View
95
Download
9
Category
Preview:
Citation preview
JUDUL LAPORAN
PEMBUATANSHAMPOO BERBAHAN DASAR MINYAK KELAPA DENGAN
VARIASI PENGGUNAAN H2SO4 DAN AQUADES
Oleh :
Bayu Octavian Prasetya 121710101118
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2014
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar populasi di dunia mengalami permasalahan rambut berketombe.
Ketombe adalah suatu gangguan berupa pengelupasan kulit mati secara berlebihan di kulit
kepala, kadang disertai pula dengan pruritus (gatal-gatal) dan peradangan. Penyebab ketombe
dapat berupa sekresi kelenjar keringat yang berlebihan atau adanya peranan mikroorganisme
di kulit kepala yang menghasilkan suatu metabolit yang dapat menginduksi terbentuknya
ketombe (Harahap, 1990). Jenis pembersih kepala yang telah dikembangkan sejak dulu
adalah shampoo. Shampoo adalah sejenis cairan seperti sabun yang berfungsi untuk
meningkatkan tegangan permukaan kulit kepala sehingga dapat membersihkan kotoran di
kulit kepala yang mengganggu pertumbuhan rambut secara normal (Jellinek, 1977).
Secara ilmiah shampoo mengandung surfaktan dalam bentuk yang cocok dan berguna untuk
menghilangkan kotoran dan lemak yang melekat pada rambut dan kulit kepala (Bore,
1980).
Shampoo menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Pasar
dari produk shampoo ini sangat menjanjikan, dapat dilihat dari jumlah total pengguna
shampoo yang mencapai 200 juta konsumen mulai dari bayi hingga orang tua dengan
karakteristik konsumen yang bersifat bebas sesuai dengan fungsi yang diinginkannya
(Rangkuti, 2009). Permasalahan yang timbul adalah banyaknya perusahaan yang
memproduksi shampoo menggunakan bahan sentetik/kimia yang berlebihan guna
meningkatkan kemampuan shampoo dalam membersihkan kulit kepala. Banyak penelitian
yang telah membuktikan bahwa penggunaan bahan kimia yang berlebih dapat mengakibatkan
timbulnya gangguan pada kesehatan, sebagaui contoh adalah iritasi dan alergi pada kulit.
Perkembangan ilmu mengakibatkan pergeseran gaya hidup. Kesehatan menjadi faktor
penting yang sering diperhatikan oleh konsumen. Bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan shampoo harus aman dan mudah terdegradasi. Setiap bahan harus memiliki
fungsi dan peran yang spesifik. Formulasi untuk sampo harus mengandung bahan-bahan
yang berfungsi sebagai surfaktan, foaming agent, dan stabilizer (Mottram, 2000). Sebagai
contoh adalah shampoo yang menggunakan bahan tambahan aloevera atau minyak kelapa.
Minyak kelapa telah dikenal dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatyan shampoo
karena memiliki kandungan keratin yang bagus untuk rambut. Asam lemak dalam minyak
kelapa yang digunakan dalam pembuatan sabun atau shamphoo adalah asam lemak yang
memiliki rantai karbon berjumlah 12-18 (C12-C18). Asam lemak dengan rantai karbon
kurang dari 12 tidak memiliki efek sabun (soapy effect) dan dapat mengiritasi kulit,
sedangkan asam lemak dengan rantai karbon lebih dari 20 memiliki kelarutan yang sangat
rendah. Asam lemak dengan rantai karbon 12-14 memberikan fungsi yang baik untuk
pembusaan sementara asam lemak dengan rantai karbon 16-18 baik untuk kekentalan dan
daya detergensi (Miller, 2003). Selain minyak kelapa, senyawa saponin dapat digunakan
dalam pembuatan shampoo karena memiliki sifat sebagai surfaktan. Kemangi dikenal
mengandung senyawa saponin sehingga dapat digunakan dalam pembuatan shampoo.
Permasalahan yang menjadi faktor penelitian adalah stabilitas shampoo berbahan saponin
belum diketahui dengan baik. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
stabilitas shampoo yang dihasilkan dengan melakukan perbandingan antara shampoo
berbahan minyak kelapa dan saponin dengan sintetis.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang menjadi faktor penelitian adalah stabilitas shampoo menggunakan
variasi bahan H2SO4 dengan aquades belum diketahui dengan baik. Temuan yang menjadi
target adalah diketahui formulasi bahan yang digunakan sehingga dapat dihasilkan mutu
shampoo yang baik.
1.3 Tujuan
Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui variasi penggunaan
H2SO4 dengan aquades terhadap mutu shampo yang dihasilkan. Serta mengetahui pula
penambahan minyak kelapa terhadap foaming agent yang dihasilkan oleh shampo.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Shampo
Dalam pengertian ilmiahnya shampoo adalah suatu garam dari senyawa organik
(Jellinek, 1977), mengandung surfaktan dalam bentuk yang cocok dan berguna untuk
menghilangkan kotoran dan lemak yang melekat pada rambut dan kulit kepala agar tidak
membahayakan rambut, kulit kepala, dan kesehatan pemakai (Bore, 1980). Kotoran kepala
merupakan produk sekresi dari kelenjar sebaceous, ekrin dan apokrin. Sel-sel dan serpihan
cornified epithellium yang lepas secara kontinu harus dihilangkan (Figueraset al, 2000).
2.2 Komposisi Shampoo
1. Bahan utama shampo
Formula sampo setidaknya harus mengandung bahan-bahan diantaranya surfaktan,
thickeners dan foaming agent, dan conditioning agent. Berikut adalah contoh formula
shampoo (Mottram, 2000).
A. Surfaktan
Surfaktan memiliki fungsi yang hampir sama seperti emulsifier, yaitu sebagai
komponen yang menyatukan minyak dan air (Butler, 2000). Surfaktan merupakan suatu
molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat
mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif
permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Bagian
polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini
yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan
zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air
dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam
fase minyak.Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang
panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Jatmika,
1998).
B. Thickeners
Thickness atau kekentalan merupakan salah satu mutu shampoo. Terdapat beberapa
cara untuk membuat shampoo menjadi kental, yaitu dengan cara meningkatkan
viskositas dengan menggunakan garam. Natrium klorida atau amonium klorida dapat
digunakan sebagai thickeners, namun hanya dapat bekerja/bereaksi dengan sulfonat atau
sulfat. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal)
(Rohman, 2009). Penggunaan garam sebagai thickners harus memperhatikan beberapa
faktor, diantaranya dosis. Penggunaan garam yang terlalu banyak atau terlalu tinggi
dapat menyebabkan shampoo menjadi lebih keruh. Selain garam, pengental lainnya
adalah gum termasuk guar, xanthan gum dan selulosa. Semua bahan tersebut dapat
meningkatkan viskositas dengan membentuk semacam gel. Penggunaan gum memiliki
keuntungan, yaitu dapat bertindak sebagai busa stabilizer dan mampu menjaga partikel
yang tidak larut seperti pigmen atau pyrithione seng (anti-ketombe) dalam suspensi, tidak
menyebabkan iritasi karena tidak menembus kulit seperti halnya pengental lainnya
(Jatmika, 1998).
C. Conditioners
Saat ini hampir semua shampoo mengandung conditioner dari beberapa jenis.
Konsumen mengharapkan dengan menggunakan shampoo maka rambut mereka menjadi
halus. Conditioning agent yang paling sering digunakan adalah quaternary surfactants
(quats) yang memberi dampak positif dan dapat menetralisir kerusakan kulit ari yang
rusak. Selain itu, quats juga memiliki lemak yang dapat memberikan efek mengkilap atau
glossy (Jatmika, 1998).
2. Bahan tambahan shampoo
Selain bahan utama, dalam pembuatan shampoo juga terdapat bahan tambahan. Bahan
tambahan harus sesuai dengan dosis yang diberlakukan. Formulasi bahan tambah
ditampilkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Bahan tambahan shampoo
Frequent use % w/w
Normal shampoo %w/w
Sodium Laureth Sulfate (70%A)
7.70 13.50
Cocamidopropil Betain (30%A)
2.00 2.00
Tetrasodium EDTA 0.10 0.10 Preservative q.s. q.s.Perfume q.s. q.s.Colour q.s. q.s. Citrid Acid to ph 6.0 to ph 6.0 Sodium Choride q.s. q.s.Water (deionized); Aqua (INCI)
to 100.00 to 100.00
Sumber :Mottram (2000).
Secara garis besar, fungsi masing-masing bahan tambahan tersebut disjelaskan
sebagai berikut:
a. Sodium lauril sulfat merupakan detergent yang berfungsi untuk membersihkan
kotoran dikulit kepala.
b. Cocamidopropyl Betaine berperan sebagai surfaktan anionik. Cocamidopropyl
betaine merupakan surfaktan sintetsis turunan dari minyak kelapa dan
dimethylaminopropylamine yang bersifat switer ion.
c. Tetrasodium EDTA berfungsi sebagai khelating agent atau antioksidan.
Penambahan bahan ini agar senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi tetap
stabil.
2.3 Minyak KelapaMinyak kelapa sudah lama dikenal sebagai komponen pembentuk sabun pada
shampoo. Minyak kelapa berfungsi sebagai sumber asam lemak. Asam-asam lemak dapat
dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Masing-
masing jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk.
Asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Asam lemak
rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun padat (Steve, 2008). Sabun yang dihasilkan
dari asam lemak dengan bobot molekul kecil akan lebih lunak daripada sabun yang dibuat
dari asam lemak dengan bobot molekul besar.
Berbagai penelitian telah dilakukan sehingga diperoleh hasil bahwa asam lemak dapat
memberikan pengaruh terhadap shampoo yang dihasilkan. Berikut adalah contoh formula
sampo menurut Mottram (2000).
Tabel 2.2 Komponen Pembentuk Sabun
Asam Lemak Rumus Kimia Sifat yang ditimbulkan pada sabun
Asam laurat CH3(CH2)10COOH Mengeraskan, membersihkan, menghasilkan busa lembut
Asam miristat CH3(CH2)12COOH Mengeraskan, membersihkan, menghasilkan busa lembut
Asam palmitat CH3(CH2)14COOH Mengeraskan, menstabilkan busa
Asam stearat CH3(CH2)16COOH Mengeraskan, menstabilkan busa, melembabkan
Asam oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7
COOHMelembabkan
Asam linoleat CH3(CH2)4(CH=CHCH2)2(CH2)6COOH
Melembabkan
Sumber : Mottram, 2000.
Penggunaan asam lemak yang memiliki rantai panjang, khususnya C16 dan C18, akan
menghasilkan sabun dengan struktur yang lebih kompak dan dapat mencegah atau
memperlambat disintegrasi sabun saat terpapar oleh air. Asam-asam lemak rantai pendek
memiliki kemampuan kelarutan dalam pelarut air, semakin panjang rantai asam-asam lemak
maka kelarutannya dalam air semakin berkurang. Asam-asam lemak dengan rantai pendek,
misalnya asam laurat, berperan dalam kemampuan sabun untuk menghasilkan busa (Mottram,
2000).
2.4 Standart Nasional Indonesia Shampoo 06-2692-1992
Standar Shampoo disusun berdasarkan hasil survai di daerah produksi Jawa Timur
dan DKI Jaya. Setelah mempelajari hasil survai tersebut dan memperbandingkan dengan
Indian Standard (IS.-7884-1975) dan Thai Standard (TIS. 162-1975), maka disusunlah SNI
Shampoo untuk bukan bayi sebagai berikut:
Tabel 2.3 SNI (06-2692-1992) Shampoo bukan untuk bayi
Karakteristik Syarat Cara Pengujian- Bentuk Cair Tidak asa yang mengendap Organoleptik Emulsi Rata dan tidak pecah Pasta Tidak menggumpal keras Batangan Rata dan seragam Serbuk Rata dan seragam- Zat aktip permukaan
dihitung sebagai SLS* dan atau non ionic, % (bobot/bobot) min.
4,5 SP-SMP-283-1980IS-7884-1975 (B)
- pH dengan larutan 10% (bobot/volume)
5,0 – 9,0 SP-SMP-283-1980IS-7884-1975 (B)
Kadar air dan zat lain nya yang menguap, % (bobot/bobot) maks.
95,5 SP-SMP-283-1980IS-7884-1975 (B)
*SLS = Sodium Lauryl Sulfat
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 BahanBahan penelitian yang digunakan adalah minyak, KOH, NaOH, Gliserol, NaCl,
Cocamide dea, aquades dan H2SO4.
3.2 AlatAlat yang perlu digunakan dalam penelitian meliputi Gelas Ukur, Spatula, Pipet, Bold
Pipet, Vortex, Hot Plate, Botol.
3.4 Rancangan PenelitianRancangan penelitian yang akan digunakan pada pembuatan shampo ialah pada
penambahan perbedaan konsentrasi H2SO4 dengan aquades untuk mengetahui mutu dari
shampo yang dihasilkan.
3.5 Pelaksanaan PenelitianPenelitian yang akan dilakukan dibagi menjadi dua tahap terlebih dahulu dilaukan
pencampuran terhadap bahan 1 atau sampel C1 (8,2 ml Minyak, 2,2 ml KOH 32%, 0,6 ml
NaOH 20%, 4,1 ml Gliserol, 4,1 ml NaCl 50%, 6,15 ml Cocamide dea, 4.1 ml H2SO4 c1, 10
ml Aquades) kemudian di mixing dan bahan 2 atau sampel C2 (8,2 ml Minyak, 2,2 ml KOH
32%, 0,6 ml NaOH 20%, 4,1 ml Gliserol, 4,1 ml NaCl 50%, 6,15 ml Cocamide dea, 5,1 ml
H2SO4 5%, 5 ml Aquades). Pembuatan sampo dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2014,
bertempat di Labratorium Kimia di Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Jember.
3.6 Skema Kerja
NB : setiap penambahan bahan dilakukan proses pengadukan.
Minyak kelapa
gliserol
Nacl 50%
Cocoamide dea
H2SO4
aquades
KOH 32%
NAOH 20%
Pengadukan
Pengadukan
Pencampuran Di ruang asam
Shampo
3.7 Evaluasi SampoSetelah sediaan sampo sudah jadi, perlu dilakukan pengujian untuk penjaminan
kualitas sampo tersebut. Beberapa uji yang dilakukan pada sampo diantaranya adalah:
a. Uji sensoris
Pada pengamatan uji sensoris dengan parameter warna dan aroma dan tingkat
kehomogenan produk akhir. Shampoo memiliki emulsi yang stabil dan emulsinya
tidak pecah. Uji sensoris dilakukan dengan menggunakan panelis skoring uji
kesukaan.
b. pH
pH sampo sangat penting untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
rambut, meminimalkan iritasi pada mata dan menstabilkan keseimbangan ekologis
kulit kepala. Uji pH sampo dapat dilakukan menggunakan pH meter maupun kertas
pH.
c. Viskositas
Uji viskositas sampo dilakukan menggunakan viskosimeter Brookfield.
Viskositas sampo akan berpengaruh pada saat filling ke wadah, proses
pencampuran, dan pada saat pemakaian.
d. Kemampuan dan stabilitas busa
Uji kemampuan dan stabilitas busa dari sampo dilakukan denga metode
cylinder shake. Caranya yaitu dengan memasukkan 50 ml sampo 1% ke dalam
tabung reaksi 250 ml kemudian dikocok kuat selama 10 kali. Total volume dari
isi busa diukur dan diamati penurunan dan stabilitas busanya (Kumar, 2010).
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 pH
Sampel pHC1 13C2 14
4.1.2 Uji Kesukaan
Nama Panelis 213 (C1) 327 (C2)Aroma Viskositas Aroma Viskositas
Sigit S.P 3 3 4 3Faruq 3 2 4 3Sahlul 3 2 4 3Yusri 3 3 4 3Aulia 3 2 4 3Yakin 5 3 3 4Corin 3 2 4 5
Rizaldi 4 3 3 4Fathur 3 3 4 4Lina 4 3 3 4
Keterangan :
C1 = H2SO4 4.1 ml, 10 ml Aquades
C2 = H2SO4 5.1 ml, 5 ml aquades
4.2 Hasil Perhitungan
Nama Panelis
213 (C1) 327 (C2)Aroma Viskositas Aroma Viskositas
Sigit S.P 3 3 4 3Faruq 3 2 4 3Sahlul 3 2 4 3Yusri 3 3 4 3Aulia 3 2 4 3Yakin 5 3 3 4Corin 3 2 4 5
Rizaldi 4 3 3 4Fathur 3 3 4 4Lina 4 3 3 4
Jumlah 34 26 37 36
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja
Praktikum pembuatan shampoo diawali dengan preparasi bahan. Bahan-bahan
ditimbang sesuai dengan komposisi yang telah ditetapkan melalui study literature seperti
pada bahan 1 atau sampel C1 (8,2 ml Minyak, 2,2 ml KOH 32%, 0,6 ml NaOH 20%, 4,1 ml
Gliserol, 4,1 ml NaCl 50%, 6,15 ml Cocamide dea, 4.1 ml H2SO4 c1, 10 ml Aquades)
kemudian di mixing dan bahan 2 atau sampel C2 (8,2 ml Minyak, 2,2 ml KOH 32%, 0,6 ml
NaOH 20%, 4,1 ml Gliserol, 4,1 ml NaCl 50%, 6,15 ml Cocamide dea, 5,1 ml H2SO4 5%, 5
ml Aquades). Pada saat penambahan bahan NaOH dan KOH dilakukan di ruangan asam, hal
tersebut dilakukan karena bahan-bahan tersebut berbahaya apabila terhirup secara langsung.
Penambahan gliserol bertujuan untuk menurunkan pH. Analisa yang dilakukan yaitu analisa
pH menggunakan kertas pH dan uji sensoris.
5.2 pH
Pengukuran pH bertujuan untuk mengamati adanya perubahan pH yang mungkin
terjadi. pH berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet dan keadaan kulit.
Tabel 5.1 Perbandingan Komposisi Shampo yang Digunakan
Nama Bahan Komposisi Sampel (ml)
C1 C2
Minyak 8,2 8,2
KOH (32%) 2,2 2,2
NaOH (20%) 0,6 0,6
Gliserol 4,1 4,1
NaCl (50%) 4,1 4,1
Cocamide dea 6,15 6,15
H2SO4 (5%) 4,1 5,1
Aquades 10 5
Hasil pengukuran pH sediaan shampo antiketombe menunjukan pH 13 pada sampel
C1 (Aquades 10 ml dan H2SO4 4,1 ml) dan pH 14 pada sampel C2 (Aquades 5 ml dan H2SO4
5,1 ml). Penambahan asam sulfat atau H2SO4 seharusnya membuat pH sampo menjadi netral.
Namun pada sampel C2 dengan penambahan asam sulfat lebih banyak namun aquades lebih
sedikit menyebabkan larutan shampoo menjadi pekat sehingga menghasilkan nilai pH yang
tinggi (basa). Ratna kumalasari (2008) menjelaskan bahwa penambahan larutan H2SO4 akan
meningkatkan viskositas dan menetralkan pH produk. Namun pada data pengamatan sampel
C1 dengan penambahan H2SO4 yang lebih sedikit namun penambahan aquades lebih banyak
menghasilkan penurunan pH shampoo, hal tersebut dapat terjadi karena semakin banyak
penambahan aquades maka dapat menurunkan pH dan menyebabkan viskositas menjadi
rendah. Pada SNI (06-2692-1992) Shampoo bukan untuk bayi dijelaskan bahwa nilai pH
berkisar antara 5,0 – 9,0 sehingga penambahan konsentrasi asam sitrat pada ke dua sampel
harus ditingkatkan untuk menghasilkan pH yang sesuai dengan SNI.
5.3 Uji Kesukaan
Aroma
Parfum yang digunakan dalam sampo ini adalah parfum frangi pani yang tidak larut
atau bercampur sehingga perlu ditambahkan surfaktan sebanyak jumlah parfum yang
digunakan untuk menghasilkan sediaan sampo yang jernih dan stabil. Salah satu surfaktan
yang banyak digunakan dalam sediaan sampo adalah PEG-40 hydrogenated castor oil yang
stabil dalam pembawa air (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
Hasil analisis uji sensori dengan parameter aroma menghasilkan sampel C2 (Aquades
5 ml dan H2SO4 5,1 ml) yang lebih disukai oleh panelis. Hal tersebut dapat disebabkan karena
konsentrasi aquades yang sedikit mengakibatkan aroma parfum yang lebih pekat
dibandingkan dengan sampel C1 (Aquades 10 ml dan H2SO4 4,1 ml) yang menggunakan
bahan aquades lebih banyak. Penambahan parfum antara sampel C1 dan C2 sama yaitu
sebanyak 2 tetes.
Viskositas
Suatu sediaan shampoo harus memiliki viskositas yang memadai serta mampu
menghasilkan busa dalam jumlah cukup dan stabil. Viskositas akan menentukan kemudahan
shampoo untuk dituang dari wadah, sedangkan ketahanan busa akan meningkatkan efisiensi
pembersihan. Viskositas merupakan tahanan dalam suatu cairan untuk mengalir. Viskositas
merupakan parameter penting dalam kualitas produk shampo. Viskositas mempengaruhi
keefektifan dan keefisienan dalam shampo. Nilai viskositas sampo berbanding terbalik
dengan nilai pH. Semakin tinggi nilai pH maka nilai viskositas sampo akan semakin rendah.
Hal ini sesuai dengan Poppe (1992) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi nilai viskositas adalah nilai pH. Untuk uji viskositas, panelis lebih menyukai
viskositas pada sampel C2 dengan variasi Aquades 5 ml dan H2SO4 5,1 ml.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum pembuatan shampoo yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Variasi penambahan aquades dan H2SO4 mempengaruhi viskositas shampoo yang
dihasilkan.
2. Urutan pencampuran bahan-bahan dalam pembuatan shampoo harus diperhatikan
untuk mendapatkan mutu shampoo yang baik.
3. Pada praktikum tidak ada sampel control untuk membandingkan hasil dari
shampoo yang diteliti.
6.2 Saran
1. Konfirmasi skema kerja dan alat dan bahan pada saat akan diadakan praktikum harus terjadwal agar pada saat praktikum tidak terjadi kegagalan dalam pembuatan shampoo.
2. Jadwal praktikum lebih terstruktur dan info harus jelas.
3. Alat dan bahan yang dibutuhkan pada saat praktikum harus dilengkapi.
DAFTAR PUSTAKA
Bore, P., Goetz, N.1980. Int. J. Cosmet. Sci., 2, 177.
Butler, H. 2000. Poucher's Perfumes, Cosmetics and Soaps. 10th Edn. 289-306. Great Britain: Kluwer Academic Publishers.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Formularium Kosmetika Indonesia. 1985. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan;. hal. 71-7, 284-99.
Figueras M. J., J. Guarro, J. Gene, and de Hoog., G. S. 2000.Atlas of Clinical Fungi. 2nd ed, vol. 1. Netherlands: Centraalbureau voor Schimmelcultures, Utrecht.
Harahap, M. 1990. Penyakit Kulit. Jakarta: Gramedia. Inti Sawit Untuk Produk Pangan. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 6 (1) : 31 - 37.
Jatmika, A. 1998. Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak.
Jellinek, J.S. 1977. Formulation and Function of Cosmetics. New York: Wiley Interscience.
Kumanova, R. 1989. Manuf. Chem., Sept. 36-38.
Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 7-8, 93-96.
Majid, M. 24 Nopember 2011. Wawancara Personal.
Mottram, F.J., Lees., C.E. 2000. Hair Sampoos in Poucher's Perfumes. Cosmetics and Soaps. 10th Edn, Butler, H. (ed). Great Britain: Kluwer Academic Publishers.
Permono, A. 2002. Membuat Sampo Skala Rumah Tangga Skala Menengah. Yogyakarta: Puspa Swara.
Rangkuti, F. 2009. Mengukur Efektifitas Program Promosi.Gramedia. Jakarta.
Rohman, Saepul. 2009. Bahan Pembuatan Sabun. http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/. [Di akses pada 17 September 2014].
Rohman. S. 2011. Formulasi dan Sediaan Formula Shampoo. Yogyakarta: Fakultas Farmasi.
Standart Nasional Indonesia. 1992. Shampoo. SNI 06-2692-1992. Badan Standarisasi Nasional.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1985. hal. 71-7, 284-99.
LAMPIRAN
Recommended