View
315
Download
88
Category
Preview:
DESCRIPTION
Mekanisme Proses Bicara- Oral Biology 6
Citation preview
MAKALAH KELOMPOK OB-6
MEKANISME PROSES BICARA
DISUSUN OLEH:
Kelompok 12
Ferianto 04121004022
Cindy Hulwani 04121004023
Vanny Putri Natasha 04121004025
Aisyah Humairah 04121004026
Putri Bintang Pamungkas 04121004028
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2015
1. Mekanisme Proses Bicara
Ucapan manusia dihasilkan oleh suatu sistem produksi ucapan yang
dibentuk oleh alat-alat ucap manusia. 3 komponen utama pembentuk suara adalah
paru-paru, laring dan vocal tract.
Gambar 1. Anatomi yang terlibat pada saat proses bicara
Seperti pola gerakan voluntary lain, berbicara berasal dari cerebral cortex.
Selain itu cerebelum dan batang otak bersama dengan neuron sensori, dapat
memodifikasi dan meregulasi impuls ke neuron motorik yang mengaktivasi
berbagai otot yang terlibat dalam bicara. Bicara juga tergantung pada koordinasi
dari neuron motorik di bagian servikal dan thoraks tulang belakang yang
menginervasi otot yang terlibat dalam pernafasan. Proses bicara terdiri dari dua
tahapan utama, yaitu:1
1. Pertama, formasi di pikiran yang akan diungkapkan begitu juga pilihan
kata yang digunakan (sensorik).
2. Kedua, motor control dari berbagai jalur dan tindakan vokalisasi
(motorik).
Tahap awal dari bicara melibatkan area asosiasi sensori dari otak dan regio
khusus yang disebut wernickes area. Area ini berada di bagian posterior dari
gyrus superior temporal. Jika area wernicke pada hemisfer dominan (hemisfer kiri
untuk orang bertangan kanan) rusak, orang tersebut akan mengalami wernickes
aphasia, dimana ia dapat mengerti pembicaraan atau tulisan orang, namun tidak
dapat menerjemahkan pikiran yang diungkapkan tulisan tersebut.1
Regio lain adalah area broca yang juga terlibat dalam bicara. Area ini
berada di prefrontal dan regio fasial premotor dari korteks, sekitar 95% berada di
hemisfer kiri. Pola kecakapan motor untuk mengontrol laring, bibir, mulut, sistem
respirasi dan otot asesori lain yang terlibat dalam bicara semua dimulai disini.
Kerusakan dari broca menyebabkan sesorang mampu untuk memutuskan apa
yang akan ia katakan, namun tidak dapat menghasilkan kata dari sistem vocal,
kecuali suara yang sulit dipahami. Ini disebut motor aphasia.1
Regio fasial dan langeal dari motor cortex, mengaktifkan motor yang
terlibat dalam artikulasi, dan serebelum, basal ganglia dan sensory cortex,
membantu dalam mengontrol urutan dan intensitas dari kontraksi otot. Kerusakan
dari regio-regio tersebut dapat menyebabkan partial atau total inability untuk
berbicara jelas.1
Gambar 2. Regio otak yang terlibat pada proses bicara
Selain sistem saraf pusat, adapun sistem saraf tepi dan otot-otot yang
terlibat pada saat proses bicara:
Arah
Pergerakan
Saraf yang
mempersarafi
Otot-otot yang berperan Fungsi Otot-otot
Adduktor Nervus Laringeus
rekuren
M. Tiroaritenoid
M. Krikoaritenoid
Lateral
M. Interaritenoid
Relaksasi Pita
Suara
Adduksi Pita Suara
Kontraksi Pita
Suara
Abduktor M. Krikoaritenoid
Posterior
Abduksi Pita Suara
Tensor Cabang Eksterna,
Nervus Laringeus
Superior
M. Krikotiroid Kontraksi Pita
Suara
Ada beberapa mekanisme yang terjadi dalam tubuh kita selama terjadinya
proses berbicara, antara lain:
1. Respirasi
Respirasi adalah pertukaran gas dari dalam tubuh manusia dengan
lingkungannya. Gas dibawa ke dalam sel tubuh dengan menarik napas mengambil
oksigen ke dalam (inspirasi) dan mengeluarkan produk sisa pernapasan berupa
karbondioksida dengan menghembuskan napas (ekspirasi). Dalam proses ini
organ yang paling berperan adalah paru-paru.2,3
Peran respirasi adalah untuk memberikan sumber energi secara tepat dan
efisien selama berbicara. Organ pernapasan terdiri dari paru-paru, trakea, bronki,
dada dan difragma yang berguna dalam aktivitas pernapasan dengan adanya
perubahan pada volume paru-paru yang disebabkan oleh pergerakan dada dan
difragma.2
Ketika kita menarik napas, kita memperbesar rongga dada dengan
memperluas tulang rusuk sekitar paru-paru dan dengan menurunkan diafragma
yang berada di bagian bawah paru-paru dan memisahkan paru-paru dari perut.
Tindakan ini menurunkan tekanan udara di paru-paru, sehingga udara terburu-
buru masuk melalui vocal tract, turun ke trakea, masuk ke paru-paru.
Trakea, yang disebut sebagai "wind pipe", adalah pipa panjang berukuran
12 cm dan diameter 1,5-2 cm yang berjalan dari paru-paru ke epiglotis. Epiglotis
adalah massa kecil, atau "switch," yang mengalihkan makanan agar tidak
memasuki trakea. Ketika kita makan, epiglotis jatuh, memungkinkan makanan
untuk melewati tabung yang disebut kerongkongan dan masuk ke perut3.
Pertukaran gas terjadi di dalam alveoli, kantung udara yang terdapat di
dalam paru paru. Sumber energi dalam sinyal bicara adalah aliran udara
pernapasan yang dikeluarkan oleh paru-paru.
Ketika kita ekshalasi, kita mengurangi volume rongga dada dengan
mengkontraksikan otot-otot di tulang rusuk, sehingga meningkatkan tekanan
udara paru-paru. Peningkatan tekanan kemudian menyebabkan udara mengalir
melewati trakea ke dalam laring.2,3
Selama berbicara, kita mengambil udara pendek dan menghembuskannya
terus menerus dengan mengendalikan otot-otot sekitar tulang rusuk. Irama
pernapasan di kesampingkan dengan membuat durasi ekshalasi kurang lebih sama
dengan panjang sebuah kalimat atau frase. Selama waktu ekshalasi ini, tekanan
udara paru-paru dipertahankan pada tingkat yang konstan, yaitu sedikit di atas
tekanan atmosfer, dengan kontraksi lambat tulang rusuk 2.
Skema 1. Durasi inhalasi dan ekhalasi selama bernapas dan berbicara
2. Fonasi
Sumber energi untuk berbicara adalah aliran pernapasan udara dari paru
paru, tapi yang mengubah energi tersebut menjadi suara yang dapat didengar dan
yang berperan sebagai motor energi yang menghasilkan suara adalah laring.
Terdapat 2 cara dalam menghasilkan suara dengan menggunakan organ berbicara,
yaitu2:
a. Pertama: generasi quasiperiodic gelombang suara melalui vibrasi pita
suara,
b. Kedua: generasi sumber variasi hidung dengan mengontrol aliran udara di
atas pita suara. Pembentukan tersebut disebut vokalisasi.
Laring adalah organ fonasi yang mengubah aliran udara pernapasan dari
paru-paru menjadi sumber suara1. Laring berperan penting dalam mengatur nada
dan kualitas suara. Laring adalah sistem yang rumit terdiri dari tulang rawan, otot,
dan ligamen, yang fungsi utamanya dalam speech production, untuk mengontrol
pita suara atau vocal fold.3
Vocal fold adalah dua masa daging, ligamen, dan otot
yang membentang dibagian depan dan belakang laring. Glotis adalah orifice
seperti celah antara dua lipatan.
Vocal fold terikat tetap di depan laring di mana mereka melekat pada
kartilago tiroid stasioner. Kartilago tiroid terletak di bagian depan (atau jakun)
dari sisi laring. Vocal fold bebas untuk bergerak di bagian belakang dan samping
laring, mereka melekat pada dua kartilago arytenoid yang bergerak dalam gerakan
geser di belakang laring bersama dengan kartilago krikoid.
Ukuran glotis dikendalikan sebagian oleh kartilago arytenoid, dan
sebagian oleh otot-otot dalam lipatan. Sifat penting lain dari vocal fold, selain
ukuran glotis adalah ketegangan mereka. Ketegangan dikendalikan terutama oleh
otot dalam lipatan, serta tulang rawan di sekitar lipatan.
Pita suara serta epiglotis saling berdekatan selama makan sehingga
memberikan mekanisme perlindungan kedua. Vocal fold palsu di atas lipatan
vokal, memberikan perlindungan yang ketiga. Mereka juga memanjang dari jakun
ke aritenoid. Mereka dapat ditutup dan dapat bergetar, tetapi mereka cenderung
terbuka selama speech production.4
Dapat dilihat bahwa triple barrier disediakan
di tenggorokan melalui aksi epiglotis, pita suara palsu, dan pita suara
sesungguhnya. Ketiganya ditutup selama menelan dan terbuka lebar saat bernafas.
Gambar 3. Perubahan pada saat terjadinya vibrasi pita suara
Proses vibrasi suara adalah sebagai berikut2:
1. Selama respirasi tenang (sebelum berbicara) glotis pada keadaan terbuka
tetapi,
2. Saat mengucap, pita suara berpindah ke garis tengah melalui kontraksi
otot.
3. Dan ketika glotis menutup, tekanan subglotal menjadi lebih tinggi dari
pada tekanan superglotal,
4. Pita suara akan terdorong oleh paru-paru dan glotis akan terbuka dari atas.
5. Udara akan mengalir ketika glotis terbuka dan tekanan subglotal akan
menurun sementara waktu,
6. Aliran ini akan ditingkatkan dalam vocal tract sebagai gelombang akustik.
7. Akibat kekuatan pita suara dan aliran pernapasan, glotis akan menutup.
8. Ketika glotis menutup tekanan subglotal akan meningkat.
Proses 3-8 adalah siklus vibrasi pita suara dan vibrasi akan berlanjut
selama adanya tekanan udara dari paru paru yang menjadi sumber energi suara
untuk berbicara. Gelombang suara dibentuk oleh glotis mempunyai periode yang
sebanding dengan vibrasi pita suara. Gelombang suara yang dibentuk terutama
selama ratio terbuka, memiliki hubungan dengan intensitas dan nada suara yang
dihasilkan. Suara kuat dan rendah memiliki waktu ratio membuka yang kecil
sedangkan suara kecil dan nada tinggi adalah sebaliknya 2.
Skema 2. Keadaan glottis dalam berbagai variasi suara
Pada suara rendah (Low Voice) dan suara besar (strong voice) pita suara
membuka secara membuka secara maksimal, akan tetapi perbedaan keduanya
yakni terdapat pada tekanan subglottalnya. Pada suara rendah tekanan
subglottalnya lebih kecil dibandingkan dengan suara besar.
Pada suara tinggi (high voice) dan suara kecil (weak voice) pita suara
membuka secara minimal, akan tetapi perbedaanya juga terdapat pada tekanan
subglottalnya. Pada suara tinggi, tekanan subglottalnya lebih besar dibandingkan
dengan suara kecil, sehingga menimbulkan banyak gelombang suara pada suara
tinggi.
Pada suara falsetto dan bisikan (whisper) pita suara membuka sebagian
tetapi pada falsetto tekanan subglottalnya lebih besar dibandingkan dengan
tekanan subglottal suara bisikan.
Intensitas suara selama berbicara diatur oleh tekanan paru-paru sedangkan
nada yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah vibrasi pita suara. Tekanan pada pita
suara meningkatkan frekuensi vibrasi dan peningkatan masa pita suara
menentukan tinggi rendahnya nada suara. Laki-laki memiliki suara yang lebih
rendah daripada wanita dikarenaka ukuran laring laki-laki lebih besar daripada
wanita, dan pita suara laki-laki (17-25 mm) lebih panjang dari pada pita suara
perempuan (12,5 17,5). 2 Selain itu suara setiap orang berbeda dikarenakan
adanya perbedaan ukuran dan bentuk dari organ-organ penghasil suara antara
setiap orang. 5
Laring mempunyai reseptor hormon tiroid dan hormon seks yang terletak
pada nukleus dan sitoplasma sel.6
Reseptor tersebut adalah TR-alpha, TR-beta7
,
ER, PgR dan AR.8,9
Reseptor hormon pada laring menyebabkan laring akan
sangat responsif pada perubahan hormon. Hal ini berdampak pada perubahan
laring yang mempengaruhi fungsi pita suara.
Pada laki-laki saat pubertas sekitar usia 9-11 tahun kadar testosteron dan
dihydrotestosteron (DHT) akan meningkat. Reseptor androgen (AR) akan
merespon, memicu pembesaran ukuran kartilago laring, otot-otot dan ligament
laring. Ukuran laring makin tebal dan panjang, terjadi pertumbuhan ke arah
posterior-anterior, protrusi ke arah Adams apple. Perubahan pada laring akan
menyebabkan turunnya suara laki-laki sekitar satu oktaf, hal ini yang
menyebabkan perubahan suara pada laki-laki saat pubertas.10
Skema 3. Mekanisme perubahan suara laki-laki saat pubertas
Usia pubertas (9-12 tahun)
testosteron dan DHT
Ukuran kartilago laring, otot-otot dan ligamen laring
Pertumbuhan laring ke arah anterior-posterior
Laring makin tebal dan panjang
Turunnya suara 1 oktaf
Perubahan suara pada laki-laki
Pada perempuan usia pubertas umumnya dimulai dari usia 9 tahun, pada
masa ini suara wanita tidak berubah drastis seperti laki-laki, pada wanita hanya
turun sekitar 1/3 oktaf. Ukuran laring tidak terlalu banyak berubah, perubahan
terbesar terjadi pada panjang laring, pertumbuhan ke arah posterior. Tetapi, suara
wanita berubah saat siklus menstruasi. Saat awal menstruasi, terjadi fase folikuler
yang ditandai dengan peningkatan kadar estrogen dan penurunan kadar
progesterone. Reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesterone (PgR) pada laring
akan merespon. Saat fase ini terjadi edema pada pita suara dan peningkatan aliran
darah. Polisakarida di pita suara akan terurai dan dapat mengikat air lebih mudah,
terjadi akumulasi cairan di pita suara. Pada pertengahan siklus menstruasi terjadi
fase luteal, kadar progesterone akan meningkat lebih besar dari kadar estrogen.
Progesteron akan memicu pengelupasan epitel laring dan menghambat
proliferasi sel. Hal ini juga membuat sekresi kelenjar saliva lebih kental yang
menyebabkan penurunan getaran pada pita suara dan meningkatnya kerusakan sel.
Perubahan ini lah yang bertanggung jawab atas perubahan suara saat siklus
menstruasi.10
Skema 4. Mekanisme perubahan suara perempuan saat siklus menstruasi
Menstruasi
Fase folikuler
Estrogen
Progesteron
Polisakarida terurai
Mengikat air
Akumulasi cairan
Pita suara edem dan aliran darah
Fase luteal
Progesteron
Estrogen
pengelupasan epitel laring dan menghambat proliferasi sel
viskositas sekresi kelenjar saliva
Kerusakan sel
Getaran pita suara
Perubahan suara pada perempuan
3. Resonansi
Resonansi berbicara adalah modifikasi dari suara vibratori yang diproduksi
di laring dengan melewati ruang resonansi yang berada di leher dan kepala.
Dalam proses resonansi suara akan dimodifikasi dengan cara diperkuat maupun
diperkecil oleh ruang resonansi yang berada di lehar dan kepala untuk membentuk
voice speech sound dan menghasilkan perbedaan kualitas suara.11
Vocal tract meluas dari laring sampai ke mulut terdiri dari rongga faring,
rongga mulut dan rongga nasal. Vocal tract memiliki 2 peran utama yaitu sebagai
resonator sumber suara dan sebagai penghasil berbagai sumber suara hidung tanpa
disertai vibrasi pita suara dengan mengontrol aliran udara di atas pita suara.
Bentuk saluran suara berbeda-beda dan dapat berubah sesuai dengan bentuk lidah,
faring, palatum lunak, bibir dan rahang. Saluran suara bekerja sebagai resonator
yang menghasilkan vokal, semi vokal dan nasal. Selain itu, saluran suara juga
memberikan fonem karakteristik frekuensi resonan 2.
Komponen hidung dan mulut dari vocal tract dihubungkan oleh velum.
Ketika velum vocal tract diturunkan, terjadi pembukaan ke dalam rongga hidung
dan saluran rongga mulut tertutup oleh lidah atau bibir sehingga suara menyebar
melalui rongga hidung dan keluar melalui hidung. Proses ini akan menghasilkan
suara hidung, misalnya, "ng" seperti memiliki spektrum yang didominasi oleh
forman berfrekuensi rendah dari volume besar rongga hidung11
.
4. Artikulasi
Artikulasi merupakan pergerakan mulut dan lidah yang membentuk suara
menjadi fonem. Daerah artikulasi adalah bagian saluran suara yang tidak bergerak
tetapi disentuh oleh organ artikulasi sewaktu berlakunya sesuatu lafaz. Organ
artikulasi (artikulator) merupakan organ lisan di dalam saluran suara yang terlibat
dalam pengeluaran bunyi bahasa.12
4.1 Organ Artikulasi
Bunyi-bunyi dalam bahasa mempeunyai daerah dan organ
artikulasinya masing-masing. Semuanya memiliki perbedaan, dan seetiap
satu menghasilkan perbedaan bunyi-bunyi yang terucapkan. Organ
artikulasi seperti yang dijelaskan sebelumnya merupakan organ yang
digunakan untuk menghasilkan bunyi manakala daerah artikulasi
merupakan kawasan menghasilkan bunyi tersebut.13
Gambar 4. Organ Articulator
Sumber : Phonology in English Language Teaching: An International Approach
Organ artikulasi terbagi atas artikulator aktif dan artikulator pasif.12
a. Artikulator aktif
Merupakan organ dalam saluran suara yang bergerak seperti lidah,
bibir, palatum lunak dan gigi bawah.
Lidah merupakan alat yang paling aktif dalam menghasilkan
bunyi bahasa. Lidah terbagi atas ujung lidah, lidah bagian
depan dan belakang.
- Ujung lidah dapat digerakkan ke depan dan ke belakang
untuk menghasilkan bunyi.
- Depan lidah dapat diangkat ke atas menyentuh palatum
keras.
- Belakang lidah dapat diangkat menyentuh palatum lunak.
Bibir, kedua-dua bibir dapat digerakkan menyentuh antara
satu sama lain, atau bibir atas menyentuh gigi bawah dan
sebaliknya untuk menghasilkan bunyi.
Gigi, gigi bawah dapat digerakkan ke bawah untuk menyentuh
bibi atas
Palatum lunak, dapat digerakkan ke bawah untuk menyentuh
belakang lidah dan ini dapat menghasilkan bunyi sengau.
b. Artikulator pasif
Merupakan organ dalam saluran suara yang tidak bergerak seperti
gigi atas dan palatum keras.
Gigi atas, tidak dapat digerakkan. Oleh karena itu, alat
yang lain dapat menyentuhnya.
Palatum keras, sama halnya dengan gigi atas, hanya dapat
disentuh oleh alat artikulator aktif seperti lidah.
2. Bunyi
Dari proses terjadinya bicara, bunyi merupakan salah satu aspek
yang mempengaruhi terjadinya suatu suara. Dengan adanya dihasilkan
bunyi seseorang akan mudah melakukan suatu interaksi. Bunyi dihasilkan
dengan adanya udara dan dibantu dengan organ artikulasi yang berada
pada daerah artikulasi (place of articulaton) serta bagaimana cara
artikulasi (manner of articulation) atau sama sekali tidak adanya
artikulasi.14
Pada dasarnya bunyi bahasa terdiri dari, yaitu konsonan dan
vokal.13
a. Bunyi konsonan, dihasilkan dengan keadaan rongga mulut atau
hidung yang sempit atau bahkan tertutup dengan adanya
pergerakan artikulasi.
b. Bunyi vokal, dihasilkan dengan membentuk rongga mulut
sedemikian rupa sehingga mengeluarkan bunyi dengan tidak
adanya hambatan pada alat bicara atau tidak adanya
pergerakan artikulasi.
2.1 Bunyi Vokal
Bunyi vokal sendiri tidak melibatkan beberapa alat
artikulasi. Organ artikulasi yang sangat mempengaruhi bentuk vocal
tract untuk vokal adalah lidah. Ketika vocal tract dianggap sebagai
tabung dengan dua segmen (lubang depan dan belakang), pergerakan
badan lidah antara posisi belakang rendah dan depan tinggi
menciptakan bentuk divergen dan konvergen dari vocal tract.4 Vokal
dapat diklasifikasikan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian
lidah yang bergerak striktur (penyempitan), dan bentuk bibir.13
Tinggi rendahnya lidah
Ketika rahang dalam posisi tinggi dan lidah dalah posisi di
depan tinggi, vocal tract berasumsi bentuk [i] .Berdasarkan
tinggi rendahnya lidah, vokal dapat dibedakan atas :
1) Vokal tinggi, misalnya [i, u]
2) Vokal madya, misalnya [e,o]
3) Vokal rendah, misalnya [a]13
Bagian lidah yang bergerak13
Berdasarkan bagian lidah yang bergerak, vokal dibedakan
atas:
1. Vokal depan, yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan
peranan turun-naiknya lidah bagian depan misalnya,[
i,e,a]
2. Vokal tengah, yaitu vokal yang dihasilkan oleh
gerakan pranan lidah bagian tengah, misalnya []
3. Vokal belakang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh
gerakan peranan turun naiknya lidah bagian belakang
(pangkal lidah), misalnya[u, o, , a]
Jika anda mengatakan [i] dan kemudian [u] setelahnya,
anda merasakan bahwa anda menggerakkan lidah anda
kebelakang. Hal ini dikarenakan [i] merupakan vokal depan,
dan [u] vokal belakang, atau dengan kata lain, titik tertinggi
dalam pelafalan [i] adalah depan lidah, sedangkan titik
tertinggi dari [u] adalah belakang lidah. (lihat ilustrasi
gambar)15
Gambar 5. Ilustrasi pelafalan i dan u
Gambar 6. Posisi lidah pada saat pelafalam vokal
Striktur
Keadaan hubungan posisional artikulator aktif dengan
artikulator pasif. Oleh karena vokal tidak ada artikulasi,
striktur untuk vokal ditentukan oleh jarak lidah dengan langit
langit. Menurut strikturnya, vokal dibedakan atas empat
macam.
1) Vokal tertutup, yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah
diangkat setinggi mungkin mendekati langit langit dalam
batas vokal. Vokal terttutup ini dapat digambarkan terletak
pada garis yang menghubungkan antara [i] dan [u]. Jadi,
[i] dan [u] menurut strikturnya merupakan vokal tertutup.
2) Vokal semi tertutup, yaitu vokal yang dibentuk lidah
diangkat dalam ketinggian sepertiga dibawah terttutup,
atau dua pertiga di atas vokal yang paling rendah, terletak
pada garis yang menghubungkan vokal [] dan [o]. Jadi,
vokal [] dan [o] adalah semitertutup.
3) Vokal terbuka, yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah
dalam posisi serendah mungkin, kira-kira pada garis yang
menghubungkan vokal [a], dan dengan demikian vokal itu
termasuk vokal terbuka.
4) Vokal semi terbuka, yaitu vokal yang dibentuk dengan
lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas vokal
yang paling rendah atau dua pertiga di bawah vokal
tertutup. Letaknya pada garis yang menghbungkan vokal
[].
Bentuk Bibir14
Berdasarkan bentuk bibir pada waktu vokal diucapkan, vokal
dibedakan atas tiga macam.
1) Vokal bulat, yaitu vokal yang diucapkan dengan
bentuk bibir bulat, misalnya vokal [o,u]
2) Vokal netral, yaitu vokal yang diucapkan dengan
bentuk bibir dalam posisi netral, dalam arti tidak bulat
tetapi juga tidak terbentuk lebar, misalnya vokal [a]
terbuka bulat.
3) Vokal tak buat, yaitu vokal yang diucapkan dengan
bentuk bibir tidak bulat atau terbentang lebar.
Misalnya vokal [l, e, a, , ]
2.2 Bunyi Konsonan
Konsonan merupakan suara yang dibuat dengan menutuo
atau sedikit menutup artikulasi. Konsonan dihasilkan oleh
beberapa hal yang mempengaruhinya, yaitu Voicing, Tempat
Artikulasi (Place of Articulation), dan Cara Berartikulasi (Manner
of Articulation).16
Voicing16
Voicing memiliki pengertian bahwa pita suara
digunakan, jika pita suara tidak digunakan, suara disebut
voiceless. Voiced dan voiceless sering ditujukan pada bagian
glotis dengan dan tanpa getaran (vibrasi) dari pita suara.
Dalam posisi normal, lipatan dari pita suara terpisah atau
dikatakan glotis terbuka. Ketika tepi pita suara lipatannya
saling menyentuh, ada yang melewati glotis biasanya akan
menyebabkab getaran. Membuka dan menutup ini diulang
secara teratur dan menghasilkan apa yang disebut voicing.
Perbedaan antara kata pertama dari sue dan zoo
sebagai contoh, dimana [s] adalah voicedless dan [z] adalah
voiced. Jika anda berkata {sssssszzzzzssssss}, anda dapat
mendengarkan getaran dari [zzzzz] dengan menempelkan jari
anda kedalam telinga anda, atau kamu dapat merasakannya
dengan menyentuh bagian depan laring anda atau yang
disebut dengan jakun (Adams apple).
Tempat Artikulasi12
a) Bilabial, merupakan suara yang melibatkan bibir atas dan bibir
bawah yang saling beratikulasi. Ada empat fonem bilabial : /m/
(mill), /w/ (will), /b/(bill) dan /p/ (pill). Ketiga huruf pertama
merupakan voiced, dan /p/ merupakan voiceless.
b) Labio-dental, pelafalan dengan bibir bawah menyentuh gigi atas.
Hal ini akan menghasilkan suara labiodental, yaitu /f/ dan /v/.
c) Lingua-dental, pelafalan dengan meletakkan lidah diantara gigi
sehingga depan lidah diperluas menuju gigi. Fonem terdiri dari //
(thin) dan // (then). Dimana // (thin) merupakan voiceless dan
// (then) merupakan voiced.
d) Lingua-alveolar, pelafalan pada ujung lidah dan/atau daun lidah
berartikulasi menyentuh alveolar ridge (bagian yang
bergelombang) sekaligus mengenai punggung gigi. Konsonan
yang merupakan voiced : /n/ (nip), /d/ (dip), /z/ (zip) dan /l/ (lip).
Dan yang merupakan voiceless adalah /t/ (tip) dan /s/ (sip). Pada
artikulasi ini dapat dilakukan dengan ujung lidah atau daun lidah.
e) Lingua-prepalatal, yaitu daun lidah menyentuh atau dekat
menyentuh bagian dimana alveolar berhubungan dengan bagian
depan palatum. Konsonan voiceless adalah /sh/ (mash) dan /ch/
(match) sedangkan voiced adalah /r/ (red) dan /j/ (judge).
f) Lingua-palatal, pelafalan konsonan Pada bagian depan lidah
menyentuh bagian depan palatum (dan/atau tengah palatum).
Konsonan tersebut ialah /y/ (yellow) dan bersifat voiced.
g) Lingua-velar, yaitu pelafalan konsonan diproduksi dengan lidah
bagian belakang berkontak velum (palatum lunak). Konsonan
yang merupakan voiceless ialah /k/ (kat), dan voiced ialah /g/
(gut), dan /eng/ (heng).
h) Glottal, pelafalan dibentuk dengan menyempitkan glotis (udara
melewati melalui laring). Dua suara glottal yang biasa, yaitu [a]
dan [h]. [a], suara ini diproduksi dengan adanya aliran udara yang
tertutup pada glotis.
Cara Artikulasi 12
Suara pada bahasa dapat diklasifikasikan dalam beberapa
cara. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan
mendefinisikan perbedaan voiced dan voiceless yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Dan juga dipengaruhi dengan cara dari
artikulasi.
- Nasal (sengauan)
Konsonan dihasilkan pada kedua hidung dan
mulut. Alat artikulasi pada mulut, tetapi udara keluar
melalui hidung karena velum yang merupakan bagian
palatum lunak pada bagian belakang atas mulut
diturunkan dan membiarkan udara menuju hidung.
Contoh /m/ (hum), /n/ (hun) dan /ng/ (hung). Untuk
/m/, penutupan dibuat dua bibir bersamaan. /n/ dibuat
dengan ujung atau daun lidah menyentuh alveolar
ridge. /ng/ dibuat dengan belakang lidah menyentuh
velum.
Gambar 7. Posisi lidah dan velum untuk produksi ng/
- Stop dan Continuants
Stop dan continuant merupakan suara mulut
yang dihasilkan dengan penutupan velum, melalui
mekanisme menaikkan velum hingga membuat posisi
menutup pada bagian tinggi di dinding belakang
faring. Stop merupakan suara yang dibuat dengan
penutupan sempurna atau penghentian dari aliran
udara yang datang dari paru-paru. Continuants adalah
suara yang mana penghambatan dari aliran uda hanya
sebagian, sehingga suara dapat dipanjangkan selama
periode waktu. Contoh /b/ dan /p/ merupakan stops
sedangkan /v/ dan /f/ merupakan continuants.
Seluruh suara mulut menaikkan velum
sehingga udara keluar melalui mulut dibandingkan
hidung. Stops, juga berbentuk plosive, dihasilkan
dengan 3 tahap:
1) Pembicara melakukan 2 artikulator untuk
membentuk penutupan sempurna.
2) Penyempitan ini ditahan untuk momen yang
singkat, selama waktu udara datang dari
paru-paru menghasilkan tekanan dibelakang
bagian yang menyempit, yang secara
sempurna menutup aliran keluar dari mulut.
3) Pembicara sangat cepat membuka bagian
penyempitan tersebut, mengeluarkan udara
yang tertahan dibelakangnya dalam sebuah
letupan atau ledakan dari suara. Contohnya
coba anda coba pada ketiga pelaflan ini pada
tempat artikulasi yang berbeda. /t/, /p/ dan
/k/.
Sistem stop merupakan simetris yang
mana pada voice dan voiceless diproduksi
pada tempat yang sama. /p/ dan /b/ dibuat
pada tempat yang sama yaitu pada bibir
(bilabial)
Gambar. Posisi lidah dan velum untuk produksi /g/ dan /k/
- Frikatif
Dalam menghasilkan frikatif, terdapat
sebuah perkiraan tertutup, meskipun bukan penutupan
sempurna aliran udara, yang mana menghasilkan
pergolakan yaitu friksi (pergeseran atau pergesekan).
Dua fonem frikatif yang dihasilkan pada labiodental
tempat artikulasinya, /f/ dan /v/, dan dua lainnya pada
linguo-dental // (thin) dan // (then). Dua pada
linguo-alveolar /s/ dan /z/ dan dua lainnya linngua-
prepalatal, /sh/ dan /th/.
- Affrikatif
Suara yang mulainya stop tetapi kemudian dibuka
dengan sedikit menjadi frikatif, dibandingkan
membuka semua sekaligus menjadi letupan suara
seperti berhenti biasa. Dua konsonan pada lingua-
prepalatal yaitu /ch/ dan /j/. Affrikatif merupakan
paduan dari stop dengan frikatif atau yang disebut
dengan obstruent.
- Approximant
Satu artikulator bergerak menutup
artikulator lainnya, meskipun tidak begitu menutup
untuk mengakibatkan gangguan dari aliran udara.
Sistem aproksiman tidak memiliki simetris yang ada
pada sistem konsonan lainnya, dalam sistem tersebut
tidak memiliki pasangan voiced dan voiceless. /r/
merupakan aproksiman, yang mana salah satu
artikulator menutup artikulator lainnya, tetapi tidak
begitu menutup untuk menyentuhnya atau
menyebabkan pergesekan. Dalam menghasilkan /r/.
Ujung lidah atau daun lidah dekat, tetapi tidak
menyentuh belakang alveolar ridge, dan belakang
lidah dinaikkan. /r/ umumnya ujung lidah ditekuk ke
atas (posisi retrofleks).
Untuk /l/, ujung lidah lebih jauh ke depan
daripada /r/. Juga posisi bibir lebih melebar daripada
/r/. Dan /l/ dihasilkan secara lateral, dengan beberapa
penutupan satu atau dua sisi dari lidah dan langit
mulut (palatum). Untuk /y/ dan /w/, pembentuk adalah
palatal approximant, sedangkan akhirannya adalah
bilabial approximant. Untuk /y/, area yang lebar pada
depan lidah membuat membentuk sebuah penyempitan
pada depan (dan/atau tengah palatum). Untuk /w/, dua
bibir datang terhadap satu sama lain-tetapi tanpa
bersentuhan-dalam gerak isyarat membulat. /h/
termasuk glottal approximant, yang dihasilkan dengan
udara bergegas melalui glotis yang terbuka.
Sistem Konsonan12
Klasifikasi sistem berdasarkan tempat artikulasi dan cara
artikulasi suara. Hubungan pada terjadinya fonem
diklasifikasikan sebagai , intial, internal, final.
- Nasal (Initial Internal Final)
/m/ bilabial nasal (mill dimer dim)
- Stops
/b/ voiced bilabial stop (bit obi lob)
- Frikatif
/v/ voiced labiodental fricative (vas over stove)
/f/ voiceless labiodental fricative (fat offer stuff)
- Afrikatif
/j/ voiced lingua-prepalatal affricative (je leje ej)
/ch/c/ voiceless lingua-prepalata (cuka lecet etch)
affricative
- Approximant
/l/ voiced (lingua-alveolar)(lala pala pal)
lateral approximant
Untuk huruf /x/ dan /q/ merupakan gabungan dari kedua
konsonan. Contoh /q (kw)/ (queasy) dimana konsonan stops yaitu
/k/ terjadi dalam gabungan dengan aproksiman /w/. Sedangan /x/
merupakan konsonan srop /k/ terjadi dalam gabungan dengan
frikatif /s/.
Tempat
Artikulasi Cara Artikulasi
Nasal Voicing Stops
Bilabial m voiced b
voiceless p
Lingua-alveolar n voiced d
voiceless t
Lingua-velar ng voiced g
voiceless k
Frikatif Voicing Afrikatif
Labiodental v voiced
f voiceless
lingua-dental
th
(thing) voiced
th
(then) voiceless
Lingua-alveolar z voiced
s voiceless
lingua-
prepalatal
voiced j
sh voiceless ch/c
Approximant
Central Voicing Lateral
Bilabial w voiced
voiceless
Lingua-alveolar
voiced l
voiceless
Lingua-
prepalatal r voiced
voiceless
Lingua-palatal y voiced
voiceless
Glottal
voiced
h voiceless
Tabel 2. Sistem Terjadinya Konsonan
Adapun suara perut (ventriloquisme) merupakan modifikasi dari suara
normal, hanya saja perbedaanya terletak pada bagian artikulasinya. Pada suara
perut, pola pengucapannya tidak menggunakan suara labial, sehingga membuat
bibir dan rahang tidak bergerak saat berbicara. Huruf-huruf yang seharusnya
diucapkan dengan suara labial diganti dengan gabungan huruf serta pola
pengucapan yang berbeda sehingga suara yang dihasilkan menyerupai suara
labial. Contohnya pengucapan huruf f diganti dengan th, m diganti dengan
Nah atau neh, P diganti dengan kl, Q diganti dengan Koo, Vdiganti
dengan th, dan W diganti dengan ooh.
MEKANISME PROSES BICARA
Rangsangan auditori
Thalamus
Korteks auditori (girus heschls)
Dikirim ke lobus temporal (wornicke area)
Menuju ke area broca di lobus frontal
Korteks motorik (lobus frontal)
Otot respirasi, mulut, laring, vocal fold,
bibir, lidah, dll
Respirasi
Fonasi
Resonansi
Artikulasi
2. Kelainan Pada Proses Bicara2,4,5
1) Maxillary retrusion (midface deficiency)
Karakteristik kelainan ini adalah maksila yang relatif kecil daripada
mandibula dengan adanya anterior crossbite dan maloklusi klas III. Ketika
keadaan ini terjadi, ujung lidah terletak lebih anterior dari alveolar ridge dan
gigi rahang atas sehingga dapat mempengaruhi produksi bunyi anterior
seperti bunyi lingua-alveolar (t, d, n, l, s, z, sh, ch), bunyi lingua-palatal (j),
bunyi labiodentals (f dan v), dan bunyi bilabial (p, b, m).
2) Bibir
Panjang bibir atas dalam keadaan normal dengan protrusif premaksila dapat
menunjukkan bibir yang lebih pendek dan dapat berpengaruh pada penutupan
bilabial. Saat bibir atas pendek, akan terjadi kesulitan dalam memproduksi bunyi
bilabial (p, b, m).
3) Lidah
a. Macroglossia adalah keadaan dimana lidah sangat besar. Lidah tidak
cukup menempati jarak rongga mulut sehingga protrusi melewati alveolar
ridge. Makroglosia dapat mempengaruhi produksi dari bunyi lingua-
alveolar (ch, d, n, L, t) dan menyebabkan perubahan suara berdesis frontal
atau lateral (s,z)
b. Microglossia kebalikan dari macroglossia, yaitu ukuran lidah yang kecil
terutama dalam relasi dengan jarak pada rongga mulut. Keadaan ini dapat
menyebabkan kesulitan menghasilkan bunyi lingua-alveolar (ch, d, n, L, t),
tetapi sering tidak ada efek merusak pada proses berbicara
c. Ankyloglossia atau tongue tie adalah kondisi dimana frenulum lingualis
secara kongenital pendek dan melekat pada ujung lidah bagian
anteriornya. Ankyloglossia sedikit berpengaruh pada proses berbicara
karena sangat sedikit peran ujung lidah yang diperlukan dalam
memproduksi bunyi yang normal. Dalam proses berbicara normal, fungsi
lidah paling jauh adalah melawan bagian palatal dari insisivus rahang atas
untuk menghasilkan bunyi th dan lidah diangkat ke alveolar ridge untuk
menghasilkan bunyi l.
4) Palatum
Ketika palatal arch dalam keadaan rendah, datar, atau sempit, hal ini
membatasi jarak dari rongga mulut yang dapat menyebabkan protrusi pada
lidah. Lidah yang protrusi dapat mempengaruhi ujung lidah dalam posisi
yang abnormal untuk artikulasi ujung lidah (ch, d, n, L,s,t, z)
5) Keadaan gigi yang mempengaruhi proses berbicara antara lain:
a. Relasi insisivus
Overjet adalah relasi horizontal gigi insisivus rahang atas dan rahang
bawah dalam keadaan oklusi yang diukur dari permukaan labial dari
insisivus mandibula ke permukaan labial dari insisivus maksila.
Apabila insisivus rahang atas letaknya lebih ke anterior dan overjet
lebih dari 2 mm dapat dikatakan gigi tersebut labioversi. Labioversi
mempengaruhi proses berbicara dengan menghalangi penutupan bibir.
Hal ini mengubah produksi suara bilabial. Artikulasi bilabial akan
diganti dengan bunyi labiodental.
Underjet adalah kebalikan dari posisi insisivus yang normal sehingga
insisivus rahang atas lebih ke arah lingual dari insisivus rahang bawah.
Dapat dikatakan pula sebagai linguoversi atau anterior cross bite.
Insisivus maksila yang linguoversi dapat mengganggu perpindahan
ujung lidah, yang berpengaruh pada produksi bunyi lingual-alveolar
dan berdesis. Anterior crossbite dapat mengganggu penempatan bunyi
labiodental (f, v) karena kesulitan untuk menarik bibir bawah ke bagian
lingual pada insisivus maksila. Posterior crossbite dapat membatasi
ukuran dari rongga mulut sehingga menyebabkan distrosi pada proses
berbicara karena gigi sering terbuka saat artikulasi untuk mengimbangi
keadaan ini. Completecross bite menyebabkan kegagalan dalam
berbagai suara, terutama pada suara yang dibentuk oleh ujung lidah,
berkaitan dengan jarak yang terbatas dalam pergerakan lidah.
Overbite adalah tumpang tindih secara vertikal dari insisivus rahang
atas dan rahang bawah. Semakin besar angka overbite dapat
dihubungkan dengan deep bite atau deep over bite. Deepbite terkadang
dikaitkan dengan crowding atau pembatasan gerak lidah, yang mana
akan berpengaruh pada produksi suara linguo-alveolar.
b. Kehilangan gigi anterior maksila
Bagian lingual dari gigi anterior maksila dibutuhkan oleh lidah untuk
pengucapan yang tepat. Dengan tidak adanya gigi anterior maksila, maka
dapat mengganggu proses pengucapan. Biasanya mengganggu pengucapan
s, z, th.
6) Pemakaiaan gigi tiruan
a. Basis gigi tiruan yang terlalu tebal dapat mengganggu pergerakan
lidah, sehingga suara menjadi tidak jelas, misalnya pada bunyi
lingua-alveolar (t,c,d,s,z) dan bunyi lingua-palatal (r).
b. Penentuan dimensi vertikal yang tidak tepat, terutama pada pasien
yang sudah kehilangan banyak gigi. Dimensi vertikal terlalu tinggi
dapat menyebabkan perubahan suara bilabial (p, b). Selain itu,
terjadi clicking teeth, berupa gangguan suara pada saat pengucapan
huruf s, karena terlalu dekatnya gigi depan atas dan bawah
sehingga terjadi kontak dini. . Bila dimensi vertikal ditentukan
terlalu rendah, akan terjadi sigmatismus interdentalis, yaitu
perubahan suara terutama pada pengucapan huruf s jadi berdesis.
c. Kesalahan penyusunan gigi akan menyebabkan gangguan bunyi
labiodental ( f, v) , bunyi lingua-velar (w) danbunyi linguodental
(th), pada gigi depan. Pada gigi belakang, kekeliruan dapat
menyebabkan penyempitan lengkung gigi sehingga pengucapan
huruf s akan jadi berdesis.
d. Rugae palatina tidak dibuat atau dibuat terlalu tebal. Bunyi (r)
terbentuk oleh kontak lidah dengan palatum keras dimana rugae
palatina berada. Dengan tidak dibuatnya rugae, maka lidah akan
terpeleset di daerah ini, sehingga akan terjadi gangguan
pengucapan huruf r.
e. Dukungan sayap labial. Untuk pengucapan huruf p, b dibutuhkan
dukungan otot pipi dan bibir, karena itu ketebalan sayap labial
harus sesuai dengan derajat resorpsi tulang alveolar.
Tabel kelainan pengucapan
Bunyi Huruf yang
dihambat
Keadaan Organ
Bunyi lingua-
alveolar
s, z Kehilangan gigi anterior
maxilaris
Gigi
d, s,t, z Basis gigi tiruan yang terlalu
tebal
s tidak jelas Dimensi vertikal terlalu
tinggi- clicking teeth pada
pemakaian gigi tiruan
s jadi berdesis Dimensi vertikal terlalu
rendah pada pemakaian gigi
tiruan
Kesalahan penyusunan gigi
tiruan bagian posterior
L Ankyloglosia Lidah
ch, d, n, L
s,t, z
Microglossia
Macroglossia
Maksila yang relatif kecil
daripada mandibula + anterior
crossbite dan maloklusi klas
III
Rahang
palatal arch dalam keadaan
rendah, datar, atau sempit
sehingga membatasi jarak dari
rongga mulut Lidah protrusi
Palatum
Insisivus maksila yang
linguoversi
Gigi
Completecross bite
Deep bite atau deep over bite
Bunyi bilabial
p, b, m
Bibir atas pendek Bibir
Bibir atas normal + protrusif
premaksila bibir jadi
lebih pendek
Gigi
p,b Dimensi vertikal terlalu tinggi
pada pemakaian gigi tiruan
Dukungan sayap labial yang
terlalu tebal atau tipis
p v Overjet lebih dari 2 mm dan
insisivus rahang atas letaknya
lebih ke anterior
Bunyi
labiodental
f, v maksila yang relatif kecil
daripada mandibula + anterior
crossbite dan maloklusi klas
III
Rahang
Kesalahan penyusunan gigi
tiruan bagian anterior
Gigi
Anterior crossbite
Bunyi lingua-
dental
th Kehilangan gigi anterior
maxilaris
Kesalahan penyusunan gigi
tiruan bagian anterior
Bunyi lingua-
palatal
j Maksila yang relatif kecil
daripada mandibula + anterior
crossbite dan maloklusi klas
III
Rahang
c Basis gigi tiruan yang terlalu
tebal
Gigi
r
Rugae palatina tidak dibuat
atau dibuat terlalu tebal
Bunyi lingua-
velar
w Kesalahan penyusunan gigi
tiruan bagian anterior
DAFTAR PUSTAKA
1. Berkovit, B. K. B. Master Dentisty Vol.3 Oral Biology. Elsevier. 2011. 2. Seiichi Nakagawa, Kiyohiro Shikano dan Yoichi Tohkura. Speech,
Hearing and Network Models. Japan: Ohmsha, Ltd. 1995.
3. Dronkers and Ogar. Editorial: Brain Areas Involved in Speech Production. Guarantors of Brain, 2004; Vol 127: p 1461-1462.
4. P.B. Denes and E.N. Pinson, The Speech Chain: The Physics and Biology of Spoken Language, Anchor Press-Doubleday, Garden City, NY, 1973.
Aspect of Communication Sciences and Disorder.
5. A. Barney, C.H. Shadle, and P.O.A.L. Davies, Fluid Flow in a Dynamical Mechanical Model of the Vocal Folds and Tract. 1: Measurements and
Theory, J. Acoustical Society of America, vol. 105, no. 1, pp. 444455, Jan. 1999.
6. Newman SR, Butler J, Hammond EH, Gray SD. Preliminary report on hormone receptors in the human vocal fold. J Voice. 2000 Mar;14(1):72-
81.
7. Altman KW, Haines GK 3rd, Vakkalanka SK, Keni SP, Kopp PA, Radosevich JA. Identification of thyroid hormone receptors in the
human larynx. Laryngoscope. 2003 Nov;113(11):1931-4.
8. Jan W. Brunings, Janneke J.B.F.G. Schepens, Carine J. Peutz-Kootstra, Kenneth W. Kross.The Expression of Estrogen and Progesterone
Receptors in the Human Larynx. Journal of Voice. 2013 May;27(3);376380
9. Chen B1, Wang J, Li W, Ji W. Expression of androgen receptor and estrogen receptor in carcinoma of larynx. Department of Otolaryngology,
201 Hospital of PLA, Liaoyang 111000, China.2006 Jul;20(14):649-51.
10. Sameep Kadakia, Dave Carlson, and Robert T. Sataloff. The Effect of Hormones on the Voice. Journal of Singing, May/June 2013; 69(5);571574..
11. Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. 2007. 12. Hamann Cornelia, Schmitz Carmen. 2005. Phonetics and Phonology
Reader for First Year English Linguistics. University of Oldenburg.
13. Pennington Martha C. 1996. Phonology in English Language Teaching: An International Approach. USA : Routledge.A
14. Dardjowidjojo Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI.A
15. Khusartanti, Yuwono Untung, Lauder Multamia RMT. 2005. Pesona Bahasa Langkah awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
16. Benesty, Sondhi, Huang. 2008. Springer Handbook of Speech Processing. USA : Springer.
Recommended