
sesuatu dalam dunia pendidikan apabila dikaitkan dalam bidang
pendidikan atau segala hal yang berhubungan dengan pendidikan. Definisi
lain dari evaluasi menurut Ralph Tyler dalam (Suharsimi 2009:3), evaluasi
merupakan proses pengumpulan data untuk menetukan sejauh mana,
dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai.
Pengertian lebih luas mengenai evaluasi dikemukakan oleh Cronbach dan
Stufflebeam dalam (Suharsimi 2009:3), evaluasi bukan sekedar mengukur
sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.
Dari definisi – definisi tersebut dapat dipahami bahwa evaluasi adalah
suatu tindakan maupun proses melakukan penilaian terhadap data untuk
menetukan sejauh mana tujuan pendidikan sudah tercapai yang bisa
digunakan pula dalam membuat keputusan.
B. Bentuk – bentuk Evaluasi Pendidikan
Evaluasi memiliki 4 bentuk:
1. Diagnostik
2. Formatif
3. Sumatif
4. Placement
Keempatnya memiliki peran yang berbeda, perbedaan tersebut bisa dilihat
dari 9 aspek yang bisa digunakan untuk membandingkan keempatnya.
Sembilan aspek tersebut, adalah: fungsi, waktu, titik berat atau
tekanannya, alat evaluasi, cara memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat
kesulitan soal-soal tes, cara menyekor tingkat pencapaian, dan metode
menuliskan hasil tes (Suharsimi, 2009:44).
1. Tes Diagnostik
Tes diagnostik ialah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-
kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan tersebut dapat
dilakukan pemberian perlakuan yang tepat (Suharsimi, 2009: 34).
Sesuai namanya yaitu tes diagnostik, tes ini bekerja untuk
mendiagnosa, hal yang didiagnosa adalah kelemahan yang dimiliki
siswanya dalam upaya memberikan bantuan dengan tepat. Sekolah
yang merupakan salah satu tempat berlangsungnya pendidikan yang
memiliki tujuan adanya perubahan atau sebagai tempat transformasi.
Dari hal tersebut tes diagnostik dapat digambarkan melalui sebuah
diagram:
1 2 3 4 Output
Input
Tes Diagnostik ke – 1, pelaksaan ini merupakan sebuah input untuk
mengetahui apakah calon siswa sudah menguasai pengetahuan dasar
guna menerima pengetahuan selanjutnya disekolah yang dituju. Tes ini
bisa disebut sebagai tes penjajakan masuk. Pengetahuan dasar yang
diujikan adalah sebagai pengetahuan bahan prasyarat.
Tes Diagnostik ke – 2, dilakukan ketika jumlah siswa yang akan
memulai melaksanakan program sudah diketahui namun jumlahnya
tidak memungkinkan untuk semuanya berada pada satu ruang kelas.
Maka tes kedua ini akan memberikan gambaran kemampuan siswa
yang baik, sedang, atau kurang. Dengan adanya data tersebut bisa
diambil keputusan apakah satu kelas akan berisi anak yang
berkempuan baik semua atau akan disamaratakan dalam satu kelas ada
yang berkemampuan baik, sedang dan kurang. Hal ini akan
memberikan gambaran sebuah fungsi untuk menempatkan sama
halnya dengan tes penempatan (placement test).
Tes Diagnostik ke – 3, tes ini diberikan pada saat proses belajar
berlangsung. Guru harus memiliki anggapan bahwa kemampuan
semua siswa itu berbeda dalam menerima pelajaran yang diberikan.
Tidak semua bisa lancar dalam menerimanya, maka dengan
memberikan tes ini akan memperkecil kesenjangan kemampuan antara
setiap murid. Guru harus sering memeberikan tes ini untuk mengetahui
dengan tepat bagian mana dari bahan ajarnya yang kurang dikuasai dan
siswa mana saja yang tertinggal dari teman-temannya dalam
penguasaan bahan ajar yang diberikan.
Tes Diagnostik ke – 4, sama halnya dengan tahap ke-3 tes ini guna
mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan ajar yang
diberikan namun pelaksanaannya pada saat akan mengakhiri pelajaran.
a. Fungsi tes diagnostic
1. Fungsi dari tes diagnostic bagi guru dan murid adalah untuk
mengetahui kelemahan siswa dalam belajar, sehigga dapat
dilakukan penanganan yang tepat.
2. Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau belum.
3. Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang
dipelajari.
4. Memisah-misahkan (mengelompokan) siswa berdasarkan
kemampuan dalam menerima pelajaran yang akan dipelajari.
5. Menentukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk
menentukan cara yang khusus untuk mengatasi atau
memberikan bimbingan.
b. Waktu pelaksanaan tes
1. Pada waktu penyaringan calon siswa.
2. Pada waktu membagi kelas atau permulaan memberikan
pelajaran.
3. Selama pelajaran berlangsung bila guru akan memberikan
bantuan kepada siswa.
c. Alat evaluasi tes
1. Test prestasi belajar yang sudah distandardisasikan
2. Test diagnostic yang sudah di standardisasikan
3. Tes buatan guru
4. Pengamatan dan daftar cocok (check list)
d. Berat penilaian
1. Tingkah laku kognitif, afektif, dan psikomotor.
2. Faktor-faktor fisik, psikologis, dan lingkungan.
e. Alat evaluasi yang digunakan:
1. Tes prestasi belajar yang sudah distandarisasikan.
2. Tes diagnostik yang sudah distandarisasikan.
3. Tes buatan guru.
4. Pengamatan dan daftar cocok (check list).
f. Pemilihan tujuan yang akan dievaluasi:
1. Memilih tiap-tiap keterampilan prasyarat.
2. Memilih tujuan setiap program pelajaran secara berimbang.
3. Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental,
dan perasaan.
g. Tingkat kesulitannya:
Tes diagnostik mengukur keterampilan dasar, diambil soal tes yang
mudah, yang tingkat kesulitannya (indeks kesukaran) 0,65 atau lebih.
h. Cara memberikan skoring
Cara skoring (memberikan skor) tes diagnostik menggunakan standard
mutlak dan standard relatif (criterion referenced and norm referenced).
i. Tingkat pencapaiannya :
Berhubung ada berbagai macam tes diagnostik, maka tingkat
pencapaian yang dituntut tidaklah sama. Untuk tes diagnostik yang
sifatnya memonitor kemajuan, tingkat pencapaian yang diperoleh
siswa merupakan informasi tentang keberhasilannya. Tindakan guru
selanjutnya adalah menyesuaikan dengan hasil tes diagnostik.
Tes prasyarat adalah tes diagnostik yang sifatnya khusus fungsinya
adalah untuk mengetahui penguasaan bahan prasyarat yang sangat
penting untuk kelanjutan studi bagi pengetahuan berikutnya. Untuk ini
maka tingkat penguasanya ditunutut 100%.
j. Cara pencatatan hasil :
Tes diagnostik dicatat dan dilaporkan dalam bentuk profil.
2. Tes Formatif
Tes ini diberikan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk
setelah mengikuti proses pelaksanaan suatu program tertentu. Evaluasi
formatif atau tes formatif dilaksanakan pada akhir pelaksanaan suatu
program. Tes ini bisa disebut post-test atau tes akhir proses. Tes ini
memiliki manfaat bagi siswa, guru, maupun program itu sendiri.
Manfaat bagi siswa
a) Digunakan apakah siswa sudah menguasai semua bahan program
tersebut secara menyeluruh.
b) Memberikan motivasi bagi siswa, siswa akan termotivasi dengan
hasil yang dicapai dengan skor tinggi beserta pengakuan dari guru
bahwa apa yang telah dia peroleh sudah benar. Perlakuan ini akan
memberika kesan pada siswa yang akan berdampak termotivasi
untuk lebih meningkatkan dengan giat belajar.
c) Dengan hasil yang diperoleh akan adanya tindakan perbaikan
sebagai umpan balik setelah melakukan tes. Siswa akan
mengetahui dengan sendirinya titik kelemahan yang dimiliki.
Manfaat bagi guru
a) Guru akan mengetahui sejauh mana bahan ajar yang telah dia
berikan dapat diterima oleh siswa. Ini akan memberikan keputusan
apakah perlu atau tidaknya perbaikan dalam strategi
pembelajarannya atau tetap dengan cara yang sama.
b) Mengetahui bagian-bagian dari materi ajarnya yang masih belum
dikuasai oleh siswa dengan baik. Ini memungkinkan bahwa akan
ada bgian yang merupakan bahan prasyarat untuk pelajaran lain
yang masih belum dikuasai dengan baik, maka bagian tersebut
harus kembali diterangakan bisa melaui cara atau media yang
berbeda. Apabila hal ini dibiarkan tanpa ada tindakan maka akan
mempersulit bahan ajaran selanjutnya, yang membutuhkan
pengetahuan dan pemahaman dari bahan ajar sebelumnya.
c) Bahan untuk memprediksi sukses atau tidaknya program yang
diberikan.
Manfaat bagi program
Menurut Suharsimi hasil tes formatif ini bisa digunakan untuk
mengetahui:
a) Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang
tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak.
b) Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan
prasyarat yang belum diperhitungkan.
c) Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk mempertinggi
hasil yang akan dicapai.
d) Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang digunakan
sudah tepat.
a. Fungsi tes formatif:
Tes formatif berfungsi sebagai umpan balik bagi siswa, guru,
maupun program untuk menilai pelaksanaan satu unit program.
b. Waktu pelaksanaan:
Tes formatif diadakan selama berlangsungnya pelajaran. Hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan saat
pembelajaran, agar pelajaran dapat berlangsung sebaik-
baiknya.
c. Titik berat penilaian :
Penilaian tes formatif menitik-beratkan penilaian pada tingkah
laku kognitif peserta didik.
d. Alat evaluasi :
Dalam tes formatif menggunakan alat evaluasi berupa prestasi
belajar yang tersusun secara baik.
e. Cara memilih tujuan yang dievaluasi :
Mengukur semua tujuan instruksional khusus.
f. Tingkat kesulitan tes :
Belum dapat ditentukan. Sesuai dengan materi yang diajarkan
oleh guru.
g. Cara memberikan skor :
Menggunakan standar mutlak (criterion referenced), contohnya
seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
h. Tingkat pencapaian:
Ditinjau dari tujuan, tes formatif digunakan untuk mengetahui
apakah siswa sudah mencapai tujuan instruksional umum yang
diuraikan menjadi tujuan instruksional khusus.
i. Cara pencatatan hasil :
Prestasi tiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil
atau gagal menguasai suatu tugas.
3. Tes Sumatif
Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sejumlah
program kepada siswa. Lebih jelasnya tes formatif disamakan dengan
ulangan harian sedangkan tes sumatif disamakan dengan ulangan
umum yang bisanya dilaksanakan pada tiap akhir semester.
Keterhubungan antara kedua tes tersebut dapat digambarkan melalui
sebuah diagram sebagai berikut (Suharsimi, 2009:39):
F F F F F
S
Keterangan: F = tes formatif S = tes sumatif
Manfaat Tes Sumatif
a) Untuk menetukan nilai. Dalam hal ini setiap anak dibandingkan dengan
anak-anak lain, bahwa prestasi belajar siswa-siswa akan tergambar
dalam sebuah kurva normal. Selain untuk menentukan nilai, dapat
digunakan untuk menentukan kedudukan seorang anak diantara teman-
temannya (grading).
b) Sebagai tes prediksi. Untuk menentukan seseorang anak dapat atau
tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya.
Contohnya, pada saat kenaikan kelas guru akan mempertimbangkan
siapa saja yang mampu dan tidak mampu mengikuti kelas berikutnya
Program Program ProgramProgram Program
c) Sebagai bahan untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa, seperti
rapor dan ijazah.
a. Fungsi tes sumatif:
Memberikan tanda kepada siswa bahwa telah mengikuti suatu program
serta menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan
kawannya dalam kelompok.
b. Waktu:
Pada akhir unit caturwulan, semester akhir tahun, atau akhir pendidikan.
c. Titik berat penilaian:
Pada umumnya tes sumatif menekankan pada tingkah laku kognitif, tetapi
ada kalanyajuga menekankan pada tingkah laku psikomotor dan kadang-
kadang pada afektif. Akan tetapi walaupun menekankan pada tingkah laku
kognitif yang diukur adalah tingkatan yang lebih tinggi (bukan sekedar
ingatan atau hapalan saja).
d. Alat evaluasi:
Menggunakan tes ujian akhir
e. Cara memilih tujuan yang dievaluasi:
Mengukur semua tujuan instruksional umum.
f. Tingkat kesulitan tes:
Rata-rata memiliki tingkat kesukaran (indeks kesukaran) antara 0,35 –
0,70. Ditambah beberapa soal yang sangat mudah, dan beberapa lagi yang
sangat sukar.
g. Pemberian skor:
Kebanyakan menggunakan standar relatif, tetapi dapat pula dipakai standar
mutlak.
h. Tingkat pencapaian:
Sesuai dengan fungsi tes sumatif yaitu pada siswa bahwa mereka telah
mengikuti suatu program dan untuk menentukan posisi kemampuan siswa
dibandingkan dengan kawan dalam kelompoknya, maka tidak diperlukan
suatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai. Namun,
demikian tidak berarti bahwa tes sumatif tidak penting. Perlu diingat
bahwa tes sumatif ini dilaksanakan pada akhir program, berarti nilainya
digunakan untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan. Secara
terpisah, tidak ditentukan tingkat pencapaiannya tetapi secara keseluruhan
akan dikenakan suatu norma tertentu yaitu norma kenaikan kelas, atau
norma kelulusan.
i. Pencatatan hasil:
Ditampilkan secara keseluruhan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan
yang dicapai.
4. Placement Test
Jenis tes penempatan atau placemnt test siselenggarakan pada awal
tahun pelajaran untuk mengukur tingkat kesiapan siswa dan
mengetahui tingkat pengetahuan yang telah dicapai sehubungan
dengan pelajaran untuk mengukur kesiapan siswa dan mengetahui
tingkat pengetahuan yang telah dicapai sehubungan dengan pelajaran
yang akan disajikan. Dengan demikian, siswa dapat ditempatkan pada
sekelompok yang sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki.
Tes ini hanya dapat diterapkan pada sekolah yang menggunakan
system individual.
a. Fungsi placement test:
Dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik
sehubungan dengan pelajaran yang disajikan dengan demikian
peserta didik dapat ditempatkan pada kelompok yang tepat,
misalnya kelompok atau kelas atas, sedang, atau yang lain.
b. Waktu:
Tes penempatan atau placement test biasanya dilakukan pada awal
tahun ajaran.
c. Alat evaluasi:
Menggunakan ujian tertulis.
d. Berat penilaian:
Placement test meninitik beratkan penilaian pada afektif,
psikomotor, dan kognitif.
e. Cara memilih tujuan:
Untuk membedakan peserta didik yang sudah atau belum
menguasai standar kompetensi tertentu.
f. Tingkat kesulitan:
Biasanya menggunakan tes yang disusun dengan tingkat kesukaran
yang bervariasi agar dapat membedakan antara siswa yang telah
dan belum menguasai pelajaran.
g. Tingkat pencapaian:
Untuk pemetaan siswa sesuai dengan kemampuannya.
h. Pencatatan hasil:
Bentuk hasil tes ini berupa rekomendasi penempatan siswa sesuai
dengan tingkat kemampuannya.
BAB III
KESIMPULAN
Evaluasi berasal dari bahasa inggris yaitu evaluation. Wand dan Brown dalam
(Wayan, 1986:1), evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk
menetukan nilai pada sesuatu. Dari pengetian tersebut maka bisa diartikan bahwa
evaluasi adalah tindakan atau proses dalam menilai sesuatu dalam dunia
pendidikan apabila dikaitkan dalam bidang pendidikan atau segala hal yang
berhubungan dengan pendidikan. Dapat dipahami bahwa evaluasi adalah suatu
tindakan maupun proses melakukan penilaian terhadap data untuk menetukan
sejauh mana tujuan pendidikan sudah tercapai yang bisa digunakan pula dalam
membuat keputusan.
Evaluasi memiliki 4 bentuk:
1. Diagnostik
2. Formatif
3. Sumatif
4. Placement
Keempatnya memiliki peran yang berbeda, perbedaan tersebut bisa dilihat dari 9
aspek yang bisa digunakan untuk membandingkan keempatnya. Sembilan aspek
tersebut, adalah: fungsi, waktu, titik berat atau tekanannya, alat evaluasi, cara
memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat kesulitan soal-soal tes, cara menyekor
tingkat pencapaian, dan metode menuliskan hasil tes
Recommended