View
1.171
Download
5
Category
Preview:
DESCRIPTION
Keris adalah hasil tempaan besi yang awalnya sebagai senjata klasik budaya jawa
Citation preview
PENATAAN KAMERAPROGRAM DOKUMENTER
RAGAM MAKNA“DIBALIK KERIS”
PROPOSAL KARYA TUGAS AKHIRUntuk memenuhi sebagian persyaratan
Guna mencapai derajat Sarjana S-1Program Studi Televisi
Fakultas Seni Rupa dan Desain
Oleh :
SUGITONIM. 04148110
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAININSTITUT SENI INDONESIA
SURAKARTA2009
1
LEMBAR PENGESAHAN
Proposal Karya Tugas Akhir sebagai Penata Kamera pada Program Dokumenter
dengan judul “Ragam Makna” yang disusun oleh :
SUGITO
NIM 04148110
S-1 Televisi dan Film
Dinyatakan telah memenuhi syarat dan disahkan pada tanggal
Surakarta, 19 Februari 2009
Mengetahui,
Ketua Jurusan Seni Media Rekam Dosen Pembimbing TA
Handriyotopo, M. Sn Andry Prasetyo, M. Sn
NIP. 132296214 NIP. 132300515
Mengetahui,
Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain
Drs. Suyanto, M.Sn.
NIP. 131464330
I. PENDAHULUAN
2
I.1. Latar Belakang
Perkembangan media komunikasi khususnya media televisi
berpengaruh besar terhadap masyarakat dan budayanya. Televisi adalah
medium, instrumen yang tidak hanya mengarahkan pengetahuan tentang
dunia" (Kompas, 10 September 1996) dalam Dedi Mulyana (1997). Televisi
menawarkan ideologinya sendiri yang khas. Dengan tayangan yang batas-
batasannya begitu cair: berita, fiksi, propaganda, bujukan (iklan), hiburan,
dan pendidikan, Televisi mencampuradukkan berbagai realitas pengalaman
kita yang berlainan: mimpi, khayalan, histeria, kegilaan, halusinasi, ritual,
kenyataan, harapan, dan angan-angan, sehingga kita sendiri sulit
mengidentifikasi pengalaman kita yang sebenarnya. Media televisi pada
hakikatnya melakukan penetrasi yang lebih besar terhadap kehidupan kita dari
pada ideologi-ideologi konvensional yang kita kenal selama ini. Hanya saja
caranya begitu halus sehingga sulit terdeteksi.
Sebagai media komunikasi massa, secara garis besar memiliki dua
fungsi pokok, yaitu fungsi terhadap masyarakat (societal-function) dan fungsi
terhadap individu (individual function). Kedua fungsi ini terkait dan
terjabarkan didalam proses pengiriman, pengolahan dan penerimaan isi pesan
media massa. Isi pesan ini adalah isi berbagai program yang disiarkan atau
ditayangkan. Fungsi televisi sebagai salah satu media informasi dan hiburan
saat ini bisa dikatakan telah melekat dan memenuhi keinginan masyarakat.
Penggabungan kedua fungsi tersebut dalam satu program dan format acara
3
telah ditampilkan di berbagai tayangan acara televisi. Artinya bahwa saat ini
banyak berbagai tayangan informasi yang kemasanya dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat disikapi sebagai hiburan. Sebaliknya tayangan-tayangan yang
bersifat hiburan berusaha untuk mengetengahkan informasi yang dibutuhkan
oleh pemirsa. Ambil contoh tayangan Dorce show “jalan-jalan”. Materi
tayangan ini bisa dikategorikan sebagai soft news yang kemasanya dibuat
sebagai liputan yang menghibur. Contoh lain empat mata yang rating acaranya
pernah menjadi yang tertinggi dalam kategori hiburan. Selain sebagai
tayangan hiburan, acara ini juga tidak terlepas dari informasi yang dibutuhkan
masyarakat.
Masih berkait dengan sifat dan fungsi dari televisi, sebuah program
televisi sangat berpengaruh sekali terhadap masyarakat sebagai subjek
/penerima informasi. Banyak orang berpendapat bahwa televisi telah memberi
andil terhadap penurunan bahkan kepunahan budaya lokal. Betapa minimnya
pengetahuan masyarakat global ini terhadap akar budayanyan sendiri. Dengan
adanya wacana dan pendapat tersebut, sebagai media informasi televisi sudah
seharusnya mulai berbenah diri untuk dapat menempatkan peranya dalam dua
posisi, yaitu sebagai "industri budaya" dan sebagai "institusi bisnis". Artinya
bahwa televisi dengan berbagai program acara yang ditayangkan jangan
kemudian melalaikan kebudayaan yang ada dan televisi mempunyai
kewajiban untuk dapat melestarikan kebudayaan tersebut disamping
kepentingan provide (bisnis).
4
Program acara televisi selalu diupayakan agar menjadi suguhan yang
menarik dan menyegarkan, sehingga bukan saja menjadikan penonton betah
duduk didepan layar televisi, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah
tontonan yang disaksikan dapat menjadi tuntunan. Satu hal yang perlu
mendapat perhatian, yaitu meneruskan nilai-nilai luhur budaya yang menjadi
identitas dan jati diri bangsa ke generasi berikutnya, sehingga dapat membantu
perkembangan masyarakat agar menjadi maju dan lebih baik.
Berbagai format program serta dengan pengemasan yang
bagaimanapun tidak akan menjadi masalah selama masyarakat dapat
menerimanya, dan tentunya harus sesuai dengan kaidah norma, tata tertib dan
aturan hokum yang berlaku dalam masyarakat.
I.2 Ide Penciptaan / Penyajian
Perpaduan program dan format acara sudah banyak dilakukan di
berbagai stasiun televisi. Saat ini informasi dan hiburan bisa kita nikmati
dalam satu program acara yang tayang di layar televisi. Berdasar hal tersebut,
muncul sebuah ide gagasan untuk membuat sebuah program dokumenter yang
informatif sekaligus menghibur. Tidak berarti sama dengan tayangan-tayangan
televisi yang lain, program dokumenter ini berusaha memberikan, informasi,
penegetahuan serta menghibur pemirsa dengan cara yang berbeda dengan cara
menciptakan moment-moment dramatis melalui konsep visual dan juga gaya
penuturan lebih bermakna.
5
Ada empat gaya yang digunakan dalam pembuatan sebuah karya
program dokumenter, yaitu : Expository, Refexive, Observational dan
Impressionistik.1 Expository adalah dokumenter dengan tujuan mangajak
pemirsa untuk sepakat dengan ide pembuat program melalui suara narrator
maupun host yang tampil untuk memandu program. Refexive, adalah
dokumenter yang lebih mengutamakan perasaan dan pemikiran kreator
terhadap sebuah tema sehingga gaya dokumenter ini menjadi sangat personal.
Gaya Observational adalah gaya dokumenter yang menuntut
ketidakberpihakan pencipta, karena gaya ini merupakan pencerminan dunia
yang nyata (sesuai fakta). Gaya Impressionistik gaya ini tidak bersifat
argumentatif, tetapi cenderung mengutamakan sisi puitik dan artistikdari
sebuah tema, sehingga gaya ini tidak tepat ketika digunakan untuk membuat
program dokumenter yang mengedepankan fakta dan keakuratan data. Gaya
ini tepat ketika digunakan untuk mendokumentasikan pemikiran dan gaya
hidup seseorang karena akan lebih cenderung menjelaskan pemikiran dan
karakter objek yang digarap tersebut.
Dipilihnya keris sebagai tema pada karya ini, karena keris merupakan
salah satu karya seni budaya adiluhung yang bernilai tinggi. Keris yang
awalnya sebagai senjata tradisional Jawa merupakan perlambang estetika
tinggi, yang memiliki arti seremonial dan teknologi metalurgi unggul, di
samping benda antik yang sangat berharga.
Keris adalah karya agung warisan kebudayaan Indonesia yang sangat
dihargai dan mampu memukau masyarakat dunia. Keris juga diakui sebagai
1 Ilisa Barbash, Cross-Cultural Filmaking, Berkeley, University of California Press, 1997, Hal 17
6
World Heritage dan memperoleh penghargaan Masterpiece of The Oral and
Intangible Heritage of Huminity dari UNESCO, yang merupakan bukti
pengakuan dunia akan keris sebagai karya agung warisan Indonesia.
Keris yang dikenal sekarang adalah tinggalan budaya masa lalu,
dengan kegunaannya yang berkembang dari masa ke masa. Fungsi keris dapat
dibedakan secara fisik, simbolik, spiritual, dan menurut peran sampingannya.
Berbagai perkembangan itu bukan semata-mata menyangkut bilah kerisnya
saja, melainkan juga pelengkap bilahnya seperti jejeran, mendhak, selut,
warangka, dan pendhok.
Sudah sejak lama pembuatan keris menjadi teka-teki bagi orang awam.
Hal itu terjadi karena pengetahuan itu diperlakukan sebagai kawruh ingkang
sinengker (ilmu yang harus dirahasiakan). Biasanya hanya keluarga dekat para
empu serta bangsawan tinggi di keraton saja yang boleh mempelajarinya.
Maka muncullah berbagai mitos tentang keris dalam masyarakat. Sebagai
contoh, berikut ini kutipan dari buku Sejarah Empu karya Pangeran Wijil III
dari Kadilangu, Demak.
pan dariji kang kinarya supitbrama medal saking tutukiramangka kikir panuduhegarinda jempolipunpepacale kuku kinardisesepuhira lidhahpacobane idupangasah pek-epekirabesalene ana satengahing margidhukuh Medhang Kamulan ... (pupuh Dhandhang Gula)
Dengan jari-jemari sebagai penjepit,nyala api menyembur dari mulutnya,Sebagai kikir adalah jari telunjuknya,
7
dan ibu jari sebagai gerinda,Dipahat dengan kuku.kemudian disepuh memakai lidah,dan didinginkan dengan air ludah,lalu diasah di telapak tangannya.Tempat kerjanya di jalananwilayah Medang Kamulan ...2
Pada umumnya orang Jawa pada awal abad ke-21 ini sedang berubah
statusnya dari masyarakat peralihan menjadi masyarakat modern. Oleh karena
itu, sikap dan cara hidupnya pun dalam beberapa aspek sudah mengacu ke
cara berpikir modern. Dalam perkerisan sikap peralihan tersebut, antara lain,
tampak bahwa sebagian orang Jawa masih tetap membudayakan keris itu
sebagai kelengkapan busana adat atau pusaka, tetapi sebagian lain sudah mulai
menempatkannya sebaga benda seni, cenderamata, atau bahkan menjadi
incestasi komersial. Namun demikian masih banyak pula kalangan masyarakat
yang masih percaya pada tuah atau isi dari sebilah keris atau yang lebih sering
kita sebut dengan mitos. Hal inilah yang mendasari sebuah karya dokumenter
ini dibuat dengan maksud sebagai bahan pengetahuan kepada masyarakat dan
tidak ada tujuan untuk menjerumuskan ke dalam hal yang merusak akidah
agama dan kemusyrikan. Karena bagaimanapun dan apapun bentuk dan
anggapan dari berbagai kalangan masyarakat mengenai keris, yang jelas keris
adalah sebuah karya budaya yang patut untuk dilestarikan keberadaanya.
Penyajian tayangan dengan format dokumenter gaya expository dirasa
paling tepat dalam pembuatan karya ini. Dengan gaya expository pemirsa
2 http://www.indonesiankeris.com/ 04 Nov ,08---09.15./
8
hanya diajak untuk sepakat dengan ide pembuat program. Selain itu, variasi
obyek dan seorang penata kamera akan lebih leluasa dalam mengambil dan
memilih gambar yang baik. Sehingga akan tercapai suatu karya audiovisual
program dokumenter yang baik dan dapat dinikmati oleh pemirsa televisi.
I.3. Tujuan dan Manfaat Penciptaan.
A. Tujuan
Penciptaan Tugas Akhir Karya seni ini bertujuan untuk :
1. Mengingat fungsi dan karakter televisi sebagai media massa maka
program ini diharapkan bisa diterima khalayak dengan tidak
meninggalkan orisinalitas data.
2. Menjadikan format alternatif dalam pengemasan program documenter
pada televisi sebagai media massa.
3. Karya Program documenter ini bukan hanya sebagai tontonan semata,
tetapi lebih dari itu sebagai referensi dan pengetahuan bagi pemirsa
lebih khusus kepada para pengamat seni dan budaya.
B. Manfaat
Program ini diharapkan bisa bermanfaat bagi khalayak sebagai subjek
penerima pesan, diantaranya sebagai :
Sosialisasi atau pewarisan nilai-nilai.
Mengembangkan konsep diri khususnya dalam bidang
cinematography dan videography.
Sebagai alternatif dan fungsi hiburan bagi masyarakat.
9
Selain menjadikan manfaat kepada para pemirsa yang akan memperoleh
pengetahuan, manfaat yang besar akan didapatkan penyaji ataupun produser
acara beserta crew-crew pembuat lainya untuk referensi program yang akan
digunakan untuk pembuatan pengembangan program di kemudian hari.
II. TINJAUAN SUMBER
I.4.1. Sumber Audio Visual
10
Program acara televisi sebagai sumber penciptaan program penulis
yaitu OASIS yang tayang di Metro TV. Sebagai acuan penyaji dalam hal isi
sebuah program acara yang mengarah pada porogram dokumenter.
Program acara lain yang menjadi acuan antara lain Metro Realita,
sebagai acuan penyaji dalam hal pengambilan gambar, angle camera, ukuran
gambar, dramatisasi cerita, dll.
Program acara Film Dokumenter National Geography yang tayang di
Metro TV juga merupakan sumber inspirasi bagi penyaji dengan kandungan
isi program dan teknik-teknik pengambilan gambarnya.
I. 4.2. Sumber Tulisan
Fajar Nugroho, Cara Pinter Bikin Film Dokumenter (2007). Buku ini
sangat membantu dalam pencarian ide dan pengembangan gagasan serta
sebagai tuntunan praktis dalam pembuatan film documenter. Dimulai dari
pencarian ide, hingga mengeksekusinya menjadi sebuah film dokumenter.
Selain itu, buku juga menjadi motivator untuk membuat karya dokumenter,
karena buku ini berisi contoh langkah demi langkah yang ditulis berdasarkan
pengalaman Fajar Nugroho yang memulai petualangannya di dunia film
dokumenter dengan menggunakan kamera handycam. Hingga pengalamannya
menjadi finalis Documentary Competition/Eagle Award 2005 lewat film
Ksatria Kerajaan.
Fred Wibowo, Dasar-dasar Produksi Program Televisi (1997). Isi
dari buku yang mengetengahkan pemikiran dan pengembangan gagasan-
11
gagasan mengenai bagaimana menciptakan suatu program televisi yang
bermutu. Pengertian dasar Produksi Program Dokumenter, serta tahapan-
tahapan yang harus dijalani dalam produksi dokumenter. Buku ini sangat
berguna sebgai pijakan dan referensi awal dalam proses pembuatan karya
film dokumenter.
Naratama, dalam buku berjudul Menjadi Sutradara Televisi Dengan
Single dan Multi Camera (2004), sangat membantu dalam menciptakan
program televisi, sehingga menjadi hiburan yang mendidik.
Darwanto Sastro Subroto Multimedia Training Center, Produksi
Acara Televisi (2004). Buku yang memuat tentang dasar-dasar produksi acara
televisi mulai dari pengelolaan produksi program dari pra produksi sampai
dengan pasca produksi serta tata pelaksanaan produksi yang berisi tugas dan
kewenangan crew produksi dan petunjuk praktis yang berhubungan dengan
teknik-teknik yang digunakan dalam proses produksi, lebih khusus dalam hal
teknik pengambilan gambar.
Daniel Arijon, Grammar of the Film Language (1975), pengertian
dasar tentang bahasa-bahasa film yang akan selalu digunakan secara universal,
serta membahas secara detail dan mendalam tentang sinematografi, dalam
menentukan sudut pengambilan yang bervariasi
Peter Ward, Digital Video Camerawork (2000), system kerja Digital
Camcorder, material (cassette DV, DV CAM), lighting diulas secara detail.
Terutama aplikasi terhadap Digital camcorder baik indoor, maupun outdoor.
Buku yang wajib dipunyai oleh penata kamera maupun kameramen. Bagi
12
penyaji buku ini sangat penting digunakan karena kamera yang digunakan
oleh penyaji adalah kamera digital video sehingga system yang terdapat pada
kamera dapat dipelajari dari buku ini.
Kris Malkiewcz & M. David Mullen, ASC, Cinematography (2005),
Ulasan tentang kamera film yang sangat lengkap dan mudah dipahami, disertai
aplikasinya terhadap pencahayaan baik indoor maupun outdoor.
John Jackman, Lighting for Digital Video & Televison (2003), jenis
dan sifat pencahayaan baik studio maupun outdoor dibahas secara detail.
Penempatan Lighting, dan filter sebagai pendukung suhu cahaya yang
diperlukan untuk produksi program televisi
Roy Thompson, Grammar of The Shot (2000) buku ini sebagai acuan
tentang bagaimana memaknai shot.
Haryono Haryoguritno, Keris Jawa “antara mistik dan nalar” (2006)
Buku ini membantu penulis dalam mengorek informasi masalah keris mulai
dari sejarah, mistis, pperlengkapan keris, perlakuan keris, dll. Atau bias
dikatakan buku ini merupakan sumber informasi dari dalam hal dunia
perkerisan dari A sampai Z.
Ki Hudoyo Doyodipuro, Occ., dalam bukunya Keris, Daya magic-
manfaat-tuah-misteri (2005). Seluk beluk keris, misteri keris dan mitos keris
dan berbagai hal yang berkait dengan dunia perkerisan dipelajari dari buku ini.
Jakob Sumardjo, Estetika Paradoks (2006) Buku ini mengupas tentang
benda-benda seni yang berasal dari konteks berfikir kolektif pra modern
13
(tradisi) hubungannya dengan nilai spiritualitas, taransenden dan kekuatan
magis dan daya energi dalam benda-benda seni, termasuk keris.
Sumber-sumber dari internet :
http://kuliahbroadcast.wordpress.com/2008/07/15/sinematografi-part- 1/ --- copy : 16 Oktober 2008_15.40 ---
Halaman website ini berisi tentang teknik kamera (equipment) dan
pengambilan gambar (motion picture). Berbagai istilah berhubungan dengan
kamera (shutter speed, filter, lensa, dll.) dan teknik pengambilan gambar yamg
meliputi komposisi, angel kamera, focusing, penataan cahaya, dan lain-lain,
dijelaskan secara rinci dalam halaman website .
http://www.blogger.com/postedit.g?blogID=6975135000296667498&postID=7395475807809985542 (komentar) ---copy : 16 Oktober 2008_15.40 ---
Berisikan penjelasan dan makna makna pertama utamanya unsur
visual (gambar). Pada dasarnya, sebuah shot dilakukan tentunya mengandung
maksud dan motivasi tertentu. Pasti ada pesan yang ingin disampaikan oleh si
pembuat dalam menciptakan rangkaian shot-shot tadi. Shot semestinya tidak
semata urusan teknis mekanis dan estetis,menyampaikan pesan akan
”berurusan” dengan falsafah, the philosophy of the shot.
http://misteridigital.wordpress.com/2007/09/17/riset-dalam-film-dokumenter/ 17 09 2007 --- copy : 16 Oktober 2008_15.40 ---
Halaman website ini menjadi sumber data tulis dalam pembuatan film
dokumenter ini, khususnya dalam hal riset awal sebelum mulai produksi
dokumenter. Riset sangat diperlukan dalam penciptaan sebuah film
14
documenter agar karya yang dihasilkan dapat membetuk suatu kenyataan.
Langkah dan metode riset sebagai satu rangkaian kerja dalam pembuatan
karya fil dokumenter dijelaskan secara rinci pada halaman website ini
I.4.3. Sumber Lisan
Sri Christianto Darwijatmo, Praktisi Cinematography, Videography
Tentang Komposisi gambar, Framing gambar dan Penataan kamera pada film
documenter.
Subandi, Empu keris. Sebagai nara sumber dan konsultan mengenai
berbagai hal tentang keris dan hal apa yang baik untuk diambil sebagai insert
fil documenter.
III. METODE PENCIPTAAN
III.1 Tahap Pra Produksi
15
Format tayangan yang berdurasi 24 menit membutuhkan perencanaan yang
mengacu pada struktur program televisi dengan pembagian tiga segment
bahasan. Konsep visual perlu juga ditetapkan, mengingat program variety
show memerlukan dramatisasi yang terarah supaya tidak terjebak dalam
dialog-dialog yang monoton. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap
ini adalah :
1. Penggalian Ide.
Penggalian Ide ini adalah langkah awal yang dilakukan, kemudian
menetapkan konsep visual, riset dalam hal ini termasuk juga menetapkan
nara sumber. Kemudian menuliskan synopsis untuk dokumenternya dan
Rundown untuk talkshow.
2. Perencanaan.
Tahap ini meliputi penetapan disain produksi, time schedule,
menentukan equipment system, penentuan lokasi produksi dan
budgeting.
3. Persiapan
Tahap ini mempersiapkan lokasi shooting, kontak narasumber dan
merekrut crew pendukung.
III.2 Tahap Produksi
Selain berhubungan dengan kamera, seorang Penata kamera juga
berhubungan erat dengan sumber cahaya atau penataan cahaya. Karena
kualitas gambar yang diambil oleh kamera sangat ditentukan oleh
pencahayaan atau sumber cahaya. Sehingga Penataan cahaya secara tidak
16
langsung juga merupakan tanggung jawab dan satu rangkain tugas dari piñata
kamera, agar mendappatkan gambar yang baik.
Dalam produksi documenter, digunakan beberapa elemen shot antara lain:
komposisi, Motivasi, informasi, sudut pengambilan, serta kesinambungan
gambar dan suara akan sangat diperhatikan untuk menunjang keberhasilan
karya ini, baik dari sisi ukuran gambar, pencahayaan, pewarnaan maupun
pilihan obyeknya, sehingga diharapkan sajian ini akan dapat dinikmati dengan
baik. Pengambilan gambar harus benar dan pasti, harus menggunakan elemen
shot tersebut karena, satu saja elemen tersebut terlewatkan maka gambar bisa
dikatakan gagal.
Penggunaan shot di dalam maupun di luar studio akan dikombinasikan
dengan dinamis sehingga tayangan tidak akan membosankan meski sebagian
besar pengambilan gambar banyak yang di luar ruangan, maka harus dihindari
shot yang membosankan pemirsa. Misalnya shot panjang dengan pergerakan
kamera yang lamban sangat tidak menguntungkan. Variasi dari obyek yang
direkam lebih menentukan, sehingga harus dibuat stock shot yang banyak dan
bervariasi.
A Shot is basic division of a film or TV programme. In the sameway as a
play maybe divided into scenes and acts, or an orchestral piece devided Into
parts and bars, a film or TV programme is devided up into scene and shot”
Menurut Roy Thompson, harus dipahami benar bahwa sebuah shot
hanyalah bagian dasar dari sebuah film dan program televisi. Shot dapat
dipisahkan untuk kepentingan adegan dan acting.
17
Thompson juga menegaskan bahwa sebuah shot hanya sebagian kecil
dari sebuah proses produksi, namun mempunyai arti yang sangat penting.
Untuk mendukung peran dan makna shot, maka Thompson membedah shot
menjadi beberapa elemen antara lain yang disebut sebagai “The Element of the
Shot”.
Keempat elemen itu adalah motivasi, informasi, komposisi, dan sudut
pengambilan gambar.
a). Motivasi (shot motivation): sebuah shot harus mempunyai
motivasi, jadi shot yang dibuat sangat bergantung pada objek yang dituju.
b). Informasi: sebuah shot harus mengambarkan informasi yang
disampaikan kepada pemirsa.
c). Komposisi (Composition): Bagaimana membuat gambar agar dapat
berbicara dengan sendirinya. Ada empat bagian yang perlu diperhatikan yaitu
framing (pembingkaian gambar), Illusion of depth (kedalaman dalam dimensi
gambar), Subject or object (subyek atau obyek gambar), dan Colour (warna).
Keempat bagian ini akan menyatu dalam komposisi shot yang akan dibangun,
bila ada satu saja bagian yang hilang maka shot sudah bisa dikatakan gagal.
d). Sudut pengambilan gambar (Camera Angle): Sudut pengambilan
gambar akan memberikan kekuatan dari sebuah shot itu sendiri karena
penempatan sudut pengambilan dapat menyempurnakan karya.
Dalam pelaksanaan produksi seorang penata kamera dibantu kameramen
dan asisten kamera mewujudkan apa yang menjadi gagasan seorang sutradara
melalui naskah atau treatmen yang telah disiapkan, agar makna yang akan
18
disampaikan kepada penonton dapat tersampaikan dengan jelas melalui
gambar-gambar yang telah direncanakan sebelumnya.
III.3 Tahap Post Produksi
Tahap Post Produksi yang dilakukan seorang editor tetaplah berdasar pada
time schedule yang sudah ditetapkan, dengan langkah kerja :
1. Editing off line
Editing off line dalam program ini dibuat dua tahap. Yang pertama
menyusun gambar documenter dulu untuk insert dan yang kedua menyusun
gambar talkshow sekaligus menyisipkan Insert sesuai dengan Rundown
program. Setelah urutan kasar (rought cut) selesai kemudian trimming untuk
membuang hal-hal yang kurang perlu. Berdasarkan urutan dalam Rundown
dan berdasarkan screening rough cut dibuatlah naskah editing.
2. Editing on line
Membuat sambungan-sambungan setiap shot dan adegan berdasarkan
naskah editing, Suara pengambilan gambar dimasukkan dengan level yang
sempurna.
3. Mixing
Perpaduan antara gambar, Ilustrasi musik dan Suara Asli Gambar
disesuaikan dengan level-level tertentu. Level suara antar shot juga harus
sama.
4. Mastering
19
Setelah semuanya fix saatnya perekaman dari media editing ke media kaset
sebagai hasil akhir dari produksi.
20
IV. DISKRIPSI KARYA
Judul Program : Ragam Makna
Episode : Keris
Format : Dokumenter
Durasi : 24 menit
Tema Episode ini : Mengungkap makna dibalik Keris.
Sasaran program : Dewasa
Maksud dan Tujuan : Memperjelas statement-statement yang dilakukan
oleh seorang tokoh narasumber. Sekaligus
membuat tayangan program televisi lebih
dinamis.
Karakteristik : Ringan, santai, berisi
Segmentasi : Program ini terbagi menjadi tiga segment, yaitu :
21
V. JADWAL PELAKSANAAN
Time Schedule
KEGIATAN JANUARI FEBRUARI MARET
Penentuan ide
Penususna Proposal
Desain Produksi
Riset
Produksi
Editing
Mastering
22
Daftar Pustaka
Daniel Arijon 1975 Grammar of the Film Language, Focal Press, Oxford
Fajar Nugroho 2007 Cara Pinter Bikin Film Dokumenter
Fred Wibowo 1997 Dasar-dasar Produksi Program Televisi
Haryono Haryoguritno, 2006 Keris Jawa “antara mistik dan nalar”
John Jackman 2003 Lighting For Digital Video & Televison
Ki Hudoyo Doyodipuro, Occ., 2005 Keris, Daya magic-manfaat-tuah-misteri
Kris Malkiewcz & M. David Mullen, ASC, 2005 Cinematography Fireside, Rockefeller Center, New York
Peter Ward, 2000 Digital Video Camerawork, Focal Press, Oxford Roy Thompson 2000 Grammar of The Shot, Focal Press, Oxford http://www.blogger.com/postedit.g?
blogID=6975135000296667498&postID=7395475807809985542 ---copy : 16
Oktober 2008_15.40 ---
http://kuliahbroadcast.wordpress.com/2008/07/15/sinematografi-part-1/
--- copy : 16 Oktober 2008_15.40 ---
http://misteridigital.wordpress.com/2007/09/17/riset-dalam-film-dokumenter/ 17
09 2007 --- copy : 16 Oktober 2008_15.40 ---
23
Recommended