View
293
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KERJASAMA APOTEK DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
MENURUT PERSEPSI APOTEKER PENGELOLA APOTEK YANG TERGABUNG DALAM APOTEK JARINGAN
DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN
SKRIPSI
Ditujukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Albert Basuki Sasongko NIM : 028114089
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KERJASAMA APOTEK DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
MENURUT PERSEPSI APOTEKER PENGELOLA APOTEK YANG TERGABUNG DALAM APOTEK JARINGAN
DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN
SKRIPSI
Ditujukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Albert Basuki Sasongko NIM : 028114089
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KERJASAMA APOTEK DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
MENURUT PERSEPSI APOTEKER PENGELOLA APOTEK YANG TERGABUNG DALAM APOTEK JARINGAN
DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN
disusun oleh :
Albert Basuki Sasongko NIM : 028114089
telah disetujui oleh :
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KERJASAMA APOTEK DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
MENURUT PERSEPSI APOTEKER PENGELOLA APOTEK YANG TERGABUNG DALAM APOTEK JARINGAN
DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN
Oleh:
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Another journey have been done, Another chapter has been closed,
BUT Another challenge have awaken…
Another paper have waited… By Albert Song
ADISTYAWAN YOGA WICAKSONO * ADRIANUS ARINAWA YULIANTA * ARDHYAN PURWANTOKO, S. Farm. * Aria Sanjaya * Arry Hariadi, S. Farm. * BENNY SUGIENTORO, S. Farm. * Bernadetta Wenni Sukma W., S. Farm. * Candra, S. Farm. * Carla Kuntari * Christophorus Aditya N., S. Farm. * DANIEL SANTOSO HARSONO * Danu Kusuma * EDI SUGIANTO, S. Farm. * Emanuel Broto Hartanto, S. Farm. * EMA NILLAFITA PUTRI K., S. Farm. * Fanny Feryane Rahardjo * FERRY MAHARDIKA * GIAN WAHYUDI * GRACE NATALI, S. Farm. * Handoyo * Hendra Tri Pramono, S. Farm. * HERIBERTUS DWI HARTANTO * Herbudi Kurniawan * I Made Arya Sutama, S. Farm. * Karina Listyani Dewi, S. Farm. * Linda Rostiana Subastian, S. Farm. * MARDONI, S. Farm. * MARIA IVANA GUNAWAN, S. Farm. * Maria Vini Pertiwi, S. Farm. * Meilly Kurniaty, S. Farm. * Meta Anggarini, S. Farm. * Nadia Belinda Suwanto, S. Farm. * Purnama Dewi Yuli Astuti, S. Farm. * RICKA INDRIYANI WIJAYANTI, S. Farm. * RITA, S. Farm. * ROBBYONO, S. Farm. * Robby Wijaya, S. Farm. * STEFANUS HARDJANTO ARIO S. * Thomas Aquino Aditya W., S. Farm. * Tjun Liong, S. Farm. * Valentino Dhiyu Asmoro, S. Farm. * VICKY ARIESTYA CHANDRA * VIENNA GUNAWAN WIJAYA, S. Farm. * VINCENTIUS ANJAR T. * Wibowo Hadi Goutomo * YANUAR HIMAWAN * YOHANES PRABOWO, S. Farm. * Yuda Kristaman * YUSUF FIRMANTA *
“Anggaplah hidup sebagai impian, sulapan, pelembungan busa, pajangan, embun atau kilat. Maka hidup akan mengalir indah.” - Rattana Sutra 32
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul
“Kerjasama Apotek Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Persepsi
Apoteker Pengelola Apotek Yang Tergabung Dalam Apotek Jaringan Dalam
Rangka Peningkatan Pelayanan Kefarmasian” dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan berhasil dengan baik tanpa
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
2. Drs. Sulasmono, Apt selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia
membimbing, memberi kritik dan saran selama persiapan usulan penelitian,
pelaksanaan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Bapak Edi Joko Santoso, S.Si., Apt. yang telah bersedia membantu, dan
memberi kritik dan saran selama persiapan usulan penelitian hingga
terselesaikannya daftar pertanyaan yang digunakan selama penelitian.
4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji yang bersedia untuk
memberikan masukan yang berguna demi peningkatan hasil karya tulis ini.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang bersedia untuk
memberikan masukan yang berguna demi peningkatan hasil karya tulis ini.
6. Apoteker Pengelola Apotek di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang telah
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
7. Ketua ISFI Proponsi DIY beserta pengurus yang telah bersedia untuk
membantu proses validasi dan reliabilitas pertanyaan, serta memberikan surat
rekomendasi Apoteker Pengelola Apotek yang dapat dikunjungi.
8. Gubernur DIY c.q. BAPEDA DIY, untuk ijin yang diberikan dalam
melakukan penelitian ini.
9. Walikota Yogyakarta c.q. Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, untuk ijin yang
diberikan dalam melakukan penelitian ini.
10. Bupati Kabupaten Sleman c.q. BAPPEDA Kabupaten Sleman, untuk ijin yang
diberikan dalam melakukan penelitian ini.
11. Bupati Kabupaten Bantul c.q. BAPPEDA Kabupaten Bantul, untuk ijin yang
diberikan dalam melakukan penelitian ini
12. Papa, Mamaku, dan saudara-saudaraku atas doa dan semangat yang diberikan.
13. Ricka Indiryani Wijayanti, S.Farm. selaku kakak seperguruan yang banyak
membantu dalam skripsi ini.
14. Rita, S. Farm. yang telah banyak membantu penulis dari segi emosi, moral,
mental dan spiritual selama penyusunan skripsi ini.
15. Edi Sugianto S. Farm. yang telah banyak membantu penulis dari segi emosi,
mental dan memacu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini secepatnya.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16. Edi Sugianto, S. Farm., Junaidi (a.k.a. A-Fu), Mardoni, S. Farm., Paskalis
Handie, dan Yulius yang menemani penulis selama pengetikan, penyusunan
skripsi ini, dan telah memberi tempat di kos selama penyusunan skripsi ini.
17. Adrianus Arinawa Y., Ema Nillafitaputri K., Heribertus Dwi H., Hendra Tri
Pramono, Stefanus Hardjanto Ario S.; selaku saudara seperguruan yang telah
bersama-sama saling membantu dalam menyusun skripsi.
18. Adrianus Arinawa Y., Adistyawan Yoga Wicaksono, Benny Sugientoro, S.
Farm., Edi Sugianto, S. Farm., Ferry Mahardika, Florentina Dewi ’05,
Hartono Kobero, Heribertus Dwi H., Junaidi (a.k.a. A-Fu), Mardoni, S. Farm.,
Ricka Indiryani Wijayanti, S.Farm., Rita, S. Farm., Stefanus Hardjanto Ario
S., Susanto, Vicky Ariestya C., Yosephine; yang telah hadir dan membantu
proses ujian terbuka dan tertutup penulis sehingga dapat berjalan lancar.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua kebaikan-kebaikan
yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, 29 Januari 2007
Penulis
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Misi praktek farmasi menurut buku Standar Kompetensi Farmasis Indonesia adalah menyediakan obat dan alat-alat kesehatan lain dan memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk menggunakan obat maupun alat kesehatan dengan cara yang benar. Ide penelitian berasal dari pernyataan Ketua BPD – ISFI DKI Jakarta Azwar Daris yang berjudul Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju Indonesia Sehat 2010. Pernyataan yang menjadi topik penelitian adalah untuk Apoteker Pengelola Apotek diharapkan melakukan kerjasama yang baik dengan apotek sekitarnya dalam rangka meningkatkan pelayanan pada pasien. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif. Data diperoleh dari kuisioner yang diisi atau dijawab oleh Apoteker Pengelola Apotek yang apoteknya termasuk dalam suatu apotek jaringan di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebanyak 25 responden bersedia menjadi responden. Data dianalisis secara statistik deskriptif dalam bentuk persentase, jawaban yang sama dikelompokkan dan dihitung persentasenya serta ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel.
Dari penelitian diperoleh 36 % responden mendefinisikan apotek jaringan sebagai apotek di mana segala sesuatunya terkoordinir dengan suatu sistem kinerja, visi, misi, tujuan yang sama serta mempunyai suatu ciri khas yang menunjukkan identitas jaringannya. Mayoritas responden (76%) merasa tidak diperlukan peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan. Jawaban ini berhubungan dengan definisi apotek jaringan dimana apotek jaringan bukan bentuk apotek yang baru tetapi merupakan suatu sistem kerjasama atau bisnis. Sebanyak 92% responden yakin adanya hubungan antara apotek jaringan dengan peningkatan pelayanan kefarmasian. Kata kunci: apotek jaringan, dan peningkatan pelayanan kefarmasian
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Pharmacy’s mission acording to Standar Kompetensi Farmasis Indonesia book’s is to provide drugs and other medical tools and give service to society for using drugs or medical tools with correct way. The idea of research comes from ISFI DKI Jakarta chairman Azwar Daris that announce a paper with the title Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju Indonesia Sehat 2010. A line that becomes research topic is for apoteker pengelola apotek was hoped to working together to the others pharmacies in society for increasing service to the patient.
This research is observational studies through descriptive research as the main method. Data obtained from questionnaires filled or answered by apoteker pengelola apotek which his/her pharmacy is a part of networking pharmacy in Daerah Istimewa Yogyakarta, 25 respondents agree to become respondents. Data was analyzed descriptively, as percentage, and presented in diagrams and tables.
From this research, it has been discovered that there were 36 % respondent that define networking pharmacy as a pharmacy where everything coordinated with same system, vision, mission, purpose and have uniqueness that show the identity of the network. Most respondent (76 %) feels didn’t need new regulations to rule networking pharmacy. This answer was connected with networking pharmacy definition where networking pharmacy was not a new model of pharmacy but a working together or business system. Most respondent (92%) sure there is connection between networking pharmacy with the pharmacy service increasing. Key words: networking pharmacy, and pharmacy service increasing
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL……………..…………………………..……………... ii
HALAMAN PERSETUJUAN...……………………………..……………... iii
HALAMAN PENGESAHAN………..…………………………..…............. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN..……………………………..…….............. v
PRAKATA………………………………………………..……………........ vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………..………………… ix
INTISARI………………………………………………..………….............. x
ABSTRACT ................................................................................................... xi
DAFTAR ISI…………………………………….…….……………............. xii
DAFTAR TABEL………………………………..…………………............. xvi
DAFTAR GAMBAR……………………………….…………………......... xvii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………..…………………............. xviii
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang……………………………………………….…….......... 1
1. Permasalahan………………………………………….………........ 2
2. Keaslian penelitian.…………………………………………........... 4
3. Manfaat penelitian………………………….…………………........ 4
B. Tujuan Penelitian………………………………………….……….......... 4
1. Tujuan umum ……………………………………………………… 4
2. Tujuan khusus ................................................................................... 5
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apotek ............................................……………….…………….............. 7
B. Apoteker ..............................................................….…………....………. 8
C. Apoteker Sebagai Profesi .......................................................................... 9
D. Kode Etik ................................................................................................... 13
E. Pelayanan Kefarmasian Menurut Peraturan Perundang-undangan ............ 15
F. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ................................................ 17
G. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia ................................................... 19
H. Kesalahan Pelayanan ………………………………………………….… 25
I. Keterangan Empiris ……………………………………………….……… 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………..…………... 29
B. Definisi Operasional…………………………………….......................... 30
C. Bahan Penelitian……………………………………………..….............. 30
D. Alat Pengumpulan Data……………………………………..…………... 31
E. Tatacara Pengumpulan Data………………………………….…............. 31
F. Analisis Data……………….………………………………..................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden .......................……………………................... 37
1. Kesediaan APA rekomendasi ISFI-DIY untuk menjadi responden.. 37
2. Jenis kelamin responden ................................................................... 39
3. Pengalaman bekerja sebagai apoteker sebelum bergabung dengan
apotek jaringan .................................................................................
40
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Lama bekerja sebagai APA di apotek jaringan ................................ 41
B. Kerjasama Apotek di Propinsi DIY Menurut Persepsi APA Yang
Tergabung Dalam Apotek Jaringan ......................................................... 42
1. Apotek yang responden kelola tergabung dalam suatu apotek
jaringan .............................................................................................
42
2. Definisi dari apotek jaringan............................................................. 44
3. Peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan. 45
4. Persyaratan utama untuk dapat bergabung dalam jaringan .............. 47
5. Sanski-sanksi pada apotek jaringan .................................................. 49
6. Alasan untuk bergabung atau bekerja pada suatu apotek jaringan ... 50
7. Terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan adanya
apotek jaringan .................................................................................
51
8. Kerjasama apotek-apotek dalam satu jaringan ................................. 52
9. Kerjasama dalam jaringan yang dapat meningkatkan pelayanan
kefarmasian ....................................................................................... 54
10. Kelebihan apotek jaringan ................................................................ 55
11. Kekurangan apotek jaringan ............................................................. 56
12. Keidealan jaringan tempat apotek responden bergabung ................. 57
13. Bentuk apotek jaringan yang paling ideal atau paling diharapkan
oleh para responden .......................................................................... 58
C. Masa Depan Apotek Jaringan .................................................................... 60
D. Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang Apotek
dengan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia dan Peraturan
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perundang-undangan Apotek ................................................................... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………..………….............. 65
B. Saran……………………………………………….………………......... 68
DAFTAR PUSTAKA …………………………..……...……...................... 69
LAMPIRAN ……………………………………………...……................... 72
BIOGRAFI PENULIS ……………………………….……...………......... 93
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel I. Alasan APA rekomendasi ISFI Yogyakarta menolak menjadi
responden ................................................................................ 38
Tabel II. Definisi dari apotek jaringan ................................................... 44
Tabel III. Alasan perlu dan tidak perlunya peraturan tersendiri dalam
hukum untuk mengatur apotek jaringan................................... 46
Tabel IV. Persyaratan utama tiap-tiap jaringan ....................................... 48
Tabel V. Sanksi tiap-tiap jaringan .......................................................... 49
Tabel VI. Alasan bergabung atau bekerja pada suatu apotek jaringan .... 50
Tabel VII. Alasan terjadinya atau tidak terjadinya peningkatan
pelayanan kefarmasian dengan adanya apotek jaringan ......... 52
Tabel VIII. Jenis kerjasama apotek-apotek dalam satu jaringan ................ 53
Tabel IX. Kerjasama dalam jaringan yang dapat meningkatkan
pelayanan kefarmasian ............................................................ 54
Tabel X. Kelebihan apotek jaringan ....................................................... 56
Tabel XI. Kekurangan apotek jaringan .................................................... 57
Tabel XII. Alasan keidealan atau tidak idealnya jaringan ........................ 58
Tabel XIII. Bentuk apotek jaringan yang paling ideal ............................... 59
Tabel XIV. Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di
bidang Apotek dengan Kode Etik Apoteker/Farmasis
Indonesia dan Peraturan Perundang-undangan Apotek .......... 62
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Kesediaan APA rekomendasi ISFI untuk menjadi
responden.................................................................................. 37
Gambar 2. Jenis kelamin responden .......................................................... 39
Gambar 3. Pengalaman bekerja sebagai apoteker sebelum bergabung
dengan apotek jaringan …........................................................ 40
Gambar 4. Lama bekerja sebagai APA di apotek jaringan ....................... 41
Gambar 5. Apotek yang responden kelola tergabung dalam suatu apotek
jaringan .................................................................................... 42
Gambar 6. Presentase kepemilikan apotek jaringan di DIY ..................... 43
Gambar 7 Peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek
jaringan .................................................................................... 46
Gambar 8. Terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan
adanya apotek jaringan ............................................................ 51
Gambar 9. Kerjasama apotek-apotek dalam satu jaringan ........................ 53
Gambar 10. Keidealan jaringan tempat apotek responden bergabung ........ 57
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1. Surat Rekomendasi ISFI DIY ……………..........…… 72
Lampiran 2. Surat Izin BAPEDA DIY ……………………………. 75
Lampiran 3. Surat Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ................. 76
Lampiran 4. Surat Izin BAPPEDA Kabupaten Sleman ...................... 77
Lampiran 5. Surat Izin BAPPEDA Kabupaten Bantul ....................... 78
Lampiran 6. Surat Keterangan Pergantian Pengurus dan Kegiatan
WIPA ke KOPASFI .......................................................
79
Lampiran 7. Surat Ajakan KOPASFI Kepada Seluruh Apotek di
DIY Untuk Bergabung Dengan KOPASFI ....................
81
Lampiran 8. Surat Pernyataan Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju
Indonesia Sehat 2010 .....................................................
83
Lampiran 9. Surat Pengantar Kuisioner Penelitian ………………… 88
Lampiran 10. Kusioner Penelitian …………………………………… 89
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Standar kompetensi farmasis Indonesia menyebutkan bahwa peran
farmasis diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama ini terjadi,
tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai
efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya, dan harga yang
wajar serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai,
diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi.
(Anonim, 2004b)
Filosofi profesi farmasi menurut standar kompetensi farmasis Indonesia
adalah “Pharmaceutical Care”, yang perlu diterjemahkan ke dalam misi, visi, dan
seterusnya. Misi dari praktek farmasi adalah menyediakan obat dan alat-alat
kesehatan lain dan memberikan pelayanan yang membantu orang atau masyarakat
untuk menggunakan obat maupun alat kesehatan dengan cara yang benar.
Pernyataan yang diberi judul peranan farmasis (Apoteker) menuju
Indonesia sehat 2010 telah disebarluaskan di internet. Pernyataan sebanyak 4
lembar tersebut telah diperinci secara jelas, satu persatu perhatian utama atau
fokus tiap-tiap apoteker di manapun dia bertugas. Apoteker Pengelola Apotek
pada poin f, secara tertulis diharapkan: melakukan kerjasama yang baik dengan
apotek sekitarnya dalam rangka meningkatkan pelayanan pada pasien (Daris,
2004).
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Kode etik apoteker / farmasis Indonesia berdasarkan keputusan kongres
nasional XVII ISFI nomor: 007/KONGRES XVII/ISFI/2005 pada tanggal 18 Juni
2005. Pada bab I pasal 5 mengingatkan kepada setiap apoteker / farmasis harus
menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata. Pada bab III pasal 12
telah menganjurkan setiap apoteker / farmasis harus mempergunakan setiap waktu
yang ada untuk meningkatkan kerjasama. (Anonim, 2005a)
Apotek jaringan muncul sebagai suatu sistem kerjasama antar apotek yang
mulai populer dewasa ini. Beberapa apotek jaringan di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) berdasarkan rekomendasi ISFI-DIY adalah K-24, JAPISFI,
KIMIA FARMA, dan WIPA. Nama-nama jaringan tersebut merupakan contoh
dari sekian banyak jaringan yang ada.
Dari beberapa latar belakang yang telah disebutkan di atas; muncullah
beberapa permasalahan yang dirasa menarik untuk diteliti dan ditelusuri lebih
dalam oleh peneliti.
1. Permasalahan
Pada penelitian ini timbul beberapa masalah yang akan diteliti; msalah-masalah
tersebut antara lain:
a. apakah para Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Propinsi DIY mengetahui
bahwa apotek yang mereka kelola tergabung pada suatu jaringan?
b. apakah definisi dari apotek jaringan menurut para APA?
c. apakah diperlukan suatu peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur
apotek jaringan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
d. apakah ada peraturan atau persyaratan utama tertentu yang perlu dipenuhi
untuk dapat bergabung dalam jaringan tersebut?
e. apakah ada sanksi yang diberlakukan pada anggota jaringan tersebut?
f. apakah yang membuat para APA tertarik untuk bergabung atau bekerja pada
suatu apotek jaringan?
g. apakah dengan adanya apotek jaringan maka dapat meningkatkan pelayanan
kefarmasian?
h. apakah dalam satu jaringan pernah dilakukan suatu kerjasama dalam berbagai
hal?
i. apakah bentuk kerjasama dalam satu jaringan yang dapat meningkatkan
pelayanan kefarmasian?
j. apakah ada kelebihan yang terdapat dalam jaringan tersebut?
k. apakah ada kekurangan yang terdapat dalam jaringan tersebut?
l. apakah jaringan tersebut sudah cukup ideal bagi para APA di Propinsi DIY
yang tergabung di apotek jaringan?
m. bentuk apotek jaringan seperti apakah yang paling ideal atau yang diharapkan
oleh para APA di propinsi DIY yang tergabung di apotek jaringan?
Perkembangan apotek yang semula berdiri sendiri lalu menjadi satu
dibawah suatu jaringan atau sengaja berkumpul beberapa apotek untuk
membentuk jaringan ini apakah juga diikuti dengan meningkatnya pelayanan
kefarmasian pada pasien? apakah jaringan-jaringan ini tetap mengutamakan
pelayanan kefarmasian yang mengacu ke pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang serupa atau sama dengan judul penelitian yang telah
dibabarkan belum pernah dilakukan sebelumnya, begitu juga penelitian dengan
topik penelitian yang sama juga belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan
demikian penyusun dapat memberikan jaminan kepada siapapun untuk keaslian
penelitian ini.
3. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan oleh peneliti adalah:
a. mengetahui kelebihan dan kekurangan dari tiap-tiap apotek jaringan yang ada
di DIY,
b. mengetahui bentuk apotek jaringan yang paling ideal atau yang paling
diharapkan oleh para APA, dan
c. dapat dikembangkan apotek jaringan untuk meningkatkan pelayanan terhadap
masyarakat bukan hanya sebagai konsumen semata tetapi juga sebagai pasien.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kerjasama
apotek-apotek yang berada dalam satu jaringan dengan peningkatan pelayanan
kefarmasian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui apabila Apoteker yang apoteknya tergabung dalam suatu
jaringan di Propinsi DIY tergabung dalam suatu apotek jaringan.
b. Mengetahui definisi dari apotek jaringan menurut para APA.
c. Mengetahui perlu tidaknya suatu peraturan tersendiri dalam hukum untuk
mengatur apotek jaringan.
d. Mengetahui peraturan atau persyaratan utama tertentu yang perlu dipenuhi
untuk dapat bergabung dalam jaringan tersebut.
e. Mengetahui sanksi-sanksi yang diberlakukan pada jaringan tersebut.
f. Mengetahui yang membuat para APA tertarik untuk bergabung atau
bekerja pada suatu apotek jaringan.
g. Mengetahui ada tidaknya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan
adanya apotek jaringan.
h. Mengetahui pernah atau tidak pernahnya apotek-apotek dalam satu
jaringan melakukan kerjasama.
i. Mengetahui bentuk kerjasama dalam satu jaringan yang dapat
meningkatkan pelayanan kefarmasian.
j. Mengetahui kelebihan yang terdapat dalam jaringan tersebut.
k. Mengetahui kekurangan yang terdapat dalam jaringan tersebut.
l. Mengetahui jaringan tersebut sudah cukup ideal atau tidak bagi para APA
di propinsi DIY yang tergabung di apotek jaringan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
m. Mengetahui bentuk apotek jaringan yang paling ideal atau yang paling
diharapkan oleh para APA di propinsi DIY yang tergabung di apotek
jaringan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apotek
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/
2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek; apotek adalah tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Anonim, 2004a).
Menurut Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No.26 tahun 1965 tentang apotek disebutkan dalam pasal 1
bahwa apotek merupakan suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Selanjutnya dalam pasal 2
disebutkan bahwa tugas dan fungsi apotek adalah:
1. tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan;
2. sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat;
3. sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Anonim, 1992),
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
dengan demikian jelaslah bahwa apotek bukan sekedar tempat penjualan obat atau
tempat untuk menebus obat yang telah diresepkan oleh dokter, tapi juga
merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan
farmasi dan atau alat kesehatan termasuk penyerahan obat keras tanpa resep
dokter oleh apoteker.
B. Apoteker
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/
2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek; apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker (Anonim, 2004a). Apoteker
Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek
(SIA). Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping
Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu
pada hari buka apotek. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan
Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak
berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki surat
izin kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain
(Anonim, 2002). Asisten apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian
sebagai asisten apoteker. Asisten apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di
apotek di bawah pengawasan Apoteker (Anonim, 1990).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
C. Apoteker Sebagai Profesi
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan
kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi
kebutuhan yang rumit dari manusia, didalamnya pemakaian dengan cara yang
benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan
dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup
sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya
disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang
menyandang profesi tersebut (Basuki,2001).
Sebagai pekerjaan profesi terdapat hubungan khusus diantara sesama
pelaku profesi yang diatur melalui praktek organisasi profesi serta mempunyai
kode etik dan etika profesi, peraturan perundang-undangan, serta mengucapkan
sumpah. Kode etik adalah aturan yang disusun oleh suatu kelompok profesi bagi
kelompok itu sendiri sebagai pedoman perilaku dan panduan dalam bertindak
sehingga terhindar dari perbuatan tercela dan merugikan kelompok profesi
tersebut. Etika profesi yaitu suatu aturan yang mengatur suatu pekerjaan itu boleh
atau tidak dilakukan oleh pelaku profesi sewaktu menjalankan praktek profesinya.
International Pharmaceutical Federation mengidentifikasikan profesi
sebagai suatu kemauan individu apoteker untuk melakukan praktek kefarmasian
sesuai syarat untuk melakukan praktek kefarmasian sesuai syarat legal minimum
yang berlaku serta mematuhi standar profesi dan etika kefarmasian.
Profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi
3. memberikan pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang
keprofesiannya.
4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom
5. memiliki dan memberlakukan kode etik keprofesian
6. memiliki motivasi altruisik (tidak mementingkan diri sendiri,
mendahulukan kepentingan orang lain) dalam memberikan pelayanan
7. proses pembelajaran seumur hidup
8. mendapatkan jasa profesi (Anonim, 2004b)
Goode (1960) dalam buku Sociology For Pharmacists An Introduction
yang ditulis oleh Harding, dkk (1993) merangkumkan ciri-ciri profesi dalam trait
theory.
1. Profesi dapat menentukan standar pendidikan dan pelatihannya sendiri.
2. Calon profesi menjalani masa pendidikan yang intensif dan
membutuhkan proses sosialisasi.
3. Pekerjaan keprofesian dikenal secara legal dengan adanya lisensi.
4. Anggota organisasi profesi harus memiliki lisensi dan mendapat
pengakuan dari masyarakat.
5. Sebagian besar hukum yang mengatur profesi dibuat sendiri oleh
organisasi profesi yang bersangkutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
6. Profesi dapat mengalami peningkatan pendapatan, kekuatan dan status,
dan juga dapat meningkatkan permintaan terhadap pelajar yang
memiliki kecakapan atau kemampuan yang tinggi.
7. Profesi biasanya relatif bebas dari evaluasi masyarakat.
8. Norma yang mengatur profesi dalam menjalankan pekerjaannya
biasanya lebih mengikat daripada hukum yang berlaku.
9. Anggota profesi memiliki rasa pengertian yang kuat antar individu dan
pekerjaannya dalam satu kelompok profesi.
10. Profesi memiliki kesamaan dengan pekerjaan yang seumur hidup.
Apoteker dapat digolongkan sebagai suatu profesi karena menunjukkan
beberapa ciri khusus seperti yang digambarkan dalam ciri-ciri profesi.
1. Monopoli pekerjaan (Monopoly of Practice).
Monopoli pekerjaan yang dilakukan profesi dijamin dan dilindungi oleh
negara. Dengan kata lain, seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan sebagai
profesi tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan keprofesian. Sejak
1954, apoteker telah mempunyai monopoli ini dengan sedikit pengecualian,
misalnya berinteraksi dengan dokter, legitimasi negara tentang monopoli
selama peracikan dan pembuatan obat. Dewasa ini, apoteker telah memiliki
monopoli hingga penyebaran obat.
2. Memiliki pengetahuan khusus dan pelatihan dalam jangka waktu yang
lama (Specialised knowledge and lengthy training).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Untuk diterima menjadi profesi, seseorang harus menjalani pendidikan
intensif. Masa pendidikan tersebut bervariasi dengan spesialisasi tinggi.
Sedangakan untuk menjadi lulusan farmasi membutuhkan masa pendidikan
tiga sampai empat tahun yang diikuti dengan satu tahun pendidikan profesi.
Pada saat menempuh masa pendidikan, apoteker akan dibekali dengan
pengetahuan dan kemampuan khusus yang disesuaikan dengan tugasnya
dalam mempersiapkan dan menerapkan penggunaan obat secara klinis.
3. Berorientasi pada pelayanan (Service Orientations).
Pernyataan ini menandakan bahwa profesi harus bekerja sebaik-baiknya untuk
memenuhi keinginan client. Profesi tidak diperbolehkan untuk memaksa client
dengan maksud untuk memenuhi kebutuhannya pribadi. Apoteker
dipersiapkan untuk melakukan pelayanan kefarmasian termasuk di dalamnya
menyediakan obat-obatan dan perlengkapannya, membantu terapi pada
penyakit ringan, dan memberikan informasi tentang kesehatan.
4. Pengaturan diri (Self-regulation).
Dewasa ini untuk mengatur pekerjaan, suatu profesi memantau atau
mengawasinya sendiri. Organisasi profesi diperbolehkan untuk mengatur
sistem pendidikan, memutuskan seseorang yang memenuhi persyaratan untuk
menjadi anggota profesi dan memperkirakan seseorang yang berkompeten
dalam menjalankan pekerjaannya
(Harding,1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
D. Kode Etik
Isi kode etik apoteker/farmasis Indonesia berdasarkan keputusan kongres
nasional XVII ISFI nomor : 007/KONGRES XVII/ISFI/2005 pada tanggal 18
Juni 2005.
KODE ETIK APOTEKER / FARMASIS INDONESIA
MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker/Farmasis di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa Apoteker/Farmasis di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker/Farmasis. Menyadari akan hal tersebut Apoteker/Farmasis di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu:
KODE ETIK APOTEKER / FARMASIS INDONESIA
BAB I KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1 Sumpah/Janji
Setiap Apoteker/Farmasis harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker/Farmasis
Pasal 2 Setiap Apoteker/Farmasis harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia
Pasal 3 Setiap Apoteker/Farmasis harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker/Farmasis Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya
Pasal 4 Setiap Apoteker/Farmasis harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya
Pasal 5 Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertantangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Pasal 6 Seorang Apoteker/Farmasis harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain
Pasal 7 Seorang Apoteker/Farmasis harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya
Pasal 8 Seorang Apoteker/Farmasis harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perunddang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
BAB II KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA
Pasal 9 Seorang Apoteker/Farmasis dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT Pasal 10
Setiap Apoteker/Farmasis harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan
Pasal 11 Sesama Apoteker/Farmasis harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik
Pasal 12 Setiap Apoteker/Farmasis harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker/Farmasis di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
BAB IV KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN
LAINNYA Pasal 13
Setiap Apoteker/Farmasis harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Pasal 14 Setiap Apoteker/Farmasis hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya (Anonim, 2005a).
BAB V PENUTUP
Pasal 15 Setiap Apoteker/Farmasis bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik Apoteker/Farmasis Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker/Farmasis baik dengan sengaja maupun tidak sengaja melanggar atau tidak mematuhi kode etik Apoteker/Farmasis Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
E. Pelayanan Kefarmasian Menurut Peraturan Perundang-undangan
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek,
bab III pelayanan, disebutkan 3 hal yang harus dilakukan dalam pelayanan di
Apotek:
1. Pelayanan resep. 1.1. Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1.1.1. persyaratan administratif:
a. Nama, SIP dan alamat dokter. b. Tanggal penulisan resep. c. Tanda tangan /paraf dokter penulis resep. d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. e. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta. f. Cara pemakaian yang jelas. g. Informasi lainnya.
1.1.2. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
1.1.3. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan dengan dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
1.2. Penyiapan obat.
1.2.1. Peracikan. Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
1.2.2. Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca. 1.2.3. Kemasan obat yang diserahkan.
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
1.2.4. Penyerahan obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
1.2.5. Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
1.2.6. Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya,sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau pengguna salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, astma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
1.2.7. Monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, astma, dan penyakit kronis lainnya.
2. Promosi dan Edukasi.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
3. Pelayanan residensial (Home Care).
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
(Anonim, 2004a)
F. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek,
disebutkan pada bab I pendahuluan, bahwa pelayanan kefarmasian pada saat ini
telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan
kefarmasian (pharmacutical care). Pelayanan kefarmasian yang semula hanya
berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (product
oriented menjadi patient oriented).
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu
apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar yang ada untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
menghindari terjadinya hal tersebut. Apoteker harus mampu berkomunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional (Anonim, 2004a).
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek,
medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat
selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah
(Anonim, 2004a). Menurut World Health Organization (WHO) dan Council Of
Europe Patient and Medication Safety, medication error adalah semua kegiatan
yang dapat dicegah yang mungkin dapat menyebabkan atau menuju ke
penggunaan medis yang tidak pantas atau penderitaan pasien yang didapatkan
selama medikasi di bawah pengawasan profesional kesehatan; medication error
juga bisa dikarenakan oleh profesional kesehatan; produk kesehatan; prosedur
kerja; sistem-sistem yang tidak jelas, termasuk peresepan; komunikasi; label
produk, kemasan produk, nama produk; peracikan obat; distribusi; jalur
pemejanan; pendidikan; pengawasan; dan penggunaan (Anonim, 2005b)
Standar pelayanan kefarmasian di apotek disusun sebagai pedoman
praktek apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat dari
pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi dalam menjalankan
praktek kefarmasian (Anonim, 2004a).
Pengelolaan Apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
244/MENKES/SK/V/1990 (pasal 10) meliputi:
a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.
Pelayanan informasi yang dimaksud meliputi: informasi tentang obat dan
perbekalan farmasi lainnya yang diberikan serta pengamatan dan pelaporan
informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan
perbekalan farmasi lainnya (Anonim, 1990).
G. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia
Ruang lingkup pelayanan kefarmasian meliputi lingkup kegiatan,
tanggung jawab, kewenangan, dan hak. Seluruh ruang lingkup pelayanan
kefarmasian harus dilaksanakan dalam kerangka sistem pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada masyarakat. Berikut disebutkan Standard Operating Procedurs
farmasis di apotek:
1. Kompetensi A: asuhan kefarmasian a) Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Tujuan: 1) menjamin bahwa seluruh proses terapi obat pasien yang diberikan
merupakan terapi yang tepat, efektif, aman dan nyaman bagi pasien. 2) mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat mengganggu tujuan
terapi. 3) mencegah timbulnya masalah-masalah dalam terapi obat yang akan
menurunkan kualitas hidup penderita di masa mendatang. 4) memecahkan masalah obat yang aktual maupun potensial. 5) mencapai tujuan terapi sesuai kondisi medis penderita dan sesuai
keinginan penderita. 6) menjamin bahwa kemajuan terapi obat penderita mengarah ke tujuan
terapi. 7) mengatasi masalah baru yang timbul dalam terapi obat dan mencegah
timbulnya masalah lain di masa yang akan datang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
b) Memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri
Tujuan: 1) masyarakat mampu membuat keputusan dalam mengobati gejala
penyakit yang ringan secara aman dan efektif. 2) tingginya kewaspadaan masyarakat terhadap faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam pengobatan mandiri. 3) masyarakat mampu mencegah, mengantisipasi dan mengambil
tindakan jika terjadi masalah dalam pengobatan mandiri. 4) meningkatkan efisiensi biaya kesehatan masyarakat.
c) Memberikan pelayanan informasi obat
Tujuan: 1) tersedianya informasi obat yang memadai, terpercaya, relevan,
jelas, pada saat diperlukan. 2) tersedianya sarana pelayanan informasi obat. 3) terpenuhinya kebutuhan penderita dan profesi kesehatan lain akan
informasi obat. 4) peningkatan status kesehatan masyarakat dalam hubungannya
dengan penggunaan obat dan perbekalan kesehatan lain.
d) Memberikan konsultasi obat Tujuan:
1) meningkatkan kepatuhan penderita terhadap regimen pengobatan. 2) mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan
dengan terapi obat.
e) Melakukan monitoring efek samping obat Tujuan:
1) tersedianya informasi efek samping akibat penggunaan obat. 2) mencegah, meminimalkan dan mengatasi timbulnya efek samping
obat.
f) Melakukan evaluasi penggunaan obat Tujuan:
1) menjamin bahwa terapi obat sesuai dengan standar terapi baik lokal, regional, nasional maupun internasional.
2) membuat pedoman/kriteria penggunaan obat yang tepat. 3) meningkatkan tanggung jawab/akuntabilitas farmasis dalam proses
penggunaan obat. 4) mengontrol biaya obat. 5) identifikasi masalah penggunaan obat yang spesifik.
2. Kompetensi B: akuntabilitas praktek farmasi
a) Menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Tujuan: tercapainya pengobatan yang rasional dari aspek farmasi berdasarkan bukti ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mendukung meningkatnya kualitas pelayanan.
b) Merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku. Tujuan: tercapainya standar kerja yang bersifat dinamis yang mendukung profesionalisme farmasis.
c) Bertanggungjawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil. Tujuan: terciptanya praktek kefarmasian yang dapat dipertanggungjawab-kan secara moral, etik, ilmiah dan profesional.
d) Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat. Tujuan: terhindarnya lingkungan dan umat manusia dari dampak buruk obat.
e) Melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus-menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan “stakeholder”. Tujuan: terpenuhinya mutu terbaik pelayanan dan untuk memenuhi kepuasan stakeholder.
3. Kompetensi C: manajemen praktis farmasi
a) Merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi dibidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Tujuan: 1) praktek kefarmasian yang dilakukan memiliki kekuatan hukum. 2) terlindunginya profesi farmasi apabila terjadi tuntutan hukum. 3) terciptanya bentuk praktek kefarmasian yang berpihak kepada pasien
dan masyarakat.
b) Merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran kompetensi diatas adalah dengan mendefinisikan falsafah asuhan kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkannya ke dalam rencana kerja (Plan of Action). Tujuan: 1) tercapainya tujuan praktek kerfarmasian berdasarkan falsafah asuhan
kefarmasian yaitu meningkatkan dan menjaga kualitas hidup pasien melalui hasil pelayanan asuhan kefarmasian di apotek yang positif.
2) terbentuknya pola pikir farmasi yang stratejik dan mampu mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
3) terselenggaranya praktek kefarmasian yang berbasis stratejik.
c) Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran dari kompetensi diatas adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan sistem jaminan mutu pelayanan. Tujuan: 1) tersusunnya daftar obat berdasarkan analisis farmakologi, farmako-
epidemiologi dan farmakoekonomi sehingga dapat menjamin kualitas, ketersediaan, keamanan, dan efektifitas penggunaan obat.
2) terciptanya sistem pengadaan yang efisien sehingga dapat menjamin ketersediaan obat yang tepat, dalam jumlah cukup, dengan harga wajar, dan dengan standar kualitas yang telah dikenal dari sumber resmi dan dapat dipertanggungjawabkan.
3) terciptanya sistem penyimpanan dan pengamanan persediaan yang menjamin perpindahan obat dari sumber pemasok sampai ke pengguna dengan proses yang cost-effectiveness dan terpercaya, terhindar dari pemborosan, kerusakan, dan kehilangan, serta menjamin stabilitas / kualitas obat.
4) terciptanya sistem dispensing yang menjamin efektifitas penggunaan obat, dalam dosis dan jumlah yang sesuai dengan yang diresepkan, dengan intruksi yang jelas dan dalam bentuk kemasan yang menjaga potensi obat.
5) tersedianya data yang dapat menggambarkan pola penggunaan obat, memecahkan masalah-masalah penggunaan obat yang spesifik, dan memonitor penggunaan obat dari waktu ke waktu.
6) Terbentuknya sistem informasi yang menjamin bahwa setiap aktifitas kegiatan pengelolaan obat dilakukan secara bertanggung jawab dan menghasilkan keluaran sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan.
d) Merancang organisasi kerja yang meliputi: arah dan kerangka organisasi,
sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen. Tujuan: 1) terciptanya gambaran yang jelas mengenai falsafah, visi, misi, isu-isu
pengembangan, tujuan, kebijakan, program dan sasaran organisasi, serta penganggaran dan cara evaluasi kegiatan organisasi tempat dilaksanakannya praktek kefarmasian.
2) terbentuknya sistem pengelolaan sumber daya manusia yang efektif yang mendukung tujuan akhir organisasi.
3) tersedianya fasilitas yang memperlancar proses kegiatan dan mendukung jalannya organisasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
4) terciptanya sistem akuntasi manajemen yang baik serta dapat digunakan dalam pengambilan keputusan manajemen dan menilai kinerja keuangan organisasi.
5) terbentuknya sistem informasi manajemen yang handal dan bisa dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan, penilaian kenerja organisasi, dan mampu mendeteksi permasalahan yang terjadi.
e) Merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga
berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian. Tujuan: terciptanya struktur harga yang rasional dengan mempertimbang-kan perubahan sosial, ekonomi dan politik baik regional, nasional maupun internasional meliputi kemampuan bayar untuk kepuasan konsumen, kemajuan institusi pemberi pelayanan, penghargaan terhadap profesi, pengembalian investasi dan prinsip-prinsip efisiensi dan aspek-aspek lain.
f) Memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah pada kepuasan konsumen. Tujuan: digunakannya hasil evaluasi sebagai gambaran situasi untuk alat perumusan strategi dan pengambilan keputusan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan secara berkesinambungan.
4. Kompetensi D: komunikasi farmasi a) Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan
keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Tujuan: 1) tercipta komunikasi yang efektif dan etis dengan pasien dan atau
dengan keluarganya sehingga tujuan terapi dapat tercapai. 2) terhindar dari kesalahpahaman komunikasi yang berakibat pada tidak
tercapainya tujuan terapi dan ketidakpuasan konsumen serta turunnya citra profesi.
b) Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga
kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat. Tujuan: 1) meningkatnya kualitas keputusan farmakoterapi yang tercermin dalam
pola penulisan resep yang rasional dan evaluasi efektifitas pengobatan. 2) meningkatnya kemampuan perawat dalam memberikan obat kepada
pasien secara tepat. 3) terciptanya profil farmasis yang profesional sebagai bagian dari tenaga
kesehatan yang ahli dalam bidang obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
c) Memantapkan hubungan dengan semua tingkat atau lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian. Tujuan: 1) terciptanya hubungan yang harmonis dengan semua tingkat
manajemen dalam kerangka pencapaian visi dan misi bersama atau institusi.
2) tercapainya persepsi yang sama tentang visi, misi, tujuan asuhan kefarmasian dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan.
d) Memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling
menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi. Tujuan: tercipta suasana harmonis dalam hubungan kolegial antar farmasis sehingga terhindar dari pebuatan tercela dan tercapai kepuasan stakeholder secara optimal.
5. Kompetensi E: pendidikan dan pelatihan farmasi
a) Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian Tujuan: tertanamnya rasa tanggung jawab dan kesadaran pada setiap diri farmasis untuk ikut mengembangkan pendidikan dan pelatihan bagi farmasis generasi mendatang.
b) Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekerja, dan juru resep dalam rangka peningkatan efiseinsi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan. Tujuan: meningkatnya kualitas sumber daya insan farmasi yang berkelanjutan dalam kerangka peningkatan kualitas pelayanan farmasi.
c) Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian. Tujuan: terciptanya farmasis yang berpikir kritis dan memiliki aksesibilitas tinggi terhadap perubahan di pelayanan kesehatan pada umumnya dan praktek kefarmasian pada khususnya, serta terhadap temuan-temuan baru di bidang pelayanan kesehatan termasuk praktek kefarmasian.
d) Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang
kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat. Tujuan: 1) terbentuknya pasien dan masyarakat yang terdidik perihal kesehatan
secara umum, dan khususnya terlatih dalam hal pengelolaan pengobatan untuk diri sendiri atau keluarganya.
2) terciptanya kerjasama yang kolegial dengan profesi kesehatan lain dalam berbagi informasi bidang kesehatan umum dan obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
6. Kompetensi F: penelitian dan pengembangan farmasi a) Melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan
mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lainnya. Tujuan: 1) tumbuhnya semangat, kreativitas dan inovasi untuk melakukan
penelitian dan pengembangan sebagai upaya pengembangan dan perbaikan praktek kefarmasian.
2) terciptanya dan terlaksananya suatu sistem penelitian dan pengembangan obat yang sesuai dengan standar yang telah dikenal serta dapat dipresentasikan dan dipublikasikan secara ilmiah.
b) Menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian. Tujuan: terciptanya budaya untuk selalu menggunakan data dan hasil penelitian dan pengembangan dalam pengambilan keputusan serta pengembangan dan peningkatan praktek kefarmasian.
(Anonim, 2004b)
H. Kesalahan Pelayanan
Menurut Elu (2005) kesalahan dari pelayanan kesehatan yang ada di
Indonesia hampir serupa dengan yang melanda Amerika Serikat. Perkembangan
terakhir tentang persaingan pelayanan kesehatan yang tidak terkendali di Amerika
Serikat dikemukakan oleh Michael Porter dan Elizabeth Olmsted Teisberg dalam
Redefining Competition in Helath Care (Harvard Business Review, Juni 2004),
dalam artikel tersebut disebutkan ada 8 kesalahan kompetisi pelayanan kesehatan,
yaitu:
1. level persaingan;
2. sasaran;
3. bentuk persaingan;
4. wilayah pemasaran;
5. strategi dan struktur;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
6. informasi;
7. pemilik sarana; dan
8. motivasi karyawan.
Sistem pelayanan kesehatan yang berbasis nilai akan berkembang atau
menyusut, tergantung dari sumber daya manusianya dalam menjalankan fungsi
profesionalnya. Sumber daya manusia yang dimaksudkan, tidak lain adalah
farmasis atau apoteker. Peran farmasis yang digariskan oleh WHO yang dikenal
dengan istilah “seven stars pharmacist” meliputi:
1. care-giver. Farmasis sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan
klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam
memberikan pelayanan, farmasis harus berinteraksi dengan pasien secara
individu maupun kelompok, farmasis harus mengintegrasikan pelayanannya
pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan
farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
2. decision-maker. Farmasis mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan, ke-
efikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan
sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan,
prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut
kemampuan dan ketrampilan farmasis perlu diukur untuk kemudian hasilnya
dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan.
3. comunicator. Farmasis mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan
dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
tersebut meliputi komunikasi verbal, nonverbal, mendengar dan kemampuan
menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan.
4. leader. Farmasis diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan
yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan
mengelola hasil keputusan.
5. manager. Farmasis harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia,
fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin
orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi farmasis mendatang harus
tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi
informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
6. life-long leaner. Farmasis harus senang belajar sejak dari kuliah dan semangat
belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa
keahlian dan ketrampilannya selalu baru (up-date) dalam melakukan praktek
profesi. Farmasis juga harus mempelajari cara belajar yang efektif.
7. teacher. Farmasis mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih
famasis generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagi ilmu
pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh
pengalaman dan peningkatan ketrampilan.
(Anonim,2004b)
Hamel dan Prahalad (1998) mengemukakan bahwa kompetisi inti memiliki tiga
kriteria untuk dapat berkembang, yaitu:
1. memberikan keuntungan riil bagi konsumen,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2. sulit untuk ditiru, dan
3. dapat mengakses berbagai tekanan pasar.
Pelayanan yang berbasis sistem nilai berpandangan bahwa kepuasan bagi
konsumen berasal dari:
1. informasi yang diperoleh, bukan siasat penjualan,
2. hubungan antar subjek, bukan hanya transaksi, dan
3. kualitas, bukan banyaknya pilihan yang ditawarkan.
(Knox & Makalan, 1998)
Elu (2005) mengemukakan bahwa pandangan konsumen masih dianggap
sebagai pembeli produk jasa dan bukan sebagai salah satu penentu pasar sekaligus
investor keuangan bagi perusahaan adalah suatu kesalahan terbesar dalam
pelayanan kesehatan. Begitu juga dengan hilangnya kendali pemerintah terhadap
kebijakan obat nasional (Konas) yang memuat syarat-syarat registrasi dan
pengawasan harga, sehingga harga eceran tertinggi obat untuk tiap-tiap daerah
atau bahkan tiap-tiap apotek sangat bervariatif dan dapat mempengaruhi
pelayanan kesehatan.
I. Keterangan Empiris
Penelitian yang dilakukan pada dasarnya ingin mengetahui bentuk apotek
jaringan yang dirasa paling ideal dan dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian
oleh para APA yang tergabung dalam suatu apotek jaringan dan berada di propinsi
DIY.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian dengan judul “Kerjasama Apotek Di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Menurut Persepsi Apoteker Pengelola Apotek Yang Tergabung
Dalam Apotek Jaringan Dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Kefarmasian” ini
termasuk jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif
non-analitik. Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan
dengan sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti. Arti luas observasi
sebenarnya tidak terbatas pada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pengamatan tidak langsung misalnya melalui kuisioner
dan test (Hadi,2004). Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang berusaha
untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data,
jadi penelitian ini juga menyajikan data yang ada dilapangan. Penelitian survei
biasanya termasuk dalam penelitian ini. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
pemecahan masalah secara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-
sifat populasi (Narbuko, 2005). Penelitian dengan sifat non-analitik terbatas pada
usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana
adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta. Hasil penelitian
ditekankan pada penggambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari
obyek yang diselidiki (Nawawi, 1998).
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
B. Definisi Operasional Penelitian
1. Apotek yang dimaksud adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat di propinsi DIY yang masih aktif sampai saat ini dan
tergabung dalam suatu apotek jaringan.
2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) yaitu adalah apoteker yang telah diberi
Surat Izin Apotek (SIA) dan yang mengelola apotek-apotek di propinsi DIY
yang masih aktif sampai saat ini dan tergabung dalam suatu Apotek jaringan.
3. Apotek jaringan adalah gabungan apotek-apotek yang direkomendasikan oleh
ISFI-DIY dalam surat ISFI-DIY No:42/ISFI-DIY/B/IV/06 (Lampiran 1).
4. Pelayanan kefarmasian adalah suatu bentuk pelayanan dan tanggungjawab
langsung profesi apoteker kepada pasien di apotek untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien.
5. Pasien adalah semua masyarakat yang menggunakan jasa apoteker di apotek-
apotek di DIY.
C. Bahan Penelitian
Bahan pada penelitian ini adalah data-data yang terkumpul dari hasil
pengisian kuisioner yang dilakukan oleh seluruh APA di Propinsi DIY pada bulan
Maret-Juni 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
D. Alat Pengumpul Data
Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data berupa kuisioner yang
berisi tentang:
1. karakteristik responden
2. kerjasama apotek-apotek di Propinsi DIY menurut persepsi APA yang
tergabung dalam Apotek jaringan.
Pertanyaan tentang karakteristik responden berjumlah 4 pertanyaan. Pertanyaan
mengenai kerjasama apotek-apotek di Propinsi DIY menurut persepsi APA yang
tergabung dalam Apotek jaringan berjumlah 13 pertanyaan.
E. Tatacara Pengumpulan Data
1. Membuat angket atau kuisioner
Kuisioner adalah usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan
sejumlah pertanyaan tertulis, untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden
(Nawawi, 1998). Kuisioner pada penelitian ini termasuk kuisioner langsung dan
tipe isian-terbuka. Kuisioner langsung adalah kuisioner yang daftar pertanyaan
dikirmkan langsung kepada responden untuk mengisi sesuai pendapat tiap-tiap
responden. Kuisioner tipe isian-terbuka adalah kuisioner yang menyediakan
kesempatan bagi responden untuk menjawab pertanyaan sebebas-bebasnya, tanpa
disediakan pilihan-pilihan jawaban untuk tiap-tiap pertanyaan (Hadi, 2004).
a. Penyusunan kuisioner
Dalam membuat pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner penulis
dibantu oleh dosen pembimbing. Kuisioner yang dibuat berisi 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
pertanyaan yang akan diserahkan kepada APA yang tergabung dalam
suatu Apotek jaringan yang berada di Propinsi DIY untuk diisi.
b. Uji validitas isi
Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrument
pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2003b).
Pada prakteknya tidak tersedia kriteria obyektif untuk mengecek
validitas alat pengukur yang baru disusun untuk suatu riset. Dalam
keadaan ini peneliti dapat bekerja-sama dengan orang-orang yang
dipandang memiliki kompetensi untuk mengadakan penilaian terhadap
obyek atau gejala yang hendak diteliti dan menggunakannya sebagai
kriteria validasi (Hadi, 2004). Uji validitas isi dilakukan bersama dengan
dosen pembimbing dan diujikan kepada 5 APA yang berada di luar sampel
tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan responden dan bersedia
untuk mengisi kuisioner. Uji ini dilakukan dengan melihat kesesuaian isi
kuisioner dengan kawasan isi obyek yang diukur dengan berpedoman pada
undang-undang, peraturan pemerintah, standar kompetensi farmasis
Indonesia dan kode etik apoteker. Tujuan dilakukannya uji ini adalah
untuk melihat kesesuaian pertanyaan dengan tujuan yang akan dicapai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
c. Uji reliabilitas isi
Reliabilitas adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan
sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran
diulangi dua kali atau lebih (Masri, 1989). Suatu pertanyaan (alat ukur)
dikatakan tepat apabila pertanyaan tersebut mudah dimengerti dan
terperinci. Suatu alat ukur dikatakan homogen apabila pertanyaan yang
dibuat untuk mengukur suatu karakteristik mempunyai kaitan yang erat
satu sama lain (Adi, 2004).
Menurut Azwar (2003a), reliabilitas suatu kuisioner tidak perlu
diuji lagi karena pertanyaan dalam angket atau kuisioner berupa
pertanyaan langsung terarah pada informasi mengenai data yang hendak
diungkap. Data yang termaksud berupa fakta atau opini yang menyangkut
diri responden. Reliabilitas hasil angket terletak pada terpenuhinya asumsi
bahwa responden akan menjawab dengan jujur seperti apa adanya.
Uji reliabilitas angket atau kuisioner ini dilakukan dengan
mengadakan survei awal, yaitu dengan mengujikan kuisioner kepada 5
APA yang berada di luar sampel tetapi memiliki karakteristik yang sama
dengan responden dan bersedia untuk mengisi kuisioner.
2. Menentukan besarnya populasi
Walpole (1988) mendefinisikan populasi sebagai keseluruhan yang
menjadi perhatian. Banyaknya pengamatan atau anggota suatu populasi disebut
ukuran populasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari
manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau
peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu
dalam suatu penelitian (Nawawi, 1998). Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh APA yang mengelola apotek-apotek, di mana Apotek tersebut tergabung
dalam suatu Apotek Jaringan, berada di Propinsi DIY dan masih aktif sampai saat
ini serta bersedia melakukan wawancara.
Penentuan populasi selama penelitian dibantu oleh ISFI-DIY, di mana
ISFI-DIY memberikan rekomendasi kepada peneliti nama-nama jaringan beserta
APA-nya yang dapat bekerjasama dalam penelitian. Terdapat 4 jaringan yang
direkomendasikan, dan 35 APA yang terbagi ke dalam 4 jaringan tersebut. Dari
ke-35 APA yang direkomendasikan, hanya 25 APA yang bersedia mengisi
kuisioner. Penelitian ini tidak memakai sampel, melainkan memakai seluruh
populasi sebagai sampel penelitian.
3. Penyebaran angket atau kuisioner
Cara yang dilakukan untuk menyebarkan angket atau kuisioner adalah
secara langsung kepada APA yang merupakan responden dalam penelitian ini.
Peneliti menjelaskan terlebih dahulu kepada APA maksud dari angket atau
kuisioner dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalamnya. Peneliti juga
memberikan dua pilihan pengisian angket kepada APA.;
a. Mengisi kuisoner langsung di depan peneliti sambil wawancara, terdapat 3
APA yang memilih cara ini. Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih
bertatap muka mendengarkan dan atau mencatat secara langsung
informasi-informasi atau keterangan-keteranan yang diberikan.
Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini bersifat terpimpin, yang
berarti wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan dari daftar
pertanyaan kuisioner sebagai pedoman untuk memimpin jalannya
wawancara, selain itu wawancara dengan metode ini memungkinkan juga
bagi pihak yang ditanya untuk mempelajari daftar isi pertanyaan yang
diajukan terlebih dahulu sehingga waktu wawancara berlangsung proses
tanya-jawab dapat berjalan dengan lebih lancar (Narbuko,2005).
b. Meninggalkan kuisoner kepada APA dan menjelaskan kepadanya semua
pertanyaan dan memberikan batas waktu untuk mengisi kuisoner tersebut;
terdapat 22 APA yang memilih cara ini.
4. Pengumpulan kuisioner
Kuisioner sedapat mungkin dikumpulkan pada saat penyebaran
kuisioner sehingga diharapkan jumlah kuisioner yang dikumpulkan sama
dengan jumlah kuisioner yang dibagikan. Bila ada kemungkinan responden
tidak dapat mengisi kuisioner yang diberikan maka kuisioner ditinggal selama
beberapa hari kemudian diambil lagi pada hari yang sudah ditentukan. Waktu
penyebaran hingga pengumpulan kuisioner dilakukan pada bulan Maret-Juni
2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
5. Melakukan pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan cara melakukan pengelompokan
jawaban dan perhitungan jumlah dari masing-masing jawaban kuisioner yang
telah diisi oleh responden, kemudian dilakukan interpretasi data hasil
penelitian dengan melihat persentase jawaban responden.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif yaitu dengan
persentase. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Data responden yang didapatkan selama proses pengambilan data
meliputi: kesediaan Apoteker Pengelola Apotek (APA) rekomendasi ISFI-DIY
yang bersedia menjadi responden, jenis kelamin responden, pengalaman bekerja
sebagai apoteker sebelum bergabung dengan apotek jaringan, lama bekerja
sebagai APA di apotek jaringan.
1. Kesediaan APA rekomendasi ISFI-DIY untuk menjadi responden
Terdapat 4 jaringan yang direkomendasikan oleh ISFI-DIY; yaitu
JAPISFI, WIPA, Kimia Farma, dan K-24. Diketahui terdapat 35 APA yang
masing-masing tergabung dalam salah satu dari ke-4 jaringan diatas. Dari 35 APA
yang direkomendasikan ISFI-DIY hanya 25 APA yang bersedia menjadi
responden dan 10 APA menolak, hasilnya dapat dilihat pada gambar 1.
Kesediaan APA Rekomendasi ISFI-DIY Untuk Menjadi Responden
71%
29%
BersediaMenolak
Gambar 1. Kesediaan APA rekomendasi ISFI-DIY untuk menjadi responden
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Adapun alasan beberapa APA hasil rekomendasi ISFI DIY yang menolak
menjadi responden dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel I. Alasan APA rekomendasi ISFI-DIY menolak menjadi responden Alasan Presentase
1. Tidak aktif di jaringan 40 % 2. Belum ada ijin dari pengelola jaringan 20 % 3. APA sudah lebih dari 2 bulan tidak ke Apotek 20 % 4. Dalam proses mengundurkan diri dari jaringan tersebut 10 % 5. Hanya memakai nama jaringan 10 %
Data dari responden menunjukkan sebanyak 4 APA (40%) menyatakan
bahwa mereka sudah tidak aktif lagi di jaringan di mana apotek mereka tergabung,
sehingga mereka taku memberikan jawaban yang tidak benar mengenai jaringan
tersebut. Dua APA (20%) yang sudah 2 bulan tidak pernah hadir ke apotek, hal ini
diketahui peneliti setelah ditanyakan kepada orang yang diserahi untuk mengurus
Apotek tersebut. Dua APA (20%) lainnya menolak menjadi responden
dikarenakan belum ada ijin dari pengelola jaringan untuk menjadi responden
sampai batas tanggal ijin penelitian dari Bapeda DIY sehingga mereka menolak
utuk dijadikan responden. Satu APA (10%) menolak menjadi responden,
dikarenakan sedang dalam proses mengundurkan diri dari jaringan, maka dia
merasa bukan lagi bagian dari responden penelitian sehingga menolak mengisi
kuisioner. Satu APA yang menolak menjadi responden dikarenakan hanya nama
dan ciri apotek-nya saja yang sama dengan jaringan tersebut tetapi untuk
pengelolaan dan lainnya dikelola tersendiri atau sama sekali tidak berhubungan
dengan jaringan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2. Jenis kelamin responden
Dari penelitian terhadap 25 responden, diketahui bahwa sebanyak 44 %
(11 orang) APA yang bersedia menjadi responden berjenis kelamin laki-laki,
sementara sebnyak 56 % (14 orang) APA yang bersedia menjadi responden
berjenis kelamin perempuan.
Jenis Kelamin Responden
44%
56%
laki-lakiperempuan
Gambar 2. Jenis kelamin responden
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan jumlah APA yang
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan di apotek jaringan di DIY hampir
merata, bahkan condong lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Terdapat
dugaan karena jam kerja di apotek yang tidak begitu terikat dan peluang pekerjaan
yang lebih banyak dibandingkan dengan bidang industri dan bidang rumah sakit,
sehingga lebih banyak perempuan yang memilih untuk bekerja sebagai APA
daripada kerja di bidang industri dan bidang rumah sakit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
3. Pengalaman bekerja sebagai Apoteker sebelum bergabung dengan
Apotek Jaringan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui seluruh responden
mempunyai pengalaman bekerja sebagai apoteker. Sebanyak 72 % (18 APA)
mempunyai pengalaman sebagai apoteker lebih dari 4 tahun sebelum bergabung
atau menjadi APA di Apoteknya saat ini, 28 % (7 APA) mempunyai pengalaman
sebagai apoteker kurang dari 4 tahun. Dipilihnya 4 tahun sebagai patokan oleh
peneliti, karena disesuaikan dengan salah satu jaringan yang mensyaratkan
pengalaman bekerja sebagai apoteker minimal 4 tahun untuk dapat menjadi APA
salah satu apotek di jaringan tersebut.
Pengalaman bekerja sebagai Apoteker sebelum bergabung dengan Apotek Jaringan
28%
72%
< 4 tahun> 4 tahun
Gambar 3. Pengalaman bekerja sebagai apoteker sebelum bergabung
dengan apotek jaringan
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 72 % responden sudah
memiliki minimal pengalaman sebagai apoteker selama 4 tahun sebelum
responden menjadi APA di Apotek Jaringan tempat mereka bekerja saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
4. Lama bekerja sebagai APA di Apotek Jaringan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak (6 APA) responden sudah
bekerja lebih dari 6 tahun bekerja sebagai APA di apotek jaringan, sebanyak (12
APA) sudah bekerja antara 4-6 tahun sebagai sebagai APA di apotek jaringan dan
sebanyak (7 APA) sudah bekerja kurang dari 4 tahun sebagai APA di Apotek
Jaringan.
Lama Bekerja Sebagai APA di Apotek Jaringan
28%
48%
24%< 4 tahun4-6 tahun> 6 tahun
Gambar 4. Lama bekerja sebagai APA di Apotek Jaringan
Dari data tersebut dapat dilihat sebanyak 48 % responden sudah memiliki
pengalaman sebagai APA di apotek jaringan sebanyak 4-6 tahun, diduga kuat
bahwa Apotek Jjaringan di DIY sudah layak dan dapat memberikan bantuan
kepada para APA yang masih baru di bidang apotek jaringan dari pengalaman
mereka. Pada waktu yang akan datang diharapkan jaringan-jaringan yang ada di
DIY dapat berkembang seiring bertambahnya anggota dan terjadi pengurangan
terhadap apotek yang tutup, dikarenakan APA-nya tidak memiliki pengalaman
dan belum siap untuk menghadapai berbagai kendala di apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
B. Kerjasama Apotek di Propinsi DIY Menurut Persepsi APA Yang
Tergabung Dalam Apotek Jaringan
1. Apotek yang responden kelola tergabung dalam suatu Apotek Jaringan
Hasil 100 % menunjukkan seluruh responden menyadari sepenuhnya
bahwa apotek yang dikelola merupakan anggota jaringan. Berikut pada gambar 5,
diperlihatkan bentuk diagramnya:
Apotek Yang Responden Kelola Tergabung Dalam Suatu Apotek Jaringan
100%
0%
YaTidak
Gambar 5. Apotek yang responden kelola tergabung dalam suatu apotek
jaringan
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa seluruh responden sadar betul
bahwa apotek yang dikelolanya merupakan bagian dari suatu jaringan. Hal ini
juga menunjukkan bahwa tidak ada responden yang tidak sesuai dengan definisi
operasional penelitian, dimana pada definisi operasional penelitian disebutkan
bahwa APA yang menjadi responden mengelola apotek-apotek di propinsi DIY
dan masih aktif sampai saat ini serta tergabung ke dalam apotek jaringan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Pada gambar 6 di bawah ini ditunjukkan presentase kepemilikan apotek
jaringan di DIY. 64 % apotek jaringan yang ada di DIY dimiliki oleh APA,
sementara 36 % sisanya dimiliki oleh non-APA. Pada jaringan JAPISFI, semua
anggotanya yang bersedia menjadi responden merupakan pemilik sarana apotek
(PSA) sekaligus APA masing-masing apotek. Pada jaringan WIPA, memiliki PSA
yang sama untuk semua anggotanya yang bersedia menjadi responden, dimana
PSA-nya juga merupakan APA. Pada jaringan K-24 dan Kimia Farma, memiliki
PSA yang non – APA; jaringan K-24 yang ada di DIY dimiliki oleh seorang
dokter, sementara jaringan Kimia Farma merupakan milik negara.
Presentase Kepemilikan Apotek Jaringan di DIY
64%
36%
PSA = APA PSA = Non - APA
Gambar 6. Presentase kepemilikan apotek jaringan di DIY
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
2. Definisi dari Apotek Jaringan
Pada tabel II akan disajikan definisi dari apotek jaringan menurut para
responden. Dapat dilihat bahwa 36 % responden mendefinisikan apotek jaringan
sebagai apotek dimana segala sesuatunya terkoordinir dengan suatu sistem
kinerja, visi, misi, tujuan yang sama serta mempunyai suatu ciri khas yang
menunjukkan identitas jaringannya. 24 % responden mendefinisikannya sebagai:
salah satu bentuk bisnis apotek yang dikelola secara otonom dengan mekanisme
kerja tertentu yang terikat, kolektif untuk mencapai tujuan profesionalisme
apoteker, efisiensi apotek dan menambah keeratan hubungan antar apotek.
Tabel II. Definisi dari apotek jaringan Definisi Presentase
1. Apotek di mana segala sesuatunya terikat dengan suatu sistem kinerja, visi, misi, tujuan yang sama serta mempunyai suatu ciri khas yang menunjukkan identitas jaringannya.
36 %
2. Salah satu bentuk bisnis apotek yang dikelola secara otonom dengan mekanisme kerja tertentu yang terikat, kolektif untuk mencapai tujuan profesionalisme apoteker, efisiensi apotek dan menambah keeratan hubungan antar apotek.
24 %
3. Suatu bentuk kebijakan manajemen dalam mengelola beberapa apotek. 12 %
4. Apotek yang saling kerjasama satu sama lain. 12 % 5. Kumpulan beberapa apotek yang mempunyai sistem, dan tujuan
sama dimana pada pengelolaannya terdapat salah satu apotek yang dijadikan koordinator.
8 %
6. Suatu bentuk kerjasama antar apotek yang efektif dan saling menguntungkan.
8 %
Sebagian besar jawaban sudah mengacu ke standar kompetensi farmasis
Indonesia, kompetensi C: manajemen praktis farmasi poin (b) yang tertulis
merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien.
Penjabaran kompetensi di atas adalah dengan mendefinisikan falsafah asuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan,
program dan menerjemahkannya ke dalam rencana kerja (Plan of Action). Apotek
jaringan yang didefinisikan oleh sebagian besar responden sudah sesuai dengan
prinsip standar kompetensi farmasi Indonesia, dan apotek jaringan bukan bentuk
apotek baru melainkan merupakan suatu sistem kerjasama atau bisnis antar apotek
yang terorganisir menjadi satu kesatuan.
Masyarakat sebagai konsumen dan pasien dari apotek jaringan hendaknya
juga diberi pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang definisi dari apotek
jaringan. Pada jangka pendek perlu juga diperhatikan harapan dari masyarakat
terhadap adanya apotek jaringan, sehingga timbul suatu hubungan yang saling
menguntungkan dari apotek jaringan ke masyarakat.
3. Peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur Apotek Jaringan
Apotek jaringan sampai saat ini belum ada peraturan tersendiri dalam
hukum yang mengatur segala sesuatunya tentang apotek jaringan. Satu-satunya
peraturan khusus yang ada sampai saat ini hanya dapat diambil dari peraturan
tentang waralaba. Gambar 7 menunjukkan sebanyak 76 % responden menyatakan
tidak perlu adanya peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek
jaringan, sementara sisanya (24 % responden) menyatakan perlu adanya peraturan
tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan. Pada gambar 7 akan
dilihat pembagiannnya secara jelas, sementara untuk alasan-alasannya dapat
dilihat selengkapnya pada tabel III.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Peraturan Tersendiri Dalam Hukum Untuk Mengatur Apotek Jaringan
24%
76%
PerluTidak Perlu
Gambar 7. Peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek
jaringan
Tabel III. Alasan perlu dan tidak perlunya peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan
Jawaban Alasan Presentase1. Perlu batasan pasti yang membedakan antara
apotek jaringan dengan apotek biasa pada umumnya.
66,67 %
2. Untuk mengatasi masalah-masalah yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang dan memerlukan peraturan perundang-undangan sebagai acuan atau perlindungan
16,67 %
Perlu
3. Peraturan perundang-undangan tetap diperlukan sebagai acuan atau panduan untuk perkembangan selanjutnya
16,67 %
1. Apotek jaringan pada umumnya tidak jauh berbeda dengan apotek pada umumnya. 47,37 %
2. Peraturan perundang-undangan dan kode etik yang ada sudah banyak dan bagus, tidak perlu ditambah. 42,11 %
Tidak Perlu 3. Peraturan perundang-undangan yang ada dan kode
etik bila sudah dapat dilaksanakan dengan baik dan benar sudah cukup untuk memayungi dan melindungi apotek jaringan
10,53 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Mayoritas responden (76%) merasa tidak diperlukan peraturan tersendiri
dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan. Jawaban ini berhubungan atau
dapat dikatakan sesuai dengan definisi apotek jaringan dimana apotek jaringan
bukan merupakan bentuk apotek yang baru tetapi merupakan suatu sistem
kerjasama atau bisnis antar apotek yang terorganisir menjadi satu, sehingga
peraturan perundang-undangan tentang Apotek, kode etik farmasis, dan standar
kompetensi farmasis Indonesia yang ada sudah dirasa cukup oleh para responden
untuk diterapkan pada apotek jaringan, dan tidak diperlukan lagi suatu peraturan
tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan. Beberapa responden
yang merasa tidak memerlukan peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur
apotek jaringan juga mengemukakan bahwa peraturan perundang-undangan dan
kode etik yang ada sudah banyak dan bagus, tidak perlu ditambah..
4. Persyaratan utama untuk dapat bergabung dalam jaringan
Persyaratan-persyaratan untuk dapat bergabung dalam jaringan yang
disebutkan oleh responden pada tabel IV adalah persyaratan utama yang mutlak
dipenuhi oleh apotek-apotek yang ingin bergabung ke dalam salah satu dari
apotek jaringan-jaringan tersebut. Jumlah tiap-tiap persyaratan tidak sama, karena
disesuaikan dengan jumlah jawaban responden dari tiap-tiap jaringan.
Persyaratan-persyaratan tersebut dapat dilihat pada tabel IV, dan disajikan sesuai
dengan jaringannya masing-masing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Tabel IV. Persyaratan utama tiap-tiap jaringan Jaringan Persyaratan Utama
1. Lokasi apotek tersebut strategis atau masuk dalam rencana pengembangan wilayah Kimia Farma.
2.Standar kerja apoteker dan karyawan sesuai dengan standar kerja Kimia Farma atau lebih baik.
Kimia Farma 3. Bersedia diambil alih secara manajemen dan dikelola oleh
pihak Kimia Farma, serta memakai nama Kimia Farma untuk apoteknya.
1. Lokasi apotek tidak terlalu dekat dengan apotek-apotek anggota WIPA yang sudah ada.
WIPA 2. Bersedia mengantar obat yang diminta oleh apotek lain dalam satu jaringan dengan surat pesanan dan bersedia menuruti aturan lainnya dalam jaringan.
1. Membeli brand name dengan harga yang sudah disepakati untuk jangka waktu 5 tahun.
K-24 2. Mau bekerja keras dan wajib mengikuti pelatihan-pelatihan
yang diadakan oleh pihak pusat. 1. APA merupakan Pemilik Sarana Apotek (P.S.A.) atau paling
tidak memiliki hak untuk mengatur Apotek yang dijalankan secara penuh (minimal untuk mengatur tersedianya obat yang ada di apotek).
2. Mampu menjalankan praktek kefarmasian dengan benar.
JAPISFI
3. Bersedia bekerjasama untuk menjunjung martabat profesi.
Dapat dilihat 3 dari 4 jaringan memiliki orientasi untuk kepentingan bisnis
bila ada apotek yang hendak bergabung terhadap jaringan tersebut. Hal ini tidak
sesuai dengan tugas dan fungsi apotek yang tertera pada Peraturan Pemerintah
No.25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.26 tahun
1965; bahwa apotek bukan sekedar tempat penjualan obat atau tempat untuk
menebus obat yang telah diresepkan oleh dokter, tapi juga merupakan tempat
dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan atau alat
kesehatan termasuk penyerahan obat keras tanpa resep dokter oleh apoteker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
5. Sanksi-sanksi pada Apotek Jaringan
Responden jaringan Kimia Farma mengatakan bahwa pada jaringan
mereka terdapat 3 tahap sanksi; tahap pertama sanksi berupa peringatan atau
teguran (maksimal 3 kali), tahap kedua sanksi berupa admisnistratif atau skorsing,
dan tahap ketiga atau terakhir dimana merupakan sanksi terberat yaitu dipecat dari
Kimia Farma. Responden jaringan WIPA mengatakan bahwa mereka tidak
memiliki sanksi yang diberlakukan pada jaringan mereka, dikarenakan mereka
merasa hukum dan undang-undang yang sudah ada tentang apotek sudah cukup.
Responden jaringan K-24 mengatakan sanksi yang ada pada jaringan mereka
berupa pencabutan hak penggunaan segala sesuatu yang berkaitan dengan nama
PT. K-24. Responden jaringan JAPISFI mengatakan sanksi yang mereka
berlakukan ada 2 tahap; tahap pertama berupa peringatan atau teguran maksimal 3
kali, dan tahap kedua berupa dikeluarkan dari keanggotaan jaringan JAPISFI.
Bentuk-bentuk sanksi tiap jaringan tersebut dapat dilihat juga pada tabel V,
dibawah ini.
Tabel V. Sanksi tiap-tiap jaringan Nama Jaringan Sanksi
Kimia Farma
1. Peringatan atau teguran (maksimal 3 kali). 2. Administratif atau skorsing. 3. Dipecat.
WIPA Tidak ada
K-24 Pencabutan hak penggunaan segala sesuatu yang berkaitan dengan nama PT. K-24
JAPISFI 1. Peringatan atau teguran (maksimal 3 kali). 2. Dikeluarkan dari keanggotaan jaringan JAPISFI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
6. Alasan untuk bergabung atau bekerja pada suatu Apotek Jaringan
Berdasarkan pengamatan sebelum penelitian yang dilakukan peneliti
terlihat ada beberapa kegelisahan dan persepsi tentang Apotek Jaringan yang
muncul dari beberapa APA yang tidak tergabung dengan Apotek Jaringan dengan
adanya Apotek Jaringan. Kegelisahan tentang Apotek Jaringan juga sempat
dikatakan oleh beberapa mahasiswa profesi Apoteker, disamping kegelisahan-
kegelisahan tersebut terdapat beberapa alasan responden untuk bergabung atau
bekerja pada suatu apotek jaringan.
Tabel VI menunjukkan bahwa para responden pada umumnya (40 %)
bergabung dengan apotek jaringan untuk meningkatkan efisiensi, profesionalisme,
posisi tawar-menawar (bargaining power), dan rasa sepenanggungan antar sesama
profesi.
Tabel VI. Alasan bergabung atau bekerja pada suatu apotek jaringan Alasan Presentase
1. Untuk meningkatkan efisiensi, profesionalisme, posisi tawar-menawar, dan rasa sepenanggungan. 40%
2. Minim pengalaman dan pengetahuan di bidang apotek. 24% 3. Dimiliki oleh pemerintah. 16% 4. Tidak memerlukan modal dan pemikiran terlalu banyak untuk
membuka apotek. 12%
5. Untuk meningkatkan citra profesi apoteker yang tidak bisa dilakukan sendirian.
8%
Alasan-alasan tersebut sesuai pada buku standar kompetensi farmasis
Indonesia, kompetensi D: komunikasi farmasi poin (d) yang tertulis memantapkan
hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui
kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi. Secara tidak langsung apotek
jaringan membuat komunikasi dan hubungan sesama farmasis menjadi lebih erat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
7. Terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan Adanya Apotek
Jaringan
Sebanyak 88 % responden menyatakan yakin dengan adanya apotek
jaringan maka akan terjadi peningkatan pelayanan kefarmasian. Sementara
sisanya (12 % responden) menyatakan tidak yakin dengan adanya apotek jaringan
maka akan terjadi peningkatan pelayanan kefarmasian. Hal ini dapat dilihat pada
gambar 8.
Terjadinya Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Dengan Adanya Apotek
Jaringan
88%
12%
YakinTidak Yakin
Gambar 8. Terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan adanya
apotek jaringan
Dari responden yang yakin dengan adanya apotek jaringan maka akan
terjadi peningkatan pelayanan kefarmasian, sebanyak 56 % dari 88 % responden
yang yakin menyatakan alasan keyakinan mereka dikarenakan jaringan mereka
selalu mengadakan evaluasi minimal satu bulan satu kali untuk meningkatkan
pelayanan kefarmasian di tiap-tiap apotek anggota jaringan. Sementara sisanya
(36 % dari 88% responden yang yakin) menyatakan yakin akan terjadinya
peningkatan pelayanan kefarmasian dengan adanya apotek jaringan, dikarenakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
adanya Standard Operating Procedur (SOP), atau standar kerja jaringan di mana
pelayanan kefarmasian merupakan salah satu hal yang diprioritaskan pada
jaringan mereka. Untuk alasan selengkapnya dari tiap-tiap responden yang yakin
ataupun tidak yakin dengan adanya apotek jaringan maka akan terjadi peningkatan
pelayanan kefarmasian dapat dilihat pada tabel VII.
Tabel VII. Alasan terjadinya atau tidak terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan adanya apotek jaringan
Jawaban Alasan Presentase1. Jaringan selalu mengadakan evaluasi minimal satu
bulan satu kali untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian di tiap-tiap apotek anggota jaringan.
56%
Yakin 2. Jaringan memiliki Standard Operating Procedur (SOP), atau standar kerja dimana pelayanan kefarmasian merupakan salah satu hal yang diprioritaskan.
36 %
1. Pelayanan kefarmasian tidak tergantung langsung kepada apotek, melainkan kepada apoteker. 4%
Tidak Yakin 2. Apotek jaringan yang ada dan berkembang selama
ini lebih untuk kepentingan apoteker-nya dari pada pengembangan pelayanan kefarmasian.
4%
8. Kerjasama Apotek-Apotek dalam satu jaringan
Sebanyak 96 % responden menyatakan bahwa mereka pernah melakukan
kerjasama antar apotek dalam jaringan mereka. Sementara sisanya (4%) belum
pernah sama sekali melakukan kerjasama antar apotek dalam jaringan mereka,
dikarenakan apotek tersebut baru saja bergabung ke dalam jaringan tersebut. Hal
ini dapat dilihat pada gambar 9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Kerjasama Apotek-Apotek Dalam Satu Jaringan
96%
4%
PernahBelum Pernah
Gambar 9. Kerjasama apotek-apotek dalam satu jaringan
Tabel VIII. Jenis kerjasama apotek-apotek dalam satu jaringan Jenis Kerjasama Apotek-Apotek Dalam Satu Jaringan Presentase
1. Pengadaan obat bersama 36,36% 2. Pertukaran pegawai 20,46% 3. Pengalihan resep 15,90% 4. Pembelian obat di apotek lain dalam satu jaringan 15,90% 5. Penitipan obat yang hampir kadaluarsa ke anggota jaringan 11,38%
Pada tabel VIII, dapat dilihat bahwa jenis kerjasama terbanyak (36,36 %
responden) yang pernah dilakukan oleh apotek-apotek dalam satu jaringan adalah
pengadaan obat bersama. Elu (2005) dalam artikel pemikiran ulang pelayanan
kesehatan mengemukakan besarnya variasi harga obat pada tiap-tiap apotek dapat
mempengaruhi pelayanan kesehatan. Dengan adanya pengadaan obat bersama
dalam satu jaringan, maka variasi harga obat tiap-tiap apotek dapat dikurangi atau
dengan kata lain harga obat tiap-tiap apotek menjadi sama, dikarenakan harga beli
suatu obat dalam apotek-apotek satu jaringan sama, sehingga tiap-tiap apotek
dapat lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian terhadap
konsumen daripada bersaing dengan harga obat untuk menarik konsumen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
9. Kerjasama dalam jaringan yang dapat meningkatkan pelayanan
kefarmasian
Sebanyak 32,5 % responden menyatakan bahwa kerjasama yang dapat
meningkatkan pelayanan kefarmasian adalah pertukaran informasi. Knox dan
Makalan (1998) berpendapat bahwa kepuasan yang diperoleh oleh konsumen
berasal dari informasi yang didapatnya tentang produk yang dibelinya bukan
berasal dari harga obat yang murah. Hal ini berarti sebagian besar responden
(32,5%) telah menyadari pentingnya informasi terbaru yang didapat dan diberikan
kepada konsumen dalam peningkatkan pelayanan kefarmasian. Kode etik
Apoteker / Farmasis Indonesia pada bab I pasal 7 juga mengemukakan bahwa
setiap Apoteker / Farmasis harus menjadi sumber informasi sesuai dengan
profesinya; ini berarti sebanyak 32,5 % responden juga telah melaksanakan kode
etik tersebut. APA yang melakukan pertukaran informasi berarti juga telah
menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Jenis kerjasama yang dapat
meningkatkan pelayanan kefarmasian selengkapnya dapat dilihat pada tabel IX
dibawah ini.
Tabel IX. Kerjasama dalam jaringan yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian
Jenis Kerjasama Presentase1. Pertukaran informasi 32,5% 2. Standarisasi harga, distribusi obat, pelayanan di apotek 25% 3. Pelatihan dalam bidang “pharmaceutical care” 17,5% 4. Pengalihan resep 17,5% 5. Terhubung secara on line 7,5%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Dua puluh lima persen responden menyatakan standarisasi harga, sistem
distribusi obat, dan sistem pelayanan di apotek dapat meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian. Sementara 17,5 % responden menyatakan pelatihan dalam
bidang “pharmaceutical care” dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian.
Sebanyak 17,5 % responden lainnya menyatakan pengalihan resep dapat
meningkatkan pelayanan kefarmasian, hal ini mungkin terkait dengan jarak rumah
konsumen ke apotek yang lebih dekat dalam satu jaringan.
10. Kelebihan Apotek Jaringan
Pada tabel X, dapat dilihat kelebihan yang dimiliki oleh tiap-tiap jaringan
yang bersedia menjadi responden. Responden jaringan Kimia Farma menyatakan
kelebihan mereka terutama terletak pada jaringan mereka yang sudah berskala
nasional. Responden jaringan WIPA menyatakan kelebihan yang mereka miliki
adalah sistem pengantaran dan pembelian obat yang jelas dalam satu jaringan.
Responden jaringan K-24 menyatakan kelebihan jaringan mereka yang paling
utama adalah adanya SOP yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
kefarmasian. Responden jaringan JAPISFI menyatakan kelebihan jaringan mereka
adalah mengutamakan profesionalisme apoteker untuk setiap apotek yang
dikelolanya; dalam artian tiap apoteker diberi kebebasan untuk mengembangkan
apotek yang mereka kelola sebebas-bebasnya selama tidak melanggar peraturan
yang berlaku. Kelebihan-kelebihan lainnya dari tiap-tiap jaringan dapat dilihat
pada tabel X.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Tabel X. Kelebihan tiap-tiap apotek jaringan Nama Jaringan Kelebihan
Kimia Farma
1. Memiliki bidang-bidang yang berbeda-beda untuk tiap-tiap kepengurusan yang berbeda.
2. Jangkauan pengembangan sudah sampai tahap nasional. 3. Selalu mengadakan pertemuan rutin wajib untuk tiap-tiap
APA seminggu sekali
WIPA 1. Memiliki pengantaran dan pembelian obat yang jelas dalam satu jaringan.
2. Dapat saling membagikan obat yang mau kadaluarsa.
K-24 1. Memiliki SOP yang bertujuan meningkatkan pelayanan
kefarmasian. 2. Bisa melakukan pengadaan barang secara bersama-sama.
JAPISFI
1. Memiliki 1 apotek sebagai koordinator. 2. Memiliki harga khusus untuk anggota jaringan. 3. Mengutamakan profesionalisme apoteker untuk setiap
apotek yang dikelolanya
11. Kekurangan Apotek Jaringan
Pada tabel XI dapat dilihat kekurangan yang dimiliki oleh tiap-tiap
jaringan yang bersedia menjadi responden. Responden jaringan Kimia Farma
menyatakan ketergantungannya kepada pusat dalam berbagai hal sebagai
kekurangan dari jaringan Kimia Farma. Responden jaringan WIPA menyatakan
kurangnya anggota jaringan dan daerah penyebaran anggotanya merupakan
kekurangan utama dari jaringan tersebut. Responden jaringan K-24 menyatakan
kurang profesionalnya sistem manajemen dan admisnistrasi dalam jaringan
tersebut merupakan kekurangan utama dari jaringan K-24. Responden jaringan
JAPISFI menyatakan bahwa anggapan atau tindakan sebagian anggotanya yang
menganggap pekerjaan di apotek merupakan pekerjaan sampingan merupakan
suatu kekurangan dari jaringan ini, karena hal tersebut juga mencerminkan tidak
samanya visi dan misi oleh sebagian anggota. Kekurangan-kekurangan tiap-tiap
jaringan yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel XI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Tabel XI. Kekurangan apotek jaringan
Nama Jaringan Kekurangan Kimia Farma 1. Semua kegiatan tergantung dari keputusan pusat.
2. Komunikasi antar bidang sangat kurang.
WIPA 1. Anggota jaringan masih kurang, dilihat dari segi jumlah
dan daerah yang ada. 2. Kekurangan tenaga untuk menjalankan sistem distribusi.
K-24
1. Pengurusan manajemen dan administrasi kurang profesional.
2. Semua kegiatan tergantung dari keputusan pusat. 3. Kesejahteraan karyawan kurang diperhatikan.
JAPISFI
1. Apotek merupakan pekerjaan sampingan bagi sebagian besar anggota.
2. Visi dan misi yang tidak sama. 3. Modal yang dipunya tiap-tiap apotek sangat bervariasi. 4. AD-ART masih dalam penyusunan.
12. Keidealan jaringan tempat apotek responden bergabung
Sebanyak 56 % responden menyatakan bahwa jaringan tempat mereka
bergabung belumlah ideal, sementara 44 % responden menyatakan bahwa
jaringan tempat mereka bergabung sudah ideal bagi mereka. Hal tersebut dapat di
gambarkan seperti gambar 10.
Keidealan Jaringan Tempat Apotek Responden Bergabung
44%
56%
Sudah IdealBelum Ideal
Gambar 10. Keidealan jaringan tempat apotek responden bergabung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Dari jawaban responden yang menyatakan bahwa jaringan tempat mereka
bergabung sudah ideal; sebanyak 28 % dari total responden menyatakan bahwa
mereka menganggap jaringan tersebut sudah ideal dikarenakan sudah terdapat
pembagian tugas yang jelas untuk tiap-tiap bidangnya, termasuk di dalamnya
pelayanan kefarmasian terhadap konsumen, sedangkan 24 % dari total responden
menyatakan tidak adanya standarisasi dalam berbagai hal yang dapat digunakan
untuk menyamakan tingkatan tiap-tiap apotek membuat jaringan tersebut tidak
ideal. Alasan yang lain dari tiap-tiap responden baik yang merasa jaringannya
sudah ideal maupun belum ideal dapat dilihat selengkapnya pada tabel XII di
bawah ini.
Tabel XII. Alasan keidealan atau tidak idealnya jaringan Jawaban Alasan Presentase
1. Jika dilihat secara umum, dari segi pembagian tugas dan pelayanan kepada konsumen. 28 %
Sudah Ideal 2. Dapat membimbing dan mengayomi anggota baru 16% 1. Tidak ada standarisasi dalam berbagai hal yang
dapat digunakan untuk menyamakan tingkatan tiap-tiap apotek
24%
2. Pharmaceutical Care yang diprioritaskan hanya sekedar prioritas, tanpa pelaksanaan yang pasti.
16%
3. Masih kekurangan anggota 8%
Belum Ideal
4. Banyak anggota yang tidak aktif. 8%
13. Bentuk Apotek Jaringan yang paling ideal atau paling diharapkan oleh
para responden
Responden dari jaringan Kimia Farma menyatakan bahwa bentuk jaringan
yang ideal adalah jaringan yang memiliki manajemen profesional, jelas dan
terbuka serta dapat memenuhi keinginan konsumen tiap-tiap daerah. Responden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
jaringan WIPA menyatakan bahwa jaringan yang ideal adalah jaringan yang
tersebar merata di DIY. Responden jaringan K-24 menyatakan bahwa jaringan
yang ideal adalah jaringan yang memiliki program atau perencanaan jangka
panjang dan jangka pendek serta memiliki SOP yang jelas dan dilaksanakan
sepenuhnya. Responden jaringan JAPISFI menyatakan bahwa jaringan yang ideal
adalah jaringan yang mampu membangun kesejahteraan anggota, di mana
diaharapkan APA juga merupakan PSA dan juga membantu kesejahteraan
masyarakat serta memiliki aturan dan pengelolaan yang baik dan jelas.
Pada tabel XIII dapat dilihat selengkapnya bentuk jaringan ideal sesuai
dengan jaringan masing-masing responden.
Tabel XIII. Bentuk apotek jaringan yang paling ideal Nama Jaringan Bentuk Apotek Jaringan
Kimia Farma
1. Memiliki manajemen yang profesional, jelas, dan terbuka. 2. Tersebar lebih merata sampai tingkatan desa. 3. Dapat memenuhi keinginan konsumen tiap-tiap daerah.
WIPA
1. Tersebar merata di tiap-tiap kabupaten / kota di DIY. 2. Dapat menguntungkan pihak apotek dan konsumen.
K-24
1. Memiliki program atau perencanaan jangka panjang dan jangka pendek.
2. Memiliki SOP yang jelas dan dilaksanakan sepenuhnya. 3. Mampu meningkatkan SDM yang dimiliki.
JAPISFI
1. APA juga merupakan PSA. 2. Mampu membangun kesejahteraan anggota dan masyarakat 3. Memiliki aturan dan pengelolaan yang baik dan jelas. 4. APA dapat bekerja penuh di apotek.
Tabel XIII secara tidak langsung telah memberi gambaran tentang bentuk Apotek
Jaringan yang paling ideal di DIY menurut persepsi para responden penelitian.
Apotek Jaringan saat ini tidak hanya ada di DIY, tetapi sudah ada di beberapa kota
besar, bahkan akan terdapat banyak model dari Apotek Jaringan yang berbeda-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
beda untuk masing-masing daerah atau kota dan pada tiap-tiap kota tersebut juga
akan dijumpai bentuk-bentuk Apotek Jaringan yang ideal lainnya menurut
persepsi tiap-tiap anggotanya.
C. Masa Depan Apotek Jaringan
Apotek Jaringan yang ada di DIY saat ini secara keseluruhan telah
mempunyai dampak positif terhadap peningkatan pelayanan kefarmasian. Pada
saat ini memang dampak Apotek Jaringan belum begitu terasa manfaatnya,
dikarenakan beberapa Apotek Jaringan yang ada DIY saat ini masih berfokus
utama kepada kesejahteraan anggotanya.
Pada saat ini beberapa pengurus dan anggota dari jaringan JAPISFI
bergabung dengan jaringan WIPA untuk membentuk jaringan baru yang bernama
KOPASFI tehitung mulai 1 Oktober 2006. Hal ini merupakan suatu
perkembangan positif bagi JAPISFI dan WIPA; dikarenakan jaringan JAPISFI
setelah bencana gempa telah kehilangan apotek yang ditunjuk sebagai
koordinator, dan penyusunan AD-ART yang sedang berlangsung tidak kunjung
selesai, dan bagi jaringan WIPA sendiri dengan masuknya beberapa anggota baru
dari jaringan JAPISFI juga membuat jaringan WIPA lebih berkembang dari segi
jumlah anggota dan luas daerah cakupan jaringan yang selama ini menjadi
masalah atau kekurangan utama jaringan WIPA, dan maka dari itu pula sejak
tanggal tersebut jaringan WIPA telah berganti nama sebagai jaringan KOPASFI.
Jaringan KOPASFI membuat dua macam surat yang diberikan kepada
seluruh anggotanya dan beberapa Apotek di DIY (lampiran 6 dan lampiran 7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Surat pertama (lampiran 6) berisi tentang keterangan pindahnya aktifitas jaringan
WIPA ke KOPASFI terhitung sejak 1 Juni 2006. Sedangkan pada surat yang
kedua (lampiran 7) KOPASFI menegaskan bahwa pada 1 Oktober 2006 Jaringan
KOPASFI resmi berdiri dan mengajak semua apotek yang ada di DIY untuk
bergabung ke jaringan KOPASFI. Surat tersebut juga mengajak para anggota dan
apotek lainnya untuk melakukan oerder bersama. Pada surat tersebut dijelaskan
pula mekanisme oerder bersama; seperti: komoditi, harga, sistem pembayaran,
pengiriman, fasilitas lain, dan aturan-aturan lainnya yang diperlukan untuk
ketertiban semua anggota jaringan dalam pemesanan.
Apotek Jaringan merupakan suatu bentuk kerjasama apotek yang
memberikan harapan dan masa depan yang bagus bagi para apotek kecil dan
apotek-apotek baru. Apotek Jaringan dapat menjamin kelengkapan obat yang ada
di tiap-tiap apotek anggotanya tanpa harus membeli semua obat yang ada,
sehingga juga dapat meningkatkan pelayanan di apotek; dengan adanya pembelian
obat bersama dalam satu jaringan juga akan membuat harga beli obat lebih murah
dikarenakan pembelian obat dilakukan bersama-sama sehingga harga yang harus
dibayarkan masyarakat juga akan lebih murah dan dapat membuat daya beli obat
masyarakat lebih terjangkau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
D. Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang Apotek
dengan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia dan Peraturan
Perundang-undangan Apotek
Tabel XIV. Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang Apotek dengan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia dan Peraturan Perundang-undangan Apotek
Kompetensi (Kegiatan) Kode Etik
Peraturan Perundang-undangan
1. Kompetensi A : Asuhan Kefarmasian
a. Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal.
√ Permenkes No.922/MENKES/PER/1993; Pasal 15
b. Memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab III, 1.2.5
c. Memberikan pelayanan informasi obat. √ Permenkes No.922/MENKES/PER/1993; Pasal 15
d. Memberikan konsultasi obat. √ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab III, 1.2.6
e. Melakukan monitoring efek samping obat.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab III, 1.2.7
f. Melakukan evaluasi penggunaan obat. √ Permenkes No.26/MENKES/PER/1/1981; Pasal 4
2. Kompetensi B : Akuntabilitas Praktek Farmasi
a. Menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi.
√
Permenkes No.922/MENKES/PER/1993; Pasal 12
b. Merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku.
----- Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004
c. Bertanggungjawab terhadap setiap keputusan profesional yang ambil.
√ Permenkes No.244/MENKES/SK/V/1990; Pasal 16
d. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat.
----- -----
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
e. Melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan stakeholder.
----- -----
3. Kompetensi C : Manajemen Praktis Farmasi
a. Merancang, membuat, mengetahui, memahami, dan melaksanakan regulasi dibidang farmasi.
√ Permenkes No.184/MENKES/PER/II/1995; Pasal 18
b. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien.
√ Permenkes No.26/MENKES/PER/1/1981; Bab III
c. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien.
√ Permenkes No.26/MENKES/PER/1/1981; Pasal 3
d. Merancang organisasi kerja yang meliputi; arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen.
----- Permenkes No.26/MENKES/PER/1/1981; Pasal 2
e. Merancang, melaksanakan, memantau, dan menyesuaikan struktur harga, berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian.
√ Kepmenkes No.280/MENKES/SK/V/1981; Pasal 24
f. Memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah pada kepuasan konsumen
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004
4. Kompetensi D : Komunikasi Farmasi a. Memantapkan hubungan profesional
antara apoteker dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004
b. Memantapkan hubungan profesional antara apoteker dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004
c. Memantapkan hubungan profesional antara apoteker dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
d. Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian.
√ -----
e. Memantapkan hubungan dengan sesama apoteker berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004
5. Kompetensi E : Pendidikan dan Pelatihan Farmasi a. Memotivasi, mendidik, dan melatih
apoteker lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab II
b. Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya, dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab II
c. Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab I
d. Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab II
6. Kompetensi F : Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian a Melakukan penelitian dan
pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab II
b Menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengembilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian.
√ Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu responden pada
umumnya mempunyai persepsi sebagai berikut:
1. Responden 100 % mengetahui bahwa apotek yang mereka kelola
tergabung di suatu jaringan.
2. Responden sebanyak 36 % mendefinisikan apotek jaringan sebagai apotek
dimana segala sesuatunya terkoordinir dengan suatu sistem kinerja, visi,
misi, tujuan yang sama serta mempunyai suatu ciri khas yang
menunjukkan identitas jaringannya.
3. Responden sebanyak 76 % menyatakan tidak perlu peraturan tersendiri
dalam hukum untuk apotek jaringan. Alasan responden yaitu apotek
jaringan tidak berbeda dengan apotek pada umumnya (36%).
4. Tiga dari empat jaringan yang menjadi responden memiliki orientasi
untuk kepentingan bisnis bila ada apotek yang hendak bergabung terhadap
jaringan tersebut.
5. Tiga dari empat jaringan yang menjadi responden memiliki sanksi yang
diberlakukan bagi anggota jaringannya.
6. Responden sebanyak 40 % menyatakan alasan bergabung dengan apotek
jaringan adalah untuk meningkatkan efisiensi, profesionalisme, posisi
tawar-menawar, dan rasa sepenanggungan antar sesama profesi.
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
7. Responden sebanyak 88 % yakin adanya apotek jaringan maka akan
terjadi peningkatan pelayanan kefarmasian. Alasan responden yaitu
jaringan selalu mengadakan evaluasi minimal satu bulan satu kali untuk
meningkatkan pelayanan kefarmasian (56 %).
8. Responden sebanyak 96 % menyatakan pernah melakukan kerjasama
antar apotek dalam satu jaringan. Jenis kerjasama yang pernah dilakukan
oleh responden adalah pengadaan obat bersama (36,36%).
9. Responden sebanyak 32,5 % menyatakan bahwa kerjasama yang dapat
meningkatkan pelayanan kefarmasian adalah pertukaran informasi terbaru.
10. Responden jaringan Kimia Farma menyatakan kelebihan mereka adalah
jaringan mereka sudah berskala nasional. Responden jaringan WIPA
menyatakan kelebihan mereka adalah sistem distribusi obat yang jelas.
Responden jaringan K-24 menyatakan kelebihan jaringan mereka adalah
adanya SOP yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian.
Responden jaringan JAPISFI menyatakan kelebihan jaringan mereka
adalah mengutamakan profesionalisme apoteker untuk setiap apotek.
11. Responden jaringan Kimia Farma menyatakan ketergantungan kepada
pusat dalam berbagai hal sebagai kekurangan dari jaringan Kimia Farma.
Responden jaringan WIPA menyatakan kurangnya anggota jaringan dan
daerah penyebaran sebagai kekurangan jaringan WIPA. Responden
jaringan K-24 menyatakan kurang profesionalnya sistem manajemen dan
admisnistrasi sebagai kekurangan jaringan K-24. Responden jaringan
JAPISFI menyatakan tindakan sebagian anggotanya yang menganggap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
pekerjaan di apotek merupakan pekerjaan sampingan merupakan
kekurangan jaringan JAPISFI.
12. Responden sebanyak 56 % menyatakan bahwa jaringan tempat mereka
bergabung belumlah ideal. Alasan yang disebutkan responden yaitu tidak
ada standarisasi dalam berbagai hal yang dapat digunakan untuk
menyamakan tingkatan tiap-tiap apotek (24%).
13. Responden jaringan Kimia Farma menyatakan jaringan yang ideal adalah
jaringan yang memiliki manajemen profesional, jelas dan terbuka serta
dapat memenuhi keinginan konsumen tiap-tiap daerah. Responden
jaringan WIPA menyatakan jaringan yang ideal adalah jaringan yang
tersebar merata di DIY. Responden jaringan K-24 menyatakan bahwa
jaringan yang ideal adalah jaringan yang memiliki program atau
perencanaan jangka panjang dan jangka pendek serta memiliki SOP yang
jelas dan dilaksanakan sepenuhnya. Responden jaringan JAPISFI
menyatakan jaringan yang ideal adalah jaringan yang APAnya juga
merupakan PSA.
14. Adanya kerjasama apotek dalam Apotek Jaringan yang ada di DIY saat ini
secara keseluruhan telah mempunyai dampak positif terhadap peningkatan
pelayanan kefarmasian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
B. Saran
Dari hasil penelitian disarankan agar:
1. dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai harapan dan pemahaman
masyarakat terhadap apotek jaringan.
2. dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai persepsi APA yang tidak tergabung
dalam suatu jaringan terhadap keberadaan apotek jaringan.
3. dilakukan penelitian lebih lanjut dengan topik penelitian yang sama tetapi
daerah penelitian yang berbeda, misalnya DKI- Jakarta, Surabaya, dan lain-
lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
DAFTAR PUSTAKA
Adi, R., 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, 79-82, Granit, Jakarta
Anief, M., 1996, Ilmu Meracik Obat – Teori dan Praktik, cetakan 6, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Anonim, 1990, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 244/MENKES/SK/V/1990 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan, http://www.tempointeraktif.com/hg/peraturan/2004/ 04/06/prn,20040406-13,id.html, diakses 8 Oktober 2006
Anonim, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/ 2002 sebagai perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/ MENKES/PER/X/1992, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/ 2004, tanggal 15 September 2004 – Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan 2001-2004, 1032-1041, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2004b, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, 1-19, 143-163, 165-185, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta
Anonim, 2005a, Kode Etik Apoteker / Farmasis Indonesia, Keputusan Kongres Nasional XVII / 2005 Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia Nomor: 007/KONGRES XVII/ISFI/ 2005, 35-39, ditetapkan di Kongres Nasional XVII ISFI di Denpasar, Bali pada 18 Juni 2005
Anonim, 2005b, Glossary of terms related to patient and medication safety, www. who.int/entity/patientsafety/highlights/COE_patient_and_medication_safety_gl.pdf, diakses tanggal 8 Oktober 2006
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Azwar, S., 2003a, Penyusunan Skala Psikologi, 5-7, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Azwar, S., 2003b, Reliabilitas Dan Validitas, 4-8, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Basuki, Sulistyo, 2001, Kode Etik Dan Organisasi Profesi, http://www.consal.org.sg/webupload/forum/attachments/2270.doc Diakses tanggal 21 Juni 2005
Daris, A., 2004, Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju Indonesia Sehat 2010, http://www.yanfar.go.id/yanfar/detil.asp?m=4&s=2&i=265, akses tanggal 20 Mei 2006
Elu, B., 2005, Pemikiran Ulang Pelayanan Kesehatan, Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi, 567-569, 570, No. 09 Vol. XXXI, September
Hadi, 2004, Metodologi Research Jilid 2 edisi ke-2, 133, 151, 178-179 ANDI, Yogyakarta
Hamel, G., Prahald, C.K., Thomas, H., dan O’Neal, D., 1998, Strategic Flexibility Managing in a Turbulent Environment, John Wiley & Sons, England
Harding, G., Sarah Nettleton and Kevin Taylor, 1993, Sociology For Pharmacists An Introduction, 73-83, The Macmillan Press, LTD, London
Knox, S. dan Maklan, S., 1998, Competing on Value: Bridging the Gap Between Brand and Customer Value, Pitman Publishing, London, England
Masri, S. dan Sofian E., 1989, Metode Penelitian Survei, 152, 122-123, LP3ES, Jakarta
Narbuko, C., dan Achmadi, H. A., 2005, Metodologi Penelitian, 44, 83-84, Bumi Aksara, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Nawawi, H., 1998, Metode Penelitian Bidang Sosial, 31, 117,141, Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta
Walpole, R. E., 1988, Pengantar Statistika Edisi ke-3, 232 – 234, terj. Ir. Bambang Sumantri, PT. Gramedia, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Rekomendasi ISFI DIY
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
KIMIA FARMA GROUP
No. Nama Apotek Alamat
01. Kimia Farma 21 Jl. Malioboro 123, Yogyakarta
02. Kimia Farma 20 Jl. Malioboro 179, Yogyakarta
03. Kimia Farma 64 Jl. HOS Cokroaminoto,Yogyakarta
04. Kimia Farma 70 Jl. Laksda Adisucipto, Sleman
05. Kimia Farma 207 JL. Tamansiswa 152, Yogyakarta
06. Kimia Farma 225 Jl. Godean Km. 5, Sleman
07. Kimia Farma 275 Jl. Kaliurang Km. 6, Sleman
08. Kimia Farma Sardjito RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
WIPA GROUP
01. Apotek Wipa Jl. Mantrigawen Lor 30, Yogyakarta
02. Apotek Husada Jl. Laksda Adisucipto, Sleman
03. Apotek Mentari Jl. Imogiri Barat 138, Bantul
K 24 GROUP
01. Apotek K 24 Jl. Magelang 162, Yogyakarta
02. Apotek K 24 Jl. Kaliurang Km 5 no. 94, Yogyakarta
03. Apotek K 24 Jl. Gejayan 19, Yogyakarta
04. Apotek K 24 Jl. Brigjend Katamso 117, Yogyakarta
JAPISFI
01. Apotek Astuti Jl. Kaliurang Km.6, Sleman
02. Apotek UGM Jl. Prof Dr. Sardjito 25, Yogyakarta
03. Apotek Pandega Jl. Kaliurang Km. 5,7 no. 16, Sleman
04. Apotek Insaan Farma Jl. Kapt. Haryadi 11 A, Sleman
05. Apotek Buana Persada Jl. Monjali 30, Sleman
06. Apotek Widuri Jl. HOS Cokroaminoto 45, Batnul
07. Apotek Umi Eva Jl. Godean Km 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
08. Apotek Sewon Jl. Parangtritis Sewon, Bantul
09. Apotek Prasojo Jl. Juminahan 9, Yogyakarta
10. Apotek Demangan Jl. Munggur 73, Yogyakarta
11. Apotek Klajuran Jl. Godean Km.8 Sidokarto, Sleman
12. Apotek Kedaton Terminal Jombor, Sleman
13. Apotek Wonokromo Jl. Imogiri Timur Km 10, Plered-Bantul
14. Apotek Rayhan Farma Jl. Godean Km. 4 No.230, Kasihan-Bantul
15. Apotek Az Zahra Jl. Piyungan – Prambanan, Bantul
16. Apotek Rachma Husada Jl. Parangtritis Km. 11, Manding - Bantul
17. Apotek Japisfi Jl. Bantul Km. 5 Kweni, Bantul
18. Apotek UII Farma Jl. Kaliurang Km 14,5, Sleman
19. Apotek UAD Jl. Cendana no. 9 / Yogyakarta
20. Apotek Gulon Sejahtera Jl. Raya Gulon
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Lampiran 2. Surat Izin BAPEDA DIY
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Lampiran 3. Surat Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Lampiran 4. Surat Izin BAPPEDA Kabupaten Sleman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Lampiran 5. Surat Izin BAPPEDA Kabupaten Bantul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Lampiran 6. Surat Keterangan Pergantian Pengurus dan Kegiatan WIPA ke
KOPASFI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Lampiran 7. Surat Ajakan KOPASFI Kepada Seluruh Apotek di DIY Untuk
Bergabung Dengan KOPASFI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Lampiran 8. Surat Pernyataan Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju Indonesia Sehat 2010
Senin, 8 November 2004
PERANAN FARMASIS ( APOTEKER ) MENUJU INDONESIA SEHAT 2010
Sehat adalah kondisi badan atau jiwa yang bebas dari penyakit.
Sehat merupakan idaman setiap orang dan merupakan hak azasi setiap
manusia.
Indonesia sehat 2010 adalah visi dari Departemen Kesehatan RI yang ditetapkan
pada tahun 1999, merupakan gambaran masyarakat Indonesia pada tahun 2010
yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Untuk mencapai visi dilakukan gerakan yang namanya misi, yaitu :
1. Menggerakan pembangunan yang berwawasan kesehatan
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata dan terjangkau
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya
Untuk mencapai visi dan melaksanakan misi dirumuskan :
a. SASARAN
b. STRATEGI
c. PROGRAM
d. INDIKATOR
SASARAN Sasaran pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah :
1. Perilaku hidup sehat
2. Lingkungan sehat
3. Upaya Kesehatan
4. Manajemen Pembangunan Kesehatan
5. Derajat Kesehatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Diantara sasaran tersebut yang sangat relevan dengan peran farmasis
adalah Upaya Kesehatan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan.
Upaya Kesehatan , meningkatnya secara bermakna :
1. Sarana kesehatan yang bermutu
2. Jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan
3. Penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan
4. Penggunaan obat secara rasional
5. Pemanfaatan pelayanan promotif dan preventif
6. Biaya kesehatan yang dikelola secara efisien
7. Ketersediaan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan
Manajemen Pembangunan Kesehatan
Meningkatnya secara bermakna ;
1. Sistem informasi pembangunan kesehatan
2. Kemampuan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi pembangunan
kesehatan
3. Kepemimpinan dan manajemen kesehatan
4. Peraturan perundang-undangan yang mendukung pembangunan kesehatan
5. Kerjasama lintas program dan sektor
Pada Manajemen Pembangunan Kesehatan peran farmasis (apoteker) lebih
berhubungan dengan kepemimpinan dan manajemen kesehatan serta Peraturan
Perundang-undangan yang mendukung pembangunan kesehatan.
Siapapun dan dimanapun orang / pimpinan organisasi profesi berbicara dalam
masalah kefarmasian, intinya tidak lain adalah pelaksanaan “Pharmaceutical
Care” (PC).
PC ada yang mengartikan “Asuhan Kefarmasian”, bisa juga “Perhatian
Kefarmasian” atau “Kepedulian Kefarmasian”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Pharmaceutical Care adalah tanggungjawab farmako-terapi dari seorang
farmasis untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup
pasien.
PC diimplementasikan (dilaksanakan) dengan “ Good Pharmacy Practice “ (Cara
Praktik di Apotek yang Baik) (CPAB).
Dalam pelaksanaan CPAB diperlukan :
1. Keterlibatan langsung farmasis (apoteker) dalam segala segi pelayanan
kebutuhan pasien (obat-obatan dan alat kesehatan)
2. Aktifitas utama apotek adalah :
• Menyalurkan obat-obatan dan alat kesehatan dengan mutu yang
terjamin.
• Memberikan informasi obat yang tepat.
• Monitoring efek dari obat / alat kesehatan tersebut
3. Kontribusi apoteker yang menyeluruh dalam penggunaan obat yang tepat
dan peresepan yang rasional serta ekonomis
4. Setiap orang / petugas di apotek sudah diberitahu bahwa tugas setiap
pelayanan apotek sangat penting dan saling berhubungan satu dengan
lainnya.
Untuk itu diperlukan pelayanan yang profesional yaitu pelayanan yang :
• Dilaksanakan dengan kemampuan dan disiplin yang tinggi.
• Mengamalkan kode etik dan standar profesi.
• Taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Mencapai Indonesia Sehat
2010) semua apoteker dimanapun bertugas harus memiliki perhatian utama
(focus) pada kesejahteraan / keselamatan pasien dan anggota masyarakat
lainnya antara lain :
A. Kepada apoteker yang bekerja hanya sebagai apoteker pengelola apotek (
APA ) difokuskan perannya kepada :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
a. Menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang
mutu dan keabsahannya terjamin.
b. Melayani dan mengawasi peracikan dan penyerahan obat
c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik
dengan resep dokter maupun penjualan bebas
d. Melaksanakan semua peraturan kefarmasian tentang apotek
e. Tidak terlibat konspirasi penjualan obat keras ke dokter praktek, toko
obat, dan sarana lainnya yang tidak berhak
f. Melakukan kerjasama yang baik dengan apotek sekitarnya dalam
rangka meningkatkan pelayanan pada pasien
B. Kepada apoteker yang bekerja di industri farmasi / marketing pabrik farmasi
diminta perannya dalam :
a. Mentaati peraturan tentang penyaluran sediaan farmasi utamanya
obat keras
b. Tidak membuat kebijakan marketing yang merugikan pasien
(konsumen) dengan membuat perjanjian tertentu yang meningkatkan
harga obat yang dipikul pasien (konsumen)
C. Kepada apoteker pada dinas kesehatan Kab / Kotamadya / SudinKes
Kotamadya diharapkan perannya :
a. Meningkatkan pelaksanaan tugas pengaturan dan pembinaan pada
sarana kefarmasian
b. Menindak-lanjuti secara adil pelanggaran yang dilakukan oleh toko
obat, apotek dan praktek profesi lainnya yang menyimpang dari
peraturan yang berlaku
D. Kepada apoteker di Badan POM atau Balai POM provinsi diharapkan
perannya :
a. Melakukan pemeriksaan atas penyaluran obat-obatan dari industri
dan jika ditemukan penyimpangan, segera melaporkannya pada
Menteri Kesehatan untuk ditindak lanjuti
b. Melakukan pembinaan dan peningkatan pada sarana pengawasan
obat di daerah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
c. Meningkatkan pengawasan peredaran sediaan farmasi palsu dan
tidak absah
d. Melakukan desentralisasi pengawasan
E. Kepada apoteker yang berada pada Departemen Kesehatan / Dirjen
Pelayanan Kefarmasian dan Komunitas diharapkan perannya :
a. Menyiapkan peraturan yang mengharuskan keberadaan apoteker di
apotek selama ada pelayanan kefarmasian demi meningkatkan
pelayanan kepada pasien / masyarakat
b. Menyiapkan peraturan yang mengharuskan adanya 2 apoteker jika
apotek melayani masyarakat lebih dari 8 jam dan 3 apoteker jika
apotek melayani masyarakat 24 jam
c. Menyiapkan sanksi administratif pada sarana industri farmasi yang
melakukan pelanggran peraturan menteri kesehatan atas laporan
Badan POM / Balai POM
d. Menyusun dan mengusulkan adanya Badan yang mengevaluasi dan
mengendalikan harga obat nama dagang yang beredar di Indonesia
demi melindungi masyarakat banyak dan agar Indonesia ini tidak lebih
liberal dari negara liberal
e. Menyiapkan dan menegaskan kembali peraturan mengenai
pemisahan yang jelas tugas masing-masing profesi dalam lingkungan
kesehatan
Jika semua apoteker berperan untuk meningkatkan pelayanannya dan
mempunyai niat baik untuk memperbaiki situasi kefarmasian, maka harkat dan
martabat apoteker bisa diraih kembali.
Azwar Daris, Ketua BPD – ISFI DKI Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Lampiran 9. Surat Pengantar Kuisioner Penelitian
Kepada
Yth. Apoteker Pengelola Apotek
di tempat Dengan hormat,
Dalam rangka penyelesaian jenjang S1, saya Albert Basuki Sasongko,
mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, bermaksud
mengadakan penelitian yang berjudul ”KERJASAMA APOTEK-APOTEK DI
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DI MATA APOTEKER
PENGELOLA APOTEK YANG TERGABUNG APOTEK JARINGAN
DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN”.
Sehubungan dengan hal tersebut, dan juga mempertimbangkan kesibukan
Anda saya menawarkan 2 pilihan untuk mendapatkan informasi bagi penelitian
saya; yaitu:
1. Melakukan wawancara langsung, dengan membuat janji terlebih dahulu.
2. Mengisi langsung daftar pertanyaan yang saya berikan dan memberikan
nomor telepon dan waktu yang bisa dihubungi oleh saya jika dalam
jawaban ada hal-hal yang kurang jelas bagi saya. Mohon kesediaannya untuk meluangkan waktu menjawab pertanyaan dalam
daftar pertanyaan yang terlampir sesuai dengan pendapat/penilaian Anda. Jawaban
yang diberikan tidak mendapat penilaian benar atau salah. Segala informasi yang
Anda berikan akan dijaga kerahasiaannya demi kepentingan ilmiah.
Atas bantuan yang Apoteker Pengelola Apotek berikan, saya ucapkan
terimakasih.
Hormat saya,
Albert B. Sasongko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Lampiran 10. Kusioner Penelitian
A. Karakteristik Responden
1. Kesediaan menjadi responden : (a) Bersedia (b) Tidak
Bersedia 2. Jenis kelamin : (a) Laki-laki
(b) Perempuan 3. Pengalaman sebagai apoteker sebelum bergabung
dengan apotek jaringan : (a) < 4 th
(b) > 4 th 4. Pengalaman sebagai APA di apotek jaringan : (a) < 4th
(b) 4-6 th
(c) > 6 th
B. Daftar Pertanyaan 1. Apakah anda tahu bahwa apotek yang anda kelola merupakan suatu apotek
jaringan?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
2. Apakah definisi dari apotek jaringan menurut anda?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
3. Menurut anda apakah apotek jaringan memerlukan suatu peraturan tersendiri
dalam hukum? Mengapa?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
4. Adakah aturan-aturan tertentu dari jaringan apotek anda ataukah persyaratan
tertentu yang harus dipenuhi sebelum dapat bergabung? Bisakah diberikan
syarat utamanya?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
5. Adakah sanksi yang diberlakukan dalam jaringan apotek anda? Berupa apa?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
6. Kenapa anda memutuskan untuk bergabung / bekerja dalam suatu apotek
jaringan, terutama jaringan yang saat ini anda tergabung didalamnya?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
7. Apakah anda yakin dengan adanya apotek jaringan maka peningkatan
pelayanan kefarmasian dapat tercapai? Mengapa?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
8. Pernahkah anda melakukan kerjasama dengan apotek lainnya dalam satu
jaringan?
• Jika pernah, bisakah disebutkan kerjasama seperti apa yang pernah
dilakukan?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
• Jika belum pernah, bisakah dijelaskan kenapa?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
9. Kerjasama antar apotek (dalam satu jaringan) seperti apakah menurut anda
yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
10. Menurut anda kelebihan apa yang terdapat dalam jaringan apotek yang anda
ikuti?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
11. Menurut anda kekurangan apa yang terdapat dalam jaringan apotek yang anda
ikuti?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
12. Apakah jaringan apotek yang anda ikuti ini sudah termasuk ideal bagi anda?
Kenapa?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
13. Apotek jaringan seperti apakah yang menurut anda paling ideal atau yang
paling anda harapkan?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Penulis lahir 12 Juli 1984 di Yogyakarta. Ayah bernama
Eddy Sugandhi, Ibu bernama Listyawati Gunawan,
memiliki kakak laki-laki bernama Martin Basuki
Sasongko, dan adik laki-laki bernama Steven Basuki
Sasongko. Penulis menyelesaikan masa studinya di TK
Tarakanita Yogyakarta, SD Tarakanita Yogyakarta,
SLTP Stella Duce I Yogyakarta, SMU Kolese de Britto
Sleman dan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis mempunyai pengalaman dalam kepanitian Lomba Cerdas Cermat Bidang
Kimia Tingkat SMA se-DIY (2004), Seminar Ilmiah Nasional Hasil Penelitian
Farmasi (2004), Tiga Hari Temu Akrab Farmasi (2004), Pharmacy Event Cup
(2004), dan aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi
pada tahun 2004 dan 2005. Prestasi tertinggi dalam bidang akademis yang pernah
dicapai adalah sebagi salah satu peserta International Competitions for Junior
High School 1997 (Science – Biology) yang diadakan oleh Universitas New South
Wales, Australia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Recommended