View
243
Download
8
Category
Preview:
Citation preview
1
LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
Model Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi
Peradilan Semu untuk Meningkatkan Penguasaan Pemahaman
Mahasiswa Undiksha tentang Konstitusi Negara RI
Oleh
Drs. Ketut Sudiatmaka, M.Si.(Ketua)
NIP.195812311982031045
Drs. I Nyoman Suditha, M.Pd (Anggota)
NIP. 1950071519780301002
Drs. I Wayan Landrawan, M.Si. (Anggota)
NIP.196012311986031018
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 174/UN48.15/LPM/2014 tanggal 5
Maret 2015
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015
2
3
KATA PENGANTAR
Puji Syukur yang sedalam-dalamnya kami panjatkan atas kehadirat Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga laporan akhir pelaksanaan
kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat ini dapat diselesaikan. Tak lupa kami juga
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah
membantu pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dari awal sampai
dengan selesai.
Laporan ini memaparkan kegiatan pengabdian masyarakat tentang Model Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan Semu untuk Meningkatkan
Penguasaan Pemahaman Mahasiswa Undiksha tentang Konstitusi Negara RI. Proses
pelatihan, Pendampingan disertai dengan pemberian materi dan modul tentang Hadirnya
peradilan semu (moot court) sebagai sarana belajar (dalam konstruksi akademis) sebagai
sebuah bentuk apresiasi yang tinggi bagi dosen pengampu mata kuliah yang dilakukan
inovasi model kepada mahasiswa.
Adapun tujuan dari pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini
merupakan salah satu wujud dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dimana
nantinya diharapkan dengan Model Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui
Desiminasi Peradilan Semu (moot court) untuk Meningkatkan Penguasaan Pemahaman
Mahasiswa Undiksha tentang Konstitusi Negara RI. Program ini merupakan program
rintisan yang bersifat aktual dalam rangka peningkatan pengetahuan dan wawasan
mahasiswa tentang konstitusi dengan penerapan Praktek Beracara di Muka Pengadilan.
Walaupun penyusunan laporan akhir ini masih jauh dari sempurna, namun kami
berharap dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Singaraja, 2 Oktober 2015
Ketua Pelaksana
4
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan 1
Daftar Isi.. 3
Abstrak. 4
BAB I.PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi 5 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah.. 10 1.3 Tujuan Kegiatan 11 1.4 Manfaat Kegiatan..... 11 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peradilan Semu 12
2.2 Konstitusi Negara RI 12
2.3 Hasil Tinjauan terhadap P2M Terdahulu.................. 14
BAB III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Kerangka Pemecahan masalah... 15
3.2 Khalayak Sasaran 16
3.3 Keterkaitan 16
3.4 Metode Kegiatan.. 17
3.5 Rancangan Evaluasi 17
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan 19
4.1.1 Laporan hasil Kegiatan. 19
4.1.2 Alur Model Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui
Desiminasi Peradilan Semu 21.
4.2 Pembahasan 21
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan 23
5.2 Saran.. 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 25
5
ABSTRAK
Latar belakang kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah pemahaman konstitusi
yang lemah di kalangan mahasiswa berdasarkan hasil evaluasi sementara nilai rata-rata
mahasiswa 65 dinilai belum mampu memenuhi standara ketercapaian pembelajaran
terhadap akses mahasiswa mengenai mata kuliah tersebut. Peradilan semu (moot court)
memberikan tambahan belajar bagi mahasiswa Jurusan FISIPOL, FISIP, dan FIS untuk
mengembangkan diri, terutama perwujudan konkrit dari mata kuliah-mata kuliah hukum
acara. Meskipun belum sepenuhnya benar, tapi proses belajar yang dialami mahasiswa
dapat diupayakan untuk mengerti lebih jauh mengenai kebiasaan-kebiasaan praktek
beracara. Hadirnya peradilan semu (moot court) sebagai sarana belajar (dalam konstruksi
akademis) sebagai sebuah bentuk apresiasi yang tinggi bagi dosen pengampu mata kuliah
yang dilakukan inovasi model kepada mahasiswa. Adalah hal yang tabu bagi mahasiswa
untuk memperlihatkan sesuatu yang tidak benar di hadapan hukum. Secara umum,
peradilan semu (moot court) memberikan gambaran ideal yang perlu untuk ditanamkan
semenjak dini mengenai peradilan yang bersih dan berwibawa. Dengan demikian, apa
yang ideal yang ditanamkan kepada generasi penerus penegak hukum di Indonesia tersebut
dapat membantu perbaikan pelaksanaan peradilan di Indonesia masa depan.
Tujuan utama kegiatan pengabdian masyarakat ini dengan menyelenggarakan Model
Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan Semu (moot court)
untuk Meningkatkan Penguasaan Pemahaman Mahasiswa Undiksha tentang Konstitusi
Negara RI.
Program ini merupakan program rintisan yang bersifat aktual dalam rangka peningkatan
pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang konstitusi dengan penerapan Model
Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan Semu.
Kata kunci: beracara di muka pengadilan, peradilan semu, konstitusi, Negara RI.
6
ABSTRACT
Background of community service activities are weak constitution understanding
among the students based on the results of the evaluation while the average value 65
student deemed not capable of meeting standara pemebelajaran to access student
achievement on the course. Moot court (moot court) provide additional learning for
students of Department FISIPOL, faculty and FIS to develop themselves, especially the
concrete embodiment of the courses-courses procedural law. Although not entirely true,
but the learning process experienced by students can attempt to understand more about the
habits of practice proceedings. The presence of moot court (moot court) as a means of
learning (the academic construction) as a form of high appreciation for the lecturer of the
course undertaken innovation models to students. Is a taboo for students to show
something that is not right before the law. Generally, moot court (moot court) provide an
ideal picture that needs to be invested since the early hours of the justice clean and
respectable. Thus, what is ideal is embedded to the next generation of law enforcement in
Indonesia that can help improve the administration of justice in the future Indonesia.
The main objective of this community service activities by organizing Model
Litigation Practice Advance through Dissemination Moot Court (moot court) to Improve
Student Mastery Undiksha understanding of the Constitution of the RI.
The program is a pilot program that is actually in order to increase student knowledge
and insight about the constitution with the application of the Proceedings at the Advance
Practice Model through Dissemination Moot Court.
Keywords: proceedings before the courts, quasi-judicial, constitutional, RI State.
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Secara khusus, kegagalan gerakan Pembangunan Hukum dibanyak negara berkembang
(Carothers 2006), menunjukkan bahwa dalam konteks tertentu baik dalam ranah teoretikal
maupun praktikal,studi hukum arus utama tidak dapat menjawab berbagai persoalan
keadilan yang menyangkut kaum terpinggirkan. Banyak persoalan kemasyarakatan yang
sangat rumit dan tidak bisa dijawab secara tekstual dan mono disiplin, dan dalam situasi
seperti ini penjelasan yang lebih mendasar dan mencerahkan bisa didapatkan secara
interdisipliner.Oleh karenanya dibutuhkan suatu pendekatan hukum yang bisa menjelaskan
hubungan antara hukum dan masyarakat.Hukum memiliki banyak wajah, oleh karenanya
di kalangan ilmuwan (hukum) tidak ada kesepakatan yang tunggal tentang pengertiannya.
Pada umumnya hukum diartikan sebagai seperangkat rules of conduct yang mengatur dan
memaksa masyarakat, juga mengatur tentang penyelesaian sengketa (Otto 2007: 14-15).
Dalam pengertian terbatas, hukum selalu dikaitkan dengan hukum Negara (legal
centralism). Namun para antropolog hukum menangkap hukum dengan perspektif yang
lebih luas, meliputi tidak hanya hukum negara,tetapi juga sistem norma di luar negara,
ditambah pula dengan segala proses dan aktor yang ada di dalamnya.
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selain
mempunyai makna yang sangat mendalam, juga mengandung pokok-pokok pikiran yang
meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Pokok-Pokok pikiran tersebut mewujudkan cita hukum (rechtsidee) yang menguasai
hukum dasar, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis, Sucipta (2014:49).
Pencapaian tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia tersebut dioperasionalkan dalam tujuan
Pembangunan Nasional yang akan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
berdasarkan Pancasila dengan menggunakan kompas pedoman yang ditunjukkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Di dalam memahami Undang-Undang Dasar atau konstitusi Negara Republik
Indonesia, perlu pemahaman yang jelas dari peserta didik (mahasiswa) tentang makna,
8
hakikat, dan peranan konstitusi tersebut di dalam mengatur penyelenggaraan
ketatanegaraan Negara Republik Indonesia. Akan tetapi, tidak seluruh mahasiswa
menyadari hal tersebut, karena menurut sebagian besar pandangan bahwa konstitusi hanya
milik fakultas hukum saja. Terjadi kesalahan interpretasi atau penafsiran di berbagai
kalangan terhadap merebaknya pandangan tadi, pada dasarnya konstitusi adalah milik
seluruh warga negara sebab mengatur perilaku, tata cara penyelenggara negara, termasuk
warga negara dan alat-alat kelengkapan negara lainnya dalam bekerja untuk
menyelenggarakan tatanan kehidupan negara yang berkesinambungan dan konsisten
dengan cita dan tujuan Negara Republik Indonesia.
Gambaran tadi menunjukkan ada konsep pembelajaran konstitusi yang perlu
diintensifkan keberadaannya di tengah-tengah pengembangan kurikulum di jenjang
pendidikan tinggi. Mengingat mengkaji prihal konstitusi fokus analisa akan mengacu pada
pedoman penyelenggaraan ketatanegaraan suatu negara yang perlu memperoleh dukungan
dari seluruh warga negara termasuk mahasiswa di dalamnya untuk patuh, taat, dan setia
terhadap konstitusi yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, yaitu Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini menjadi agenda penting untuk menuntun mahasiswa mengenal lebih dekat
tentang landasan operasional penyelenggaraan ketatanegaraan Republik Indonesia. Strategi
pengembangannya melalui kurikulum pendidikan tinggi mengemban salah satu misi
melalui pengembangan mata kuliah kepribadian, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan yang
salah satu sub komponen materinya mengulas tentang konstitusi secara mendalam. Fokus
tujuannya agar terjadi interaksi berupa pemahaman konseptual dan aplikatif tentang
konstitusi negara melalui transformasi pengetahuan dari pendidik (dosen) dengan subjek
didik (mahasiswa) yang berlangsung dalam lingkungan belajar dan interaksi di kelas
dengan menggunakan bermacam tindakan yaitu salah satunya yang dapat tim pengusul
tawarkan sebagai bentuk inovasi pembelajaran adalah dengan penerapan Model Praktek
Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan Semu (moot court) untuk
Meningkatkan Penguasaan Pemahaman Mahasiswa Undiksha tentang Konstitusi Negara
RI. Komponen yang cukup signifikan dalam pendidikan adalah proses belajar mengajar.
Proses ini merupakan bentuk mini dari proses peradilan yang menyisipkan pembekalan
konseptual tentang konstitusi, praktek penyelenggaraan negara berikut kewenangan untuk
melakukan refleksi terhadap kinerja aparatur negara melalui kewenangan tupoksi yang
dimilikinya.
9
Bagi mereka yang awam dan bukan mahasiswa Fakultas Hukum, mungkin belum
pernah mendengar istilah ini. Secara etimologis, moot dapat diartikan sebagai dapat
diperdebatkan atau semu, dan court dapat diartikan sebagai pengadilan/peradilan.
Dengan demikian, apabila dirangkaikan, moot court dapat berarti peradilan yang dapat
diperdebatkan.Dalam perkembangannya sekarang ini, moot court dikenal sebagai
peradilan semu.
Peradilan Semu (moot court) memberikan tambahan belajar bagi mahasiswa Fakultas
Hukum maupun di luar Fakultas Hukum untuk mengembangkan diri, terutama perwujudan
konkrit dari mata kuliah-mata kuliah hukum acara yang juga dikembangkan di lingkungan
FISIP, FISIPOL, dan FIS. Meskipun belum sepenuhnya benar, tapi proses belajar yang
dialami mahasiswa, dapat diupayakan untuk mengerti lebih jauh mengenai kebiasaan-
kebiasaan praktek beracara. Tugas hakim, jaksa, penasehat hukum, dan bahkan kedudukan
terdakwa serta saksi-saksi di pengadilan menarik untuk digali dan dicerna sisi-sisi
ilmiahnya. Mahasiswa yang belajar di dalam peradilan semu (moot court) mencernakan
mata kuliah yang ia dapat selama kuliah, menganalisis kasus dan tindakan-tindakan yang
perlu dilakukan oleh penegak hukum dalam upaya menangani kasus-kasus. Tentu saja
dengan demikian peradilan semu (moot court) sendiri memberikan peluang bagi
mahasiswa untuk berkarya, mencoba-coba, dan sekaligus pura-pura menjadi penegak
hukum sesungguhnya. Mereka dapat menjadi hakim, jaksa, penasehat hukum, dan bahkan
saksi dan terdakwa dalam suatu acara pengadilan.
Peradilan semu (moot court) juga berisi mengenai perdebatan-perdebatan akademis
mengenai telaah kasus-kasus fiksi dan nonfiksi yang dilihat berdasarkan analisis dalam
kerangka yuridis normatif berdasarkan teori-teori hukum yang mahasiswa dapatkan selama
kuliah. Perlahan tapi pasti mahasiswa diperhadapkan pada tataran ideal kekuatan peradilan
yang dapat memutus perkara mengenai berbagai kasus yang terjadi. Kemampuan untuk
membuat atau praktek membuat berkas-berkas yang diperlukan untuk beracara di
pengadilan dipertaruhkan bagi mahasiswa di dalam peradilan semu (moot court). Surat
dakwaan, surat tuntutan, putusan hakim, pembelaan, adalah beberapa di antara berbagai
berkas yang mutlak diperlukan untuk melaksanakan acara peradilan.
Hadirnya peradilan semu (moot court) sebagai sarana belajar mendalami konstitusi
Negara Republik Indonesia (dalam konstruksi akademis) menjadi bahan peninjauan
kembali dalam melihat praktek-praktek peradilan di Indonesia. Adalah hal yang tabu bagi
mahasiswa untuk memperlihatkan sesuatu yang tidak benar di hadapan hukum. Secara
umum, peradilan semu (moot court) memberikan gambaran ideal yang perlu untuk
10
ditanamkan semenjak dini mengenai peradilan yang bersih dan berwibawa. Dengan
demikian, apa yang ideal yang ditanamkan kepada generasi penerus penegak hukum di
Indonesia tersebut dapat membantu perbaikan pelaksanaan peradilan di Indonesia masa
depan (saifudiendjsh, 2009).(http://saifudiendjsh.blogspot.com/2009/08/peradilan-semu-
moot-court.html).
Proses belajar mengajar dengan menggunakan model praktek beracara di muka
pengadilan melalui desiminasi peradilan semu (moot court) tidak boleh dilepaskan dari
komponen sistem lainnya, seperti: 1).Mahasiswa itu sendiri sebagai masukan mentah
(rawput) dalam kapasitasnya sebagai subyek pengemban amanat konstitusi, 2).Hasil yang
diperoleh sebagai akibat pemerosesan masukan (output) berupa peningkatan pemahaman
mahasiswa melalui pengembangan 4 (empat) sikap kewarganegaraan, yang meliputi: sikap
relegi, sikap pengetahuan, sikap keterampilan, dan sikap sosial. 3).Masukan lingkungan
(environmental) yang dibutuhkan dalam pemerosotan seperti Orang Tua/Wali teman
sejawat atau rekan mahasiswa dan Masyarakat, 4).Masukan alat (instrumental input)
pemerosotan seperti kurikulum, sarana dan prasarana termasuk dosen selaku fasilitator
pengembangan model peradilan semu (moot court) dalam pendalaman materi konsitusi
bagi mahasiswa.
Mengacu dari konsepsi tersebut, jelaslah bahwa faktor dosen menempati posisi sentral
dan strategis dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, sehingga diperlukan
pengembangan inovasi dan kreasi terbaru dosen terhadap mahasiswa dalam menjembatani
kebutuhan belajar mereka. Dosen sebagai sub komponen instrument atau alat harus
diberdayakan secara optimal. Peranan dosen dalam pengajaran belum dapat tergantikan
oleh mesin pengajaran seperti tape recorder, komputer dan lain-lain yang diciptakan
manusia. Jadi, sifat otodidak metodik itu tetap selalu muncul untuk dapat mengkreasikan
pengembangan materi kuliah yang diampu dengan harapan dapat menyasar pemahaman
mahasiswa secara terarah. Sehubungan dengan tanggung jawab profesinya, dosen dituntut
untuk mencari gagasan baru, penyempurnaan metode, bahkan memvariasikan multi
metode dan mengupayakan pembuatan serta penggunaan alat peraga atau media yang
konkrit.
Berdasarkan pada prinsip efektifitas dan transparansi dalam pengembangan materi
ajar, dosen harus mampu melihat dan mengevauasi kinerjanya sendiri. Kemampuan ini
berkaitan dan memiliki urgensi dengan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan di
dalam kelas sendiri. Berdasarkan pengalaman faktual yang dialami oleh tim pengusul
susulan P2M sendiri, yaitu menurut hasil evaluasi yang dilakukan dapat memperbaiki
http://saifudiendjsh.blogspot.com/2009/08/peradilan-semu-moot-court.htmlhttp://saifudiendjsh.blogspot.com/2009/08/peradilan-semu-moot-court.html
11
informasi bagi dosen pengampu mata kuliah khususnya MKPK (mata kuliah
pengembangan kepribadian) tentang PKn dengan mengusung tema pendalaman
pemahaman konstitusi oleh mahasiswa, dapat ditinjau dari keefktifan pembelajaran yang
dilakukan. Informasi hasil evaluasi dijadikan acuan dosen melihat, mengevaluasi
kinerjanya sendiri, serta sebagai acuan dalam rangka penyempurnaan pembelajaran.
Fakultas Ilmu Sosial terletak di pusat kota Singaraja, tepatnya di jalan Udayana
Kampus Tengah Singaraja. Fakultas Ilmu Sosial atau sering disingkat FIS merupakan
sebuah fakultas yang menjadi bagian dari Universitas Pendidikan Ganesha. Terdapat
beberapa jurusan yang bernaung di bawah FIS Undiksha, yaitu antara lain : PPKn,
Pendidikan Geografi, Pendidikan Sejarah, Ilmu Hukum, Pendidikan Sosiologi, D3
Kepustakaan, dan D3 Pemetaan. Dari sekian jumlah jurusan yang disebutkan, 4 (empat)
diantaranya merupakan jurusan baru yang dikembangkan di lingkungan FIS Undiksha,
yakni Ilmu Hukum, Pendidikan Sosiologi, D3 Kepustakaan, maupun D3 Pemetaan.
Dengan dikembangkannya Jurusan Ilmu Hukum sebagai salah satu jurusan baru di
lingkungan FIS Undiksha memberikan kontribusi tersendiri dalam hal pengembangan
wawasan dan pemahaman kesadaran hukum mahasiswa terkait dengan aspek akademis
yang menjadi prasyarat utama mahasiswa dalam menyelenggarakan aktifitas formalnya di
dalam kampus.
Berkaitan dengan hasil evaluasi, tim pengusul P2M melakukan pengamatan hasil
evaluasi mahasiswa semester 3 tahun ajaran 2014/2015. Dari data sementara hasil
perkembangan belajar mahasiswa, nilai rata-rata kelas untuk mata kuliah dengan sub tema
pokok konstitusi negara Republik Indonesia adalah 65. Angka ini menunjukkan rendahnya
tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi kuliah. Berdasarkan kenyataan tersebut,
tim pengusul P2M mengambil langkah tindak lanjut berupa perbaikan pembelajaran
karena pembelajaran materi kuliah MKPK (Pendidikan Kewarganegaraan) dengan pokok
bahasan konstitusi di semester 3 masih bermasalah.
Tim Pengusul P2M memiliki kesadaran serta merasa bahwa ada sesuatu yang tidak
beres di kelas, yang jika dibiarkan berlarut-larut akan berdampak buruk bagi proses dan
hasil belajar mahasiswa. Renungan dan refleksi membuat masalah tersebut menjadi jelas.
Untuk menjernihkan masalah-masalah yang telah tim pengusul P2M kenali, maka penulis
melakukan identifikasi terhadap beberapa masalah yang terjadi dalam pemahaman
kosntitusi mahasiswa, yaitu; 1).Rendahnya penguasaan mahasiswa terhadap materi
pelajaran, 2). Mahasiswa cenderung memunculkan pembicaraan secara serentak, baik
menjawab pertanyaan ataupun apabila mengungkapkan opini, 3).Tim pengusul P2M
12
merasa kesulitan memotivasi belajar mahasiswa yang masih rendah, 4).Mahaiswa tidak
mau bertanya jika ada konsep-konsep yang belum dipahami tentang konstitusi.
Berpatokan pada masalah-masalah yang teridentifikasi seperti tersebut di atas, tim
penyusun P2M melakukan diagnosis untuk menemukan faktor penyebab dari masalah
tersebut. Suatu masalah dapat dengan mudah diatasi apabila kita menemukan faktor yang
menyebabkan. Ada 2 (dua) cara yang tim pengusul P2M rancang untuk mendiagnosis
(menganalisis) masalah-masalah tersebut yakni: 1).Merenungkan kembali (refleksi)
masalah-masalah tersebut dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang dijawab sendiri
(melakukan instospeksi), 2).Bertanya kepada mahasiswa, apa yang terjadi sehingga hasil
belajar serta pemahaman mereka terhadap materi pelajaran selalu rendah dalam hal ini tim
pengusul P2M melakukan wawancara dengan mahasiswa. Untuk memberikan suatu
penyelesaian terhadap fokus masalah penguasaan konsep konstitusi Negara Republik
Indonesia beserta penerapannya, maka tim pengusul P2M melakukan perbaikan berbasis
Model Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan Semu (moot
court) untuk Meningkatkan Penguasaan Pemahaman Mahasiswa Undiksha tentang
Konstitusi Negara RI.
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Menurut hasil pengkajian permasalahan yang terjadi di lapangan, ada beberapa
permasalahan yang dapat diidentifikasi keradaannya sehingga berdasarkan pertimbangan
perlu disasar program P2M. Identifikasi masalah yang dimaksudkan diantaranya, yaitu:
(1) Rendahnya penguasaan mahasiswa terhadap pemahaman konstitusi negara
Republik Indonesia,
(2) Mahasiswa cenderung memunculkan pembicaraan secara serentak, baik menjawab
pertanyaan ataupun apabila mengungkapkan opini,
(3) Tim pengusul P2M merasa kesulitan memotivasi belajar mahasiswa yang masih
rendah,
(4) Mahaiswa tidak mau bertanya jika ada konsep-konsep yang belum dipahami
tentang konstitusi secara terperinci.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam
pengabdian masyarakat ini adalah: bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh tim
pelaksana P2M untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dalam
rangka membangun karakter nasional warga negara Indonesia yang berakhlak mulia,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap dan mandiri serta bertanggung jawab bagi
13
kehidupan bangsanya, khususnya memperdalam pengertian, pemahaman, maupun
penerapan konstitusi dalam penyelenggaraan ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia
untuk dapat menghasilkan sebuah pengalaman ilmiah dalam rangka mempersiapkan diri
sebagai warga negara yang baik dan memiliki loyalitas terhadap masyarakat negaranya?
1.3 Tujuan Kegiatan
Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah di atas, maka yang
menjadi tujuan utama kegiatan pengabdian masyarakat ini dengan menyelenggarakan
Model Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan Semu untuk
Meningkatkan Penguasaan Pemahaman Mahasiswa Undiksha tentang Konstitusi Negara
RI. Sehingga tujuan dari pelaksanaan P2M, diantaranya yaitu:
1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa terhadap pemahaman konstitusi
negara Republik Indonesia.
2. Untuk memotivasi belajar mahasiswa yang masih rendah terhadap konsep-konsep
yang belum dipahami tentang konstitusi secara terperinci melalui praktek peradilan
semu.
1.4 Manfaat Kegiatan
Adapun manfaat dari pelaksanaan program pengabdian pada masyarakat yang
diusulkan adalah:
1. Meningkatkan Penguasaan Pemahaman Mahasiswa Undiksha tentang Konstitusi
Negara RI.
2. Adanya pengakuan intelektual terhadap proses dan hasil karya seni produk
produk bahan ajar melalui publikasi ilmiah khususnya terkait dengan hak cipta
informasi dan publikasi.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peradilan Semu
Secara etimologis, moot dapat diartikan sebagai dapat diperdebatkan atau
semu, dan court dapat diartikan sebagai pengadilan/peradilan. Dengan demikian,
apabila dirangkaikan, moot court dapat berarti peradilan yang dapat
diperdebatkan.Dalam perkembangannya sekarang ini, moot court dikenal sebagai
peradilan semu. Peradilan semu (moot court) juga berisi mengenai perdebatan-perdebatan
akademis mengenai telaah kasus-kasus fiksi dan nonfiksi yang dilihat berdasarkan analisis
dalam kerangka yuridis normatif berdasarkan teori-teori hukum yang mahasiswa dapatkan
selama kuliah. Perlahan tapi pasti mahasiswa diperhadapkan pada tataran ideal kekuatan
peradilan yang dapat memutus perkara mengenai berbagai kasus yang terjadi.
Kemampuan untuk membuat atau praktek membuat berkas-berkas yang diperlukan
untuk beracara di pengadilan dipertaruhkan bagi mahasiswa Fakultas Hukum di dalam
peradilan semu (moot court). Surat dakwaan, surat tuntutan, putusan hakim, pembelaan,
adalah beberapa di antara berbagai berkas yang mutlak diperlukan untuk melaksanakan
acara peradilan. Menurut Scholten, hukum tidak hanya terdiri dari undang-undangdan
peraturan, tetapi juga vonis-vonis hakim, perilaku hukum orang-orangyang tunduk pada
hukum, perjanjian-perjanjian, surat wasiat,termasuk perbuatan melawan hukum yang
dilakukan warga masyarakat(Scholten 2005: 14). Hukum bukanlah benda terberi, bahkan
peraturan perundang-undangan dan berbagai kebijakansekalipun, adalah produk dari tawar
menawar politik, dan akan sukaruntuk dipercaya bahwa hukum bisa diisolasi dari
kepentingan politikdan relasi kuasa.
2.2 Konstitusi Negara RI
Adanya perubahan atau Amandemen pada Undang-undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia tahun 1945, membawa konsekuensi hukum adanya perubahan
peraturan perundang-undangan yang ada untuk disesuaikan dengan amandemen UUD
1945 tersebut. Dalam Pasal 24 UUD 1945 disebutkan bahwa:
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
15
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi.
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
undang-undang.
Sebagai negara yang demokratis, Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan dengan
memiliki lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dari ketiga lembaga tersebut
eksekutif memiliki porsi peran dan wewenang yang paling besar apabila dibandingkan
dengan lembaga lainnya, oleh karenanya perlu ada kontrol terhadap pemerintah untuk
adanya check and balances. Salah satu bentuk konrol yudisial atas tindakan administrasi
pemerintah adalah melalui lembaga peradilan.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara perlu
ada perubahan pengaturan, utamanya mengenai hukum acaranya, karena Peradilan Tata
Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 sudah
dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan
kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen. Karena
itu, diundangkanlah Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Kata perubahan dalam undang-undang ini, berbeda pengertiannya dengan pergantian
Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 35 tahun 1999 menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004. Pergantian disini
mengbawa konsekuensi hukum bahwa Undang-undang Nomor 14 tahun 1970
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 tahun 1999, dinyatakan tidak
berlaku lagi. Sedangkan perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 menjadi
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004, membawa konsekuensi hukum bahwa ada bagian-
bagian tertentu yang tidak diadakan perubahan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1986 tetap dinyatakan berlaku, tetapi bagian-bagian tertentu dalam Undang-undang Nomor
5 Tahun 1986 yang telah dirubah dinyatakan tidak berlaku lagi dan yang berlaku adalah
ketentuan dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004.
Pasal-pasal yang dirubah dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dan
dimasukkan dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004, meliputi; Pasal 2, Pasal 4, Pasal
6, Pasal 7, diantara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipi Pasal 9A, Pasal 12 s/d Pasal 22, Pasal 26,
Pasal 28 s/d Pasal 38, Pasal 39 disisipi 5 pasal (39A, 39B, 39C, 39D dan 39E), Pasal 42,
16
Pasal 44 s/d Pasal 46, Pasal 53, Pasal 116, Pasal 118 dihapus, dan Pasal 143 disisipi Pasal
143A.
2.3 Hasil Tinjauan terhadap P2M Terdahulu
Kegiatan yang dilakukan Fulthoni dkk (2009) mengenai pengabdian masyarakat
untuk keadilan dalam memperkuat kelembagaan LBH Kampus. Lembaga Konsultasi dan
Bantuan Hukum (LKBH) di Fakultas Hukum atau LBH Kampus mempunyai fungsi yang
vital untuk mendukung akses keadilan untuk masyarakat marjinal. Jumlah masyarakat
miskin yang semakin bertambah, sementara di sisi lain mereka membutuhkan bantuan
hukum ketika berhadapan dengan permasalahan hukum. Peran pengacara dan organisasi-
organisasi penyedia bantuan hukum yang belum optimal dalam menyediakan jasa bantuan
hukum untuk masyarakat marjinal, yang kemudianmenuntut LKBH di kampus-kampus
swasta maupun negeri untuk berperan lebih aktif dalam penyediaan jasa bantuan hukum
untuk masyarakat marjinal. Kita perlumenggarisbawahi bahwa peran pemberian bantuan
hukum bukan hanya monopoli pengacara dan organisasi-organisasi bantuan hukum.
LKBH juga mempunyai peranuntuk memberikan bantuan hukum untuk masyarakat
marjinal.
Bercermin dari kinerja LKBH di atas, diorientasikan sebagai penyedia bantuan hukum
untuk masyarakat marginal. Sedangkan, usulan P2M dari tim pengusul P2M tersendiri
adalah bahwa praktek beracara di muka pengadilan merupakan suatu penawaran dalam
model pengembangan strategi pembelajaran yang tujuannya mengajak dan merangkul
mahasiswa untuk dapat lebih dekat mengenal konstitusi Negara Republik Indonesia yang
ajeg dan konsisiten dengan cita-cita dan tujuan negara Indonesia.
17
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1Kerangka Pemecahan Masalah
Untuk dapat memenuhi rancangan program P2M, keseluruhan program dirancang
dengan pendampingan terstruktur dari tim ahli pengusul P2M untuk dapat memenuhi
target solusi yang ditawarkan maka dalam program P2M disasar Praktek Beracara di Muka
Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan Semu untuk Meningkatkan Penguasaan
Pemahaman Mahasiswa Undiksha tentang Konstitusi Negara RI sehingga menghasilkan
produk bahan ajar yang berkualitas dan berkuantitas tinggi secara administratif.
Pada usulan program P2M ini yaitu berupa pendampingan kepada mahasiswa dalam
bentuk intermediasi iptek dengan langkah penerapan model praktek beracara di muka
pengadilan melalui desiminasi peradilan semu (moot court) Peradilan semu (moot court)
dibina dengan transfer pengetahuan mengenali konstitusi secara mendalam yang dijadikan
sampel untuk ditinjau dari segi pengembangan pengetahuan dan memperluas wawasan
sebagai target sasaran untuk selanjutnya terbangun komunitas jaringan antara dosen
pengampu mata kuliah kepada mahasiswa selaku subyek dari peradilan semu (moot court).
Berdasarkan analisa tim pengusul P2M dari bidang keahlian Ilmu Hukum, PPKn, dan
Pendidikan Geografi, diharapkan ke depannya apabila program ini berjalan efektif kurang
pemahaman mahasiswa terhadap konstitusi dapat ditindak lanjuti untuk dilakukan
pendampingan intensif dari tim ahli yang sudah tim pengusul rekomendasi.
18
Secara skematik kerangka pemecahan masalah terhadap usulan proposal P2M yang
diusulkan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
3.2 Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran strategis yang dituju dalam pengabdian masyarakat ini mahasiswa
jurusan Ilmu Hukum undiksha yang berjumlah 35 orang. Alasan dipilihnya mahasiswa
sebagai subyek P2M mengengita jurusan Ilmu Hukum dikategorikan sebagai jurusan baru
dari hasil pengembangan batang tubuh keilmuan PPKn. Dari jumlah 67 mahasiswa dengan
formasi 2 (dua) kelas menunjukkan bahwa dilakukan perampingan dari segi jumlah sampel
yang menunjukkan karakteristik dari populasi usulan program P2M yangdiusulkan.
Studi Pendahuluan
Terkait dengan
penguasaan
konsep dan
pemahaman
konstitusi
mahasiswa
Identifikasi masalah
pembelajaran
Tahap Rancangan
Usulan Proposal
P2M
1. Memunculkan
masalah
pembelajaran
2. Kompilasi gagasan
dengan anggota
tim pengusul
P2M
Tahap seleksi
administrasi instastik
dan penentuan reviwer
Tahap
Seleksi
indinamik
oleh
reviewer
19
3.3 Keterkaitan
Kegiatan ini memiliki keterkaitan yang sangat mutualis dengan berbagai pihak, antara
lain: Jurusan PPKn, Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial yang bernaung dibawah
Lembaga Universitas Pendidikan Ganesha.
3.4 Metode Kegiatan
1. Rancangan Program
Program ini merupakan program yang bersifat aktual dalam rangka peningkatan
pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai Model Praktek Beracara di Muka
Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan Semu (moot court).
2. Prosedur-Sistim Pelaksanaan Program
Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa
mengenai Konstitusi Negara RI melalui penerapan Model Praktek Beracara di Muka
Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan Semu (moot court).
Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses evaluasi dengan melibatkan mahasiswa
jurusan ilmu hukum undiksha. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat
sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Melalui program ini,
diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan pemehaman dalam hal
Model Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan Semu(moot
court).
3.5 Rancangan Evaluasi
Untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan
dilakukan evaluasi minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan
evaluasi tindak lanjut. Kegiatan evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari Undiksha
Singaraja. Kriteria dan indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan untuk
menjustifikasi tingkat keberhasilan kegiatan dapat diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 01. Indikator Keberhasilan Program
NoNo. Jenis Data Sumber
Data
Indikator Kriteria
Keberhasilan
Instrumen
1.
1 Pengetahuan
tentang Model
Praktek Beracara
mahasis
wa
Pengetahuan
mahasiswa
Terjadi
perubahan yang
positif terhadap
Tes obyektif
20
di Muka
Pengadilan
melalui
Desiminasi
Peradilan Semu
pengetahuan
tentang Model
Praktek
Beracara di
Muka
Pengadilan
melalui
Desiminasi
Peradilan Semu
2.
2
Pengetahuan
tentang Bahan
Ajar
mahasis
wa
Pengetahuan
dan wawasan
serta
keterampilan
mahasiswa
Terjadinya
perubahan yang
positif wawasan
serta
keterampilan
mahsiswa dalam
praktik di kelas
Pedoman
wawancara
dan format
observasi
Sumber: hasil wawancara dan observasi di lapangan terhadap subyek yang akan dilibatkan
dalam P2M.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan
4.1.1 Laporan Hasil Kegiatan
Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh hampir mahasiswa Jurusan Ilmu
Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha dalam kaitannya dengan
masih terkendalanya dalam penguasaan pemahaman konstitusi Negara Republik Indonesia,
keterampilan dalam pengelolaan kelas telah dilakukan oleh tim pelaksana program dengan
menampilkan penerapan Model Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi
Peradilan Semu untuk Meningkatkan Penguasaan Pemahaman Mahasiswa Undiksha
tentang materi terkait secara aplikatif di lapangan dengan menggunakan kelas sebagai
media untuk melakukan praktik belajar.
Model sidang peradilan semu sangat cocok diterapkan bagi mahasiswa Jurusan Ilmu
Hukum mengingat dunia persidangan adalah ruang lingkup pekerjaannya kelak, sehingga
sejak dini patut diberikan bekal tidak hanya pemahaman konsep secara teoritik tapi juga
secara praktik dengan adanya model pembelajaran melalui desiminasi peradilan semu.
Dipilihnya sasaran mahasiswa Ilmu Hukum, mempunyai tujuan untuk memperkenalkan
bentuk peradilan ke seluruh mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum. Ini dapat memudahkan
mahasiswa khususnya mahasiswa Ilmu Hukum dalam mempraktekkan konsep dan
teorinya didalam Hukum Acara yang selama ini hanya kita lihat di media massa. Tujuan
lainnya ialah memberikan pengetahuan kepada seluruh Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum
yang ingin mengetahui bagaimana menjadi seorang Hakim, pengacara, jaksa, penuntut
umum serta perangkat pengadilan lainnya secara baik dan benar di dalam acara
persidangan.
Peradilan adalah salah satu dari sekian aparat penegak hukum yang sangat berpotensi
untuk melindungi masyarakat. Tetapi, beberapa waktu belakangan ini terdapat beberapa
kabar mengenai beberapa oknum yang membuat aparat penegak hukum di Indonesia
dipandang sebelah mata. Hal ini membuat miris sebagian besar aparat penegak hukum
diIndonesia. Alih-alih masyarakat ingin menginginkan keadilan tetapi, yang mereka dapat
hanyalah kehampaan dari aparat itu sendiri.
Contoh riilnya dapat kita lihat kembali kasus Gayus Halomoan Tambunan, yang
ketika dia berada di tahanan, beliau dengan mudahnya untuk keluar masuk penjara. Dalam
hal ini, telah jelas menunjukkan bahwa hukum di Indonesia telah mati. Contoh lainnya,
22
dimana seorang nenek yang telah lanjut usia yang dituduh mencuri kakao, dapat dengan
cepat ditindak oleh aparat penegak hukum. Seharusnya, jika kita dapat mencermati dari
dua kasus yang berbeda di atas, nampak bahwa hukum akan tajam jika mengenai
masyarakat kecil dan tumpul jika telah mengenai aparat pejabat negara. Sebuah ironi yang
seharusnya menjadi instrospeksi bagi kita semua.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa betapa mirisnya sistem peradilan di
Indonesia saat ini. Situasi hukum yang terdapat di Republik Indonesia ini yang masih
kacau balau. Hal ini membutuhkan keseriusan dari berbagai elemen masyarakat untuk
menciptakan sebuah reformasi peradilan di Indonesia untuk menjadi sebuah sistem
peradilan yang lebih mendukung keadilan seluruh rakyat. Itu sebabnya reformasi keadilan
membutuhkan peran mahasiswa sebagai tonggak berdirinya reformasi keadilan. Namun,
untuk merubah sebuah kebiasaan yang telah buruk tersebut tidaklah mudah. Diperlukan
waktu yang lama dan kerjasama dari berbagai pihak untuk mewujudkan sebuah reformasi
peradilan. Salah satu upaya yangdapat ditempuh adalah memperbaiki SDM ( Sumber Daya
Manusia ) yang dimiliki. Ini cukup penting, karena SDM merupakan hal yang paling
mendasar.
Dengan konsep seperti itu, maka sepertinya mahasiswa perlu melakukan sebuah
inovasi dan kontribusi yang nyata. Hal ini dipandang perlu sebab, kaum intelektual atau
para mahasiswa sebagai agen of change mempunyai konsep dan sebuah terobosan yang
baru sebagai tolok ukur dalam perkembangan sistem peradilan di Indonesia. Yang
diharapkan nantinya akan mampu membawa peradilan nyata di Indonesia ke arah yang
lebih baik. Sebuah inovasi yang diterapkan oleh mahasiswa saat ini adalah dengan
peradilan semu ( Moot Court ) yang lebih di konsentrasikan di dalam Fakultas Hukum.
Penerapan model praktek beracara di muka pengadilan merupakan salah satu model
inovatif dan kreatif yang tim pelaksana P2M terapkan. Di mana model ini dilakukan
dengan memperagakan kepada mahasiswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu.
Dengan begitu mahasiswa seperti merasakan sendiri peristiwa yang saya ceritakan atau
yang terjadi. Hal tersebut bertujuan mendekatkan mahasiswa kepada kenyataan di
lapangan. Selain pada mata kuliah Hukum Konstitusi, maka model ini diterapkan oleh tim
pelaksana program pada kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat. Dalam mata kuliah
Hukum Konstitusi menekankan pada pembangunan hukum nasional yang menyasar
pembaharuan dan pembinaan hukum bagi seluruh warga negara Indonesia dengan
menyelaraskan antara teori dan kasus-kasus mengenai penegakan hukum di Indonesia.
Sehingga dipraktekkan melalui desiminasi sidang peradilan semu dengan contoh-contoh
23
kasus nyata yang terjadi di masyarakat agar mahasiswa lebih memahami mengenai mata
kuliah tersebut kemudian membahasnya di kelas. Kedepannya saya berharap jika
mahasiswa melihat secara langsung peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kasus-kasus
hukum maka mereka dapat memahami dan menganalisanya dengan baik.
4.1.2 Alur Model Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi
Peradilan Semu
Adapun alur Model Praktek Beracara di Muka Pengadilan melalui Desiminasi Peradilan
Semu ini dimulai dari, 1) Tahap persiapan, yang terdiri dari tahap : (a) penyiapan bahan
administrasi sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pelatihan, (b) melakukan koordinasi
dengan Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Konstitusi beserta rekan dosen Hukum
lainnya yang berkompeten di bidangnya, (c) menyiapkan materi pelatihan, (d) menyiapkan
narasumber yang memiliki kompetensi sesuai dengan target dan tujuan pelatihan, dan (e)
menyiapkan jadwal pelatihan selama 1 hari efektif, 2) tahap pelaksanaan, yang terdiri dari
: (a) melakukan desiminasi praktek peradilan semu di kelas, (b) diskusi terbatas mengenai
pentingnya dilaksanakan model praktek belajar melalui desiminasi peradilan semu dan 3)
tahap evaluasi, yang terdiri dari (a) persentasi kesimpulan hasil desiminasi oleh
mahasiswa, (b) refleksi dan tes kegiatan praktek peradilan dari tim pelaksana P2M, dan (c)
memberikan penilaian terhadap mahasiswa yang dinilai paling baik dalam memainkan
perannya selaku aktor di persidangan.
4.2 Pembahasan
Pada proses pendampingan, mahasiswa sangat antusias mendengarkan dan memahami
prosedur atau tahapan yang mesti dilakukan dalam praktek peradilan semu melalui
desiminasi di kelas. Mahasiswa sangat antusias, dampak perubahan yang dapat diamati
setelah diselenggarakannya praktek desiminasi peradilan semu di kelas adalah dapat
meningkatan dalam motivasi dan prestasi belajar mahasiswa sangat jelas sekali terlihat
ketika tim pelaksana program P2M menerapkan model praketk peradilan semu sebagai
model pembelajaran yang inovatif melalui desiminasi. Seperti halnya dalam mata kuliah
Hukum Konstitusi yaitu mahasiswa tampak antusias dalam mengikuti proses persidangan
semu di kelas. Tentu saja perubahan tersebut sangat nampak jika dibandingkan dengan
ketika belum menerapkan model praktek beracara di muka pengadilan dengan
pembelajaran desiminasi. Motivasi tersebut sangat nampak terlihat dari tingkat kehadiran
mahasiswa di kelas. Pentingnya pemahaman mahasiswa terhadap mata kuliah Hukum
24
Konstitusi yaitu sebagai dasar untuk mengantarkan mereka nantinya dalam mengikuti mata
kuliah selanjutnya dan sebagai pedoman dalam mengembangkan wawasan sebagai warga
negara yang baik yang memiliki kontribusi besar dalam pembangunan masyarakat, bangsa,
dan negara serta untuk melatih kepekaan mahasiswa merespon permasalahan penegakan
hukum nasional di Indonesia. Dengan banyaknya pembahasan atau pemecahan terhadap
kasus-kasus yang diberikan di kelas mengakibatkan peningkatan terhadap kemandirian dan
kreativitas berfikir mahasiswa. Berbagai ide-ide dan solusi yang diberikan dalam kegiatan
tanya jawab di kelas menunjukkan bahwa mahasiswa mulai memahami materi kuliah yang
diajarkan. Dampak yang sangat besar terhadap peningkatan prestasi atau hasil belajar
mahasiswa yaitu ditunjukkan pula dalam proses persidangan semu. Dalam mata kuliah
Hukum Konstitusi yang disajikan dengan melakukan desiminasi praktek persidangan semu
telah membuka pemikiran baru bagi mahasiswa untuk tanggap dan peka terhadap berbagai
kasus-kasus atau peristiwa yang terjadi di masyarakat terutama menelaah perubahan
hukum yang berlaku dengan memilih dan menentukan ketentuan hukum dalam memenuhi
perubahan kehidupan masyarakat di Indonesia. Apalagi berbagai fenomena-fenomena
yang berkaitan dengan peristiwa hukum banyak sekali terjadi di masyarakat. Maka untuk
lebih mendekatkan mahasiswa pada pemahaman terhadap peristiwa atau fenomena-
fenomena tersebut tepatlah kiranya jika model praktek persidangan semi dapat diterapkan
dengan memadukannya melalui proses desiminasi melalui forum diskusi atau tanya jawab.
Sehingga ketika di akhir proses kegiatan desiminasi tampak kemajuan yang sangat
signifikan terhadap hasil atau prestasi belajar mahasiswa yang diukur melalui tes lisan
maupun tertulis yang telah tim pelaksana program P2M berikan.
25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan pengabdian pada masyarakat dalam hal praktek
peradilan semu melalui desiminasi pada mata kuliah Hukum Konstitusi telah memberikan
dampak yang sangat besar terhadap peningkatan prestasi atau hasil belajar mahasiswa
yaitu ditunjukkan pula dalam proses persidangan semu. Dalam mata kuliah Hukum
Konstitusi yang disajikan dengan melakukan desiminasi praktek persidangan semu telah
membuka pemikiran baru bagi mahasiswa untuk tanggap dan peka terhadap berbagai
kasus-kasus atau peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat maupun dalam
ketatanegaraan Republik Indonesia.
2.2 Saran
Melalui pelaksnaan desiminasi peradilan semu pada praktek kuliah Hukum Konstitusi,
ada beberapa saran yang layak dipertimbangkan, yaitu :
1. Bagi Dosen sebagai informan kunci penyebarluasan informasi di lingkungan
kampus, hendaknya mampu mengeimplementasikan hasil kegiatan P2M ini dengan
sharring informasi kepada teman sejawat sehingga dapat dijadikan acuan referensi
untuk melakukan perbaikan pembelajaran di kelas.
2. Bagi Mahasiswa, hendaknya memberikan dukungan kepada dosen untuk mendukung
sepenuhnya kelancaran proses kegiatan desiminasi karena dapat memberikan
manfaat yang sangat besar bagi pengembangan profesi keahlian di bidang hukum.
26
DAFTAR PUSTAKA
http://saifudiendjsh.blogspot.com/2009/08/peradilan-semu-moot-court.html.Peradilan
Semu. Diakses tanggal 1 Januari 2014, pukul 14.00 Wita.
Asshiddiqie Jimly. 2006. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi
Press.
http://saifudiendjsh.blogspot.com/2009/08/peradilan-semu-moot-court.html
27
Lampiran 01. Dokumentasi Kegiatan P2M Tahun 2015
Recommended