View
42
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN
KETIKA MAS GAGAH PERGI DAN KEMBALI
KARYA HELVY TIANA ROSA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Eka Hijriana Rosyidah
NIM 1112013000031
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
Skripsi berjudul Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP disusun oleh Eka Hijriana Rosyidah, Nomor
Induk 1112013000031, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 23
Januari 2017 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar
satjana S 1 (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Panitian Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketuan Jurusan/ Pro'di)
Dr. Makyun SubukL M.Hum.
NIP. 19800305 200901 1 015
Sekretaris Panitian (Sekretaris Juruan/ Prodi
Toto Edjdarmo. M.A.
NIP. 19760225 200801 1 020
Penguji I
Dr. Hindun. M.Pd.
NIP. 197001215 200912 2 001
Penguji II
Nenen~ Nurjanah. M.Hum.
Tanggal
8./?/~~1
s MQ\r-.et. 2011
~ 162./ 610'1
Jakarta, 23 Januari 2017
Tanda Tangan
H.t]!f!FY~ .... -
. ...--
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSJ
KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN
KETIKA MAS GAGAH PERGI DAN KEMBALI
KARYA HEL VY TIANA ROSA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Eka Hijriana Rosyidah
1112013000031
NIP. 198206282009122003
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
~---
KEMENTERIAN AGAMA UIN JAKARTA FITK Jl.lr. H. Juanda No 9.5 Ciputatl.5412 Indanuia
FORM(FR)
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
N a m a : Eka Hijriana Rosyidah
Tempat/Tgl.Lahir : Cilacap, 11 Juni 1994
NI~ : 1112013000031
Jurusan I Prodi
Judul Skripsi
Dosen Pembimbing
: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
: Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah
Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya
terlladap Pt:mbelajaran BaJ.1asa Indonesia di SMP.
: Dr. Nuryani, M.A.
dengan ini menyatakan bahw~ skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya seu.diri dan saya
· bt:rtanggtl!lg jawab secara akademis at as apa yang say a tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian ~unaqasah.
Jakarta, 23 Desember 2016
NI~. 1112013000031
i
ABSTRAK
EKA HIJRIANA ROSYIDAH (1112013000031). “Kesantunan Berbahasa dalam
Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”. Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Dr. Nuryani, M.A.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan kesantunan berbahasa dalam
cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya
Helvy Tiana Rosa, (2) mendeskripsikan implikasi kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika
Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya Helvy Tiana Rosa
terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena
kesantunan berbahasa baik yang mematuhi maupun yang melanggar maksim kesantunan pada
kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Teknik
yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah teknik dokumentasi, setelah data
terkumpul, penulis melakukan deskripsi data selanjutnya dianalisis untuk memperoleh
simpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesantunan berbahasa yang digunakan dalam
kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa tergolong
cukup tinggi. Hal itu dibuktikan dari perbandingan antara jumlah tuturan yang mematuhi
maksim kesantunan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah tuturan yang melanggar
maksim kesantunan berbahasa menurut teori Leech. Temuan data pematuhan maksim
kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi
Ada Kesempatan berjumlah 37 tuturan, sedangkan data pelanggaran maksim kesantunan
berbahasanya berjumlah 11 tuturan. Penelitian ini dapat diimplikasikan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia pada materi pembelajaran menulis cerpen dengan memperhatikan
penggunaan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat. Berdasarkan materi tersebut,
kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa dapat
digunakan oleh guru bahasa Indonesia sebagai contoh cerpen yang memperhatikan
penggunaan bahasa yang santun dalam pembelajaran guna membantu mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Kata kunci: Pragmatik, kesantunan berbahasa, kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi
dan Kembali, Helvy Tiana Rosa.
ii
ABSTRACT
EKA HIJRIANA ROSYIDAH (1112013000031). “Politeness in the Short Story Collection
of Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali written by Helvy Tiana Rosa and its Implications
for Indonesian Learning in SMP”. The Departement of Indonesian Language and Literature
Education Program, The Faculty of Tarbiyah Teacher Training and Education, Syarif
Hidayatullah State Islamic University, Jakarta. Supervisor by: Dr. Nuryani, M.A.
The purpose of this research is to (1) describe politeness in the short story of Ketika
Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan written by Helvy Tiana
Rosa, (2) describe the implications of politeness in the short story of Ketika Mas Gagah
Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan written by Helvy Tiana Rosa for
Indonesian Learning in SMP. The method used in this research is qualitative descriptive
methods that aims to describe the phenomenon of politeness either comply with or violating
the maxim of politeness in the short story of Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali written
by Helvy Tiana Rosa. Techniques used to collect data is technical documentation, after the
data was collected, the authors conducted a data description further analyzed to derive
conclusions.
The results of this study indicate that politeness in the short story collection Ketika
Mas Gagah Pergi dan Kembali written by Helvy Tiana Rosa was relatively high. It is evident
from a comparison between the amount of utterances that adhere to the maxim of politeness
is more than the amount of speech that violates the maxim of politeness according to the
Leech theory. Compliance data findings maxims of politeness in the short story of Ketika
Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan totaled 37 speeches,
while data breach maxims of politeness totaled 11 speeches. This research can be implicated
in Indonesian learning on the materials learning to write short stories using the word choice
was polite and proper diction. Based on the material, short story collection Ketika Mas Gagah
Pergi dan Kembali written by Helvy Tiana Rosa can be used by teachers Indonesian as an
example of short stories that takes into account the use of polite language learning in order to
help achieve the goal of learning.
Key words: Pragmatics, politeness, short story collections of Ketika Mas Gagah Pergi dan
Kembali, Helvy Tiana Rosa.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen
Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP” untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis membutuhkan
bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Dr. Nuryani, M.A. Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan
pikirannya untuk memberikan bimbingan kepada penulis sampai selesainya
penulisan skripsi ini.
4. Dosen penguji, Dr. Hindun, M. Pd. dan Neneng Nurjanah, M. Hum. yang telah
memberikan saran perbaikan penelitian kepada penulis.
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu
pengetahuan selama mengikuti perkuliahan.
6. Kedua orangtua tercinta, Bapak Muhammad Yahya dan Ibu Nikmah Prihati, yang
telah banyak memberikan dukungan moral dan material, juga tak henti-hentinya
memanjatkan doa untuk penulis agar senantiasa mendapatkan keberkahan disetiap
langkah perjuangan dalam menuntut ilmu.
7. Teman-teman bimbingan, Kak Mudkholah, Ikhwanatud Dakiroh, Serlinda
Nurmala Shinta, Siti Sarah Ismiani, dan Fitri Hera Febriana yang selalu
memberikan dukungan, arahan, semangat, serta motivasi selama pengerjaan
penulisan skripsi.
8. Teman-teman Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2012
yang telah bersama-sama berjuang dalam menuntut ilmu dan saling memberikan
iv
semangat serta motivasi untuk meraih cita-cita, terima kasih atas partisipasinya
dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik secara langsung
maupun tidak langsung yang turut memberikan dukungan dan doa dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
Penulis berharap semoga semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam
penyelesaian skripsi ini mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT. Demikian yang dapat
penulis sampaikan, mohon maaf atas kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
menjadi masukan yang positif dalam meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah.
Jakarta, 23 Desember 2016
Penulis,
EHR
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................i
ABSTRACT ..........................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................v
DAFTAR TABEL ................................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................................1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................................................8
C. Batasan Masalah ........................................................................................................8
D. Rumusan Masalah ......................................................................................................9
E. Tujuan Penelitian .......................................................................................................9
F. Manfaat Penelitian .....................................................................................................9
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN
A. Kajian Teori ...............................................................................................................11
1. Pragmatik .............................................................................................................11
2. Konteks ................................................................................................................14
3. Kesantunan Berbahasa .........................................................................................16
a) Hakikat Kesantunan Berbahasa .....................................................................16
b) Kesantunan Berbahasa menurut Teori Leech ................................................18
c) Skala Kesantunan Leech ................................................................................26
4. Cerpen ..................................................................................................................27
a) Sejarah Cerita Pendek Indonesia ...................................................................27
b) Pengertian Cerpen ..........................................................................................28
c) Unsur Pembangun Cerpen .............................................................................29
d) Ciri-ciri Khusus Cerpen .................................................................................30
B. Penelitian Relevan .....................................................................................................31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ......................................................................................................34
vi
B. Data dan Sumber Data ...............................................................................................35
C. Teknik Pengumpulan Data .........................................................................................36
D. Teknik Analisis Data..................................................................................................37
E. Instrumen Penelitian ..................................................................................................38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Helvy Tiana Rosa ........................................................................................40
B. Sinopsis Cerpen ........................................................................................................42
1. Ketika Mas Gagah Pergi ......................................................................................42
2. Rapsodi September ..............................................................................................44
3. Selagi Ada Kesempatan .......................................................................................46
C. Temuan dan Analisis Deskripsi Data .........................................................................48
1. Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi..........................................................................48
a. Temuan Data ..................................................................................................48
b. Analisis Deskripsi Data..................................................................................74
2. Cerpen Rapsodi September ..................................................................................100
a. Temuan Data ..................................................................................................100
b. Analisis Deskripsi Data..................................................................................108
3. Cerpen Selagi Ada Kesempatan ...........................................................................116
a. Temuan Data ..................................................................................................116
b. Analisis Deskripsi Data..................................................................................124
D. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP .....................................131
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ....................................................................................................................133
B. Saran ..........................................................................................................................134
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................135
UJI REFERENSI
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Instrumen Penyajian Data Pematuhan dan Pelanggaran Maksim Kesantunan
Berbahasa.
Tabel 2 : Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa dalam
Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi.
Tabel 3 : Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa
dalam Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi.
Tabel 4 : Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa dalam
Cerpen Rapsodi September.
Tabel 5 : Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa
dalam Cerpen Rapsodi September.
Tabel 6 : Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa dalam
Cerpen Selagi Ada Kesempatan.
Tabel 7 : Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa
dalam Cerpen Selagi Ada Kesempatan.
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 2 Sampul Buku Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya
Helvy Tiana Rosa
Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu fungsi bahasa dalam hidup bermasyarakat adalah sebagai
alat komunikasi. Manusia menggunakan bahasa sebagai media penyampai
pesan dan segala informasi untuk mengutarakan gagasan, pikiran, dan
tujuannya kepada orang lain. Penggunaan bahasa tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan manusia, mengingat bahwa sesungguhnya manusia adalah
makhluk sosial yang dalam hidupnya akan selalu membutuhkan orang lain.
Setiap orang tentu memiliki cara yang berbeda-beda dalam menggunakan
bahasa, oleh sebab itu, bahasa dapat menjadi cermin bagi kepribadian
seseorang. Pribadi yang baik akan terlihat dari cara seseorang menggunakan
pemilihan bahasa yang baik dan santun saat bertutur kata begitu pun
sebaliknya, pribadi yang kurang baik akan tercermin dari cara seseorang
menggunakan pemilihan bahasa yang kurang memperhatikan sopan santun
dalam penyampaiannya. Oleh sebab itu, kesantunan berbahasa dalam
kehidupan sehari-hari penting untuk diperhatikan oleh manusia.
Kesantunan berbahasa merupakan etiket seseorang dalam bertutur
kata dengan menggunakan pemilihan kata yang baik, memperhatikan siapa
yang menjadi mitra tuturnya, kapan, dimana, dan tujuan orang tersebut
berbicara. Penggunaan bahasa yang santun akan mencerminkan seseorang
yang beretika.
Kesantunan berbahasa memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat, dengan menggunakan bahasa yang santun maka
akan tercipta keharmonisan dalam pergaulan antarmanusia. Namun, jika
seseorang tidak memperhatikan kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi
maka akan mengakibatkan timbulnya perasaan tidak suka yang nantinya
berujung dengan permusuhan dan perpecahan hubungan akibat dari
penggunaan bahasa yang kurang baik.
2
Dalam kehidupan sehari-hari nyatanya masih banyak orang yang
kurang memperhatikan kesantunan berbahasa saat berkomunikasi. Di
lingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah terkadang masih
ditemukan penggunaan bahasa yang kurang santun, hal ini biasanya
dipengaruhi oleh faktor kedekatan antarindividu yang sudah sangat akrab
sehingga terkadang tanpa disadari seseorang telah melanggar prinsip
kesantunan. Contoh penggunaan bahasa yang tidak santun yang terjadi di
lingkungan sekolah:
Konteks : Saat pembelajaran di kelas, seorang guru memberikan
tugas kepada siswanya untuk membuat cerpen berdasarkan
pengalaman hidup yang pernah dialami.
Guru : “Anak-anak, setelah pembelajaran ini bapak minta kepada
kalian untuk membuat cerpen berdasarkan pengalaman
hidup yang pernah kalian alami. Minimal tiga halaman.”
Siswa : “Yah, capek pak tugas terus!”
Percakapan di atas tidak menunjukkan penggunaan bahasa yang
santun terhadap guru. Hal itu terlihat dari jawaban siswa yang membantah
perintah guru. Padahal sudah seharusnya seorang siswa menghargai
gurunya, bukan malah membantah perintah dari guru. Jadi, dapat dikatakan
bahwa tuturan siswa di atas telah melanggar prinsip kesantunan berbahasa.
Kesantunan berbahasa menjadi hal yang penting untuk diajarkan
kepada setiap orang melalui pembiasaan menggunakan bahasa yang baik
dan santun. Pengajaran kesantunan berbahasa perlu diberikan sejak usia
anak-anak karena dapat memberikan pengaruh terhadap kepribadiannya.
Salah satu kegiatan pengajaran bahasa dapat dilakukan di sekolah. Oleh
sebab itu, kiranya akan menjadi penting untuk para guru terutama guru
bahasa untuk mengajarkan bahasa yang baik dan benar. Lebih ditekankan
lagi pada bahasa yang baik dalam artian menggunakan bahasa yang santun
kepada siswa agar nantinya siswa memiliki perilaku yang santun dalam
kehidupan sehari-hari akibat dari pembiasaan penggunaan bahasa yang baik.
3
Selain memberikan pengajaran bahasa yang baik dan santun, guru
bahasa juga harus mampu memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari
khususnya di lingkungan sekolah, misalnya saat berkomunikasi dengan
sesama guru, dengan kepala sekolah, atau dengan siswa secara langsung
sehingga dengan begitu siswa dapat secara langsung memperoleh contoh
yang nyata dalam kehidupannya. Berikut ini akan dipaparkan beberapa
contoh kegiatan kesantunan berbahasa antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa, dan guru dengan sesama guru.
Contoh kesantunan berbahasa antara guru dengan siswa:
Konteks : Tuturan terjadi di dalam kelas saat pelajaran bahasa
Indonesia. Seorang guru meminta salah satu siswa untuk
membaca puisi di depan kelas.
Guru : “Ambar, coba kamu bacakan puisi yang sudah kamu buat
di hadapan teman-temanmu.”
Siswa : “Baik bu.” (maju dan membacakan puisinya)
Guru : “Beri tepuk tangan untuk Ambar. Bagus sekali puisimu.
Cara membacanya juga sudah cukup baik, pelafalan dan
penghayatannya oke.”
Pada percakapan di atas terlihat bahwa guru dan siswa saling
memperhatikan penggunaan prinsip kesantunan berbahasa. Ketika guru
menunjuk seorang siswa untuk membacakan puisinya di depan teman-
temannya, siswa tersebut langsung mematuhi perintah guru, dan setelah
siswa tersebut selesai membacakan puisinya, guru juga memberikan
tanggapan positif kepada siswanya dengan cara memberikan pujian karena
siswa tersebut telah membacakan puisi dengan baik. Tuturan antara guru
dengan siswa tersebut dapat dikatakan santun karena di dalam tuturan itu
penutur dan mitra tutur saling membina kecocokan serta saling menghargai
satu sama lain.
Contoh kesantunan berbahasa antara siswa dengan siswa:
Konteks : Pada saat akan mengerjakan soal ulangan harian, siswa A
baru menyadari jika dirinya tidak membawa alat tulis
4
sehingga ia mencoba untuk meminjam kepada teman yang
duduk disebelahnya.
Siswa A : “Kamu bawa pulpen berapa?”
Siswa B : “Aku bawa pulpen dua.”
Siswa A : “Apa aku boleh pinjam satu?”
Siswa B : “Iya boleh.”
Percakapan di atas dikatakan memenuhi prinsip kesantunan
berbahasa karena penutur tidak bersikap memaksa dan menghindari
perkataan yang kurang menyenangkan kepada mitra tuturnya ketika hendak
meminjam pulpen.
Contoh kesantunan berbahasa antara guru dengan guru:
Konteks : Di sekolah akan diadakan rapat, namun Guru X tidak bisa
ikut karena anaknya dirawat di rumah sakit.
Guru X : “Pak, maaf saya hari ini tidak bisa ikut rapat di sekolah
karena anak saya sedang dirawat di rumah sakit dan tidak
ada yang menjaga.”
Guru Y : “Iya bu tidak apa-apa. Saya doakan semoga anak ibu cepat
sembuh ya. Nanti hasil rapatnya akan saya beritahu.”
Percakapan di atas dapat dikatakan memenuhi prinsip kesantunan
berbahasa karena Guru Y menunjukkan rasa simpatinya kepada Guru X
yang anaknya sedang dirawat di rumah sakit. Guru Y juga menawarkan akan
memberikan informasi hasil rapat tanpa diminta terlebih dahulu oleh Guru
X, itu menandakan bahwa penutur berusaha memberikan keuntungan kepada
mitra tuturnya.
Itulah beberapa contoh kesantunan berbahasa di lingkungan sekolah.
Kesantunan berbahasa, selain digunakan dalam ragam bahasa lisan, juga
dapat digunakan dalam ragam bahasa tulis seperti halnya dalam karya sastra.
Dalam ragam bahasa tulis, kesantunan berbahasa juga memiliki kedudukan
yang sangat penting sebab, setiap tulisan yang dihasilkan oleh penulis akan
mencerminkan bagaimana pribadi dari seorang penulisnya. Pembaca akan
dapat menilai bagaimana penggunaan bahasa yang ditampilkan melalui
5
dialog setiap tokohnya, pembaca juga dapat menilai esensi dari karya sastra
yang dibacanya. Selain itu, tulisan yang santun juga akan memberikan kesan
yang baik bagi para pembaca.
Kegiatan berbahasa dalam ragam bahasa tulis seperti halnya dalam
novel dan cerpen dapat ditemukan melalui dialog percakapan antartokoh.
Kegiatan berkomunikasi antartokoh dalam cerita akan tergambar layaknya
sebuah kehidupan sosial yang sering dialami secara langsung oleh manusia,
hal ini dapat terjadi karena sesungguhnya karya sastra tidak pernah lepas
dari kehidupan sosial masyarakat yang ada. Melalui dialog antartokoh yang
tergambar dalam cerita akan terlihat bagaimana penggunaan bahasa oleh
setiap tokohnya, apakah dapat dikatakan santun atau tidak. Oleh sebab itu,
kajian mengenai kesantunan berbahasa juga dapat diteliti dalam ragam
bahasa tulis seperti karya sastra.
Salah satu karya sastra yang dapat menjadi bahan pengajaran
mengenai kesantunan berbahasa, yaitu buku kumpulan cerpen yang berjudul
Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Pengajaran
mengenai kesantunan berbahasa tersebut dapat disampaikan melalui
pelajaran bahasa Indonesia SMP kelas IX semester satu, yaitu mengenai
materi menulis cerpen. Tujuan pembelajaran pada materi tersebut, siswa
diharapkan mampu menulis cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah
dialami dengan memperhatikan pemilihan kata yang santun dan diksi yang
tepat.
Keterkaitan antara pemilihan buku kumpulan cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa dengan materi menulis
cerpen adalah dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat menggunakan buku
kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali sebagai contoh
cerpen yang memperhatikan penggunaan bahasa yang santun. Jadi, ketika
siswa diberi tugas untuk menulis cerpen dengan memperhatikan penggunaan
bahasa yang santun dan diksi yang tepat, siswa sudah memiliki gambaran
untuk menulis cerpen sesuai dengan ketentuan yang guru sampaikan
6
sehingga hal itu dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Pemilihan kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali
dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kumpulan cerpen
tersebut merupakan salah satu karya Helvy Tiana Rosa yang sangat populer
hingga pernah diadaptasi menjadi sebuah film pada awal tahun 2016.
Kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali sangat laris dibaca
oleh para remaja karena kumpulan cerpen tersebut mengandung cerita yang
menarik dan sangat menggambarkan peristiwa kehidupan sehari-hari dengan
gaya penceritaan yang sederhana sehingga dapat dengan mudah dipahami
oleh para pembaca. Pesan yang ingin disampaikan dalam kumpulan cerpen
Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali juga sangat baik dan dapat
memberikan motivasi kepada para pembaca terutama yang masih berusia
remaja untuk senantiasa berperilaku positif.
Helvy Tiana Rosa merupakan salah satu figur penting dalam
kebangkitan sastra Islam kontemporer di Indonesia tiga dekade terakhir
(2007). “Helvy menjadi satu dari 15 orang Indonesia yang masuk dalam
buku 500 The Most Influential Muslims in The World (500 Tokoh Muslim
Paling Berpengaruh di Dunia) hasil riset Royal Islamic Studies Centre,
Jordan bekerjasama dengan Georgetown University, dieditori John L.
Esposito dan Ibrahim Kalili, 2009”.1 Dari latar belakang kehidupan Helvy
tersebut maka tidak heran jika karya-karya yang dihasilkannya banyak
menggambarkan tentang semangat religiusitas yang dapat memberikan
pengaruh positif khususnya bagi kehidupan para remaja.
Sekilas contoh kesantunan berbahasa yang terdapat dalam cerpen
Ketika Mas Gagah Pergi:2
Konteks : Gita baru saja naik ke dalam bus dan melihat Mas Kotak-
kotak duduk di tempat paling depan. Gita mencoba mencari
1 Helvy Tiana Rosa, Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali, (Depok: AsmaNadia Publishing
House, 2011), h. 244. 2Ibid., h. 50.
7
tempat duduk yang masih kosong, namun ternyata penuh
semua.
Si Mas : “Silakan, Dik!” suara Si Kotak-kotak!
Gita : “Makasih Mas Abdullah.” Ups, aku kelepasan! Sok akrab
banget. Sepintas kulihat dia mengerutkan kening.
Percakapan di atas dapat dikatakan memenuhi prinsip kesantunan
berbahasa karena tokoh Si Mas Kotak-kotak telah mengurangi keuntungan
dirinya dan menambah pengorbanan dirinya dengan cara menawarkan Gita
untuk duduk di bangkunya karena tahu situasi saat itu sudah tidak ada lagi
tempat duduk yang kosong di bus yang dia tumpangi.
“Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali ternyata banyak
menerima respons dari para pembacanya. Sebagian di antara pembaca
mengaku termotivasi untuk memakai kerudung atau jilbab setelah membaca
buku fiksi tersebut. Mereka terpengaruh oleh perilaku tokoh dalam cerita
fiksi”.3 Atas dasar alasan yang telah dijelaskan di atas, maka penulis tertarik
untuk memilih kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali
sebagai bahan analisis kesantunan berbahasa karena melihat dari isi cerita
yang menarik dan dapat memberikan kesan positif bagi para pembacanya.
Dengan adanya pengajaran mengenai kesantunan berbahasa melalui
karya sastra berupa cerpen ini, diharapkan siswa dapat mempelajari nilai-
nilai kehidupan dalam cerpen khususnya mengenai penggunaan kesantunan
berbahasa yang sangat penting untuk diaplikasikan dalam berkomunikasi di
masyarakat. Atas dasar latar belakang itulah maka penulis tertarik untuk
memilih judul “Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketika
Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”.
3 Rosida Erowati dan Ahmad Bahtiar, Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 107.
8
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
dapat ditemukan adanya identifikasi masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pentingnya menggunakan bahasa yang santun dalam berkomunikasi
sebagai wujud cerminan kepribadian seseorang.
2. Kurangnya kesadaran siswa mengenai pentingnya penggunaan bahasa
yang santun dalam berkomunikasi guna mencegah terjadinya dampak
negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahasa yang tidak santun.
3. Pentingnya seorang guru memberikan teladan atau contoh nyata kepada
siswa khususnya dalam lingkungan sekolah untuk menggunakan bahasa
yang santun saat berkomunikasi dengan siswa atau pun dengan sesama
guru.
4. Kesantunan berbahasa tidak hanya ditemukan dalam ragam bahasa lisan,
akan tetapi juga dalam ragam bahasa tulis, seperti halnya karya sastra.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada pembahasan mengenai kesantunan
berbahasa menurut teori Leech yang akan diterapkan untuk menganalisis
kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana
Rosa. Dari 15 cerpen yang terdapat dalam buku, peneliti hanya akan
menganalisis tiga cerpen saja yang dianggap paling menarik dari segi tema
cerita yang sama, cerpen tersebut di antaranya, yaitu Ketika Mas Gagah
Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan. Ketiga cerpen yang
dipilih tersebut menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan hidayah
untuk mengenakan jilbab secara konsisten dan memiliki kesadaran untuk
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Pemilihan tema tersebut didasarkan
atas pertimbangan banyaknya respons dari para pembaca yang mengaku
termotivasi untuk mengenakan jilbab karena terpengaruh oleh perilaku tokoh
dalam cerita. Selain menganalisis kesantunan berbahasa, penelitian ini juga
akan menjelaskan bagaimana implikasi kesantunan berbahasa terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.
9
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan di atas maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah
Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya Helvy
Tiana Rosa?
2. Bagaimana implikasi kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya
Helvy Tiana Rosa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan karya
Helvy Tiana Rosa.
2. Untuk mendeskripsikan implikasi kesantunan berbahasa dalam cerpen
Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada
Kesempatan karya Helvy Tiana Rosa terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia di SMP.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan serta
menambah ilmu pengetahuan khusunya mengenai kesantunan
berbahasa Indonesia di dalam karya sastra berupa cerpen.
b) Penelitian ini dapat menjadi sumber referensi untuk kegiatan
penelitian selanjutnya mengenai materi kesantunan berbahasa dalam
karya sastra.
10
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Guru, penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bahan ajar
dalam mengajarkan bahasa yang santun melalui pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah khususnya melalui kegiatan membaca buku
kumpulan cerpen.
b) Bagi Siswa, penelitian ini mampu menjadi bahan pembelajaran untuk
berperilaku serta berkata yang santun dalam kehidupan sehari-hari.
c) Bagi Pembaca, penelitian ini dapat memberikan pemahaman serta
kesadaran mengenai pentingnya kesantunan dalam berbahasa.
11
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN
A. Kajian Teori
1. Pragmatik
Teori mengenai kesantunan berbahasa terdapat dalam kajian ilmu
pragmatik. Untuk dapat menjelaskan lebih dalam mengenai teori
kesantunan berbahasa alangkah baiknya terlebih dahulu akan dipaparkan
mengenai pengertian pragmatik.
“Pragmatik sebagai salah satu cabang linguistik mulai
berkumandang dalam percaturan linguistik Amerika sejak tahun 1970-
an. Pada tahun-tahun sebelumnya, khususnya tahun 1930-an, linguistik
dianggap hanya mencakup fonetik, morfologi, dan fonemik”.1 Jadi, dapat
dikatakan bahwa pragmatik merupakan ilmu baru dalam bidang
linguistik setelah fonetik, morofologi, dan fonemik.
Istilah pragmatik dikenal sejak masa hidupnya seorang filsuf
terkenal bernama Charles Morris. Ia mempelajari berbagai ilmu tanda
dan ilmu lambang dengan mendasarkan pemikirannya pada para filsuf
terdahulu, seperti Charles Sanders Pierce dan John Locke. Ilmu tanda
dan ilmu lambang yang dipelajari itu disebut dengan ilmu semiotika
(semiotics). Dengan mendasarkan pemikirannya pada gagasan para
filsuf, Charles Morris membagi ilmu tanda dan ilmu lambang ke dalam
tiga cabang ilmu, yakni: (1) sintaktika (syntactics) studi relasi formal
tanda-tanda, (2) semantika (semantics) studi relasi tanda-tanda dengan
relasi dengan objeknya, (3) pragmatika (pragmatiks) studi relasi antara
tanda-tanda dengan penafsirnya. Berawal dari gagasan para filsuf
tersebut akhirnya ilmu pragmatik dapat dikatakan lahir menjadi ilmu
baru dalam bidang linguistik.2
1 Kunjana Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2006), h. 45. 2 Ibid., h. 47.
12
“Kata pragmatik berasal dari bahasa Inggris pragmatics dan dari
bahasa Yunani pragmatikos. Pragma memiliki arti persoalan yang ada di
tangan, tindakan, dengan analogi pada linguistik. Suatu cabang linguistik
yang asalnya mengamati permasalahan bagaimana pendengar
mengungkap maksud-maksudnya para penutur”.3
Definisi pragmatik telah banyak disampaikan oleh para pakar
linguistik yang menggeluti pragmatik. Levinson, dalam buku Rahardi
mendefinisikan pragmatik sebagai berikut, “Pragmatics is the study of
those relation between language and context that are grammaticalized,
or encoded in the structure of a language”. 4
Levinson mendefinisikan
pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari tentang hubungan
antara bahasa dengan konteks yang telah terkodifikasi sehingga tidak
dapat dilepaskan dari struktur bahasanya.
Pendapat lain disampaikan oleh Jacob L. Mey yang mendefinisikan
pragmatik, “Pragmatics is the study of the conditions of human
language uses as these are determined by the context of society”.5
Menurut Mey, pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi
penggunaan bahasa manusia yang sangat ditentukan oleh konteks situasi
dalam masyarakat.
Parker mendefinisikan pragmatik sebagai “Pragmatics is the study
of how language is affected by the context in which it occurs, for
example, the relationship between the speakers in a conversation or the
immediately preceding utterances in a text. Pragmatics is distinct from
grammar, which is the study of the internal structure of language.”6 Dari
definisi yang disampaikan oleh Parker tersebut, dapat diartikan bahwa
pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa dipengaruhi
oleh konteks situasi yang sedang berlangsung, misalnya pada hubungan
3 Hindun, Pragmatik untuk Perguruan Tinggi, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2012), h. 2.
4 Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), h. 20.
5 Ibid., h. 21.
6 Frank Parker dan Kathryn Riley, Linguistics for Non-Linguistists a Primer with Exercises,
(USA: Pearson Education, 2010), h. 4.
13
antara penutur dalam sebuah percakapan. Pragmatik berbeda dari tata
bahasa lainnya yang mempelajari tentang struktur internal bahasa,
seperti semantik, sintaksis, morfologi, dan fonologi. Penjelasan yang
disampaikan oleh Parker dapat diartikan bahwa pragmatik berbeda dari
ilmu tata bahasa lainnya. Perbedaan itu terlihat bahwa dalam ilmu tata
bahasa lain sebuah tuturan tidak perlu dikaitkan dengan konteks situasi
pertuturan, sedangkan dalam pragmatik mutlak dikaitkan dengan konteks
situasi yang melatarbelakangi setiap pertuturan. Ilmu tata bahasa seperti
semantik, sintaksis, morfologi, dan fonologi mempelajari struktur bahasa
secara internal, sedangkan pragmatik mempelajari struktur bahasa secara
eksternal.
Pengertian pragmatik juga disampaikan oleh Verhaar. Verhaar
mendefinisikan “pragmatik sebagai cabang ilmu linguistik yang
membahas tentang apa yang termasuk stuktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan pendengar dan sebagai pengacuan tanda-
tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan”.7 Hal-hal
ekstralingual yang dimaksud adalah mengenai konteks situasi pertuturan
yang meliputi, siapa pembicara, siapa yang menjadi mitra tutur, dimana
terjadi pembicaraan, kapan pembicaraan berlangsung, tentang apa, dan
dalam situasi resmi atau tidak resmi.
Melalui beberapa pendapat para ahli yang telah dipaparkan di atas
maka dapat penulis simpulkan mengenai pengertian pragmatik.
Pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari struktur
bahasa secara eksternal dengan menghubungkan antara bahasa dengan
konteks pemahaman bahasa dalam situasi tertentu untuk dapat
memahami ujaran yang disampaikan oleh orang lain (mitra tutur).
7 J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2012), h. 14.
14
2. Konteks
Pada penjelasan mengenai pengertian pragmatik, sudah dikatakan
bahwa pragmatik merupakan kajian ilmu linguistik yang terikat dengan
konteks. Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik, bahkan
keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Untuk dapat
memahami makna tuturan dalam kajian pragmatik, seseorang perlu
mengaitkan tuturan dengan konteks yang melatarbelakangi tuturan
tersebut. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengertian konteks
menurut para ahli.
“Konteks, yaitu unsur di luar bahasa yang dikaji dalam
pragmatik”.8 Halliday mendefinisikan konteks sebagai teks yang
menyertai teks itu sendiri (ada teks dan ada teks lain yang
menyertainya). Hal yang menyertai teks itu tidak hanya meliputi yang
dilisankan dan ditulis, melainkan termasuk pula kejadian-kejadian yang
nirkata (non-verbal) lainnya yang berada pada keseluruhan lingkungan
teks itu.9 Hal ini berarti, makna yang terkandung di dalam teks selalu
disertai dengan konteks yang berupa kejadian-kejadian atau peristiwa
yang melingkupi teks itu.
Menurut Purwo, “yang dimaksud dengan konteks adalah hal ihwal
siapa yang mengatakan kepada siapa, tempat dan waktu diujarkannya
suatu kalimat, anggapan-anggapan mengenai yang terlibat di dalam
tindakan mengutarakan kalimat itu”.10
Konteks atau situasi tutur dalam kajian pragmatik dapat mencakup
beberapa aspek, antara lain sebagai berikut:11
a. Penyapa dan Pesapa
8 Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 104. 9 M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa
dalam Pandangan Semiotik Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 6. 10
Bambang Kuswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa Menyibak Kurikulum
1984, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 14. 11
Geoffrey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik, Terj. dari Principles of Pragmatics oleh
M.D.D. Oka, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2011), h. 19-20.
15
Di dalam kegiatan bertutur selalu ada penyapa (penutur)
dan pesapa (mitra tutur). Istilah penutur dan mitra tutur dalam
kajian pragmatik tidak semata-mata hanya terdapat dalam
bahasa ragam lisan, akan tetapi juga dalam ragam tulis.
b. Konteks sebuah tuturan
Konteks dapat diartikan sebagai aspek-aspek yang
bersangkutan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah
tuturan. Konteks juga dapat diartikan sebagai semua latar
belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh peserta
pertuturan yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa
yang dimaksudkan oleh penutur di dalam proses bertutur.
c. Tujuan sebuah tuturan
Tujuan tuturan sangat berkaitan dengan bentuk tuturan
seseorang. Dapat dikatakan demikian karena sesungguhnya
setiap tuturan itu dilatarbelakangi oleh maksud atau tujuan
yang jelas.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar
Tata bahasa, seperti kalimat dan proposisi mempelajari
sesuatu yang bersifat abstrak, sedangkan pragmatik mengkaji
sesuatu yang berkenaan dengan tindakan atau performansi
verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan
demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang
lebih konkret daripada tata bahasa.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal, dalam
pragmatik kata tuturan dapat digunakan dalam arti yang lain,
yaitu sebagai produk tindak verbal. Misalnya, “dapatkah Anda
tenang” diucapkan dengan intonasi naik yang sopan. Rangkaian
kata tersebut dapat disebut dengan istilah kalimat, pertanyaan,
permintaan, atau tuturan. Istilah kalimat, pertanyaan,
permintaan mengacu pada wujud gramatikal sistem bahasa,
16
sedangkan tuturan mengacu pada wujud gramatikal
sebagaimana digunakan dalam situasi-situasi tertentu.
Berdasarkan pendapat dari berbagai para ahli di atas, dapat penulis
simpulkan bahwa yang dimaksud dengan konteks adalah latar belakang
situasi terjadinya pertuturan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan
mitra tutur untuk membantu memahami maksud sebuah tuturan. Situasi
peristiwa tutur itu terdiri dari beberapa aspek, yaitu penutur dan mitra
tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan
atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.
3. Kesantunan Berbahasa
a) Hakikat Kesantunan Berbahasa
Sebuah interaksi sosial akan terjalin dengan baik jika ada
syarat-syarat tertentu terpenuhi, salah satunya adalah kesadaran akan
bentuk sopan santun. “Salah satu penanda sopan-santun adalah
penggunaan bentuk pronomina tertentu dalam percakapan. Dalam
bahasa Indonesia dapat dijumpai kata Anda dan beliau untuk
menghormati orang yang sedang diajak bicara”.12
Hal itu berarti,
sopan santun dalam berbahasa dapat diwujudkan dengan adanya
sikap kesadaran seseorang untuk menghargai mitra tuturnya dengan
memperhatikan penggunaan kata ganti yang sesuai. Faktor siapa
yang menjadi mitra tutur menjadi hal yang sangat penting untuk
diperhatikan.
Menurut Grundy dalam buku Diemroh Ihsan, “Politeness
atau kesopanan menggambarkan hubungan antara bagaimana cara
pembicara mengatakan sesuatu dan penilaian pendengar atau lawan
bicaranya dikaitkan dengan cara bagaimana seyogyanya ungkapan
12
Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 105.
17
itu disampaikan”.13
Jadi, kesantunan berbahasa setiap orang dapat
dinilai dari cara bagaimana sebuah ungkapan itu disampaikan.
Menurut Holmes, “untuk dapat berbahasa dengan sopan,
pembicara harus mempertimbangkan beberapa faktor sosial, seperti
siapa yang berbicara dan siapa yang diajak berbicara, faktor lokasi
atau tempat dan waktu saat terjadinya komunikasi, topik
pembicaraan, dan faktor fungsi bahasa untuk apa percakapan
tersebut”.14
George Yule mendefinisikan kesantunan sebagai berikut,
“Politeness, in an interaction, can then be defined as the means
employed to show awareness of another person’s face. In this sense,
politeness can be accomplished in situations of social distance or
closeness”.15
Kesantunan dalam sebuah interaksi, dapat didefinisikan
sebagai cara yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang
wajah orang lain. Dalam pengertian ini, kesantunan dapat dicapai
dalam situasi kejauhan atau kedekatan jarak sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kesantunan
berasal dari kata dasar santun yang artinya “(1) halus dan baik (budi
bahasanya, tingkah lakunya); sabar dan tenang; sopan; (2) penuh rasa
belas kasihan; suka menolong dan kata kesantunan itu sendiri
memiliki arti perihal santun”.16
Sedangkan kata berbahasa memiliki
arti “(1) menggunakan bahasa; (2) sopan santun; tahu adat”.17
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kesantunan
berbahasa adalah aktivitas seseorang dalam menggunakan bahasa
secara halus dan baik dengan memperhatikan perilaku sopan santun
kepada orang lain.
13
Diemroh Ihsan, Pragmatik, Analisis Wacana, dan Guru Bahasa, (Palembang: Universitas
Sriwijaya, 2011), h. 115. 14
Ibid., h. 116. 15
George Yule, Pragmatics, (Oxford: Oxford University Press, 1996), h. 60. 16
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Keempat,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 1224-1225. 17
Ibid., h. 117.
18
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait kesantunan
berbahasa. Hal-hal tersebut adalah: 18
1) Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan
tertentu.
2) Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi
tertentu.
3) Kapan dan bagaimana giliran berbicara atau menyela
pembicaraan diterapkan.
4) Bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara.
5) Bagaimana sikap dan gerak-gerik ketika berbicara.
6) Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan.
Dari berbagai definisi yang telah disampaikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa dapat ditunjukkan oleh
sikap menghargai lawan bicara dengan memperhatikan cara
menyampaikan sebuah tuturan dan dengan mempertimbangkan
faktor-faktor sosial yang menyertai situasi tutur sehingga tuturan
tidak akan menyakiti perasaan lawan tuturnya.
b) Kesantunan Berbahasa menurut Teori Leech
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teori Leech
sebagai bahan acuan analisis. Pemilihan teori Leech didasarkan atas
pertimbangan bahwa teori ini merupakan teori kesantunan yang
paling lengkap dan paling komprehensif dibandingkan teori
kesantunan yang lain.
Leech membagi teori kesantunan menjadi enam maksim.
“Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan
dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam
18
Hindun, Pragmatik untuk Perguruan Tinggi, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2012), h. 71.
19
upaya melancarkan jalannya proses komunikasi”.19
Maksim-maksim
PS (Prinsip Sopan Santun) cenderung berpasangan sebagai berikut:20
(I) MAKSIM KEARIFAN (Tact Maxim) (dalam ilokusi-
ilokusi impositif dan komisif)
(a) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin (b)
buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin
(II) MAKSIM KEDERMAWANAN (Generosity Maxim)
(ilokusi-ilokusi impositif dan komisif)
(a) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin (b)
buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin
(III) MAKSIM PUJIAN (Approbation Maxim) (dalam
ilokusi-ilokusi ekspresif dan asertif)
(a) Kecamlah orang lain sesedikit mungkin (b) pujilah
orang lain sebanyak mungkin
(IV) MAKSIM KERENDAHAN HATI (Modesty
Maxim) (dalam ilokusi-ilokusi ekspresif dan asertif)
(a) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin (b) kecamlah
diri sendiri sebanyak mungkin
(V) MAKSIM KESEPAKATAN (Agreement Maxim)
(dalam ilokusi asertif)
(a) Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain
terjadi sesedikit mungkin (b) usahakan agar
kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak
mungkin
(VI) MAKSIM SIMPATI (Sympathy Maxim) (dalam
ilokusi asertif)
(a) Kurangilah rasa antipasti antara diri dan lain hingga
sekecil mungkin (b) tingkatkan rasa simpati
sebanyak-banyaknya antara diri dan lain
19
Ibid., h. 53. 20
Geoffrey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik, Terj. dari Principles of Pragmatics oleh
M.D.D. Oka, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2011), h. 206.
20
Berikut ini akan dijabarkan mengenai penjelasan dari ke
enam maksim kesantunan menurut Leech:
1) Maksim Kearifan atau Kebijaksanaan (Tact Maxim)
Maksim kebijaksanaan menuntut agar para peserta tutur
dapat membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan
buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Pada
maksim ini yang menjadi pusat adalah orang lain atau mitra
tutur. Para peserta tutur hendaknya selalu memaksimalkan
keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur dan
mengurangi keuntungan bagi diri sendiri.
Maksim kebijaksanaan diungkapkan dengan tuturan
impositif atau direktif dan komisif. Tindak ilokusi direktif
atau impositif dimaksudkan untuk menimbulkan efek melalui
tindakan sang penyimak, misalnya memesan, memerintahkan,
memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, dan
menasehatkan. Tuturan komisif melibatkan pembicara pada
beberapa tindakan yang akan datang, misalnya menjanjikan,
bersumpah, menawarkan, dan memanjatkan doa.21
Contoh maksim kebijaksanaan dalam pertuturan:22
Ibu : “Ayo, dimakan bakminya! Di dalam masih
banyak kok.”
Rekan ibu : “Wah, segar sekali. Siapa yang memasak
ini tadi, Bu?”
Informasi indeksial:
Dituturkan oleh seorang ibu kepada teman dekatnya
pada saat ia berkunjung ke rumahnya.
Pada contoh di atas, tuturan ibu menunjukkan bahwa
dirinya telah membuat keuntungan kepada mitra tuturnya
dengan mengatakan “Ayo, dimakan bakminya! Di dalam
masih banyak, kok”. Tuturan itu disampaikan oleh ibu kepada
21
FX Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 30. 22
Kunjana Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2006), h. 61.
21
rekannya sekalipun sebenarnya di dalam rumah jatah untuk
keluarganya sendiri sudah tidak ada, namun ibu itu berpura-
pura mengatakan bahwa di dalam rumah masih tersedia
dalam jumlah yang banyak. Tuturan itu disampaikan dengan
maksud agar tamu tersebut merasa senang hati menikmati
hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak.
2) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Maksim kedermawanan menuntut agar para peserta
tutur dapat membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin
dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Jika pada
maksim kebijaksanaan yang mejadi pusat adalah orang lain
maka dalam maksim kedermawanan yang menjadi pusat
adalah diri sendiri. Pada maksim ini, penutur diharapkan
dapat menghormati orang lain dengan cara menambah
pengorbanan bagi diri sendiri dan tidak merugikan orang lain.
Maksim kedermawanan biasanya diutarakan dengan
tuturan impositif dan komisif.23
Tuturan impositif, misalnya
memohon, menyarankan, menganjurkan, menasehatkan,
sedangkan tuturan komisif misalnya, menjanjikan, dan
menawarkan.
Contoh maksim kedermawanan dalam pertuturan:24
Anak kos A : “Mari saya cucikan baju kotormu!
pakaianku tidak banyak, kok, yang
kotor.”
Anak kos B : “Tidak usah mbak. Nanti siang saya
akan mencuci juga kok.”
Informasi Indeksial:
Tuturan ini merupakan cuplikan pembicaraan antara
anak kos pada sebuah rumah kos di kota Yogyakarta.
23
Nadar, loc. cit. 24
Rahardi, loc. cit.
22
Anak yang satu berhubungan demikian erat dengan
anak yang satunya.
Pada contoh di atas, tuturan yang disampaikan oleh A
memperlihatkan bahwa dia berusaha memaksimalkan
keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi
dirinya sendiri. Hal itu dilakukan dengan cara menawarkan
bantuan untuk mencucikan pakaian kotor lawan tuturnya,
yaitu B.
3) Maksim Pujian atau Penghargaan (Approbation Maxim)
Pada maksim penghargaan, penutur diharapkan dapat
mengecam orang lain sesedikit mungkin dan pujilah orang
lain sebanyak mungkin. Dalam maksim ini dijelaskan bahwa
orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur
selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain.
Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan
tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling
merendahkan pihak lain.25
Maksim kemurahan diutarakan dalam tuturan ekspresif
dan tuturan asertif. Tuturan ekspresif mempunyai fungsi
untuk mengekspresikan atau mengungkapkan perasaan,
misalnya mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih,
memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya. Tuturan
asertif, misalnya menyatakan, mengeluh, menyarankan,
melaporkan, dan lain sebagainya.26
Contoh maksim penghargaan dalam pertuturan:27
Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah
perdana untuk kelas Business English.”
Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar bahasa
Inggrismu jelas sekali dari sini.”
25
Ibid., h. 63. 26
Nadar, loc. cit. 27
Rahardi, loc. cit.
23
Informasi Indeksial:
Dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang
juga seorang dosen dalam ruang kerja dosen pada
sebuah perguruan tinggi.
Tuturan pada contoh di atas dianggap telah memenuhi
maksim penghargaan karena dosen A telah menanggapi
tuturan dosen B dengan sangat baik disertai dengan pujian
atau penghargaan.
4) Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)
Maksim penghargaan mengharapakan agar penutur
dapat memuji diri sendiri sesedikit mungkin dan kecamlah
diri sendiri sebanyak mungkin. Maksim kesederhanaan
disebut juga maksim kerendahan hati. Maksim kerendahan
hati menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Maksim ini
diungkapkan dengan tuturan ekspresif dan asertif.28
Tuturan
ekspresif misalnya, mengucapkan selamat, mengucapkan
terima kasih, memuji, menyatakan belasungkawa, dan
sebagainya. Tuturan asertif misalnya, menyatakan, mengeluh,
menyarankan, melaporkan, dan lain sebagainya.
Contoh maksim kesederhanaan dalam pertuturan:29
Sekretaris A: “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa
dulu, ya! Anda yang memimpin!”
Sekretaris B: “Ya, Mbak. Tapi, saya jelek, lho.”
Informasi Indeksial:
Dituturkan oleh seorang sekretaris kepada sekretaris
lain yang masih junior pada saat mereka bersama-sama
bekerja di ruang kerja mereka.
28
Nadar,loc. cit. 29
Rahardi, op. cit., h. 64.
24
Pada tuturan di atas, terlihat bahwa tuturan yang
disampaikan oleh sekretaris B menunjukkan bahwa dirinya
telah mengecam diri sendiri dengan berkata “Ya, Mbak. Tapi,
saya jelek, lho”, meskipun sebenarnya sekretaris B sangat
pandai dalam memimpin doa. Sikap rendah hati yang
diakukan oleh sekretaris B bertujuan untuk menghormati
seniornya yang lebih tua.
5) Maksim Permufakatan (Agreement Maxim)
Maksim permufakatan mengusahakan ketaksepakatan
antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin dan usahakan
agar kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak
mungkin. Di dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta
tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di
dalam kegiatan bertutur.
Maksim ini diwujudkan dengan tuturan ekspresif dan
asertif.30
Tuturan ekspresif misalnya, mengucapkan selamat,
mengucapkan terima kasih, memuji, menyatakan
belasungkawa, dan sebagainya. Tuturan asertif misalnya,
menyatakan, mengeluh, menyarankan, melaporkan, dan lain
sebagainya.
Contoh maksim permufakatan dalam tuturan:31
Guru A : “Ruangannya gelap ya, Bu!”
Guru B : “He..eh! saklarnya mana ya?”
Informasi Indeksial:
Dituturkan oleh seorang guru kepada rekannya yang
juga seorang guru pada saat mereka berada di ruang
guru.
Pada tuturan di atas, antara Guru A dan Guru B dapat
saling membina kecocokan. Hal itu dibuktikan saat Guru A
30
Nadar, loc. cit. 31
Rahardi, op. cit., h. 65.
25
mengatakan bahwa ruangannya gelap, Guru B pun juga
merasakan yang sama dan kemudian langsung mencari saklar
untuk menyalakan lampu.
6) Maksim Kesimpatisan (Sympath Maxim)
Maksim kesimpatisan mengharapkan agar peserta tutur
dapat mengurangi rasa antipati antara diri dan lain hingga
sekecil mungkin dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-
banyaknya antara diri dan lain. Maksudnya adalah maksim
ini mengharuskan setiap peserta tutur untuk selalu
memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati
kepada mitra tuturnya.
Maksim ini diwujudkan dalam tuturan asertif dan
ekspresif.32
Tuturan asertif misalnya, menyatakan, mengeluh,
menyarankan, melaporkan, dan lain sebagainya. Tuturan
ekspresif misalnya, mengucapkan selamat, mengucapkan
terima kasih, memuji, menyatakan belasungkawa, dan
sebagainya.
Contoh maksim kesimpatisan dalam pertuturan:33
Ani : “Tut, nenekku meninggal.”
Tuti :“innalillahiwainnailaihi rojiun, ikut berduka
cita.”
Informasi Indeksial:
Dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan
lain yang sudah berhubungan erat pada saat mereka
berada di ruang kerja mereka.
Tuturan di atas, menggambarkan maksim kesimpatisan
karena pada saat penutur (Ani) menginformasikan bahwa
neneknya meninggal, Tuti kemudian langsung menunjukkan
32
Nadar, op. cit., h. 31. 33
Rahardi, op. cit., h. 66.
26
rasa simpati kepada Ani yang sedang berduka dengan berkata
“innalillahiwainnailaihi rojiun, ikut berduka cita”.
c) Skala Kesantunan Leech
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
kesantunan Leech. Pemilihan skala ini disesuaikan dengan teori yang
akan digunakan untuk menganalisis data penelitian, yaitu dengan
mengambil teori Leech.
Skala kesantunan adalah peringkat kesantunan, mulai dari
yang tidak santun sampai dengan yang paling santun. Leech
menyodorkan lima buah skala pengukur kesantunan berbahasa yang
didasarkan pada setiap maksim interpersonalnya. Kelima skala itu
antara lain: 34
1) Skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale)
Skala kerugian dan keuntungan merujuk pada besar
kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan itu
merugikan diri penutur maka tuturan itu dianggap santun,
namun sebaliknya, jika tuturan itu merugikan lawan tutur
maka tuturan itu dianggap tidak santun.
2) Skala pilihan (optionality scale)
Skala pilihan mengacu pada banyak atau sedikitnya
pilihan (option) yang disampaikan penutur kepada mitra tutur
di dalam kegiatan bertutur. Jika dalam sebuah pertuturan,
penutur memberikan banyak pilihan dan keleluasaan kepada
mitra tuturnya maka pertuturan itu dapat dianggap santun.
Namun sebaliknya, jika penutur tidak memberikan pilihan
dan keleluasaan kepada mitra tuturnya dalam kegiatan
bertutur maka tuturan itu dapat dianggap tidak santun.
34
Abdul Chaer, Kesantunan Berbahasa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 66-69.
27
3) Skala ketidaklangsungan (indirectness scale)
Skala ketidaklangsungan merujuk kepada peringkat
langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan.
Tuturan dapat dianggap santun apabila penutur mengutarakan
maksud tuturannya secara tidak langsung, namun jika tuturan
itu bersifat langsung maka akan dianggap semakin tidak
santun.
4) Skala keotoritasan (anthority scale)
Skala keotoritasan merujuk pada hubungan status sosial
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam suatu
pertuturan. Ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat
sosial antara penutur dan lawan tutur maka tuturan yang
digunakan akan menjadi semakin santun.
5) Skala jarak sosial (social distance)
Skala jarak sosial merujuk pada peringkat hubungan
sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat di dalam
sebuah pertuturan. Ada kecenderungan semakin dekat jarak
hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka akan
menjadi kurang santunlah pertuturan itu. Sebaliknya, semakin
jauh jarak peringkat hubungan sosial di antara penutur dan
mitra tutur maka akan semakin santunlah tuturan yang
digunakan dalam pertuturan itu.
4. Cerpen
a) Sejarah Cerita Pendek Indonesia
Pertumbuhan cerita pendek di Indonesia dimulai pada
pertengahan 1930-1940an. Pada awal pertumbuhannya, cerita pendek
selalu dipengaruhi oleh dongeng dalam masyarakat. Menurut
masyarakat zaman dahulu, menulis cerita pendek merupakan
kegiatan sampingan, cerita pendek hanya berfungsi sebagai teman
duduk atau sebagai pengisi waktu-waktu senggang. Kemudian
28
setelah itu, pada dekade 1940-an cerita pendek mulai berkembang
lebih maju sehingga cerita pendek dianggap sebagai salah satu genre
sastra yang sudah dapat diperhitungkan.
Perkembangan cerita pendek mulai mengalami kesuburan
pada 1950-an, hal itu dibuktikan dengan banyak bermunculannya
pengarang cerita pendek, seperti A.A. Navis, Ajip Rosidi, N.H. Dini,
dan lain sebagainya. Cerita pendek terus mengalami perkembangan
sampai saat ini, ceritanya pun sudah tidak terpengaruh oleh dongeng-
dongeng melainkan cerita yang berisi tentang kehidupan sehari-hari
yang mencakup berbagai bidang kehidupan. Peminat cerita pendek
pun semakin tinggi, banyak cerita pendek yang diterbitkan melalui
majalah maupun diterbitkan secara khusus berupa buku kumpulan
cerita pendek.35
b) Pengertian Cerpen
Edgar Allan Poe, sastrawan kenamaan dari Amerika,
mengatakan bahwa “cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca
dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua
jam, suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk sebuah
novel”.36
Ajip Rosidi memberikan pengertian cerpen sebagai cerita yang
pendek dan merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kesingkatan dan
kebulatannya itu, sebuah cerita pendek adalah lengkap, bulat, dan
singkat. Semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat pada satu
kesatuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap.37
Meskipun bentuknya pendek, cerpen memiliki variasi panjang
cerita. Ada cerpen yang pendek (short short story), bahkan mungkin
pendek sekali berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya
35
Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 53-54. 36
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2013), h. 12. 37
Purba, op. cit., h. 50.
29
cukupan (middle short story), serta ada cerpen yang panjang (long
short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh)
ribu kata.38
Cerpen yang panjang biasanya disebut dengan novelet.
Novelet merupakan karya yang lebih panjang dari cerpen, namun
lebih pendek dari novel atau dapat dikatakan panjang novelet berada
pada pertengahan antara cerpen dan novel. Contoh karya sastra
novelet, yaitu cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, yang merupakan
cerpen yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini.
Awalnya cerpen Ketika Mas Gagah Pergi ditulis hanya 15
halaman, namun setelah itu pengarang membuat kelanjutan cerita
dari cerpen tersebut dengan mengisahkan kembalinya sosok tokoh
yang mengingatkan pada tokoh utama, yaitu Mas Gagah sehingga
judulnya berubah menjadi Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali
dengan panjang halaman menjadi 64 halaman.
c) Unsur Pembangun Cerpen
Unsur pembangun cerpen meliputi plot, tema, penokohan, latar,
dan kepaduan. Unsur pembangun cerpen yang akan dibahas dalam
hal ini menjadi pembeda antara cerpen dengan karya sastra lainnya.
Berikut ini penjelasan mengenai unsur pembangun cerpen:39
1) Plot
Plot dalam cerpen umumnya tunggal, hanya terdiri atas satu
urutan peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir.
2) Tema
Karena ceritanya yang pendek, cerpen lazimnya hanya
berisi satu tema. Hal itu sangat dipengaruhi oleh plot yang
tunggal dan jumlah penokohan yang terbatas.
38
Burhan, loc.cit. 39
Ibid.
30
3) Penokohan
Jumlah penokohan dalam cerpen jumlahnya sangat terbatas,
terutama yang berstatus sebagai tokoh utama. Terbatasnya
jumlah tokoh dalam cerpen sangat berkaitan dengan plot yang
hanya terdiri dari satu urutan peristiwa saja.
4) Latar
Cerpen tidak memerlukan detil-detil khusus tentang
keadaan latar, namun hanya memerlukan pelukisan secara garis
besar, asal telah mampu memberikan gambaran dan suasana
terntu yang dimaksudkan.
5) Kepaduan
Cerpen harus memenuhi kriteria kepaduan artinya, segala
sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema
utama.
d) Ciri-ciri Khusus Cerpen
Berdasarkan pengertian cerita pendek yang sederhana dan
luas yang dikemukakan di bagian sebelumnya, ciri khusus cerita
pendek dapat dibeberkan sebagai serikut:40
1) Ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, intensif.
2) Unsur-unsur utama cerita pendek adalah adegan, tokoh dan
gerak.
3) Bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan menarik
perhatian.
4) Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang
tentang konsepsinya mengenai kehidupan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
5) Sebuah cerita pendek harus menimbulkan perasaan pada
pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik
perasaan, kemudian menarik pikiran.
6) Cerita pendek harus menimbulkan satu efek dalam pikiran
pembaca.
7) Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden
yang dipilih dengan sengaja dan yang bisa menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.
40
Purba, op. cit., h. 52.
31
8) Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama
menguasai jalan cerita.
9) Cerita pendek harus mempunyai pelaku utama.
10) Cerita pendek harus mempunyai efek atau kesan yang
menarik.
11) Cerita pendek bergantung pada satu situasi.
12) Cerita pendek memberikan impresi tunggal.
13) Cerita pendek memberikan satu kebulatan efek.
14) Cerita pendek menyajikan satu emosi.
15) Jumlah kata yang terdapat dalam cerita pendek biasanya di
bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata (kira-
kira 33 halaman kuarto spasi rangkap).
Penulis Amerika lain, O. Henry, menambahkan “surprise
ending” sebagai ciri lain dari cerpen.41
Maksudnya adalah, bentuk
cerita pendek yang dramatis dan bergerak cepat karena plotnya yang
sederhana akhirnya dapat membuat akhir yang mengejutkan bagi
pembaca.
B. Penelitian Relevan
Ada beberapa penelitian relevan yang penulis temukan terkait
dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu mengenai
kesantunan berbahasa dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan
Kembali karya Helvy Tiana Rosa, antara lain sebagai berikut:
Pertama, skripsi Syafrida, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia tahun 2015, berjudul “Kesantunan Berbahasa Menurut
Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Hasil
dari penelitian tersebut, yaitu bentuk pertuturan yang terjadi pada tokoh
dalam novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari lebih banyak yang mematuhi
prinsip kesantunan berbahasa dibandingkan yang melanggar prinsip
kesantunan berbahasa teori Leech. Persamaan penelitian yang dilakukan
41
Furqonul Aziez dan Abdul Hasyim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h. 34.
32
oleh Syafrida dengan penelitian ini adalah sama-sama mengambil
pembahasan tentang kesantunan berbahasa, sedangkan perbedaannya adalah
pada objek kajian penelitian yang diambil. Penelitian Syafrida menggunakan
novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari sebagai objek penelitiannya,
sedangkan penelitian ini memilih objek berupa kumpulan cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Perbedaan lainnya,
yaitu pada implikasi pembelajaran yang digunakan, penelitian Syafrida
diimplikasikan untuk pembelajaran tingkat SMA, sedangkan penelitian ini
diimplikasikan untuk pembelajaran pada tingkat SMP.
Kedua, Jurnal KEMBARA (Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya) Volume 1, Nomor 3, April 2016. Dalam jurnal tersebut
terdapat penelitian yang ditulis oleh Sugiarti pada halaman 332-339 yang
berjudul “Kesadaran Ketuhanan Tokoh Utama dalam Kumpulan Cerpen
Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa”, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Malang. Hasil
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam Kumpulan Cerpen
Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa terdapat (1)
pengakuan ketergantungan tokoh pada Allah diungkapkan dalam bentuk
penghayatan dan pengamalan ketentuan Allah dan (2) Pengakuan akan
adanya norma-norma mutlak dari Tuhan bahwa perilaku agama personal
diukur dengan ibadah dan perilaku lainnya yang mendatangkan manfaat
spiritual, ketaatan kepada Allah dengan berpedoman pada Al-Quran.
Persamaan penelitian Sugiarti dengan penelitian ini adalah sama-
sama mengambil objek kajian penelitian berupa kumpulan cerpen Ketika
Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa, sedangkan
perbedaannya, yaitu terletak pada subjek pembahasan penelitiannya.
Penelitian Sugiarti membahas tentang kesadaran ketuhanan tokoh utama,
sedangkan penelitian ini membahas tentang kesantunan berbahasa yang
digunakan dalam kumpulan cerpen. Perbedaan lainnya terletak pada
pemilihan cerpen yang digunakan dalam analisis, dalam penelitiannya,
Sugiarti mengambil cerpen Ketika Mas Gagah Pergi, Diari Adelia dan
33
Salsabila, Rapsodi September, dan Diari Saliha, sedangkan penelitian ini
hanya mengambil tiga cerpen saja, yaitu Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi
September, dan Selagi Ada Kesempatan.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Eri Nana, Mahasiswa STKIP
Jombang pada tahun 2013 dengan judul penelitiannya, yaitu “Unsur
Karakter dan Kepribadian Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa”. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan
Kembali Karya Helvy Tiana Rosa terdapat beberapa unsur-unsur karakter,
yakni sikap, emosi, kebiasaan, kepercayaan dan konsep diri, serta
kepribadian tokoh yang terdiri dari id, ego, super ego yang ditunjukkan oleh
tokoh utama dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali
Karya Helvy Tiana Rosa. Persamaan penelitian Nana dengan penelitian ini
terletak pada objek penelitian yang digunakan, yaitu kumpulan cerpen
Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa, sedangkan
perbedaannya terletak pada subjek pembahasan kajian penelitiannya.
Penelitian Nana mengambil pembahasan tentang unsur karakter dan
kepribadian tokoh, sedangkan penelitian ini membahas tentang kesantunan
berbahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi
dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa.
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif. “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah”.1
“Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang dilakukan
berdasarkan pada fakta atau fenomena yang benar-benar terjadi dalam
masyarakat tutur sehingga penelitian ini akan menghasilkan catatan-catatan
berupa perian bahasa yang dipaparkan seperti apa adanya”.2 “Dalam metode
deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi
kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut”.3
Dengan pemilihan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini,
peneliti akan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena kesantunan
berbahasa baik yang mematuhi maupun yang melanggar terhadap maksim-
maksim kesantunan berbahasa pada kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah
Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa. Penggambaran fenomena
kesantunan berbahasa yang akan disajikan dalam penelitian ini hanya
dibatasi pada tiga cerpen yang dipilih sebagai bahan analisis, ketiga cerpen
tersebut, yaitu Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada
Kesempatan. Dalam hal ini hasil analisis berupa data deskriptif yang berisi
1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 6. 2 Sudaryanto, Metode Linguistik: Ke Arah Memahami Metode Linguistik, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1992), h. 62. 3 Moleong, op. cit., h. 11.
35
kutipan-kutipan tentang temuan data yang disajikan dalam bentuk kata-kata
tertulis mengenai masalah pematuhan dan pelanggaran maksim-maksim
kesantunan berbahasa.
B. Data dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer dan
sumber data sekunder. “Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau
kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang
dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek
penelitian (informan) yang berkenaan dengan variabel yang diteliti”.4
Pendapat lain menyebutkan bahwa, “data primer adalah data yang langsung
diperoleh dari sumber datanya oleh peneliti untuk suatu tujuan khusus,
dengan kata lain, bahwa data primer adalah data asli, dari sumber tangan
pertama”.5
Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data primer adalah buku
kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana
Rosa. Buku tersebut diterbitkan oleh AsmaNadia Publishing House tahun
2011 dan telah mengalami cetak ulang sebanyak dua kali. Dari 15 cerpen
yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan
Kembali karya Helvy Tiana Rosa, peneliti hanya akan menganalisis tiga
cerpen saja yang dianggap paling menarik dari segi tema cerita yang sama,
cerpen tersebut di antaranya, yaitu Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi
September, dan Selagi Ada Kesempatan.
Ketiga cerpen yang dipilih tersebut sama-sama menceritakan tentang
seseorang yang mendapatkan hidayah untuk mengenakan jilbab secara
konsisten dan memiliki kesadaran untuk lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan. Pemilihan tema tersebut didasarkan atas pertimbangan banyaknya
respons dari para pembaca yang mengaku termotivasi untuk mengenakan
4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), h. 22. 5 Abdul Halim Hanafi, Metodologi Penelitian Bahasa untuk Penelitian, Tesis, dan
Disertasi, (Jakarta: Diadit Media Press, 2011), h. 128.
36
jilbab karena terpengaruh oleh perilaku tokoh dalam cerita. Setelah memilih
tiga cerpen tersebut, kemudian peneliti menganalisis mengenai penggunaan
kesantunan berbahasa berdasarkan dialog-dialog yang terdapat di dalam
teks.
“Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
grafis (tabel, catatan notulen rapat, SMS, dan lain-lain), foto-foto, film,
rekaman video, benda-benda, dan lain-lain yang dapat memperkaya data
primer”.6 “Data sekunder juga dapat disebut sebagai data yang telah atau
lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang lain walaupun yang
dikumpulkan itu sesungguhnya data asli. Atau dengan kata lain, data
sekunder adalah data yang datang dari tangan kedua (dari tangan yang
kesekian) yang tidak seasli data primernya”.7 Sumber data sekunder dalam
penelitian ini, yaitu data yang dapat mendukung sumber data primer, data
sekunder diperoleh melalui berbagai sumber seperti, artikel, jurnal, surat
kabar, buku ilmiah, dan masih banyak lagi jenis karya ilmiah yang terkait
dengan pembahasan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan
adalah metode dokumentasi. “Dokumentasi dari asal katanya dokumen yang
artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi,
peneliti menyelidiki benda-benda tertulis, seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan
sebagainya”.8 Dalam penelitian ini, penulis melakukan tahapan
pengumpulan data dengan cara menganalisis benda tertulis berupa buku
kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana
Rosa. Melalui pembacaan buku kumpulan cerpen tersebut, peneliti dapat
menemukan data-data yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian
6 Arikunto, loc. cit.
7 Hanafi, loc. cit.
8 Arikunto, op. cit., h. 201.
37
ini, yaitu mengenai kesantunan berbahasa. Data-data yang telah ditemukan
kemudian dicatat dan diklasifikasikan berdasarkan kelompoknya. Data yang
sudah dikumpulkan dan diklasifikasikan kemudian dideskripsikan dengan
memberikan analisis sesuai dengan teori yang digunakan, baru setelah itu
peneliti dapat mengambil simpulan.
D. Teknik Analisis Data
“Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk
mengklasifikasi, mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya
mengelompokkan, menyamakan data yang sama, dan membedakan data
yang memang berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain data yang
serupa, tetapi tak sama”.9 Jadi, pada tahap ini peneliti melakukan
pengklasifikasian dan pengelompokkan data berdasarkan jenis data yang
sama dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya
Helvy Tiana Rosa misalnya, data yang mematuhi maksim kesantunan
berbahasa dikelompokkan berdasarkan jenis maksim kesantunan berbahasa
yang sama dan begitu pun sebaliknya, data yang melanggar maksim
kesantunan berbahasa dikelompokkan berdasarkan jenis-jenisnya.
Untuk dapat menganalisis data, ada beberapa tahapan atau langkah
yang perlu dilakukan, antara lain sebagai berikut:10
1. Pengumpulan Data (Teks)
Pengumpulan data adalah mengumpulkan teks yang menjadi objek
penelitian dari sumber aslinya. Dalam penelitian ini, data dikumpulkan
dari sumber karya sastra berupa buku kumpulan cerpen berjudul Ketika
Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa dengan
mengambil tiga cerpen sebagai bahan analisis, yaitu cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan.
9 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), h. 253. 10
Abdul Halim Hanafi, Metodologi Penelitian Bahasa untuk Penelitian, Tesis, dan
Disertasi, (Jakarta: Diadit Media Press, 2011), h. 281.
38
2. Pembacaan/Penulisan Teks
Teks yang menjadi objek penelitian dibaca oleh peneliti untuk
dipahami dan diamati unsur-unsur yang terdapat dalam teks. Kemudian
dicatat teks yang menjadi objek penelitiannya. Peneliti membaca dengan
seksama terhadap objek penelitian yang berupa buku kumpulan cerpen,
kemudian dipahami serta diamati sesuai dengan permasalahan yang
dibahas dalam penelitian.
3. Deskripsi Teks
Setelah dibaca dan dipahami oleh peneliti, teks dideskripsikan
(diringkas) untuk dianalisis oleh peneliti sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapainya. Setelah membaca teks, peneliti kemudian mendeskripsikan
teks berdasarkan temuan data yang berkaitan dengan pematuhan dan
pelanggaran maksim kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan.
4. Analisis teks
Setelah mendeskripsikan data, peneliti kemudian menganalisis
secara seksama tentang penggunaan kesantunan berbahasa dalam cerpen
Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada
Kesempatan karya Helvy Tiana Rosa sesuai dengan maksim-maksim
yang sudah ditentukan dalam teori.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini memuat
fenomena kesantunan berbahasa baik yang mematuhi maupun yang
melanggar terhadap maksim-maksim kesantunan berbahasa pada cerpen
Ketika Mas Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan.
karya Helvy Tiana Rosa. Dalam instrumen tersebut peneliti akan
mengklasifikasikan data sesuai dengan jenis maksim kesantunan menurut
teori Leech. Berikut ini akan disajikan tabel instrumen penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini:
39
Tabel 3.1
Instrumen Penyajian Data Pematuhan dan Pelanggaran
Maksim Kesantunan Berbahasa
No Data Konteks Maksim Kesantunan Berbahasa
M.Keb M.Ked M.Peng M.Kes M.Per M.Sim
Keterangan:
1. M. Keb (Maksim Kebijaksanaan)
2. M. Ked (Maksim Kedermawanan)
3. M. Peng (Maksim Penghargaan)
4. M. Kes (Maksim Kesederhanaan)
5. M. Per (Maksim Permufakatan)
6. M. Sim (Maksim Simpati/Kesimpatisan)
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Helvy Tiana Rosa
Helvy Tiana Rosa dilahirkan di Medan tanggal 2 April 1970. Helvy
telah menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra
Universitas Indonesia pada 1995. Gelar magister diperolehnya dari Jurusan
Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Helvy
merupakan mantan sekretaris DPH-Dewan Kesenian Jakarta (2003) dan
Anggota Komite Sastra DKJ (2003-2006), sehari-harinya adalah dosen di
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Jakarta. Kini Helvy juga menjadi Ketua Majelis Penulis Forum
Lingkar Pena, Direktur Lingkar Pena Publishing House, dan Anggota Ahli
Majelis Sastra Asia Tenggara/Mastera.1
Semasa kuliah Helvy mempelopori berdirinya Teater Bening, yaitu
teater alternatif muslimah kontemporer di Fakultas Sastra UI pada tahun
1991 dan kemudian bertindak sebagai sutradara. Beberapa karya teaternya
adalah Aminah dan Palestina (1991), Negeri Para Pesulap (1993), Maut di
Kamp Loka (1993), Fathiya dari Sebrenica (1994), Pertemuan Perempuan
(ditulis bersama M. Syahidah, 1997), Luka Bumi (ditulis bersama
Rahmadianti, 1998). Helvy bergabung dengan majalah Annida sejak 1992
dan kini menjabat pemimpin redaksi. Tahun 1998 beliau diundang untuk
mengikuti Bengkel Cerpen Maestra dan awal 1999 diundang untuk
mengikuti Bengkel Penulisan Cerita Anak yang diadakan oleh Pusat
Perbukuan Depdikbud. Pada tahun itu juga Helvy sempat melawat ke
Malaysia bersama delegasi majalah sastra Horison untuk mengikuti
Pertemuan Sastra Nusantara X di Johor Baru.2
1 Hasanuddin WS, dkk., Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Penerbit Titian Ilmu
Bandung, 2009), h. 371-372. 2 Korrie Layun Rampan, Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia, (Jakarta: Artikel Pusat
Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, 2000), h. 295.
41
Helvy telah menulis sejak kelas II SD, kini lebih dari 30 buku telah
ditulisnya (sebagian besar merupakan kumpulan cerpen). Karyanya: “Jaring-
jaring Merah” terpilih sebagai cerpen terbaik Horison (1990-2000), bukunya
Lelaki Kabut dan Boneka/Dolis and the Man of Mist mendapatkan Anugerah
Pena 2002 dan membuatnya diundang untuk bicara soal sastra budaya di
Universitas Wisconsin serta Universitas Michigan, Amerika Serikat.
Tahun 1997 Helvy mendirikan FLP, sebuah organisasi (calon)
penulis yang kini beranggotakan sekitar 5.000 orang tersebar dilebih dari
150 kota di Indonesia dan mancanegara. Dalam delapan tahun
keberadaannya, FLP rutin mengadakan pelatihan penulisan, menerbitkan tak
kurang dari 400 buku karya para anggotanya dan membangun rumah-rumah
Cahaya (baCA dan HAsilkan KarYA) di berbagai tempat di negeri ini.
Selain sebagai penulis dan dosen, Helvy juga menerima penghargaan
sebagai Ibu Berprestasi tingkat Nasional dari Tabloid Nova dan Menteri
Pemberdayaan Perempuan RI (2004), serta Ummi Award dari Majalah
Ummi pada 2004. 3
Beberapa karya yang sudah ditulisnya seperti, cerita pendek, novel,
puisi, kritik, dan lain-lain. Buku kumpulan cerita pendek yang telah terbit
adalah Lelaki Kabut dan Boneka/Dolls and The Man of Mist, Kumpulan
Cerpen Dwi Bahasa (2002), Titian Pelangi (2000), Hari-hari Cinta Tiara
(2000), Manusia-manusia Langit (2000), Nyanyian Perjalanan (1999),
Hingga Batu Bicara (1999), Sebab Sastra yang merenggutku dari Pasrah
(1999), Ketika Mas Gagah Pergi (1997).4
Salah satu karya Helvy Tiana Rosa yang populer adalah Ketika Mas
Gagah Pergi. Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) adalah cerpen remaja
fenomenal karya Helvy Tiana Rosa dan dianggap sebagai pelopor bagi
kebangkitan Sastra Islami Kontemporer di Indonesia pada era 1990-an.
KMGP juga dianggap sebagai cerpen yang turut mempengaruhi
3 Lukiwibawa, Risalah Cinta dari Helvy Tiana Rosa, (Jakarta: Harian Seputar Indonesia,
2005), h. 7. 4 Hasanuddin WS, dkk., Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Penerbit Titian Ilmu
Bandung, 2009), h. 372.
42
perkembangan semangat belajar Islam dikalangan muda Indonesia. Inilah
satu-satunya karya Helvy yang habis 10.000 eksemplar sebelum buku
tersebut dicetak tahun 1997 oleh Pustaka Annida.
Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi pertama kali dipublikasikan oleh
Majalah Annida pada 1993, kemudian diterbitkan oleh Pustaka Annida
dalam bentuk kumpulan cerpen pada 1997 yang dikatapengantari oleh
sastrawan senior: Soekanto SA dan dosen Helvy dalam menulis di Fakultas
Sastra UI dulu: Ismail Marahimin. Cerpen ini pun terus mengalami cetak
ulang lebih dari 15 kali setelah diterbitkan lagi pada 2000 oleh Syaamil
Cipta Media. Tahun 2011 cerpen KMGP kembali diterbitkan oleh
Asmanadia Publishing House. Bedanya, cerpen KMGP yang dulu 15
halaman, kini menjadi novellet 64 halaman.5
B. Sinopsis Cerpen
1. Ketika Mas Gagah Pergi
Gita merupakan siswa SMA di Jakarta, dia sangat bangga memiliki
seorang kakak yang ganteng, cerdas, baik, dan humoris seperti Mas
Gagah. Banyak sekali temannya yang mengidolakan Mas Gagah. Mas
Gagah adalah mahasiswa Teknik Sipil di UI, sekarang dia masih kuliah
semester akhir. Suatu hari Gita merasakan ada perubahan pada diri
kakaknya itu, semenjak Mas Gagah pulang dari Madura sifatnya
memang terasa aneh dibenak Gita. Mas Gagah kini berubah menjadi
orang yang alim, sudah tidak pernah lagi main bersama Gita dan teman-
temannya. Bahkan Gita disuruh untuk menggunakan jilbab selain itu,
Mas Gagah juga sering mengajak Gita untuk pergi ke majelis-majelis.
Gita takut perubahan kakanya itu akibat mengikuti aliran sesat, namun
akhirnya Gita mengerti. Gita mulai mempelajari perubahan Mas Gagah
melalui temannya yang bernama Tika. Sekarang Gita pun sudah mulai
terketuk hatinya untuk lebih baik lagi dalam hal agama.
5 Helvy Tiana Rosa, Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali, (Depok: AsmaNadia Publishing
House, 2011), h. vii-viii.
43
Tepat pada hari ulang tahunnya, Gita memutuskan untuk
mengenakan jilbab secara kaffah. Dia tak sabar ingin memberikan
kejutan untuk Mas Gagah dan memperlihatkan dirinya yang mengenakan
jilbab ke Mas Gagah. Setelah ditunggu sekian lama Mas Gagah tidak
pulang-pulang, kebetulan hari itu Mas Gagah mendapat undangan
ceramah di Bogor. Tiba-tiba telepon berdering, ternyata kabar bahwa
Mas Gagah mengalami musibah dan kini dirawat di rumah sakit. Telah
terjadi kerusuhan di sebuah tempat ibadah dan Mas Gagah mencoba
menenangkan, namun Mas Gagah justru terluka. Kondisinya kritis,
semua keluarga dan teman-teman Mas Gagah ikut menemani di rumah
sakit. Gita sempat mengajak Mas Gagah berbicara sebelum akhirnya
Mas Gagah meninggal dunia. Gita sangat sedih, kakak yang selalu dia
bangga-banggakan itu kini sudah meninggal dunia.
Waktu terus berjalan hingga akhirnya Gita masuk kuliah di
Universitas Indonesia, setiap hari dia berangkat menggunakan bus atau
juga kereta. Diperjalanan dia sering sekali menjumpai seorang lelaki
berkemeja kotak-kotak yang ceramah di bus-bus atau kereta tanpa
meminta bayaran sedikit pun, saking seringnya Gita menjumpai lelaki
itu, Gita sampai penasaran siapa sebenarnya lelaki kemeja kotak-kotak
itu. Lelaki itu mengingatkannya kepada sosok Mas Gagah. Suatu hari
terjadi tawuran anak-anak SMA hingga masuk ke dalam bus yang Gita
tumpangi, semua orang yang ada di dalam bus panik karena siswa SMA
itu membawa senjata tajam dan berusaha ingin membunuh musuhnya.
Lelaki berkemeja kotak-kotak berusaha untuk menasihati dan melerai
tawuran itu, namun justru akhirnya lelaki kemeja kotak-kotak terluka
akibat terkena senjata tajam. Gita dibantu oleh penumpang bus yang lain
untuk segera membawa lelaki kemeja kotak-kotak ke rumah sakit.
Syukur lelaki itu akhirnya tertolong nyawanya. Beberapa hari berlalu,
ketika Gita ingin menjenguk lelaki itu di rumah sakit ternyata lelaki itu
sudah pulang.
44
Tidak terasa waktu terus berlalu, kini Gita telah lulus kuliah.
Sekarang dia sedang mencari pekerjaan, kebetulan hari itu dia mendapat
panggilan wawancara kerja. Gita diminta untuk langsung menemui
direktur utama perusahaan tempat Gita melamar kerja. Setelah Gita
masuk ke ruangan, dia terkejut karena ternyata direktur utama itu adalah
lelaki kemeja kotak-kotak yang sering dia temui dahulu di bus-bus atau
kereta yang dahulu pernah dia tolong sewaktu tragedi tawuran di bus.
Lelaki itu kemudian memperkenalkan diri, namanya Yudhistira.
Yudhistira kemudian langsung mengucapkan rasa terima kasih kepada
Gita atas pertolongannya dahulu. Yudhistira juga sempat kuliah di UI
kemudian melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Gita akhirnya diterima
kerja di perusahaan tersebut.
2. Rapsodi September
Eron memiliki dua orang kakak perempuan bernama Ocha dan
Rani. Eron adalah mahasiswa baru di IKJ. Eron pernah memiliki
beberapa teman dekat perempuan dan sering diajak main ke rumah. Saat
Eron kelas dua SMA, dia dekat dengan seorang perempuan bernama
Tini. Tini memiliki wajah yang cantik dan perilakunya sangat sopan.
Orangtua dan kedua kakak Eron juga sangat menyukai Tini, namun
sayangnya, kedua kakak Eron kurang setuju dengan pergaulan antara
laki-laki dan perempuan yang menjalin hubungan pacaran karena
dilarang dalam ajaran agama Islam.
Ocha dan Rani sudah sering sekali mengingatkan Eron untuk tidak
pacaran, namun Eron tidak mau mendengarkan nasihat kakaknya. Ocha
dan Rani yang sangat agamis akhirnya memutuskan mulai mendekati
Tini untuk diajak belajar agama. Eron pun protes melihat kedekatan
kedua kakaknya dengan Tini karena Eron merasa Tini lebih dekat
dengan Ocha dan Rani ketimbang dengan Eron. Kedekatan Tini dengan
kedua kakak Eron akhirnya membuat Tini memutuskan hubungan
dengan Eron karena Tini telah menyadari dan belajar banyak hal soal
45
agama. Tini pun memutuskan untuk mulai menggunakan jilbab secara
kaffah.
Setengah tahun kemudian setelah putus dengan Tini, Eron mulai
dekat dengan perempuan lain bernama Opie. Opie merupakan anak dari
keluarga berada, menjadi bintang kelas, enerjik, dan gemar diskusi.
Semakin hari Opie semakin sering datang ke rumah. Ocha dan Rani
memutuskan untuk melakukan pendekatan kepada Opie seperti saat
pendekatan kepada Tini dahulu, namun ternyata Ope lebih susah didekati
karena selalu saja alasan jika diajak untuk mengaji. Meski begitu, Ocha
dan Rani tidak menyerah.
Suatu hari Ocha mengajak Opie ke kampusnya di Bogor, Opie
sangat senang karena dia bercita-cita ingin kuliah di IPB. Di IPB, Opie
dikenalkan dengan teman-teman Ocha yang berjilbab rapi dan sangat
ramah. Opie mulai merasa terkesima, terlebih lagi melihat Ocha dan
teman-temannya yang pintar dan tidak kurang pergaulan. Banyak
pendekatan lain yang dilakukan Ocha dan Rani kepada Opie mengenai
masalah keagamaan, Opie pun akhirnya sadar dan memutuskan untuk
lebih mendalami ilmu agama. Opie menjadi sering mengikuti kegiatan
pengajian dan memutuskan untuk berjilbab.
Setelah putus dengan Opie, Eron mulai dekat dengan perempuan
lain bernama Mia, teman kuliahnya di IKJ. Mia berbeda dari pacar-pacar
Eron sebelumnya, Mia memiliki sifat sangat cuek dan penampilannya
pun seperti rocker. Waktu terus berlalu, tidak terasa pada akhir bulan
September Mia mendapatkan hidayah untuk berjilbab. Eron yang
mengetahui hal itu akhirnya ikut mulai rajin beribadah. Ocha dan Rani
sangat senang mendengar kabar baik mengenai adiknya itu.
46
3. Selagi Ada Kesempatan
Vidi bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri Medan, dia terpaksa
sekolah di sana karena tidak berhasil masuk ke SMA Negri Medan. Vidi
bersekolah di MAN atas saran dari Mamak dan Bapaknya. Dia sangat
keberatan sebenarnya untuk sekolah di MAN yang mengharuskannya
memakai jilbab, oleh sebab itu, ketika keluar pintu gerbang sekolah dia
langsung melepas jilbabnya. Vidi hanya benar-benar ingin memakai
jilbab jika dirinya sudah menikah atau sudah tua. Fatimah, teman
sebangkunya sering sekali menasihatinya, namun Vidi justru kesal dan
bersikap cuek terhadap Fatimah. Di sekolahnya, Vidi dekat dengan laki-
laki bernama Ramli Siregar, dia adalah wakil ketua OSIS, mereka
kemudian memutuskan untuk berpacaran.
Vidi pernah ditunjuk oleh gurunya untuk mewakili sekolahnya
lomba MTQ tingkat SLTA sekota Medan. Sejak SD dia memang sering
juara MTQ, suara dan lantunan nadanya sangat bagus, makhorijul
hurufnya pun sangat dikuasainya. Mamak dan Bapaknyalah yang selama
ini mengajarkannya mengaji. Akhirnya, Vidi mendapatkan juara pada
perlombaan itu.
Minggu akhir bulan, Vidi dan gangnya berlibur ke Brastagi.
Mereka sangat menikmati keindahan Brastagi. Butet, teman dekat Vidi
sangat gembira, dia berkenalan dengan Tigor dan Har. Tidak terasa hari
sudah semakin sore, waktu menunjukkan pukul 15.00. Mereka kemudian
bersiap untuk pulang, namun Vidi merasa ada yang kurang dari
temannya, ternyata Butet belum ikut berkumpul. Karena takut pulang
kemalaman akhirnya Vidi dan teman-temannya yang lain berpencar
untuk mencari Butet. Hari semakin gelap dan Butet belum juga ketemu.
Setelah mencari butet kemana-mana hingga ujung Brastagi
akhirnya Vidi menemukan sapu tangan Butet yang jatuh di tanah. Vidi
memberanikan diri untuk mencari Butet di semak-semak, Vidi kemudian
sangat terkejut ketika melihat Butet meninggal tergeletak di tanah
dengan kondisi pakaiannya yang sudah tak karuan ditambah lagi
47
matanya terbuka dan di dadanya tertancap sebuah belati. Setelah
peristiwa itu Vidi sering sekali melamun membayangkan Butet.
Selang beberapa lama, teman sebangku Vidi yang bernama
Fatimah dirawat di rumah sakit akibat demam, Vidi kali ini merasa
sangat merindukan sosok Fatimah yang selalu memberinya nasihat. Vidi
kemudian menjenguk Fatimah di rumah sakit, Vidi menceritakan bahwa
dia sudah memutuskan hubungannya dengan Ramli Siregar, dia juga
bercerita bahwa hubungannya dengan Mamak dan Bapaknya kini sudah
semakin membaik, dia juga mengungkapkan bahwa dia berniat untuk
memakai jilbab tahun depan. Fatimah sangat senang mendengar cerita
Vidi yang sekarang sudah semakin baik.
Hari sudah memasuki waktu asar, Vidi, Fatimah, dan ibunya
Fatimah yang bernama tante Lubis melaksanakan solat asar berjamaah.
Setelah selesai solat Vidi berniat untuk pamit pulang, dia melihat
Fatimah tertidur, kemudian dipeganglah tangan Fatimah. Vidi merasakan
ada yang aneh, dan ternayata Fatimah sudah meninggal dunia. Vidi
merasa sangat sedih, semenjak semua peristiwa demi peristiwa terjadi,
Vidi semakin sering introspeksi diri, kini dia akhirnya memutuskan
untuk memakai jilbab secara kaffah tanpa menunda-nunda waktu lagi
karena dia merasa bahwa umur seseorang tidak ada yang tahu sampai
kapan.
48
C. Temuan dan Analisis Deskripsi Data
1. Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi
a. Temuan Data
Tabel 4.1
Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa
dalam Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi
No Data Konteks Maksim Kesantunan Berbahasa
M.Keb M.Ked M.Peng M.Kes M.Per M.Sim
1. Mama: “Penampilanmu
kok sekarang
lain, Gah?”
Mas Gagah: “Lain gimana,
Ma?”
Mama: “Ya,
nggak semodis
dulu. Nggak
dandy lagi.
Biasanya kamu
yang paling
sibuk dengan
penampilan
kamu yang
kayak cover boy
itu.”
Mas Gagah: “Suka begini,
Ma. Bersih,
rapi, meski
sederhana.
Kelihatannya
juga lebih
santun.” (h. 6)
Situasi terjadi di
rumah, dituturkan
oleh Mama
kepada Mas
Gagah. Tujuan
dari tuturan
tersebut, yaitu
Mama menegur
penampilan Mas
Gagah yang
berubah tidak
sekeren dahulu.
Semenjak Mas
Gagah pulang
dari Madura
untuk
melaksanakan
tugas kuliah,
sikap dan
penampilan Mas
Gagah memang
berubah menjadi
alim. Hal itu
disebabkan
karena saat di
Madura, Mas
Gagah bertemu
dengan Kiai
Ghufron. Di sana
Mas Gagah
banyak
meluangkan
waktunya untuk
mengaji bersama
49
Kiai Ghufron,
hingga akhirnya
Mas Gagah
merasa
mendapatkan
hidayah untuk
lebih
mendekatkan diri
kepada Allah dan
belajar lebih
banyak lagi
mengenai agama
Islam.
2. Tika: “Eh,
kapan main ke
rumahku?
Mama udah
kangen tuh!
Aku ingin kita
tetap dekat,
Gita.”
Gita: “Tik, aku
kehilangan
kamu. Aku juga
kehilangan Mas
Gagah. Selama
ini aku pura-
pura cuek tak
peduli. Aku
sedih.”
Tika: “Aku
senang kamu
mau
membicarakan
hal ini
denganku.
Nginap di
rumahku, yuk.
Biar kita bisa
cerita banyak.
Sekalian
kukenalkan
pada Mbak
Nadia.” (h. 10)
Situasi terjadi saat
jam istirahat di
sekolah.
Dituturkan oleh
Tika kepada Gita.
Dalam aktivitas
tersebut, Gita
bercerita kepada
Tika mengenai
perubahan sikap
Tika dan Mas
Gagah yang
menjadi alim,
memang sudah
satu bulan Tika
memutuskan
untuk berjilbab
dan
memperdalam
ilmu agama. Hal
itu membuat Gita
merasa
kehilangan sosok
mereka. Sebagai
sahabat Gita, Tika
berusaha untuk
mengurangi
kesedihan Gita
dengan cara
memberikan
saran serta
penjelasan kepada
50
Gita.
3. Mas Gagah: “Kok tumben
Gita mau
dengerin Mas
ngomong?”
Gita: “Gita
capek marahan
sama Mas
Gagah!”
Mas Gagah: “Emangnya
Gita ngerti yang
Mas katakan?”
Gita: “Tenang
aja, Gita
nyambung
kok!” (h. 12)
Situasi terjadi di
kamar Mas
Gagah, saat Gita
baru pulang
sekolah.
Dituturkan oleh
Mas Gagah
kepada Gita.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Mas Gagah ingin
mengetahui
alasan Gita yang
kini mau
mendengarkan
cerita Mas Gagah
mengenai Islam,
Allah, dan Rasul.
Padahal, sebelum-
sebelumnya Gita
sangat kesal
ketika Mas Gagah
mulai berbicara
soal agama
kepadanya.
Setelah Gita
pulang dari rumah
Tika, sikap Gita
memang sedikit
berubah. Gita
mulai memahami
alasan perubahan
sikap Mas Gagah
yang menjadi
alim. Gita
mendapat banyak
pencerahan dari
Tika dan Mbak
Nadia mengenai
hakikat agama
Islam.
51
4. Gita: “Masa
sekali aja nggak
bisa, Pa…., tiap
minggu rutin
ngunjungin
relasi ini itu.
Kebutuhan
rohaninya
kapan?”
Papa: ”Iya deh,
iya!” (h. 13)
Situasi terjadi di
rumah, saat hari
Minggu.
Dituturkan oleh
Gita kepada
papanya. Seiring
berjalannya
waktu Gita mulai
belajar agama
lewat Mas Gagah.
Mereka sering
mengikuti acara
pengajian di
berbagai Masjid.
Sesekali Gita juga
mengajak
papanya untuk
mengikuti
pengajian
bersama di masjid
setiap hari
Minggu. Awalnya
Papa menolak,
namun sebagai
orangtua yang
baik dan selalu
mendukung
anaknya maka
papa mau
memenuhi
permintaan Gita
untuk ikut
mengaji bersama
di masjid.
5. Mbak Nadia: “Nah, sebagai
bagian dari
ummat yang
besar ini,
masalah
berjilbab
bukanlah
masalah yang
harus membuat
kita bertengkar.
Situasi tuturan
terjadi dalam
acara seminar
umum tentang
generasi muda
Islam yang
diadakan di UI.
Dituturkan oleh
Mbak Nadia
(pembicara)
kepada Gita.
52
Pakailah dengan
kesadaran dan
jangan
mengejek atau
memaksa
muslimah yang
belum
memakainya,
malah kita
harus
merangkul
mereka.
Tunjukkan
akhlak kita
yang indah
sebagai
muslimah.”
Gita: “Alasan
ini Mbak, yang
bisa saya
terima!
Biasanya yang
saya dengar:
kita, perempuan
pakai jilbab
untuk
membantu
lelaki menjaga
pandangannya.
Huh parah!
Sebel
dengernya!
Kenapa harus
kita yang repot
menjaga
pandangan
mereka? Nggak
banget deh!” (h.
18)
Mbak Nadia
Hayuningtyas
adalah kakak
sepupu Tika
(sahabat Gita)
yang pernah
kuliah di Amerika
dan kini sudah
memantapkan
hatinya untuk
berjilbab. Pada
acara seminar
tersebut, Mbak
Nadia bertugas
sebagai
pembicara. Saat
sesi pertanyaan,
Gita bertanya
mengenai hukum
memakai jilbab
untuk muslimah
dalam agama
Islam. Mbak
Nadia kemudian
menjelaskan
tentang 8 alasan
mengapa
muslimah perlu
memakai jilbab.
Gita sangat setuju
dan puas dengan
jawaban-jawaban
yang Mbak Nadia
sampaikan
mengenai alasan
wanita dianjurkan
untuk berjilbab
dalam agama
Islam.
6. Bang Ucok: “Sudah banyak
perbaikan.
Yang jadi copet
sudah tak ada.
Yang jadi
Situasi terjadi di
daerah
pemukiman
Jakarta Utara.
Dituturkan oleh
Bang Ucok
53
garong apalagi.
Piss, piiis,
Gagah.
Terimakasih
bimbinganmu
selama ini. Eh,
yang mau ikut
ngaji bertambah
lagi. Itu,
pimpinan
preman RW
sebelah.”
Mas Gagah: “Alhamdulillah.
Seru itu Bang!”
(h. 21)
kepada Mas
Gagah. Bang
Ucok merupakan
mantan preman
yang sekarang
insaf berkat
ajaran Mas
Gagah. Mas
Gagah sangat
peduli dengan
anak-anak serta
kondisi
pemukiman di
daerah Jakarta
Utara. Berkat
bantuan serta
bimbingan Mas
Gagah, Bang
Ucok ingin
memberitahu
bahwa sudah
banyak kemajuan
yang dialami di
pemukiman
tersebut, mulai
dari
pembangunan
musholla, taman
bacaan, hingga
preman lainnya
yang ingin ikut
insaf juga.
Mendengar cerita
Bang Ucok
tersebut, Mas
Gagah kemudian
ikut merasa
senang dengan
kemajuan yang
dialami di
pemukiman itu.
7. Mama: “Kamu
nggak mau
diantar saja,
Gita? Capek loh
Situasi terjadi di
rumah pada pagi
hari. Dituturkan
oleh Mama
54
di jalan.
Apalagi kamu
sudah kelas III.”
(h. 31)
kepada Gita saat
Gita hendak
berangkat ke
sekolah. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Mama
menawarkan Gita
untuk diantar ke
sekolah
menggunakan
sedan karena
jarak dari rumah
ke sekolah cukup
jauh, Mama
khawatir jika Gita
lelah karena
sudah kelas tiga
SMA.
8. Mas Kotak-
kotak: “Maaf
bila kehadiran
saya
mengganggu
kenyamanan
bapak ibu dan
saudara-
saudara. Tetapi
ijinkanlah saya
menunaikan
kewajiban
sebagai hamba
yang telah
diberikan setitik
ilmu oleh Allah
SWT yang
tentunya harus
disampaikan
setelah
diamalkan.” (h.
32)
Situasi terjadi di
bus saat pagi hari.
Dituturkan oleh
Si Mas berkemeja
kotak-kotak
kepada para
penumpang bus.
Mas Kotak-kotak
adalah salah satu
mahasiswa UI
yang sangat
peduli untuk
mengajarkan dan
mengajak orang
dalam kebaikan.
Seperti biasa,
Mas Kotak-kotak
selalu berceramah
di angkutan
umum. Dia
berceramah tanpa
meminta imbalan,
niatnya hanya
ingin berbagi
ilmu agama.
Sebelum memulai
ceramahnya, Mas
55
Kotak-kotak
selalu meminta
izin kepada para
penumpang untuk
berceramah di
dalam bus.
9. Bapak Tua: “Buku ini
berapa, Nak?”
Mas Kotak-
kotak: “Mengapa
bapak memilih
buku itu?”
Bapak Tua: “Saya ingin
menjaga salat
saya. Selama ini
belum benar.”
Mas Kotak-
kotak: “Ambillah, Pak.
Semoga
bermanfaat.
Saya berikan
untuk Bapak.”
(h. 38)
Situasi terjadi di
PRJ. Dituturkan
oleh Bapak Tua
kepada Mas
Kotak-kotak. Di
PRJ Mas Kotak-
kotak berceramah
sekaligus
berjualan buku-
buku agama,
dimana pun dia
selalu ingin
berseru dalam
kebaikan. Pada
tuturan Mas
Kotak-kotak
tersebut, dia
bermaksud ingin
mengetahui
alasan Bapak Tua
mengapa memilih
buku tentang
salat. Setelah
mengetahui
alasan Bapak Tua
itu, Mas Kotak-
kotak kemudian
memberikan buku
tentang salat
untuk Bapak Tua
secara gratis
karena Mas
Kotak-kotak
kasihan melihat
kondisi Bapak
Tua yang tidak
mampu. Niat Mas
Kotak-kotak
berjualan buku-
56
buku agama
bukan semata-
mata untuk
mencari
keuntungan, akan
tetapi untuk
berdakwah.
10. Ibu: “Sekarang
boleh saya
meminta buku
tentang warisan
ini?”
Mas Kotak-
kotak: “Silakan
ibu letakkan
uang infaqnya
di kaleng ini
seikhlas ibu.
Insya Allah
untuk
disalurkan pada
orang yang
berhak
menerimanya.”
(h. 39)
Situasi terjadi di
PRJ. Dituturkan
oleh seorang Ibu
kepada Mas
Kotak-kotak. Saat
Mas Kotak-kotak
menggelar buku-
buku agama di
PRJ, tiba-tiba
datang seorang
Ibu berpakaian
bagus dan
memakai
perhiasan yang
berkilauan
mencoba untuk
meminta sebuah
buku tentang
warisan kepada
Mas Kotak-kotak.
Ibu itu sengaja
meminta karena
sebelumnya dia
melihat Bapak
Tua yang berniat
untuk membeli
buku justru malah
diberi secara
percuma. Akan
tetapi, karena
Mas Kotak-kotak
tahu bahwa Ibu
tersebut adalah
orang kaya maka
Mas Kotak-kotak
menyuruh Ibu itu
untuk mengisi
uang di kaleng
57
infaq saja. Niat
Mas Kotak-kotak
berjualan buku-
buku agama
bukan semata-
mata untuk
mencari
keuntungan, akan
tetapi untuk
berdakwah.
11. Seseorang: “Saya ingin
menyumbang,
bisa lewat
adik?”
Mas Kotak-
kotak: “Tidak.
Tapi pergilah ke
yayasan-
yayasan Islam
atau Bulan
Sabit Merah
Indonesia.
Alhamdulillah,
Allah
menggerakkan
hati Bapak.” (h.
43)
Situasi terjadi di
gerbong kereta
api Jabodetabek
menuju Cikini.
Dituturkan oleh
seorang
penumpang
kepada Mas
Kotak-kotak.
Seperti biasa Mas
Kotak-kotak
berceramah di
angkutan umum,
seperti bus atau
kereta api. Hari
itu dia
berceramah
tentang
peperangan yang
terjadi di
Palestina. Dia
menjelaskan
dengan
menunjukkan
bukti-bukti
berupa kliping
dari kumpulan
surat kabar dan
majalah
internasional. Hal
itu membuat salah
satu penumpang
merasa tergerak
hatinya untuk
memberikan
58
sumbangan lewat
Mas Kotak-kotak,
namun Mas
Kotak-kotak tidak
bisa
menyalurkannya.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Mas Kotak-kotak
memberikan
saran kepada
penumpang
tersebut untuk
memberikan
sumbangan
melalui yayasan.
12. Mas Kotak-
kotak: “Oh ya,
ini memang tak
seberapa, tetapi
lumayan untuk
berbuka puasa.
Silakan, Dik.”
(h. 43)
Situasi terjadi di
gerbong kereta
api, sekitar lima
menit sebelum
azan. Dituturkan
oleh Mas Kotak-
kotak kepada para
penumpang.
Setelah
berceramah
seperti biasa, Mas
Kotak-kotak
kemudian
membagikan
kurma pada para
penumpang di
gerbong kereta
api yang mulai
resah mencari-
cari makanan
untuk berbuka
puasa. Mas
Kotak-kotak
adalah seseorang
yang sangat taat
terhadap ajaran
agama, dalam
hidupnya dia
selalu berusaha
59
berbuat kebaikan
untuk orang lain.
13. Mas Kotak-
kotak: “Oh ya,
ini memang tak
seberapa, tetapi
lumayan untuk
berbuka puasa.
Silakan, Dik.”
(h. 43)
Situasi terjadi di
gerbong kereta
api, sekitar lima
menit sebelum
azan. Dituturkan
oleh Mas Kotak-
kotak kepada para
penumpang.
Setelah
berceramah
seperti biasa, Mas
Kotak-kotak
kemudian
membagikan
kurma pada para
penumpang di
gerbong kereta
api yang mulai
resah mencari-
cari makanan
untuk berbuka
puasa. Mas
Kotak-kotak
adalah seseorang
yang sangat taat
terhadap ajaran
agama, dalam
hidupnya dia
selalu berusaha
berbuat kebaikan
untuk orang lain.
14. Mas Kotak-
kotak: “Eh,
nasinya keburu
dingin nanti!
Ayo kita
makan.
Rasulullah saja
tak pernah
membiarkan
makanan
menunggu lho!”
Situasi terjadi di
Kantin Kukusan.
Dituturkan oleh
Mas Kotak-kotak
kepada orang-
orang yang
hendak makan.
Sebelum makan,
Mas Kotak-kotak
berceramah, kali
itu dia
60
Seseorang: “Eh
iya, Bang…
memang sudah
lapar kali ini.”
(h. 45)
menjelaskan
tentang
pentingnya
berdoa. Saking
seriusnya
berceramah, dia
lupa jika orang-
orang yang
berada di kantin
tersebut hendak
makan, akhirnya
Mas Kotak-kotak
mengajak makan
bersama-sama.
Mas Kotak-kotak
selalu ramah
terhadap semua
orang. Dia sangat
pandai berbicara
dan wawasannya
pun sangat luas
sehingga tidak
heran jika orang-
orang yang
berinteraksi
dengannya selalu
kagum dengan
sosoknya.
15. Eki: “Warga
yang lain
kemana, pak?”
Bapak: “Iya
nih, lagi pada
ngaji di bedeng.
Ayo deh bapak
antar ke sana,”
(h. 48)
Situasi terjadi di
daerah Tanah
Tinggi.
Dituturkan oleh
Eki kepada bapak
yang merupakan
salah satu warga
korban bencana
kebakaran. Saat
Eki, Gita, dan
teman-temannya
sudah sampai di
lokasi bencana
ternyata di tempat
tersebut sepi,
hanya ada
seorang bapak.
61
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
tokoh bapak
menawarkan
dengan senang
hati untuk
mengantarkan
Gita dan teman-
temannya menuju
bedeng dimana
semua warga
sedang
berkumpul
mengikuti
pengajian.
16. Ibu Tua: “Tunggu!
Siapakah nama
anak? Saya juga
ingin
mendoakan
anak…”
Mas Kotak-
kotak: “Nama
saya Abdullah,
Bu. Saya bukan
siapa-siapa dan
saya pun akan
mendoakan
semua yang ada
di sini
Assalamualaiku
m.” (h. 49)
Situasi terjadi di
bedeng
pemukiman
Tanah Tinggi.
Dituturkan oleh
Ibu Tua kepada
Mas Kotak-kotak.
Saat Mas Kotak-
kotak selesai
memberikan
ceramah dan
pamit pulang,
tiba-tiba ada
seorang ibu tua
yang menanyakan
namanya karena
ingin sekali
mendoakannya.
Mas Kotak-kotak
pun menjawab
pertanyaan ibu itu
dengan rendah
hati. Segala
perbuatan baik
yang Mas Kotak-
kotak lakukan ke
orang lain
semata-mata
hanya ingin
mendapatkan
62
pahala dari Allah,
bukan untuk
mendapatkan
pujian dari orang
lain.
17. Mas Kotak-
kotak: “Silakan, Dik!”
Gita: “Makasih, Mas
Abdullah.” (h.
50)
Situasi terjadi di
dalam bus.
Dituturkan oleh
Mas Kotak-kotak
kepada Gita. Saat
Gita baru saja
naik ke dalam bus
dan melihat Si
Mas Kotak-kotak
duduk di tempat
paling depan.
Gita mencoba
mencari tempat
duduk yang masih
kosong, namun
ternyata penuh
semua. Melihat
Gita yang masih
berdiri, Mas
Kotak-kotak atau
yang Gita kenal
bernama
Abdullah
langsung
menawarkan
tempat duduknya
untuk Gita. Mas
Kotak-kotak
adalah orang yang
taat beribadah dan
selalu ingin
berbuat kebaikan
untuk orang lain.
Oleh sebab itu,
ketika Mas
Kotak-kotak
melihat Gita yang
tidak kebagian
tempat duduk
maka Mas Kotak-
63
kotak rela
memberikan
tempat duduknya
untuk Gita.
Terlebih lagi
karena Gita
adalah seorang
perempuan
sehingga Mas
Kotak-kotak
merasa patut
untuk lebih
menghargai
perempuan
ketimbang dirinya
sendiri.
18. Pelajar:
“Hajarrr!
Tusuk!”
Mas Kotak-
kotak: “Tahan!
Berkacalah,
bagaimana
kalian bisa
membunuh
saudara
sendiriii..?” (h.
53)
Situasi terjadi di
dalam bus.
Dituturkan oleh
Mas Kotak-kotak
kepada pelajar.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Mas Kotak-kotak
ingin melerai
perkelahian
antarpelajar yang
membawa senjata
tajam dan hendak
saling melukai.
Mas Kotak-kotak
memiliki sikap
yang sangat
peduli kepada
orang lain
sehingga ketika
ada pelajar yang
tubuhnya
berdarah karena
dilukai oleh
musuhnya dan
masuk ke dalam
bis yang
ditumpangi Mas
Kotak-kotak, dia
64
langsung
berusaha
menolong dengan
cara melindungi
pelajar tersebut.
Mas Kotak-kotak
juga berusaha
melerai
perkelahian
antarpelajar,
namun usaha Mas
Kotak-kotak
justru membuat
dirinya terluka
karena terkena
senjata tajam
yang dibawa oleh
pelajar.
19. Seseorang: “Saya nggak
megang uang,
Neng!”
Gita: “Saya
yang bayar!
Rumah sakit
terdekat, Pak!”
(h. 54)
Situasi terjadi di
jalan saat Gita
hendak naik taksi
untuk mengantar
Mas Kotak-kotak
ke rumah sakit.
Dituturkan oleh
seorang laki-laki
kepada Gita.
Tawuran antar
pelajar yang
terjadi di dalam
bus akhirnya
membuat Mas
Kotak-kotak dan
salah seorang
pelajar lainnya
terluka. Gita
dengan segera
meminta bantuan
kepada orang-
orang disekitar
untuk membawa
Mas Kotak-kotak
dan pelajar itu ke
rumah sakit. Gita
tidak ingin nasib
65
Mas Kotak-kotak
sama seperti Mas
Gagah yang
nyawanya tidak
tertolong lagi.
Oleh sebab itu,
dengan segera
Gita membawa
Mas Kotak-kotak
dan pelajar yang
menjadi korban
ke rumah sakit
terdekat.
20. Anak 1: “Mbak
Gita sekarang
tambah ayu
ya?”
Anak 2: “Iya,
lebih kalem…”
Gita: “Nanti
Mbak Gita
bawakan lagi
buku yang
banyak insya
Allah!” (h. 58)
Situasi terjadi di
daerah
pemukiman
Jakarta Utara.
Dituturkan oleh
anak-anak kepada
Gita. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Gita pamit
pulang dan
berjanji akan
membawakan
buku bacaan baru
untuk anak-anak
di pemukiman.
Setelah kepergian
Mas Gagah, Gita
menjadi semakin
alim, dia pun
meneruskan
perjuangan Mas
Gagah untuk
membantu anak-
anak serta warga
di pemukiman.
Gita ingin anak-
anak dapat
memiliki
pengetahuan yang
luas melalui
membaca buku
meskipun anak-
66
anak tersebut
tidak bersekolah.
21. Papa: “Kenapa
sih tidak kerja
di perusahaan
Papa saja?”
Gita: “Gita
mau berusaha
mandiri dulu…”
Papa: “Kamu
akan jadi
perempuan
yang kuat, Gita
Ayu Pratiwi.”
(h. 59)
Situasi terjadi di
rumah.
Dituturkan oleh
Papa kepada Gita.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Papa menawarkan
Gita untuk
bekerja di
perusahaan Papa,
namun Gita tidak
mau karena
alasan ingin
berusaha mandiri.
Papa sangat
peduli kepada
Gita sehingga
ketika Papa
melihat Gita
bersusahpayah
mencari
pekerjaan, Papa
ingin
memudahkan
Gita dengan cara
member tawaran
untuk bekerja di
perusahaannya
saja.
22. Papa: “Kenapa
sih tidak kerja
di perusahaan
Papa saja?”
Gita: “Gita
mau berusaha
mandiri dulu…”
Papa: “Kamu
akan jadi
perempuan
yang kuat, Gita
Ayu Pratiwi.”
(h. 59)
Situasi terjadi di
rumah.
Dituturkan oleh
Papa kepada Gita.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Papa menawarkan
Gita untuk
bekerja di
perusahaan Papa,
namun Gita tidak
mau karena
alasan ingin
67
berusaha mandiri.
Papa sangat
peduli kepada
Gita sehingga
ketika Papa
melihat Gita
bersusahpayah
mencari
pekerjaan, Papa
ingin
memudahkan
Gita dengan cara
member tawaran
untuk bekerja di
perusahaannya
saja.
23. Yudi: “Gita
Ayu Pratiwi?
Saya merasa
pernah melihat
Anda. Dimana
ya?”
Gita: “Dalam…
ng… bus…,
Pak?”
Yudi: “Mungkin di UI
karena saya
juga lulusan
sana…, atau
dalam bus dan
kereta api?
Barangkali
malah di rumah
sakit.” (h. 60)
Tuturan terjadi di
kantor Mas
Kotak-kotak yang
nama aslinya
adalah Yudhistira
Arifin. Dituturkan
oleh Yudi yang
merupakan
direktur dalam
perusahaan
elektronik kepada
Gita. Kebetulan
Gita melamar
pekerjaan di
perusahaan
tersebut dan
mendapat
panggilan untuk
wawancara.
Setelah Gita
bertemu dengan
Yudhi, mereka
mulai saling
mengingat
peristiwa yang
pernah mereka
alami dahulu saat
mereka masih
kuliah di UI.
68
Mereka sering
bertemu, namun
tidak saling
mengenal hingga
akhirnya terjadi
peristiwa tawuran
pelajar di dalam
bus yang mereka
tumpangi, Gita
telah menolong
Yudhi dengan
membawanya ke
rumah sakit.
24. Yudi: “Jadi,
kualifikasi
Anda cocok
dengan yang
kami butuhkan.
Selamat Gita!
Anda kami
terima!”
Gita: “Alhamdulillah,
terima kasih,
Pak.”
Yudi: “Kembali. Oh
ya, Gita, sekali
lagi saya
ucapkan terima
kasih atas
pertolongan
Anda. Hanya
Allah yang
mampu
membalasnya.
Ah kalau saja
Anda tidak
membawa saya
ke rumah sakit
waktu itu, tentu
saya tak akan
ada di sini
sekarang…” (h.
61)
Situasi terjadi di
ruang direktur
perusahaan
elektronik.
Dituturkan oleh
Yudi kepada Gita.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Yudi
mengucapkan
selamat kepada
Gita karena Gita
diterima bekerja
di perusahaannya.
Selain itu, Yudi
juga tidak lupa
untuk
mengucapkan
rasa terima kasih
kepada Gita atas
bantuannya
beberapa tahun
silam yang telah
menolong nyawa
Yudhi akibat
peristiwa tawuran
antarpelajar di
dalam bus.
69
25. Yudi: “Assalamualaik
um
warahmatullahi
wabarokatuh”
Bapak: “Nak
Yudi! senang
bisa mendengar
Anda lagi!”
Penumpang
lain: “Ya,
perjalanan
panjang seakan
tak berarti
bersama Dik
Yudi!”
(h. 62)
Situasi terjadi saat
sore hari di dalam
bus. Dituturkan
oleh penumpang
bus kepada Yudi.
Para penumpang
bus merasa
senang melihat
sosok Yudi atau
pria yang
sebelumnya
dikenal sebagai
Mas Kotak-kotak
kini mulai
berceramah lagi
di bus-bus.
Ternyata banyak
orang yang
merindukan sosok
Yudhi untuk
memberikan
ceramah. Yudhi
memiliki keahlian
dalam
berkomunikasi,
wawasannya pun
sangat luas,
hatinya sangat
baik, rasa
pedulinya sangat
tinggi, dan
wajahnya teduh.
Jadi, tidak heran
jika orang-orang
disekitarnya
selalu kagum
dengan sosoknya.
Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel
instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Ketika Mas Gagah
Pergi terdapat 25 tuturan yang mematuhi maksim kesantunan berbahasa,
dengan rincian sebagai berikut: maksim kebijaksanaan berjumlah 6
tuturan, maksim kedermawanan berjumlah 4 tuturan, maksim
70
penghargaan berjumlah 3 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 4
tuturan, maksim permufakatan berjumlah 5 tuturan, dan maksim
kesimpatisan berjumlah 3 tuturan.
Tabel 4.2
Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa
dalam Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi
No Data Konteks Maksim Kesantunan Berbahasa
M.Keb M.Ked M.Peng M.Kes M.Per M.Sim
1. Gita: “Assalamu’alai
kum!”
Mas Gagah: “Waalaikumusa
lam
warahmatullahi
wabarakaatuh.
Ada apa Gita?
Kok teriak-
teriak seperti
itu?”
Gita: “Matiin
CD-nya!”
Mas Gagah: “Lho memang
kenapa?”
Gita: “Gita
kesel bin sebel
dengerin CD
Mas Gagah!
Memangnya
kita orang Arab
masangnya kok
lagu-lagu Arab
gitu!”
Mas Gagah: “Ini nasyid.
Bukan sekedar
nyanyian Arab
tapi zikir, Gita!”
Gita: “Bodo!”
(h. 4)
Situasi terjadi di
rumah.
Dituturkan oleh
Gita kepada Mas
Gagah. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Gita ingin
agar Mas Gagah
mematikan CD
nasyid yang
sedang
didengarnya
karena Gita
merasa terganggu.
Gita adalah adik
Mas Gagah yang
sangat tomboy.
Gita tidak senang
melihat
perubahan Mas
Gagah yang
menjadi alim.
Oleh sebab itu,
Gita sering protes
dan merasa kesal
jika Mas Gagah
melakukan
perbuatan yang
berhubungan
dengan agama.
71
2. Gita: “Sok
keren banget sih
Mas? Masak
nggak mau
salaman sama
Tresye? Dia tuh
cewek paling
beken di
Sanggar Gita
tahu? Jangan
gitu dong. Sama
aja nggak
menghargai
orang!”
Mas Gagah: “Justru karena
Mas
menghargai dia
makanya Mas
begitu. Gita
lihat kan orang
Sunda salaman?
Santun meski
nggak sentuhan.
Itu sangat baik!
” (h. 7)
Situasi terjadi di
rumah.
Dituturkan oleh
Gita kepada Mas
Gagah. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Gita ingin
menyampaikan
perasaan kesalnya
kepada Mas
Gagah karena
tidak mau
bersalaman
dengan mitra
jenis. Menurut
Gita, tindakan
yang dilakukan
oleh Mas Gagah
sama saja tidak
menghargai orang
lain. Pemahaman
Gita mengenai
ajaran agama
Islam masih
sangat sedikit,
oleh sebab itu
ketika Mas Gagah
tidak mau
bersentuhan
dengan yang
bukan muhrim
Gita protes dan
kesal.
3. Mas Gagah: “Mau kemana,
Git!?”
Gita: “Nonton
sama temen-
temen. Habis
Mas Gagah
kalau diajak
nonton sekarang
kebanyakan
nolaknya!”
Mas Gagah:
Situasi terjadi di
rumah.
Dituturkan oleh
Gita kepada Mas
Gagah. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Mas Gagah
ingin mengajak
Gita untuk pergi
bersamanya,
namun Gita
langsung menolak
72
“Ikut Mas aja,
yuk!”
Gita: “Kemana? Ke
tempat yang
waktu itu lagi?
Ogah! Gita
kayak orang
bego di sana!”
(h. 8)
ajakan Mas
Gagah karena
takut diajak ke
tempat pengajian
sehingga Gita
lebih memilih
untuk pergi
menonton
bersama teman-
temannya.
Beberapa waktu
lalu Gita sempat
diajak pergi oleh
Mas Gagah dan
ternyata diajak ke
tempat pengajian.
Gita merasa
belum tertarik
untuk belajar
agama lebih
banyak sehingga
dia menolak
ajakan Mas
Gagah.
4. Tri: “Memangnya
orang itu
ngapain? Iseng
banget?”
Gita: “Ya
ceramah!”
Tri: “Orang
kan ceramah di
masjid, di
musholla.
Masak di bus!?
Terus
penumpang
dimintain duit
berapa?”
Gita: “Kan tadi
udah aku
ceritain, dia
nggak pernah
minta duiiit!”
Situasi terjadi di
kantin sekolah.
Dituturkan oleh
Tri kepada Gita.
Gita merasa kesal
kepada Tri yang
tidak nyambung
saat diajak bicara
mengenai sosok
Mas Kotak-kotak
yang sering
dilihatnya di
kendaraan umum,
padahal Gita
sudah bercerita
secara panjang
lebar sebelumnya.
Sahabat Gita yang
bernama Tri
memang sedikit
telmi oleh sebab
73
(h. 35)
itu, ketika Gita
mengajaknya
bicara dia sedikit
tidak nyambung.
5. Gita: “Nih,
kayak gini nih
yel-nya! Rohis
Cendana! Huh
huh huh huh:
Istiqomah!”
Tika: “Itu tadi
apaan, Git?”
Tri: “Dasar
kelakuan! Dah
pakai jilbab,
masih aja
preman!” (h.
36)
Situasi terjadi saat
jam istirahat
sekolah.
Dituturkan oleh
Gita kepada Tika
dan Tri. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Gita ingin
menunjukkan
usulan yel-yelnya
kepada Tika dan
Tri. Setelah Gita
mempraktikan
gerakan yel-
yelnya, Tika dan
Tri justru merasa
aneh terhadap
usulan Gita. Gita
sedikit merasa
kecewa karena
kedua temannya
tidak memberikan
apresiasi terhadap
usulannya itu.
6. Mas Kotak-
kotak: “Adik
cari siapa?”
Pelajar: “Minggir lu!
Jangan
ngalangin gue
kalo nggak mau
mampus!” (h.
52)
Situasi sedang
terjadi tawuran
antarpelajar SMA
di dalam bus pada
siang hari.
Dituturkan oleh
Mas Kotak-kotak
kepada pelajar.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Mas Kotak-kotak
ingin berusaha
melindungi
pelajar yang
dicari oleh
musuhnya karena
74
Mas Kotak-kotak
tidak ingin ada
pelajar yang
terluka pada
tawuran itu. Mas
Kotak-kotak
memiliki rasa
peduli yang
sangat tinggi
terhadap orang
lain sehingga
hatinya selalu
tergugah untuk
selalu menolong.
Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel
instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Ketika Mas Gagah
Pergi terdapat 6 tuturan yang melanggar maksim kesantunan berbahasa,
dengan rincian sebagai berikut: maksim kebijaksanaan berjumlah 1
tuturan, maksim kedermawanan berjumlah 0 tuturan, maksim
penghargaan berjumlah 2 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 0
tuturan, maksim permufakatan berjumlah 3 tuturan, dan maksim
kesimpatisan berjumlah 0 tuturan.
b. Analisis Deskripsi Data
1) Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa
Data 1
Tuturan data 1 menganut maksim kesederhanaan (MKES).
Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan
hati yang menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan antara
Mama dan Mas Gagah dianggap memenuhi maksim
kesederhanaan karena ketika Mama menanyakan mengenai
perubahan penampilan Mas Gagah yang tidak keren lagi, Mas
Gagah menjawab dengan rendah hati bahwa dirinya lebih suka
75
menggunakan pakaian yang sederhana karena dianggap lebih
bersih, rapi, dan terlihat lebih santun. Meskipun Mas Gagah
ditegur oleh Mama mengenai penampilannya yang tidak sekeren
dahulu, Mas Gagah tidak merasa tersinggung atau bahkan marah,
Mas Gagah justru menjawab dengan rendah hati. Sikap rendah
hati yang dilakukan oleh Mas Gagah kepada Mama menunjukkan
bahwa Mas Gagah adalah seorang anak yang sangat
menghormati orangtua. Sikap menghormati orangtua merupakan
salah satu hal penting yang diajarkan dalam agama Islam.
Tuturan data 1 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Pada tuturan
antara Mama dan Mas Gagah, penutur dan mitra tutur memiliki
hubungan sosial sebagai orangtua dan anak sehingga
menumbuhkan rasa hormat pada diri si anak ketika berbicara
dengan orangtua. Tuturan Mas Gagah dianggap santun karena
Mas Gagah menjawab pertanyaan Mama dengan jawaban yang
menunjukkan sikap rendah hati, “suka begini, Ma. Bersih, rapi,
meski sederhana. Kelihatannya juga lebih santun”.
Data 2
Tuturan data 2 menganut maksim kesimpatisan (MSIM).
Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Tika dan Gita
dianggap memenuhi maksim kesimpatisan karena Tika
menunjukkan rasa simpati terhadap Gita yang sedang bersedih
akibat merasa kehilangan sosok Tika dan Mas Gagah yang kini
76
sama-sama berubah menjadi alim. Tika sangat peduli terhadap
Gita, sahabatnya sehingga dia berusaha untuk memahami
perasaan Gita dan mencoba untuk mengurangi kesedihan Gita
dengan cara memberikan penjelasan mengenai perubahan sikap
dirinya dan Mas Gagah.
Tuturan data 2 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun Gita
dan Tika bersahabat dan keduanya memiliki hubungan keakraban
yang cukup erat, namun tuturan mereka masih memenuhi
maksim kesantunan, hal itu dapat terjadi karena Tika
menunjukkan rasa pedulinya terhadap Gita yang sedang bersedih.
Data 3
Tuturan data 3 menganut maksim permufakatan (MPER).
Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam
kegiatan bertutur. Tuturan antara Mas Gagah dan Gita dianggap
memenuhi maksim permufakatan karena mereka dapat saling
membina kecocokan dalam kegiatan bertutur. Saat Mas Gagah
memberikan penjelasan kepada Gita mengenai hal keislaman,
Gita berusaha memahami tuturan yang disampaikan oleh Mas
Gagah dengan berkata “Gita nyambung kok!”. Oleh sebab itu,
tuturan ini dapat dianggap santun karena antara penutur dan mitra
tutur memiliki latar belakang pemahaman yang sama sehingga
terjalinlah rasa kecocokan dalam kegiatan bertutur.
Tuturan data 3 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
77
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Mas Gagah dan
Gita memiliki hubungan sosial sebagai kakak dan adik, meskipun
keduanya memiliki hubungan yang akrab, namun tuturan yang
disampaikan antara Gita dan Mas Gagah dapat dianggap santun
karena mereka dapat saling menjalin kecocokan saat bertutur.
Data 4
Tuturan data 4 menganut maksim permufakatan (MPER).
Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam
kegiatan bertutur. Tuturan antara Gita dan Papa dianggap
memenuhi maksim permufakatan karena pada tuturan ini Papa
berusaha menjalin kecocokan dengan Gita, sebagai orangtua
yang baik dan selalu mendukung anaknya, Papa mau memenuhi
permintaan Gita untuk ikut mengaji bersama di masjid.
Tuturan data 4 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Gita dan Papa
memiliki hubungan sosial sebagai orangtua dan anak, meskipun
keduanya memiliki hubungan yang cukup dekat, namun tuturan
di atas tetap dapat dikatakan santun karena Papa berusaha
menjalin kecocokan dengan cara menyetujui ajakan Gita untuk
mengikuti kegiatan pengajian.
78
Data 5
Tuturan data 5 menganut maksim permufakatan (MPER).
Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam
kegiatan bertutur. Tuturan antara Mbak Nadia dan Gita dianggap
memenuhi maksim permufakatan karena pada tuturan di atas Gita
sepakat dengan jawaban yang disampaikan oleh Mbak Nadia
mengenai mengapa wanita dianjurkan untuk berjilbab,
ditunjukkan oleh tuturan Gita yang mengatakan “Alasan ini
Mbak, yang bisa saya terima!” Alasan yang disampaikan oleh
Mbak Nadia sangat memuaskan hati Gita karena dianggap masuk
akal dan dapat diterima oleh pikirannya.
Tuturan data 5 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang
terjadi pada tuturan antara Mbak Nadia dan Gita, mereka
memiliki jarak hubungan sosial yang tidak terlalu dekat, Gita dan
Mbak Nadia sempat bertemu sekali di rumah Tika, dan pada
situasi tuturan saat ini Mbak Nadia berperan sebagai pembicara,
sedangkan Gita berperan sebagai peserta seminar sehingga
tuturan mereka dianggap santun karena terjalin rasa saling
menghargai dan menghormati satu sama lain.
Data 6
Tuturan data 6 menganut maksim kesimpatisan (MSIM).
Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Bang Ucok dan Mas
79
Gagah dianggap memenuhi maksim kesimpatisan karena Mas
Gagah menunjukkan rasa simpati dengan ikut merasa senang
dengan cerita yang disampaikan oleh Bang Ucok mengenai
beberapa kemajuan yang terjadi di pemukiman kumuh. Hal itu
dibuktikan dengan jawaban Mas Gagah yang menunjukkan rasa
syukur karena bahagia mendengar cerita Bang Ucok,
“Alhamdulillah. Seru itu Bang!”
Tuturan data 6 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun
hubungan antara Bang Ucok dengan Mas Gagah terjalin cukup
akrab, namun tuturan mereka dapat dianggap memenuhi maksim
kesantunan karena Mas Gagah menunjukkan rasa simpati kepada
Bang Ucok sebagai temannya dengan ikut merasa bahagia dan
bersyukur atas kemajuan yang dialami di pemukiman.
Data 7
Tuturan data 7 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB).
Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan yang
disampaikan oleh Mama dianggap memenuhi maksim
kebijaksanaan karena Mama berusaha untuk mengurangi
kerugian Gita dan menambah keuntungan Gita dengan
memberikan tawaran untuk diantar berangkat ke sekolah
menggunakan sedan agar Gita tidak merasa capek di jalan jika
harus berangkat menggunakan angkutan umum.
80
Tuturan data 7 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya
biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur
pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Mama dan Gita,
Mama berusaha memberikan keuntungan bagi Gita dengan cara
menawarkan Gita untuk diantar berangkat ke sekolah.
Data 8
Tuturan data 8 menganut maksim kesederhanaan (MKES).
Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan
hati yang menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan yang
disampaikan oleh Mas Kotak-kotak dianggap memenuhi maksim
kesederhanaan karena Mas Kotak-kotak menunjukkan sikap
rendah hati, sebelum Mas Kotak-kotak memulai ceramahnya,
terlebih dahulu dia mengucapkan maaf dan meminta izin kepada
semua penumpang dengan berkata “Maaf bila kehadiran saya
mengganggu kenyamanan bapak ibu dan saudara-saudara”.
Selain memenuhi maksim kesederhanaan, tuturan Mas
Kotak-kotak dianggap santun juga karena Mas Kotak-kotak telah
menggunakan pronomina tertentu untuk menyapa mitra tuturnya
sebagai bentuk rasa hormat atau menghargai. Bentuk pronomina
yang digunakan oleh Mas Kotak-kotak untuk menyapa mitra
tuturnya, yaitu dengan menggunakan pronomina bapak ibu dan
saudara-saudara.
Tuturan data 8 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
81
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang
terjadi pada tuturan Mas Kotak-kotak kepada para penumpang
bus. Karena mereka memiliki jarak sosial yang jauh, maka Mas
Kotak-kotak menggunakan tuturan yang santun ketika bertutur
dengan para penumpang bus dengan menunjukkan tuturan yang
rendah hati saat meminta izin kepada para penumpang sebelum
memulai ceramahnya.
Data 9
Tuturan data 9 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB).
Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan antara Mas
Kotak-kotak dengan Bapak Tua dianggap memenuhi maksim
kebijaksanaan karena Mas Kotak-kotak telah membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin, hal itu ditunjukkan oleh
Mas Kotak-kotak yang memberikan buku secara gratis kepada
Bapak Tua yang berpakaian lusuh dan menggunakan sandal jepit.
Mas Kotak-kotak memberikan buku itu secara gratis karena
kasihan melihat kondisi Bapak Tua yang sepertinya tidak
memiliki cukup uang.
Tuturan data 9 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya
biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur
pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Mas Kotak-kotak
dan Bapak Tua, Mas Kotak-kotak memberikan keuntungan
kepada Bapak Tua dengan cara memberikan buku secara gratis
karena melihat kondisi Bapak Tua yang sepertinya tidak
memiliki cukup uang.
82
Data 10
Tuturan data 10 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB).
Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan antara Mas
Kotak-kotak dengan seorang ibu dianggap memenuhi maksim
kebijaksanaan karena pada tuturan di atas Mas Kotak-kotak telah
membuat keuntungan orang lain sebesar mungkin, hal itu
ditunjukkan oleh Mas Kotak-kotak yang memberikan buku
kepada seorang Ibu dan Ibu tersebut boleh menggantinya dengan
mengisi kaleng infaq yang sudah disediakan secara seikhlasnya.
Mas Kotak-kotak tidak memberikan buku itu secara gratis kepada
Ibu karena Mas Kotak-kotak melihat Ibu tersebut adalah orang
yang kaya.
Tuturan data 10 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar
kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Mas
Kotak-kotak dan Ibu, Mas Kotak-kotak telah memberikan
keuntungan kepada seorang Ibu dengan cara memberikan buku
yang diinginkan oleh Ibu dan Ibu tersebut cukup menggantinya
dengan mengisi kaleng infaq secara seikhlasnya.
Data 11
Tuturan data 11 menganut maksim kesimpatisan (MSIM).
Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Penumpang dan Mas
Kotak-kotak dianggap memenuhi maksim kesimpatisan karena
pada tuturan tersebut Mas Kotak-kotak menunjukkan rasa
simpatinya kepada penumpang itu dengan menunjukkan rasa
83
senang dan bersyukur karena penumpang itu telah tergerak
hatinya untuk memberikan sumbangan kepada warga Palestina
yang sedang berperang. Tuturan Mas Kotak-kotak ditunjukkan
oleh dialog “Alhamdulillah, Allah menggerakkan hati Bapak”.
Tuturan data 11 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang
terjadi pada tuturan Mas Kotak-kotak kepada bapak penumpang
itu. Karena mereka memiliki jarak sosial yang jauh maka Mas
Kotak-kotak menggunakan tuturan yang santun ketika bertutur
dengan bapak penumpang itu dengan menunjukkan rasa simpati.
Data 12
Tuturan data 12 menganut maksim kesederhanaan (MKES).
Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan
hati yang menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan yang
disampaikan oleh Mas Kotak-kotak dianggap memenuhi maksim
kesederhanaan karena Mas Kotak-kotak menunjukkan sikap
rendah hati ketika membagikan kurma kepada para penumpang,
ditunjukkan dengan tuturan “Oh ya, ini memang tak seberapa,
tetapi lumayan untuk berbuka puasa”.
Tuturan data 12 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
84
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang
terjadi pada tuturan Mas Kotak-kotak kepada para penumpang
kereta. Karena mereka memiliki jarak sosial yang jauh maka Mas
Kotak-kotak menggunakan tuturan yang santun dengan
menunjukkan sikap rendah hati ketika bertutur dengan para
penumpang.
Data 13
Tuturan data 13 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB).
Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan yang
disampaikan oleh Mas Kotak-kotak dianggap memenuhi maksim
kebijaksanaan karena Mas Kotak-kotak telah membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin, hal itu ditunjukkan saat
lima menit sebelum azan magrib Mas Kotak-kotak membagi-
bagikan kurma kepada para penumpang kereta untuk berbuka
puasa.
Tuturan data 13 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar
kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan Mas Kotak-
kotak dan para penumpang kereta, Mas Kotak-kotak telah
memberikan keuntungan kepada para penumpang kereta dengan
cara membagi-bagikan kurma untuk berbuka puasa.
Data 14
Tuturan data 14 menganut maksim permufakatan (MPER).
Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam
kegiatan bertutur. Tuturan di atas dianggap memenuhi maksim
85
permufakatan karena antara penutur dan mitra tutur saling
menjalin kecocokan. Ketika Mas Kotak-kotak selesai berceramah
dan mengajak orang-orang yang berada di kantin untuk mulai
makan bersama, orang-orang di kantin tersebut kemudian
mengikuti ajakan Mas Kotak-kotak karena merasa sama-sama
sudah lapar.
Tuturan data 14 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang
terjadi pada tuturan Mas Kotak-kotak kepada orang-orang yang
berada di kantin. Karena mereka memiliki jarak sosial yang jauh
maka Mas Kotak-kotak menggunakan tuturan yang santun ketika
bertutur dengan orang-orang itu begitu pun sebaliknya, orang-
orang yang berada di kantin tersebut pun menghargai Mas Kotak-
kotak dengan cara saling membina kecocokan saat bertutur.
Data 15
Tuturan data 15 menganut maksim kedermawanan
(MKED). Maksim kedermawanan menuntut para peserta
pertuturan untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil
mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin.
Tuturan antara Eki dan seorang Bapak dianggap memenuhi
maksim kedermawanan karena tokoh Bapak telah membuat
pengorbanan bagi diri sendiri dengan cara mengantarkan Eki dan
rombongannya ke bedeng tempat warga mengaji.
Tuturan data 15 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar
kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah
86
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Eki dan
Bapak, tokoh Bapak telah membuat pengorbanan bagi diri sendiri
dan memberikan keuntungan kepada Eki karena menawarkan diri
untuk mengantarkan Eki dan rombongannya ke bedeng.
Data 16
Tuturan data 16 menganut maksim kesederhanaan (MKES).
Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan
hati yang menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan antara Mas
Kotak-kotak dan Ibu Tua dianggap memenuhi maksim
kesederhanaan karena Mas Kotak-kotak menggunakan tuturan
yang rendah hati saat menjawab pertanyaan seorang ibu tua,
dengan berkata “saya bukan siapa-siapa”, padahal pada situasi
yang terjadi, Mas Kotak-kotak adalah seorang penceramah yang
telah memberikan motivasi bagi para korban bencana kebakaran.
Segala perbuatan baik yang Mas Kotak-kotak lakukan ke orang
lain semata-mata hanya ingin mendapatkan pahala dari Allah,
bukan untuk mendapatkan pujian dari orang lain.
Tuturan data 16 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Begitulah yang
terjadi pada tuturan Mas Kotak-kotak kepada seorang Ibu Tua.
Karena mereka memiliki jarak sosial yang jauh maka Mas Kotak-
kotak menggunakan tuturan yang santun dengan menunjukkan
rasa rendah hati ketika bertutur dengan Ibu Tua.
87
Data 17
Tuturan data 17 menganut maksim kedermawanan
(MKED). Maksim kedermawanan menuntut para peserta
pertuturan untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil
mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin.
Tuturan antara Mas Kotak-kotak dan Gita dianggap memenuhi
maksim kedermawanan karena Mas Kotak-kotak telah membuat
pengorbanan bagi diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan
pihak lain dengan cara menawarkan tempat duduknya untuk Gita
yang sedang mencari bangku kosong di dalam bus, namun
ternyata penuh semua. Mas Kotak-kotak telah memberikan
pengorbanan bagi diri sendiri untuk berdiri di dalam bus dan
merelakan tempat duduknya ditempati oleh Gita, karena Gita
adalah seorang perempuan sehingga Mas Kotak-kotak merasa
patut untuk lebih menghargai perempuan ketimbang dirinya
sendiri.
Tuturan data 17 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar
kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Melihat situasi di dalam bus
yang penuh dengan penumpang, membuat Mas Kotak-kotak
langsung berinisiatif untuk memberikan tempat duduknya kepada
Gita, seorang pelajar perempuan. Dengan tindakannya itu, Mas
Kotak-kotak telah membuat pengorbanan bagi dirinya sendiri
untuk berdiri di dalam bus dan Mas Kotak-kotak telah
memberikan keuntungan bagi Gita untuk duduk dibangkunya.
Data 18
Tuturan data 18 menganut maksim kedermawanan
(MKED). Maksim kedermawanan menuntut para peserta
pertuturan untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil
88
mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin.
Tuturan yang disampaikan Mas Kotak-kotak dianggap memenuhi
maksim kedermawanan karena Mas Kotak-kotak telah membuat
pengorbanan bagi diri sendiri dengan cara melerai dan
melindungi pelajar yang hendak dibacok oleh pelajar lain yang
menjadi musuhnya. Pengorbanan yang dilakukan oleh Mas
Kotak-kotak telah menambah beban bagi dirinya sendiri karena
dia ikut terluka akibat melindungi seorang pelajar yang menjadi
incaran musuhnya itu.
Tuturan data 18 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar
kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara pelajar
dan Mas Kotak-kotak, Mas Kotak-kotak telah membuat
pengorbanan bagi dirinya sendiri karena berani menghalangi
pelajar yang ingin membacok pelajar lain sehingga Mas Kotak-
kotak akhirnya ikut terluka akibat berusaha melerai pelajar yang
terlibat dalam perkelahian.
Data 19
Tuturan data 19 menganut maksim kedermawanan
(MKED). Maksim kedermawanan menuntut para peserta
pertuturan untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil
mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin.
Tuturan yang disampaikan Gita kepada seorang bapak dianggap
memenuhi maksim kedermawanan karena Gita telah membuat
pengorbanan bagi diri sendiri dengan cara merelakan uangnya
untuk membayar taksi untuk mengantarkan korban tawuran ke
rumah sakit, ditunjukkan oleh tuturan “Saya yang bayar! Rumah
sakit terdekat, Pak!”.
89
Tuturan data 19 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar
kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan Gita, Gita telah
membuat kerugian bagi diri sendiri karena merelakan uangnya
untuk membayar taksi dan mengantarkan korban tawuran pelajar
ke rumah sakit.
Data 20
Tuturan data 20 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB).
Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan yang
disampaikan Gita dianggap memenuhi maksim kebijaksanaan
karena Gita telah membuat keuntungan bagi mitra tuturnya, yaitu
anak-anak pemukiman dengan menjanjikan akan membawakan
buku-buku bacaan baru. Gita ingin anak-anak dapat memiliki
pengetahuan yang luas melalui membaca buku meskipun anak-
anak tersebut tidak bersekolah.
Tuturan data 20 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar
kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Gita dan
anak-anak, Gita telah menambah keuntungan bagi mitra tuturnya
dengan menjanjikan akan membawakan buku-buku bacaan lagi
agar anak-anak di pemukiman dapat memiliki wawasan yang luas
meskipun tidak sekolah.
Data 21
Tuturan data 21 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB).
Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
90
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan yang
disampaikan Papa kepada Gita dianggap memenuhi maksim
kebijaksanaan karena tuturan Papa telah membuat keuntungan
bagi Gita sebagai mitra tuturnya dengan menawarkan Gita
bekerja di perusahaan Papanya saja agar Gita tidak perlu
bersusahpayah mencari pekerjaan di perusahaan lain.
Tuturan data 21 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar
kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Pada tuturan antara Papa dan
Gita, Papa telah membuat keuntungan bagi Gita karena
memberikan tawaran kepada Gita untuk bekerja di perusahaan
Papanya saja agar Gita tidak perlu bersusahpayah mencari
pekerjaan di perusahaan lain.
Data 22
Tuturan data 22 menganut maksim penghargaan (MPENG).
Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha
memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan
maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling
mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.
Tuturan yang disampaikan Papa kepada Gita dianggap memenuhi
maksim penghargaan karena Papa memberikan pujian kepada
Gita sebab Gita mau berusaha mandiri untuk mencari pekerjaan.
Pujian yang dituturkan oleh Papa kepada Gita ditunjukkan oleh
kalimat “Kamu akan jadi perempuan yang kuat, Gita Ayu
Pratiwi”.
Tuturan data 22 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial
91
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Papa dan Gita
memiliki hubungan sosial sebagai orangtua dan anak, meskipun
keduanya memiliki hubungan yang cukup dekat, namun tuturan
di atas tetap dapat dianggap memenuhi maksim kesantunan
karena Papa memberikan pujian kepada Gita atas kemauannya
untuk berusaha mandiri.
Data 23
Tuturan data 23 menganut maksim permufakatan (MPER).
Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam
kegiatan bertutur. Tuturan antara Gita dan Yudhi dianggap
memenuhi maksim permufakatan karena keduanya saling
menjalin kecocokan dalam bertutur. Mereka memiliki latar
belakang pengetahuan yang sama dalam melakukan kegiatan
bertutur itu. Saat Yudhi menanyakan tentang pertemuannya
dengan Gita sebelumnya, Gita pun dapat menjawab pertanyaan
Yudhi berdasarkan peristiwa yang pernah mereka alami. Mereka
sering bertemu, namun tidak saling mengenal hingga akhirnya
terjadi peristiwa tawuran pelajar di dalam bus yang mereka
tumpangi, Gita telah menolong Yudhi dengan membawanya ke
rumah sakit.
Selain memenuhi maksim permufakatan, tuturan Yudhi
dianggap santun juga karena Yudhi telah menggunakan
pronomina tertentu untuk menyapa mitra tuturnya sebagai bentuk
rasa menghargai. Bentuk pronomina yang digunakan oleh Yudhi
untuk menyapa mitra tuturnya, yaitu dengan menggunakan
92
pronomina Anda untuk menyapa Gita (mitra tutur) ketika Yudhi
memberitahu bahwa Gita diterima bekerja di perusahaannya.
Tuturan data 23 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala ketidaklangsungan yang merujuk kepada peringkat
langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan.
Semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan akan dianggap
semakin santunlah tuturan itu. Begitulah yang terjadi pada
tuturan Yudhi, ketika dia bertemu dengan Gita terlebih dahulu
dia bertanya, “Saya merasa pernah melihat Anda. Dimana ya?”,
padahal saat itu Yudhi sudah mengetahi bahwa Gita adalah orang
yang pernah ditemuinya dahulu dan menolongnya saat terjadi
peristiwa tawuran pelajar sehingga ketidaklangsungan tuturan
Yudhi tersebut dapat dianggap telah memenuhi maksim
kesantunan.
Data 24
Tuturan data 24 menganut maksim penghargaan (MPENG).
Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha
memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan
maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling
mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.
Tuturan antara Gita dan Yudhi dianggap memenuhi maksim
penghargaan karena Yudhi memberikan ucapan selamat kepada
Gita karena kualifikasinya cocok dengan yang dibutuhkan dan
dia diterima bekerja di perusahaan yang dipimpin oleh Yudhi.
Selain itu, Yudhi juga mengucapkan rasa terimakasih kepada
Gita atas pertolongan yang telah Gita lakukan kepadanya dahulu
saat Yudhi terluka akibat bacokan pelajar yang tawuran. Tuturan
yang menunjukkan pujian terhadap Gita ditunjukkan oleh kalimat
93
“…Ah kalau saja Anda tidak membawa saya ke rumah sakit
waktu itu, tentu saya tak akan ada di sini sekarang…”.
Selain memenuhi maksim penghargaan, tuturan Yudhi
dianggap santun juga karena Yudhi telah menggunakan
pronomina tertentu untuk menyapa mitra tuturnya sebagai bentuk
rasa menghargai. Bentuk pronomina yang digunakan oleh Yudhi
untuk menyapa Gita (mitra tutur), yaitu dengan menggunakan
pronomina Anda untuk mengucapkan rasa terima kasih atas
pertolongan Gita yang telah menyelamatkannya pada peristiwa
tawuran pelajar di bus.
Tuturan data 24 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala keotoritasan yang merujuk pada hubungan status
sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam
pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur
dan mitra tutur maka tuturan yang digunakan akan cenderung
menjadi santun. Hubungan status sosial antara Yudhi dan Gita
adalah hubungan antara atasan perusahaan dengan calon
karyawannya, karena jarak peringkat sosial yang jauh tersebut
akhirnya membuat tuturan yang disampaikan oleh keduanya
menjadi santun karena adanya rasa untuk saling menghargai dan
menghormati.
Data 25
Tuturan data 25 menganut maksim penghargaan (MPENG).
Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha
memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan
maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling
mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.
Tuturan yang disampaikan oleh para penumpang kepada Yudhi
dianggap memenuhi maksim penghargaan karena para
94
penumpang itu memberikan pujian kepada Yudhi ketika Yudhi
kembali lagi berceramah di angkutan umum. Para penumpang
ternyata merindukan sosok Yudhi untuk memberikan ceramah.
Yudhi memiliki keahlian dalam berkomunikasi, wawasannya pun
sangat luas, hatinya sangat baik, rasa pedulinya sangat tinggi, dan
wajahnya teduh. Jadi, tidak heran jika orang-orang disekitarnya
selalu kagum dengan sosoknya.
Selain memenuhi maksim penghargaan, tuturan pada data
25 dianggap santun juga karena bapak penumpang bus telah
menggunakan pronomina tertentu untuk menyapa Yudhi (mitra
tutur) sebagai bentuk rasa menghargai. Bentuk pronomina yang
digunakan oleh bapak penumpang bus untuk menyapa Yudhi,
yaitu dengan menggunakan pronomina Anda untuk
mengungkapkan rasa bahagia karena Yudhi telah kembali
berceramah di bus lagi.
Tuturan data 25 dapat diukur dengan skala kesantunan,
yaitu skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Menurut skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Yudhi dan para
penumpang bus memiliki jarak sosial yang jauh, mereka hanya
saling mengenal melalui fisik, namun tidak mengenal secara
lebih dekat. Hubungan jarak sosial yang tidak dekat di antara
mereka, membuat tuturan yang disampikan oleh mereka menjadi
santun, dibuktikan dengan respon para penumpang yang sangat
senang dengan kembalinya Yudhi untuk berceramah. Perasaan
senang tersebut disampaikan dengan tuturan berupa pujian yang
ditujukan kepada Yudhi.
95
2) Data Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa
Data 1
Tuturan data 1 melanggar maksim permufakatan (MPER).
Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam
kegiatan bertutur. Tuturan antara Gita dan Mas Gagah dianggap
melanggar maksim permufakatan karena dalam tuturan ini Gita
tidak dapat menjalin rasa kecocokan dengan Mas Gagah. Ketika
Mas Gagah sedang memutar lagu-lagu nasyid, Gita langsung
menunjukkan perasaan tidak senang sehingga langsung
menyuruh Mas Gagah untuk segera mematikan CDnya.
Tuturan data 1 dianggap melanggar maksim permufakatan
karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala
ketidaklangsungan yang merujuk kepada peringkat langsung atau
tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu
bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan
itu. Tuturan yang disampaikan oleh Gita bersifat secara langsung
ketika dia menyuruh Mas Gagah untuk mematikan CDnya. Gita
berkata secara kasar kepada Mas Gagah tanpa ada basa-basi,
dengan berkata “Matiin CD-nya!”. Tuturan Gita yang disampikan
secara langsung tanpa basa-basi membuat tuturan itu dianggap
telah melanggar prinsip kesantunan.
Data 2
Tuturan data 2 melanggar maksim penghargaan (MPENG).
Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha
memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan
maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling
mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.
Tuturan antara Mas Gagah dan Gita dianggap melanggar maksim
96
penghargaan karena tuturan Gita menunjukkan sikap tidak
menghargai Mas Gagah dengan berkata “Sok keren banget sih
Mas?...”. Tuturan itu menunjukkan bahwa Gita tidak menghargai
sikap Mas Gagah yang tidak mau bersentuhan saat bersalaman
dengan Teresye. Gita menganggap bahwa sikap Mas Gagah itu
sama saja tidak menghargai orang lain, namun ketika Mas Gagah
mencoba ingin menjelaskan alasannya justru Gita tidak mau
mendengarkan alasan yang Mas Gagah sampaikan.
Tuturan data 2 dianggap melanggar maksim penghargaan
karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala
ketidaklangsungan yang merujuk kepada peringkat langsung atau
tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu
bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan
itu. Tuturan yang disampaikan oleh Gita kepada Mas Gagah
bersifat secara langsung. Hal itu dapat dilihat ketika Gita
mengetahui bahwa Mas Gagah tidak mau bersalaman dengan
Teresye, Gita langsung bertutur “Sok keren banget sih Mas?
Masak nggak mau salaman sama Tresye?...”. Tuturan yang
disampikan oleh Gita secara langsung tanpa mau mendengarkan
alasan Mas Gagah itulah yang membuat tuturan di atas dianggap
melanggar prinsip kesantunan.
Data 3
Tuturan data 3 melanggar maksim permufakatan (MPER).
Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam
kegiatan bertutur. Tuturan antara Mas Gagah dan Gita dianggap
melanggar maksim permufakatan karena mereka tidak menjalin
rasa kecocokan, saat Mas Gagah mengajak Gita untuk ikut
dengan Mas Gagah pergi ke sebuah acara, Gita langsung
menolak ajakan Mas Gagah itu karena takut diajak ke tempat
97
pengajian sehingga Gita lebih memilih untuk pergi menonton
bersama teman-temannya.
Tuturan data 3 dianggap melanggar maksim permufakatan
karena dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala
ketidaklangsungan yang merujuk kepada peringkat langsung atau
tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu
bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan
itu. Tuturan yang disampaikan oleh Gita kepada Mas Gagah
bersifat secara langsung. Hal itu dapat dilihat ketika Mas Gagah
mengajak Gita untuk pergi ke sebuah acara, Gita langsung
menolak ajakan Mas Gagah tanpa bertanya terlebih dahulu
hendak pergi kemana. Tuturan yang disampaikan oleh Gita
secara langsung dibuktikan dengan jawaban “Kemana? Ke
tempat yang waktu itu lagi? Ogah! Gita kayak orang bego di
sana!”. Jika Gita mematuhi maksim kesantunan, seharusnya Gita
bertanya terlebih dahulu kepada Mas Gagah secara baik-baik,
bukan malah langsung menolak ajakan Mas Gagah.
Data 4
Tuturan data 4 melanggar maksim permufakatan (MPER).
Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam
kegiatan bertutur. Tuturan antara Tri dan Gita dianggap
melanggar maksim permufakatan karena mereka tidak saling
menjalin rasa kecocokan. Ketika Gita bercerita panjang lebar
mengenai sosok Mas Kotak-kotak yang sering dilihatnya di
angkutan umum, Tri justru tidak memperhatikan apa yang Gita
ceritakan sehingga dalam percakapan mereka tidak terjalin
adanya rasa kecocokan. Gita merasa kesal kepada Tri yang tidak
paham dengan apa yang Gita tuturkan.
98
Tuturan data 4 dianggap melanggar maksim permufakatan
karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial
yang merujuk pada peringkat hubungan sosial antara petutur dan
mitra tutur yang terlibat di dalam sebuah pertuturan. Ada
kecenderungan semakin dekat jarak hubungan sosial di antara
keduanya akan menjadi kurang santunlah pertuturan itu.
Begitulah yang terjadi pada tuturan antara Gita dan Tri, mereka
memiliki hubungan jarak sosial yang akrab, keakraban yang
terjalin di antara mereka membuat tuturan itu menjadi tidak
santun. Hal itu dapat dilihat pada sikap Tri yang tidak
memperhatikan Gita saat sedang berbicara.
Data 5
Tuturan data 5 melanggar maksim penghargaan (MPENG).
Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha
memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan
maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling
mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.
Tuturan antara Gita, Tika, dan Tri dianggap melanggar maksim
penghargaan karena saat Gita mempraktikan usulan yel-yelnya
kepada Tika dan Tri, Tika dan Tri justru merasa aneh dan tidak
menghargai dengan usulan yel-yel dari Gita. Hal itu dapat dilihat
pada tuturan “Itu tadi apaan, Git?” dan “Dasar kelakuan! Dah
pakai jilbab, masih aja preman!”.
Tuturan data 5 dianggap melanggar maksim penghargaan
karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial
yang merujuk pada peringkat hubungan sosial antara petutur dan
mitra tutur yang terlibat di dalam sebuah pertuturan. Ada
kecenderungan semakin dekat jarak hubungan sosial di antara
keduanya akan menjadi kurang santunlah pertuturan itu.
99
Begitulah yang terjadi antara tuturan Gita, Tika, dan, Tri, mereka
memiliki hubungan jarak sosial yang akrab, keakraban yang
terjalin di antara mereka membuat tuturan yang disampaikan oleh
mereka menjadi tidak santun. Hal itu dibuktikan oleh tuturan
Tika dan Tri yang tidak menghargai usulan yel-yel yang
dipraktikan oleh Gita.
Data 6
Tuturan data 6 melanggar maksim kebijaksanaan (MKEB).
Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan antara Mas
Kotak-kotak dan pelajar dianggap melanggar maksim
kebijaksanaan karena pelajar SMA tersebut membuat kerugian
kepada orang lain dengan mengancam ingin melukai Mas Kotak-
kotak.
Tuturan data 6 dianggap melanggar maksim kebijaksanaan
karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala keuntungan
dan kerugian yang merujuk pada besar kecilnya biaya dan
keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada
sebuah pertuturan. Tuturan yang disampaikan oleh pelajar kepada
Mas Kotak-kotak dikatakan tidak santun karena pelajar itu telah
merugikan mitra tuturnya dengan cara mengancam kesalamatan
Mas Kotak-kotak.
100
2. Cerpen Rapsodi September
a. Temuan Data
Tabel 4.3
Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa
dalam Cerpen Rapsodi September
No Data Konteks Maksim Kesantunan Berbahasa
M.Keb M.Ked M.Peng M.Kes M.Per M.Sim
1. Kak Ocha:
“Gini ya, Ron.
Tini itu baik.
Kakak juga
sayang, tetapi
tugas utama
kamu sekarang
adalah belajar.
Bukan
meluangkan
sebagian waktu
belajar untuk
selalu bersama
dia. Nah, kamu
percaya kan
sama Alquran.
Di dalamnya,
juga dalam
hadis Nabi
SAW telah
diatur
bagaimana
caranya kita
bergaul, apalagi
dengan yang
bukan
mahram.”
Eron: “Eron
nggak ngapa-
ngapain, kok.
Cuma belajar
bareng, ke toko
buku bareng.
Cuma itu!” (h.
120)
Situasi terjadi di
rumah.
Dituturkan oleh
Kak Ocha kepada
Eron. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Kak Ocha
ingin menasihati
Eron agar tidak
menjalin
hubungan
kedekatan dengan
perempuan yang
bukan mahram
karena tidak ada
ajarannya dalam
agama Islam. Kak
Ocha memiliki
banyak
pengetahuan
mengenai
masalah
keagamaan, dia
adalah seseorang
yang sangat taat
agama. Kak Ocha
tidak ingin Eron
berbuat dosa
karena melanggar
ajaran agama oleh
sebab itu, Kak
Ocha memberi
nasihat kepada
Eron.
101
2. Eron: “Eh, Tin,
gue pangling!
Cantik juga
kamu pakai
jilbab gitu.
Lebih keren
dari kakak
gue!”
Tini: (Tini
cuma
menunduk.
Diam.
Tersenyum). (h.
122)
Situasi terjadi saat
lebaran idul fitri,
Tini datang ke
rumah Eron untuk
silaturahmi.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Eron memuji
kecantikan Tini
karena memakai
jilbab. Semenjak
Tini sering
bergaul dengan
Kak Ocha dan
Kak Rani, Tini
memang mulai
merubah
sikapnya. Dia
banyak belajar
agama dari kedua
kakaknya Eron,
Tini juga sempat
diajak mengikuti
kegiatan sanlat di
Cisarua hingga
akhirnya Tini
memutuskan
untuk berjilbab.
3. Opie: “Opie
bodoh, selama
ini Opie nggak
tahu apa-apa
soal Islam dan
umatnya. Opie
di sini egois,
bahkan tak
pernah
mendoakan
mereka.”
Kak Rani:
“Termasuk
prihatin dengan
keadaan
saudara-saudara
kaum muslimin
Situasi terjadi di
kampus Kak Rani
yang terletak di
daerah Depok
dalam acara
perayaan hari
besar Islam.
Dituturkan oleh
Opie kepada Kak
Rani. Saat itu
Opie diajak untuk
menyaksikan
pemutaran film
tentang Palestina
yang diteror oleh
tentara Israel.
Setelah melihat
102
di negeri kita,
Pie. Kadang
kita sangat
mengabaikan
mereka. Kita
bersukaria,
padahal banyak
yang belum
tentu tiap hari
bisa makan.”
(h. 126)
pemutaran film
itu, Opie merasa
sedih dan
menyesal karena
selama ini dia
tidak pernah
mendoakan dan
tidak menyadari
tentang beratnya
perjuangan umat
muslim di
Palestina.
Sebelum dekat
dengan Kak Ocha
dan Kak Rani,
Opie memiliki
pemikiran bahwa
umat muslim di
Timur Tengah
telah
menjatuhkan citra
Islam karena
sering melakukan
peperangan,
namun setelah
menonton film
kisah perjuangan
umat muslim di
Palestina tersebut
Opie menjadi
sadar dengan
kenyataan yang
terjadi.
4. Opie: “Kak
Ocha, Kak
Rani, minggu
depan kita
janjian lagi
belajar Islam,
ya?”
Kak Rani: “Di
mana, Pie?”
Opie: “Di mana
aja.” (h. 126)
Situasi terjadi di
kampus Kak Rani
yang terletak di
daerah Depok.
Dituturkan oleh
Opie kepada Kak
Ocha dan Kak
Rani. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Opie ingin
mengajak Kak
Ocha dan Kak
103
Rani untuk
janjian mengaji
bersama lagi.
Semenjak Opie
banyak bergaul
dengan Kak Ocha
dan Kak Rani,
Opie pelan-pelan
mulai memahami
ajaran agama
Islam secara baik.
Opie sering diajak
untuk menghadiri
kegiatan-kegiatan
rohani oleh Kak
Ocha dan Kak
Rani hingga
akhirnya Opie
sadar dan
semangat untuk
belajar ilmu
agama secara
sungguh-
sungguh.
5. Opie: “Opie
diterima PMDK
IPB. Opie udah
nadzar.”
Keluarga
Eron:
“Alhamdulillah.
” (h. 127)
Situasi terjadi di
rumah Eron.
Dituturkan oleh
Opie kepada
keluarga Eron.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
keluarga Eron
sangat senang
melihat
perubahan Opie
yang kini
memakai jilbab.
Opie sudah
memantapkan
hatinya untuk
berjilbab karena
dia diterima
kuliah di IPB
lewat jalur
PMDK. Awalnya,
104
Opie tidak begitu
peduli terhadap
hal-hal
keagamaan,
namun berkat
usaha Kak Ocha
dan Kak Rani
yang selalu
menyadarkannya
untuk menjadi
muslim yang taat,
akhirnya Opie
berubah menjadi
alim, dan bahkan
sekarang Opie
mantap untuk
berjilbab.
6. Eron: “Mia
pakai jilbab!”
Kak Ocha dan
Kak Rani:
“Hah? Mia
rocker Ron?
yang bener?”
Eron: “Padahal
kan dia baru
tiga kali
kemari! Belum
sempat ngobrol
soal agama
sama Kak Ocha
dan Kak Rani.
Pakai jilbabnya
baru kemarin.
Tadinya iseng.
Ternyata ia
betulan pakai
jilbab!”
Kak Ocha dan
Kak Rani:
“Alhamdulillah.
” (h. 130)
Situasi terjadi di
kamar Eron.
Dituturkan oleh
Eron kepada Kak
Ocha dan Kak
Rani. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Eron
memberitahu Kak
Ocha dan Kak
Rani bahwa Mia
sudah berubah
dan memutuskan
untuk memakai
jilbab. Mendengar
cerita Eron
tersebut, Kak
Ocha dan Kak
Rani merasa
sangat bahagia
dan bersyukur
karena mereka
tahu bahwa
sebelumnya Mia
adalah orang yang
sangat tomboy
dan bahkan tidak
senang
105
membicarakan
perihal agama.
Dapat dikatakan
bahwa hidup Mia
jauh dari agama,
namun sekarang
Mia sudah
mendapat hidayah
untuk
memperbaiki diri
dan memutuskan
untuk berjilbab.
7. Eron: “Kak
Ocha! Kak
Rani!”
Ocha dan
Rani: “Ya?”
Eron: “Minggu
depan Eron mau
ngaji lagi!”
Ocha dan
Rani:
“Alhamdulillah.
Gitu dong!” (h.
131)
Situasi terjadi di
kamar Eron.
Dituturkan oleh
Eron kepada
Ocha dan Rani.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Eron
memberitahu
bahwa dia ingin
ikut mengaji lagi
minggu depan.
Ocha dan Rani
merasa bersyukur
atas perubahan
Eron. Eron adalah
seorang
mahasiswa IKJ
yang hidupnya
tidak begitu taat
terhadap ajaran
agama, meskipun
kedua kakaknya
sering sekali
menasihatinya
untuk berperilaku
sesuai dengan
ajaran agama,
Eron tidak
mempedulikan
nasihat itu. Pelan-
pelan Eron mulai
berusaha berubah
106
untuk lebih baik,
namun suatu
ketika Eron
memantapkan
hatinya untuk
benar-benar
bertaubat karena
termotivasi oleh
Mia.
Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel
instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Rapsodi September
terdapat 7 tuturan yang mematuhi maksim kesantunan berbahasa, dengan
rincian sebagai berikut: maksim kebijaksanaan berjumlah 1 tuturan,
maksim kedermawanan berjumlah 0 tuturan, maksim penghargaan
berjumlah 1 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 1 tuturan,
maksim permufakatan berjumlah 1 tuturan, dan maksim kesimpatisan
berjumlah 3 tuturan.
Tabel 4.4
Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa
dalam Cerpen Rapsodi September
No Data Konteks Maksim Kesantunan Berbahasa
M.Keb M.Ked M.Peng M.Kes M.Per M.Sim
1. Opie: “Opie
juga punya guru
ngaji di rumah.
Opie udah
khatam Quran,
sih! Nenek,
Kakek, Papa,
Mama, Tante,
dan Om Opie
semuanya haji,
lho! Malah
Kakek udah
naik haji
delapan kali!”
Kak Ocha dan
Situasi terjadi di
rumah Eron.
Dituturkan oleh
Opie kepada Kak
Ocha dan Kak
Rani. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Opie
memberitahu Kak
Ocha dan Kak
Rani mengenai
kondisi
keluarganya. Opie
adalah pacar
Eron. Dia cerdas
107
Kak Rani:
(Meringis.
Tersenyum,
terus
mendengarkan).
(h. 124)
dan berasal dari
keluarga berada.
Opie bercerita
bahwa semua
anggota
keluarganya
sudah
menunaikan
ibadah haji,
bahkan kakeknya
sudah
melaksanakan
haji delapan kali.
Opie sangat
pandai bercerita,
namun sayang
pengetahuan
keagamaannya
masih kurang
sehingga tuturan
Opie banyak yang
kurang sesuai di
hati Kak Ocha
dan Kak Rani.
2. Kak Ocha:
“Mia,
memangnya
memakai
kalung
sebanyak itu
nggak berat?”
Mia: “Nggak,
gue kan artis!
Rooon cepet,
dong! Ntar kita
ditinggal ama si
Ediiii!”
Kak Rani:
“Mia nggak
minat ngaji?”
Mia: “Yang
berbau-bau
akhirat gitu
jangan lo
tanyain ama
Situasi terjadi
siang hari di
rumah Eron.
Dituturkan oleh
Kak Ocha dan
Kak Rani kepada
Mia. Saat pertama
bertemu dengan
Mia, Kak Ocha
dan Kak Rani
merasa sedikit
aneh karena
melihat
penampilan Mia
yang benar-benar
tomboy seperti
rocker. Sikap
Mia juga sangat
cuek terhadap
orang lain dan
tidak peduli
108
gue. Itu sih dua
ribu tahun lagi
lah. Lagian gue
nggak punya
waktu! Gue tuh
artis. Harus
tampil prima.”
(h. 128)
dengan hal-hal
yang berkaitan
dengan agama.
Oleh sebab itu,
Kak Rani
mencoba bertanya
kepada Mia
mengenai
keinginannya
untuk mengaji.
Mendengar
pertanyaan Kak
Rani tersebut,
Mia menjawab
secara apa adanya
sesuai dengan
kehendak hatinya
tanpa
mempedulikan
siapa yang sedang
menjadi mitra
tuturnya.
Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel
instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Rapsodi September
terdapat 2 tuturan yang melanggar maksim kesantunan berbahasa.
Pelanggaran tersebut hanya terdapat dalam maksim kesederhanaan.
b. Analisis Deskripsi Data
1) Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa
Data 1
Tuturan data 1 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB).
Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan antara Kak
Ocha dan Eron dianggap memenuhi maksim kebijaksanaan
karena Kak Ocha memberikan nasihat kepada Eron agar tidak
berpacaran sebab tidak diajarkan dalam agama Islam. Selain itu,
109
Kak Ocha juga memperingatkan Eron bahwa tugasnya sekarang
yang terpenting adalah belajar, bukan pacaran. Nasihat yang
diberikan Kak Ocha kepada Eron tersebut semata-mata untuk
kebaikan Eron agar tidak berbuat dosa dan fokus terhadap
tugasnya, yaitu belajar. Kak Ocha tidak ingin jika kehidupan
Eron banyak dihabiskan untuk berpacaran.
Tuturan data 1 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya
biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur
pada sebuah pertuturan. Tuturan yang disampaikan oleh Kak
Ocha menunjukkan bahwa Kak Ocha ingin memberikan
keuntungan kepada Eron dengan cara memberi nasihat agar
kehidupan Eron dapat lebih baik.
Data 2
Tuturan data 2 menganut maksim penghargaan (MPENG).
Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha
memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan
maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling
mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.
Tuturan antara Eron dan Tini dianggap memenuhi maksim
penghargaan karena Eron telah memberikan pujian kepada Tini
dengan mengatakan Tini lebih cantik memakai jilbab. Kecantikan
Tini itu telah membuat Eron pangling.
Tuturan data 2 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun Eron
110
dan Tini memiliki hubungan yang akrab, namun tuturan Eron
dapat dianggap santun karena Eron telah menghargai Tini dengan
cara memberikan pujian kepada Tini yang mengubah
penampilannya menjadi berjilbab.
Data 3
Tuturan data 3 menganut maksim kesederhanaan (MKES).
Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan
hati yang menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan antara Opie
dan Kak Rani dapat dikatakan santun karena Opie telah
meminimalkan rasa hormat pada dirinya dengan mengakui
ketidaktahuannya mengenai perjuangan umat Islam di Palestina
yang membela agama Islam dari para tentara-tentara Israel. Opie
juga merasa menyesal karena selama ini dia tidak pernah
mendoakan saudara-saudara muslimnya yang sedang berjuang
untuk membela Islam. Tuturan Opie yang mematuhi maksim
kesederhanaan ditunjukkan padakutipan, “Opie bodoh, selama ini
Opie nggak tahu apa-apa soal Islam dan umatnya. Opie di sini
egois, bahkan tak pernah mendoakan mereka”.
Tuturan data 3 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak
sosial antara Opie dan Kak Ocha memang cukup dekat, keduanya
sering pergi bersama, namun meskipun begitu, tuturan Opie
dapat dikatakan santun karena Opie telah meminimalkan rasa
hormat pada dirinya sendiri ketika berbicara dengan Kak Rani.
111
Data 4
Tuturan data 4 menganut maksim permufakatan (MPER).
Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam
kegiatan bertutur. Tuturan antara Opie, Kak Rani, dan Kak Ocha
dapat dikatakan telah memenuhi maksim permufakatan karena
mereka mampu menjalin rasa kecocokan saat bertutur. Hal itu
dibuktikan ketika Opie mengajak janjian untuk mengaji lagi
minggu depan, Kak Ocha dan Kak Rani menyetujui janji tersebut
dengan senang hati.
Tuturan data 4 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun jarak
hubungan sosial antara Opie, Kak Rani, dan Kak Ocha cukup
akrab, namun tuturan mereka tetap dapat dikatakan santun karena
telah mematuhi maksim permufakatan dengan saling
menyepakati perjanjian untuk mengaji bersama lagi.
Data 5
Tuturan data 5 menganut maksim kesimpatisan (MSIM).
Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Opie dan keluarga
Eron dikatakan mematuhi maksim kesimpatisan karena saat Opie
memberitahu bahwa dirinya sudah mantap untuk berjilbab dan
diterima PMDK di IPB, keluarga Eron menanggapi dengan
sangat baik. Semua keluarga Eron ikut merasa senang dan
112
bersyukur dengan keputusan Opie untuk berjilbab dan diterima
kuliah di IPB yang selama ini Opie impikan.
Tuturan data 5 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak
sosial antara Opie dan keluarga Eron memang cukup dekat,
namun tuturan yang terjalin diantara mereka tetap dapat
dikatakan santun. Hal itu dapat terjadi karena antara Opie dan
keluarga Eron sama-sama memiliki sikap untuk saling
menghargai dan menghormati satu sama lain. Opie santun kepada
keluarga Eron karena dia memiliki sikap untuk menghormati
orang yang lebih tua, sedangkan keluarga Eron dapat dikatakan
santun karena memiliki sikap untuk menghargai dan menyayangi
Opie dengan ikut merasa senang atas kebahagiaan yang sedang
dirasakan oleh Opie.
Data 6
Tuturan data 6 menganut maksim kesimpatisan (MSIM).
Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Eron, Kak Ocha, dan
Kak Rani dianggap memenuhi maksim kesimpatisan karena
ketika Eron menyampaikan kabar bahagia bahwa Mia telah
memutuskan untuk berjilbab, Kak Ocha dan Kak Rani ikut
merasa senang dan sangat bersyukur atas perubahan Mia itu. Kak
Ocha dan Kak Rani tidak menyangka jika hidayah datang begitu
cepat kepada Mia. Selama ini Kak Ocha dan Kak Rani berniat
ingin berusaha mengubah sikap Mia yang sangat tomboy dan
113
tidak peduli terhadap agama, namun justru Mia sudah berubah
begitu cepat sebelum Kak Ocha dan Rani mendekati Mia.
Tuturan data 6 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun
hubungan jarak sosial antara Eron, Kak Ocha, dan Kak Rani
adalah hubungan antara kakak adik dan sangat akrab, namun
tuturan mereka tetap dianggap santun karena tuturan mereka
telah mematuhi maksim kesimpatisan. Hal itu dibuktikan ketika
Eron bercerita mengenai perubahan Mia yang memantapkan
hatinya untuk berjilbab, Kak Ocha dan Kak Rani merasa simpati
dengan ikut merasa senang atas kabar tersebut.
Data 7
Tuturan data 7 menganut maksim kesimpatisan (MSIM).
Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Eron, Kak Ocha, dan
Kak Rani dianggap memenuhi maksim kesimpatisan karena
ketika Eron mengutarakan keinginannya untuk ikut mengaji lagi
minggu depan kepada Kak Ocha dan Kak Rani, mereka langsung
merasa sangat bahagia mendengar keinginan Eron. Kak Ocha dan
Kak Rani sangat bersyukur karena Eron sekarang telah berubah
untuk lebih rajin beribadah dan belajar agama lebih sungguh-
sungguh.
Tuturan data 7 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
114
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Meskipun
hubungan jarak sosial antara Eron, Kak Ocha, dan Kak Rani
adalah hubungan antara kakak adik dan sangat akrab, namun
tuturan mereka tetap dianggap santun karena tuturan mereka
telah mematuhi maksim kesimpatisan. Hal itu dibuktikan saat
Eron mengutarakan keinginannya untuk ikut mengaji lagi, Kak
Ocha dan Kak Rani langsung mengucap syukur dan sangat
bahagia atas keinginan Eron tersebut.
2) Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa
Data 1
Tuturan data 1 melanggar maksim kesederhanaan (MKES).
Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan
hati yang menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan yang
disampaikan oleh Opie kepada Kak Ocha dan Kak Rani dianggap
telah melanggar maksim kesederhanaan karena dalam tuturan itu
Opie telah memberi penghargaan pada diri sendiri dengan cara
bercerita kepada Kak Ocha dan Kak Rani bahwa dia mempunyai
guru mengaji di rumah dan sudah khatam Quran. Selain itu, Opie
juga mengungkapkan bahwa semua anggota keluarganya sudah
menunaikan ibadah haji, bahkan kakeknya sudah haji delapan
kali. Hal itu menunjukkan bahwa Opie membanggakan dirinya
serta keluarganya kepada Kak Ocha dan Kak Rani, sehingga
tuturan itu melanggar maksim kesederhanaan.
Tuturan data 1 dianggap melanggar maksim kesederhanaan
karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial
yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra
115
tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial
ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial
di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah
tuturan yang digunakan. Hubungan jarak sosial yang terjalin
antara Opie dengan Kak Ocha dan Kak Rani dapat dikatakan jauh
karena pada saat tuturan itu berlangsung mereka baru saja
berkenalan dan itu merupakan pertemuan pertama mereka.
Tuturan Opie dianggap tidak santun jika diukur dengan skala
jarak sosial karena Opie telah memberi penghargaan pada dirinya
sendiri di depan Kak Ocha dan Kak Rani padahal mereka baru
saja berkenalan. Biasanya ada kecenderungan semakin jauh
hubungan jarak sosial seseorang maka tuturannya akan semakin
santun, namun hal itu tidak terjadi pada tuturan data 1 oleh sebab
itu, dianggap telah melanggar maksim kesantunan.
Data 2
Tuturan data 2 melanggar maksim kesederhanaan (MKES).
Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan
hati yang menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan Mia
dianggap telah melanggar maksim kesederhanaan karena Mia
telah memberi pujian kepada diri sendiri dengan menganggap
bahwa dirinya adalah seorang artis. Selain itu, sikap Mia juga
terlalu sombong ketika ditanya mengenai minatnya dalam
mengaji, Mia menjawab bahwa dirinya tidak memiliki waktu
untuk memikirkan soal agama. Hal itu disebabkan karena sikap
Mia yang sangat cuek dan jika bertutur selalu apa adanya tanpa
memperhatikan siapa yang menjadi mitra tuturnya.
Tuturan data 2 dianggap melanggar maksim kesederhanaan
karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala
116
ketidaklangsungan yang merujuk kepada peringkat langsung atau
tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu
bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan
itu. Begitu yang terjadi pada tuturan yang disampaikan oleh Mia,
ketika Kak Ocha dan Kak Rani bertanya kepada Mia, Mia
menjawab pertanyaan tersebut tanpa basa-basi dan tanpa
mempedulikan siapa yang sedang mengajak dia bicara. Mia telah
membuat pujian terhadap dirinya sendiri serta berlaku sombong
dengan berkata “lagian gue nggak punya waktu!” kepada Kak
Ocha dan Kak Rani padahal mereka usianya lebih tua dari Mia
dan mereka pun baru saling mengenal sehingga tidak seharusnya
Mia bertutur seperti itu. Dalam tuturan Mia tersebut juga tidak
menggambarkan adanya rasa untuk menghormati mitra tuturnya.
3. Cerpen Selagi Ada Kesempatan
a. Temuan Data
Tabel 4.5
Instrumen Penyajian Data Pematuhan Maksim Kesantunan Berbahasa
dalam Cerpen Selagi Ada Kesempatan
No Data Konteks Maksim Kesantunan Berbahasa
M.Keb M.Ked M.Peng M.Kes M.Per M.Sim
1. Bapak: “Dari
dulu Bapak
lebih suka kau
sekolah di
Aliyah, lulus itu
terserah kaulah,
meski Bapak
lebih suka lihat
kau kuliah di
UIN. Paham
agama lagi
berbudi. Jadi
ustazah seperti
Mamak.”
Mamak:
Situasi terjadi di
rumah Vidi.
Dituturkan oleh
Bapak dan
Mamak kepada
Vidi. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Bapak dan
Mamak ingin agar
Vidi bersekolah
di Aliyah agar
pengetahuan
agamanya lebih
luas dan dapat
berakhlak baik.
117
“Kalau perlu
lebih lagi dari
Mamak. Pigi ke
Arab sana.
Paling tidak,
begitu pulang,
Alquran sudah
di luar kepala!
Kesempatan
ada, biaya kau
punya!” (h.
176)
Kedua orangtua
Vidi adalah
seorang ustaz dan
ustazah, mereka
sangat
menginginkan
Vidi mau belajar
agama lebih
sunggung-
sungguh dan
selalu taat
menjalankan
perintah agama.
Selama ini sikap
Vidi terlalu cuek
terhadap ajaran
agama, hal-hal
yang
berhubungan
dengan agama
dianggapnya
kuno. Dia adalah
anak tunggal oleh
sebab itu, Bapak
dan Mamaknya
sangat berharap
Vidi dapat belajar
ilmu agama agar
pengetahuan
agamanya lebih
luas dan memiliki
akhlak yang baik.
2. Mudir Aliyah:
“Kau akan
mewakili
madrasah dalam
Musabaqah
Tilawatil Quran
tingkat SMA
sekota Medan.
Semua guru
sepakat kau
adalah yang
terbaik yang
kami punya.
Situasi terjadi di
ruang guru.
Dituturkan oleh
Mudir Aliyah
kepada Vidi.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Vidi dipilih
mewakili
sekolahnya untuk
mengikuti lomba
MTQ tingkat
SMA sekota
118
Selamat
berlomba,
Vidi!”
Vidi:
(Tersenyum
cerah). (h. 179)
Medan. Sejak SD,
Vidi sering
menjuarai lomba
MTQ, dia
memang sangat
pandai membaca
Alquran, dia
menguasai seluk-
beluk tilawah
yang baik dan
benar, suaranya
pun sangat indah.
Memang dari
kecil Vidi sudah
diajarkan mengaji
Alquran oleh
Bapak dan
Mamaknya
sehingga tidak
heran jika Vidi
memiliki
kemampuan yang
lebih dalam
membaca
Alquran.
3. Fatimah:
“Alquran tak
cuma untuk
dilombakan
seperti itu,
tetapi untuk
dipahami,
dihayati, Vidi.
Apalagi bagi
anak madrasah
seperti kita.”
Vidi: (Vidi
cemberut.
Perkataan
Fatimah mirip
sekali dengan
yang
disampaikan
Bapak dan
Mamak).
Situasi terjadi di
sekolah.
Dituturkan oleh
Fatimah kepada
Vidi. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Fatimah
menasihati Vidi
bahwa Alquran
bukan hanya
untuk dilombakan
akan tetapi, juga
untuk dipahami
dan diamalkan.
Fatimah adalah
teman sebangku
Vidi di kelas, dia
sangat alim dan
peduli dengan
Vidi. Fatimah
119
Fatimah:
“Kapan kamu
berubah Vidi?
Mencintai Islam
dengan sepenuh
hatimu.
Mencintai Allah
dan Rasul di
atas segalanya?
Masya Allah,
Vidi, kamu bisa
berbuat sangat
banyak, lebih
dari sekedar
ikut MTQ.” (h.
179)
sering sekali
memberi nasihat
kepada Vidi jika
melakukan
kesalahan, namun
Vidi justru
membenci sikap
Fatimah itu
karena dianggap
cerewet.
4. Vidi: “Benar,
Fat! Tahun
depan aku mau
berubah! Mau
pakai jilbab,
nggak Cuma
kalau sekolah!
Kaffah!”
Fatimah:
“Alhamdulillah
…”
Vidi: “Doakan
ya. Si Siregar
pun sudah aku
putusin. Aku
mau konsentrasi
sekolah dan
mulai
mendalami
agama.”
Fatimah:
“Alhamdulillah
… Maaf
sekarang jam
berapa Vidi?”
(h. 184)
Situasi terjadi di
rumah sakit.
Dituturkan oleh
Vidi kepada
Fatimah.
Semenjak Butet
(sahabat Vidi)
meninggal akibat
pemerkosaan dan
pembunuhan,
Vidi menjadi
sering murung
dan sangat
merindukan
nasihat-nasihat
dari Fatimah.
Kebetulan sudah
beberapa hari
Fatimah sakit
sehingga Vidi
memutuskan
untuk
menjenguknya ke
rumah sakit.
Semenjak
peristiwa
kematian Butet
itu pun Vidi jadi
banyak merenung
120
untuk segera
memperbaiki
akhlaknya
5. Vidi: “Cepat
sembuh.
Semoga Allah
menyembuhkan
mu. Amin.” (h.
185)
Situasi terjadi di
rumah sakit.
Dituturkan oleh
Vidi kepada
Fatimah. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Vidi
mendoakan agar
Fatimah dapat
segera sembuh
dari sakitnya.
Vidi sangat
merindukan sosok
Fatimah yang
selalu
memberinya
nasihat, meskipun
awalnya Vidi
sangat benci,
namun setelah
kematian Butet,
Vidi mulai sadar
bahwa dirinya
membutuhkan
nasihat dari
Fatimah untuk
dapat
memperbaiki
akhlaknya.
Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel
instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Selagi Ada Kesempatan
terdapat 5 tuturan yang mematuhi maksim kesantunan berbahasa, dengan
rincian sebagai berikut: maksim kebijaksanaan berjumlah 2 tuturan,
maksim kedermawanan berjumlah 0 tuturan, maksim penghargaan
berjumlah 1 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 0 tuturan,
maksim permufakatan berjumlah 0 tuturan, dan maksim kesimpatisan
berjumlah 2 tuturan.
121
Tabel 4.6
Instrumen Penyajian Data Pelanggaran Maksim Kesantunan Berbahasa
dalam Cerpen Selagi Ada Kesempatan
No Data Konteks Maksim Kesantunan Berbahasa
M.Keb M.Ked M.Peng M.Kes M.Per M.Sim
1. Vidi: “Urus
saja dirimu
sendiri,
Fatimah!”
Fatimah:
“Astaghfirullah,
bukan begitu,
Vidi, aku…
hanya sayang
kamu. Aku
ingin kamu
menjadi wanita
yang mengerti
hakikat sebagai
seorang
muslimah.
Harusnya…”
Vidi: “Diam!
Mulutmu
macam mamak-
mamak saja!”
(h. 178)
Situasi terjadi di
sekolah.
Dituturkan oleh
Vidi kepada
Fatimah. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Vidi
membantah
nasihat Fatimah
karena menurut
Vidi pemikiran
Fatimah kuno
seperti pemikiran
orangtua.
Fatimah, teman
sebangku Vidi
memang sangat
alim dan
pemahaman
agamanya juga
cukup luas, dia
sering sekali
memberi nasihat
kepada Vidi,
namun Vidi tidak
mau
mendengarkan.
Hal itu
disebabkan
karena Vidi
belum memiliki
kesadaran untuk
berjilbab dan
untuk belajar
agama sehingga
ketika diberi
nasihat Vidi
122
selalu
membantah.
2. Vidi: “Urus
saja dirimu
sendiri,
Fatimah!”
Fatimah:
“Astaghfirullah,
bukan begitu,
Vidi, aku…
hanya sayang
kamu. Aku
ingin kamu
menjadi wanita
yang mengerti
hakikat sebagai
seorang
muslimah.
Harusnya…”
Vidi: “Diam!
Mulutmu
macam mamak-
mamak saja!”
(h. 178)
Situasi terjadi di
sekolah.
Dituturkan oleh
Vidi kepada
Fatimah. Tujuan
tuturan tersebut,
yaitu Vidi
membantah
nasihat Fatimah
karena menurut
Vidi pemikiran
Fatimah kuno
seperti pemikiran
orangtua.
Fatimah, teman
sebangku Vidi
memang sangat
alim dan
pemahaman
agamanya juga
cukup luas, dia
sering sekali
memberi nasihat
kepada Vidi,
namun Vidi tidak
mau
mendengarkan.
Hal itu
disebabkan
karena Vidi
belum memiliki
kesadaran untuk
berjilbab dan
untuk belajar
agama sehingga
ketika diberi
nasihat Vidi
selalu
membantah.
3. Vidi: “Biar
gini-gini aku
jago baca
Situasi terjadi di
sekolah.
Dituturkan oleh
123
Quran, kayak
rocker siapa itu
dulu… Ia
rocker, tapi…
weiss! Qoriah!
Ha…ha…”
(Ramli dan
Butet nyengir.
Ikut bangga.
Apalagi ketika
seminggu
kemudian Vidi
memenangkan
MTQ tersebut!
wuihh! ). (h.
179)
Vidi kepada
teman-temannya.
Tujuan tuturan
tersebut, yaitu
Vidi
membanggakan
kemampuannya
di depan teman-
temannya karena
dia pandai
membaca
Alquran dan
mendapat juara
MTQ mewakili
sekolahnya. Sejak
SD, Vidi sering
menjuarai lomba
MTQ, dia
memang sangat
pandai membaca
Alquran, dia
menguasai seluk-
beluk tilawah
yang baik dan
benar, suaranya
pun sangat indah.
Memang dari
kecil Vidi sudah
diajarkan mengaji
Alquran oleh
Bapak dan
Mamaknya
sehingga tidak
heran jika Vidi
memiliki
kemampuan yang
lebih dalam
membaca
Alquran.
Berdasarkan temuan data yang telah disajikan dalam tabel
instrumen, dapat diketahui bahwa dalam cerpen Selagi Ada Kesempatan
terdapat 3 tuturan yang melanggar maksim kesantunan berbahasa,
dengan rincian sebagai berikut: maksim kebijaksanaan berjumlah 0
124
tuturan, maksim kedermawanan berjumlah 0 tuturan, maksim
penghargaan berjumlah 1 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 1
tuturan, maksim permufakatan berjumlah 1 tuturan, dan maksim
kesimpatisan berjumlah 0 tuturan.
b. Analisis Deskripsi Data
1) Data Pematuhan Prinsip Kesantunan Berbahasa
Data 1
Tuturan data 1 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB).
Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan Bapak dan
Mamak dapat dianggap memenuhi maksim kebijaksanaan karena
pada tuturan tersebut, Bapak dan Mamak memberi nasihat
kepada Vidi, anak tunggalnya agar Vidi bersekolah di Aliyah
supaya paham agama dan berbudi. Bapak dan Mamak telah
membuat keuntungan bagi Vidi dengan cara menyuruh Vidi
bersekolah di Aliyah dengan harapan agar Vidi dapat memiliki
pemahaman agama yang lebih baik dari orangtuanya yang
berprofesi sebagai ustaz dan ustazah. Jika Vidi tidak bersekolah
di Aliyah, mungkin pergaulannya akan lebih bebas, pengetahuan
agamanya pun sedikit, bahkan sampai saat ini Vidi belum mau
untuk berjilbab selain untuk ke sekolah.
Tuturan data 1 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya
biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur
pada sebuah pertuturan. Tuturan Bapak dan Mamak telah
membuat keuntungan bagi Vidi karena mereka memberi nasihat
kepada Vidi untuk melanjutkan sekolah ke Aliyah dengan
harapan Vidi dapat memiliki pemahaman agama yang baik dan
berbudi.
125
Data 2
Tuturan data 2 menganut maksim penghargaan (MPENG).
Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha
memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan
maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling
mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.
Tuturan antara Mudir Aliyah dengan Vidi dianggap santun
karena dalam tuturan tersebut Mudir Aliyah telah memberikan
penghargaan atau pujian kepada Vidi dengan bertutur, “Semua
guru sepakat kau adalah yang terbaik yang kami punya. Selamat
berlomba, Vidi!”. Vidi ditunjuk untuk mewakili sekolahnya
mengikuti lomba MTQ tingkat SLTA sekota Medan. Semua guru
di sekolah sepakat memilih Vidi karena dia memiliki kemampuan
membaca Alquran yang sangat baik di antara siswa-siswa
lainnya.
Tuturan data 2 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala keotoritasan yang merujuk pada hubungan status sosial
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan mitra
tutur maka tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi
santun. Status sosial peserta tutur pada data 2 adalah status sosial
antara guru dan siswa sehingga dalam bertutur mereka berusaha
saling menjalin sikap menghormati dan menghargai satu sama
lain. Dalam situasi tersebut, guru telah bersikap mengahargai
Vidi dengan cara memberikan pujian atas potensi besar yang
dimiliki Vidi dalam bidang membaca Alquran.
126
Data 3
Tuturan data 3 menganut maksim kebijaksanaan (MKEB).
Maksim kebijaksanaan menuntut para peserta pertuturan untuk
membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan membuat
keuntungan orang lain sebesar mungkin. Tuturan Fatimah dan
Vidi dapat dikatakan memenuhi maksim kebijaksanaan karena
Fatimah membuat keuntungan bagi Vidi dengan cara memberi
nasihat agar Vidi tidak hanya pandai membaca Alquran akan
tetapi juga dapat mengamalkannya, dengan begitu Fatimah yakin
Vidi dapat berbuat sangat banyak, lebih dari sekedar
memenangkan lomba MTQ.
Tuturan data 3 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala kerugian dan keuntungan yang merujuk pada besar kecilnya
biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur
pada sebuah pertuturan. Fatimah telah membuat keuntungan
untuk Vidi dengan cara memberi nasihat agar Vidi dapat
mengamalkan Alquran sehingga dia dapat berbuat hal-hal
bermanfaat yang sangat banyak, bukan hanya memenangkan
lomba MTQ. Nasihat yang disampaikan Fatimah menunjukkan
bahwa dia sangat peduli dengan Vidi agar Vidi dapat menjadi
manusia yang lebih baik dan berguna lagi.
Data 4
Tuturan data 4 menganut maksim kesimpatisan (MSIM).
Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya. Tuturan antara Vidi dan Fatimah
dianggap mematuhi maksim kesimpatisan karena pada tuturan
tersebut Fatimah telah menunjukkan sikap simpati kepada Vidi
yang memutuskan untuk berjilbab tahun depan. Selain itu, Vidi
juga sudah memutuskan pacarnya, Vidi sadar bahwa agama
127
Islam tidak mengajarkan hambanya untuk berpacaran karena itu
merupakan dosa. Semenjak kematian Butet, Vidi menyadari akan
kesalahannya selama ini sehingga dia ingin mengubah sikapnya
agar senantiasa berperilaku baik sesuai dengan ajaran agama.
Fatimah sebagai teman sebangkunya di sekolah sangat senang
mendengar keputusan Vidi yang ingin berubah lebih baik.
Tuturan data 4 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak
sosial antara Vidi dan Fatimah memang cukup dekat karena
keduanya merupakan teman sebangku di sekolah, Fatimah juga
sering sekali memberi nasihat kepada Vidi jika Vidi melakukan
kesalahan. Meskipun hubungan mereka dekat, namun tuturan
mereka tetap dianggap santun karena mereka dapat saling
menunjukkan sikap simpati, terlebih ketika Fatimah mendengar
Vidi yang ingin berjilbab tahun depan dan dia sudah memutuskan
pacarnya, Fatimah sangat senang dan bersyukur atas hal itu.
Data 5
Tuturan data 5 menganut maksim kesimpatisan (MSIM).
Maksim kesimpatisan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya. Tuturan Vidi dianggap memenuhi
maksim kesimpatisan karena pada tuturan tersebut dia
menunjukkan sikap simpati kepada Fatimah dengan cara
mendoakan agar Fatimah dapat segera sembuh dari sakitnya.
Vidi sudah sangat merindukan sosok Fatimah di sekolah karena
128
Vidi ingin selalu mendapat nasihat-nasihat baik yang biasanya
Fatimah sampaikan ke Vidi.
Tuturan data 5 dapat diukur dengan skala kesantunan, yaitu
skala jarak sosial yang merujuk pada hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut
skala jarak sosial ada kecenderungan semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur maka
akan semakin santunlah tuturan yang digunakan. Hubungan jarak
sosial antara Vidi dan Fatimah memang cukup dekat, namun
tuturan yang disampaikan Vidi tetap dapat dianggap santun. Hal
itu terjadi karena tuturan Vidi telah menunjukkan bahwa dia
memiliki sikap simpati kepada temannya yang sedang dirawat di
rumah sakit. Sikap simpati tersebut ditunjukkan oleh Vidi dengan
cara mendoakan Fatimah agar dapat segera sembuh dari sakitnya.
2) Data Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa
Data 1
Tuturan data 1 melanggar maksim permufakatan (MPER).
Maksim permufakatan menuntut agar para peserta pertuturan
dapat saling membina kecocokan atau kesepakatan di dalam
kegiatan bertutur. Tuturan Vidi kepada Fatimah dianggap
melanggar maksim permufakatan karena pada tuturan tersebut
Vidi membantah nasihat Fatimah sehingga dalam tuturan itu
mereka tidak dapat saling membina rasa kecocokan. Fatimah
sangat peduli dengan hidup Vidi agar selalu berlaku baik sesuai
dengan ajaran agama akan tetapi, Vidi tidak senang jika Fatimah
mencampuri urusan kehidupannya. Ketidakcocokan pemikiran
yang terjalin di antara keduanya telah membuat tuturan mereka
menjadi tidak santun.
Tuturan data 1 dianggap melanggar maksim permufakatan
karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial
129
yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra
tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial
ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial
di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah
tuturan yang digunakan. Begitu yang terjadi antara tuturan Vidi
dan Fatimah, mereka memiliki hubungan jarak sosial yang cukup
dekat karena Fatimah merupakan teman sebangku Vidi
disekolah. Tuturan mereka dianggap telah melanggar kesantunan
karena dalam tuturan itu mereka tidak dapat saling membina rasa
kecocokan. Faktor hubungan kedekatan yang terjalin di antara
mereka menjadi salah satu pemicu tuturan mereka menjadi tidak
santun.
Data 2
Tuturan data 2 melanggar maksim penghargaan (MPENG).
Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha
memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain. Dengan
maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling
mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.
Tuturan yang disampaikan oleh Vidi dianggap melanggar
maksim penghargaan karena pada tuturan tersebut Vidi telah
merendahkan Fatimah sebagai mitra tuturnya dengan berkata
“diam! Mulutmu macam mamak-mamak saja!”. Padahal situasi
pada saat itu, Fatimah sedang menasihati Vidi karena Vidi telah
berlaku salah, namun Vidi tidak senang jika Fatimah ikut campur
soal kehidupannya. Sikap tidak senang tersebut yang akhirnya
menjadi pemicu tuturan Vidi menjadi tidak santun karena telah
merendahkan Fatimah.
Tuturan data 2 dianggap melanggar maksim penghargaan
karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial
130
yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra
tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial
ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial
di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah
tuturan yang digunakan. Hubungan jarak sosial antara Vidi dan
Fatimah cukup dekat karena Fatimah merupakan teman sebangku
Vidi di sekolah. Kedekatan hubungan mereka itu menjadi pemicu
tuturan yang Vidi sampaikan menjadi tidak santun. Dalam hal
ini, Vidi telah merendahkan Fatimah karena merasa tidak senang
Fatimah menasihatinya, menurut Vidi, Fatimah terlalu ikut
mencampuri urusan hidup Vidi. Sikap merendahkan Fatimah
tersebut yang membuat tuturan Vidi dianggap tidak santun.
Data 3
Tuturan data 3 melanggar maksim kesederhanaan (MKES).
Maksim kesederhanaan disebut juga dengan maksim kerendahan
hati yang menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Tuturan yang
disampaikan Vidi dianggap melanggar maksim kesederhanaan
karena pada tuturan tersebut Vidi telah memuji dirinya sendiri
yang sangat pandai membaca Alquran. Vidi dipilih untuk
mewakili sekolah mengikuti lomba MTQ tingkat SLTA sekota
Medan. Pada kesempatan tersebut Vidi menang menjadi juara.
Atas kemenangan itu Vidi menjadi pamer kepada teman-
temannya bahwa meskipun Vidi tidak begitu paham agama,
namun dirinya sangat pandai membaca Alquran buktinya dia
menang menjadi juara pada kesempatan lomba tersebut.
Tuturan data 3 dianggap melanggar maksim kesederhanaan
karena diukur dengan skala kesantunan, yaitu skala jarak sosial
yang merujuk pada hubungan sosial antara penutur dan mitra
131
tutur yang terlibat dalam pertuturan. Menurut skala jarak sosial
ada kecenderungan semakin jauh jarak peringkat hubungan sosial
di antara penutur dan mitra tutur maka akan semakin santunlah
tuturan yang digunakan. Hubungan jarak sosial antara Vidi
dengan teman-teman di sekolahnya memang sangat akrab,
bahkan mereka sering berlibur bersama. Kedekatan hubungan
anatara Vidi dan teman-temannya tersebut yang memicu tuturan
Vidi menjadi tidak santun. Tuturan yang tidak santun tersebut
terjadi karena Vidi telah memuji dirinya sendiri yang sangat
pandai membaca Alquran hingga akhirnya dia menang dalam
lomba MTQ mewakili sekolahnya.
D. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP
Pragmatik yang disajikan sebagai bahan pengajaran bahasa lazim
disebut fungsi komunikatif. Di dalam apa yang disebut fungsi komunikatif
itu terdapat sejumlah tindak bahasa seperti, mengajukan pertanyaan,
menawarkan usulan, menolak ajakan, dan menyatakan rasa senang.6
Beberapa fungsi komunikatif tersebut dapat diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah, salah satu pembelajarannya yaitu menulis cerpen.
Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra sehingga di dalamnya
terkandung cerita yang menggambarkan kehidupan manusia sehari-hari yang
diterapkan melalui dialog antartokoh, dialog tersebut dapat diwujudkan
dalam bentuk fungsi komunikatif.
Sesuai dengan kurikulum KTSP pada tingkat SMP kelas IX semester
satu terdapat standar kompetensi menulis, yaitu mengungkapkan kembali
pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek, dengan kompetensi
dasar menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami.
Indikator pencapaian kompetensinya, yaitu siswa diharapkan mampu
menulis cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan
6 Bambang Kuswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum
1984, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 23.
132
memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat. Implikasi
penelitian ini dengan pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan materi
menulis cerpen adalah dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat
menggunakan kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali
karya Helvy Tiana Rosa sebagai contoh cerpen yang memperhatikan
penggunaan bahasa yang santun. Pemberian contoh tersebut berguna sebagai
pedoman siswa dalam menulis cerpen dengan memperhatikan pilihan kata
yang santun sehingga dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
133
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan mengenai penelitian
kesantunan berbahasa dalam kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan
Kembali karya Helvy Tiana Rosa maka diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Penggunaan kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas Gagah
Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan tergolong cukup
tinggi. Hal itu dapat dilihat dari hasil perbandingan antara jumlah tuturan
yang mematuhi maksim kesantunan lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah tuturan yang melanggar maksim kesantunan berbahasa. Maksim
kesantunan yang digunakan untuk menganalisis cerpen dalam penelitian
ini menggunakan maksim berdasarkan teori Leech. Temuan data
pematuhan maksim kesantunan berbahasa dalam cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi, Rapsodi September, dan Selagi Ada Kesempatan
berjumlah 37 tuturan, dengan rincian sebagai berikut: tuturan yang
mematuhi maksim kebijaksanaan berjumlah 9 tuturan, maksim
kedermawanan berjumlah 4 tuturan, maksim penghargaan berjumlah 5
tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 5 tuturan, maksim
permufakatan berjumlah 6 tuturan, dan maksim kesimpatisan berjumlah
8 tuturan, sedangkan temuan data pelanggaran maksim kesantunan
seluruhnya berjumlah 11 tuturan, dengan rincian sebagai berikut: tuturan
yang melanggar maksim kebijaksanaan berjumlah 1 tuturan, maksim
penghargaan berjumlah 3 tuturan, maksim kesederhanaan berjumlah 3
tuturan dan maksim permufakatan berjumlah 4 tuturan.
2. Implikasi penelitian kesantunan berbahasa dalam kumpulan cerpen
Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya Helvy Tiana Rosa terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP dapat diterapkan di kelas IX
134
semester satu mengenai materi menulis cerpen, dengan kompetensi dasar
menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami.
Indikator pencapaian kompetensinya, yaitu siswa diharapkan mampu
menulis cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan
memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat. Implikasi
penelitian ini dengan pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan materi
menulis cerpen adalah dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat
menggunakan kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali
karya Helvy Tiana Rosa sebagai contoh cerpen yang memperhatikan
penggunaan bahasa yang santun. Pemberian contoh tersebut berguna
sebagai pedoman siswa dalam menulis cerpen dengan memperhatikan
pilihan kata yang santun sehingga hal itu dapat membantu siswa dalam
mewujudkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti akan
memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Untuk para guru hendaknya memberikan perhatian khusus terhadap
pengajaran kesantunan berbahasa kepada siswa, hal itu diperlukan agar
siswa dapat memiliki pribadi yang santun dalam kehidupan sehari-hari.
2. Buku kumpulan cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali karya
Helvy Tiana Rosa sangat sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia khususnya dalam materi pembelajaran yang berkaitan
dengan penggunaan bahasa yang santun.
3. Bagi peneliti yang akan mengkaji pembahasan yang sama dengan
penelitian ini, diharapkan dalam penelitian selanjutnya dapat mengkaji
teori-teori kesantunan secara lebih baik sehingga dapat melengkapi
penelitian-penelitian sebelumnya.
135
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta. 2010.
Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar. Bogor:
Ghalia Indonesia. 2010.
Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi
Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2012.
Erowati, Rosida dan Ahmad Bahtiar. Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta:
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek
Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 1992.
Hanafi, Abdul Halim. Metodologi Penelitian Bahasa untuk Penelitian, Tesis, dan
Disertasi. Jakarta: Diadit Media Press. 2011.
Hindun. Pragmatik untuk Perguruan Tinggi. Depok: Nufa Citra Mandiri. 2012.
Ihsan, Diemroh. Pragmatik, Analisis Wacana, dan Guru Bahasa. Palembang:
Universitas Sriwijaya. 2011.
Kushartanti, dkk.. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. 2009.
Leech, Geoffery. The Principles of Pragmatics, diterjemahkan oleh M.D.D.Oka.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 2011.
Lukiwibawa. Risalah Cinta dari Helvy Tiana Rosa. Jakarta: Harian Seputar
Indonesia. 2005.
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
136
Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 2011.
Nadar, FX. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2013.
Nurgiyanto, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 2013.
Parker, Frank dan Kathryn Riley. Linguistics for Non-Linguistists a Primer with
Exercises. USA: Pearson Education. 2010.
Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012.
Purwo, Bambang Kuswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa Menyibak
Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius. 1990.
Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Penerbit Erlangga. 2006.
Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2009.
Rampan, Korrie Layun. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Artikel
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. 2000.
Rosa, Helvy Tiana. Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali. Depok: AsmaNadia
Publishing House. 2011.
Sudaryanto. Metode Linguistik: Ke Arah Memahami Metode Linguistik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1992.
Verhaar, J.W.M.. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 2012.
WS, Hasanuddin dkk.. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Penerbit Titian
Ilmu Bandung. 2009.
Yule, George. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press. 1996.
Nama
NIM
Fakultas
UJI REFERENSI
: Eka Hijriana Rosyidah
: 1112013000031
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Kesantunan Berbahasa dalam Kumpulan Cerpen Ketilw Mas Gagah
Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP
Dosen Pembimbing : Dr. Nuryani, M.A.
NO. REFERENSI PARAF
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. 1.
I Jakarta: Rineka Cipta. 2010. i.~ \
Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. lv!enganalisis Piksi Sebuah I 2. ~ Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
I
I I
~ I
3. Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
4. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia:
~ Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2012.
5. Erowati, Rosida dan Ahmad Bahtiar. Sejarah Sastra Indonesia.
~ Jakarta: Universitas Islam Negri SyarifHidayatullah Jakarta. 2011.
Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks: I
~ 6. Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta: I
Gadjah Mada University Press. 1992.
Hanafi, Abdul Halim. Metodologi Penelitian Bahasa untuk
~ 7. Penelitian, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Diadit Media Press. 2011.
8. Hindun. Pragmatik untuk Perguruan Tinggi. Depok: Nufa Citra
1 ~ Mandiri. 2012.
·-
9. Ihsan, Diernroh. Pragmatik, Ana/isis Wacana, dan Guru Bahasa.
~ Palembang: Universitas Sriwijaya. 2011.
I I
Kushartanti, dkk .. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami 10.
Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 20.09.
11. Leech, Geoffery. The Principles of Pragmatics, diterjemahkan o1eh
M.D.D.Oka. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 2011.
12. Lukiwibawa. Risalah Cinta dari Helvy Tiana Rosa. Jakarta: Harian
Seputar Indonesia. 2005.
] 3. Mahsun. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan
Tekniknya. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
14. Moleong, Lexy J .. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011.
15. Nadar, FX. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha
1 Ilmu. 2013.
16. Nurgiyanto, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah
Mad a U ni versi ty Press. 2 0 13.
17. Parker, Frank dan Kathryn Riley. Linguistics for Non-Linguistists a
Primer with Exercises. USA: Pearson Education. 2010.
I Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Y ogya 18.
Ilmu. 2012.
{1'
~ ~ t
~ 0 ~ t
~ I
I I
I
-
I ~ {
~----~--------------------------------------------------------------~----n------i
19.
20.
Purwo, Bambang Kuswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa
Menyibak Kurikulum 1984. Y ogyakarta: Kanisius. 1990.
Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa
Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2006.
I 21. I Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2009.
22.
23.
Rampan, Korrie Layun. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia.
Jakarta: Artikel Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. 2000.
Rosa, Helvy Tiana. Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali. Depok:
AsmaNadia Publishing House. 2011.
~ ~ {
~
24.
:-----
25.
26.
27.
Sudaryanto. Metode Linguistik: Ke Arah Memahami Metode
Linguistik. Y ogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1992. ~ Verhaar, J.W.M .. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah
~ Mada University Press. 2012.
WS, Hasanuddin dkk.. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: q Penerbit Titian Ilmu Bandung. 2009.
Yule, George. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press. 1996. ~
Jakarta, 15 Desember 2016
Yang Menyatakan
DosenP~g
Dr. Nuryani, M.A.
NIP. 198206282009122003
Lampiran 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Nama Sekolah : ..............................
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / Semester : IX/1
Alokasi Waktu : 4 X 40 Menit (2 Pertemuan)
Aspek Pembelajaran : Menulis
A. Standar Kompetensi
8. Mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita
pendek
B. Kompetensi Dasar
8.2 Menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
- Mendata tiga peristiwa yang pernah dialami
- Menentukan alur cerita berdasarkan peristiwa yang pernah dialami
- Menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan
memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah pembelajaran ini siswa diharapkan mampu:
- Mendata tiga peristiwa yang pernah dialami
- Menentukan alur cerita berdasarkan peristiwa yang pernah dialami
- Menulis cerita pendek berdasarkan peristiwa yang pernah dialami dengan
memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat
Karakter yang diharapkan: Dapat dipercaya (trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian (respect)
Tekun (diligence)
Tanggung jawab (responsibility)
E. Materi Pembelajaran
Menulis cerpen berdasarkan peristiwa yang pernah dialami
F. Metode Pembelajaran
- Ceramah
- Diskusi
- Inkuiri
- Penugasan
G. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Pertemuan ke-1
a. Kegiatan Awal
- Guru memberi salam, berdoa bersama, dan mengecek kehadiran
siswa
- Guru mengondisikan kesiapan kelas dan kesiapan siswa untuk
memulai pembelajaran
- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diajarkan
- Guru bertanya kepada siswa mengenai peristiwa-peristiwa menarik
yang pernah dialami
- Guru bertanya kepada siswa mengenai pengalaman siswa dalam
menulis cerpen
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
- Guru menjelaskan materi pembelajaran mengenai menulis
cerpen
- Guru meminta siswa untuk menulis cerpen dengan
memperhatikan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat
- Guru memberikan contoh cerpen kepada siswa (Ketika Mas
Gagah Pergi dan Kembali)
Elaborasi
- Guru memfasilitasi siswa untuk membaca contoh cerpen
(Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali)
- Guru memfasilitasi siswa untuk mendiskusikan tentang
penggunaan pilihan kata yang santun dan diksi yang tepat di
dalam cerpen yang sudah dibaca
- Guru dan siswa bersama-sama membahas penggunaan pilihan
kata yang santun dan diksi yang tepat di dalam cerpen Ketika
Mas Gagah Pergi dan Kembali
Konfirmasi
- Guru memberikan umpan balik kepada siswa
- Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan
- Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui oleh
siswa
c. Kegiatan Akhir
- Guru bersama-sama dengan siswa membuat rangkuman/simpulan
pembelajaran
- Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
- Guru merencanakan kegiatan tindak lanjut dengan cara
memberikan tugas sesuai dengan hasil belajar peserta didik
2. Pertemuan ke-2
a. Kegiatan Awal
- Guru memberi salam, berdoa bersama, dan mengecek kehadiran
siswa
- Guru mengondisikan kesiapan kelas dan kesiapan siswa untuk
memulai pembelajaran
- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diajarkan
- Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk mengingat
kembali hasil belajar pada pertemuan sebelumnya
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
- Guru meminta siswa untuk membuat cerpen berdasarkan
peristiwa yang pernah dialami dengan memperhatikan pilihan
kata yang santun dan diksi yang tepat
- Guru memfasilitasi siswa untuk mendata peristiwa-peristiwa
menarik yang pernah dialami
- Guru memfasilitasi siswa untuk memilih peristiwa yang paling
mengesankan
Elaborasi
- Guru memfasilitasi siswa untuk merangkai peristiwa menjadi
kerangka alur cerita
- Guru memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kerangka alur
cerita menjadi cerpen dengan memperhatikan pilihan kata yang
santun dan diksi yang tepat
Konfirmasi
- Guru memberikan umpan balik kepada siswa
- Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan
- Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui oleh
siswa
c. Kegiatan Akhir
- Guru bersama-sama dengan siswa membuat rangkuman/simpulan
pembelajaran
- Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
- Guru merencanakan kegiatan tindak lanjut dengan cara
memberikan tugas sesuai dengan hasil belajar peserta didik
H. Sumber Belajar
- Rosa, Helvy Tiana. Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali. Depok:
AsmaNadia Publishing House. 2011.
- Anindyarini, Atikah, dkk. Bahasa Indonesia untuk Kelas IX. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
I. Penilaian
Penilaian proses dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Penilaian Instrumen
- Mendata tiga
peristiwa yang
pernah dialami
- Menentukan alur
cerita berdasarkan
peristiwa yang
pernah dialami
- Menulis cerita
pendek berdasarkan
peristiwa yang
pernah dialami
dengan
memperhatikan
pilihan kata yang
santun dan diksi
yang tepat
Tes praktik/
kinerja
Uji petik
kerja
Tulislah cerpen
berdasarkan peristiwa
yang pernah kamu
alami dengan langkah:
datalah tiga peristiwa
yang pernah kamu
alami kemudian pilihlah
satu peristiwa yang
paling menarik, buatlah
kerangka alur cerita
berdasarkan peristiwa
yang dipilih kemudian
kembangkanlah
menjadi cerpen dengan
memperhatikan pilihan
kata yang santun dan
diksi yang tepat!
Pedoman Penilaian
No. Deskripsi Skor
1 2 3 4
1. Memilih tema yang menarik
2. Menyusun kerangka alur dengan urutan yang
logis
3. Isi cerita yang ditulis sesuai dengan kerangka
alur peristiwa yang disusun
4. Struktur kalimat yang digunakan jelas dan
mudah dipahami
5. Menggunakan pilihan kata yang santun dalam
menguraikan cerita
6. Menggunakan diksi yang tepat dalam
menguraikan cerita
Keterangan:
- Skor 1 = kurang
- Skor 2 = sedang
- Skor 3 = baik
- Skor 4 = sangat baik
Jumlah skor maksimal: 24
Nilai =
Jakarta, 15 Desember 2016
Mengetahui,
Kepala Sekolah SMP Guru Mata Pelajaran
NIP. NIP.
Lampiran 2
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen FITK-FR-AKD-081 -' 1 UIN JAKARTA FORM (FR)
Tgl. Terbit 1 Maret 2010
iUiii ! FITK No. Revisi : 01
·-----' Jl, lr, H, Juanda No 95 Ciputatl5412 Indonesia Hal 1/1
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI
Nomor: Un.01/F.1/KM.01.3/2162/2015 Lamp.
Jakarta, 29 Desember 2015
Hal : Bimbingan Skripsi
Kepada Y~h.
Dr. Nuryani, MA. Pembimbing Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing I/Il (materi/teknis) penulisan skripsi mahasi5wa:
Nama : Eka Hijriana Rosyidah
NIM : 1112013000031
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Semester : 7 (Tujuh)
Judul Skripsi : Kesantunan Berbahasa dalam KUiopulan Cerpen Ketika Mas
Gagah Pergi dan Kembali Karya Helvy Tiana Rosa dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal I 0 Desember 2015 , abstraksiloutline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu.
Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
Tcmbus::m: 1. Dekan FITK 2. :-.. tahas iS\\a ybs.
/,.~
.r
I \ ~ - . \ '. -
\
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Eka Hijriana Rosyidah dilahirkan pada 11 Juni 1994 di Cilacap, Jawa
Tengah. Anak pertama dari pasangan Muhamad Yahya dan Nikmah
Prihati ini memulai pendidikannya di Taman Kanak-kanak
Diponegoro. Selanjutnya pernah duduk di bangku Sekolah Dasar
Negeri 01 Kalijaran, Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Maos,
Sekolah Menengah Atas Khadijah Islamic School Jakarta, dan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2012.
Penulis memiliki cita-cita ingin menjadi seorang pendidik, karena menurutnya tugas pendidik
merupakan tugas yang sangat mulia dan ilmunya dapat menjadi pahala yang selalu mengalir
sepanjang hidup. Motto hidup penulis yaitu “Hargailah waktumu sebelum datang penyesalan
dalam dirimu. Jangan menunda-nunda untuk melakukan suatu pekerjaan karena manusia
tidak pernah tahu apakah hari esok masih ada kesempatan”.
Recommended